• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman jenis tumbuhan, struktur tegakan, dan pola sebaran spasial beberapa spesies pohon tertentu di hutan kerangas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman jenis tumbuhan, struktur tegakan, dan pola sebaran spasial beberapa spesies pohon tertentu di hutan kerangas"

Copied!
308
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
(156)
(157)
(158)
(159)
(160)

KEANEKARAGAMAN JENlS TUMBUHAN,

STRUKTUR TEGAKAN, DAN POLA SEBARAN SPASIAL

BEBERAPA SPESIES POHON TERTENTU

Dl HUTAN KERANGAS

OLEH :

KlSSlNGER

PROGRAM PASCASARJAVA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(161)

ABSTRAK

KISSINGER. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan, Struktur Tegakan, dan Pola Sebaran Spasial Beberapa Spesies Pohon Tertentu di Hutan Kerangas. Dibimbing oleh Yadi Setiadi dan Andry Indrawan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2001 - Pebruari 2002 di hutan kerangas Kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah, dan hutan Lindung Liang Anggang Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Penelitian ini bertujuan : (1) Menentukan nilai keanekaragaman spesies tumbuhan (2) Menentukan struktur tegakan (3) Mengetahui pola spasial beberapa spesies pohon tertentu serta hubungan keterkaitan antara pola spasial tersebut dengan keberadaan tumbuhan bawah, kemiringan lahan dan celah kanopi (4) Menentukan perbedaan kondisi komunitas tumbuhan antara berbagai tipe hutan kerangas yang diamati. (5) Menentukan faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan kondisi vegetasi yang terbentuk di dalam hutan kerangas.

Pengumpulan data berupa data vegetasi dan kondisi lahan dilakukan pada petak seluas 2 ha dari 5 tipe hutan kerangas yang diamati. Tipe hutan kerangas 1 dan 2 mewakili hutan kerangas tanah bergelombang dengan tingkat gangguan relatif kecil, tipe 3 mewakili hutan kerangas tanah bergelombang dengan tingkat gangguan dikategorikan sedang, tipe 4 mewakili hutan kerangas tanah datar dengan tingkat gangguan sedang (lebih rendah tingkat gangguan dari tipe 3), serta tipe 5 yang mewakili tipe hutan kerangas tanah datar dengan tingkat gangguan yang dikategorikan paling tinggi. Variabel data yang diukur : (1) Data tumbuhan meliputi: pohon, permudaan dan tumbuhan bawah (2) Data lahan terdiri dari : sifat kimia dan struktur tanah, ketinggian tempat, kemiringan, celah kanopi.

Analisa data yang dilakukakan terdiri dari: (1) Perhitungan indeks kekayaan jenis menggunakan Margalef index, kemerataan jenis menggunakan Modifed Hill's ratio index, kelimpahan jenis menggunakan Shannon-Wiener index (2) Struktur tegakan , ditentukan berdasarkan besarnya luas bidang dasar dan sebaran pohon per kelas diameter. (3) Pola sebaran spasial ditentukan berdasarkan Moroshita index (4) Hubungan antara pola spasial dengan kemiringan lahan, celah kanopi dan keberadaan tumbuhan bawah ditentukan dengan uji

x2

(5) Perbandingan komunitas tumbuhan dilakukan dengan tiga pendekatan : kondisi struktur tegakan, indeks kesamaan, dan kedudukan masing-masing tipe hutan berdasarkan analisa ordinasi variabel vegetasi dan lahan. (6) Hubungan antara faktor-faktor lingkungan dengan kondisi vegetasi dilakukan dengan pendekatan analisa ordinasi variabel vegetasi dan lahan, serta analisa ordinasi sebaran pohon berdasarkan kebutuhan lingkungannya.
(162)

SURAT

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul :

"KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN, STRUKTUR TEGAKAN,

DAN POLA SEBARAN SPASIAL BEBERAPA SPESIES POHON TERTENTU

DI HUTAN KERANGAS"

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 1 1 September 2002

(163)

KEANEKARAGAMAN JENlS TUMBUHAN,

STRUKTUR TEGAKAN, DAN POLA SEBARAN SPASIAL

BEBERAPA SPESIES POHON TERTENTU

Dl HUTAN KERANGAS

Oleh : KlSSlNGER

IPK 99316

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoieh gelar

. Magister Sains pada

Program Studi llmu Pengetahuan Kehutanan

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(164)

Judul Tesis : Keanekaragaman jenis tumbuhan, struktur tegakan, dan pola sebaran spasial beberapa spesies pohon tertentu di hutan kerangas

Nama Mahasiswa : Kissinger

Nomor Pokok : IPK 99316

Program Studi : lLMU PENGETAHUAN KEHUTANAN

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

pr.

Ir. Yadi Setiadi

.

MSc

L6;.

Ir. Andrv Indrawan. MS

Ketua Anggota'"" "

Mengetahui,

t

2. Ketua Program Studi 3. Direktur Program Pascasarjana,

(165)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sampit pada tanggal 26 April 1973 dari ayah Burhanuddin dan ibu Nyai Sian. Penulis merupakan anak ke enam dari enam bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh pada program studi Manajemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru pada tahun 199 1 dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Saat ini penulis bekerja sebagai staff pengajar pada jurusan Manajemen Hutan,

(166)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Karuia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2001 adalah Kondisi Ekologis Hutan Kerangas dengan judul Keanekaragaman Jenis Tumbuhan, Struktur Tegakan, dun Pola Sebaran Spasial Beberapa Spesies Pohon Tertentu di Hutan Kerangas.

Ucapan terima kasih penulis sarnpaikan kepada:

1. Bapak Dr.Ir. Yadi Setiadi, MSc dan Bapak Dr.Ir. Andry Indrawan selaku pembimbing.

2. Ibu, Bapak, serta saudara-saudara saya yang telah banyak membantu penulis dengan bantuan fisik maupun mental.

3. Pimpinan serta karyawan PT. Wana Inti Kahuripan Intiga Cabang Banjarmasin dan Camp Luwe Muara Teweh.

4. Pimpinan serta karyawan PT. Austral Byna Muara Teweh.

5. Rekan-rekan yang membantu pekerjaan di lapangan : Bapak Harun Sunari, Mukhtar, Sahayan, Sukardi, Basar, Hartono, Ancah, Ardiansyah, Kartawan, Marin, Ali, dan Abu Bakar.

6. Rekan-rekan seperti Bapak Abdul Kadir, Aries, Haqi, Darwanto, Dede, Diana, ' Dina, Evi, Henry, Haruni, Haryuni, Ivan, Ina, Melia, Ronal, Soedirman, Wija, Yumarni serta rekan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Akhirnya, Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(167)

DAFTAR IS1

Halarnan

.

.

...

KATA PENGANTAR 11

...

DAFTAR IS1

...

111

DAFTAR TABEL

...

iv DAFTAR GAMBAR

...

v DAFTAR LAMPIRAN

...

vi PENDAHULUAN

...

1 Latar Belakang

...

1 Tujuan Penelitian

...

3

...

Manfaat Penelitian 4

...

Hipotesis Penelitian 4

...

Perumusan Masalah 5

...

Kerangka Pemikiran 6

...

TINJAUAN PUSTAKA 10

Hutan Kerangas

...

10 Keanekaragaman Jenis

...

...

Struktur Tegakan

...

Pola Sebaran Spasial

Celah Kanopi

...

...

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

...

METODE PENELITIAN

...

Lokasi dan Waktu Penelitian

...

Bahan dan Alat Penelitian

...

Prosedur Penelitian

...

Analisa Data

...

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

...

Saran

...

...

DAFTAR PUSTAKA
(168)

Nomor Halaman

Nilai indeks keanekaragaman jenis vegetasi pohon dan permudaan

....

...

Nilai indeks keanekaragaman jenis vegeta:. ri twnbuhan bawah

Indeks nilai penting pohon dan permudaan hutan kerangas tipe 1

...

Indeks nilai penting pohon dan permudaan hutan kerangas tipe 2

...

Indeks nilai penting pohon dan permudaan hutan kerangas tipe 3

...

...

Indeks nilai penting pohon dan permudaan hutan kerangas tipe 4

...

Indeks nilai penting pohon dan permudaan hutan kerangas tipe 5

...

Daftar jenis dan pola spasial beberapa pohon dari hutan tipe 1

...

Daftar jenis dan pola spasial beberapa pohon dari hutan tipe 2

...

Daftar j enis dan pola spasial beberapa pohon dari hutan tipe 3

...

Daftar jenis dan pola spasial beberapa pohon dari hutan tipe 4

...

Daftar jenis dan pola spasial beberapa pohon dari hutan tipe 5

...

Pola spasial beberapa jenis pohon pada tiap tipe hutan kerangas

Hubungan pola spasial beberapa jenis pohon terhadap celah kanopi.

...

kemiringan lahan dan tumbuhan bawah

...

Sebaran pohon perkelas diameter dari tipe-tipe hutan kerangas

...

Nilai indeks kesamaan tingkat pohon dan tiang antara tipe hutan

...

Nilai indeks kesamaan tingkat pancang dan semai tiap tipe hutan

...

Nilai indeks kesamaan tingkat anggrek dan liana tiap tipe hut an

...

Nilai indeks kesamaan tingkat semak dan rotan tiap tipe hutan

PCA terhadap kedudukan masing-masing tipe hutan berdasarkan

...

variabel pohon

dan

permudaan

PCA terhadap kedudukan masing-masing tipe hutan berdasarkan

...

(169)

22. Karakteristik dari masing-masing tipe hutan berdasarkan

kondisi pohon dan permudaan..

...

82 23. Karakteristik dari masing-masing tipe hutan berdasarkan

kondisi tumbuhan bawah..

...

8 3 24. PCA terhadap kedudukan masing-masing tipe hutan berdasarkan

variabel vegetasi dan tanah..

...

84 25. Karakteristik dari masing-masing tipe hutan berdasarkan

kondisi vegetasu dan tanah

...

8 5 26. PCA terhadap sebaran beberapa jenis pohon di hutan kerangas..

...

93 27. Karakteristik dari masing-masing tipe h u t s ~ berdasarkan

kondisi tumbuhan bawah..

...

95 28. Karakteristik tempat tumbuh dari sebaran beberapa jenis pohon
(170)

Nomor Halaman

1

.

Skema garis besar permasalahan dalam suatu

komunitas Kerangas

...

8 2

.

Kerangka pemikiran dari penelitian

...

9

3

.

Gambar petak untuk kepentingan analisa vegetasi

...

36

4

.

Garnbar petak unit pola spasial

...

37

5

.

Grafik hubungan sebaran pohon dalam kelas diameter terhadap jurnlah

pohon perhektar pada beberapa tipe hutan kerangas

...

71

6

.

Hasil analisa ordinasi kondisi pohon dan tiang

...

78

7

.

Hasil analisa ordinasi kondisi pancang dan semai

...

78

8

.

Hasil analisa ordinasi kondisi semak dan liana

...

79

9

.

Hasil analisa ordinasi kondisi rotan dan anggrek

...

80

10

.

Hasil analisa ordinasi kondisi vegetasi dan lahan

...

84 [image:170.582.80.521.28.767.2]
(171)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Daftar vegetasi tingkat pohon hutan kerangas tipe 1

...

...

Daftar vegetasi tingkat pohon hutan kerangas tipe 2

...

Daftar vegetasi tingkat pohon hutan kerangas tipe 3

Daftar vegetasi tingkat pohon hutan kerangas tipe 4

...

Daftar vegetasi tingkat pohon hutan kerangas tipe 5

...

Daftar vegetasi tingkat tiang hutan kerangas tipe 1

...

Daftar vegetasi tingkat tiang hutan kerangas tipe 2

...

Daftar vegetasi tingkat tiang hutan kerangas tipe 3

...

Daftar vegetasi tingkat tiang hutan kerangas tipe 4

...

Daftar vegetasi tingkat tiang hutan kerangas tipe 5

...

Daftar vegetasi tingkat pancang hutan kerangas tipe 1

...

Daftar vegetasi tingkat pancang hutan kerangas tipe 2

...

Daftar vegetasi tingkat pancang hutan kerangas tipe 3

...

Daftar vegetasi tingkat pancang hutan kerangas tipe 4

...

Daftar vegetasi tingkat pancang hutan kerangas tipe 5

...

Daftar vegetasi tingkat semai hutan kerangas tipe 1

...

Daftar vegetasi tingkat semai hutan kerangas tipe 2

...

Daftar vegetasi tingkat semai hutan kerangas tipe 3

...

Daftar vegetasi tingkat semai hutan kerangas tipe 4

...

Daftar vegetasi tingkat semai hutan kerangas tipe 5

...

Daftar vegetasi tingkat semak hutan kerangas tipe 1

...

Daftar vegetasi tingkat semak hutan kerangas tipe 2

...

...

Daftar vegetasi tingkat semak hutan kerangas tipe 3

Daftar vegetasi tingkat semak hutan kerangas tipe 4

...

Daftar vegetasi tingkat semak hutan kerangas tipe 5

...

(172)

...

Dafkar vegetasi liandperambat hutan kerangas tipe 1

...

D a h vegetasi liandperambat hutan kerangas tipe 1

...

D a h vegetasi liandperambat hutan kerangas tipe 1

...

Daftar vegetasi liandperambat hutan kerangas tipe 1

...

Daftar vegetasi anggrek hutan kerangas tipe 1

...

Daftar vegetasi anggrek hutan kerangas tipe 2

...

Daftar vegetasi anggrek hutan kerangas tipe 3

...

Daftar vegetasi anggrek hutan kerangas tipe 4

...

Daftar nama jenis pohon dan perrnudaan di seluruh lokasi

...

Daftar nama jenis turnbuhan bawah di seluruh Iokasi

...

Hasil analisa tanah pada lokasi penelitian

...

Diagram profil lokasi penelitian tipe 1

...

Diagram profil lokasi penelitian tipe 2

...

Diagram profil lokasi penelitian tipe 3

...

Diagram profil lokasi penelitian tipe 4

...

Diagram profil lokasi penelitian tipe 5

...

Peta lokasi penelitian tipe 1, 2, 3 dan tipe 4
(173)

PENDAHULUAN

"Kerangas" merupakan suatu istilah yang awalnya diberikan oleh suku Dayak

Iban terhadap lahan yang berada di dataran rendah atau zona submontana yang dikarenakan kondisi tanahnya bila ditanami dengan padi, maka padinya tidak akan

dapat tumbuh (Bruenig, 1974, Browne, 1952 dalam Riswan 1979, Whitmore 1986). Hutan kerangas merupakan suatu vegetasi hutan alam yang tumbuh pada lahan kerangas.

Hutan kerangas mempunyai laju pertumbuhan dan perkembangan vegetasi yang relatif lambat bila dibandingkan dengan hutan Dipterocarpaceae campuran. Selain itu komunitas zutan kerangas sangat sulit untuk pulih kembali dan perlu waktu yang relatif sangat lama apabila mengalami perubahan, baik yang disebabkan secara alami

sebagai suatu komunitas yang dinamik, atau mengalami gangguan aktifitas manusia

(Riswan, 1979).

Mosaik hutan kerangas terutama banyak terdapat di pulau Kalimantan. Akan

tetapi informasi atau hasil penelitian yang menyangkut Iceberadaan dan kondisi dari -

-

hutan kerangas masih relatif kecil, sehingga kondisi hutan kerangas yang ada sekarang belum terpantau.

Beberir;pa lokasi hutan kerangas di Kalimantan yang informasi tentang kondisi

(174)

1975, 1978; Riswan, 1979, 1985; Indrawan, 1979; Whitmore, 19806; Hadisaputro dan Said, 1988; Miyamoto et al., 1998; Loucks, C. 2001).

Hutan kerangas yang terdapat di Kabupaten Barito Utara (Kalimantan Tengah)

dan Kabupaten Banjar (Kalimantan Selatan) inerupakan salah satu tipe hutan kerangas yang belum banyak diketahui keberadaani~ya maupun perkembangannya

- yang terjadi di dalamnya. Sementara itu berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, tekanan-tekanan terhadap kondisi hutan baik berupa perambahan hutan dan konversi lahan sudah mencapai titik kritis.

Bertitik tolak dari hal-ha1 tersebut, perlu diupayakan suatu tindakan perlindungan dan penyelamatan terhadap keberadaan hutan kerangas yang ada. Salah satu fakta penting yang harus dipenuhi dalam upaya pengelolaan suatu lahan hutan yang tepat, adalah diketahuinya informasi-informasi yang menyangkut parameter- parameter ekologis dari kornunitas hut& yang ada.

Keanekaragaman jenis (species diversity), struktur tegakan, dan pola spasial (spatial pattern) merupakan sebagian dari informasi ekologis yang dapat memberikan

gambaran menyangkut kondisi suatu komunitas tertentu.

\

Terbentuknya pola spasial dan keanekaragaman spesies tumbuhan dan struktur tegakan pada suatu tipe hutan merupakan proses yang erat kaitannya dengan kondisi

*

lingkungan baik biotik maupun abiotik. Faktor-faktor lingkungan yang berhubungan

dengan kondisi suatu individu atau masyarakat tumbuhan adalah sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan, 1998):

(175)

2. Faktor-faktor Geografis: letak , geografis, topografi, geologi, dan

vulkanisme.

3. Faktor-faktor Edafis : jenis tanah, sifat fisik tanah, sifat kimia tanah, sifat

biotis tanah dan erosi.

4. Faktor-faktor Biotik : manusia, hewan, tumbuhan lain.

Penentuan keanekaragaman spesies tumbuhan, struktur tegakan, dan pola spasial beberapa spesies pohon tertentu pada suatu komunitas hutan kerangas, serta analisa hubungan antara ketiga parameter tersebut terhadap kondisi lingkungan semakin memperjelas informasi menyangkut kondisi ekologis dari komunitas hutan kerangas. Dalam penelitian ini, pola spasial spesies pohon tertentu dalam suatu tipe hutan kerangas akan dihubungkan dengan keberadaan tumbuhan bawah (understorey

vegetation), celah kanopi (canopy gap), dan kemiringan lahan. Selain itu juga akan dicari bagaimana pola hubungan kondisi tumbuhan dan faktor-faktor lingkungan yang terdapat pada masing-masing tipe hutan kerai-lgas yang diamati. Pengetahuan ini

akan berperan penting dalam rencana pengembangan dan pengelolaan yang

dilaksanakan terhadap tipe hutan kerangas.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Menentukan nilai keanekaragaman spesies tumbuhan pada masing-masing tipe hutan kerangas yang diamati.

2. Menentukan struktur tegakan pada masing-masing tipe hutan kerangas yang

(176)

3. Mengetahui pola spasial beberapa spesies pohon tertentu serta hubungan

keterkaitan antara pola spasial tersebut dengan keberadaan tumbuhan bawah, topografi dan formasi celah pada masing-masing tipe hutan kerangas yang diamati.

4. Menentukan perbedaan kondisi komunitas tumbuhan yang terdapat di antara berbagai tipe hutan kerangas yang diamati.

5. Menentukan faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan kondisi vegetnsi yang terbentuk di dalam hutan kerangas.

MANFAAT PENELITIAN

Dengan menjelaskan informasi-informasi ekologis hutan kerangas seperti keanekaragaman jenis tumbuhan, struktur tegakan, dan pola spasial beberapa spesies tertentu serta kaitannya dengan kondisi lingkungan di dalam suatu tipe hutan kerangas, maka dapat dijadikan acuan dalam tindakan-tindakan pengelolaan yang

harus dilakukan pada tipe hutan tersebut. Tindakan pengelolaan yang berupa pemanfaatan, rehabilitasi, pengaturan tegakan, maupun kegiatan pemeliharaan terhadap hutan kerangas semestinya mengacu kepada kondisi ekologis yang ada.

HIPOTESIS PENELITIAN

Dalam penelitian ini diajukan beberapa hipotesis :

(177)

2. Pola spasial beberapa spesies pohon tertentu memiliki hubungan dengan keberadaan tumbuhan bawah, prosentase kemiringan lahan dan .formasi celah dalam suatu tipe hutan kerangas.

3. Terdapat beberapa faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kondisi

tumbuhan yang terbentuk pada hutan kerangas. '8

PERUMUSAN MASALAH

Hutan kerangas sebagai suatu tipe hutan yang berkembang pada kondisi habitat yang terbatas seharusnya mendapatkan perhatian yang serius. Penanganan dan pengelolaan tipe hutan kerangas harus dilakukan secara tepat dengan senantiasa

- -

memperhatikan kondisi ekoiogis yang ada. Kurangnya informasi ekologis yang menyangkut kondisi hutan kerangas merupakan suatu permasalahan dalam upaya pengelolaan terhadap kondisi hutan kerangas yang ada, terutama yang terjadi pada areal penelitian. Garis besar dari permasalahan dalam komunitas hutan kerangas ,

adalah seperti pada gambar 1.

Penelitian ini dilakukan untuk mencari informasi ekologis yang dapat dipergunakan dalam pengembangan dan pengelolaan hutan kerangas. Keanekaragaman jenis, struktur tegakan, dan pola spasial beberapa spesies pohon tertentu di hutan kerangas merupakan bahan masukan penting dan dapat berperan sebagai parameter yang dapat menerangkan hubungan keterkaitan antara suatu individu atau masyarakat tumbuhan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya.

(178)

struktur tegakan, dan pola sebaran beberapa spesies pohon tertentu di beberapa tipe hutan Kerangas ? Bagaimana bentuk hubungan antara pola spasial beberapa spesies pohon tertentu terhadap kondisi tumbuhan bawah, celah kanopi dan prosentase kemiringan lahan yang terdapat pada masing-masing tipe hutan kerangas

yang diamati? Bagaimana bentuk hubungan antara faktor-faktor lingkungan yang terdapat di dalam atau sekitar areal hutan kerangas terhadap kondisi tumbuhan yang ada ?

KERANGKA PEMIKIRAN

Keberadaan dan kondisi hutan kerangas yang terdapat di Kabupaten Barito Utara (Kalimantan Tengah) dan Kabupaten Banjar (Kalimantan Selatan) relatif masih belum banyak diketahui. Sementara itu tekanan yang terjadi sekarang terhadap areal

hutan yang ada sudah merambah daerah-daerah hutan kerangas.

Tekanan-tekanan yang terjadi pada hutan kerangas serta keberadaannya sebagai ,

suatu sistem yang dinamis, berimplikasi pada terbentuknya perubahan kondisi vegetasi dan lingkungan yang ada. Dalam skala tertentu, perubahan yang terjadi akan dapat menyebabkan gangguan terhadap komunitas hutan kerangas yang kondisinya relatif labil dan terbatas.

(179)

Informasi-informasi menyangkut kondisi ekologis tersebut dapat berupa keterangan menyangkut keanekaragaman jenis tumbuhan, struktur tegakan, pola spasial pohon tertentu dalam hubungannya dengan kondisi lingkungan tumbuhan baik berupa formasi celah, topografi dan kondisi lainnya.

Deskripsi mengenai kondisi vegetasi rnaupun lingkungan tumbuhan serta hubungan di antara keduanya diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan

hutan kerangas secara benar dan bijaksana.

(180)

B~BERAPA TlPE HUTAN KERANGAS

Kondisi Vegetasi Lingkungan Tumbuhan

terhadap komunitas hutan

Tindakan Pengelolaan

lnformasi kondisi, keberadaan dan karakteristik ekologis dari

tipe-tipe hutan kerangas

k

I

Analisa hubungan kondisi vegetasi

1

dan lingkungan tumbuhan

l-

I I

[image:180.588.93.505.64.662.2]
(181)

Keberadaan dan Kondisi Berbagai Tipe Hutan Kerangas

[image:181.577.79.533.74.685.2]
(182)

TINJAUAN PUSTAKA

HUTAN KERANGAS

Hutan kerangas yang tumbuh berkelompok secara mosaik umumnya terdapat pada hutan hujan Dipterocarpacea campuran dengan kondisi tanah yang relatif kurang subur. Bahan induknya miskin akan liat dan basa. Mempunyai lapisan humus kasar dan atau di sana sini terdapat horizon kelabu tua berpasir tetapi di atas horison A2

tercuci, dan sistem perakaran sebagian besar terdapat di lapisan ini dan pada daerah ini bahan organik yang setengah terdekomposisi dipenuhi oleh akar-akar halus seperti

serabut. Sering ditemukan akar-akar halus menembus langsung ke serasah yang sedang terdekomposisi, dengan demikian hara dapat diserap langsung dari bahan organik mati tanpa melalui penyimpanan dalam tanah mineral. Mikorhiza dan

mikroorganisme lainnya banyak berperan dalam proses penyerapan hara ini (Kartawinata, 1990). Tanahnya memiliki kisaran pH 3

-

5,5 (Withmore, 1986;

.

Kartawinata, 1990 ; Bruenig, 1995).

Hutan kerangas merupakan suatu tipe hutan yang berada ,pada tanah miskin hara, mosaik-mosaik kanopi hutan yang memiliki warna hijau kelabu dengan permukaan yang seragam, dan bila dibandingkan dengan hutan Dipterocarpaceae campuran maka pohon-pohonnya relatif rendah dan berukuran kecil, sedikit memiliki iiana dan rotan, jumlah vegetasi tingkat pohonnya lebih sedikit (Ashton, 1958 dalam

Riswan 1979 ; Kartawinata, 1990). Keterbatasan kondisi pada lahan kerangas

(183)

tumbuhan dapat mengabsorbsi hara pada serasah sebelum hara tersebut tercuci kelapisan tanah yang lebih dalam. Selain itu adaptasi terlihat juga dengan ukuran pohon dan tumbuhan lain yang memiliki ukuran kecil (Loucks, 2001 ;

Fernando, 1999). Posisi hutan kerangas dapat berbatasan dengan hutan

Dipterocarpaceae campuran, hutan rawa gambut, hutan tanah kapur, ataupun hutan pegunungan (Bruenig, 1974).

Bruenig (1974;1995) memberikan pertelaan yang lebih jauh lagi mengenai hutan kerangas yakni suatu tipe hutan yang tumbuh pada tipe tanah lempung di mana fraksi liat berada di atas sisa-sisa bahan induk, tanah podsololik putih kelabu (grey white podsolic), podsol atau humus podsol, serta tanah gambut. Dari segi vegetasinya jumlah spesies pohon dengan diameter > 1 cm dalam 100 individu yang diambil secara random berkisar dari 10-60. Kemudian laju evapotranspirasi hutan berkisar dari 800

-

1500 mm. Kondisi tajuk dan ukuran dedaunannya umumnya lebih kecil bila dibandingkan dengan hutan Dipterocarpaceae campuran (Whitmore, 1986;

Bruenig, 1995).

Komposisi floristik hutan kerangas bervariasi dari suatu tempat ke tempat lain,

tetapi biasanya terdapat jellis tertentu yang sccara konsisten selalu ada dan mencirikan tipe hutan ini terutarna dengan tipe tanah spodosol

,

seperti Tristania

0

obovata (palawan merah), Cratoxylon glaucum (gerunggang), Dactylocladus -

stenostachys dan Combretocfrrpus rotundatus (Kartawinata, 1980; Riswan, 1982;

(184)

sebagai contoh adalah Nepenthes yang dalam ha1 ini dapat tumbuh sebagai liana atau teresterial (Loucks, 200 1 ; Fernando, 1999). Jenis Nepenthes di hutan kerangas yang

satu dengan lainnya, menunjukan jumlah dan jenis yang bervariasi (Marlis and Merbach, 2002)

Hutan kerangas sangat berbeda dibandingkan dengan hutan Dipterocapaceae campuran atau evergreen raitz forest baik dalam kolnposisi floristik, struktur dan fisiognomi (kenampakannya) di mana batas di antara keduanya sangat jelas, walaupun antara kedua tipe hutan ini mengalami kondisi iklim yang serupa -

- (Whitmore, 1986).

Dalam kondisi yang baik adakalanya vegetasi hutan lterangas menyerupai hutan hujan tropis campuran di mana jenis-jenis pohon Dipterocarpacea yang dominan dengan tinggi sampai 30 m dan kanopinya tertutup, jenis-jenis palma banyak dijumpai di bawah tajuk pohon. Dalam kondisi yang ekstrim hutan kerangas menampakkan tanah pasir terbuka dan kanopi hutannya terbuka dengan tinggi

pohonnya hanya 5

-

10 my bagian-bagian lahannya yang hanya ditumbuhi jenis pohon tunggal sering terjadi, jenis palma jarang dijumpai, briophyta banyak dijumpai dipermukaan tanah, sedangkan kondisi biomassa pada tanaman atau yang terkandung dalam tanah sangat rendah dan tipe hutan ini lebih menyerupai savana (Whitmore,

Hutan ini terutama terdapat di Kalimantan dan Sumatera serta jarang terdapat di Sulawesi dan Irian Jaya (Papua), tetapi tidak terdapat di Jawa dan Kepulauan Sunda

(185)

Bila mendapat gangguan, seperti penebangan atau pembakaran, hutan kerangas sangat sukar untuk pulih kembali. Kecepatan pemulihan jauh lebih larnbat dibandingkan hutan Dipterocarpaceae campuran (Kartawinata, 1990 ; Riswan 1979;

1987). Hutan kerangas kerapkali tanahnya memiliki lapisan gambut atau humus yang menutupi permukaan tanah tetapi akan hilang bila vegetasi alamiah di atasnya dibersihkan. Bila tanahnya telah kehilangan kapabilitas drainasenya (waterlogged),

maka hutan kerangas akan mengalami perubahan menjadi hutan kerapah. Hutan kerangas sangat mudah tergradasi oleh aktifitas penebangan dan kebakaran. Sekali

mengalami degradasi, dia akan berkembang menjadi savana terbuka yang disebut \

sebagai padang, dan perlu waktu yang lama untuk kembali seperti semula (Bruenig, 1991 ; Loucks, 200 1 ; Fernando, 1999).

Hutan kerangas merupakan bentuk tipe hutan yang menggambarkan suatu komunitas tumbuhan yang tumbuh pada kondisi habitat yang relatif labil dan serba

terbatas. Di dalamnya terkandung suatu mekanisme proses pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang khusus.

Riswan (1985) mengungkapkan berdasarkan penelitian tentang hutan kerangas di Gunung Pasir Semboja Kalimantan Timur, menemukan bahwa laju ketahanan (survival rate) dari semai menuju pancang sangat kecil (3,2%) sebagai akibat

4

tingginya kematian semai dan lambatnya laju pertumbuhan. Hal yang sama juga

(186)

KEANEKARAGAMAN JENIS

Konsep keanekaragaman jenis (species diversity) berawal dari apa yang di sebutkan sebagai keanekaragaman hayati (biodiversity). Dalam definisi yang luas keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman kehidupan dalam semua bentuk dan tingkatan organisasi (Hunter, 1990), termasuk struktur, fungsi dan proses-proses ekologi di semua tingkatan ( Society of American Forester (1991) dalam Robert and

Gilliam (1995)).

Sebagai suatu usaha dalam memberikan definisi yang lebih operasional, Crow et al. (1994) telah mengidentifikasikan keanekaragaman menjadi tiga tipe atau sub-

kelompok keanekaragaman, yakni : komposisi, struktural dan fungsional.

Keanekaragaman komposisi adalah keanekaragaman sesuatu dalam suatu wilayah, seperti jenis dalam suatu tegakan hutan. Keanekaragaman struktur dapat dicirikan dengan distribusi vertikal dan horisontal dari tumbuhan, ukuran tumbuhan, atau distribusi umur. Sedangkan keanekaragaman fungsional dicirikan dengan proses- '

proses ekologi, aliran energi, dan hubungan trophic level. Pada tipe-tipe tersebut keanekaragaman dapat dilihat dari berbagai tingkatan organisasi biologi, misalnya dari tingkatan genetik, jenis/spesies, atau ekosistem (Probst and Crow, 1991).

Tiap tipe dan tingkatan keanekaragaman mengekspresikan berbagai skala spasial, dari lokal sampai global. Memperhatikan skala khususnya relevan dalam

(187)

(1988) mengemukakan mengenai skala pengukuran spasial dalarn inventarisasi keanekaragarnan, yakni :

a. Keanekaragaman titik (point diversity), yaitu nilai keanekaragaman pada suatu unit contoh yang diukur.

b. Keanekaragaman alpha (alpha diversity), yakni nilai keanekaragaman pada suatu habitat yang homogen (kumpulan atau gabungan keanekaragaman titik).

c. Keanekaragaman gamma (gamma diversity), yaitu nilai keanekaragaman suatu pulau atau landscape (kumpulan atau gabungan

keanekaragaman alpha).

d. Keanekaragaman total (total d i v e r s i ~ j yaitu nilai keanekaragaman suatu wilayah biogeografi (kumpulan dari keanekaragaman gamma). Robert (1995) mengusulkan juga untuk kemudahan agar menggunakan tiga -

skala spasial yakni (I) Bagian dari areal tegakan yang dicirikan dengan suatu kerusakan atau ciri tertentu sebagai akibat perlakuan yang berbeda terhadap lahan, komposisi, atau strukturnya (diistilahkan dengan "patch"). (2) Tegakan yakni suatu kumpulan pohon-pohon dan asosiasi vegetasi dari struktur yang serupa yang tumbuh

pada kondisi lahan yang serupa. (3) Landscape yakni beragam kawasan lahan dengan komposisi berbeda dalam suatu interaksi ekosistem.

(188)

Keanekaragaman secara natural adalah dinan~ik bukan statik, karenanya

keanekaragaman harus dikelola dan dimonitor dengall prosedur yang memperhatikan -

- dinamika alam dan sifat-sifat dari ekosistem di mana mereka terbentuk. Informasi

mengenai ukuran dan trend dari keanekaragaman ini dapat digunakan sebagai indikator mendesain sistem silvikultur lestari dengan memperhatikan lahan secara spesifik di dalam suatu manajemen hutan alam tropis (Bruenig, 1995).

Berdasarkan tingkatan organisasi biologi dalam suatu ukuran keanekaragaman dan dengan pertimbangan kemudahan serta untuk lebih membatasi cakupan permasalahan atau lingkup perhatian, keanekaragaman jenis atau species diversity adalah ukuran keanekaragaman yang sering dipergunakan (Robert and Gilliam,

1995).

Keanekaragaman jenis (species diversity) pada dasarnya dapat disusun dari dua komponen. Pertama adalah jumlah spesies dalam suatu areal, yang mana para ahli ekologi menyatakannya sebagai kekayaan jenis (species richness). Komponen ke dua adalah "species evennes" atau kemerataan. Selanjutnya dikembangkan'lagi suatu indeks yang berupaya mengkombinasikan antara kekayaan jenis dan kemerataan ke dalam satu nilai tunggal yang disebut sebagai indeks heterogenitas (kelimpahan jenis).

1. Kekayaan Jenis

(189)

Sedangkan Hurlbert (1971) dalam Magurran (1988) menyatakan bahwa kekayaan jenis adalah jumlah spesies dalam suatu luasan tertentu.

Beberapa indeks menyangkut kekayaan jenis yang umumnya dikenal adalah sebagai berikut : (1) Metode "rarefaction" yang pertama kali dikemukan oleh Sanders (1 968) kemudian disempurnakan oleh Hurlbert (1 97 1) (Magurran,

1988), (2) indeks kekayaan jenis Margalef, (3) indeks kekayaan jenis Menhinick, (4) indeks kekayaan jenis JACKKNIFE

2. Kemerataan jenis

Konsep ini menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan individu antara setiap

spesies. Ukuran kemerataan pertama kali dikemukakan oleh Lloyd dan Ghelardi (1964) dalam Magurran (1988) dapat pula digunakan sebagai indikator adanya

gejala dominansi di antara setiap spesies dalam suatu komunitas. Beberapa indeks kemerataan yang umum dikenal di antaranya adalah : ( 1 ) indeks kemerataan Hurlbert, (2) indeks kemerataan Shanon-Wiener, (3) indeks. kemerataan yang dikemukakan oleh Buzas dan Gibson (1969) dalam Krebs

(1989), (4) indeks kemerataan yang dikemukakan Hill (1973) dalam Ludwig dan Reynolds (1988) yang lebih dikenal dengan istilah Hill's evenness number

.

3. Kelimpahan jenis

Istilah heterogenitas pertama kali dikemukakan oleh ~ood'(1953) dalam Krebs

(1989). Istilah lain untuk konsep ini adalah kelimpahan jenis atau species abundance (Magurran, 1988). Seperti dikemukakan semula bahwa konsep ini

(190)

indeks yang paling sering dipakai oleh peneliti di bidang ekologi, yakni : indeks Simpson, indeks Shannon-Wiener dan indeks Brillouin ( Poole, 1974; Krebs,

1989).

Dalam hubungannya dengan komunitas hutan keanekaragaman jenis akan bervariasi dari suatu tipe hutan dengan tipe hutan lainnya. Dengan kata lain bahwa keanekaragaman akan bervariasi dengan kondisi lahan. Bruenig (1995) mengemukakan bahwa keanekaragaman jenis secara konsisten menurun dari kandungan humus podsol yang dalam

-

dangkal sesuai kajiannya pada beberapa tipe hutan (Dipterocarpaceae campuran

-

kerangas perbukitan - hutan kerapah) di

Sarawak, Brunei dan Cina Selatan, serta di Bana daerah Amazone. Disimpulkannya

bahwa kekayaan spesies berhubungan dan dibatasi kondisi tanah di mana terdapat zone perakaran, aerasi dan kelembaban tanah, kandungan hara dan kualitas humus.

Dalam kondisi lingkungan yang ekstrim, keanekaragaman akan rendah karena hanya sedikit spesies yang marnpu beradaptasi dengan kondisi tersebut (Grime, 1979

dalam Roberts dan Gilliam, 1995).

Keanekaragaman jenis yang tercermin daiam jumlah jenis pohon yang ditemukan dalam hutan kerangas sangat bervariasi seperti contoh yang dikemukakan -

- oleh Bruenig (1972) mengungkapkan bahwa tipe hutan kerangas dengan tanah podsolik putih kelabu dan belum mengalami gangguan dapat memiliki 69

-

75 spesies tingkat pohon. Sementara itu di hutan lindung Mandor Kalimantan Barat yakni pada tipe hutan kerangas tanah datar dengan jenis tanah humus podsol serta
(191)

0,4 ha. Selain itu Riswan (1979) melaporkan di Sebulu Kalimantan Timur dalam plot berukuran 0,5 ha ditemukan 27 jenis pohon pada hutan kerangas primer dan hanya 8

jenis pohon pada hutan kerangas sekunder.

S'TRUKTUR TEGAKAN

Pengertian struktur tegakan dapat berlainan tergantung pada tujuan penggunaan

- istilah tersebut, sehingga beberapa ahli memberi arti yang berbeda-beda.

Struktur tegakan dapat ditinjau dari dua arah, yaitu : struktur tegakan vertikal dan horisontal (Ibie, 1997). Struktur tegakan vertikal oleh Richard (1964) dinyatakan sebagai sebaran jumlah pohon dalam berbagai lapisan tajuk. Sedangkan Husch et al. (1982) menyatakan bahwa struktur tegakan horisontal merupakan istilah untuk menggambarkan sebaran jenis pohon dengan dimensinya, yaitu diameter pohon dalam suatu kawasan hutan.

Struktur tegakan hutan biasanya digambarkan melalui diagram profil. Diagram '

ini merupakan suatu sketsa dari semua pohon yang berada pada areal yang memiliki ukuran lebar 7,5 m dan panjang 60 meter. Untuk gambaran vertikal pohon, umumnya pohon-pohon dengan tinggi > 4,5 m atau 6 m yang relatif dimuat dalam diagram. Dengan demikian lebih diutamakan atau terbatas pada pohon-pohon yang berada

pada fase dewasa (Whitmore, 1986).

(192)

tegakan semua umur. Hutan hujan tropis merupakan suatu tipe dari tegakan tidak seumur yang mana distribusi kelas diameternya sesuai dengan bentuk "J" terbalik.

Oliver dan Larson (1990), menjelaskan bahwa struktur tegakan adalah sebaran sementara dan sebaran fisik pohon-pohon dalam suatu tegakan. Sebarannya dapat digambarkan berdasarkan : ( I ) jenis pohon, (2) bentuk ruang horisontal dan vertikal,

(3) besarnya pohon atau bagian pohon yang mencakup volume tajuk, .has daun, dan lain-lain, (4) umur pohon, (5) kombinasi dari kondisi-kondisi yang telah disebutkan sebelumnya.

Struktur tegakan baik horisontal maupun vertikal suatu tegakan hutan merupakan suatu alat yang dapat berperan didalam memelihara keanekaragaman jenis

yang ada (Kohyama, 1993)

Pengetahuan menyangkut struktur tegakan ini dapat memberikan informasi mengenai dinamika populasi suatu jenis atau kelompok jenis mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon maupun tumbuhan bawah (Marsono dan

Sastrosumarto, 198 1). Dikaitkannya masalah tumbuhan bawah dalam hubungannya dengan struktur tegakan hutan adalah karena tumbuhan bawah merupakan elemen penting dalarn fungsi dan struktur dari suatu sistem ekologi hutan (Crow, 1990). Seiain itu struktur tegakan dalam ini ukuran dari elemen pohon yang membentuk .

*

tegakan serta sebaran jenis pohon yang ada diyakini mempengarubi terbentuknya karakteristik tumbuhan bawah yang ada (Kohyama, 1993; Jones, 2002)

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan struktur tegakan adalah lebih mengarah ke struktur tegakan horisontal, yakni menyangkut nilai luas bidang dasar,

(193)

POLA SEBARAN SPASIAL

Pola sebaran spasial tanaman maupun satwa merupakan karakter penting dalam komunitas ekologi. Hal ini biasanya merupakan kegiatan awal yang dilakukan untuk meneliti suatu komunitas dan merupakan ha1 yang sangat mendasar dari kehidupan suatu organisme (Cornel, 1963 &lam Ludwig and Reynold, 1988).

Pola sebaran spasial ini merupakan aspek penting dalam struktur populasi dan

terbentuk oleh faktor intrinsik spesies dan kondisi habitatnya (Iwao, 1970).

Hutchinson (1953) dalam Ludwig and Reynold (1988) menyebutkan faktor- faktor yang mempengaruhi pola sebaran spasial, yaitu :

a. Faktor vektorial, yaitu faktor yang dihasilkan dari aksi lingkungan (misalnya angin, intensitas cahaya, dan air)

b. Faktor reproduksi, yaitu bagaimana cara organisme tersebut bereproduksi c. Faktor co-aktif, yaitu faktor yang dihasilkan dari intraspesifik (misalnya

kompetisi)

d. Faktor stokastik, yaitu faktor yang dihasilkan dari variasi acak pada beberapa faktor di atas.

Terdapat tiga pola dasar sebaran spesies yaitu : (1) acak atau random

,

(2) mengelompok atau clump, (3) seragam atau uniform (Odum, 1971 ; Ludwig and

Reynold, 1988 ; McNaughton and Wolf, 1990).

Pola acak terbentuk sebagai akibat dari lingkungan yang homogen (Odum,

1971; Ludwig and Reynold, 1988) atau perilaku yang non selektif (Ludwig and -

(194)

bahwa sebagian besar jenis flora khususnya di daerah tropis, pola sebarannya adalah umumnya acak. Bruenig (1995) mengemukakan bahwa terbentuknya pola acak

suatu jenis dikarenakan jenis tersebut dalam proses hidupnya dapat bertahan dan berlangsung relatif baik tanpa persyaratan khusus dalam ha1 cahaya dan hara.

Pola sebaran non acak (mengelompok atau seragam) menunjukkan bahwa terdapatnya suatu faktor pembatas pada populasi yang ada (Ludwig and Reynold,

1988). Pola sebaran yang tidak acak biasanya ditemui akibat adanya keteraturan sebagai akibat adanya kendala atau faktor pembatas terhadap keberadaan jenis

tertentu atau kesesuaian jenis dari populasi tertentil terhadap lingkungan (Rosalina, 1996).

Bila sebaran tersebut mengelompok, berarti keberadaan suatu individu pada

- suatu titik meningkatkan peluang adanya individu yang saina pada suatu titik yang lain di dekatnya. Pola mengelompok terjadi sebagai akibat individu akan mengelompok pada habitat yang lebih sesuai dengan tuntutan hidupnya. Selain itu ,

pola sebaran mengelompok diakibatkan oleh heterogenitas faktor-faktor lingkungan

dari tempat tumbuh, variasi dari individu di dalam populasi dapat merupakan resultante dari model reproduktif, dan kesesuaian tempat tumbuh atau tapak (Ludwig and Reynold, 1988).

Sedangkan sebaran populasi seragam merupakan kejadian yang berlawanan

seperti apa yang terjadi pada sebaran mengelompok (McNaughton and Wolf, 1990). Sebaran suatu spesies dikontrol oleh faktor lingkungannya terutama berlaku

(195)

bahwa hewan atau tumbuhan dalam fase awal kehidupannya sering mempunyai -

kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan. Faktor-faktor yang membatasi distribusi

antara lain tingkah laku, suhu, hubungan timbal balik dengan organisme lain, kelembaban serta faktor fisik dan kimia lainnya.

Pola sebaran spasial yang didapat dari hutan hujan tropis merupakan kunci penting untuk memahami keberadaan dan kelimpahan jenis-jenis pohon (Niyama et

al., 1999). Manokaran et al. (1992) dalam Niyama et al., (1999) mengungkapkan berdasarkan penelitian mengenai pola spasial spesies pohon di Hutan Cadangan

Pasoh Peninsular Malaysia, bahwa sebaran spasial yang terjadi pada spesies pohon tergantung pada topografi, kelembaban tanah, posisi pohon induk, dan celah kanopi.

CELAH KANOPI

Celah kanopi (rumpang atau gap) merupakan kejadian alam yang umum dijumpai di hutan hujan tropika. Celah terjadi akibat pohon yang mati, * patahlrebahnya batang atau dahan pohon oleh berbagai faktor seperti mati karena usia, angin, tanah longsor, gempa bumi, penebangan pohon dan sebagainya (Hartshorn, 1978).

Selanjutnya Whitmore (1986), mengungkapkan bahwa disamping diakibatkan oleh faktor angin, badai dan kilat, serangan binatang seperti serangga dan jamur dapat

(196)

Terbentuknya celah merupakan titik kritis bagi permudaan dan perkembangan dari banyak jenis pohon penyusun tajuk hutan di hutan hujan tropika (Harstshon,

1978; Denslow, 1980; Whitmore, 1986).

Terbentuknya celah mengakibatkan pengurangan kompetisi akar dan perubahan iklim mikro seperti peningkatan kualitas dan kuantitas cahaya, peningkatan temperatur dan menurunnya kelembaban (Hartshorn, 1978; Whitmore, 1986). Celah juga dapat meningkatkan kandungan hara dengan membusuknya tanaman yang mati, mengurangi kompetisi akar, serta terkadang merubah relief mikro dan profil tanah

(Whitmore, 1986). Hal lain yang penting adalah dengan terbentuknya celah berarti berkurang atau hilangnya pengendalian oleh jenis dominan terhadap anakan pohon yang ada di bawahnya.

Keberadaan dan pertumbuhan dari berbagai spesies pohon sangat berkaitan erat ,

dengan dengan ukuran celah dan posisi spesies dalam celah, terutama pada tingkat

semai. Ketahanan dan keberadaan pohon pada tingkat semai adalah lebih besar pada

.

celah dibandingkan kanopi tertutup (Gray and Spies, 1996).

Permudaan dalam celah adalah suatu mekanisme penting dalam memelihara populasi dan komunitas dari berbagai tipe hutan. Karakteristik celah berupa ukuran dan kepadatan celah kanopi sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan permudaan (Yamamato, 1995). Ukuran celah juga dapat mempengaruhi jenis mana yang dapat mengkolonisasi suatu celah (Hartshorn, 1978).

(197)

pengurangan jumlah anakanlsemai untuk dapat bertahan dalam proses regeneras,i tegakan. Terbentuknya celah dalam ukuran yang besar ini akan meningkatkan temperatur tanah, menurunkan kelembaban, meningkatkan laju evaporasi dan erosi. Selain itu dengan meningkatnya temperatur tanah berdampak mengurangi kemampuan inokulum mikoryza. Terbentuknya karakteristik biologis dan fisik dalam

hubungan dengan ukuran celah yang besar membatasi kemampuan regenerasi dari permudaan yang ada (Gardingen et al., 1998).

Keadaan menyangkut celah kanopi seperti dijelaskan diatas berperan menciptakan suatu mekanisme suksesi dan kompetisi jenis secara lokal serta

menghasilkan dinamika pada komposisi dan struktur komunitas tegakan hutan (Denslow, 1980; Hartshorn, 1978).

Berbagai spesies akan berbeda keberhasilannya dalam celah dari berbagai ukuran, karenanya ukuran celah merupakan suatu ha1 penting yang berpengaruh terhadap komposisi jenis dan pola spasial dalam hutan (Whitmore, 1986). Pendapat

.

yang mendukung pernyataan bahwa celah kanopi dapat memberikan pengaruh

-

- terhadap pola spasial jenis pohon dikemukakan oleh Armesto et al. (1986) dalam Niyama et al. (1999) yang mengemukakan bahwa kerusakan dalam skala besar meningkatkan proporsi spesies tersebar secara random, sedangkan celah yang

diakibatkan pohon tumbang meningkatkan proporsi jenis pohon yang menyebar

(198)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Deskripsi Sinekat Menvan~kut Lokasi Penelitian

1. Tipe Hutan Kerangas I (PT. WIKI = dalam kawasan tebangan tahun 199311 994) Tipe hutan kerangas I dan I1 merupakan wilayah kerja dari PT. WIKI. Secara administratif PT. WIKI termasuk wilayah Kecamatan Lahei Kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah. Letak geografis areal PT. WIKI adalah 1 14' 40'

-

1 15 O 15' BT

dan 0" 25'- O0 50' LS. PT. WIKI merupakan pergantian dari bekas perusahaan berdasarkan SK Menhut no. 856lMenhut-IVl1996 tanggal 8 Juni 1996 yaitu PT.Antang Kalimantan (SK.HPH no. 309lKpts/Um/1973 tanggal 28 Juni 1973) dan PT. Nara Kalimantan (SK.HPH no. 248/Kpts/Urn/1973 tanggal 24 Mei 1973). Tipe

iklim berdasarkan kondisi curah hujan menggunakan persamaan Schmidt Ferguson

(Q) = 5,61 % merupakan tipe iklim A. Suhu rata-rata berkisar 28'2' C dengan kelembaban relatif berkisar 80 %. Secara umum tanah di areal HPH sebagian besar, adalah podsolik merah kuning, sedangkan untuk hutan kerangas lebih mengarah pada podsolik putih kelabu dengan kandungan pasir yang cukup tinggi.

Lokasi penelitian I terletak di km-45 areal HPH PT. WIKI. Pada dasarnya- lokasinya berada di dalam dan sekitar rencana tebangan tahun 199311 994; tetapi

dalam realisasi pelaksanaan tebangan, areal yang diteliti hanya dalam persentase kecil

dimasuki kegiatan penebangan. Penebangan yang dilakukan hanyalah pada tempat-

tempat yang manjadi jalur jalan utama (main road) bagi kepentingan transportasi

perusahaan. Areal ini berada pada ketinggian

*

152 meter dpl (Buku RKL ke-3
(199)

seperti perladangan, pengambilan kayu secara ilegal, perburuan atau pemungutan hasil hutan nonkayu secara intensif pada lokasi ini (informasi mengenai perburuan dan pemungutan h a i l hutan kayu dan nonkayu didapatkan dari penduduk dan karyawan perusahaan serta observasi langsung di lapangan). Untuk kenampakan air berwarna putih bening.

2. Tipe Hutan Kerangas I1 (PT. WIKI = belum ada blok tebangan)

Lokasi penelitian tipe yang ke I1 terletak di krn-54 areal HPH PT. WIKI. Tidak terjadi penebangan dalam radius

*

7,5 km. dari lokasi penelitian. Karena areal ini

juga termasuk dalam jalur jalan utama perusahaan, sebagian kecil dari tipe I1 terkena penebangan dalam pembuatan trace jalan utama. Areal ini berada pada ketinggian

ic 142 meter dpl (Buku RKL ke-3 PT.Antang Kalimantan tahun 1983-1988). Belum

ada aktifitas manusia yang lain seperti perladangan, pengambilan kayu secara ilegal, perburuan atau pemungutan hasil hutan nonkayu secara intensif pada lokasi tipe 11.

Kenampakan air berwarna putih bening.

3. Tipe Hutan Kerangas I11 (PT. Austral Byna = tebangan tahun 198711 988)

Secara administratif PT. Austral Byna terletak pada Kecamatan Lahei, Kecamatan Teweh Timur, dan Kecamatan Gunung Purei Kabupaten Barito Utara

\

Kalimantan Tengah. Letak Geografis PT. Austral Byna adalah 114O54'

-

115O45' BT dan 0°30'- 1'70' LS. Berdiri berdasarkan SK HPH no.365/Kpts/Um/10/1974 tanggal 10 Oktober 1974 kemudian diperpanjang dengan SK HPH no. 142lKpts-1111993

tanggal 27 Pebruari 1 993.

(200)

ketinggian

*

115 meter dpl (Buku RKL ke-V tahun 1995-2000). Tipe iklim berdasarkan kondisi curah hujan menggunakan persamaan Schmidt Ferguson (Q) =

5,65% merupakan tipe iklim A. Suhu rata-rata 27,4' C dengan kelembaban relatif

berkisar 82 %. Tanah secara umum areal HPH adalah sebagian besar podsolik dan podsol, sedangkan untuk hutan kerangas lebih mengarah pada podsol.

Berbagai bentuk aktifitas manusia telah masuk ke dalam atau sekitar lokasi*. penelitian, baik itu kebun masyarakat, perladangan berpindah, perburuan, pemungutan hasil hutan nonkayu ataupun penebangan kayu secara ilegal. Kenarnpakan air putih bening.

Lebih lanjut, areal ini telah dimasuki penebangan ilegal mulai tahun 1999. Dalam lokasi tipe 111, terdapat tempat penggergaj ian kayu berupa satu unit Band Saw,

serta beberapa unit

Chain

Saw yang pengerjaannya dilakukan oleh perorangan

ataupun dalam bentuk kelompok. Sistem penyaradannya menggunakan sistem kuda- kuda yang menggunakan tenaga binatang (kerbau), manusia, ataupun kendaraan roda empat (untuk daerah-daerah yang memungkinkan). Lokasi hutan ini terletak sekitar

*

4 krn. dari jalan raya, aksesibilitas untuk mencapai lokasi hutan dari tepi jalan raya relatif mudah karena merupakan bekas trace jalan utama yang pernah dipergunakan oleh perusahaan.

*

4. Tipe Hutan Kerangas IV (berada di sekitar Kawasan Wisata Alam Trinsing) Wisata Alam Trinsing pada dasarnya merupakan suatu obyek wisata di Kecamatan Bintang Linggi Kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah yang berbentuk wadukl DAM yang orientasinya lebih kepada wisata air. Secara geografis

Gambar

Gambar petak untuk kepentingan analisa vegetasi .........................
Gambar 1. Skema garis besar permasalahan dalam suatu komunitas kerangas
Gambar 2. Garis besar kerangka pemikiran dari penelitian
Gambar 4. Gambar petak sebagai unit pola spasial untuk vegetasi pohon,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berikut seperti yang dilansir dari media merdeka.com dengan pemberitaan yang berjudul stres yang berkepanjangan bisa memicu terjadinya gangguan mental antara lain adalah

[r]

Dalam kaitannya dengan Pendidikan karakter bangsa, pembelajaran karakter ini dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada murid dan

Bajo Lamanggau di kenal beberapa tradisi yang turun-temurun dilaksakan. Namum berdasarkan informasi yang penulis peroleh di lapangan, budaya atau kebiasaan di atas telah

Penelitian ini dapat menambah data kepustakaan yang berkaitan dengan faktor- faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pada pasien CKD yang menjalani hemodialisa di RSUD

Konfirmasi hasil pemeriksaan jaringan pada lesi di lidah didapatkan diagnosa karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baik sehingga diputuskan untuk dilakukan tindakan

-akekat Ilmu Fiika a#alah e%uah kumpulan pen(etahuan #an -akekat Ilmu Fiika a#alah e%uah kumpulan pen(etahuan #an  $alan %erpikir untuk men(a#akan pen'..  $alan %erpikir

World Health Organization (2011) Health