• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Dan Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani Di Daerah Rawan Bencana (Kasus Rumahtangga Petani Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Dan Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani Di Daerah Rawan Bencana (Kasus Rumahtangga Petani Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat)"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI DAN KELENTINGAN NAFKAH RUMAHTANGGA

PETANI DI DAERAH RAWAN BENCANA

(Kasus Rumahtangga Petani di Desa Tunggilis, Kecamatan

Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat)

EGI NURRIDWAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul Strategi dan Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani di Daerah Rawan Bencana (Kasus Rumahtangga Petani di Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

(3)

ABSTRAK

EGI NURRIDWAN. Strategi dan Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani di Daerah Rawan Bencana (Kasus Rumahtangga Petani Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh

ARYA HADI DHARMAWAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur, strategi, dan modal nafkah serta pengaruhnya terhadap tingkat kerentanan rumahtangga petani di dua dusun yang ada di Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan survai melalui instrumen kuesioner dan metode kualitatif melalui wawancara mendalam. Penelitian ini membandingkan antara daerah banjir dengan daerah tidak banjir. Hasil dari penelitian ini adalah struktur nafkah rumantangga petani di daerah banjir di dominasi oleh struktur nafkah non-farm. Struktur nafkah on-farm mendominasi pendapatan rumahtangga petani di daerah tidak banjir. Terdapat enam jenis strategi nafkah di wilayah banjir sementara terdapat sembilan jenis strategi nafkah di daerah tidak banjir. Rumahtangga petani di daerah banjir lebih rentan dibandingkan dengan rumahtangga petani di daerah tidak banjir.

Kata kunci: kelentingan, kerentanan, rumahtangga petani, strategi nafkah

ABSTRACT

EGI NURRIDWAN. Livelihood Strategy and Resilience of Farm Household in Disaster-Prone Area (Case Study of Farm Households of Tunggilis Village, Sub District of Kalipucang, Regency of Pangandaran, West Java Province. Supervised

by ARYA HADI DHARMAWAN

The purpose of this research is to analyze the livelihood structure, livelihood strategy, and livelihood capitals and their influences to the level of farm households vulnerability at two locations in Tunggilis Village, Kalipucang Sub District, Pangandaran Regency, West Java Province. This research used the quantitative approach using questioner instrument and qualitative approach through depth interview. This research compared between flooded area and unflooded area. The results of this research explained that the livelihood structure of farm households in flooded area dominated by non-farm sector income. Livelihood structure in unflooded area dominated by on-farm sector income. There are six of livelihood strategies in flooded area and there are nine of livelihood strategies in unflooded area. The livelihood capitals has influences to the level of farm households vulnerability. Farm households in flooded are more vulnerable than farm household in unflooded area.

(4)

(Kasus Rumahtangga Petani di Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang,

Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat)

EGI NURRIDWAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “Strategi dan Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani di Daerah Rawan Bencana (Kasus Desa Tunggilis, Kecamatan

Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat). Skripsi ini disusun

sebagai syarat kelulusan pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis sangat menyadari bahwa penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan selaku dosen pembimbing yang senantiasa

memberikan arahan, saran, dan masukan, kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Kepada Ibu Eti Rositi dan Bapak Agus Surahman selaku orangtua penulis

yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil selama penulisan skripsi ini. Rasa hormat tak terhingga penulis sampaikan terutama kepada ibu dari penulis yang selama berjuang serta mendukung penulis dari mulai awal kuliah sampai detik ini.

3. Keluarga diperantauan Azki, Alia, Wide, Citra, Cici, Jako, Yosafat,

Syukur, Wahyu, dan Dwi yang senantiasa memberikan bantuan serta menghibur dikala penulis merasa ingin menyerah dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Widya Hasian Situmeang S.KPm, Andi Muammar Qkhadafi S.KPm,

Amri, Dita, dan Widi yang telah menemani dalam keadaan duka selama di Tunggilis.

5. Abednego Giovanni dan Aditya Cahya selaku sahabat satu bimbingan

yang selalu bersedia menjadi teman diskusi bagi penulis, dan

6. Keluarga selamanya KPM 49 yang selalu penulis banggakan, Paguyuban

Mahasiswa Galuh Ciamis yang senantiasa membuat penulis merasa berada di kampung halaman, HIMASIERA selaku himpunan profesi Departemen KPM, UKM Gentra Kaheman yang ikut mrnghiasi masa perkuliahan penulis.

Bogor, Juli 2016

(8)
(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iiiiiiiiix

DAFTAR GAMBAR iiiiiiixii

DAFTAR BOX iiiiiixiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

PENDEKATAN TEORITIS ... 7

Tinjauan Pusataka ... 7

Konsep Petani ... 7

Konsep Strategi Nafkah ... 7

Modal Nafkah ... 9

Konsep Kelentingan ... 9

Konsep Kerentanan ... 10

Livelihood Vulnerability Index ... 11

Kerangka Pemikiran ... 12

Hipotesa Penelitian ... 14

Definisi Operasional ... 14

PENDEKATAN LAPANG ... 21

Metode Penelitian ... 21

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

Teknik Pengumpulan Data ... 22

Teknik Penentuan Informan dan Responden ... 22

Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 23

GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 25

Kondisi Demografi ... 25

Kondisi Ekonomi ... 26

Kondisi Sosial ... 27

Ikhtisar ... 28

KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 31

Jenis Kelamin Responden ... 31

Status Responden dalam Rumahtangga... 32

Usia Responden ... 32

Tingkat Pendidikan Responden ... 34

Jumlah Tanggungan Responden ... 35

(10)

Struktur Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Sirung Watang ... 44

Struktur Nafkah Rumahtangga Petani di Dua Dusun ... 49

Struktur Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Petani di Dua Dusun ... 52

Posisi Rumahtangga Petani Di Dua Dusun terhadap Garis Kemiskinan ... 54

IIkhtisar IIIIII56 BASIS MODAL NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI DUA DUSUN ... 59

Pemanfaatan Modal Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Kedung Palungpung ... 59

Pemanfaatan Modal Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Sirung Watang ... 62

Analisis Modal Nafkah di Dua Dusun ... 65

BASIS MODAL NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI DUA DUSUN ... 59

Pemanfaatan Modal Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Kedung Palungpung ... 59

Pemanfaatan Modal Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Sirung Watang ... 62

Analisis Modal Nafkah di Dua Dusun ... 65

Ikhtisar ... 70

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI DUA DUSUN ... 73

Metode Perhitungan Strategi Nafkah ... 73

Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Kedung Palungpung ... 73

Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Sirung Watang ... 76

Ikhtisar ... 80

LIVELIHOOD VULNERABILITY INDEX (LVI) DI DUA DUSUN ... 83

LVI dan Metode Perhitungan... 83

Analisis Livelihood Vulnerability Index Rumahtangga Petani Dusun Kedung Palungpung ... 83

Analisis Livelihood Vulnerability Index Rumahtangga Petani Dusun Sirung Watang ... 85

Ikhtisar ... 86

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LIVELIHOOD VULNERABILITY INDEX ... 87

Uji Regresi Pengaruh Modal Nafkah terhadap Livelihood Vulnerability Index87 Faktor-faktor yang Memengaruhi Livelihood Vulnerability Index Dusun Kedung Palungpung ... 87

Faktor-faktor yang Memengaruhi Livelihood Vulnerability Index Dusun Sirung Watang ... 90

Ikhtisar ... 93

KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

(11)
(12)

1. Klasifikasi faktor kerentanan 11

2. Metode pengumpulan data 22

3. Proporsi penggunaan lahan Desa Tunggilis tahun 2016 26

4. Data mata pencaharian masyarakat Desa Tunggilis tahun 2016 27

5. Proporsi penduduk di lima dusun Desa Tunggilis tahun 2016 27

6. Tingkat pendidikan di Desa Tunggilis tahun 2016 28

7. Jenis kelamin responden di dua dusun lokasi penelitian Desa

Tunggilis tahun 2016 31

8. Status responden dalam rumahtangga di dua dusun lokasi penelitian

tahun 2016 32

9. Usia resonden di dua dusun lokasi penelitian tahun 2016 33

10. Tingkat pendidikan responden di dua dusun lokasi penelitian tahun

2016 34

11. Jumlah tanggungan responden di dua dusun lokasi penelitian tahun

2016 35

12. Lapisan ekonomi rumahtangga petani di dua dusun lokasi penelitian

tahun 2016 37

13. Jumlah dan persentase rumahtangga petani di kedua dusun studi Desa Tunggilis berdasarkan keikutsertaan dalam kelompok tahun

2015-2016 67

14. Jumlah dan persentase rumahtangga petani di kedua dusun studi Desa Tunggilis berdasarkan kepemilikan modal sosial tahun 2015-2016

68 15. Jumlah dan persentase rumahtangga petani di kedua dusun studi Desa

Tunggilis berdasarkan kepemilikan modal alam tahun 2015-2016

68 16. Jumlah dan persentase rumahtangga petani di kedua dusun studi Desa

Tunggilis berdasarkan kepemilikan modal finansial tahun 2015-2016 69 17. Jumlah dan persentase rumahtangga petani di kedua dusun studi Desa

Tunggilis berdasarkan kepemilikan modal fisik tahun 2015-2016

70 18. Livelihood Vulnerability Index rumahtangga petani Dusun Kedung

Palungpung Desa Tunggilis tahun 2015-2016 84

19. Livelihood Vulnerability Index rumahtangga petani Dusun Sirung

(13)

20. Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap kerentanan nafkah rumahtangga petani di Dusun Kedung Palungpung Desa Tunggilis

tahun 2015-2016 87

21. Jumlah dan pesentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat kepemilikan lahan tanah dan tingkat kerentanan Dusun Kedung

Palungpung Desa Tunggilis tahun 2015-2016 88

22. Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan jumlah anggota keluarga yang bekerja dan tingkat kerentanan di Dusun

Kedung Palungpung Desa Tunggilis tahun 2015-2016 89

23. Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap kerentanan nafkah rumahtangga petani di Dusun Sirung Watang Desa Tunggilis tahun

2015-2016 90

24. Jumlah dan pesentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat kepemilikan lahan dan tingkat kerentanan Dusun Sirung Watang

Desa Tunggilis tahun 2015-2016 91

25. Jumlah dan pesentase rumahtangga petani berdasarkan kepemilikan modal fisik dan tingkat kerentanan Dusun Sirung Watang Desa

(14)
(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 13

2 Jumlah pendapatan rumahtangga petani berdasarkan lapisan

ekonomi Dusun Kedung Palungpung Desa Tunggilis tahun

2015-2016 39

3 Jumlah pendapatan rumahtangga petani berdasarkan lapisan

ekonomi Dusun Sirung Watang Desa Tunggilis tahun 2015-2016 45

4 Persentase pendapatan rumahtangga petani Dusun Kedung

Palungpung Desa Tunggilis tahun 2015-2016 50

5 Persentase pendapatan rumahtangga petani Dusun Sirung Watang

Desa Tunggilis tahun 2015-2016 50

6 Jumlah pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani

berdasarkan lapisan ekonomi Dusun Kedung palungpung Desa

Tunggilis tahun 2015-2016 53

7 Jumlah pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani

berdasarkan lapisan ekonomi Dusun Sirung Watang Desa

Tunggilis tahun 2015-2016 54

8 Posisi rumahtangga petani Dusun Kedung Palungpung Desa

Tunggilis terhadap garis kemiskinan menurut World Bank

pertahun 2015-2016 55

9 Posisi rumahtangga petani Dusun Sirung Watang Desa Tunggilis

terhadap garis kemiskinan menurut World Bank pertahun

2015-2016 56

10 Pemanfaatan modal nafkah rumahtangga petani berdasarkan

lapisan ekonomi Dusun Kedung Palungpung Desa Tunggilis tahun

2015-2016 59

11 Pemanfaatan modal nafkah rumahtangga petani berdasarkan

lapisan ekonomi Dusun Sirung Watang Desa Tunggilis tahun

2015-2016 63

12 Pemanfaatan modal nafkah rumahtangga petani di dua dusun studi

Desa Tunggilis tahun 2015-2106 66

13 Jumlah rumahtangga petani berdasarkan strategi nafkah Dusun

Kedung Palungpung Desa Tunggilis tahun 2015-2016 73

14 Jumlah rumahtangga petani berdasarkan startegi nafkah di Dusun

(16)
(17)

DAFTAR BOX

1. Kasus rumahtangga petani lapisan bawah Dusun Kedung Palungpung

Desa Tunggilis 41

2. Kasus rumahtangga petani lapisan menengah Dusun Kedung

PalungpungDesa Tunggilis 42

3. Kasus rumahtangga petani lapisan atas Dusun Kedung Palungpung

Desa Tunggilis 43

4. Kasus rumahtangga petani lapisan atas Dusun Sirung Watang Desa

Tunggilis 46

5. Kasus Rumahtangga petani lapisan menengah Dusun Sirung Watang

Desa Tunggilis 47

6. Kasus Rumahtangga petani lapisan bawah Dusun Sirung Watang

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang luas dengan kekayaan sumberdaya alam yang luar biasa melimpah. Memiliki luas wilayah sebesar 1.890.754 km2 dengan jumlah penduduk mencapai 237.641.326 jiwa (BPS 2010) menjadikan Indonesia sebagai negara berpenduduk terbanyak di dunia. Berada tepat dibawah garis khatulistiwa menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kesuburan tanah yang tinggi, maka tidak heran jika Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani terutama di daerah pedesaan. Menurut Undang Undang No. 19 Tahun 2013 pasal 1 ayat 3 petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan Usaha Tani dibidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

dan/atau peternakan. Hadianto et al. (2009) memaparkan bahwa penduduk

Indonesia yang tercatat sebagai petani mencapai 45 juta jiwa, dan sebagian besar adalah nelayan kecil, buruh tani, dan petani miliki lahan kurang dari 0.3 ha. Namun dibalik alam yang membentang luas dan menjanjikan bagi perekonomian masyarakat, tersimpan kekuatan dahsyat yang kapan saja dapat membawa masyarakat ke jalan yang lebih sulit (Sembiring dan Dharmawan 2014). Salah satu kekuatan dahsyat tersebut adalah adanya bencana alam seperti banjir yang diakibatkan oleh perubahan iklim secara ekstrim.

Menurut IDEP (2007) dalam Sembiring dan Dharmawan (2014) bencana alam adalah peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat yang menyebabkan kerugian yang besar baik secara ekonomi, sosial, lingkungan dan melampaui batas kemampuan masyarakat untuk mengatasi dampak bencana alam dengan menggunakan smberdaya yang mereka miliki. Kehidupan petani sangat bergantung terhadap alam, maka dari itu kehidupan petani selalu diliputi oleh ketidakpastian yang disebabkan oleh ketidakpastian iklim yang berubah-berubah dalam waktu yang tidak diprediksi lagi.

Menyiasati hal tersebut, petani yang sehari-harinya menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian harus mencari aktivitas ekonomi lainnya disamping bercocok tanam agar perekonomian keluarganya tetap stabil dan tidak terpuruk, kegiatan ini yang disebut dengan strategi nafkah. Menurut Dharmawan (2001) strategi nafkah dalam keluarga petani diklasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu:

1. Strategi nafkah legal, strategi ini dalam kategori tindakan positif dengan basis kegiatan sosial-ekonomi, misalnya produksi, migrasi, strategi substitusi dan sebagainya.

2. Strategi nafkah ilegal, strategi ini masuk dalam kategori negatif, dengan tindakan-tindakan yang melangar hukum. Seperti merampok, mencuri, melacur, korupsi dan sebagainya.

(20)

yang tidak baik atau yang disebut dengan ilegal. Dharmawan (2007) memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan strategi nafkah tidak terbatas pada mata pencaharian, tetapi lebih ke strategi penghidupan. Iqbal (2004) mengelompokkan strategi nafkah dalam dua jenis stratgei nafkah yaitu strategi nafkah produksi dan strategi nafkah non-produksi. Strategi nafkah produski yaitu bagaimana dalam suatu rumahtangga bisa menghasilkan pendapatan ekonomi dengan memanfaatkan tenaga rumahtangga dan peluang pekerjaan yang tersedia, sementara strategi nafkah non-produksi adalah memanfaatkan modal sosial yang ada di masyarakat sebagai jaminan kemanan sosial, seperti memanfaatkan kelembagaan kesejahteraan lokal, jaringan, unsur norma dan nilai-nilai.

Strategi nafkah dilakukan agar perekonomian rumahtangga petani selalu tercukupi dari segi ekonomi dan dapat mempertahankan hidupnya setelah adanya bencana (perubahan iklim). Bencana akan memberikan proses pembelajaran yang bermanfaat bagi individu dalam membentuk perilaku kesiapan (Jhangiani 2004) dalam (Ariviyanti dan Pradoto 2010). Perilaku kesiapan ini juga didukung oleh kemampuan individu untuk bangkit kembali dari peristiwa trauma yang pernah terjadi. Kemampuan inilah yang kemudian disebut dengan kelentingan atau resiliensi (Rinaldi 2010 dalam Ariviyanti dan Pradoto 2014). Menurut Adger (2000) resiliensi adalah kemampuan kelompok untuk mengatasi tekanan eksteral sebagai akibat dari perubahan sosial, politik, dan lingkungan. Konsep resiliensi merupakan konsep yang luas, didalamnya termasuk kapasitas dan kemampuan merespon dala situasi krisis/darurat.

Resiliensi atau kelentingan diukur dari berapa lama kemampuan individu/kelompok mampu bangkit dari trauma atas bencana yang terjadi, dan dapat dipengaruhi oleh modal sosial. Berdasarkan hasil penelitian Fatimah Azzahra (2015) tentang resiliensi tangga petani di daerah banjir di Kabupaten Bekasi menunjukkan bahwa kepemilikan modal nafkah berpengaruh terhadap resiliensi petani yang mengalami bencana banjir. Modal nafkah yang dimaksud terdiri dari lima (Ellis 2000) yaitu modal manusia (memanfaatkan seluruh anggota keluarga dalam aktifitas ekonomi), modal alam (memanfaatkan sumberdaya alam yang dimliki), modal fisik (modal yang dimiliki berupa barang dll), modal finansial (modal berupa tabungan di bank dll), dan modal sosial (memanfaatkan jaringan sosial, norma, nilai, dan kepercayaan).

(21)

3

mengalami pengaruh buruk dari keterbukaannya terhadap tekanan eksternal dan kejutan (Turner et al. 2003 dalam Subair 2013).

Kerentanan akibat adanya tekanan eksternal juga diasumsikan terjadi pada petani yang berada di Desa Tunggilis, Jawa Barat. Desa Tunggilis yang berada di Kecamatan Kalipucang Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki lahan persawahan yang luas dan sering mengalami bencana banjir setiap tahun, bahkan dalam satu tahun petani melakukan penanaman hingga 10 kali. Banjir yang setiap tahun melanda Desa Tunggilis berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduknya yang mayoritas petani serta tingkat kerentanan

yang terjadi di masyarakat, sehingga perlu dikaji bagaimana bentuk struktur dan

strategi nafkah rumahtangga petani yang ada di Desa Tunggilis serta tingkat resiliensi rumahtangga petani akibat bencana banjir yang terjadi dilihat dari tingkat kerentanan rumatangga petani?

Rumusan Masalah

Petani adalah mayoritas jenis mata pencaharian yang digeluti oleh masyarakat Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat. Memanfaatkan sumberdaya alam yang telah tersedia, petani melakukan aktifitas ekonomi untuk memiliki pendapatan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup rumahtangganya. Bermata pencaharian sebagai petani tidaklah selalu menguntungkan, karena tidak semua petani memiliki lahan sendiri akan tetapi menjadi buruh penggarap di lahan milik orang lain atau yang biasa disebut juragan tanah. Menurut Ellis (2000) terdapat tiga klasifikasi sumber nafkah yaitu pendapatan dari sektor on-farm, sektor off-farm, dan sektor non-farm. Ketiga sektor tersebut sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup rumahtangga petani.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka timbul pertanyaan penelitian bagaimana

bentuk struktur nafkah rumahtangga petani di dua lokasi penelitian yaitu Dusun Kedung Palungpung dan Dusun Sirung Watang.

Kehidupan petani selalu diliputi oleh ketidakpastian. Aktifitas pertanian merupakan aktifitas yang rentan akan kerugian karena ketergantungan terhadap alam, dimana ketika alam sedang bersahabat maka lahan pertanian bisa dipanen dan menghasilkan nafkah bagi rumahtangga petani. Sebaliknya, jika alam sedang tidak bersahabat maka kerugianlah yang akan didapatkan oleh petani karena mereka tidak dapat memanen padi dari lahan sawah yang telah mereka garap. Salah satu bentuk gangguan yang menyebabkan petani gagal panen adalah bencana banjir yang setiap tahun terjadi di Desa Tunggilis. Bencana banjir ini selalu setiap tahun baik musim hujan maupun musim kemarau sehingga menenggelamkan area persawahan milik warga, akan tetapi banjir pada musim kemarau tidak seburuk pada saat musim hujan.

(22)

rumahtangga petani tidak mendapatkan nafkah dari hasil bercocok tanam malah mengalami kerugian, akan tetapi kebutuhan keluarga harus tetap terpenuhi agar kehidupan tetap berlangsung. agar kebutuhan ekonomi rumahtangganya terpenuhi, petani melakukan aktifitas yang disebut dengan strategi nafkah. Strategi nafkah merupakan usaha petani dalam mempertahankan kehidupan rumahtangganya pada saat terjadi krisis, maka muncul pertanyaan penelitian kedua yaitu bagaimana bentuk strategi nafkah rumahtangga petani di dua lokasi penelitian.

Dalam keadaan krisis, lima modal nafkah (Ellis 2000) yaitu modal alam, modal manusia, modal fisik, modal finansial, dan modal sosial akan berperan dalam kehidupan petani sebagai cara untuk kembali ke keadaan normal. Kemampuan untuk kembali ke keadaan normal setelah terjadinya krisis disebut dengan kelentingan atau resiliensi. Berdasarkan penelitian yang banyak dilakukan, kepemilikan modal nafkah sangat berpengaruh terhadap tingkat resiliensi suatu masyarakat yang diukur dari waktu yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk kembali ke keadaan normal. Tingkat kelentingan atau resiliensi dapat diukur melalui tingkat kerentanan nafkah, dimana tingkat kerentanan selalu berada terbalik dengan tingkat kelentingan. Jika tingkat kerentanan rendah, maka tingkat kelentingan atau resiliensi akan tinggi. Menurut Gallopin (2006) terdapat tiga aspek yang dapat dijadikan sebagai ukuran kerentanan yaitu keterpaparan, kepekaan, dan kemampuan adaptasi. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka muncul pertanyaan

penelitian ketiga yaitu bagaimana pengaruh kepemilikan modal nafkah

terhadap livelihood vulnerability index.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya yaitu:

1. Mengidentifikasi struktur nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga petani

di dua lokasi penelitian.

2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk strategi nafkah yang dilakukan oleh

rumahtangga petani di dua lokasi penelitian.

3. Menganalisis pengaruh modal nafkah (livelihood asset) terhadap tingkat

livelihood vulnerability index (LVI).

Kegunaan Penelitian

(23)

5

tiap tahun selalu melanda dan merugikan petani. Pihak-pihak yang tersebut antara lain:

1. Kaum akademisi, penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan dan

referensi bagi penelitian terkait yang akan dilakukan, serta akan adanya hasil penelitian terkait yang lebih baik.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu menjadi sarana untuk

menambah wawasan khusunya dalam bidang pertanian dan kehidupan petani secara mendalam.

(24)
(25)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pusataka

Konsep Petani

Definisi petani tak jarang menuai perdebatan karena cakupan petani yang sangat luas namun sering diartikan sangkal. Menurut Syahyuti (2013) pengertian tentang petani di Indonesia cenderung umum dan dangkal. Petani didefinisikan sebagai orang yang bekerja di sektor pertanian dan sebagian besar penghasilannya berasal dari sektor pertanian. Dalam UU Republik Indonesia No. 19 tahun 2013 petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan Usaha Tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan. Dalam pasal 1 ayat 7, dijelaskan bahwa pelaku usaha tani adalah setiap orang yang melakukan usaha sarana produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, serta jasa penunjang pertanian yang berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia.

Dalam bahasa Inggris, terdapat dua kata yang mengartikan petani yaitu peasent dan farmer. Peasent adalah gambaran dari petani yang subsisten, sedangkan farmer adalah petani modern yang berusahatani dengan menerapkan teknologi modern serta memiliki jiwa bisnis yang sesuai dengan tuntutan agribisnis

(Syahyuti 2006). Syahyuti menambahakan bahwa pesasent adalah suatu kelas

petani yang merupakan petani kecil (peyewa). Pada pengetahuan awal, peasent

hanyalah orang-orang yang berusaha dalam pembudidayaan tanaman dan memelihara hewan yang hidup di pedesaan.

Sementara itu Sjaf (2010) menyatakan bahwa sifat usaha pertanian peasant

berupa pengolahan lahan/tanah dengan bantuan keluarga sendiri untuk menghasilkan bahan makanan bagi keperluan hidup sehari-hari keluarga petani tersebut (cara hidup subsistensi). Sedangkan petani farmer sebaliknya, dimana pengolahan lahan pertanian dengan bantuan tenaga buruh tani, dan mereka menjalankan produksi dalam rangka untuk mencari keuntungan yang mana hasil produksi pertanian mereka dijual ke pasar untuk memperoleh uang kontan.

Konsep Strategi Nafkah

(26)

sawah, dan tanah gambut. Modal alam bisa didapatkan dengan berbagai cara seperti membeli dan mendapatkan warisan. Modal fisik adalah modal atau aset yang dimiliki oleh individu atau kelompok yang berupa barang fisik yang mendukung individu tersebut untuk bisa melakukan aktifitas ekonomi seperti motor, perahu, traktor, mobil dan lain sebagainya. Modal manusia adalah jumlah anggota keluarga yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan aktifitas ekonomi dalam suatu keluarga atau kelompok. Modal manusia ini biasanya berada pada usia produktif dan mampu untuk mencari nafkah guna mempertahankan perekeonomian keluarganya. Modal finansial adalah modal atau aset yang dimiliki oleh individu atau kelompok dalam bentuk uang atau tabungan, bukan barang yang memiliki nilai ekonomi dan bisa dijual. Terakhir adalah modal sosial dimana suatu individu atau kelompok memanfaatkan hubungan sosial dengan orang lain untuk bisa melakukan aktifitas ekonomi dan mendatangkan pendapatan.

Berdasarkan hasil penelitian Sembiring dan Dharmawan (2014) yang dilakukan di daerah bencana rob di Kampung Laut Kabupaten Cilacap memberikan gambaran tentang modal nafkah yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Laut, yaitu modal alam yang merupakan tingkat penguasaan lahan oleh suatu individu atau kelompok, semakin tinggi (luas) modal alam yang dimiliki maka akan semakin tinggi pula tingkat pendapatannya. Modal alam dimiliki petani dengan tiga cara

yaitu warisan, trukah (pembukaan lahan) dan membeli. Modal manusia diukur

berdasarkan tingkat pendidikan, alokasi tenaga kerja rumahtangga, dan penggunaan tenaga kerja. Modal sosial diukur dari tiga aspek yaitu trust (kepercayaan), jejaring, dan norma. Modal finansial diukur dari dua aspek yaitu tabungan dan pinjaman, dan modal fisik diukur berdasarkan kepemilikan aset seperti traktor, warung, dan sepeda motor.

Bentuk strategi nafkah yang digunakan oleh keluarga petani dalam menghadapi masalah perekonomian yang tidak mendukung menurut Scoones (1998)

1. Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.

2. Diversifikasi mata pencaharian, yaitu dengan melakukan pekerjaan lain

selain pertanian. Selain itu, juga termasuk didalamnya optimalisasi tenaga kerja. Optimalisasi ini dapat diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja keluarga untuk ikut mencari nafkah.

3. Migrasi, dapat dilakukan apabila petani sudah tidak ingin bekerja di tempat

asalnya. Hal ini juga dapat dilakukan apabila petani memiliki relasi dengan orang lain yang sudah bermigrasi sebelumnya.

Bentuk-bentuk strategi nafkah tersebut telah dijelaskan oleh Widodo (2009) dalam penelitiannya yaitu:

1. Melakukan berbagai pekerjaan walaupun dengan upah yang kecil.

2. Memanfaatkan ikatan kekerabatan serta pertukaran timbal balik dalam

pemberian rasa aman dan perlindungan.

3. Melakukan migrasi ke daerah lain untuk mencari nafkah.

(27)

9

strategi nafkah ganda. Kedua, mendorong ke arah laut lepas, dan yang ketiga

mengembangkan diversifikasi alat tangkap untuk mengantisipasi variasi musim.

Modal Nafkah

Modal nafkah adalah modal yang dimiliki oleh kelompok dan memiliki pengaruh terhadap bentuk pencarian nafkah suatu kelompok tersebut. Ellis (2000) menjelaskan modal nafkah (livelihood assets) terdiri dari lima antara lain:

1. Modal alam, yaitu modal yang berkaitan dengan sumber daya alam dan

kondisi ekologi.

2. Modal manusia, yaitu kemampuan manusia dalam sistem mata

pencaharian yang berkaitan dengan pendidikan, keahlian, dan kesehatan.

3. Modal fisik yaitu modal yang berkaitan dengan kepemilikan aset fisik

oleh masyarakat, aset ini antara lain bangunan, irigasi kanal, peralatan, mesin, dan lainnya yang berbentuk fisik.

4. Modal sosial yaitu modal nafkah yang berkaitan dengan jaringan,

kepercayaan, dan norma.

5. Modal finansial adalah aset yang berhubungan dengan keuangan yaitu

ketersediaan uang yang tersimpan dalam sebuah rumahtangga.

Ellis (2000) juga menjelaskan mengenai struktur nafkah. Struktur nafkah yang dijabarkan berhubungan dengan sumber pendapatan. Sumber pendapatan tersebut adalah on farm, off farm, dan non farm.

Konsep Kelentingan

Kelentingan atau resiliensi merupakan kebalikan dari kerentanan (vulnerability), dimana kedua konsep tersebut laksana dua sisi mata uang (Adger 2000 dalam Sembiring dan Dharmawan 2014). Menurut Cote (2012) dalam Azzahra (2015) permasalahan dalam mendefinisikan konsep resiliensi dalam sistem

sosial-lingkungan adalah keterbatasan menganalisis trade-off dan keputusan

manajeman aspek tata kelola dalam bingkai sempit model prioritas sosial dan lingkungan. Faktor pendukung resiliensi terbagi menjadi dua yaitu faktor eksternal dan faktor intenal. Faktor eksternal adalah faktor dari luar berupa bantuan, dan faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam.

(28)

sosial peduli lingkungan dan tanggap bencana. Dari kesembilan faktor-faktor tersebut ada tiga faktor yang dianggap sangat berpengaruh dalam meningkatkan resiliensi yaitu faktor peninggian rumah, peninggian jalan, dan adanya organisasi sosial tanggap bencana.

Sementara itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Azzahra (2015) diketahui bahwa modal nafkah berpengaruh terhadap resiliensi, semakin banyak modal nafkah yang dimiliki makan tingkat resiliensinya semakin tinggi. Sedangkan Adger (2000) dalam Speranza et al. (2014) menjelaskan bahwa resiliensi merujuk pada stabilitas mata pencaharian sebagai satu aspek resiliensi sosial. Tetapi pada prakteknya dan penilaian (pembebanan) pada resiliensi terdiri dari beberapa aspek mata pencaharian.

Konsep Kerentanan

Kerentanan adalah konsep umum dalam penelitian perubahan iklim serta dalam komunitas penelitian yang berhubungan dengan bencana alam dan penanganan bencana, ekologi, kesehatan masyarakat, kemiskinan dan pembangunan, mata pencaharian yang aman dan kelaparan, ilmu berkelanjutan, dan perubahan lahan (Fussel 2007). Menurut Turner (2003) dalam Subair (2013) kerentanan ialah kecenderungan sistem kompleks adaptif mengalami pengaruh buruk dan keterbukaannya terhadap tekanan eksternal dan kejutan. Pengertian kerentanan tergantung pada ruang lingkup penelitian, akan tetapi Fussel (2007) mengatakan secara garis besar kerentanan merupakan suatu kondisi dimana sistem tidak dapat menyesuaikan dengan dampak dari suatu perubahan. Menurut Adger (2006) kerentanan di dorong oleh tindakan manusia yang disengaja maupun tidak disengaja yang memperkuat kepentingan dan distribusi kekuasaan selain berinteraksi dengan fisik dan sistem ekologi. Pandangan lain tentang kerentanan datang dari Cutter et al. (2003) dalam Adger (2006) yang menjelaskan bahwa kerentanan datang ke kesimpulan yang berbeda pada tradisi-tradisi intelektual. Contohnya, mengklasifiksikan penelitian. Pertama, kerentanan paparan yaitu suatu kondisi yang membuat orang atau tempat rentan terhadap bahaya. Kedua, kerentanan kondisi sosial yaitu ukuran ketahanan terhadap bahaya, dan yang ketiga adalah integrasi potensi terpapar dan ketahanan sosial dengan fokus utama pada tempat atau wilayah.

(29)

11

menyebutkan banyak faktor dari kerentanan, untuk itu Fusel (2007) menyederhanakan faktor kerentanan menjadi:

Tabel 1 Klasifikasi faktor kerentanan

Sosial-ekonomi Bio-fisik terdiri dari lima. Pertama, gangguan, stres, bahaya, atau trauma, adalah ancaman kepada sistem, terdiri dari gangguan dan stres. Kedua, perubahan atau transformasi sebuah sistem, secara umum diartikan sebagai kerugian atau kerusakan sistem. Ketiga, kepekaan adalah sejauh mana seorang manusia atau sistem alami dapat menyerap dampak tanpa menderita kerugian jangka panjang atau perubahan penting lainnya. Keempat, kapasitas respon adalah kapasitas koping sistem atau biasa juga disebut dengan kapasitas adaptasi atau kemampuan suatu sistem dalam merespon krisis. Kelima, adalah keterpaparan yaitu secara umum diartikan sebagai tingkat, durasi, dan/atau tingkat dimana sistem berada dalam kontak dengan atau tunduk terhadap gangguan tersebut

Livelihood Vulnerability Index

Tingkat kerentanan nafkah dikenal dengan LVI (Livelihood Vulnerability Index) adalah pengukuran dari kerentanan yang telah dijelaskan sebelumnya. Menurut Adger (2006) pengukuran kerentanan itu harus mencerminkan proses sosial serta hasil materi dalam sistem yang tampak rumit dan dengan banyak hubungan yang sulit untuk dijabarkan. Menurut Turner (2010) dalam Dharmawan et al. (2016) sistem nafkah petani kecil berhubungan dengan isu perubahan lingkungan dan iklim melalui konsep kerentanan dan kelentingan. Pada banyak penelitian yang telah dilakukan, kerentanan diukur berdasarkan tiga aspek yaitu keterpaparan, kepekaan, dan kapasitas adaptasi. Beberapa ahli menyampaikan cara untuk mengukur tingkat kerentanan salah satunya adalah Luers et al. (1984) dalam Adger (2006) yang telah menjelaskan rumus untuk mengukur kerentanan adalah:

Parameter dalam pengukuran di atas bias merupakan parameter fisik atau parameter sosial, bahwa mengukur kerentanan melibatkan faktor fisik dan faktor sosial.

* Masalah keterpaparan oleh bahaya

Kerentanan = Kepekaan terhadap tekanan

(30)

Sementara itu terdapat rumus untuk mengukur tingkat kerentanan menurut IPCC dalam Shah et al. (2013) yaitu LVI – IPCCd = (Ed– Ad) *Sd dengan penjelasan

LVI - IPCCd adalah tingkat kerentanan untuk sebuah komunitas/masyarakat yang

digambarkan dengan menggunakan rumus dari IPCC. Kemudian Ed adalah

skor/nilai kalkulasi/keseluruhan dari keterpaparan suatu komunitas/masyarakat. Ad

adalah nilai/skor keseluruhan dari kapasitas adaptasi suatu wilayah dan Sd adalah

skor keseluruhan dari kepekaan suatu wilayah.

Kerangka Pemikiran

Cuaca yang berubah secara ekstrim berdampak pada kegiatan pertanian yang dilakukan oleh petani karena kegiatan pertanian sangat bergantung terhadap alam dengan cuaca yang baik. Banjir merupakan salah satu bentuk dari cuaca yang tidak baik, sehingga menyebabkan petani gagal panen dan kehilangan sumber nafkah yang selama digunakan keluarga petani sebagai tumpuan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangganya petani melakukan aktivitas ekonomi di luar bercocok tanam yang dianggap mampu dikerjakan dan dapat menghasilkan uang. Aktivitas tersebut disebut sebagai strategi nafkah. Strategi nafkah meliputi aspek pilihan atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat, semakin beragam pilihan sangat memungkinkan terjadinya strategi nafkah (Widodo 2009).

Strategi nafkah adalah cara yang dilakukan oleh kelompok atau masyarakat dalam memepertahankan ekonominya pada saat dilanda krisis tidak terkecuali rumahtangga petani. Pada saat musim panceklik dimana pekerjaan yang biasa dilakukan sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup maka harus dilakukan startegi nafkah. Stratgei nafkah pada dasarnya terbagi terdiri dari strategi produksi (ekonomi) dan strategi non-produksi (pemanfaatan hubungan sosial), dimana strategi ekonomi meliputi pola nafkah ganda yaitu satu orang melakukan lebih dari satu pekerjaan untuk menghasilkan uang, optimalisasi tenaga kerja, dimana suatu rumahtangga memanfaatkan seluruh anggota keluarganya untuk melakukan aktifitas ekonomi agar keadaan ekonomi keluarganya tetap bertahan dan seimbang, dan yang terakhir adalah strategi dengan cara migrasi, baik mobilisasi harian maupun migrasi kontemporer dimana mereka hanya bermigrasi sementara hanya untuk bekerja saja. Sedangkan menurut Scoones (1998) terdapat tiga bentuk strategi nafkah yaitu dengan cara Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, diversifikasi mata pencaharian, dan migrasi.

Strategi nafkah baik strategi produksi maupun non-produksi berhubungan erat dengan modal (asset) yang dikemukakan oleh Ellis (2000) yaitu modal alam, manusia, sosial, finansial, dan fisik. Kelima modal tersebut sangat mempengaruhi strategi nafkah yang akan dilakukan oleh rumahtangga nelayan pada saat krisis melanda dan mempengaruhi tingkat resiliensi suatu masyarakat. Ketika masyarakat mengalami krisis, tentunya seluruh masyarakat berlomba-lomba untuk

mengembalikan keadaan pada saat sebelum terjadi krisis baik secara ekonomi

(31)

13

resiliensi, yang merupakan kemampuan suatu masyarakat atau kelompok untuk kembali ke keadaan seperti semula setelah terjadinya krisis. Tingkat resiliensi akan

disebut tinggi mana kala waktu yang dibutuhkan untuk recovery cenderung

sebentar dan sebaliknya tingkat resiliensi aka disebut rendah ketika waktu recovery lebih lama.

 Tingkat kepemilikan tanah (X1.1)

 Akses terhadap tanah (X1.2)

Modal Manusia (X2)

 Jumlah anggota keluarga yang bekerja

(X2.1)

 Tingkat pendidikan (X2.2)

 Jumlah Ketrampilan Kepala Keluarga

(X2.3)

Modal Fisik (X3)

 Tingkat kepemilikan aset pertanian

(X3.1)

 Tingkat kepemilikan aset non pertanian

(X3.2)

Modal Sosial (X4)

 Banyaknya jaringan (X4.1)

 Tingkat kepercayaan (X4.2)

 Banyaknya organisasi yang diikuti (X4.3)

Modal Finansial (X5)

 Tingkat pendapatan on-farm (X5.1)

 Tingkat pendapatan off-farm (X5.2)

 Tingkat pendapatan non-farm (X5.3)

 Besarnya tabungan (X5.4)

 Kepemilikan ternak (X5.5)

Kepekaan (Y1)

 Tingkat banjir dalam satu

tahun (Y2.1)

 Persentase lahan sawah yang

terkena banjir (Y2.2)

 Kepemilikan tabungan (Y3.3)

Strategi Nafkah (Scoones 1998)

 Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian

 Diversifikasi mata pencaharian

(32)

Hipotesa Penelitian

Pada penelitian ini, diduga bahwa kepemilikan modal nafkah (livelihood asset) berpengaruh terhadap tingkat resiliensi rumahtangga petani.

Yn = f(Xn)

Yn = f(X1.1, X1.2, X2.1, X2.2, X2.3, X3.1, X3.2, X4.1, X4.2, X4.3, X5.1, X5.2, X5.3,

iiiiiiiiX5.4, X5.5)

Dengan keterangan sebagai berikut :

1) Diduga tingkat kepemilikan dan pemanfaatan modal alam berpengaruh

terhadap tingkat kerentanan rumahtangga petani. Yn = f(X1.1, X1.2)

2) Diduga tingkat kepemilikan dan pemanfaatan modal manusia berpengaruh

terhadap tingkat kerentanan rumahtangga petani. Yn = f(X2.1, X2.2, X2.3)

3) Diduga tingkat kepemilikan dan pemanfaatan modal fisik berpengaruh

terhadap tingkat kerentanan rumahtangga petani. Yn = f(X3.1, X3.2)

4) Diduga tingkat kepemilikan dan pemanfaatan modal sosial berpengaruh

terhadap tingkat kerentanan rumahtangga petani. Yn = f(X4.1, X4.2, X4.3)

5) Diduga tingkat kepemilikan dan pemanfaatan modal finansial berpengaruh

terhadap tingkat kerentanan rumahtangga petani. Yn = f(X5.1, X5.2, X5.3, X5.4,

X5.5)

Definisi Operasional

1) Tingkat modal alam (X1) adalah derajat kepemilikan modal alam yang dapat

dimanfaatkan pada saat melakukan strategi nafkah. Tingkat modal alam akan diolah menjadi jenis ordinal. Rincian dari tingkat modal alam adalah:

1. Tingkat kepemilikan lahan tanah (X1.1) adalah jumlah lahan tanah dan

sawah yang dimiliki oleh 1 rumahtangga petani. Pengukuran luas, sedang, dan sempit didapat dari hasil standar deviasi setelah dilakukannya pengisian kuesioner. Dihitung dengan skala hektar. Variabel kepemilikam tanah tersebut dikategorikan sebagai berikut :

a. Dusun kedung palungpung:

1. Luas jika kepemilikan tanah lebih dari 9890,414 meter persegi

2. Sedang jika kepemilikan tanah berada di selang antara 9890,414

sampai dengan 1750,653 meter persegi

3. Sempit jika kepemilkan tanah kurang dari 1750,653 meter persegi

b. Dusun Sirung Watang:

1. Luas jika kepemilikan tanah lebih dari 11538,18 meter persegi

2. Sedang jika kepemilikan tanah berada di selang antara 3661,818 dan

1158,18 meter persegi

3. Sempit jika kepemilikan tanah berada kurang dari 3661,818 meter

(33)

15

2. Akses terhadap tanah (X1.2) adalah derajat mudah sulitnya petani dalam mendapatkan peluang untuk menguasai sumberdaya alam berupa sawah dan lahan perkebunan. Dihitung dengan skala sering, jarang, dan tidak pernah . Variabel akses terhadap tanah dikategorikan sebagai beriku:

a. Tinggi apabila rumahtangga petani sering mengakses tanah, diberikan

skor 3

b. Sedang apabila rumahtangga petani jarang mengakses tanah, diberikan

skor 2

c. Rendah apabila rumahtangga petani tidak pernah mengakses sawah,

diberikan skor 1

2) Tingkat modal manusia (X2) adalah derajat kepemilikan modal manusia dalam

suatu rumahtangga petani yang dapat dimanfaatkan dalam melakukan kegiatan strategi nafkah. Tingkat modal manusia akan diolah menjadi jenis ordinal. Rinciannya sebagai berikut:

1. Jumlah anggota keluarga yang bekerja (X2.1) adalah jumlah anggota

keluarga dalam 1 rumahtangga yang bekerja dan menghasilkan jumlah rupiah dan uang yang dihasilkan dialokasikan untuk membantu perekonomian rumahtangga petani. Pengukuran tinggi, sedang, dan rendah diapat dari hasil standar deviasi setelah dilakukannya pengisian kuesioner. Variabel alokasi tenaga kerja tersebut dikategorikan sebagai berikut:

a. Banyak apabila memiliki 7 sampai 8 anggota rumahtangga yang bekerja.

Diberi skor 3

b. Sedang apabila memiliki 5 sampai 6 anggota rumahtangga yang bekerja.

Diberi skor 2

c. Sedikit apabila memiliki 2 sampai 4 anggota rumahtangga yang bekerja.

Diberi skor 1

2. Tingkat pendidikan (X2.2) adalah Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh

anggota keluarga. Variabel tingkat pendidikan tersebut dikategorikan sebagai berikut:

a. Tinggi apabila lulus SMA/sederajat. Diberi skor 3

b. Sedang apabila lulus SMP/sederajat. Diberi skor 2

c. Rendah apabila lulus SD atau tidak lulus SD/sederajat. Diberi skor 1

3. Jumlah keterampilan (X2.3) adalah banyaknya keterampilan yang dimiliki

oleh kepala keluarga. Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan yang bisa digunakan sebagai pekerjaan sampingan di luar bertani. Varibael jumlah keterampilan dikategorikan sebagai berikut:

a. Banyak apabila memiliki 5-6 keterampilan. Diberi skor 3

b. Sedang apabila memiliki 3-4 keterampilan. Diberi skor 2

c. Sedikit apabila memiliki 1-2 keterampilan. Diberi skor 1

3) Tingkat modal fisik (X3) adalah derjat kepemilikan rumahtangga petani

terhadap benda berupa benda fisik yang dapat dimanfaatkan oleh rumahtangga petani dalam melakukan kegiatan nafkahnya. Tingkat modal manusia akan diolah menjadi jenis ordinal. Rinciannya sebagai berikut:

1. Tingkat kepemilikan aset pertanian (X3.1) adalah jumlah kepemilikan aset

(34)

meliputi: mesin traktor dan mesin penggilingan padi. Variabel jumlah kepemilikan aset pertanian tersebut dikategorikan sebagai berikut:

a. Tinggi apabila memiliki 6 aset pertanian. Diberi skor 3

b. Sedang apabila memiliki 4-5 aset pertanian. Diberi skor 2

c. Rendah apabila memiliki 2-3 aset pertanian. Diberi skor 1

2. Tigkat kepemilikan aset non pertanian (X3.2) adalah jumlah kepemilikan

aset yang dimiliki meliputi: alat transportasi, emas, televisi, kulkas, mesin cuci, dan ternak. Variabel tingkat kepemilikan aset non pertanian tersebut dikategorikan sebagai berikut:

a. Tinggi apabila memiliki 10-12 aset non pertanian. Diberikan skor 3

b. Sedang apabila memiliki 6-9 aset non pertanian. Diberikan skor 2

c. Rendah apabila memiliki 2-5 aset non pertanian. Diberikan skor 1

4) Tingkat modal sosial (X4) adalah derajat kepemilikan modal nafkah berupa

modal sosial seperti hubungan kekerabatan dan luas jaringan yang bisa membantu keiatan nafkah dari rumahtangga petani. Tingkat modal sosial akan diolah menjadi jenis ordinal. Rinciannya sebagai berikut:

1. Banyaknya jaringan (X4.1) adalah jumlah jaringan yang dimiliki oleh

rumahtangga petani yang dapat membantu atau dapat dimintai bantuan ketika rumahtangga mengalami krisis banjir sehingga berpengaruh terhadap perekonomian rumahtangga petani. Bantuan dapat berupa pinjaman uang maupun bantuan sosial seperti bergotong royong. Dirinci sebagai berikut:

a. Luas apabila memiliki nilai modal sosial sebesar 13-14. Diberikan skor

3

b. Sedang apabila memiliki nilai modal sosial sebesar 10-12. Diberikan skor

2

c. Sedikit apabila memiliki nilai modal sosial 7-9. Derikan skor 1

2. Tingkat kepercayaan (X4.2) adalah tingkat dimana rumahtangga petani

memiliki kepercayaan terhadap pihak lain untuk meminta bantuan pada saat terjadi krisis. Dirinci sebagai berikut:

a. Tinggi apabila memiliki skor tingkat kepercayaan 18-25. Diberikan skor

3

b. Sedang apabila memiliki skor tingkat kepercayaan 9-17. Diberikan skor

2

c. Rendah apabila memiliki skor tingkat kepercayaan 0-8. Diberikan skor 1

3 Banyaknya organisasi yang diikuti (X4.3) adalah keikutsertaan rumahtangga

petani atau anggota rumahtangga petani dalam organisasi formal dan non formal. Diduga bahwa semakin banyak organisasi yang diikuti, maka semakin banyak juga bantuan yang akan diterima oleh rumahtangga petani pada saat krisis melanda. Variabel banyaknya organisasi yang diikuti tersebut dikategorikan sebagai berikut:

a. Tinggi apabila mengikuti organisasi 0-2. Diberikan skor 3

b. Sedang apabila mengikuti organisasi 3-4 . Diberikan skor 2

c. Rendah apabila mengikuti organisasi 5-6. Diberikan skor 1

5) Tingkat modal finansial (X5) adalah derajat kepemilikan modal finansial

(35)

17

dimanfaatkan untuk kegiatan nafkah. Selang dari modal finansial ini dilihat berdasarkan standar deviasi setelah dilakukannya pengisian kuesioner. Tingkat modal finansial akan diolah menjadi jenis ordinal. Rinciannya sebagai berikut:

1. Tingkat pendapatan adalah Tingkat pendapatan keseluruhan per tahun

rumahtangga petani dari sektor on-farm, off-farm, dan non-farm. Variabel tingkat pendapatan on-farm tersebut dikategorikan sebagai berikut:

a. Dusun Kedung Palungpung

1. Tinggi apabila memiliki pendapatan diatas Rp34,59 juta. Dibesi skor

3

2. Sedang apabila memiliki pendapatan antara Rp20,75 juta dan

Rp34,59 juta. Diberi skor 2

3. Rendah apabila memiliki pendapatan dibawah Rp20,75 juta. Diberi

skor 1

b. Dusun Sirung Watang

1. Tinggi apabila memiliki pendapatan diatas Rp64,52 juta. Diberi skor

3

2. Sedang apabila memiliki pendapatan antara Rp17,39 juta dan

Rp64,52 juta. Diberi skor 2

3. Rendah apabila memiliki pendapatan dibawah Rp17,39 juta. Diberi

skor 1

2. Tingkat kepemilikan Tabungan (X5.4) adalah jumlah nominal keseluruhan

tabungan baik yang ada di bank konvensional maupun koperasi (tabungan sekolah anak tidak termasuk) dan ikut dalam arisan. Variabel tingkat kepemilikan tabungan tersebut dikategorikan sebagai berikut:

a. Dusun Kedung Palungpung

1. Tinggi apabila memiliki tabungan diatas Rp2,4 juta diatas Rp34,59

juta. Dibesi skor 3

2. Sedang apabila memiliki tabungan antara 0 dan Rp2,4 juta. Diberi skor 2

3. Rendah apabila tidak memiliki tabungan atau berjumlah Rp0. Diberi

skor 1

b. Dusun Sirung Watang

1. Tinggi apabila memiliki tabungan diatas Rp1,3 juta. Diberi skor 3

2. Sedang apabila memiliki pendapatan antara Rp0 dan 1,3 juta. Diberi

skor 2

3. Rendah apabila tidak memiliki tabungan. Diberi skor 1

3. Tingkat kepemilikan Ternak (X5.5) adalah jumlah nominal keseluruhan

ternak. Perhitungan jumlah nominal ternak berdasarkan data emik di lapangan dari hasil pengisian kuesioner. Variabel tingkat kepemilikan tabungan tersebut dikategorikan sebagai berikut:

a. Dusun Kedung Palungpung

1. Tinggi apabila memiliki tabungan ternak diatas Rp39- ribu. Dibesi

skor 3

2. Sedang apabila memiliki tabungan ternak antara 0 dan Rp390 ribu juta. Diberi skor 2

3. Rendah apabila tidak memiliki tabungan ternak atau berjumlah Rp0.

Diberi skor 1

(36)

1. Tinggi apabila memiliki tabungan diatas Rp3,2 juta. Diberi skor 3

2. Sedang apabila memiliki pendapatan antara Rp0 dan 3,2 juta. Diberi

skor 2

3. Rendah apabila tidak memiliki tabungan. Diberi skor 1

6) Strategi nafkah adalah bentuk pencarian nafkah dengan cara lain selain dengan

pekerjaan utamanya yaitu bercocok tanam di sawah. Strategi nafkah dapat dikatakan sebagai strategi rumahtangga dalam melakukan aktifitas yang menghasilkan ekonomi dan dapat membantu perekonomian rumahtangga petani. Strategi nafkah diukur secara nominal dengan panduan kuesioner jenis pertanyaan terbuka. Strategi nafkah termasuk dalam jenis nominal. Indikator dari strategi nafkah adalah:

1. Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian adalah mengembangkan potensi

pertanian yang ada menjadi tetap berfungsi ketika datangnya dorongan eksternal. Sementara eksentifikasi pertanian adalah memperluas area pertanian menjadi lebih besar dan bisa menguntungkan atau bisa menghasilkan ekonomi yang lebih besar.

2. Diversifikasi mata pencaharian adalah mengganti mata pencaharian yang

dilakukan oleh rumahtangga petani. Penggantian mata pencaharian dapat bervariasi sesuai dengan keterampilan dan kepemilikan modal nafkah.

3. Migrasi adalah jenis strategi nafkah dengan cara melakukan perpidahan

lokasi bekerja maupun tempat tinggal sementara ke daerah yang dianggap memiliki potensi tinggi untuk melakukan pekerjaan. Migrasi dapat dilakukan ke luar kota/daerah asal rumahtangga petani, maupun ke luar negeri sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dari rumahtangga petani tersebut.

7) Tingkat Sensitivity (Kepekaan) adalah derajat kepekaan atau sensitivitas

rumahtangga petani terhadap gangguan dari luar (gangguan eksternal) yang akan mempengaruhi tingkat kerentanan dari suatu rumahtangga petani. Tingkat kepekaan termasuk dalam jenis ordinal.

1. Tingkat kepemilikan lahan rendah adalah derajat ukur rendahnya

kepemilikan tanah oleh rumahtangga petani. Semakin rendah lahan tanah yang dimiliki oleh rumahtangga petani maka tingkat kepekaan atau sensitinitasnya semakin tinggi. Pengukuran tingkat kepemilikan rendah adalah persentase jumlah rumahtangga yang memiliki kepemilikan lahan rendah dari total responden pada 1 dusun. Tingkat kepemilikan lahan rendah memiliki persentase yang berbeda antara Dusun Kedung Palungpung dan Dusun Sirung Watang.

2. Tingkat pendapatan rendah adalah persentase rumahtangga yang memiliki

pendapatan rendah dari total responden rumahtangga petani pada 1 dusun.

3. Persentase anggota keluarga usia non-produktif adalah persentase anggota

(37)

19

8) Tingkat keterpaparan (Exposure) adalah derajat keterpaparan atau sebarapa

terpapar rumahtangga petani terhadap gangguan eksternal yang ada. Dalam hal ini adalah banjir yang setiap tahun melanda. Tingkat keterpaparan termasuk dalam jenis ordinal.Dirincikan sebagai berikut:

1. Tingkat terkena banjir dalam 1 tahun adalah jumlah seringnya sawah yang

dimiliki oleh rumahtangga petani terkena banjir dalam kurun waktu 1 tahun. Semakin sedikit lahan sawah yang dimiliki pleh rumahtangga petani terkena banjir dalam 1 tahun maka tingkat tekerpaparannya tinggi begitupun sebaliknya. Rinciannya sebagai berikut:

a. Tingkat keterpaparan rendah apabila terkena banjir lebih dari 0 sampai 3

kali dalam 1 tahun, diberikan skor 1

b. Tingkat keterpaparan sedang apabila terkena banjir antara 4 sampai 5 kali

dalam 1 tahun, diberikan skor 2

c. Tingkat keterpaparan tinggi apabila terkena banjir lebih dari 6 kali dalam

1 tahun, diberikan skor 3

2. Persentase lahan sawah yang terkena banjir adalah jumlah lahan sawah yang

terendam banjir tahunan yang dimiliki oleh rumahtangga petani. Semakin banyak lahan sawah milik rumahtangga petani yang terendam banjir maka semakin tinggi tingkat keterpaparannya. Dapat dirinci sebagai berikut:

a. Tingkat keterpaparan rendah apabila sebanyak 50-74 persen lahan sawah

terkena banjir. Diberi skor 1

b. Tingkat keterpaparan sedang apabila sebanyak 75-99 persen lahan sawah

terkena banjir. Diberi skor 2

c. Tingkat keterpaparan tinggi apabila 100 persen lahan sawah terkena

banjir. Diberi skor 3

9) Tingkat Adaptive Capacity (Kapasitas beradaptasi) adalah derajat dimana

rumahtangga nelayan mampu beradaptasi dan memiliki sumberdaya untuk beradaptasi ketika banjir melanda. Tingkat kapasitas adaptasi termasuk dalam jenis ordinal. Dirinci sebagai berikut:

1. Banyaknya pilihan sumber nafkah adalah banyaknya jenis mata pencaharian

yang dapat dilakukan oleh rumahtangga petani. Banyaknya jenis mata pencaharian memungkinkan rumahtangga petani tidak kehilangan pendapatan nafkah pada saat terjadi krisis. Semakin banyak pilihan sumber nafkah yang tersedia maka semakin tinggi tingkat adaptasi suatu rumahtangga petani.banyaknya pilihan sumber nafkah tersebut mengacu kepada jumlah strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga petani.

2. Tingkat keberfungsian lembaga adalah seberapa berfungsi

lembaga/organisasi yang diikuti oleh rumahtangga petani pada saat krisis melanda. Keberfungsian lembaga dilihat dari respon terhadap anggotanya yang terkena krisis, memberikan atau tidak memberikan bantuan kepada rumahtangga petani selaku anggota.

a. Tinggi apabila rumahtangga memiliki nilai tingkat keberfungsian

(38)

b. Sedang apabila rumahtangga memiliki nilai tingkat keberfungsian lembaga sebesar 4-5. Diberikan skor 2

c. Rendah apabila rumahtangga memiliki nilai tingkat keberfungsian

lembaga sebesar 2-3.diberikan skor 1

3. Jumlah tabungan adalah jumlah keseluruhan tabungan yang dimiliki oleh

rumahtangga petani. Jumlah tabungan meliputi tabungan di bank, tabunagn emas, serta tabungan dalam bentuk hewan ternak. Jumlah tabungan dirinci sebagai berikut:

a. Dusun Kedung Palungpung

1. Tinggi apabila memiliki tabungan diatas Rp4,6 juta. Dibesi skor 3

2. Sedang apabila memiliki tabungan antara Rp445 ribu dan Rp4,6 juta

juta. Diberi skor 2

3. Rendah apabila memiliki tabungan dibawah Rp445 ribu. Diberi skor

1

b. Dusun Sirung Watang

1. Tinggi apabila memiliki tabungan diatas Rp10,8 juta. Diberi skor 3

2. Sedang apabila memiliki pendapatan antara Rp576 ribu dan Rp10,8

juta juta. Diberi skor 2

3. Rendah apabila memiliki pendapatan dibawah Rp576 ribu. Diberi

skor 1

10)Livelihood Vulnerability Index / LVI (Tingkat Kerentanan Nafkah) adalah ukuran kerentanan rumatangga petani yang berada di rawan bencana dengan tiga indikator pengukuran yaitu Keterpaparan (Exposure), Kepekaan (Sensitivity), dan Kapasitas Adaptasi (Adaptive Capacity). Rumus yang dipakai dalam penelitian adalah rumus perhitungan LVI yang digunakan adalah rumus perhitungan berdasarkan IPCC ( Intergovernmental Panel of Climate Change) adalah : LVI – IPCCd = ( Ed– Ad) *Sd.Dimana:

a. LVI – IPCCd,adalah rumus untuk mengukur tingkat kerentanan suatu

komunitas/masyarakat dengan menggunakan kerangka IPCC.

b. Ed, adalah kalkuasi skor dari keterpaparan komunitas/masyarakat.

c. Ad, adalah kalkulasi skor dari kapasitas adaptsai suatu

komunitas/masyarakat

(39)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang didukung data kualitatif untuk memperkaya data dan informasi yang diperoleh guna memahami fenomena sosial yang terjadi di lapang. Penelitian kuantitatif diperlukan untuk pengambilan data berupa angka yang diperoleh melalui metode survai menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang dipilih secara acak dari seluruh populasi. Unit analisis adalah rumahtangga. Penelitian juga bersifat eksplanatori karena menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesa untuk mengetahui pengaruh dari kepemilikan modal nafkah terhadap tingkat kerentanan suatu rumahtangga petani ketika terjadi krisis. Sementara itu, pendekatan penelitian kualitatif diperlukan guna mengambil data yang bersifat deskriptif yakni berupa gejala sosial yang dikategorikan maupun dalam bentuk lainnya seperti dokumen dan catatan harian pada saat dilakukan penelitian. Dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam dibantu dengan panduan pertanyaan wawancara kepada informan kunci serta pengolahan data sekunder ,dan observasi lapang. Penelitian deskriptif dilakukan guna memperkuat hasil yang didapatkan dari penelitian eksplanatori.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Desa Tunggilis Kecamatan Kalipucang Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive karena beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:

1. Desa tunggilis memiliki lahan persawahan yang luas dengan mayoritas

penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

2. Wialayah sawah yang berada di Desa Tunggilis merupakan wilayah

yang selalu terkena banjir setiap tahun akibat dari luapan Sungai Citanduy.

Penelitian ini untuk membandingkan dua wilayah yaitu wilayah yang terkena banjir dan wilayah yang tidak terkena banjir. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja karena lokasi penelitian merupakan lokasi dengan lahan persawahan yang luas dan selalu terkena banjir setiap tahunnya akibat dari meluapnya Sungai Citanduy.

(40)

Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung di lapangan dari responden dan informan dengan menggunakan kuesioner maupun wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data potensi desa, data monografi desa, dan berbagai literatur yang terkait dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif didapatkan dengan menggunakan instrumen kuesioner, data kualitatif didapatkan melalui wawancara mendalam dengan informan kunci serta pengolahan data sekunder dan observasi lapang.

Tabel 2 Metode pengumpulan data

Teknik Pengumpulan Data Data yang Dikumpulkan

Survai

 Karakteristik responden

 Kepemilikan modal nafkah

 Strategi nafkah rumahtangga petani

Wawancara Mendalam

Responden

 Sejarah banjir

 Strategi nafkah rumahtangga petani

 Kerentanan rumahtangga petani

Informan

 Sejarah banjir

 Kegiatan umum rumahtangga petani

ketika banjir

Observasi Lapang  Aktivitas yang dilakukan oleh

rumahtangga petani

Analisis Dokumen

 Gambaran umum lokasi penelitian

melalui data monografi

 Kerangka sampling

Teknik Penentuan Informan dan Responden

(41)

23

Sampel penelitian sebanyak 60 responden terdiri dari 30 responden yang merupakan rumahtangga petani di wilayah banjir dan 30 responden yang merupakan rumahtangga petani di wilayah tidak terkena banjir. Responden akan diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat karena jawabannya dianggap dapat mewakili populasi rumahtangga petani Desa Tunggilis dan responden hanya memberikan informasi terkait dengan dirinya. Alasan pemilihan unit analisa ini dikarenakan yang paling besar terkena dampak dari banjir adalah rumahtangga petani. Pemilihan responden dilakukan melalui metode pengambilan simple random sampling. Teknik simple random sampling merupakan probability sampling dimana setiap satuan elementer dari populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden (Singarimbun dan Efendi 2006). Teknik simple random sampling dipilih karena populasi homogen dari segi pekerjaan yaitu sebagai petani yang ada di Desa Tunggilis sehingga jumlah responden yang telah ditentukan dianggap mewakili populasi. Adapun syarat menjadi responden adalah:

1. Rumahtangga petani yang terkena dampak langsung dari banjir yang melanda

sebanyak 30 responden.

2. Petani yang tidak terkena dampak langsung dari terjadinya banjir sebanyak

30 responden.

Sementara itu, pemilihan terhadap informan akan dilakukan secara sengaja (purposive) dan jumlahnya tidak ditentukan. Penetapan informan ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball) yang memungkinkan perolehan data dari 1 informan ke informan lainnya. Pencarian informasi ini akan berhenti apabila tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau sudah berada pada titik jenuh. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah petugas kecamatan, aparatur desa, dan tokoh masyarakat setempat, yang dianggap mengetahui dengan jelas mengenai pengembangan wilayah Desa Tunggilis. Selain itu informan akan diambil juga dari golongan bawah seperti petani sehingga data kualitatif yang disajikan adalah data yang bersumber dari berbagai pihak tidak hanya dari stakeholder saja.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan

aplikasi Microsoft Excell 2013 dan SPSS for windows 21. Pembuatan tabel

(42)

tingkat kerentanan. Sedangkan uji regresi merupakan uji statistik yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh berupa data ordinal dan ordinal. Uji regresi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat tingkat kepemilikan modal nafkah dengan tingkat kerentanan rumahtangga petani.

Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Seluruh hasil penelitian pada akhirnya akan dituliskan dalam rancangan skripsi.

Data kualitatif akan disajikan dalam bentuk narasi dengan cara mencari kata kunci yaitu kata yang sering diucapkan oleh informan dan menyajikannya ke dalam sebuah data kualitatif. Selain bentuk narasi, data kualitatif juga akan disajikan dalam bentuk bagan dimana bagan ini yang akan menyajikan data kualitatif strategi nafkah yang dilakukan oleh responden dan informan.

(43)

GAMBARAN UMUM WILAYAH

Kondisi Demografi

Desa Tunggilis Kecamatan Kalipucang Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat terletak di di wilayah timur Kabupaten Pangandaran yang secara administratif memiliki wilayah kurang lebih 967.504 hektar dan memiliki ketinggian wilayah sekitar 7 mdpl di daerah rendah dan 70 mdpl untuk daerah tinggi (perbuktian), dan Desa Tunggilis memiliki suhu rata-rata harian sekitar 350 C (Pordes 2015). Desa Tunggilis memiliki batasan wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang

2. Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Banjarharja, Kecamatan

Kalipucang

4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Bojongsari, Kecamatan Padaherang

Desa Tunggilis terdiri dari lima dusun dengan jumlah RW sebanyak 11 dan jumlah RT sebanyak 41. Dusun dipimpin oleh ketua dusun, 1 dusun terdiri dari beberapa RW dan RT. Kelima dusun tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Dusun Cintamaju terdiri dari 3 RW dan 11 RT

2. Dusun Kedung Palungpung terdiri dari 2 RW dan 7 RT

3. Dusun Cimentek terdiri dari 2 RW dan 7 RT

4. Dusun Sirung Watang terdiri dari 2 RW dan 7 RT

5. Dusun Sukamaju terdiri dari 2 RW dan 8 RT

Akses untuk keluar Desa Tunggilis dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Jarak tempuh dari Desa Tunggilis ke kantor Kecamatan Kalipucang kurang lebih 5 km dengan waktu tempuh sekitar 15 menit, dan jarak tempuh menuju pusat pemerintahan Kabupaten Pangandaran kurang lebih 37 km dengan jarak tempuh sekitar 90 menit. Sarana layanan transportasi umum yang melalui Desa Tunggilis telah memadai, jangkauan layanan transportasi umum menuju Desa Tunggilis dari pusat pemerintahan Kabupaten Pangandaran dijangkau melalui terminal Pangandaran menuju terminal Kalipucang yang merupakan pusat pemerintahan kecamatan, atau dapat berhenti tepat di depan kantor Desa Tunggilis dengan kondisi jalan nyaman dan aman untuk segala jenis kendaraan mengingat Desa Tunggilis dilalui jalan raya Provinsi Jawa Barat.

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Tabel 5 Proporsi penduduk di lima dusun Desa Tunggilis tahun 2016
Tabel 9 Usia resonden di dua dusun lokasi penelitian tahun 2016
Tabel 10 Tingkat pendidikan responden di dua dusun lokasi penelitian tahun 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bentuk identitas pascakolonial dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer. Bentuk identitas

• Peningkatan Infrastruktur air limbah Kota Bengkulu • Pembangunan Infrastruktur drainase perkotaan Bengkulu •  SPAM di kawasan MBR. Kota

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS versi 23 pada tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 99,5% yang berarti bahwa

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pariwisata adalah suatu tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan

Teknik yang digunakan untuk membuat model jadwal yang kegiatannya direpresentasikan oleh node (titik) dan dalam grafiknya dihubungkan oleh satu atau lebih hubungan

4.1.2.3 Hasil Perubahan Perilaku Siswa setelah Mengikuti Pembelajaran Keterampilan Membaca untuk Menemukan Gagasan Utama dengan Menggunakan Metode Think, Pair, and

1) Active coping, proses yang dilakukan individu berupa pengambilan langkah-langkah aktif untuk mencoba menghilangkan, menghindari tekanan, memperbaiki pengaruh dampaknya. Metode

Penulisan skripsi ini dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pemanfaatan Sistem Informasi dan Penggunaan Sistem Informasi pada Industri Perbankan