• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PROVIDER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KABUPATEN BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PROVIDER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KABUPATEN BANTUL"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN

KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS

KABUPATEN BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

Rinda Dyah Puspita

20120340067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI

PROVIDER

DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN

KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN

KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS

KABUPATEN BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

Rinda Dyah Puspita

20120340067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PROVIDER

DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI

PUSKESMAS KABUPATEN BANTUL Disusun oleh:

Rinda Dyah Puspita

20120340067

Telah disetujui dan diseminarkan pada Maret 2016

Dosen Pembimbing

drg. Iwan Dewanto, MMR. NIK : 19721106200410 173 070

Dosen Penguji

drg. Sri Utami, MPH. NIK : 19790612200910173110

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter Gigi FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Rinda Dyah Puspita

NIM : 20120340067

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan ini sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dalam karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 8 Maret 2016

Yang membuat pernyataan,

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini, saya persembahkan untuk:

Orang tua saya Bapak Suhadak dan Ibu Juju Jamilah yang selalu memberikan doa, semangat, dukungan dan kasih sayang yang tiada henti-hentinya.

Terimakasih telah menjadi orangtua yang luar biasa.

Adik-adik saya serta teman-teman yang selalu memberikan semangat, dukungan dan inspirasinya.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur penulis penjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “GAMBARAN HAMBATAN DOKTER

GIGI SEBAGAI PROVIDER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KABUPATEN BANTUL” dengan baik

dan lancar.

Karya Tulis Ilmiah ini dibuat demi memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, pengarahan, nasihat maupun dukungan moral dan material. Maka pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, yaitu :

1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya beserta Nabi Muhammad SAW atas tuntunan dan ajarannya sehingga penulis mampu menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. dr. H. Ardi Pramono, Sp. An., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. drg. Hastoro Pintadi, Sp. Pros., selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. drg. Iwan Dewanto, MMR., selaku dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah ini yang penuh kesabaran memberikan bimbingan dan arahan untuk penulis dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah serta dosen penguji drg. Sri Utami, MPH dan drg. Afina Hasnasari H.

5. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan pengarahan dan dukungan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

6. Seluruh dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

7. Kedua orang tua saya, Bapak Suhadak dan Ibu Juju Jamilah yang senantiasa selalu memberikan dukungan, semangat dan doa yang tulus pada penulis demi kelancaran penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

(7)

vi

9. Witri Setiatuti dan Pepi Sukma Marindra, teman seperjuangan Karya Tulis Ilmiah yang selalu membantu dan memeberi semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Sahabat-sahabat terdekat saya, Sovia Raras Ati, Juwita Tiara, Shofiati Try Handayani, Nabila Yusaf, Richa Fitriastuti, Ismi Dea Nurintan, Megawati dan Rosyida Ainun Nisak yang selalu memberikan semangat dan doa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

11. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Dokter Gigi 2012 yang selalu saling mendukung dan menyemangati dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

12. Semua pihak yang telah banyak menbantu dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih sangat sederhana dan terdapat banyak kekurangan sehingga diperlukan kritik dan saran untuk perbaikannya. Akhirnya, penulis berharap Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang ilmu kedokteran gigi dan bagi semua pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yogyakarta, 8 Maret 2016

(8)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

B. Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Keaslian Penelitian... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 10

A. Telaah Pustaka... 10

1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)... 10

2. Pelayanan JKN di Bidang Kedokteran Gigi... 12

3. Hambatan... 15

4. Puskesmas Kabupaten Bantul... 20

B. Landasan Teori... 21

C. Kerangka Konsep... 24

D. Pertanyaan Penelitian... 25

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 26

A. Jenis Penelitian... 26

B. Populasi dan Subjek Penelitian... 26

C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi... 27

D. Lokasi dan Waktu Penelitian... 27

E. Variabel Penelitian... 27

F. Definisi Operasional... 28

G. Instrumen Penelitian... 28

H. Jalannya Penelitian... 32

I. Alur Penelitian... 34

J. Uji Validitas dan Reliabilitas... 34

K. Analisa Data... 38

L. Etika Penelitian... 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 40

A. Hasil Penelitian... 40

1. Gambaran Karakteristik Responden... 40

2. Gambaran Distribusi Frekuensi Persepsi Hambatan Dokter Gigi. 42 3. Gambaran Persepsi Hambatan Dokter Gigi... 48

(9)

viii

B. Pembahasan... 53

1. Gambaran Hambatan Dokter Gigi Dalam Memberikan Pelayanan Era Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kabupaten Bantul... 53

2. Faktor Hambatan yang Memiliki Nilai Tertinggi Bagi Dokter Gigi Dalam Memberikan Pelayanan Era Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kabupaten Bantul... 63

3. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional... 66

4. Gambaran Kesesuaian Persepsi dengan Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional... 68

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 71

A. Kesimpulan... 71

B. Saran... 71 DAFTAR PUSTAKA

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Penilaian Kuesioner Persepsi... 29 Tabel 2. Penilaian Kategori Persepsi Hambatan Dokter Gigi... 30 Tabel 3. Hasil Uji Validitas Kuesioner Persepsi Hambatan Dokter Gigi Era

Jaminan Kesehatan Nasional... 36 Tabel 4. Hasil Uji Validitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi

Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional... 37 Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Persepsi Hambatan Dokter Gigi... 38 Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi

Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional... 38 Tabel 7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Dalam

Variabel Kapitasi (Favorable)... 42 Tabel 8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Dalam

Variabel Sarana Kesehatan Gigi (Favorable)... 43 Tabel 9. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Dalam

Variabel Sarana Kesehatan Gigi (Unfavorable)... 43 Tabel 10. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Dalam

Variabel Paket Manfaat (Favorable)... 44 Tabel 11. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Dalam

Variabel Paket Manfaat (Unfavorable)... 45 Tabel 12. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Dalam

Variabel Beban Kerja (Favorable)... 46 Tabel 13. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Berdasarkan Variabel

Managed Care... 47 Tabel 14. Gambaran Persepsi Hambatan Dokter Gigi... 48 Tabel 15. Distribusi Frekuensi Penilaian Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi

Berdasarkan Komponen Paradigma Sehat... 49 Tabel 16. Distribusi Frekuensi Penilaian Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi

Berdasarkan Komponen Menejemen Kapitasi... 50 Tabel 17. Distribusi Frekuensi Penilaian Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi

Berdasarkan Komponen Sistem Paket Manfaat... 51 Tabel 18. Distribusi Frekuensi Penilaian Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep... 24

Gambar 2. Alur Penelitian... 34

Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 40

(12)
(13)

effectiveness. The aim of this study is to overview the obstacles of dentist as provider to provide dental health services in era of JKN at public health center (Puskesmas) in Bantul district.

Methods : Research method of this study was observational descriptive with cross-sectional. The research subjects were all dentist who work at public health center in Bantul district by using total sampling technique. This research performed at public health center in Bantul district on August until September 2015. Instruments of this study were questionnaire of perception and questionnaire of knowledge. The data were analyzed using descriptive statistic method with frequency and mean distribution.

Result : Result showed that dentist’s obstacle in capitation (77%), workload (60%), benefit package (17%) and dental health facilities (11%). Result of dentist’s knowledge about JKN found that respondent had good knowledge (89%), moderate (11%) and there was no respondent had bad knowledge.

Conclusion : It can be concluded that capitation and workload are obstacles for dentist to provide dental health services in era national health insurance (JKN) at public health center in Bantul district. Capitation has highest score as an obstacle. The dentist’s knowledge about JKN is mostly good.

(14)

pelayanan kesehatan yang lebih baik, terstruktur serta terkendalinya mutu dan biaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Kabupaten Bantul.

Metode : Penelitian ini merupakan observasional deskriptif dengan desain cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah seluruh dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul dengan teknik penentuan sampel total sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2015 di Puskesmas Kabupaten Bantul. Instrumen penelitian berupa kuesioner persepsi dan kuesioner pengetahuan. Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif berupa distribusi frekuensi dan distribusi rata-rata.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul era JKN pada besaran kapitasi (77%), beban kerja (60%), paket manfaat (17%) dan sarana kesehatan gigi (11%). Hasil penilaian pengetahuan dokter gigi mengenai sistem JKN didapatkan bahwa responden memiliki pengetahuan baik (89%), cukup (11%) dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan kurang.

Kesimpulan : Hambatan dokter gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut era JKN di Puskesmas Kabupaten Bantul adalah besaran kapitasi dan beban kerja dengan besaran kapitasi sebagai hambatan dengan nilai tertinggi. Tingkat pengetahuan dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul mengenai sistem JKN sebagian besar baik.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia telah dirintis sejak lama. Upaya ini sesuai dengan cita-cita bangsa yang teramanat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum. Salah satu usaha tersebut berupa penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Kemenkes, 2013). Usaha pemerintah dalam berupaya menyampaikan amanat, yaitu dalam hal ini adalah menjamin kesehatan yang adil dan merata sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa : 58 yang artinya : “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baiknya yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa : 58).

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang besifat wajib (mandatory) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (Khariza, 2015). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sendiri dibagi menjadi dua yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Program JKN dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan (Agnifa, 2015). Jaminan

(16)

Kesehatan Nasional (JKN) memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap peserta yang telah membayar iuran atau iuran tersebut dibayarkan oleh Pemerintah. Asuransi kesehatan ini memberi kepastian pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan (sustainabilitas) dan dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia (portabilitas). Pemerintah mewajibkan asuransi kesehatan ini dengan harapan seluruh masyarakat mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2013).

Pelaksanaan jaminan kesehatan yang dilaksanakan secara universal tidak hanya mengenai pembiayaan kesehatan, namun juga harus mencakup semua komponen agar program dapat diimplementasikan dengan baik. Komponen sistem kesehatan tersebut adalah sistem pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, teknologi kesehatan, sistem informasi, mekanisme jaminan kualitas pelayanan, manajemen program dan peraturan perundang-undangan (WHO, 2014). Puskesmas yang merupakan salah satu fasilitas kesehatan strata satu dijadikan ujung tombak pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (Naiborhu, 2012).

(17)

binaannya (BPJS Kesehatan, 2014a). Pelayanan primer ini menitikberatkan pada upaya pemeliharaan, pencegahan dan peningkatan kualitas hidup selain juga pengobatan dan pemulihan. Pelayanan kesehatan sekunder merupakan rujukan pada fasilitas kesehatan lanjutan dari pelayanan primer di fasilitas kesehatan tingkat pertama (BPJS Kesehatan, 2014b).

Berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional mulai tanggal 1 Januari 2014 menjadi tantangan bagi praktisi kesehatan temasuk Dokter Gigi, karena diharapkan pelayanan kesehatan menjadi lebih baik, terstruktur serta terkendalinya mutu dan biaya. Dokter gigi sebagai salah satu penyedia layanan jasa kesehatan dalam JKN harus mempersiapkan diri agar pelayanan kesehatan terutama pelayanan primer dapat dirasakan manfaatnya. Perubahan mekanisme pelayanan JKN khususnya di bidang kedokteran gigi, harus diiringi penyesuaian diri dokter gigi berdasarkan kriteria pelayanan jasa kesehatan yang ditetapkan dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (Dewanto dan Lestari, 2014).

(18)

kesehatan primer serta pengetahuan peserta maupun tenaga medis mengenai prosedur pelayanan JKN seperti yang tercantum dalam pemberitaan media massa elektronik Jamkesindonesia (2015).

Terkait permasalahan rendahnya kapitasi, sebelumnya masalah ini pernah disinggung oleh pihak Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). Biaya kapitasi dokter gigi dinilai terlalu kecil dibanding perhitungan kapitasi yang dilakukan PDGI. Pelayanan kedokteran gigi memang dapat berjalan dengan biaya kapitasi yang telah ditetapkan, namun mutu pelayanan tidak dapat terjamin. Ditambah lagi biaya kapitasi tersebut juga dialokasikan untuk usaha promotif dan preventif. Keterbatasan biaya kapitasi ini dapat menyebabkan usaha promotif dan preventif yang menjadi ujung tombak pelaksanaan JKN tidak terlaksana secara maksimal (Widiyani, 2014).

(19)

Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima Kabupaten yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan luas wilayah seluruhnya mencapai 506,9 km2 dan merupakan 15,91% dari seluruh luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administratif Kabupaten Bantul terdiri atas 17 kecamatan, yang terdiri dari 75 desa dan 933 dusun. Kepadatan penduduk di Kabupaten Bantul rata-rata 1.852 orang per km2. Kontur geografis meliputi dataran rendah dan perbukitan. Kabupaten Bantul tergolong wilayah yang rawan bencana alam, seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, tsunami dan bencana akibat dampak letusan gunung Merapi. Kabupaten Bantul memiliki 27 puskesmas terdiri dari 16 puskesmas rawat inap dan 11 puskesmas non rawat inap dengan 42 orang dokter gigi (Dinkes Kabupaten Bantul, 2014).

(20)

Semenjak diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada awal tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah kunjungan pasien ke puskesmas Kabupaten Bantul. Peningkatan ini mencapai 70% di banding tahun sebelumnya. Tercatat pada tahun 2012 yang lalu, ada 867.257 orang yang berkunjung dan memeriksakan diri ke puskesmas. Kunjungan pasien pada tahun 2013 meningkat menjadi 976.277 orang dan 2014 yang lalu terjadi peningkatan signifikan sampai 70% lebih karena tingkat kunjungannya mencapai angka 1.159.584 orang. Peningkatan jumlah kunjungan pasien ini disebabkan adanya sistem rujukan berjenjang yang diterapkan dalam era JKN, dengan peningkatan tersebut tanggung jawab fasilitas kesehatan tingkat pertama meningkat sehingga tenaga medis perlu mempersiapkan diri untuk tetap memberikan upaya kesehatan yang optimal (Linangkung, 2015).

Berdasarkan berbagai uraian diatas, peneliti ingin mengetahui gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Kabupaten Bantul.

B. Perumusan Masalah

(21)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Kabupaten Bantul.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui hambatan yang memiliki nilai tertinggi bagi dokter gigi dalam memberikan pelayanan era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di puskesmas Kabupaten Bantul

b) Mengetahui gambaran pengetahuan dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul mengenai sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas

Penelitian ini dapat menjadi informasi mengenai hambatan yang dihadapi dokter gigi pada Puskesmas tersebut dalam pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional.

2. Bagi dokter gigi

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam melaksanakan pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional.

3. Bagi ilmu pengetahuan

(22)

4. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai Jaminan Kesehatan Nasional.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian tersebut antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Khariza (2015) dengan judul Program Jaminan Kesehatan Nasional : Studi Deskriptif Tentang Faktor-Faktor yang dapat Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada tujuan penelitian, metode penelitian dan cara pengumpulan data.

2. Penelitian oleh Geswar dkk. (2014) dengan judul Kesiapan Stakeholder dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Gowa. Persamaan dengan penelitian ini adalah meniliti mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tujuan penelitian, metode penelitian dan cara pengumpulan data.

(23)
(24)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) a. Pengertian JKN

Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia merupakan pengembangan dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional ini melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Program ini bertujuan agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes, 2013). Jaminan Kesehatan yang bersifat universal dimaksudkan agar semua orang dapat menerima pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa mengalami kesulitan keuangan saat membayar jasa tersebut (WHO, 2014).

b. Penyelenggara JKN

(25)

merupakan suatu badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan SJSN dan bertujuan agar jaminan kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya dapat terpenuhi. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan serentak diseluruh Indonesia mulai 1 Januari 2014. c. Sistem Pembiayaan JKN

Menurut Peraturan Presiden No.12 pasal 16 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan, pembiayaan JKN berasal dari iuran peserta, pemberi kerja, dan atau Pemerintah untuk program jaminan kesehatan yang dibayarkan secara teratur. Pembayaran dilakukan oleh BPJS Kesehatan dengan sistem kapitasi untuk fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan sistem Indonesia Case Based Groups (INA CBG’s) untuk fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mempunyai wewenang untuk melakukan pembayaran dengan cara lain, jika tidak memungkinkan pembayaran secara kapitasi pada daerah dengan kondisi geografis tertentu.

(26)

adalah sebesar Rp. 2.000,- per orang per bulan. Tarif kapitasi puskesmas yang memiliki dokter gigi ditetapkan Rp. 6.000,- per orang per bulan.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 32 tahun 2014 jasa pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP) adalah sekurang-kurangnya 60% dari total dana kapitasi JKN dan sisanya dimanfaatkan untuk biaya operasional. Pembagian jasa pelayanan kesehatan menurut pertimbangan jenis ketenagaan dan/atau jabatan dan kehadiran.

d. Prosedur pelayanan JKN

Peserta pertama-tama datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Pasien yang membutuhkan rujukan ke tingkat lanjutan, harus mendapatkan rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam kondisi kegawatdaruratan medis (Jamsosindonesia, 2013).

2. Pelayanan JKN di Bidang Kedokteran Gigi a. Pengertian dan jenis pelayanan kedokteran gigi

(27)

tujuan untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut setiap individu dalam keluarga binaannya. Pelayanan kedokteran gigi pada strata sekunder merupakan pelayanan tingkat lanjutan yang diberikan berdasarkan rujukan dari pelayanan primer atau tingkat pertama (BPJS Kesehatan, 2014a).

b. Prinsip pelayanan kedokteran gigi primer

Menurut BPJS Kesehatan (2014a) penyelenggaraan pelayanan primer kedokteran gigi berdasarkan pada prinsip :

1) Kontak pertama (first contact)

Dokter gigi harus berperan sebagai kontak pertama. Pasien yang memiliki masalah kesehatan gigi dan mulut pertama kali menemui dokter gigi untuk memberikan pelayanan kesehatan. 2) Layanan bersifat pribadi (personal care)

Dokter gigi membina hubungan yang baik dengan pasien dan seluruh keluarganya. Dokter gigi harus memahami masalah kesehatan gigi dan mulut pasien secara luas.

3) Pelayanan paripurna (comprehensive)

(28)

4) Paradigma sehat

Dokter gigi dituntut mampu mendorong masyarakat dapat bersikap mandiri. Dokter gigi harus memotivasi masyarakat untuk menjaga kesehatan mereka sendiri dan keluarga.

5) Pelayanan berkesinambungan (continous care)

Pelayanan primer diharapkan menjadi media terbinanya pelayanan yang berkesinambungan. Dokter gigi dalam pelayanan primer perlu membina hubungan dengan pasien yang berlangsung jangka panjang dan berkesinambungan dalam tahap kehidupan pasien.

6) Koordinasi dan kolaborasi

Dokter gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama perlu berkonsultasi dengan disiplin ilmu lain atau merujuk ke dokter gigi spesialis. Dokter gigi perlu memberi informasi kepada pasien dalam mengatasi masalah.

7) Family and community oriented

Dokter gigi di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam menangani masalah pasien perlu mempertimbangkan kondisi pasien terhadap keluarga. Dokter gigi juga perlu meninjau pengaruh sosial budaya sekitarnya.

(29)

Pelayanan primer di bidang kedokteran gigi dilakukan oleh dokter gigi yang ada di Puskesmas, klinik maupun praktek perorangan. Pelayanan kedokteran gigi sekunder dilakukan oleh dokter gigi spesialis atau subspesialis pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjutan (BPJS Kesehatan, 2014a).

d. Cakupan pelayanan kedokteran gigi

Menurut Dewanto dan Lestari (2014) pelayanan kedokteran gigi yang tercakup dalam JKN antara lain :

1) Konsultasi

2) Pencabutan gigi sulung 3) Pencabutan gigi permanen

4) Tumpatan dengan Resin Komposit (tumpatan sinar) 5) tumpatan dengan semen ionomer kaca

6) Pulp capping (proteksi pulpa) 7) Kegawatdaruratan oro-dental

8) Scaling (pembersihan karang gigi) satu kali per tahun 9) Premedikasi/pemberian obat

10) Protesa gigi (gigi tiruan lengkap maupun sebagian dengan ketentuan yang diatur tersendiri)

3. Hambatan

a. Jenis hambatan

(30)

1) Hambatan yang bersumber pada kemampuan organisasi

Hambatan ini berasal dari kelemahan internal suatu organisasi yang menjalankan program. Hambatan dapat berasal dari keterbatasan sumber daya manusia yang melaksanakan, fasilitas yang tersedia hingga dana yang dibutuhkan.

2) Hambatan yang terjadi pada lingkungan

Hambatan ini berasal dari luar organisasi penyelenggara program. Hambatan ini berupa hambatan dari alam (iklim, geografis), hambatan dari masyarakat (tingkat pendidikan, budaya dan antusiasme terhadap program) serta kendala yang berasal dari tanggung jawab sektor lain (pendidikan, pembangunan ekonomi dan Pekerjaan Umum).

b. Hambatan pelayanan dokter gigi dalam JKN 1) Faktor eksternal hambatan

Faktor eksternal berasal dari luar suatu organisasi. Faktor eksternal dapat berupa keadaan geografis lingkungan sekitar, tingkat pendidikan dan budaya masyarakat serta sektor lain yang mempengaruhi pelayanan kesehatan (Muninjaya, 2004).

2) Faktor internal hambatan

(31)

unsur implementasi, seperti sistem kapitasi, standarisasi obat dan bahan medis, ketersediaan fasilitas pada pelayanan kesehatan primer serta pengetahuan peserta maupun tenaga medis mengenai prosedur pelayanan JKN (Jamkesindonesia, 2015). Benefit package yang tidak jelas dan rinci dapat pula menjadi hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Dewanto dan Lestari, 2014).

Berdasarkan faktor-faktor internal hambatan diatas maka hambatan pelayanan kesehatan era JKN antara lain:

a) Besaran kapitasi

Budi (2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sistem pembiayaan dengan kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan yang diterima pasien dengan jaminan kesehatan lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang membayar langsung jasa pelayanan kesehatan. Menurut Grumbach, dkk. (1998 Cit. Hendrartini, 2008) pembayaran dengan sistem kapitasi dapat menurunkan kualitas pelayanan kesehatan. Sistem kapitasi dianggap sebagai pembatasan dalam pelayanan sehingga akan berpengaruh pada pengobatan pasien yang menjadi kurang optimal.

b) Sarana kesehatan gigi

(32)

mencapai maksud atau tujuan, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang menjadi penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Keterbatasan sarana fasilitas pelayanan strata satu dapat menghambat jalannya pelayanan kesehatan termasuk sistem rujukan. Kasus yang seharusnya dapat ditangani di fasilitas pelayanan primer harus dirujuk karena sarana kesehatan gigi yang kurang memadai (Jamkesindonesia, 2015). Keterbatasan sarana kesehatan gigi ditemukan di beberapa puskesmas di Indonesia. Ketersediaan obat-obatan dan bahan habis pakai yang digunakan oleh dokter di Puskesmas Kota Ternate dikategorikan sering terkendala adanya keterlambatan yang menyebabkan kekosongan stok. Ketersediaan fasilitas dan alat kesehatan medis masih kurang mencukupi dibandingkan menurut Pedoman Sistem Rujukan Nasional (Ali dkk., 2015). Sarana prasarana di fasilitas pelayanan kesehatan Kabupaten Gowa juga belum memadai terutama alat-alat kesehatan (Geswar dkk., 2014).

c) Paket manfaat

(33)

package yang jelas dan rinci mengenai jenis pelayanan kesehatan yang akan diberikan bisa berakibat pada salah penafsiran oleh pemberi pelayanan kesehatan (provider) dan menyulitkan verifikasi ( Iwan dkk., 2008).

d) Beban kerja provider

Menurut Goetz dkk. (2013 Cit. Dharmayudha, 2015) Beban kerja yang berlebih akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang akan diberikan. Pernyataan ini juga didukung oleh Shah dkk. (2011 Cit. Dharmayudha, 2015) yang menyatakan bahwa beban kerja memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja pekerja, beban kerja yang tinggi harus sesuai dengan kemampuan dan potensi pekerja untuk menghindari stres.

e) Tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai JKN

(34)

status kesehatan gigi dan mulut masyarakat, sehinggga upaya preventif dan promotif yang dilakukan menjadi tepat dan sesuai kondisi yang ada. Dokter gigi juga perlu mengerti mengenai administrasi dan keuangan yaitu berupa data utilisasi yang menjadi acuan nilai kapitasi sehingga dapat dilakukan revisi untuk peningkatan jumlah kapitasi setiap 2 tahun sekali sesuai dengan Peraturan Presiden No.12 tahun 2013 (Dewanto, 2013).

4. Puskesmas Kabupaten Bantul

Puskesmas dalam Permenkes No. 75 Tahun 2004 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan yang lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama dan menjadi ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Puskesmas bertugas melaksanakan sebagian tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang menjadi penanggung jawab utama untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah Kabupaten atau Kota (Hartono, 2010).

(35)

puskesmas Kabupaten Bantul. Besarnya jumlah kasus yang terjadi ini mnunjukkan kebutuhan pelayanan kuratif masih tinggi. Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) sudah dilaksanakan di seluruh SD dan MI di Kabupaten Bantul dengan kegiatan berupa sikat gigi massal. Hasil pemeriksaan pada seluruh siswa didapatkan bahwa 46,46% siswa masih memerlukan perawatan. Persentase ini menunjukkan bahwa upaya promotif dan belum membuahkan hasil yang maksimal.

Menurut Linangkung (2015) Peningkatan jumlah kunjungan pasien terjadi pada awal tahun 2014 di puskesmas Kabupaten Bantul. Peningkatan signifikan ini terjadi dua tahun berturut-turut dari tahun 2012 dan terjadi lonjakan hingga 70% pada tahun 2014. Bertambahnya jumlah kunjungan pasien ke puskesmas tentu akan menambah beban kerja tenaga medis termasuk dokter gigi sehingga berpotensi mempengaruhi mutu pelayanan yang diberikan.

B. Landasan Teori

Pemerintah senantiasa berupaya memenuhi jaminan kebutuhan dasar hidup yang layak bagi masyarakat, salah satunya adalah kesehatan. Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Jaminan kesehatan itu diwujudkan dengan lahirnya program Jaminan Kesehatan Nasional.

(36)

yang tidak mampu maka iuran akan ditanggung oleh pemerintah. Jaminan kesehatan ini bertujuan agar masyarakat dapat menerima pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa kesulitan keuangan untuk membayarnya. Pelayanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional di bagi menjadi 3 struktur layanan yaitu pelayanan primer, sekunder dan tersier. Dokter gigi dalam sistem ini memberi pelayanan pada strata primer dan sekunder. Dokter gigi dalam pelayanan primer tidak hanya melakukan pelayanan berupa pengobatan (kuratif), tetapi juga memberikan tindakan pemeliharaan dan pencegahan masalah kesehatan berupa preventif dan promotif. Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut masyarakat dengan menerapkan paradigma sehat di masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan primer. Puskesmas memiliki peran penting dalam mensosialisasikan paradigma sehat di masyarakat khususnya di wilayah kerjanya. Peranan penting ini menjadikan puskesmas menjadi ujung tombak keberhasilan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.

Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan dan memiliki 27 puskesmas. Dua puluh tujuh puskesmas tersebut terdiri dari 16 puskesmas rawat inap dan 11 puskesmas non rawat inap. Jumlah dokter gigi yang bekerja di Puskesmas Kabupaten Bantul sebanyak 42 orang.

(37)

Hambatan dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut oleh dokter gigi dapat bersumber faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain besaran tarif kapitasi, sarana kesehatan gigi, paket manfaat, beban kerja dan tingkat pengetahuan, sedangkan faktor eksternal antara lain tingkat pengetahuan masyarakat, kondisi geografis dan demografi penduduk setempat.

(38)

C. Kerangka Konsep

(39)

D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Kabupaten Bantul ?

2. Apakah hambatan yang memiliki nilai tertinggi bagi dokter gigi dalam memberikan pelayanan era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di puskesmas Kabupaten Bantul ?

(40)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan desain penelitian cross-sectional dan pengumpulan data secara kuantitatif. Observasional deskriptif adalah penelitian dengan pengamatan langsung bertujuan untuk menjelaskan atau memaparkan suatu fenomena. Desain penelitian cross-sectional merupakan jenis penelitian dengan pengukuran atau observasi variabel hanya satu kali dan dalam suatu waktu (Nursalam, 2008).

B. Populasi dan Subyek Penelitian 1. Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah dokter gigi yang bekerja di 27 Puskesmas di wilayah Kabupaten Bantul yang berjumlah 42 orang.

2. Subyek

(41)

C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 1. Kriteria inklusi

a) Dokter gigi yang bekerja di poli gigi Puskesmas Kabupaten Bantul b) Dokter gigi yang berperan sebagai dokter gigi fungsional

c) Dokter gigi yang memiliki lama kerja minimal 1 tahun

d) Puskesmas tempat bekerja dokter gigi telah menjalin kontrak kerjasama dengan BPJS

2. Kriteria eksklusi

a) Dokter gigi yang menolak menjadi responden

b) Dokter gigi yang cuti dalam jangka waktu lama atau adanya penyebab lain sehingga tidak dapat masuk kerja ketika penelitian berlangsung

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kabupaten Bantul pada bulan Agustus sampai September tahun 2015.

E. Variabel Penelitian 1. Variabel penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah hambatan dokter gigi dalam memberikan pelayanan era JKN dan tingkat pengetahuan dokter gigi tentang sistem JKN.

2. Variabel terkendali a) Dokter gigi yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR)

(42)

c) Dokter gigi yang berdomisili di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

3. Variabel tak terkendali a) Umur

b) Jenis kelamin c) Tipe puskesmas

F. Definisi Operasional 1. Hambatan

Hambatan yang dimaksud pada penelitian ini adalah hambatan-hambatan dokter gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas di era JKN. Hambatan dokter gigi diukur menggunakan kuesioner persepsi hambatan dokter gigi dengan skala interval.

2. Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan pada peneitian ini adalah tingkat pengetahuan dokter gigi di puskesmas mengenai prosedur dan cakupan pelayanan JKN bidang kedokteran gigi. Tingkat pengetahuan diukur menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan dokter gigi dengan skala interval.

G. Instrumen Penelitian

(43)

dijawab oleh responden (Sugiyono, 2011). Kuesioner dibuat oleh peneliti berdasarkan variabel-variabel yang telah diidentifikasi sebelumnya sebagai faktor-faktor hambatan pelayanan JKN di bidang kedokteran gigi. Faktor-faktor tersebut adalah besaran kapitasi, sarana kesehatan gigi, paket manfaat, beban kerja, managed care (variabel kontrol) dan pengetahuan dokter gigi tentang JKN. Kuesioner pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Kuesioner persepsi

Kuesioner persepsi berisi 18 butir pernyataan yang terdiri dari 4 butir pernyataan mengenai besaran kapitasi, 4 butir pernyataan mengenai sarana kesehatan gigi, 4 butir penyataan mengenai paket manfaat, 4 butir penyataan mengenai beban kerja dan 2 butir penyataan mengenai managed care sebagai variabel kontrol. Kuesioner persepsi terdiri dari pernyataan favorable dan unfavorable dengan skala Likert 1-4. Skala pengukuran data pada kuesioner persepsi adalah skala interval. Penilaian pernyataan favorable dan unfavorable dalam kuesioner persepsi adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Skor Penilaian Kuesioner Persepsi Pilihan jawaban

kuesioner persepsi

Jenis pertanyaan

Favorable Unfavorable

Sangat Tidak Setuju 1 4

Tidak Setuju 2 3

Setuju 3 2

(44)

Menurut Sutrisno Hadi (1981) penentuan dalam klasifikasi skor, mengolah dan menganalisis data, menggunakan rumus interval yaitu : kategori menghambat dan kategori tidak menghambat. Penilaian untuk menentukan kategori hambatan pada kuesioner persepsi hambatan dokter gigi yaitu sebagai berikut.

Tabel 2. Penilaian Kategori Persepsi Hambatan Dokter Gigi Variabel Nilai

(45)

kuesioner persepsi adalah 1 dan terbesar adalah 4, sehingga perhitungannya :

Nilai Terendah (NR) = jumlah pertanyaan x skor terkecil = 4 x 1 = 4

Nilai Tertinggi (NT) = jumlah pertanyaan x skor terbesar = 4 x 4 = 16

Sehingga perhitungan rumus kategori hambatan untuk semua variabel hambatan adalah sebagai berikut :

Berdasarkan hasil dari perhitungan rumus diatas maka nilai tiap responden masuk dalam kategori tidak menghambat jika nilai responden antara 4-10 dan kategori menghambat jika nilai responden antara 11-16.

2. Kuesioner pengetahuan

(46)

sedangkan yang salah bernilai 0. Skala pengukuran data pada kuesioner pengetahuan adalah skala interval.

Menurut Arikunto (2006) pengetahuan dapat dikategorikan menjadi 3 tingkatan yaitu kategori baik jika subyek menjawab dengan benar ≥ 75% dari seluruh pertanyaan, kategori cukup jika subjek

menjawab dengan benar 56%-74% dari seluruh pertanyaan dan kategori kurang jika subjek menjawab ≤ 55% dari seluruh jawaban.

Jumlah persentase dalam pengolahan data kuesioner pengetahuan dapat diketahui dengan rumus :

Keterangan : P = Besarnya persentase F = Jumlah alternatif jawaban

N = Jumlah antar item dan responden

H. Jalannya Penelitian 1. Tahap persiapan

a. Berkonsultasi kepada dosen pembimbing mengenai judul dan objek penelitian serta hal-hal yang berhubungan dengan penelitian b. Pembuatan proposal penelitian

c. Membuat kuesioner penelitian dan informed consent 2. Tahap pra penelitian

(47)

b. Mengurus surat ethical clearance

c. Melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Uji ini dilakukan pada 40 orang subjek yaitu dokter gigi yang berasal dari Puskesmas Kota Yogyakarta, Puskesmas Kabupaten Sleman dan Puskesmas Kabupaten Kulon Progo yang memiliki karakteristik sama dengan responden dalam penelitian.

3. Tahap penelitian

Kuesioner diberikan kepada dokter gigi yang berada di 27 Puskesmas di Kabupaten Bantul yang juga telah disertai informed consent. Sebanyak 35 orang dokter gigi mengisi kuesioner dan informed consent. Terdapat satu orang responden gugur karena sedang cuti dalam jangka waktu yang lama saat penelitian berlangsung.

4. Tahap analisis data

Peneliti menganalisis data menggunakan bantuan software. 5. Tahap kesimpulan

(48)

I. Alur Penelitian

Gambar 2. Alur Penelitian

J. Uji Validitas dan Reliabilitas

Riwidikdo (2012) menyatakan untuk melakukan uji validitas dapat dilakukan dengan mengukur korelasi antara butir-butir pernyataan dengan skor pernyataan keseluruhan. Penghitungan uji validitas dapat dilakukan menggunakan korelasi pearson product moment (r). Uji reliabilitas dapat menggunakan model Cronbach’s Alpha. Peneliti menggunakan analisis

Tahap Persiapan

Membuat proposal penelitian dan membuat instrumen penelitian

Tahap Pra-Penelitian

Membuat perijinan penelitian serta uji validitas dan reliabilitas kuesioner

Tahap Analisis Data

Menganalisis data menggunakan bantuan software Tahap Penelitian

Memberikan kuesioner kepada 35 orang dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul

Tahap Kesimpulan

(49)

software untuk memudahkan dalam menghitung uji validitas dan reliabilitas.

Sebelum dilakukan penelitian, instrumen penelitian ini yaitu kuesioner persepsi dan kuesioner pengetahuan di uji validitas dan reliabilitasnya. Peneliti melakukan uji coba kuesioner kepada 40 orang responden diluar dari subjek penelitian. Responden uji coba instrumen terdiri dari 12 dokter gigi Puskesmas Kota Yogyakarta, 16 dokter gigi Puskesmas Kabupaten Sleman dan 12 dokter gigi Puskesmas Kabupaten Kulon Progo.

1. Uji validitas

(50)
(51)

Tabel 4. Hasil Uji Validitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

Variabel Pertanyaan/

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa hasil uji validitas kuesioner pengetahuan dokter gigi tentang sistem jaminan kesehatan nasional terdapat 3 butir pernyataan yang tidak valid karena memiliki nilai rhitung kurang dari 0,312 dan nilai signifikan lebih besar dari 0,05. Tiga butir penyataan tersebut adalah butir 4, 5 dan 7. Ketiganya dinyatakan tidak valid dan dikeluarkan dari kuesioner pengetahuan, sehingga terdapat 15 butir penyataan yang dinyatakan valid.

2. Uji reliabilitas

(52)

nilai Cronbach’s Alpha > 0,7, namun nilai 0,6 – 0,7 dapat diterima untuk bisa dinyatakan reliabel (Latan dan Temalagi, 2013).

Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Persepsi Hambatan Dokter Gigi Era Jaminan Kesehatan Nasional

Jumlah butir pernyataan Cronbach's Alpha

22 0,769

Hasil uji reliabilitas 22 butir dalam kuesioner persepsi hambatan dokter gigi menunjukkan nilai alpha 0,769. Nilai Cronbach’s Alpha ini lebih besar dari 0,7 sehingga kuesinoer dinyatakan reliabel.

Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

Jumlah butir pernyataan Cronbach's Alpha

18 0,675

Hasil uji reliabilitas 18 butir dalam kuesioner pengetahuan dokter gigi menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha 0,675. Berdasarakan nilai Cronbach’s Alpha ini maka kuesinoer dapat dinyatakan reliabel karena nilai Cronbach’s Alpha 0,6 – 0,7 dapat diterima untuk bisa dinyatakan reliabel.

K. Analisa Data

(53)

L. Etika Penelitian

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

a. Karakteristik responden berdasarkan usia

Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dikelompokkan seperti pada Gambar 3 :

T

Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Gambar 3 menunjukkan bahwa usia responden paling banyak adalah 46-55 sebanyak 11 orang (31%) dan kelompok usia yang paling sedikit adalah 56-65 sebanyak 5 orang (14%).

29%

26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 56-65 tahun

(55)

b. Karakteristik responden berdasarkan tipe puskesmas

Karakteristik responden berdasarkan tipe puskesmas dapat dikelompokkan seperti pada Gambar 4 :

Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tipe Puskesmas

Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa responden yaitu dokter gigi paling banyak bekerja di puskesmas rawat inap sebanyak 21 orang (60%).

Rawat Inap 60% Non Rawat

(56)

2. Gambaran Distribusi Frekuensi Persepsi Hambatan Dokter Gigi

a. Gambaran persepsi hambatan dokter gigi berdasarkan variabel kapitasi

Gambaran persepsi hambatan dokter gigi berdasarkan variabel kapitasi dapat dilihat pada Tabel 7 :

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Variabel Kapitasi (Favorable)

(57)

(49%) dan sangat setuju (51%) bahwa perlu adanya peningkatan besaran kapitasi.

b. Gambaran persepsi hambatan dokter gigi berdasarkan variabel sarana kesehatan gigi

Gambaran persepsi hambatan dokter gigi berdasarkan variabel sarana kesehatan gigi dapat dilihat melalui tabel berikut : Tabel 8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Variabel Sarana Kesehatan Gigi (Favorable)

Butir pertanyaan

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa responden menjawab setuju (74,3%) dan sangat setuju (9%) bahwa dokter gigi merasa peralatan scalling yang ada kurang mendukung dalam mengurangi beban pekerjaan mereka.

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Variabel Sarana Kesehatan Gigi (Unfavorable)

(58)

Tabel 9 menunjukkan bahwa dokter gigi menjawab setuju (60%) ketersedian obat-obatan dan bahan habis pakai sudah memadai. Dokter gigi menyatakan setuju (74%) bahwa ketersediaan peralatan untuk melakukan tindakan tumpatan sudah memadai. Dokter gigi menyatakan setuju (86%) dan sangat setuju (3%) bahwa ketersediaan peralatan untuk melakukan pencabutan gigi sudah memadai.

c. Gambaran persepsi hambatan dokter gigi berdasarkan variabel paket manfaat

Gambaran persepsi hambatan dokter gigi berdasarkan variabel paket manfaat pada jenis pertanyaan favorable dapat dilihat seperti Tabel 10 :

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada PertanyaanVariabel Paket Manfaat (Favorable) JKN dan dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat

(59)

tingkat lanjutan belum jelas. Responden menyatakan tidak setuju (51%) dan sangat tidak setuju (3%) bahwa jenis-jenis tindakan yang dijamin oleh JKN pada fasilitas kesehatan tingkat pertama belum memenuhi kebutuhan masyarakat.

Gambaran persepsi hambatan dokter gigi berdasarkan variabel paket manfaat pada jenis pertanyaan unfavorable dapat dilihat seperti Tabel 11 :

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Variabel Paket Manfaat (Unfavorable)

Butir pertanyaan

(60)

d. Gambaran persepsi hambatan dokter gigi berdasarkan variabel beban kerja

Gambaran persepsi hambatan dokter gigi berdasarkan variabel beban kerja dapat dilihat pada Tabel 12 :

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Variabel Beban Kerja (Favorable)

(61)

(26%) bahwa semenjak era JKN pasien lebih banyak menuntut akan pelayanan kesehatan yang lebih baik.

e. Gambaran distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan variabel kontrol mengenai managed care era JKN

Gambaran distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan variabel kontrol mengenai managed care era JKN dapat dilihat dari Tabel 13 :

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Pertanyaan Dalam Variabel Managed Care

Butir pertanyaan

(62)

semakin baik semenjak era JKN memotivasi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik lagi.

3. Gambaran Persepsi Hambatan Dokter Gigi

Jumlah pertanyaan semua variabel hambatan yaitu kapitasi, sarana kesehatan gigi, paket manfaaat dan beban kerja masing-masing adalah 4 butir pertanyaan. Nilai terendah adalah 4 dan nilai tertinggi adalah 16. Berdasarkan perhitungan rumus interval didapatkan bahwa I = 6, maka dapat ditentukan nilai responden masuk dalam kategori tidak menghambat jika nilai 4-10 dan kategori menghambat jika nilai 11-16.

Tabel 14. Gambaran Persepsi Hambatan Dokter Gigi

(63)

dan variabel paket manfaat yang memiliki jumah responden dengan persepsi menghambat sebanyak 6 responden (17%). Jumlah responden dengan persepsi menghambat terendah dimiliki oleh variabel sarana kesehatan gigi sebanyak 4 responden (11%).

4. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi

a. Gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi berdasarkan komponen paradigma sehat

Gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi berdasarkan komponen paradigma sehat dapat dilihat pada Tabel 15 :

Tabel 15. Distribusi Frekuensi Penilaian Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Berdasarkan Komponen Paradigma Sehat

Pertanyaan Hasil Penilaian

Benar Salah

Pelayanan kesehatan di era JKN

mengutamakan pelayanan kuratif. 20 15

Pelayanan yang dijamin oleh JKN hanya

tindakan kuratif. 33 2

Sistem yang berlaku di JKN dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

34 1

Semakin banyak peserta yang sehat

merupakan tujuan dari konsep JKN. 35 0

Rata-rata 30,5 4,5

Persentase (%) 87,1 12,9

(64)

b. Gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi berdasarkan komponen manajemen kapitasi

Gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi berdasarkan komponen manajemen kapitasi dapat dilihat seperti pada Tabel 16 : Tabel 16. Distribusi Frekuensi Penilaian Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Berdasarkan Komponen Menejemen Kapitasi

Pertanyaan Penilaian

Benar Salah

Dalam sistem JKN perlu adanya pencatatan terstruktur meliputi pola penyakit dan jenis tindakan.

32 3

Pendataan terstruktur setiap tindakan yang diberikan kepada pasien dapat digunakan untuk revisi besaran kapitasi.

32 3

Dokter gigi harus memahami kondisi lingkungan untuk mengetahui kebiasaan masyarakat yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut.

34 1

Revisi besaran kapitasi dapat dilakukan

setiap 1 tahun sekali. 11 24

Jumlah kepesertaan mempengaruhi jumlah

kapitasi. 32 3

Rata-rata 28,2 6,8

Persentase (%) 80,6 19,4

(65)

c. Gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi berdasarkan komponen sistem paket manfaat

Gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi berdasarkan komponen sistem paket manfaat dapat dilihat seperti pada tabel 17: Tabel 17. Distribusi Frekuensi Penilaian Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Berdasarkan Komponen Sistem Paket Manfaat

Pertanyaan Penilaian

Benar Salah

Tindakan kaping pulpa dan tumpatan resin komposit termasuk dalam jenis-jenis tindakan yang dijamin oleh JKN dalam pelayanan primer.

34 1

Tindakan scalling yang dijamin oleh JKN

dibatasi hanya 6 bulan sekali. 27 8

Tindakan odontektomi termasuk dalam jenis-jenis tindakan yang dijamin oleh JKN pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.

34 1

Tindakan perawatan orthodontik termasuk dalam jenis-jenis tindakan yang dijamin oleh JKN pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.

31 4

Jumlah 31,5 3,5

Persentase (%) 90 10

Tabel 17 diatas menunjukkan bahwa sebanyak 90% responden menjawab dengan benar pada pertanyaan-pertanyaan dalam komponen sistem paket manfaat.

d. Gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi berdasarkan komponen sistem rujukan

(66)

Tabel 18. Distribusi Frekuensi Penilaian Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Berdasarkan Komponen Sistem Rujukan

Pertanyaan Penilaian

Benar Salah

Dokter gigi harus mengandalikan jumlah rujukan pasien ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.

33 2

Pasien JKN dapat langsung datang ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

31 4

Rata-rata 32 3

Persentase (%) 91,4 8,6

Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui pertanyaan-pertanyaan pada komponen sistem rujukan dijawab dengan benar oleh 91,4% responden.

e. Gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi

Tingkat pengetahuan dikategorikan baik jika nilai benar ≥75%, cukup jika nilai 56%-74% dan kurang jika <55%.

Gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi dapat dilihat seperti pada Tabel 19 :

Tabel 19. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)

Baik 31 89

Cukup 4 11

Kurang 0 0

Jumlah 35 100

(67)

B. Pembahasan

1. Gambaran Hambatan Dokter Gigi Dalam Memberikan Pelayanan Era Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kabupaten Bantul

a. Besaran Kapitasi

Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa kapitasi sebagai salah satu faktor yang menghambat pelayanan dokter gigi di puskesmas Kabupaten Bantul era Jaminan Kesehatan

Nasional. Hasil sebesar 77% menunjukkan bahwa responden menyatakan adanya hambatan karena kapitasi.

Berdasarkan hasil penelitian ini pula diketahui bahwa faktor kapitasi yang dimaksud adalah besaran kapitasi yang berlaku saat ini dianggap terlalu rendah.

(68)

pelayanan dan biaya operasional pelayanan kesehatan. Jasa pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP) sekurang-kurangnya 60% dari dana kapitasi dan sisa dana diperuntukkan untuk biaya operasional pelayanan kesehatan.

(69)

dokter gigi bahkan ada yang menyamakannya dengan tarif parkir kendaraan.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui pengetahuan manajemen kapitasi responden baik yaitu sebesar 80,6% responden menjawab dengan benar. Hasil ini bertolak belakang dengan persepsinya yang menyatakan bahwa besaran kapitasi menghambat pelayanan dokter gigi. Persepsi menghambat ini dimugkinkan muncul karena persepsi negatif pada nilai Rp.2.000,- sebagai kapitasi dokter gigi. Besaran ini terkesan kurang pantas untuk membayar jasa dokter gigi beserta alat dan bahan kedokteran gigi.

(70)

akan butuh penyesuaian bahkan mengharuskan keluar dari zona nyamannya.

Persepsi negatif mengenai kurangnya besaran kapitasi untuk dokter gigi mungkin dapat lebih diperkuat dengan keluarnya Peraturan BPJS No. 02 tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi Dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Peraturan itu berisi ketetapan besaran kapitasi untuk masing-masing FTKP sesuai dengan kriteria yang tercantum didalamnya. Besaran kapitasi puskesmas atau fasilitas kesehatan setara sebesar Rp.3000,- hingga Rp.6000,-. Puskesmas dengan kriteria tertentu yang mendapatkan kapitasi sebesar Rp.3000,- merasa dana kapitasinya terlalu sedikit padahal beban puskesmas sangat banyak tidak hanya mencakup pelayanan saja. Peraturan BPJS No. 02 tahun 2015 diberlakukan pada awal Agustus bertepatan dengan waktu dilakukan penelitian ini, maka sangat memungkinkan bahwa dokter gigi fungsional yang bekerja di puskesmas merasa besaran kapitasi sebagai hambatan untuk meraka dalam memberikan pelayanan kesehatan.

(71)

dilakukan adalah memperbaiki metode pembayaran untuk provider yaitu dengan meningkatkan besaran kapitasi, memberikan insentif berdasarkan kuantitas atau kualitas pelayanan atau dengan memberi bonus untuk fasilitas kesehatan tempat provider memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta. Pencapaian yang terpenting adalah besaran kapitasi ini harus dapat menjamin provider menerima sumber daya yang cukup terutama untuk memberikan pelayanan yang komprehensif (Robyn dkk., 2013).

b. Sarana kesehatan gigi

Hasil penelitian menunjukkan hanya sebagian kecil yaitu 11% responden yang menyatakan faktor sarana kesehatan gigi menghambatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut selama era JKN ini. Artinya sarana kesehatan gigi bukan hambatan bagi dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul dalam memberikan pelayanan. Kecilnya persentase responden ini dapat disebabkan karena pengadaan sarana dan prasarana di Puskesmas untuk pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kedokteran gigi tidak hanya didapatkan dari dana kapitasi.

(72)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selain dari dana kapitasi yang diberikan kepada puskesmas tersebut. Puskesmas tidak murni menjalankan sistem kapitasi namun juga menerapkan sistem pembiayaan budget system. Budget system merupakan suatu sistem pembiayaan dengan penetapan pembiayaan pelayanan kesehatan pada suatu kelompok berdasarkan suatu anggaran tertentu yang telah disepakati bersama (Sulastomo, 2000). Anggaran pembiayaan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas ditentukan oleh Dinas Kesehatan kabupaten setempat sehingga puskesmas terlebih lagi dokter gigi fungsional tidak terjun langsung dalam manajemen kapitasi. Provider termasuk dokter gigi pada akhirnya bisa saja mengesampingkan paradigma sehat karena tidak dibebani oleh adanya alih resiko.

Fasilitas kesehatan yang akan menjalin kontrak kerjasama dengan BPJS harus diseleksi dan lulus kredensialing. Menurut Permenkes Nomor 71 Tahun 2013, sarana dan prasarana yang memadai termasuk dalam kriteria seleksi dan kredensialing. Puskesmas yang telah menjalin kontrak dengan BPJS berarti telah lolos seleksi dan krendensialing termasuk memiliki sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai.

c. Paket manfaat

(73)

menghambat dalam pelayanan dokter gigi di era JKN. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa dokter gigi di puskesmas Kabupaten Bantul tidak menganggap paket manfaat sebagai faktor penghambat pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang mereka berikan. Hasil ini tidak sesuai dengan Dewanto dan Lestari (2014) yang menyatakan bahwa masih perlu kejelasan mengenai detil perawatan yang di cakup seperti perawatan scalling yang dilakukan 1 tahun sekali, obat pasca ekstraksi yang harus ditanggung provider dan jenis tindakan yang dapat dirujuk.

Ketidaksesuaian ini bisa disebabkan karena dokter gigi tidak mempermasalahkan jenis tindakan yang di cakup JKN dengan hanya melakukan perawatan berdasarkan indikasi dan jenis pelayanan yang dicakup. Kasus perawatan saluran akar misalnya, pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan lanjutan karena perawatan tersebut tidak dicakup dalam paket manfaat, namun pasien bisa dirawat di puskesmas dengan membayar biaya tambahan berupa tarif retribusi. Tarif retribusi ini cukup terjangkau karena telah tersubsidi oleh pemerintah untuk pasien dengan jaminan kesehatan yang berlaku di puskesmas tersebut dan bisa menjadi pilihan bagi pasien yang tidak ingin dirujuk.

(74)

menurut provider sudah jelas dan dapat dipahami dengan baik. Pernyataan ini didukung hasil jawaban responden pada kuesioner persepsi yaitu sebagian besar responden menyatakan tidak setuju bahwa tindakan yang dirujuk dan dicakup oleh JKN belum jelas. Hal ini juga diperkuat dengan hasil penilaian pengetahuan responden yaitu sebesar 90% responden menjawab dengan benar pada pertanyaan mengenai sistem paket manfaat. Selain itu perawatan yang tercakup diduga tidak menyulitkan dokter gigi dalam pelaksanaannya karena didukung dengan sudah tersedianya sumber daya berupa sarana kesehatan gigi yang cukup baik.

Survei yang dilakukan di Tanzania juga menunjukkan bahwa tidak ada masalah yang besar pada penerapan paket manfaat dalam asuransi kesehatan di negara tersebut. Beberapa masalah kecil dihadapi seperti masalah administrasi dan kecurangan yang mungkin terjadi karena sistem komputerisasi untuk administrasi belum optimal. Tanzania memiliki paket manfaat yang komprehensif termasuk mencakup paket manfaat untuk pelayanan dokter gigi ( Minister of Health of Tanzania, 2008).

d. Beban kerja

(75)

fasilitas kesehatan tingkat pertama setelah diberlakukannya JKN. Menurut Linangkung (2015) terjadi peningkatan signifikan kunjungan di puskesmas Kabupaten bantul sampai 70% lebih pada awal di berlakukannya JKN pada 2014 silam.

Tingginya kunjungan setelah adanya jaminan kesehatan secara nasional juga terjadi di dua kabupaten di Ghana. Hasil penelitian menunjukkan tingginya angka utilisasi pasien yang menggunakan jaminan kesehatan meningkatkan beban kerja provider kesehatan. Tingginya angka kunjungan mempengaruhi perilaku provider kepada pasien jaminan kesehatan antara lain memberikan waktu tunggu yang lama, kekerasan verbal, tidak diperiksa secara fisik dan diskriminasi antara pasien jaminan kesehatan dan yang bukan. Provider kesehatan di Ghana juga mengalami jam kerja yang panjang dengan sedikit atau bahkan tidak ada waktu untuk beristirahat (Dalinjong dan Laar, 2012).

(76)

Persentase antara responden yang menganggap beban kerja sebagai hambatan dengan responden yang tidak menganggap beban kerja sebagai hambatan perbedaannya cukup tipis. Sebanyak 60% menganggap beban kerja sebagai penghambat dan 40% menganggap beban kerja tidak menghambat pelayanan dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul selama era JKN ini. Perbedaan ini mungkin didasari karena masing-masing puskesmas memiliki jumlah provider, jumlah kepesertaan, peningkatan utilisasi serta karakteristik pasien di wilayah kerjanya yang tidak sama.

(77)

2. Faktor Hambatan yang Memiliki Nilai Tertinggi Bagi Dokter Gigi Dalam Memberikan Pelayanan Era Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kabupaten Bantul

Faktor penghambat dengan nilai tertinggi dalam pelayanan dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul adalah besaran kapitasi. Hasil pada penelitian ini sebesar 77% responden menyatakan besaran kapitasi masuk kategori menghambat. Persentase ini menunjukkan bahwa banyak dokter gigi yang menganggap bahwa besaran kapitasi menjadi penghambat dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di era Jaminan Kesehatan Nasional.

(78)

sebesar Rp. 3.208,-, sehingga perlu adanya perhitungan utilisasi dan jenis pelayanan yang telah diusulkan akibatnya terdapat beberapa jenis pelayanan yang tidak dapat dicakup. Penyesuaian ini sebenarnya memungkinkan berdampak pada resiko keuangan dokter gigi dan dapat mengurangi mutu pelayanan dokter gigi sebagai provider.

Alasan lain yang mungkin menjadikan besaran kapitasi sebagai hambatan dengan nilai tertinggi bagi dokter gigi di puskesmas Kabupaten Bantul adalah adanya perubahan ketetapan kapitasi yang dikeluarkan secara mendadak oleh BPJS. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengeluarkan peraturan penetapan besaran kapitasi tanggal 1 agustus melalui Peraturan BPJS No. 02 tahun 2015. Penetapan besaran kapitasi untuk puskesmas didasarkan pada kriteria tertentu seperti jumlah dokter dan lama waktu puskesmas beroperasi setiap hari. Keluarnya peraturan ini tidak sedikit menuai pro dan kontra terutama bagi puskesmas yang memiliki dokter lebih sedikit dan beroperasi kurang dari 24 jam sehari. Peraturan ini dinilai terlalu mendadak dan belum disosialisasikan padahal beban kerja puskesmas cukup berat dalam era JKN ini.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep
Tabel 1. Skor Penilaian Kuesioner Persepsi
Tabel 2. Penilaian Kategori Persepsi Hambatan Dokter Gigi
Gambar 2. Alur Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses tersebut senyawa yang tidak larut, dalam hal ini resin menerima ion positif atau negatif tertentu dari larutan dan melepaskan ion lain kedalam

Meskipun sudah lama berusaha, kedua Mitra ini belum pernah mendapat binaan dari instansi terkait, belum pernah mendapat pinjaman modal lunak, belum mempunyai sertifikat

Energi yang berasal dari tumbuhan atau lemak binatang ini dapat digunakan, baik secara murni atau dicampur dengan bahan bakar lain.. Sifatnya yang ramah lingkungan,

Fungsi utama dari Gedung Apresiasi adalah sebagai gedung pameran karya seni rupa modern dan kontemporer, pada area pameran ini juga dapat terjadi kegiatan jual-beli

Sebuah cabang pada aliran data memiliki arti data yang sama dari satu lokasi menuju ke satu atau lebih proses, tempat penyimpanan data, serta entitas luar. Sebuah aliran data tidak

          Dan dalam kondisi yang sangat terpaksa, yang mendorong seseorang mengulurkan tangannya untuk meminta, syarat meminta adalah tidak mendapatkan kemampuan, karena Allah

Berdasarkan hasil pengamatan ikan nila dan nilem memiliki luas relung makanan yang besar disebabkan oleh ukuran ikan yang cukup besar dibandingkan komunitas ikan dominan di

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara sebagai berikut : data sikap siswa setelah penerapan kurikulum yang bermuatan pendidikan antikorupsi pada mata pelajaran PKn