• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Nilai Anak Pada Pasangan Usia Subur Akseptor dan Non Akseptor Keluarga Berencana di Kelurahan Pekan Gebang Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Nilai Anak Pada Pasangan Usia Subur Akseptor dan Non Akseptor Keluarga Berencana di Kelurahan Pekan Gebang Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat Tahun 2015"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH NADYA BALQIS

NIM. 111000049

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN NILAI ANAK PADA PASANGAN USIA SUBUR AKSEPTOR DAN NON AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA

DI KELURAHAN PEKAN GEBANG KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH NADYA BALQIS

NIM: 111000049

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN NILAI ANAK PADA PASANGAN USIA SUBUR AKSEPTOR DAN NON AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DI KELURAHAN PEKAN GEBANG KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2015

(5)

dikarenakan telah terjadi perubahan sosial yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang membuat pemikiran masyarakat sekarang mulai berkembang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan analisis korelatif. Penelitian ini menghubungkan nilai anak dengan keikutsertaan KB. Populasi dari penelitian ini berjumlah 2.128 pasangan usia subur baik akseptor KB maupun non akseptor KB. Besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Lemeshow sebanyak 82 PUS yang terdiri dari 41 akseptor KB dan 41 non akseptor KB.

Dari hasil penelitian didapatkan nilai anak dari segi ekonomi dengan hasil analisis Chi Square sebesar 2,370 dengan tingkat signifikan 0,124 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi nilai anak dari kelompok akseptor dan kelompok non akseptor. Sedangkan nilai anak dari segi psikologi hasil analisis Chi Square sebesar 3,216 dengan tingkat signifikan 0,073 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi nilai anak dari kelompok akseptor dan kelompok non akseptor. Sementara itu nilai anak dari segi agama hasil analisis Chi Square sebesar 0,53 dengan tingkat signifikan 0,817 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi nilai anak dari kelompok akseptor dan kelompok non akseptor. Dan nilai anak segi sosial hasil analisis Chi Square sebesar 0,767 dengan tingkat signifikan 0,381 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi nilai anak dari kelompok akseptor dan kelompok non akseptor.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak dijumpai perbedaan antara nilai anak dari kelompok akseptor dengan kelompok non akseptor KB. Saran yang diberikan dari penelitan ini adalah perlunya dibentuk suatu wadah pemberdayaan masyarakat berupa konseling serta kegiatan sosialisasi agar pemahaman tentang nilai anak lebih baik lagi, serta perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor internal yang mempengaruhi PUS untuk ikut program KB.

(6)

iv

ABSTRACT

In modern era, rural people may have culture shift where this could make the changing in the value perspective of child. It is caused by the effect of several factors that assumed can change the people's mind toward family planning programs. Basically there are four aspects of the child value. In this study researcher need to know whether those values have been changing among the rural people.

This is a quantitative study which used comparative analytic methode. This study is correlated between child value with participation fertile aged couples to family planning programe. The population in this study was 2.128 fertile aged couples which consists of the family planning acceptors and non acceptors. The sample size was counted by Lemeshow formula. Output from this formula were 82 fertile aged couples which divided to 41 acceptors and 41 non acceptors.

From this study, the child in terms of economic value to the results of the analysis of Chi Square of 2,370 with a significant level of 0,124 (p> 0,05), which indicates that there are no significant differences between children's perception of the value of the group acceptor and non-acceptor groups. While the value of the child in terms of the psychology of the results of the analysis of Chi Square of 3,216 with a significant level of 0,073 (p> 0,05), which indicates that there are no significant differences between children's perception of the value of the group acceptor and non-acceptor groups. Meanwhile the value of the child in terms of religion on the analysis Chi Square of 0,53 with a significant level of 0,817 (p> 0,05), which indicates that there are no significant differences between children's perception of the value of the group acceptor and non-acceptor groups. And social value of children in terms of the results of the analysis of Chi Square of 0,767 with a significant level of 0,381 (p> 0.05), which indicates that there are no significant differences between children's perception of the value of the group acceptor and non-acceptor groups.

Conclusion from this study is not founded significance correlation between value of the child on acceptors and non acceptors family planning group. This study suggests the neccesity to increase the people's involvement and participation through socialization of the child value to the fertile aged couples. The fertile aged couples are expected to have a better understanding about the child values. Furthermore, this study also suggests the further study of internal factors which may influence the participation the fertile aged couples toward family planning programs.

(7)

Nama : NadyaBalqis

Tempat : Gebang

TanggalLahir : 25 April 1993

SukuBangsa : Melayu

Agama : Islam

Nama Ayah : Andi Abbas

SukuBangsa Ayah : Melayu

NamaIbu : Darnelis

SukuBangsaIbu : Tionghoa

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1998 – 1999 : TK Al-IqraGebang

1999 – 2005 : SD Negeri 050765 Gebang

2005 – 2008 : SMP Negeri 1 Gebang

2008 – 2011 : SMA Swasta Dharma Patra Pangkalan Berandan

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan izin-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Hubungan Nilai Anak Pada Pasangan Usia Subur Akseptor dan Non Akseptor Keluarga Berencana Di Kelurahan Pekan Gebang Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat Tahun 2015” adalah wujud persembahan penulis atas ilmu yang diperoleh selama ini khususnya di FKM USU. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Penulis mengetahui skripsi ini hanyalah suatu hasil karya dari seorang manusia yang tidak luput dari kekurangan dan kekhilafan, maka dengan rendah hati penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran dari pembaca guna pengembangan diri penulis pada penelitian-penelitian mendatang.

Penulis sadar bahwa skripsi ini dapat selesai tidak terlepas dari dukungan, bantuan, dan dorongan dari orang lain, maka pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu dr. Linda T Maas, MPH selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan Dosen Penasehat Akademik yang dengan sabar dan penuh perhatian mengarahkan penulis mulai dari awal sampai berakhirnya pembuatan skripsi serta selalu memberikan semangat dari awal perkuliahan penulis sampai dengan berakhirnya studi penulis.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan Ketua Departemen PKIP yang dengan sabar dan penuh perhatian mengarahkan penulis mulai dari awal sampai berakhirnya pembuatan skripsi.

3. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik.

(9)

dengan sabar memberikan motivasi, saran, waktu, dan kasih sayang kepada istri dan calon anaknya.

7. Calon anakku yang sedang didalam kandungan, yang selalu menemani bundanya saat menyelesaikan skripsi ini.

8. Kedua orang tua saya, ayahanda Andi Abbas dan ibunda Darnelis, serta adik saya M. Uwais Alqarni yang telah memberikan doa dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikannya.

9. Mertua saya ayahanda Dr. Zulfirman SH, MH dan Dra. Masnun, serta kakak dan adik-adik saya, Fiki Wahyumi, SE, Fikri Anugrah, dan Aya Sophia Haifa SE yang telah memberikan doa dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikannya.

10. Ibu Hj. Erlina SKM selaku Kepala Puskesmas beserta seluruh staf pegawai Puskesmas Gebang atas bantuan dan izin yang diberikan kepada penulis dalam skripsi ini.

11.Ibu Aisyah beserta BKKBN Gebang atas bantuan yang diberikan kepada penulis.

12.Seluruh dosen di Departemen PKIP atas bantuan dan dukungan yang diberikan.

13. Sahabatkuh tersayang Rina, Ira, Imeh, dan Uyun yang selalu ada untukku disaat susah maupun senang dimulai dari awal kuliah sampai berakhirnya pendidikan penulis.

14.Sahabatkuh sekaligus patner kerja Rici, Yolanda, dan Gabriella yang dimulai dari semester VI sampai sekarang merasakan susah senang dalam menjalani kehidupan sebelum bekerja.

15.Teman- teman satu PBL Bang Dian, Kak Ade, Kak Ira, Julhijah, Evita atas dukungannya.

(10)

viii

17. Teman- teman satu diklat Bang Ical, Bang Yusuf, Haris, Dani, Arum, Oya, Nila, Irma atas dukungannya.

18. Teman- teman PKIP lainnya yang penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu.

19.Seluruh teman- teman satu perjuangan stambuk 2011 atas bantuan dan dukungannya.

20.Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran pembuatan skripsi penulis, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarnya.

Medan, Oktober 2015

(11)

HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI ……… ii

2.4 Hubungan Nilai Anak dengan Keikutsertaan KB ………. 16

2.5 Definisi KB ……… 17

(12)

x

4.2 Gambaran Karakteristik Responden ……… 39

(13)

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ……… 41

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ……… 41

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak dan Umur 42

Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden dari Nilai Anak Segi Agama ……. 42

Tabel 4.7 Distribusi Nilai Anak Segi Agama Berdasarkan Agama …………. 44

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden dari Nilai Anak Segi Psikologi … 45 Tabel 4.9 Distribusi Jawaban Responden dari Nilai Anak Segi Sosial ….…. 46 Tabel 4.10Distribusi Jawaban Responden dari Nilai Anak Segi Ekonomi …. 49 Tabel 4.11Nilai Anak Segi Ekonomi ……… 51

Tabel 4.12Nilai Anak Segi Psikologi ……… 51

Tabel 4.13Nilai Anak Segi Agama ……… 51

(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

(15)

Lampiran 3. Karakteristik Responden

(16)

iii ABSTRAK

Di zaman modern sekarang ini, masyarakat pedesaan mulai mengalami pergeseran budaya yang merubah pandangan terhadap nilai anak. Hal ini dikarenakan telah terjadi perubahan sosial yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang membuat pemikiran masyarakat sekarang mulai berkembang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan analisis korelatif. Penelitian ini menghubungkan nilai anak dengan keikutsertaan KB. Populasi dari penelitian ini berjumlah 2.128 pasangan usia subur baik akseptor KB maupun non akseptor KB. Besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Lemeshow sebanyak 82 PUS yang terdiri dari 41 akseptor KB dan 41 non akseptor KB.

Dari hasil penelitian didapatkan nilai anak dari segi ekonomi dengan hasil analisis Chi Square sebesar 2,370 dengan tingkat signifikan 0,124 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi nilai anak dari kelompok akseptor dan kelompok non akseptor. Sedangkan nilai anak dari segi psikologi hasil analisis Chi Square sebesar 3,216 dengan tingkat signifikan 0,073 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi nilai anak dari kelompok akseptor dan kelompok non akseptor. Sementara itu nilai anak dari segi agama hasil analisis Chi Square sebesar 0,53 dengan tingkat signifikan 0,817 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi nilai anak dari kelompok akseptor dan kelompok non akseptor. Dan nilai anak segi sosial hasil analisis Chi Square sebesar 0,767 dengan tingkat signifikan 0,381 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi nilai anak dari kelompok akseptor dan kelompok non akseptor.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak dijumpai perbedaan antara nilai anak dari kelompok akseptor dengan kelompok non akseptor KB. Saran yang diberikan dari penelitan ini adalah perlunya dibentuk suatu wadah pemberdayaan masyarakat berupa konseling serta kegiatan sosialisasi agar pemahaman tentang nilai anak lebih baik lagi, serta perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor internal yang mempengaruhi PUS untuk ikut program KB.

(17)

factors that assumed can change the people's mind toward family planning programs. Basically there are four aspects of the child value. In this study researcher need to know whether those values have been changing among the rural people.

This is a quantitative study which used comparative analytic methode. This study is correlated between child value with participation fertile aged couples to family planning programe. The population in this study was 2.128 fertile aged couples which consists of the family planning acceptors and non acceptors. The sample size was counted by Lemeshow formula. Output from this formula were 82 fertile aged couples which divided to 41 acceptors and 41 non acceptors.

From this study, the child in terms of economic value to the results of the analysis of Chi Square of 2,370 with a significant level of 0,124 (p> 0,05), which indicates that there are no significant differences between children's perception of the value of the group acceptor and non-acceptor groups. While the value of the child in terms of the psychology of the results of the analysis of Chi Square of 3,216 with a significant level of 0,073 (p> 0,05), which indicates that there are no significant differences between children's perception of the value of the group acceptor and non-acceptor groups. Meanwhile the value of the child in terms of religion on the analysis Chi Square of 0,53 with a significant level of 0,817 (p> 0,05), which indicates that there are no significant differences between children's perception of the value of the group acceptor and non-acceptor groups. And social value of children in terms of the results of the analysis of Chi Square of 0,767 with a significant level of 0,381 (p> 0.05), which indicates that there are no significant differences between children's perception of the value of the group acceptor and non-acceptor groups.

Conclusion from this study is not founded significance correlation between value of the child on acceptors and non acceptors family planning group. This study suggests the neccesity to increase the people's involvement and participation through socialization of the child value to the fertile aged couples. The fertile aged couples are expected to have a better understanding about the child values. Furthermore, this study also suggests the further study of internal factors which may influence the participation the fertile aged couples toward family planning programs.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia menghadapi masalah dengan peningkatan jumlah penduduk, dan

kualitas sumber daya manusia, hal ini dapat dilihat pada angka kelahiran di

Indonesia yang telah mencapai 5.000.000 penduduk per tahun (BKKBN,2014a).

Peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat mempengaruhi derajat kehidupan

bangsa karena akan meningkatkan kebutuhan penduduk terkait lapangan

pekerjaan, perumahan dan kesehatan yang pada akhirnya akan meningkatkan

beban negara. Usaha pemerintah untuk dapat mengangkat derajat kehidupan

bangsa adalah dengan dilaksanakannya secara bersamaan dua program yaitu:

program pembangunan ekonomi dan program keluarga berencana. Tujuan

diterapkannya program keluarga berencana adalah untuk membentuk

keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran.

Menurut World Health Organization (WHO) Keluarga Berencana (KB)

adalah suatu tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk;

(a) mendapatkan objektif-objektif tertentu; (b) menghindari kehamilan yang tidak

diinginkan; (c) mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan;

(d) mengatur interval diantara kehamilan; (e) mengontrol waktu kelahiran dalam

hubungan dengan suami istri; (f) menentukan jumlah anak dalam keluarga (WHO

Expert Committee, 1970 dalam Report of a WHO Expert Committe., 1975).

Program KB yang terlaksana dengan baik belum tentu dapat menjaga

(19)

disampaikan oleh Armida S.A (BKKBN, 2014b) yang mengatakan bahwa pada 20

tahun mendatang Indonesia akan mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk

yang luar biasa. Ia berpendapat pada tahun 2035 jumlah penduduk Indonesia

diperkirakan akan bertambah menjadi sebanyak 305 juta jiwa. Pertambahan

penduduk tersebut disebabkan bertambahnya angka harapan hidup masyarakat

sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah penduduk negara Indonesia.

Prediksi yang disampaikan oleh Armida tersebut berlaku bila program KB

terlaksana dengan optimal, namun bila program KB tidak terlaksana dengan baik

maka jumlah penduduk warga Indonesia pastinya akan melebihi angka prediksi

tersebut.

Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia tersebut akan menambah beban

negara, sehingga untuk mengurangi beban tersebut maka perlu dilakukan

tindakan-tindakan yang dapat membantu terlaksananya program KB dengan

optimal. Bila melihat hasil pendataan keluarga tahun 2012 (BKKBN, 2013)

terlihat prevalensi PUS yang ikut program KB sebesar 62,84%. Data tersebut

menunjukkan bahwa sudah 50% lebih PUS menggunakan alat kontrasepsi. Dari

hasil pendataan keluarga tahun 2012 (BKKBN, 2013) tersebut pula menunjukkan

selisih angka prevalensi yang amat kecil dari PUS yang ikut program KB antara

wilayah kota dengan wilayah pedesaan. Hal ini menggambarkan bahwa program

KB berjalan tidak hanya di wilayah perkotaan, namun juga berjalan di daerah

pedesaan.

Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa salah satu usaha pemerintah

dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk adalah dengan mengaktifkan

(20)

3

mengendalikan pertumbuhan penduduk, kita dapat melihat persentase Pasangan

Usia Subur (PUS) yang mengikuti program KB dibandingkan dengan jumlah

seluruh PUS, serta melihat rata-rata jumlah anggota rumah tangga. Hasil

pendataan keluarga tahun 2012 (BKKBN, 2013) menunjukkan bahwa jumlah PUS

seluruh Indonesia berjumlah 45.504.450 pasangan, dari seluruh jumlah PUS

tersebut sebanyak 12.731.107 pasangan atau 27,98% tidak mengikuti program

KB, dan ini berarti sekitar 72,02% PUS ikut dalam program KB. Dari pendataan

keluarga tahun 2012 tersebut (BKKBN, 2013), terlihat bahwa propinsi Sumatera

Utara memiliki PUS berjumlah 2.156.756 dan sekitar 37,16% (801.482) PUS

diantaranya tidak mengikuti program KB, sehingga dapat dikatakan bahwa sekitar

62,84% PUS yang ikut dalam program KB (BKKBN, 2013).

Di Kabupaten Langkat, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) bertambah

jumlahnya dari tahun 2008, dimana pada tahun 2008 terdapat 181.692 PUS dan

meningkat sebanyak 1,21 persen pada tahun 2009 yaitu menjadi 183.927 PUS.

Persentase akseptor KB aktif berfluktuasi dari tahun ke tahun, tapi pada umumnya

berada diatas angka 50 persen dari jumlah PUS. Efek dari tingginya persentase

akseptor KB tersebut dapat dilihat bahwa jumlah anggota rumah tangga dari tahun

2005-2009 sebesar 4,3 jiwa (BPS Kab Langkat,2014). Berdasarkan data tersebut

dapat disimpulkan bahwa masing-masing keluarga memiliki jumlah anak rata-rata

dua orang dan memperlihatkan bahwa program KB terlaksana dengan baik di

Kabupaten Langkat.

Data Kecamatan Gebang pada tahun 2012 jumlah Pasangan Usia Subur

sebanyak 9.593 PUS. Dari jumlah PUS di Kecamatan Gebang tersebut sebanyak

(21)

menggunakan alat kontrasepsi. Sedangkan pada tahun 2013 terjadi peningkatan

jumlah Pasangan Usia Subur yaitu 10.292 PUS dengan jumlah PUS yang

menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 7.024 pasangan, dan 3.272 PUS yang

tidak menggunakan alat kontrasepsi. Sama halnya dengan tahun sebelumnya, PUS

pada tahun 2014 juga mengalami peningkatan jumlah yaitu mencapai 10.297 PUS

dan sebanyak 7.165 PUS diantaranya yang menggunakan alat kontrasepsi, serta

3.132 PUS yang tidak menggunakan alat kontrasepsi (BKKBN Gebang, 2014).

Bila dilihat dari jumlah anggota rumah tangga, Kecamatan Gebang tidak

menunjukkan peningkatan angka yang berarti. Pada tahun 2005-2008 rata-rata

anggota rumah tangga yaitu sebesar 4.8 jiwa, sedangkan hanya terjadi penurunan

yang sedikit pada tahun 2009 yaitu rata- rata anggota rumah tangga sebesar 4,6

jiwa. Hal ini dapat disimpulkan rata-rata jumlah anak yang ada di keluarga yaitu

2-3 anak (BPS Kab Langkat, 2014).

Hasil survei awal menunjukkan bahwa dahulu masyarakat di pedesaan

Kecamatan Gebang terutama di Kelurahan Pekan Gebang, dimana daerah ini

masih tergolong daerah pedesaan masih menerapkan sistem budaya terkait dengan

nilai anak yang begitu kental. Pendapat ini sesuai dengan hasil penelitian Fazidah

yang mengatakan nilai anak di pedesaan lebih tinggi dibandingkan daerah

perkotaan (Siregar, 2003).

Kabupaten Langkat memiliki keberagaman suku di daerahnya. Data dari

Badan Pusat Statistik (BPS) Langkat tahun 2010 memperlihatkan bahwa

mayoritas bersuku bangsa Jawa (56,87%), diikuti dengan suku Melayu (14,93 %),

Karo (10,22 %), Tapanuli /Toba (4,50%), Madina ( 2,54%) dan lainnya (10,94%).

(22)

5

(18,28%), diikuti dengan suku Karo (2,50 %), Simalungun (0,03 %), Tapanuli

/Toba (13,21%), Madina ( 2,22%), Pak-pak (0,04%), Nias (0,19%), Jawa

(53,37%), Minang (0,91%), Cina (0,57%), Aceh (1,74%) dan lainnya (6,94%)

(BPS Langkat, 2014). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa Kabupaten

Langkat khususnya di daerah Kecamatan Gebang termasuk daerah yang

heterogen. Penilaian persepsi terhadap nilai anak pada masyarakat Kelurahan

Pekan Gebang dapat menggambarkan secara umum terhadap persepsi nilai anak

dari masing-masing suku.

Tanggapan masyarakat Kelurahan Pekan Gebang terhadap nilai anak dari

survei awal yang dilakukan peneliti adalah pertama, orang tua menganggap bahwa

banyak anak banyak rezeki. Anak adalah sebuah anugerah dari tuhan, maka dari

itu tuhan pasti akan memberikan rezeki yang berlipat ganda kepada keluarganya

serta memiliki anak yang banyak akan lebih banyak mendapatkan pertolongan

dari keluarga-keluarga terdekat. Selain itu ketika anak lahir, orang tua

menganggap anak tersebut memiliki utang timbal balik antara orang tua dan anak.

Akibatnya anak diminta untuk membiayai kehidupan orang tuanya saat mereka

dewasa. Pembayaran utang tersebut dilakukan dengan melaksanakan kewajiban

anak terhadap ibunya. Hal ini nilai anak dikategorikan sebagai nilai anak segi

agama.

Kedua, sebagian orang tua mengganggap ketika sudah mempunyai anak maka

pasangan suami istri akan mempertimbangkan keputusannya bila ingin bercerai.

Selain itu, pentingnya anak laki-laki didalam suatu keluarga adalah untuk

meneruskan marga atau adat orangtuanya. Hal inilah yang menjelaskan nilai anak

(23)

Ketiga, anak laki-laki juga bisa menggantikan kepala rumah tangga dan

menjadi tulang punggung keluarga jika kepala keluarga sudah tidak ada. Peranan

anak disini berupa bantuan ekonomi dari segi tenaga kerja maupun bantuan

materi. Kategori pemikiran tersebut termasuk didalam golongan nilai anak segi

ekonomi.

Keempat, anak mempunyai segi nilai psikologis positif maupun negatif. Nilai

yang positif dapat dilihat dari adanya kenyataan yang dialami oleh para orangtua

bahwa anak dapat menimbulkan perasaan aman, terjamin, bangga dan puas.

Pasangan Usia Subur (PUS) menganggap jika mempunyai anak maka jaminan

hari tua mereka akan diberikan oleh anak -anaknya. Anak-anak ini yang nantinya

diharapkan akan mengurusi orang tuanya ketika sakit dan melindunginya ketika

mereka sudah masa lanjut usia dan sudah tidak dapat mencari pendapatan lagi.

Di zaman modern sekarang ini, masyarakat pedesaan mulai mengalami

pergeseran budaya yang merubah pandangan terhadap nilai anak. Hal ini

dikarenakan telah terjadi perubahan sosial yang dipengaruhi oleh faktor-faktor

tertentu yang membuat pemikiran masyarakat sekarang mulai berkembang.

Penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah (2014) memperoleh kesimpulan

bahwa masyarakat pedesaan telah mengalami perubahan pemikiran, dimana

awalnya mereka menganut nilai “banyak anak, banyak rezeki” mulai mengalami

perubahan pemikiran menjadi menganut nilai “banyak anak, banyak beban”. Dan

nilai anak laki-laki sudah mengalami perubahan, dimana mereka beranggapan

anak laki-laki dan anak perempuan sama nilainya.

Dari penjelasan diatas peneliti tertarik untuk melihat apakah di Kelurahan

(24)

7

terhadap penentuan jumlah anak sehingga pada akhirnya akan memengaruhi PUS

untuk ikut dalam program KB.

1.2Perumusan Masalah

Permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana hubungan nilai anak pada

PUS Akseptor dan Non Akseptor KB di Kelurahan Pekan Gebang.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Nilai Anak pada PUS Akseptor KB dan Non

Akseptor KB.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan persepsi PUS terhadap nilai anak dari segi

agama pada Akseptor dan Non Akseptor KB.

2. Mengetahui hubungan persepsi PUS terhadap nilai anak dari segi

psikologi pada Akseptor dan Non Akseptor KB.

3. Mengetahui hubungan persepsi PUS terhadap nilai anak dari segi

sosial pada Akseptor dan Non Akseptor KB.

4. Mengetahui hubungan persepsi PUS terhadap nilai anak dari segi

ekonomi pada Akseptor dan Non Akseptor KB.

1.4Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah nilai anak pada Non akseptor KB lebih

(25)

1.5Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai gambaran dari aspek sosio budaya (nilai

anak) pada PUS Akseptor dan Non Akseptor KB.

2. Memberikan masukkan kepada instansi kesehatan untuk dapat mengambil

tindakan terhadap perilaku PUS yang tidak mau mengikuti program KB

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi Nilai Anak Di Dalam Keluarga

Nilai anak adalah fungsi-fungsi yang dilakukan atau dipenuhinya

kebutuhan orangtua oleh anak (Esphenshade,1977). Nilai anak bagi orangtua

dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui antara lain dari adanya kenyataan

bahwa anak menjadi tempat orangtua mencurahkan kasih sayang, anak

merupakan sumber kebahagiaan keluarga, anak sering dijadikan pertimbangan

oleh sepasang suami istri untuk membatalkan keinginannya bercerai, kepada

anak nilai-nilai dalam keluarga disosialisasikan dan harta kekayaan keluarga

diwariskan, dan anak juga menjadi tempat orangtua menggantungkan berbagai

harapan (Ihromi, 1999).

Penelitian yang dilakukan Puspasari (2014) menyimpulkan bahwa jumlah

anak yang ingin dimiliki oleh PUS dipengaruhi oleh nilai anak yang dianut

dalam masyarakat, dan penentuan jumlah anak oleh PUS tersebut akan

mempengaruhi PUS untuk menggunakan atau tidak menggunakan alat

kontrasepsi. Nilai anak berhubungan erat dengan kebudayaan yang hidup

dalam suatu masyarakat, dimana setiap masyarakat memiliki nilai tertentu

mengenai sesuatu yang mereka miliki. Nilai itu umumnya tidak mudah

berubah, karena setiap individu telah disosialisasikan dengan nilai-nilai

tersebut. Melalui proses sosialisasi, setiap individu anggota masyarakat telah

diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup didalam masyarakat itu, mulai

dari kecil sampai dewasa, sehingga konsep-konsep nilai tersebut berakar

(27)

Koentjaraningrat (1981) melihat sistem nilai budaya terdiri dari

konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat

mengenai hal-hal yang mereka anggap bernilai dalam hidup, dan biasanya

berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi individu dalam bertingkah laku.

Nilai anak adalah bagian dari nilai budaya dalam suatu masyarakat. Nilai anak

merupakan suatu penilaian individu atau masyarakat terhadap arti dan fungsi

anak dalam keluarga. Anak secara umum dianggap sebagai salah satu

kebutuhan orang-tua, baik sebagai kebutuhan ekonomi, sosial maupun

psikologis. Ihromi (1999) berpendapat bahwa nilai anak bagi orang tua dalam

kehidupan sehari-hari dapat diketahui dari adanya kenyataan bahwa anak

menjadi tempat bagi orang tua untuk mencurahkan kasih sayangnya, anak

sebagai sumber kebahagiaan keluarga, anak sebagai bahan pertimbangan

pasangan suami-istri ketika ingin bercerai, anak sebagai tempat untuk

mensosialisasikan nilai–nilai dalam keluarga dan harta kekayaan keluarga

diwariskan, dan anak sebagai tempat orang tua dalam menggantungkan

berbagai harapannya.

Serupa dengan Koentjaraningrat dan Ihromi, Hoffman (1973)

menyampaikan bahwa nilai anak berkaitan dengan fungsi anak bagi orang-tua.

Nilai-nilai ini terikat pada struktur sosial dan dipengaruhi oleh perbedaan

budaya dan perubahan sosial. Maksudnya bahwa nilai yang dianut oleh suatu

masyarakat akan tercermin dalam kehidupan dan kebiasaan mereka

sehari-hari. Begitu juga kebutuhan orang-tua akan perhatian anak (kebutuhan

psikologis). Kebutuhan tersebut sudah tentu akan dipengaruhi pula oleh

(28)

11

contoh adanya pengaruh budaya dalam penentuan jumlah anak (nilai anak)

adalah adanya pandangan dalam masyarakat yang mengatakan bahwa

"Banyak Anak Banyak Rezeki". Pandangan tersebut berkembang akibat

adanya anggapan bahwa pasangan yang memiliki jumlah anak yang banyak

akan lebih mudah kehidupannya karena terbantu oleh karena adanya

anak-anak mereka. Disamping itu banyaknya jumlah anak-anak juga akan memberi

anggapan bahwa pasangan suami istri tersebut akan terbantu kehidupannya

saat dihari tua nanti. Pandangan masyarakat tersebut dipengaruhi oleh pola

kebudayaan zaman dahulu yang masih tradisional.

Nilai anak dalam kehidupan sosial, tampak dalam hal anak berperan

sebagai penerus keturunan dan sebagai ahli waris. Dalam peranannya sebagai

ahli waris, anak tidak semata-mata mewarisi harta peninggalan orang tua

(warisan yang bersifat material), akan tetapi juga mewarisi kewajiban adat

(warisan yang bersifat immaterial) (Ihromi, 1999).

2.2Kategori Nilai Anak

Nilai anak dapat ditinjau dalam berbagai segi, yaitu dalam segi agama, sosial,

ekonomi, dan psikologis (Ihromi, 1999).

2.2.1 Nilai Anak Segi Agama

Nilai anak dalam segi keagamaan, dilandasi oleh adanya prinsip

(utang) secara timbal-balik antara orangtua dan anak. Pembayaran utang

tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan kewajiban satu terhadap

yang lain. Pengorbanan orangtua terhadap anak mulai dilakukan sejak bayi

masih didalam kandungan (Ihromi, 1999). Selain itu anak adalah

(29)

wajib menghormati dan menyenangkan orang tua semasa hidupnya.

Kewajiban tersebut dilandasi oleh adanya utang anak kepada orangtua

yang telah melahirkannya. Seperti penderitaan yang dialami oleh ibu dan

ayah pada saat lahirnya bayi (anak) tidak dapat dibayar walaupun dalam

waktu seratus tahun.

2.2.2 Nilai Anak Segi Sosial

Nilai anak dalam kehidupan sosial, tampak dalam hal anak

berperan sebagai penerus keturunan dan sebagai ahli waris. Dalam

peranannya sebagai ahli waris, anak tidak semata-mata mewarisi harta

peninggalan orangtua (warisan yang bersifat material), akan tetapi juga

mewarisi kewajiban adat (warisan yang bersifat immaterial), seperti halnya

menggantikan orangtua dalam melakukan proses adat. Pewarisan material

dan immaterial tersebut diwarnai oleh sistem kekerabatan patrilineal. Oleh

karena itu, warisan diteruskan melalui garis keturunan laki-laki.

Kaidah-kaidah hukum adat tersebut merupakan salah satu faktor yang dijadikan

pertimbangan oleh pasangan suami istri untuk lebih mengharapkan

lahirnya anak laki-laki dibandingkan anak perempuan (Ihromi, 1999).

2.2.3 Nilai Anak Segi Ekonomi

Nilai ekonomi anak dapat dilihat dari peranan anak dalam

memberikan bantuan yang bernilai ekonomi kepada orangtua (Ihromi,

1999). Bantuan tersebut umumnya berupa bantuan tenaga kerja maupun

bantuan materi. Bantuan tenaga kerja anak mempunyai arti penting dalam

hal anak sebagai tenaga kerja dalam usaha tani keluarga. Hal ini

(30)

13

kebanyakan hidup bertani. Bantuan semacam ini, umumnya diharapkan

dari anak laki-laki. Masyarakat yang anggotanya telah bekerja disektor

industri, bantuan anak sebagai tenaga kerja keluarga tidak diperlukan lagi.

Dalam masyarakat seperti ini, bantuan ekonomi anak bentuknya berupa

materi. Bantuan ekonomi anak dalam bentuk materi, oleh para orang tua

diakui sangat penting artinya dalam meringankan beban ekonomi rumah

tangga. Nilai ekonomi anak selain dilihat dari peranan anak dalam

memberi bantuan yang bernilai ekonomi kepada orangtua, juga dapat

dilihat dari adanya pengorbanan orangtua terhadap anak berupa berbagai

pengeluaran biaya untuk kepentingan anak. Khotimah (2009) berpendapat

bahwa jenis bantuan ekonomi yang diberikan oleh anak laki-laki dan anak

perempuan pada prinsipnya tidak berbeda.

2.2.4 Nilai Anak Segi Psikologi

Dari segi psikologis, tampaknya anak mempunyai nilai positif

maupun negatif. Nilai psikologis yang positif dapat dilihat dari adanya

kenyataan yang dialami oleh para orangtua bahwa anak dapat

menimbulkan perasaan aman, terjamin, bangga dan puas. Perasaan

semacam ini umumnya dialami oleh suami istri yang telah mempunyai

anak laki-laki. Mereka merasa puas, aman dan terjamin karena yakin telah

ada anak yang diharapkan menggantikannya kelak dalam melaksanakan

kewajiban adat, dilingkungan kerabat maupun masyarakat. Selain itu, anak

juga dirasakan dapat menghibur orang tuanya, memberi dorongan untuk

lebih semangat bekerja, dan menghangatkan hubungan suami istri. Nilai

(31)

oleh beberapa orangtua yang anaknya sering sakit, sehingga anaknya itu

menimbulkan perasaan khawatir/was-was. Selain itu, ada juga kenyataan

bahwa beberapa orangtua mengeluh setelah punya anak, karena merasa

kurang bebas kalau akan pergi atau bekerja. Dalam hal seperti ini, anak

dirasakan membuat hidupnya repot. Namun demikian, apabila

dibandingkan ternyata lebih banyak orangtua yang merasakan bahwa anak

mempunyai nilai positif dalam hidupnya (Ihromi, 1999).

2.3 Hubungan Nilai Anak Dengan Jumlah Anak

Jumlah ideal anak dalam satu keluarga dapat merujuk pada jumlah

anak yang disampaikan oleh BKKBN. BKKBN dari hasil survei yang

dilakukan pada daerah di Kalimantan memperoleh hasil bahwa jumlah

anak yang ideal dari satu keluarga adalah berkisar 2 atau 3 anak

(BKKBN, 2014c). Jumlah anak sangat berpengaruh dengan nilai anak

yang dianut oleh suatu keluarga. Seperti telah disampaikan di atas, bahwa

keluarga yang memiliki nilai anak yang bersifat negatif maka jumlah

anggota keluarga akan sedikit, sedangkan keluarga yang memiliki nilai

anak yang positif akan cenderung memiliki jumlah anggota keluarga yang

banyak. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Ambarsari

(1997) yang menemukan bahwa keluarga yang memiliki nilai anak yang

positif akan memiliki jumlah anggota keluarga anak yang banyak, begitu

pula sebaliknya. Pada masa sekarang ini telah terjadi perubahan

pandangan terhadap jumlah anak yang ideal dalam satu keluarga. Bila

pada masa dahulu keluarga dengan jumlah anak yang banyak maka akan

(32)

15

sudah berubah (Sujarno, dkk. 1999). Masyarakat pada masa sekarang

akan memiliki pandangan bahwa jumlah anak yang banyak akan

menambah beban hidup keluarga tersebut. Hal ini terjadi sebagai akibat

perubahan pola hidup masyarakat, dimana pada masa dahulu untuk

mendapatkan penghasilan masyarakat cukup mengandalkan fisik saja,

namun pada masa sekarang ini untuk mendapatkan penghasilan yang

layak dibutuhkan kemampuan pemikiran yang lebih tinggi dan itu hanya

dapat diperoleh dengan mengenyam suatu pendidikan. Mengenyam suatu

pendidikan akan membutuhkan biaya tertentu, dan hal inilah yang akan

menambah beban hidup keluarga.

Pandangan dari sisi ekonomi terhadap nilai anak juga mengalami

perubahan seiring perubahan zaman. Pada masa dahulu kedudukan anak

laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Anak

laki-laki dari sisi ekonomi memiliki fungsi mencari nafkah, sedangkan anak

perempuan hanya bertugas mengurus keluarga di rumah. Perempuan

dianggap tidak layak untuk bekerja dan memperoleh pendapatan,

sehingga muncul anggapan bahwa laki-laki bertugas dilapangan

sedangkan perempuan bertugas di dapur. Pada masa sekarang ini

kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan adalah sama. Akibatnya,

tidak ada lagi pemisahan tugas dalam mencari nafkah keluarga

(Khairuddin, 1997). Adanya perubahan terhadap pandangan anak

laki-laki dan anak perempuan tersebut mengakibatkan keinginan keluarga

untuk mendapatkan salah satu jenis kelamin menjadi hilang dan bergeser

(33)

2.4Hubungan Nilai Anak Dengan Keikutsertaan KB

Nilai anak tersebut dapat dipengaruhi oleh nilai kebudayaan

dimana PUS itu berada, sehingga kebudayaan satu daerah secara tidak

langsung akan mempengaruhi PUS untuk ikut serta didalam mengikuti

program KB. Kebudayaan tercipta bukan hanya dari buah pikir dan budi

manusia, tetapi juga dikarenakan adanya interaksi antara manusia dengan

alam sekitarnya (Koentjaraningrat, 1993). Suatu interaksi dapat berjalan

apabila ada lebih dari satu orang yang saling berhubungan atau

komunikasi. Dari interaksi itulah terjadi sebuah kebudayaan yang akan

mempengaruhi PUS untuk mengikuti program KB. Perubahan

kebudayaan bisa saja terjadi akibat perubahan sosial dalam masyarakat,

begitu pula sebaliknya. Manusia sebagai pencipta kebudayaan dan

pengguna kebudayaan, oleh karena itu kebudayaan akan selalu ada jika

manusia pun ada. Pada suku Bonai menyimpulkan nilai anak yang tinggi

cenderung tidak mendukung responden untuk mengikuti program KB.

BKKBN (2000) menyimpulkan semakin tinggi nilai anak yang di anut

dalam keluarga maka semakin sulit untuk memberikan motivasi agar

berpartisipasi dalam program KB.

2.5Definisi Keluarga Berencana

Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation)

adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk;

(a) Mendapatkan objektif - objektif tertentu, (b) Menghindari kelahiran

yang tidak diinginkan, (c) Mendapatkan kelahiran yang memang

(34)

17

Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami

isteri, dan (f) Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Menurut UU No.10 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera (1992) keluarga berencana adalah upaya

peningkatan kepeduliaan dan peran serta masyarakat melalui

pendewasaan usia perkawinan (PUP) ,pengaturan kelahiran, pembinaan

ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia

dan sejahtera.

Tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi perintah

masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang

berkualitas, menurunkan tingkat atau angka kematian ibu Ibu dan bayi

serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka

membangun keluarga kecil yang berkualitas. Secara umum tujuan 5 lima

tahun kedepan yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan visi dan

misi program KB dimuka adalah membangun kembali dan melestarikan

pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB Nasional yang kuat

dimasa mendatang,sehingga visi untuk mewujudkan keluarga berkuaitas

2015 dapat tercapai.

(35)

Tahun 1950-an (Yuhedi & Kurniawati, 2013)

1. Pada era ini, perhatian terhadap masalah kependudukan khususnya

terhadap gagasan keluarga berencana telah tumbuh di kalangan

tokoh masyarakat.

2. Pemerintah pada waktu itu menyatakan tidak setuju dengan

pembatasan kelahiran sebagai upaya pengendalian penduduk

(Pidato Presiden Soeharto di Palembang pada tahun 1952).

3. Pada tahun 1957 mulai diorganisasikan pelaksanaannya oleh suatu

badan swasta Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).

Kegiatan PKBI masih sangat terbatas dan dilakukan secara

diam-diam karena situasi politik Indonesia tidak memungkinkan.

Awal dekade 1960-an (Yuhedi & Kurniawati, 2013)

1. Indonesia mengalami “baby boom” yang ditandai dengan ledakan

tingkatan kelahiran yang cukup tinggi.

2. Masalah kependudukan tidak mendapatkan penanganan

sewajarnya dari pemerintah orde lama yang berpaham pronatalis.

Pemerintah menekankan bahwa jumlah penduduk yang besar

merupakan suatu potensi yang besar untuk menggali dan mengolah

berbagai sumber kekayaan alam Indonesia tanpa memperhitungkan

kualitas sumber daya manusia dan dana yang menopangnya.

3. Pada tahun 1967 Presiden Soeharto dan dua puluh sembilan

pemimpin dunia lain menandatangani Deklarasi Kependudukan

Sedunia. Penandatanganan tersebut merupakan peristiwa yang

(36)

19

menganut paham pronatalis, menjadi sikap pemerintah Orde Baru

yang lebih realistis antinatalis.

4. Pemerintah orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto

yang berorientasi pada pembangunan ekonomi dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat mempunyai komitmen politis sangat

besar terhadap masalah kependudukan.

5. Pemerintah membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional

(LKBN) yang berstatus sebagai lembaga seni pemerintah.

6. KepPres No.8/1970, LKBN diganti menjadi Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang berstatus sebagai

lembaga pemerintah penuh.

Tahun 1970 (Yuhedi & Kurniawati, 2013)

1. Tepatnya tanggal 29 Juni 1970, Presiden Soeharto melantik Dewan

Pembimbing Keluarga Berencana. Tanggal pelantikan ini

kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Program Keluarga

Berencana (KB) Nasional.

2. Sejak Pelita I, KB secara resmi menjadi program pemerintah dan

merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.

3. Selama enam Pelita (1969/1970-1998/1999), pelaksanaan program

KB nasional diselenggarakan berdasarkan Ketetapan MPR yang

dituangkan dalam GBHN dan Keputusan Presiden tentang Program

(37)

4. Landasan legal pelaksanaan program KB nasional semakin kuat

dengan disahkannya UU No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembngunan Keluarga Sejahtera oleh MPR.

5. Organisasi KB terus berkembang dan makin besar, mulai dari

tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kotamadya, kecamatan/desa,

jumlah tenaga, sarana, prasarana dan dana makin meningkat dan

merata sesuai tuntutan perkembangan program.

Pelita I = 6 Provinsi

Pelita II = 16 Provinsi

Pelita III= Mencakup seluruh provinsi di Indonesia

Era reformasi (Yuhedi & Kurniawati, 2013)

Program KB diarahkan pada pengembangan SDM potensial

sehingga diperlukan upaya peningkatan ketahanan dan kesejahteraan

keluarga sebagai prioritas, selain itu juga diarahkan pada pengaturan

kelahiran dan pendewasaan usia perkawinan. Perkembangan KB di

Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dibagi menjadi dua, yaitu

faktor penghambat dan faktor pendukung. Faktor yang menghambat

penyebarluasan program KB di Indonesia, antara lain budaya, agama,

tingkat pengetahuan masyarakat dan wawasan kebangsaan. Faktor

pendukung penyebarluasan program KB, antara lain adanya komitmen

politis, dukungan pemerintah, dukungan TOGA/TOMA, dan dukungan

(38)

21

2.7Sasaran Keluarga Berencana

Sasaran program keluarga berencana nasional lima tahun kedepan

yang sudah tercantum dalam RPJM 2004/2009 adalah sebagai berikut

(Yuhedi & Kurniawati, 2013):

1. Menurunkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) secara

nasional menjadi 1,14% per tahun.

2. Menurunkan angka kelahiran TFR menjadi 2,2 setiap wanita.

3. Meningkatkan peserta KB pria menjadi 4,5%.

4. Menurunkan pasangan usia subur PUS yang tidak ingin punya anak

lagi dan ingin menjarangkan kelahirannya, tetapi tidak memakai alat

kontrasepsi (unmeet need) menjadi 6%.

5. Meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi yang efektif dan

efisien.

6. Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang

anak.

7. Meningkatkan jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera

yang aktif dalam usaha ekonomi produktif.

8. Meningkatkan jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan

pelayanan KB (Keluarga Berencana) dan Kesehatan Reproduksi.

2.8 Metode Kontrasepsi

(39)

Metode amenore laktasi adalah kontrasepsi yang mengandalkan

pemberian ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apapun

hingga 6 bulan.

2. Metode Kontrasepsi Alamiah

Metode kontrasepsi alamiah merupakan metode untuk mengatur

kehamilan secara alamiah, tanpa mengunakan alat apapun.

3. Metode Kalender (Orgino-Knaus)

Metode kalender atau pantang berkala dicetuskan oleh Kyusaku

Ogino (Jepang) dan Herman Knaus (Austria) pada tahun 1930.

Knaus berpendapat bahwa ovulasi selalu terjadi pada hari ke-15

sebelum menstruasi yang akan datang. Sedangkan Ogino

berpendapat bahwa ovulasi tidak selalu terjadi pada hari ke-15

sebelum siklus menstruasi berikutnya.

4. Metode Suhu Basal (Termal)

Metode kontrasepsi ini dilakukan berdasarkan pada perubahan

suhu tubuh. Pengukuran dilakukan dengan mengukur suhu basal

(pengukuran suhu yang dilakukan ketika bangun tidur sebelum

beranjak dari tempat tidur).

5. Metode Simpto Termal

Metode ini menggunakan perubahan siklus lender serviks yang

terjadi karena perubahan kadar estrogen untuk menentukan saat

yang aman bersenggama.

(40)

23

Koitus Interuptus adalah metode kontrasepsi yang dilakukan

dengan mengakhiri senggama sebelum ejakulasi intravaginal

terjadi dan ejakulasi dilakukan diluar/jauh dari genital eksternal

wanita.

7. Metode Kontrasepsi Sterilisasi Pria dan Wanita

Metode kontrasepsi sterilisasi pada pria merupakan metode

kontrasepsi dengan memotong atau menyumbat vas deference

melalui operasi. Begitu pula pada wanita kontrasepsi sterilisasi

dilakukan dengan cara tubektomi yaitu memotong atau menyumbat

saluran tuba falopii pada wanita yang bertujuan mencegah

pertemuan sperma dengan ovum.

2.9Metode Kontrasepsi dengan Alat

Metode kontrasepsi dengan alat adalah metode untuk mengatur kehamilan

dengan menggunakan alat tertentu seperti: (1) Kondom pria, (2)

kontrasepsi barrier intra-vagina, (3) Diafragma, (4) KAP Serviks, (5)

Spons, (6) Kondom Wanita, (7) Kontrasepsi kimiawi yang terdiri dari

spermisida, (8) Alat kontrasepsi dalam Rahim, (9) Kontrasepsi hormonal

(pil dan suntik), (10) Cincin vagina, (11) Kontrasepsi transdermal/koyo,

(12) Kontrasepsi darurat yang terdiri dari emergency contraceptive pill dan

morning after IUD insertion.

(41)

Definisi Pasangan Usia Subur (PUS) menurut BKKBN (2015)

adalah pasangan suami isteri yang isterinya berumur antara 19-49 tahun,

berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan (laki-laki dan

perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ

reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Bila mengikuti pengertian

yang disampaikan oleh BKKBN, maka tidak ada batasan umur pada pria

untuk menjadi syarat dikatakan Pasangan Usia Subur.

Peserta KB (Akseptor KB) adalah pasangan usia subur yang

suami/isterinya sedang memakai atau menggunakan salah satu alat/cara

kontrasepsi modern pada tahun pelaksanaan pendataan

keluarga/pemutakhiran data keluarga (BKKBN, 2015). Sedangkan Bukan

Peserta KB (NonAkseptor KB) adalah pasangan usia subur yang tidak

memakai atau menggunakan salah satu alat/cara kontrasepi modern,

dimana Bukan Peserta KB sedang dalam keadaan salah satu dibawah ini,

yaitu: (1) Hamil; adalah pasangan usia subur yang pada saat pendataan

keluarga/pemutakhiran data keluarga, tidak menggunakan salah satu

alat/cara kontrasepsi karena sedang hamil, (2) Ingin Anak Segera; adalah

pasangan usia subur yang pada saat pendataan keluarga/pemutakhiran data

keluarga sedang tidak menggunakan salah satu alat/cara kontrasepsi, dan

tidak sedang hamil karena menginginkan anak segera (batas waktu kurang

dari dua tahun), (3) Ingin Tunda Anak; adalah pasangan usia subur yang

apda saat pendataan keluarga/pemutakhiran data keluarga, sedang tidak

menggunakan salah satu alat/cara kontrasepsi, tetapi ingin menunda (batas

(42)

25

Tidak Ingin Anak Lagi; adalah pasangan usia subur yang pada saat

pendataan/pemutakhiran data keluarga, sedang tidak menggunakan salah

satu alat/cara kontrasepsi, tetapi juga tidak menginginkan anak lagi.

2.11 Landasan Teori

Teori Alasan Berperilaku (Theory Of Reasoned Action)

Teori alasan berperilaku merupakan teori perilaku secara umum.

Sebenarnya teori ini digunakan dalam berbagai perilaku manusia,

khususnya berkaitan dengan masalah sosiopsikologis, kemudian

berkembang dan banyak digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang

berkaitan dengan perilaku kesehatan (Maulana, 2009). Teori ini

menghubungkan antara keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak

(intention), dan perilaku. Niat (kehendak) merupakan prediktor terbaik

perilaku, artinya jika ingin mengetahui apa yang dilakukan seseorang, cara

terbaik adalah mengetahui kehendak orang tersebut. Konsep penting dalam

teori ini adalah focus (salience), yaitu mempertimbangkan sesuatu yang

dianggap penting.

Niat ditentukan oleh sikap dan norma subjektif. Komponen sikap

merupakan hasil pertimbangan untung-rugi dari perilaku tersebut (outcome

of the behavior), dan pentingnya konsekuensi-konsekuensi bagi individu.

Di lain pihak, komponen norma subjektif atau sosial mengacu pada

keyakinan sesorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan

orang-orang yang dianggap penting dan motivasi seseorang-orang untuk mengikuti

(43)

setuju dengan tindakan tersebut, terdapat kecenderungan positif untuk

berperilaku.

Teori Kehendak Perilaku menghubungkan Nilai Keyakinan

(Belief), Sikap (Attitude), kehendak (intensi dalam berperilaku). Intensi

(kehendak) ditentukan oleh:

1. Sikap

Merupakan hasil pertimbangan untung rugi dari perilaku dan

pentingnya konsekuensi yang akan terjadi bagi individu.

2. Norma Subjektif.

3. Mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan

apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggap penting dan

memotivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut

(44)

27

Gambar 2.1 Theory of Reasoned Action Keyakinan

Berperilaku

Hasil Evaluasi Perilaku

Keyakinan Normatif

Motivasi untuk Melaksanakan

Sikap

Norma subjektif

Niat untuk Menampilkan

Perilaku

(45)

2.12 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

(46)

29

Untuk mengungkapkan perbandingan gambaran nilai anak pada pasangan

usia subur Akseptor dan Non Akseptor KB, maka peneliti mencoba

mengungkapkannya dengan menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA).

Teori ini digunakan untuk mengetahui persepsi PUS terhadap nilai anak,

dimana peneliti berusaha mengetahui bagaimana keyakinan PUS terhadap

(47)

Jenis penelitian ini bersifat analisis komparatif dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif dan menggunakan kuesioner dengan tujuan untuk

mengetahui hubungan nilai anak pada akseptor dan non akseptor KB di

Kelurahan Pekan Gebang Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat Tahun

2015. Rancangan penelitian survei menyediakan gambaran angka atau secara

kuantitatif dari arah, perilaku, atau opini dari populasi dengan meneliti

sampel dari populasi tersebut. Dari hasil meneliti sampel tersebut peneliti

mengambil kesimpulan tentang populasi tersebut (Creswell, 2009).

Analisis data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data dilakukan

dengan menggunakan metode analisis komparatif. Analisis data komparatif

adalah penelitian dengan menggunakan metode studi perbandingan yang

dilakukan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan sebagai

fenomena untuk mencari faktor-faktor apa, atau situasi bagaimana yang

menyebabkan timbulnya suatu peristiwa tertentu (Notoatmodjo, 2012).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Pekan Gebang Kecamatan

Gebang Kabupaten Langkat. Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian

(48)

31

1. Kelurahan Pekan Gebang merupakan salah satu desa di Kecamatan

Gebang, dimana diyakini masih banyak pemikiran tradisional

mengenai nilai anak.

2. Masih ada masyarakat yang memiliki anak >2 orang.

3. Angka pemakaian alat kontrasepsi sudah diatas 50%.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Oktober 2015.

3.3Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasangan usia subur yang

berdomisili di Kelurahan Pekan Gebang. Populasi dari penelitian ini

berjumlah 2.128 pasangan. Dengan jumlah akseptor KB sebesar 1.361 PUS

dan non akseptor KB sebesar 767 PUS. Adapun kritera inklusi dan kriteria

ekslusi dari populasi penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kriteria Inklusi:

-Pasangan suami istri, dimana istri memiliki umur antara 19-49 tahun. -Istri yang berumur dibawah 49 tahun harus belum memasuki masa

menopause (tidak haid lagi).

-Pasangan yang salah satu pihak (baik suami ataupun istri) sedang menjadi Akseptor KB ataupun Non Akseptor KB.

-Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Kriteria Eksklusi:

-Pasangan suami istri, dimana istri memiliki umur lebih dari atau sama dengan 50 tahun.

(49)

3.3.2 Sampel

Besar sampel dari penelitian diambil dari populasi yang sudah diketahui

dengan menggunakan rumus (Lemeshow, 1997). Adapun rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut :

Besar sampel tersebut akan dibagi menjadi dua kelompok yang

sama besar. Dua kelompok tersebut adalah kelompok PUS akseptor KB,

dan kelompok PUS non akseptor KB. Pada masing-masing kelompok pada

akhirnya akan memiliki jumlah 41 orang. Penarikan sampel dari populasi

Keterangan:

n = besar sampel

N = besar populasi kunjungan selama tahun 2014(2128) Z = standar deviasi normal(1,96 dengan Cl 95%) P = target populasi (0,5)

d = derajat ketepatan yang digunakan(=10%)

(50)

33

akan dilakukan dengan menggunakan tehnik convenience (accidental)

sampling. Tehnik convenience (accidental) adalah tehnik dimana

responden dipilih berdasarkan sifat kebetulan, atau orang terdekat yang

ditemui oleh peneliti yang memenuhi syarat untuk menjadi sampel dalam

penelitian (Cohen, Manion & Morrison, 2011). Berdasarkan tehnik

tersebut maka peneliti akan memilih responden untuk dijadikan sampel

dalam penelitian ini dengan cara menunggu di puskesmas serta ke

lapangan. Responden akan dipilih bila PUS yang berobat ke puskesmas

atau dijumpai dilapangan tersebut memenuhi syarat dari kriteria inklusi

yang terdapat pada penelitian ini.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui tanya jawab dengan menggunakan

kuesioner secara langsung terhadap responden penelitian yang berada di

Kelurahan Pekan Gebang.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya

adalah data dari Puskesmas Gebang, dan data BKKBN Gebang.

3.5 Definisi Operasional

1. Karakteristik adalah faktor-faktor yang ada pada responden tentang

gambaran nilai anak pada akseptor dan non akseptor KB.

a. Akseptor/Non Akseptor KB adalah keikutsertaan atau ketidak

ikutsertaan seseorang dalam menjalankan program keluarga

(51)

b. Agama adalah kepercayaan seseorang yang diwujudkan dalam suatu

peribadatan.

c. Tingkat pendidikan adalah pendidikan yang diperoleh seseorang pada

periode waktu tertentu dengan situasi resmi disahkan oleh pemerintah

untuk menyelenggarakan pendidikan tertentu yang ditandai adanya

ijazah setelah selesai pendidikan.

d. Suku adalah status kebudayaan seseorang yang diturunkan oleh

orangtuanya.

e. Umur adalah lamanya waktu perjalanan hidup yang dihitung sejak

lahir sampai saat pelaksanaan wawancara, yang dinyatakan dalam

satuan tahun.

f. Jumlah anak adalah banyaknya anak didalam suatu keluarga.

2. Gambaran Nilai Anak yang dianut oleh PUS adalah tanggapan responden

tentang nilai dari segi agama, sosial, psiokologi, dan ekonomi.

a. Nilai anak dari segi agama adalah kepercayaan anak memiliki peran

dalam nilai-nilai agama.

b. Nilai anak dari segi sosial adalah kepercayaan anak memiliki peran

dalam aspek sosial.

c. Nilai anak dari segi psikologi adalah kepercayaan anak memiliki

pengaruh psikologis terhadap keluarga.

d. Nilai anak dari segi ekonomi adalah kepercayaan bahwa anak

(52)

35

3.6 Instrumen dan Cara Pengukuran 3.6.1 Instrumen

Pengukuran terhadap nilai anak pada masing-masing segi akan

dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada responden. Kuesioner

yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti

berdasarkan penjelasan teori pada masing-masing segi nilai anak. Jumlah

item pernyataan dalam kuesioner penelitian ini berjumlah 40 buah, dimana

masing-masing segi nilai anak berjumlah 10 buah item pernyataan.

Pernyataan tersebut dinilai dengan menggunakan 4 poin skala Likert,

yaitu: “1=sangat tidak setuju”, “2=tidak setuju”,“3=setuju”, dan “4=sangat

setuju”. Pada kalimat pernyataan yang bersifat negatif maka penilaian

akan dilakukan secara terbalik. Kalimat yang bersifat negatif adalah

kuesioner nomor 9, 16, dan 28. Pernyataan bersifat negatif berguna untuk

mengetahui apakah responden menjawab dengan benar dan tidak hanya

mengisi secara tidak benar.

3.6.2 Cara Pengukuran

Penilaian persepsi responden terhadap nilai anak dilakukan dengan

menjumlahkan masing-masing nilai pada setiap item pernyataan. Penilaian

akan dilakukan pada masing-masing segi pada nilai anak, yaitu persepsi

nilai anak pada segi agama, segi ekonomi, segi sosial, dan psikologi.

Responden memiliki nilai anak pada masing-masing segi tersebut

(53)

skor diatas 20 , dan dikatakan rendah bila memiliki jumlah skor <50%

yaitu skor dibawah <20.

3.7 Metode Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dari hasil memberikan kuesioner kepada responden

akan dilakukan secara beberapa tahap yaitu: tahap editing, tahap coding,

tahap entry, dan tahap cleaning.

1. Editing (Pengeditan)

Dalam pengeditan dilakukan dengan memeriksa kelengkapan data isi

kuisioner, kesinambungan data, dan memeriksa keseragaman data

dengan tujuan agar data yang diperoleh dapat diolah dengan baik dan

menghasilkan informasi yang benar. Karena jika ditemukan

bagian-bagian yang tidak ada data nya tentu akan menyulitkan pengolahan

data.

2. Coding

Setelah data diperoleh dan melakukan pengeditan maka peneliti

melakukan tahap coding dimana peneliti akan memberi nilai dari

masing-masing jawaban pertanyaan kuesioner, pengkodean pada

setiap jawaban responden untuk mempermudah analisis data yang

telah dikumpulkan.

3. Entri

Tahap entry adalah tahap dimana peneliti memasukkan hasil penilaian

(54)

37

yang ada pada kuisioner ke program yang ada pada komputer untuk

dianalisis dan didapatkan kesimpulan.

4. Tahap cleaning adalah tahap dimana peneliti melakukan pengecekan

terhadap hasil data yang diperoleh.

3.7.2 Analisis Data

Analisis dilakukan pada setiap variabel dari hasil penelitian dengan

langkah awal mendeskripsikan setiap variabel penelitian untuk

memperoleh hubungan nilai anak pada Akseptor dan Non Akseptor

KB. Hasil deskripsi nilai anak tersebut kemudian dilakukan uji

Chi-Square untuk melihat hubungan antara masing-masing segi nilai anak

(55)

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Gambaran Geografis

Pekan Gebang merupakan salah satu kelurahan yang ada di

Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara,

Indonesia. Kelurahan Pekan Gebang memiliki 8 lingkungan yaitu :

Lingkungan I : Desa Tegal Rejo

Lingkungan II : Desa Air Tawar Luar

Lingkungan III : Desa Air Tawar Dalam

Lingkungan IV : Desa Simpang Kolam Luar

Lingkungan V : Desa Simpang Kolam Dalam

Lingkungan VI : Desa Pekan Gebang

Lingkungan VII : Desa Pringgan

Lingkungan VIII : Desa Katib Darus

4.1.2 Gambaran Demografis

Jumlah penduduk Kelurahan Pekan Gebang Kecamatan Gebang

tahun 2014 menurut data yang didapatkan dari Puskesmas Gebang yaitu

(56)

39

penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 5.354 orang dan

jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 5.947 orang.

Jumlah pasangan usia subur di wilayah kelurahan Pekan Gebang sebanyak

2.128 PUS.

4.2 Gambaran Karakteristik Responden

Responden penelitian ini adalah pasangan usia subur yang menjadi

akseptor dan non akseptor program KB di Kelurahan Pekan Gebang,

dimana total seluruh PUS yang menjadi responden berjumlah 82 PUS

seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Program Keluarga Berencana

Keluarga Berencana

Akseptor Non-Akseptor

41 50% 41 50%

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase responden yang menjadi

akseptor dan non akseptor KB adalah sama, yaitu 50% dimana total

jumlah masing-masing kelompok adalah 41 PUS akseptor KB dan 41 PUS

(57)

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Suku

No Suku Jumlah Persentase (%)

1 Jawa 43 52.44%

2 Batak 17 20.73%

3 Melayu 16 19.51%

4 India 3 3.66%

5 Tionghoa 2 2.44%

6 Aceh 1 1.22%

Total 82 100%

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa suku responden yang

terbanyak adalah suku Jawa, yaitu sebanyak 43 orang (52,44%) sedangkan

responden yang paling sedikit dengan suku Aceh sebanyak 1 orang

(1,22%). Tabel di atas menunjukkan bahwa heterogenitas suku dari

responden penelitian ini cukup tinggi, meskipun jumlah dari

masing-masing suku tidak sama besar. Namun, hal tersebut sesuai dengan proporsi

Gambar

Tabel 4.1  Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Dalam Program    Keluarga Berencana …………………………………………… 39  Tabel 4.2  Distribusi Responden Berdasarkan Suku ……………………… 40 Tabel 4.3  Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ……………… 41 Tabel 4.4  Di
Gambar 2.1 Theory of Reasoned Action
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Suku
+7

Referensi

Dokumen terkait

The following line of text may be used after your organisation’s name and/or logo: [Your organisation name] is a registered Cambridge International School.. Example

Industri musik di indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup pesat. Band dengan label musik nasional maupun lokal mulai banyak bermunculan. Persaingan

Dalam pelayanan Kantor Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar memberikan informasi persyaratan yang harus di penuhi oleh pemohon masih menggunakan secara langsung melalui

Untuk pembuatan animasi bergerak penulis menggunakan aplikasi Macromedia Flash MX 2004, sedangkan pembuatan database penulis menggunakan aplikasi Microsoft Office Access 2003.

Perlu ditambahkan taman kota (berkelompok), jalur hijau pada jalan - jalan lokal, dan peningkatan penghjauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah). 13 Seberang Ulu 1 Tipe

Adalah benar-benar mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang dan pada semester tersebut tidak sedang menghentikan

Tempat/Tanggal Lahir : Makassar, 21 Desember 1968 Alamat Tempat Tinggal : Kota Kembang Depok Raya sektor. Anggrek -3 Blok F1/14, Depok, Jabar Jenis Kelamin

dan kegiatan ekonomi masyarakat transmigran, analisis potensi ekonomi sumberdaya alam lokal, analisis potensi ekonomi sumberdaya manusia lokal, analisiskondisi