• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengulangan Pemakaian Minyak Goreng Curah Terhadap Kandungan Ion Besi (Fe3+)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengulangan Pemakaian Minyak Goreng Curah Terhadap Kandungan Ion Besi (Fe3+)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGULANGAN PEMAKAIAN MINYAK

GORENG CURAH TERHADAP KANDUNGAN

ION BESI (Fe

3+

)

SKRIPSI

EMI CITRA SAHADA 110802007

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH PENGULANGAN PEMAKAIAN MINYAK

GORENG CURAH TERHADAP KANDUNGAN

ION BESI (Fe

3+

)

SKRIPSI

Diajukanuntukmelengkapi tugasdanmemenuhisyaratmencapaigelarsarjanasains

EMI CITRA SAHADA 110802007

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Pengulangan Pemakaian Minyak Goreng Curah Terhadap Kandungan Ion Besi (Fe3+)

Kategori : Skripsi

Nama : Emi Citra Sahada

Nomor Induk Mahasiswa : 110802007

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Mei 201

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc NIP.

195308171983031002 NIP.195504051983031002

Disetujui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGULANGAN PEMAKAIAN MINYAK GORENG CURAH TERHADAP KANDUNGAN

ION BESI (Fe3+)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2015

(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia, serta nikmat-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sains pada jurusan Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Serta selawat dan salam penulis hadiahkan kepada baginda Rasulullah SAW sebagai sosok suri tauladan yang patut dijadikan panutan bagi umatnya.

Dengan penuh rasa cinta dan dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada ayahanda tersayang Tumiran, dan Ibunda Tercinta Ngatimah yang tiada henti-hentinya memberikan dukungan moril, materil, semangat, serta segala bentuk pengorbanan dan do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai sekarang. penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta yaitu:Abangda Irwansyah bersama kakanda Ratna Emapuri dan keponakanku tersayang fikri utama puriansyah serta abangda Apriyarmin bersama kakanda rohaniah, yang tiada hentinya memberikan segala bentuk dukungan dan nasehat serta arahan kepada penulis. dan tak terlupakan penulis mengucapkan sangat berterima kasih kepada eko maulana yang senantiasa memberikan semangat,membantu,serta selalu mendukung penulis dalam kondisi apa pun.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc selaku dosen pembimbing 1 dan Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phill selaku dosen pembimbing 2 yang telah tulus dan sabar dalam membimbing dan memberikan arahan serta saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris departemen Kimia FMIPA USU. Kepada Bapak Drs. Ahmad Darwin Bangun selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan demi kelancaran kuliah penulis, serta seluruh staff pengajar jurusan kimia yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

Dan penulis juga mengucapkan terimah kasia kepada Bapak Pof. Harlem Marpaung dan Kak Sri Pratiwi terima atas segala fasilitas yang sudah diberikan. Dan kepada teman terbaik ku: fatya, bella, wiwi, roberta, andy dan dewi terimakasih atas bantuan,semangat dan arahan kalian. serta abang, kakak dan adik-adik asisten kimia analitik, dan teman stambuk 2011 terimakasih atas dukungannya.

(6)

PENGARUH PENGULANGAN PEMAKAIAN MINYAK GORENG CURAH TERHADAP KANDUNGAN

ION BESI (Fe3+)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Pengaruh Pengulangan Pemakaian Minyak Goreng Curah Terhadap Kandungan Ion Besi (Fe3+). Sampel Minyak Goreng Curah yang dianalisis adalah minyak goreng curah yang belum digunakan, minyak goreng curah yang digunakan 2,4,6,8, kali penggorengan, dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah. Preparasi sampel dilakukan dengan metode destruksi kering pada suhu ±5000C, sampai abu bewarna putih . Kemudian diikuti dengan pelarutan abu berwarna putih dengan HCl 6 N. Kemudian Penentuan kandungan Ion besi( Fe3+) dilakukan dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang 248,3 nm. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan ion Fe3+ Pada minyak goreng curah yang belum digunakan, minyak goreng curah yang digunakan 2 dan 4 kali penggorengan, masing-masing: 0,6958 mg/Kg, 0,8612 mg/Kg, 1,2613 mg/Kg, tidak melewati ambang batas yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia. Sedangkan minyak goreng curah yang digunakan 6 dan 8 kali penggorengan, serta Minyak Goreng Curah yang telah menjadi jelantah,masing-masing: 5,7366 mg/Kg, 25,0617 mg/Kg, and 43,2895 mg//Kg, telah melewati nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia.

(7)

THE EFFECT OF REPETITION USING OF COOKING OIL OF THE CONTENT OF IRON IONS (Fe3+)

ABSTRACT

The research has conducted on the effect of repetition using of cooking oil of the content of iron ions (Fe3+). The analyzed samples are cooking oil that has not been used, 2, 4, 6, 8 times-used cooking oil and cooking oil unfit for use. Sample preparation is done by the method of destruction dried at a temperature ±5000C, until the resulting ash is white. Followed by dissolution white ash with HCl 6 N. Then the Determination of the content of iron ions (Fe3+) conducted using Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) at a wavelength of 248.3 nm. From the analysis, it can be seen that the content of iron ions (Fe3+ ) In the cooking oil that has not been used, 2 and 4 times-used cooking oil, respectively, 0,6958 mg/Kg, 0,8612 mg/Kg, 1,2613 mg/Kg, do not cross the threshold set by the Indonesian National Standard. While 6 and 8 times – used cooking oil, and cooking oil unfit for use respectively, 5,7366 mg/Kg, 25,0617 mg/Kg, and 43,2895 mg//Kg, has passed the threshold value set by the Indonesian National Standard.

(8)

DAFTAR ISI

(9)

3.1.1 Alat 23 3.2.1.4 Larutan Seri Standart Fe3+ 0,0;0,2;0,4;

0,6;0,8;dan 1,0 mg/L 25 3.2.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standart Fe3+ 25 3.2.3 Preparasi Sampel

3.2.3.1 Penyediaan dan Pengabuan Sampel 26 3.2.3.2 Penyediaan Larutan Sampel 26 3.2.3.3 Penenttuan Kandungan Ion Besi (Fe3+)

Secara SSA 27

3.3 Bagan Penelitian

3.3.2 Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standart

Besi (Fe3+) 27

3.3.3 Penyediaan Dan Pengabuan Sampel 28 3.3.4 Pengukuran Kandungan Ion Besi Fe3+ Pada Sampel 29

Bab 4. Hasil Dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian 30

4.1.1 Uji Kuantitatif Sampel Dengan SSA 30

4.1.1.1 Ion Besi (Fe3+) 31

4..1.1.2 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasi Untuk Larutan

Standrat Fe3+ 31

4.1.1.3 Penentuan Koefisien Kolerasi 33 4.1.1.4 Penentuan Kandungan Besi Dalam Sampel 34 4.1.1.5 Penentuan Kandungan Besi yang terkandung

Pada Minyak Goreng Curah Dalam Satuan mg/L 34 4.1.1.6 Penentuan Kandungan Besi yang terkandung

Pada Minyak Goreng Curah Dalam Satuan mg/Kg 35

4.2 Pembahasan 36

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 40

Daftar Pustaka 41

Lampiran

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Komposisi Asam lemak pada empat jenis minyak goreng

Nabati 9

2.2 Logam-logam makro dan mikro yang ditemukan dalam

kerak bumi 13

2.3 Nilai besi berbagai bahan makanan (mg/100 gram ) 16 4.1 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Ion Fe3+ pada minyak

goreng curah pada λspesifik= 248,3nm 30 4.2 Data pengukuran absorbansi larutan seri standar Besi (Fe3+) 32 4.3 Data Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar judul Halaman

2.1 Gambar Struktur Bahan Pangan yang digoreng 11 2.3 Gambar Komponen-komponen spektrofotometer

serapan atom 19

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman 1 Sampel Minyak Goreng Curah yang digunakan dalam

Penelitian 44

2 Hasil Destruksi Kering Dari Minyak Goreng Curah 44 3 Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA-7000F)

dan Spesifikasi alat pada Absorbansi Fe 45 4 Kandungan Besi (Fe3+) pada minyak Goreng Curah yang

Digunakan 8 kali penggorengan dengan metode SSA 46 5 Nilai Besi Pada Berbagai Bahan makanan (mg/100 gram)

(Depkes,1996) 47

(13)

PENGARUH PENGULANGAN PEMAKAIAN MINYAK GORENG CURAH TERHADAP KANDUNGAN

ION BESI (Fe3+)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Pengaruh Pengulangan Pemakaian Minyak Goreng Curah Terhadap Kandungan Ion Besi (Fe3+). Sampel Minyak Goreng Curah yang dianalisis adalah minyak goreng curah yang belum digunakan, minyak goreng curah yang digunakan 2,4,6,8, kali penggorengan, dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah. Preparasi sampel dilakukan dengan metode destruksi kering pada suhu ±5000C, sampai abu bewarna putih . Kemudian diikuti dengan pelarutan abu berwarna putih dengan HCl 6 N. Kemudian Penentuan kandungan Ion besi( Fe3+) dilakukan dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang 248,3 nm. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan ion Fe3+ Pada minyak goreng curah yang belum digunakan, minyak goreng curah yang digunakan 2 dan 4 kali penggorengan, masing-masing: 0,6958 mg/Kg, 0,8612 mg/Kg, 1,2613 mg/Kg, tidak melewati ambang batas yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia. Sedangkan minyak goreng curah yang digunakan 6 dan 8 kali penggorengan, serta Minyak Goreng Curah yang telah menjadi jelantah,masing-masing: 5,7366 mg/Kg, 25,0617 mg/Kg, and 43,2895 mg//Kg, telah melewati nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia.

(14)

THE EFFECT OF REPETITION USING OF COOKING OIL OF THE CONTENT OF IRON IONS (Fe3+)

ABSTRACT

The research has conducted on the effect of repetition using of cooking oil of the content of iron ions (Fe3+). The analyzed samples are cooking oil that has not been used, 2, 4, 6, 8 times-used cooking oil and cooking oil unfit for use. Sample preparation is done by the method of destruction dried at a temperature ±5000C, until the resulting ash is white. Followed by dissolution white ash with HCl 6 N. Then the Determination of the content of iron ions (Fe3+) conducted using Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) at a wavelength of 248.3 nm. From the analysis, it can be seen that the content of iron ions (Fe3+ ) In the cooking oil that has not been used, 2 and 4 times-used cooking oil, respectively, 0,6958 mg/Kg, 0,8612 mg/Kg, 1,2613 mg/Kg, do not cross the threshold set by the Indonesian National Standard. While 6 and 8 times – used cooking oil, and cooking oil unfit for use respectively, 5,7366 mg/Kg, 25,0617 mg/Kg, and 43,2895 mg//Kg, has passed the threshold value set by the Indonesian National Standard.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Minyak goreng tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seluruh lapisan masyarakat indonesia. Kebutuhan akan minyak goreng setiap tahun mengalami peningkatan karena makanan yang digoreng lebih digemari dari pada yang direbus, dikarenakan lebih gurih dan renyah. (Aminah, 2010). Cara menyiapkan makanan dengan menggoreng juga telah diperkenalkan didunia sejak berabad-abad yang lalu. (Gupta,2005). Dikarenakan menggoreng merupakan salah satu cara memasak yang cepat dan praktis.(Sunisa, 2011).

Minyak goreng berperan sebagai pemberi nilai kalori paling besar diantara zat gizi lainnya serta dapat memberikan rasa gurih, tekstur dan penampakan bahan pangan lebih menarik serta permukaan yang kering.(winarno,1995 ). Akan tetapi, dibalik itu semua ada masalah terkait penggunaan minyak goreng secara berulang, dan sayangnya masalah ini tidak ditanggapi dengan serius, padahal minyak yang berulang kali digunakan dapat merusak kualitas minyak goreng tersebut, dan dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Akibat penggunaan minyak goreng berulang kali dapat dijelaskan oleh penelitian Rukmini yaitu terjadi kerusakan pada sel hevar (lever), jantung, pembuluh darah maupun ginjal. (Rukmini,2007)

(16)

Minyak goreng yang digunakan berulang kali konsentrasi logam pada minyak goreng tersebut juga akan meningkat, karena komponen logam yang terdapat pada bahan pangan yang digoreng akan terdispersi kedalam minyak goreng yang digunakan sehingga dapat meningkatkan kandungan logam pada minyak goreng tersebut, tapi tergantung dari komponen logam apa yang terkandung didalam bahan pangan yang digoreng tersebut, selain itu kandungan logam juga dapat meningkat yang diakibatkan melarutnya logam dari kuali penggorengan dengan minyak goreng panas yang digunakan.

Dan apabila kandungan logam pada minyak goreng telah meningkat maka logam tersebut juga akan terakumulasi kedalam tubuh karena hasil bahan pangan yang digoreng mengandung 5-40 % minyak, dengan demikian minyak bersama dengan logam juga akan ikut terkonsumsi kedalam tubuh bersama bahan pangan yang digoreng. (LPPOM, 2010 ).

Menurut Badan Standarisasi Indonesia ( SNI ), didalam minyak goreng terkandung logam – logam, yaitu merkuri (Hg),tembaga (Cu),Arsen (As), timbal (Pb), timah (Sn), seng (Zn), dan besi (Fe). Kadar maksimal dari logam tembaga (Cu), Arsen (As) ,dan merkuri (Hg) adalah 0.1 mg/kg, kadar maksimal dari logam timbal (Pb) 40.0 mg/kg, kadar maksimal timah (Sn) dan dan seng (Zn) adalah 0.05Maks mg/kg dan 40.0/250.0* mg/kg, Sedangkan kadar maksimal logam besi (Fe) adalah 1.5 mg/Kg. Kadar maksimal logam ini dilihat pada minyak yang belum dipakai atau minyak baru.

Pada penelitian yang telah dilakukan “Chairunisa (2013)”melakukan penelitian tentang kandungan logam Cd dan Pb pada minyak goreng pada pedagang gorengan , dimana kandungan logam Cd adalah 0.0005-0.0001 mg/kg sedangkan kandungan logam Pb adalah 0.0019-0.0004 mg/kg.

(17)

peningkatan sebesar 165-702%. Hal ini sangat dipengaruhi oleh teradsorpsinya logam timbal yang terkandung pada asap-asap kendaraan bermotor (Hasibuan, dkk.2012).

Betra indri Yanti (2010) “juga telah meneliti tentang pengaruh pengulangan pemakaian minyak goreng bekas terhadap kandungan logam Pb,Cu,Hg. yang menunjukkan bahwa kandungan logam Pb pada minyak jelantah campur adalah 0.676 ppm,kandungan logam Cu pada minyak jelantah campur adalah 1.001 ppm. sedangkan kandungan logam Hg pada minyak jelantah campur adalah 8.387 ppb.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui kandungan logam berat besi yang terdapat dalam minyak goreng curah yang digunakan secara berulang kali sehingga dapat diketahui apakah minyak goreng curah sudah memenuhi SNI sebagai bahan pangan yang layak untuk dikonsumsi.

1.2Permasalahan

1. Berapakah kandungan ion Besi ( Fe3+) pada minyak goreng curah yang belum digunakan, dan pada minyak goreng curah yang digunakan sebanyak 2,4,6,8 kali penggorengan dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah? 2. Apakah kandungan ion besi ( Fe3+) pada minyak goreng curah yang belum

(18)

1.3Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada :

1. Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng curah yang belum digunakan, minyak goreng curah yang digunakan sebanyak 2,4,6, 8 kali penggorengan dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah yang didapat dari kantin FMIPA USU.

2. Penentuan kandungan ion besi ( Fe3+) dilakukan dengan Spektrofotometri Serapan Atom .

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kandungan ion Besi ( Fe3+) pada minyak goreng curah yang belum digunakan, minyak goreng curah yang digunakan sebanyak 2,4,6, 8 kali penggorengan dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah.

2. Untuk mengetahui apakah kandungan ion besi ( Fe3+) pada minyak goreng curah yang belum digunakan, dan pada minyak goreng curah yang digunakan sebanyak 2,4,6,8 kali penggorengan dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI .

1.5 Manfaat Penelitian

(19)

1.6Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU dan analisia ion Fe3+ dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dilakukan di laboratorium Badan Riset dan Standarisasi (BARISTAND) Medan.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, yang meliputi beberapa tahapan : 1. Sampel minyak goreng yang diambil berupa minyak goreng curah yang belum

digunakan, yang telah digunakan 2,4,6,8 kali penggorengan, dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah.

2. Sampel minyak goreng terlebih dahulu diarangkan diatas hot plate sampai asapnya hilang.

3. Destruksi sampel minyak goreng dilakukan dengan destruksi kering dengan pemanasan dalam tanur pada suhu 5000-5500C, sampai abu bewarna putih. Selanjutnya dilarutkan dengan 5 ml HCl 6 N.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Goreng

2.1.2 Pengertian Minyak Goreng

Minyak termasuk golongan lipid. Minyak adalah lemak yang berwujud cair pada suhu kamar 250C. Minyak merupakan trigliserida (triasil gliserol) dari gliserol dan berbagai asam lemak.(Winarno,1997).

Minyak mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu: lipid kompleks (lesithin,cephalin, fosfatida,dan glikolipid), sterol,asam lemak bebas,lilin, pigmen,hidrokarbon ( karbohidrat, protein, dan vitamin ). Komponen tersebut akan mempengaruhi sifat fisik dan warna minyak.(Buckle,2007).

Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian, meliputi : 1) Degumming,yaitu proses pemisahan getah atau lendir,serperti fosfatida, air, protein, residu, karbohidrat, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas. 2).Netralisasi, proses pemisahan asam lemak pada minyak dengan mereaksikannya dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga terbentuk sabun, 3) pemucatan, proses penghilan zat-zat warna. 4) Deodorisasi, proses penghilan bau dan rasa yang tidak enak pada minyak.(Ketaren,1986).

Menurut SNI 01-3741-1995 (BSN, 1995), minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara memurnikan minyak makan nabati. Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari (jagung, gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah, dan lain-lain), palem-paleman (kelapa dan kelapa sawit), dan biji-bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao, dan lain-lain) (Nugraha, 2004).

(21)

oil) misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena jika minyak tersebut kontak dengan udara pada suhu tinggi akan mudah teroksidasi sehingga berbau tengik. Minyak yang dipakai menggoreng adalah minyak yang tergolong dalam kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, contohnya adalah minyak sawit.

Pemanasan Minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu cukup lama, akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Berbagai macam gejala keracunan,yaitu iritasi saluran pencernaan,pembengkakan organ tubuh, depresi pertumbuhan dan kematian telah diobservasi pada hewan yang diberi lemak yang telah dipanaskan dan teroksidasi.Minyak yang telah rusak tidak hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi,tetapi juga merusak tekstur, flavor dari bahan pangan yang digoreng. (Ketaren, 1986).

2.1.3 Klasifikasi Minyak Goreng

Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan rangkap pada struktur molekulnya, minyak goreng terbagi menjadi: minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acid), dan minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated fatty acid / MUFA) maupun majemuk (Polyunsaturated fatty acid / PUFA).(ketaren, 2008).

Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acid), merupakan asam lemak yang berikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya.Minyak ini bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi atau berubah menjadi asam lemak jenis lain.Asam lemak jenuh yang terkandung pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam oktanoat,asam dekanoat, asam laurat, asam miristat, asam palmitat,dan asam stearat.(ketaren,2008).

(22)

asam lemak jenuh.Asam lemak tak jenuh yang terkandung pada minyak goreng adalag asam oleat, dan asam linolenat.(Ketaren, 2008)

2.1.4 Komposisi Minyak Goreng

Secara umum komponen utama minyak yang menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat fisik dan stabilitas minyak. Ketaren mengatakan susunan asam lemak pada setiap jenis minyak berbeda karena faktor iklim,perbedaan sumber,keadaan tempat tumbuh,dan pengolahan.

(23)

Tabel 2.1 Komposisi Asam lemak pada empat jenis minyak goreng nabati

Sumber : Majalah Sasaran No.4, 1996

2.1.5 Standar Mutu Minyak Goreng

(24)

asam lemaknya, penyebaran ikatan rangkap dari asam lemaknya, serta bahan-bahan yang dapat mempercepat atau memperlambat terjadinya proses kerusakan minyak goreng yang terdapat secara alami atau yang sengaja ditambahkan.

Mutu minyak goreng ditentukan pula oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Bila minyak mengalami pemanasan yang berlebihan, gliserol akan mengalami kerusakan dan kehancuran dan akibatnya minyak tersebut segera mengeluarkan asap biru yang sangat mengganggu lapisan selaput mata. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin tinggi mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebasnya (Winarno, 1997).

Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-3741-1995,Syarat mutu minyak goreng menurut SNI dapat dilihat pada Lampiran 7.

2.2 Sistem Menggoreng Bahan Pangan

Pada umumnya sistem menggoreng bahan pangan Ada dua macam, yaitu: gangsa (pan frying) dan menggoreng biasa (deep frying ).

1. Gangsa (pan frying )

Proses gangsa ( pan frying )dapat menggunakan lemak atau minyak dengan titik asap yang lebih rendah, karena suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu pemanasan pada sistem deep frying. Ciri khas dari proses “ gangsa” ialah karena bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak atau lemak.

(25)

2. Menggoreng Biasa

Pada proses penggorengan dengan sistem deep frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak dapat mencapai 200-2050C.lemak yang digunakan tidak berbentuk emulsi dan mempunyai titik asap (smoking point ) diatas suhu penggorengan, sehingga asap tidak terbentuk selama proses penggorengan.

Lemak yang dapat digunakan dalam proses penggorengan secara deep frying adalah lemak nabati yang mengalami proses hidrogenasi (kecuali minyak olive), minyak babi (lard) bermutu tinggi dan beberapa jenis senyawa shortening yang tidak mengandung emulsifier.Secara komersil bahan pangan yang digoreng (fried food) biasanya digoreng dengan menggunakan sistem deep frying. (Ketaren, 1986).

2.3 Struktur Bahan Pangan Digoreng

Untuk memahami pengertian dari bahan pangan digoreng, dapat dilihat dari aspek anatomi bahan pangan tersebut. Semua bahan pangan digoreng mempunyai struktur dasar yang sama.

Gambar 2.1 Struktur Bahan Pangan yang digoreng

Gambar tersebut memperlihatkan potongan melintang dari bahan pangan digoreng. Innerzone atau core merupakan bagian dalam dari bahan pangan berkadar air tinggi dan umum terdapat pada bahan pangan yang digoreng.

Proses pemasakan berlangsung oleh penetrasi panas dari minyak yang masuk ke dalam bahan pangan. Proses Pemasakan ini dapat mengubah atau tidak mengubah karakter bahan pangan,tergantung bahan pangan yang digoreng.

(26)

Permukaan lapisan luar (outer zone surface) akan berwarna coklat keemasan akibat penggorengan.Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu menggoreng, juga komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan.

Bagian luar bahan pangan (Outer Zone), jika bahan pangan segar digoreng maka kulit bagian luar dapat mengerut. Kulit atau kerak tersebut dihasilkan oleh akibat proses dehidrasi bagian luar bahan pangan pada waktu menggoreng.Kerak ini hanya terjadi pada bahan pangan tertentu.

Pembentukannya terjadi akibat panas dari lemak panas (diatas 3120 F) sehingga menguapkan air yang terdapat pada bagian luar bahan pangan. Pada kadar air 3% atau kurang akan terbentuk kerak dan bahan pangan akan menjadi masak (done).Selama proses menggoreng berlangsung, maka sebagian minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar hingga outer zone dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisioleh air. Setiap tipe bahan pangan digoreng mempunyai karakteristik tertentu serta mengandung sejumlah lemak yang diabsorpsi.(Ketaren,2008.)

2.4 Sumber Logam

Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni,organik,dan anorganik.Secara alami siklus perputaran logam adalah dari kerak bumi kemudian kelapisan tanah,dan terakhir ke makhluk hidup (tanaman,hewan dan manusia), kedalam air,mengendap dan akhirnya kembali ke kerak bumi. Logam itu sendiri dalam kerak bumi dibagi menjadi logam makro dan logam mikro,dimana logam makro ditemukan lebih dari 1.000 mg/kg dan logam mikro jumlahnya kurang dari 500 mg/kg.

(27)

Tabel 2.2 Logam-logam makro dan mikro yang ditemukan dalam kerak bumi

Kelompok Logam Simbol Jumlah (mg/kg)

Makro Aluminium Al 81.300

Besi Fe 50.000

Kalsium* Ca 36.300

Natrium* Na 28.300

Kalium* K 25.900

Magnesium* Mg 20.900

Mangan Mn 1.000

Mikro Barium Ba 425

Nikel Ni 75

Seng Zn 70

Tembaga Cu 55

Plumbum Pb 12,5

Uranium U 2,7

Timah putih Sn 2

Kadmium Cd 0,2

Merkuri Hg 0,08

Perak Ag 0,07

Emas Au 0,004

*Logam Ringan

(28)

2.5 Logam Berat

Saeni (1997) mendefenisikan logam berat sebagai unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm3, terletak disudut kanan bawah daftar berkala, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 sampai 7. Pada kenyataannya, dalam pengertian logam berat ini dimasukkan pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat sehingga jumlahnya mencapai lebih kurang 40 jenis.Beberapa logam berat yang beracun tersebut adalah As,Cd,Cr,Cu,Pb,Hg,Ni dan Zn (Wild,1995).

Sedangkan karakteristik logam berat adalah memiliki massa jenis yang lebih besar dari 4 kg/L, dan mempunyai respon biokimia yang khas pada organisme hidup. Berbeda dengan logam biasa, logam berat dapat menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup. Secara umum bisa dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan pencemar yang akan meracuni tubuh mahluk hidup.

Logam juga dapat diklasifikasikan berdasarkan konsentrasi yang dibutuhkan untuk menimmbulkan efek toksik pada tanaman yaitu:

1. Sangat Toksik

Efek toksik terlihat pada konsentrasi dibawah 1 mg/L (Ag+,Hg2+,Sn2+,Pb2+) 2. Agak toksik

Efek toksik terjadi pada konsentrasi antara 1-100 mg/L

(Al3+,Ba2+,Be2+,Bi3+,Cu2+,Cd2+,Co2+,Cr2+,Fe2+,Mn2+,Ni2+,Zn2+,Zr3+) (Wild,1995).

2.6 Logam Besi

Mineral Mikro terdapat dalam jumlah sangat kecil di dalam tubuh, namun mempunyai peranan esensial untuk kehidupan, kesehatan, dan reproduksi. Kandungan mineral mikro bahan makanan sangat bergantung pada konsentrasi mineral mikro tanah asal bahan makanan tersebut.

(29)

mempunyai beberapa fungsi esensial didalam tubuh sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron didalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi-reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk di indonesia. Kekurangan angka besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampilan kognitif,dan sistem kekebalan.(Almatsier,S.2004) Dewasa perempuan :14-26 mg

Ibu hamil :+20 mg

Ibu menyusui :+2 mg

2.6.1 Sumber Besi pada Berbagai Makanan

(30)

Disamping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas besi di dalam makanan, dinamakan juga ketersediaan biologik (bioavailability). Pada umumnya besi didalam daging , ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi didalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang,dan besi di dalam sebagian besar sayuran,seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah (Almatsier, S. 2004). Berikut adalah tabel sumber besi pada bahan pangan hewani dan nabati.

Tabel 2.3 Nilai besi berbagai bahan makanan (mg/100 gram )

Bahan Makanan Zat Besi (mg/100 g)

Hati 6,0 - 14,0

2.6.2 Fungsi Besi didalam Tubuh

1. Kemampuan Belajar

(31)

masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter (penghantar syaraf). Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya Konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh menurun.

2. Sistem kekebalan

Sel darah putih tidak dapat bekerja efektif untuk menghancurkan bakteri dalam keadaan kekurangan besi. Enzim lain yang berperan dalam sistem kekebalan adalah mieloperoksidase yang juga terganggu fungsinya pada defisiensi besi. Disamping itu, dua protein pengikat besi transferin dan laktoferin mencegah terjadinya infeksi dengan cara memisahkan besi dari mikroorganisme yang membutuhkannya untuk perkembangbiakan.

3. Metabolisme energi

Didalam tiap sel, besi bekerja sama dengan rantai protein-pengangkut elektron, yang berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi. protein ini memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut dihasilkan ATP, sebagian besar besi disimpan dalam hemoglobin, yaitu molekul protein yang mengandung besi dari sel darah merah dan mioglobin didalam otot.Hemoglobin didalam darah membawa oksigen dari paru-paru keseluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh.Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen menerima,menyimpan dan melepaskan oksigen didalam sel-sel otot (Almatsier,S.2004).

4. Pelarut Obat-obatan

(32)

2.6.3 Akibat Kekurangan dan Kelebihan Besi

Akibat Kekurangan besi

Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau gangguan absorpsi besi. Disamping itu kekurangan besi dapat terjadi karena pendarahan akibat cacingan atau luka, dan akibat penyakit-penyakit yang mengganggu absorpsi, seperti penyakit gastro intestinal.

Anemia gizi besi berat ditandai oleh sel darah merah yang kecil (mikrositosis) dan nilai hemoglobin rendah (hipokromia). Oleh karena itu, anemia gizi besi dinamakan anemia hipokromik mikrositik.Kekurangan Besi umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh,menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh,dan gangguan penyembuhan luka. Di samping itu kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Pada anak-anak kekurangan besi menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan belajar (Almatsier,S.2004).

Akibat Kelebihan Besi

Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya adalah rasa nek, muntah, diare, denyut jantung meningkat,sakit kepala,mengigau dan pingsan (Almatsier,S.2004).

Selain itu, Besi dalam dosis besar dapat merusak dinding usus, kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini, debu besi juga dapat terakumulasi di dalam alveoli dan dapat menyebabkan berkurangnya fungsi paru-paru (Soemirat, 2004).

(33)

kehitam-hitaman, sakit kepala, gangguan penyerapan vitamin dan mineral, serta hemokromatis (Parulian, 2009).

2.7 Spektrofotometer Serapan Atom

Penggunaan spektrofotometri serapan atom ke unsur-unsur lain semula merupakan akibat perkembangan spektroskopi pancaran nyala. Telah lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analitis. Pada tahun 1955, Walsh menekankan bahwa dalam suatu nyala yang lazim, kebanyakan atom berada dalam keadaan elektronik dasar bukannya dalam keadaan eksitasi. Adsorpsi atom berkembang dengan cepat selama tahun 1960, instrumen komersial menjadi tersedia, dan teknik itu sekarang sangat meluas digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam, dan sampel yang sangat beraneka ragam. ( Day, 2002).

2.7.1 Prinsip Kerja Spektrofotometri Serapan Atom

Prinsip spektrofotometri serapan atom didasarkan oleh adanya panjang gelombang tertentu oleh atom-atom dalam keadaan dasar. Bila satu atom pada keadaan dasar diberi suatu radiasi, akan terjadi peristiwa eksitasi yaitu peristiwa dimana elektron -elektron dari keadaan dasar akan pindah ke tingkat energi yang lebih tingi. Atom akan membutuhkan energi pada saat eksitasi, energi ini didapat melalui penyerapan radiasi pada panjang gelombang tertentu, energi radiasi yang diserap akan sebanding dengan jumlah atom pada keadaan dasar yang menyerap radiasi tersebut. Dengan mengukur besarnya energi yang diserap (A) pada tabel media yang tetap (b), besarnya konsenterasi (c) dari suatu materi dapat ditentukan. Hukum Lambert Beer menyatakan : “ Besarnya absorbansi sebanding dengan tebal medium dan konsenterasinya pada panjang gelombang tertentu” atau secara

(34)

Spektrofotometer terdiri dari : sumber radiasi, pembakar, monokromator, detektor

Gambar 2.3. Komponen-komponen spektrofotometer serapan atom (Day, 2002)

Komponen-komponen Spektroskopi Serapan Atom (SSA): 1. Sumber Sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya paling sering dipakai karena memberikan intensitas pancaran yang lebih rendah. Bila antara katoda dan anoda diberikan tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas electron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi.

(35)

yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan di atas, pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar keluar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis.

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan gas. Nyala dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atomnya dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi.

Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalnya untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 18000C, gas alam-udara 17000C, asetilen-udara 22000C, dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O) sebesar 30000C.

3. Monokromator

Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper.

4. Detektor

(36)

5. Readout

Suatu alat sebagai sistem pencatat hasil. Pencatat hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu angka transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, A. 2007).

2.7.3 Gangguan pada SSA dan Cara Mengatasinya.

Pada penentuan nilai serapan atom seringkali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai dengan konsentrasi unsur sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah faktor matriks sampel, faktor kimia adanya gangguan molekuler yang bersifat menyerap radiasi. Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi sumber kesalahan pada SSA oleh karena spektrum absorpsi radiasi oleh ion jauh berbeda dengan spektrum absorpsi atom netral yang memang akan ditentukan.

Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan jalan - Menaikkan temperature nyala agar mempermudah penguraian, untuk itu

dipakai gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan temperatur yang tinggi.

- Menambahkan elemen pengikat gugus atau atom penyangga, sehingga terikat kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu.

(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

- Atomic Absorbtion Spectrophotometer Shimadzu AA 7000-F

- Neraca Analitk Shimadzu ATX 224

- Hot plate Fisher

- Bola karet - Pipet tetes - Pengaduk Kaca

- Indikator pH Universal - Spatula

- Botol akuades

- Labu ukur Pyrex

- Beaker glass Pyrex

- Pipet volume Pyrex

- Pipet ukur Pyrex

- Cawan krusibel

- Gelas Ukur Pyrex

(38)

3.1.2 Bahan

-Minyak Goreng Curah

-HNO3(p) p.a(E. Merck)

-HCl 37% (p) p.a(E. Merck)

-Etanol absolut p.a(E. Merck)

-HCl 6 N p.a(E. Merck)

-Mg(NO3)2. 6 H2O p.a(E. Merck)

-(NH4)2Fe(SO4)2.6H2O p.a(E. Merck)

-KMnO4 0,1N p.a(E.Merck)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Larutan Standar Fe3+

3.2.1.1 Larutan Standar Fe3+ 1000 mg/L ( Alaerts, G.1984)

(39)

3.2.1.2 Larutan Standar Fe3+ 100 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Fe3+ 1000 mg/L dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Ditambahkan aquadest hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.1.3. Larutan Standar Fe3+ 10 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Fe3+ 100 mg/L dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Ditambahkan aquadest hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.1.4 Larutan Seri Standar Fe3+ 0,0;0,2;0,4;0,6;0,8;1 mg/L

Dipipet sebanyak 0,0; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0 mL laruan Fe3+ 10 mg/L dan dimasukkan masing- masing kedalam labu ukur 50 mL, ditambahkan aquades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Fe3+

Sebanyak 50 mL larutan seri standard Fe3+ 0,0 mg/L dibuat pada pH ±3 kemudian diukur absorbansinya dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Perlakuan sebanyak 3 kali dan dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar 0,2; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; dan 1 mg/L.

3.2.3 Preparasi Sampel

3.2.3.1 Penyediaan dan pengabuan sampel (SNI 7381-2008)

(40)

Kemudian minyak goreng tersebut dilanjutkan dengan Pengabuan dalam tanur pada suhu ±5000C sampai abu yang dihasilkan berwarna putih (bebas karbon).

Catatan:

Apabila abu yang dihasilkan berwarna keabu-abuan, basahkan dengan beberapa tetes air dan tambahkan setetes demi setetes dengan HNO3(P) 0.5-3 ml. Dikeringkan kembali diatas hotplete sampai tidak ada asapnya, lalu dilanjutkan dengan pengabuan pada suhu ±5000 C. (Perlakuan inidapat diulangi apabila abu yang dihasilkan belum berwarna putih).

3.2.3.2 Penyediaan Larutan Sampel (SNI 7381-2008)

Abu sampel putih yang diperoleh pada destruksi kering dilarutkan dengan 5 ml HCl 6 N, sambil dipanaskan diatas hotplate selama ±3 menit, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml tepatkan hingga garis batas dengan aquadest.

Catatan:

(41)

3.2.3.3 Penentuan Kandungan ion Besi (Fe3+) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

Larutan sampel yang telah didestruksi dianalisa secara kuantitatif dengan mengukur absorbansinya untuk Fe pada  = 248,3 nm dengan menggunakan alat SSA.

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Pengukuran absorbansi Larutan Seri Standar Besi (Fe3+)

Larutan Standar Fe3+ 0,0, 0,2, 0,4, 0,6, 0,8, 1,0 mg/L

Diatur pH ± 3,0

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan atom pada λ = 248,3 nm

(42)

3.3.2 Penyediaan dan Pengabuan Sampel (SNI 7381-2008)

Catatan:

Apabila abu yang dihasilkan berwarna keabua-abuan, basahkan dengan beberapa tetes air dan tambahkan setetes demi setetes dengan HNO3(P) 0.5-3 ml. Dikeringkan kembali diatas hotplete sampai tidak ada asapnya, lalu dilanjutkan dengan pengabuan pada suhu ±5000C. (Perlakuan inidapat diulangi apabila abu yang dihasilkan belum berwarna putih).

Minyak Goreng curah

Ditimbang sebanyak 10 gram

Dimasukkan ke dalam cawan krusibel

Dipanaskan diatas hotplate dan ditambahkan 10 mL Mg(NO3)2.6H2O 10% dalam alkohol, dipanaskan sampai minyak tidak berasap lagi

Minyak goreng curah kering

Diabukan dalam tanur pada suhu ±5000 C

sampai abu berwarna putih.

Didinginkan dalam desikator

(43)

3.3.3. Pengukuran Kandungan ion Besi Fe3+ Pada Sampel (SNI 7381-2008)

Catatan

Dilakukan Prosedur yang sama untuk sampel B ,C,D,E,dan F. Abu berwarna putih

Dilarutkan dengan 5 ml HCl 6 N

Dipanaskan diatas hotplate selama ±3 menit

Dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml tepatkan hingga garis batas dengan aquades

Diatur pH ±3

Dianalisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom

Pada  = 248,3 nm

(44)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Uji Kuantitatif Sampel dengan Spektrofotometer Serapan Atom

4.1.1.1 Ion Besi (Fe3+)

Data hasil pengukuran absorbansi Ion besi pada minyak goreng curah yang belum digunakan, minyak goreng curah yang digunakan 2,4,6,8 kali penggorengan, dan minyak goreng curah telah menjadi minyak jelantah dengan metode SSA adalah seperti tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Ion Fe3+ pada minyak goreng curah dengan metode SSA pada λspesifik = 248,3nm

No Kode Sampel Absorbansi

A1 A2 A3

1 A 0,0126 0,0125 0,0118

2 B 0,0149 0,0151 0,0143

3 C 0,0218 0,0211 0,0193

4 D 0,0890 0,0848 0,0890

5 E 0,3730 0,3762 0,3762

(45)

Keterangan:

A : Minyak Goreng curah yang belum digunakan

B : Minyak goreng curah yang digunakan 2 kali penggorengan

C : Minyak goreng curah yang digunakan 4 kali penggorengan

D : Minyak Goreng Curah yang digunakan 6 kali penggorengan

E : Minyak Goreng Curah yang digunakan 8 kali penggorengan

F : Minyak Goreng Curah Yang Telah Menjadi Minyak Jelantah

4.1.1.2. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasi

untuk Larutan Standar Fe3+

Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Fe3+ diplotkan terhadap konsenterasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar 4.1 dan tabel 4.2 berikut ini:

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Fe3+

(46)

Berikut hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar Besi (Fe3+)

Tabel 4.2. Data pengukuran absorbansi larutan seri standar Besi (Fe3+)

No Sampel (mg/L) Absorbansi

1

Persamaan garis regresi ini diturunkan dengan metode least square, dimana konsentrasi dari larutan standar dinyatakan sebagai Xi dan absorbansi dinyatakan sebagai Yi seperti pada tabel 4.3 berikut ini :

(47)

̅

=

� �

Penurunan persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

Y = aX + b

Dimana : a = slope, b = intersept

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :

Maka persamaan garis yang diperoleh adalah :

Y = 0,074557X + 0,001925

4.1.1.3. Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

r =

Σ −̅ −̅

√Σ − ̅ −̅

Koefisien korelasi untuk logam Besi (Fe3+) adalah :

r

=

,

(48)

4.1.1.4. Penentuan Kandungan Besi dalam Sampel

Kandungan Besi dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusi nilai absorbansi yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

4.1.1.5. Penentuan Kandungan Besi yang Terkandung pada Minyak Goreng

Curah Dalam Satuan mg/L

Dari data pengukuran absorbansi besi untuk sampel minyak goreng curah yang belum digunakan, diperoleh absorbansi sebagai berikut :

A1 = 0,0126 A2 = 0,0125 A3 = 0,0118

Dengan mensubstitusi nilai Y (absorbansi) kepersamaan garis regresi

Y =0,074557X + 0,001925 maka diperoleh :

X1 = 0,143179

X2 = 0,141837

X3=0,132449

Dengan demikian kandungan Besi pada minyak goreng curah yang belum digunakan dengan metode SSA adalah :

X =

���

=

,

=

0,13915

( X1 – X)2 = ( , − , )2 = , x −

( X2 – X)2 = ( , − , )2 = , x −

( X3 – X)2 = ( , − , )2 = , x −

+

(49)

Maka S =

� ( � – )

Dari data hasil distribusi t student untuk n = 3, dengan derajat kebebasan (dk) = n – 1 = 2 untuk derajat kepercayaan 95% (p – 0,05), t = 4,30

d = t ( 0,05 × (n – 1) )Sx

d = 4,30 (0,05 × x 0,003764 =0,00145

Sehingga diperoleh hasil pengukuran kandungan besi pada minyak goreng curah yang belum digunakan sebesar : 0,13915 ± 0,00145mg/L.

4.1.1.6. Penentuan Kandungan Besi pada Minyak Goreng Curah yang belum

digunakan dalam satuan mg/Kg

Untuk memperoleh kandungan besi dalam 1 Kg minyak goreng curah yang belum digunakan dalam satuan mg/Kg dapat ditentukan melalui persamaan berikut :

Kadar besi = a a ⁄ × a

(50)

4.2 Pembahasan

Besi (Fe3+) merupakan salah satu mineral mikro yang terdapat dalam jumlah sangat kecil di dalam tubuh. Namun mempunyai peranan yang jelas dan sangat dibutuhkan dalam metabolisme tubuh. Kebutuhan akan logam besi ini dapat tercukupi melalui asupan dari makanan yang dikonsumsi, akan tetapi mengkonsumsi makanan yang mengandung besi secara berlebihan akan menyebabkan logam besi ini bersifat toksik terhadap kesehatan tubuh.

Penentuan kandungan logam besi pada minyak goreng curah berdasarkan variasi perulangan pemakaiaanya, bertujuan untuk membuktikan apakah kandungan logam besi akan mengalami peningkatan seiring bertambahnya pengulangan pemakaian minyak goreng curah tersebut. Dan apakah logam besi pada minyak goreng curah tersebut masih memenuhi Standar Nasional Indonesia, yaitu 1,5 mg/Kg sesuai SNI 01-3741-2002.

(51)

Kurva larutan seri standar logam besi yang diperoleh dengan terlebih dahulu membuat larutan induk 1000 ppm, kemudian dilakukan pengenceran hingga di peroleh variasi larutan seri standar 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 ppm lalu diukur absorbansinya dengan alat SSA. Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dihitung menggunakan metode least square sehingga diperoleh garis persamaan regresi Y = 0,074557X + 0,001925.

Pada penelitian ini diperoleh koefisien kolerasi sebesar 0,9991. Hal ini menunjukkan adanya hubungan atau korelasi positif antara konsentrasi dan absorbansi. Pada penelitian analitk grafik kurva standar yang baik ditunjukkan dengan harga koefisien korelasi (r) ≥ 0,99.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kandungan logam besi (Fe3+) pada minyak goreng curah yang belum digunakan, yang digunakan 2,4,6,8 dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah berturut-turut adalah sebagai berikut: 0,6958 mg/Kg, 0,8612 mg/Kg, 1,2613 mg/Kg, 5,7366 mg/ Kg, 25,0617 mg/Kg, 43,2895 mg/Kg. Kandungan logam besi pada minyak goreng curah yang belum digunakan, serta minyak goreng curah yang digunakan 2 dan 4 kali penggorengan masing-masing kandungan logam besinya masih memenuhi syarat mutu. Akan tetapi, kandungan logam besi pada minyak goreng curah yang digunakan 6 dan 8 kali penggorengan, serta minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah, masing-masing kandungan logam besinya telah melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI 01-3741-2002 yaitu batas maksimal 1,5 mg/Kg.

(52)

Akan tetapi setelah minyak goreng curah digunakan berulang kali untuk menggoreng bahan pangan, dapat mengakibatkan kandungan logam besi pada minyak goreng curah tersebut akan meningkat bahkan melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI 01-3741-2002 dan apabila terakumulasi kedalam tubuh dapat bersifat toksik dan membahayakan terhadap kesehatan tubuh.

Hal ini disebabkan karena setiap bahan pangan memiliki kandungan besi yang berbeda-beda didalamnya, ada yang hanya mengandung sedikit zat besi dan ada pula yang kaya akan zat besi. Masing-masing kandungan logam besi yang terdapat pada bahan pangan tersebut akan larut dan bercampur dengan minyak goreng curah panas yang digunakan untuk menggoreng sehingga akan meningkatkan kandungan logam besi pada minyak goreng curah tersebut. jika bahan pangan yang digoreng adalah bahan pangan yang mengandung sedikit zat besi maka akan sedikit pula logam besi yang terlarut kedalam minyak goreng curah, sehingga minyak goreng curah dapat digunakan berulang-ulang kali dan masih aman kandungan besi didalamnya jika terakumulasi kedalam tubuh. akan tetapi, jika minyak goreng curah digunakan untuk menggoreng bahan pangan yang kaya akan zat besi maka banyak pula logam besi yang terlarut didalam minyak goreng curah tersebut sehingga minyak goreng curah tersebut tidak aman untuk dikonsumsi bila digunakan berulang-ulang kali karena kandungan besinya telah melewati abang batas.

(53)

0,6958 mg/Kg dimana batas maksimal menurut SNI 01-3741-2002 adalah 1,5 mg/Kg. Sedangkan kandungan besi pada minyak goreng curah yang digunakan 6, dan 8, kali penggorengan serta minyak jelantah sudah sangat melewati ambang batas terutama

minyak jelantah yaitu 8,65791 mg/L ±0,250014 atau 43,2895 mg/Kg. Dan apabila

minyak goreng curah yang telah digunakan 6 dan 8 kali penggorengan serta minyak

jelantah masih digunakan untuk menggoreng bahan pangan lagi maka logam besi yang telah melewati ambang batas tersebut juga akan terakumulasi kedalam tubuh.

Selain itu logam besi pada minyak goreng curah dapat meningkat diakibatkan oleh wadah atau kuali penggorengan yang berbahan dasar besi, karena besi mudah keropos atau larut dengan air dan minyak. terutama pada saat menggoreng akan terjadi pengikisan besi ketika terkena oleh minyak goreng panas sehingga ada bagian-bagian serpihan yang sangat halus dari wajan yang akan ikut melekat pada bahan makanan yang digoreng. Dengan demikian kandungan logam besi pada minyak goreng akan meningkat.

(54)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Kandungan logam besi (Fe3+) Pada minyak goreng curah yang belum

digunakan, minyak goreng curah yang digunakan 2,4,6,8, kali penggorengan, dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah, masing – masing sebesar 0,6958 mg/Kg, 0,8612 mg/Kg, 1,2613 mg/Kg, 5,7366 mg/Kg, 25,0617 mg/Kg, dan 43,2895 mg//Kg.

2. Pada minyak goreng curah yang belum digunakan, minyak goreng curah yang digunakan 2 dan 4 kali penggorengan, tidak melewati ambang batas yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia yaitu 1,5 mg/Kg. Sedangkan minyak goreng curah yang digunakan 6 dan 8 kali penggorengan, serta Minyak Goreng Curah yang telah menjadi jelantah telah melewati nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI 01-37412002).

5.2Saran

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G.dan Sri, S.S.1984. Metode Penelitian Air.Surabaya: Usaha Nasional

Almatsier,S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Aminah S, 2010. Bilangan peroksida Minyak goreng curah dan sifat organoleptik tempe pada pengulangan penggorengan. Jurnal pangan dan gizi.

BSN, 1995. Minyak Goreng. SNI 01-3741-1995. Badan Standarisasi Nasional.

BSN, 2008. Minyak Goreng. SNI 7381-2008. Badan Standarisasi Nasional.

BSN, 2002. Minyak Goreng. SNI 01-3741-2002. Badan Standarisasi Nasional.

Buckle, K. 2007. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Chairunisa, 2013. Uji Kualitas Minyak Goreng Pada Pedagang Gorengan Disekitar Kampus Uin Syarif Hidayatullah . (Skripsi). Jakarta : Uin Syarif Hidayatullah. Program Sarjana.

Day, R. A, dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Darmono,1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta : UI – Press.

Departeman Kesehatan RI.1990. Komposisi Zat Pangan Indonesia. Jakarta:Depkes.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Edisi Pertama. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Gupta, M. 2005. Frying Oils. Texas.Hal 1.

Hasibuan, R., Hasan, W., Naria, E. 2012. Analisa Kandungan Timbal (Pb) pada Minyak Sebelum dan Sesudah Penggorengan yang Digunakan Pedagang Gorengan Sekitar Kawasan Traffic Light Kota Medan Tahun 2012.

Ketaren, S. 1986.Penghantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta : UI – Press.

(56)

LPPOM. 2010. Tidak Thoyyib, Menggunakan Minyak jelantah Berulang – Ulang. Jurnal lppom mui.www.halalmui.org. Jakarta.

Majalah Sasaran No.4, 1996

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya.

Nugraha, W.S. 2004. Kendali Adsorben Karbon Aktif dan Magnesium Silikat dalam Efisiensi Pemakaian Minyak Goreng di Further Processing

PT.ChaeroenPokhand Indonesia-Serang. Skripsi. Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Tenologi Pertanian. IPB. Bogor.

Parulian, A. 2009.Monitoring danAnalisi Kadar Alumunium (Al) dan Besi (Fe) pada pengolahan Air Minum PDAM Tirtanadi Sunggal Medan: PascaSarjana – Universitas Sumatera Utara (USU).

Raharjo,P. 2002. Studi Penentuan Logam Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) pada tanaman kedelai (Glycine max[L] merril) secara Spektrofotometri Serapan Atom di Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah. [Skripsi], Bandar Lampung : Departemen Kimia FMIPA Universitas Lampung, Program Sarjanas

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.

Rukmini,A.2007.Regenerasi Minyak Goreng Bekas dengan Arang Sekam Menekan Kerusakan organ tubuh. Prosiding Seminar Nasional Teknologi, yogyakarta, 24 November 2007.

Saeni, M.S. 1997. Penentuan tingkat Pencemaran Logam Berat dengan Analisis Rambut.[orasi ilmiah]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Sarjana.

Stoker,S.and S.L.Sieger,1979. ”environmental chemistry:air and water pollution” 2nd (ed). Brington,england : scott, Foresman and Co.

Sunisa.2011.Quality Changes of chiken frying oil As Affected of Frying Condition. International Food Research. Journal 18. Thailand . Hal615.

Soemirat,J. 2004. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

(57)

Widya, 1998. Karya Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Wild, A. 1995. Soils and The Environment An Introduction. Cambridge Unversity press.Cambridge.

Winarno F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F.G.1995. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wirakusumah, ES. 1998. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta : Trubus Agriwidya.

(58)
(59)

Lampiran 1. Sampel minyak goreng curah yang digunakan dalam penelitian

(60)

Lampiran 3. Hasil Destruksi Kering dari Minyak Goreng Curah

(61)

No. Parameter Logam Fe

9 Kecepatan aliran udara (L/min) 15,0

Lampiran 5. Kandungan Besi (Fe3+) pada minyak goreng curah yang digunakan Dalam Penelitian dengan metode SSA

A : Minyak Goreng curah yang belum digunakan

(62)

Lampiran 6. Nilai besi pada berbagai bahan makanan (mg/100 gram ) (Depkes ,1990)

Bahan Makanan Nilai Fe Bahan Makanan Nilai Fe Tempe kacang kedelai

murni

10,0 Biskuit 2,7

Kacang kedelai,kering 8,0 Jagung kuning 2,4

Kacang hijau 6,7 Roti putih 1,5

Kacang merah 5,0 Beras setengah giling 1,2

Kelapa tua, daging 2,0 Kentang 0,7

Udang segar 8,0 Daun kacang panjang 6,2

Hati sapi 6,6 Bayam 3,9

Daging sapi 2,8 Sawi 2,9

Telur bebek 2,8 Daun katuk 2,7

Telur ayam 2,7 Kangkung 2,5

Ikan segar 2,0 Daun singkong 2,0

Ayam 1,5 Pisang ambon 0,5

(63)

Lampiran 7. Syarat mutu minyak goreng (SNI 01-3741-2002).

No Kriteria Uji Satuan Syarat

1 Keadaan bau, warna, dan rasa - Normal

2. Air % b/b Maks 0.30

3. Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam lemak laurat)

% b/b Maks 0.30

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Asam lemak pada empat jenis minyak goreng nabati
Gambar 2.1  Struktur Bahan Pangan yang digoreng
Tabel 2.2 Logam-logam makro dan mikro yang ditemukan dalam kerak bumi
Tabel 2.3 Nilai besi berbagai bahan makanan (mg/100 gram )
+4

Referensi

Dokumen terkait

Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Searah dengan empat perlakuan, lima ulangan dengan tiap ulangan terdiri dari

Latar belakang penelitian ini berdasrkan pada keadaan di Indonesia saat ini yang masih krisis moral dan sikap karena masih kurangnya akan pendidikan sikap dan sikap dalam

Melalui kegiatan pengamatan, siswa dapat melakukan pengukuran terhadap massa benda-benda yang sering ada di sekitar dengan menggunakan neraca dalam satuan gram.. Melalui

(Studi Kasus Di PT. Sumber Sawit Makmur merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan kelapa sawit yang tidak lepas dari masalah yang berhubungan dengan mutu hasil pengolahan

This study used measurements of mRNAs encoding four synaptic vesicle proteins (synaptotagmin I [p65], rab3a, synaptobrevin 1, synaptobrevin 2) and two synaptic plasma membrane

Melalui latihan soal yang terdapat pada buku teks Matematika, peserta didik dapat menerapkan penggunaan persentase untung atau persentase rugi dalam

Berbeda dari buku jurnal yang berisi kumpulan ringkasan transaksi, buku besar ( ledgers ) berisi akun-akun di mana setiap akun berisi semua perubahan yang terjadi

Badan penyelesaian sengketa konsumen juga dapat dikatakan sebagai badan yang dibentuk khusus untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen antara pelaku usaha dan konsumen