• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2013"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN

PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA DINAS

KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013

LAPORAN MAGANG

Oleh: Wiwid Handayani

1110101000079

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

Magang, April 2014

Wiwid Handayani, NIM: 1110101000079

PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA

TANGERANG SELATAN TAHUN 2013

xv + 117 halaman, 4 tabel, 2 bagan, 13 grafik, 4 lampiran

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang hingga saat ini. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, diketahui insidensi kasus TB tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 129 per 100.000 penduuduk. Namun penurunan tersebut tidak diimbangi dengan tercapainya beberapa indikator program pengendalian TB di Kota Tangerang Selatan. Padahal secara umum, seluruh Unit Pelayanan Kesehatan di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah menjalani strategi DOTS.

(3)

ii

Kegiatan Program Pengendalian TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mengacu pada Pedoman Nasional Pengendalian TB dari Kemenkes RI tahun 2011. Secara umum, seluruh kegiatan sudah terlaksana, yaitu perencanaan, surveilans, monitoring dan evaluasi, pelatihan, supervisi, dan manajemen uji silang sediaan laboratorium. Namun setiap kegiatan tersebut tidak memiliki indikator untuk melihat tingkat keberhasilannya. Selain itu, ada beberapa kendala mengenai pengumpulan data TB di beberapa Rumah Sakit Swasta dan Klinik Swasta yang belum terlaporkan, penyimpanan logistik TB yang tidak sesuai dengan standar penyimpanan logistik dari Kemenkes RI, masih banyak tenaga kesehatan program TB yang belum melakukan pelatihan program TB terutama tenaga dokter dan tenaga laboratorium dan rendahnya pencapaian jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan uji silang sediaan laboratorium serta masih rendahnya pencapaian indikator pogram TB di di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

Oleh sebab itu, disarankan untuk menambah tenaga program TB di Dinas Kesehatan maupun di Unit Pelayanan Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Selain itu, perlu disosialiasikannya kebijakan terkait hubungan Dinas Kesehatan dengan Rumah Sakit Swasta dan Klinik Swasta, dan perlu dilakukannya koordinasi mengenai tugas dan wewenang dalam penyimpanan logistik, serta perlu dibuatnya indikator di setiap pelaksanaan kegiatan agar dapat dianalisis dampak pelaksanaan kegiatan dengan pencapaian indikator di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

(4)

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Magang

PELAKSANAAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA

TANGERANG SELATAN JANUARI 2013 - MARET 2014

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Magang Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 22 Maret 2014

Mengetahui

Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan

(5)

iv

PANITIA SIDANG UJIAN MAGANG

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, April 2014

Penguji I,

c

Hoirunnisa, Ph.D

Penguji II,

(6)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS PRIBADI

 Nama : Wiwid Handayani

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 02 September 1991

 Status : Belum Menikah

 Agama : Islam

 Alamat : Jl. Kemajuan No. 75 RT 06/05

Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan 12270

 Nomor Telepon/HP : 0857-1585-7742

PENDIDIKAN FORMAL

 1996 – 1997 : TK Aisyiyah Ciputat

 1997 – 2003 : SDN 03 Pagi Jakarta

 2003 – 2006 : SLTPN 110 Jakarta

 2006 – 2009 : SMAN 90 Jakarta

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wasyukurillah, penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dna hidayah-Nya serta nikmat yang berlimpah sehingga

penulis dapat menyelesaikan laporan magang yang bejudul ” Pelaksanaan Kegiatan

Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan Tahun 2013”. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah saw, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amiin.

Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Febrianti, MSi, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.

3. Ibu Minsarnawati Tahangnaca, S.KM, M.Kes, selaku penanggung jawab

peminatan Epidemiologi.

(8)

vii

5. Bapak Dr. M. Rusmin, selaku Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit Dinas Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin melakukan kegiatan magang.

6. Bapak Hidayatul Mustafid, SKM, selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan berbagai masukan dan koreksi dalam pembuatan laporan magang ini.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan magang ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih kurang dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan dimasa yang akan datang. Semoga laporan magang ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amiin.

Ciputat, 15 April 2014

(9)

viii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 4

1.2.1. Tujuan Umum ... 4

1.2.2. Tujuan Khusus ... 4

1.3. Manfaat Penelitian ... 5

1.3.1. Bagi Mahasiswa ... 5

1.3.2. Bagi Institusi Tempat Magang ... 5

1.3.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta ... 6

1.4. Ruang Lingkup ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Tuberkulosis ... 8

2.1.1 Etiologi Penyakit Tuberkulosis ... 8

(10)

ix

2.1.3 Gejala Penyakit Tuberkulosis ... 12

2.1.4 Diagnosis Penyakit Tuberkulosis ... 13

2.1.5 Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis ... 15

2.1.6 Masa Inkubasi Penyakit Tuberkulosis ... 15

2.1.7 Masa Penularan Penyakit Tuberkulosis ... 16

2.1.8 Risiko Penularan Penyakit Tuberkulosis ... 16

2.1.9 Pengobatan Penyakit Tuberkulosis ... 17

2.2 Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis ... 18

2.2.1 Gambaran Umum Kebijakan Program ... 18

2.2.2 Sejarah Program ... 20

2.2.3 Tujuan Program ... 21

2.2.4 Sasaran Program... 22

2.2.5 Strategi Program... 23

2.2.6 Organisasi Pelaksana Program ... 24

2.2.7 Pokok Kegiatan Program ... 25

2.2.8 Indikator Program ... 40

BAB III ALUR DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG ... 45

3.1. Alur Kegiatan ... 45

3.2. Jadwal Kegiatan Magang ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ... 51

4.1.1. Visi ... 51

4.1.2. Misi ... 52

4.1.3. Keadaan Umum Kota Tangerang Selatan ... 52

4.1.4. Wilayah Kerja ... 53

(11)

x

4.1.6. Sumber Daya Kesehatan ... 56

4.1.7. Pembiayaan Kesehatan... 59

4.2. Gambaran Morbiditas dan Mortalitas Penyakit Tuberkulosis di Kota Tangerang Selatan ... 60

4.2.1. Distribusi Penyakit Berdasarkan Orang, Tempat, dan Waktu ... 62

4.2.2. Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Klasifikasi Riwayat Pengobatan ... 67

4.3. Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ... 69

4.3.1. Struktur Organisasi ... 69

4.3.2. Tujuan Program ... 71

4.3.3. Sasaran Program... 77

4.3.4. Strategi Program... 78

4.3.5. Pelaksanaan Kegiatan Program ... 78

4.3.6. Pencapaian Indikator Program ... 88

BAB V PENUTUP ... 101

5.1 Simpulan ... 101

5.2 Saran ... 103

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014 ………..………….…... 46 Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Tangerang Selatan tahun 2013………….... 55 Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan tahun 2013………..………….…... 58 Tabel 4.3 Sumber Pembiayaan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun

2013………..………...….…... 60

(13)

xii

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Alur Kegiatan Magang.……...….………... 45 Bagan 4.1 Peta Kota Tangerang Selatan tahun 2013………….……...……... 54 Bagan 4.2 Distribusi Penyakit Tuberkulosis menurut Jenis Kelamin dan Umur di

(14)

xiii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Jumlah Kasus dan Kematian Akibat Penyakit TB di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013……..…... 63 Grafik 4.2 Distribusi Penyakit Tuberkulosis berdasarkan Unit Pelayanan Kesehatan

di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013………..…...……..…... 64 Grafik 4.3 Pola Penemuan Kasus (Case Notification Rate) Penyakit Tuberkulosis

berdasarkan Puskesmas di Kota Tangerang Selatan tahun 2013…... 66 Grafik 4.4 Distribusi Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan tahun 2013... 68 Grafik 4.5 Angka Penjaringan Suspek di Kota Tangerang Selatan tahun 2013... 89 Grafik 4.6 Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara Suspek di Kota Tangerang Selatan tahun 2013………... 90 Grafik 4.7 Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara Semua Pasien TB di Kota Tangerang Selatan tahun 2013……….... 91 Grafik 4.8 Proporsi Pasien TB Anak di Kota Tangerang Selatan tahun 2013…... 92 Grafik 4.9 Angka Notifikasi Kasus TB di Kota Tangerang Selatan tahun 2013…. 93 Grafik 4.10 Angka Konversi di Kota Tangerang Selatan tahun 2013………... 94 Grafik 4.11 Angka Kesembuhan di Kota Tangerang Selatan tahun 2013………... 96 Grafik 4.12 Angka Keberhasilan Pengobatan di Kota Tangerang Selatan tahun

2013………. 97

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013

Lampiran 1.2 Gambar Sosialisasi dan Bimbingan Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu Tahun 2014

Lampiran 1.3 Daftar Tilik Supervisi Program Penanggulangan TB Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Ke Sarana Pelayanan Kesehatan

(16)

xv

DAFTAR SINGKATAN

BCG = Bacillus Calmette et Guerin

CDR = Case Detection Rate

CNR = Case Notification Rate

DOTS = Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy

Fasyankes = Fasilitas Pelayanan Kesehatan FEFO = First Expired First Out

Gerdunas – TB = Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis IUATLD = International Union Against TB and Lung Diseases

Kemenkes RI = Kementerian Kesehatan RI LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat

MDR / XDR = Multi Drugs Resistance / extensively Drugs Resistance

OAT = Obat Anti Tuberkulosis PME = Pemantapan Mutu Eksternal PMI = Pemantapan Mutu Internal PMO = Pengawasan Minum Obat PP = Peraturan Perundangan PPM = Puskesmas Pelaksana Mandiri PPM = Public Private Mix

Puskesmas = Pusat Kesehatan Masyarakat OAT = Obat Anti Tuberkulosis SDM = Sumber Daya Manusia SPS = Sewaktu-Pagi-Sewaktu

TB = Tuberkulosis

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang hingga saat ini. Menurut Kemenkes RI (2012), meskipun obat anti tuberkulosis (OAT) sudah ditemukan dan vaksin Bacillud Calmette-Guerin (BCG) telah dilaksanakan, TB tetap belum bisa diberantas habis. Hal ini terbukti dengan terus meningkatnya insindensi penyakit TB menjadi penyakit re-emerging. Menyikapi masalah tersebut, pada tahun 1995 WHO (World Health Organization) dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis dan Lungs Disease) mendeklarasikan TB sebagai suatu kedaruratan dunia (global emergency).

Berdasarkan data dari WHO diketahui bahwa insidensi kasus TB secara global pada tahun 2012, yaitu sebesar 122 kasus per 100.000 penduduk (WHO, 2013). Dari setiap 6 kasus TB tersebut, satu di antaranya masih berakhir dengan kematian (Kemenkes RI, 2013). Meskipun obat anti tuberkulosis (OAT) sudah ditemukan dan vaksin Bacillud Calmette-Guerin (BCG) telah dilaksanakan, TB tetap belum bisa diberantas habis terutama di negara berkembang (Kemenkes RI, 2012).

(18)

2

penyakit TB di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit stroke, baik di perkotaan maupun di pedesaan (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, diketahui bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru tahun 2013 adalah 0,4%. Angka tersebut ternyata tidak ada bedanya dengan angka di tahun 2007 (Kemenkes RI, 2013). Hal ini bisa menjadi suatu indikasi bahwa prevalensi kasus TB belum mengalami perubahan yang signifikan. Menurut Kemenkes RI (2013), keadaan seperti ini bisa memicu epidemi TB dan nantinya akan menjadi maslah kesehatan masyarakat yang utama.

Dengan semakin memburuk situasi TB di dunia, terutama di Indonesia, baik dari peningkatan jumlah kasus TB maupun dari banyaknya ketidakberhasilan penyembuhkan, sebenarnya pada tahun 1993, WHO sudah mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency) (Kemenkes RI, 2012). Bentuk konkret dari pencanangan TB tersebut adalah adanya rekomendasi dari WHO untuk menggunakan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian TB di seluruh dunia. (Kemenkes RI, 2011).

Menurut Depkes RI (2009), penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi yaitu kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Menurut Murti,dkk. (2006), salah satu organisasi pelaksana pengendalian TB adalah Dinas Kesehatan pada tingkat Kabupaten/kota. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota merupakan suatu unsur pelaksana kesehatan Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah.

(19)

3

penduduk di tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2013, insindensi kasus TB mengalami penurunan menjadi 129 per 100.000 penduuduk. Namun penurunan tersebut tidak diimbangi dengan tercapainya beberapa indikator pengendalian TB di Kota Tangerang Selatan.

Menurut Kemenkes RI (2011), indikator pengendalian TB digunakan untuk menilai kemajuan atau keberhasilan program pengendalian TB. Dari data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014, diketahui bahwa ada beberapa indikator pengendalian TB yang belum tercapai, yaitu angka CDR sebesar 56% (target nasional minimal 70%), angka keberhasilan pengobatan sebesar 82% (target nasional minimal 85%), angka konversi sebesar 75% (target nasional minimal 80%), angka kesembuhan sebesar 76% (target nasional minimal 85%), dan angka kesalahan laboratorium dari triwulan pertama sampai triwulan ketiga pada tahun 2013 sebesar 6% (target nasional maksimal 5 %).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014, diketahui bahwa seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) yang berada di wilayah kerja Kota Tangerang Selatan telah melaksanakan program pengendalian TB DOTS. Dari seluruh UPK tersebut, diketahui bahwa jumlah kasus TB terbanyak terdapat di RSUD Kota Tangerang Selatan sebesar 305 kasus (17%) dan puskesmas Ciputat sebesar 156 kasus (8%). Sedangkan di beberapa rumah sakit swasta seperti RS Eka Hospital, RS Sari Asih Ciputat, dan RS OMNI, tidak ditemukan data mengenai kasus TB.

Kemudian berdasarkan klasisfikasi penyakit TB, diketahui bahwa kasus kambuh di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 2 kali lipat dibanding pada tahun 2011 (Dinkes Kota Tangsel, 2014). Dari penjabaran tersebut, penulis tertarik untuk

(20)

4

Tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas Kota Tangerang Selatan tahun

2013”.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Diketahuinya Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

1.2.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari kegiatan magang ini adalah sebagai berikut. 1) Diketahuinya morbiditas dan mortalitas Penyakit Tuberkulosis

di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

2) Diketahuinya Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

3) Diketahuinya tujuan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

4) Diketahuinya sasaran Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

5) Diketahuinya strategi Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

(21)

5

7) Diketahuinya pencapaian indikator Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

1.3. Manfaat Penelitian 1.3.1. Bagi Mahasiswa

Manfaat dari kegiatan magang ini bagi mahasiwa adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan pemahaman terkait pelaksanaan program pengendalian penyakit tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2. Terlibat langsung dengan kondisi yang sebenarnya dan

mendapatkan pengalaman dalam melakukan program pengendalian penyakit tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

3. Mendapatkan keterampilan praktis tentang pelaksanaan program pengendalian penyakit tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

1.3.2. Bagi Institusi Tempat Magang

Manfaat dari kegiatan magang ini bagi institusi tempat magang adalah sebagai berikut.

1. Mendapatkan masukan baru dari pengembangan keilmuan di perguruan tinggi.

(22)

6

3. Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat antara institusi magang dengan Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.3.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta

Manfaat dari kegiatan magang ini bagi program studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta adalah sebagai berikut. 1. Laporan magang dapat menjadi salah satu evaluasi internal

kualitas pembelajaran.

2. Mendapatkan masukan yang berguna untuk menyempurnakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.

3.

Terbinanya jaringan kerjasama dengan institusi tempat magang dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara subtansi akademik dengan pengetahuan dan keterampilan SDM yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.

1.4. Ruang Lingkup

(23)

7

(24)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ atau bagian tubuh lainnya seperti tulang, kelenjar, kulit, dan sebagainya (Kemenkes RI, 2011). Namun secara umum, sumber penularan penyakit TB lebih banyak terjadi pada pasien TB Paru dengan BTA (Basil Tahan Asam) positif (Depkes RI, 2007).

2.1.1 Etiologi Penyakit Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Hasil penemuan ini diumumkan di Berlin pada tanggal 24 Maret 1882 dan tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai hari Tuberkulosis. Karakteristik bakteri ini, yaitu mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri ini juga dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob (Widoyono, 2008).

(25)

9

1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap, serta bisa berbulan-bulan berada pada kondisi tersebut. Namun bakteri ini tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam (Widoyono, 2008).

2.1.2 Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis

Menurut Laban (2008), untuk menentukan klasifikasi penyakit TB, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1) Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru.

2) Hasil pemeriksaan dahak Basil Tahan Asam (BTA) : positif atau negatif.

3) Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat.

Berdasarkan Kemenkes RI (2011), penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “definisi

kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:

1) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena a. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

b. Tuberkulosis ekstra paru

(26)

10

2) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis

a. Tuberkulosis paru BTA positif, apabila:

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan

biakan kuman TB positif.

d) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

3) Klasifikasi bersadarkan tingkat keparahan penyakit

(27)

11

(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

b. TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

b) TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

4) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya a. Kasus baru, yaitu pasien yang belum pernah diobati dengan

OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b. Kasus kambuh (Relaps), yaitu pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

c. Kasus setelah putus berobat (Default), yaitu pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

d. Kasus setelah gagal (Failure), yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. e. Kasus Pindahan (Transfer In), yaitu pasien yang

(28)

12

f. Kasus lain, yaitu semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.1.3 Gejala Penyakit Tuberkulosis

Gejala penyakit tuberkulosis dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Menurut Werdhani (2002), gejala penyakit tuberkulosis terbagi menjadi dua, antara lain sebagai berikut.

1. Gejala sistemik/umum, yaitu:

a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

c. Penurunan nafsu makan dan berat badan. d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

2. Gejala khusus, yaitu:

a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang

membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas

melemah yang disertai sesak.

(29)

13

c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, penyakit TB dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TB dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TB paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TB paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah (Werdhani, 2002).

2.1.4 Diagnosis Penyakit Tuberkulosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis (Werdhani, 2002) adalah:

1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya. 2. Pemeriksaan fisik.

3. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak). 4. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

(30)

14

Menurut Kemenkes RI (2011), diagnosis tuberkulosis terbagi menjadi tiga, yaitu:

1) Diagnosis TB Paru, terdiri dari:

a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan

pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

2) Diagnosis TB ekstra paru, terdiri dari:

a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.

b. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.

3) Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)

(31)

15

a. TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif.

b. TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis & radiologis mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB positif.

c. TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.

2.1.5 Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Kemenkes RI, 2011).

2.1.6 Masa Inkubasi Penyakit Tuberkulosis

(32)

16

2–10 minggu. Risiko menjadi TB paru dan TB ekstra paru biasanya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi lanten dapat berlangsung seumur hidup.

2.1.7 Masa Penularan Penyakit Tuberkulosis

Secara teoritis, seorang penderita tetap menular sepanjang ditemukan basil TB di dalam sputum mereka. Penderita yang tidak diobati atau yang diobati tidak sempurna, dahaknya akan mengdndung basil TB selama bertahun-tahun. Tingkat penularan sangat tergantung pada hal-hal sebagai berikut (Chin, 2011).

1. Jumlah basil TB yang dikeluarkan. 2. Virulensi dari basil TB.

3. Terpajannya basil TB dengan sinar ultra violet.

4. Terjadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada saat bernyanyi.

5. Tindakan medis dengan risiko tinggi seperti pada waktu otopsi, intubasi atau pada waktu melakukan bronkoskopi.

2.1.8 Risiko Penularan Penyakit Tuberkulosis

(33)

17

2.1.9 Pengobatan Penyakit Tuberkulosis

Menurut Kemenkes RI (2011), Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu :

1) Tahap awal (intensif)

a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

2) Tahap Lanjutan

(34)

18

b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

2.2 Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis 2.2.1 Gambaran Umum Kebijakan Program

Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan (Suharno, 2010). Menurut Kemenkes RI (2009), kebijakan program pengendalian penyakit tuberkulosis tercantum pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 (Kemenkes RI, 2009), yaitu:

1. Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi yaitu kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana.

2. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS.

3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TB.

4. Pengembangan strategi DOTS untuk peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses, penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB-MDR.

(35)

19

(BP4), dan Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktik Swasta (DPS).

6. Pengembangan pelaksanaan program penanggulangan TB di tempat kerja (TB in workplaces), Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan (TB in prison), TNI dan POLRI.

7. Program penanggulangan TB dengan pendekatan program DOTS Plus (MDR), Kolaborasi TB-HIV, PAL (Practical Approach to Lung Health), dan HDL (Hospital DOTS Linkages).

8. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama/kemitraan dengan lintas program dan sektor terkait, pemerintah dan swasta dalam wadah Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB).

9. Peningkatan kemampuan laboratorium TB di berbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.

10. Menjamin ketersediaan Obat Anti TB (OAT) untuk penanggulangan TB dan diberikan kepada pasien secara cuma-cuma.

11. Menjamin ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

12. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan terhadap TB.

13. Menghilangkan stigma masyarakat terhadap Pasien TB agar tidak dikucilkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. 14. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam

(36)

20 2.2.2 Sejarah Program

Berdasarkan sejarahnya, program pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda, namun masih terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969, pengendalian dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun. Asam Para Amino Salisilat (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Ethambutol selama 6 bulan (Kemenkes RI, 2011).

Pada awal tahun 1990-an, WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Dircetly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS ini terdiri dari 5 komponen kunci (Kemenkes RI, 2103), yaitu:

1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.

2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.

4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.

(37)

21

Menurut Kemenkes RI (2011), WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian TB sejak tahun 1995. Kemudian sejak tahun 2000, strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Fokus utama strategi DOTS ini adalah penemuan dan penyembuhan pasien, dengan prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular.

2.2.3 Tujuan Program

Suatu program dikatakan baik apabila memiliki tujuan yang jelas dan operasional. Manfaat rumusan tujuan operasional program adalah sebagai berikut (Muninjaya, 2004).

1. Pimpinan akan lebih mudah mengetahui apakah staf telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan agenda keguatan. Keberhasilan proses manajemen dapat diukur dengan menghitung tingkat efektivitas kegiatan staf dan efisiensi penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan program. 2. Jika terjadi kesenjangan antara tujuan/target yang telah

(38)

22

Menurut Kemenkes RI (2011), tujuan yang akan dicapai ditetapkan berdasar kurun waktu dan kemampuan tertentu. Tujuan ini dibedakan menjadi :

1. Tujuan Umum, biasanya cukup satu dan tidak terlalu spesifik.

2. Tujuan khusus, penjabaran dari tujuan umum yang dipecah menjadi beberapa tujuan khusus yang lebih spesifik dan terukur.

Di dalam buku pedoman pengendalian penyakit tuberkulosis, diketahui bahwa tujuan dari program pengendalian penyakit tuberkulosis adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2011).

2.2.4 Sasaran Program

Sasaran adalah kelompok masyarakat tertentu yang akan digarap oleh program yang ingin direncanakan. Menurut Notoatmodjo (2004), sasaran program kesehatan biasanya terbagi menjadi dua, yakni:

1) Sasaran langsung, yaitu kelompok yang langsung dikenal oleh program.

2) Sasaran tidak langsung, yaitu kelompok yang menjadi sasaran antara program tersebut, namun berpengaruh sekali terhadap sasaran langsung.

(39)

23

prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk. Sasaran keluaran adalah:

(1) meningkatkan prosentase kasus baru TB paru (BTA positif)

yang ditemukan dari 73% menjadi 90%;

(2) meningkatkan prosentase keberhasilan pengobatan kasus baru

TB paru (BTA positif) mencapai 88%;

(3) meningkatkan prosentase provinsi dengan CDR di atas 70%

mencapai 50%;

(4) meningkatkan prosentase provinsi dengan keberhasilan

pengobatan di atas 85% dari 80% menjadi 88%.

2.2.5 Strategi Program

Menurut Mintzberg, strategi adalah pola (strategy is patern) yang selanjutnya disebut sebagai “ intended strategy

karena belum terlaksana dan berorientasi ke masa depan. Selain itu,

strategi program bisa disebut juga sebagai “realized strategy” karena

telah dilakukan oleh organisasi. Berikut ini adalah beberapa kegiatan dalam pembuatan strategi (Suryana, 2010).

1. Pengembangan visi, misi, dan tujuan jangka panjang

2. Mengidentifikasi peluang dan ancaman dari luar serta kekuatan dan kelemahan dari dalam organisasi

3. Mengembangkan alternatif strategi

4. Penentuan strategi yang paling sesuai untuk diadopsi

Menurut Kemenkes RI (2011), strategi nasional program pengendalian TB di Indonesia terdiri dari 7 strategi, yaitu:

(40)

24

2) Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya

3) Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International Standards for TB Care

4) Memberdayakan masyarakat dan pasien TB

5) Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen program pengendalian TB

6) Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB

7) Mendorong penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan informasi strategis.

2.2.6 Organisasi Pelaksana Program

Organisasi adalah sarana untuk melakukan kerja sama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki (Satrianegara, 2009). Menurut Kemenkes RI (2011), organisasi pelaksana program pengendalian penyakit tuberkulosis terdiri dari beberapa aspek, yaitu:

1. Aspek manajemen program a. Tingkat Pusat

(41)

25

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, cq. Sub Direktorat Tuberkulosis.

b. Tingkat Propinsi

Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat propinsi dilaksanakan Dinas Kesehatan Propinsi.

c. Tingkat Kabupaten/Kota

Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten/kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat Kabupaten/kota dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2. Aspek Tatalaksana pasien TB

Aspek tatalaksana pasien TB dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/Klinik dan Dokter Praktek Swasta.

2.2.7 Pokok Kegiatan Program

Pokok – pokok kegiatan program TB dengan strategi DOTS menurut Kemenkes RI (2011) dan Depkes RI (2009) adalah sebagai berikut.

1. Tatalaksana Pasien TB, yaitu terdiri dari: a. Penemuan Tersangka TB

(42)

26

Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.

b. Diagnosis

Penegakan diagnosis TB terbagi menjadi dua yaitu, diagnosis TB Paru dan diagnosis TB Ekstra Paru. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

c. Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

2. Manajemen Program, yang terdiri dari: A. Perencanaan

(43)

27

berkinerja lebih baik dan mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien.

Tujuan dari perencanaan adalah tersusunnya rencana program, tetapi proses ini tidak berhenti di sini saja karena setiap pelaksanaan program tersebut harus dipantau agar dapat dilakukan koreksi dan dilakukan perencanaan ulang untuk perbaikan program. Perencanaan merupakan suatu siklus yang meliputi:

A) Pengumpulan data, yang meliputi:

(a) Data Umum, yaitu data geografi dan demografi (penduduk, pendidikan, sosial budaya, ekonomi) serta data lainnya (jumlah fasilitas kesehatan, organisasi masyarakat). Data ini diperlukan untuk menetapkan target, sasaran dan strategi operasional lainnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat.

(b) Data Program, yang meliputi data tentang beban TB, pencapaian program (penemuan pasien, keberhasilan diagnosis, keberhasilan pengobatan), resistensi obat serta data tentang kinerja institusi lainnya. Data ini diperlukan untuk dapat menilai apa yang sedang terjadi, sampai di mana kemajuan program, masalah apa yang dihadapi dan rencana apa yang akan dilakukan.

(44)

28

perencanaan, data tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal seperti advokasi, diseminasi informasi serta umpan balik.

B) Analisa situasi

Analisis situasi dapat meliputi analisis terhadap lingkungan internal program (kekuatan dan kelemahan) dan analisis lingkungan eksternal program (peluang dan ancaman). Dari analisis ini kita dapat menyusun isu-isu strategis, termasuk di dalamnya identifikasi masalah.

Identifikasi masalah dimulai dengan melihat adanya kesenjangan antara pencapaian dengan target/tujuan yang ditetapkan. Dari kesenjangan yang ditemukan, dicari masalah dan penyebabnya. Untuk memudahkan, masalah tersebut dikelompokkan dalam input dan proses, agar tidak ada yang tertinggal dan mempermudah penetapan prioritas masalah dengan

berbagai metode yang ada seperti metode “tulang ikan”

(fish bone analysis), pohon masalah dan log frame. Komponen yang dianalisis terdiri dari 5M (man, money, material, method, dan market).

(45)

29

a) Daya ungkitnya tinggi, artinya bila masalah itu dapat diatasi maka masalah lain akan teratasi juga. b) Kemungkinan untuk dilaksanakan (feasibility),

artinya upaya ini mungkin untuk dilakukan.

Dengan memperhatikan masalah prioritas dan tujuan yang ingin dicapai, dapat diidentifikasi beberapa alternatif pemecahan masalah. Dalam menetapkan pemecahan masalah, perlu ditetapkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang akan menjadi pertimbangan pimpinan untuk ditetapkan sebagai pemecahan masalah yang paling baik. Pemilihan pemecahan masalah harus mempertimbangkan pemecahan masalah tersebut memiliki daya ungkit terbesar, sesuai dengan sumber daya yang ada dan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

D) Menetapkan tujuan, sasaran, indikator

Tujuan yang akan dicapai ditetapkan berdasar kurun waktu dan kemampuan tertentu. Tujuan dapat dibedakan antara tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum biasanya cukup satu dan tidak terlalu spesifik. Tujuan umum dapat dipecah menjadi beberapa tujuan khusus yang lebih spesifik dan terukur.

Beberapa syarat yang diperlukan dalam menetapkan tujuan antara lain (SMART):

a) Terkait dengan masalah (Spesific)

b) Terukur (Measurable)

c) Dapat dicapai (Achievable)

d) Relevan, rasional (Realistic)

(46)

30

E) Menyusun rencana kegiatan penganggaran

Tujuan jangka menengah dan jangka panjang tidak dapat dicapai sekaligus sebab banyak masalah yang harus dipecahkan sedang sumber daya terbatas. Oleh sebab itu, perlu ditetapkan prioritas pengembangan program dengan memperhatikan mutu strategi DOTS. Untuk itu, implementasi pengembangan program dilakukan secara bertahap, dengan prinsip efektifitas dan efisiensi, yaitu :

a) Mempertahankan Mutu, mencakup segala aspek mulai dari penemuan, diagnosis pasien, pengobatan dan penanganan pasien (case holding), sampai pada pencatatan pelaporan. Masing-masing aspek tersebut, perlu dinilai semua unsurnya, apakah sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. b) Pengembangan Wilayah, didasarkan pada:

1) Besarnya masalah : Perkiraan jumlah pasien TB BTA Positif

2) Daya ungkit : Jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan tingkat sosial-ekonomi masyarakat.

3) Kesiapan : Tenaga, sarana dan kemitraan.

F) Menyusun rencana pemantauan dan evaluasi

Dalam perencanaan perlu disusun rencana pemantauan dan evaluasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana pemantauan dan evaluasi meliputi:

(47)

31

c) Pelaksana (siapa yang memantau),

d) Waktu dan frekuensi pemantauan (bulanan / triwulan / tahunan).

e) Rencana tindak lanjut hasil pemantauan dan evaluasi.

B. Surveilans

Salah satu komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporan dengan maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan pada kegiatan survailans harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis. Data program TB dapat diperoleh dari pencatatan di semua sarana pelayanan kesehatan dengan satu sistem baku. Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB di:

1) Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam melaksanakan pencatatan menggunakan formulir:

a) Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06).

b) Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05).

c) Kartu pengobatan pasien TB (TB.01). d) Kartu identitas pasien TB (TB.02).

(48)

32

f) Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09)

g) Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).

h) Register Laboratorium TB (TB.04).

Khusus untuk dokter praktek swasta, penggunaan formulir pencatatan TB dapat disesuaikan selama informasi survailans yang dibutuhkan tersedia.

2) Di Kabupaten/Kota

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut: a) Register TB Kabupaten (TB.03)

b) Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07)

c) Laporan Triwulan Hasil Pengobatan (TB.08) d) Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir

Tahap Intensif (TB.11)

e) Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji Silang dan Analisis Hasil Uji silang Kabupaten (TB.12) f) Laporan OAT (TB.13)

g) Data Situasi Ketenagaan Program TB

h) Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB

3) Di Provinsi

Provinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:

(49)

33

b) Rekapitulasi Hasil Pengobatan per kabupaten/kota.

c) Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per kabupaten/kota.

d) Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang provinsi per kabupaten/kota.

e) Rekapitulasi Laporan OAT per kabupaten/ kota. f) Rekapitulasi Data Situasi Ketenagaan Program

TB.

g) Rekapitulasi Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB

C. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) dalam program TB bertujuan untuk menyediakan tenaga pelaksana program yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan program TB, dengan jumlah yang memadai pada tempat yang sesuai dan pada waktu yang tepat sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan program TB nasional. Pengembangan SDM ini, meliputi:

1) Standar Ketenagaan

Ketenagaan dalam program penanggulangan TB memiliki standar-standar yang menyangkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis tenaga) untuk terselenggaranya kegiatan program TB, yaitu:

a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan, terdiri dari: (1) Puskesmas

(50)

34

minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium.

b) Puskesmas satelit : minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat/petugas TB.

c) Puskesmas Pembantu : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 perawat/petugas TB.

(2) Rumah Sakit Umum Pemerintah

a) RS kelas A : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter, 3 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium.

b) RS kelas B : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter, 3 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium.

c) RS kelas C : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 4 dokter, 2 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium.

d) RS kelas D, RSTP dan B/BKPM : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 2 dokter, 2 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium.

(3) RS swasta : menyesuaikan.

(51)

35

b. Tingkat Kabupaten/Kota

(1) Supervisor terlatih pada Dinas Kesehatan, jumlah tergantung beban kerja yang secara umum ditentukan jumlah puskesmas, RS dan Fasyankes lain diwilayah kerjanya serta tingkat kesulitan wilayahnya. Secara umum seorang supervisor membawahi 10 - 20 Fasyankes. Bagi wilayah yang memiliki lebih dari 20 Fasyankes dapat memiliki lebih dari seorang supervisor.

(2) Gerdunas-TB/Tim DOTS/Tim TB, dan lain-lainnya, jumlah tergantung kebutuhan.

c. Tingkat Provinsi

(1) Supervisor/Supervisor terlatih pada Dinas Kesehatan, jumlah tergantung beban kerja yang secara umum ditentukan jumlah Kab/Kota diwilayah kerjanya serta tingkat kesulitan wilayahnya. Secara umum seorang supervisor membawahi 10-20 kabupaten/kota. Bagi wilayah yang memiliki lebih dari 20 kabupaten/kota dapat memiliki lebih dari seorang supervisor.

(2) Koordinator DOTS RS yang bertugas mengkoordinir dan membantu tugas supervisi program pada RS dapat ditunjuk sesuai dengan kebutuhan.

(3) Gerdunas-TB/Tim DOTS/Tim TB, dan lain-lainnya, jumlah tergantung kebutuhan.

(52)

36 2) Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja petugas. Konsep pelatihan dalam program TB, terdiri dari: (a) Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service

training), yaitu dengan memasukkan materi program penanggulangan tuberkulosis strategi DOTS`dalam pembelajaran/kurikulum Institusi pendidikan tenaga kesehatan. (Fakultas Kedokteran, Fakultas Keperawatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Farmasi dan lain-lain).

(b) Pelatihan dalam tugas (in service training), yang terdiri dari pelatihan dasar program TB (initial training in basic DOTS implementation), pelatihan penuh, pelatihan ulangan (retraining), pelatihan penyegaran, dan On the job training (pelatihan di tempat tugas/refresher) serta pelatihan lanjutan

(continued training/advanced training.

3) Supervisi

(53)

37 D. Manajemen Laboratorium

Manajemen laboratorium TB meliputi beberapa aspek yaitu; organisasi pelayanan laboratorium TB, sumber daya laboratorium, kegiatan laboratorium, pemantapan mutu laboratorium TB, keamanan dan kebersihan laboratorium, dan monitoring (pemantauan) dan evaluasi.

Komponen pemantapan mutu terdiri dari 3 hal utama yaitu: 1. Pemantapan Mutu Internal (PMI), yaitu

2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)

3. Peningkatan Mutu (Quality Improvement), terintegrasi dalam PMI dan PME

E. Manajemen Logistik

Pengelolaan logistik meliputi fungsi perencanaan, pengadaan, penyimpanan distribusi dan penggunaan. Siklus ini akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh suatu dukungan manajemen yang meliputi organisasi,pendanaan, sistem informasi, sumber daya manusia, dan jaga mutu. Jenis logistik program terdiri dari:

1) Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 2) Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

F. Monitoring dan Evaluasi

(54)

38

perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan dan pengembangan program(Kemenkes RI, 2011).

Masing-masing tingkat pelaksana program (fasyankes, Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat) bertanggung jawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada wilayahnya masing-masing. Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan melaksanakan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran (Kemenkes RI, 2011).

G. Kegiatan Penunjang, terdiri dari: 1. Promosi

Promosi yang dilakukan oleh program pengendalian penyakit TB terdiri dari:

(55)

39

b) Komunikasi, strategi komunikasi yang dilakukan salah satunya adalah meningkatkan keterampilan konseling dan komunikasi petugas maupun kader TB melalui pelatihan.

c) Mobilisasi Sosial, merupakan strategi membangkitkan keinginan masyarakat, secara aktif meneguhkan konsensus dan komitmen sosial di antara pengambil kebijakan untuk menanggulangi TB.

2. Kemitraan

Kemitraan program penanggulangan TB merupakan upaya untuk melibatkan berbagai sektor, baik dari pemerintah, legislatif, swasta, perguruan tinggi/kelompok akademisi, kelompok organisasi masyarakat (organisasi pengusaha dan organisasi pekerja, kelompok media massa, organisasi profesi, LSM, organisasi keagamaan, organisasi internasional) dalam upaya percepatan penanggulangan TB secara efektif, efisien dan berkesinambungan. Kemitraan TB dilaksanakan dengan prinsip kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan.

3. Penelitian

(56)

40

terlibat dalam pelaksanaan program atau kegiatan-kegiatan yang berada dalam kendali manajemen program TB. Hal-hal yang dapat ditelaah dalam penelitian operasional TB antara lain meliputi sumber daya, akses pelayanan kesehatan, pengendalian mutu pelayanan, keluaran dan dampak yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja program penanggulangan nasional TB.

Sedangkan penelitian operasional dapat dibagi atas dua jenis yaitu penelitian observasional dimana tidak ada manipulasi variabel bebas dan penelitian eksperimental yang diikuti dengan tindakan/intervensi terhadap variabel bebas. Penelitian observasional bertujuan menentukan status atau tingkat masalah, tindakan atau intervensi pemecahan masalah serta membuat hipotesis peningkatan kinerja program.

Penelitian eksperimental melakukan intervensi terhadap input dan proses guna meningkatkan kinerja program. Banyak penelitian telah dilaksanakan berbagai pihak, namun kegunaanya jauh dari kepentingan program dan sulit diterapkan. Hal ini terjadi karena aspek yang diteliti tidak searah dengan permasalahan yang dihadapi oleh program.

2.2.8 Indikator Program

(57)

41

RI, 2008). Ada beberapa indikator yang digunakan dalam rangka pengendalian penyakit TB (Kemenkes RI, 2011), yaitu:

a) Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR)

Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut.

Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70%.

b) Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR)

Adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.

c) Angka Penjaringan Suspek

(58)

42

misalnya rumah sakit, BP4 atau dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung.

d) Proporsi Pasien TB Paru BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahaknya

Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.

Angka ini sekitar 5 – 15%. Bila angka ini terlalu kecil (<5%) kemungkinan disebabkan penjaringan suspek terlalu longgar, banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek, atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu). Sedangkan bila angka ini terlalu besar (>15%) kemungkinan disebabkan penjaringan terlalu ketat atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu).

e) Proporsi Pasien TB Paru BTA positif di antara seluruh pasien TB paru

Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua pasien Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis paru yang diobati. Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif).

f) Proporsi pasien TB anak di antara seluruh pasien

(59)

43

indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis.

g) Angka Notifikasi Kasus (CNR)

Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.

h) Angka Konversi

Adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.

i) Angka Kesembuhan

Adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, di antara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif pengobatan ulang dengan tujuan:

(60)

44

(b) Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakan obat baris kedua (second-line drugs).

(c) Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi pada pasien dengan HIV.

j) Angka Kesalahan Laboratorium (Error rate)

Adalah angka kesalahan laboratorium yang menyatakan prosentase kesalahan pembacaan slide/ sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah di uji silang (cross check) oleh BLK atau laboratorium rujukan lain. Angka kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransi maksimal 5%.

(61)

45 BAB III

ALUR DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG

3.1. Alur Kegiatan

Bagan 3.1 Alur Kegiatan Magang

Tahap Persiapan

• Pembuatan Proposal Magang

• Pengajuan permohonan magang ke pihak Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

• Konfirmasi ulang ke pihak institusi magang

• Penentuan pembimbing lapangan oleh pihak institusi magang

Tahap Pelaksanaan

• Melaksanakan kegiatan magang mulai tanggal 11 Februari - 21 Maret 2014

• Mengikuti alur kerja institusi magang

• Melakukan pengumpulan data yang diperlukan untuk laporan meliputi:

• Gambaran umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013

• Laporan tahunan program pengendalian tuberkulosis tahun 2013

• Gambaran proses pelaksanaan program pengendalian tuberkulosis tahun 2013

• Gambaran output program pengendalian tuberkulosis tahun 2013

• Melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing akademik dan pembimbing lapangan

Tahap Evaluasi dan Presentasi

Laporan

• Melakukan penyusunan laporan magang dibimbing oleh pembimbing akademik dan pembimbing lapangan

(62)

46

Berdasarkan bagan 3.1 diketahui bahwa kegiatan magang dilaksanakan dalam 3 tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi dan prensentasi laporan. Melalui kegiatan magang ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran pelaksanan program pengendalian penyakit tuberkulosis di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Seksi Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis.

3.2. Jadwal Kegiatan Magang

Berikut ini adalah jadwal kegaiatan magang yang telah dilaksanakan oleh penulis selama magang di Seksi Program Pengendalian Penyakit Bidang Program Pengendalian Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014.

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014

No. Hari dan Tanggal Kegiatan Tempat

1. Selasa

11 Februari 2014

Memperkenalkan diri ke Kepala seksi P2P Dinkes

Tangsel

Dinkes Tangsel

2. Rabu

12 Februari 2014

Memperkenalkan diri ke staf P2P dan Surimun Dinkes

Tangsel

Melakukan diskusi terkait TB Paru dan mengumpulkan data

Dinkes Tangsel

5. Senin

17 Februari 2014

Melakukan diskusi terkait indikator TB Paru dan

menyusun laporan

Dinkes Tangsel

(63)

47

18 Februari 2014 indikator TB Paru Tangsel

7. Rabu analisis penemuan kasus TB

di Banten dan Tangsel

Dinkes

kasus TB BTA positif

Dinkes Tangsel

11. Selasa 25 Februari 2014

Melakukan izin pengambilan data surveilans ke kepala

seksi Surveilans dan Community TB Care

LSM Community TB Care

LSM bimbingan software SITT dan

(64)

48

koreksi laporan data TB 01 dan TB 06

16. Selasa 4 Maret 2014

Mengikuti kegiatan bimbingan software SITT dan

koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 bimbingan software SITT dan

koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 bimbingan software SITT dan

koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 bimbingan software SITT dan

koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 bimbingan software SITT dan

koreksi laporan data TB 01 dan TB 06

PKM. Benda Baru

(65)

49 21. Selasa

11 Maret 2014

Mengikuti kegiatan bimbingan software SITT dan

koreksi laporan data TB 01 dan TB 06

software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB

software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB

SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06

SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06

Gambar

Gambaran Umum Kebijakan Program ................................................. 18
Gambaran Morbiditas dan Mortalitas Penyakit Tuberkulosis di Kota
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Gambar Sosialisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Asep Hariri selaku kepala staf seksi pemantau penyakit bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan Dinas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan belum maksimal dalam pelaksanaannya, terutama dalam

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Dinas Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Tangerang Selatan Kurang sosialisasi antara Dinas dan Perusahaan serta kurangnya

Penelitian dengan judul Pembuatan Website Tentang Penyakit Malaria Pada GFATM Di Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, di harapkan dapat

Skripsi dengan judul GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM KARTU MULTIGUNA BAGI MASYARAKAT MISKIN DI DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG DI TAHUN 2008 telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan

Kualitatif Rendahnya perhatian pemerintah setempat khususnya Dinas Kesehatan terutama dalam menyediakan tenaga Medis dan perlengkapan peralatan medis sehingga

pendukung dan penghambat dari strategi komunikasi yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Riau dalam kampanye program (P2P) TB. Adapun dalam faktor pendukungnya yaitu

Dalam penyusunan Rencana Kerja (RENJA) Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2017 mempunyai maksud