mencapai gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
YOSSI FEBRINA 107044103458
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SAYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
i
KATA PENGANTAR
Segala puji, dan syukur diucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan taufik, hidayah dan rahmatnya dan shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah pada junjungan Nabi SAW, keluarga dan para sahabatnya
serta orang-orang Islam yang selalu mengikuti hingga akhir zaman.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan
karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai
ungkapan rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terimakasih kepada
Bapak:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MM. selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan
kewenangan yang dimiliki telah memberikan kepercayaan kepada penulis
untuk menyusun skripsi ini.
2. Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H., MA., selaku ketua Program Study dan
Pembimbing Skripsi. Kemudian Hj. Rosdiana, MA, selaku sekretaris
jurusan Ahwal Syakhsiyyah yang telah banyak memberikan motivasi dan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
ii
serta seluruh skeluarga yang sangat saya cintai dan sayangi. Terima kasih
banyak atas bantuan kalian terutama dari segi keuangan, dan dukungan
kalian yang tidak terlupakan. Terima kasih juga atas doa dan pengorbanan
kalian yang tidak terhingga serta senantiasa memberi semangat tanpa jemu
sehingga penulis menyelesaikan belajar disini dengan selamat dan
sempurna. Semoga Allah SWT menempatkan kalian ditempat orang-orang
yang sholeh dan mulia. Tidak ada yang dapat dipersembahkan sebagai
balasan, melainkan sebuah kejayaan.
5. Terkhusus kepada seorang yang berada di Negeri Kinanah (Mesir) yaitu
H. Ahmad Arif yang telah membantu dan selalu memberikan semangat
serta motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini. Kemudian kepada
sahabat-sahabat saya: Efi Salinda yang membantu saya mencari
bahan-bahan skripsi, Ade uswatul Jamiliyah, Sari Eka Lestari Putri, Nurul
Hikmah, dan andini Hafizhotin Nida yang ikut serta dalam memberi
semangat, dan teman-teman MAKN Koto Baru Padang Panjang, Jakarta,
Mesir, Padang dan sekitarnya. Dan teman-teman angkatan 2007/2008
jurusan Akhwalu Syakhsiyyah, terima kasih atas kebersamaan kalian
dalam menemani penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah
iii
Akhir kata semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan masukan yang
positif kepada para pembaca. Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis
akan mendapat imbalan dari Allah SWT. Penulis amat menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini banyak kekurangan, kekhilafan, dan kesalahan. Maka
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan dalam rangka
perbaikan, dan kesempurnaan tulisan ini.
Kepada Allah SWT penulis memohon dan mendoakan semoga jasa baik
yang telah kalian sumbangkan menjadi ladang amal sholeh dan mendapat
balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin
Ciputat, 25 April 2011
Penulis
iv
salah satu persyaratan memperoleh gelar Srata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 April 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………...i
LEMBAR PERNYATAAN………...iv
BAB 1: PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah... 8
C. Tujuan dan manfaat penelitian... 9
D. Metode penelitian...10
E. Sistematika penulisan... 12
BAB ll: PERKAWINAN DALAM ISLAM A. Pengertian Perkawinan...13
B. Dasar Hukum Perkawinan...17
C. Rukun dan Syarat Perkawinan...19
D. Tujuan Perkawinan...25
E. Larangan-larangan Perkawinan... 26
BAB lll: POTRET NAGARI JAWI-JAWI SUMATERA BARAT A. Sejarah singkat wilayah...33
B. Geografis dan Luas wilayah...37
C. Agama dan pendidikan masyarakat... .39
vi
B. Latar belakang larangan Perkawinan Satu Suku...48
C. Sanksi adat Perkawinan Satu Suku...50
D. Analisa hukum Islam terhadap Perkawinan Satu Suku...52
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan...57
B. Saran... .58
DAFTAR PUSTAKA……… 59
LAMPIRAN-LAMPIRAN:
1. Wawancara...64
2. Surat Observasi...70
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan Sunnatullah yang berlaku pada semua
makhluknya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi
makhluknya untuk dapat berkembangbiak dan melestarikan hidupnya. Allah
tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti
nalurinya dan berhubungan secara anarkhi tanpa aturan.Demi menjaga
kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah mengadakan hukum sesuai
dengan martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur
secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridhai, dengan upacara ijab
kabul sebagai lambang adanya rasa ridha meridhai, dan dihadiri dengan para
saksi yang menyaksikan bahwa pasangan laki-laki dan perempuan itu telah
saling terikat.1
Selain itu juga pernikahan merupakan salah satu kebutuhan jasmani dan
rohani yang sudah menjadi sunnatulah, bahwa dua manusia dengan jenis
kelamin berlainan, seorang perempuan dan seorang laki-laki dengan saling
mengenal satu sama lain untuk hidup bersama. Pernikahan disyariatkan supaya
manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan
1
bahagia dunia akhirat dan ridha ilahi. Perkawinan merupakan kebutuhan alami
manusia. Tingkat kebutuhan dan kemampuan masing-masing individu untuk
menegakkan kehidupan berkeluarga berbeda-beda, baik dalam hal kebutuhan
biologis (gairah seks) maupun biaya dan bekal yang berupa materi.2Perkawinan
merupakan kebutuhan alami manusia. Tingkat kebutuhan dan kemampuan
masing-masing individu untuk menegakkan kehidupan berkeluarga berbeda-beda, baik dalam
hal kebutuhan biologis (gairah seks) maupun biaya dan bekal yang berupa materi. Dari
tingkat kebutuhan yang bermacam-macam ini, para ulama mengklasifikasikan
hukum perkawinan dengan beberapa kategori. Ulama mazhab asy-Syafi„i
mengatakan bahwa hukum asal menikah adalah boleh mubah.3
Sedangkan menurut kelompok mazhab Hanafi, Malikidan Hanbali,
hukum melaksanakan perkawinan adalah sunat. Sedangkan menurut Zahiri,
hukum asal perkawinan adalah wajib bagi orang muslim satu kali seumur
hidup.4
Dasar perkawinan menurut KHI pasal 1, perkawinan adalah ikatan lahir
bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
2
As-Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah cet ke 2 , (Beirut: Muassasah Risalah, 2005), h, 12.
3
Pendapat ini dapat dilihat di „Abd ar-Rahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh „ala al-Mazahib al-
‟Arba„ah, IV : h. 8.
4
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.5
Rasulullah SAW sendiri menerangkan, bahwa pada kenyatannya nikah
itu tidak hanya sekedar akad. Akan tetapi, lebih dari itu, setelah pelaksanaan
akad si pengantin harus merasakan nikmatnya akad tersebut. Sebagaimana
dimungkinkan terjadinya proses perceraian setelah dinyatakannya akad
tersebut.6
Pada dasarnya golongan fuqaha yakni jumhur ulama berpendapat bahwa
nikah itu hukumnya sunnah, sedangkan golongan Zahiri mengatakan menikah
itu wajib. Para ulama Maliki Mutatakhirin berpendapat bahwa menikah itu
wajib bagi sebagian orang dan sunnah bagi sebagian lainnya dan mubah bagi
golongan lainnya. Hal ini ditinjau berdasarkan kekhawatiran dan kesusahan
atau kesulitan dirinya.7
Dari begitu banyaknya suruhan Allah dan Nabi untuk melaksanakan
perkawinan itu maka perkawinan itu adalah perbuatan yang disukai oleh Allah
5
Kompilasi Hukum Islam, (Bandung:Citra Umbara, 2007).h, 2.
6
Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 1998), h .376.
7
dan nabi untuk dilakukan. Atas dasar ini hukum perkawinan itu menurut
asalnya adalah sunnah menurut pandangan jumhur ulama. Namun karena ada
tujuan yang mulia yang hendak dicapai dari perkawinan itu melakukannya
juga berbeda pula kondisinya.
Adapun pengertian yang dikemukakan dalam Undang-undang
Perkawinan (UU no. 1 tahun 1974), adalah:
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin a\ntara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.8
Bunyi pasal 1 Undang-undang Perkawinan ini dengan jelas menyebutkan
tujuan perkawinan yaitu membentuk keluarga bahagia dan kekal yang
didasarkan pada ajaran agama. Tujuan yang diungkap pasal ini masih bersifat
umum yang perinciannya dikandung pasal-pasal lain berikut penjelasan
Undang-undang tersebut dan peraturan pelaksanaannya.
Dalam penjelasan ini disebutkan bahwa membentuk keluarga yang
bahagia itu erat hubungannya dengan keturunan, yang juga merupakan tujuan
perkawinan, di mana pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban
orang tua.
Rothenberg dan Blumenkrantz mengarakan “Marriage, as it is commonly
secucced, refers to a contractual relationship between two persons,one male and
8
one female, a rising out of the mutual promises that are recoqnized bay law”.9
Maksudnya ialah bahwa perkawinan sebagaimana pada umumnya merujuk
kepada hubungan perjanjian yang nyata antara dua orang yaitu seorang laki-laki
(ayah) dan seorang perempuan yang saling berjanji yang disahkan oleh hukum.
Menurut Muhammad Jalaluddin Al Qasyimi dalam Kitab Mau „Izatul
Mukminim menyebutkan bahwa adapun manfaat dari suatu perkawinan itu ada
lima yaitu : pertama, untuk melangsungkan keturunan, kedua untuk penyaluran
hawa nafsu, ketiga untuk mengatur
kehidupan rumah tangga, keempat untuk memperkuat/memperluar
kekeluargaan dan kelima mengendalikan diri.10
Tujuan nikah pada umumnya bergantung pada masing-masing individu
yang akan melakukannya, karena lebih bersifat subyektif. Namun demikian,
ada juga tujuan umum yang memang diinginkan oleh semua orang yang akan
melakukan pernikahan, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan
kesejahteraan lahir batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan akhirat.
Pernikahan juga berfungsi untuk mengatur hubungan antara laki-laki
dengan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dalam wilayah
kasih sayang dan cinta serta penghormatan.Wanita muslimah berkewajiban
9
Rothenberg dan Blumenkrantz, Personal Law, Oenanta, State University of New York, h.324.
10
untuk mengerjakan tugas dalam berumah tangganya seperti mengatur rumah,
mendidik anak dan menciptakan suasana menyenangkan, supaya suami dapat
mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk kepentingan duniawi maupun
ukhrawi.11
Dengan akad nikah suami mempunyai hak untuk memilih milik itu
hanya bersifat milk intifada (hak milik untuk menggunakan) bukan milk
al-muqarabah (hak milik yang bisa dipindah tangankan seperti kepemilikan
benda) dan bukan pula milk al-manfa’ah (kepemilikan manfaat yang bisa
dipindahkan).12
Berhubungan antara adat dan agama Islam di Minangkabau membawa
konsekuensi sendiri.Baik ketentuan adat, maupun ketentuan agama dalam
mengatur hidup dan kehidupan masyarakat Minangkabau, tidak dapat di
abaikan khususnya dalam bidang perkawinan.Kedua aturan itu harus
dipelajari dan dilaksananakan secara serasi, seiring dan sejalan.
Adat Minangkabau adalah peraturan dan undang-undang atau hukum adat
yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau, terutama yang
bertempat tinggal di Ranah Minang atau Sumatera Barat. Dalam batas tertentu,
11
Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 1998), h . 378-379.
12
Adat Minangkabau juga dipakai dan berlaku bagi masyarakat Minang yang
berada di perantauan di luar wilayah Minangkabau.
Adat adalah landasan bagi kekuasaan para Raja dan Penghulu, dan
dipakai dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Semua peraturan hukum
dan perundang-undangan disebut Adat, dan landasannya adalah tradisi yang
diwarisi secara turun-temurun serta syariat Islam yang sudah dianut oleh
masyarakat Minangkabau.
Seorang Raja atau Penghulu memegang kekuasaan karena keturunan, dan
kekuasaan itu menjadi sah karena didukung oleh para ulama yang memegang
otoritas agama dalam masyarakat. Dari ide ini muncul adagium Adat basandi
syarak; Syarak basandi Kitabullah.13
Di Minangkabau dikenal dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah, dalam arti semua hukum adat mengacu kehukum agama (Islam).
Semua aturan adat akan diselaraskan dengan ketentuan Allah sebagai pedoman
utama dalam menjalankan adat. Berbicara masalah perkawinan di Minangkabau
menerapkan aturan-aturan tentang perkawinan salah satunya perkawinan satu
suku yang di anggap tabu (menurut hukum adat) di Ranah Minang. Tapi kalau
13
kita mengacu ketentuan Allah, tidak semua yang tergolongsatu suku (yang
dilarang adat) juga dilarang agama.Bagaimana dengan bagian satu suku yang
diperbolehkan oleh Allah?14
Dalam hal ini apakah “adat melakukan pembangkangan terhadap syarak,
atau orang minang yang tidak mengerti azas hukumadatnya?” apapun
jawabannya, yang pasti orang Minangkabau mempunyai dasar agama yang
lebih baik, karena azas hukum adat minang mengacu ke agama, sehingga
terbentuklah pribadi-pribadi “buya” dalam setiap diri masyarakat minang
(dulu). Lalu kenapa masih ada yang menjalankan hukum yang bertentangan
dengan hukum Allah.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Dalam penulisan skripsi ini agar dapat dicermati secara seksama dan
diharapkan nantinya dapat memberikan kontribusi pemahaman yang mendalam
penulis lebih menitik beratkan analisa masalah terhadap norma-norma atau
aturan-aturan hukum adat Minagkabau, yaitu larangan melangsungkan
perkawinan bagi mereka yang satu suku.Karena larangan dan segala
permasalahan yang berkaitan dengan perkawinan menurut hukum Islam itu
luas, maka penulis memberi batasan penyusunan skripsi ini adalah pada hal-hal
14
yang hanya berkaitan dengan larangan perkawinan satu suku dilihat dari segi
hukum Islam.
2. Rumusan masalah
Menurut Al-Quran, hadist, Fiqh, dan Peraturan Perundang-undangan
tidak dilarang kawin satu suku. Kenyataannya di lapangan di Nagari Jawi-jawi
Sumatera Barat perkawinan sesuku itu di larang. Dan bagi yang melanggarnya
maka akan di hukum sesuai dengan aturan adat Minangkabau.
Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa alasan yang mendasari larangan perkawinan satu suku dalam
masyarakat adat Minangkabau?
2. Dalam bentuk apa saja sanksi adat terhadap pelanggaran ketentuan
perkawinan satu suku di Minangkabau?
3. Pandangan hukum Islam terhadap pelanggaran perkawinan satu suku
dalam masyarakat adat Minangkabau?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui faktor penyebab larangan perkawinan satu suku
b. Untuk mengetahui sanksi adat terhadap pelanggaran ketentuan
perkawinan satu suku
c. Untuk mengetahui bagaimana Pandangan hukum Islam tentang
2. Manfaat penelitian
a. Memberikan pengetahuan kepada seluruh masyarakat Islam khususnya
masyarakat Minangkabau tentang pandangan hukum Islam terhadap
larangan perkawinan satu suku.
b. Diharapkan sebagai konstribusi pengetahuan dan pemikiran kepada
masyarakat umum dalam melakukan praktek kawin satu suku.
D. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakanmetode penelitian
lapangan dan penelitian kepustakaan, langkah-langkah yang penulis gunakan
adalah sebagai berikut:
1) Pengumpulan data
a. Data primer yaitu: data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan
penulis terhadap perkawinan satu suku dengan menggunakan
penelitian lapangan (Fiel Reseach) yaitu dengan jalan mengadakan
riset lapangan (observasi) yang bertujuan menghimpun data tersebut
penulis juga menggunakan alat data dengan pedoman wawancara
langsung dengan pihak terkait yang berhubungan dengan skripsi.
b. Data sekunder adalah data yang diambil dari bahan-bahan pustaka
dari buku-buku hukum, majalah, artikel, internet yang berhubungan
dengan masalah penelitian ini.15
1) Pengolahan data
Pada tahap ini, semua data yang telah terhimpun dianalisa secara
kualitatif, dengan menggunakan metode penalaran deduktif dan induktif.
Dan dengan mengkorelasikan antara data yang satu dengan data yang lain
untuk melihat titik temu dan hubungannya, sehingga tersusun menjadi
laporan dalam bentuk skripsi.16
2) Tahap akhir
Untuk mencapai hasil diatas, maka kajian dalam skripsi ini
menggunakan deskriptif analisis dengan cara dua pendekatan yaitu
pendekatan yuridis (syariah dan fikih), dan pendekatan histori (sejarah
kebudayaan). Dengan cara ini dapat mempermudah penulis untuk
mendeskripsikan argument brdasarkan premis-premis rangkaian logika.
Kemudian merumuskan hasil penelitian dalam bentuk kesimpulan hukum
kajian dengan metode sebagaimana yang telah diuraikan.
15
Muhammad Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), cet. Ke-3, h. 63, lihat Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: P.T. Garamedia Pustaka Utama, 1991), h. 110-112, lihat juga Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992), h. 51.
16
Adapun sebagai pedoman penulisan dalam skripsi ini, penulis
berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi fakultas Syariah dan Hukum
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press.
E. Sistematika Penulisan
Pertama membahas tentang pendahuluan, yang berisi tentang latar
belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, dan metode penelitian.
Kedua membahas tentang masalah pengertian perkawinan dalam hukum
Islam, yaitu mulai dari pengertian, dasar hukum perkawinan, rukun dan syarat
perkawinan, mahar, dan larangan-larangan perkawinan.
Ketiga membahas kondisi objektif Nagari Jawi-jawit, yang berisikan,
tinjauan umum dan sejarah singkat, Geografis dan Demokratis, Agama,
Pendidikan, Sosial Budaya dan adat istiadat.
Keempat membahas tentang perkawinan satu suku dalam masyarakat adat
Nagari Jawi-jawi Sumatera Barat, yang berisikan mengenai pengertian
perkawinan satu suku, latar belakang adanya larangan perkawinan satu suku,
sanksi adat terhadap larangan perkawinan satu suku, dan analisa hukum Islam
terhadap perkawinan satu suku.
Kelima berisi membahas Penutup yang berisikan tentang Kesimpulan dan
Saran.
BAB II
PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Perkawinan
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; artinya
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.17
Perkawinan disebut juga dengan “pernikahan”, berasal dari kata nikah
menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan
untuk arti bersetubuh (wath‟i).18
Selain itu ada juga yang mengartikan dengan pencampuran. Alfara’
mengatakan: “An-Nukh” adalah sebutan untuk kemaluan. Sedangkan Al-Azhari mengatakan: Akar kata dalam ungkapan bahasa Arab berarti hubungan badan.19
Menurut istilah hukum islam, terdapat beberapa definsi, diantaranya
adalah:
Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk
membolehkan bersenag-senang antara laki-laki dengan perempuan dan
. Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqh Wanita, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,1998), cet ke-1, h.375.
menghalalkan bersenang-senang antara laki laki dengan perempuan dan
menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dnagn laki-laki.
Abu Yahya Zakariya Al-Anshary mendefinisikan:
Nikah menurut istilah syara‟ ialah akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan seksual denagn lafadz nikah atau denagn kata-kata
yang semakna denagnnya. Pengertian-pengertian di atas tampaknya dibuat
hanya melihat dari satu segi saja, yaitu kebolehan hukum dalam hubungan
antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang semula dilarang menjadi
kebolehan. Padahal setiap perbuatan hukum itu mempunyai tujuan dan akibat
ataupun pengaruhnya. Hal-hal inilah yang menjadikan perhatian manusia pada
umumnya dalam kehidupannya sehari-hari, sperti terjadinya perceraian, kurang
adanya keseimbangan antara suami istri, sehingga memerlukan penegasan arti
perkawinan, bukan saja dari segi kebolehan hubungan seksual tetapi juga dari
segi tujuan dan akibat hukumnya.
Mahmud Abu Ishrah memberikan definisi yang lebih luas, yaitu: akad
yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga
(suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong-menolong dan
memberi batas ha bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi
masing-masing.20
Adapun pengertian yang dikemukakan dalam Undang-undang:
20
Perkawinan menurut Undang Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam Hukum Perdata Barat tidak ditemukan defenisi dari perkawinan,
istilah perkawinan (huwelijk) digunakan dalam dua arti yaitu:
1. Sebagai suatu perbuatan, yaitu perbuatan melangsungkan perkawinan
(pasal 104 Kitab Undang Undang Hukum Perdata). Dengan demikian
perkawinan adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan pada suatu
saat tertentu.
2. Sebagai suatu keadaan hukum yaitu keadaan bahwa seorang pria dan
seorang wanita terikat oleh suatu hubungan perkawinan.21
Perkawinan (UU no. 1 tahun 1974), adalah:
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.22
Bunyi pasal 1 Undang-undang Perkawinan ini dengan jelas menyebutkan
tujuan perkawinan yaitu membentuk keluarga bahagia dan kekal yang
didasarkan pada ajaran agama. Tujuan yang diungkap pasal ini masih bersifat
umum yang perinciannya dikandung pasal-pasal lain berikut penjelasan
21
Titik Triwulan Tutik dan Trianto, Poligami Perspektif Perikatan Nikah, (Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher, 2007) , h. 32
22
Undang-undang tersebut dan peraturan pelaksanaannya. Dalam penjelasan ini
disebutkan bahwa membentuk keluarga yang bahagia itu erat hubungannya
dengan keturunan, yang juga merupakan tujuan perkawinan, di mana
pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.
Tujuan nikah pada umumnya bergantung pada masing-masing individu
yang akan melakukannya, karena lebih bersifat subyektif. Namun demikian,
ada juga tujuan umum yang memang diinginkan oleh semua orang yang akan
melakukan pernikahan, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan
kesejahteraan lahir batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan akhirat.
Pernikahan juga berfungsi untuk mengatur hubungan antara laki-laki
dengan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dalam wilayah
kasih sayang dan cinta serta penghormatan.Wanita muslimah berkewajiban
untuk mengerjakan tugas dalam berumah tangganya seperti mengatur rumah,
mendidik anak dan menciptakan suasana menyenangkan, supaya suami dapat
mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk kepentingan duniawi maupun
ukhrawi.23
Dengan akad nikah suami mempunyai hak untuk memilih milik itu
hanya bersifat milk intifada (hak milik untuk menggunakan) bukan milk
al-muqarabah (hak milik yang bisa dipindah tangankan seperti kepemilikan
23
benda) dan bukan pula milk al-manfa’ah (kepemilikan manfaat yang bisa
dipindahkan).24
B. Dasar dan Hukum Perkawinan
Perkawinan yang dinyatakan sebagai ketetapan Ilahi (baca:Sunnatullah)
merupakan kebutuhan bagi setiap naluri manusia dan dianggap sebagai ikatan
yang sangat kokoh. Allah swt dan Rasul-Nya saw telah menjelaskan isyarat
perintah melalui kalam-Nya dan sabda Rasul-Nya, di antaranya yaitu:
Perkawinan yang dinyatakan sebagai ketetapan Ilahi (baca:Sunnatullah)
merupakan kebutuhan bagi setiap naluri manusia dan dianggap sebagai ikatan
yang sangat kokoh. Allah swt dan Rasul-Nya saw telah menjelaskan isyarat
perintah melalui kalam-Nya dan sabda Rasul-Nya, di antaranya yaitu: 25
Surat An-Nisa ayat: 3
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau
24
Abdul Basit Mutawally, Muhadarah fi al-Fiqh al-Muqaran, (Mesir, t.t), h. 120.
25
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,26)
Maka (kawinilah) seorang saja27), atau budak-budak yang kamu
miliki.
Firman allah yang lainnya: Surat An-Nur ayat: 32
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu28), dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.”
Sabda Rasulullah Saw:
Artinya: Wahai generasi muda, barang siapa diantara kalian telah mampu
serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah.
Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan
pandangan mata dan memelihara kemaluan. (Muttafaqun „Alaih).
Hukum perkawinan
Hukum Perkawinan ada 5:
26
Berlaku adil adalah perlakuan yang adil di dalam melayani istri seperti terhadap pakaian, tempat tinggal, giliran an lain sebagainya yang bersifat lahiriyyah.
27
Islam membolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat tentang poligami ini, sudah ada dan pernah dijalankan oleh para Nabi sebelum Rasulullah SAW. Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang wanita saja.
28
Maksudnya, hendaklah laki-laki yang belum menikah atau wanita-wanita yang tidak bersuami dibantu, agar menreka dapat segera menikah.
29
1. Wajib, bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya
tidak kawin maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut
adalah wajib.
2. Sunnat, bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan
untuk melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak
dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan
bagi orang tersebut adalah sunnat.
3. Haram, bagi orang yang mem[unyai keinginan dan tidak mempunyai
kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban daalm rumah tangga sehingga apabila melangsungkan
perkawinan bagi orang tersebut adalah haram.
4. Makruh, bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri
sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya
tidak kawin.
5. Mubah, bagi orang yang mempunyain kemampuan untuk melakukan
perkawinan bila seseorangkawin dengan30
C. Rukun dan Syarat Perkawinan
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas:
30
a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
c. Adanya dua orang saksi.
d. Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang di ucapkan oleh wali atau akilnya
dar pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.31
Tentang jumlah rukun nikah, para ulama berbeda pendapat:
Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:
Wali dari pihak perempuan
Mahar (maskawin)
Calon pengantin lakil-laki
Calon pengantin perempuan
Sighat akad nikah
Imam Malik berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:
Calon pengantin laki-laki
Calon pengantin perempuan
Wali
Dua orang saksi
Sighat akad nikah32
31
Abd. Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h.46-48
32
Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja (yaitu akad yang dilakukan oelh pihak wali perempuan dan calon pengantin
laki-laki). Sedangkan menurut golongan yang lain rukun nikahb itu ada empat
macam, yaitu:
Sighat (ijab qabul)
Calon pengantin perempuan
Calon pengantin laki-laki
Wali dari pihak calon pengantin perempuan33
Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat, karena
calon pengantin laki-laki dan calon pengantin permpuan digabung menjadi satu
rukun. Rukunnya adalah:
a. Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan yakini mempelai
laki-laki dan mempelai perempuan.
b. Adanya wali
c. Adanya dua orang saksi
d. Dilakukan dengan sighat tertentu34
Syarat Sahnya Perkawinan
33
Abd. Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 48.
34
Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan.
Apabila syarat syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan
adanya segalahak dan perkawinan sebagai suami istri.
Secara garis besar syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada dua:
1. Calon mempelai perempuannya harus dikawin oleh laki-laki yang ingin
menjadikannya istri
2. Akad nikahnya dihadiri para saksi35
Syarat-syarat kedua mempelai
Syariat Islam mentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon
suami berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:
a. Syarat-syarat pengantin pria.
1). Calon suami beragama Islam
2). Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
3). Orangnya diketahui dan tertentu
4). Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin denagn calon istri
5). Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul
calon istrinya halal baginya.
6). Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.
7). Tidak sedang melakukan ihram.
8). Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.
35
9). Tidak sedang mempunyai istri empat.36
b. Syarat-syarat calon pengantin perempuan: 1). Beragama Islam atau ahli Kitab.
2). Terang bahwa ia wanita, bukan Khunsa (banci).
3). Wanita itu tentu orangnya.
4). Halal bagi calon suami.
5). Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan da tidak dalam iddah.
6). Tidak dipaksa/ikhtiar
7). Tidak dalam keadan ihram haji/umrah37
Syarat-syarat saksi
Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim,
baligh, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akan maksyd
akad nikah. Menurut golongan Hanafi dan Hambali, boleh juga saksi saksi itu satu orang lelaki dan dua orang perempuan. Dan menurut Hanafi, boleh dua orang buta atau dua orang fasik (tidak adil). Orang tuli, orang tidur dan orang
mabuk tidak boleh menjadi saksi.38
Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi itu adalah sebagai berikut:
Berakal, bukan orang gila
Baligh, bukan anak-anak
36
Abd. Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h.50.
37
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 45-50.
38
Merdeka, bukan budak
Islam
Kedua orang saksi itu mendengar39
Hikmah perkawinan menurut Ali Ahmad al-Jurjawi:
1. Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan.
2. Keadaan hidup manusia tidak akan tentram jika keadaan rumah tangganya
teratur.
3. Laki-laki dan perempuan dalah dua sekutu yang berfungsi memakmurkan
dunia masing-masing dengan cirri khasnya berbuat dengan berbagai
macam pekerjaan.
4. Sesuai dengan tabiatnya manusia cenderung mengasihi orang yang
dikasihi.
5. Manusia di ciptakan dengan memiliki rasa ghirah (kecemburuan) untuk
menjaga kehormatan dan kemuliaannya.
6. Perkawinan akan memelihara keturunan serta menjaganya.
7. Berbuat baik yang banyak lebih baik dari pada berbuat baik sedikit.
8. Manusia itu jika telah mati terputuslah seluruh amal perbuatannya yang
mendatangkan rahmat dan pahala kepadanya.40
Menurut Sayyid Sabiq hikmah perkawinan adalah:
39
Abd. Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h.52
40
1. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat.
2. Kawin merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi
mulia.
3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh salin melengkapi dalam
suasana hidup dengan anak-anak dan akan tummbuh pula
perasaan-perasaan ramah.
4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak akan
menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat
dan pembawaan seseorang.
5. Dengan perkawinan, diantaranya dapat membuahkan tali kekeluargaan,
memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga.
6. Adanya pebagian tugas, dimana yang satu mengurusi dan mengatur rumah
tangga, sedangkan yang lain bekerja diluar sesuai dengan batas-batas
tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugasnya.41
D. Tujuan perkawinan
Tujuan perkawinan menurut agama Islam adalah untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera
dan bahagia.
Harmonis dalam menjalankan hak dan kewajiban anggota keluarga.
Sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan bathin disebabkan
41
terpenuhinya keperluan hidup lahir dan bathinnya, sehingga timbullah
kebahagiaan, yakni kasih saying antar anggota keluarga.42
Tujuan perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan
warahmah.43
Melihat dari tujuan di atas, dan memperhatikan uraian Imam Al-Ghazali
dalam Ihyanya tentang faedah melangsungkan perkawinan, maka tujuan
perkawinan dapat dikembangkan menjadi lima bagian:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan
menumpahkan kasih sayangnya.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta
kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan
yang halal.
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram
atas dasar cinta dan kasih saying.44
E. Larangan-larangan Perkawinan
Kompilasi Hukum Islam (Bandung: Citra Umbara, 2007), 228
44
Yaitu suatu pernikahan yang dilaksanakan untuk jangka waktu tertentu, jika
waktu yang ditentukan sudah habis maka siwanita atau istri dinyatakan
terlepas dari ikatan pernikahannya dan dia berhak menerima mut'ah dari
suaminya.45
Menurut Asrorun Ni'am Sholeh nikah mut'ah ialah nikah yg diniatkan
untuk bersenang-senang, yang diniatkan dan hanya untuk jangka waktu tertentu
saja, misalnya jangka waktu seminggu, sebulan, setahun, dan seterusnya.
Nikah mut'ah pada mulanya dibolehkan oleh Rasulullah Saw, yaitu pada
saat sedang meninggalkan istrinya dimedan perang.
Dengan pertimbangan jangan sampai para sahabat jatuh pada perubuatan
mesum (zina), maka pada waktu itu Rasulullah membolehkan nikah mut'ah
karena di anggap darurat sementara saja.46
Para sahabat mutlak mengharamkan nikah jenis ini dan perbedaan ada
pada diri sahabat ibnu Abbas yang membolehkan pernikahan ini dengan alasan
dalam kondisi darurat. Akan tetapi Ibnu Abbas kemudian mencabut fatwanya
karena telah digampangkan oleh orang-orang yang mengikuti fatwanya.47
Sebagaimana sabda Nabi:
45
Muhammad Zuhaili, Almu‟tamad fi fiqhi as syafi‟I (ahwalus syakhsiyah) jilid 4 cet ke-2 ,(Damasqus: Darul Qalam, 2010), h. 56.
46
Asrorun Ni'am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: Elsas, 2008), h. 34.
47
Artinya : Dari Rabi' bin Sabrah dari ayahnya ra, bahwa Rasulullah Saw
bersabda: sesungguhnya aku pernah mengizinkan kalian untuk
menikahi perempuan secara mut'ah. Sekarang Allah Swt
mengharamkan hal itu sampai hari kiamat . kemudian siapa siapa
yang mempunyai istri hasil nikah mut'ah hendaklah ia malepaskannya
dan janganlah kalian mengambil sesuatu yang telah kalian berikan
kepada mereka (HR. Muslim, Abu Dawud, ibnu Majah Ahmad dan
Ibnu Hibban).
Beberapa golongan Syi‟ah membenarkan tentang adanya perkawinan
mut'ah ini.
Golongan syi'ah imamiyah membolehkan kawin mut'ah dengan
syarat-syarat; kalimat yang digunakan untuk perkawinan itu adalah zawwajtuka.49
2. Nikah Shighar
Yaitu suatu pernikahan yang dilakukan dengan cara tukar menukar anak
perempuannya untuk dijadikan istrinya masing-masing tanpa mas kawin,
seperti seorang laki-laki berkata kepada laki-laki lain :
48
Imam Muhyiddin Annawawi, Shahih Muslim,h.177
49
"Nikahkanlah aku dengan anakmu dan nanti aku nikahkan kamu dengan
anakku" .50
Nikah shigar adalah pernikahan dalam adat Jahiliyyah. Jadi pernikahan
ini di larang oleh Islam, dan apabila terjadi pernikahan seperti itu maka
pernikahannya batal.51 Rasulullah Saw bersabda:
Artinya: Dari Ibnu Umar ra., ia berkata: Rasulullah Saw telah melarang
nikah shighar, yaitu seseorang mengawinkan anak perempuannya
kepada seorang laki-laki dengan syarat laki-laki itu harus
mengawinkan anak perempuannya kepada laki-laki pertama
masing-masing tidak membayar mahar (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Ada beberapa pendapat tentang sebab dilarangnya perkawinan jenis ini yakni:53
a. Sifat perkawinan ini menggantung.
b. Kemaluan dijadikan milik bersama dan perempuan juga tidak mendapat
mas kawin
3. Nikah Muhallil
50
Muhammad Zuhaili, Almu‟tamad fi fiqhi as syafi‟I (ahwalus syakhsiyah), h. 57.
51
Asrorun Ni'am Sholeh,Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, h. 35-36
52
Imam Hafidz Abi abdillah Muhammad Ibn Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Riadh: Baitul Afkar Addauliyah, 1998), h. 596.
53
Muhallil artinya menghalalkan atau membolehkan.54 Yaitu suatu
pernikahan antara laki-laki dan wanita yang telah dithalak tiga oleh suaminya
dengan tujuan untuk menghalalkan kembali pernikahan antara wanita dengan
bekas suaminya setelah dia dithalak oleh suaminya yang kedua.
Dikatakan sebagai muhallil karena ia dianggap menghalalkan lagi bekas
suami yang dahulu agar bisa menikahi bekas istrinya yang sudah ditalak bain.
Sedangkan suami terdahulu yang kemudian melakukan pernikahan kepada
bekas istrinya yang telah ditalak tiga itu dinamakan al muhallal lahu ( orang
yang yang dihalalkan untuknya).
Sedangkan seorang lelaki yang pekerjaanya sebagai muhallil sehingga ia
terkenal karena itu, pekerjaannya itu haram. Demikian pula orang yang menjadi
muhallil dengan menerima upah, walaupun sekali saja menjadi muhallil haram
juga, bahkan juga dikutuk oleh Allah SWT dan Rasulnya.55Sebagaimana sabda
Nabi saw:
Artinya : Uqbah bin Amir berkata: Telah bersabda Rasulullah Saw: " maukah
aku beritahukan kepadamu tentang kambing jantan yang di pinjam?"
54
Asrorun Ni'am Sholeh,Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, h. 36.
55
Muhammad Zuhaili, Almu‟tamad fi Fiqhi Asy Syafi‟IAkhwalus Syakhsiyah, h. 56.
56
Para sahabat menjawab: "Mau, hai Rasulullah. " Nabi bersabda:
"yaitu Muhallil. Allah melaknat muhallil dan muhallal lah (HR. Ibnu
Majah)
Menurut Imam Syafi'i pernikahan muhalli ini sama saja dengan mut'ah,
sebab perkawinan muhallil disyaratkan sebagaimana pernikahan mut'ah
disyaratkan. Seolah wali si perempuan itu berkata kepada calon suami itu:
kukawinkankan dan kunikahkan engkau dengan……dengan syarat setelah
engkau melakukan hubungan seksual dengan perempuan itu lalu engkau
mencerainya, atau tidak ada lagi perkawinan antaramu dengan perempuan itu.
Berarti terdapat pembatasan waktu dalam perkawinan karena perkawinan itu
tidak sah. 57
Sedangkan menurut Imam Hanafi: Seorang lelaki yang menikahi seorang
perempuan yang sudah cerai tiga kali, dengan maksud agar perempuan tersebut
dapat dinikahi oleh bekas suaminya, ia akan mendapat pahala apabila tujuannya
adalah mendamaikan bekas suami istri tersebut,tetapi pernikahn tersebut akan
menjadi makruh kalau tujuanya hanyalah untuk memenuhi nafsu syahwat saja.
Tetapi hukum pernikahan itu sah.58
Menurut Madzhab Maliki pernikahan muhallil yang dimaksud
menghalalkan perempuan yang sudah ditalak tiga kali itu bisa dikawin oleh
57
Muhammad Zuhaili, Almu‟tamad fi Fiqhi Asy Syafi‟IAkhwalus Syakhsiyah, h. 56.
58
bekas suaminya yang menceraikan tiga kali itu hukumnya fasid, batil dan wajib
menceraikan antara keduannya. Demikian pula apabila pernikahan itu
disyaratkan untuk menghalalkan perempuan bekas suaminya, baik syarat itu
dikemukakan sebelum akad atau ketika dalam akad pernikahan tersebut batal.59
Sedangkan menurut Imam Hambali: pernikahan muhallil adalah batal dan
haram hukumnya yaitu ketika seorang wali menikahkan perempuan kepada
seorang laki-laki dengan mengatakan: aku kawinkan anakku ….. sampai
engkau lakukan hubungan seksual dengannya atau dengan syarat bila anakku
itu telah engkau halalkan, tidak ada lagi ikatan perkawinan antara kamu dengan
anakku itu atau engkau harus menceraikannya apabila terjadi hubungan seksual
antara kamu dengan dia.60
4. Nikah Badal
Suatu pernikahan dengan tukar menukar istri misalnya seorang yang telah
beristri menukarkan istrinya dengan istri orang lain dengan menambah sesuatu
sesuai dengan kesepakatan dengan kedua belah pihak.61
5.Nikah Istibdlo'
59
Muhammad Zuhaili, Almu‟tamad fi Fiqhi Asy Syafi‟IAkhwalus Syakhsiyah, h. 57.
60
Muhammad Zuhaili, Almu‟tamad fi Fiqhi Asy Syafi‟IAkhwalus Syakhsiyah, h. 57-58.
Yakni suatu pernikahan dengan sifat sementara yang dilakukan oleh
seorang wanita yang sudah bersuami dan laki-laki lain dengan tujuan untuk
mendapatkan benih keturunan dari laki-laki tersebut, setelah diketahui jelas
kehamilannya dari laki-laki lain tersebut maka diambil oleh suami yang
pertama lagi.62
6. Nikah Righath
Yaitu suatu pernikahan yang dilakukan beberapa laki – laki secara
bergantian menyetubuhi seorang wanita, setelah wanita tersebut hamil dan
melahirkan maka wanita tersebut menunjuk satu diantara laki-laki yang turut
menyetubuhinya untuk berlaku sebagai bapak dari anak yang dilahirkan
kemudian antara keduannya berlaku kehidupan pernikahan sebagai suami
istri.63
7. Nikah Baghaya.
Artinya pernikahan yang ditandai dengan adanya hubungan seksual antara
beberapa wanita tuna susila dengan beberapa laki-laki tuna susila, setelah
terjadi kehamilan diantara wanita tersebut maka dipanggilah seorang dokter
untuk menentukan satu diantara laki-laki tersebut sebagai bapaknya
62
http://www.scribd.pernikahan yang di larang dalam islam.com, Diambil dari Pernikahan yang di larang dalam islam.com, Pernikahan yang di larang, diakses pada tanggal 1 maret 2011.
63
berdasarkan tingkat kemiripan antara anak dengan laki-laki yang menghamili
ibu dari anak yang lahir.64
BAB III
POTRET NAGARI JAWI-JAWI SUMATERA BARAT 1. Sejarah singkat wilayah
a. Asal usul Nagari Jawi-jawi
Menurut pepatah adat istiadat sejarah Minangkabau mengatakan:
Biriek-biriek turun kasasak Dari sasak kalalapan Dari niniek turun kamamak Dari mamak turun kakamanakan65
Waris nan ditarimo Pusako Nan Dijawek, adalah awal asal usulnya nagari
Jawi-jawi Guguak adalah dari kata Jawi (sapi) yang di ulang. Menurut keterangan yang diperoleh kira-kira pada tahun 1813 ada seekor Jawi Jantan (sapi betina untuk bapak jawi) tempat Jawi tersebut bernama Kurungan Di Tabu dalam daerah kota madya Solok Sekarang.66
Pada suatu hari sengaja Jawi itu di lepaskan oleh pemerintah Belanda
dengan tujuan Jawi yang didusun-dusun dapat berkembang biak dan lebih besar
dari biasa, maka sampailah Jawi ini kenagari Jawi-jawi melalui Nagari Selayo.
64
http://www.scribd.pernikahan yang di larang dalam islam.com, Diambil dari Pernikahan yang di larang dalam islam.com, Pernikahan yang di larang, diakses pada tanggal 1 maret 2011.
65
Kantor Wali Nagari Jawi-jawi, Dokumentasi Nagari, 2 april 2011.
66
Gantung Ciri dengan menyusuri Pinggir Sungai Batang sumani. Jawi yang
jantan ini karena besarnya luar biasa dari Jawi yang dipunyai masyarakat pada
waktu itu yang dinamai dengan Jawi Orok. 67
Tempat Jawi Orok ini dinamai dengan Kandang karena ditempat itu Jawi
tersebut direndam letaknya di Kepala Nagari Jawi-jawi tersebut karena haus
pergi meminum air (Manasok) disebuah sungai tampaklah oleh beberapa orang dari bawah pohon Kubang, tempat ini sampai sekarang disebut kubang
Paninjauan letaknya dalam Nagari Koto Gaek.68
Orang yang menampak itu menunut ke arah Jawi manasok tersebut
dengan kata Jawi-Jawi maka sungai itu langsung dinamai dengan Batang Jawi-jawi. Semenjak itulah nagari ini dinamakan dengan Jawi-jawi dan sebelum itu Jawi-jawi ini bernama Kurai (semasih menjadi koto).69
b. Jumlah suku
Sebelum menjadi nagari atau masih koto suku yang ada Cuma 2 yaitu
suku Melayu dan Caniago, kemudian untuk memenuhi syarat menjadi Nagari yaitu Nagari nan 4 suku, suku nan babuah paruik, sekaligus untuk memudahkan
Perkawinan, maka di pecahlahsuku caniago menjadi tiga bagian yaitu:
Supanjang dan sinapa dari pemecahan Suku Caniago ini terjadilah 4 suku
67
Kantor Wali Nagari Jawi-jawi, Dokumentasi Nagari, 2 april 2011.
68
Kantor Wali Nagari Jawi-jawi, Dokumentasi Nagari, 2 april 2011.
69
dinagari Jawi-jawi yang di pimpin oleh Ninik Mamak nan Ampek Jinih di
masing-masing suku yang dibantu oleh suku nan Babuah Paruik.70
DAFTAR GELAR NINIK MAMAK NAN AMPEK JINIH SEBAGAI
PIMPINAN SUKU DI NAGARI JAWI-JAWI:
1. Suku Melayu
Gelar Penghulunya : Dt. Rj Nan Putih
Gelar Malinya : Dt. Marajo
Gelar Mantinya : Malin Suleman
Gelar Dubalangnya : Dt. Rajo diulu
2. Suku Caniago
Gelar Penghulunya : Dt. Sati
Gelar Malinya : Malin Batuah
Gelar Mantinya : Dt. Rj. Gamuyang
Gelar Dubalangnya : Pasak Nagari
3. Suku Supanjang
Gelar Penghulunya : Dt. Rj. Alam
Gelar Malinya : Malin Mangkuto
Gelar Mantinya : Dt. Rj. Managangan
Gelar Dubalangnya : Nago Basa
4. Suku Sinapa
Gelar Penghulunya : Dt. Sampono Kayo
70
Gelar Malinya : Malin Marajo
Gelar Mantinya : Dt. Rajo nan Gadang
Gelar Dubalangnya : Dt Matuh
2. Geografis dan Luas wilayah
Nagari jawi-jawi merupakan sebuah desa yang terletak di kecamatan
Gunung Talang kabupaten Solok Sumatera Barat.
Mengenai demografis Nagari Jawi-Jawi, bahwa Kelurahan ini memiliki
luas wilayah 24.00 Ha. Menganai batas-batas wilayah, jika disesuaikan dengan
arah mata angin bahwa Kelurahan Jawi-jawi benrbatasan dengan:71
Sebelah Utara : Nagari Cupak/Gantung Ciri
Sebelah Selatan : Nagari Koto Gadang Guguk
Sebelah Barat : Nagari Hutan Rimba Padang
Sebelah Timur : Nagari Talang
Jumlah penduduk berdasarkan data yang peneliti ambil dari kantor Wali
Nagari Jawi-Jawi adalah sebagai berikut:72
Table 1
Jumlah penduduk Nagari Jawi-jawi
71
Kantor Wali Nagari Jawi-jawi, Dokumentasi Nagari, 2 April 2011.
72
No. Kependudukan Jumlah
1. Laki-laki 1510
2. Perempuan 1570
Jumlah 3080
Sumber: Dari Kantor Wali Nagari Jawi-jawi
Berdasarkan hasil penelitian penulis dengan kepala nagari perekonomian
penduduk nagarai jawi-jawi berada dalam tingakatan menengah kebawah,
sehingga banyak masyarakatnya yang mengalami putus sekolah, mayoritas
pekerjaan penduduk adalah sebagai petani, buruh tani, pedagang, peternak,
dan tukang kayu. Kondisi yang seperti ini berpengaruh pada perkembangan
sosial budaya. 73
3. Agama dan Pendidikan Masyarakat
Secara faktual kehidupan agama dikecamatan di Nagari Jawi-jawi
berjalan dengan lancar. Hal ini dapat di perhatikan dalam realita kehidupan
masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera. Dalam masalah agama didaerah
ini adalah mayoritas beragama Islam, sedangkan yang agam lain tidak ada.
Masyarakat Jawi-jawi termasuk penganut agama yang taat, hal ini dapat
dilihat bahwa hamper setiap kampong atau nagari mempunyai masjid dan
mushalla yang dijadikan sebagi tempat ibadah dan upacara keagamaan lainnya.
73
Masjid dan mushola juga berfungsi sebagai tempat pertemuan dan musyawarah
membicarakan perbaikan kampong setempat. jumlah masjid dan mushalla di
nagari jawi-jawi dapat dilihat pada table berikut:74
Tabel 2
Jumlah Masjid dan Mushalla di Nagari Jawi-jawi
No. Tempat Ibadah Jumlah
1. Masjid 4
2. Mushola 10
Sumber: Dari Kantor Wali Nagari Jawi-jawi
Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi Bangsa dan
merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia.
Untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, maka
pendidikan merupakan factor yang sangat penting untuk ditingkatkan, baik oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat secara keseluruhan. Sarana pendidikan
yang tersedia di daerah ini adalah dapat dilihat dari table di bawah ini:75
Table 2
Jumlah sarana pendidikan di Nagari Jawi-jawi
No. Sekolah Jumlah
1. PAUD 4
2. TK 1
74
Kantor Wali Nagari Jawi-jawi, Dokumentasi Nagari, 2 april 2011.
75
3. SD 3
Sumber: Dari Kantor Wali Nagari Jawi-jawi
Table 3
Jumlah pendidikan masyarakat Jawi-jawi
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
1. Tidak Tamat SD 388
2. Tamat SD 1415
3. SLTP 534
4. SLTA 661
5. Diploma/Sarjana 82
Sumber: Dari Kantor Wali Nagari Jawi-jawi
4. Sosial Budaya dan Adat Istiadat a. Sosial Budaya
Semenjak agama Islam diterima di Minangkabau khusunya di kelurahan
Nagari Jawi-jawi, banyak hal-hal yang berdasarkan ajaran Islam dilakasanakan.
Surau yang semula tempat berkumpul dan tempat bermalam anak-anak muda
suku, berubah menjadi tempat pengajian. Dalam pergulan hidup sehari-hari,
aktivitas kehidupan masyarakat dipraktekkan sesuai dengan tata nilai dan
norma yang berlaku, baik norma adat maupun norma agama. Walaupun
mayoritas Bergama Islam, namun kedua norma tersebut tertap dijalani secara
bersamaan.76
b. Adat Istiadat
Adat istiadat masyarakat Jawi-jawi juga terkat dengan aturan-aturan adat
merek yang mewarisi dari nenek moyang dahulu. Adat atau hokum adat yang
mereka warisi dari nenek moyang dahulu. Adat atau hokum merupakan suatu
hokum atau horman yang tidak terkodivikasi (tidak tertulis), disampaikan
secara lisan, turun temurun dan tetap di akui serta ditaati oleh masyarakat.77
Dalam hal penyelesaian persoalan dan perkara yang terjadi tersebut,
prinsip musyawarah untuk mufakat tetap didepankan, merek tidak dibenarkan
seenaknya saja mengambil tindakan atau keputusan suatu permasalahan antara
satu suku dengan suku lainnya, tanpa mengedapankan aza musyawarah.
Sehingga, dalam masyarakat adat Nagari Jawi-jawi jarang ditemukan
terkadinya perkelahian atau pertengkaran.78
76
Kantor Wali Nagari Jawi-jawi, Dokumentasi Nagari, 2 April 2011.
77
Kantor Wali Nagari Jawi-jawi, Dokumentasi Nagari, 2 April 2011.
78
BAB IV
PERKAWINAN SATU SUKU A. Pengertian Perkawinan Satu Suku
Kata suku berasal dari bahasa Sanskerta, artinya "kaki", satu kaki berarti
seperempat dari satu kesatuan. Pada mulanya negeri mempunyai empat suku
"nagari nan ampek suku". Nama-nama suku yang pertama ialah Bodi, Caniago,
Koto, Piliang.79 Satu suku artinya semua keturunan dari niniak kebawah yang
dihitung menurut garis ibu. Semua keturunan niniak ini disebut "sepesusuan"
atau "sasuku". Kelompok sepesukuan ini di keplai oleh seorang penghulu
suku.80
Dasar kehidupan orang Minang adalah hidup berkelompok, bukan
individual. pembentukan kelompok sesuai dengan garis keturunan ibu, yang
79
http://www.cimbuak.com, Budaya Alam Minangkabau, diakses pada tanggal 11 Desember 2010.
80
lazim di kenal dengan sistem kekerabatan matrilineal. Kelompok yang terkecil
adalah "suku serumpun". Anggota kelompok suku serumpun ini disebut
berdunsanak sehulu semuara. Artinya, berdunsanak (bersaudara karena satu
keturunan dari sejak dulu kala sampai akhir zaman.81
Dalam kelompok suku serumpun ini berlaku ketentuan adat" suku nan
indak bias di anjak, malu nan indak dapek di bagi (sehina semalu). Ketentuan
adat Minang menetapkan bahwa orang Minang dilarang kawin dengan orang
dari suku serumpun, sedangkan suku serumpun dimaksud adalah serumpun
menurut garis keturunan matrilineal. Ketentuan itu disebut dengan istilah
"eksogami matrilokal" atau "eksogami matrilineal.82
Mengenai adat istiadat, minangkabau adalah nama satu bangsa, nama satu
kebudayaan sebagai hasil karya, cipta, karsaya, daya, dan upaya suku bangsa
itu bernama Minangkabau. Bagi masyarakat minangkabau dinamakan "ADAT
ISTIADAT MINANGKABAU" yang dianutnya semenjak berabad-abad yang
lampau sebagai ciptaan nenek moyang mereka yakni dua tokoh legenderis
Datuak Perpatih Nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan.83
Berbicara tentang adat Minangkbau, menggali dan mempelajari dan
berbicara tentang salah satu ke Bhinekaan dari kebudayaan nasional yang
BERBHINNEKA TUNGGAL IKA, sesuai dengan maksud yang trkandung
81
Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, h. 62.
82
Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, h. 63.
83
dalam pasal 32 UUD 45, yang berbunyi: kebudayaan bangsa ialah kebudayaan
yang timbul sebagai usah budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan
di daerah-daerah diselruh Indonesia terhitung sebagai kebudaan bangsa.84
Adat Minangkabau sebagai salah satu bagian dari kebudayaan nasional
diwarisi dari nenek moyang dahulunya bukanlah merupakan pengetahuan sosial
lainnya didunia. Adat Minangkabau diterima secara turun temurun dari mulut
kemulut, dimana seluruh kalimat-kalimat mengandung pengertian yang idak
langsung.85
Adat Minangkabau sifatnya terbuka dan tertutup, terbuka untuk menerima
bagi kepribadian dan kebudayaan bangsa yang tertutup bagi masuknya
nlai-nilai asing yang bertentangan dengan nlai-nilai kepribadian bangsa.86
Prisnsip kekerabatan di Minangkabaua
Kelompok kekerabatan di Minangkabau ada tiga:
1. Paruik: kekerabatan yang terbentuk karena hubungan keturunan atau kesatuan geologis. Adapun suku dank am pung merupakan suku yang
formal akibat pengembangan dan kesatuan geologis dari pihak ibu. Suku
di pimpin oleh seorang penghulu suku, sedangkan kampuang (sub-sub
suku) dimpimpin oleh seorang adiko atau datuak kampuang.
84
Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, h. 64.
85
Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, h. 64.
86
2. Urang sumando: adalah sebutan dari kerabat perempuan laki-laki yang mengawini perempuan itu. Kaum kerabat istri yang laki-laki dinamakan
niniak mamak. Kaum kerabat perempuan dari pengantin laki-laki disebut
Pasumandan.
3. Bako (induak bako): merupakan sebutan dari kaum kerabat ayahnya bagi seorang anak Minangkabau. Sebaliknya, si anak tadi oleh kaum kerabat
ayahnya dinamakan Pisang.87
Adat Minangkabau ada empat perkara:
1. Adat nan sabana adat (adat yang sebenar adat)
Maksudnya adalah: segala apa-apa hikmah yang diterima Nabi
Muhammad Saw. berdasarkan firman-firman Tuhan dalam kitab suciNYa.88
Menurut Dt . Bandaro Lubuk Sati adat nan sabana adat adalah suatu yang tidak
dapat di pengaruhi tempat, waktu dan keadaan, ibarat batu sifatnya selalu keras,
api yang selalu membakar walau di mana dan kapan waktunya.89
2. Adat nan di adatkan (adat yang di adatkan)
Maksudnya: adat yang diterima dari ninik Datuk Katumanggungan dan
Datik Perpatih nan Sabatang adat yang diadatkan disusun berdasarkan Adat
87
Artikel, Sumatera Barat (Minangkabau)
88
Dirajo, Ibrahim Dt. Sanggoeno, Tambo Alam Minangkabau, (Bukitttinggi:Kristal Multimedia, 2009), h. 142
89
yang sebenar adat yang didukung dengan kesepakatan para pemuka adat
lainnya pada waktu itu.
Dengan demikian, pada zaman sekarang adat yang di adatkan itu arus
diterima oleh seluruh generasi karena tidak mungkin diubah lagi, sebab para
nenek moyang yang menyusun dan yang berhak mengubahnya tidak ada lagi.90
3. Adat nan taradat (adat yang teradat) adat dan adat yang di adatkan.
Adat yang teradat tersebut tidak bole bertentangan dengan adat yang
sebenar bakan adat yang teradat arus memperkuat adat yang diatasnya. Adat yg
teradat ini juga tidak boleh diubah. Kalau memang perlu diubah , maka ninik
mamak/penghulu dalam nagari harus ber,usyawarah terlebih dahulu. Tidak
boleh diputuskan sendiri sekalipun dia seorang pengulu yang dulunya ikut
menyepakati adat itu. Kalau ada kesepakatan, baru adat yang teradat itu dapat
diubah.
4. Adat istiadat
Yaitu suatu yang telah dilazimkan dalam suatu nagari sebagai tindak
lanjut dari adat nan diadatkan telah mendarah daging telah diterima kebiasaan
itu sebagaimana adanya seperti berbasa basi.91
Sistem Perkawinan di Minangkabau ada tiga bentuk yaitu pertama perkawinan dilarang ini memeberi arti bahwa perkawinan apa saja yang
90
Dirajo, Ibrahim Dt. Sanggoeno, Tambo Alam Minangkabau, h. 144
91
dilarang oleh agama, maka adat juga sepakat dan mengikuti apa yang menjadi
larangan dalam adat.
Kedua pantangan hal ini dimaksudkan dengan perkawinan pantangan yang merupakan perkawinan yang setali darah menurut system matrilineal
seperti perkawinan satu suku.
Ketiga sumbang yaitu perkawinan yang dilarang secara tegas oleh hukum adat, tetapi kurang baik menurut etika orang minang seperti mengawini
dengan dua orang saudara (bukan saudara kandung/sedarah) atau kawin dengan
orang yang bertetangga.92
B. Latar belakang larangan perkawinan satu suku
Menurut adat Nagari Jawi-jawi, faktor penyebab larangan perkawinan
satu suku ada beberapa faktor penyebabnnya, menurut H. Rusli ketika penulis
wawancarai, dilatar belakangi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Orang yang satu suku di anggap masih terikat tali persaudaraan dengan
demikian perkawinan antara satu suku di anggap sebagai suatu yang tabu.
2. Karena faktor kultur yang turun temurun dari zaman dahulu sampai
sekarang, sehingga masyarakat apabila orang tua tua mereka melarang,
maka hal itu mereka anggap haram atau tidak boleh dikerjakan
khususnya perkawinan satu suku.93
92
Artikel, Adat dan upacara Perkawinan daerah Sumatera Barat, h. 22.
93
Adat Minangkabau lain dari yang lain, syarak basandi kitabullah, syarak
mangato adat mamakai, mkasudnya adalah agama tidak bertentangan dengan
adat.
Di Minangkabau punya kekeluargaan yang banyak dan sangkut paut yang
tinggi sepertituturan kata adat bahwa diminangkabau itu:
Baradiek bakakak
Bakamanakan bamamak
Babako jo babaki
Ba andan bapasumandan
Bakarik jo babaik
Baurang-urang sumando94
Maksudnya adalah bahwa di Minangkabau satu suku di anggap
berkeluarga menurut adat bahwa satu suku tidak diperbolehkan melakukan akad
nikah/kawin karena dianggap melanggar adat. Bak pepatah: Manjarajak dilua
silang (berbuat diluar peraturan), mamahek dilua barih (melanggar dari yang
telah disepakati).95
Sejalan dengan itu, H. Syamsijar Dt. Matuh menyebutkan, penyebab
terjadinya perkawinan satu suku maka keduanya dibuang menurut sepanjang
94
Rusli, Ulama Kota Solok. Wawancara, anam suku, 13 Februari 2011
95
adat. Apabila terjadi perkawinan sesuku maka dia dan keluarganya tidak
dihargai lagi oleh masyarakat menurut hukum masyarakat.96
Hal yang demikian telah disepakati oleh leluhur pendahulu bak pepatah
adat:sapakek mamkonyo lalu, sakato makonyo manjadi. Karna di
Minangkabau:
Kemudian Ridwan Husein mengatakan larar belakang dilarangnya
perkawinan satu suku adalah karna sesuku itu di anggap masih bersaudara dan
di anggap masih satu datuak/penghulu disebut dengan saparuik. Seedangkan
mereka yang berasal dari luar Minangkabau yang kemudian bergabung menjadi
anggota suku dalam istilah Minangkabau disebut dengan Malakok (proses
pemasukan/pembauran pendatang baru ke dalam struktur pasukuan), dengan