KAJIAN KEDELAI DI BAWAH PERTANAMAN
KELAPA SAWIT UMUR EMPAT TAHUN
DI PTPN III KEBUN RAMBUTAN
SKRIPSI
Oleh :
SURYA WARDHANA 070301021 Agronomi
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
M E D A N
KAJIAN KEDELAI DI BAWAH PERTANAMAN
KELAPA SAWIT UMUR EMPAT TAHUN
DI PTPN III KEBUN RAMBUTAN
SKRIPSI
Oleh :
SURYA WARDHANA 070301021 Agronomi
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Penelitian : Kajian Kedelai di Bawah Pertanaman Kelapa Sawit Umur Empat Tahun di PTPN III Kebun Rambutan
Nama : Surya Wardhana
NIM : 070301021
Program Studi : Agronomi
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Lisa Mawarni, MP.) (Ir. Asil Barus, MS.
Ketua Anggota
)
Mengetahui :
(Ir. T. Sabrina, M. Agr.Sc, Ph. D Ketua Program Studi Agroekoteknologi
)
ABSTRAK
Surya Wardhana, “Kajian Kedelai di Bawah Pertanaman Kelapa Sawit Umur Empat Tahun di PTPN III Kebun Rambutan”. Dibawah bimbingan Lisa Mawarni dan Asil Barus.
Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi kedelai di bawah pertanaman kelapa sawit umur empat tahun, untuk itu telah dilakukan penelitian di PTPN III Kebun Rambutan, mulai Februari 2012 sampai bulan Mei 2012. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah varietas yaitu Anjasmoro (V1) dan Nanti (V2). Faktor kedua sebagai anak petak adalah sistem tanam yaitu mata empat (J1) dan mata lima (J2).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 3, 4, 5, dan 6 minggu setelah tanam (MST), jumlah daun, umur berbunga, bobot kering tajuk, produksi per plot, dan bobot 100 biji. Perlakuan sistem tanam hanya berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji. Interaksi antara varietas dengan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap parameter yang ada.
Kata kunci: kedelai, sistem tanam, dan varietas.
ABSTRACT
Surya Wardhana, “Study of soybean under planting of four years oilpalm at PTPN III Kebun Rambutan”. Supervised by Lisa Mawarni and Asil Barus.
To studied the growth and yield of soybean under planting of four years oilpalm at PTPN III Kebun Rambutan, for that purposed, a research has been done in February to May 2012. The design used was random plot design with two treatment. The first factor are varieties (Anjasmoro and Nanti) and the second factor are planting system (Square and Hexagonal planting system).
The result show that varieties has significant effect of the plants length at 3, 4, 5, and 6 weeks after planting (WAP), amount of leafs, age of flowering, weight of dry branches, production per plot, and amount of 100 seeds. The planting system has only influence of amount of 100 seeds. There was no interaction between the two treatments that was observed for all parameters.
Keywords: soybean, planting system, and variety.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Surya Wardhana, lahir di Pematang Siantar 5 Oktober 1989, anak dari Bapak
Samiono dan Ibu Sumiati. Penulis merupakan anak ke 2 (dua) dari 4 (empat)
bersaudara.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah:
- Lulus dari SD Negeri 091621 di Perdagangan pada tahun 2001.
- Lulus dari SMP Negeri 1 Bandar di Perdagangan pada tahun 2004.
- Lulus dari SMA Negeri 1 Bandar di Perdagangan pada tahun 2007.
- Tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa di program studi Agronomi, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru).
Kegiatan akademis dan non-akademis yang pernah diikuti penulis antara lain:
- Peserta seminar “Reformasi Kehidupan Mahasiswa Dalam Dunia Kampus” yang
diselenggarakan oleh HMI FP USU di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara pada tahun 2009.
- Melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Kebun
Gunung Bayu pada bulan Juni – Juli 2011.
- Asisten Laboratorium Morfologi dan Taksonomi Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara periode 2011 – 2012.
- Melaksanakan penelitian di Afdeling VII, PTPN III Kebun Rambutan,
Kabupaten Serdang Bedagai, mulai Februari 2012 – Mei 2012.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Kajian Kedelai di Bawah Pertanaman Kelapa Sawit Umur Empat Tahun
di PTPN III Kebun Rambutan”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahanda
Samiono dan ibunda Sumiati yang telah membesarkan, mendidik dan
membimbing penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
ibu Ir. Lisa Mawarni, MP selaku ketua komisi pembimbing dan
bapak Ir. Asil Barus, MS selaku anggota komisi pembimbing. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada abangda penulis Nurrahman Pamuji dan adik –
adik penulis Retno Widiya Ningrum dan Mayditia Wulandari yang telah
mensupport dan memberikan semangat kepada penulis. Tidak lupa juga kepada
M. Fachrozi Surbakti, M. Iqbal, Hendra Sirait, dan Kiki Damayanti serta semua
rekan mahasiswa Fakultas Pertanian USU Program Studi Agronomi Angkatan
2007 sampai 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas semangat,
dukungan, dan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, September 2013
DAFTAR ISI
Pelaksanaan Penelitian... 13
Penyiapan Lahan Penelitian... 13
Penanaman ... 13
Pemeliharaan ... 13
Pemanenan ... 13
Pengamatan Parameter... 14
Bobot 100 Biji (gr) ... 15 Produksi per Plot (g) ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ... 16 Pembahasan ... 24
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 27 Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel. Hal.
1. Rataan tinggi tanaman (cm) pada umur 3 – 6 MST pada masing -
masing sistem tanam dan varietas... 16
2. Rataan jumlah daun pada masing - masing sistem tanam dan
varietas kedelai ... 18
3. Rataan umur berbunga tanaman kedelai pada masing - masing
sistem tanam dan varietas ... 19
4. Rataan jumlah klorofil pada masing - masing sistem tanam dan
varietas kedelai ... 20
5. Rataan bobot kering tajuk terhadap masing - masing sistem tanam dan varietas kedelai... 21
6. Rataan bobot kering akar terhadap masing - masing sistem tanam
dan varietas kedelai... 21
7. Rataan bobot 100 biji pada masing - masing sistem tanam dan
varietas kedelai ... 22
8. Rataan produksi per plot pada masing - masing sistem tanam dan
DAFTAR LAMPIRAN
Lamp. Hal.
1. Bagan lahan ... 31
2. Bagan plot ... 32
3. Deskripsi tanaman kedelai ... 33
4. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm) ... 35
5. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 3 MST (cm) ... 35
6. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) ... 36
7. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST (cm) ... 36
8. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) ... 37
9. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 5 MST (cm) ... 37
10. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm) ... 38
11. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST (cm) ... 38
12. Data pengamatan jumlah daun (helai) ... 39
13. Daftar sidik ragam jumlah daun (helai) ... 39
14. Data pengamatan umur berbunga (hari) ... 40
15. Daftar sidik ragam umur berbunga (hari) ... 40
16. Data pengamatan jumlah klorofil ... 41
17. Daftar sidik ragam jumlah klorofil ... 41
18. Data pengamatan bobot kering tajuk (g) ... 42
19. Daftar sidik ragam bobot kering tajuk (g) ... 42
20. Data pengamatan bobot kering akar (g)... 43
22. Data pengamatan bobot 100 biji (g) ... 44
23. Daftar sidik ragam bobot 100 biji (g) ... 44
24. Data pengamatan produksi per plot (g) ... 45
25. Daftar sidik ragam produksi per plot (g) ... 45
ABSTRAK
Surya Wardhana, “Kajian Kedelai di Bawah Pertanaman Kelapa Sawit Umur Empat Tahun di PTPN III Kebun Rambutan”. Dibawah bimbingan Lisa Mawarni dan Asil Barus.
Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi kedelai di bawah pertanaman kelapa sawit umur empat tahun, untuk itu telah dilakukan penelitian di PTPN III Kebun Rambutan, mulai Februari 2012 sampai bulan Mei 2012. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah varietas yaitu Anjasmoro (V1) dan Nanti (V2). Faktor kedua sebagai anak petak adalah sistem tanam yaitu mata empat (J1) dan mata lima (J2).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 3, 4, 5, dan 6 minggu setelah tanam (MST), jumlah daun, umur berbunga, bobot kering tajuk, produksi per plot, dan bobot 100 biji. Perlakuan sistem tanam hanya berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji. Interaksi antara varietas dengan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap parameter yang ada.
Kata kunci: kedelai, sistem tanam, dan varietas.
ABSTRACT
Surya Wardhana, “Study of soybean under planting of four years oilpalm at PTPN III Kebun Rambutan”. Supervised by Lisa Mawarni and Asil Barus.
To studied the growth and yield of soybean under planting of four years oilpalm at PTPN III Kebun Rambutan, for that purposed, a research has been done in February to May 2012. The design used was random plot design with two treatment. The first factor are varieties (Anjasmoro and Nanti) and the second factor are planting system (Square and Hexagonal planting system).
The result show that varieties has significant effect of the plants length at 3, 4, 5, and 6 weeks after planting (WAP), amount of leafs, age of flowering, weight of dry branches, production per plot, and amount of 100 seeds. The planting system has only influence of amount of 100 seeds. There was no interaction between the two treatments that was observed for all parameters.
Keywords: soybean, planting system, and variety.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh
manusia sejak 2500 SM (Adisarwanto, 2005). Kedelai pertamakali diperkenalkan di
Brazil tahun 1914, dan dibudidayakan secara umum pada tahun 1931. Perkembangan
kedelai sangat tinggi karena sangat menguntungkan dan dapat ditanam secara
tumpang sari (Singh, 1990).
Saat ini, posisi komoditas kedelai tidak hanya sebagai sumber pangan untuk
olahan tradisional dan berskala industri besar, namun diposisikan sebagai komoditas
untuk kesehatan dan bahan baku industri non-pangan (Nurasa, 2007).
Produksi kedelai di Indonesia umumnya masih rendah. Menurut Badan Pusat
Statistik (2012) rata – rata produksi kedelai nasional tahun 2011 baru mencapai
851,29 ribu ton. Faktor – faktor yang sering menyebabkan rendahnya hasil kedelai di
Indonesia antara lain: kekeringan, banjir, hujan terlalu besar pada saat panen,
serangan hama, dan persaingan dengan rerumputan (gulma) dan adanya anggapan
kedelai sebagai tanaman sampingan (Suprapto, 2001).
Pemanfaatan potensi lahan antara lain memanfaatkan lahan di antara barisan
kelapa sawit. Peluang intercropping tanaman kelapa sawit pada masa TBM dengan
tanaman pangan masih terbuka, misalnya dengan tanaman padi ladang atau kedelai.
Melalui intercropping ini, perkebunan kelapa sawit diharapkan dapat memberikan
Indonesia mempunyai perkebunan kelapa sawit lebih dari 6,8 juta hektar.
Sumatera Utara memiliki areal kelapa sawit terluas di Indonesia (363.095 ha) tetapi
umumnya ada lahan yang tidak digunakan secara efisien pada antar barisannya.
Sebagai upaya optimalisasi lahan dan mengatasi penyediaan pangan, kedelai dapat
menjadi tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit. Menanam kedelai di antara
barisan dapat menyediakan nitrogen alami yang diikat oleh rhizobiumnya, serta dapat
menambah pendapatan petani (PPKS, 2007).
Sistem jarak tanam yang digunakan pada perkebunan kelapa sawit, umumnya
adalah segitiga sama sisi dengan jarak 9 x 9 x 9m. Dengan sistem segitiga sama sisi,
jarak Utara – Selatan tanaman adalah 7,82 m dan jarak antar setiap tanaman adalah
9m. Populasi (kerapatan) tanaman per hektar adalah 143 pohon. Penanaman kelapa
sawit dapat juga menggunakan jarak tanam 9,5 x 9,5 x 9,5 m dengan jarak tegak
lurusnya (U – S) 8,2 m dan populasi 128 pohon per hektar (Hasibuan, 2005).
Sehingga ada lahan diantara kelapa sawit yang memungkinkan untuk ditanami.
Pada usaha pertanaman yang terpenting adalah memaksimalkan produksi pada
tanaman yang diusahakan, salah satunya adalah dengan mengatur sistem atau jarak
tanam yang terbaik sehingga optimum untuk mendapatkan cahaya. Penggunaan
sistem tanam mata 4 dan mata 5 dapat memaksimalkan intensitas cahaya dan juga
tanaman dapat menyerap unsur hara dengan baik (Maryani dan Gusmawartati, 2009).
Dari aspek ekonomi, penanaman kelapa sawit monokultur oleh petani tidak
selamanya menguntungkan. Alternatif yang dapat ditawarkan adalah pengalokasian
lahan untuk sistem pola tanam ganda, diantaranya menanam tanaman pangan di
antara tanaman kelapa sawit yang dikelola melalui pengaturan jarak tanam
(Joehandra,dkk. 2013)
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji penanaman
kedelai di bawah pertanaman kelapa sawit umur empat tahun dengan penekanan pada
perbedaan sistem tanam dan varietas kedelai.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi dua jenis varietas tanaman
kedelai (Glycine max (L.) Merrill dan dua sistem tanam di antara barisan pertanaman
kelapa sawit umur empat tahun.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh varietas dan sistem tanam terhadap pertumbuhan dan produksi
kedelai (Glycine max (L.) Merril yang ditanam di antara barisan kelapa sawit umur
empat tahun.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai bahan penelitian ilmiah dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Sistematika tanaman kedelai adalah : Kingdom : Plantae, Divisio :
Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Class : Dicotyledoneae, Ordo : Rosales,
Famili : Leguminosae, Genus : Glycine, Spesies : Glycine max (L) Merrill.
Adisarwanto (2005).
Kedelai berakar tunggang. Pada tanah gembur akar kedelai dapat sampai
kedalaman 150 cm. Pada akarnya terdapat bintil-bintil akar, berupa koloni dari
bakteri Rhizobium japonikum. Bakteri rhizobium dapat mengikat nitrogen dari udara
yang kemudian dapat digunakan untuk pertumbuhan kedelai. Sebaliknya Rhizobium
memerlukan makanan yang berasal dari tanaman kedelai untuk pertumbuhannya
(Suprapto, 2001).
Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70 – 150 cm),
menyemak, berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas. Tanaman ini
umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, dan menyukai tanah yang
bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik, tanaman ini peka terhadap
kondisi salin. Daunnya mejemuk beranak-daun tiga, berselang – seling
(Rubatzky and Yamaguchi, 1998).
Semua varietas kedelai mempunyai bulu pada batang, cabang, daun, dan
polong - polongnya. Lebat atau tidaknya tergantung dari varietas masing-masing.
Begitu pula warna bulu berbeda-beda, ada yang berwarna coklat dan adapula
Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun
dan pada umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan. Bentuk daun
ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung
pada varietas masing-masing. Pada saat tanaman kedelai itu sudah tua, maka
daun-daunnya mulai rontok (Andrianto dan Indarto, 2004).
Warna bunga kedelai biasanya putih dan ungu. Setelah 7-10 hari bunga
pertama muncul, polong kedelai akan terbentuk untuk pertama kali. Bunga tumbuh
pada ketiak daun dan berkembang dari bawah lalu menyembul ke atas
(Purwono dan Purnamawati, 2002).
Buah kedelai berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji. Biji umumnya
berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong. Ukuran biji berukuran antara
6-30 gram/100 biji. Ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu biji kecil (6-10
gram/100 biji), sedang (11-12 gram/100 biji) dan besar (13 gram atau lebih/100 biji).
Warna biji bervariasi, antara lain kuning, hijau, cokelat dan hitam (Fachruddin, 2000)
Seluruh biji dari kedelai matang secara bersamaan. Kemudian daun
berguguran dengan cepat dan batang mengering. Pemanenan secara serempak biasa
dilakukan untuk mengurangi kehilangan dan kerusakan hasil, yang dapat mencapai 10
– 20% (Duke, 1983).
Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak
diantara keeping biji. Warna kulit biji bermacam – macam, ada yang kuning, hitam
atau cokelat. Pusar biji atau hilum adalah jaringan berkas biji kedelai yang menempel
pada dinding buah (Suprapto, 2001).
Syarat Tumbuh
Iklim
Kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu udara yang
optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30 0C. Suhu lingkungan optimal untuk
pembentukan bunga yaitu 24-25 0C (Adisarwanto, 2005).
Kedelai sangat cocok ditanam di lahan terbuka, yang terdapat di daerah
berhawa panas. Di Indonesia, tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada
ketinggian dataran rendah sampai ketinggian 1.200 mdpl. Suhu optimal untuk
pertumbuhan kedelai adalah antara 25-30 0C. Curah hujan berkisar antara 150-200
mm/bulan, dengan lama penyinaran matahari 12 jam/hari, dan kelembaban rata-rata
(RH) 65% (Fachruddin, 2000).
Banyak kultivar yang dapat tumbuh pada iklim yang relatif cukup dingin
dengan temperature antara 13 - 18°C, walaupun demikian hanya beberapa kultivar
yang bisa ditanam pada ketinggian 1200 – 1400 m dpl. Hal ini karena suhu
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi polinasi. Biji akan membentuk pada
suhu tanah minimal sekitar 10°C (Tindall, 1983).
Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama
penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanaman hari pendek. Artinya,
tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15
jam per hari. Oleh karena itu, bila varietas yang berproduksi tinggi dari daerah
subtropik dengan panjang hari 14 – 16 jam ditanam di daerah tropik dengan rata-rata
panjang hari 12 jam maka varietas tersebut akan mengalami penurunan produksi
karena masa bunganya menjadi pendek, yaitu dari umur 50 – 60 hari menjadi 35 – 40
hari setelah tanam. Selain itu, batang tanaman pun menjadi lebih pendek dengan
ukuran buku subur juga lebih pendek (Irwan, 2006).
Tanah
Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun
demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal,
kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat
berpasir. Hal ini tidak hanya terkait dengan ketersediaan air untuk mendukung
pertumbuhan, tetapi juga terkait dengan faktor lingkungan tumbuh yang lain (Irwan,
2006). Pada tanah podsolik merah kuning dan tanah yang banyak mengandung pasir
kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali jika tanah diberi tambahan pupuk
organik dalam jumlah cukup (Purwono dan Purnamawati, 2002).
Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah,
tetapi air yang cukup tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus
sebagai suatu persyaratan tumbuh, bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan
agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan
menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah,
tanah – tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol.
Tanah yang baru pertama kali ditanami kedelai sebaiknya perlu diberi bakteri
rhizobium (Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, 2010).
Kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi
yang baik. Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri Rhizobium adalah
6,0-6,8. Apabila pH diatas 7,0 tanaman kedelai akan mengalami klorosis. Sementara
pada pH 5,0 kedelai mengalami keracunan Al, Fe, dan Mn. Untuk menaikkan pH,
dilakukan pengapuran misalnya dengan kalsit (CaCO3), dolomite (CaMg (CO3)2),
atau kapur bakar (Fachruddin, 2000).
Intercropping
Menurut Nielsen (2011), intercropping merupakan sebuah pola tanam dengan
menggunakan dua atau lebih varietas tanaman pada lahan yang sama dengan kriteria
setiap tanaman mempunyai ruang yang cukup untuk memaksimalkan sinar matahari,
air, dan unsur hara serta meminimalisir kompetisi diantara tanaman tersebut dengan
cara mengatur jarak tanamnya.
Pertanaman tumpangsari adalah pertanaman campuran beberapa jenis tanaman
dalam satu areal yang sama pada waktu yang bersamaan (Darmijati, 1992).
Penanaman dua atau lebih tanaman secara bersamaan sangat luas dilakukan pada
pertanian daerah tropis dan beriklim sedang (Snap and Pound, 2008). Pertanaman
ganda atau multiple cropping adalah intensifikasi pertanaman dalam dimensi waktu
dan ruang. Bentuknya adalah penanaman dua jenis tanaman atau lebih pada lahan
yang sama dalam kurun waktu satu tahun, dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
pertanaman tumpangsari atau intercropping dan pertanaman berurutan atau
sequential cropping.
Keuntungan intercropping cukup banyak, seperti petani dapat menjual hasil
alternatif, menjaga kesuburan tanah, dekomposisi bahan organik lebih cepat, dan
mengurangi gulma (Vandemeer, 1984). Sebaliknya, ada kerusakan dalam jangka
waktu panjang seperti kerusakan akar, masuknya hama dan penyakit, dan
menurunkan kesuburan tanah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Sistem tanam tumpang sari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki
pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tanam tumpang sari
antara lain : 1) akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan
maupun penyerapan sinar matahari), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang
dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas, 4)
tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang
diusahakan gagal, dan 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan
beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat
menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya
lahan, dalam hal ini kesuburan tanah (Warsana, 2009).
Cara ini berusaha untuk memanfaatkan sebaik – baiknya lingkungan ekologis
dan mutu lahan. Konsep tersebut dianggap sebagai upaya pencegah terhadap
gagalnya keseluruhan tanaman. Berhubung tanamannya mempunyai pola
pertumbuhan dan pematangan yang berbeda, maka tanaman tersebut lebih mampu
memanfaatkan sinar matahari, kelembaban dan hara tanah daripada tanaman yang
sama, dengan laju pertumbuhan dan laju pematangan yang sama
(Suhardjo, dkk, 1986).
Secara teoritis, tidak semua jenis tanaman dapat diusahakan sebagai tanaman
sela di antara tanaman pokok. Oleh karena itu perlu pemahaman yang mendalam
tentang karakter tanaman pokok dan tanaman sela, sehingga aspek-aspek yang
berkaitan dengan konsep sinergisme dapat lebih ditingkatkan, sementara aspek-aspek
merugikan yang berkaitan dengan antagonisme dan alelopati dapat ditekan seminimal
mungkin (Wardiana dan Mahmut, 2004). Kendala utama pengembangan tanaman
kedelai sebagai tanaman sela pada lahan perkebunan adalah kurangnya daya adaptasi
kedelai di bawah naungan (intensitas cahaya rendah) (Anggraeni,dkk. 2010).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dimulai pada bulan Februari – Juni 2012 di Afdeling VII Kebun
Rambutan PTPN 3, Kabupaten Serdang Bedagai.
Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi benih dua varietas
kedelai, yaitu Anjasmoro dan Nanti (deskripsi pada lampiran 3), insektisida Decis 25
EC, dan fungisida Dithane 45 WP.
Alat – alat yang digunakan terdiri dari alat – alat pengolah tanah (cangkul dan
tugal), alat – alat ukur yakni meteran, timbangan analitik, chlorophyl meter (pengukur
jumlah klorofil), gunting tanaman, tali rafia, papan lat, kamera digital.
Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
dua faktor perlakuan, yaitu:
I. Varietas Kedelai : V1 = Anjasmoro; dan
V2 = Nanti
II. Sistem Tanam:
J1 = 25 cm x 25 cm; mata empat
J2 = 25 cm x 25 cm; mata lima
Kombinasi Perlakuan:
J1V1 J2V1
Jumlah perlakuan kombinasi : 2 x 2 = 4 perlakuan
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah petak percobaan : 12 petak
Ukuran satu petak percobaan : 2,5 m x 2,5 m
Jumlah sampel tetap : 5 tanaman per petak
Jarak petak dengan barisan sawit : 2 m
Jumlah tanaman per petak : 81 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 972 tanaman
Model linier dari rancangan yang digunakan adalah :
Yijk = µ + ρi + αj +βk +(αβ)jk +
ε
ijki = 1, 2, 3. j = 1, 2. k = 1, 2.
Dimana :
Yijk = Nilai pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan varietas pada taraf ke-j
dan sistem tanam pada taraf ke-k
µ = Nilai tengah umum
ρi = Pengaruh ulangan ke-i
αj = Pengaruh perlakuan varietas pada taraf ke-j
βk = Pengaruh sistem tanam pada taraf ke-k
(αβ)jk = Efek interaksi antara varietas taraf ke-j dan sistem tanam pada taraf ke-k
ε
ijk = Pengaruh galat percobaan pada blok taraf ke-i yang mendapat pengaruhvarietas pada taraf ke-j dan sistem tanam pada taraf ke-k (Bangun, 1990).
Hasil sidik ragam nyata diuji dengan uji beda rataan berdasarkan uji Beda
Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5% (Steel dan Torrie, 1995).
Pelaksanaan Penelitian
Penyiapan Lahan Penelitian
Lokasi areal percobaan dibagi menjadi 3 ulangan, kemudian dibagi menjadi 6
petak penelitian sesuai jumlah perlakuan. Setiap petak berukuran 2,5 m x 2,5 m
dengan jarak antar petak 1 m dan jarak petak dengan barisan tanaman kelapa sawit 2
m. Tanah diolah dengan 2 kali pencangkulan.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan cara menugal tanah sedalam ± 3 cm, dengan jarak
tanam 25 x 25 cm. Pada satu lubang tanam dimasukkan 3 benih.
Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan apabila tidak ada hujan yang cukup. Disesuaikan dengan
kondisi lapangan. Setelah tanaman berumur 14 hari dilakukan penjarangan tanaman
menjadi 1 tanaman per lubang tanam. Penyiangan gulma dilakukan setiap minggu.
Dilakukan secara mekanis atau manual. Pemupukan menggunakan pupuk NPK (15 :
15 : 15) hanya pada 30 hari setelah tanam sebanyak 2 g/tanaman. Pengendalian hama
dan penyakit selanjutnya tergantung dari keadaan di dalam plot. Insektisida yang
digunakan adalah Decis 25 EC dengan dosis 1,4 ml/2 L air, dan fungisida yang
digunakan adalah Dithane M-45.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman beserta akarnya. Adapun
kriteria panennya adalah polong kedelai menunjukkan warna coklat muda, keadaan
ini terdapat 75% pada plot.
Pengamatan Parameter
Tinggi tanaman (cm)
Parameter tinggi tanaman dihitung mulai dari pangkal batang (yang telah diberi
tanda) sampai ujung titik tumbuh dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi
tanaman diukur setelah tanaman berumur 3 MST sampai dengan 6 MST dengan
interval setiap minggu.
Jumlah Daun (helai)
Parameter jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah membuka
dengan sempurna dan tidak ada daun yang rusak. Jumlah daun hanya sekali dihitung,
yaitu pada akhir masa vegetatif yaitu pada 6 MST.
Umur Berbunga (hari)
Parameter umur berbunga dihitung mulai dari penanaman sampai bunga pertama
muncul pada salah satu buku batang utama pada setiap sampel.
Jumlah Klorofil (unit/mm2)
Parameter jumlah klorofil pada tanaman dihitung hanya sekali selama percobaan,
yaitu setelah terlihat munculnya bunga pada tanaman. Jumlah klorofil ini dihitung
dengan menggunakan alat Chlorophylmeter dengan menghitung pada daun pada
tingkat bawah, tengah, dan atas pada tiap sampel.
Bobot Kering Tajuk (g)
Parameter bobot kering tajuk tanaman dihitung setelah selesai percobaan di
lapangan. Setelah dibersihkan, bagian atas tanaman tersebut dimasukkan ke dalam
amplop coklat atau kertas koran kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu
750C hingga kadar airnya konstan. Kemudian ditimbang menggunakan timbangan
analitik.
Bobot Kering Akar (g)
Parameter bobot kering akar tanaman dihitung setelah selesai percobaan di
lapangan. Setelah dibersihkan, bagian akar tanaman tersebut dimasukkan ke dalam
amplop coklat atau kertas koran kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu
750C hingga kadar airnya konstan. Kemudian ditimbang dengan menggunakan
timbangan analitik.
Bobot 100 biji (g)
Pengukuran parameter bobot 100 biji kering dengan mengambil 100 biji kering
dari satu plot yang dipilih secara acak kemudian ditimbang dengan menggunakan
timbangan analitik.
Produksi Per Plot (6,25 m2/49 tanaman kedelai) (g)
Parameter produksi per plot dihitung dengan cara menimbang bobot kering biji
tanaman yang dihasilkan dalam satu plot dengan menggunakan timbangan analitik
pada akhir penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berikut disajikan hasil dan rataan data pengamatan dari tiap parameter.
Tinggi tanaman (cm)
Data pengamatan tinggi tanaman kedelai umur 3 – 6 MST serta sidik ragamnya
dapat dilihat pada Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 11. Berdasarkan data
pengamatan dan sidik ragam, dapat dilihat bahwa varietas berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman kedelai.
Rataan tinggi tanaman pada masing - masing sistem tanam dan varietas yang di
uji pada umur 3 – 6 MST dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 . Rataan tinggi tanaman (cm) pada umur 3 – 6 MST pada masing - masing sistem tanam dan varietas.
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) pada Minggu ke -
3 4 5 6
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut Uji BNJ.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada perlakuan sistem tanam diperoleh rataan
terendah pada J2 yaitu sebesar 44,48 cm. Sedangkan pada perlakuan varietas, rataan
tertinggi terdapat pada minggu ke 6 dengan varietas V1 sebesar 53,79 cm dan
terendah pada V2 yaitu sebesar 35,81 cm.
Kurva pertumbuhan tanaman kedelai umur 3 – 6 MST dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Kurva pertumbuhan tanaman kedelai umur 3 – 6 MST.
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa varietas Anjasmoro menghasilkan
pertumbuhan yang lebih baik dari varietas Nanti.
Jumlah Daun (helai)
Data pengamatan jumlah daun tanaman kedelai dan analisis sidik ragam dapat
dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam tersebut
menunjukkan bahwa perlakuan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun, akan tetapi tingkat varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah daun
tanaman kedelai.
Rataan jumlah daun tanaman kedelai pada masing - masing sistem tanam dan
varietas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan jumlah daun pada masing - masing sistem tanam dan varietas kedelai.
Sistem Tanam Varietas Rataan
Anjasmoro Nanti
Mata Empat 25,93 31,80 28,87
Mata Lima 27,00 32,13 29,57
Rataan 26,47b 31,97a
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut Uji BNJ.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada perlakuan sistem tanam diperoleh rataan
tertinggi terdapat pada sistem mata lima yaitu sebesar 29,57 helai dan terendah pada
sistem mata empat yaitu sebesar 28,87 helai. Sedangkan pada perlakuan varietas,
rataan tertinggi terdapat pada varietas Nanti sebesar 31,97 helai dan terendah pada
varitas Anjasmoro yaitu sebesar 26,47 helai.
Umur Berbunga (hari)
Data pengamatan umur berbunga tanaman kedelai dan hasil analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15. Hasil analisis sidik ragam tersebut
menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap umur berbunga
sedangkan perbedaan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga.
Rataan umur berbunga tanaman kedelai pada masing - masing sistem tanam dan
varietas yang dihitung pada saat tanaman berbunga pertama kali dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Rataan umur berbunga tanaman kedelai pada masing - masing sistem tanam dan varietas.
Sistem Tanam Varietas Rataan
Anjasmoro Nanti
Mata Empat 38,00 44,33 41,17
Mata Lima 37,67 44,67 41,17
Rataan 37,83b 44,50a
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut Uji BNJ.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan pada perlakuan sistem tanam tidak ada
perbedaan dalam hal umur berbunga. Sedangkan pada perlakuan varietas rataan
tertinggi terdapat pada varietas Nanti yaitu sebesar 44,50 hari dan terendah pada
varietas Anjasmoro yaitu sebesar 37,83 hari.
Jumlah Klorofil (unit/mm2)
Data pengamatan jumlah klorofil tanaman kedelai dan hasil analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran 17. Hasil analisis sidik ragam tersebut
menunjukkan bahwa sistem tanam maupun varietas tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah klorofil tanaman kedelai.
Rataan jumlah klorofil tanaman kedelai pada masing - masing sistem tanam dan
varietas yang dihitung pada saat bunga pertama muncul dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan jumlah klorofil pada masing - masing sistem tanam dan varietas kedelai.
Sistem Tanam Varietas Rataan
Anjasmoro Nanti
Mata Empat 42,22 40,36 41,29
Mata Lima 39,55 37,44 38,50
Rataan 40,89 38,90
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada perlakuan sistem tanam diperoleh rataan
tertinggi terdapat pada sistem mata empat yaitu sebesar 41,29 dan terendah pada
sistem mata lima yaitu sebesar 38,50. Sedangkan pada perlakuan varietas, rataan
tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro sebesar 40,89 dan terendah pada varietas
Nanti yaitu sebesar 38,90.
Bobot Kering Tajuk (g)
Data pengamatan bobot kering tajuk tanaman kedelai dan hasil analisis sidik
ragam dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19. Hasil analisis sidik ragam
tersebut menunjukkan bahwa sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap bobot
kering tajuk tanaman kedelai, tetapi perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap
bobot kering tajuk tanaman kedelai.
Rataan bobot kering tajuk tanaman kedelai terhadap masing - masing sistem
tanam dan varietas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan bobot kering tajuk terhadap masing - masing sistem tanam dan varietas kedelai.
Sistem Tanam Varietas Rataan
Anjasmoro Nanti
Mata Empat 9,32 6,80 8,06
Mata Lima 10,06 6,72 8,39
Rataan 9,69a 6,76b
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut Uji BNJ.
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada perlakuan sistem tanam diperoleh rataan
tertinggi terdapat pada sistem mata lima yaitu sebesar 8,39 g dan terendah pada
sistem mata empatyaitu sebesar 8,06 g. Sedangkan pada perlakuan varietas, rataan
tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro sebesar 9,69 g dan terendah pada varietas
Nanti yaitu sebesar 6,76 g.
Bobot Kering Akar (g)
Data pengamatan bobot kering akar tanaman kedelai dan hasil analisis sidik
ragam dapat dilihat pada Lampiran 20 dan Lampiran 21. Hasil analisis sidik ragam
tersebut menunjukkan bahwa perlakuan sistem tanam dan varietas tidak berpengaruh
nyata terhadap bobot kering akar tanaman kedelai.
Rataan bobot kering akar tanaman kedelai terhadap masing - masing sistem
tanam dan varietas dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan bobot kering akar terhadap masing - masing sistem tanam dan varietas kedelai.
Sistem Tanam Varietas Rataan
Anjasmoro Nanti
Mata Empat 0,62 0,83 0,72
Mata Lima 0,79 0,66 0,73
Rataan 0,71 0,75
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada perlakuan sistem tanam diperoleh rataan
tertinggi terdapat pada sistem mata lima yaitu sebesar 0,73 g dan terendah pada
sistem mata empat yaitu sebesar 0,72 g. Sedangkan pada perlakuan varietas, rataan
tertinggi terdapat pada varietas Nanti sebesar 0,75 g dan terendah pada varietas
Anjasmoro yaitu sebesar 0,71 g.
Bobot 100 Biji (g)
Data pengamatan bobot 100 biji tanaman kedelai dan hasil analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 22 dan Lampiran 23. Hasil analisis sidik ragam tersebut
menunjukkan bahwa perlakuan sistem tanam dan perlakuan varietas berpengaruh
nyata terhadap bobot 100 biji tanaman kedelai.
Rataan bobot 100 biji tanaman kedelai pada masing - masing sistem tanam dan
varietas dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan bobot 100 biji pada masing - masing sistem tanam dan varietas kedelai.
Sistem Tanam Varietas Rataan
Anjasmoro Nanti
Mata Empat 12,54 9,24 10,89a
Mata Lima 10,27 9,00 9,64b
Rataan 11,40a 9,12b
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut Uji BNJ.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa pada perlakuan sistem tanam diperoleh rataan
tertinggi terdapat pada sistem mata empat yaitu sebesar 10,89 g dan terendah pada
sistem mata lima yaitu sebesar 9,64 g. Sedangkan pada perlakuan varietas, rataan
tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro sebesar 11,40 g dan terendah pada varietas
Nanti yaitu sebesar 9,12 g.
Produksi per Plot (g)
Data pengamatan produksi per plot (6,25 m2/49 tanaman kedelai) dan hasil
analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 24 dan Lampiran 25. Hasil analisis
sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa perlakuan sistem tanam tidak berpengaruh
nyata terhadap produksi per plot tanaman kedelai. Tetapi perlakuan varietas
berpengaruh nyata terhadap produksi per plot tanaman kedelai.
Rataan produksi per plot (6,25 m2/49 tanaman kedelai) pada masing - masing
sistem tanam dan varietas dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan produksi per plot pada masing - masing sistem tanam dan varietas kedelai.
Sistem Tanam Varietas Rataan
Anjasmoro Nanti
Mata Empat 710,00 406,67 558,33
Mata Lima 668,33 543,00 605,67
Rataan 689,17a 474,83b
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut Uji BNJ.
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa pada perlakuan sistem tanam diperoleh rataan
tertinggi terdapat pada sistem mata lima yaitu sebesar 605,67 g dan terendah pada
sistem mata empat yaitu sebesar 558,33 g. Sedangkan pada perlakuan varietas, rataan
tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro sebesar 689,17 g dan terendah pada
varietas Nanti yaitu sebesar 474,83 g.
Pembahasan
Pengaruh Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai
Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas kedelai
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, bobot
kering tajuk, produksi per plot, dan bobot 100 biji.
Suprapto (2001) mengatakan bahwa untuk berhasilnya pertanaman, perlu
dipillih varietas – varietas yang mampu beradaptasi terhadap kondisi lapangan.
Karena tingginya hasil ditentukan oleh interaksi suatu varietas terhadap kondisi
lingkungan.
Varietas unggul bila ditanam di kondisi apapun tetap unggul, seperti varietas
Anjasmoro yang lebih unggul dari varietas Nanti yang ditanam diantara pertanaman
kelapa sawit umur empat tahun, sehingga perlakuan varietas terlihat nyata.
Somaatmadja (1985), menjelaskan bahwa perlakuan varietas memberikan
respon yang berbeda pada kondisi lingkungan yang berbeda sehingga menunjukkan
pengaruh yang sangat nyata. Sumarno dan Hartono (1983) menyatakan bahwa
varietas unggul kedelai mempunyai kelebihan tertentu bila dibandingkan dengan
varietas lokal.
Untuk meningkatkan hasil produksi tanaman kedelai ini perlu adanya
pemanfaatan potensi lahan, baik sebagai tanaman utama maupun sebagai tanaman
sela. Hal ini sesuai dengan literatur Subandi (2007) yang mengatakan bahwa
pemanfaatan potensi lahan yang tersedia luas untuk perluasan areal tanam, baik
sebagai tanaman utama maupun tanaman sela, di antaranya menanam kedelai di
bawah pertanaman kelapa sawit muda.
Disamping faktor lingkungan, pertumbuhan dan produksi tanaman juga
dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman itu sendiri. Hal ini berarti setiap varietas
tanaman memiliki produksi yang berbeda – beda, tergantung kepada sifat genetis
varietas tanaman itu sendiri (Silaen, 2004).
Pengaruh Sistem Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Kedelai
Sistem tanam kedelai yang digunakan hanya berpengaruh nyata terhadap bobot
100 biji kedelai, tetapi tidak berpengaruh nyata pada produksi per plot. Hal ini
mungkin disebabkan karena sistem tanam mata empat (J1) memiliki kerapatan yang
lebih luas daripada sistem tanam mata lima (J2) sehingga ada ruang yang lebih bagi
tanaman untuk memanfaatkan sinar matahari untuk proses fotosintesa yang dapat
meningkatkan pertumbuhan vegetatif kedelai.
Akan tetapi karena kedelai tersebut ditanam di bawah pertanaman kelapa sawit,
ada kemungkinan bahwa sinar matahari yang diserap tanaman kedelai tersebut tidak
100%, sehingga dengan adanya pengurangan intensitas sinar matahari dapat
mempengaruhi terbuka dan tutupnya stomata daun, pemecahan air pada proses
fotosintesis, dan pemecahan hasil fotosintesis (Silaen, 2004). Berkurangnya serapan
unsur hara tersebut akan mengurangi tingkat alokasi bahan kering, sehingga sistem
tanam tidak berpengaruh terhadap produksi per plot.
Pengaruh Interaksi Varietas dan Sistem Tanam Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Kedelai
Interaksi antara varietas dan sistem tanam tidak berpengaruh secara nyata
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Sebab belum terlalu besar
persaingan untuk memperoleh sinar matahari bagi tanaman kedelai yang ditanam di
bawah pertanaman kelapa sawit umur empat tahun.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun,
bobot kering tajuk, umur berbunga, produksi per plot, dan bobot 100 biji.
2. Perbedaan sistem tanam kedelai mata empat dan mata lima yang ditanam di
bawah pertanaman kelapa sawit umur empat tahun berpengaruh nyata terhadap
bobot 100 biji.
3. Interaksi antara varietas dan sistem tanam tidak berpengaruh secara nyata
terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai yang ditanam di bawah pertanaman
kelapa sawit umur empat tahun.
4. Varietas Anjasmoro lebih unggul dibandingkan varietas Nanti bila ditanam di
bawah pertanaman kelapa sawit umur empat tahun.
Saran
Melihat produksi yang didapatkan Anjasmoro (1,82 ton/ha) dan Nanti (1,25
ton/ha) tidak jauh berbeda dari deskripsi (Anjasmoro 2,03 ton/ha dan Nanti 1,24
ton/ha) maka masih memungkinkan untuk menanam kedelai dibawah pertanaman
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Andrianto, T. F. dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisa Usahatani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut, Jakarta
Anggraeni, B. W., D. Sopandie., dan N. Khumaida. 2010. Studi Morfo – Anatomi
dan Pertumbuhan Kedelai (Glycine max (L) Merr.) Pada Kondisi Cekaman
Intensitas Cahaya Rendah. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Bogor. Halaman 15 – 24.
Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Tanaman Padi dan Palawija. Jakarta. Halaman 21.
Bangun, M. K. 1990. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Darmijati, S. 1992. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan Kedelai dan Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. Jurnal Agromet Volume VIII No.1 Halaman 32 – 40.
Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2010. Diakses dari http:www.scribd.com/doc/8756939/kedelai
Duke, J. A. 1983. Handbook of Legumes of World Economid Importance. Plenum Press, New York.
Fachruddin. L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisius. Yogyakarta.
Fikriati, M., Trikoesoemaningtyas., dan D. Wirnas. 2009. Uji Daya Hasil Lanjutan
Kedelai (Glycine max L.) Toleran Naungan di Bawah Tegakan Karet Rakyat
di Kabupaten Sarolangun, Jambi. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Bogor. Halaman 31 – 38.
Irwan, A.W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine mx (L) Merril). Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Joehandra., Armaini., dan S. Yoseva. 2013. Kajian Beberapa Komposisi Pupuk dan Pembenah Tanah Terhadap Komponen Produksi Kedelai (Glycine max (L) Meril) Pada Sistem Intercropping dengan Kelapa Sawit di Lahan Gambut. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru.
Mangoensoekarjo dan Semangun. 2005. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Maryani dan Gusmawartati. 2009. Uji Beberapa Dosis Pupuk N, P, K dan Jarak Tanam Terhadap Produksi Kedelai yang Ditanam Diantara Kelapa Sawit. Universitas Jambi, Jambi.
Nielsen, H. H. 2011. Strip Intercropping Strategy for Biomass to Energy Production While on the same time Maintaining Soil Fertility. RISO National Laboratory for Sustainable Energy, Technical University of Denmark.
Nurasa, T. 2007. Revitalisasi Benih Dalam Meningkatkan Pendapatan Petani Kedelai di Jawa Timur. Jurnal Akta Agrosia, Bogor. Hamalan 164 – 171.
PPKS. 2007. 90 Tahun Penelitian Kelapa Sawit Indonesia. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
Purwono dan H. Purnamawati, 2002. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rubatzky, V. E., dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia (Prinsip, Produksi, dan Gizi). Penerjemah Catur Herison. ITB – Press, Bandung.
Silaen, S. 2004. Pengaruh Pemberian Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril) di Polibek. Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Singh, S. R. 1990. Insect Pests of Tropical Food Legumes. John Wiley & Sons, England.
Snapp, S., and B. Pound. 2008. Agricultural Systems : Agroecology and Rural Innovation for Development. Elsevies Inc. San Fransisco.
Somaatmadja, S. 1985. Peningkatan Produksi Kedelai Melalui Perakitan Varietas. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Steel, R.G.D., dan J. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Halaman 408 – 410.
Subandi. 2007. Lima Strategi Pengembangan Kedelai. Sinar Tani, Jakarta.
Suhardjo., L. J. Harper., B. J. Deaton., dan J. A. Driskel. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian. UI-Press, Jakarta.
Sumarno dan Hartono. 1983. Kedelai dan Cara Bercocok Tanamnya. Buletin Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Suprapto, H. S. 2001. Bertanam kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tindall, H. D, 1983. Vegetable The Tropics. The Macmillan Press, London.
Vandermeer, J. H. 1984. The Ecology of Intercropping. Diakses dari http://books.google.com/books.
Wardiana, E., dan Z. Mahmut. 2004. Tanaman Sela Diantara Pertanaman Kelapa Sawit. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit – Sapi. Loka Penelitian Tanaman Sela Perkebunan, Parung Kuda, Jawa Barat. Halaman 175 – 187.
Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. BPTP Jawa Tengah, Semarang.
Lampiran 3. Deskripsi Tanaman Kedelai
ANJASMORO
Dilepas tahun : 22 Oktober 2001
SK Mentan : 537/Kpts/TP.240/10/2001
Nomor galur : Mansuria 395-49-4
Asal : Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria
Daya hasil : 2,03–2,25 t/ha
Ketahanan thd penyakit : Moderat terhadap karat daun
Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah
Pemulia : Takashi Sanbuichi, Nagaaki Sekiya, Jamaluddin M.,
Susanto, Darman M.A., dan M. Muchlish Adie.
NANTI
Dilepas tahun : 22 Oktober 2001
SK Mentan : 534/Kpts/TP.240/10/2001
Nomor induk : D.3623
Asal : Persilangan tunggal (singlecross):
Dempo x No. 3623
Ketahanan thd penyakit : Tahan penyakit karat daun
Sifat-sifat lain : polong tidak mudah pecah
Wilayah adaptasi : Lahan kering masam
Pemulia : Darman MA., Heru Kuswantoro, M. Muchlish Adie,
dan Purwantoro
Lampiran 4. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm)
Lampiran 5. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 3 MST (cm)
Lampiran 6. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm)
Lampiran 7. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST (cm)
Lampiran 8. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm)
Lampiran 9. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 5 MST (cm)
Lampiran 10. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm)
Lampiran 11. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST (cm)
Lampiran 12. Data pengamatan jumlah daun (helai)
Lampiran 13. Daftar sidik ragam jumlah daun (helai)
Lampiran 14. Data pengamatan umur berbunga (hari)
Lampiran 15. Daftar sidik ragam umur berbunga (hari)
Lampiran 16. Data pengamatan jumlah klorofil
Lampiran 17. Daftar sidik ragam jumlah klorofil
Lampiran 18. Data pengamatan bobot kering tajuk (g)
Lampiran 19. Daftar sidik ragam bobot kering tajuk (g)
Lampiran 20. Data pengamatan bobot kering akar (g)
Lampiran 21. Daftar sidik ragam bobot kering akar (g)
Lampiran 22. Data pengamatan produksi per plot (g)
Lampiran 23. Daftar sidik ragam produksi per plot (g)
Lampiran 24. Data pengamatan bobot 100 biji (g)
Lampiran 25. Daftar sidik ragam bobot 100 biji (g)
Lampiran 26. Foto-foto di Lapangan
Lahan penelitian Kedelai umur 2 minggu
Kedelai umur 4 minggu Kedelai umur 6 minggu
Buah tanaman kedelai Pengambilan data jumlah klorofil