• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI Eksklusif serta Status Gizi Batita di Perdesaan dan Perkotaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI Eksklusif serta Status Gizi Batita di Perdesaan dan Perkotaan"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

DARA KRISTANTI NUGRAHENI. Knowledge and implementation of early initiation of breastfeeding, exclusive breastfeeding and nutritional status of infants under three years in rural and urban. Supervised by YEKTI HARTATI EFFENDI and MIRA DEWI

Early initiation of breastfeeding is a method in which after the baby is born, he/she is placed over the mother’s abdomen and left to crawl to reach the nipple and finally suck it without assistance. The method provides the benefits to the survival of infants. Early initiation of breastfeeding and exclusive breastfeeding can prevent deaths and reduce the risk of neonatal infectious diseases. The purpose of this research was to study the knowledge of early initiation of breastfeeding mother, the implementation of early initiation of breastfeeding, exclusive breastfeeding, and nutritional status of infants under three years in rural and urban. The study design was retrospective and cross sectional, and took place in Desa Sukajadi and Kelurahan Situgede. The study showed that both the mothers in rural and urban areas have knowledge of early initiation of breastfeeding at a medium level. There were 40% of samples in both rural and urban areas who implement early initiation of breastfeeding and 62,9% samples in both the rural and urban areas practiced exclusive breastfeeding. There is no association between early initiation of breastfeeding knowledge of mothers with implementation of early initiation of breastfeeding and between the implementation of early initiation of breastfeeding with exclusive breastfeeding and between exclusive breastfeeding with nutritional status of infants under three years.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima. Kekurangan gizi yang terjadi pada individu dapat merusak kualitas sumberdaya manusia. Kejadian kekurangan gizi sering terluput dari pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan dapat berakibat pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita serta rendahnya umur harapan hidup (WKNPG 2004).

Program kesehatan anak merupakan salah satu kegiatan dari penyelenggaraan perlindungan anak di bidang kesehatan yang dimulai sejak bayi berada dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Program tersebut bertujuan untuk menjalin kelangsungan hidup bayi baru lahir, memelihara dan meningkatkan kualitas hidup anak yang akan menjadi sumber daya pembangunan bangsa. (Depkes RI 2008). Pemenuhan kebutuhan gizi, terutama diperlukan sejak masa janin sampai anak berusia lima tahun. Masa-masa ini merupakan Masa-masa rawan bagi anak. Pemenuhan gizi pada Masa-masa rawan sangat menentukan kualitas seseorang pada masa produktif (Krisnatuti & Yenrina 2001).

Tahun pertama, khususnya enam bulan pertama adalah masa yang sangat kritis dalam kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung dengan cepat, tetapi juga pembentukan psikomotor dan akulturasi juga terjadi dengan cepat. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan utama pada masa ini. ASI tidak hanya mengandung semua zat gizi untuk membangun dan menyediakan energi dalam susunan yang diperlukan, tetapi juga mengandung zat kekebalan yang dibutuhkan bagi bayi untuk menjaga kesehatan tubuhnya agar tidak terganggu oleh berbagai penyakit termasuk infeksi (Roesli 2001).

(3)

faktor yang akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan normal dalam tiga tahun pertama kehidupan (WHO 2000).

Inisiasi menyusui dini (IMD) memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup bayi. Menyusui dapat meningkatkan kelangsungan hidup anak, meningkatkan status kesehatan, serta meningkatkan perkembangan otak dan motorik. Inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI eksklusif dapat mencegah kematian neonatal dan mengurangi risiko penyakit menular (WHO 2010)

Pendekatan (IMD) yang sekarang dianjurkan adalah dengan metode breast crawl dimana segera setelah bayi lahir ia diletakkan di perut ibu dan dibiarkan merangkak untuk mencapai sendiri puting ibunya dan akhirnya menghisap tanpa bantuan. Karena proses ini menekankan kata “menyusu”

bukan “menyusui” sebab bayilah yang menjadi pusat perhatian untuk aktif

melakukannya sendiri (Februhartanty 2009).

Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan di Ghana pada tahun 2003-2004 menerangkan bahwa pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah kelahiran dapat menurunkan angka kematian bayi baru lahir hingga 22% dan resiko kematian neonatal adalah empat kali lebih besar pada anak-anak yang diberi susu berasis ciran atau padatan selain ASI (Pediatrics 2006).

Riskesdas tahun 2010 melaporkan persentase pelaksanaan inisiasi menyusui dini setelah kelahiran di Jawa Barat sebesar 29,5%. Tertinggi di Nusa Tenggara Timur dengan persentase sebesar 56,2% dan terendah di Maluku dengan persentase sebesar 13%.

Keberhasilan pelaksanaan IMD tidak terlepas dari peran serta tenaga medis yang menangani proses kelahiran. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Yulianty (2010) menerangkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan IMD adalah keterampilan yang dimiliki oleh tenaga medis. Berdasarkan data cakupan persalinan berdasarkan penolong di Provinsi Jawa Barat tahun 2009 di Kabupaten Bogor jumlah ibu melahirkan yang ditolong tenaga kesehatan sebesar 10% dan sebesar 20% di tolong oleh dukun beranak (Dinkes Jawa Barat 2010).

(4)

Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan bahwa 37,9% dari ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli 2000).

Pada tahun 1999, UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama dengan World Health Asembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (Roesli 2000).

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) yang bekerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller Internasional di 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel) dan 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar), menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perdesaan 14% - 26%, sedangkan di perkotaan antara 14% - 21%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perdesaan 6% - 19% sedangkan di perkotan hanya mencapai 3% - 18% (Kodrat 2010).

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 menunjukkan pemberian ASI saja pada umumnya masih rendah dan adanya kecenderungan yang menurun dari tahun 1995 ke tahun 2003. Lebih lanjut pemberian ASI saja hingga usia 6 bulan cenderung rendah dengan persentase sebasar 15-17%. Riskesdas tahun 2010 melaporkan persentase bayi menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan di Indonesia adalah 15,3%. Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Bogor tahun 2010 pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan mencapai 44,16%.

Triani (2010) dalam tesisnya menerangkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pelaksanaan inisiasi menyusui dini dengan pemberian ASI eksklusif. Selain itu keberhasilan pelaksanaan inisiasi menyusui dini tidak terlepas dari pengetahuan inisiasi menyusui dini yang dimiliki oleh ibu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kusumawati (2010) menerangkan bahwa terdapat hubungan nyata antara tingkat pengetahuan inisiasi menyusi dini ibu dengan pelaksanaan inisiasi menyusui dini.

(5)

inisiasi menyusui dini. Selain itu pula dikarenakan masih sangat terbatasnya pengetahuan tenaga medis mengenai pentingnya pelaksanaan IMD dan maraknya promosi susu formula yang dapat langsung diberikan pada bayi baru lahir.

(6)

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengetahuan dan pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mempelajari karakteristik batita (umur, jenis kelamin, berat saat lahir), karakteristik ibu (umur, pendidikan dan pekerjaan) dan karakteristik keluarga (pendapatan dan besar keluarga)

2. Mempelajari pengetahuan IMD ibu di perdesaan dan perkotaan 3. Mempelajari pelaksanaan IMD di perdesaan dan perkotaan 4. Mempelajari pemberian ASI eksklusif di perdesaan dan perkotaan 5. Mempelajari status gizi batita di perdesaan dan perkotaan

6. Mempelajari hubungan antara pengetahuan IMD ibu dengan praktek pelaksanaan IMD.

7. Mempelajari hubungan antara pelaksanaan IMD dengan pemberian ASI Eksklusif.

8. Mempelajari hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi batita.

Kegunaan Penelitian

(7)

TINJAUAN PUSTAKA

Batita

Masa batita (bawah tiga tahun) merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo & Anggraini 2010).

Batita dikenal sebagai konsumen pasif, artinya mereka menerima jenis makanan yang disajikan orang tua. Untuk itu, orang tua harus mengontrol ketat asupan makanannya, mulai jenis makanan yang disukai, mudah dikunyah, mudah dicerna, dan mengandung nutrisi lengkap. Pemilihan makanan untuk batita harus lebih hati-hati dibandingkan anak-anak usia prasekolah, karena pertumbuhan gigi geligi dan proses pencernaan mereka masih belum optimal (Sutomo & Anggraini 2010).

Anak batita mengalami pertumbuhan mental dan gerak yang sangat pesat, pertumbuhan fisik melambat selama tahun kedua. Selama tahun pertama, bayi rata-rata dapat bertambah besar sebanyak 13 pon dan 10 inci (6,4 kg dan 25 cm); selama tahun kedua, mereka bisa bertambah besar sebanyak lima pon dan lima inci (2,3 kg dan 13 cm) saja. Pertumbuhan yang menurun ini menyebabkan nafsu makan yang menurun, sehingga anak batita diberi label

“Pemilih Makanan”. Anak batita tidak hanya mengkonsumsi kalori yang berjumlah

lebih sedikit, ia juga banyak menghabiskan lemak yang ia simpan selama tahun pertama dan menjadi lebih tampak langsing (Sears & Sears 2003).

Menurut Arisman (2007), anak berumur 1-3 tahun akan mengalami pertambahan berat sebanyak 2-2,5 kg, dan tinggi sebesar rata-rata 12 cm setahun (tahun kedua 12 cm, dan tahun ketiga 8-9 cm). Berdasarkan standar WHO-NCHS, ditetapkan berat rata-rata anak balita usia 1 hingga 3 tahun masing-masing adalah 10,12, dan 14 kg.

Karakteristik Keluarga

Keluarga sebagai kelompok inti dari masyarakat merupakan lingkungan alami hasil pertumbuhan dan perkembangan anak, perlu terus diberdayakan sehingga menjadi lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak.

(8)

resolusi majelis umum PBB adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Besar Keluarga

Menurut BBKBN (1998), besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar keluarga dikelompokkan menjadi 3, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 4 orang, keluarga sedang adalah keluarga 5-7 orang, sedangkan keluarga besar lebih dari 7 orang.

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Pada suatu keluarga, terutama keluarga miskin akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan makanannya jika jumlah keluarganya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo 2003).

Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga, dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah besar jumlah keluarga, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan yang relatif lebih banyak dibandingkan anak-anak yang lebih tua (Suhardjo 2003).

Pendapatan Keluarga

Menurut Suhardjo (1989), dengan meningkatnya pendapatan seseorang, maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang dibutuhkan.

(9)

pendapatan naik, maka jumlah dan jenis makanan cenderung untuk membaik, tetapi mutu makanan tidak selalu membaik (Suhardjo 2003).

Rendahnya pendapatan merupakan kendala yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam. Keluarga yang berpenghasilan cukup atau tinggi lebih mudah dalam menentukan pemilihan bahan pangan yang sesuai dengan syarat mutu yang baik. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu membeli pangan dalam jumah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi (Nasoetion dan Riyadi 1994).

Penurunan pendapatan terkait erat dengan penurunan tingkat ketahanan pangan dan terjadinya masalah gizi kurang. Keterkaitan pendapatan dan ketidaktahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum engel dimana pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatan untuk pangan dengan porsi yang semakin kecil. Sebaliknya, bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan makin meningkat (Soekirman 2000).

Karakteristik Ibu Umur

Orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (< 20 tahun) cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anak sehingga pada umumnya orang tua tersebut merawat dan mengasuh anak berdasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda juga lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kulitas dan kuantitas pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya, pada ibu yang memiliki usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock 1998).

Pekerjaan

(10)

terhadap tumbuh kembang dan perkembangan otak anak (Mulyani 1990).Hasil penelitian Juliastuti (2011) ibu yang tidak bekerja akan semakin tinggi kemungkinan pemberian ASI eksklusif.

Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan merupakan salah satu faktor yan penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Angka melek hidup merupakan salah satu indikator penting yang juga akan membawa pengaruh positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Atmanita & Fallah 2004).

Pengetahuan Gizi dan IMD Ibu

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat mengindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar atau majalah, mendengar siaran radio dan meyaksikan siaran televisi ataupun penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 1996).

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan : (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi, (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo 1996).

(11)

dini dimana ibu yang memiliki tingkat pengetahuan IMD baik maka akan memungkinkan terjadinya peningkatan pelaksanaan IMD

Inisiasi Menyusui Dini

Pilar utama dalam proses menyusui adalah inisiasi dini atau lebih dikenal dengan inisiasi menyusui dini (IMD). IMD didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi menyusui sendiri setelah kelahiran. Bayi diletakkan di dada ibunya dan bayi itu sendiri dengan segala upayanya mencari puting untuk segera menyusui. Jangka waktunya adalah sesegera mungkin setelah melahirkan. IMD sangat penting tidak hanya untuk bayi, namun juga bagi ibu. Dengan demikian, sekitar 22% angka kematian bayi setelah lahir pada satu bulan pertama dapat ditekan. Bayi disusui selama satu jam atau lebih di dada ibunya segera setelah lahir. Hal tersebut juga penting dalam menjaga produktivitas ASI. Isapan bayi penting dalam meningkatkan kadar hormon prolaktin, yaitu hormon yang merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Isapan itu akan meningkatkan produksi susu dua kali lipat. Itulah bedanya isapan dengan perasan (Yuliarti 2010).

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dapat melatih motorik bayi dan sebagai langkah awal untuk membentuk ikatan batin antara ibu dan anak. Sebaiknya, bayi langsung diletakkan diatas dada ibu sebelum bayi dibersihkan. Sentuhan dengan kulit mampu memberi efek psikologis yang kuat antara ibu dan anak. Untuk dapat melakukan IMD, dibutuhkan waktu, kesabaran serta dukungan dari keluarga. Bayi yang lahir dalam kondisi normal dengan kelahiran tanpa operasi dapat menyusu pada ibunya tanpa dibantu pada waktu sekitar satu jam. Kondisi ini tidak akan terjadi dalam kelahiran dengan operasi Caesar. Maka kemungkinan keberhasilan IMD hanya sekitar 50% termasuk kelahiran bayi dengan menggunakan obat kimiawi ataupun medicated labor (Prasetyono 2009).

(12)

menempel. Kontak antarkulit ini dilakukan sekitar satu jam sampai bayi selesai menyusui (Siswosuharjo & Chakrawati 2010).

Tindakan IMD membantu bayi memperoleh air susu ibu (ASI) pertamanya dan dapat meningkatkan produksi ASI serta membangun ikatan kasih antara ibu dan bayi. IMD juga terbukti dapat mencegah 22% risiko kematian pada bayi baru lahir. Selain itu, bayi bisa menyusu dalam 20-30 menit pertama setelah lahir. Hal ini akan membangun refleks mengisap pada bayi sehingga proses menyusu berikutnya akan lebih baik. Sebaliknya, bayi yang tidak segera menyusu hanya akan bertahan menyusu selama tiga bulan (Trihendradi & Indarto 2010).

Berdasarka penelitian yang dilakukan Aprilia (2009) menyatkan bahwa keberhasilan program Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sangat dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, dan motovasi bidan atau dokter yang menangani proses persalinan. Selain itu keberhasilan ibu menyusui juga harus didukung oleh suami, keluarga, petugas kesehatan, dan masyarakat.

Data Riskesdas tahun 2010 mencatat bahwa pelaksanakan inisiasi menyusui dini di Indonesia sebesar 29,3% dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2% dan terendah di Maluku 13%. Sedangkan pelaksanaan inisiasi menyusui dini di Jawa Barat sendiri sebesar 29,5%.

Berdasarkan hasil penelitian Fitria (2010) yang dilakukan di klinik Mariani, Sumatra Utara mencatat bahwa dari 14 responden terdapat 7 responden (50%) yang melaksanakan inisiasi menyusui dini.

Hasil penelitian yang dilakukan Arifah (2009) terhadap 24 pasien di RS Sultan Agung, Semarang menunjukkan bahwa sebesar 38,42% ibu yang melaksanakan IMD.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmaningtyas, Ribut & Koekoeh pada tahun 2009 yang dilaksanakan di RSIA Swasta Kota Kediri dan tercatat dalam jurnal ISSN (2010) menerangkan bahwa terdapat 34 ibu yang menjalankan persalinan normal dan terdapat 31 sampel atau sekitar 91,2% yang melaksanakan inisiasi menyusui dini.

Pentingnya Inisiasi Menyusui Dini

(13)

1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian akibat kedinginan (hypothermia).

2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi.

3. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan akan menjilat-jilat kulit ibu menelan bakteri baik di kulit ibu.

Bakteri “baik” ini akan berkembang baik membentuk koloni di kulit dan usu bayi, menyaingi bakteri “jahat” dari lingkungan.

4. “Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setlah ibu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.

5. Makanan awal non-ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia, misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganti pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal.

6. Bayi yang diberikan kesempatan menyusui lebih dini lebih berhasil menyusu eksklusif dan akan lebih lama disusui.

7. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu, merangsang pengeluaran hormon oksitosin.

8. Bayi mendapatkan ASI kolostrum – ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberikesempatan inisiasi menyusui dini lebih dahulu mendapatkan kolostrum dibandingkan yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum merupakan ASI istimewa yang kaya akan zat yang berguna bagi daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usu, bahkan untuk kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dinding usu bayi yang masih bselum matang sekaligus mematangkan dinding usus.

(14)

Langkah - langkah IMD

1. Anjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat melahirkan

2. Sebaiknya hindari penggunaan obat kimiawi karena obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan dapat mencapai janin melalui ari-ari dan menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibu.

3. Segera setelah bayi dilahirkan, menangis, dan mulai bernafas : a. Bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering

b. Keringkan secepatnya dengan kain lembut seluruh tubuh kecuali kedua tangannya. Jangan hilangkan lemak putih (vernix) di tubuh bayi karena akan berfungsi sebagai pelindung bayi

c. Setelah tali pusar dipotong dan diikat, tanpa dibedong, tengkurapkan bayi dalam keadaan telanjang di dada atau perut ibu dengan melekat pada kulit ibu. Selimuti keduanya. Bila perlu, tutupi kepala bayi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.

d. Biarkan bayi mencari sendiri puting susu ibu. Ibu dapat membantu bayi dengan sentuhan lembut tapi jangan memaksakan bayi ke puting susu.

e. Tendangan lembut, tekanan kaki bayi ke perut ibu akan membantu kontraksi rahim utuk mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan.

f. Remasan tangan bayi pada daerah puting, hentakan kepala ke dada ibu, perilaku bayi menoleh ke kiri dan ke kanan yang menggesek payudara ibu akan merangsang pengeluaran ASI lebih cepat dan mengerutkan rahim.

g. Ajak suami atau keluarga untuk meningkatkan rasa percaya diri ibu dan bersama ibu mengenali tanda-tanda bayi siap menyusu (isap tangan, buka mulut mencari puting, dan keluar air liur)

h. Dalam upaya mencari puting susu, bayi sering menjilati kulit ibu. Hal ini sangat bermanfaat dalam membentuk kekebalan tubuh bayi.

(15)

puting ibu ini membantu mengerutkan rahim (hormon oksitosin) sehingga mengurangi perdarahan.

j. Biarkan bayi tetap tengkurap dengan tubuh bayi menempel pada dada ibu sampai bayi selesai menyusui pertama dan melepas puting.

k. Dalam menyusu pertama bayi memperoleh kolostrum yang kaya akan protein, serta zat kekebalan tubuh yang sangat berguna untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi.

l. Proses di atas dimulai segera dan berlangsung minimal satu jam pertama sejak bayi lahir.

m. Bila persalinan harus melalui proses Cesar, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat tetap dilakukan walaupun kemungkinan berhasilnya sekitar 50% daripada persalinan normal.

4. Bayi tidak dipisahkan dari ibunya (rawat gabung) dan berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam. Dengan melakukan IMD, ASI akan keluar lebih cepat dan banyak. Ketika baru lahir, bayi hanya memerlukan ASI. Makanan atau minuman selain ASI hanya membebani kerja lambung dan saluran pencernaa lain serta ginjal bayi (Depkes RI 2008).

Manfaat IMD

Proses inisiasi menyusui dini memberikan manfaat bagi ibu dan bayi, antara lain :

1. Mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya. Hal ini penting untuk dasar pada interaksi ibu dan bayi selanjutnya.

2. Bagi ibu, IMD menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim berkontarksi dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga membantu pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi. 3. Bagi bayi, IMD bisa meredakan ketegangan dan stres yang kemungkinan

terjadi selama proses kelahiran, memberi rasa nyaman, dan aman. Menghisap merupakan hal alami yang dilakukan bayi di dalam rahim ibu. 4. IMD bisa menyelamatkan nyawa bayi. Faktanya, empat juta bayi

(16)

dalam waktu satu jam pertama akan mengurangi angka risiko kematian bayi (Siswosuharjo & Chakrawati 2010).

Soedjatmiko (2009) dalam bukunya menyatakan bahwa proses menyusui yang baik sejak dini (inisiasi menyusui dini) akan memperkuat ikatan antara ibu dan bayi yang penting untuk perkembangan emosi dan kepercayaan diri di kemudian hari.

Penghambat Inisiasi Menyusui Dini

Beberapa pendapat yang menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan kulit bayi menurut Roesli (2008), antara lain :

1. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya 2. Tenaga kesehatan kurang tersedia

3. Bayi harus dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur. 4. Bayi kedinginan bila diletakkan di dada ibu.

5. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk, sehingga ibu dan bayi harus segera dipindahkan ke ruang perawatan.

6. Ibu harus dijahit setelah melahirkan

7. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore harus segera diberikan setelah lahir.

8. Bayi kurang siaga, sehingga sulit bergerak untuk mencapai puting susu ibu.

9. Kolostrum tidak keluar, atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain (cairan prelaktal).

10. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi. Pemberian ASI Eksklusif

(17)

Pemberian Kolostrum

ASI yang dihasilkan perama kali hingga lima hari pertama setelah kelahiran, berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental yang dikenal dengan nama kolostrum. Kolostrum sangat besar manfaatnya sehingga pemberian ASI pada minggu perama mempunyai arti sangat penting bagi perkembangan bayi selanjutnya (Krisnatuti & Yenrina 2001).

Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai usus bayi yang baru lahir dan membersihkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang. Selain itu banyak mengandung protein dibandingkan dengan ASI matang, serta mengandung zat anti-infeksi 10-17 kali lebih banyak dibandingkan ASI matang. Total energi lebih rendah jika dibandingkan dengan susu matang. Volume kolostrum antara 150-300 ml/24 jam (Roesli 2004).

Hasil penelitian Rahayu (2005) sebesar 26,7% contoh di perkotaan dan 10% contoh di perdesaan tidak memberikan kolotrum pada bayinya. Alasan contoh di perkotaan tidak memberikan kolostrum pada bayinya adalah kotor dan berbau amis (12,5%), tidak diperbolehkan oleh orang tua (37,5%), tidak diperbolehkan oleh bidan(12,5%) dan anak muntah (37,4%). Sedangkan diperdesaan, alasan contoh tidak memberikan kolostrum antara lain tidak diperoehkan oleh orang tua (33,33%), anak muntah (33,33%) dan ibu sakit (33,33%).

Makanan prelaktal

Makanan prelaktal adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Makanan prelaktal biasanya diberikan kepada bayi dengan proses mulai menyusui > 1 jam setelah lahir dengan alasan ASI belum keluar atau alasan tradisi. Pemberian makanan prelaktal dapat diberikan oleh penolong persalinan atau orang tua dan keluarga bayi (Riskesdas 2010).

Hasil penelitian Rahayu (2005) menunjukkan bahwa sebesar 50% baduta di perkotaan dan 76,7% di perdesaan yang diberikan makanan prelaktal dan jenis makanan prelaktal yang banyak diberikan adalah susu.

Pemberian susu formula

(18)

susu sapi, susu formula dan susu bubuk. Biasanya setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan MP-ASI (Makanan Pendamping ASI) seperti makanan semicair (bubur encer dari susu dan sereal beras), buah dan sayur (6-8 bulan), berlanjut pada makanan semipadat atau makanan lunak pada usia 8-12 bulan dan makanan padat saat usia >12 bulan.

Susu formula seharusnya tidak baik jika diberikan pada bayi sejak umur 0-6 bulan. Bayi belum bisa mencerna makanan yang lain. Namun jika bayi tidak puas dengan ASI ibu maka susu formula dapat diberikan setelah bayi berusia empat bulan. Ibu yang bekerja harus tetap memberikan ASI eksklusif dengan cara memeras ASI untuk kemudian dimasukkan ke dalam botol (Kodrat 2010). Pelaksanaan ASI Eksklusif

ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI kepada bayi secara langsung oelh ibunya dan tidak diberikan makanan cair atau padat lainnya kecuali obat tetes atau sirup yang berisi suplemen vitamin, mineral, atau obat (Gibney et al 2005). Hasil penelitian Triani (2010) menunjukan bahwa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah pengetahua inisiasi menyusui dini ibu, status pekerjaan ibu dan pelaksanaan inisiasi menyusui dini.

Pada penelitian Rahayu (2005) hanya sebagian kecil contoh di perkotaan (20%) dan contoh di perdesaan (16,7%) memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Umumnya contoh di perkotan memberikan susu formula kepada bayinya (80%). Sedangkan di perdesaan jumlah contoh yang memberikan susu formula lebih sedikit jika dibandingkan di perkotaan yaitu sebesar 36,7%.

Alasan Pemberian ASI Eksklusif

Hasil penelitian Rachmadewi (2009) menyatakan alasan ibu di perdesaan untuk memberikan ASI eksklusif mayoritas (30,8%) karena anjuran bidan, sedangkan di perkotaan mayoritas ibu (45,4%) memberikan ASI eksklusif karena ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi.

Lama Pemberian ASI Eksklusif

(19)

Jerman. Hal ini terjadi karena pemasaran susu formula pengganti ASI dan kebiasaan menyusui sendiri di antara ibu-ibu dari keluarga kaya umumya sudah digantikan dengan praktik pemberian makanan bayi dengan susu formula (Gibney at al 2009).

Hasil penelitian Rachmadewi (2009) menunjukan sebesar 41,9% bayi di perdesaan dan 25,8% di perkotaan yang memberikan ASI saja hingga usia 4-6 bulan. Hal ini dikarenakan bayi banyak mendapatkan makanan atau cairan sebelum usia 2 bulan.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Dengan menilia status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik (Nasoetion & Riyadi 1995).

Status gizi anak sering dinyatakan dalam ukuran berat badan menurut umur yang kemudian dibandingkan dengan nilai standar dari WHO/NCHS. Ukuran status gizi ini secara internasional disebut Z-score. Anak dengan status gizi normal mempunyai Z-score -2Sd sampai +2Sd. Apabila Z-score berada di bawah -2Sd maka anak tersebut dikatakan menderita gizi kurang dan apabila dibawah -3Sd berarti status gizinya buruk (Khomsan 2004).

Menurut Khomsan (2004) setelah berusia enam bulan, ternyata anak-anak Indonesia cenderung memiliki Z-score antara 1-Sd sampai -2Sd. Hal ini menunjukkan bahwa meski mereka masih termasuk dalam kategori normal, dengan bertambahnya umur (sampai usia balita) anak-anak Indonesia beresiko besar untuk terpuruk menjadi gizi kurang.

Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa dkk 2002).

(20)

biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa dkk 2002).

Soekirman (2000) menyatakan bahwa di dalam ilmu gizi status gizi tidak hanya dapat diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur (U) secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam indikator yang dapat merupakan kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna tersendiri. Misalnya kombinasi antara BB dan U membentuk indikator BB menurut U yang disimbolkan dengan “BB/U”, kombinasi antara TB dan U

membentuk indikator TB menurut U atau “TB/U”, dan kombinasi antara BB dan TB membentuk indikator BB menurut TB atau “BB/TB”.

Indeks Berat Badan Menurut Umur

Berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yanag labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa dkk 2002).

Indikator BB/U dapat normal. lebih rendah, atau lebih tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB/U normal, digolongkan pada status gizi baik. BB/U rendah dapat berarti berstatus gizi kurang atau buruk. Sedangkan BB/U tinggi dapat digolongkan berstatus gizi lebih. Baik status gizi kurang maupu status gizi lebih kedua-duanya mengandung resiko yang tidak baik bagi kesehatan. Status gizi kurang yang diukur dengan indikator BB/U di

dalam ilmu gizi dikelompokkan ke dalam kelompok “berat beban rendah” (BBR)

(21)

BBR tingkat berat atau sangat berat sering disebut sebagai status gizi buruk (Soekirman 2000).

Indikator BB/U menunjukkan sacara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh U juga dipengaruhi oleh TB. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, dan indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini (Soekirman 2000).

Indeks Berat Badan Menurut Panjang atau Tinggi Badan

Pengukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan indikator BB/TB. Ukuran ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Artinya, mereka yang memiliki BB/TB kurang, dikategorikan sebagai

“kurus” atau “wasted” (Soekirman 2000).

Berat badan mempunyai hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks tunggal BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi saat sekarang ini seperti halnya dengan BB/U, dan biasanya digunakan bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Karena indeks BB/TB dapat memberi gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka indeks ini merupakan indikator kekurusan. (Nasoetion & Riyadi 1995).

Indeks Tinggi Badan Menurut Umur

(22)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pilar utama dalam proses menyusui adalah inisiasi dini atau lebih dikenal dengan inisiasi menyusui dini (IMD). IMD didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi menyusui sendiri setelah kelahiran (Yuliarti 2010). Pada pelaksaan IMD, bayi diberikan kesempatan untuk mencari sendiri sumber susu ibunya tanpa adanya bantuan dari tenaga medis. Keberhasilan pelaksanaan IMD sangat bergantung pada, pelayanan tempat bersalin, dukungan anggota keluarga, sikap, pengetahuan dan motivasi bidan atau dokter, promosi IMD melalui media, serta manajemen laktasi ibu.

Selain itu pelaksanaan IMD juga dipengaruhi oleh pengetahuan IMD ibu. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik cenderung akan melaksanakan IMD sesaat setelah bayi dilahirkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati (2010) terdapat hubungan antara pengetahuan IMD ibu dengan pelaksaaan IMD. Ibu yang memiliki pengetahuan baik dan melakukan IMD sebesar 72% sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan yang baik dan tidak melaksanakan IMD hanya sebesar 4%.

Pelaksaan IMD merupakan salah satu langkah awal keberhasilan pemberian ASI selanjutnya. Program ASI eksklusif merupakan program pemberian ASI saja hingga usia enam bulan tanpa makanan tambahan. Program pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu program yang sedang digalakan pemerintah karena masih rendahnya ibu yang bersedia memberikan ASI eksklusif pada anaknya. Pemberian ASI eksklusif merupakan satu hal yang sangat penting karena akan memberikan pengaruh pada status gizi batita.

(23)

Keterangan :

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti

: hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI eksklusif Serta Status Gizi Batita

Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini :  Tenaga medis yang

menangani kelahiran

 Proses kelahiran

 Langkah

pelaksanaan IMD Pengetahuan IMD Ibu :

 Makanan sumber zat gizi

 ASI Eksklusif

 Definisi IMD

 Langkah IMD

 Manfaat IMD

 Penghambat IMD

Status gizi batita : BB/U; BB/TB; TB/U

Pemberian ASI Eksklusif :  Pemberian kolostrum

 Alasan tidak memberikan kolostrum

 Pemberian ASI eksklusif

 Alasan pemberian ASI eksklusif

 Lama pemberian ASI Eksklusif

Faktor keberhasilan IMD :  Pelayanan tempat

bersalin

 Dukungan anggota keluarga

 Sikap,

pengetahuan, dan motivasi bidan atau dokter

 Promosi IMD melalui media

 Manajemen laktasi ibu.

Karakteristik keluarga  Pendapatan orang tua

 Besar keluarga Karakteristik ibu

 Umur

 Pekerjaan

(24)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional study. Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor mewakili daerah perdesaan sedangkan Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor mewakili daerah perkotaan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sampling dengan alasan masih banyaknya ibu yang melahirkan tanpa ditolong oleh tenaga non medis dan belum ada penelitian yang berkaitan tentang inisiasi menyusui dini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah batita dan ibunya yang tinggal di Desa Sukajadi dan Kelurahan Situgede. Populasi dalam penelitian ini adalah batita yang tinggal di desa dan kelurahan terpilih. Total populasi batita Situgede sebanyak 319 batita dan total populasi batita Sukajadi sebanyak 359 batita. Kriteria contoh adalah batita tercatat di posyandu, berusia 12-35 bulan, tinggal bersama ibunya di lokasi terpilih, serta bersedia untuk dijadikan contoh.

Jumlah minimal contoh yang diperlukan dalam penelitian diperoleh melalui perhitungan dengan derajat kepercayaan yang diinginkan sebesar 95% dan batas toleransi sebesar 15%, dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Lemeshow et al 1997) :

n0= (Z1-α/2)2 .P(1-P) = (1,96)2. 0,20 (1-0,20) = 27,3 ≈ 27

d2 0,152

Keterangan :

n0 = jumlah contoh penelitian yang akan dipilih Z = tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)

P = estimasi proporsi pelaksanaan IMD (20%) d = tingkat presisi (15%)

(25)

Keterangan :

n = jumlah contoh posyandu

b = jumlah batita yang memenuhi kriteria

P = populasi batita di tiga posyandu yang memenuhi kriteria Nmin = jumlah contoh minimal

Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dan diambil dari populasi yang ada sehingga di dapatkan total populasi keseluruhan batita di Desa Sukajadi yang memenuhi kriteria sebesar 241 batita dan di Kelurahan Situgede sebesar 235 batita. Contoh diambil dari posyandu yang memiliki jumlah batita terbanyak. Terdapat 3 posyandu di Desa Sukajadi (Posyandu RW II, RW IV, dan RW V) dan Kelurahan Situgede (RW III, RW IV, dan RW V) yang memiliki jumlah batita terbanyak. Populasi batita dari tiga posyandu terpilih yang memenuhi kriteria adalah 101 batita di Desa Sukajadi dan 97 batita di Kelurahan Situgede. Penarikan contoh posyandu dilakukan dengan Simple Random Sampling sehingga didapatkan 31 contoh yang diambil pada masing-masing daerah sehingga total contoh yang didapatkan adalah 62 contoh.

purposive

purposive

Gambar 2 Kerangka penarikan contoh Desa dan Kota

(26)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik batita (umur, jenis kelamin, dan berat saat lahir), ibu (umur, pendidikan, dan pekerjaan), keluarga batita (besar keluarga dan pendapatan keluarga), pengetahuan IMD ibu, pelaksanaan IMD, pemberian ASI eksklusif, dan data status gizi batita (berat badan dan tinggi badan). Data pelaksanaan IMD meliputi langkah pelaksanaan IMD. Data pemberian ASI eksklusif meliputi, pemberian kolostrum, alasan tidak pemberian kolostrum, pemberian makanan prelaktal, jenis makanan prelaktal, pemberian susu formula, pelaksanaan pemberian ASI eksklusif, alasan pemberian ASI eksklusif, dan lama pemberian ASI Eksklusif. Data sekunder berupa keadaan umum wilayah.

Pengumpulan data primer yang meliputi karakteristik batita, ibu dan keluarga, pengetahuan IMD ibu, pelaksanaan IMD, dan data pemberian ASI eksklusif diperoleh dengan metode wawancara terstruktur, yaitu menggunakan kuisioner. Data status gizi diperoleh dengan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Alat pengukur yang digunakan berupa timbangan injak dengan ketelitian 0,5 kg dan microtoise. Data sekunder yang berupa data mengenai keadaan umum wilayah yang diperoleh dari data profil desa. Secara keseluruhan variabel, data yang diperlukan dan cara pengumpulan data ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Data yang dikumpulkan Cara pengumpulan

1 Karakteristik batita a. Umur

b. Jenis kelamin c. Berat saat lahir

Wawancara dengan kuisioner

2 Karakteristik keluarga a. Besar keluarga b. Pendapatan keluarga

Wawancara dengan kuisioner 3 Karakteristik ibu a. Umur

b. Pendidikan c. Pekerjaan

Wawancara dengan kuisioner

4 Status gizi batita a. Berat badan b. Tinggi badan

Pengukuran dengan timbangan

dan microtoise

5 Pengetahuan IMD ibu a. Makanan sumber zat gizi b. ASI Eksklusif

c. Definisi IMD

d. Langkah-langkah IMD e. Manfaat IMD

f. Faktor penghambat IMD

Wawancara dengan kusioner

(27)

Tabel 1.Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Data yang dikumpulkan Cara

pengumpulan 7 Pemberian ASI a. Pemberian kolostrum

b. Alasan pemberian kolostrum c. Pemberian makanan prelaktal d. Pemberian susu formula

e. Pelaksanaan pemberian ASI eksklusif

f. Alasan pemberian ASI eksklusif g. Lama pemberian ASI Eksklusi

Wawancara dengan kuisioner

8 Gambaran Umum lokasi penelitian

Arsip desa dan kelurahan

Pegolahan dan Analisis Data

Pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan analisis. Data yang diperoleh dianalisis deskriptif dan inferensia dengan sistem komputerisasi menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16 for window. Hubungan antara variabel penelitian dianalisis secara statistik dengan menggunakan Rank Spearman Correlation Test, uji beda dengan menggunakan Indipendent t-Test dan Mann Withney.

Karakteristik batita. Data karakteristik batita yang terdiri atas umur, jenis kelamin, dan berat bayi saat lahir. Umur batita berkisar antara 12-35 bulan. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Berat bayi lahir dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu BBLR jika berat bayi lahir <2500 gram dan normal jika berat bayi lahir > 2500 gram. Data yang didapat ditabulasi, dianalisis secara deskriptif dan diuji beda.

Karakteristik ibu. Data karakteristik ibu meliputi : umur, pekerjaan dan pendidikan. Umur ibu dikategorikan menjadi 4, yaitu remaja (< 20 tahun), dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun), dan dewasa lanjut (>65 tahun). Pendidikan ibu dikategorikan menjadi 6, yaitu tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, Akademik/D1/D2/D3, dan Universitas/Sarjana. Pekerjaan ibu dikelompokkan menjadi 10, yaitu petani punya lahan, petani tanpa lahan, supir, tukang ojek, tidak bekerja, wiraswasta, PNS, guru di sekolah, pegawai swasta, dan buruh pabrik. Data yang didapat ditabulasi, dianalisis secara deskriptif dan uji beda.

Karakteristik keluarga. Data karakteristik keluarga yang meliputi : besar keluarga dan pendapatan. Besar keluarga dikategorikan menjadi 3, yaitu keluarga kecil kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar

(28)

bulan yang dihasilkan dari pendapatan kepala keluarga dan anggota keluarga lain dibagi dengan besar keluarga dinilai dalam satuan rupiah. Data yang didapat ditabulasi, dianalisis secara deskriptif dan diuji beda.

Status gizi. Status gizi batita dihitung berdasarkan indeks berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan dan diolah menggunakan software WHO Anthroplus 2007 . Tingkat status gizi diklasifikasikan berdasarkan Z-skor menurut Depkes RI 2010 adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Klasifikasi status gizi berdasarkan Z-skor Depkes RI 2010

Status gizi Z-skor Status gizi

BB/U

Z-skor ≤-3 SD

-3 SD < Z-skor < -2 SD

-2 SD < Z-skor < 2 SD

Z-skor ≥ 2 SD

Gizi buruk

Gizi kurang

Gizi baik

Gizi lebih

TB/U

Z-skor ≤-3 SD

-3 SD < Z-skor <- 2 SD

- 2 SD < Z-skor < 2 SD

Z-skor ≥ 2 SD

Sangat pendek

Pendek

Normal

Tinggi

BB/TB

Z-skor ≤-3 SD

-3 SD < Z-skor <- 2 SD

-2 SD < Z-skor < 2 SD

Z-skor ≥ 2 SD

Sangat kurus

Kurus

Normal

Gemuk

Pengetahuan IMD ibu. Data pengetahuan IMD ibu diukur dengan menggunakan kuisioner yang berisikan 20 pertanyaan mengenai makanan sumber zat gizi, ASI eksklusif, definisi IMD, langkah-langkah IMD, pentingnya IMD, faktor penghambat IMD, manfaat IMD. Pertanyaan untuk jawaban benar diberikan skor 1 dan jawaban salah diberikan skor 0 sehingga skor maksimal yang diperoleh adalah 20 dan skor minimal adalah 0. Pengetahuan IMD ibu kemudian di kategorikan ke dalam tiga kategori yaitu, tingkat pengetahuan IMD ibu baik jika total nilai > 80%, sedang jika total nilai berada antara selang 60 – 80%, dan rendah jika total nilai < 60% (Khomsan 2000).

(29)

hingga sepuluh yang berupa respon yang diberikan bayi setelah berada di perut ibu. Data yang didapatkan ditabulasi, dianalisis deskriptif dan di uji beda.

Pemberian ASI Esklusif. Pemberian ASI eksklusif diukur dengan menggunakan 8 pertanyaan tentang pemberian kolostrum, alasan tidak memberiakan kolostrum, pemberian makanan prelaktal, jenis makanan prelaktal, pemberian susu formula, pelaksanaan pemberian ASI eksklusif, alasan pemberian ASI eksklusif dan lama pemberian ASI Eksklusif. Data yang didapat ditabuasi, dianalisis deskriptif dan diuji beda.

Tabel 3. Pengelompokkan dan pengkategorian variabel

No Variabel Pengelompokkan atau pengkategorian

Data Primer

1 Karakteristik batita

Umur batita (WHO 2008) 1) 12 – 23 bulan 2) 24 – 35 bulan Berat baru lahir ... kg

Jenis kelamin 1) Laki-laki

2) Perempuan 2 Karakteristik keluarga

Besar keluarga (BKKBN 1998) 1) Keluarga kecil (≤ 4 orang) 2) Keluarga sedang (5-6 orang) 3) Keluarga besar (≥ 7 orang) Pendapatan keluarga dinyatakan

dalam pendapatan/kapita/bulan (BPS 2010)

Berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat tahun 2010.

1) Miskin (< Rp 198 772) 2) Tidak miskin (≥ Rp 198 772 3 Karakteristik ibu

Umur 1) Remaja (< 20 tahun)

2) Dewasa awal (20-40 tahun) 3) Dewasa tengah (41-65 tahun) 4) Dewasa lanjut (>65 tahun)

Pekerjaan 1) Petani punya lahan

2) Petani tanpa lahan 3) Supir

4) Tukang ojek 5) Tidak bekerja 6) Wiraswasta 7) PNS

8) Guru di sekolah 9) Pegawai swasta 10) Buruh pabrik

Pendidikan 1) Baik > 80%

2) Sedang 60% – 80% 3) Rendah < 60% 4 Pengetahuan IMD ibu (Khomsan

2000)

1) Baik > 80%

2) Sedang 60% – 80% 3) Rendah < 60%

5 Pelaksanaan IMD 1) Melaksanakan

(30)

Tabel 3. Pengelompokkan dan pengkategorian variabel

Definisi Operasional

ASI eksklusif adalah proses pemberian ASI saja tanpa makanan tambahan selama 6 bulan.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga batita, dikategorikan menjadi

keluarga besar (≥ 7 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga

kecil (≤ 4 orang) (BKKBN 1998).

Contoh adalah batita dan ibunya yang tinggal di lokasi terpilih dan tercatat di posyandu.

No Variabel Pengelompokan atau pengkategorian

Data Primer

6 Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian Kolostrum 1) Ya

2) Tidak

Alasan tidak memberikan kolostrum

1) Cair, kotor, dan berbau amis 2) Tidak diperbolehkan

3) lainnya sebutkan...

Pemberian makanan prelaktal 1) Ya 2) Tidak Jenis makanan atau minuman yang

diberikan

Pemberian susu formula (Khomsan 2003)

1) ≥ 6 bulan 2) < 6 bulan

Pelaksanaan ASI eksklusif 1) Ya 2) Tidak

Alasan pemberian ASI eksklusif

Lama pemberian ASI eksklusif (Khomsan et al 2009)

1) 6 bulan 2) 4 – 5 bulan 3) < 4 bulan

7 Status gizi batita

BB/U (Depkes RI 2010)

1) <-3 SD Z-skor (Gizi buruk)

2) -3 SD < Z-skor <-2 SD (Gizi kurang) 3) -2 SD < Z-skor < 2 SD (Gizi baik) 4) > 2 SD Z-skor (Gizi lebih)

TB/U

1) Z-skor ≤-3 SD (Sangat pendek) 2) -3 SD < Z-skor <- 2 SD (Pendek) 3) - 2 SD < Z-skor < 2 SD (Normal) 4) ≥ 2 SD Z-skor (Tinggi)

BB/TB

1) Z-skor ≤-3 SD (Sangat kurus) 2) -3 SD < Z-skor <- 2 SD (Kurus) 3) -2 SD < Z-skor < 2 SD (Normal) 4) ≥ 2 SD Z-skor (Gemuk)

Data Sekunder

[image:30.595.88.537.109.618.2]
(31)

Inisiasi Menyusui Dini adalah tindakan segera setelah bayi diletakkan menempel di dada atau perut ibu, dibiarkan merayap mencari putting, kemudian menyusu sampai puas (Depkes RI 2008).

Jenis Kelamin adalah identitas seksual yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pekerjaan Ibu adalah jenis pekerjaan ibu meliputi petani punya lahan, petani tanpa lahan, supir, tukang ojek, tidak bekerja, wiraswasta, PNS, guru di sekolah, pegawai swasta, dan buruh pabrik

Pemberian ASI Eksklusif adalah keterangan mengenai pemberian ASI Eksklusif yang terdiri dari pemberian kolostrum, alasan tidak memberikan kolostrum, pemberian makanan prelaktal, pemberian susu formula, pelaksanaan pemberian ASI eksklusif, lama pemberian ASI eksklusif, dan alasan memberikan ASI eksklusif.

Pendapatan per kapita per bulan adalah jumlah pendapatan per bulan yang dihasilkan dari pendapatan kepala keluarga dan anggota keluarga lain dibagi dengan besar keluarga dinilai dalam satuan rupiah.

Pengetahuan IMD ibu adalah tingkat pengetahuan ibu tentang, makanan sumber zat gizi, kehamilan, ASI eksklusif, definisi IMD, langkah pelaksanaan IMD, manfaat IMD dan faktor penghambat IMD. Tingkat pengetahuan IMD ibu dihitung dalam persentase serta dikategorikan menjadi rendah jika skor <60%, sedang jika skor 60-80%, dan tinggi jika skor >80% (Khomsan 2000).

Perdesaan adalah wilayah penilitian yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor yaitu Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari.

Perkotaan adalah wilayah penelitian yang terletak di wilayah Kota Bogor yaitu Kelurahan Situgede.

Responden adalah ibu dari batita terpilih.

Status gizi batita adalah perbandingan antara berat badan dengan umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang diklasifikasikan berdasarkan Depkes RI 2010.

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis

Kelurahan Situgede merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor yang menjadi salah satu lokasi penelitian mewakili daerah perkotaan. Kelurahan Situgede memiliki luas wilayah 232,47 Ha dan terdiri dari 33 RT dalam 10 RW. Secara geografis, Kelurahan Sitgede dibatasi oleh Kelurahan Bubulak di sebelah timur, Desa Cikarawang di sebelah barat, Kali Cisadane di sebelah utara, dan Kali Sindangbarang di sebelah selatan.

Desa Sukajadi memiliki luas wilayah 304,139 Ha yang terbagi kedalam 3 Dusun, dan 32 RT dalam 11 RW. Secara geografis, Desa Situgede berbatasan dengan Desa Purwasari, Desa Petir, dan Desa Sukadami Kecamatan Dramaga disebelah utara, Desa Sukajaya disebelah timur, Gunung Salak disebelah selatan, dan Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya disebelah barat.

Sosio Demografi

Umur dan Jenis Kelamin. Jumlah penduduk Kelurahan Situgede adalah 7.941 jiwa yang terdiri dari 4.048 orang laki-laki dan 3.893 orang perempuan dengan 2.228 kepala keluarga. Jumlah penduduk paling banyak tersebar pada kelompok umur 20-29 tahun.

Jumlah penduduk Desa Sukajadi adalah 7.828 jiwa yang terdiri dari 3.915 orang laki-laki dan 3.913 orang perempuan dengan 1.805 kepala keluarga. Jumlah penduduk paling besar tersebar pada kelompok umur 0-4 tahun.

Pendidikan Penduduk. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan pada Kelurahan Situgede yang terbanyak berada pada lulusan Sekolah Dasar atau sederajat, yaitu sebanyak 3.121 orang. Lulusan akademi dan perguruan tinggi mencapai 133 orang.

Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan pada Desa Situgede yang terbanyak berada pada lulusan Sekolah Dasar atau sederajat, yaitu sebanyak 2.523 orang dan sebanyak 4.572 orang tidak tamat Sekolah Dasar atau sederajat.

(33)

penduduk yaitu petani (357 orang), swasta/BUMN/BUMD (165 orang), wiraswasta/pedagang (137 orang) dan jasa (132 orang).

Jumlah penduduk menurut mata pencaharian pada Desa Sukajadi terbanyak bermata pencaharian sebagai buruh tani, yaitu sebanyak 1.422 orang. Pekerjaan lain yang banyak ditekuni adalah pedagang (637 orang), pengrajin (629 orang) dan swasta (362 orang).

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Situgede terdiri dari : saran dan prasarana kesehatan berupa poliklinik (1 buah), praktek bidan (1 buah), balai pengobatan (2 buah), posyandu (11 buah). Sarana dan prasarana peribadatan berupa masjid (10 buah) dan mushola (9 buah). Sarana dan prasarana pendidikan umum negeri berupa sekolah dasar (5 buah) dan SMP (1 buah). Sarana dan prasarana pendidikan umum swasta berupa TK (3 buah), RA (7 buah), SMP (1 buah), dan MA (1 buah). Sarana dan prasarana pendidikan luar sekolah berupa PAUD (3 buah) dan kejar paket B (1 buah).

Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Sukajadi terdiri dari : Sarana pendidikan umum berupa TK (1 buah), SD/MI (2 buah) dan SLTP (1 buah). Sarana pendidikan Islam, yaitu PAUD (4 buah), RA/TK Al-Qur’an (1 buah), MTs (1 buah), Pondok Pesantren (2 buah), dan Majelis Taklim (11 buah). Sarana dan prasarana peribadatan yang ada berupa masjid (12 buah) dan mushola (32 buah). Sarana dan prasarana kesehatan dan tenaga medis yang melaksanakan praktek di desa, yaitu puskesmas (1 buah), posyandu (11 buah), bidan desa (1 orang), dukun beranak tak terlatih (3 orang), dan kader posyandu (33 orang).

(34)

Karakteristik Batita

Sebagian besar batita baik di perkotaan maupun perdesaan berjenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 59,7% dan 40,3% berjenis kelamin perempuan. Di perkotaan sebesar 67,7% batita berjenis kelamin laki-laki dan 32,3% berjenis kelamin perempuan. Sedangkan di perdesaan persentase batita yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 51,6% dan perempuan sebesar 48,4%.

Umur batita dari contoh penelitian berkisar antara 12-35 bulan. Rata-rata umur batita di perkotaan dan perdesaan adalah 23,5 bulan. Sebesar 58,1% batita di perkotaan berusia antara 24-35 bulan dan 41,9% batita berusia 12-23 bulan. Pada daerah perdesaan sebesar 48,4% batita berusia antara 24-35 bulan dan 51,6% batita berusia antara 12-23 bulan. Masa batita (bawah tiga tahun) merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo & Anggraini 2010). Uji t yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara umur bayi di perkotaan dan perdesaan (p>0,05).

[image:34.595.110.518.634.743.2]

Berat bayi lahir dikatan rendah jika berat badan lahir < 2500 gram. Rata-rata berat bayi lahir di perkotaan dan perdesaan adalah 3200 gram. Sebesar 96,8% batita di perkotaan dan perdesaan memiliki berat badan lahir diatas 2500 gram dan 3,2% batita memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara berat bayi lahir di perkotaan dan perdesaan. Tidak adanya perbedaan antara berat bayi lahir dikedua lokasi diduga karena ibu dikedua daerah telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan dapat menjaga janinnya selama masa kehamilan

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, umur, dan berat bayi lahir

Variabel Perkotaan Perdesaan Total

n % n % n %

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 21 10 67,7 32,3 16 15 51,6 48,4 37 25 59,7 40,3 Umur (bulan) 12-23 24-35 13 18 41,9 58,1 16 15 51,6 48,4 29 33 46,8 53,2

(35)

Tabel 4 (Lanjutan)

Variabel Perkotaan Perdesaan Total

n % n % n %

Berat bayi lahir < 2500 gram

≥ 2500 gram 30 1

3,2 96,8

1 30

3,2 96,8

2 60

3,2 96,8

Rata-rata berat badan lahir 2,9 2,9 2,9

Karakteristik Ibu Umur ibu

Sebaran umur ibu dikelompokkan menjadi empat, yaitu remaja (< 20 tahun), dewasa awal ( 20-40 tahun), dewasa tengah ( 41-65 tahun), dan dewasa

akhir ( ≥ 65 tahun). Harlock (1998) menyatakan bahwa orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (< 20 tahun) cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anak dan lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kulitas dan kuantitas pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya, pada ibu yang memiliki usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati.

Sebesar 96,8% umur ibu di perkotaan tergolong ke dalam dewasa awal (20-40 tahun) dan 3,2% tergolong ke dalam dewasa tengah (41-65 tahun). Sedangkan di perdesaan sebesar 3,2% umur ibu tergolong ke dalam remaja (< 20 tahun), 93,5% tergolong ke dalam dewasa awal (20-40 tahun), dan sebesar 3,2% tergolong ke dalam dewasa akhir (41-65 tahun). Rata-rata umur ibu di perkotaan sebesar 31 tahun sedangkan di perdesaan sebesar 28 tahun. Hasil uji t test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara ibu di perkotaan dan perdesaan. Tabel 5 menunjukkan sebaran umur ibu.

Tabel 5 Sebaran umur ibu

Kategori umur Perkotaan Perdesaan Total

n % n % n %

Remaja (< 20) 0 0 1 3,2 1 1,6

Dewasa awal (20-40) 30 96,8 29 93,5 59 95,2

Dewasa tengah (41-65) 1 3,2 1 3,2 2 3,2

Rata-rata umur ibu ± SD 28,4 30,7 29,5

Pendidikan ibu

(36)

46,8% ibu tergolong tamatan SD, 29% tergolong tamatan SMP, 22,6% tergolong tamatan SMA dan 1,6% tergolong tamatan akademik.

Tingkat pendidikan ibu di perkotaan lebih baik dibandingkan di perdesaan. Sebesar 29% ibu di perkotaan tergolong tamatan SD, 32,3% ibu tergolong tamatan SMP, 35,5% tergolong tamatan SMA dan sebesar 3,2% tergolong kedalam tamatan Akademik. Sedangkan di daerah perdesaan sebesar 64,5% ibu tergolong tamatan SD, 25,8% tergolong tamatan SMP, dan 9,7% tergolong tamatan SMA. Gunarsa dan Gunarsa (2000) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi komunikasi antara orang tua dan anak di dalam lingkungan keluarga. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita & Fallah 2004).

Hasil uji beda menunjukkan terdapat berbedaan nyata antara tingkat pendidikan di perkotaan dan perdesaan (p<0,05), dimana tingkat pendidikan ibu di perkotaan lebih baik dibandingkan di perdesaan. Hal ini diduga karena masih terbatasnya akses akan pendidikan di daerah tersebut serta serta tingkat ekonomi di perdesaan yang lebih rendah menyebabkan mereka lebih cenderung untuk bekerja dibandingkan bersekolah. Tabel 6 menunjukkan sebaran tingkat pendidikan ibu.

Tabel 6 Sebaran tingkat pendidikan ibu

Tingkat pendidikan

Pendidikan ibu

Total Perkotaan Perdesaan

n % n % n %

Tamat SD 9 29 20 64,5 29 46,8

Tamat SMP 10 32,3 8 25,8 18 29

Tamat SMA 11 35,5 3 9,7 14 22,6

Akademik/D1/D2/D3 1 3,2 0 0 1 1,6

Pekerjaan ibu

(37)

batitanya dengan memperhatikan perkembangan dan status gizi batitanya. Hal ini dapat memberikan dampak yang baik status gizi batita mereka.

Mulyani (1990) menyatakan bahwa semakin bertambah luasnya lapangan kerja maka semakin mendorong banyaknya kaum wanita yang bekerja, terutama di sektor swasta. Di satu sisi, hal tersebut berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. Perhatian terhadap pemberian makan anak menjadi kurang, sehingga cenderung dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi, yang selanjutnya berpengaruh buruk terhadap tumbuh kembang dan perkembangan otak anak. Tabel 7 menunjukkan sebaran contoh menurut pekerjaan.

Tabel 7 Sebaran contoh menurut pekerjaan

Jenis pekerjaan

Ibu Total

Perkotaan Perdesaan

n % n % n %

Tidak bekerja 28 90,3 30 96,8 58 93,5

Wiraswasta 3 9,7 1 3,2 4 6,5

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

Secara keseluruhan rata-rata jumlah anggota keluarga di perkotaan dan perdesaan adalah 5 orang. Sebesar 50% tergolong kedalam keluarga kecil (≤ 4

orang) dan sebesar 16% tergolong ke dalam keluarga besar (≥7 orang). Jumlah

anggota keluarga terbesar yang dimiliki oleh contoh adalah 9 orang dan terkecil sebanyak 3 orang.

Berdasarkan pada hasil penelitian sebesar 45,2% contoh di perkotaan

tergolong kedalam keluarga kecil (≤ 4 orang), 35,3% tergolong kedalam keluarga

sedang (5-6 orang) dan 19,4% tergolong kedalam keluarga besar (≥7 orang).

Sedangkan di perdesaan persentase keluarga kecil (≤ 4 orang) memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan perkotaan, yaitu sebesar 54,8%. Sebanyak 32,3% dari contoh tergolong kedalam keluarga sedang (5-6 orang) dan 12,9% tergolong kedalam keluarga besar (≥7 orang).

(38)

Tabel 8 Sebaran contoh menurut besar keluarga

Besar keluarga (orang) Perkotaan Perdesaan Total

n % n % n %

Kecil(≤ 4) 14 45,2 17 54,8 31 50

Sedang (5-6) 11 35,3 10 32,3 21 34

Besar (≥7 ) 6 19,4 4 12,9 10 16

Rata-rata (orang) 5 5 5

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga dinyatakan dalam pendapatan/kapita/bulan. Pendapatan/kapita/bulan dibandingkan dengan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat tahun 2010 sehingga dapat digolongkan menjadi keluarga miskin (< Rp

198.772) dan tidak miskin (≥ 198.772).

Berdasarkan pada penelitian secara keseluruhan rata-rata pendapatan/kapita/bulan keluarga contoh adalah Rp 249.598. Sebesar 56% keluarga contoh tergolong dalam keluarga tidak miskin dan sebesar 44% tergolong keluarga miskin.

[image:38.595.110.520.654.717.2]

Rata-rata pendapatan/kapita/bulan keluarga di perkotaan lebih besar (Rp 284.884) dibandingkan perdesaan (Rp 214.312). Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara pendapatan di perkotaan dan perdesaan. Berdasarkan garis kemiskinan, sebesar 41,9% keluarga contoh di perkotaan dan 45,2% di perdesaan termasuk kedalam keluarga miskin dan sebesar 58,1% keluarga contoh di perkotaan dan 54,8% keluarga contoh di perdesaan termasuk kedalam keluarga tidak miskin. Rendahnya pendapatan merupakan kendala yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam. Nasoetion dan Riyadi (1994) menyatakan bahwa tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu membeli pangan dalam jumah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi. Tabel 9 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan.

Tabel 9 Sebaran contoh menurut pendapatan per kapita per bulan

Pendapatan/kap/bulan Perkotaan Perdesaan Total

n % n % n %

Miskin 13 41,9 14 45,2 27 44

Tidak miskin 18 58,1 17 54,8 35 56

(39)

Pengetahuan Inisiasi Menyusui Dini Ibu

Pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu dikategorikan menjadi tiga yaitu pengetahuan inisiasi menyusi dini ibu tergolong baik jika total nilai >80%, sedang jika total nilai antara 60%-80%, dan rendah jika total nilai <60%. Berdasarkan pada hasil penelitian pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu di perkotaan dan perdesaan tergolong sedang dan tinggi dengan nilai terkecil adalah 9 dan terbesar 20. Sebesar 58,1% ibu di perkotaan memiliki pengetahuan IMD sedang, 38,7% memiliki pengetahuan IMD tinggi dan 3,2% memiliki pengetahuan IMD rendah. Di perdesaan sebesar 51,6% ibu memiliki pengetahuan IMD sedang, 35,5% memiliki pengetahuan IMD tinggi dan 12,9% memiliki pengetahuan IMD rendah. Tabel 10 menunjukkan sebaran pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu

Tabel 10 Sebaran pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu Tingkat pengetahuan IMD

ibu

Perkotaan Perdesaan Total

n % n % n %

Rendah (<60%) 1 3,2 4 12,9 5 8,1

Sedang (60%-80%) 18 58,1 16 51,6 34 54,8

Tinggi (≥80%) 12 38,7

Gambar

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi
Tabel 1Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2. Klasifikasi status gizi berdasarkan Z-skor Depkes  RI 2010
Tabel 3. Pengelompokkan dan pengkategorian variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Djoko Susilo Adhy, MT , selaku dosen pembimbing I terimakasih telah memberikan ilmunya serta semangat dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Nina Anindyawati,

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 80 perawat pelaksana menunjukan bahwa motivasi intrinsik (kepuasan = satisfiers) perawat pelaksana tidak baik

Hasil analisis ASD menunjukkan sampel batuan terdiri dari mineral – mineral lempung yang memiliki pH dan temperatur tinggi berupa silika, alunit, piropilit, dikit,

Relawan Demokrasi melakukan sosialisasi politik yang merupakan bagian dari upaya peningkatan partisipasi pemilu, dimana pemilu merupakan bagian penting dalam sistem

Alat yang dirancang sudah sesuai dengan yang diharapkan, di mana cermin solatube dapat bergerak sesuai dengan sudut yang ditentukan melalui pendeteksian cahaya

Dilihat dari kandungan asam lemak tidak jenuh yang relatif tinggi, maka minyak biji Kembang Merak sangat berpotensi untuk dikembangkan dalam bidang kosmeik dan pangan.

Admin terlebih dahulu harus melakukan login untuk dapat melakukan lihat jadwal lapangan B, jika login tidak valid maka admin harus memasukkan username dan