• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARATIF EFEKTIVITAS PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) USAHATANI PADI SECARA ORGANIK DAN PADI SECARA KONVENSIONAL DI KECAMATAN PANDAK, KABUPATEN BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARATIF EFEKTIVITAS PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) USAHATANI PADI SECARA ORGANIK DAN PADI SECARA KONVENSIONAL DI KECAMATAN PANDAK, KABUPATEN BANTUL"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARATIF EFEKTIVITAS PENERAPAN STANDAR

OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) USAHATANI PADI SECARA

ORGANIK DAN PADI SECARA KONVENSIONAL DI KECAMATAN

PANDAK,

KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Disusun oleh :

Ayusri Fitria Ningsih

20120220096

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat karunia serta hidayahNya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Komparatif Efektivitas

Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Usahatani Padi Secara Organik

dan Padi Secara Konvensional di Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul”.

Terwujudnya skripsi ini tentunya tidak lepas dari bimbingan dan dukungan

dari berbagai pihak, sehingga dengan penuh kerendahan hati dan rasa hormat

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr.Ir,Sriyadi, MP, selaku dosen pembimbing utama.

2. Ir.Lestari Rahayu, MP selaku dosen pembimbing pendamping.

3. Kedua orang tuaku Nasiono dan Jumirah yang telah memberikan doa,

restu, dan dukungan baik moral maupun material.

4. Sahabat seperjuangan, Wilda Fitra KH .S.P, Sri Utami L, Aprilia, Sigit,

Ezal, Rona Dyas, Friska Arsalina, dan Rekan kelas AGRI C 2012.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis menerima

segala saran, kritik, dan juga masukan. Namun demikian penulis berharap skripsi

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Yogyakarta, 31 Agustus 2016

(3)

DAFTAR ISI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka... 8

B. Penelitian Terdahulu ... 12

C. Kerangka Pemikiran ... 13

D. Hipotesis ... 14

III.METODE PENELITIAN ... 23

A. Metode Pengambilan Sampel ... 23

B. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data... 25

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah... 25

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 26

E. Analisis Data... 24

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 39

A. Letak Geografis dan Topografi Kecamatan Pandak ... 39

B. Keadaan Penduduk ... 40

C. Keadaan Sosial Ekonomi ... 45

D. Keadaan Pertanian ... 48

E. Profil Gapoktan “Mitra Usaha Tani” ... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Identitas Petani Padi ... 54

B. Penerapan Standar Operasional Prosedur Usahatani Padi Secara organik dan Secara Konvensional ... 60

C. Efektivitas Standart Operasional Prosedur Usahatani Padi Organik dan Padi konvensional ... 78

(4)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produktivitas Tanaman Padi DIY, 2010-2014 (Ku/Ha)... 3

Tabel 2. Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Padi Organik ... 12

Tabel 3. Standar Operasional Prosedur Pertanian padi secara konvensional Hazton .. 9

Tabel 4. Daftar Kelompok Tani dalam Gapoktan Mitra Usaha Tani Desa Wijirejo Kecamatan Pandak Kab. Bantul /(Jiwa) ... 24

Tabel 5. Skor VariabelProses Pertanian Padisecara organik Sesuai SOP ... 29

Tabel 6. Skor Variabel Proses Pertanian Padi secara Konvensional Sesuai SOP ... 24

Tabel 7. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelmin Diwilayah kecamatan Pandak Tahun 2015... 40

Tabel 8. Komposisi penduduk berdasarkan Usia di Kecamatan Pandak ... 42

Tabel 9. Komposisi penduduk menurut mata pecaharian di Kecamatan Pandak. ... 43

Tabel 10. Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan... 44

Tabel 11. Komposisi Sarana Ekonomi di Kecamatan Pandak ... 46

Tabel 12. Sarana Transportasi Kecamatan Pandak ... 47

Tabel 13. Tanaman Pangan Kecamatan Pandak 2016 ... 48

Tabel 14. Tabel Penggunaan Lahan pertanian dikecamatan Pandak ... 49

Tabel 15. Identitas Petani dalam sebaran usia petani padi secara Organik dan usahatani padi secara Konvensional ... 56

Tabel 16.Tingkat pendidikan petani usahatani padi secara organik dan secara konvensional ... 57

Tabel 17. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani secara organik dan konvensional ... 58

Tabel 18. Kepemilikan Lahan Usahatani Padi Secara Organik dan Konvensional ... 59

Tabel 19. Skor Perbandingan Penerapan Benih berdasarkan Standar Operasional Posedur Usahatani padi secaraOrganik dan secara konvensional ... 61

Tabel 20. Skor Perbandingan Penerapan Perlakuan Benih Berasarkan Standar Operasional Prosedur Usahatani padi secara organik dan konvensional .. 62

Tabel 21. Skor Perbandingan Penerapan Penanaman berdasarkan Standar Operasional Posedur Usahatani padi secara Organik dan secara konvensional ... 64

Tabel 22. Skor Perbandingan Penerapan Pemeliharaan dan Pemupukan berdasarkan Standar Operasional Posedur Usahatani padi Organik dan konvensional ... 65

Tabel 23. Skor Perbandingan Penerapan Penyiangan berdasarkan Standar Operasional Posedur Usahatani padi secara Organik dan secara konvensional ... 67

Tabel 24. Skor Perbandingan Penerapan Pengendalian OPT berdasarkan Standar Operasional Posedur Usahatani padi secara Organik dan secara konvensional ... 69

Tabel 25. Skor Perbandingan Penerapan Pengendalian OPT berdasarkan Standar Operasional Posedur Usahatani padi secara Organik dan secara konvensional ... 70

(6)

Tabel 27. Skor Perbandingan Penerapan Pascapanen berdasarkan Standar Operasional Prosedur Usahatani padi secara Organik dan secara

konvensional ... 74 Tabel 28. Skor Perbandingan Penerapan Penggilingan berdasarkan Standar

Operasional Posedur Usahatani padi secara Organik dan secara

konvensional ... 75 Tabel 29. Skor Perbandingan Penerapan Penyortiran dan Pengayaan berdasarkan

Standar Operasional Posedur Usahatani padi secara Organik dan secara konvensional ... 77 Tabel 30. Perbandingan Rata rata capaian skor dan tinkat Efektivitas penerapan

sesuai standar operasional prosedur secara organik dan secara

konvensional. ... 79 Tabel 31. Perbandingan Tingkat Efektivitas Standar Operasioanal Prosedur

Usahatani padi secara Organik dan konvensional ... 79 Tabel 32. Perbandingan Penerimaan usahatani padi per 2.500 usahatani padi

secara organik dan secara konvensional ... 82 Tabel 33. Perbandingan biaya pendapatan usahatani padi secara organik dan

secara konvensional di Kecamatan Pandak ... 84 Tabel 34.Perbandingan pendapatan dan Keuntungan Usahatani padi secara

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(8)
(9)

INTISARI

STUDI KOMPARATIF EFEKTIVITAS PENERAPAN STANDAR

OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) USAHATANI PADI SECARA ORGANIK DAN PADI SECARA KONVENSIONAL DI KECAMATAN

PANDAK, KABUPATEN BANTUL. 2016. AYUSRI FITRIA NINGSIH

(Skripsi dibimbing oleh Sriyadi dan Lestari Rahayu). Penelitian ini bertujuan untuk Mendeskripsikan efektivitas penerapan Standar Operasional Prosedur usahatani padi secara organik dan padi secara konvensional di kecamatan Pandak Kabupaten Bantul. Mengetahui perbandingan produksi, penerimaan, pendapatan dan keuntungan usahatani padi organik dan konvensional berdasarkan penerapannya. Penelitian dilakukan di kecamatan Pandak Bantul dengan cara purposive. Responden yang diambil adalah semua petani padi organik 33 petani dan 33 petani padi konvensional yang tergabung dalam Gapoktan “Mitra Usaha Tani”. Pengambilan sampel responden dilakukan secara sensus pada petani padi organik dan random sampling pada petani padi konvensional dari populasi petani. Efektivitas penerapan Standar Operasional Prosedur usahatani padi secara organik lebih efektif dengan rata-rata 71,26% yang artinya tingkat pencapaian tinggi dengan skor rata rata 3,14 yang artinya cukup, dibandingkan dengan tingkat Efektivitas penerapan pada usasahatani secara konvensional yakni 63.73% yang artinya sedang dengan skor rata-rata 2,91 yang artinya cukup. Perbandingan Keuntungan usahatani padi secara organik sebesar Rp.5.928.114 sedangkan keuntungan usahatani padi secara konvensional Rp. 3.625.750.

(10)

OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) USAHATANI PADI SECARA ORGANIK DAN PADI SECARA KONVENSIONAL DI KECAMATAN

PANDAK, KABUPATEN BANTUL.

The Comparative Study of Effectivity Standard Operational Procedure Application Between Organic and Conventional on Rice Farming in

Sub-district Pandak, Bantul regency.

Ayusri Fitria Ningsih Sriyadi /Lestari Rahayu

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

This research aims to describe about effectivities onfarm Standard Operational Procedure adoption by organic dan conventional rice plant in subdistrict Pandak, Bantul regency. To find out the comparation among productivities, incomes and profits organic and conventional based on the adoption or applications.This research conducting in Pandak Subdistrict by purposive metodh. Responden are consisting by the organic farmers and conventional within 33 farmers on both, which join the farmers group “Mitra Usaha Tani”. The samples are taking by sensus on the organic rice and random sampling on the conventional rice farmers. The facts given that the effectivies show organic rice plant more effective than conventional by average about 71,26% it means the accesion is high and the average score is 3,14 it means high enough compare to coventional which has 63.73% and it is in medium level also has average score 2,91 which is grouping in enough condition. The profits comparation on organic also has higher value Rp. 5.928.114 and on conventional has Rp. 3.625.750.

(11)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prospek pengembangan beras dalam negeri cukup cerah terutama untuk

mengisi pasar domestik, mengingat produksi padi/beras dalam negeri sampai saat

ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya

sekitar 5 persen harus diimpor. Peluang pasar ini akan terus meningkat seiring

meningkatnya permintaan beras dalam negeri baik untuk konsumsi langsung

maupun untuk memenuhi industri olahan. Indonesia juga memiliki keunggulan

komparatif untuk memproduksi padi/beras, maka selain untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri, pengembangan beras/padi juga berpeluang untuk

mengisi pasar ekspor, apalagi kondisi pasar beras dunia selama ini bersifat tipis,

hanya 5-6 persen dari produksi beras dunia.

Roadmap program pengembangan industri beras di Indonesia baik dalam

program jangka pendek (2005-2010), jangka menengah (2011-2015) maupun

jangka panjang (2016-2025), pengembangan industri beras masih tetap

dikonsentrasikan pada peningkatan produksi beras untuk kebutuhan konsumsi

langsung, baik melalui program intensifikasi maupun ekstensifikasi. Namun

demikian mulai pada program jangka menengah dan panjang selain tetap

dikonsentrasikan pada peningkatan produksi beras nasional juga diikuti dengan

program perbaikan kualitas beras agar mampu bersaing dengan beras dunia.

Untuk memanfaatkan peluang yang ada, tantangan yang dihadapi dalam

(12)

negeri bisa bersaing dengan pasar ekspor. Untuk memenuhi permintaan pasar itu,

salah satu yang cukup menjanjikan adalah melalui pengembangan beras organik,

di Indonesia pengembangan beras organik merupakan bagian kecil dari

usaha/bisnis perberasan namun dapat dipastikan trendnya selalu meningkat dari

tahun ke tahun.

http://pphp.pertanian.go.id/opini/2/potensi-pertanian-organik-dan-pengembangan-beras-organik-di-indonesia-tahun-2014(22 Januari 2016)

Pertanian Organik Indonesia di antara Negara-Negara Asia Apabila kita

mencermati data statistik dariThe Research Institute of Organik Agriculture(FiBL)

kerjasama dengan the International Federation of Organik Movements (IFOAM)

yang diterbitkan tahun 2014 digambarkan bahwa Indonesia termasuk salah satu

negara yang masuk dalam „The ten countries with the largest organik area 2012’

di kawasan Asia, seperti dituangkan dalam Gambar 1 di bawah:

(13)

3

Gambar 1. Menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari 10

negara terluas dengan untuk pertanian padi organik, namun masih berada pada

pringkat ke-4Se-Asia yakni seluas 88.247 Ha. Hal ini menunjukan bahwa

Indonesia masih berpeluang besar untuk meningkatkan luasan area pertanian padi

organik dimana Indonesia merupakan salah satu negara agraris dan terluas di

Asia.

Sektor pertanian merupakan bagian integral dari sistem pembangunan

nasional dirasakan akan semakin penting dan strategis. Hal tersebut dikarenakan

sektor pertanian tidak terlepas dan sejalan dengan arah perubahan dan dinamika

lingkup nasional maupun internasional (Departemen Pertanian, 2010). Salah satu

pendekatan pertanian berkelanjutan adalah input minimal (Low input).

Penggunaan input minimal dalam pendekatan berkelanjutan pada system

pertanian digunakan dengan alasan bahwa pertanian itu sendiri memiliki kapasitas

internal yang besar untuk melakukan regenarasi dengan menggunakan

sumberdaya-sumberdaya internal (Departemen Pertanian, 2010).

Produktivitas padi sudah sepatutnya untuk dipertahankan dari tahun

ketahun. Berikut merupakan produktivitas tanaman padi di provinsi DIY

Tabel 1. Produktivitas Tanaman Padi DIY, 2010-2014 (Ku/Ha)

No. Jenis Penanaman 2010 2011 2012 2013 2014

1. Padi 50,15 49,80 51,36 51,52 51,28

2. Padi Sawah 52,00 51,38 53,08 53,18 52,89

3. Padi Ladang 30,42 31,21 33,22 33,42 33,18

(14)

Tabel 1. Menjelaskan bahwa produktivitas padi di DIY mengalami

kenaikan setiap tahunnya pada setiap jenis penanaman padi, namun pada tahun

2014 mengalami penurunan. Dari tahun 2012 menuju tahun 2013 total

produktivitas padi mengalami peningkatan sebesar 0,46 Ku/Ha, Namun menuju

tahun 2014 produktivitas padi mengalami penurunan sebesar 0,77 Ku/ha.

Produksi padi mengalami kenaikan disetiap tahunnya namun diakhir akhir ini

produktivitas padi sempat mengalami penurunan. Salah satu penyebab

ketidakstabilan ini dikarenakan kurang efektifnya penerapan Standart Operasional

Prosedur (SOP) yang telah ditentukan serta belum diaplikasikan dengan benar.

Pertanian konvensional atau pertanian modern merupakan pertanian yang

menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk

kimia, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan

memanen hasil. Menurut Ayatullah (2009) keberhasilan pertanian konvensional

diukur dari berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak hasil

produksi padi maka semakin dianggap maju. Di Indonesia, penggunaan pupuk dan

pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, pada zaman orde baru

untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan teknologi modern,

yang dimulai sejak tahun 1970-an. Paket pertanian konvensional tersebut

memberikan hasil panen tinggi dan memberikan pendapatan yang tinggi, namun

berdampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, residu yang dihasilkan oleh

bahan-bahan kimia yang digunakan oleh pertanian konvensional telah mencemari

(15)

5

produk pertanian konvensional dianggap menguntungkan namun hasil padi

dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia yang merupakan akibat penggunaan

pestisida kimia yang berlebihan, sehingga kini digalakan system pertanian secara

organik (Sutanto, 2002).

Pertanian organik merupakan salah satu dari beberapa pendekatan menuju

pertanian berkelanjutan (sustainable agricultur). (FAO 1999). Dengan ciri-ciri

sebagai berikut: 1). Melindungi kesuburan tanah dalam jangka panjang dan

mempertahankan kandungan bahan organik, memacu aktivitas biologis tanah dan

penggunaan alat mekanis secara hati hati, 2). Menyediakan hara tanaman secara

tidak langsung dengan menggunakan sumber-sumber hara yang relatif tidak larut

dan tersedia, bagi tanaman dengan bantuan mikroorganisme tanah, 3).

Swasembada nitrogen baik melalui penggunaan tanaman sorgum dan fiksasi

nitrogen secara biologis maupun daur ulang bahan-bahan organik termasuk

sisa-sisa tanaman dan kotoran ternak, 4). Pengendalian gulma, hama dan penyakit

tergantung sepenuhnya pada rotasi tanaman, predator alami keraggaan,

pemupukan organik, varietas tahan dan gangguan biologis dan kimia yang sangat

terbatas, 5). Manajemen yang ekstensi bagi pemeliharaan ternak.

Desa Wijirejo merupakan salah satu sentra produksi padi organik dan padi

konvensional di Kabupaten Bantul yakni dalam Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) “Mitra Usaha Tani”. Proses budidaya yang dilakukan oleh gapoktan

ini ramah lingkungan sehingga hasil produksi padi yang diperoleh dari gapoktan

ini disebut sebagai beras higienis. Beras tersebut telah mendapatkan sertifikasi

(16)

2011. Selain sebagai sentra produksi padi organik, Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) “Mitra Usaha Tani” juga sebagian petani memilih menerapkan sistem

Pertanian konvensional yang sesuai dengan Standart Operasional Prosedur yang

telah terancang.

Permasalahan yang masih sering dihadapi dalam usahatani padi organik

yakni pertanian organik masih sering dianggap sebagai pertanian yang

memerlukan biaya mahal, tenaga kerja yang banyak, kembali pada sistem

pertanian tradisional, serta hasil produksi yang rendah. Hal tersebut merupakan

pemahaman yang keliru yang dinilai oleh masyarakat atau petani. Terdapat

beberapa kendala mengenai pertanian organik, yaitu ketersediaan pupuk sebagai

bahan organik yang terbatas dan takarannya harus banyak yakni mencapai 50 kg

per hektar, menghadapi persaingan dengan kepentingan lain dalam memperoleh

sisa pertanaman dan limbah organik, serta dianggap tidak adanya nilai tambah

dari harga produk pertanian organik (Sutanto, 2002).

Permasalahan petani padi baik pertanian padi organik maupun pertanian

secara konvensional yakni para petani mengelola usahatani sesuai dengan

kebiasaan yang telah dilakukan, kurangnya kepedulian terhadap Standart

Operasional Prosedur yang telah ditentukan menyebabkan sebagian petani resah

dengan hasil padi yang kurang maksimal seperti banyaknya tanaman padi yang

roboh karna dosis pupuk yang tidak sesuai, warna daun padi yang kurang menarik

(17)

7

stabil. Hal tersebut berakibat pula pada pendapatan petani dalam usahatani padi

baik secara organik maupun konvensional.

Pendapatan bersih petani yakni berbentuk tunai yang dihasilkan dari

penerimaan yang telah dikurangi dengan total biaya, baik biaya eksplisit maupun

biaya implisit. Pendapatan petani padi masih kurang stabil baik usahatani padi

organik maupun usahatani padi konvensional. Jumlah produksi padi konvensinal

lebih tinggi dibandingkan jumlah produksi padi organik, namun harga padi

konvensional lebih rendah dibandingkan harga padi organik yakni harga padi

kovensional Rp 8.000./Kg sedangkan harga padi organik Rp. 10.000./Kg,

sehingga perlu adanya perbandingan keefektivan SOP padi organik dan

konvensional serta perbandingan pendapatan dan keuntungan usaha tani padi

secara organik dan usahatani padi secara konvensional.

B. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan efektivitas penerapan Standar Operasional Prosedur

usahatani padi secara organik dan padi secara konvensional di Kecamatan

Pandak Kabupaten Bantul.

2. Mengetahui perbandingan produksi, penerimaan, pendapatan dan

keuntungan usahatani padi organik dan konvensional berdasarkan

(18)

C. Kegunaan

1. Bagi petani, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai perbandingan tingkat penerapan efektivitas SOP usahatani

padi organik dan konvensional.

2. Bagi Pemerintah diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam menentukan kebijakan

terhadap pembangunan pertanian khususnya dalam bidang usahatani padi.

3. Bagi peneliti, diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan

(19)

8

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pertanian Padi Organik dan Padi Konvensional

Dua pemahaman tentang pertanian organik yaitu dalam arti sempit dan

dalam arti luas, pertanian organik dalam artian sempit yaitu pertanian yang bebas

dari bahan – bahan kimia. Mulai dari perlakuan untuk mendapatkan benih,

penggunaan pupuk, pengendalian hama dan penyakit sampai perlakuan

pascapanen tidak sedikiti pun melibatkan zat kimia, semua harus bahan hayati,

alami. Sedangkan pertanian organik dalam arti yang luas, adalah sistem produksi

pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari atau

membatasi penggunaan bahan kimia sintetis (pupuk kimia/pabrik, pestisida,

herbisida, zat pengatur tumbuh dan aditif pakan). Dengan tujuan untuk

menyediakan produk – produk pertanian (terutama bahan pangan) yang aman bagi

kesehatan produsen dan konsumen serta menjaga keseimbangan lingkungan

dengan menjaga siklus alaminya.Konsep awal pertanian organik yang ideal adalah

menggunakan seluruh input yang berasal dari dalam pertanian organik itu sendiri,

dan dijaga hanya minimal sekali input dari luar atau sangat dibatasi. (FG Winarno

2002)

Pertanian organik menurut International Federation of Organik Agriculture

Movements/IFOAM (2005) didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang

(20)

agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang

cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.

Pertanian organik adalah sistem pertanian yang mendukung dan

mempercepat biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Tujuan yang

hendak dicapai dalam penggunaan sistem pertanian organik menurut IFOAM

antara lain: 1) mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani

dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman serta

hewan; 2) memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian

(terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia

untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan

kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat, dan 3) memelihara serta

meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. Pertanian organik menurut

IFOAM merupakan sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari

penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan

pencemaran udara, tanah, dan air.

Sistem pertanian Revolusi Hijau juga dikenal dengan sistem

pertanian yang konvensional. Pertanian konvensional adalah pertanian dengan

menggunakan bahan bahan kimia atau alat – alat modern. Program Revolusi hijau

diusahakan melalui pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas baru yang

melampaui daerah adaptasi dari varietas yang ada. Varietas tanaman yang

dihasilkan adalah yang responsive terhadap pengairan dan pemupukan, adaptasi

geografis yang luas, dan resisten terhadap hama dan penyakit. Gerakan ini diawali

(21)

10

(1950) dan padi di Filipina (1960). Revolusi hijau menekankan pada tanaman

serelia seperti padi, jagung, gandum, dan lain-lain.

Gagasan tersebut telah merubah wajah pertanian dunia, tak terkecuali

wajah pertanian Indonesia. Perubahan yang nyata adalah bergesernya praktik

budidaya tanaman dari praktik budidaya secara tradisional menjadi praktik

budidaya yang modern dan semi-modern yang dicirikan dengan maraknya

pemakaian input dan intensifnya eksploitasi lahan. Hal tersebut merupakan

konsekwensi dari penanaman varietas unggul yang responsif terhadap pemupukan

dan resisten terhadap penggunaan pestisida dan herbisida. Berubahnya wajah

pertanian ini ternyata diikuti oleh berubahnya wajah lahan pertanian kita yang

makin hari makin menjadi kritis sebagai dampak negatif dari penggunaan pupuk

konvensional, pestisida, dan herbisida serta tindakan agronomi yang intensif

dalam jangka panjang (Departemen Pertanian, 2010).

2. Penerapan Standar Operasional Prosedur Usahatani Padi

Pengembangan Standar Operasional Prosedur bertujuan unuk

meningkatkan produktivitas dan efisiensi, memperluas spectrum pemanfaatan

peningkataan nilai tambah yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan

daya saing produk pertanian dalam system pasar. Teknolgi akan terus berkembang

karena untutan era industrialisasi atas perkembanan Standar Operasional Prosedur

tersebut tidak diabaikan.

Perkembangan sektor pertanian yang mendukung proses modernisasi

(22)

mengambil keputusan dalam pemilihan Standar Operasional Prosedur yang

mendasari keputusan keputusan yang lebih besar, umpamanya keputusan apa yang

harus diproduksi dan bagaimana memproduksinya, barang barang apa yang harus

dijual dan berapa harganya, apakah keluaran harus tetap atau berkurang dan

keputusan lainya. Kemampuan mengambil keputusan dalam pemilihan Standar

Operasional Prosedur sebagai dasar penetapan keputusan lainya menuntut

kemampuan kewiraswastaan yang tinggi, oleh karena itu pengembangan

kewiraswastaan pelaku usaha sektor pertanian merupakan prakondisi yang harus

ditumbuhkan bagi suatu rencana pemanfaatan Standar Operasional Prosedur yang

memberdayakan pertanian rakyat.(Purwono 2007).

Pertanian Standar Operasional Prosedur organik memperhatikan

aspek keamanan produk untuk dikonsumsi dan ramah lingkungan. Standar

Operasional Prosedur yang terus dikembangkan antara lain benih unggul, pupuk

organik, pengendalian hama penyakit secara terpadu dan penggunaan pestisida

alami. Dalam penerapan Standar Operasional Prosedur pertanian misalnya, petani

akan merasa puas dan bangga jika tanamannya berhasil dipanen sesuai

harapan. Dengan penelitian diperlihatkan secara nyata tentang cara serta hasil dari

penerapan Standar Operasional Prosedur pertanian yang telah terbukti bermanfaat

bagi petani. Petani memerlukan contoh yang nyata dari kegiatan budidaya

(23)

12

Tabel 1. Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Padi Organik Proses

Perlakuan

Uraian

Benih Untuk varietas padi organik sebaiknya memakai varietas lokal karena:

1. Varietas lokal rasa lebih enak dan gurih serta pulen. 2. Varietas lokal dapat beradaptasi tanpa pupuk kimia

bisa hidup normal.

3. Sebagai ciri khas beras organik.

4. 1.000 m butuh benih untuk sistem SRI (Sistem Rice Intensifikasi) 1-2 kg dan sistem tegel 5 kg

5. Varietas lokal: a. Padan wangi b. Menthik susu c. Menthik wangi d. Rojo lele e. Dll

Persemaian Benih yang telah direndam air selama 24 jam.Persemaian dilakukan didalam besek bambu.

Penanaman Pertanian organik diusahakan paling ideal adalah blok area atau terpisah dari tanaman padi konvensional ada pembatas dengan perit atau tanggul besar serta irigasi terbebas dari limbah pabrik atau kota.

a.Ukuran jarak tanam 22x22 cm, 23x23 cm.

b.Tanam bibit muda 10 sampai 15 hari dan maksimal umur 21 hari.

(24)

Lanjutan Tabel 2.

a. Berikan pupuk organik 50 kg sampai 100 kg. Pada umur 7 sampai 10 hst.

b. Pupuk dasar za atau urea dengan jumlah 10 kg pada umur 7 sampai 15 hst.

c. Pupuk susulan umur 20 sampai 35 hst, urea 5 kg dan phonska 5 kg.

d.Gunakan pupuk organik cair (ppc atau pupuk perlengkapan cair)

e. Pengamatan rutin .

f. Masa transisis membutuhkan waktu paling cepat 3 musim tanam.

Pemeliharaan ii

Dari masa transisi ke organik tiap musim pengurangan jumlah pupuk kimia secara bertahap dan dipantau perkembangan tanaman tiap musim, bila sudah baik pertumbuhannya bisa segera dilepas pupuk kimia sertapengurangan jumlah pupuk organik

Pemeliharaan iii

Tanah yang jadi lahan organik atau semi organik. Pupuk organik 25 sampai 50 kg.

Pupuk dasar za atau urea 5 kg tiap 1.000 m cukup satu kali pada umur 7 sampai 10 hst.

Pemeliharaan iv

Tanah yang jadi lahan organik

a. Pupuk organik 25 sampai 50 kg diberikan pada umur 15 sampai 25 hst.

b. Pupuk pelengkap cair (ppc)

Penyiangan i dan ii menggunakan matun dan gosrok

iii dan iv dilakukan seperti petani pada umumnya Pengendalian

OPT

Menggunakan Beauvaria bassiana sejenis jamur yang menyerang hama.

Irigasi Air irigasi dari sungai yang mengalir ke sawah sebelum ke lahan sawah ideal dibuat bak filterisasi air dengan harapan air yang masuk ke sawah bebas dari bahan kimia

Sistem irigasi dengan sistem buka tutup dan terkadang kering.

Pemanenan Padi dipanen jangan terlalu tua

(remagak: bulir padi telah menguning pucuk sampai pangkal)

Dengan maksud:

a. Mengurangi gabah yang rontok

b. Menghasilkan beras yang gilap dan cerah c. Membuat beras bisa utuh-utuh.

(25)

10

Lanjutan Tabel 2.

Pasca Panen a. Gabah dijemur jangan diglanthang cukup 1 + 0,5 hari sudah kering, cuaca normal.

b. Disimpan berupa gabah maksimal 3 bulan.

c. Waktu simpan dipisahkan dengan gabah konvensional. Penggilingan a. Ideal gilingan khusus penggilingan gabah organik

b. Digiling dengan mesin giling yang menetap atau permanen dengan sistem 2 fase.

c. Di pk 2 kali atau dipletes 2 x, kelemahan bekatul dapat sedikit, tetapi dapat beras utuh berkualitas baik.

d. Disosoh jangan terlalu putih, bila beras putih, vitamin-vitamin sudah banyak yang hilang.

Pengayaan atau sortir

a. Beras diayak dengan mesin ayak untuk membuat beras kepala atau mengurangi jumlah menir sesuai permintaan 5 sampai 30 %.

b. Beras disortir dari kotoran kerikil atau gabah (las). c. Beras dipacking ukuran 5 sampai 25 kg atau dengan

curah

Sumber: Juklak SOP Padi Organik Gapoktan “Mitra Usahatani”

Tabel 2. Menggambarkan Standar Operasional Prosedur pertanian padi

secara organik yang merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan. Dalam dunia

pertanian, sudah cukup banyak Standar Operasional Prosedur yang bisa

diterapkan untukmengatasi berbagai masalah dibidang pertanian. Baik itu Standar

Operasional Prosedur yang dihasilkan oleh berbagai lembaga penelitian, maupun

Standar Operasional Prosedur turun temurun yang sudah menjadi kearifan lokal.

Adapun standar operasional pertanian padi yang diterapkan pada pertanian selain

padi secara organik yakni pertanian padi secara konvensional salah satunya ialah

(26)

Standar Operasional Prosedur budidaya Hazton pada tanaman padi

merupakan rekayasa budidaya padi yang diinisiasi oleh Ir. Hazairin MS selaku

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan

Barat dan Anton Komaruddin SP, MSi. Staf pada Dinas Pertanian Tanaman

Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat. Berikut merupakan tabel

SOP padi Hazton.

Tabel 2. Standar Operasional Prosedur Pertanian padi secara konvensional Hazton Proses

Perlakuan

Uraian

Benih 1. Varietas yang digunakan pada sistim Hazton

dianjurkan yang mempunyai anakan sedikit, malainya panjang dan lebat,seperti Inpari 6 dan Inpari 23 Bantul.

2. Penggunaan benih bermutu dan bersertifikat.

3. Memilih benih yang baik dapat menggunakan air,

Serangan penyakit tular benih (seed born disease) dapat dicegah dengan perlakuan benih menggunakan fungisida berbahan aktif seperti isoprothiolane fipronil atau copper oxide 56%. Perlakuan benih sebagai berikut; benih padi direndam dalam larutan fungisida misalnya yang berbahan aktif copper oxide 56% dosis 1 gram/5 liter air selama 24 jam atau mengikuti petunjuk yang ada pada kemasan.

Pesemaian juga dapat dibuat dengan modifikasi sistem dapok.

Penanaman 1. Jumlah bibit yang ditanam antara 6-8 bibit per rumpun

2. Bibit ditanam tegak, leher akar masuk ke dalam tanah sekitar 1-3cm, menggunakan tanam pindah dengan sistem legowo(2:1)

(27)

Lanjutan Tabel 3. 9

Pemeliharaan dan

pemupukan

Pemeliharaan I

a. Penyulaman jarang dilakukan karena jumlah bibit perlubang tanam banyak.

b. Pengelolaan air dimulai dari pembuatan pintu masuk air atau inlet pada pematang bagian depan dekat saluran tersier dan pada ujung petakan sawah dibuat

“celah pintu” atau outlet untuk pembuangan

kelebihan air.

c. Seminggu pertama setelah tanam dilakukan

penggenangan sedalam 2-5 cm, selanjutnya dibuat

macakmacak, kemudian kondisi basah-kering

dengan interval 7-10 Pemupukan dasar.

Pupuk dasar diberikan pada tanaman berumur 0-5 HST, berupa pupuk N (Urea), pupuk P (SP36), pupuk K (KCl), atau pupuk majemuk, sesuai dosis anjuran. Pupuk urea diberikan dengan dosis sedang (50 kg/ha), pupuk P dan atau K diberikan seluruhnya.

d. Pemupukan Susulan

Apabila terjadi gejala kahat kalium berikan pupuk kalium e. dengan dosis 20 kg K2O per hektar.

Penyiangan Pengendalian gulma secara mekanis seperti dengan gasrok sangat diajurkan, oleh karena cara ini sinergis dengan

Penggunaan pestisida harus rasional, efektif dan tidak mencemari lingkungan, bodi air, pekerja lapangan, hasil panen, tidak membunuh biota berguna, termasuk burung, ikan dan ternak.

Irigasi Pengelolaan air dimulai dari pembuatan pintu masuk air atau inlet pada pematang bagian depan dekat saluran tersier dan

pada ujung petakan sawah dibuat “celah pintu” atau outlet

untuk pembuangan kelebihan air. Tinggi celah pintu pembuangan 5 cm dari permukaan tanah/lumpur, bervariasi tergantung fase pertumbuhan tanaman padi.

Pemanenan 1. Panen ketika 95% bulir menguning.

2. Potong sepertiga bagian atas batang menggunakan sabit bergerigi atau sabit tajam. Volume tumpukan padi hasil panen maksimal 20-30 kg dengan alas karung supaya gabah yang rontok tidak hilang.

3. Padi segera dirontok menggunakan powerthresher dengan alas terpal sebagai penampung gabah.

(28)

atau penampi.

2. Gabah dijemur hingga mencapai kadar air 13-14% (gabah kering simpan/GKS) kemudian disimpan dalam karung

Penggilingan 1. Perontokan padi menggunakan powerthresher

2. Penggilingan padi menggunakan type engelberg RMU(Rice Milling Unit) dan pnggilingan padi besar. Pengayaan

atau sortir

1. Pengayakan menggunakan mesin pengayak beras

(honkwol), memisahkan beras kepala, beras pata dan meni.

2. Beras di packing ukuran 5 kg sampai 25 Kg atau dengan curah.

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian kementrian pertanian 2015.

Tabel 3. Pemanfaatan Standar Operasional Prosedur-Standar Operasional

Prosedur tersebut masih tergolong kurang efektif. Hal ini dimungkinkan karena

informasi tentang Standar Operasional Prosedur tersebut belum sampai kepada

mereka, atau mereka masih meragukan akan manfaat Standar Operasional

Prosedur tersebut. Mereka khawatir akan produksi panen padi jika menerapkan

cara baru yang baru mereka kenal.

3. Efektivitas

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran

yang telah ditentukan. Efektivitas disebut juga efektif, apabila tercapainya tujuan

atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan

pengertian efektivitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa:

“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,

kualitas dan waktu) yang telah tercapai. Dimana makin besar Persentase target

(29)

11

Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam

jumlah tertentu yang ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang

atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari

segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkannya. Jika hasil kegiatan

semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya (Siagian,

2001:24). Pada dasarnya, dikemukakan bahwa cara yang terbaik untuk meneliti

efektivitas ialah memperhatikan secara serempak tiga buah konsep yang saling

berhubungan, diantaranya adalah paham mengenai optimal tujuan, prespektif

sistematika, tekanan pada segi tingkah laku manusia dalam susunan organisasi.

Pengertian efektivitas lebih berorientasi dalam pencapaian jumlah output

dari system produksi dengan membandingkan jumlah output aktual dengan

tehadap output yang direncanakan, sedangkan efesiensi lebih berorientasi pada

masukan (faktor -faktor produksi) sedangkan masalah output kurang menjadi

perhatian utama.Terdapat beberapa cara pengukuran terhadap efektivitas, sebagai

berikut: 1).Keberhasilan program,2). Keberhasilan sasaran, 3). Kepuasan terhadap

program,4). Tingkat input dan output,5). Pencapaian tujuan menyeluruh

(Campbell, 1989:121).

Definisi-definisi tersebut menilai efektivitas dengan menggunakan tujuan

akhir atau tujuan yang diinginkan. Kenyataan dalam upaya mencapai tujuan akhir,

perusahaan harus mengenali kondisi-kondisi yang dapat menghalangi tercapainya

(30)

4. Produksi dan Produktivitas

Produksi diartikan sebagai penciptaan guna, yaitu kemampuan barang dan

jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi pada proses ini mencakup

pengertian luas yaitu meliputi semua aktifitas baik penciptaan barang maupun

jasa. Proses penciptaan ini pada umumnya membutuhkan berbagai jenis faktor

produksi yang dikombinasikan dalam jumlah dan kualitas tertentu. Istilah faktor

produksi sering disebut “korbanan produksi”, karena faktor produksi tersebut

dikorbankan untuk menghasilkan barang-barang produksi.(Soekartawi, 1990).

Produktivitas berarti kemampuan untuk menghasilkan sesuatu daya untuk

berproduksi. Sinungan (2000) mendefinisikan pengertian produktivitas yang dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (a) Rumusan tradisional bagi keseluruhan

produktivitas tidak lain ialah ratio apa yang dihasilkan (output) terhadap

keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input), (b) Produktivitas pada

dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa

mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin, dan hari esok lebih baik dari

hari ini, dan (c) Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga

faktor esensial, yakni : investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan Standar

(31)

13

5. Biaya, Pendapatan dan Keuntungan

a. Biaya

Menurut Kartasapoetra (1988), biaya produksi adalah semua pengeluaran

yang harus dikeluarkan produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan

bahan-bahan penunjang lainnya yang akan didayagunakan agar produk-produk

tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik.

b. Pendapatan

Menurut Soekartawi (2006), untuk mengetahui besarnya pendapatan

usahatani, tedapat 2 konsep biaya yaitu biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya

eksplisit merupakan biaya yang dikeluarkan secara nyata dalam proses produksi,

seperti biaya pembelian saran produksi, upah tenaga kerja, biaya menyewa tanah,

biaya membayar bunga dari modal pinjaman. Sedangkan biaya implisit

merupakan biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan tetapi diikutsertakan dalam

proses produksi, seperti nilai sewa lahan sendiri, nilai tenaga kerja keluarga, biaya

modal sendiri dan semua nilai sarana produksi milik petani yang tidak dibeli.

c. Keuntungan

Menurut Suratiyah (2006), Keuntungan merupakan selisih antara total

penerimaan dengan total biaya eksplisit dan implisit yang dikeluarkan. Menurut

Soekartawi (2006), keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan total

biaya produksi (biaya eksplisit dan biaya implisit) yang dikeluarkan secara

(32)

B. Penelitian Terdahulu

Menurut Herawati (2014), menyimpulkan bahwa: pada tahap awal

produktivitas sawah yang menerapkan sistem pertanian organik lebih rendah

dibandingkan produktivitas sawah konvensional; sawah organik dan semi organik

hanya menghasilkan 1 – 2 ton padi/Ha/musim tanam, sementara sawah

konvensional menghasilkan 6 ton padi/Ha/musim tanam. Tetapi dalam periode

berikutnya, produktivitas sawah organik cenderung konstan, 6 ton/Ha/musim

tanam, sementara sawah organik meningkat dan di tahun 2008 produktivitas dari

kedua sistem tersebut mampu bersaing dengan produktivitas pertanian padi

organik.

Menurut Sukristiyonubowo et al. (2011). Produktivitas padi sawah

konvensional mencapai puncak-nya yaitu 6 ton/Ha/musim tanam, tetapi kemudian

cenderung stagnan (tahun 2001-2008). Di sisi lain, produktivitas sawah organik

adalah3-4 ton/Ha/ musim tanam pada tahap awal(masa konversi), tetapi

cenderung meningkat,dan setelah 8 tahun penerapan sistem organik maka

produktivitasnya meningkat sampai 6 ton/Ha/ musim tanam. Harga hasil

komoditas pertanian organik lebih tinggi, sehingga memberikan hasil finansial

yang juga lebih tinggi (Rp.14.000.000/Ha/ musim tanam VS

Rp.8.000.000/Ha/musim tanam)

Menurut Novarianto (2010) Penerimaan petani pada usahatani padi

berbentuk uang tunai yang dihasilkan dari jumlah produksi dikalikan dengan

(33)

15

konvensional tidak terlepas dari analisis pendapatan yang membahas biaya

usahatani, yang terdiri dari biaya tetap maupun biaya variabel.

C. Kerangka Pemikiran

Petani padi dalam melakukan budidaya padi berdasarkan Standar

Operasional Prosedur budidaya padi organik dari segi: bibit/benih, lahan, pupuk,

teknik budidaya, pasca panen, harga dan label. Penyuluh mempunyai peranan

penting dalam memperkenalkan Standar Operasional Prosedur tersebut kepada

petani karena dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan cepat diterima oleh

masyarakat tani khususnya para petani padi organik. Dalam penerapan Standar

operasional Prosedur maka petani dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

yaitu: umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan total

pendapatan. Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan

inovasi daripada petani pemula, karena dengan pengalaman yang lebih banyak

sudah dapat membuat perbandingan dalam membuat keputusan dalam inovasi

(Standar Operasional Prosedur). Untuk meninjau keterkaitan dan perbandingan

antara usahatani padi secara organik dan usahatani padi secara konvensional dapa

(34)

Gapoktan MITRA USAHATANI

Biaya Input Harga Ouput Harga Ouput Biaya Input

Produksi

1. Diduga tingkat penerapan SOP usahatani padi organik lebih efektif

dibandingkan dibandingkan dengan penerapan usahatani padi secara

konvensional di kecamatan pandak kabupaten bantul.

2. Diduga produksi usahatani padi organik lebih tinggi dibandingkan hasil

produksi padi konvensional.

(35)

23

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analisis, dan metode kuantitatif. Metode deskriptif yaitu metode

penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada

masa sekarang dan aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan

dan kemudian dianalisis. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran

atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor,

sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti (Surakhmad 1994). Whitney

(1960) dalam M. Nazir (1988) menyebutkan metode deskriptif adalah pencarian

fakta fakta yang tepat.

Pelaksanaan penelitian ini menggunakan study komparatif, yaitu metode

penelitian dengan membandingkan satu faktor dengan faktor yang lain

(Surakhmad, 1990). Petani satu persatu diberikan kuisioner serta dilakukanya

tanya jawab untuk mendapatkan keterangan identitas, Penerapan Standar

Operasional Prosedur pertanian padi, biaya, biaya usahatani, jumlah produksinya

yang selanjutnya data yang diperoleh akan disusun, dianalisis dan dijelaskan.

A. Metode Pengambilan Sampel

1. Sampel Daerah

Pengambilan sampel daerah ditentukan secara sengaja (purposive

sampling) yaitu sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu yang

disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini dipilih satu desa yaitu

(36)

Mitra Usaha Tani” yang merupakan sentra pengembangan usahatani padi organik

di Kabupaten Bantul. Selain itu, beras yang dihasilkan sudah mendapat sertifikasi

beras higienis dan mendapat bantuan operasional dari Bank Indonesia.

2. Sampel Petani

Berdasarkan data yang diperoleh dari Ketua Gapoktan “Mitra Usaha Tani”,

jumlah kelompok tani yang ada di Desa Wijirejo sebanyak 9 kelompok tani yang

terdiri dari petani organik danpetani konvensional. Pengambilan sampel petani

dalam penelitian total sampling yakni sejumlah 66 petani. Berikut merupakan

kelompok tani dalam Gapoktan “Mitra Usaha Tani”.

Tabel 1. Daftar Kelompok Tani dalam Gapoktan Mitra Usaha Tani Desa Wijirejo Kecamatan Pandak Kab. Bantul /(Jiwa)

No Nama Kelompok Jumlah

Sumber: Ketua Gapoktan Mitra Usaha Tani 2014.

Tebel 4. Menjelaskan petani padi organik dilakukan dengan cara sensus

yang terdaftar di Gapoktan “Mitra Usaha Tani” yang menjadi objek penelitian.

Jumlah petani padi organik yakni 33 petani. Sedangkan untuk pengambilan

sampel petani padi konvensional diambil secara sampling proporsional yang

(37)

25

masing kelompok tani terpilih, dilakukan dengan cara simple random sampling

dimana simple random sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan

acak sederhana yakni dengan mengundi responden berdasarkan nomer urut pada

daftar anggota kelompok tani sesuai kuota sample yang dibutuhkan sehingga

dapat dijadikan perwakilan sampel data (Sugiyono 2010), sampel yangdibutuhkan

yaknisebanyak 33 petani padi konvensional.

B. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder, yaitu:

1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari petani dengan

bantuan kuesioner. Data yang dikumpulkan antara lain: identitas petani

(nama, umur, tingkat pendidikan), luas lahan, biaya dan penggunaan

faktor-faktor produksi dalam proses produksi (benih, pupuk kandang, pupuk

petroganikdan tenaga kerja), produksi, dan harga beras yang dihasilkan.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga terkait,

seperti kantor kelurahan, kantor kecamatan, dan beberapa instansi lain yang

berhubungan dengan penelitian. Contoh data yang diambil meliputi data

keadaan umum wilayah, keadaan pertanian, keadaan penduduk, topografi

dan letak geografis.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah

1. Asumsi

a.Produksi dalam bentuk beras dan dianggap terjual semua.

(38)

2. Pembatasan masalah

a.Petani yang diambil adalah semua petani padi organik dan 33 petani

konvensional yang tergabung dalam Gapoktan “Mitra Usaha Tani” di

Kecamatan Pandak.

b.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data musim tanam padi

organik dan konvensional Tahun 2016, yaitu musim penghujan.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Usahatani padi organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan

terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas

agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang

cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.

2. Usahatani padi konvensional yang responsive terhadap pengairan dan

pemupukan, adaptasi geografis yang luas, dan resisten terhadap hama dan

penyakit.

3. Luas lahan petani adalah besarnya areal tanah yang disiapkan untuk

usahatani padi organik dan konvensional dalam musim tanam, dinyatakan

dalam meter persegi (m).

4. Penerapan Standar Operasional Prosedur pertanian adalah penerapan yang

berperan dalam pengelolaan pertanian untuk memperoleh kualitas dan

hasil produksi padi yang diinginkan. Beberapa variabel dan pengukuran

yang perlu diperhatikan yakni:

a. Penggunaan Benih unggul bermutu bersertifikasi adalah biji padi yang

(39)

27

b. Persemaian adalah kegiatan memproses benih (atau bahan bahan lain

yang dari tanaman) menjadi bibit/ semai yang siap ditanam

dilapangan.(Rp/HKO)

c. Penanaman adalah kegiatan memindahkan bibit dari tempat

penyemaian ke lahan pertanaman untuk didapatkan hasil produk dari

tanaman yang dibudidayakan.(Rp/HKO)

d. Pupuk adalah unsur organik yang diberikan pada tanaman padi dalam

upaya meningkatkan produksi padi organik dalam proses produksi.

Dalam hal ini yang termasuk pupuk organik adalah pupuk kandang dan

petroganik yang dinyatakan dalam kilogram (kg).

e. Penyiangan adalah kegiatan mencabut gulma yang berada disela-sela

tanaman pertanian dan sekaligus menggemburkan tanah.(Rp/HKO)

f. Pengendalian OPT adalah pengaturan organisme pengganggu tanaman

atau hama yang dianggap mengganggu tanaman.(Rp/HKO)

g. Irigasi adalah upaya yang dilakukan untuk megairi lahan sawah .

h. Panen adalah kegiatan pemungutan produksi padi.(Rp/HKO)

i. Pasca panen adalah tahap penananganan padi setelah pemanenan.

(Rp/HKO)

j. Sortir adalah salah satu metode pemisahan atau sesuai dengan ukuran

yang dikehendaki (Rp/HKO.

5. Penggunaan tenaga kerja adalah banyaknya tenaga yang dipergunakan

dalam proses produksi baik dari dalam keluarga ataupun luar keluarga.

(40)

6. Biaya eksplisit yaitu biaya yang benar benar dikeluarkan dalam proses

produksi, misalnya biaya pembelian saprodi, penyusutan alat, biaya/upah

tenaga kerja yang harus dibayar, biaya untuk sewa tanah (Rp).

7. Biaya implisit yaitu biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan, tetapi

diikutsertakan dalam proses produksi, misalnya biaya tenaga kerja dalam

keluarga, nilai sewa lahan milik sendiri dan semua nilai saran produksi

milik petani yang tidak dibeli(Rp).

8. Produksi adalah seluruh hasil panen yang dihasilkan petani padi organik

dan padi konvensional berupa beras dalam satu musim yang dinyatakan

dalam satuan kilogram (kg).

9. Harga produksi adalah harga atas penjualan produksi beras dengan satuan

rupiah per kg (Rp/kg).

10.Penerimaan adalah jumlah hasil produksi padi organik dikalikan dengan

harga produksi yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

11.Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dengan semua biaya

eksplisit yang digunakan untuk memproduksi beras.(Rp)

12.Keuntungan adalah total penerimaan petani dikurangi dengan total biaya

yang dikeluarkan petani, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

13.Selanjutnya masing – masing variable SOP diukur dengan skor terendah 1

(tidak sesuai anjuran), skor 2 (kurang sesuai anjuran) skor 3 (cukup sesuai

anjuran), skor 4 (sesuai anjuran). Secara rinci pengukuran kesesuaian SOP

(41)

29

Tabel 2. Skor VariabelProses Pertanian Padisecara organik Sesuai SOP Proses

perlakuan

Skor Keterangan

Benih 1 Menggunakan benih bermutu hasil panen lalu.

2 Benih bermutu hasil panen lalu, varietas lain, belum bersertifikasi

3 Benih bermutu hasil panen lalu, varietas yang dianjurkan, belum bersertifikasi.

4 Benih bermutu hasil panen lalu, varietas yang dianjurkan, bersertifikasi sesuai dengan yang direkomendasikan Perlakuan

benih dan persemaian

1 Tanpa melalui proses perendaman benih.

2 Perendaman dengan menggunakan air tanpa adanya pemilihan benih

3 Perendaman dengan menggunakan air, dilakukan pemilihan benih, direndam kurang dari 24 jam 4 Perendaman dengan menggunakan air, dilakukan

pemilihan benih, direndam Dengan waktu 24 jam.

Penanaman 1 Tidak sesuai dengan anjuran

2 Jarak tanam 23 x 23 cm, bibit lebih dari 3 helai.

3 Jarak tanam 23 x 23 cm, bibit dipisah 2-3 helai, usia bibit kurang dari 15 hari.

4 Jarak tanam 23 x 23 cm, bibit dipisah 2-3 helai, usia bibit muda 15 hari.

Pemeliharaan dan

pemupukan

1 Menggunakan pupuk organik dengan dosis tak tentu. 2 Pemberian pupuk organik 1000kg/Ha, diberi pupuk

kurang dari 15 Hst.

3 Pemberian pupuk organik 1000kg/Ha, diberi pada umur 15-25 Hst. Tidak diberi pupuk organik cair.

4 Pemberian pupuk organik 1000kg/Ha, diberi pada umur 15-25 Hst.diberi pupuk oganik cair.

Penyiangan 1 Dibersihkan menggunakan alat gosrok/ mesin sebulan 1x 2 Dibersihkan menggunakan alat gosrok setiap hari.

3 Dicabut secara manual per minggu dan menggunakan herbisida.

4 Dicabut secara manual setiap hari tanpa menggunakan herbisida.

Pengendalian OPT

1 Langsung menggunakan bahan kimia

2 Menggunakan bio pestisida dengan dosis tak menentu. 3 Menggunakan pestisida nabati dan pestisida kimia dengan

dosis 50% dari yang dianjurkan.

4 Menggunakan pestisida nabati sesuai anjuran

Irigasi 1 System irigasi langsung kesawah tanpa bak filterisasi 2 Dengan system buka tutup tanpa bak filterisasi.

(42)

Lanjutan Tabel 5.

4 Dengan Sistem buka tutup, serta adanya bak filterisasi.

Pemanenan 1 Padi menguning 100%, digebyok dan dibersihkan.

2 Padi kurang siap panen menguning dan kering kurang dari 90%, digebyok, tidak dibersihkan

3 Padi siap panen menguning dan kering mencapai 90%,Digebyok dan dibersihkan.

4 Padi siap panen menguning dan kering mencapai 90%, menggunakan power threser, gabah dibersihkan dari kotoran.

Pasca Panen 1 Gabah dibersihkan menggnakan blower, disimpan hingga kadar air 14%.

2 Gabah dibersihkan menggunakan blower, kadar air yang tak tentu.

3 Dijemur selama satu hari tanpa dilakukan pembalikan. 4 Dijemur selama satu hari serta dilakukan pembalikan

setiap 2 jam.

Penggilingan 1 Digiling dengan menggunakan mesin dengan 1 kali fase tanpa disosoh

2 Digiling dengan menggunakan 1 fase dan dengan disosoh 3 Digiling dengan menggunakan 2 fase dengan mesin tanpa

disosoh.

4 Digiling dengan menggunkan mesin 2 kali fase dan dengan disosoh.

Pengayaan dan

penyortiran

1 Beras tanpa melalui proses pengayaan

2 Beras melalui proses pengayaan tanpa peninjauan kembali kotoran yang terdpat didalamnya

3 Beras melalui proses pengayaan dan dilakukan peninjauan kembali, tanpa packing.

(43)

24

Tabel 3.Skor Variabel Proses Pertanian Padi secara Konvensional Sesuai SOP Proses

Perlakuan Sk

or

Keterangan

Benih 1 Menggunakan benih bermutu hasil panen lalu.

2 Benih bermutu hasil panen lalu, varietas lain, belum bersertifikasi

3 Benih bermutu hasil panen lalu, varietas yang dianjurkan, belum bersertifikasi.

4 Benih bermutu hasil panen lalu, varietas yang dianjurkan, bersertifikasi sesuai dengan yang direkomendasikan Perlakuan

benih dan persemaian

1 Tanpa melalui proses perendaman benih.

2 Perendaman dengan menggunakan air tanpa adanya pemilihan benih

3 Perendaman dengan menggunakan fungisida , dilakukan pemilihan benih, direndam kurang dari 24 jam

4 Perendaman dengan menggunakan fungisida dengan dosis yang dianjurkan, dilakukan pemilihan benih, direndam Dengan waktu 24 jam.

Penanaman 1 Tidak sesuai dengan anjuran

2 Jarak tanam 25 x 40 cm, bibit lebih dari 20 bibit per rumpun.

3 Jarak tanam 25 x 40 cm, bibit dipisah 20 bibit per rumpun, usia bibit kurang dari 25 hari.

4 Jarak tanam 25 x 40 cm, bibit dipisah 20 bibit, usia bibit muda 25 hari.

Pemeliharaan dan

pemupukan

1 Menggunakan pupuk dengan dosis tak tentu.

2 Pemberian pupuk urea 1000 kg/Ha, diberi pada usmur kurang dari 5 Hst. Diberi pupuk P dan K kurang dari 50 Kg/Ha.

3 Pemberian pupuk urea 1000 kg/Ha, diberi pada usmur kurang dari 5 Hst. Diberi Pupuk P dan K dengan dosis tak tentu.

4 Pemberian pupuk urea 1000kg/Ha, diberi pada usmur 5 Hst, diberi pupuk P dan K 50 Kg/Ha.

Penyiangan 1 Dibersihkan menggunakan alat gosrok/ mesin sebulan 1x 2 Dibersihkan menggunakan alat gosrok setiap hari.

3 Dicabut secara manual per minggu dan menggunakan herbisida.

4 Dicabut secara manual setiap hari tanpa menggunakan herbisida.

Pengendalian OPT

1 Langsung menggunakan bahan kimia

2 Menggunakan pestisida dengan dosis tak menentu.

3 Menggunakan pestisida pestisida kimia dengan dosis 50% dari yang dianjurkan.

(44)

Lanjutan Tabel 6

Irigasi 1 System irigasi langsung kesawah tanpa bak filterisasi 2 Dengan system buka tutup tanpa bak filterisasi.

3 Dengan System langsung kesawah menggunakan serta adanya bak filterisasi.

4 Dengan Sistem buka tutup, serta adanya bak filterisasi.

Pemanenan 1 Padi menguning 100%, digebyok dan dibersihkan.

2 Padi kurang siap panen menguning dan kering kurang dari 90%, digebyok, tidak dibersihkan

3 Padi siap panen menguning dan kering mencapai 90%,Digebyok dan dibersihkan.

4 Padi siap panen menguning dan kering mencapai 90%, menggunakan power threser, gabah dibersihkan dari kotoran.

Pasca Panen 1 Gabah dibersihkan menggnakan blower, disimpan hingga kadar air 14%.

2 Gabah dibersihkan menggunakan blower, kadar air yang tak tentu.

3 Dijemur selama satu hari tanpa dilakukan pembalikan. 4 Dijemur selama satu hari serta dilakukan pembalikan

setiap 2 jam.

Penggilingan 1 Digiling dengan menggunakan mesin dengan 1 kali fase tanpa disosoh

2 Digiling dengan menggunakan 1 fase dan dengan disosoh 3 Digiling dengan menggunakan 2 fase dengan mesin tanpa

disosoh.

4 Digiling dengan menggunkan mesin 2 kali fase dan dengan disosoh.

Pengayaan dan

penyortiran

1 Beras tanpa melalui proses pengayaan

2 Beras melalui proses pengayaan tanpa peninjauan kembali kotoran yang terdpat didalamnya

3 Beras melalui proses pengayaan dan dilakukan peninjauan kembali, tanpa packing.

4 Beras melalui proses pengayaan, dilakukan sortir kembali dan dipacking sesuai ukuran.

14.Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah tercapai. Dimana makin besar

(45)

25

E. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis

kuantitatif. Analisis deskriptif untuk menggambarkan keadaan dan kondisi

penerapan Standart Operasional Perosedur pertanian padi organik dan pertanian

padi konvensional di desa Wijirejo, Kecmatan Pandak, Kabupaten Bantul,

Yogyakarta. Sedangkan analisis kuntitatif digunakan untuk mengetahui

perbandingan biaya usahatani, pendapatan serta keuntungan.

1. Tingkat Penerapan SOP

Untuk mengetahui tingkat penerapan SOP usahatani padi organik dan padi

konvensional, dianalisis dengan menghitung rata-rata capaian skor yang kemudian

dikategorikan dalam empat kategori, yaitu tidak sesuai, kurang sesuai, cukup

sesuai dan anjuran.

a. Skor variable

Interval = = =0,75

1) Tingkat penerapan I (Rendah) = 1 – 1,75

2) Tingkat penerapan II (Kurang) = > 1,75 – 2,50

3) Tingkat penerapan III (Cukup) = > 2,50 – 3,25

(46)

b. Skor total variabel

Interval =

= = = 8,25

Indikator penerapan ini terdapat beberapa poin, maka nilai tiap kategoori

sebagai berikut:

1) Tingkat penerapan I (Rendah) = 11,00 – 19,25

2) Tingkat penerapan II (Kurang) = >19,25 – 27,50

3) Tingkat penerapan III (Cukup) = > 27,50 – 35,75

4) Tingkat penerapan IV (Tinggi) = > 35,75 – 44,00

2. Tingkat Efektivitas

Tingkat efektivitas penerapan Standar Operasional Prosedur dianalisis

dengan system skor yang kemudian dikonversikan kedalam bentuk prosentase

sebagai berikut:

Efektiftas penerapan SOP =

x 100 %

Pengujian hipotesis:

a. Efektivitas penerapan SOP organik/konvensional sangat tinggi,

prosentase yang diperoleh antara 80% - 100%

b. Efektivitas penerapan SOP organik/konvensional tinggi, prosentase yang

(47)

27

c. Efektivitas penerapan SOP organik/konvensional sedang, prosentase yang

diperoleh antara 40 % – 59,9%

d. Efektivitas penerapan SOP organik/konvensional rendah, prosentase yang

diperoleh antara 20 % – 39,9%

e. Efektivitas penerapan SOP organik/konvensional sangat rendah,

prosentase yang diperoleh antara 0 % - 19,9 %

3. Analisis Usahatani

a. Total Biaya

Total Biaya (TC) adalah biaya eksplisit total ditambah dengan biaya

implisit yang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

TC= TEC + TIC

Keterangan:

TC = Total Cost (biaya total)

TEC = Total Explisit Cost (biaya ekplisit total)

TIC = Total Implisit Cost (biaya total implisit)

b. Penerimaan

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh

dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:

TR = Y . Py

Dimana :

TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani

(48)

c. Pendapatan

Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dengan semua biaya

eksplisit yang digunakan untuk memproduksi barang (output). Dapat

dirumuskan sebagai berikut:

NR = TR -TEC

Keterangan:

NR = Pendapatan

TR = Total penerimaan

TEC = Total biaya eksplisit

d. Keuntungan

Untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh petani dari

usahatani padi organik, digunakan analisis keuntungan yaitu:

π = TR – (TEC + TIC)

π = Y. Py – TC Keterangan:

π = Keuntungan

TR = Total penerimaan (Total Revenue)

TC = Total biaya yang dikeluarkan (Total Cost)

Y = Total produksi

(49)

29

4.Uji t

Untuk Mengetahui apakah ada perbedaan pendapatan dan keuntungan

pada usahatani padi organik dan padi konvensional maka digunakan uji t, sebagai

berikut:

Ho: µ organik ≤ µ konvensional : rata-rata pendapatan, keuntungan, petani

organik dan konvensional tidak ada perbedaan.

Ha : µ organik > µ konvensional: rata-rata pendapatan, keuntungan, petani

organik adanya perbedaan antara usahatani padi organik dan

usahatani padi konvensional.

Dimana: = √

Keterangan:

Pendapatan dan keuntungan usahatani padi organik

Pendapatan dan keuntungan usahatani padi konvensional

Rata rata Pendapatan dan keuntungan usahatani padi organik

(50)

Varians pendapatan dan keuntungan usahatani padi organik

= Varians pendapatan dan keuntungan usahatani padi konvensional

n1 = jumlah sampel petani padi organik

n2 = jumlah sampel petani konvensional

= Standar Deviasi

Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak adanya perbedaan

pendapatan keuntungan antara usahatani padi organik dengan usahatani padi

konvensional

Ho ditolak dan Ha Diterima berarti adanya perbedaan secara

nyata pendapatan dan keuntungan antara usahatani padi organik dengan usahatani

padi konvensional

(51)

39

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Letak Geografis dan Topografi Kecamatan Pandak

Wilayah pemerintahan Kecamatan Pandak terletak disebelah barat daya

ibukota Kabupaten Bantul sejauh 20 km dari ibukota provinsi, sejauh 4 km dari

ibukota kabupaten dan sejauh 3 km dari kelurahan desa Wijirejo. Luas

keseluruhan wilayah Kecamatan Pandak 2818.1346 ha. Kecamatan Pandak

Terdiri dari 4 Desa yakni Desa Gilangharjo, Desa Caturharjo, Desa Wijirejo dan

Desa Triharjo.

Secara umum Kecamatan Pandak terletak di ketinggian 27 m dari atas

permukaan laut dan memiliki suhu 20 0 C mencapai 32 0 C. Adapun batas batas

administratif wilayah Kecamatan Pandak yakni sebelah utara berbatasan dengan

Kecamatan Pajangan, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan

Bambanglipuro, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sanden dan

sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Srandakan.Keadaan topografi

wilayah Kecamatan Pandak berada di dataran perbukitan 10% dan dataran rendah

bergelombang 90%. Dengan luasan lahansawah seluas 1344.785 Ha,lahan kering

1231.587 Ha, lahan basah 0.8186 Ha.lahan keperluan fasilitas umum 21.840 Ha,

dan lahan tandus dan pasir 219.104 Ha.

Desa Wijirejo merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Pandak.

Desa Wijirejo mempunyai luas wilayah sebesar 467.954 Ha dengan luas lahan

pertanian setengah teknis 233,4 Ha dan tegalan kebun 150,28 Ha.Secara

Gambar

Gambar 2. Kerangka Berfikir
Tabel 1.  Daftar Kelompok Tani dalam Gapoktan Mitra Usaha Tani Desa Wijirejo Kecamatan Pandak Kab
Tabel 2. Skor VariabelProses Pertanian Padisecara organik Sesuai SOP
Tabel 3.Skor Variabel Proses Pertanian Padi secara Konvensional Sesuai SOP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas penerapan standar operasional prosedur administrasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan

Nilai rata-rata efisiensi teknis tersebut masih dibawah 1, artinya bahwa usahatani yang padi organik oleh petani sampel masih belum efesien, masih terdapat peluang

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas penerapan standar operasional prosedur administrasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas penerapan standar operasional prosedur administrasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan

Berdasarkan latar belakang tersebut pene- litian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) perbe- daan pendapatan antara petani padi sistem semi organik dan petani padi konvensional di

Nilai rata-rata efisiensi teknis tersebut masih dibawah 1, artinya bahwa usahatani yang padi organik oleh petani sampel masih belum efesien, masih terdapat peluang

Nilai rata-rata efisiensi teknis tersebut masih dibawah 1, artinya bahwa usahatani yang padi organik oleh petani sampel masih belum efesien, masih terdapat peluang

Prosedur Operasional Standar (POS) Budidaya Padi Sawah 2 ketentuan POS ditekankan pada prosedur dan tata tertib kerja, serta hal-hal yang harus dilakukan secara