• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUATAN KELEMBAGAAN DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGUATAN KELEMBAGAAN DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia, karena dilihat dari manfaatnya sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah. Selain itu, hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, PERPU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 41 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penetapan PERPU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 41 tentang Kehutanan Menjadi Undang–Undang, Undang–Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentangPencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(2)

2

Buku Statistik Kehutanan Indonesia Kemenhut 2011 yang dipublikasi pada bulan Juli 2012), hutan Indonesia menjadi salah satu paru-paru dunia yang sangat penting peranannya bagi kehidupan isi bumi. Selain dari luasan, hutan Indonesia juga menyimpan kekayaan alam hayati. Berbagai flora dan fauna endemik hadir di hutan Indonesia menjadi kekayaan Indonesia dan dunia. Oleh karena memiliki wilayah hutan yang luas, maka Indonesia didapuk menjadi jantung dunia melalui salah satu program World Wildlife Fund (WWF) yaitu Heart of Borneo Initiatives.

(3)

3

adalalah kerusakan akibat kebakaran hutan yang terjadi disetiap tahun. (Mujab, 2015).

Peristiwa bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia belum dapat secara optimalkan dikandalikan. Setiap tahun bencana asap akibat dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mengalami peningkatan, di tahun 1982-1983 kebakaran hutan telah menghancurkan 3,7 Juta hektar dan Pada tahun 1997–1998, kebakaran hutan dan lahanyang ditaksir kebakaran hutan paling besar telah merusak 5 juta hektar (Hidayat Herman, 124-2008), kondisi juga yang terjadi di tahun 2015 mengalami kebakaran paling besar berdampak kabut asap pada enam negara secara langsung Malaysia, Singapore, Soutthren Thailand, Vietnam, Combodia dan Philipines (Purnomo, 2015)

(4)

4

Beragam cara upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan meskipun peraturan pemerintah melarang penggunaan apiuntuk membuka lahan (misalnya, Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. 152/Kpts/DJVI/1997, Keputusan Menteri Kehutanan No. 107/KptsII/1999, Keputusan Pemerintah No. 4/2001 tentang Pengendalian Degradasi Lingkungan dan/atau Pencemaran terkait dengan Hutan atau Kebakaran Hutan.

Meski upaya Pemerintah telah membentuk Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Pusdalkarhutla) dan Satuan Pelaksana Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan(Satlakdalkarhutla) maupun tim koordinasi nasionalpengendalian kebakaran hutan dan lahan dan sekarang menjadi Badan Nasional Pengendalian (BNPB) Badan Penanggulangan Daerah (BPBD). Namun sulit sekali dilaksanakan. Sekalipun disadari kebakaran hutan selalu berulang, namun tingkat kewaspadaan aparat khususnya di daerah, terkesan sangat kurang. Pemerintah baru bergegas melakukan tindakan bahkan terlihat panik bila kebakaran sudah mulai terjadi, kemudian menurun apabila kebakaran sudah dapat di atasi. Semestinya, kewaspadaan tetap tinggi setidaknya mengikuti indikator titikapi dari hasil pemantauan satelit.

(5)

5

Provinsi Jambi lahan yang paling luas terbakar adalah lahan gambut, mayoritas terjadi pada areal konsensi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri yang berproduksi di atas lahan gambut. Walhi Jambi sendiri memastikan 80% titik api berada sebaran titik api berada di izin HTI dan sawit (http//:www.walhi-jambi.com.2016).

Kebakaran hutan dan lahan menimbulkan dampak terutama lingkungan dan ekonomi nasional. Kebakaran hutan seolah menjadi berlarut-larut kasus rutin yang terjadi setiap tahun dengan waktu dan tempat yang relatif sama. Sebagaimana data menunjukan tabel 1.1 luas areal hutan yang terbakar di Provinsi Jambi priode tahun 2011-2015.

Tabel 1.1

Luas Hutan dan Lahan Terbakar Provinsi Jambi 2011-2015

Nomor Tahun Luas /Hektar

1 2011 89,00

2 2012 11,22

3 2013 199,10

4 2014 3.470,61

5

2015 19.528,00

*) sumber : sipongi.menlhk.go.id, 2016

(6)

6

oleh pemanasan global, kemarau ekstrim yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim yang memberikan kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutandan aktivitas manusia dalam pengelolaan lahan. Persentase yang berasal dari kegiatan manusia sebanyak 99%, baik disengaja maupun karena unsur kelalaian. Kebakaran lahan yang terjadi akibat pengaruh iklim hanya terjadi sebagian kecil (Qodriyatun, 2014).

(7)

7

ekologi, sosial, ekonomi masyarakat baik di Indonesia maupun di Negara tetangga, Malaysia dan Singapura.

(8)

8

Gambar 1.1

Jumlah Titik Api di Provinsi Jambi Th 2010-2015

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2016

Berdasarkan pantawan Satelit National Oceanic Atsmospheric Administration NOAA 18 sebaran titikapi tersebut berada di areal masyarakat, areal hutan tanaman industri (HTI), areal perkebunan kelapa sawit, hutan lindung dan lahan gambut. Alih fungsi hutan danpembukaan hutan dengan cara ini lebih murah dibandingkan dengan cara tidak merusak lingkungan. Selain itu, kebakarandidukung oleh pemanasan global, kemarau ekstrim yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim yang memberikan kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan.

572

1433

2410

1151 1152

1654

2010 2011 2012 2013 2014 2015

(9)

9

Tabel 1.2

Penegakan Hukum Kasus Kebakaran Tahun 2015

No Satker Lp Areal

Terbakar

Jml Tsk Org Korp

1 2 3 4 5 6

1 Polda Jambi 7 7.202 Ha 16 4

2 Polres Tebo 6 44,5 Ha 4 1

3 Polres Tanjung Jabung Timur 3 31 Ha 2 1

4 Polres Muar0. Jambi 5 277,4 Ha 1 -

5 Polres Tanjung Jabung Barat 1 3 Ha 3 -

6 Polres Batang.Hari 3 5 Ha 1 -

7 Polres Bungo 1 25 Ha - -

8 Polres Sarolangun 1 1000 Ha - -

TOTAL 27 8.587,9 Ha 27 6

Sumber: BPBD Provinsi Jambi, 2016

Data di atas menunjukan bahawa kasus kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi sudah pada status tersangka yang dikeluarkan oleh Polda Jambi dan Kapolres di beberapa Kabupaten Provinsi Jambi, adapun kasus yang tersangka terhadap pembakaran hutan dan lahan tersebut yakni perorangan maupun Korporasi, kasus tersangka pembakaran yang dikeluarkan oleh Polda dan Polres pada tahun 2015.

(10)

ulang-10

ulang, baik dari level tertinggi Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan hingga petinggi Negeri Jambi (www.walhi-jambi.com, 2016).

Sebaiknya satgas kebakaran hutan dan lahan dijadikan pengalaman kebakaran yang telah lalu untuk dijadikan bahan evaluasi. Walhi Jambi mengatakan untuk mengatasi hal itu harus memiliki skenario baru untuk perubahan, ada dua poin yang harus diperbaiki untuk mencegah tidak terjadi seperti tahun lalu, yakni memperbaiki penegakan hukum lintas sektor termasuk keseriusan dalam penegakan hukum. Hal ini agar pelaku jera. Selanjutnya adalah melibatkan masyarakat, dengan memberikan tanggung jawab kepada mereka dan memberikan pelatihan-pelatihan, sehingga masyarakat memiliki rasa tanggung jawab dan kewajiban. satu dari poin tersebut dapat dijalankan, kemungkinan hal serupa dapat di antisipasi (www.walhi-jambi.com, 2016)

(11)

11

seluas 60.000 hektar . Penggunaan lahan di Kabupaten ini didominasi oleh lahan pertanian kering (293.256 hektar) diikuti oleh perkebunan kelapa sawit (87.992 hektar) dan lahan pertanian sawah (17.000 hektar). Pertanian dan pertambangan (sebagian besar pertambangan minyak bumi) merupakan sektor ekonomi utama dan masing-masing memberikan kontribusi sebesar 30 % dan 26 % dari produk ekonomi regional bruto (BPS, 2012).

Perkebunan kelapa sawit merupakan penyumbang terbesar PDRB dari sektor pertanian. Perkebunan kelapa sawit pendapatan yang tinggi dari kelapa sawit dan hasil pertanian lainnya menimbulkan tekanan pada hutan di Muaro Jambi. Perkembangan kelapa sawit di Kabupaten Muaro Jambi sangat seginifikan hal ini yang terlihat dari badan statistik dari hanya 6000 hektar pada tahun 2000 meningkat 160000 hektar di tahun 2014 sehingga dapat disimpulkan tutupan lahan tersebut telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit (BPS, 2015)

(12)

12

diperburuk oleh penebangan liar dan pembukaan lahan untuk dijadikan lahan pertanian (Chen et al. 2008).

Melihat kondisi tersebut, kesiapan pencegahan dan pengendalian kebakaran sebaiknya pemerintah dengan para pihak diarahkan untuk mengkaji penyebab terjadinya kebakaran. Banyaknya lahan gambut yang belum memenuhi aspek tehnis yang benar disampaing bertujuan fungsi mencegah kebakaran hutan dan lahan akan menimbulkan dampak lingkungan (http///www.kehutanan.org, 2016).

(13)

13

kelembagaan Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah ini adalah :

Bagaimanakah Penguatan Kelembagaan Dalam Pencegahan dan pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui bagaimanakah penguatan kelembagaan dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk meninjau dan menganalisis, bagaimanakah penguatan kelembagaan dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

(14)

14

sebagai tambahan wacana dan sebagai salah satu masukan bagi yang beminat untuk meneliti lebih jauh

(15)

15

BAB II

TINJAUAN TEORI

II.1 Tinjauan Pustaka

(16)

16

Tabel 11.1

Tinjauan Pustaka

Peneliti Judul Temuan Hasil Penelitian

Anih Sri

Kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran huatn dan lahan di Indinesia berdampak pada Negara tetangga, akibat kabut asap tersebut akibat yang disebabkan kebakaran berdampak pada Sosial, ekonomi dan Ekologi, upaya pemerintah yang dilakukan untuk meminimilisir kebakaran

hutan dan lahan masih tahap pada

penanggulangan kebakaran, belum banyak menyentuh upaya kegiatan pencegahan, dengan demikian upaya preventif harus ditingkatkan, seperti upaya pelestarian lingkungan, penguatan hukum dan peran serta aktif pemerintah daerah Budi

Tingkat dan status serta faktor-faktor kunci yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan rawa gambut terhadap kebakaran hutan dan lahan dengan menggunakan pendekatan Multi-Dimensional Scaling. Mengacu kepada hasil penelitian secara keseluruhan indeks atau status keberlanjutan berada pada kriteria sedang (45,81%) atau status cukup berkelanjutan. Secara parsial untuk masing-masing dimensi yang memiliki status cukup berkelanjutan adalah ekonomi, teknologi dan hukum, sedangkan dimensi ekologi dan sosial kurang berkelanjutan sehingga perlu mendapatkan perhatian serius.

Bambang

(17)

17

terhadap kelembagaan Masyarakat Peduli Api. Siti

Hasil penelitian menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pencegahan kebakaran lahan sangat rendah. Hasil analisis rank spearman menunjukkan faktor yang berhubungan terhadap partisipasi adalah faktor eksternal, terdiri dari peran penyuluh dan dukungan lingkungan sosial (dukungan tokoh masyarakat, peran kelompok, media informasi dan peran pemerintah). Faktor internal yang berhubungan adalah tingkat pendidikan dan pendapatan. Partisipasi masyarakat agar meningkat diperlukan peran penyuluh yang merata dan peran aktif pemerintah untuk membina dan melatih sasaran yang tepat.

Khulfi M

Penyebab kebakaran dipicu oleh aktifitas masyarakat di dalam dan sekitar kawasan. Nilai Kerugian Total akibat kebakaran seluas ± 4364 ha mencapai Rp 134 Milyar. Kegiatan pencegahan kebakaran

termasuk efektif jika hanya dilihat dari persentase penyerapan input (realisasi anggaran), namun sangat tidak efektif dilihat dari persentase pencapaian sasaran (outcome) berupa penurunan jumlah

(18)

18

Strategi pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Rokan Hilir, sebagai berikut:

a. Membentuk kerjasama yang baik antar instansi dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan

b. Meningkatan keterampilan masyarakat dalam upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan

c. Pengembangan tanaman hortikultura jenis nanas oleh pemerintah Kabupaten Rokan Hilir. d. Masyarakat memanfaatkan kebun rakyat e. Pemerintah mensosialisasikan ancaman

hukuman

f. Pemerintah perlu memfasilitasi alat berat bagi masyarakat dalam membuka lahan perkebunan dengan syarat dan ketentuan.

Bambang

Potensi kebakaran hutan akibat pembersihan lahan oleh masyarakat desa tapos dan desa Barengkok tergolong rendah karena sudah diterapkannya sistem pembakaran terkendali, sedangkan akibat konflik cukup tinggi karena kurang terjalinnya hubungan baik antara pihak KPH Bogor dengan masyarakat. Rendahnya informasi mengenai penyuluhan kepada masyarakat dan kurang diperhatikannya keberadaan papan peringatan adalah bentuk kurang optimalnya upaya pengendalian di KPH Bogor.

Koordinasi yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dalam menangani kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Rokan Hilir tahun 2010-2013 masih tergolong lemah, lenmahnaya kordinasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: kurangnya pengawasan, kurangnya komunikasi, kurangnya kesadaran pentingnya koordinasi, kurangnya partisipan yang memiliki kompetensi, dukungan pendanaan dan fasilitas yang terbatas, kurangnya komitmen politik, dan faktor penghambat lainnya.

Hasil Penelitian Dan Pengalaman Selama Ini

Menunjukkan Bahwa Pemicu Api Awal

Berhubungan Erat Dengan Pengguna Api Untuk Pembakaran Vegetasi, Pembakaran Dalam

(19)

19

Bila melihat kajian sebelumnya di atas, maka posisi penelitian ini merupakan penelitian yang baru. Penelitian cukup baru karena penelitian ini memfokuskan pada bagaimana pernguatan kelembagaan terhadap pencegahan dan penegendalian kebakaran hutan dan lahan. Peneilitian ini hampir mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Anih Sri Suryani (2012) tentang Penanganan Asap Kabut Akibat Kebakaran Hutan Di Wilayah Perbatasan Indonesia Khulfi M Khalwani, Bahruni Lailan Syakhina (2015) Nilai Kerugian Dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran Hutan Gambut (Studi Kasus di Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah) Shahira Harun (2015) Kordinasi Antara Pemerintah Provinsi Riau Dan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir Dalam Menangani

Pengelolaannya. Pembakaran Lahan Tidur Serta Penguasaan Lahan. Faktor Pendukung Terjadinya Kebakaran Hutan Rawa Gambut Adalah Bahan Bakar Berlimpah Tanah Gambut, Gejala Alam El-Nino, Penguasaan Lahan Terlalu Luas, Alokasi Penggunaan Lahan Tidak Tepat, Degradasi

Hutan, Dan Perubahan Karakteristik

(20)

20

Kebakaran Hutan Dan Lahan (Karhutla) Di Rokan Hilir Tahun (2010-2013) Acep akbar , sukhyar faidil Kebakaran Hutan Dan Lahan Rawa Gambut: Penyebab Faktor Pendukung dan Alternatif Pengelolaannya. Budi Darmawan, Yusni Ikhwan Siregar, Sukendi dan Siti Zahrah,

(2016) Pengelolaan Keberlanjutan Ekosistem Hutan Rawa Gambut Terhadap Kebakaran Hutan dan Lahan di Semenanjung Kampar, Sumatera. Namun penelitian ini berbeda dalam sisi teori, lokasi penelitian dan pendekatannya.

Kemudian hasil penelitian yang telah lalu juga lebih pada pencegahan kebakaran pada pemberdayaan masyarakat terhadap pebegahan dan penegndalian kebakaran hutan dan lahan seperti penelitian Rahmad Dani, Defri Yoza, Rudianda Sulaeman, Strategi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Rokan Hilir Siti Sawerah, Pudji Muljono, Prabowo Tjitropranoto (2016) Partispasi Masyarakat dalam pencegahan kebakranlahan ganbut di Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, perbedaan diantara penelitian ini adalah teori dan lokasi penelitian.

(21)

21

sebagai salah sati faktor penting dalam penceghan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi, oleh karena it peneliti mengeanlisanya dengan penguatan kelembagaan yang belum pernah dilakukan oleh penelitian terdahulu.

II.2 Kerangka Teori

II.2.1 Penguatan Kelembagaan

1. Pengertian Penguatan Kelembagaan

(22)

22

Selanjutnya, UNDP dalam (Milen, 2006) memberikan pengertian pengembangan kapasitas adalah proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi, dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka untuk (a) menghasilkan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (core functions), memecahkan permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, dan (b) memahami dan memenuhi kebutuhan pembangunan dalam konteks yang lebih luas dalam cara yang berkelanjutan.

2. Teori Penguatan Kelembagaan (Capacity Building)

Terdapat bebarapa teori yang berkaitan dengan perkuatan lembagaan. Perkuatan kelembagaan merupakan upaya sebuah organisasi untuk meningkatkan kapasitas baik institusi, system maupun individual dalam memperbaiki kinerja organisasi secara keseluruhan. (Muyungi, 2008) menyatakan bahwa “capacity-building” is widely defined as the process of creating or enhancing capacities within an institution or a country to perform specific tasks on an on-going basis in order to attain a given developmental objective.

(23)

23

1. Pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan

2. Penguatan Institusi melalui penyempurnaan prosedur dan metode dalam organisasi

3. Dan penumbuhan kapasitas system seperti penumbuhan system kesadaran, peraturan yang kondusif, dan pengelolaan system lingkungan

Sehingga dengan demikian, manusia, system dan prosedur menjadi tumpuan perkuatan kelembagaan yang ada. Upaya pembangunan kapasitas institusi yang memiliki arah pegembangan untuk memperkuat kapasitas internal organisasi dalam menjalankan tupoksi mencapai visi misi dan merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan (Mutiarin, 2014)

Pada perspektif yang lain capacity building juga dapat difokuskan pada pada;

1. Pengembangan sumber daya manusia; training, rekruitmen dan pegawai profesional, manajerial dan teknis,

(24)

24

3. Jaringan kerja (network), berupa koordinasi, aktifitas organisasi, 4. fungsi network, serta interaksi formal dan informal,

5. Lingkungan organisasi, yaitu aturan (rule) dan undang-undang / regulasi (legislation) (Mutiarin, 2014)

Teori mengenai peerkuatan lembaga juga disampaikan oleh Grindle (dalam Mutiarin, 2014) “Capacity building” merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan memusatkan perhatian kepada dimensi:

(1) pengembangan sumberdaya manusia; (2) penguatan organisasi; dan

(3) reformasi kelembagaan

Lebih lanjut UNDP memfokuskan pada tiga dimensi yaitu:

(1) tenaga kerja (dimensi sumberdaya manusia), yaitu kualitas SDM dan cara SDM dimanfaatkan;

(2) modal (dimensi phisik) yaitu menyangkut peralatan, bahan-bahan yang diperlukan, dan gedung; dan

(25)

25

Sedangkan United Nations memusatkan perhatiannya kepada:

(1) mandat atau struktur legal; (2) struktur kelembagaan; (3) pendekatan manajerial;

(4) kemampuan organisasional dan teknis; (5) kemampuan fiskal lokal; dan

(6) kegiatan-kegiatan program (lihat Edralin, 1997: 148 – 149).

Sementara itu, D.Eade (1998) merumuskan peningkatan kelembagaan kemampuan dalam tiga dimensi, yaitu:

(1) individu; (2) organisasi; dan (3) network.

(26)

26

Organization

 Empower people

 Intregrate quality and

 Quality of work life

 Create free space

 For learning

Individuals

Promote inquality Create continuos Learning opportunities

(Diadopsi dan dikembangkan dari Team learning Model (Watkins, Karen, Marsic, 1993, dalam Marquardt: 1996) (dalam Mutiarin, 2014)

Dengan demikian untuk menghadapi era realitas lingkungan baru, manajemen semua tataran birokrasi publik perlu melakukan rethinking tentang pendekatan organisasional maupun operasional yang akan mereka lakukan. Birokrasi publik perlu melakukan rethinking the way of life ini , untuk mewujudkan diri sebagai organisasi birokrasi yang berkualitas , tanggap terhadap perubahan, mampu beradaptasi dengan lingkungan dan punya komitmen sebagai pelayan publik.

Selanjutnya model kelembagaan yang dapat diadopsi adalah sebagai berikut:

Networking and Environment

INSTITUTIONAL CAPACITY BUILDING

Teams Collaborate and

(27)

27

Gamabar 11.2 Konsep Capacity Building (Diadopsi dari Eade, 1988 dalam Mutiarin 2014)

Dari beberpa teori mengenai lembaga di atas maka penyususn memilih teori yang disampaikan oleh Eade (dalam Mutiarin, 2014). Hal dikarenakan teori yang dibangun dalam teori perkuatan kelembagaan dengan menyimpulkan berbagai perspektif perkuatan kelembagaan organisasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang tepat digunakan dalam penelitian ini. Kreteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Memiliki sumber daya manusia yang memadai dalam kualitas maupun kuantitas untuk menjalankan fungsi pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan

Jumlah Pesonil, Pelatihan, Pemberdayaan Sumber

Daya Manusia Problematik

situation

Organizatins: Structure, Tugas dan Tanggung

Jawab Capasity

Building

Performance

Infrastrukture: Sarana dan prasarana

(28)

28

2. Organisasi Memilki struktur organisasi yang menggambarkan fungsi-fungsi pengendalian kebakran hutan dan lahan

3. Keuangan untuk mendukung kualitas dan kuantitas pencegahan dan pengendalian kebakran hutan dan lahan

4. Memilki infarsutruk yaitu sarana dan prasarana dalam jenis dan jumlah untuk menjalankan kegiatan fungsi-fungsi menjemen pengendalian kebakaran hutan dan lahan

5. Memilki network, kerjasama baik dengan pemerintah, swasta dan masayarakat.

Menurut Daniel Rickett (dalam Hardjanto, 2010) menyebutkan “the ultimate goal of capacity building is to enable the organization to

grow stronger in achieving ats purpose and mission”, artinya adalah arti penting dari pembangunan kapasitas adalah untuk memampukan organisasi bertumbuh dengan lebih kuat dalam mencapai tujuan dan misi organisasi. Lebih jauh dirumuskan bahwa tujuan dari peembangunan kapasitas adalah.

(29)

29

b. Pemantauan secara proporsional, tugas, fungsi, sistem keuangan, mekanisme dan tanggung jawab dalam rangka pelaksanaan pembangunan kapasitas daerah.

c. Mobilisasi sumber-sumber dana Pemerintah, Daerah dan lainnya.

d. Penggunaan sumber-sumber dana secara efektif dan efisisen.

Lebih lanjut (Riayadi, 2006) mengungkapkan tentang dimensi Capacity Building bahwa :

(30)

30

misalnya meruapakan strategi untuk meningkatkan kemampuan bekerja sama atau koloborasi dengan pihak-pihak luar dengan prinsip saling menguntungkan.

Dari penjelasannya di atas (Riayadi, 2006) meneuturkan lebih lanjut bahwa:

Bila dicernmati sebagai pendapat di atas maka “Capacity Building” sebenarnya berkenaan dengan strategi menata input dan proses dalam mencapai output dan outcmne dan menata feedback untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada tahap berikutnaya. Startegi menata input berkenaan dengan kemampuan lembaga menyediakan bebrbagai jenis dan jumlah serta kualitas sumberdaya manusia dan non agar siap digunakan bila diperluakan. Strategi menata proses berkaitan dengan kemampuan lembaga merancang, memproses dan mengembangkan kebijakan, organisasi dan manajemen. Dan startegi-strategi tersebut harus dinilai secara cermat tingkat kelayakannya pada bidang-bidang strategis yang menjadi proritas utama kegiatan pada saat sekarang.

(31)

31

hal penting bagaiamana agar suapaya Capacity Building ini dapat ditata dan diimplementasikan dalam seluruh ini melihat kompleksiitas dimensi dan tingkatan dari Capacity Building ini. Oleh karena itu masing-masing tingkatan memiliki perlakukan yang berbeda namun esensinya sama mengarah pada pencapain kualitas yang lebih baik lewat pembelajaran yang terjadi secara terus menerus tanpa ada akhir.

Dari uraian di atas dapatlah dikemukakan bahwa Capacity Building memiliki dimensi dan tingkatan sebagai berikut :

a. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas individu

b. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada organisasi c. Tingakatan dan dimensi pengembanagn kapsiatas pada sistem

(32)

32

Tingkat individu

Tingakat organisasi

Tingkat sistem

Gambar 11.3 Tingkatan dalam Capacity Building

Dari pemaparan mengenai dimensi pengembangan kapasitas, penulis simpulkan sebagai berikut.

Dari gambar tersebut di atas dapatlah dikemukakan bahwa pengembangan kapasitas harus dilaksanakan secara efektif dan berkesinambungan pada tiga tingkatan-tingkatan:

a. Dimensi dan tingkatan individu, adalah tingkatan dalam sistem yang paling kecil, dalam tingkatan ini aktivitas Capacity Building yang ditekakankan adalah pada aspek membelajarkan individu dalam rangka mendapatkan sumberdaya yang manusia berkualitas dalam

Pengetahuan, ketermapilan, kemampuan, pengelompokan

kerja Pengambilan

keputusan sumber- sumber prosedur-prosedur

struktur-struktur

Pengembangan Kapasitas

Kerangka kerja formal yang

(33)

33

ruang lingkup penciptaan peningkatan keterampilan-keterampilan dalam diri individu, penambahan pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini, peningkatan tingkah laku untuk memberikan tauladan dan motivasi untuk bekerja lebih baik dalam rangka untuk mencapai tujuan lembaga/organisasi yang telah dirancang sebelumnya dengan sebagai kegiatan –kegiatan.

b. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada kelembagaan atau organisasi terdiri atas sumber daya organisasi, budaya organisasi, ketatalaksanaan, struktur organisasi atau sistem pengambilan keputusan lainnya .

(34)

34

II.3 Kerangka Fikir

Gambar 11.3 Kerangka Fikir Penelitian

II.4. Definisi Konsepsional

1. Penguatan Kelembagaan (Capacity building) adalah kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara efisien, efektif, dan terus menerus.

Pengendalian Kebakaran Hutan

dan Lahan

Penguatan Kelembagaan  Sistem Kanalisasi

di lahan gambut

 Pembukaan lahan dengan cara bakar

Sumber Daya Manusia

Organisasi

Infastruktur

Keuangan

(35)

35

II.5 Definisi Operasional

Tabel 11. 2

Definisi Operasional

No Dimensi Indikator

1 SDM

 Jumlah Personil yang mengikuti Pelatihan kebakaran hutan dan lahan.

 Pelatihan tentang kebakaran hutan dan lahan.  Pemberdayaan sumber daya manusia tentang

kebakaran hutan dan lahan. 2 Organisasi

 Struktur organisi pengendalain kebakaran  Tugas dan tanggung jawab dalam pengendalian

kebakaran.

3 Keuangan  Alokasi keuangan yang memadai untuk mendukung akttivitas pengendalian kebakaran. 4 Infrastruktur  Sarana dan prasarana perlengkapan

pngendalian kebakaran.

(36)

44 BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

1V. 1 Gambaran Umum Daerah Muaro Jambi

Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Batang Hari, secara resmi Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi mulai dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 1999. Pusat Pemerintahan di Kota Sengeti sebagai ibu Kota Kabupaten Muaro Jambi dengan Pusat Perkantoran di Bukit Baling Kecamatan Sekernan. Kabupaten Muaro Jambi memiliki letak geografis wilayah yang cukup strategis berada di hinterland Kota Jambi, hal ini memberikan keuntungan bagi Kabupaten Muaro Jambi karena Kabupaten ini memiliki peluang yang cukup besar sebagai daerah pemasok kebutuhan kota Jambi, seperti pemasaran untuk hasil pertanian, perikanan, industri dan jasa.

Luas wilayah Kabupaten Muaro Jambi ± 5.246 KM2, secara administrasi mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

(37)

45

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Secara Geografis Kabupaten Muaro Jambi terletak antara 10 511 Lintang Selatan sampai dengan 20 011 Lintang Selatan dan diantara 1030 151 Bujur Timur sampai dengan 1040 301 Bujur Timur. Kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian dari permukaan laut antara lain :

Tabel 1V.1

Katinggian Permukaan Laut Daearah Kabupaten Muaro Jambi

0 - 10 Meter = 11,80 %

11 - 100 Meter = 23,70 %

101 - 300 Meter = 4,50 %

(38)

46 Tabel 1V.2

Jumlah Desa/ Kelurahan menurut Kecamatan Tahun 2015

No. Kecamatan Jumlah

Desa Kelurahan

1. Jambi Luar Kota 19 1

2. Mestong 14 1

3. Sekernan 15 1

4. Maro Sebo 11 1

5. Kumpeh 16 1

6. Kumpeh Ulu 18 -

7. Sungai Bahar 11 -

8. Sungai Gelam 15 -

9. Taman Rajo 10 -

10. Sungai Bahar Utara 11 -

11. Sungai Bahar Selatan 10 -

Jumlah 150 5

Sumber: Bappeda Kabupaten Muaro Jambi, 2016

(39)

47

upaya percepatan pembangunan antar wilayah sehingga pelayanan terhadap masyarakat lebih optimal, sedangkan untuk kelurahan dari 4 kelurahan pada tahun 2007 menjadi 5 kelurahan pada tahun 2008, bertambah 1 kelurahan yaitu kelurahan Jambi Kecil Kecamatan Maro Sebo. Dengan adanya pemekaran ini merupakan cerminan kepedulian pemerintah untuk meningkatkan palayanan secara merata dan diharapkan mampu memperpendek rentang kendali dalam penyelenggaraan pemerintahahan dan pelayanan kepada masyarakat.

(40)

48 Gambar: 1V. 1

Peta Kabupaten Muaro Jambi

IV.2 Gambaran Umum Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kabupaten Muaro Jambi

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Muaro Jambi Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Muaro Jambi Kedudukan, Tugas Pokok Fungsi Dan Susunan Organisasi

(1) BPBD berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Bupati.

(41)

49 Tugas Pokok dan Fungsi

(1) BPBDmempunyai tugas ;

a. menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;

b. menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan;

c. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana;

d. menyusun, menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;

e. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;

f. mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang; g. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima

(42)

50

h. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Penetapan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

(3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPBD mempunyai fungsi :

a. perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat, tepat, efektif dan efisien; dan

b. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.

Susunan Organisasi BPBD, terdiri dari :

a. kepala;

b. unsur pengarah; dan c. unsur pelaksana.

(43)

51

(2) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. 1 (satu) orang pejabat pemerintah terkait;

b. 2 (dua) orang anggota masyarakat profesional/Ahli.

(3) Masa jabatan unsur pengarah adalah 2 (dua ) Tahun, dan untuk masa jabatan berikutnya dapat diusulkan dari unsur pengarah yang masih menjabat atau pengajuan calon baru dan diajukan 3 (tiga) bulan sebelum berakhir masa jabatan unsur pengarah.

(4) Pencalonan unsur pengarah dari unsur pejabat pemerintah diajukan oleh Bupati minimal 3 (tiga) orang dan pencalonan unsur pengarah dari anggota masyarakat profesional/ahli diajukan oleh Bupati minimal 6 (enam) orang.

(5) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dipilih melalui uji kepatutan dan kelayakan yang dilakukan oleh DPRD.

(6) Unsur pengarah mempunyai tugas menyusun rencana pelaksanaan, memantau dan mengevaluasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah

(7) Unsur Pengarah BPBD sebagaimana pada ayat (1) mempunyai fungsi: a. penyusunan konsep pelaksanaan kebijakan penangulangan bencana

(44)

52 b. pemantauan; dan

c. pengevaluasian dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah.

(1) Unsur pelaksana BPBD berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD.

(2) Unsur pelaksana BPBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala pelaksana yang membantu Kepala BPBD dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi Unsur pelaksana BPBD.

(1) Unsur Pelaksana BPBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas melaksanakan penanggulangan bencana secara terintegrasi meliputi pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.

(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), unsur pelaksana BPBD mempunyai fungsi :

a. pengoordinasian; b. pengomandoan; dan c. pelaksanaan.

(1) Susunan Organisasi Unsur Pelaksana BPBDterdiri dari : a. kepala pelaksana.

b. sekretariat pelaksana.

(45)

53 d. seksi kedaruratan dan logistik. e. seksi rehabilitasi dan rekonstruksi. f. kelompok jabatan fungsional.

1V.3 Gambaran Umum Dinas Kehutanan dan Perkebunan Muaro

Jambi

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Muaro Jambi Nomor 07 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Muaro Jambi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Muaro Jambi mempunyai fungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis dibidang Kehutanan dan Perkebunan; b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang

Kehutanan dan Perkebunan;

b. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang Kehutanan dan Perkebunan;

c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

(46)

54 a. Kepala Dinas.

b. Sekretariat terdiri dari :

1. Subbagian Perencanaan; 2. Subbagian Keuangan;

3. Subbagian Umum dan Kepegawaian; c. Bidang Pengusahaan Hutan terdiri dari :

1. Seksi Pengusahaan Hutan Alam; 2. Seksi Pengusahaan Hutan Alam Hak;

3. Seksi Perpetaan dan Penataan Kawasan Hutan; d. Bidang Perlindungan dan Bina Hutan terdiri dari :

1. Seksi Perlindungan Hutan dan Penyuluhan; 2. Seksi Reboisasi dan Konservasi Tanah;

3. Seksi Pengembangan Hutan Rakyat dan Aneka Usaha Kehutanan; e. Bidang Pengembangan Perkebunan terdiri dari :

1. Seksi Penyiapan dan Penetapan Lahan; 2. Seksi Pengembangan Lahan dan Bibit; 3. Seksi Budidaya dan Perlindungan Tanaman; f. Bidang Usaha Tani Perkebunan terdiri dari :

1. Seksi Bimbingan Usaha Tani; 2. Seksi Pengolahan Hasil;

(47)

55

g. Unit Pelaksana Tekhnis Daerah (UPTD).

h. Kelompok Jabatan Fungsional

1V.4 Penataan Ruang

Keluarnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan sebagai bukti nyata upaya Pemerintah pusat untuk melakukan penyempurnaan penyelenggaraan Pemerintahan dalam koridor otonomi daerah. Undang-Undang tersebut mengamanatkan adanya penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, baik pada aspek proses, mekanisme maupun tahapan pelaksanaan perencanaan mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah. Tahapan awal dari suatu proses pembangunan adalah penyusunan perencanaan yang mencakup arah, mekanisme dan sasaran yang akan dicapai.

(48)

56 1. Kawasan Lindung

Luas Kawasan lindung dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Muaro Jambi mencapai 86.536 Ha. Kawasan lindung yang dimaksud meliputi Kawasan yang memberikan perlindungan setempat yaitu Kawasan bergambut 23.678 Ha yang terdapat di Kecamatan Taman Rajo dan Kecamatan Kumpeh dan kawasan resapan air 19.500 Ha yang terdapat di Kecamatan Sekernan, Maro Sebo, Taman Rajo, Sungai Gelam, Kumpeh Ulu, dan Kecamatan Kumpeh. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya 43.358 Ha yang meliputi Kawasan Taman Nasional 26.747 Ha yaitu Taman Nasional Berbak dan Kawasan Hutan Raya 16.611 Ha yang tersebar di Kecamatan Kumpeh.

2. Kawasan Budidaya

 Kawasan hutan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Muaro Jambi meliputi hutan produksi dengan luas 97.575 Ha yang tersebar di Kecamatan Sekernan, Sungai Gelam, Maro Sebo, Kumpeh dan Taman Rajo.

 Kawasan Pertanian tanaman pangan lahan basah mencapai luas

(49)

57

lahan basah irigasi tersebar di Kecamatan Kecamatan Sekernan, Maro Sebo, Taman Rajo, Jambi Luar Kota, Mestong, Kumpeh Ulu dan Kumpeh. Sebaran pertanian lahan basah bukan irigasi tersebar di Kecamatan Sekernan, Maro Sebo, Taman Rajo, Jambi Luar Kota, Kumpeh Ulu, Kumpeh, Bahar Selatan. Pertanaian tanaman lahan kering meliputi Kecamatan Sekernan, Maro Sebo, Taman Rajo, Jambi Luar Kota, Sungai Gelam, Kumpeh Ulu, Kumpeh.

 Kawasan Hortikultura mencapai luas 3.928 Ha yang tersebar di

Kecamatan Sekernan, Maro Sebo, Taman Rajo, Jambi Luar Kota, Sungai Gelam, Kumpeh Ulu dan Kecamatan Kumpeh.

 Kawasan Perkebunan dengan luas mencapai 268.298 Ha yang

tersebar di Kecamatan Sekernan, Maro Sebo, Taman Rajo, Jambi Luar Kota, Sungai Gelam, Kumpeh Ulu, Kumpeh, Sungai Bahar, Bahar Utara dan Bahar Selatan.

 Kawasan Peternakan meliputi pengembangan ternak besar,

pengembangan ternak kecil dan pengembangan unggas yang tersebar di setiap kecamatan dalam Kabupaten Muaro Jambi;

 Kawasan perikanan meliputi perikanan tangkap, perikanan budidaya,

pengolahan perikanan, dan kawasan minapolitan.

(50)

58

Bahar, Bahar Utara dan Bahar Selatan. Perikanan budidaya dengan komoditas unggulan ikan nila, ikan patin, ikan gurami, ikan toman dan ikan master meliputi Kecamatan Sekernan, Jambi Luar Kota, Maro Sebo, Taman Rajo, Kumpeh Ulu dan Kecamatan Kumpeh. Kawasan peruntukan pengolahan ikan meliputi Kecamatan Taman Rajo, Sungai Gelam, Kumpeh Ulu. Kawasan Minapolitan meliputi Kecamatan Kecamatan Sekernan, Jambi Luar Kota, Maro Sebo, Taman Rajo, Kumpeh Ulu dan Kecamatan Sungai Gelam.

 Kawasan Peruntukkan Industri meliputi industri besar, industri

menengah dan industri kecil;

 Industri besar meliputi pengembangan industri pengelolaan kayu

lapis, pengembangan penggergajian kayu, pengembangan industri pengolahan minyak kelapa, pembangunan industri papan partikel (partikel bosrd) pohon kelapa sawit dan pengembangan industri besa lainnya pada kawasan industri;

 Industri menengah meliputi industri kelapa sawit, industri pengolahan

karet, pengembangan industri menengah lainnya;

 Kawasan Peruntukkan Pariwisata meliputi kawasan wisata alam,

(51)

59

 Kawasan wisata buatan berupa taman hutan raya, penangkapan buaya,

danau arang – arang, bumi perkemahan pemuda dan bumi perkemahan;

 Kawasan wisata budaya berupa kawasan wisata candi Muaro Jambi,

makam kuno selaras pinang masak dan makam orang kayo hitam, serta permukiman suku anak dalam;

 Kawasan wisata buatan berupa sarana dan wisata dan rekreasi,

agrowisata dan wisata sungai;

(52)

60

Permasalahan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan penataan ruang di Kabupaten Muaro Jambi adalah belum menyatunya persepsi dan pemahaman semua pihak mengenai pentingnya penataan ruang (baik itu rencana, pemanfaatan, maupun pengendalian), sehingga upaya-upaya yang dilakukan masih menghadapi kendala, baik teknis maupun non teknis. Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan lewat berbagai media dan ditujukan kepada seluruh stakeholders. Ketersediaan aparatur dan sarana prasarana pendukung dalam penataan ruang juga masih sangat minim.

(53)

61 Gambar 1V.2

Grafik Trend Jumlah Hosfot Kabupaten Muaro Jambi Tahun

2010-2015

Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2016

Hasil studi Kajian Valuasi Dampak Kebakaran Gambut ditiga Kabupaten yaitu Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi ini memaparkan bahwa Kabupaten Muaro Jambi merupakan Kabupaten yang paling rawan terbakar. Hal ini terlihat dari besarnya persentase luasan potensi kebakaran di Kabupaten Muaro Jambi, baik untuk total luasan (41,1%) maupun total gambut terbakar (58,9%). Luasan gambut yang berpotensi terbakar di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat adalah sebesar 65,3% dan 24,4% dari luasan gambut di kedua kabupaten.

21

171 165

60 105

297

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Trend Jumlah Hospot di kabupaten Muaro Jambi Tahun 2010-2015

(54)

62

Beberapa kecamatan yang harus berada pada kondisi siaga kebakaran gambut akibat tingginya potensi kebakaran areal gambut di wilayahnya adalah Kecamatan Kumpeh, Kumpeh Ulu, Maro Sebo dan Taman Rajo Kabupaten Muaro Jambi

Potensi kebakaran gambut terbesar di Kabupaten Muaro Jambi terdapat pada kedalaman gambut 200 – 400 cm, sedangkan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada gambut dangkal (<50 cm) dengan total volume potensi kebakaran lahan gambut di ketiga kabupaten mencapai 46.217.181,2 m3 pada luasan 286.527,3 ha.

Tabel 1V. 3

Daerah Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Muaro

Jambi

Kecamatan Kedalaman

Gambut Potensi Kebakaran

1.Kumpeh,

2.Kumpeh Ulu, Maro Sebo

3.Taman Rajo

200 - 400 cm  Terkonsentrasi di areal perkebunan dan hutan tanaman dengan total luasan mencapai 71,3%

 Perkebunan kelapa sawit milik perusahaan 45,7%  Hutan Tanaman 25,6%

(55)
(56)

63

BAB V

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Penguatan kelembagaan merupakan upaya sebuah organisasi untuk meningkatkan kapasitas baik institusi, sistem maupun individual dalam memperbaiki kenerja secara keseluruhan (Wayungi 2008) (Dalam Diah Mutiarin 2014) sementara itu, D.Eade (1998) merumuskan peningkatan kemampuan dalam tiga dimensi, yaitu: Individu, oraganisasi dan Network (dalam Mutiarin, 2014)

Teori penguatan kelembagaan yang terdiri dari Penguatan Semberdaya Manusia, Penguatan Organisasi, sarana dan prasarana dan Network, teori ini akan digunakan untuk menganalisa penguatan kelembagaan dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi.

(57)

64

kelembagaan sumberdaya manusia dilihat berapa Jumlah SDM dan peletihan.

Sementara itu penguatan orgnisasi dilihat dari struktur organisasi dan tanggung jawab, kemudian keuangan adanya dana yang memadai, kemudian infrasutruktur sarana dan prasarana pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dan yang terakhir penguatan Nerwork yaitu pola hubungan kerja yakni hubungan kerja fungsional, hubungan kerja operasional dan kordinasi dalam pencegahan dan penaggulangan kebakaran hutan dan lahan.

V.1 Penguatan Kelembagaan Dalam Pencegahan dan

Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

V.2 Sumber Daya Manusia

(58)

65

Sumber Daya Manusia dalam organisasi adalah kapasitas pengetahuan dan kapasitas keterampilan.

V.2.1 Jumlah Sumber Daya Manusia Yang Mengikuti Pelatihan

Sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan pengetahuan dalam melaksanakan tugas dan fungsi sangat penting. Karena kulaitas sumber daya manusia lebih penting dari jumlah yang dimiliki. Oleh karena itu pemerintah daerah dalam penceghan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan perlu melakukan upaya-upaya sistematis untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan, baik melalui pendidikan formal, maupun dengan pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan personil pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Berdasarkan wawancara:

(59)

66

Seksi Kepela Kesiapsiagaan BPBD Muaro Jambi, 24 juli 2016)

Berdasarkan wawancara di atas kelembagaan yang menanganai kebakaran hutan dan lahan Badan penangulangan Bencana Daerah Kabupaten Muaro Jambi telah melaksanakan kegiatan program peningkatan kesiagaan dan pencegahan bahaya kebakaran, program kegiatan tersebut adalah Badan Penanggulang Bencanan Muaro Jambi telah melakukan rekrutment tenaga sukarela pertolongan bencana alam atau disebut juga tim reaksi cepat (TRC).

(60)

67

Tabel V.1

SDM Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kabupaten Muaro

Jambi

Program Satuan

Tahun Rekrutmen

Jumlah 2013 2014 2015 2016

Kegiatan Rekruitment Tenaga Sukarela Pertolongan Bencana Alam (TRC)

Orang 25 5 5 5 40

Sumber :Data diolah peneliti dari Bappaeda, 2016

Sementara itu, dalam rencana pembangunan jangka mengengah tidak terdapat menejemen sumberdaya manusia yang jelas tentang pelatihan sumber daya manusia tim reaksi cepat (TRC) kesiagaan dan pencegahan bahaya kebakaran kebakaran hutan dan lahan. Dengan demikian, jika hanya memiliki kapasitas seperti data di atas, maka sulit untuk melaksanakan kegiatan yang efektif dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Selanjutnya pengendalian kebakaran hutan dan lahan

(61)

68

P.12/Menhut-II/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan

(Permenhut No. 12 Tahun 2009). Pada Pasal 20 Ayat 1-3

peraturan ini menyebutkan adanya organisasi atau lembaga yang

dibentuk oleh oleh Menteri Kehutanan yang diberi nama

Manggala Agni (pasal 20 ayat 1). Manggala Agni secara

operasional di tingkat wilayah memiliki wilayah kerja yang

disebut Daerah Operasi atau Daops (Pasal 20 ayat 2).

Pembentukan organisasi Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan

(Brigdalkarhut) secara vertikal dari tingkat pusat daerah

dibawahnya disebutkan pada Pasal 20 ayat 3 mulai dari pusat,

provinsi, kabupaten/kota dan tingkat unit atau kesatuan

pengelolaan hutan. Tanggung jawab Brigdalkarhut tingkat

Provinsi dibawah Gubernur, tingkat kabupaten/kota dibawah

Bupati/Walikota dan pada tingkat unit atau kesatuan pengelolaan

hutan dibawah kepala unit atau kepala pengelolaan hutan.

(62)

69

kebakaran hutan yang kemudian berkembang menjadi 10 (sepuluh) Provinsi Jambi yang terbentuk di tahun 2003 (Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2016)

(63)

70

Tabel V.2

Daerah Operasi (Daops) Brigdalkar Manggala Agni Provinsi

Jambi

No

Daerah Operasi (Daops) Brigdalkar

Manggala Agni

Jmlh

Regu Wilayah Kerja

1 Daops Kota Jambi 3

Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

2 Daops Muara Bulian 3

Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

3 Daops Sarolangun 4

abupaten Sarolangun, Kabupaten merangin dan Kabupaten Kerinci.

4 Daops Tebo 4 Kabupaten Tebo

Kabupaten Bungo. Sumber: Data diolah Peneliti Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2016

(64)

71

memilki tiga regu dengan wilayah kerja meliputi Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Tabel V.3

Wilayah Kerja Bregader Manggala Agni Daops Muaro Jambi

No Jumlah Regu

Jmlh

Orang Wilayah Kerja Luas Wilayah

1 2 3 4 5

1 1 - Kawasan Suaka

Alam 43.358 Ha

2 1 - Kawasan Taman

Nasionl 26.747 Ha

3 1 15

TamanNasional Berbak dan Kawasan Hutan Raya

16.611

Jumlah 65

Sumber: Data diolah Peneliti dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2016

(65)

72

No. 22/Kpts/DJ-IV/2002 Tanggal 13 September 2002 telah dibentuk Brigdalkrhut Manggala Agni di 5 (lima) Provinsi yang rawan akan terjadi Kebakaran hutan dan lahan yakni provinsi Jambi. Adapun Daops Bregader Manggala Agni yang di tugaskan di Kabupaten Muaro Jambi 1 Regu dengan jumlah sebanyak 15 orang tepatnya di Hutan Nasional Berbak Kabupaten Muaro Jambi wilayah kerjanya.

Hadirnya Personil Bregader Manggala Agni itu diharapkan bisa merealisasikan penurunan hotspot atau titik panas kebakaran lahan hutan di wilayah kerjanya, namun kebakaran hutan dan lahan terus terjadi di setiap tahunnya di Kabupaten Muaro Jambi

(66)

73

orang dalam cakupan wilayah kerjanya. Hal ini masih kurang dalam jumlah personil pemadam kebakaran, Harapan ke depannya penambahan personil Manggala Agni merupakan kebutuhan.

Kebakaran lahan dan hutan yang terjadi setiap tahunnya, salah satunya disebabkan budaya membuka lahan dengan membakar. Budaya membuka lahan dengan membakar itu sudah diantisipasi satgas pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan Kabupaten Muaro Jambi dengan membina, membimbing, dan melibatkan masyarakat agar berubah perilaku dengan mengupayakan pembukaan lahan tanpa bakar.

(67)

74

Kelompok yang tersebar di daerah rawan kebakaran Kabupaten Muaro Jambi, peningkatan dan keseimbangan jumlah Masyarakat Peduli Api (MPA) dangan menjaga hutan ratusan juta hektar di Kabupaten Muaro Jambi harus dilakukan juga.

Tabel V.4

SDM Masyarakat Peduli Api (MPA) Kabupaten Muaro Jambi

No Nama

Kelompok Di bentuk/Thn

Jmlh

(68)

75

setiap tahun terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan, oleh karena itu bentuk kecintaannya kapada lingkungan mereka membentuk kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA).

Sebagai pengguna lahan baik perusahaan perkebunan maupun kehutanan pertanggung jawaban dalam mengantisipasi bila terjadi kebakaran. Semua pengguna lahan baik perkebunan maupun kehutanan diwajibkan memiliki unit depertemen khusus menangani masalah kebakaran. Apalagi Kabupaten Muaro Jambi mempuyai daerah gambut yang luas amat rentan terjadi kebakaran.

(69)

76

diperlukan mengingat kondisi daerah yang cukup luas, sehingga kedepan akan dilakukan penambahan petugas pemadam kebakaran beserta sarana dan prasarana pemadam kebakaran yang akan ditempatkan di tiap Kecamatan. Dengan tujuan dan harapan pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang diamanatkan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008.

Tabel V.5

Jumlah Personil Pemadam Kebakaran Serta Kasus Kebakaran di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2015

No Unit Pemadam Kebakaran Tahun 2015

1 Pos damkar Kabupaten 1 Unit

2 Pos Damkar Kecamatan 3 Unit

3 Jumlah Personil 95 Orang

4 Jumlah Kejadian Kebakaran 242 Kali 5 Jumlah Kebakaran yang berhasil

diatasi

174 Kali Sumber: Bappeda Kabupaten Muaro Jambi, 2016

(70)

77

di sektor kehutanan yaitu UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan beserta peraturan pelaksanaannya yaitu PP 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan dan PP No.6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan. Serta Pemanfaatan Hutan maupun di bidang lahan gambut yaitu PP No.71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut serta di bidang perkebunan yaitu UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan beserta peraturan

pelaksanaannya yaitu Permentan No.

98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Izin Usaha Perkebunan.

Di sektor perkebunan di antaranya terdapat ketentuan : 1. Setiap pemegang izin usaha perkebunan dilarang membuka

dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar.

(71)

78

3. Adanya kewajiban untuk menyediakan sarana dan prasarana serta sistem tanggap darurat yang memadai untuk menanggulangi terjadinya kebakaran. Bahkan sebagai penekanan, pemegang izin harus membuat pernyataan kesanggupan untuk memiliki sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan sistem pengendalian kebakaran.

4. Adanya kewajiban untuk memiliki teknologi pembukaan lahan tanpa bakar, yang seharusnya sudah disampaikan sebagai bagian dari persyaratan pemberian izin usaha perkebunan.

(72)

79

perusahan perkebunan maupun kehutanan telah mengikuti pelatihan oleh Manggala Agni, Kementrian Republik Indonesia

Tabel V.6

Sumber Daya Manusia Pemegang Izin Pengendalian

Kebakaran

No Nama Perusahaan Jumlah Regu Jumlah

1 PT. Bukit Bintang Sawit 2 Regu 30

2

PT. Bahari Gembira Ria 1 Regu 15

3 PT.Brahma Bina Bakti 4 regu 60

Sumber: Data diolah peneliti dari Dishut Provibsi dan Dishutbun Kab. Muaro Jambi, 2016

(73)

80

V.2.2 Pelatihan

Pemerintah Provinsi Jambi memiliki kometmen yang kuat untuk antisipasi pengendalian kebakaran tidaklah cukup tanpa dilengkapi dengan keterampilan yang tepat dalam penaggulangan kebakaran huatan dan lahan. Oleh karena itu untuk wilayah Kabupaten Muaro Jambi menyiagakan sekitar 420 anggota pasukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Pasukan pemadam kebakaran tersebut, berasal dari Manggala Agni Balai Taman Nasional Berbak (15 orang) dan perusahaan HTI/HPH (105 orang), Masyarakat Peduli Api (75 orang) Pemadam Kebakaran (95 orang). Pasukan pemadam kebakaran hutan dan lahan tersebut tidak termasuk pasukan kepolisian dan militer. Seluruh pasukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan tersebut sudah mendapatkan pelatihan.

(74)

81

dan lahan yang mencakup aspek pencegahan dan dan penaggulangan kebakaran hutan dan lahan.

(75)

82

Gambar V.1

Bentuk Pelatihan Pemadam Kebakaran Hutan dan Lahan

Sumber: Dokumen BPBD Provinsi Jambi, 2016

(76)

83

Sumber: Dokumen BPBD Provinsi Jambi, 2016

Sumber: Dokumen BPBD Provinsi Jambi, 2016

Gambar V.1 Bentuk pelatihan pemberian materi dan teknis bekerjasama pemeritah masyarakat dan swasta. Sakean, Muaro Jambi.

(77)

84

Adapun pelatihan yang meliputi bidang kesamptaaan, dasar-dasar kebakaran hutan dan lahan, pengenalan peralatan manual dan mekanis, teknis size up, teknik dan strategi pemadaman, teknik moping up, praktek pengenalan alat manual dan semi mekanis, praktek pemadaman mandiri (pola pemadaman) praktek pemadaman (latihan kering) dan simulasi pemadaman.

Kemudian dari pada itu tidak hanya pada personil pemadam api yang diberikan pelatihan, Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi melakukan kegiatan pelatihan “Gladi Lapangan Kabakaran Hutandan Lahan“ yang beranggotakan TNI, Polri,

(78)

85

Sumber: Dokumentasi BPBD Muaro Jambi, 2016)

Gambar.V.2 Pelatihan Simulasi Gladi Lapangan

KabakanHutan dan Lahan

Tabel V.7

Jumlah Sumber Daya Manusia yang Mengikuti Pelatihan Pemadam Kebakaran Hutan dan lahan

No Lembaga Jumlah

Personil Pelatihan Keterangan

1 2 3 4 5

1 TRC 40

Diklat, Materi dan

Teknis

Tidak ada di RPJMD tentang pelataihan TRC penanggulangan kebakaran

2 Manggal

Agni 15

Materi danTeknis

(79)

86

3 MPA 75 Materi dan

teknis

Kelompok dan jumlah personil belum seimbang dengan luas areal hutan

4 HPH/HTI 105 Materi/Teknis

Hanya beberapa perusahaan HPH/HTI yang memiliki sumber daya manusia Damkar

5 Damkar 95

Jumlah personil masih kurang, kaerena kondisi daerah cukup luas Sumber: Data Diolah peneliti dari Berbagai Sumber, 2016

(80)

87

kemampuan dan pengetahuan, baik melalui pendidikan formal, maupun dengan pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan personil pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Adapun Jumlah sumber daya manusia yang mengikuti pelatihan tentang pemadaman kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut:

(81)

88

(82)

89

(8)praktek pemadaman mandiri (pola pemadaman ) (9) praktek pemadaman (latihan kering) dan (10) simulasi pemadaman.

Kemudian dari pada itu tidak hanya pada personil pemadam api yang diberikan pelatihan, Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi melakukan kegiatan pelatihan “Gladi Lapangan

Kabakaran Hutandan Lahan“ yang beranggotakan TNI, Polri, Basarnas, Tagana, Polhut, Satpol PP, Dinas Kesehatan, Palang merah Indonesia Dinas PU, Pramuka, Masayarakat serta Dunia Usaha lainnya di Kordinisasi oleh Badan Penanggulanagan Bencana Daerah Kabupaten Muaro Jambi (BPBD Kabupaten Muaro Jambi, 2016)

(83)

90

yang memadai, kegiatan pelatihan ketermapilan seharusnya rutin dilakukan (Suratno el al. 2003), supaya pemerintah, masyarakat dan swsata memiliki kotmitmen terhadap pendidikan pencegahan dan pengendalian kebakaran.

(84)

91

Keterbatasan akses karena kewenangan Manggala Agni dalam melakukan pemadaman diluar kawasan hutan konservasi juga mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. sedangkan saat ini yang sudah siap dalam melaksanakan operasi tersebut adalah manggala agni, setelah dikeluarkan Kep Gub tahun 2016 tentang satgas posko pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan terpadu yang beranggotakan MPA Manggala Agni TNI, Polri, BPBD, Masyarakat dan pemegangang izin usaha keterlibatan semua unsur-unsur lembaga terkait tersebut bertanggung jawab dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

(85)

92

(86)

93

(87)

94

kelompok pencegahan dan pengendalian kebakaran. Partai besar yang mempunyai satgas dipastikan mampu membiayai untuk kebutuhan oprasional.

(88)

95

V.2.3 Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Kebakaran hutan dan lahan saat ini dipandang sebagai salah satu bentuk gangguan terhadap pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Oleh sebab itu pencegahan dini serta peran serta masyarakat dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan sangat diperlukan melalui kegiatan penyuluhan pencegahan kebakaran hutan dan lahan, demi terciptanya lingkungan yang bersih dan bebas asap.

Tujuan kegiatan Penyuluhan Pencegahan Kebakaran Hutan ini adalah guna menumbuhkan kesadaran, peran serta dan kepedulian masyarakat yang tinggi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dengan pembekalan pengetahuan dan ketrampilan dalam penanggulangan dan pencegahankebakaran hutan dan lahan pada wilayahnya masing-masing.

(89)

96

dan berdasarkan hasil rekapitulasi titik Hotspot memiliki jumlah relative banyak serta pada daerah sekitar kawasan konservasi. Data yang diambil pada desa sasaran penyuluhan adalah:

Informasi Lokasi ( Luas, Lokasi Administratif, kependudukan)

Potensi desa secara umum

Data pembukaan lahan baru dan lokasi lahan

Program serta usulan desa dalam menanggulangi dampak bahaya kebakaranhutan dan lahan

Peraturan dan kebijakan desa yang menyangkut pencegahan kebakaran hutandan lahan.

Berikut gambaran umum Lokasi kegiatan penyeluhan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi.

(90)

97

Rahim terletak di Kecamatan Mendahara Ulu Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dengan luas 7.249 Ha.

Kegiatan Penyuluhan Pencegahan Kebakaran Hutan dan lahan di laksanakan di Balai Desa selama dua hari dilakukan dengan metode ceramah, Tanya jawab dan diskusi. Dilanjutkan dengan penyerahan bahan sosialisasi berupa poster, leaflet tentang Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan (Manggala Agni) BKSDA Jambi serta leaflet tentang sanksi atas pelanggaran hukum bidang kebakaran hutan dan lahan (Laporan Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi)

(91)

98

hutan dan lahan adalah kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Penyuluhan secara langsung diberikan kepada masayarakat. Penyuluhan yang diberikan satgas terpadu kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat dilakukan berbagai macam kesempatan seperti bertemu balai desa, kantor camat dan lain-lain dengan waktu yang ditentukan. Meteri yang diberikan berupa pemeberian informasi mengenai bahaya kebakaran hutan, larangan membuka lahan dengan cara membakar.

(92)

99

Sumber: Dokumen BPBD Provinsi Jambi, 2016

Sumber: Dokumen BPBD Provinsi Jambi, 2016)

Gambar V.3 Bentuk Penyuluhan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi

(93)

100

menyurati kepada kepala Desa, dunia usaha tentang waspada kebakaran hutan dan lahan, papan peringatan dan larangan seperti papan reklame, baliho. Fungsi papan peringatan tersebut adalah untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat agar tidak menggunkan api saat membuka lahan. Papan rekalame dan baliho dipasang disetiap jalan raya di daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.

Seharusnya penyuluhan tentang kebakaran dilakukan oleh petugas di lingkungan pemerintah sesuai keahliannya, jika penyuluhan dilakukan dengan menyurati Kepala Desa untuk peringatan dini terjadinya kebakaran hutan dan lahan, cara seperti ini tidak memberi pengaruh terhadap masyrakat, kerena masyarakat kebanyakan meremehkan kemampuan Kepala Desa dan tidak akan sampai. Hal ini yang menyebabkan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan lahan.

Berdasarkan wawancara

(94)

101

dilakukan di sekitar titik api di lapangan, dengan waktu yang tidak ditetentukan jika ada titik api hampir setiap hari kami melakukan sosialisasi kelapangan kedaerah yang terjadi kebakaran (wawancara dengan Bapak Syakur Kasi Perlindungan Kehutan Dishutbun Muaro Jambi 29 September 2016)

Berdasarkan wawancara dalam kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat, sosialisasi diadakan setelah ada kebakaran waktu dan tempat tidak ditentukan dan ini sudah terlambat, sebaiknya sosialisasi dilakukan sebelum bulan kemarau dan dilakukan rutin setiap tahun sehingga kesiapan terhadap pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan bisa terus terpantau.

Gambar

Gambar 11.3 Tingkatan dalam Capacity Building
Gambar 11.3 Kerangka Fikir Penelitian
Tabel 11. 2
Tabel 1V.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

TERHADAP MATERI NORMA KEBIASAAN ANTAR DAERAH DI INDONESIA (Studi Masyarakat Desa Muaro Jambi Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi) Skripsi, Fakultas Keguruan dan

Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi yang memiliki keragaman SDG tanaman buah, yang merupakan sumber keanekaragaman plasma

Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Muaro Jambi yang selanjutnya disebut BAZNAS Kabupaten adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat ditingkat kabupaten sesuai

Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan kapasitas pemerintah daerah Jambi saat ini dalam menanggulangi bencana banjir dan asap akibat kebakaran hutan dan lahan.. Metode

akan dilakukan dengan menggunakan peta administrasi yang didapat dari. BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi sehingga metode yang digunakan

Mendukung perencanaan pembangunan daerah Provinsi Jambi, khususnya Kabupaten Muaro Jambi dan Kota Jambi, telah dilakukan penyusunan peta sumberdaya lahan dan

Berdasarkan laporan moratorium Dinas Kehutanan Provinsi Jambi tahun 2009 lalu, Luas wilayah hutan di Kabupaten Muaro Jambi adalah seluas 136.976,70 Ha yang terdiri dari

Hasil demplot kegiatan Dukungan Inovasi Pertanian untuk meningkatkan indeks pertanaman di Lahan Kering Kecamatan Jaluko, Kabupaten Muaro Jambi (Purnama et al. Input