• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI DOKTER DAN PERAWAT TENTANG PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN FARMASI KLINIK DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI DOKTER DAN PERAWAT TENTANG PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN FARMASI KLINIK DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh MUSTIKA RESTRIYANI

20120350071

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

PERSEPSI DOKTER DAN PERAWAT TENTANG PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN FARMASI KLINIK DI RUMAH SAKIT PKU

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh MUSTIKA RESTRIYANI

20120350071

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

iii

NIM : 20120350071

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Judul : Persepsi Dokter dan Perawat tentang Peran Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinik Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian Akhir Karya Tulis ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 16 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan

(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (Q.S al-

insyirah : 6)

“terus berbenah, meski masih ada kesalahan yang

didapatkan”

“ suksesmu hari ini bukan hanya berkat usahamu, namun

juga doamu dan orang-orang yang mendoakanmu,

(5)

v

nasihat, dukungan, dan do’anya sehingga saya bisa menyelaesaikan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai tugas akhir untuk mendapat gelar Sarjana Farmasi 2. Faizal Reza Wahyudi dan Yuliana Asmi selaku Kakak dan juga adik penulis yang turut mendoakan dan menyemangati dalam menyelesaikan Karya Tulis Ini

3. Pembimbing saya, Nurul Maziyyah, M.Sc.,Apt yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing saya demi terselesainya tugas akhir ini dengan tekun dan sabar

4. Teman – teman kontrakan Ama, Isma dan Fera yang membantu dalam menyusun KTI ini, terimakasih sudah menjawab kebingunan saya

5. Teruntuk Asna, Ayin, Linda, Lita, Ila, Eka, Imas, Norma, Kiki yang tidak bosan-bosan menyemangati penulis dalam mengerjakan KTI

6. Seluruh anggota Aspartic 2012, tempat dimana penulis dapat berbagi pengalaman dan belajar

7. Teman teman IMM FKIK UMY, TBO SEDATIF UMY dan DPM KM-UMY terimakasih atas segala ilmu dan kebersamaannya.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT , karena dengan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah yang berjudul :

Persepsi Dokter dan Perawat tentang Peran Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinik Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta”. Meskipun banyak hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya, namun penulis berhasil menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya

Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Ardi Pramono Sp.An.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Sabtanti Harimurti, S.Si., M.Sc., Ph.D., Apt selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Yogyakarta. 3. Nurul Maziyyah, M.Sc.,Apt selaku dosen pembimbing. Terimakasih atas seluruh kesediaanya dalam membagi pengetahuan, memotivasi dan memberikan bimbingan kepada penulis.

4. Indriastuti Cahyaningsih M.Sc.,Apt dan Bangunawati Raharjeng M.Sc.,Apt yang telah bersedia menjadi dosen penguji serta telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun pada karya tulis ilmiah ini. 5. Seluruh bapak dan ibu dosen program studi farmasi UMY yang telah

(7)

vii

6. Nurul Latifah, S.Farm.,Apt selaku pembimbing selama melakukan penelitian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

7. Pihak RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang telah bersedia membantu selama proses penelitian

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun proposal karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Yogyakarta,16 Agustus 2016

(8)

viii DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

A.Latar Belakang Penelitian ... .1

B.Perumusan Masalah ... 4

C.Keaslian Penelitian ... 4

D.Tujuan Penelitian ... 5

E.Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A.Pekerjaan Kefarmasian ... 7

B.Pharmaceutical Care ( Asuhan Kefarmasian) ... 7

C.Farmasi Klinik ... 8

D.Peran Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit ... 10

E.Tenaga Kesehatan ... 11

F.Persepsi ... 13

H.Kerangka Konsep ... 15

I.Hipotesis ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

A.Desain Penelitian ... 17

B.Tempat dan Waktu... 17

C.Populasi dan Sampel ( Subjek Penelitian) ... 17

D.Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 19

E.Variabel Penelitian ... 19

F.Definisi Operasional ... 20

G.Instrumen Penelitian ... 21

H.Cara Kerja ... 22

I.Skema Langkah Kerja ... 23

J.Analisis Data ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A.Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 27

B.Deskriptif Karakteristik Responden ... 29

C.Analisis Persepsi Tenaga Kesehatan Terhadap Peran Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinik Berdasarkan Persepsi ... 33

(9)
(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep ... 15

Gambar 2. Skema Langkah Kerja ... 23

Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Profesi ... 30

(11)

xi

Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30 Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Masa Kerja ... 31 Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Interaksi dengan Apoteker... 31 Tabel 7. Skor rata-rata kuesioner dan persepsi tenaga kesehatan per item

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ... 46 Lampiran 2. Informed Consent ... 47 Lampiran 3. Kuesioner Karakteristik Responden... 48 Lampiran 4. Kuesioner Persepsi Tenaga Kesehatan tentang Peran Apoteker dalam

Pelayanan Farmasi Klinik ... 49 Lampiran 5. Gambaran Persepsi Tenaga Kesehatan terhadap Pelayanan Farmasi

(13)
(14)

xiii INTISARI

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pasien. Konsep ini melibatkan kerjasama antar tenaga kesehatan dan sudah banyak dilakukan oleh rumah sakit di luar Indonesia. Sementara di Indonesia, penerapan farmasi klinik masih terbatas dan belum maksimal. Persepsi tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk mengembangkan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi tenaga kesehatan terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik serta pengaruh karakteristik tenaga kesehatan terhadap persepsi tersebut di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif non-eksperimental. Penelitian dilakukan selama bulan Agustus 2015 - Maret 2016. Teknik pengambilan sampel menggunakan insidental sampling. Sebanyak 96 perawat dan 17 dokter diberikan kuesioner dengan 11 pernyataan mengenai pelayanan farmasi klinik. Analisis persepsi tenaga kesehatan dilakukan melalui penilaian kuesioner. Sedangkan analisis hubungan karakteristik responden terhadap persepsi menggunakan uji One Way ANNOVA dan Independent Samples T-Test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kesehatan setuju dengan peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik dengan skor rata-rata kelompok perawat sebesar 0,84 sedangkan kelompok dokter sebesar 0,8 dan skor total sebesar 0,83. Adapun nilai signifikansi berdasarkan karakteristik usia responden (0,697), jenis kelamin (0,158), profesi (0,322), lama masa kerja (0,080), interaksi dengan apoteker (0,094) dan bangsal jaga perawat (0,002). Kesimpulan penelitian ini adalah dokter yang mengikuti penelitian dan perawat setuju atas peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik. Karakteristik usia responden, jenis kelamin, profesi, lama masa kerja, interaksi dengan apoteker tidak mempengaruhi persepsi responden terhadap pelayanan farmasi klinik, sedangkan karakteristik bagsal jaga perawat berpengaruh.

(15)

xiv

clinical pharmacy is still limited and is not yet optimal. Health professionals perception is very important to develop clinical pharmacy service in the hospital. This study aims to determine perceptions of health professionals on the role of pharmacist in clinical pharmacy services, and the influence of health personnel characteristics on their perception in PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital.

This study is a descriptive non-experimental study. The study was conducted during August 2015 - March 2016. The sampling technique used was total sampling. A total of 96 nurses and 17 doctors were given questionnaire with 11 statements about clinical pharmacy services. Perception of health professionals was analyzed using questionnaire value, while analysis of relationship between the characteristics and respondent’ perceptions used One Way ANNOVA dan Independent Samples T-Test.

The results showed that health professionals agreed with the role of the pharmacist in clinical pharmacy service with mean score of nurse group was 0,84 while physician groups 0,8 and total mean score 0,83. The value of the significance from characteristic respondents for age (0,697), sexes (0,158), profession (0,322), length of work (0,08) and interaction with the pharmacist (0,094) does not affect the perception of the respondents. While the value of the significance of the characteristics of the work place (0,002) showed an effect on perception. In conclusion, the physicians that involved to the study and nurses are agreed on the role of pharmacist in clinical pharmacy services. Spearman test showed the characteristics of the age, length of work and interaction with a pharmacist affect the perception towards clinical pharmacy service.

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pelayanan kesehatan masyarakat yang meningkat telah memicu farmasi klinik agar memberikan kontribusi terhadap perkembangan sistem pelayanan kesehatan. Salain itu, adanya kerumitan dalam memanajemen obat menjelaskan perlunya integrasi pelayanan farmasi dalam tim tenaga kesehatan (Hudson, et al., 2007). Farmasi klinik adalah perluasan peran dalam profesi farmasi yang tidak hanya berorientasi kepada obat namun juga kepada pasien dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas terapi obat. Aktifitas farmasi klinik terpusat kepada pasien, bekerja sama dan berkolaborasi antar profesi dengan dokter dan perawat dalam tim pelayanan kesehatan (Hepler, 2004;Miller, 1981).

Kolaborasi antara farmasi dengan tenaga kesehatan dalam kegiatan farmasi klinik memiliki manfaat terutama dalam mengurangi kesalahan dan efek samping pengobatan, mengurangi biaya pengobatan dan utility pelayanan kesehatan serta peresepan yang benar (Gillespie, 2012). Farmasi klinik mampu mengidentifikasi masalah penting terkait obat, meningkatkan kepatuhan pasien, memperbaiki peresepan, menyempurnakan hasil klinis, meningkatkan efektifitas biaya dan mempersingkat masa tinggal di rumah sakit. Selain itu, farmasis membantu dalam audit klinis dan penelitian (Aslam, dkk.,2003).

(17)

kefarmasian di rumah sakit pasal 3 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik. Pengenalan farmasi klinik kepada tim tenaga kesehatan umumnya dokter dan perawat, akan meningkatkan interaksi dengan farmasi secara rutin (Gillespie, 2012). Oleh sebab itu, agar fungsi farmasi dan tenaga kesehatan lain dapat bekerja sama dengan baik maka diperlukan adanya peranan farmasi yang lebih luas. Hubungan kerjasama yang baik juga telah diperintahkan dalam islam, sebagaimana telah dijelaskan dalam Al- Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi :

ىﻮْﻘﱠﺘﻟا َو ِّﺮِﺒْﻟا ﻰَﻠَﻋ اﻮُﻧَوﺎﻌَﺗ َو

ِناوْﺪُﻌْﻟا َو ِﻢْﺛِْﻹا ﻰَﻠَﻋ اﻮُﻧَوﺎﻌَﺗ ﻻ َو

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat

dosa dan permusuhan”

(18)

3

ketepatan penggunaan obat. Di samping itu, sebagian dokter menyetujui bahwa apoteker selalu dapat diandalkan sebagai sumber informasi obat.

Meskipun pelayanan dari apoteker mengalami perubahan di banyak negara, namun sebanyak 48,2% dari dokter-dokter di Kuwait tetap kurang nyaman dalam menyusun resep pasien bersama dengan apoteker. Di Libya dan United Arab Emirates (UAE) diketahui sedikit sekali interaksi antara dokter dan

apoteker. Berdasarkan temuan dari salah satu penelitian menunjukkan hampir 70- 60% dokter di Libya dan UAE berturut-turut jarang atau tidak pernah melakukan diskusi dengan apoteker mengenai terapi obat yang diperolah pasien. Selanjutnya terlihat kurangnya kepercayaan dokter terhadap apoteker dalam memonitor tekanan darah dan menyediakan terapi pengganti (Abu-Garbieh, et al., 2010).

Penelitian yang serupa dilakukan di RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto dimana sebanyak 50% responden dokter setuju atau sangat setuju pada pernyataan peran apoteker dalam memberikan edukasi kepada pasien termasuk pemilihan obat tanpa resep dan peran apoteker dalam pemberian saran serta evaluasi terhadap resep yang ditulis dokter. Harapan para dokter adalah apoteker menjadi ahli dalam terapi obat dan edukator untuk penggunaan obat yang aman dan tepat (Hidayat dkk, 2014).

(19)

steril. Pelayanan farmasi klinik melibatkan kolaborasi antar tenaga kesehatan, untuk itu perlu dilakukan studi kepada para tenaga kesehatan mengenai persepsi dasar mereka atas peran apoteker dalam farmasi klinik agar diketahui kegiatan farmasi klinik yang belum mendapatkan persetujuan oleh tenaga kesehatan kemudian menyusun strategi sosialisasi dan pengembangan layanan farmasi klinik yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang persepsi tenaga kesehatan terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi pihak rumah sakit untuk pertimbangan dalam mengembangkan farmasi klinik.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana persepsi dokter dan perawat terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ? 2. Bagaimana pengaruh karakteristik dokter dan perawat terhadap persepsi

mengenai peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ?

C. Keaslian Penelitian

(20)

5

Tabel 1. Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan 1. Aditya

-Respon positif adanya peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik, namun juga terdapat respon negatif oleh kelompok dokter maupun perawat

-Karakteristik dari responden yang dapat mempengaruhi persepsi

- Mayoritas responden memiliki persepsi dan harapan yang baik terhadap peran apoteker. Responden laki-laki dan dokter spesialis/konsultan memiliki persepsi yang lebih baik.

1. Mengetahui persepsi dokter dan perawat terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

(21)

E. Manfaat Penelitian

1. Pihak rumah sakit

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran persepsi dokter dan perawat terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik dan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengembangan pelayanan farmasi klinik ke depannya.

2. Bagi apoteker

Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan peran apoteker dalam pelayanan farmasi di rumah sakit khususnya di bidang farmasi klinik. 3. Bagi masyarakat

Diharapkan penelitian ini mampu mengembangkan sistem pelayanan kesehatan yang akan diterima masyarakat sehingga peningkatan kualitas hidup pasien menjadi lebih baik.

4. Bagi peneliti

(22)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pekerjaan Kefarmasian

Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian

mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian

atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat

tradisional. Pekerjaan kefarmasian dapat dilakukan di beberapa fasilitas pelayanan

kefarmasian , seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik,

toko obat atau praktek bersama (Anonim, 2009).

B. Pharmaceutical Care ( Asuhan Kefarmasian)

Konsep asuhan kefarmasian merupakan sarana untuk meningkatkan

manajemen obat terapi dengan melibatkan tim yang lebih besar dalam memantau

efek obat yang tidak diinginkan secara terus-menerus, menilai efektifitas obat

serta mengedukasi pasien (Hudson et al, 2007). Hepler menyatakan

Pharmaceutical care merupakan tujuan awal dari farmasi klinik dan konsep ini

dapat digunakan sebagai pedoman farmasi klinik dalam berkoordinasi dan

membangun cara yang efektif dalam berkomunikasi (Gillespie, 2012).

Hepler dan Strand mendefinisikan pharmaceutical care sebagai

(23)

meningkatkan kualitas hidup pasien dengan hasil yang nyata. Hal ini

menunjukkan bahwa pharmaceutical care bukan hanya tentang apa yang

dilakukan apoteker tetapi juga terkait apa yang harus pasien terima. Berkaitan

dengan hal tersebut, maka pharmaceutical care terdiri dari kelompok tenaga

kesehatan yang berbeda meliputi farmasi, teknisi, dokter, dan perawat dan ditinjau

dari kelompok multiprofesional tersebut maka kualitas pengobatan akan terjamin.

Farmasi yang terlibat dalam menjalankan pharmaceutical care harus berusaha

untuk mengembangkan praktek mandiri serta meningkatkan sistem yang

memungkinkan untuk bekerjasama dengan profesi lainnya. Adapun upaya untuk

meningkatkan praktek mandiri, farmasi harus mempunyai kemampuan dalam

pemecahan masalah (problem solving) dan kemampuan berkomunikasi yang baik

ditambah dengan pengetahuan obat-obatan serta terapi. Farmasi juga harus siap

untuk bertanggung jawab lebih besar dalam memastikan pengobatan yang baik

kepada pasien (Gillespie, 2012).

C. Farmasi Klinik

Definisi singkat dari American Collage of Clinical Pharmacy (ACCP,

2008), farmasi klinik sebagai suatu bentuk cakupan area baru terkait dengan ilmu

pengetahuan dan dalam menggunakan obat yang rasional. Selain itu, farmasi

klinik didefinisikan sebagai penerapan ilmu tentang obat untuk kepentingan

penderita, dengan memperhatikan kondisi penyakit, penderita dan kebutuhannya

untuk mengetahui terapi obat yang akan diberikan. Farmasi klinik memerlukan

(24)

9

dan tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam memberikan perawatan

kesehatan. Dengan kata lain, farmasi klinik adalah pelayanan kesehatan yang

berorientasi kepada penderita, obat dan antar disiplin tenaga kesehatan (Siregar,

2003).

Secara lengkap, farmasi klinik adalah disiplin ilmu kesehatan yang

menyediakan pelayanan kepada pasien dengan mengoptimalisasi terapi

pengobatan dan meningkatkan kesehatan serta pencegahan suatu penyakit.

Praktek farmasi klinik merupakan salah satu wujud pemikiran dari

pharmaceutical care (pelayanan kefarmasian) dengan menggabungkan orientasi

pelayanan dan kemampuan khusus yang meliputi pengetahuan, pengalaman, serta

pengamatan untuk tujuan menjamin outcome yang terbaik bagi pasien. Sebagai

salah satu disiplin ilmu kesehatan, farmasi klinik juga mempunyai kewajiban

untuk berkontribusi kepada perkembangan ilmu pengetahuan yang memajukan

kesehatan dan kualitas hidup masyarakat (ACCP, 2008).

Farmasi klinik memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai

pengobatan yang digabungkan dengan pemahaman mengenai konsep biomedis,

pharmaceutical, sociobehavioral, dan pengetahuan klinik. Tujuan terapi yang

diinginkan oleh farmasi klinik dicapai dengan menggunakan pedoman terapi yang

evidence-based (berdasarkan bukti), perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi

terbaru, undang-undang yang bersangkutan, etika, sosial, budaya, ekonomi dan

prinsip profesional (ACCP, 2008).

Berkenaan dengan hal itu, farmasi klinik mempunyai tanggung jawab

(25)

praktek dengan bebas atau berkonsultasi maupun berkolaborasi dengan profesi

kesehatan lainnya. Peneliti farmasi klinik harus mampu menghasilkan,

menyebarkan dan menerapkan ilmu pengetahuan baru yang berkontribusi untuk

meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Farmasi klinik

merupakan seseorang yang ahli dalam menggunakan obat di lingkungan sistem

pelayanan kesehatan. Secara rutin menyediakan evaluasi terapi pengobatan dan

merekomendasikan kepada pasien dan profesi kesehatan lainnya. Farmasi klinik

merupakan sumber informasi utama dengan berdasarkan bukti ilmiah, menjamin

keamanan, tepat dan cost effective digunakan untuk pengobatan (ACCP, 2008).

D. Peran Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi dua kegiatan, yaitu

kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.

Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan

peralatan. Dalam pelaksanaannya apoteker juga harus mempertimbangkan faktor

resiko (Anonim, 2014).

Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun

2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit menjelaskan

pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker

kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan

risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien

(26)

11

Pelayanan farmasi klinik di rumah sakit meliputi :

a. Pengkajian dan pelayanan resep

b. Penelusuran riwayat penggunaan

c. Rekonsiliasi obat

d. Pelayanan informasi obat (PIO)

e. Konseling

f. Visite

g. Pemantauan terapi obat

h. Monitoring efek samping obat (MESO)

i. Evaluasi penggunaan obat (EPO)

j. Dispensing sediaan steril

k. Pemantauan kadar obat dalam darah

E. Tenaga Kesehatan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 pasal

1 ayat 1 tentang tenaga kesehatan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah

adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki

pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang

untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan

(Anonim, 1996) . Selain itu, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 1 ayat 6 tenaga kesehatan

didefinisikan sebagai setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan

(27)

kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan

upaya kesehatan (Anonim, 2009).

Tenaga kefarmasian merupakan salah satu tenaga kesehatan

berdasarkan pasal 2 ayat 1 butir C di Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Selain itu, dalam pasal 2 ayat

4 menjelaskan tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten

apoteker. Pada Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor

36 tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa “Tenaga kesehatan

berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan”, Ayat (2)

”Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan keahlian yang dimiliki”.

Pasal 24 ayat (1) ”Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus

memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan

kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional”. Ayat

(3)”Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan, standar pelayanan, dan

standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan peraturan menteri”.

Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun

1996 tentang Tenaga Kesehatan pada Pasal 4 ayat (1), bahwa ”Tenaga

kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan

yang bersangkutan memiliki izin dari menteri”. Berikut ini jenis tenaga kesehatan

(28)

13

a. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.

b. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.

c. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten

apoteker.

d. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan,

entemolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan,

adsministrator kesehtan dan sanitarian.

e. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.

f. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan

terapis wicara.

g. Tenaga keteknisian medis meliputi radiographer, radioterapis,

teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis

optisien, otorik prostetik, teknisi transfuse dan perekam medis

(Anonim, 1996) .

F. Persepsi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2007), definisi

persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Persepsi diartikan

sebagai proses diterimanya rangsang melalui pancaindra yang didahului oleh

perhatian sehingga individu mampu mengetahui ,mengartikan dan menghayati

tentang hal yang diamati baik yang ada diluar maupun di dalam individu.

Rangsangan tersebut diteruskan ke otak dan kemudian individu baru menyadari

(29)

Robbin dan Judge dalam bukunya (2008) mendefinisikan persepsi

adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan

sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Adapun beberapa

faktor yang mampu membentuk dan mengubah persepsi, antara lain:

a. Faktor dalam diri pembentuk persepsi : sikap, motif, minat,

harapan dan pengalaman.

b. Faktor dalam diri objek : sesuatu yang baru, gerakan, suara,

ukuran, latar belakang, kedekatan, kemiripan

c. Faktor situasi : waktu, keadaan kerja, keadaan sosial

G. Review Pelaksanaan Farmasi Klinik

Persentase pelayanan farmasi klinik yang disetujui oleh dokter dan

perawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yakni

sebanyak 72% , sedangkan 26% menyatakan sangat setuju. Adapun pelayanan

farmasi klinik di rumah sakit tersebut yaitu apoteker terlibat dalam pemilihan obat

kepada pasien, mengetahui obat-obatan yang pernah atau sedang digunakan

pasien, mengetahui data klinis dan penyakit pasien, mengidentifikasi profil

pengobatan pasien, terlibat dalam penentuan dosis, memberikan informasi dan

edukasi obat yang diberikan kepada pasien, mengawasi kemungkinan efek

samping obat, melakukan kunjungan ke bangsal-bangsal untuk mengetahui

perkembangan pasien, pusat informasi obat bagi tenaga kesehatan yang lain,

melakukan penelitian terkait pengobatan di rumah sakit untuk mendukung

(30)

15

buku pedoman terapi untuk rumah sakit serta memberikan pendidikan terkait obat

dlingkungan rumah sakit. . Karakteristik responden yang dapat mempengaruhi

persepsi antara lain usia, jenis kelamin, lama masa kerja di rumah sakit, dan

interaksi responden dengan apoteker. Sedangkan karakteristik profesi, institusi

dokter dan pembagian bangsal jaga perawat tidak mempengaruhi persepsi

responden mengenai peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik (Putra, 2013).

Sedangkan di RSUD PROF. DR. Margono Soekarjo Purwokerto >

50% dokter setuju terkait dengan peran apoteker untuk memberikan edukasi

kepada pasien, termasuk pemilihan obat tanpa resep untuk pasien, pemberian

saran dan evaluasi terhadap resep yang ditutlis dokter (Hidayat dkk., 2014).

H. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep Faktor Dalam :

- Usia

- Jenis kelamin - Profesi

- Interaksi dengan apoteker

- Lama masa kerja

Faktor Situasi : - bangsal jaga

perawat Persepsi

Pelayanan Farmasi Klinik

Dokter Perawat

(31)

I. Hipotesis

1. Dokter dan perawat setuju terhadap peran apoteker dalam pelayanan

farmasi klinik di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

(32)

17

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan

rancangan penelitian non-eksperimental dan bersifat deskriptif. Data diambil

melalui pemberian kuesioner kepada tenaga kesehatan yang bekerja di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta. Data tersebut berupa data primer dan termasuk data

kuantitatif. Penyajian data dalam bentuk tabel atau diagram.

B. Tempat dan Waktu

1. Tempat : penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

2. Waktu : penelitian dilakukan selama bulan Agustus 2015- Maret

2016.

C. Populasi dan Sampel ( Subjek Penelitian)

1. Populasi

Populasi adalah dokter dan perawat yang terdiri dari 40 dokter

tetap dan 132 perawat bangsal yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah

(33)

2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah dokter dan perawat yang bersedia

menjadi responden. Adapun perhitunngan minimal sampel menggunakan

rumus Slovin sebagai berikut (Umar, 2005) :

= 1 +

Keterangan :

n : ukuran sampel

N : ukuran populasi

e : persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel

yang masih dapat ditolerir (10%)

N dokter = 40

e = 10%

=1 + 40.0,1 = 2840

N perawat = 132

e = 10%

= 132

1 + 132.0,12= 57

Berdasarkan perhitungan di atas sampel minimal untuk dokter adalah 28

orang. Sedangkan sampel minimal untuk perawat adalah 57 orang.

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik insidental sampling

yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara

(34)

19

dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data

(Sugiyono, 2009).

D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

1. Kriteria Inklusi

a. Dokter dan perawat yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

b. Dokter dan perawat yang pernah berinteraksi dengan farmasi klinik di

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

c. Dokter dan perawat yang bersedia menjawab kuesioner.

2. Kriteria Eksklusi

Dokter dan perawat yang tidak dapat menyelesaikan kuesioner.

E. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik responden yang

terdiri dari usia, jenis kelamin, profesi, lama masa kerja, interaksi dengan

apoteker, dan bangsal jaga perawat serta pelaksanaan farmasi klinik di RS

PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2.Variabel terikat penelitian ini adalah persepsi tenaga kesehatan terhadap

(35)

F. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik dalam penelitian ini adalah

perkembangan dari bentuk tugas dan tanggung jawab apoteker sesuai

dengan pedoman farmasi klinik yaitu Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan

kefarmasian di rumah sakit.

2. Profesi tenaga kesehatan adalah pekerjaan responden di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta dan terbagi dalam 2 kategori yaitu dokter dan

perawat.

3. Persepsi yang dimaksud adalah pandangan dari dokter dan perawat di RS

PKU Muhammadiyah Yogyakarta terhadap peran apoteker dalam

pelayanan farmasi klinik melalui pengisian kuesioner dengan menjawab

setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan yang diberikan.

4. Data Karakteristik Responden

a.Usia adalah umur responden saat pengisian kuesioner yang dinyatakan

dalam tahun, berdasarkan penelitian sebelumnya (Putra, 2013) kemudian

dikategorikan ke dalam kelompok sebagai berikut :

1) <25 tahun

2) 25-34 tahun

3) 35-44 tahun

(36)

21

b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden yang terbagi menjadi

kelompok laki-laki dan perempuan.

c. Lama masa kerja adalah seberapa lama pengalaman responden bekerja

di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang dibagi ke dalam

kelompok sebagai berikut :

1) 1 tahun

2) 1 - 5 tahun

3) >5 tahun

d. Interaksi dengan apoteker adalah gambaran frekuensi interaksi antara

responden dengan apoteker dalam melakukan pelayanan kesehatan

untuk pasien. Pilihan jawaban yang diberikan yaitu sering, jarang, dan

tidak pernah.

e. Bangsal jaga perawat adalah bangsal tempat responden (perawat)

bertugas di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

G. Instrumen Penelitian

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner.

Kuesioner persepsi terhadap apoteker dalam penelitian ini diadaptasi dari

kuesioner yang telah digunakan dan divalidasi dari peneliti sebelumnya di United

Arab Emirate (UAE) oleh Abu-Garbieh et al pada tahun 2010 serta kuesioner

yang telah digunakan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro

Klaten (Putra, 2013). Responden memberikan centang (√) pada kolom pilihan

(37)

Kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu :

1. Bagian pertama mengenai karakteristik responden seperti usia, jenis

kelamin, lama masa kerja, profesi, interaksi responden dengan

apoteker, dan bangsal jaga perawat.

2. Bagian kedua berisi pernyataan-pernyataan bentuk peran apoteker

dalam pelayanan farmasi klinik.

H. Cara Kerja

1. Tahap persiapan yaitu tahap menyiapkan proposal penelitian, survey

pendahuluan untuk memperoleh data yang diperlukan, studi literatur

yang berhubungan dengan masalah penelitian dan perizinan.

2. Tahap pelaksanaan yang dimulai dengan uji validitas dan reliabilitas

kuesioner.

3. Tahap pengumpulan dan penelitian, meliputi kegiatan menemui

sumber data atau responden untuk memperoleh data dengan

menggunakan kuesioner. Setelah kuesioner terkumpul selanjutnya

dilakukan analisis data dan uji statistik.

4. Tahap penyusunan laporan dan penyajian hasil penelitian.

(38)

23

I. Skema Langkah Kerja

Gambar 2. Skema Langkah Kerja

J. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian berguna untuk memberikan jawaban

terhadap permasalahan yang diteliti. Selain itu, dapat menyajikan data yang

mudah dipahami oleh khalayak.

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Kuesioner yang akan disebarkan ke responden sebelumnya perlu

pengujian validitas dan reliabilitas. Responden yang digunakan sebanyak 30

orang dari total 172 tenaga kesehatan (dokter dan perawat) untuk uji validitas Uji validitas dan

reliabilitas kuesioner

Penyebaran kuesioner

Pengolahan dan anlisis data

Pembuatan laporan hasil penelitian Pembuatan proposal, survey, studi literatur dan

(39)

dan reliabilitas diambil secara acak. Perbandingan jumlah dokter dan perawat

adalah 7:23 orang.

Uji validitas dan reliabilitas dengan cara membandingkan r-hitung

dengan r-tabel. Menurut Ghozali (2013), suatu item pernyataan dikatakan

valid bila r- hitung positif dan lebih besar dari r-tabel. Nilai r-tabel untuk uji

dua sisi dengan signifikansi 10% dapat dicari berdasarkan jumlah responden

(N). Jumlah N= 30 didapat r tabel sebesar 0,3061. Dengan demikian suatu

item pertanyaan dikatakan valid apabila memiliki harga koefisien korelasi

lebih besar dari 0,3061.

Reliabilitas kuesioner diuji menggunakan metode cronbach’s alpha,

dimana terdapat ketentuan dalam menentukan reliabilitas yaitu suatu variabel

dapat dikatakan valid apabila memberikan nilai Cronbach’s Alpha >0,70

(Ghozali, 2013).

2. Analisis Statistik Deskriptif

.Proporsi masing-masing kelompok responden yang setuju dan tidak

setuju dengan masing-masing pernyataan dihitung menggunakan analisis

deskriptif. Karakteristik responden dilihat dari usia, jenis kelamin, profesi,

lama masa kerja di rumah sakit, interaksi responden dengan apoteker serta

bangsal jaga (untuk perawat) kemudian diukur menggunakan analisis statistik

deskriptif. Sebaran digambarkan dalam bentuk diagram pie atau tabel.

(40)

25

a. Editing

Kuesioner yang sudah diisi oleh responden diperiksa

kelengkapannya. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian adalah

kuesioner yang diisi lengkap oleh responden.

b. Scoring

Penilaian kuesioner dilakukan dengan cara memberikan skor 1

untuk pernyataan yang disetujui oleh dokter dan perawat, sedangkan

pernyataan yang tidak disetujui diberi skor 0.

c. Analyzing

Pengolahan data menggunakan SPSS.

d. Interpretasi kuesioner

Pernyataan dikatakan setuju oleh dokter dan perawat apabila skor

rata-rata kuesioner ≥ 0,5. Sedangkan skor rata-rata kuesioner yang

tidak disetujui oleh dokter dan perawat apabila bernilai <0,5.

4. Analisis Uji One Way ANNOVA dan Independent Samples T-Test

Hubungan tiap karakteristik dengan persepsi responden dianalisis

menggunakan uji One Way ANNOVA dan Independent Samples T-Test.

Karakteristik yang akan dianalisis menggunakan uji One Way ANNOVA yaitu

usia, lama masa kerja dan bangsal jaga perawat. Sedangkan uji Independent

Samples T-Test digunakan untuk menganalisis karakteristik jenis kelamin,

(41)

Pengambilan keputusan dilihat dari nilai signifikansi. Apabila nilai p

< 0,05 maka terdapat perbedaan antar kelompok. Sedangkan jika nilai p >

(42)

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Responden yang digunakan untuk uji validitas sebanyak 30 tenaga

kesehatan, terdiri dari 7 dokter dan 23 perawat RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta di luar sampel yang akan digunakan . Suatu item pernyataan

dikatakan valid bila r-hitung positif dan lebih besar dari r-tabel ( Ghozali,

2013). Nilai r-tabel untuk uji dua sisi dengan signifikansi 10% dapat dicari

berdasarkan jumlah responden (N). Jumlah N= 30 didapat r-tabel sebesar

0,3061. Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa 11 item pernyataan

dikatakan valid karena lebih besar dari r-tabel (0,3061). Adapun hasil uji

validitas dapat dilihat pada tabel 2.

2. Uji Reliabilitas

Selain harus valid, instrument penelitian juga harus dapat dipercaya

(reliable). Pengujian reliabilitas kuesioner kali ini menggunakan Cronbach’s

Alpha. Dimana terdapat ketentuan dalam menentukan reliabilitas yaitu suatu

variabel dapat dikatakan valid apabila memberikan nilai Cronbach’s Alpha

>0,70 (Ghozali, 2013). Hasil pengujian reliabilitas memperoleh nilai

Cronbach’s Alpha sebesar 0,705, sehingga kuesioner tersebut dapat dikatakan

(43)

Tabel 2. Hasil Uji Validitas Kuesioner

No Pernyataan hitung r- tabel r - Keterangan 1 Tenaga kesehatan bersedia untuk bekerja sama

dengan farmasi klinik a 0.3061 Tidak valid

2 Farmasi klinik adalah bagian penting dalam tim

Clinical Ward a 0.3061 Tidak valid

3 Farmasi klinik dapat meningkatkan kualitas

pelayanan pasien di rumah sakit a 0.3061 Tidak valid

4 Farmasi klinik dapat memperoleh pelatihan terkait topik medis tertentu untuk membantu melakukan

konseling pada pasien a 0.3061 Tidak valid

5 Farmasi klinik dalam tim Clinical Ward adalah syarat

untuk akreditasi rumah sakit a 0.3061 Tidak valid

6 Farmasi klinik mampu meminimalisir medication

error dan meningkan out come terapi 0.122 0.3061 Tidak valid

7 Terdapat peningkatan kebutuhan terhadap pelayanan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta a 0.3061 Tidak valid

8 Perwakilan farmasi klinik dalam komite terapi dan

kunjungan klinik di bangsal disukai 0.658 0.3061 Valid

9 Farmasi klinik mempunyai peran dalam edukasi

pengobatan pasien 0.696 0.3061 Valid

10 Farmasi klinik telah berperan penuh di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta 0.444 0.3061 Valid

11 Farmasi klinik secara rutin memberikan informasi mengenai alternatif obat yang Cost effective bagi

pasien 0.692 0.3061 Valid

12 Farmasi klinik perlu mengetahui data klinis dan

penyakit pasien dalam menangani pasien 0.483 0.3061 Valid

13 Farmasi klinik mengawasi kemungkinan terjadinya

interaksi antar obat 0.626 0.3061 Valid

14 Farmasi klonik melakukan monitoring efek samping

obat 0.525 0.3061 Valid

15 Farmasi klinik memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tenaga kesehatan lain untuk mendukung terapi obat rasional

dan efektif 0.366 0.3061 Valid

16 Farmasi klinik menjadi pusat informasi obat di rumah

sakit bagi para tenaga kesehatan lain 0.558 0.3061 Valid

17 Apoteker perlu melakukan studi atau penelitian terkait pengobatan di rumah sakit untuk mendukung

pengobatan yang rasional 0.352 0.3061 Valid

18 Apoteker berpartisipasi dalam pengelolaan perawatan

darurat medik ( Unit Gawat Darurat ) 0.452 0.3061 Valid

Keterangan : a: nilai konstan

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas, maka terdapat 11 item

(44)

29

B. Deskriptif Karakteristik Responden

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan 113 kuesioner responden yang terdiri dari 96 perawat dan 17

dokter. Jumlah sampel dokter yang digunakan kurang dari minimal sampel karena

responden sulit untuk ditemui, selain itu peneliti tidak bisa langsung bertemu

dengan dokter, karena prosedur rumah sakit harus melalui supervisor dari bagian

poliklinik dan UGD. Berikut ini hasil data sebaran karakteristik responden

berdasarkan usia.

Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan usia

Usia Profesi Total

Perawat Dokter

< 25 tahun 12 (12,5%) 0(0%) 12(10,6%)

25-34 tahun 31(32,3%) 8(47,1%) 39(34,5%)

35-44tahun 47(48,9%) 4(3,4%) 51(45,1%)

>44tahun 6(6,3%) 5(4,2%) 11(9,7%)

Total 96(100%) 17(100%) 113(100%)

Tabel 3 menunjukkan bahwa usia responden paling banyak berada pada

rentang 35-44 tahun dengan 45,1%, kemudian selanjutnya usia 25-34 sebanyak

34,5 %, usia <25 tahun 10,6%, usia > 44 tahun 9,7%. Berdasarkan data perawat,

sebanyak 12 orang berada di rentang usia <25 tahun, 31 orang pada rentang usia

25-34 tahun, 47 orang pada rentang usia 35-44 tahun, enam orang pada rentang

usia >44tahun. Sedangkan dari 17 responden dokter, terdapat delapan orang

berada di rentang usia 25-34 tahun, empat orang pada rentang usia 35-44 tahun,

(45)

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Profesi Total

Perawat Dokter

Laki –laki 21 (21,9%) 10(58,8%) 31(27,4%)

Perempuan 75(78,1%) 7(41,2%) 82(72,6%)

Total 96(100%) 17(100%) 113(100%)

Berdasarkan tabel 4, responden didominasi oleh perempuan sebanyak

72,6%, sedangkan responden laki-laki sebanyak 27,4%. Persentase perawat

perempuan sejumlah 78,1% dan perawat laki-laki sejumlah 21,9%. Berbeda

dengan kelompok perawat, responden dokter terdiri dari lebih banyak laki-laki

yaitu 58,8%, sedangkan jumlah dokter perempuan yaitu 41,2%.

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Profesi

Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Profesi

Perbedaan karakteristik profesi dari responden bisa dimungkinkan dapat

mempengaruhi persepsi yang dimiliki oleh setiap individu. Berdasarkan gambar 3,

dari 113 responden mayoritas adalah perawat sejumlah 96 orang( 85%) dan dokter

sebanyak 17 orang (15%).

85% 15%

(46)

31

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Masa Kerja

Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Masa Kerja

Lama masa kerja Profesi Total

Perawat Dokter

1 tahun 9(9,4%) 0(0%) 9(8%)

1-5 tahun 9(9,4%) 6(35,3%) 15(13,3%)

>5 tahun 78(81,3%) 11(64,7%) 89(78,8%)

Total 96(100%) 17(100%) 113(100%)

Dari data yang diperoleh, mayoritas dari total responden sudah bekerja

lebih dari 5 tahun (78,8%). Berdasarkan tabel 5, baik dokter maupun perawat,

menunjukkan bahwa kelompok responden dengan masa kerja kurang dari satu

tahun memiliki jumlah responden terkecil (8%) sementara kelompok masa kerja

1-5 tahun mempunyai jumlah responden sebanyak 13,3%.

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Interaksi dengan Apoteker

Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Interaksi dengan Apoteker

Interaksi dengan

apoteker Perawat Profesi Dokter Total

Sering 73 (76%) 12(70,6%) 85(75,2%)

Jarang 23(24%) 5(29,4%) 28(24,8%)

Total 96(100%) 17(100%) 113(100%)

Interaksi antara responden dengan apoteker dibagi menjadi tiga kriteria,

yaitu sering, jarang dan tidak pernah. Sebanyak 75,2% responden mengakui sering

berinteraksi dengan apoteker, sementara 24,8% menyatakan jarang. Jumlah

perawat yang sering berintekasi dengan apoteker yaitu 73 ( 76%), sedangkan

sebanyak 23(24%) jarang. Dari tujuh belas responden dokter yang diperoleh, 12

responden (70,6%) mengaku sering berinteraksi dengan apoteker dan 5 responden

(47)

6. Karkteristik Responden Berdasarkan Bangsal Jaga

Perawat yang dipilih dalam penelitian ini berasal dari bangsal yang

berbeda-beda. Pembagian bangsal berdasarkan kelas, namun juga terdapat bangsal

yang menyediakan beberapa kelas, antara lain :

a. Bangsal kelas 1 yaitu Muzdalifah

b. Bangsal kelas 2 yaitu Raudhoh dan Multazam

c. Bangsal kelas 3 yaitu Arofah

d. Bangsal VIP yaitu Zam-zam dan Shofa

e. Bangsal Marwah untuk kelas 3 dan VIP

f. Bangsal ibnu sina untuk kelas 1, 2, 3 dan VIP

g. Bangsal Hemodialisa khusus untuk pasien yang melakukan cuci darah

h. Bangsal KBY diperuntukan bagi bayi yang baru lahir dan bayi

berisiko tinggi

i. Bangsal sakinah untuk Obstetrik dan Ginekologi

j. Bangsal Mina untuk pasien IMC (intermediate care)

Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Bangsal Jaga

(48)

33

Gambar 4 menunjukkan bahwa 9 responden berasal dari bangsal Arofah

(9%), 1 responden berasal dari bangsal Hemodialisa (1%), 7 responden berasal

dari bangsal Ibnu Sina (7%), 11 responden berasal dari bangsal KBY (12%), 13

responden berasal dari bangsal Marwah (14%), 10 responden berasal dari bangsal

Mina (11%), 7 responden berasal dari bangsal Multazam (7%), 10 responden

berasal dari bangsal Muzdalifah (10%), 9 responden berasal dari bangsal Raudhoh

(9%), 1 responden berasal dari bangsal Sakinah (1%), 7 responden berasal dari

bangsal Shofa (7%), dan 11 responden berasal dari bangsal Zam-zam (12%).

C. Analisis Persepsi Tenaga Kesehatan Terhadap Peran Apoteker dalam

Pelayanan Farmasi Klinik Berdasarkan Persepsi

Skor kuesioner diperoleh dengan cara meminta responden untuk

mengisi kuesioner. Pernyataan yang disetujui responden diberi skor 1 sedangkan

yang tidak disetujui diberi skor 0. Hasil skor dari setiap item pernyataan kemudian

dijumlahkan kemudian dicari nilai rata-rata dengan cara membagi skor tiap item

dengan total skor yang disetujui responden berdasarkan kelompok perawat dan

dokter. Adapun hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel 7.

Skor rata-rata tiap kelompok dari seluruh pernyataan menunjukkan

bahwa tenaga kesehatan setuju terhadap peran apoteker dalam farmasi klinik.

Nilai rata-rata untuk data kelompok perawat terhadap seluruh pernyataan adalah

0,84 (setuju), sedangkan untuk kelompok dokter adalah 0,8 (setuju) dan

(49)

Tabel 7. Skor rata-rata kuesioner dan persepsi tenaga kesehatan per item pernyataan

No Pernyataan Skor rata-rata kuesioner dan persepsi per item Perawat Dokter Total

1 Pernyataan 1 0,94 Setuju 1 Setuju 0,95 Setuju 2 Pernyataan 2 0,91 Setuju 1 Setuju 0,92 Setuju 3 Pernyataan 3 0,52 Setuju 0,35 Tidak setuju 0,5 Setuju 4 Pernyataan 4 0,56 Setuju 0,29 Tidak setuju 0,52 Setuju 5 Pernyataan 5 0,93 Setuju 1 Setuju 0,94 Setuju 6 Pernyataan 6 0,85 Setuju 1 Setuju 0,88 Setuju 7 Pernyataan 7 0,77 Setuju 0,94 Setuju 0,8 Setuju 8 Pernyataan 8 0,88 Setuju 0,82 Setuju 0,87 Setuju 9 Pernyataan 9 0,93 Setuju 0,71 Setuju 0,89 Setuju 10 Pernyataan 10 0,97 Setuju 1 Setuju 0,97 Setuju 11 Pernyataan 11 0,96 Setuju 0,65 Setuju 0,91 Setuju Rata-rata tiap kelompok 0,84 Setuju 0,8 Setuju 0,83 Setuju

Bila dilihat pada tabel 7 hasil persepsi yang diperoleh berdasarkan

Namun ,bila dilihat pada tiap pernyataan secara detail, terdapat dua pernyataan

yang tidak disetujui oleh kelompok dokter, yaitu :

1. Pernyataan 3, yaitu farmasi klinik telah berperan penuh di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta. Dilihat dari skor rata-rata pada kelompok dokter

yaitu 0,35 menunjukkan bahwa kelompok dokter tidak setuju apabila farmasi

klinik telah berperan penuh di rumah sakit tersebut. Perkembangan farmasi

klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sudah sesuai dengan standar

pelayanan kefarmasian yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun terdapat

pelayanan kefarmasian yang belum optimal yaitu kunjungan apoteker ke

bangsal masih dilakukan secara mandiri karena apoteker yang tersedia masih

sedikit serta belum dilaksanakannya pemantauan kadar obat dalam darah

(50)

35

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdalla,2015

berjudul “Physicians' Perception About The Role Of Clinical Pharmacists

And Potential Barriers To Clinical Pharmacy”, adanya farmasi klinik dan

dokter saat berkunjung ke pasien akan meningkatkan nilai dari tim klinis

tersebut. Terutama dengan adanya konseling obat, waktu dispensing obat

serta monitoring pengobatan yang baik. Oleh sebab itu pelayanan farmasi

klinik ini perlu dikembangkan, terutama saat berkunjung ke bangsal tidak

dilakukan secara mandiri, melainkan berdampingan dengan dokter.

Pemantauan kadar obat dalam darah berperan penting dalam

pengembangan terapi obat yang aman dan efektif bagi setiap individu ( Kang,

et al., 2009). Apabila belum memungkinkan untuk melakukan pemantauan

kadar obat dalam darah menggunakan alat maka pemantauan dapat dilakukan

dengan melihat parameter efektifitas dan toksisitas yang lain.

2. Pernyataan 4, yaitu farmasi klinik secara rutin memberikan informasi

mengenai alternatif obat yang cost-effective bagi pasien. Kelompok dokter

menunjukkan tidak setuju dengan pernyataan ini. Adapun skor rata-ratanya

yaitu 0,29. Di tingkat rumah sakit, dengan adanya data obat yang

cost-effective dapat membantu dalam menyusun formularium rumah sakit (Trisna,

2008). Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, pemilihan obat melibatkan

dokter dan apoteker melalui rapat Panitia Farmasi dan Terapi, sehingga dalam

meresepkan obat pun dokter sesuai dengan obat yang dipilih oleh PFT. Oleh

sebab itu apoteker dirasa tidak perlu lagi terlibat pada saat dokter meresepkan

(51)

dosis yang lebih atau kurang, adanya interaksi obat serta munculnya efek

samping obat.

D. Analisis Pengaruh Karakteristik Responden Terhadap Persepsi

Uji One Way ANNOVA dan Independent Samples T-Test digunakan

untuk menganalisis pengaruh karakteristik responden dan pengaruhnya

terhadap persepsi dokter dan perawat mengenai peran apoteker dalam

pelayanan farmasi klinik. Karakteristik responden yang diuji berupa usia,

jenis kelamin, profesi, lama masa kerja, seberapa sering berinteraksi dengan

apoteker serta bangsal jaga. Pengambilan keputusan dengan cara melihat nilai

signifikansinya. Apabila nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan antar

kelompok. Sedangkan jika nilai p > 0,05 maka tidak ada perbedaan antar

kelompok. Tabel 8 menunjukkan hasil uji One Way ANNOVA dan

Independent Samples T Test pengaruh karakteristik responden terhadap

persepsi.

Tabel 8. Hasil uji One Way ANNOVA dan Independent Samples T Test

No Karakteristik P Interpretasi hasil 1. Usia 0,697* Tidak terdapat perbedaan 2. Jenis kelamin 0,158** Tidak terdapat perbedaan 3. Profesi 0,322** Tidak terdapat perbedaan 4. Lama masa kerja 0,080* Tidak terdapat perbedaan 5. Interaksi dengan apoteker 0,094** Tidak terdapat perbedaan 6. Bangsal jaga perawat 0,02* Terdapat perbedaan

Ket :

(52)

37

1. Usia

Berkenaan dengan usia, banyaknya pengalaman dan pengetahuan

yang diterima pemuda, orang dewasa dan pensiun dapat mempengaruhi

persepsi dalam mengambil keputusan (Hershey & Wilson, 1997). Pemuda

cenderung kurang mempertimbangkan faktor dalam mengambil keputusan

dan kompleksitasnya. Sedangkan pada orang dewasa dan pensiun banyak

faktor yang harus dipertimbangkan untuk mengambil keputusan serta

menyusun strategi untuk menilai hasil keputusannya. Seiring

bertambahnya usia maka kinerja dari memori akan menurun sehingga hal

ini berpengaruh dalam pengambilan keputusan (Charness &

Bieman-Copland, 1992; Craik & Salthouse, 1992). Berdasarkan hasil uji One Way

ANNOVA pada tabel 8, tidak ada perbedaan persepsi yang dihasilkan pada

antar kelompok usia responden. Hal ini dikarenakan tidak terdapat

pengelompokan usia pada saat bertugas di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta sehingga usia tidak mempengaruhi keputusan persepai.

2. Jenis kelamin

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sanz de Acedo et al (2007),

terdapat perbedaan yang signifikan dalam membuat keputusan antara

laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki-laki-laki dalam membuat keputusan lebih tegas,

objektif, dan realistis (Wood, 1990). Sebaliknya pada wanita cenderung

terpengaruh oleh lingkungan, mencari informasi lebih lanjut dan

membutuhkan waktu yang banyak untuk membuat keputusan (Gill et al

(53)

ada perbedaan persepsi yang dihasilkan pada antar kelompok jenis kelamin

responden. Kemungkinan hal ini karena pengaruh dari lingkungan sekitar

yang sama sehingga antara laki-laki dan perempuan mempunyai pola pikir

yang sama terhadap farmasi klinik.

3. Profesi

Uji Independent Samples T-Test antara karakteristik profesi

responden terhadap persepsi menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan

(0.309). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2013)

diketahui bahwa adanya perbedaan profesi responden juga tidak

mempengaruhi persepsi yang dihasilkan. Dokter dan perawat RS PKU

Muhammadiyah sering berinteraksi dengan apoteker sehingga persepsi

yang terbentuk mengenai pelayanan farmasi klinikpun sama.

4. Lama Masa Kerja

Lama masa kerja dan pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan

masing-masing profesi (As’ad, 2000). Berdasarkan tabel 8, tidak ada

perbedaan persepsi antar kelompok karakteristik lama masa kerja. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta berlangsung setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 58 Tahun 2014, tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit sehingga walaupun lama masa kerja responden

di rumah sakit bervariasi, namun interaksi dengan farmasi klinik dimulai

secara hampir bersamaan.

(54)

39

Menurut Paul A. Bell (1978), persepsi terbentuk karena adanya

interaksi dengan objek. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh

Chartrand & Bargh pada tahun 1999 diketahui bahwa interaksi dapat

mempengaruhi persepsi mengenai tingkah laku seseorang. Oleh sebab itu,

semakin seringnya berinteraksi dengan apoteker dapat menambah

pengetahuan terkait peran apoteker pula. Uji Independent Samples T-Test pada

interaksi dengan apoteker menunjukkan hasil yang tidak signifikan (0,197).

Sehingga dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi yang dihasilkan

antar kelompok dokter dan perawat mengenai peran apoteker dalam pelayanan

farmasi klinik. Persamaan persepsi ini dapat diakibatkan karena >75%

responden mempunyai frekuensi yang sama dalam berinteraksi dengan

apoteker.

6. Pembagian Bangsal Jaga Perawat

Bargh & Chartrand (1999) dalam teorinya menyebutkan bahwa pola

pikir atau tingkah laku terbentuk karena pengaruh lingkungan. Interaksi

perawat di dalam satu unit bangsal biasanya lebih kuat dari pada bangsal lain.

Hal ini dapat melahirkan pemikiran yang berbeda-beda karena tiap bangsal

memiliki pemikiran yang berbeda pula. Bangsal yang sering berinteraksi

dengan dengan apoteker tentunya memiliki pengetahuan dan pengalaman

lebih mengenai farmasi klinik (Putra,2013). Berdasarkan uji One Way

ANNOVA didapatkan hasil sebesar 0,02. Hal ini menunjukkan bahwa

perbedaan bangsal jaga perawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

(55)

farmasi klinik. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Bargh dan

(56)

41 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Dokter yang mengikuti penelitian dan perawat setuju atas peran

apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Karakteristik responden yang mempengaruhi persepsi adalah bangsal

jaga perawat, sedangkan karakteristik usia, jenis kelamin, profesi, lama

masa kerja, dan interaksi dengan apoteker tidakberpengaruh terhadap

persepsi.

B. SARAN

1. Bagi pihak Rumah Sakit

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peran apoteker dalam

pelayanan farmasi klinik banyak mendapat persetujuan dari dokter dan

perawat. Diharapkan peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik

dapat ditingkatkan.

2. Bagi peneliti selanjutnya

a. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memuat pernyataan yang

(57)

responden mudah mendapatkan penjelasan pada pernyataan yang

(58)

43

DAFTAR PUSTAKA

Abdala, A.A., Adwi, G.M.E., Al-Mahdi, A.F, (2015), Physicians' Perception About The Role Of Clinical Pharmacists And Potential Barriers To

Clinical Pharmacy, World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical

Sciences, 4, 61-72.

Abu-Gharbieh, E., Fahmy,S.,Rasool,B.A., Abduelkarem,A., & Basheti,I., 2014 Attitudes And Perceptions Of Healthcare Providers And Medical Students

Towards Clinical Pharmacy Services In United Arab Emirates, Trop J

Pharm Res.,5: 421-430.

American College of Clinical Pharmacy, 2008, The Definition of Clinical

Pharmacy, Pharmacotherapy, ACCP, 28(6): 816–817.

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996, Tentang Tenaga Kesehatan, Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009,

Tentang Kesehatan, Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2014,Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 58 Tahun

2014, Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim,2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009,

Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Republik Indonesia, Jakarta. As'ad, M., 2000, Psikologi Industri (4th Edition ed.), Liberty, Yogyakarta.

Aslam, Muhammad., Tau, Chik Kaw., Prayitno, Adji., (Eds.), 2003, Farmasi

klinik (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Bargh, J., dan Chartrand, T., 1999, The Unbearable Automacity Of Being, American Psychologist, 54: 462-479.

Bell, Paul A., 1978, Environmental Psychology, Sounders (W.B) Co Ltd,

Charness N & Bieman-Copland S, 1992, The Learning Perspective: Adulthood In RJ Sternberg & CA Berg (Eds.), Intellectual development (pp. 301-327). Cambridge University Press, New York.

(59)

Craik FIM dan Salthouse TA ,1992, The Handbook of Aging and Cognition. Hillsdale, NJ, Erlbaum.

Ghozali, I., 2013, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program Edisi Ketujuh,

Badan Penerbit Universitas Diponogero, Semarang

Gill S, Stockard J, Johnson M dan Williams S, 1987, Measuring Gender Differences: The Expressive Dimension and Critique Of Androgyny Scales.Sex Roles,17, 375-400.

Gillespie,U., 2012, Universitatis Upsulanensis. Digital Comprehensive Summaries Of Uppsula Disertation From The Faculty Of Pharmacy

154.58pp, Upsula , ISBN 978-91-554-8262-6

Hershey DA dan Wilson JA ,1997, Age Differences in Performance Awareness on

a Complex Financial Decision-making Task, Experimental Aging

Research, 23, 257-273.

Hepler,C.D., 2004, Clinical Pharmacy, Pharmaceutical Care, And The Quality Of

Drug Therapy., Pharmacotherapy,24(11):1491–1498)

Hepler, C.D., dan Strand L.M., 1990, Opportunities and Responsibilities in

Pharmaceutical Care, Am J Hosp Pharm, 47(3): 533-543.

Hidayat, Z. S., Purwonugroho, T.A dan Fera RU,V.V.,2014, Analisis Persepsi

Dan Harapan Dokter Terhadap Peran Apoteker Di

RSUD.Prof.DR.Margono Soekarjo Purwokerto, Supplemen Majalah

Kedokteran Andalas,1,37.

Hudson, S.A., McAnaw, J.J., dan Johnson, B.J., 2007, The Changing Roles Of Pharmacists In Society, IeJSME, 1(1): 22-34.

Kang, Ju-Seop dan Lee, Min-Ho, 2009, Overview of Therapeutic Drug Monitoring, KJIM, 24(1): 1–10.

Miller RR, 1981, History Of Clinical Pharmacy And Clinical Pharmacology. Journal of Clinical Pharmacology. 21:195.

Putra, A., 2013, Persepsi Tenaga Kesehatan terhadap Peran Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Robbins,S.P. dan Judge,T.A.,2008, Perilaku Organisasi Edisi 2, Salemba Empat,

Jakarta

(60)

45

International Journal of Psychology and Phychological Therapy, 7(3):381-391

Siregar, Charles J.P.,2003, Farmasi Rumah Sakit : Teori Dan Penerapan, EGC,

Jakarta.

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung .

Sunaryo., 2004,Psikologi Untuk Keperawatan, EGC, Jakarta.

Trisna, Y., 2008, Aplikasi Farmakoekonomi, Farmasi Nasional, Diakses 25 Mei 2016,darihttp://www.ikatanapotekerindonesia.net/news/pharmaupdate/ap likasi-farmakoekonomi

Umar,Husein., 2005, Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wood, JT .1990. Gendered lives: Communication, gender, and culture. Belmont,

(61)

Gambar

Tabel 1. Keaslian Penelitian
Gambar 1. Kerangka Konsep
Gambar 2. Skema Langkah Kerja
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Kuesioner
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit, maka fakultas farmasi universitas

Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak.. terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persentase penerapan pelayanan farmasi klinik RSUD di Pulau Bangka sesuai dengan Permenkes Nomor 58 tahun 2014 dan korelasi

Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.. Pelayanan

Kesimpulannya, farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu kesehatan di mana farmasis memberikan asuhan (“ care”; bukan hanya jasa pelayanan klinis) kepada pasien

Adapun yang termasuk dalam pelayanan farmasi klinik menurut Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi pengkajian dan

• Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan

Jurnal Pendidikan Tambusai 11342 Dampak Pelayanan Farmasi Klinik terhadap Penurunan Drug Related Problems DRPs di Rumah Sakit Noor Syam Sidiq Himawan1, Lestari Wahyu Herawati2,