PENGOMPOSAN TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK AKTIF
DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT :
PENGARUH LUBANG ASUPAN UDARA
SKRIPSI
Oleh
CHAMSA TRIYADI
100405063
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
PENGOMPOSAN TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK AKTIF
DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT :
PENGARUH LUBANG ASUPAN UDARA
SKRIPSI
Oleh
CHAMSA TRIYADI
100405063
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan
karunia-Nyalah skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi
dengan judul “Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Pupuk
Organik Aktif Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit : Pengaruh Lubang Asupan
Udara”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Adapun hal kebaruan dari hasil penelitian ini adalah kajian bagaimana pengaruh
lubang asupan udara pada komposter terhadap pengomposan tandan kosong
kelapa sawit (TKKS) menggunakan pupuk organik aktif (POA). Hasil dari
penelitian ini menunjukkan potensi ekonomi yang tinggi terutama dalam
penanggulangan limbah TKKS menjadi kompos.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir.Bambang Trisakti, MTselaku dosen pembimbing
2. Dr.Eng. Ir. Irvan, MSi selaku Ketua Departemen Teknik Kimia dan
dosen penguji II atas kritik dan saran yang telah diberikan
3. Ir. Renita Manurung, MTselaku dosen koordinator skripsi
4. Dr.Ir. Fatimah, MT selaku dosen penguji I atas kritik dan saran yang telah diberikan
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 30 Juli 2015
Penulis
DEDIKASI
Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang tercinta, Sugeng dan Marlina, atas doa dan
dukungan yang tidak pernah henti diberikan kepada penulis hingga
terselesainya skripsi ini.
2. Seluruh anggota keluarga penulis terutama untuk abang, kakak, ibu angkat
dan tante penulis, Hari Dharma, Asri Lestari, Marseh dan Marisa Fitri
Anggraini atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
3. Anggota tim penelitian penulis, Muhamad Rahman dan Yosi Rahman, atas
kerjasama dan motivasi selama pengerjaan hingga terselesainya skripsi
ini.
4. Seluruh sahabat serta teman sejawat penulis angkatan 2010, angkatan 2013
dan teman-teman di LPPM USU (Bang Juliadi).
5. Para dosen dan staf pegawai Departemen Teknik Kimia atas masukan dan
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Chamsa Triyadi
NIM: 1004050363
Tempat/Tgl. Lahir: Tanjung Morawa (Deli
Serdang), 04 Juni 1992
Nama orang tua: Sugeng
Alamat orang tua:
Jl. Sei Blumai Hilir No. 98 Tanjung Morawa A,
Deli Serdang
Asal Sekolah
• SD Swasta Pembangunan (1998-2004)
• SMP Swasta Nur Azizi (2004-2007)
• SMA Negeri 1 Tanjung Morawa (2007-2010) Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Ketua Umum HIMATEK Kepengurusan 2013/2014
2. Anggota Bidang Peningkatan Akademik dan Literatur Covalen Study
Group (CSG) Kepengurusan 2012/2013
3. Kerja Praktek di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha
Pabatu Tebing Tinggi Sumatera Utara tahun 2013
4. Asisten Laboratorium Kimia Fisika Departemen Teknik Kimia
ABSTRAK
Proses pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dengan mencampur pupuk organik aktif (POA) merupakan alternatif pemanfaatan limbah padat yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknik pengomposan TKKS dan untuk mendapatkan data degradasi pengomposan TKKS dengan memvariasikan lubang asupan udara sehingga dihasilkan kompos bermutu baik. Proses pengomposan dilakukan dengan mencabik TKKS menjadi 4 cabikan, kemudian dimasukkan TKKS pada komposter dan ditambahkan POA hingga mencapai nilai Moisture Content (MC) optimum 55-65%. Selama pengomposan MC dijaga pada kondisi optimum dengan menambahkan POA. Variasi lubang asupan udara terhadap luas permukaan luar komposter yang dilakukan adalah 0 cm2/44.314,29 cm2; 72,39 cm2/44.314,29 cm2 dan 144,78 cm2/44.314,29 cm2. Parameter yang dianalisa adalah temperatur, MC, pH, Water Holding Capacity, Electrical Conductivity, rasio C/N dan kualitas kompos. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh lubang asupan udara terhadap proses pengomposan dan rata-rata kompos dapat dihasilkan dalam waktu 40 hari. Degradasi TKKS terbaik diperoleh pada variasi lubang asupan udara 72,39 cm2/44.314,29 cm2dengan pH 8,1, MC 79,14%, WHC 60% , EC 4,725 dS/m dan rasio C/N 20,97.
ABSTRACT
This research was to study the composting technique for Empty Fruit Brunch (EFB) and to collect the degration data during composting of EFB with varies Aeration hole in order to get a high quality compost. The composting process was started with cutting the EFB into four parts before it was put into composter with every varie and then followed by the addition of Activated Organic Fertilizer (AOF) until the optimum moisture content of 55-65 % was reached. During composting, the MC was kept on the optimum condition by adding the AOF. The aeration hole varied into 0 cm2/44.314,29 cm2; 72,39 cm2/44.314,29 cm2 dan 144,78 cm2/44.314,29 cm2. The parameters of temperature, MC, weight of compost, pH value, C/N ratio, Electrical Conductivity, Water Holding Capacity, Bacterial Count and the quality of compost were analyzed through the process. The results from this research showed that the compost were well done in about 10 days and the best degradation during the 40 days of composting was obtained for composter 72,39 cm2/44.314,29 cm2 in which value of pH, MC, C, N, C/N ratio, EC, WHC and BC were 8,1; 79,14%, 25,16%, 20,97%, 4,725 dS/m, 60% and 107CFU/ml, respectively.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMPIRAN xvii
DAFTAR SINGKATAN xviii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 POTENSI DAN KESINAMBUNGAN DARI LIMBAH
CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (TKKS) MENJADI KOMPOS 5
2.2 KARAKTERISTIK TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
DAN PUPUK ORGANIK AKTIF (POA) 7
2.2.1 Karakteristik Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) 7
2.2.2 Karakteristik Pupuk Organik Aktif (POA) Dari Effluent
Biogas Pengolahan Lanjut Limbah Cair Kelapa Sawit (LCPKS) 9
2.3 PROSES PENGOMPOSAN DAN FAKTOR–FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PROSES PENGOMPOSAN 10
2.3.1 Kompos 10
2.3.3 Metode Pengomposan 12
2.3.3.1 Metode Silo (In Silo) Dalam Proses Pengomposan 12
2.3.4 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan 14
2.3.4.1 Nutrisi 14
2.3.4.2 Rasio C/N 15
2.3.4.3 Ukuran Partikel 15
2.3.4.4 Temperatur 15
2.3.4.5 pH 16
2.3.4.6 Kadar Air 16
2.3.4.7 Penambahan Air, Mikroorganisme dan Pencampuran
Bahan Lain 16
2.3.4.8 Pengadukan 17
2.4 PENGGUNAAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
SEBAGAI KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN BAHAN
ORGANIK 17
2.5 STANDAR KUALITAS KOMPOS DI INDONESIA 26
2.6 KEMATANGAN KOMPOS 27
2.7 PEMANFAATAN KOMPOS 27
2.8 POTENSI EKONOMI 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31
3.1 LOKASI PENELITIAN 31
3.2 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN 31
3.2.1 BahanPenelitian 31
3.2.2 Peralatan Penelitian 31
3.3 PROSEDUR PENELITIAN 31
3.3.1 Prosedur Pengomposan 31
3.4 PROSEDUR ANALISA 32
3.4.1 Prosedur Analisa Kadar Air 32
3.4.2 Prosedur Analisa pH 33
3.4.3 Prosedur Analisa Temperatur 33
3.4.4 Prosedur AnalisaWater Holding Capacity 33
3.4.5 Analisa Perbandingan C/N,Bacterial Countdan
Bahan Organik Lainya 34
3.5 FLOWCHART PENELITIAN 35
3.5.1 Flowchart Proses Pengomposan 35
3.5.2 Flowchart Kadar Air 36
3.5.3 Flowchart Analisa pH Kompos 36
3.5.4 Flowchart Analisa Temperatur 37
3.5.5 Flowchart AnalisaWater Holding Capacity 37
3.5.6 Flowchart AnalisaElectrical Conductivity 38
3.5 SKEMA ALAT KOMPOSTER 39
3.6.1 Skema Alat Komposter I, Tanpa Lubang Asupan Udara 39
3.6.2 Skema Alat Komposter II, Total Luas Lubang Asupan Udara
72,39 cm2 40
3.6.2 Skema Alat Komposter II, Total Luas Lubang Asupan Udara
144,78 cm2 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42
4.1 KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 42
4.2 ANALISIS KUALITAS KOMPOS HASIL PENGOMPOSAN TKKS
DENGAN POA 43
4.2.1 Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan Suhu 43
4.2.2 Profil dan Analisis Kompos BerdasarkanMoisture Cotent 44
4.2.3 Analisis Kompos Berdasarkan pH 46
4.2.4 Analisis Kompos BerdasarkanBacterial Count 47
4.2.5 Analisis Kompos Berdasarkan C/N 48
4.2.6 Analisis Kompos BerdasarkanElectrical Conductivity 48
4.3 PENGARUH UKURAN TKKS PADA SETIAP KETINGGIAN
TUMPUKAN TERHADAP PROSES PENGOMPOSAN 49
4.3.1 Pengaruh Lubang Asupan Udara Pada Setiap ketinggian
Tumpukan Terhadap Suhu rata-rata 50
4.3.2 Pengaruh Lubang Asupan Udara Pada Setiap ketinggian
4.3.3 Pengaruh Lubang Asupan Udara Pada Setiap ketinggian
Tumpukan Terhadap pH rata-rata 53
4.3.4 Pengaruh Lubang Asupan Udara Terhadap Perubahan C/N Selama
Waktu Pengomposan 54
4.3.5 Pengaruh Lubang Asupan Udara Terhadap Total Penambahan
POA 55
4.3.6 Penyusutan Volume Masing-Masing Tumpukkan Kompos Selama
Proses Pengomposan 56
4.3.7 Fenomena Keberadaan Belatung, Tungau dan Jamur Selama
Proses Pengomposan 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 60
5.1 KESIMPULAN 60
5.2 SARAN 60
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit 7
Gambar 2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit 8
Gambar 2.3 Skema Proses Pengomposan 11
Gambar 2.4 Pengomposan In VesselMenggunakan Empat Channel 13
Gambar 2.5 Pembalikan Kompos TKKS-POME Menggunakan Traktor
Dengan Macarator 18
Gambar 2.6 Pengaruh Waktu Pengomposan Terhadap Suhu 18
Gambar 2.7Propil Temperatur Kompos (Δ ), level Oksigen (o),moisture
content(♦) 23
Gambar 2.8 Skema Proses Pengomposan (Chamber System) 24
Gambar 2.9 Perubahan Temperatur Bahan Selama Pengomposan Pada Run I
dan Run II serta Temperatur Udara DidalamChamber 24
Gambar 2.10 Propil Suhu Kompos dan Suhu Udara 25
Gambar 2.11 Propil Rasio C/N 25
Gambar 2.12 Propil pH 26
Gambar 2.13 Propil Penyusutan Berat 26
Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Pengomposan 35
Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Analisa Kadar Air 36
Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Analisa pH 36
Gambar 3.4 Flowchart Prosedur Analisa Temperatur 37
Gambar 3.5 Flowchart Prosedur AnalisaWater HoL4ing Capacity 37
Gambar 3.6 Flowchart Prosedur Analisa Daya Hantar Listrik 38
Gambar 3.7 Skema Alat Komposter I 39
Gambar 3.8 Skema Alat Komposter II 40
Gambar 3.9 Skema Alat Komposter III 41
Gambar 4.1 Profil Suhu Pengomposan TKKS Pada Komposter 2 44
Gambar 4.2 ProfilMoisture ContentPengomposan TKKS Pada Komposter 2 45
Gambar 4.3 Grafik Perubahan pH Pada Komposter 2 46
Gambar 4.4 GrafikBacterial Countdan Suhu pada Komposter 2 48
Gambar 4.6 Grafik Perubahan Nilai EC Pada Komposter 2 49
Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Lubang Asupan Udara dan Tinggi Tumpukkan
Terhadap Suhu 51
Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Lubang Asupan Udara TerhadapMoisture Content
(MC) Rata-rata Pada Setiap Ketinggian Tumpukkan 52
Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Lubang Asupan Udara dan Tinggi Tumpukkan
Terhadap pH 54
Gambar 4.10 Grafik Pengaruh Lubang Asupan Udara Terhadap
Perbandingan C/N 55
Gambar 4.11 Grafik Total Penambah POA 56
Gambar 4.12 Grafik Penyusutan Volume Tumpukan Terhadap Waktu 57
Gambar 4.13 Belatung 58
Gambar 4.14 Tungau 58
Gambar 4.15 Jamur 59
Gambar L3.1 Skema Pembuatan Komposter 84
Gambar L3.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit 85
Gambar L3.3 TKKS yang Telah Dipotong 85
Gambar L3.4 Skema Analisis Suhu 86
Gambar L3.5 Pengambilan Sampel Analisa 86
Gambar L3.6 Pengukuran pH 87
Gambar L3.7 PengukuranMoisture Content 87
Gambar L3.8 PengukuranWater Holding Capacity 88
Gambar L3.10 Kompos Komposter 1, Komposter 2 dan Komposter 3 89
Gambar L4.1 Hasil Uji Laboratorium Untuk AnalisisBacterial CountPOA 90
Gambar L4.2 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C, N, P dan K POA 91
Gambar L4.3 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C dan N TKKS Awal 92
Gambar L4.4 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C dan N Kompos Setelah
10 Hari Pengomposan 93
Gambar L4.5 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C dan N Kompos Setelah
20 Hari Pengomposan 94
Gambar L4.6 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C dan N Kompos Setelah
Gambar L4.7 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C dan N Kompos Setelah
40 Hari Pengomposan 96
Gambar L4.8 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis Unsur Makro dan Mikro
Kompos Setelah 40 Hari Pengomposan 97
Gambar L4.9 Hasil Uji Laboratorium Untuk AnalisisBacterial Count 98
Gambar L4.10 Hasil Uji Laboratorium Untuk AnalisisBacterial CountSetelah
10 Hari Pengomposan 99
Gambar L4.11 Hasil Uji Laboratorium Untuk AnalisisBacterial CountSetelah
20 Hari Pengomposan 100
Gambar L4.12 Hasil Uji Laboratorium Untuk AnalisisBacterial Count Setelah
30 Hari Pengomposan 101
Gambar L4.13 Hasil Uji Laboratorium Untuk AnalisisBacterial Count Setelah
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Pembuatan Kompos 2
Tabel 2.1 Data luas areal perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO di Indonesia
dari tahun 2008-2013 6
Tabel 2.2 Data POA Effluent biogas dari pengolahan L3PKS LP3M-Biogas USU 9
Tabel 2.3 Perbedaan Empat Metode Utama Pembuatan Kompos 13
Tabel 2.4 Kualitas Kompos TKKS-POME bulan Agustus- Desember 2006 18
Tabel 2.5 Sifat Fisika-Kimia dari Kompos Untuk Kondisi Anerobik 20
Tabel 2.6 Sifat Fisika-Kimia dari Kompos Untuk Kondisi Aerobik 20
Tabel 2.7 Komposisi Pengolahan 21
Tabel 2.8 Karakteristik Kimia-Fisika dari Bahan Baku danVermicomposting
yang Dihasilkan dari Rasio Yang Berbeda TKKS+POME 22
Tabel 2.9 Variasi Nilai C/N selamaVermicomposting 22
Tabel 2.10 Karakteristik Kompos TKKS pada Awal (2 hari) dan Akhir (40 hari) 23
Tabel 2.11 Standar Kualitas Kompos 26
Tabel 2.12 Parameter Kematangan Kompos 27
Tabel 2.13 Rincian Biaya Pembuatan Kompos 30
Tabel 4.1 Karakteristik TKKS PKS Mangke PTPN III 42
Tabel 4.2 Hasil Analisa Karakteristik POA 42
Tabel 4.3 Karakteristik Komposter yang Digunakan 50
Tabel 4.3 Karakteristik Kompos Pada Hari ke-40 57
Tabel L1.1 Karakteristik TKKS PKS Mangke PTPN III 67
Tabel L1.2 Hasil Analisa Karakteristik POA 67
Tabel L1.3 Data Suhu Variasi Lubang Asupan Udara 0 cm2/44.314,29 cm2 68
Tabel L1.4 Data Suhu Variasi Lubang Asupan Udara 72,39 cm2/44.314,29 cm2 69
Tabel L1.5 Data Suhu Variasi Lubang Asupan Udara 144,78 cm2/44.314,29 cm2 70
Tabel L1.6 DataMoisture ContentVariasi Lubang Asupan Udara
0 cm2/44.314,29 cm2 71
Tabel L1.7 DataMoisture ContentVariasi Lubang Asupan Udara
Tabel L1.8 DataMoisture ContentVariasi Lubang Asupan Udara
144,78cm2/44.314,29cm2 73
Tabel L1.9 Data pH Variasi Lubang Asupan Udara 0 cm2/44.314,29 cm2 74
Tabel L1.10 Data pH Variasi Lubang Asupan Udara 72,39 cm2/44.314,29 cm2 75
Tabel L1.11 Data pH Variasi Lubang Asupan Udara 144,78 cm2/44.314,29 cm2 76
Tabel L1.12 Data Penambahan Pupuk Organik Aktif masing-masing Komposter 77
Tabel L1.13 Data Penyusutan Volume masing-masing Komposter 78
Tabel L1.14 Data Massa Kompos masing-masing Komposter 79
Tabel L1.15 DataBulk Densitymasing-masing Komposter 80
Tabel L1.16 DataWater Holding Capacity 81
Tabel L1.17 DataElectrical Conductivity 81
Tabel L1.18 DataBacterial Count 81
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN 67
L1.1 KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 67
L1.1.1 Karakteristik TKKS 67
L1.1.2 Karakteristik POA 67
L1.2 DATA HASIL PENELITIAN SUHU 68
L1.2.1 Data Suhu Variasi Lubang Asupan Udara 0 cm2/ 44.314,29 cm2 68
L1.2.2 Data Suhu Variasi Lubang Asupan Udara 72,39 cm2/ 44.314,29 cm2 69
L1.2.3 Data Suhu Variasi Lubang Asupan Udara 144,78 cm2/ 44.314,29 cm270
L1.3 DATA HASIL PENELITIAN MC 71
L1.3.1 Data MC Variasi Lubang Asupan Udara 0 cm2/ 44.314,29 cm2 71
L1.3.2 Data MC Variasi Lubang Asupan Udara 72,39 cm2/ 44.314,29 cm2 72
L1.3.3 Data MC Variasi Lubang Asupan Udara 144,78 cm2/ 44.314,29 cm2 73
L1.4 DATA HASIL PENELITIAN pH 74
L1.4.1 Data MC Variasi Lubang Asupan Udara 0 cm2/ 44.314,29 cm2 74
L1.4.2 Data MC Variasi Lubang Asupan Udara 72,39 cm2/ 44.314,29 cm2 75
L1.4.3 Data MC Variasi Lubang Asupan Udara 144,78 cm2/ 44.314,29 cm2 76
L1.5 DATA HASIL PENELITIAN PENAMBAHAN POA 77
L1.6 DATA HASIL PENELITIAN PRESENTASI PENYUSUTAN VOLUME 78
L1.7 DATA HASIL PENELITIAN MASSA KOMPOS 79
L1.8 DATA HASIL PENELITIANBULK DENSITY 80
L1.9 DATA HASIL PENELITIAN WHC 81
L1.10 DATA HASIL PENELITIANELECTRICAL CONDUCTIVITY 81
L1.11 DATA HASIL PENELITIANBACTERIAL COUNT 81
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 82
L2.1 PERHITUNGAN PENAMBAHAN POA 82
L2.2 PERHITUNGAN WHC 82
L2.3 PERHITUNGAN STANDAR DEVIASI 83
LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI 84
DAFTAR SINGKATAN
B Boron
C Karbon
Cu Cuprum (Tembaga)
CPO Crude Palm Oil
K2O Kalium Monoksida
L3PKS Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
MgO Magnesium Monoksida
N Nitrogen
P2O5 Difospor Pentaoksida
POA Pupuk Organik Aktif
POME Palm Oil Mill Effluent
TBS Tandan Buah Segar
TKKS Tandan Kosong Kelapa Sawit
WHC Water Holding Capacity
ABSTRAK
Proses pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dengan mencampur pupuk organik aktif (POA) merupakan alternatif pemanfaatan limbah padat yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknik pengomposan TKKS dan untuk mendapatkan data degradasi pengomposan TKKS dengan memvariasikan lubang asupan udara sehingga dihasilkan kompos bermutu baik. Proses pengomposan dilakukan dengan mencabik TKKS menjadi 4 cabikan, kemudian dimasukkan TKKS pada komposter dan ditambahkan POA hingga mencapai nilai Moisture Content (MC) optimum 55-65%. Selama pengomposan MC dijaga pada kondisi optimum dengan menambahkan POA. Variasi lubang asupan udara terhadap luas permukaan luar komposter yang dilakukan adalah 0 cm2/44.314,29 cm2; 72,39 cm2/44.314,29 cm2 dan 144,78 cm2/44.314,29 cm2. Parameter yang dianalisa adalah temperatur, MC, pH, Water Holding Capacity, Electrical Conductivity, rasio C/N dan kualitas kompos. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh lubang asupan udara terhadap proses pengomposan dan rata-rata kompos dapat dihasilkan dalam waktu 40 hari. Degradasi TKKS terbaik diperoleh pada variasi lubang asupan udara 72,39 cm2/44.314,29 cm2dengan pH 8,1, MC 79,14%, WHC 60% , EC 4,725 dS/m dan rasio C/N 20,97.
ABSTRACT
This research was to study the composting technique for Empty Fruit Brunch (EFB) and to collect the degration data during composting of EFB with varies Aeration hole in order to get a high quality compost. The composting process was started with cutting the EFB into four parts before it was put into composter with every varie and then followed by the addition of Activated Organic Fertilizer (AOF) until the optimum moisture content of 55-65 % was reached. During composting, the MC was kept on the optimum condition by adding the AOF. The aeration hole varied into 0 cm2/44.314,29 cm2; 72,39 cm2/44.314,29 cm2 dan 144,78 cm2/44.314,29 cm2. The parameters of temperature, MC, weight of compost, pH value, C/N ratio, Electrical Conductivity, Water Holding Capacity, Bacterial Count and the quality of compost were analyzed through the process. The results from this research showed that the compost were well done in about 10 days and the best degradation during the 40 days of composting was obtained for composter 72,39 cm2/44.314,29 cm2 in which value of pH, MC, C, N, C/N ratio, EC, WHC and BC were 8,1; 79,14%, 25,16%, 20,97%, 4,725 dS/m, 60% and 107CFU/ml, respectively.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit di Indonesia pada saat ini merupakan salah satu komoditi yang
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini sejalan dengan perluasan
areal perkebunan kelapa sawit dan semakin meningkatnya produksi kelapa sawit
pertahunnya [1]. Pada tahun 2011 produksi kelapa sawit mencapai 23.096.541
ton, pada tahun 2012 mencapai 23.521.071 ton dan pada tahun 2013 mencapai
24.431.640 ton [2].
Pengolahan kelapa sawit selain menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) juga
menghasilkan produk-produk samping dan limbah, yang bila tidak diperlakukan
dengan benar akan berdampak negatif terhadap lingkungan. Satu ton tandan buah
segar kelapa sawit mengandung 230–250 kg tandan kosong kelapa sawit (TKKS) [3]. Tandan Kosong Kelapa Sawit merupakan limbah terbesar yaitu sekitar 23%
tandan buah segar [4]. Unsur hara yang terkandung pada tandan kosong kelapa
sawit antara lain ; 42,8 % C, 2,90 % K2O, 0,80% N, 0,22% P2O5, 0,30% MgO, 10
ppm B, 23 ppm Cu dan 51 ppm Zn [5]. Berdasarkan data yang diperoleh
Firmansyah dengan nilai C sebesar 42,8 % dan N sebesar 0,80% maka diperoleh
rasio C/N sebasar 53,5 %. Oleh karena nilai rasio C/N yang masih tinggi maka
tandan kosong kelapa sawit harus dikomposkan untuk menurunkan rasio C/N.
Sebelumnya, TKKS dibakar pada incinerator untuk diabukan. Abu hasil
pembakaran TKKS dapat digunakan sebagai pupuk, karena kandungan kaliumnya
relatif tinggi yakni ± 30%. Namun, proses pembakaran ini sekarang dilarang
berdasarkan Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup nomor 15 tahun 1996
tentang Program Langit Biru, untuk mencegah polusi udara. Sehingga TKKS kini
kebanyakan digunakan sebagai mulsa (material penutup tanaman budidaya) yakni
meletakkan TKKS di sekitar batang pohon kelapa sawit muda. Namun,
pendistribusian TKKS ke lapangan sebagai mulsa tentunya membutuhkan biaya
transportasi dan tenaga kerja yang tinggi. Tambahan lagi, proses pembentukan
lingkungan. Oleh karena itu, TKKS perlu dikomposkan terlebih dahulu sebelum
disebar ke lapangan atau dibagikan ke petani disekitar perkebunan sawit.
Secara alami jika tandan kosong kelapa sawit dibiarkan saja akan
mengalami dekomposisi. Namun, dekomposisi ini memerlukan waktu yang sangat
lama, berbulan-bulan hingga bertahun-tahun [6]. Banyak hal yang mempengaruhi
proses pengomposan dan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan hasil kompos yang baik dari bahan baku TKKS. Seperti melakukan
berbagai perlakuan dalam pengomposan yaitu penambahan bahan organik lain.
Beberapa studi telah dilakukan untuk pengolahan TKKS menjadi kompos
diantaranya dengan menambahkan bahan tambahan seperti kotoran hewan [7],
dan dengan pencampuran Palm Oil Mill Effluent [8]. Rangkuman dari beberapa
hasil penelitian lain disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Pembuatan Kompos
[9][10][11][12][13][14]
Nama Peneliti
(Tahun) Metode Penelitian Hasil Penelitian
Zahrim dan Asis (2010)
Pengomposan TKKS tanpa dipotong-potong dengan penambahan POME dengan metode open turned windrow,
dengan pengadukan setiap 10 hari sekali
Memperoleh hasil bahwa total waktu pengomposan dan termasuk waktu persiapan adalah sekitar 40-45 hari, pH kompos 7,9; rasio C/N 20 serta jumlah unsur yang lain seperti N 1,9%; P2O5 0,6 %, K2O 2,0%, MgO 0,8 %.
Kananamet al. (2011)
Pengomposan TKKS dengan penambahan lumpur decanter
dan kotoran ayam sebagai sumber nitrogen, dengan ukuran potongan TKKS 2-5 cm dan pengadukan setiap 3 hari sekali
Memperoleh hasil
penggunaan lumpurdecanter
dan kotoran ayam dalam kondisi aerob dapat diselesaikan dalam waktu 30 hari sedangkan pada kondisi anaerob waktu pengomposan gagal diselesaikan dalam waktu 90 hari.
Hayawinet al.
(2012)
Vermicomposting TKKS
dengan penambahan POME dan cacing tanah Eisinia fetida
Samsuet al. (2010)
Pengomposan TKKS dengan
POME anaerobic sludge yang
berasal dari 500 m3 closed anaerobic methane ddigested tank, dengan ukuran potongan
TKKS 15-20 cm dan
pengadukan 3 kali dalam seminggu
Memperoleh waktu
pengolahan pengomposan singkat 40 hari dengan rasio C/N akhir 12,4 dan pH pada tumpukan kompos 8,1 - 8,6.
Fukumotoet al.(2003)
Pengomposan serbuk gergaji dan kotoran babi kondisi anaerob dengan perlakuan run I (berat 320 kg; 0,7 m tinggi dan diameter 1,4 m ) dan run II (berat 780 kg; 0,9 m tinggi dan diameter 2 m )
Memperoleh lama waktu pengomposan selama 70 hari dan pH pada tumpukan 6,9.
Sahwanet al.
(2003)
Pengomposan sampah kota menggunakan komposter dari drum plastik berukuran tinggi 94 cm, diameter 46 cm, volume 160 L dan lubang asupan oksigen berdiameter 2,5 cm dengan perlakuan tanpa pembalikan dan dengan pembalikan satu minggu sekali
Memperoleh waktu
pengomposan singkat 56 hari dengan rasio C/N 18,4% dan pH 8,48
Berdasarkan penelitian yang berkembang, TKKS dicampurkan dengan
POME ataupun kotoran hewan untuk menghasilkan kompos. Pada penelitian ini,
TKKS dicampurkan dengan Pupuk Organik Aktif dengan pengaruh lubang asupan
udara pada komposter untuk menghasilkan kompos aktif yang dapat digunakan
untuk perkebunan kelapa sawit.
1.2 Perumusan Masalah
Pengomposan TKKS dengan mencampurnya dengan pupuk organik aktif
untuk menghasilkan kompos berkualitas baik dan waktu pengomposan yang
relatif singkat. Untuk itu perlu dipelajari beberapa variabel yang mempengaruhi
proses pengomposan seperti lubang asupan udara.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menemukan teknik pengomposan
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh informasi mengenai pengaruh lubang asupan udara terhadap
pengomposan dan kualitas kompos.
b. Memberikan informasi mengenai manfaat tandan kosong kelapa sawit serta
proses pengomposan yang baik kepada masyarakat dan dunia industri.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian pembuatan kompos ini dilakukan di Pusdiklat LP2M USU.
Bahan utama yang akan digunakan adalah TKKS yang diperoleh dari PKS Sei
Mangkei PTPN III dan POA yang diproduksi oleh unit LP3M-Biogas USU serta
Aquades (H2O). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah komposter,
termometer, timbangan, pH meter, shaker, tabung plastik (botol kocok), neraca
analitis,beaker glass, oven, cawan, kertas saring dan desikator.
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
• Variabel yang divariasikan :
Luas lubang asupan udara terhadap luas permukaan luar komposter
- Tanpa lubang asupan udara (0 cm2/44.314,29 cm2)
- 72,39 cm2/44.314,29 cm2
- 144,78 cm2/44.314,29 cm2
• Variabel yang tetap : Ukuran potongan TKKS 4 cabikan.
Adapun parameter-parameter yang akan diamati dan dianalisa pada
penelitian ini antara lain:
No Variabel Waktu Analisa
1. Temperatur 2 x 1 hari
2. Kadar Air 1 x 1 hari
3. Berat Kompos Akhir pengomposan
4. Rasio C/N 1 x 10 hari
5. pH 1 x 1 hari
6. Water Holding Capacity 1 x 10 hari
7. Daya Hantar Listrik 1 x 10 hari
8. Microbial Count 1 x 10 hari
9. Waktu Pengomposan 40 hari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 POTENSI DAN KESINAMBUNGAN DARI LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT MENJADI KOMPOS
Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari
Nigeria (Afrika Barat) karena pertama ditemukan di hutan belantara Negara
tersebut. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1848, dibawa dari
Mauritus Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit kelapa sawit yang berasal
dari kedua tempat tersebut masing-masing berjumlah dua batang dan pada tahun
itu juga ditanam di Kebun Raya Bogor. Hingga saat ini, dua dari empat pohon
tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawit yang ada di
Asia Tenggara. Sebagian keturunan kelapa sawit dari Kebun Raya Bogor tersebut
telah diperkenalkan ke Deli Serdang (Sumatera Utara) sehingga dinamakan
varietas Deli Dura.
Pada tahun 1911, budidaya kelapa sawit di Indonesia secara komersial
dimulai ketika seorang warga negara Belgia, Adriaen Hallet, yang kemudiannya
diikuti oleh K. Schadt mengembangkan perkebunan di pantai timur Sumatera.
Pada masa itu, area perkebunan sawit adalah seluas 5,123 ha. Namun, pada waktu
penjajahan Jepang terjadi kemunduran perkembangan kelapa sawit. Setelah
Indonesia mendapatkan kemerdekaannya, bisnis kelapa sawit ini mulai memulih
dan masih bertahan sekarang [15].
Kelapa sawit adalah salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai
ekonomis dan prospek yang cerah untuk dikembangkan secara luas yang mana
data total areal perkebunan kelapa sawit dan produksinya dari tahun 2008-2013
dapat dilihat pada Tabel 2.1. Pada tahun 2013, menurut Direktorat Jenderal
Perkebunan (2013) total areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah seluas
9.149.919 ha dengan total produksi minyak mentah sawit atau crude palm oil
Tabel 2.1 Data luas areal perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO di Indonesia dari tahun 2008-2013 [2]
Tahun Luas Area (Ha) Jumlah Produksi (Ton)
2008 7.363.847 17.539.788
2009 8.248.328 19.324.294
2010 8.385.394 21.958.120
2011 8.992.824 23.096.541
2012 9.074.621 23.521.071
2013 9.149.919 24.431.640
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa industri kelapa sawit di
Indonesia semakin meningkat, oleh karena itu dengan meningkatnya pertumbuhan
produksi kelapa sawit maka jumlah limbah yang dihasilkan baik limbah padat dan
cair juga semakin besar. Upaya untuk mengatasi limbah padat, Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) melakukan teknologi pengomposan dengan memanfaatkan
hasil limbah pabrik menjadi kompos yang memiliki nilai ekologi dan ekonomi
yang tinggi. Bahan yang diperlukan untuk produksi kompos tersebut adalah
Limbah TKKS dan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS). Sebagai
gambaran, apabila sebuah pabrik kelapa sawit mengolah sekitar 100 ton dari
tandan buah segar (TBS) setiap hari menjadi crude palm oil (CPO), selama proses
berlangsung akan dihasilkan limbah (residu) baik dalam bentuk padat dan cair.
Limbah padat, terutama dalam bentuk TKKS dihasilkan sebanyak 27% dari TBS
yang diolah, sedangkan limbah cair dalam bentuk LCPKS yang dihasilkan lebih
dari 500 kg (sekitar 0,5 m3). Kebanyakan kedua limbah ini dibuang selama
pengolahan, oleh karena itu dengan memanfaatkan teknologi pengomposan, suatu
pabrik yang mengolah TBS 100 ton/hari dan limbah yang dihasilkan sebanyak 27
ton TKKS dan 50 m3 POME, maka akan menghasilkan produk kompos sebanyak
27 ton/hari [7]. Limbah sebanyak ini semuanya dapat diolah menjadi kompos
hingga tidak menimbulkan masalah pencemaran, sekaligus mengurangi biaya
pengolahan limbah yang cukup besar [10]. Berikut ini diagram alir proses
pengolahan kelapa sawit dari aktivitas produksi pabrik kelapa sawit yang
Gambar 2.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit [16]
Janjang/tandan kosong merupakan limbah padat dengan volume terbesar
dalam material balance pengolahan TBS selain cangkang fibre. Janjang/tandan
kosong dihasilkan dari proses perontokan buah (Threshing) setelah proses
perebusan (sterilizing). Proses sterilisasi buah adalah proses rebusan atau
sterilisasi yang dilakukan dalam bejana besar dengan menggunakan injeksi uap
(tekanan uap 2,5 – 3,0 atm) dengan lama rebusan 90 – 100 menit pada temperatur
135 – 140 oC. Dalam proses ini dapat terjadi kehilangan minyak akibat sebagian
minyak tercampur dengan air kondensat dan terserap tandan kosong [17].
2.2 KARAKTERISTIK TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN PUPUK ORGANIK AKTIF (POA)
2.2.1 Karakteristik Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Tandan kosong kelapa sawit terdiri dari 18-21% lignin, 40-45% selulosa
dan 19-21% hemiselulosa. TKKS umumnya berbentuk serat, dan serat tersebut
berbentuk seperti tongkat yang secara keseluruhan membentuk ikatan pembuluh
[18]. TKKS merupakan sampah residu yang dihasilkan dari industri kelapa sawit.
Tandan tersebut disterilkan dalam sterilisasi uap horizontal untuk menonaktifkan
enzim yang ada. Tandan disterilkan dengan cara dimasukkan ke drum perontok
bentuk yang tidak seragam dan bobot rendah. Panjang dan lebar tergantung pada
ukuran tandan buah segar dan dapat bervariasi dari panjang 17-30 cm dan lebar
25-35 cm. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan bahan organik yang
mengandung : 42,8 % C, 2,90 % K2O, 0,80% N, 0,22 % P2O5, 0,30% MgO dan
unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu dan 51 ppm Zn. Dalam
setiap 1 ton Tandan Kosong sawit mengandung unsur hara yang setara dengan 3
[image:30.595.220.404.231.361.2]Kg Urea, 0,6 kg RP, 12 kg MOP [19].
Gambar 2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) [20]
TKKS umumnya dijadikan mulsa dengan cara penumpukkan di sekitar
pohon kelapa sawit. Padahal cara ini tidak akan menciptakan produk kompos
organik yang bermutu, karena nilai C/N masih tinggi. Pengomposan adalah
penurunan rasio atau perbandingan antara karbon dan nitrogen dengan singkatan
nilai C/N. Bahan organik dapat diserap tanah adalah mempunyai C/N yang sama
dengan tanah ialah sekitar 10 – 12 oleh karena itu, limbah sawit (cair dan padat)
yang mempunyai nilai C/N tinggi harus diturunkan [21].
Keunggulan TKKS jika dijadikan kompos meliputi: kandungan kalium
yang tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara
yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi.
Selain itu kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara
lain:
1. Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan.
2. Membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi
pertumbuhan tanaman.
3. Bersifat homogen dan mengurangi risiko sebagai pembawa hama
4. Merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap
dalam tanah.
5. Dapat diaplikasikan pada sembarang musim.
2.2.2 Karakteristik Pupuk Organik Aktif (POA) Dari Effluent Biogas Pengolahan Lanjut Limbah Cair Kelapa Sawit (LCPKS)
Penggunaan pupuk dengan memanfaatkan jenis mikroorganisme lokal
(MOL) menjadi alternatif penunjang kebutuhan unsur hara. Larutan MOL
mengandung unsur hara makro, mikro, dan mengandung mikroorganisme yang
berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen
pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik digunakan sebagai
dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik [22].
Methanobacterium dan Methanobacillus yang terdapat dalam effluent
diketahui dapat membentuk N2 dan untuk menambah unsur makro lain seperti
posfat dibutuhkan bakteri pengolahnya yaitu Bacillus.sp, yang belum diketahui
kuantitasnya didalam effluent. Oleh karena itu dibutuhkan aktivator yang dapat
menambah mikroorganisme didalam pupuk organik aktif. Proses pembuatan
pupuk dilakukan menggunakan larutan effective microorganisme 4 disingkat
EM-4 [23].
Berikut ini data POA effluent dari pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU
yang akan digunakan sebagai bahan tambahan proses pengomposan TKKS :
Tabel 2.2 Data POA effluent biogas dari pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU
[23]
No Parameter Satuan Kandungan
1. Nitrogen % 0,14
2. P2O5 total % 0,05
3. K2O % 0,07
4. MgO % 0,1
5. CaO Mg/l ≤ 0,001
6. C- Organik % 0,12
7. Ph - 8,09
8. Ratio C/N - 0,86
Pupuk Organik Aktif yang digunakan mengandung bakteri perombak
2.3 PROSES PENGOMPOSAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENGOMPOSAN
2.3.1 Kompos
Kompos adalah hasil penguraian bahan organik melalui proses biologis
dengan bantuan organisme pengurai. Proses penguraian dapat berlangsung secara
aerob (dengan udara) maupun anaerob (tanpa bantuan udara) [25]. Kompos dari
limbah padat organik semakin penting di seluruh dunia, dalam kerangka terpadu
manajemen limbah padat dan khususnya pengalihan biodegradables dari
penimbunan [26].
Fungsi utama kompos adalah membantu memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi tanah. Secara fisik kompos dapat menggemburkan tanah, aplikasi
kompos pada tanah akan meningkatkan jumlah rongga sehingga tanah menjadi
gembur. Sementara sifat kimia yang mampu dibenahi dengan aplikasi kompos
adalah meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tanah dan dapat
meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air (water holding capacity).
Sedangkan untuk perbaikan sifat biologi, kompos dapat meningkatkan populasi
mikroorganisme dalam tanah. Keunggulan kompos adalah kandungan unsur hara
makro maupun mikronya yang lengkap. Unsur hara makro yang terkandung dalam
kompos antara lain N, P, K,Ca, Mg,dan S, sedangkan kandungan unsur mikronya
antara lain Fe, Mn, Zn, Cl, Cu, Mo, Na dan B. Dalam proses pengomposan
organisme pengurai mengambil sumber makanan dari sampah atau bahan organik
yang diolah lalu mengeluarkan sisa metabolisme berupa karbon dioksida (CO),
serta panas yang menghasilkan uap air (H2O). Oleh karena itu, kinerja organisme
pengurai dapat dipantau dengan pengamatan temperatur (suhu), tekstur, struktur
dan perubahan warna serta bau. Peningkatan suhu, tekstur dan struktur tidak
lengket dan remah serta warna manjadi gelap mengkilat menandakan adanya
kegiatan organisme pengurai yang berjalan dengan baik dan bau menyengat
kompos yang semakin hari semakin hilang [25].
2.3.2 Proses Pengomposan
Pengomposan dapat terjadi secara alamiah maupun dengan bantuan
alam, sedangkan pengomposan dengan bantuan manusia yaitu dengan cara
menggunakan teknologi modern maupun dengan menggunakan bahan
bioaktivator dan menciptakan kondisi ideal sehingga proses pengomposan dapat
terjadi secara optimal dan menghasilkan kompos berkualitas tinggi. Untuk dapat
membuat kompos dengan kualitas baik, diperlukan pemahaman proses
pengomposan yang baik pula. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap awal
proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik yang kemudian akan digantikan oleh bakteri
termofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat, kemudian akan
diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga mencapai
70 oC. Suhu akan tetap tinggi selama fase pematangan.
Mikroba mesofilik kemudian tergantikan oleh mikroba termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat terjadi penguraian bahan organik
yang sangat aktif, mikroba-mikroba yang ada di dalam kompos akan menguraikan
bahan organik menjadi NH+, CO, uap air dan panas melalui sistem metabolisme
dengan bantuan oksigen. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu
akan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga kembali mencapai suhu
normal seperti tanah. Pada fase ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut,
yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi
penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai
30-50 % dari bobot awal tergantung kadar air awal [25].
Karbon, Nitrogen, Inorganics, Air, Microorganisme, Pathogens, benih gulma , mikroba yang
menguntungkan Bahan Baku
Pencampuran Tumpukan Kompos
Uap Air, Panas, CO2, NO, gas lain
Curing Oxygen
Bahan – bahan organik, mikroorganisme
anorganik Produk Akhir
Gambar 2.3 Skema Proses Pengomposan [18]p
2.3.3 Metode Pengomposan
Metode pengomposan yang umum digunakan seperti : pengomposan pasif,
windrows, penumpukan aerasi, dan sekelompok metode yang umum dikenal
penumpukan bahan baku dan meninggalkan bahan kompos untuk proses
pengomposan selama jangka waktu yang panjang. Pengomposan metode windrow
adalah pembuatan kompos dengan menumpuk bahan organik atau limbah
biodegradable, seperti kotoran hewan dan sisa tanaman, dalam tumpukan berbaris
yang panjang, metode windrow merupakan metode yang paling umum digunakan
dalam pengomposan skala pertanian. Pengomposan metode penumpukan aerasi
menggunakan blower untuk memasok udara ke bahan kompos, blower ini
dilengkapi pengontrolan langsung dari proses dan memungkinkan untuk
pengomposan tumpukan yang lebih besar. Pengomposan di wadah tertutup
merupakan bentuk industri kompos limbah biodegradable yang terjadi dalam
reaktor tertutup. Umumnya proses ini menggunakan tangki logam atau bunker
beton di mana aliran udara dan suhu dapat dikontrol [27].
2.3.3.1 Metode Silo (In-Vessel) Dalam Proses Pengomposan
Teknologi pengomposan vertikal silo telah diperkenalkan sejak 1980
untuk biosolid kota. Vertikal silo digunakan untuk pengomposan sampah organik
kota secara pasif dan aerasi, maksudnya tidak ada aerasi paksa. Sebaliknya, bahan
terisi dalam kondisi vertikal, ayakan kawat yang ada didalam kurungan
memungkinkan udara untuk melintasi. Kurungan memiliki ukuran 3,7 - 4,3 m
tinggi dan panjang hanya beberapa kaki [28].
Keuntungan utama dari sistem in-vessel dibandingkan (windrows,
tumpukan statis soda dan lain-lain) adalah pemendekan tahap mesofilik dan
termofilik, efisiensi proses yang lebih tinggi, dan penurunan jumlah patogen,
sehingga lebih aman dan produk akhir lebih berharga. Selain itu, kebutuhan lahan
umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan metode lain. Namun, penting untuk
dicatat bahwa semua sistem memerlukan stabilisasi akhir kompos. Kekurangan
dari metode in-vessel termasuk modal yang tinggi dan biaya operasional akibat
penggunaan peralatan komputer dan tenaga kerja terampil. In-vessel kompos
umumnya lebih otomatis dari windrow atau sistem tumpukan statis, dan dapat
menghasilkan top kualitas produk jadi secara konsisten. Alasan umum untuk
memilih in-vessel pengomposan atas metode lain meliputi : kontrol bau,
publik yang lebih baik karena estetika/penampilan dari situs pengomposan,
[image:35.595.117.529.403.755.2]kebutuhan tenaga kerja sedikit dan kualitas produk yang lebih konsisten [29].
Gambar 2.4 Pengomposan In Vessel Menggunakan Empat Channel [29]
Tabel 2.3 Perbedaan Empat Metode Utama Pembuatan Kompos [29]
Parameter Jenis-jenis Metode Pembuatan Kompos Passive Windrow Turned Windrow Aerated Static Pile In-Vessel Channel (Silo) Umum Teknologi
Sederhana Masalah Kualitas Sistem aktif yang paling umum di peternakan Efektif untuk peternakan dan penanganan sampah kota
Sistem skala besar untuk aplikasi
komersial
Buruh Sedikit Peningkatan sesuai frekuensi aerasi dan perencanaan yang buruk Desainsistem dan perencanaan sangat penting Diperlukan pemantauan Memerlukan tingkat konsistensi managemen aliran produk untuk efisiensi biaya
Lahan Membutuhkan lahan yang luas Dapat Memerlukan lahan yang luas Lahan yang terbatas memberikan laju lebih cepat
dan volume tumpukan yang efektif
Lahan sangat terbatas, karena tingkat yang cepat
dan operasi yang berkesinambungan Bulking Agent Kurang fleksibel, harus berpori
Fleksibel Kurang fleksibel, harus
berpori
Fleksibel
Masa Aktif
Curing Tidak berlaku 30+ hari 30+ hari 30+ hari Ukuran Tinggi Lebar Panjang 1-4 meter 3-7 meter Variasi 1-2,8 meter 3-6 meter Variasi 3-4,5 meter Variasi Variasi Tergantung pada design Variasi Variasi Sistem aerasi Hanya konveksi alami Pembalikan mekanis dan konveksi alami Positif/negatif aliran udara secara paksa melalui tumpukan Ekstensif pembalikan secara mekanik dan aerasi
Kontrol proses Hanya campuran awal Pembalikan campuran awal Campuran awal. Aerasi, suhu dan kontrol waktu Campuran awal. Aerasi, suhu dan kontrol waktu. Pembalikan Faktor bau Semakin besar windrow maka semakin bau Dari permukaan area windrow. Pembalikan dapat menimbulkan bau selama minggu awal Bau bisa terjadi , tapi kontrol dapat
digunakan , seperti isolasi
tumpukan dan filter pada
sistem udara
Bau bisa terjadi . seringkali karena
kegagalan peralatan atau keterbatasan desain
sistem .
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Menurut Tchobanoglous (1993) Untuk menghasilkan produk kompos yang
bermutu tinggi, maka dalam proses pengomposan harus juga memperhatikan
faktor nutrisi dan faktor lingkungan. Faktor nutrisi mencakup makronutrien,
mikronutrien, sedangkan faktor lingkungan dibagi menjadi temperatur dan kadar
air, sedangkan faktor lain seperti ukuran partikel, C/N, pencampuran dengan
bahan lain, penambahan air, penambahan mikroorganisme, kadar air, pengadukan,
temperatur, kontrol patogen, udara, pH, derajat dekomposisi, dan lahan
pengomposan harus dikontrol. Berikut ini penjelasan dari beberapa faktor yang
mempengaruhi proses pengomposan.
2.3.4.1 Nutrisi
Carbon ( C ), nitrogen ( N ), fosfor ( P ) dan kalium ( K ) adalah nutrisi
utama yang dibutuhkan oleh mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan,
serta nutrisi utama untuk tanaman dan akan mempengaruhi kualitas kompos.
Hampir semua bahan organik yang digunakan untuk kompos mengandung semua
dan pertumbuhan. Sebuah pasokan nutrisi tidak mencukupi atau berlebihan dapat
menyebabkan kompos berkualitas rendah. Tirado (2008) menjelaskan efek
menguntungkan dari kompos terhadap pertumbuhan tanaman dikaitkan dengan
peningkatan pasokan nutrisi bagi tanaman.
2.3.4.2 Rasio C/N
Zat arang atau karbon (C) dan nitrogen (N) ditemukan diseluruh bagian
sampah organik. Dalam proses pengomposan, C merupakan sumber energi bagi
mikroba sedangkan N berfungsi sebagai sumber makanan dan nutrisi bagi
mikroba. Besarnya rasio C/N tergantung pada jenis sampah, namun rasio C/N
yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1 [25].
2.3.4.3 Ukuran Partikel
Ukuran partikel bahan kompos berkaitan dengan nutrien misalnya
distribusi nutrien yang tergantung pada ukuran partikel sampah. Secara teoritis,
laju dekomposisi akan meningkat dengan partikel organik yang semakin kecil
[30]. Reduksi ukuran partikel dapat dilakukan dengan pencacahan. Ukuran
partikel mempengaruhi drag force antara partikel sampah, internal friction, dan
bulk density.
Sebagian besar dari dekomposisi aerobik pengomposan terjadi pada
permukaan partikel, karena oksigen bergerak mudah sebagai gas melalui ruang
pori tapi jauh lebih lambat melalui bagian cair dan padat dari partikel. Partikel
yang lebih kecil mengurangi porositas efektif. Kualitas kompos ynang baik
biasnya diperoleh ketika ukuran partikel berkisar dari rata-rata diameter 1/8-2 inci
[27].
2.3.4.4 Temperatur
Suhu adalah indikator proses yang baik. Pengomposan pada dasarnya
berlangsung dalam dua rentang, dikenal sebagai mesofilik (10 - 400C) dan
termofilik (di atas 40 0C) . Kebanyakan pengomposan berlangsung pada suhu
antara 45 0C dan 65 0C. Suhu termofilik merupakan kondisi suhu yang
menghasilkan dekomposisi yang lebih cepat [27].
Peningkatan temperatur disebabkan oleh reaksi eksoterm dan aktifitas
metabolisme mikroorganisme. Pada metode windrow, temperatur akan naik
pengukuran setelah pengadukan. Setelah pengadukan, biasanya temperatur akan
turun 5 – 10°C , namun akan kembali naik setelah beberapa jam. Temperatur pada
windrow turun 10 – 15 hari setelah oksidasi organik, suhu akan dapat berhenti
naik pada hari ke 9 atau ke 10 sehingga aktifitas mikroorganisme pun menurun
[31].
2.3.4.5 pH
Pengontrolan pH sangat penting seperti temperatur dalam mengevaluasi
aktifitas mikroorganisme dan kestabilan sampah.pH pengomposan awal sampah
organik berkisar antara 5 -7. Pada awal pengomposan, pH akan turun sampai 5
atau kurang dari itu karena organik akan berada pada temperatur ambien dan
aktifitas mikroorganisme mesofil akan meningkat dalam menduplikasi diri
sehingga produksi asam organik akan meningkat dan pH akan turun. Pada saat
termofilik, temperatur akan naik dan terjadi aerobik proses sehingga pH akan naik
sampai 8 – 8,5. Setelah kompos matang, pH akan turun menjadi 7 – 8 [31]. Pada
pengomposan bahan dengan kandungan lignin yang tinggi dengan lumpur
biologis, pH cenderung rendah yakni sekitar 5,1-5,5 [32].
2.3.4.6 Kadar Air
Moisture diperlukan untuk mendukung proses metabolisme mikroba dan
merupakan suatu paremeter penting untuk dikendalikan dalam pengomposan [27].
Kelembaban yang optimum berkisar antara 50 – 60%.Kadar air dapat juga
ditambahkan dengan penambahan air. Apabila kelembaban kompos kurang dari
40% maka reaksi akan melambat [31].
Pada saat matang, kadar air yang disayaratan oleh SNI 19-7030-2004
adalah kurang dari 50%. Kadar air dalam kompos matang tidak baik apabila
terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan karena kadar air secara langsung berhubungan
dengan nilai water holding capacity, hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Agricultural Analytical Services Laboratory The Pennsylvania State University
pada tahun 2008.
2.3.4.7 Penambahan Air, Mikroorganisme, dan Pencampuran Bahan Lain Dua faktor desain yang menentukan penambahan air, mikroorganisme, dan
pencampuran dengan bahan lain yang mengandung C/N yang tinggi adalah
dapat juga dicampurkan dengan bahan-bahan yang mengandung sumber karbon
yang tinggi seperti kertas, daun, kotoran hewan, dan lumpur dari instalasi
pengoahan air limbah. Pencampuran dengan bahan lain menyebabkan
pengontrolan terhadap kelembaban. Penambahan mikroorganisme juga dapat
dilakukan untuk menghasilkan dekomposisi yang cepat.
2.3.4.8 Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk menambah atau mengurangi kelembaban
pada kompos agar sampai pada kelembaban yang optimum. Pengadukan juga
dapat dilakukan untuk meratakan distribusi nutrien untuk mikroorganisme.
Pengadukan merupakan faktor yang penting dalam mengontrol kelembaban,
kebutuhan udara atau oksigen untuk keadaan aerob. Untuk kompos dengan
menggunakan sampah organik membutuhkan 15 hari periode pengomposan
dengan kelembaban 50 -60% dan pengadukan lebih baik dilakukan setelah hari
ketiga dan dilakukan setelah hari itu sampai mendapatkan pengadukan 4 – 5 kali
[31]. Menurut Schloss dkk (1999), pengadukan sangat berpengaruh pada
pencapaian suhu yang maksimum dan memperpanjang periode pengambilan
oksigen [33].
2.4 PENGGUNAAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) SEBAGAI KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK Banyak penelitian terdahulu dilakukan untuk pengolahan kompos dari TKKS.
Zahrim dan Asis (2010) melakukan penelitian mengenai produksi semi-kompos
tandan kosong kelapa sawit tanpa diparut dengan mencampurkan POME. Dimana
penelitian ini dilakukan tanpa memotong TKKS. Prosesnya dilakukan dengan
metode open turned windrow dengan dimensi area panjang 4 m, tinggi 1,5 m dan
lebar 40 m. Setiap windrow berisi sekitar 120 metrik ton TKKS dan 324 metrik
ton POME. Proses pembalikan dilakukan pada hari ke- 10, 20, 30 dan 40 dan
pengambilan sampel untuk analisa dilakukan di sembilan titik pada unit windrow.
Gambar 2.5 Pembalikan Kompos TKKS-POME Menggunakan Traktor Dengan Macerator [9]
Hasil yang diperoleh pada gambar 2.6 menunjukkan bahwa total waktu
pengomposan termasuk persiapan adalah sekitar 40-45 hari, temperatur selama
pengomposan mengalami fluktuasi dimana suhu awal pengomposan adalah 53 oC.
Setelah dua hari, suhu turun di bawah 50 oC, setelah dilakukan pembalikan
pertama, terjadi peningkatkan suhu lebih dari 50 oC. Pada hari 10 sampai hari 25,
suhu dipertahankan pada sekitar 45 sampai 55 ºC dengan bantuan putar yang kecil,
namun pembalikan pada hari ke 40 tidak terjadi peningkatan suhu dan untuk
kandungan oksigen dipertahankan di atas 10 %. Kompos yang dihasilkan
memiliki kualitas pH 7,9 ; N 1,9%; P2O5 0,6 %; K2O 2,0%; MgO 0,8 % dan rasio
C/N 20.
Gambar 2.6 Pengaruh Waktu Pengomposan Terhadap Suhu [9]
Tabel 2.4 Kualitas Kompos TKKS-POME bulan Agustus-Desember 2006 [9]
Month pH N(%) P2O5 (%) K2O (%) MgO(%) C/N
August 8,2 1,7 0,5 1,7 0,8 20
September 7,8 2,1 0,7 1,4 1,0 15
October 7,7 2,0 0,6 1,3 0,9 18
November 7,7 1,8 0,7 3,4 0,6 24
December 8,0 1,9 0,8 2,0 0,8 23
Average 7,9 1,9 0,6 2,0 0,8 20
Penelitian yang dilakukan oleh Kananam et all., (2011) adalah untuk
mengetahui perubahan biokimia pengomposan TKKS dengan lumpur decanter
dan kotoran ayam sebagai sumber nitrogen. Pada penelitian ini juga dilakukan
penambahan tanah merah yang mengandung Fe, berfungsi untuk acceptor elektron
mikroorganisme dalam kondisi anaerobik, dan lumpur decanter yang digunakan
berasal dari limbah pabrik kelapa sawit. Untuk kondisi aerobik pada penelitian ini
ditambahkan benih mikroorganisme yang terdiri dari jamur (Corynascus sp.,
Scytalidium sp., Chaetomium sp., dan Scopulariopsis sp) dan bakteri (Bacillus sp),
sedangkan untuk kondisi anaerobik benih mikroorganisme yang ditambahkan
mengndung ragi (Saccharomyces sp), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), dan
bakteri katabolisme protein (Bacillus sp). Tabel 2.5 menunjukkan data yang
Tabel 2.5 Sifat Fisika-Kimia dari Kompos Untuk Kondisi Anaerobik [10]
Parameters Control An 1 An 2 An 3 An 4
0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days
pH 8.07 ±0.04 8.15 ±0.07 7.49±0.12 7.51±0.15 7.44±0.08 8.12±0.05 7.23±0.14 7.77±0.11 7.35±0.09 7.87±0.10 EC (dS/m) 2.72±0.07 2.35 ±0.04 1.16±0.18 1.30±0.16 0.90±0.05 1.04±0.12 0.94±0.10 1.24±0.14 0.68±0.04 1.05±0.06 OC (%) 55.4±1.4 49.1±2.1 42.3±2.1 38.2±1.5 33.0±1.8 29.0±1.2 57.59±0.15 52.1±0.8 38.3±1.2 34.9±1.9 OM (%) 95.5±2.4 85.0±3.5 72.9±3.5 65.8±2.5 56.9±3.1 50.0±2.1 99.30±0.27 89.8±1.4 66.0±2.0 60.2±3.2 N (%) 0.56±0.02 0.79±0.02 1.09±0.05 1.50±0.11 0.83±0.02 1.07±0.15 1.65±0.06 2.59±0.22 0.99±0.02 1.58±0.27 C/N ratio 98.4±1.4 62.2±0.9 38.9±0.8 25.6±1.6 40.0±2.9 28±4 35.0±1.3 20.2±1.4 38.5±0.7 22.4±2.9 P2O5 (%) NM NM 1.88±0.29 2.07±0.17 1.60±0.32 1.69±0.08 1.01±0.09 1.23±0.18 1.28±0.03 1.36±0.04
K2O (%) NM NM 1.62±0.14 1.85±0.08 1.69±0.13 1.61±0.09 2.25±0.15 2.75±0.23 1.39±0.12 1.51±0.07 NM : No Measurement
Tabel 2.6 Sifat Fisika-Kimia dari Kompos Untuk Kondisi Aerobik [10]
Parameters Control An 1 An 2 An 3 An 4
0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days pH 8.18 ±0.07 8.33 ±0.07 7.53±0.09 7.90±0.07 7.64±0.10 8.19±0.09 7.27±0.12 8.25±0.06 7.43±0.10 8.18±0.05 EC (dS/m) 2.79±0.06 2.00 ±0.06 2.37±0.03 1.36±0.11 2.25±0.03 1.35±0.08 1.96±0.05 1.62±0.15 1.91±0.16 1.48±0.18 OC (%) 54.1±1.5 42.2±2.1 40.7±0.6 23.2±0.4 30.9±2.3 18.5±0.5 57.5±0.3 33.1±0.4 39.4±1.4 21.1±0.6 OM (%) 93.3±2.6 77.6±3.7 70.1±3.5 40.0±0.6 53.3±3.9 32.0±0.9 99.1±0.5 57.1±0.7 67.9±2.4 36.4±1.0 N (%) 0.57±0.04 0.86±0.06 1.08±0.14 1.60±0.13 0.78±0.05 1.14±0.02 1.64±0.11 3.30±0.24 1.03±0.14 2.00±0.06 C/N ratio 95±6 45.6±3.7 38.1±3.6 14.6±1.3 39.8±0.8 16.3±0.6 35.1±2.3 10.1±0.8 38.6±3.8 10.57±0.11 P2O5 (%) NM NM 2.16±0.16 2.57±0.14 1.70±0.13 2.18±0.15 1.29±0.07 1.59±0.13 1.27±0.10 1.37±0.03
Penelitian yang dilakukan oleh Hayawin et al. (2012) mengenai
vermicomposting dari TKKS dengan tambahan POME. Penelitian bertujuan untuk
mengevaluasi kualitas nutrisi kompos yang dihasilkan dari TKKS dan POME
dengan menggunakan epigeic cacing tanah Eisinia fetida. Prosesnya TKKS
diparut menjadi bahan berserat longgar (panjang ≈ 3,68 mm, lebar ≈ 165,45 μm)
menggunakan mekanik thermo refiner. Pengomposan dilakukan pada enam unit
vermicomposter dengan dimensi panjang 14 cm, lebar 12 cm dan tinggi 7 cm.
Setiap vermicomposter diisi dengan komposisi TKKS dan POME yang berbeda.
Setelah 15 hari TKKS dan POME dicampur pada masing – masing unit
vermicomposter dengan komposisi yang telah ditentukan, lalu ditambahkan 5 gr
Eisinia fetida pada masing vermicomposter dan kelembapan substrat
dipertahankan sekitar 80 ± 10 dengan memercikan air ke bahan.
Tabel 2.7 Komposisi Pengolahan [11]
Vermicomposter Composition of Feed (%)
Empty Fruit Bunch (EFB) (%)
Palm Oil Mill Effluent (POME) (%)
V1 EFB (100) 80 0
V2 EFB (90) + POME (10) 72 8
V3 EFB (80) + POME (20) 64 16
V4 EFB (70) + POME (30) 56 24
V5 EFB (60) + POME (40) 48 32
V6 EFB (50) + POME (50) 40 40
Semua sampel dianalisa jumlah karbon organik (TOC), total kjeldhal
nitrogen (TKN), jumlah kalium (TK), jumlah kalsium total (TCA), total
potassium (TP), pH dan rasio C/N. Adapun hasil yang diperoleh setelah
Tabel 2.8 Karakteristik Kimia-Fisika dari Bahan Baku dan Vermicompost yang Dihasilkan dari Rasio yang Berbeda TKKS + POME [11]
Feed mixtures pH TKN TP TK
Initial physic-chemical characteristics of initial feed mixture
V1 5.9 ±0.1 0.3 ±2x10-3 0.1 ±1x10-3 3x10-2±1x10-3 V2 6.6±0.2 0.5 ±1x10-3 0.2 ±8x10-3 3x10-2±1x10-3 V3 5.5±0.3 0.5 ±4x10-3 0.2 ±6x10-3 5x10-2±1x10-3 V4 6.3±0.2 0.5 ±4x10-3 0.2 ±1x10-3 6x10-2±1x10-3 V5 6.3±0.1 0.6 ±3x10-3 0.3 ±1x10-3 7x10-2±1x10-3 V6 6.3±0.2 1.2 ±6x10-3 0.3 ±3x10-3 9x10-2±1x10-3
Physico-chemical characteristics of final vermicomposts obtain from different vermicomposting
V1 7.9 ±0.2 0.4 ±6x10-3 0.2 ±2x10-3 6x10-2±8x10-3 V2 8.1±6x10-2 0.6 ±2x10-3 0.4 ±3x10-3 7x10-2±1x10-3 V3 8.1±0.1 0.7 ±9x10-3 0.7 ±4x10-3 0.13±1x10-3 V4 8.5±0.2 0.8 ±5x10-3 0.8 ±8x10-3 0.2±2x10-3 V5 8.3±0.1 1.0 ±9x10-3 0.9 ±8x10-3 0.23±2x10-3 V6 8.2±0.2 1.7 ±5x10-3 1.4 ±5x10-3 0.5±4x10-3
Tabel 2.9 Variasi nilai C/N selama Vermicomposting [11]
Vermi composter
Days
0 Day 15 Days 30 Days 45 Days 60 Days 84 Days V1 178.1 ±0.5 165.1±0.3 125.2±2.8 100.6±4.8 75.9±0.3 54.0±0.4 V2 114.5±1.5 88.5±1.3 79.6±0.5 66.5±1.2 44.5±1.2 20.1±0.2 V3 153.3±0.2 94.8±0.9 65.0±0.4 54.0±0.2 32.6±0.2 19.5±0.8 V4 73.1±0.3 56.8±1.2 46.1±1 36.9±0.3 18.4±4.5 12.1±0.5 V5 123.1±1.5 79.3±0.1 61.6±0.1 51.5±0.2 20.9±3.7 15.5±0.7 V6 38.6±0.3 28.2±0.4 22.4±1.1 20.6±1.6 17.0±2.8 10.5±0.1
Penelitian yang dilakukan oleh Samsu et al. (2010) mengenai pengaruh dari
POME anaerobic sludge yang berasal dari 500 m3 closed anaerobic methane
digested tank dengan TKKS yang telah ditekan dan dirobek pada proses
pengomposan. Proses dilakukan pada unit composter berbentuk blok yang disusun
dari batu bata dengan dimensi panjang 2,1 m, lebar dan tinggi 1,5 m. Pada
penelitian ini TKKS ditekan dan dirobek dengan ukuran panjang 15 sampai 20 cm,
lalu dicampur di blok composter dengan POME anaerobic sludge, rasio
penambahan TKKS : POME sebanyak 1:1. Untuk mempertahankan kadar air
tumpukan kompos, POME ditambahkan setiap tiga hari dengan menggunakan
pompa dan penambahan POME dihentikan seminggu sebelum dilakukan panen,
sedangkan pengadukan dilakukan tiga kali seminggu. Hasil yang diperoleh dapat
Tabel 2.10 Karakteristik Kompos TKKS pada awal (2 hari) dan akhir (40 hari) [12]
Parameters EFB Compost
(Initial-day 2)
EFB Compost (Final-day 40)
Moisture (%) 64,5 ± 1,2 51,8 ± 3,7
pH 8,56 ± 0,2 8,12 ± 0,8
C (%) 42,49 ± 5,2 28,81 ± 3,3
N (%) 0,93 ± 0,05 2,31 ± 0,08
C/N 45,6 12,4
Oil and Greases(mg kg-1) 1340,0 ± 20,0 140,0 ± 27,5 Electrical Condusct. (dS m-1) 4,87 ± 1,0 7,02 ± 0,3
Cellulose (%) 51,31 ± 5,0 33.86 ± 4,7
Hemicellulose (%) 21,81 ± 2,6 15.02 ± 2,5
Lignin (%) 20,24 ± 3,1 38.14 ± 3,1
Composition of nutrients and metal elements
Phosphorus (%) 0,86 ± 0,1 1,36 ± 0,5
Potassium (%) 1,52 ± 0,3 2,84 ± 0,6
Calcium (%) 0,61 ± 0,1 1,04 ± 0,3
Sulphur (%) 0,13 ± 4,3 0,18 ± 6,5
Ferrum (%) 0,04 ± 0,1 0,98 ± 0,2
Magnesium (%) 0,38 ± 0,08 0,90 ± 0,1
Zinc (mg kg-1) 12,91 ± 3,7 157,32 ± 56,0 Manganase (mg kg-1) 11,88 ± 2,3 151,2 ± 30,8 Copper (mg kg-1) 11,71 ± 2,8 74,30 ± 10,2 Boron (mg kg-1) 4,00 ± 1,1 11,01 ± 2,6
Molibdenum (mg kg-1) n.d n.d
Cadmium (mg kg-1) n.d n.d
[image:45.595.142.482.105.481.2]Nickel (mg kg-1) 12,24 ± 1,1 19,32 ± 2,4
Penelitian yang dilakukan Fukumoto et al.(2003) mengenai pengaruh kotoran
babi terhadap serbuk gergaji pada kondisi aerobik. Proses pengomposan dilakukan
sebanyak 2 run, dimana Run I (berat 320 kg; 0,7 m tinggi dan diameter 1,4 m) dan
Run II (berat 780 kg; 0,9 m tinggi dan diameter 2 m).
Gambar 2.8 Skema Proses Pengomposan (Chamber System) [13]
Gambar 2.9 Perubahan Temperatur Bahan selama Pengomposan Pada Run I dan Run II serta Temperatur Udara Didalam Chamber [13]
Penelitian yang dilakukan Sahwan et al. (2004) mengenai pengomposan
sampah kota skala rumah tangga. Komposter yang digunakan sebanyak 2 buah
L. Drum plastik tersebut dilubangi pada sekeliling bagian atas, sekeliling bagian
bawah dan pada seluruh bagian alasnya dengan masing-masing lubang
berdiameter 2,5 cm. Komposter I tanpa pembalikan, sedangkan komposter II
dengan pambalikan satu minggu sekali. Parameter pengamatan adalah suhu
kompos, suhu ruangan, warna, bau, penyusutan berat, pH, kadar air, ratio C/N,
kandungan N total, N-NH3, N-NO3, P dan K. Adapun data yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel 2.11, gambar 2.10, gambar 2.11, gambar 2.12 dan gambar 2.13.
Gambar 2.10 Propil Suhu Kompos dan Suhu Udara [14]
Gambar 2.12 Propil pH [14]
Gambar 2.13 Propil Penyusutan Berat[14]
2.5 STANDAR KUALITAS KOMPOS DI INDONESIA
Standar kualitas kompos di Indonesia merujuk pada SNI 19-7030-2004
tentang parameter kualitas kompos seperti yang ditampilkan pada tabel 2.12.
Regulasi tersebut diperlukan sebagai pembatasan produk limbah (kompos) yang
didesain sebagai perubah tanah organik atau pupuk dimana fokus utamanya
adalah terletak pada pembatasan penggunaan dalam pertimbangan aspek
konservasi lingkungan tanah.
Tabel 2.12. Standar Kualitas Kompos [34]
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
1 Kadar Air % - 50
2 Temperatur ⁰C Temperatur air
tanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau Berbau tanah
5 Ukuran partikel Mm 0,55 25
6 Kemampuan ikat air % 58
7 pH 6,8 7,49
8 Bahan asing % * 1,5
UnsurMakro
9 Bahan organic % 27 58
11 Karbon % 9,80 32
12 Pospor % 0,10 -
13 C/N rasio 10 20
14 Kalium % 0,20 *
UnsurMikro
15 Arsen mm/kg * 13
16 Kadmium mm/kg * 3
17 Kobal mm/kg * 34
18 Kromium mm/kg * 210
19 Tembaga mm/kg * 100
20 Merkuri mm/kg * 0,8
21 Nikel mm/kg * 62
22 Timbal mm/kg * 150
23 Selenium mm/kg * 2
24 Seng mm/kg * 500
Unsur lain
25 Kalsium % * 25,50
26 Magnesium % * 0,60
27 Besi % * 2,00
28 Alumunium % * 2,20
29 Mangan % * 0,10
Bakteri
30 Fecal Coli MPN/gr 1000
31 Salmonella sp MPN/4 gr 3
2.6 KEMATANGAN KOMPOS
Agar dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman, kompos yang digunakan
harus benar-benar stabil (matang). Menurut Sahwan (2004) terdapat beberapa
parameter yang digunakan sebagai indikator kematangan kompos yang terdapat
pada tabel 2.13:
Tabel 2.13. Parameter Kematangan Kompos [14]
2.7 Pemanfaatan Kompos
Pemanfaatan kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa
aspek yaitu:
1. Aspek Bagi Tanah Dan Tanaman
a. Memperbaiki produktivitas dan kesuburan tanah Parameter Indikator
Suhu mendekati suhu udara
ratio C/N ≤ 20
penyusutan berat ≥ 60%
Warna coklat kehitam-hitaman
Bau bau tanah
Struktur hancur
Pemakaian kompos dapat meningkatkan produktivitas tanah baik secara fisik,
kimia maupun biologi tanah.Secara fisik, kompos dapat menggemburkan
tanah, meningkatkan pengikatan antar partikel dan kapasitas mengikat air
sehingga dapat mencegah erosi dan longsor serta dapat mengurangi
te