HUBUNGAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS
YANG MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN
SENSITIVITAS PENGECAPAN DI KLINIK
SPESIALIS GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA
MEDAN
SKRIPSI
Oleh:
ALDRIAN RAHARJA
NIM: 110600136
Pembimbing:
Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Tahun 2015
Aldrian Raharja
Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap
Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida
Medan
x + 63 halaman
Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan suatu kondisi dimana kedua ginjal tidak dapat
berfungsi secara normal. Uremia pada pasien GGK akan menyebabkan manifestasi di
tubuh, termasuk juga rongga mulut, salah satunya adanya gangguan sensitivitas
pengecapan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan, prevalensi
pasien hemodialisis yang mengalami gangguan sensitivitas pengecapan, hubungan
antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa manis, asin,
asam, pahit, dan umami. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.
Pemilihan sampel dilakukan menggunakan metode consecutive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel pada penelitian ini adalah 96 sampel.
Penelitian dilakukan dengan mencatat data pasien sesuai rekam medik kemudian
dilakukan penelitian pada lidah subjek dengan metode uji taste strips. Hasil penelitian ini menunjukkan 80,8% subjek hemodialisis jangka pendek dan 19,2% subjek
hemodialisis jangka panjang mengalami gangguan pengecapan rasa manis; 97,3%
subjek hemodialisis jangka pendek dan 2,7% subjek hemodialisis jangka panjang
pendek dan 19,7% subjek hemodialisis jangka panjang mengalami gangguan rasa
asin. Sedangkan untuk gangguan pengecapan rasa pahit, 98,5% subjek hemodialisis
jangka pendek dan 1,5% subjek hemodialisis jangka panjang dan untuk gangguan
pengecapan rasa umami, 97,2% subjek hemodialisis jangka pendek dan 2,8% subjek
hemodialisis jangka panjang. Dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
pengecapan rasa asam, rasa pahit, dan rasa umami, tetapi tidak terdapat hubungan
antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa manis dan
rasa asin.
HUBUNGAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS
YANG MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN
SENSITIVITAS PENGECAPAN DI KLINIK
SPESIALIS GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA
MEDAN
SKRIPSI
Oleh:
ALDRIAN RAHARJA
NIM: 110600136
Pembimbing:
Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, Agustus 2015
Pembimbing: Tanda tangan,
Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM
---
NIP. 19700915 199701 1 001
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan penguji pada tanggal ...
TIM PENGUJI
KETUA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM
ANGGOTA : 1. Nurdiana, drg., Sp. PM 2. Indri Lubis, drg.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan berkah, anugerah, dan kekuatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang
tua yang sangat penulis sayangi, ayah Drs. Haur Lidian dan ibu Dra. Fifi
Wiyana atas segala kasih sayang, doa, dukungan, dan bantuan moril maupun
materil yang senantiasa diberikan. Kepada kedua adik penulis Randy Raharja
Lidian dan Ryan Raharja Lidian atas segala dukungan dan motivasi yang telah
diberikan selama ini.
Selama pembuatan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,
saran, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis
dengan segala kerendahan hati dan tulus mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Nazruddin, drg., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing skripsi
yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya serta dengan sabar
memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Nurdiana, drg., Sp.PM dan Indri Lubis, drg. selaku dosen penguji skripsi yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan masukan kepada
penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Yumi Lindawati, drg. selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa
membimbing dan memotivasi penulis selama menjalani pendidikan akademis.
5. Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH selaku direktur Klinik Spesialis
6. Dr. Heri Farnas dan dr. Riri Andri Muzasti M.Ked (PD), Sp.PD serta seluruh
staf Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.
7. Seluruh staf pengajar FKG USU terutama staf dan pegawai di Departemen
Penyakit Mulut atas bantuan yang diberikan kepada penulis.
8. Kepada pasien Klinik Hipertensi dan Ginjal Rasyida Medan yang telah
banyak membantu, bersedia, dan bekerja sama mulai dari awal sampai akhir
penelitian berlangsung.
9. Cindy, Fatin, Jennifer, Karina, Khaera, Kiirtana, Shamini, Rizka, Victor, dan
Windy serta teman teman seperjuangan skripsi di Departemen Penyakit Mulut FKG
USU yang telah saling membantu dan memberikan semangat.
10. Kepada Alifa, Affan, Cut Nirza, Fatturahman, Joule, Suci yang telah
bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu penulis pada saat melakukan
penelitian.
11. Kepada seluruh sahabat penulis, Adelvryn, Akhdan, Anthoni, Dennis,
George Calvin, Jeremia, Jonesi, Kelly, Stefanus.
12. Teman-teman penulis Abraham, Aida, Astrid, Brian, Deasy Faradita, Denny,
Elisabeth Saragih, Eka Gandara, Grace, Ivan, Kevin, Koresy, Metha, Monang,
Monica, Natalie, Natanael, Novita, Raeesa, Revina, Rizky Ayu, Rizky Wahyudi,
Widya, Zeiro dan seluruh teman-teman FKG USU yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu.
13. Semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan pemikiran yang berguna bagi
fakultas, pengembangan ilmu kedokteran gigi, dan masyarakat.
Medan, Agustus 2015 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
KATA PENGANTAR ... iv
2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi ... 6
2.1.3 Klasifikasi ... 9
2.1.4 Komplikasi ... 9
2.1.5 Perawatan ... 12
2.2.1 Pengecapan Normal ... 17
2.2.2 Gangguan Sensitivitas Pengecapan ... 19
2.2.3 Metode Untuk Menguji Sensitivitas Pengecapan ... 20
2.3 Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis dengan Sensitivitas Pengecapan ... 21
2.4 Kerangka Teori ... 23
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 26
3.4.1 Kriteria Inklusi ... 26
3.5.4 Variabel Tidak Terkendali ... 27
3.6 Definisi Operasional ... 27
3.7 Sarana Penelitian ... 28
3.7.1 Alat ... 28
3.7.2 Bahan ... 29
3.8 Pelaksanaan Penelitian ... 29
3.8.1 Pembuatan Larutan Uji ... 29
4.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian ... 34
4.2 Frekuensi Gangguan Sensitivitas Pengecapan ... 35
BAB 5 PEMBAHASAN ... 43
6.1 Kesimpulan ... 47 6.2 Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 49
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit... 9
2 Rencana tatalaksana GGK sesuai derajatnya... 12
3 Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis
berdasarkan jenis kelamin... 34
4 Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis
berdasarkan usia... 35
5 Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis
berdasarkan lama menjalani hemodialisis... 35
6 Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa manis pada
pasien GGK yang menjalani hemodialisis... 36
7 Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa asam pada
pasien GGK yang menjalani hemodialisis... 36
8 Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa asin pada
pasien GGK yang menjalani hemodialisis... 37
9 Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa pahit pada
pasien GGK yang menjalani hemodialisis... 37
10 Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa umami
pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis... 38
11 Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan
sensitivitas pengecapan rasa manis... 38
12 Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan
sensitivitas pengecapan rasa asam... 39
sensitivitas pengecapan rasa asin... 40
14 Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan
sensitivitas pengecapan rasa pahit... 41
15 Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Penyebab GGK di Indonesia... 8
2 Proses hemodialisis... 14
3 Proses dialisis peritoneal... 16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian
2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent)
3. Lembar pemeriksaan pasien
4. Surat Persetujuan Komisi Etik
5. Surat Keterangan Penelitian
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Tahun 2015
Aldrian Raharja
Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap
Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida
Medan
x + 63 halaman
Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan suatu kondisi dimana kedua ginjal tidak dapat
berfungsi secara normal. Uremia pada pasien GGK akan menyebabkan manifestasi di
tubuh, termasuk juga rongga mulut, salah satunya adanya gangguan sensitivitas
pengecapan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan, prevalensi
pasien hemodialisis yang mengalami gangguan sensitivitas pengecapan, hubungan
antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa manis, asin,
asam, pahit, dan umami. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.
Pemilihan sampel dilakukan menggunakan metode consecutive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel pada penelitian ini adalah 96 sampel.
Penelitian dilakukan dengan mencatat data pasien sesuai rekam medik kemudian
dilakukan penelitian pada lidah subjek dengan metode uji taste strips. Hasil penelitian ini menunjukkan 80,8% subjek hemodialisis jangka pendek dan 19,2% subjek
hemodialisis jangka panjang mengalami gangguan pengecapan rasa manis; 97,3%
subjek hemodialisis jangka pendek dan 2,7% subjek hemodialisis jangka panjang
pendek dan 19,7% subjek hemodialisis jangka panjang mengalami gangguan rasa
asin. Sedangkan untuk gangguan pengecapan rasa pahit, 98,5% subjek hemodialisis
jangka pendek dan 1,5% subjek hemodialisis jangka panjang dan untuk gangguan
pengecapan rasa umami, 97,2% subjek hemodialisis jangka pendek dan 2,8% subjek
hemodialisis jangka panjang. Dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
pengecapan rasa asam, rasa pahit, dan rasa umami, tetapi tidak terdapat hubungan
antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa manis dan
rasa asin.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan suatu kondisi dimana kedua ginjal
tidak dapat berfungsi secara normal, yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus yang bersifat irreversibel, sehingga memerlukan perawatan berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal.1,2 Prevalensi GGK di dunia pada tahun 2013
adalah sekitar 8-16 % dari 7 miliar penduduk di dunia, yaitu sekitar 500 juta–1 miliar orang.1 Di Amerika Serikat (2002), diperkirakan sekitar 5,9 juta (3,3%) orang dewasa
menderita GGK tingkat 1, tingkat 2 sebesar 5,3 juta (3%), tingkat 3 sebesar 7,6 juta
(4,3%), tingkat 4 sebesar 400 ribu (0,2%) dan tingkat 5 sebesar 300 ribu (0,1%),
sehingga didapatkan jumlah penderita GGK sekitar 20 juta orang,3 sedangkan di
negara berkembang seperti Indonesia, didapatkan data sekitar 200 – 300 per 1 juta penduduk menderita GGK.Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013,
GGK meningkat seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada
kelompok umur 35-44 tahun (0,3 %), 45-54 tahun (0,4%), 55-74 tahun (0,5) dan >75
tahun (0,6 %). Di Sumatera Utara, secara keseluruhan diperoleh prevalensi pasien
GGK adalah sebesar 0,2 %.4
Pasien GGK pada awalnya tidak menemukan adanya gejala, tetapi pada tahap
selanjutnya, pasien akan mulai merasakan efek dan manifestasi pada tubuh seperti
nokturia dan anoreksia, kemudian pada tahap lebih lanjut, akan muncul komplikasi
berupa uremia, yaitu suatu keadaan dimana ginjal tidak dapat membuang urea keluar dari tubuh sehingga urea menumpuk dalam darah. Hal ini dapat menyebabkan berbagai manifestasi di tubuh, seperti hipertensi dan anemia,5 termasuk juga
manifestasi di rongga mulut, seperti perdarahan pada gingiva, mukosa pucat,
stomatitis uremia, ulser, xerostomia, bau ureum dan gangguan sensitivitas
pengecapan. Gangguan sensitivitas pengecapan adalah gangguan rasa asin,
mulut, mekanisme terjadinya gangguan sensitivitas disebabkan oleh efek uremia pada
pasien GGK yang telah menjalani hemodialisis, dimana terjadinya penurunan fungsi
kelenjar saliva yang dapat menyebabkan gangguan fungsi saliva sebagai transpor
bahan-bahan kimia dalam zat makanan sehingga terjadinya perubahan sensitivitas
pengecapan.6,7,8
Sensasi rasa dapat dirasakan oleh ujung saraf pengecap pada seluruh
permukaan lidah, satu jenis rasa akan terasa lebih sensitif hanya pada daerah tertentu.
Ujung saraf pengecap berada pada seluruh permukaan lidah, dengan demikian zat-zat
kimia yang terlarut dalam saliva akan mengadakan kontak dan merangsang
ujung-ujung serabut saraf pengecap.9,10 Gangguan sensitivitas pengecapan dapat
menyebabkan nafsu makan pada penderita menjadi berkurang, hal ini akan
mengakibatkan asupan pada penderita menjadi berkurang, sehingga kualitas hidup
pada penderita akan menurun.6,11,12
Pada tahun 1999, Middleton dan Farinelli melakukan penelitian yang
mengevaluasi hubungan pasien GGK yang menerima Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dengan sensitivitas pengecapan pada 36 subjek. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pasien GGK yang
menjalani CAPD dengan sensitivitas pengecapan.10 Pada tahun 2012, penelitian yang
dilakukan oleh Manley, Haryono dan Keane pada 30 subjek penderita GGK,
menunjukkan bahwa 30 subjek (100 %) dapat mengidentifikasi rasa asin, 28 subjek
(90%) dapat mengidentifikasi rasa manis, 17 subjek (57%) sulit membedakan rasa
asam dengan rasa pahit, 21 subjek (70%) sulit membedakan rasa pahit dari keempat
rasa lainnya dan lebih dari 15 subjek, yaitu sebanyak 14 subjek (43%) sulit
membedakan rasa umami dari empat rasa primer lainnya.13
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
penderita GGK yang menjalani CAPD dengan sensitivitas pengecapan, namun belum
ada penelitian lebih lanjut mengenai hubungan pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan yang akan dilakukan di Klinik Spesialis
Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.
1.2Rumusan Masalah 1.2.1 Masalah Umum
Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis
dengan sensitivitas pengecapan?
1.2.2 Masalah Khusus
1. Berapakah prevalensi pasien hemodialisis yang mengalami
gangguan sensitivitas pengecapan?
2. Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dengan sensasi rasa manis?
3. Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dengan sensasi rasa asin?
4. Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis
dengan sensasi rasa asam?
5. Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis
dengan sensasi rasa pahit?
6. Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis
dengan sensasi rasa umami?
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis
dengan sensitivitas pengecapan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui prevalensi pasien hemodialisis yang mengalami
2. Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dengan sensitivitas rasa manis.
3. Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dengan sensitivitas rasa asin.
4. Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dengan sensitivitas rasa asam.
5. Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dengan sensitivitas rasa pahit.
6. Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dengan sensitivitas rasa umami.
1.4Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis
dengan gangguan sensitivitas pengecapan.
2. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis
dengan sensitivitas rasa manis.
3. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis
dengan sensitivitas rasa asin.
4. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis
dengan sensitivitas rasa asam.
5. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis
dengan sensitivitas rasa pahit.
6. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis
dengan sensitivitas rasa umami.
1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Meningkatkan kompetensi keilmuan dan menambah wawasan dalam
bidang kedokteran gigi mengenai gangguan sensitivitas pengecapan pada pasien yang
2. Menyediakan data untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan
gangguan sensitivas pengecapan pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Untuk menambah informasi kepada para tenaga medis mengenai
keterkaitan antara terapi hemodialisis dengan kondisi di rongga mulut pasien, yaitu
gangguan sensitivitas pengecapan sehingga dapat menjalin kerja sama antara dokter
gigi dan dokter umum/dokter spesialis penyakit dalam untuk menangani masalah
tersebut.
2. Untuk menambah informasi kepada masyarakat penderita GGK
mengenai keterkaitan antara hemodialisis dengan kondisi kesehatan rongga
mulut yang menurun sehingga dapat bertindak segera untuk mencari
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gagal Ginjal Kronis (GGK) 2.1.1 Definisi
GGK adalah suatu proses patofisiologis yang menyebabkan penurunan
fungsi ginjal secara progresif dengan penyebab yang beragam. Pada
umumnya, hal ini akan berakhir dengan gagal ginjal tahap akhir. Gagal ginjal
tahap akhir adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversibel yang sudah mencapai tahapan dimana penderita
memerlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.1,2,14
Kriteria GGK adalah:16
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari tiga bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) baik kelainan patologis ataupun tanda tanda kelainan ginjal,
termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, ataupun kelainan dalam tes MRI. 2. LFG kurang dari 600 cc/menit/1.73 m2 selama lebih dari tiga bulan,
dengan atau tanpa tanda-tanda lain kerusakan ginjal.
2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi
GGK dapat disebabkan manifestasi penyakit kronis seperti
diabetes mellitus atau hipertensi. Penyebab GGK yang paling sering adalah
penyakit diabetes, insidensinya mencapai 44%. Penyebab paling sering
kedua adalah penyakit hipertensi kronis, insidensinya mencapai 28%.16
Penyakit lain yang dapat menyebabkan rusaknya ginjal yaitu :13,17
1. Glumerulonefritis, yaitu penyakit yang menyebabkan inflamasi dan
2. Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yang merupakan penyakit autoimun.
3. Polycystic Kidney Disease, yaitu kelainan bawaan pada ginjal, dimana terdapat kista berukuran besar di dalam ginjal yang dapat merusak
jaringan sekitarnya.
4. Nephrotic syndrome atau sindroma nefrotik, merupakan manifestasi klinis dari setiap lesi glomerulus yang menyebabkan kelebihan ekskresi protein
dalam urin.
5. Pyelonephritis, yaitu manifestasi yang ditimbulkan akibat cedera berkelanjutan pada ginjal yang menyebabkan infeksi bakteri Escherichia coli.
6. Obstruksi akibat batu ginjal, tumor, atau pembesaran kelenjar prostat pada
pria.
7. Infeksi saluran kemih
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2011 mencatat
penyebab GGK pada pasien yang menjalani hemodialisis di Indonesia seperti pada
Gambar 1. Penyebab GGK di Indonesia.18
Faktor predisposisi GGK dapat berupa faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Untuk faktor intrinsik, faktor predisposisi GGK adalah usia, jenis kelamin, ras dan
genetik. Semakin meningkat usia seseorang, maka akan lebih berisiko terkena GGK,
hal ini diakibatkan karena proses penurunan fungsi ginjal pada usia lanjut; untuk jenis
kelamin, beberapa penelitian menyatakan bahwa pria lebih berisiko dibandingkan
wanita; sedangkan untuk ras, ras Afrika dan Amerika lebih berisiko dibandingkan
ras-ras lainnya; dan telah diidentifikasi bahwa faktor genetik merupakan salah satu
faktor yang dapat memicu dan mempercepat perkembangan GGK. Untuk faktor
ekstrinsik, faktor predisposisi GGK adalah tingkat pendidikan, orang yang memiliki
latar belakang yang rendah akan lebih berisiko terkena GGK, hal ini diakibatkan
karena kurangnya kesadaran terhadap kesehatan; berat badan juga menjadi faktor
predisposisi GGK, orang dengan berat badan berlebih lebih berisiko dibandingkan
pemakaian obat-obatan berupa obat penghilang rasa sakit yang berlebih dan
penyalahgunaan obat-obat terlarang juga dapat meningkatkan risiko terkena GGK.17
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi atas derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung
berdasarkan serum kreatinin, usia, jenis kelamin dan berat badan dengan
menggunakan rumus Cockcroft-Gault sebagai berikut:19
LFG Serum Kreatin (mg/dL) x 72
Tabel 1. Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit.20
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal
atau meningkat
≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
ringan
60 – 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
sedang
30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
berat
15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
2.1.4 Komplikasi
Menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) berhubungan erat dengan
terjadinya komplikasi pada sistem organ tubuh. Semakin menurun LFG, maka
semakin berat juga komplikasi yang terjadi. Komplikasi yang terjadi pada GGK
1. Anemia
Anemia didefinisikan sebagai penurunan satu atau lebih sel darah merah
mayor, konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan hemoglobin berdasarkan jenis kelamin, yaitu
pada pria kurang dari 13 gr/dL, sedangkan pada wanita dibagi menjadi wanita
pra-menopause kurang dari 12 gr/dL dan wanita pasca pra-menopause kurang dari 13 gr/dL.
Anemia dapat didiagnosa pada setiap tingkat GGK dan terdapat hubungan erat
dengan tingkat keparahan GGK tersebut. Sebanyak 50% penderita GGK yang
menderita anemia. Anemia dapat terjadi karena kekurangan zat besi, asam folat dan
vitamin B12; perdarahan gastrointestinal, hiperparatiroid yang parah, inflamasi
sistemik, tetapi penyebab paling utama terjadinya anemia pada penderita GGK yaitu
menurunnya sintesis eritroprotein. Eritroprotein adalah glikoprotein yang
disekresikan oleh ginjal dan berperan penting dalam pertumbuhan dan diferensiasi
sel-sel darah merah pada sumsum tulang. Anemia pada pasien GGK dapat
meningkatkan angka kesakitan dan kematian akibat komplikasi kardiovaskular
(angina, hipertrofi ventrikel kiri,dan gagal jantung) yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal lebih lanjut yang disebut Cardiorenal Anemia Syndrome.21,22 2. Gangguan pada tulang dan metabolisme mineral
Ginjal merupakan organ utama ekskresi fosfat dan 1-α-hidroksilasi yang dihasilkan vitamin D. Penderita GGK mengalami peningkatan kadar serum fosfat
(hyperphosphatemia) yang menyebabkan tingkat dihidroksi-vitamin D menjadi inadekuat, yang dapat mengurangi sintesis jaringan parut parenkim dan terjadi
pengurangan ekskresi fosfat. Hal ini dapat menyebabkan kadar serum kalsium
menjadi menurun dan mengakibatkan peningkatan sekresi hormon paratiroid.
Gangguan pada tulang dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu turnover tulang yang rendah dan turnover tulang yang tinggi. Pasien pra-dialisis paling banyak mengalami turnover tulang yang tinggi karena peningkatan hormon paratiroid sehingga dapat meningkatkan resorpsi tulang serta meningkatkan kadar kalsium dalam darah.
utama penyakit kardiovaskular pada pasien GGK. Resorpsi tulang yang meningkat
dan terus menerus dapat menyebabkan fibrosis dan pembentukan kista pada tulang.
Kondisi ini juga dapat menyebabkan gejala seperti nyeri tulang bahkan tumor pada
kasus yang berat. Hormon paratiroid merupakan toksin uremia dan apabila kadarnya
meningkat dalam darah dapat menyebabkan kelemahan otot dan fibrosis pada
jaringan otot. Sebaliknya, pada pasien dialisis, lebih banyak mengalami turnover tulang yang rendah dengan penurunan hormon paratiroid. Hal ini akan menyebabkan
akumulasi dari matriks tulang yang tidak termineralisasi, penurunan volume tulang,
peningkatan insidensi fraktur dan berhubungan dengan peningkatan vaskularisasi dan
kalsifikasi.21,23
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab dan komplikasi GGK. Komplikasi ini
sering dikaitkan dengan hiperfosfatemia dan hiperkalsemia yang dapat menyebabkan
kalsifikasi vaskular. Komplikasi pada jantung sering sekali berkembang menjadi
gagal jantung kongestif.21,22
4. Dislipidemia
Dislipidemia merupakan faktor risiko utama kesakitan dan kematian
kardiovaskular dan komplikasi ini paling sering dijumpai pada penderita GGK.
Secara umum, penurunan fungsi ginjal sejalan dengan peningkatan hiperlipidemia,
hipertrigliseridemia dan LDL kolestrol. Hal ini disebabkan oleh penurunan aktivitas
lipoprotein lipase dan trigliserida lipase. Beberapa penelitian menemukan bahwa
hiperparatiroid juga dapat meningkatkan keparahan dislipidemia.21,23
2.1.5 Perawatan
Perencanaan tatalaksana GGK disesuaikan dengan derajat penyakit
yang diderita oleh pasien seperti pada tabel 2.
Derajat
1 ≥ 90 Diagnosis dan perawatan, perawatan
pada kondisi komorbid, intervensi
5 < 15 Terapi pengganti ginjal jika terjadi
uremia
Dialisis adalah suatu perawatan untuk membersihkan darah penderita
ketika fungsi ginjal tidak dapat berfungsi secara optimal. Fungsi dari dialisis
adalah untuk membuang zat-zat sisa berbahaya, garam mineral berlebih dan
cairan cairan yang dihasilkan oleh tubuh dalam darah. Dialisis juga berfungsi
untuk mengatur tekanan darah dan membantu mempertahankan jumlah cairan
normal pada tubuh. Perawatan dialisis dapat memperpanjang usia penderita
GGK, tetapi perawatan ini bukan merupakan pengobatan untuk penderita
Terdapat dua jenis perawatan dialisis, yaitu:
1. Hemodialisis
Hemodialisis merupakan metode umum yang digunakan untuk merawat
pasien penderita GGK. Hemodialisis pertama kali digunakan sebagai terapi gagal
ginjal pada tahun 1960an dan telah banyak penelitian penelitian yang dilakukan untuk
membuat terapi hemodialisis menjadi lebih efektif dengan efek samping seminimal
mungkin. Meskipun belakangan ini telah dibuat alat dialisis yang lebih sederhana,
hemodialisis tetap merupakan terapi yang rumit dan kurang nyaman bagi penderita,
yang membutuhkan koordinasi pasien, keluarga pasien dan tim medis (dokter
spesialis ginjal, perawat, teknisi dan pekerja lainnya).25
Hemodialisis biasanya disediakan di rumah sakit atau di klinik dialisis.
Selama prosedur berlangsung, darah pasien berpindah dari alat kateter yang
dipasangkan pada pembuluh darah arteri pada lengan dan dihubungkan ke
tabung dari suatu mesin yang merupakan tempat pertukaran sisa-sisa
pembuangan, cairan,dan elektrolit. Membran semipermeabel memisahkan
darah pasien dari larutan dialisis (dialisat) dan konstituen bergerak diantara
kedua kompartemen tersebut. Misalnya, sisa sisa pembuangan berpindah dari
darah ke larutan dialisat, sementara ion bikarbonat bergerak ke dalam darah
dari larutan dialisat tersebut. Sel darah dan protein tetap berada dalam darah
karena tidak dapat melewati membran semipermeabel. Pertukaran terjadi
secara ultrafiltrasi, difusi dan osmosis. Setelah pertukaran telah selesai, darah
dikembalikan ke vena pasien. Heparin atau antikoagulan lainnya diberikan
dan tetap dilakukan pemantaun agar tidak terjadi pembekuan darah.
Hemodialisis pada pasien GGK biasanya dilakukan tiga kali seminggu dan
membutuhkan tiga sampai empat jam setiap sesinya. Pasien akan merasakan
perasaan yang sangat tidak nyaman karena terjadi perubahan drastis pada
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, tetapi pasien akan merasa
lebih baik setelah perawatan. Perasaan lebih baik tersebut akan menghilang
secara bertahap karena sisa sisa pembuangan akan kembali menumpuk
Alat yang digunakan pada hemodialisis adalah sebuah alat penyaring
yang disebut dialyzer. Dialyzer berfungsi untuk membuang zat zat sisa dan cairan berlebih pada darah dalam sebuah tabung, kemudian darah di dalam
tabung tersebut akan dimasukkan ke dalam tabung lainnya sehingga menjadi
darah bersih yang akan dimasukkan kembali ke dalam tubuh penderita.25
Indikasi hemodialisis adalah sebagai berikut:27
1. Asidosis metabolik
2. Uremia > 200 mg/dL
3. Hiperkalemia > 7 mEq/L
4. Kelebihan cairan
5. Encephalopati uremikum
6. Intoksikasi obat
7. LFG < 15 mL/menit/1,73 m2
Masalah yang paling sering dialami oleh pasien hemodialisis berkaitan dengan
akses vaskuler seperti thrombosis fistula, pembentukan aneurisma dan infeksi
terutama dengan graft sintetik atau akses vena sentral sementara. Infeksi sistemik
dapat timbul pada lokasi akses atau didapat dari sirkuit dialisis. Transmisi infeksi
yang ditularkan melalui darah seperti hepatitis dan HIV merupakan suatu potensial
yang berbahaya. Pada dialisis jangka panjang, deposit protein amiloid dialisis yang
mengandung mikroglobulin dapat menyebabkan sindrom terowongan karpal dan
artropati destruktif dengan lesi tulang kistik. Senyawa pengikat fosfat yang
mengandung aluminium dan kontaminasi aluminium dengan larutan dialisat sehingga
dapat terjadi toksisitas aluminium yang dapat menyebabkan demensia, mioklonus,
kejang dan penyakit tulang.23
2. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal adalah suatu perawatan pada GGK dengan cara
memasukkan larutan dialisat ke dalam rongga peritoneum. Dialisat
menyebabkan sisa sisa pembuangan dan cairan yang berlebih ditarik melalui
membran peritoneal kedalam rongga peritoneum. Setelah proses tersebut
selesai, cairan akan dikeringkan dan diganti.28
Dialisis peritoneal dapat dilakukan di unit dialysis ataupun di rumah.
Perawatan ini dapat dilakukan pada malam hari disaat tidur dan dapat dilakukan terus
di daerah permukaan, tipis dan bervaskularisasi tinggi, berfungsi sebagai membran
semipermeabel. Sebuah kateter dengan titik masuk dan keluar tertanam dalam rongga
peritoneal. Larutan dialisat dimasukkan ke dalam rongga melalui kateter, yang
memungkinkan pertukaran zat zat sisa dan elektrolit dengan cara difusi dan osmosis.
Kemudian, cairan dialisat dikeringkan dari rongga oleh gravitasi ke dalam sebuah
wadah. Proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan
hemodialisis. Namun, proses pertukaran ini lebih kontinu, sehingga dapat mencegah
perubahan cairan dan elektrolit yang berlebihan dan mendadak di dalam tubuh dan
komponen-komponen yang terdapat di dalam larutan dialisis dapat disesuaikan
dengan kebutuhan individu. Komplikasi utama dialisis peritoneal adalah infeksi yang
dapat mengakibatkan peritonitis.25,28
Gambar 3. Proses dialisis peritoneal25
2.2Pengecapan
Pengecapan merupakan suatu bentuk kemoreseptor langsung yang
dasar mulut. Lidah melekat pada permukaan dalam mandibula mendekati midline dengan dukungan tulang hyoid. Selain untuk fungsi sensori berupa pengecapan, lidah juga berfungsi untuk mengunyah, menelan, berbicara.29
Terdapat empat jenis papilla lidah untuk mempersepsikan
pengecapan, yaitu papilla filiformis, fungiformis, foliate dan circumvalatte. Papila filiformis merupakan papilla yang paling banyak terdapat pada permukaan lidah. Papila fungiformis berbentuk seperti fungi atau jamur dan tersebar diantara papilla filiformis. Papila foliate terletak di daerah posterior lateral lidah. Papila circumvalatte tersebar pada daerah sepertiga posterior lidah dan membentuk huruf V. Pada papilla lidah terdapat reseptor
pengecapan yang disebut kuncup kecap (taste buds). Terdapat lima modalitas pengecapan dasar yang dapat dirasakan oleh taste buds, yaitu rasa manis,
asam, asin, pahit dan umami. Dari keempat jenis papilla, hanya ada tiga jenis
papilla yang memiliki reseptor pengecapan, yaitu papilla fungiformis, foliate dan circumvallate.29,30
2.2.1 Pengecapan normal
Pada manusia terdapat empat pengecapan dasar, yaitu rasa manis, asam, asin
dan pahit.9,30,31 Pada tahun 1908, rasa kelima ditemukan oleh seorang peneliti Jepang,
Kikunae Ikeda yaitu rasa umami.10
Terdapat lima rasa dasar yang dapat dirasakan oleh reseptor pengecapan,
yaitu:
Rasa manis, tidak dihasilkan oleh satu golongan bahan kimia saja.
Beberapa jenis bahan kimia yang membentuk rasa ini adalah gula, glikol, alkohol, aldehid, keton, amida, ester, beberapa asam amino, beberapa protein kecil, asam sulfat, asam halogen dan garam anorganik dari timah dan berilium yang merupakan bahan kimia organik. Perubahan kecil dalam struktur kimia, seperti penambahan
sederhana secara radikal dapat mengubah substansi rasa manis menjadi pahit.
Rasa asam, disebabkan oleh asam yang dirangsang oleh konsentrasi ion
hidrogen. Intensitas sensasi rasa asam dari asam-asam organik biasanya lebih tinggi
daripada asam mineral dengan konsentrasi ion hidrogen yang sama. Hal ini
disebabkan oleh asam organik lebih cepat menembus sel daripada asam mineral.
Reseptor asam terletak pada lateral lidah.9,10
Rasa asin, dihasilkan oleh garam terionisasi, terutama oleh konsentrasi
ion natrium. Kualitas rasa asin bervariasi, karena beberapa garam menimbulkan
sensasi rasa lain selain rasa asin. Kation garam, terutama kation natrium, berperan
dalam menghasilkan rasa asin, tetapi anion juga berkontribusi pada konsentrasi yang
lebih rendah. Reseptor asin terletak pada daerah lateral anterior lidah.9,10
Rasa pahit, sama seperti rasa manis, tidak hanya dihasilkan oleh satu jenis
zat kimia organik. Dua kelas zat tertentu yang menyebabkan rasa pahit, yaitu zat
organik dari rantai panjang nitrogen dan alkaloid. Alkaloid banyak terdapat dalam obat-obatan seperti kina, kafein, strychnine dan nikotin. Beberapa zat pada awalnya terasa manis tetapi akan berakhir pahit, seperti sakarin. Rasa pahit dengan intensitas tinggi biasanya membuat manusia mauoun hewan menolak suatu jenis makanan yang
membuat sensasi rasa pahit menjadi penting, karena banyak zat racun yang
ditemukan pada tanaman, seperti alkaloid, yang menyebabkan rasa pahit yang intens. Reseptor pahit terletak di daerah posterior lidah.9,10
Rasa umami, diartikan sebagai rasa enak, gurih, sedap dalam bahasa
Jepang, yang menunjukkan sensasi rasa menyenangkan yang secara kualitatif berbeda
dengan rasa manis, asin, asam, maupun pahit. Rasa Umami adalah rasa dominan pada
makanan yang mengandung monosodium glutamate, seperti ekstrak daging dan keju.
Gambar 4. Penampang peta rasa lidah32
2.2.2 Gangguan Sensitivitas Pengecapan
Gangguan sensitivitas pengecapan dapat disebabkan oleh banyak hal,
seperti infeksi saluran pernafasan, terapi yang menggunakan radiasi, cedera
kepala, pembedahan pada telinga, hidung dan tenggorokan, oral hygiene yang
buruk dan gejala sistemik seperti DM dan GGK, termasuk penggunaan
obat-obatan.17,33 Terdapat tiga jenis gangguan pengecapan, yaitu :
Hypogeusia, yaitu berkurangnya kemampuan pengecapan, disebabkan oleh penyakit-penyakit sistemik seperti alzheimer, parkinson, ataupun GGK.13
Dysgeusia, yaitu terganggunya organ atau reseptor pengecapan, disebabkan oleh oral hygiene yang buruk dan konsumsi obat-obatan, maupun pada penderita
Ageusia, yaitu ketidakmampuan organ pengecapan untuk mengecap sensasi rasa sama sekali, dapat disebabkan oleh paparan zat kimia berbahaya ataupun
penyakit stroke.17,33
2.2.3 Metode Untuk Menguji Sensitivitas Pengecapan
Secara garis besar, terdapat dua metode untuk menguji sensitivitas
pengecapan, yaitu :
Chemogustometry (Uji Taste Strips)
Uji Taste Strips dapat digunakan untuk menguji sensitivitas pengecapan pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah
kertas Whatman dengan ukuran 2 x 8 cm. Bahan yang digunakan adalah larutan uji
rasa manis, asam, asin, pahit dan umami dengan masing-masing empat konsentrasi
yang berbeda. Taste Strips dicelupkan kedalam masing-masing konsentrasi larutan uji dan kemudian diujikan padah lidah subjek.34
Electrogustometry (RION TR06)
RION TR06 adalah alat paling umum yang digunakan untuk menguji
pengecapan dengan menggunakan stimulus elektrik, bentuknya portable dan mudah
dibawa. Skala arus yang dikeluarkan alat ini adalh 4μA sampai 400μA. Arus stimulus
dapat diaplikasikan dengan durasi 0.5, 1.0 dan 2.00 detik ataupun berdasararkan
kontrol yang diinginkan.35
Aplikasi alat ini dilakukan secara manual dengan cara kerja arus elektrik
disalurkan menggunakan elektroda stainless steel, sehingga uji dapat dilakukan pada
2.3 Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis dengan Sensitivitas Pengecapan
Pada pasien hemodialisis, sering dijumpai penurunan kesehatan gigi dan
mulut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan konsentrasi ureum
yang tinggi di dalam darah lebih berisiko memiliki lesi di mulut. Menurunnya
kesehatan gigi dan mulut ini akan semakin parah pada pasien usia lanjut, penderita
penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus dan penyakit ginjal, konsumsi
obat-obatan dan penurunan fungsi imun yang mempermudah terjadinya infeksi dan
inflamasi pada rongga mulut.37
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat kondisi oral pada pasien
hemodialisis. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan banyaknya pasien
hemodialisis yang memiliki setidaknya satu atau lebih manifestasi di rongga mulut,
seperti perdarahan pada gingiva, mukosa pucat, stomatitis uremia, ulser di rongga
mulut, xerostomia, bau ureum dan gangguan sensitivitas pengecapan.12
Gangguan sensitivitas pengecapan pada pasien hemodialisis masih belum
diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi diketahui efek uremia dapat menjadi salah
satu faktor penurunan sensitivas pengecapan.6 Efek uremia akan menyebabkan
penurunan fungsi kelenjar saliva, dimana saliva merupakan komponen cairan utama
dari lingkungan eksternal sel reseptor pengecapan, dengan demikian, saliva berperan
dalam sensitivitas pengecapan.12
Saliva diproduksi oleh kelenjar saliva parotis, submandibula dan sublingual
pada sebelum, saat dan setelah makan. Saliva berfungsi untuk menghaluskan
makanan, membentuk bolus untuk pengunyahan dan penelanan, membantu
pengucapan, membersihkan jaringan lunak dan mencegah kerusakan gigi. Selain itu,
saliva juga berperan dalam mempersepsikan berbagai rasa, seperti rasa manis, asin,
asam, pahit dan umami. Saliva merupakan komponen cairan utama dari lingkungan
eksternal sel reseptor pengecapan, dengan demikian, saliva berperan dalam
sensitivitas pengecapan. Peran utamanya adalah sebagai transportasi zat rasa dan
rasa, saliva bertindak sebagai pelarut untuk zat rasa; air saliva melarutkan zat rasa
dan kemudian menyebar ke situs reseptor pengecapan. Selama proses ini, beberapa
unsur kimia saliva berinteraksi dengan zat rasa. Misalnya, buffer saliva dapat
menurunkan konsentrasi ion hidrogen bebas (rasa asam) dan ada beberapa protein
saliva yang dapat mengikat dengan zat rasa pahit. Efek lain saliva terhadap transduksi
rasa yaitu beberapa unsur saliva dapat terus menerus menstimulasi reseptor
2.4 Kerangka Teori
Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis
Uremia penurunan fungsi kelenjar saliva
Batasan asupan
cairan
Konsumsi obat-obatan
Usia lanjut atrofi sel lidah
2.5 Kerangka Konsep
Lama menjalani hemodialisis:
- Jangka pendek - Jangka panjang
Gangguan sensitivitas pengecapan -Rasa manis
-Rasa asam -Rasa asin -Rasa pahit -Rasa umami
Usia pasien
≥ 30
tahun
Jenis kelami
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional. Pada penelitian cross sectional, peneliti melakukan uji sensitivitas pengecapan pada pasien hemodialisis diobservasi satu kali dengan lima rasa berbeda pada satu saat
tertentu.38
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida yang
beralamat di Jalan D.I. Panjaitan No.144 Medan. Pemilihan Klinik Spesialis Ginjal
dan Hipertensi Rasyida sebagai lokasi penelitian dikarenakan klinik ini merupakan
pusat hemodialisis di Kota Medan, dimana terdapat banyak pasien yang menjalani
terapi hemodialisis dan klinik ini juga memiliki sarana dan rekam medis yang
lengkap sehingga lebih terjangkau bagi peneliti untuk mendapatkan subjek penelitian.
Waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis
di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.
3.3.2 Sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini diambil dengan rumus penaksiran proporsi
populasi dengan ketentuan absolut (simpangan mutlak).
n =
Keterangan :
n : jumlah sampel yang diperlukan
d : tingkat akurasi (0,1)
P : proporsi kategori variabel yang diteliti. Oleh karena belum pernah ada penelitian
sebelumnya, maka nilai P = 0,5
Z : nilai kepercayaan 95% =1,96
n =
n =
n =
n = 96,04 → 96 orang
Berdasarkan perhitungan rumus, didapatkan besar sampel minimal adalah
sebanyak 96 orang yang akan diujikan masing-masing rasa manis, asam, asin, pahit
dan umami.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Klinik Spesialis
Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan yang berusia ≥ 30 tahun.
3. Pasien yang tidak memiliki penyakit sistemik yang dapat menyebabkan
gangguan sensitivitas pengecapan seperti Diabetes Mellitus dan penyakit jantung.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis yang tidak
bersedia melakukan uji sensitivitas pengecapan.
3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronis
yang menjalani terapi hemodialisis.
3.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah gangguan sensitivitas
pengecapan.
3.5.3 Variabel Terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah usia
3.5.4 Variabel Tidak Terkendali
Variabel tidak terkendali dalam penelitian ini adalah jenis kelamin
3.6 Definisi Operasional
1. Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis adalah pasien gagal
ginjal kronis derajat 5 (LFG < 15 ml/mnt/1,73m2) yang sedang menjalani
hemodialisis, dapat dilihat dari rekam medik pasien.
2. Lama menjalani hemodialisis adalah lama waktu pasien menjalani
hemodialisis yang dihitung mulai dari inisiasi dialisis sampai saat ini dan dapat dilihat
a. Hemodialisis jangka pendek: subjek yang telah menjalani terapi
hemodialisis pada rentang 3-60 bulan.
b. Hemodialisis jangka panjang: subjek yang telah menjalani terapi
hemodialisis di atas 60 bulan.
3. Usia adalah perhitungan ulang tahun subjek penelitian dihitung sejak tahun
lahir sampai ulang tahun terakhir saat dilakukan penelitian yang dapat dilihat dari
rekam medik pasien.
4. Jenis kelamin adalah keadaan kodrati responden sesuai anatomis, yaitu pria
atau wanita yang dapat dilihat dari rekam medik pasien.
5. Sensitivitas pengecapan pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis adalah tingkat kepekaan lidah pasien untuk dapat mempersepsikan rasa
manis, asam, asin, pahit dan umami.
6. Gangguan sensitivitas pengecapan adalah suatu kondisi dimana seseorang
tidak dapat mempersepsikan :
a. Rasa manis pada saat dilakukan uji Taste Strips dengan larutan uji sukrosa konsentrasi 20%.34
b. Rasa asam pada saat dilakukan uji Taste Strips dengan larutan uji asam sitrat konsentrasi 16,5%.34
c. Rasa asin pada saat dilakukan uji Taste Strips dengan larutan uji sodium klorida konsentrasi 10%.34
4. Tissue
5. Alat tulis
3.7.2 Bahan
1. Aquadest
2. Larutan sukrosa dengan konsentrasi larutan 20%
3. Larutan asam sitrat dengan konsentrasi larutan 16,5%
4. Larutan sodium klorida dengan konsentrasi larutan 10%
5. Larutan quinin hidroklorida dengan konsentrasi larutan 0,24%
6. Larutan monosodium glutamat dengan konsentrasi larutan 10%
3.8 Pelaksanaan Penelitian 3.8.1 Pembuatan Larutan Uji
1. Larutan uji dibuat terlebih dahulu di FMIPA Kimia USU. Larutan
uji dibuat untuk rasa manis, asam, asin, pahit dan umami. Masing-masing
jenis rasa terdiri dari empat konsentrasi yang berbeda, yaitu:
Larutan sukrosa dengan konsentrasi larutan 20%
Larutan asam sitrat dengan konsentrasi larutan 16,5%
Larutan sodium klorida dengan konsentrasi larutan 10%
Larutan quinin hidroklorida dengan konsentrasi larutan 0,24%
Larutan monosodium glutamat dengan konsentrasi larutan 10%
2. Taste Strips dibuat dari filter paper berukuran 2 x 8 cm. Area sepanjang 2 x 2 cm pada taste strips akan dicelupkan kedalam larutan uji.
3.8.2 Prosedur Penelitian
Pengumpulan data ditujukan kepada pasien GGK yang diperoleh dari
rekam medik pasien dan datang ke Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi
Setelah pasien setuju menjadi subjek penelitian, pasien diminta
menandatangani informed consent. Kemudian dari rekam medik dicatat data pribadi pasien (nama, umur, jenis kelamin). Selanjutnya dilakukan penelitian
dengan langkah sebagai berikut :
1. Posisikan sampel dalam keadaan duduk.
2. Untuk setiap pengujian rasa tertentu, sebelumnya sampel diinstruksikan
untuk berkumur-kumur dengan air mineral sebanyak 60 ml selama kurang lebih 60
detik.
3. Lidah sampel dibersihkan dengan cotton roll.
4. Pengujian rasa manis dilakukan di daerah anterior lidah dengan larutan
glukosa 20% menggunakan taste strips, kemudian berikan penilaian.
5. Pengujian rasa asam dilakukan di daerah lateral posterior lidah dengan
larutan asam sitrat 16,5% menggunakan taste strips, kemudian berikan penilaian.
6. Pengujian rasa asin dilakukan di daerah lateral anterior lidah dengan
larutan sodium korida 10% menggunakan taste strips, kemudian berikan penilaian.
7. Pengujian rasa pahit dilakukan di daerah posterior lidah dengan larutan
quinine hidroklorida 0,24% menggunakan taste strips, kemudian berikan penilaian.
8. Pengujian rasa umami dilakukan di daerah tengah lidah dengan larutan
monosodium glutamat 10% menggunakan taste strips, kemudian berikan penilaian.
Rasa Merasa Tidak Merasa
Manis + -
Asam + -
Asin + -
Pahit + -
Umami + -
Umami
Pahit
Asin
Asam
Manis
3.9 Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan Data
Data dianalisis dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS
yaitu menggunakan uji Kruskal Wallis untuk melihat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan gangguan sensitivitas pengecapan rasa manis, asam, asin, pahit
dan umami pada lidah penderita gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.
3.9.2 Data Univariat
Analisis univariat (analisis deskriptif) bertujuan untuk mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian.40 Data univariat disajikan dalam bentuk tabel
yang meliputi :
1. Distribusi dan frekuensi pasien hemodialisis berdasarkan jenis kelamin.
2. Distribusi dan frekuensi pasien hemodialisis berdasarkan usia.
3. Distribusi dan frekuensi pasien hemodialisis dengan gangguan
sensitivitas pengecapan rasa manis, asin, asam, pahit, umami.
3.9.3 Data Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan terhadap variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi. Data bivariat disajikan dalam bentuk tabel yang
meliputi :
1. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
pengecapan rasa manis pada pasien hemodialisis.
2. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
pengecapan rasa asin pada pasien hemodialisis.
3. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
pengecapan rasa asam pada pasien hemodialisis.
4. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
pengecapan rasa pahit pada pasien hemodialisis.
5. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
Analisis data penelitian ini menggunakan uji Chi-square untuk mengetahui hubungan antara hemodialisis dengan gangguan sensitivitas pengecapan. Berdasarkan
uji statistik tersebut dapat diputuskan:
a. Menerima Ha (menolak Ho), jika diperoleh nilai X² hitung > X² tabel
atau nilai p ≤ α (0,05)
b. Menolak Ha (menerima Ho), jika diperoleh nilai X² hitung < X² tabel
atau nilai p > α (0,05)
3.10 Etika Penelitian
Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut:
1. Ethical clearance
Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada komisi etik
penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun
nasional.
2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Peneliti meminta secara sukarela subjek untuk berpartisipasi dalam
penelitian yang dilakukan. Bagi subjek yang setuju, dimohon untuk menandatangani
lembar persetujuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiannya oleh
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan subjek sebanyak 96 orang pasien gagal ginjal
kronis yang menjalani hemodialisis di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida
Medan.
Tabel 3 menunjukkan subjek penelitian yang dibagi berdasarkan jenis kelamin.
Pada penelitian ini terdapat 61 orang subjek pria (63,5%) dan 35 orang subjek
wanita (36,5%).
Tabel 3. Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis
berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)
Pria 61 63,5%
Wanita 35 36,5%
Total 96 100%
Tabel 4 menunjukkan usia subjek penelitian yang dibagi menjadi tiga kelompok
usia, yaitu kelompok usia 30-40 tahun, usia 41-50 tahun, dan usia >50 tahun.
Subjek dengan usia 30-40 tahun sebanyak 9 orang (9,4 %), usia 41-50 tahun
Tabel 4. Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis
berdasarkan usia
Usia Frekuensi (f) Persentase (%)
30-40 tahun 9 9,4%
41-50 tahun 27 28,1%
>50 tahun 60 62,5%
Total 96 100%
Tabel 5 menunjukkan lama subjek penelitian menjalani hemodialisis yang
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang menjalani hemodialisis selama 3-60
bulan dan >60 bulan. Subjek yang menjalani hemodialisis selama 3-60 bulan
yaitu sebanyak 79 orang (82,3%) dan yang menjalani >60 bulan yaitu
sebanyak 17 orang (17,7%).
Tabel 5. Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis
berdasarkan lama menjalani hemodialisis
Lama Menjalani
Hemodialisis
Frekuensi (f) Persentase (%)
3-60 bulan (Jangka Pendek) 79 82,3%
>60 bulan (Jangka Panjang) 17 17,7%
Total 96 100%
4.2 Frekuensi Gangguan Sensitivitas Pengecapan
Tabel 6 menunjukkan frekuensi subjek penelitian yang mengalami gangguan
sensitivitas pengecapan rasa manis. Subjek penelitian yang mengalami
gangguan pengecapan rasa manis yaitu sebanyak 18 orang (18,8%) sedangkan
subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa manis yaitu
Tabel 6. Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa manis pada pasien
GGK yang menjalani hemodialisis
Sensitivitas
Pengecapan
Frekuensi (f) Persentase (%)
Manis (+) 78 81,2%
Manis (-) 18 18,8%
Total 96 100%
Tabel 7 menunjukkan frekuensi subjek penelitian yang mengalami gangguan
sensitivitas pengecapan rasa asam. Subjek penelitian yang mengalami
gangguan pengecapan rasa asam yaitu sebanyak 22 orang (22,9%) sedangkan
subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa asam yaitu sebanyak
74 orang (77,1%).
Tabel 7. Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa asam pada pasien
GGK yang menjalani hemodialisis
Sensitivitas
Pengecapan
Frekuensi (f) Persentase (%)
Asam (+) 74 77,1%
Asam (-) 22 22,9%
Total 96 100%
Tabel 8 menunjukkan frekuensi subjek penelitian yang mengalami gangguan
sensitivitas pengecapan rasa asin. Subjek penelitian yang mengalami
gangguan pengecapan rasa asin yaitu sebanyak 30 orang (31,3%) sedangkan
subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa asin yaitu sebanyak
Tabel 8. Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa asin pada pasien GGK
yang menjalani hemodialisis
Sensitivitas
Pengecapan
Frekuensi (f) Persentase (%)
Asin (+) 66 68,7%
Asin (-) 30 31,3%
Total 96 100%
Tabel 9 menunjukkan frekuensi subjek penelitian yang mengalami gangguan
sensitivitas pengecapan rasa pahit. Subjek penelitian yang mengalami
gangguan pengecapan rasa pahit yaitu sebanyak 29 orang (30,2%) sedangkan
subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa pahit yaitu sebanyak
67 orang (69,8%).
Tabel 9. Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa pahit pada pasien GGK
yang menjalani hemodialisis
Sensitivitas
Pengecapan
Frekuensi (f) Persentase (%)
Pahit (+) 67 69,8%
Pahit (-) 29 30,2%
Total 96 100%
Tabel 10 menunjukkan frekuensi subjek penelitian yang mengalami gangguan
sensitivitas pengecapan rasa umami. Subjek penelitian yang mengalami
gangguan pengecapan rasa umami yaitu sebanyak 25 orang (26,0%)
sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa umami
Tabel 10. Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa umami pada pasien
GGK yang menjalani hemodialisis
Sensitivitas
Pengecapan
Frekuensi (f) Persentase (%)
Umami (+) 71 74,0%
Umami (-) 25 26,0%
Total 96 100%
Tabel 11 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menjalani hemodialisis
jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami gangguan pengecapan rasa
manis yaitu sebanyak 16 orang (88,9%), sedangkan yang tidak mengalami
gangguan pengecapan rasa manis sebanyak 63 orang (80,8%). Sama halnya
pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60 bulan)
mayoritas mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa manis yaitu
sebanyak 2 orang (11,1%) dan yang tidak mengalami gangguan sensitivitas
pengecapan rasa manis sebanyak 15 orang (19,2%). Hasil uji statistik
menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p
= 0,416 atau p > sig α (0,05). Dengan demikian, Ho diterima atau Ha ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama
Tabel 11. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
Tabel 12 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menjalani hemodialisis
jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami gangguan pengecapan rasa
asam yaitu sebanyak 7 orang (31,8%), sedangkan yang tidak mengalami
gangguan pengecapan rasa asam sebanyak 72 orang (97,3%). Sama halnya
pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60 bulan)
mayoritas mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa asam yaitu
sebanyak 15 orang (68,2%) dan yang tidak mengalami gangguan sensitivitas
pengecapan rasa asam sebanyak 2 orang (2,7%). Hasil uji statistik
menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0,001 atau p > sig α (0,05). Dengan demikian, Ho ditolak atau Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani
Tabel 12. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
Tabel 13 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menjalani hemodialisis
jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami gangguan pengecapan rasa
asin yaitu sebanyak 26 orang (86,7%), sedangkan yang tidak mengalami
gangguan pengecapan rasa asin sebanyak 53 orang (80,3%). Sama halnya
pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60 bulan)
mayoritas mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa asin yaitu
sebanyak 4 orang (13,3%) dan yang tidak mengalami gangguan sensitivitas
pengecapan rasa asin sebanyak 13 orang (19,7%). Hasil uji statistik
menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0,449 atau p > sig α (0,05). Dengan demikian, Ho diterima atau Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama
menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa asin.
Tabel 13. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
Lama menjalani
Tabel 14 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menjalani hemodialisis
jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami gangguan pengecapan rasa
pahit yaitu sebanyak 13 orang (44,8%), sedangkan yang tidak mengalami
gangguan pengecapan rasa pahit sebanyak 66 orang (98,5%). Sama halnya
pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60 bulan)
mayoritas mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa pahit yaitu
sebanyak 16 orang (55,2%) dan yang tidak mengalami gangguan sensitivitas
pengecapan rasa pahit sebanyak 1 orang (1,5%). Hasil uji statistik
menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0,001 atau p > sig α (0,05). Dengan demikian, Ho ditolak atau Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani
Tabel 14. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
Tabel 15 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menjalani hemodialisis
jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami gangguan pengecapan rasa
umami yaitu sebanyak 10 orang (40%), sedangkan yang tidak mengalami
gangguan pengecapan rasa umami sebanyak 69 orang (97,2%). Sama halnya
pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60 bulan)
mayoritas mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa umami yaitu
sebanyak 15 orang (60,0%) dan yang tidak mengalami gangguan sensitivitas
pengecapan rasa umami sebanyak 2 orang (2,8%). Hasil uji statistik
menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0,001 atau p > sig α (0,05). Dengan demikian, Ho ditolak atau Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani
Tabel 15. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas
pengecapan rasa umami
Lama menjalani
hemodialisis
Gangguan Sensitivitas Pengecapan Rasa Umami
Nilai p
Ya Tidak
n % n %
Hemodialisis
jangka
pendek (3-60
bulan)
10 40,0 69 97,2
0,001 Hemodialisis
jangka
panjang (>60
bulan)
15 60,0 2 2,8