• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nematoda Entomopatogen Pada Lahan Jagung (Zea Mays L.) Di Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nematoda Entomopatogen Pada Lahan Jagung (Zea Mays L.) Di Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

(Zea mays L.) DI BANDAR MATARAM, KABUPATEN

LAMPUNG TENGAH

YUSUF ARDHIKA ATMAJI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nematoda Entomopatogen pada Lahan Jagung (Zea mays L.) di Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapaun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Yusuf Ardhika Atmaji

(3)

YUSUF ARDHIKA ATMAJI. Nematoda Entomopatogen pada Lahan Jagung (Zea mays L.) di Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah. Dibimbing oleh SUPRAMANA.

Penggerek batang jagung dan lundi merupakan hama penting yang menyebabkan penurunan produksi jagung di Lampung. Salah satu musuh alami yang potensial untuk menekan populasi hama tersebut adalah nematoda entomopatogen. Penelitian bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengetahui distribusi nematoda entomopatogen sebagai musuh alami hama telah dilakukan pada lahan pertanaman jagung di Lampung. Sampel tanah diambil dari 8 lahan pertanaman jagung di Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah. Empat lahan jagung menggunakan pestisida sintetik, sedangkan 4 lahan lainya tidak menggunakan pestisida. Ekstraksi nematoda dari contoh tanah dilakukan dengan menggunakan umpan larva Tenebrio molitor dan dilanjutkan dengan metode perangkap White. Identifikasi nematoda dilakukan berdasarkan ciri morfologi nematoda jantan dan betina. Nematoda entomopatogen berhasil ditemukan dari empat desa, yaitu Terbanggi Mulya, Jati Datar, Mataram Udik, dan Sendang Agung. Keberadaan nematoda dengan jumlah tertinggi ditemukan di Desa Jati Datar (112 nematoda/500 ml tanah). Hasil identifikasi diperoleh dua famili nematoda entomopatogen, yaitu Heterorhabditidae dan Steinernematidae. Hasil analisis menggunakan korelasi Pearson menunjukkan bahwa aplikasi pestisida sintetik secara intensif pada lahan pertanaman jagung dapat menurunkan jumlah nematoda di dalam tanah.

(4)

4

ABSTRACT

YUSUF ARDHIKA ATMAJI. Entomopathogenic Nematodes on Corn (Zea mays L.) Plantation in Bandar Mataram, Central Lampung District. Supervised by SUPRAMANA.

Stem borer and white grubs are important pests that might be responsible for the decreasing corn production in Lampung. Entomopathogenic Nematodes have potential as biological control agents for those pests. Research to explore and identify entomopathogenic nematodes as biological control agents was conducted on corn plantation in Lampung. Soil samples were taken from 8 different corn fields in Bandar Mataram, Central Lampung District. Four corn fields were regularly applied by sinthetic insecticides, while 4 others fields were zero/no insecticide apllication. Entomopatogenic nematode were trapped from soil with larvae of Tenebrio molitor (mealworm) and recoverred by White trap method. Identification of entomopathogenic nematodes was based on the morphological characters of adult male and female. Entomopathogenic nematodes were discovered from 4 villages, that were Terbanggi Mulya, Jati Datar, Mataram Udik, and Sendang Agung. The highest number of nematodes was found (112 nematodes/500 ml soil) in Jati Datar. Two families of entomopathogenic nematodes, that were Heterorhabditidae dan Steinernematidae, were identified. According to Pearson analysis, pesticide application on the corn fields significantly reduced the number of nematodes.

(5)

©

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

6

NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA LAHAN JAGUNG

(Zea mays L.) DI BANDAR MATARAM, KABUPATEN

LAMPUNG TENGAH

YUSUF ARDHIKA ATMAJI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)
(8)

viii

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Nematoda Entomopatogen pada Lahan Jagung (Zea mays L.) di Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah”. Skripsi ini disussun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir. Supramana, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, motivasi, dan bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi. Terimakasih juga kepada Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang banyak memberikan arahan, motivasi dan bimbingan selama masa perkuliahan. Terimakasih penulis ucapkan kepada pihak Sugar Group Companies yang telah memberikan bantuan berupa biaya pendidikan dan biaya hidup selama masa perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada Ayahanda Samiaji, Ibunda Jariyah (Alm), Ibunda Anis Rosidah, Adik Nur Anisa Inayah, Adik Muhammad Afif Rahmat, Adik Ata Zakiyal Fikar, serta keluarga besar penulis yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Suci Addmas Kalasyank yang selalu membantu dan memberikan semangat, serta seluruh civitas akademik Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah memberi dorongan semangat dan kebersamaan selama penulis menjalani penelitian.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, karena itu penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pada bidang Nematologi dalam penyusunan strategi pengendalian hama terpadu terhadap hama penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis dan hama lundi Phylophaga hellen pada jagung di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung.

Bogor, Juni 2015

(9)

DAFTAR ISI

Penentuan lahan dan pengambilan contoh tanah 3 Teknik ektraksi nematoda dan metode perangkap White 3 Identifikasi nematoda entomopatogen

(10)

10

DAFTAR TABEL

1 Jumlah nematoda entomopatogen pada lahan jagung dalam 500 ml sampel tanah

6

2 Hubungan antara penggunaan pestisida di lahan jagung dengan jumlah nematoda yang didapatkan dari hasil perangkap White

7

3 Famili nematoda entomopatogen pada setiap lokasi pengambilan sampel

13

DAFTAR GAMBAR

1 Ekstraksi nematoda entomopatogen dari sampel tanah 4 2 Nematoda entomopatogen hasi isolasi dari sampel tanah

(tanda panah) yang diamati dibawah mikroskop stereoskopik binokuler

5

3 Hasil pengamatan Mikroorganisme pada bangkai larva T. molitor dan miselium cendawan

9

4 Nematoda entomopatogen Heterorhabditidae 10

5 Nematoda entomopatogen Steinernematidae 11

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Suhu pada setiap titik sampel tanah di lahan pertanaman jagung

18

2 Hubungan antara suhu tanah di lahan jagung dengan jumlah nematoda yang didapatkan dari hasil perangkap White

18

3 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh setiap sampel Desa Jati Datar

19

4 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh setiap sampel Desa Mataram Udik

20

5 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh setiap sampel Desa Sendang Agung

21

6 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh setiap sampel Desa Terbanggi Mulya

22

7 Perhitungan nilai korelasi Pearson 23

8 Foto wawancara dan lahan pengambilan sampel 24

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang berkedudukan penting setelah padi di Indonesia. Jagung memiliki kontribusi yang tinggi dalam perkembangan ekonomi karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Perkembangan kebutuhan jagung yang terus meningkat mendorong adanya perluasan areal tanam jagung di berbagai daerah di Indonesia (BPPM 2008). Lampung merupakan salah satu daerah dengan potensi areal tanam jagung yang saat ini terus dikembangkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat lokal.

Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah dengan rata-rata 3.7 ton/ha sedangkan negara-negara lain mencapai 8 ton/ha. Produksi jagung di Lampung sejak tahun 2010 hingga tahun 2013 terus mengalami penurunan. Menurut laporan BPS (2014) produksi jagung di Lampung menurun dari 2.13 juta ton menjadi 1.76 juta ton. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan produksi jagung, yaitu adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

Organisme pengganggu tanaman yang mampu menimbulkan penurunan produksi jagung antara lain hama penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis Guenee dan hama lundi Phylophaga hellen (Surtikanti 2011). Penggerek batang jagung merupakan salah satu hama utama yang berpotensi menghambat produktivitas jagung di Indonesia. Serangan hama penggerek batang O. furnacalis dapat menyebabkan kerugian dan kehilangan hasil berkisar antara 20-80% pada umur jagung 40 hari setelah tanam (Ceballo dan Rejesus 1983). Hama lain yang juga dapat menimbulkan kerugian yaitu hama lundi P. hellen. Luas lahan pertanaman jagung khususnya di Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung yang terserang hama lundi tercatat mencapai 11 hektar, walaupun tingkat kehilangan hasil yang ditimbulkan masih tergolong ringan yaitu dibawah 25% (BP3K 2014). Hama penggerek batang jagung O. furnacalis dan hama lundi P. hellen merupakan jenis hama yang sering ditemukan pada pertanaman jagung di Kecamatan Bandar Mataram.

Penurunan produksi tanaman jagung akibat serangan hama penggerek batang maupun hama lundi menuntut adanya berbagai upaya pengendalian, yaitu secara biologis, teknik budidaya, fisik mekanik, penggunaan varietas tahan, dan aplikasi pestisida. Ketergantungan petani terhadap pestisida sintetik dalam mengendalikan hama dapat menyebabkan efek negatif bagi lingkungan. Salah satu metode pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan, yaitu dengan memanfaatkan potensi musuh alami bagi hama jagung. Nematoda entomopatogen merupakan salah satu agens hayati yang secara alami berada di dalam tanah (Kaya dan Thurston 1993).

(13)

hingga 80-91% larva O. furnacalis (He et al. 1991). Penggunaan nematoda entomopatogen (Heterorhabditidae dan Steinernematidae) menunjukan bahwa nematoda mampu menekan jumlah populasi hama lundi yang berada pada lahan pertanian dalam jangka waktu panjang (Koppenhofer dan Fuzy 2007).

Percobaan pengendalian menggunakan nematoda entomopatogen sudah dilakukan di Indonesia terhadap hama penggerek umbi pada kentang dan menunjukkan mortalitas 97.5% dan 100% berturut-turut dengan metode penyemprotan (Uhan 2008). Aplikasi nematoda entomopatogen dalam sistem pengendalian hama terpadu memiliki beberapa keunggulan, yaitu nematoda tidak menimbulkan polusi sehingga aman bagi lingkungan dan dapat diterima di berbagai lokasi (Smart 1995). Nematoda infektif dapat digunakan secara konvensional dengan peralatan semprot standar dan dapat dibiakkan secara massal dengan biaya relatif rendah (Shannag et al. 1995). Nematoda entomopatogen mampu menemukan inang secara aktif maupun pasif dan kisaran inang relatif sempit sehingga pengendalian akan lebih efektif pada serangga hama target (Smart 1995). Kisaran inang yang tidak terlalu luas oleh nematoda entomopatogen, sehingga dalam aplikasinya tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap organisme bukan sasaran (Richardson 1996).

Kegiatan eksplorasi merupakan langkah awal dalam pengembangan nematoda entomopatogen sebagai agen hayati yang potensial dalam mengendalikan hama. Eksplorasi jenis nematoda entomopatogen di tempat asal daerah hama akan meningkatkan tingkat keefektifan pengendalian dengan menggunakan nematoda entomopatogen tersebut. Aplikasi nematoda entomopatogen lebih efektif jika nematoda yang digunakan berasal dari lahan pertanian yang akan diaplikasikan (Kung et al. 1990).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan ditribusi nematoda entomopatogen pada lahan pertanaman jagung di Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung.

Manfaat Penelitian

(14)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Eksplorasi nematoda entomopatogen dilakukan pada tanah lahan pertanaman jagung yang tersebar di delapan desa di Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Ekstraksi dan identifikasi nematoda entomopatogen dilakukan di Laboratorium Nematologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juli 2014.

Metode Penelitian

Penentuan lahan dan pengambilan contoh tanah

Lahan yang dilakukan eksplorasi merupakan lahan pertanaman jagung yang tersebar di delapan desa di Kecamatan Bandar Mataram yang dipilih berdasarkan 2 katagori, yaitu lahan tanpa aplikasi pestisida sintetik dan lahan dengan aplikasi pestisida. Lahan pertanaman jagung tanpa menggunakan pestisida terdapat pada Desa Terbanggi Mulya, Desa Terbanggi Ilir, Desa Jati Datar, dan Desa Sendang Agung. Lahan pertanaman jagung yang menggunakan pestisida terdapat pada Desa Mataram Udik, Desa Mataram Jaya, Desa Uman Agung, dan Desa Sriwijaya Mataram.

Pada lahan contoh di masing-masing desa ditetapkan lima titik pengambalin contoh dengan pola diagonal. Setiap titik dilakukan pengambilan contoh tanah seberat ±100 ml yang disimpan dalam wadah plastik dengan tinggi 5 cm dan diameter 6.5 cm. Wadah plastik yang digunakan diberi label tanggal, lokasi, dan titik pengambilan contoh. Tanah contoh yang telah dikumpulkan dari setiap desa dijaga kelembabannya dan dihindarkan dari sinar matahari. Pengukuran temperatur tanah juga dilakukan pada setiap titik pengambilan contoh tanah di masing-masing lahan pertanaman jagung.

Selain itu, data sekunder dikumpulkan melalui wawancara dengan petani jagung dan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Bandar Mataram, Lampung Tengah. Data sekunder berisi informasi lebih detail mengenai lokasi pertanaman jagung, varietas tanaman jagung, dan manajemen pengendalian OPT di lahan pertanaman jagung.

Teknik ekstraksi dan metode perangkap White

Pada setiap tanah contoh yang didapatkan dari masing-masing desa, diletakkan 3 larva Tenebrio molitor L. (Coleoptera: Tenebrionidae). Wadah plastik tersebut kemudian dibalikkan dengan cawan petri (diameter 10 cm) sebagai alas sehingga larva ditutupi tanah, selanjutnya ditempatkan pada suhu kamar. Proses pengamatan dilakukan setiap hari dan setelah 3-7 hari, bangkai larva yang tidak ditumbuhi cendawan diangkat dan dibilas dengan akuades atau air mineral. Ekstraksi nematoda entomopatogen kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode perangkap White. Larva T. molitor yang mati akibat serangan cendawan tidak diproses lebih lanjut.

(15)

10 cm). Air steril atau akuades dituangkan ke dalam cawan petri besar. Selanjutnya, kertas saring diletakkan di atas cawan petri ukuran kecil dengan ujungnya mencapai permukaan dasar cawan petri besar. Bangkai larva T. molitor diletakkan di atas kertas saring lembab. Nematoda yang terperangkap di air dipanen setiap 2 hari selama 14 hari. Hasil panen diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler dan dihitung jumlahnya dengan hand counter.

Gambar 1 Ekstraksi nematoda entomopatogen dari sampel tanah; sampel tanah dalam wadah diberikan .tiga T. molitor dan dibalikkan di atas cawan petri (a), bangkai larva T. .molitor pada tanah sampel (b), bangkai larva .T. molitor pada perangkap White (c), botol penyimpanan nematoda (d)

Identifikasi nematoda entomopatogen

Kegiatan identifikasi dilakukan dilakukan secara morfologi, yaitu dengan cara membuat preparat untuk mengamati karakter kunci nematoda. Pembuatan preparat dilakukan dengan cara mengambil isolat nematoda yang telah dihasilkan dan diletakkan pada preparat cekung, kemudian ditutup menggunakan gelas penutup atau cover glass. Pengamatan dalam bentuk preparat ini dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan peralatan fotografi, meliputi pengamatan bentuk kepala, bentuk ekor, dan struktur tubuh. Pedoman untuk identifikasi nematoda digunakan Entomopathogenic Nematology (Adams dan Nguyen 2002) dan Identification of Entomopathogenic Nematodes in the Steinernematidae and Heterorhabditidae (Nemata: Rhabditida) (Nguyen dan Smart 1996).

Uji patogenisitas nematoda entomopatogen

Nematoda entomopatogen yang telah berhasil diisolasi dilakukan uji patogenisitas dengan menggunakan larva T. molitor sebagai inang. Nematoda entomopatogen yang diperoleh dari hasil isolasi diinfeksikan pada larva T. molitor. Setiap wadah plastik berisikan 5 ekor larva T. molitor ditetesi suspensi nematoda entomopatogen sebanyak 1 ml. Pengamatan dilakukan selama 5 hari, kemudian larva yang terinfeksi diproses dengan menggunakan metode perangkap White untuk mendapatkan nematoda. Nematoda yang didapatkan disimpan dalam tabung reaksi dan kemudian diletakkan di lemari pendingin.

Analisis data

Analisis data dilakukan untuk mencari ada tidaknya hubungan atau korelasi antara praktik budidaya yang berkaitan dengan pemakaian pestisida oleh petani dan suhu tanah pada setiap titik contoh tanah terhadap jumlah nematoda entomopatogen yang didapatkan. Pengolahan data tersebut dianaliss menggunakan korelasi Pearson dengan bantuan program SPSS versi 22.

(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi lahan dan isolasi nematoda dari sampel tanah

Keadaan lahan pertanaman jagung yang tersebar di Kecamatan Bandar Mataram, Lampung Tengah, Lampung merupakan lahan kering. Lokasi pengambilan sampel tanah dipilih berdasarkan perbedaan praktik budidaya yang dilakukan petani berkaitan dengan penggunaan pestisida sintetik di lahan. Lahan yang menggunakan pestisida terdapat pada Desa Mataram Udik, Desa Mataram Jaya, Desa Uman Agung, dan Desa Sriwijaya Mataram. Pada empat desa lainya, yaitu Desa Terbanggi Mulya, Desa Terbanggi Ilir, Desa Jati Datar, dan Desa Sendang Agung tidak menggunakan pestisida sintetik pada lahan pertanaman jagung. Jenis tanaman jagung yang dibudidayakan pada masing-masing desa, yaitu jagung pakan (dent corn) dan jagung manis (sweet corn). Sebagian besar lahan pertanaman jagung di setiap desa melakukan sistem rotasi tanaman jagung dengan singkong, kecuali Desa Sriwijaya Mataram dan Desa Terbanggi Mulya. Berdasarkan data survei Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) di Kecamatan Bandar Mataram terdapat beberapa hama yang menyarang pertanaman jagung, yaitu penggerek tongkol, penggerek batang, uret, dan tikus.

Hasil pengamatan isolat dari setiap sampel tanah diperoleh nematoda dari empat desa, yaitu Jati Datar, Terbanggi Mulya, Sendang Agung, dan Mataram Udik. Hasil pemerangkapan nematoda dari setiap sampel tanah dengan menggunakan umpan larva T. molitor menunjukkan bahwa larva mengalami kematian 3-7 hari setelah terinfeksi nematoda. Pengamatan secara mikroskopis pada hasil metode perangkap White ditemukan adanya nematoda entomopatogen (Gambar 2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah nematoda betina lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah nematoda jantan. Nematoda entomopatogen pada fase juvenil infektif (j.i.) bergerak lebih aktif dibandingkan dengan nematoda dewasa tampak saat pengamatan pada cawan petri.

(17)

Hasil perhitungan jumlah nematoda entomopatogen yang didapatkan dari perangkap White menunjukkan hasil yang bervariasi pada setiap sampel tanah. Nematoda entomopatogen didapatkan dari empat lokasi, yaitu Desa Terbanggi Mulya, Desa Jati Datar, Desa Mataram Udik, dan Desa Sendang Agung. Pada Desa Terbanggi Ilir, Desa Mataram Jaya, Desa Uman Agung, dan Desa Sriwijaya Mataram tidak diperoleh nematoda dari hasil isolasi sampel tanah. Keberadaan nematoda entomopatogen dengan jumlah tertinggi berada di Desa Jati Datar dengan jumlah 112 ekor per 500 ml tanah (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah nematoda entomopatogen pada lahan jagung dalam 500 ml sampel tanah

Desa Jumlah nematoda per titik sampel

1 2 3 4 5 sampel lokasi dapat dipengaruhi oleh kemampuan nematoda entomopatogen dalam menginfeksi T. molitor sebagai serangga perangkap. Pada proses infeksi serangga inang, selain melalui lubang-lubang alami maka akan sangat bergantung pada kemampuan nematoda entomopatogen dalam melakukan penetrasi langsung. Proses penetrasi yang dilakukan terhadap inang terjadi karena nematoda melakukan proses enzimatis dengan menghasilkan enzim proteolitik (protease) yang bekerja sebagai pendegradasi susunan kutikula inang (Boemare et al. 1996). Semakin banyak nematoda entomopatogen di lahan yang menginfeksi inang, maka jumlah nematoda yang diperoleh dari perangkap White akan semakin banyak. Hal tersebut disebabkan nematoda mampu bereproduksi, sehingga menghasilkan generasi yang lebih banyak.

(18)

Hubungan antara penggunaan aplikasi pestisida di lahan pertanaman jagung menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah nematoda. Jumlah rata-rata nematoda entomopatogen yang diperoleh dari empat desa yang tidak menggunakan pestisda sebanyak 61 ekor, sedangkan dari empat desa yang menggunakan pestida sebanyak 6 ekor. Perbedaan jumlah nematoda yang sangat signifikan tersebut disebabkan oleh tingginya intensitas penggunaan pestisida di lahan pertanaman jagung. Aplikasi pestisida yang digunakan petani pada lahan pertanaman di Desa Uman Agung, Sriwijaya Mataram, dan Mataram Jaya dilakukan dengan frekuensi penyemprotan sebanyak 3-7 kali selama satu musim tanam, sehingga diduga meninggalkan residu tinggi di lahan yang mampu menekan perkembangan nematoda. Jenis pestisida yang digunakan berupa insektisida dan fungisida dengan kandungan bahan aktif, yaitu fipronil, deltamethrin, alfametrin, mankozeb, dan matalaksil.

Tabel 2 Hubungan antara penggunaan pestisida di lahan jagung dengan jumlah nematoda yang didapatkan dari hasil perangkap White

Desa Aplikasi pestisida

Terbanggi Mulya Tidak 58

Terbanggi Ilir Tidak 0

Sendang Agung Tidak 77

Uman Agung Aplikasi 0

Sriwijaya Mataram Aplikasi 0

Mataram Udik Aplikasi 25

Mataram Jaya Aplikasi 0

a

NKP= Nilai Korelasi Person, ada korelasi jika NKP mendekati 1 dan signifikan jika nilai P≤0.05

Hasil perangkap White yang berbeda pada sampel tanah dari lahan di Desa Mataram Udik diperoleh nematoda entomopatogen meskipun petani menggunakan pestisida. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penggunaan pestisida oleh petani hanya dilakukan satu kali selama satu musim tanam berupa herbisida berbahan aktif isopropilamina glifosat untuk mengendalikan gulma, sehingga diduga residu yang tertinggal di lahan rendah. Hasil perangkap White tidak ditemukan adanya nematoda pada sampel tanah dari Desa Terbanggi Ilir yang tidak menggunakan pestisida di lahan. Hal ini diduga berkaitan dengan pengolahan tanah intensif yang dilakukan petani sehingga nematoda dalam tanah langsung terpapar sinar matahari. Sinar matahari mengandung ultraviolet (UV) yang dapat membunuh nematoda entomopatogen secara singkat, sehingga UV merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi keefektifan aplikasi nematoda sebagai musuh alami (Gaugler et al. 1992).

(19)

berkisar antara 29.1oC – 36oC. Rata-rata suhu tanah tertinggi berada pada lahan pertanaman jagung di Desa Uman Agung dengan suhu 34.2oC dan rata-rata suhu tanah terendah berada di Desa Jati Datar dengan suhu 31.1oC (Lampiran 1). Selain dipengaruhi oleh intensitas aplikasi pestisida, keberadaan nematoda yang ada di lokasi lahan survei dapat juga dipengaruhi oleh suhu tanah.

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara suhu tanah pada lahan pertanaman jagung dengan jumlah nematoda didapatkan nilai korelasi Pearson sebesar - 0.927 (P = 0.001) (Lampiran 2). Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa suhu tanah di lahan pertanaman jagung memiliki pengaruh kuat dan signifikan terhadap jumlah nematoda. Nilai negatif (-) menandakan korelasi ke arah yang berlawanan, yaitu jika suhu tanah di lahan semakin tinggi maka jumlah nematoda akan semakin rendah. Berdasarkan hasil penelitian Hang et al. (2007) mengenai pengaruh beberapa tingkat temperatur terhadap nematoda entomopatogen menunjukkan bahwa pada temperatur ≤13oC dan ≥35oC nematoda entomopatogen tidak dapat bereproduksi. Semakin tinggi suhu tanah pada lahan pertanaman tersebut akan mempengaruhi nematoda entomopatogen dalam menghasilkan generasi menjadi lebih rendah.

Pada lahan pertanian tanpa aplikasi pestisida di Desa Terbanggi Ilir tidak ditemukan nematoda, diduga selain disebabkan pengolahan tanah intesif juga dipengaruhi oleh tingginya rata-rata suhu tanah di lahan yang mencapai 33.24oC. Begitu juga pada Desa Mataram Udik yang ditemukan nematoda meskipun petani menggunakan aplikasi pestisida di lahan, hal tersebut terjadi selain persentase residu rendah juga dipengaruhi oleh rata-rata suhu tanah yang lebih rendah sekitar 32.32oC bila dibandingkan dengan suhu tanah di desa lain dengan lahan berpestisida (Lampiran 2). Pada temperatur yang tinggi juvenil infektif (j.i.) nematoda entomopatogen mengalami peningkatan aktivitas metabolisme, sehingga nematoda kehilangan energi yang mengakibatkan lama hidup nematoda menjadi semakin pendek (Brown dan Gaugler 1996; Hazir et al. 2003).

(20)

Gambar 3 Mikroorganisme pada bangkai larva T. molitor dengan menggunakan mikroskop cahaya .(a), miselium cendawan berwarna putih pada larva T. molitor hasil .isolasi tanah (b)

Pengamatan menggunakan mikroskop cahaya binokuler memperlihatkan mikroorganisme bergerak aktif dengan cepat dan berjumlah banyak pada bangkai larva T. molitor dari sampel tanah Desa Sendang Agung dan Desa Jati Datar. Populasi mikroorganisme menyebabkan kompetisi dalam memperebutkan sumber makanan di dalam bangkai serangga inang semakin tinggi. Hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan sibiosis yang terjadi antara nematoda entomopatogen dengan bakteri simbionnya, sehingga nematoda entomopatogen tidak mampu untuk berkembangbiak.

a b

(21)

Identifikasi nematoda entomopatogen

Identifikasi nematoda entomopatogen dilakukan berdasarkan karakter morfologi betina dan jantan dewasa (Adams dan Nguyen 2002; Nguyen dan Smart 1996). Pengamatan preparat terhadap hasil perangkap White dari setiap tanah sampel, diperoleh kelompok nematoda entomopatogen dari ordo Rhabditida yang terdiri atas dua famili, yaitu Heterorhabditidae dan Steinernematidae. Perbedaan kedua famili dapat dilihat berdasarkan karakter morfologinya. Nematoda entomopatogen dari famili Heterorhabditidae memiliki ciri morfologi yang khas, yaitu memiliki bentuk kepala yang kerucut terpotong pada bagian depan atau agak membulat. Nematoda betina mempunyai ekor panjang dan meruncing, sedangkan ekor jantan memiliki bursa kopulatrik yang merupakan salah satu karakter pembeda antara Heterorhabditidae dengan Steinernematidae (Gambar 4).

Gambar 4 Nematoda entomopatogen Heterorhabditidae; kepala agak membulat (a), ekor betina panjang meruncing (b), ekor jantan dengan bursa kopulatik (c), kepala (d), ekor betina (e) (d – e, Malan et al. 2008)

Nematoda entomopatogen famili Steinernematidae memiliki perbedaan morfologi dengan Heterorhabditidae yang tampak, yaitu kepala Steinernematidae set-off, nematoda betina memiliki vulva dengan ekor yang pendek dan membulat. Nematoda ini memiliki stoma melebar, diikuti corpus panjang dan isthmus yang pendek. Bagian ekor nematoda jantan terdapat spikula (Gambar 5).Ciri lain yang membedakan, yaitu pada Steinernematidae pori ekskretori terletak di depan cincin syaraf, sedangkan pori ekskretori Heterorhabditidae terletak di belakang cincin syaraf. Nematoda entomopatogen Steinernematidae memiliki tubuh yang relatif lebih panjang berkisar antara 438-1448 mikron, bila dibandingkan dengan Heterorhabditidae yang panjangnya berkisar 520-800 (Wouts 1991). Pengamatan

a b

(22)

preparat terhadap suspensi nematoda entomopatogen yang didapatkan tampak nematoda Heterorhabditidae dan Steinernematidae sama-sama memiliki gerak yang sangat aktif.

v

Gambar 5 Nematoda entomopatogen Steinernematidae; kepala set-off: 1. stoma, 2. corpus, 3. ishmus, 4. cincin syaraf, 5. basalbulb (a), spikula jantan (b), ekor pendek (c), vulva betina (d), perbesaran anterior kepala (e), ekor betina (f) (e & f, Nguyen & Smart 1994), tipe spikula pada ekor jantan (g) (g, Nguyen & Duncan 2002)

Pengamatan preparat terhadap suspensi nematoda entomopatogen tampak selain nematoda yang bergerak aktif, terdapat juga nematoda dalam posisi istirahat, dan mati (Gambar 6). Nematoda pada posisi istirahat mempunyai karakteristik membentuk “J”. Posisi istirahat yang dilakukan nematoda merupakan respon terhadap kondisi nematoda kekurangan oksigen atau berada pada suhu yang rendah sehingga nematoda tidak dapat bergerak aktif (Georgis dan Gaugler 1991). Nematoda mati ditunjukkan dengan tidak adanya pergerakan (Gambar 6).

a b

c d e

f g

1 2

3

4 5

(23)

Gambar 6 Pengamatan mobilitas nematoda entomopatogen; nematoda aktif bergerak (a), posisi istirahat “J” (b), mati (c)

Hasil uji patogenisitas dari suspensi nematoda yang berasal dari sampel tanah terhadap lima larva T. molitor sebagai serangga umpan menunjukkan kematian larva setelah 3-5 hari. Nematoda entomopatogen pada fase juvenil infektif menginfeksi inang melalui lubang alami atau penetrasi langsung melalui kutikula inang. Juvenil infektif (j.i.) yang berada dalam tubuh inang masuk ke hemosel inang dengan membawa bakteri spesifik ke dalam hemosel, kemudian melepaskan bakteri simbion yang berkembang biak dengan cepat serta menghasilkan endotoksin dan eksotoksin yang membunuh inang (Forst dan Nelason 1996).

Nematoda entomopatogen yang keluar dari bangkai larva pada perangkap White merupakan nematoda fase juvenil infektif yang sangat aktif bergerak, sedangkan di dalam tubuh bangkai merupakan nematoda fase dewasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa nematoda bersifat patogen karena berhasil menginfeksi larva T. molitor dan mampu bereproduksi menghasilkan generasi nematoda entomopatogen. Generasi nematoda juvenil infektif diproduksi dan akan keluar mancari inang yang baru ketika nutrisi dalam tubuh inang habis. Sampel tanah yang diambil dari lahan pertanaman jagung di delapan desa, hanya empat desa yang terdapat nematoda entomopatogen. Nematoda entomopatogen Heterorhabditidae dan Steinernematidae yang ditemukan dari lokasi pengambilan sampel, hidup di dalam tanah sebagai habitatnya.

a b

(24)

Tabel 3 Famili nematoda entomopatogen pada setiap lokasi pengambilan sampel

Desa Famili nematoda entomopatogen

Heterorhabditidae Steinernematidae

Terbanggi Ilir - -

Terbanggi Mulya + +

Jati Datar + +

Mataram Udik + -

Mataram Jaya - -

Uman Agung - -

Sendang Agung + +

Sriwijaya Mataram - -

Nematoda dari famili Heterorhabditidae ditemukan pada sampel tanah dari empat desa, yaitu Desa Terbanggi Mulya, Desa Jati Data, Desa Mataram Udik, dan Desa Sendang Agung. Sedangkan untuk famili Steinernematidae hanya ditemukan pada sampel tanah dari tiga desa, yaitu Desa Terbanggi Mulya, Desa Jati Data, dan Desa Sendang Agung (Tabel 3). Heterorhabditidae lebih banyak ditemukan di lahan sampel daripada Steinernematidae. Hal tersebut diduga berkaitan erat dengan perilaku Heterorhabditidae yang umumnya dikenal memiliki sifat penjelajah (cruiser), sedangkan Steinernematidae lebih banyak yang bersifat menunggu inang (ambusher). Menurut Kaya dan Thurston (1993), nematoda Heterorhabditidae bersifat lebih aktif memencar bila dibandingkan dengan Steinernematidae.

(25)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil isolasi nematoda dari tanah sampel dengan menggunakan inang umpan larva T. molitor, diperoleh kelompok nematoda entomopatogen dari Famili Heterorhabditidae dan Steinernematidae. Nematoda entomopatogen diperoleh dari sampel tanah di empat desa, yaitu Desa Terbanggi Mulya, Desa Jati Datar, Desa Mataram Udik, dan Desa Sendang Agung. Keberadaan nematoda entomopatogen dengan jumlah tertinggi berada di Desa Jati Datar dengan 112 ekor per 500 ml tanah. Aplikasi pestisida sintetik secara intensif pada lahan pertanaman jagung dapat menurunkan jumlah nematoda entomopatogen di dalam tanah.

Saran

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Adams BJ, Nguyen KB. 2002. Taxonomy and systematics. Di dalam: Gaugler R, editor. Entomopatogenic Nematology. New York [US]: CABI Publishing. hlm 1-33.

Boemare NC, Laomond, Mauleon H. 1996. The entomopathogenic nematode-bacterium complex: biology, life cycle and vertebrata savety. Biol Contr Sci Technol. 6(3):333-345.

[BP3K] Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kecamatan Bandar Mataram – Lampung Tengah. 2014. Keadaan Serangan OPT dan Pengendaliannya. Lampung Tengah [ID]: BP3K Bandar Mataram.

[BPPM] Badan Perijinan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Timur. 2008. Budidaya Tanaman Jagung Terintegrasi dengan Industri Pakan Ternak. Samarinda [ID]: Badan Perijinan Penanaman Modal Daerah.

[BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2014. Produksi Jagung Indonesia [Internet]. Jakarta [ID]: Badan Pusat Statistik; [diunduh 2014 Mei 29]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3.

Brown IM, Gaugler R. 1996. Cold tolerance of Steinernemaitid and Heterorhabditid nematodes. J Therm Biol. 21(2):115-121.

Ceballo FA, BM Rejesus. 1983. Tryptophan and lysine supplemented artificial diet for corn borer (Ostrinia furnacalis Guenee). Phillipp Entomol. 6(5/6):531-538.

Forst S, Nealson K. 1996. Molecular biology of the symbiotic pathogenic bacteria Xenorhabdus spp. and Photorhabdus spp. Microbiol Rev. 60(1):21-43. Gaugler R, Bednarek A, Campbell JF. 1992. Ultraviolet inactivation of

Heterorhabditid and Steinernematid Nematodes. J Invertebr Pathol. 59(1):155-160.

Georgis R, Gaugler R. 1991. Predictability in biological control using entomopathogenic nematodes. J Econ Entomol. 84(3):713-720.

Hang DT, Choo HY, Lee DW, Lee SM, Kaya HK, Park CG. 2007. Temperature effects on korean entomopathogenic nematodes, Steinernema glaseri and S. longicaudum, and their symbiotic bacteria. J Microbiol Biotechnol. 17(3):420-427.

Hazir S, Kaya HK, Stock SP, Keskin N. 2003. Entomopathogenic nematodes (Steinernematidae and Heterorabditidae) for biological control of soil pests. Turk J Biol. 27(1):181-202.

He KL, Zhou DR, Yang HW. 1991. Biological control of Asian corn borer with the entomopathogenic nematode Steinernema feltiae agriotos Chinese. J Bio Contr. 7(2):1-6.

Kaya HK, Thurston GS. 1993. Soil microorganisms affecting entomopathogenic nematodes. Di dalam: Bedding RA, Akhurst RJ, Kaya HK, editor. Nematodes and the Biological Control of Insect Pests. Victoria [US]: CSIRO. hlm 97-113.

(27)

Kung PA, Gaugler R, Kaya HK. 1990. Influence of soil pH and oxygen on persistence of Steinernema spp. J Nematol. 22(4):440-445.

Malan AP, Nguyen KB, Addison MF. 2006. Entomopathogenic nematodes (Steirnematidae and Heterorhabditidae) from the Southwestern parts of South Africa. African Plant Protection. 12(1):65-69.

Malan AP, Nguyen KB, Waal JY, Tiedt L. 2008. Heterorhabditis safricana n. sp. (Rhabditida: Heterorhabditidae), a new entomopathogenic nematode from South Africa. Nematol. 10(3):381-396

Nguyen KB, GC Smart Jr. 1994. Neosteinernema longicurvicauda n. gen., n. sp. (Rhabditida: Steirnematidae), a parasite of the termite Reticulitermes flavipes (Koller). J Nematol. 26(2):162-174.

Nguyen KB, Duncan LW. 2002. Steinernema diaprepesi n. sp. (Rhabditida: Steinernematidae), a parasite of the citrus root weevil Diaprepes abbreviatus (L) (Coleoptera: Curculionidae). J Nematol. 34(2):159-170. Nguyen KB, GC Smart Jr. 1996. Identification of entomopatogenic nematodes in

the Steirnematidae and Heterorhabditidae (Nemata: Rhabditida). J Nematol. 28(3):286-300.

Radova S. 2011. Effects of selected pesticides on survival and virulence of two nematode species. J of Environ. 20(1):181-185.

Richardson PN. 1996. British and European legislation regulating Rhabditida nematodes. Biol Contr Sci Technol. 6(3):449-463.

Shannag HK, Webb SE, Capinera JL. 1995. Entomopathogenic nematodes effect on pickleworm (Lepidoptera: Pyralidae) under laboratory and field conditions. J Econ Entomol. 87(5):1205-1212.

Smart GC Jr. 1995. Entomophatogenic nematodes or the biological control of insect. J Nematol. [Supplement]. 27(4S):529-534.

Surtikanti. 2011. Hama dan Penyakit Penting Tanaman Jagung dan Pengendaliannya. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Serealia. 2011 Oktober 4. Maros (ID): Balitsereal. hlm 497-508.

Uhan TS. 2008. Keefektifan nematoda entomopatogen Steinernema carpocapsae (Rhabditida: Steinernematidae) isolat Lembang terhadap mortalitas larva Agrotis ipsilon Hufn. (Lepidoptera: Noctuidae) pada tanaman kubis di rumah. J Hort. 18(2):165-174.

(28)
(29)

Lampiran 1 Suhu pada setiap titik sampel tanah di lahan pertanaman jagung

Desa Suhu tanah per titik sampel ( o

Lampiran 2 Hubungan antara suhu tanah di lahan jagung dengan jumlah nematoda yang didapatkan dari hasil perangkap White

Desa Rata-rata

Sriwijaya Mataram 34.20 0

Mataram Udik 32.32 25

Mataram Jaya 33.62 0

a

(30)

3

Lampiran 3 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh setiap sampel Desa Jati Datar

Sampel tanah Desa Jati Datar

Heterorhabditidae Heterorhabditidae

Heterorhabditidae Steinernematidae

Suhu tanah Desa Jati Datar

32.4 oC 31.3 oC 29.1 oC

31.4 oC 31.3 oC

(31)

Lampiran 4 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh setiap sampel Desa Mataram Udik

Sampel tanah Desa Mataram Udik

Heterorhabditidae Heterorhabditidae

Heterorhabditidae Heterorhabditidae

Suhu tanah Desa Mataram Udik

32 oC 31.5 oC 29.5 oC

(32)
(33)

Lampiran 5 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh setiap sampel Desa Sendang Agung

Sampel tanah Desa Sendang Agung

Heterorhabditidae Heterorhabditidae

Steinernematidae Steinernematidae

Suhu tanah Desa Sendang Agung

(34)
(35)

Lampiran 6 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh setiap sampel Desa Terbanggi Mulya

Sampel tanah Desa Terbanggi Mulya

Steinernematidae Steinernematidae

Steinernematidae Heterorhabditidae

Suhu tanah Desa Terbanggi Mulya

(36)
(37)

Lampiran 7 Perhitungan nilai korelasi Pearson

Hipotesis hubungan aplikasi pestisida di lahan jagung dengan jumlah nematoda yang didapatkan dari hasil perangkap White

H0: Tidak ada hubungan antara aplikasi pestisida dengan jumlah nematoda H1: Hubungan antara aplikasi pestisida dengan jumlah nematoda

Korelasi

Nematoda

Aplikasi pestisida

Nilai korelasi Pearson (NPK) - 0.683 Signifikansi (P-value) 0.062

N 8

Hipotesis hubungan suhu tanah di lahan jagung dengan jumlah nematoda yang didapatkan dari hasil perangkap White

H0: Tidak ada hubungan antara suhu tanah dengan jumlah nematoda H1: Hubungan antara suhu tanah dengan jumlah nematoda

Korelasi

Nematoda

Suhu tanah

Nilai korelasi Pearson (NPK) - 0.927 Signifikansi (P-value) 0.001

N 8

Interpretasi: Jika suatu hubungan tidak sama dengan nol maka artinya terdapat hubungan di antara keduanya.

Menurut Jonathan Sarwono, interval kekuatan hubungannya sebagai berikut:

Interval Keterangan

0 Tidak ada korelasi

0.1-0.25 Korelasi sangat lemah 0.26-0.50 Korelasi cukup 0.51-0.75 Korelasi kuat 0.76-0.99 Korelasi sangat kuat

1 Korelasi sempurna

Nilai (+) menandakan korelasi kearah yang sama, yaitu jika satu turun maka yang satu turun atau sebaiknya.

Nilai (-) menandakan korelasi kearah yang berlawanan, yaitu jika satu naik maka yang satu turun atau sebaliknya.

(38)
(39)

Lampiran 8 Foto wawancara dan lahan pengambilan sampel

(40)

27

Mataram Jaya

La: -4o 44’17.64”S

Lo: 105o 27’35.46”E

Terbanggi Mulya

La: -4o 43’40.74”S

Lo: 105o 24’5.45”E

Balai Pertanian Perikanan dan

Kehutanan (BP3K) Bandar Mataram

(41)

Lampiran 9 Kondisi lahan pengambilan sampel pencangkulan tanah rutin setiap 1 minggu untuk antara 3-7 kali aplikasi dan penggunaan herbisida di awal. serta penambahan kapur dilahan. Pupuk kandang diberikan pada awal tanam dan kadang diberikan kembali 3 minggu

(42)

27

kembali jika gulma mulai tinggi. Pestisida diaplikasi sebanyak 2-3 kali per biasanya diberikan diawal dan saat umur 25 hari. Pengendalian gulma dicangkul saat awal dan jika sudah lebat di aplikasi herbisida.

Pemberian kapur, furadan dan ponska di awal tanam. Pupuk urea ditambahkan saat umur 1 dan 2 MST. Pestisida digunakan saat ada serangan hama atau Pupuk KCL ditambahkan saat umur 35 hari. Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan dibabat atau dicabut.

(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro, Lampung pada 20 Juli 1992 dari seorang ibu bernama Jariyah (Alm) dan bapak bernama Samiaji. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Sugar Group Companies pada tahun 2010. Penulis resmi menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Juli 2010 melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI). Penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Selama masa perkuliahan, penulis merupakan penerima Beasiswa dari Sugar Group Companies.

(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)

Gambar

Gambar 2  Nematoda entomopatogen hasil isolasi dari sampel tanah (tanda panah)
Tabel 1  Jumlah nematoda entomopatogen pada lahan jagung dalam 500 ml
Tabel 2  Hubungan antara penggunaan pestisida di lahan jagung dengan jumlah
Gambar 3  Mikroorganisme pada  bangkai larva T. molitor dengan menggunakan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Keterbatasan ruang bagi media massa dalam meliput realitas terorisme dapat memicu persoalan yang berkaitan dengan hasil akhir peliputan yang berwujud berita.. Pada titik

Untuk meng-encrypt data, kita menggunakan cara sederhana dengan menambahkan kode ASCII suatu karakter dengan angka-angka dalam konstanta SEED setelah kata itu dibalik, untuk huruf

Fair Share Scheduling dari masing-masing jumlah job yang telah dieksekusi kedalam antrian memiliki waktu pengerjaan yang lebih cepat dengan nilai maksimal

Usaha bidang ekonomi kreatif sektor kuliner soto diharapkan dapat tumbuh dan berkembang di Indonesia sehingga bisa menjadi salah satu kekuatan ekonomi.. Karena itu buku prosedur

pH sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik, dan

Di sini saya sebut beberapa saja: sekurang-kurangnya seekor untuk “ nga’ötö nuwu ” (paman dari ibu mempelai perempuan), sekurang-kurangnya seekor sampai tiga ekor untuk

dengan aurat amat (budak atau hamba sahaya) yaitu seperti auratnya laki-laki, maka tidak diwajibkan baginya untuk menutup seluruh tubuhnya sebagaimana aurat wanita

1) Terdapat perbedaan perlakuan akuntansi untuk biaya dalam kegiatan usaha hulu migas yang mengacu pada Akuntansi Production Sharing Contract (PSC) dengan