• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biobriket Limbah Padat Organik Sebagai Bahan Bakar Alternatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biobriket Limbah Padat Organik Sebagai Bahan Bakar Alternatif"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biobriket Limbah Padat Organik Sebagai Bahan Bakar Alternatif adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(3)

ABSTRAK

CLINTON RONGGO. Biobriket Limbah Padat Organik Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Dibimbing oleh EDY HARTULISTIYOSO dan BAMBANG HERUHADI.

Biobriket adalah biomassa yang dipadatkan agar diperoleh bentuk yang lebih seragam daripada biomassa. Bahan baku biobriket yang digunakan adalah limbah padat organik rumah tangga dan serbuk kayu sengon. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan limbah padat organik sebagai bahan baku biobriket, mengetahui sifat fisis dan kimia serta karakteristik pembakaran biobriket yang dihasilkan, dan menentukan mutu biobriket. Hasil penelitian menunjukkan sifat fisis dan kimia biobriket yang dihasilkan yaitu kadar air 9.46%, kerapatan 0.55 g/cm³, kadar abu 9.24%, nilai kalor 4899.17 kal/g, unsur karbon 44.47%, unsur hidrogen 6.02%, unsur oksigen 48.29%, unsur nitrogen 0.99%, dan unsur sulfur 0.2%. Kualitas panas biobriket yang dihasilkan termasuk baik, suhu maksimal bara biobriket mencapai 586˚C. Mutu biobriket yang dihasilkan sudah cukup baik berdasarkan standar mutu briket arang kayu di Indonesia.

Kata kunci: biobriket, limbah padat organik rumah tangga, serbuk kayu sengon

ABSTRACT

CLINTON RONGGO. Organic Solid Waste Biobriquette As Alternative Fuel. Supervised by EDY HARTULISTIYOSO and BAMBANG HERUHADI.

Bio briquette is a densified biomass that has more uniform properties than a raw biomass. Raw materials of bio briquette are organic solid-household-waste and sengon sawdust. The purposes of this research are utilizing organic solid waste as bio briquette raw materials, knowing the physical and chemical properties, knowing bio briquette combustion characteristics, and determining the quality of bio briquette. The results shown that the physical and chemical properties of the bio briquette were water content of 9.46%, density of 0.55 g/cm³, ash content of 9.24%, calorific value of 4899.17 kal/g, carbon of 44.47%, hydrogen of 6.02%, oxygen of 48.29%, nitrogen of 0.99%, and sulfur of 0.2%. The heat quality of produced bio briquette was good, the maximum temperature of coal fire of bio briquette reached 586˚C. The quality of bio briquette was good enough based on wood-charcoal-briquette quality standard in Indonesia.

(4)

BIOBRIKET LIMBAH PADAT ORGANIK SEBAGAI BAHAN

BAKAR ALTERNATIF

CLINTON RONGGO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Biobriket Limbah Padat Organik Sebagai Bahan Bakar Alternatif

Nama : Clinton Ronggo

NIM : F14110119

Disetujui oleh

Dr. Ir. Edy Hartulistiyoso, M. Sc. Agr Ir. Bambang Heruhadi Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul “Biobriket Limbah Padat Organik sebagai Bahan Bakar Alternatif”.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.

Skripsi ini tersusun atas bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak selama penulisan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Edy Hartulistiyoso, MSc, selaku dosen pembimbing skripsi I atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Ir. Bambang Heruhadi selaku dosen pembimbing skripsi II atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Ir. Sri Endah Agustina, MSi, selaku dosen penguji skripsi atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

4. Dr. Ir. I Wayan Astika, MSi, selaku Koordinator Mayor Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB.

5. Pak Trisaksono, Pak Slamet, Mba Arie, serta staf Balai Besar Teknologi Energi BPPT Serpong yang telah membantu penulis selama pengambilan data. 6. Papa, Mama, Ka Ayu, Ka Ika, dan Samuel yang telah memberikan doa,

dukungan, dan waktu kepada penulis.

7. Artha Nadiny Siahaan yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

8. Teman-teman Departemen Teknik Mesin dan Biosistem 48 yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat memerlukan kritik serta saran yang membangun demi penyempurnaan penelitian dan demi peningkatan pengetahuan agar menjadi lebih pesat. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2016

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 1

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1 Biomassa 2

2.2 Serbuk Kayu Sengon 3

2.3 Limbah Organik Perkotaan 3

2.4 Biobriket 4

3 METODE PENELITIAN 6

3.1 Waktu dan Tempat 6

3.2 Alat dan Bahan 6

3.3 Tahapan Penelitian 6

3.4 Rancangan Percobaan 15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

4.1 Kadar Air 19

4.2 Kerapatan 20

4.3 Kadar Abu 21

4.4 Nilai Kalor 22

4.5 Unsur C,H,O,N,S Biobriket 24

4.6 Uji Bakar Biobriket 25

4.7 Mutu Biobriket 26

5 SIMPULAN DAN SARAN 28

5.1 Simpulan 28

5.2 Saran 28

(8)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi limbah di DKI Jakarta tahun 2010 4

2 Kelebihan dan kekurangan biobriket karbonisasi dan non karbonisasi 5

3 Nilai kalor dari beberapa bahan bakar 6

4 Formulasi bahan baku 8

5 Hasil pengujian sifat fisis dan kimia biobriket 16

6 Nilai kalor beberapa briket 24

7 Hasil pengujian kandungan unsur C,H,O,N,S biobriket 24 8 Perbandingan nilai biobriket hasil penelitian dengan SNI 26

DAFTAR GAMBAR

1 Kegiatan pemilahan bahan 7

2 Pengujian nilai kalor bahan dengan bomb calorimeter 7

3 Hasil pencacahan limbah 7

4 Pencampuran bahan baku 8

5 Proses pemadatan bahan 9

6 Expeller 9

7 Pembuatan lem kanji 9

8 Pencampuran dengan lem kanji 10

9 Hasil pencetakan biobriket 10

10 Pengeringan biobriket 11

11 Pengukuran berat sampel 12

12 Oven yang digunakan dalam penetapan kadar air 12

13 Pengukuran tinggi biobriket 12

14 Pengukuran berat biobriket 12

15 Proses pengabuan dengan oven 13

16 Sample holder dimasukkan ke dalam bomb 14

17 Pengukuran berat sampel awal 15

18 Pengujian kandungan unsur biobriket 15

19 Biobriket disusun ke dalam kompor briket 15

20 Pengujian pembakaran biobriket 15

21 Biobriket yang dihasilkan 17

22 Uji bakar biobriket 1 17

23 Uji bakar biobriket 2 18

24 Uji bakar biobriket 3 18

25 Uji bakar biobriket 4 19

26 Grafik nilai kadar air biobriket 19

27 Grafik nilai kerapatan biobriket 20

28 Grafik nilai kadar abu biobriket 21

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alat dan bahan penelitian 31

2 Diagram alir penelitian 32

3 Hasil pengujian kadar air biobriket 33

4 Hasil analisis sidik ragam kadar air biobriket 33

5 Hasil pengujian kerapatan biobriket 34

6 Hasil analisis sidik ragam kerapatan biobriket 34

7 Hasil pengujian kadar abu biobriket 35

8 Hasil analisis sidik ragam kadar abu biobriket 35

9 Hasil pengujian nilai kalor biobriket 35

10 Hasil analisis sidik ragam nilai kalor biobriket 36

11 Hasil pengujian unsur C,H,O,N,S biobriket 36

12 Hasil analisis sidik ragam unsur C,H,O,N,S biobriket 36

(10)
(11)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia, energi memiliki peran yang besar pada sektor rumah tangga, sektor industri dan sektor transportasi. Energi yang masih banyak digunakan oleh manusia adalah energi fosil, padahal sekarang ketersediaan energi fosil seperti minyak bumi, gas alam, batubara semakin berkurang dan terancam habis. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan kelangkaan bahan bakar di masa depan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mencari bahan bakar alternatif yang leih bersih dan berkelanjutan.

Sumber energi alternatif yang banyak dikembangkan saat ini adalah energi biomassa yang ketersediannya melimpah, mudah diperoleh, dan dapat diperbaharui secara cepat. Abdullah (2002) menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi energi biomassa yang sangat besar. Salah satu sumber energi biomassa yang potensial adalah limbah padat organik, karena pada limbah padat organik tersebut terdapat biomassa yang mempunyai kandungan karbon. Kandungan karbon inilah yang dapat membantu dalam proses pembakaran. Jumlah produksi sampah di perkotaan khususnya di kota Jakarta semakin meningkat sementara fasilitas prasarana penanggulangannya masih terbatas. Badan Pusat Statistik (2013) menyatakan jumlah produksi sampah di kota Jakarta pada Tahun 2012 sebanyak 6356.88 ton/hari sedangkan jumlah sampah yang terangkut sebanyak 6004.20 ton/hari. Hal ini menyebabkan adanya sisa residual sampah sebanyak 352.68 ton/hari. Adanya penumpukan sisa residual sampah setiap hari dapat menyebabkan pencemaran lingkungan yang berakibat buruk bagi manusia.

Usaha yang dapat dilakukan untuk menyediakan bahan bakar energi alternatif dan solusi alternatif penanggulangan sampah di perkotaan adalah dengan memanfaatkan limbah padat organik perkotaan sebagai bahan baku pembuatan biobriket. Biobriket dari limbah padat organik dapat mendukung pemenuhan kebutuhan energi untuk manusia sebagai bahan bakar alternatif. Biobriket dapat dibuat dari bahan-bahan yang mengandung lignin dan selulosa seperti limbah padat organik dalam kehidupan manusia yang berupa limbah sisa makanan seperti sisa nasi, daging, sisa sayur, sisa buah, dan lainnya serta limbah pertanian seperti limbah serbuk kayu sengon. Pembuatan biobriket dari limbah padat organik dapat dijadikan alternatif penanggulangan sampah selain untuk menghasilkan bahan bakar alternatif.

1.2 Tujuan

Penelitian tentang biobriket limbah padat organik sebagai bahan bakar alternatif bertujuan untuk :

1. Memanfaatkan limbah padat organik sebagai bahan baku biobriket.

(12)

3. Menentukan mutu biobriket yang dihasilkan.

2 TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Biomassa

Biomassa merupakan sumber energi yang bersih dan dapat diperbaharui namun biomassa mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat langsung dibakar karena sifat fisiknya yang buruk seperti kerapatan energi yang rendah dan permasalahan penanganan, penyimpanan, dan transportasi (Saptoadi 2006).

Biomassa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu biomassa basah dan biomassa kering. Contoh dari biomassa basah adalah sisa sayuran, sampah organik rumah tangga, sampah pasar tradisional, kotoran hewan. Contoh biomassa kering yaitu jerami, sekam, ranting, kayu, dan limbah pertanian. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan dan tumbuh sebagai tanaman. Sumber-sumber biomassa adalah sebagai berikut (Kong GT, 2010):

1. Sisa-sisa hasil pertanian, seperti ampas tebu, batang dan serat jagung.

2. Sisa-sisa hutan, misalnya serbuk gergaji industri pengolahan kayu. 3. Sampah perkotaan, misalnya kertas-kertas bekas dan dedaunan kering. 4. Lumpur sisa pulp.

5. Sumber-sumber masa depan, seperti tanaman energi yang khusus ditanam. 6. Jenis tanaman lain yang tidak mengandung pati maupun gula yang dipakai

untuk memproduksi bioetanol.

Pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar alternatif terbarukan merupakan solusi tepat atas permasalahan yang muncul akibat penggunaan bahan bakar fosil. Menurut Kong GT (2010) keunggulan yang dimiliki oleh biomassa, yaitu:

1. Tidak menimbulkan emisi sulfur sehingga mengurangi hujam asam

2. Biomassa dapat mendaur ulang CO2, sehingga dapat diaktegorikan sebagai

“bebas emisi”

3. Pembakaran biomassa menghasilkan abu dalam jumlah kecil daripada pembakaran batubara karena abu eks-batubara tersebut harus dibuang ke tempat lain.

Biomassa juga memiliki kekurangan sebagai bahan bakar dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Menurut White dan Pasket (1981) kekurangan biomassa sebagai bahan bakar dibandingkan dengan bahan bakar fosil, yaitu :

1. Pada umumnya, biomassa memiliki kandungan panas yang rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil.

2. Biomassa memiliki kadar air yang tinggi sehingga dapat menghambat proses pembakaran serta memiliki densitas yang rendah.

(13)

2.2 Serbuk Kayu Sengon

Nama ilmiah sengon adalah Paraserianthes falcataria (L) Nielsen yang termasuk ke dalam famili Memosaceae. Nama lokalnya albizia, bae, salawaku merah yang tersebar di pulau Jawa, Maluku, dan Irian. Sengon merupakan salah satu pohon dengan pertumbuhan yang cepat di dunia, selain itu sengon juga mudah dalam pengelolaannya. Kayu sengon bertekstur agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau terpadu (Aris A, 2013).

Kayu sengon merupakan tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Pohon sengon banyak ditanam di Pulau Jawa,yaitu sebanyak 50 juta batang dan di luar Pulau Jawa jumlahnya sekitar 9.8 juta batang. Pohon sengon banyak terkonsentrasi di daerah Jawa Tengah. Jumlah pohon sengon yang ditanam di hutan rakyat adalah sebesar 59.8 juta batang dan dari jumlah tersebut pohon sengon yang siap ditebang sebanyak 24.6 juta batang (Sukadaryati, 2006).

Jumlah luas hutan rakyat di Bogor dengan tanaman belum ditebang adalah 10347.27 ha dengan perkiraan potensi kayunya sebesar 1034763.18 m3. Tanaman sengon diperkirakan berpotensi menghasilkan produksi kayu sebesar 450630.60 m3(Supriadi, 2006). Kayu sengon cukup bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk peti kemas, bahan pembuat triplek, konstruksi ringan di bawah atap serta memenuhi syarat untuk bahan-bahan pulp serta kertas (Aris A, 2013). Seiring dengan meningkatnya permintaan penggunaan kayu sengon, menyebabkan limbah serbuk kayu hasil penggergajian tersebut juga mengalami peningkatan. Umumnya limbah yang berupa serbuk gergajian tersebut hanya digunakan untuk pembakaran biasa atau bahkan tidak dipakai sama sekali, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.

Proses pembriketan merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah serbuk kayu sengon. Keuntungan pembriketan antara lain mampu meningkatkan nilai kalor per unit volume, mempunyai kualitas dan ukuran yang seragam serta mudah disimpan. Kayu sengon memiliki nilai kalor yang cukup tinggi yaitu 4250.63 kal/g, sehingga kayu sengon berpotensi digunakan sebagai bahan bakar (Ervando M, 2013). Diharapkan dengan adanya biobriket dari limbah sisa penggergajian kayu sengon maka dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif serta dapat mengurangi timbunan sampah akibat sisa hasil penggergajian dan mengurangi pencemaran lingkungan.

2.3 Limbah Organik Perkotaan

Abdullah (2002) menyatakan bahwa limbah organik perkotaan merupakan sumber energi biomassa yang sangat potensial. Limbah pada dasarnya berarti suatu bahan yang terbuang atau sengaja dibuang dari suatu sumber aktifitas manusia maupun proses-proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomi. Permasalahan sampah/limbah pada beberapa tahun terakhir ini semakin kompleks seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pertumbuhan industri.Limbah perkotaan menjadi suatu persoalan yang rumit yang dihadapi oleh pemerintah.

(14)

mengkhawatirkan jika dibiarkan karena dapat menyebabkan permasalahan lingkungan seperti pencemaran udara, air, dan tanah.

Komposisi limbah di kota Jakarta cukup beragam yaitu organik, anorganik, kayu, kaca, dan lainnya. Komposisi limbah yang dihasilkan di Jakarta disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi limbah di DKI Jakarta tahun 2010 Jenis karakteristik limbah Persentase (%)

Organik 55.37

Sumber : Dinas Kebersihan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2010)

Komposisi limbah yang paling banyak di kota Jakarta seperti tersaji pada Tabel 1 yaitu limbah organik sebesar 55.37%. Secara umum, pemerintah sudah melakukan pengelolaan limbah dengan teknologi recycle, teknologi pengomposan, dan teknologi reuse. Namun kenyataanya cara tersebut tidak cukup untuk mengurangi tingkat pertumbuhan limbah. Maka, pada penelitian kali ini digunakan limbah padat organik sebagai bahan baku pembuatan biobriket karena potensinya yang besar. Selain itu, dengan pembuatan biobriket maka dapat membantu mengatasi masalah pengelolaan limbah perkotaan khususnya limbah organik.

2.4 Biobriket

(15)

Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan biobriket karbonisasi dan non karbonisasi Kelebihan biobriket karbonisasi :

1. Nilai kalor yang dihasilkan lebih tinggi

2. Asap hasil pembakaran sedikit 3. Kadar air yang dihasilkan lebih kubus, bentuk persegi panjang, bentuk heksagonal. Kelebihan penggunaan briket biomassa dibandingkan dengan minyak tanah dan LPG antara lain :

1. Biaya bahan bakar lebih murah

2. Biobriket termasuk sumber energi terbarukan 3. Lebih ramah lingkungan

4. Membantu mengatasi masalah limbah dan menekan biaya pengelolaan limbah.

Teknologi briquetting adalah penerapan teknik densifikasi melalui teknik pengempaan, dimana bahan yang akan dikempa umumnya tidak beraturan diubah menjadi bentuk dan ukuran tertentu yang bersifat padat. Secara umum teknologi pembriketan dibagi menjadi tiga yaitu pembriketan dengan tekanan tinggi, pembriketan bertekanan sedang dengan bantuan alat pemanas, dan pembriketan bertekanan rendah dengan bahan pengikat. Pembriketan dengan tekanan tinggi adalah pemadatan bahan biomassa dengan tekanan tinggi yang umumnya menggunakan teknologi screw press atau piston press. Pembriketan bertekanan sedang adalah pemadatan bahan biomassa dengan tekanan sedang dan pada proses pemadatannya dibantu dengan alat pemanas. Teknologi pembriketan terakhir adalah pembriketan dengan tekanan rendah yang merupakan pemadatan bahan biomassa yang dibantu dengan bahan pengikat seperti amilum atau tepung kanji. Pembuatan biobriket pada umumnya terdiri dari beberapa tahap utama yaitu sortasi bahan, pencampuran serbuk dan perekat, pengempaan serta pengeringan. Sortasi bahan didahului dengan penghancuran bentuk serat menjadi cacahan. Tahapan selanjutnya adalah pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran adalah suatu bentuk proses penghancuran dari bentuk padatan menjadi bentuk yang lebih kecil dengan gaya mekanik. Terdapat empat cara yang diterapkan pada mesin-mesin pengecilan ukuran yaitu kompresi, impact, attrition, dan cutting (Mc. Cabe et al., 1976).

(16)

mencipatakan kontak antara permukaan bahan yang direkat dengan bahan perekat. Suhu dan waktu pengeringan pada biobriket tergantung dari jumlah kadar air campuran dan macam pengering. Suhu pengeringan umumnya yang dilakukan adalah 60˚C selama 24 jam (Nugrahaeni JI, 2008).

Bahan bakar adalah bahan yang apabila dibakar dapat meneruskan proses pembakaran tersebut dengan sendirinya dan disertai dengan pengeluaran panas. Syarat suatu bahan dapat menjadi bahan bakar yaitu memiliki nilai kalor tinggi, jumlah ketersediaan bahan yang memadai, laju pembakaran yang baik, dan nyaman dalam penggunaan (Denitasari NA, 2011). Bahan bakar berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi 3 jenis yaitu bahan bakar padat, cair, gas. Bahan bakar padat adalah bahan bakar yang bersifat keras dan strukturnya padat, contohnya adalah batubara. Bahan bakar cair adalah bahan bakar yang strukturnya tidak rapat dan molekulnya lebih bebas dibanding bahan bakar padat, contoh bahan bakar cair adalah bensin dan minyak tanah. Bahan bakar gas adalah bahan bakar yang struktur molekulnya bergerak bebas, contoh bahan bakar gas adalah gas alam, gas batubara, dan gas petroleum cair. Beberapa contoh bahan bakar yang ada saat ini dan besar nilai kalornya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai kalor dari beberapa bahan bakar

Bahan bakar Nilai kalor (kal/g)

Batubara 6999.5

Bahan bakar minyak 10224.6

Kayu 4491.2

Gas alam 9722.9

Sumber: Yudanto dan Kusumaningrum (2009)

Menurut Subroto (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran biobriket meliputi ukuran partikel, kecepatan aliran udara, jenis bahan bakar, dan suhu udara pembakaran.

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Teknologi Energi Badan BPPT, Serpong selama 4 bulan dari rentang waktu antara Juni hingga September 2015.

3.2 Alat dan Bahan

(17)

desikator, kompor briket, timbangan digital, infrared thermometer, kantong plastik.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu limbah padat organik rumah tangga seperti sisa makanan, sisa sayur/buah, dan limbah padat pertanian yaitu serbuk kayu sengon. Serta bahan baku perekat yaitu tepung kanji. Gambar alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama adalah peningkatan nilai kalor, dimana pada tahap ini dilakukan komposisi dan karakteristik bahan, pencacahan bahan, dan pencampuran bahan. Tahap kedua adalah pembuatan biobriket yang terdiri dari pemadatan bahan baku, pembuatan perekat, pencampuran dengan perekat, pencetakan briket, dan pengeringan briket. Tahap ketiga adalah pengujian biobriket yang terdiri dari penentuan kadar air, kadar abu, kerapatan, nilai kalor, kandungan unsur C,H,O,N,S serta pengujian pembakaran biobriket. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.3.1 Komposisi dan Karakteristik Bahan

Limbah padat organik rumah tangga yang sudah terkumpul kemudian dapat dilihat komposisinya seperti persentase sisa makanan yaitu nasi, daging, dan lainnya dengan sisa sayur/buah. Pada tahap karakteristik bahan, dimana bahan baku yang digunakan yaitu limbah padat organik rumah tangga dan serbuk kayu sengon diuji nilai kalor dan kadar air nya di laboratorium. Hal ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik awal bahan baku biobriket. Tahapan komposisi dan karakteristik bahan lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

Gambar 1 Kegiatan pemilahan bahan Gambar 2 Pengujian nilai kalor bahan dengan bomb calorimeter

3.3.2 Pencacahan Bahan

(18)

seragam 10-20 mm. Pencacahan dilakukan menggunakan alat sederhana karena jumlah bahan yang tidak terlalu banyak. Bahan baku pada penelitian ini tidak mengalami proses pengarangan karena terkait dengan biaya yang lebih besar dan waktu yang lebih lama jika melalui proses pengarangan. Hasil pencacahan limbah tersaji pada Gambar 3.

Gambar 3a Limbah rumah tangga awal Gambar 3b Hasil pencacahan limbah

3.3.3 Pencampuran Bahan

Limbah padat organik rumah tangga yang sudah berukuran seragam kemudian dicampur dengan serbuk kayu sengon berdasarkan formulasi campuran bahan yang telah ditentukan, dapat dilihat contohnya pada Gambar 4.

Gambar 4 Pencampuran bahan baku

Formulasi yang ditentukan untuk pencampuran bahan dibedakan menjadi 4 sampel yaitu biobriket 1, biobriket 2, biobriket 3, dan biobriket 4. Formulasi bahan baku tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Formulasi bahan baku

Sampel Keterangan

Biobriket 1 Limbah padat organik rumah tangga 100%

(19)

3.3.4 Pemadatan Bahan

Bahan baku yang sudah tercampur sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan kemudian mengalami proses pemadatan, yang bertujuan untuk menghaluskan dan mengurangi kadar air. Proses pemadatan bahan baku menggunakan mesin expeller sistem ulir tunggal dengan tekanan 30-40 kg/cm² dan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5 Proses pemadatan bahan Gambar 6 Expeller

3.3.5 Pembuatan Perekat

Bahan perekat yang digunakan adalah tepung kanji. Pembuatan perekat diawali dengan tepung kanji dicampur dengan air menggunakan perbandingan komposisi 1:10, selanjutnya tepung kanji dan air yang sudah tercampur

dipanaskan dan diaduk sampai mengental. Pembuatan perekat dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pembuatan lem kanji

3.3.6 Pencampuran dengan Perekat

(20)

Gambar 8 Pencampuran dengan lem kanji

3.3.7 Pencetakan Briket

Bahan dan tepung kanji yang sudah tercampur secara merata kemudian dicetak menggunakan alat pencetak briket manual dengan kapasitas pencetakan sebanyak 8 briket dalam satu kali proses pencetakan. Hasil pencetakan biobriket dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Hasil pencetakan biobriket

3.3.8 Pengeringan Briket

(21)

Gambar 10 Pengeringan biobriket

3.3.9 Pengujian Mutu Biobriket

Pengujian mutu biobriket pada penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu pengujian sifat fisis yang terdiri dari penetapan kadar air dan kerapatan, pengujian sifat kimia yang terdiri dari penetapan kadar abu, nilai kalor, pengujian kandungan unsur C,H,O,N,S. dan yang terakhir adalah pengujian pembakaran biobriket.

3.3.9.1 Pengujian Sifat Fisis

a. Penetapan Kadar Air

Sampel biobriket dimasukkan ke dalam cawan porselin kemudian ditimbang dengan timbangan digital hingga beratnya sebesar dua gram. Sampel tersebut dimasukkan ke oven untuk dikeringkan dengan suhu 105˚C hingga beratnya konstan selama 2 jam. Sampel yang telah konstan beratnya kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Penetapan kadar air dilakukan sebanyak dua kali pengulangan dan tersaji pada Gambar 11 dan 12. Penetapan kadar air mengacu pada ASTM D-3172. Kadar air biobriket dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

� = − ���� � %

Keterangan :

KA = Kadar air bahan (%) BA = Berat awal (gram)

(22)

Gambar 11 Pengukuran berat sampel Gambar 12 Oven yang digunakan dalam penetapan kadar air

b. Penetapan Kerapatan

Kerapatan dinyatakan dalam perbandingan berat dan volume. Biobriket yang telah dihasilkan diukur bobotnya menggunakan timbangan elektrik dalam satuan gram pada kondisi kering udara. Selanjutnya biobriket tersebut diukut dimensi tinggi dan diameter untuk mengetahui volumenya dalam satuan centimeter. Nilai bobot dan nilai volume biobriket digunakan untuk menetapkan besarnya kerapatan biobriket tersebut. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Penetapan kerapatan biobriket tersaji pada Gambar 13 dan Gambar 14. Penetapan kerapatan berdasarkan ASTM 1959. Persamaan penetapan kerapatan biobriket adalah sebagai berikut:

�� =

Keterangan :

Kr = Kerapatan (g/cm3) BBA = Berat biobriket (gram) VBA = Volume biobriket (cm3)

Gambar 13 Pengukuran tinggi biobriket

(23)

3.3.9.2 Pengujian Sifat Kimia

a. Penetapan Kadar Abu

Kadar abu adalah persentase perbandingan berat abu dengan berat kering tanur. Sampel biobriket dimasukkan ke dalam cawan porselin kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital. Cawan porselin yang sudah terisi sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven, suhu oven diatur mulai dari suhu

400˚C hingga mencapai suhu 750˚C. Proses dalam oven terjadi selama 4 jam.

Penetapan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 15. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Penetapan kadar abu mengacu pada ASTM D-3174. Persamaan untuk menghitung kadar abu biobriket sebagai berikut:

� = �� � %

Keterangan :

KAB : Kadar abu (%) BAB : Berat abu (gram)

BKT : Berat kering tanur (gram)

Gambar 15 Proses pengabuan dengan oven

b. Penetapan Nilai Kalor

Sampel sebanyak satu gram dimasukkan ke dalam wadah (crucible), kemudian pasang fuse wire pada sample holder. Jarak antara fuse wire dengan sampel ± 0.5 cm dan tidak menyentuh crucible. Sample holder dimasukkan ke dalam bomb seperti tersaji pada Gambar 16, kemudian bomb diisi dengan oksigen sampai mencapai tekanan 420 Psi. Bomb bucket diisi dengan air dan bomb dimasukkan ke dalam bomb bucket, kemudian bom bucket dimasukkan ke dalam alat dan cover bucket ditutup.

(24)

Gambar 16 Sample holder dimasukkan ke bomb

c. Pengujian Kandungan Unsur C,H,O,N,S

Pengujian unsur karbon, hidrogen, nitrogen diawali dengan mempersiapkan sampel yang akan diuji, kemudian meletakkan tin foil cup diatas timbangan digital dan menekan tombol tare untuk menera hingga stabil. Sampel yang sudah dipersiapkan sebelumnya kemudian dimasukkan ke dalam tin foil cup dengan berat 0.25 gram. Selanjutnya tin foil cup dibungkus secara rapat agar udara luar tidak masuk, tin foil cup yang sudah terbungkus rapat kemudian diletakkan ke carousel sesuai dengan urutan pengujian yang akan dilakukan.

Tahap selanjutnya adalah memasukkan nama sampel, metode yang digunakan, dan berat sampel, setelah semua data telah lengkap klik OK kemudian klik analyze pada komputer. CHN analyzer akan otomatis melakukan analisa dan dibutuhkan waktu selama 5 menit, serta hasil analisa akan otomatis tersaji pada layar monitor.Pengujian unsur CHN mengacu pada ASTM D-5373 for coal and coke.

Pengujian unsur sulfur diawali dengan persiapan sampel yang akan diuji, kemudian meletakkan cawan keramik pada timbangan digital dan menekan tombol tare hingga beratnya stabil. Sampel yang sudah disiapkan kemudian dimasukkan ke cawan keramik hingga beratnya 0.25 gram. Selanjutnya cawan keramik dimasukkan ke dalam tempat yang sudah tersedia pada alat sulfur analyzer. Tahap selanjutnya adalah memasukkan info yang terkait dengan sampel, setelah semua sudah lengkap klik analyze untuk memulai proses analisa.Waktu yang dibutuhkan untuk menganalisa yaitu selama 5 menit, kemudian hasil analisa otomatis tersaji pada layar monitor. Pengujian unsur sulfur mengacu pada ASTM D-4239 for coal and coke. Sementara itu, untuk mendapatkan hasil unsur oksigen ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:

O (%) = 100 % - C (%) – H (%) – N (%) – S (%)

(25)

Gambar 17 Pengukuran berat sampel awal

Gambar 18 Pengujian kandungan unsur biobriket

3.3.9.3 Pengujian Pembakaran Biobriket

Pengujian diawali dengan mempersiapkan biobriket yang akan digunakan dalam pengujian, biobriket yang digunakan yaitu sebanyak 15 biobriket untuk masing-masing sampel. Tahap awal yaitu biobriket diletakkan ke dalam kompor briket dan untuk membantu proses penyalaan biobriket, beberapa biobriket dicelupkan ke dalam minyak tanah secukupnya. Biobriket yang sudah tersusun di dalam kompor briket kemudian dibakar setelah biobriket sudah terbakar dan bara sudah terbentuk, panci yang berisi air diletakkan diatas kompor briket.

Parameter yang diukur pada pengujian ini adalah temperatur nyala bara biobriket dan temperatur permukaan panci serta lamanya biobriket terbakar habis. Pengukuran menggunakan infrared thermometer digital dan pengukuran temperatur dilakukan setiap 5 menit. Pengujian pembakaran biobriket berakhir ketika biobriket sudah habis menjadi abu. Pembakaran biobriket dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20.

Gambar 19 Biobriket disusun ke dalam kompor briket

Gambar 20 Pengujian pembakaran biobriket

3.4 Rancangan Percobaan

(26)

jenis contoh uji pada setiap perlakuan kecuali pada uji kerapatan ulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Model matematis dari rancangan percobaan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yij = μ + Ti + εij

Pengujian pengaruh digunakan uji Duncan. Pengolahan data statistik pada penelitian ini menggunakan program SPSS.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian terdiri dari pengujian sifat fisis dan kimia biobriket yang berasal dari campuran limbah padat organik rumah tangga dan serbuk kayu sengon yang disajikan pada Tabel 5. Biobriket yang dihasilkan tersaji pada Gambar 21. Hasil uji bakar biobriket yang disajikan pada Gambar 22, Gambar 23, Gambar 24, dan Gambar 25.

Tabel 5. Hasil pengujian sifat fisis dan kimia biobriket Sampel Sifat fisis dan kimia biobriket

Kadar air

Keterangan : Biobriket 1 ( 100% limbah padat organik rumah tangga)

Biobriket 2 ( 75% limbah padat organik rumah tangga dan 25% serbuk kayu sengon)

Biobriket 3 ( 50% limbah padat organik rumah tangga dan 50% serbuk kayu sengon)

(27)

Gambar 21 Biobriket yang dihasilkan

Gambar 22 Uji bakar biobriket 1 0

50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85

Suhu (

˚C)

Waktu ke (menit)

Suhu bawah panci

Suhu bara

1 3

(28)

Gambar 23 Uji bakar biobriket 2

(29)

Gambar 25 Uji bakar biobriket 4

4.1 Kadar Air

Nilai kadar air biobriket seperti tersaji pada Gambar 26 menunjukkan bahwa kadar air biobriket berkisar antara 7.67-13.5%. Data hasil pengujian kadar air biobriket secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.

Gambar 26 Grafik nilai kadar air biobriket

Kadar air yang tinggi pada biobriket 1 dikarenakan komposisi penyusunnya yang berisi 100% limbah padat organik rumah tangga dan kadar air yang terkandung pada limbah padat organik rumah tangga sendiri memang cukup tinggi. Sementara itu, kadar air biobriket 2 merupakan kadar air yang paling rendah diantara kadar air yang dimiliki biobriket lain. Hal ini dapat terjadi karena berkaitan saat proses pemadatan/pengepresan menggunakan expeller, dimana biobriket 2 mengalami penurunan kadar air yang lebih baik dibanding biobriket lain. Selain itu kadar air yang paling rendah pada biobriket 2 berkaitan juga dengan nilai kalor yang dihasilkan biobriket 2 yaitu nilai kalor yang paling tinggi dibanding biobriket lain.

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4

(30)

Nilai kadar air biobriket pada penelitian ini berkisar antara 7.67%-13.5%, hasil kadar air ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kadar air briket arang dari campuran kulit kacang, ranting sengon, dan sebetan bambu pada penelitian Sani (2009) yaitu sebesar 1.57%-2.18%. Hal ini disebabkan karena penelitian ini menggunakan bahan baku yang memiliki kadar air yang tinggi yaitu limbah padat organik rumah tangga, sehingga kadar air yang dimiliki biobriket pada penelitian ini lebih tinggi. Hasil nilai kadar air pada penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air briket arang limbah organik perkotaan pada penelitian Setyawan (2006) yaitu sebesar 2.59%-9.31%. Proses pengeringan bahan baku awal dan pengeringan briket juga berpengaruh terhadap kadar air. Proses pengeringan yang masih kurang maksimal pada penelitian ini menjadi salah satu faktor penyebab kadar air biobriket yang dihasilkan cukup tinggi.

Hasil analisis sidik ragam terhadap kadar air (Lampiran 4) memperlihatkan bahwa ada pengaruh komposisi bahan baku biobriket terhadap besarnya nilai kadar air. Hal ini terlihat pada nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata 5%. Hasil uji lanjut duncan pada nilai kadar air (Lampiran 4) menunjukkan bahwa biobriket berbeda nyata kecuali biobriket 3 dan biobriket 4 tidak berbeda nyata. Penambahan serbuk sengon dapat mempengaruhi nilai kadar air.

4.2 Kerapatan

Nilai kerapatan biobriket seperti tersaji pada Gambar 27 menunjukkan bahwa kerapatan biobriket berkisar antara 0.43-0.82 g/cm³. Data hasil pengujian kerapatan biobriket secara lengkap disajikan pada Lampiran 5.

Gambar 27 Grafik nilai kerapatan biobriket

Biobriket 1 memiliki nilai kerapatan yang paling tinggi dibandingkan dengan biobriket lain dalam penelitian ini. Sementara kerapatan biobriket yang paling rendah adalah biobriket 3. Kerapatan biobriket 1 memiliki nilai kerapatan tinggi karena unsur penyusun biobriket 1 yaitu 100% limbah padat organik rumah tangga. Unsur penyusun yang homogen ini membuat kerapatan yang dimiliki biobriket 1 menjadi tinggi, dan juga dapat dikatakan bahwa akan terjadi

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4

(31)

penurunan nilai kerapatan biobriket jika pembuatan biobriket menggunakan campuran limbah padat organik rumah tangga dengan serbuk kayu sengon. Hal ini diduga karena adanya pengaruh tekanan dan keseragaman serbuk dalam pembuatan biobriket ini. Semakin seragam atau homogen ukuran serbuk dalam pembuatan briket maka akan menghasilkan kepadatan dan juga kerapatan yang tinggi (Triono, 2006).

Nilai kerapatan biobriket pada penelitian kali ini yaitu sebesar 0.43-0.82 g/cm³, hasil kerapatan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kerapatan briket arang dari campuran kulit kacang, ranting sengon, dan sebetan bambu pada penelitian Sani (2009) yaitu sebesar 0.40-0.53 g/cm³. Keseragaman bentuk dan ukuran serbuk pada penelitian ini yang lebih baik mengakibatkan nilai kerapatan briket yang dimiliki lebih tinggi dibanding nilai kerapatan pada penelitian Sani. Nilai kerapatan biobriket pada penelitian ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kerapatan briket arang limbah organik perkotaan pada penelitian Setyawan (2006) yaitu 0.32-0.71 g/cm³. Bahan baku dan formulasi pada pembuatan briket arang limbah organik perkotaan cukup beragam dibandingkan dengan penelitian ini sehingga pada penelitian Setyawan, tidak cukup homogen dalam ukuran arang. Ini yang mengakibatkan kerapatan briket arang limbah organik perkotaan cukup rendah.

Hasil analisis sidik ragam terhadap kerapatan (Lampiran 6) menunjukkan bahwa ada pengaruh komposisi bahan baku biobriket terhadap kerapatan. Hal ini terlihat dari nilai F hitung yang lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata 5%. Hasil uji lanjut duncan pada kerapatan (Lampiran 6) memperlihatkan bahwa biobriket berbeda nyata kecuali biobriket 2 dan biobriket 4 tidak berbeda nyata.

4.3 Kadar Abu

Kadar abu pada penelitian ini yang tersaji pada Gambar 28 menunjukkan bahwa kadar abu biobriket yang dihasilkan berkisar antara 3.14-19.46%. Data hasil pengujian kadar abu biobriket pada penelitian kali ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.

Gambar 28 Grafik nilai kadar abu biobriket 0

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4

(32)

Nilai kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini paling tinggi terdapat pada biobriket 1 yaitu sebesar 19.46%. Kadar abu yang tinggi yang dimiliki biobriket 1 berkaitan dengan unsur silika, karena unsur silika merupakan unsur utama yang terdapat dalam abu. Silika dapat menurunkan nilai kalor bakar yang dihasilkan, jadi dapat dikatakan kadar abu berkaitan langsung dengan nilai kalor suatu briket. Semakin tinggi kadar abu suatu briket maka akan semakin rendah nilai kalor briket tersebut. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini, dimana biobriket 1 yang memiliki nilai kadar abu yang tinggi menyebabkan nilai kalor nya paling rendah dibandingkan dengan biobriket lain. Sementara itu, nilai kadar abu yang paling rendah dimiliki oleh biobriket 2 menyebabkan nilai kalor biobriket 2 paling tinggi dibandingkan dengan biobriket lain. Faktor jenis bahan baku juga sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar abu briket yang dihasilkan.

Kadar abu pada penelitian kali ini yaitu sebesar 3.14-19.46%, hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kadar abu briket arang dari campuran kulit kacang, ranting sengon, dan sebetan bambu penelitian Sani (2009) yaitu sebesar 10.92-15.09%. Hal ini berkaitan dengan kadar silikat yang terkandung dalam briket, ini berarti kadar silikat dalam biobriket penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan briket arang penelitian Sani (2009). Selain itu, jenis bahan baku dan kadar abu bahan baku dalam pembuatan briket juga berpengaruh pada tinggi rendah nya nilai kadar abu yang terkandung dalam briket. Sementara itu nilai kadar abu pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kadar abu briket arang limbah organik perkotaan Setyawan (2006) yaitu sebesar 1.75-10.47%. Kadar abu yang dihasilkan briket arang penelitian Setyawan (2006) lebih rendah dan lebih baik dibandingkan penelitian ini, hal tersebut berkaitan terhadap bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang digunakan pastinya memiliki komposisi kimia dan jumlah mineral yang berbeda-beda, sehingga ini mengakibatkan kadar abu briket yang dihasilkan juga berbeda (Hendra dan Winarni, 2003).

Hasil analisis sidik ragam terhadap kadar abu (Lampiran 8) menunjukkan bahwa ada pengaruh komposisi bahan baku biobriket terhadap kadar abu. Hal ini terlihat dari nilai F hitung yang lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata 5%. Hasil uji lanjut duncan pada kadar abu (Lampiran 8) memperlihatkan bahwa semua biobriket berbeda nyata.

4.4 Nilai Kalor

(33)

Gambar 29 Grafik nilai kalor biobriket

Nilai kalor paling tinggi pada penelitian ini dimiliki oleh biobriket 2 yaitu sebesar 5336.7 kal/g. Nilai kalor yang tinggi pada biobriket 2 diduga karena berkaitan dengan kadar air yang rendah yang dimiliki biobriket 2 dibandingkan dengan kadar air yang dimiliki biobriket lain. Kadar air biobriket 2 paling rendah yaitu sebesar 7.67% seperti tersaji pada Gambar 1, sehingga bisa dikatakan kadar air rendah yang terdapat pada biobriket 2 mengakibatkan nilai kalor yang tinggi. Selain itu, kadar abu juga berpengaruh pada nilai kalor suatu biobriket. Kadar abu yang dimiliki biobriket 2 juga paling rendah yaitu sebesar 3.14% seperti tersaji pada gambar 3. Hal tersebut karena semakin besar kadar abu yang dimiliki oleh suatu biobriket dapat mempengaruhi nilai kalor pembakaran biobriket itu sendiri. Sementara itu, nilai kalor paling rendah pada penelitian ini terdapat pada biobriket 1 yaitu sebesar 4216.75 kal/g. Hal ini diduga karena berkaitan juga dengan kadar air biobriket 1 yang tinggi jika dibandingkan dengan biobriket lain yaitu sebesar 13.5%. Dan kadar abu yang dimiliki biobriket 1 yang sangat tinggi dibandingkan dengan kadar abu biobriket lain yaitu sebesar 19.46%. Semakin tinggi kadar air yang dimiliki suatu briket maka akan berpengaruh akan penurunan nilai kalor briket karena proses pembakaran menjadi kurang efisien ( Listiyanawati et al, 2008).

Nilai kalor pada penelitian kali ini yaitu sebesar 4216.75-5336.7 kal/g, hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kalor briket ampas tebu penelitian Hartadi (2015) yaitu sebesar 4022-4155 kal/g. Faktor jenis bahan baku juga mempengaruhi besarnya nilai kalor bakar briket yang dihasilkan, karena di dalam setiap jenis bahan baku memiliki kadar karbon terikat yang berbeda sehingga mengakibatkan nilai kalor yang berbeda juga. Hasil nilai kalor biobriket pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kalor briket arang limbah organik perkotaan Setyawan (2006) yaitu sebesar 5953-6906 kal/g. Nilai kalor yang dihasilkan briket arang penelitian Setyawan (2006) lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan penelitian ini, hal tersebut berkaitan dengan kadar air. Kadar air pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kadar air briket arang pada penelitian Setyawan (2006). Selain itu, pada penelitian ini tidak melakukan proses karbonisasi seperti pada penelitian Setyawan (2006). Proses karbonisasi juga sangat berpengaruh akan tinggi nya nilai kalor pembakaran yang akan dihasilkan. Briket arang memang memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dan

0

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4

(34)

lebih baik dibandingkan dengan briket non karbonisasi seperti pada penelitian ini. Nilai kalor biobriket pada penelitian ini dibandingkan dengan nilai kalor briket penelitian lain dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai kalor beberapa briket

Briket Nilai kalor (kal/g)

Biobriket limbah padat organik 4216.75-5336.7

Briket ampas tebu 4022-4155

Briket arang limbah organik perkotaan 5953-6906

Hasil analisis sidik ragam terhadap nilai kalor (Lampiran 10) menunjukkan bahwa ada pengaruh komposisi bahan baku biobriket terhadap nilai kalor. Hal ini terlihat dari nilai F hitung yang lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata 5%. Hasil uji lanjut duncan pada nilai kalor (Lampiran 10) memperlihatkan bahwa semua biobriket berbeda nyata. Penambahan serbuk kayu sengon juga mempengaruhi besarnya nilai kalor.

4.5 Unsur C,H,O,N,S Biobriket

Biobriket memiliki unsur-unsur kimia yang terkandung di dalamnya, yaitu unsur karbon, unsur hidrogen, unsur oksigen, unsur nitrogen dan unsur sulfur. Unsur-unsur tersebut berkaitan dengan proses pembakaran biobriket dan juga terkait dengan dampak dari proses pembakaran biobriket tersebut terhadap pencemaran lingkungan. Hasil pengujian unsur C,H,O,N,S biobriket dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil pengujian kandungan unsur C,H,O,N,S biobriket Sampel Karbon (%) Hidrogen (%) Oksigen (%) Nitrogen (%) Sulfur (%)

Biobriket 1 36.42 5.87 54.37 2.93 0.4

Biobriket 2 48.75 6.06 44.73 0.31 0.15

Biobriket 3 47.47 6.37 45.29 0.64 0.21

Biobriket 4 45.26 5.79 48.79 0.08 0.07

Keterangan : Biobriket 1 ( 100% limbah padat organik rumah tangga)

Biobriket 2 ( 75% limbah padat organik rumah tangga dan 25% serbuk kayu sengon)

Biobriket 3 ( 50% limbah padat organik rumah tangga dan 50% serbuk kayu sengon)

Biobriket 4 ( 25 % limbah padat organik rumah tangga dan 75% serbuk kayu sengon)

(35)

memiliki nilai kalor paling tinggi jika dibandingkan dengan biobriket lain. Sementara itu biobriket 1 yang memiliki kadar karbon paling rendah juga memiliki nilai kalor paling rendah dibandingkan dengan biobriket lain. Dapat dikatakan bahwa kadar karbon berkaitan dengan nilai kalor suatu biobriket.

Unsur hidrogen yang dimiliki biobriket pada penelitian ini dari yang tertinggi hingga terendah dimiliki oleh biobriket 3, biobriket 2, biobriket 1, biobriket 4 dengan nilai 6.37%, 6.06%, 5.87%, dan 5.79% berturut-turut. Unsur hidrogen yang terkandung dalam biobriket berkaitan dengan proses pembakaran, karena unsur hidrogen dan juga unsur karbon merupakan unsur pembentuk senyawa hidrokarbon. Sementara itu, unsur oksigen yang dimiliki biobriket pada penelitian ini dari yang tertinggi hingga terendah dimiliki oleh biobriket 1, biobriket 4, biobriket 3, biobriket 2 dengan nilai 54.37%, 48.79%, 45.29%, dan 44.73% berturut-turut. Semakin tinggi kadar oksigen yang dimiliki oleh biobriket maka akan semakin baik dalam proses pembakaran, karena sesungguhnya proses pembakaran itu sendiri adalah reaksi kimia dengan oksigen yang ada dalam udara. Sehingga kadar oksigen memang berpengaruh penting dalam proses pembakaran.

Kadar unsur nitrogen yang dimiliki biobriket pada penelitian ini dari yang tertinggi hingga terendah dimiliki oleh biobriket 1, biobriket 3, biobriket 2, biobriket 4 dengan nilai 2.93%, 0.64%, 0.31%, dan 0.08% berturut-turut. Sementara itu, pada penelitian ini unsur sulfur yang dimiliki biobriket dari yang paling tinggi hingga terendah yaitu biobriket 1, biobriket 3, biobriket 2, biobriket 4 dengan nilai 0.4%, 0.21%, 0.15%, dan 0.07% berturut-turut. Unsur nitrogen dan unsur sulfur merupakan unsur-unsur yang berbahaya sebagai pencemar udara ketika proses pembakaran terjadi. Karena unsur nitrogen dan sulfur dapat menimbulkan gas-gas asam seperti SOx dan NOx. Data hasil pengujian unsur C,H,O,N,S biobriket pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11.

Hasil analisis sidik ragam terhadap unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur (Lampiran 12) menunjukkan bahwa ada pengaruh komposisi bahan baku biobriket terhadap unsur-unsur tersebut. Hal ini terlihat dari nilai F hitung yang lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata 5%. Hasil uji lanjut duncan pada unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur (Lampiran 12) memperlihatkan bahwa semua biobriket berbeda nyata.

4.6 Uji Bakar Biobriket

Pengujian bakar pada biobriket bertujuan untuk mengetahui seberapa baik kualitas panas yang dihasilkan biobriket ketika proses pembakaran terjadi. Masing-masing biobriket memiliki nilai panas yang berbeda satu sama lain, hal tersebut dapat dilihat dari suhu yang dihasilkan. Selain itu waktu lama biobriket terbakar juga berbeda satu sama lain. Data hasil uji bakar biobriket pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 13.

Biobriket 1 memiliki suhu bara yang berkisar antara 122.4-487.1˚C seperti tersaji pada Gambar 1. Suhu bara maksimal yang dimiliki biobriket 1 yaitu

sebesar 487.1˚C, suhu tersebut sudah cukup tinggi dan baik untuk biobriket.

(36)

sesuai dengan lamanya waktu biobriket hingga habis terbakar. Lama waktu biobriket 1 hingga habis terbakar yaitu selama 50 menit.

Uji bakar biobriket 2 memiliki hasil suhu bara yang berkisar antara 125-560.2˚C seperti yang tersaji pada Gambar 2. Suhu bara maksimal yang dimiliki biobriket 2 yaitu sebesar 560.2˚C. Hasil suhu bawah panci berkisar antara

70.5-257˚C. Suhu bawah panci biobriket 2 memiliki hal yang berbeda dibandingkan

dengan hasil uji biobriket lain yaitu suhu bawah panci yang tidak turun secara terus menerus tetapi di waktu tertentu suhu bawah panci menjadi naik. Suhu

bawah panci saat menit ke 30 yaitu sebesar 207.3˚C tetapi suhu menjadi naik saat menit ke 35 yaitu sebesar 252.9˚C. Hal tersebut diduga karena masih ada biobriket yang belum terbakar secara sempurna, sehingga suhu bawah panci menjadi belum stabil dan menjadi lebih tinggi. Waktu yang diperlukan untuk biobriket 2 terbakar hingga habis yaitu selama 85 menit.

Biobriket 3 memiliki suhu bara yang berkisar antara 126.2-546.7˚C seperti tersaji pada Gambar 3. Suhu bara maksimal yang dimiliki biobriket 3 yaitu

sebesar 546.7˚C, suhu tersebut sudah tinggi dan baik untuk biobriket sebagai

bahan bakar. Sementara itu suhu bawah panci berkisar antara 71.7 – 336.8˚C, dapat dilihat bahwa suhu bara dan suhu bawah panci memiliki tren sama yaitu suhu menurun sesuai dengan lamanya waktu biobriket hingga habis terbakar. Lama waktu biobriket 3 hingga habis terbakar yaitu selama 60 menit.

Biobriket 4 memiliki suhu bara yang berkisar antara 109.5-488.2˚C seperti tersaji pada Gambar 4. Suhu bara maksimal yang dimiliki biobriket 4 yaitu

sebesar 488.2˚C, suhu tersebut sudah tinggi dan baik untuk biobriket sebagai

bahan bakar. Sementara itu suhu bawah panci berkisar antara 82.5 – 378.2˚C, dapat dilihat bahwa suhu bara dan suhu bawah panci memiliki tren sama yaitu suhu menurun sesuai dengan lamanya waktu biobriket hingga habis terbakar. Lama waktu biobriket 4 hingga habis terbakar yaitu selama 55 menit.

4.7 Mutu Biobriket

Biobriket memiliki karakteristik yang berbeda-beda satu sama lain, sehingga untuk menjadikan biobriket sebagai bahan bakar yang baik perlu adanya penetapan mutu biobriket pada penelitian ini. Mutu biobriket sebagai bahan bakar padat dapat diketahui dengan cara membandingkan dengan standar Indonesia yaitu standar mutu briket arang kayu di Indonesia. Perbandingan nilai hasil penelitian dengan standar mutu briket arang kayu di Indonesia menurut SNI 01-6235-2000 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Perbandingan nilai biobriket hasil penelitian dengan SNI Parameter Uji Hasil penelitian Nilai SNI

Kadar air (%) 7.67-13.5 Maks 8

Kadar abu (%) 3.14-19.46 Maks 8

Nilai kalor (kal/g) 4216.75-5336.7 Min 5000

(37)

biobriket pada penelitian ini yang tedapat pada Tabel 2 yaitu biobriket 1, biobriket 2, biobriket 3, dan biobriket 4 berturut-turut sebesar 13.5%, 7.67%, 8.46%, dan 8.21%. Biobriket 1, biobriket 3, dan biobriket 4 tidak memenuhi standar jika dibandingkan dengan standar mutu kadar air briket arang kayu di Indonesia, karena nilai kadar air ketiga biobriket tersebut yang lebih besar dari 8%. Hanya biobriket 2 yang memenuhi standar mutu kadar air briket arang kayu karena nilai kadar air biobriket 2 yang lebih kecil dari 8%.

Nilai standar mutu kadar abu briket arang kayu di Indonesia yaitu biobriket 3 tidak lebih besar daripada 8%.

Parameter lain yang juga penting dalam hal menentukan mutu suatu biobriket adalah nilai kalor. Standar mutu nilai kalor briket arang kayu seperti tersaji pada Tabel 9, dapat dilihat bahwa nilai kalor standar yaitu sebesar minimal 5000kal/g. Sementara itu nilai kalor biobriket pada penelitian ini yang tedapat pada Tabel 2 yaitu biobriket 1, biobriket 2, biobriket 3, dan biobriket 4 berturut-turut sebesar 4216.75 kal/g, 5336.7 kal/g, 5274.5 kal/g, dan 4768.73 kal/g. Berdasarkan standar mutu nilai kalor briket arang kayu, maka biobriket yang memenuhi standar nilai kalor tersebut hanya biobriket 2 dan biobriket 3. Biobriket 2 dan biobriket 3 memiliki nilai kalor lebih besar dari 5000 kal/g, hal ini menandakan bahwa biobriket 2 dan biobriket 3 memiliki nilai kalor yang baik.

Selain itu, terdapat parameter lain yang dapat menentukan mutu biobriket yaitu berdasarkan Permen ESDM (2006), dimana dinyatakan total sulfur briket bio-batubara yaitu maksimal 1%. Jika dibandingkan dengan nilai sulfur yang dimiliki biobriket penelitian ini yang terdapat pada Tabel 3 yaitu biobriket 1, biobriket 2, biobriket 3, biobriket 4 berturut-turut sebesar 0.4%, 0.15%, 0.21%, dan 0.07%, maka semua biobriket penelitian ini memenuhi standar kualitas total sulfur briket bio-batubara. Hal ini menandakan biobriket pada penelitian ini baik sebagai bahan bakar dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan saat dibakar.

Berdasarkan standar mutu briket arang kayu di Indonesia, maka dapat dikatakan biobriket yang dihasilkan pada penelitian ini belum semuanya memiliki mutu yang baik. Hanya biobriket 2 yang sudah memiliki mutu baik sesuai dengan standar mutu briket arang kayu di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa biobriket limbah padat organik dapat dijadikan bahan bakar alternatif yang baik, walau tidak semua biobriket hasil penelitian ini sudah memenuhi standar mutu briket yang ada di Indonesia.

(38)

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Kesimpulan yang dapat diambil setelah dilakukannya penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

1. Biobriket yang dihasilkan pada penelitian ini mempunyai nilai kalor berkisar antara 4216.74-5336.7 kal/g.

2. Besarnya nilai kalor dipengaruhi komposisi limbah padat organik rumah tangga dan serbuk sengon. Berdasarkan hasil penelitian, biobriket 2 ( 75% limbah padat organik rumah tangga dan 25% serbuk kayu sengon) merupakan biobriket terbaik diantara biobriket lain.

3. Hasil uji sifat fisis dan kimia biobriket limbah padat organik menunjukkan kisaran nilai kadar air 7.67-13.5%, kerapatan 0.43-0.82 g/cm³, kadar abu 3.14-19.46%, nilai kalor 4216.75-5336.7 kal/g, unsur karbon 36.42-48.75%, unsur hidrogen 5.87-6.37%, unsur oksigen 44.73-54.37%, unsur nitrogen 0.08-2.93%, dan unsur sulfur 0.07-0.4%.

4. Pengujian pembakaran biobriket yang dilakukan menunjukkan bahwa kualitas panas biobriket yang dihasilkan baik yaitu memiliki suhu bara

maksimal sebesar 586˚C dan suhu bawah panci maksimal sebesar 429.7˚C,

serta waktu biobriket habis terbakar berkisar antara 50-85 menit.

5. Mutu biobriket yang dihasilkan pada penelitian ini sebagai bahan bakar termasuk cukup baik yaitu sudah sesuai dengan standar mutu briket arang kayu di Indonesia (SNI 01-6235-2000) yang meliputi kadar air, kadar abu, dan nilai kalor, serta sudah sesuai dengan standar nilai total sulfur briket bio-batubara (Permen ESDM 2006).

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi yang paling tepat antara limbah padat organik dengan serbuk kayu sengon untuk meningkatkan kualitas biobriket limbah padat organik.

6 DAFTAR PUSTAKA

Abdullah K. 2002. Biomass Energy Potential and Utilization in Indonesia. Bogor (ID): IPB Pr.

Aris A. 2013. Kajian pengelolaan hutan rakyat jenis sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen): Kasus Desa Kesenet Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(39)

[BSN] Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2000. Briket Arang Kayu [Internet]. [diacu 2015 Okt 20]. Tersedia dari: http://sisni.bsn.go.id.

Boedjang. 1973. Pembuatan Arang Cetak. Bandung (ID): Penerbit ITB.

Denitasari NA. 2011. Briket Ampas Sagu Sebagai Bahan Bakar Alternatif [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

[Dinkeb] Dinas Kebersihan. Provinsi DKI Jakarta. 2010. Kondisi Sistem Pengelolaan Sampah DKI Jakarta Tahun 2010-2011 [Internet]. [diacu 2015 Jul 22]. Tersedia dari: http://inswa.or.id/wp-content/uploads/2012/11/Bab-5-Kondisi-Sistem-Pengelolaan-DKI-Jakarta-2010-2011.pdf.

[ESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2006. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 047 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara. Jakarta (ID): Energi Sumber Daya Mineral.

Ervando M. 2013. Pengaruh variasi temperatur cetakan terhadap karakteristik briket kayu Sengon pada tekanan kompaksi 6000 Psig [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang

Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang Kayu Gergajian dan Sebetan Kayu. J Penelitian Hasil Hutan. 21(1):1-9.

Hendra. 2007. Pembuatan Briket Arang dari Campuran Kayu, Bambu, Sabut Kelapa dan Tempurung Kelapa sebagai Sumber Energi Alternatif. J Penelitian Hasil Hutan. 1(1):1-20.

Kong GT. 2010. Peran Biomassa Bagi Energi Terbarukan. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.

Kurniawan E, Sediawan W. 2012. Karakterisasi dan Laju Pembakaran Biobriket Campuran Sampah Organik dan Bungkil Jarak. J Rekayasa Proses. 6(2):59-65.

Kurniawan R. 2007. Pembuatan Briket dari Sekam Padi dengan Penambahan Polyethylene sebagai Binder. J Teknik Kimia. 2(1):82-88.

Listiyanawati D, Trihadiningrum Y, Sungkono D, Alfa Mardhiani, Christyanto P. 2008. Eko-Briket dari Komposit Sampah Plastik Campuran dan Lignoselulosa [Internet]. [diacu 2015 Okt 10]. Tersedia dari: http://mmt.its.ac.id/library/wp-content/uploads/2008/06/20/prosiding-denny-listiyanawati-print.pdf.

Mc Cabe, Julian CS, Harriot P. 1976. Unit Operations of Chemical Engineering [Terjemahan]. Jakarta: Erlangga.

Nugrahaeni J. 2008. Pemanfaatan limbah tembakau (Nicotiana tabacum L.) untuk bahan pembuatan briket sebagai bahan bakar alternatif [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nugraha S, Rahmat R. 2008. Energi Mahal, Manfaatkan Briket Arang Sekam. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 30(4):10-11.

Sani HR. 2009. Pembuatan briket arang dari campuran kulit kacang, cabang, dan ranting pohon sengon serta sebetan bambu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saptoadi H. 2006. The Best Biobriquette Dimension and its Particle Size. The 2nd Joint International Conference on Sustainable Energy and Environment 2006. Thailand.

(40)

Subroto. 2006. Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara, Ampas Tebu dan Jerami. Media Mesin. 7(2):47-54.

Sukadaryati. 2006. Potensi Hutan Rakyat di Indonesia dan Permasalahannya. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Supriadi A. 2006. Potensi, Kegunaan dan Nilai Tambah Kayu dari Hutan Rakyat di Kabupaten Bogor. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Triono A. 2006. Karakteristik briket arang dari campuran serbuk gergajian kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl) dan sengon (Paraserienthes falcatria) dengan penambahan tempurung kelapa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

White LP, Paskett.L.G. 1981. Biomass as Fuel. London (UK): Academic Pr. Yudanto A, Kusumaningrum K. 2009. Pembuatan briket biorang serbuk gergaji

kayu jati [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

(41)

Lampiran 1. Alat dan bahan penelitian

Expeller Timbangan digital Mesin pencetak briket

Pengayak 60 mesh Bomb calorimeter Oven

CHN analyzer Infrared thermometer Kompor briket

Limbah organik rumah tangga

(42)
(43)

Lampiran 2. Diagram alir penelitian

Mulai

Komposisi dan karakteristik bahan baku

Proses pencacahan bahan baku hingga ukuran 10 – 20 mm

Proses pencampuran bahan baku

Proses pemadatan bahan baku menggunakan expeller

Proses pencetakan biobriket

Proses pengeringan biobriket

Pengujian sifat fisis dan kimiawi biobriket

Pengujian karakteristik pembakaran biobriket

Selesai

Proses pembuatan perekat

(44)
(45)

Lampiran 3. Hasil pengujian kadar air biobriket

Sampel Bobot sampel awal (gr)

Keterangan: Kadar air* : ( ash determined basis) Kadar air**: (dry basis)

Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam kadar air biobriket

Sumber Perlakuan 44.13145 3 14.710483 636.129009 6.591382

Galat 0.092499 4 0.023124

Total 44.22395 7

Hasil uji Duncan biobriket Biobriket

(46)
(47)

Lampiran 5. Hasil pengujian kerapatan biobriket

No Sampel Tinggi (cm) Diameter (cm)

Volume

(cm³) Massa (g)

Kerapatan (g/cm³)

1 Biobriket 1 3.8 2.5 18.64 15.4 0.82

2 Biobriket 1 3.7 2.5 18.15 15.2 0.83

3 Biobriket 1 3.8 2.5 18.64 15.4 0.82

4 Biobriket 2 4 3.5 38.46 18.6 0.48

5 Biobriket 2 4 3.5 38.46 18.6 0.48

6 Biobriket 2 4 3.4 36.29 18.4 0.5

7 Biobriket 3 4.1 4 51.49 22.4 0.43

8 Biobriket 3 4 4 50.24 22 0.43

9 Biobriket 3 4.1 4 51.49 22.7 0.44

10 Biobriket 4 4 4 50.24 24.4 0.48

11 Biobriket 4 4 3.9 47.75 24.3 0.5

12 Biobriket 4 4.1 4 51.49 24.6 0.47

Lampiran 6. Hasil analisis sidik ragam kerapatan biobriket

Sumber keragaman

Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat

tengah F hitung F tabel

Perlakuan 0.2898 3 0.0966 891.692307 4.066181

Galat 0.000866 8 0.000108

Total 0.290666 11

Hasil uji Duncan kerapatan biobriket

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4

0.823 0.486 0.433 0.483

A B C B

(48)
(49)

Lampiran 7. Hasil pengujian kadar abu biobriket

Keterangan: Kadar abu* : ( ash determined basis) Kadar abu**: (dry basis)

Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam kadar abu biobriket

Sumber Perlakuan 307.785037 3 102.595012 343.371166 6.591382

Galat 1.19515 4 0.298787

Total 308.980187 7

Hasil uji Duncan kada abu biobriket

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4

19.465 3.145 5.815 8.56

A B C D

Keterangan: Huruf tidak sama pada uji Duncan menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji

Lampiran 9.Hasil pengujian nilai kalor biobriket

Sampel Berat awal (gr) Nilai kalor* (kal/gr) Nilai kalor** (kal/gr)

Biobriket 1 1.008 3715.7 4224.11

(50)
(51)

Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam nilai kalor biobriket Perlakuan 1630026.013 3 543342.004 658.183837 6.591382

Galat 3302.068349 4 825.517087

Total 1633328.081 7

Hasil uji Duncan nilai kalor biobriket

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4 4216.755 5336.705 5274.5 4768.735

A B B C

Keterangan: Jika huruf uji Duncan sama maka tidak berbeda nyata pada taraf uji

Lampiran 11. Hasil pengujian unsur C,H,O,N,S biobriket

Sampel Massa (gr) Karbon

Keterangan: Nilai unsur oksigen diperoleh melalui perhitungan (100% - C% - H% - N% - S%)

Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam unsur C,H,O,N,S biobriket

Uji Karbon Perlakuan 185.404337 3 61.801445 22170.9223 6.591382

Galat 0.01115 4 0.002787

(52)
(53)

Uji Hidrogen Perlakuan 0.413737 3 0.137912 175.126984 6.591382

Galat 0.00315 4 0.000787 Perlakuan 117.851137 3 39.283712 9729.71207 6.591382

Galat 0.016149 4 0.004037

Total 117.867287 7

Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam unsur C,H,O,N,S biobriket (lanjutan)

Uji Nitrogen Perlakuan 10.387537 3 3.462512 18466.7333 6.591382

Galat 0.00075 4 0.000187 Perlakuan 0.1175 3 0.039166 174.074074 6.591382

Galat 0.000899 4 0.000225

Total 0.1184 7

Hasil uji Duncan unsur C,H,O,N,S biobriket

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4

36.425 48.75 47.475 45.265

A B C D

Keterangan: Uji Duncan unsur karbon biobriket

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4

5.865 6.06 6.375 5.785

A B C D

(54)
(55)

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4

54.375 44.73 45.295 48.795

A B C D

Keterangan: Uji Duncan unsur oksigen biobriket

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4

2.935 0.305 0.64 0.085

A B C D

Keterangan: Uji Duncan unsur nitrogen biobriket

Hasil uji Duncan unsur C,H,O,N,S biobriket (lanjutan)

Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4

0.4 0.155 0.215 0.07

A B C D

Keterangan: Uji Duncan unsur sulfur biobriket

Lampiran 13. Hasil uji bakar biobriket

Pengujian bakar Biobriket 1

No Waktu (menit) Suhu bawah panci (˚C) Suhu bara (˚C)

1 20 192.4 487.1

2 25 160.1 477.1

3 30 149.8 422.8

4 35 139.2 325.5

5 40 129.4 259.3

6 45 106.4 187.3

(56)
(57)

Pengujian bakar Biobriket 2

Lampiran 13. Hasil uji bakar biobriket (lanjutan)

Pengujian bakar Biobriket 3

No Waktu (menit) Suhu bawah panci (˚C) Suhu bara (˚C)

1 20 336.8 546.7

Pengujian bakar Biobriket 4

No Waktu (menit) Suhu bawah panci (˚C) Suhu bara (˚C)

(58)

Gambar

Tabel 1. Komposisi limbah di DKI Jakarta tahun 2010
Gambar 3a Limbah rumah tangga awal Gambar 3b Hasil pencacahan limbah
Gambar 5 Proses pemadatan bahan
Gambar 9 Hasil pencetakan biobriket
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Pelaksanaan layanan bantuan kesulitan belajar dan pengayaan. 1) Tersedia program layanan bantuan kesulitan belajar dan pengayaan, dilaksanakan secara taat asas. 2)

(2) Implementasi Manajemen Sumber Daya Manusia juga terdapat peran penting untuk meningkatkan mutu dari pendidikan sehingga mampu berdaya saing dengan sekolah lainnya serta

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Umar (2011) dengan judul Pengaruh Upah, Motivasi Kerja, dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pekerja pada Industri

Hukum itu sendiri perlu dibangun dengan kultur perdamaian yang tidak mengandalkan kekuasaan represif sebagai manipulator sentralistis kehidupan sosial, namun

Ketika untuk kedua objek ini dibuatkan bounding box yang sejajar dengan sumbu koordinat (metode AABB), maka hasil deteksi tabrakannya adalah bahwa kedua objek tersebut

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT. RESOR

menggunakan deskriptif adalah untuk dapat mengetahui Konstruksi Kiai Oleh Masyarakat Desa Gadu Timur Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep dimana seorang Kiai mempunyai

Hasil pengukuran dan capaian indikator kinerja dimaksud, digunakan untuk menilai keberhasilan/kegagalan pencapaian sasaran strategis dalam rangka mewujudkan visi dan