• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kimia dan Organoleptik Madu dari Lebah Apis mellifera, Apis cerana, Apis dorsata, dan Trigona Sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Kimia dan Organoleptik Madu dari Lebah Apis mellifera, Apis cerana, Apis dorsata, dan Trigona Sp."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MADU

DARI LEBAH

Apis mellifera, Apis cerana,

Apis dorsata,

DAN

Trigona sp.

SHERLY JESSICA TANUWIDJAYA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Kimia dan Organoleptik Madu dari Lebah Apis mellifera, Apis cerana, Apis dorsata, dan Trigona Sp. adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

(4)

ABSTRAK

SHERLY JESSICA TANUWIDJAYA. Karakteristik Kimia dan Organoleptik Madu dari Lebah Apis mellifera, Apis cerana, Apis dorsata, dan Trigona Sp. Dibimbing oleh HOTNIDA C H SIREGAR dan ASNATH M FUAH.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan spesies lebah Apis mellifera, A. dorsata, A. cerana, dan Trigona sp. terhadap karakteristik kimia dan organoleptik madu yang dihasilkan di Indonesia. Karakteristik kimia yang diamati berupa kadar air, keasaman, gula pereduksi, sukrosa, hidroksimetilfurfural (HMF), dan kadar abu. Karakteristik organoleptik berupa warna, rasa manis, aroma asam, kekeruhan, dan kekentalan. Hasil analisis keragaman menunjukkan keasaman dan gula pereduksi sangat nyata dipengaruhi (P<0.01) dan kadar abu nyata dipengaruhi (P<0.05) oleh spesies lebah. Nilai keasaman terendah pada madu A. cerana dan tertinggi Trigona. Kadar gula pereduksi tertinggi ada pada madu A. mellifera dan A. cerana, serta terendah pada Trigona. Semua karakteristik organoleptik madu sangat nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh spesies lebah. Kadar air, sukrosa, HMF, dan kadar abu dapat dijadikan standar umum kimia madu Indonesia, namun untuk kadar abu dibedakan antara madu Apis dan Trigonasp.

Kata kunci: karaktersistik kimia, lebah, madu, organoleptik

ABSTRACT

SHERLY JESSICA TANUWIDJAYA. Chemichal and Organoleptic Characteristics of Honey from Apis mellifera, Apis cerana, Apis dorsata, dan Trigona Sp. Supervised by HOTNIDA C H SIREGAR and ASNATH M FUAH.

The aims of this research were to know the effects of Apis mellifera, A. dorsata, A. cerana, dan Trigona sp. on their honey chemical and organoleptic characteristics. The observed chemical characteristics consisted of moisture, acidity, reducing sugar, sucrose, hydroximethylfurfural (HMF), and ash content. The observed organoleptic characteristics consisted of colour, sweetness, acid aroma, turbidity, and viscosity. The result showed that bee’s species very significanly affected (P<0.01) acidity and reducing sugar and significanly affected (P<0.05) ash content. All organoleptic characteristics were very significantly affected by bee’s species. Moisture, sucrose, and HMF can be chemical standard for honey in Indonesia. Acidity, reducing sugar, and ash content can be used as standard by taking into account the difference between Apis and Trigona sp. honey.

(5)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MADU

DARI LEBAH

Apis mellifera, Apis cerana,

Apis dorsata,

DAN

Trigona sp.

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Karakteristik Kimia dan Organoleptik Madu dari Lebah Apis mellifera, Apis cerana, Apis dorsata, dan Trigona Sp.

Nama : Sherly Jessica Tanuwidjaya NIM : D14100067

Disetujui oleh

Ir Hotnida C H Siregar, MSi Pembimbing I

Dr Ir Asnath M Fuah, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia dan penyertaan-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah Karakteristik Kimia dan Organoleptik Madu dari Lebah Apis mellifera, Apis cerana, Apis dorsata, dan Trigona Sp.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pembimbing Ibu Ir Hotnida C H Siregar, MSi dan Ibu Dr Ir Asnath M Fuah, MS atas waktu, tenaga, saran, bimbingan, dan kesabaran yang telah diberikan, serta Ibu Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku dosen pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, papa, serta seluruh keluarga tercinta, atas dukungan doa dan kasih sayangnya. Penulis juga sampaikan terima kasih atas kerja sama dan dukungan teman-teman tim penelitian. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih untuk pertemanan dan motivasi kepada Luthfia Ikhwana, Devi Simamora, Irine Zulfa, Nenik Wahyuni S, Kiki U, dan Dhini N. Ucapan terima kasih untuk semua bimbingan pengetahuan dan kebersamaan dari seluruh Dosen FAPET, IPTP 47 dan Teknisi di IPTP. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(9)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur 2

Analisis Karakteristik Kimia 2

Analisis Karakteristik Organoleptik 2

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Karakteristik Kimia Madu 3

Kadar Air 3

Keasaman 4

Gula Pereduksi 5

Sukrosa 6

Hidroksimetilfurfural (HMF) 7

Kadar Abu 7

Korelasi di Antara Karakteristik Kimia 8

Karakteristik Organoleptik Madu 9

SIMPULAN DAN SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 14

(10)

vi

DAFTAR TABEL

1 Metode dan persyaratan mutu madu Indonesia 2 2 Karakteristik kimia madu dari empat spesies lebah madu 3 3 Nilai korelasi (r) di antara karateristik kimia 8 4 Karakteristik organoleptik madu dari empat spesieslebah madu 9

DAFTAR GAMBAR

1 Sarang lebah Trigona sp. (A) dan Apis sp. (B) 4 2 Reaksi pembentukan HMF, asam levulinat, dan asam format

dari monosakarida (heksosa) dalam suasana asam 7 3 Teknik pemanenan madu dengan pemerasan (A) dan ekstraktor (B) 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Form uji organoleptik madu 12

2 Kartu warna untuk uji organoleptik madu 12

3 Analisis ragam karakteristik kimia madu 13

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Madu adalah produk lebah yang dikonsumsi langsung tanpa pengolahan lebih lanjut. Madu diproduksi lebah dari nektar bunga. Jenis bunga dan tanaman sumber nektar yang berbeda akan mempengaruhi karakteristik madu yang dihasilkan dari satu jenis lebah (Hooper 1976).

Madu di pasar berasal dari empat spesies lebah yang sifat koloni dan sarangnya berbeda. Sarang lebah Apis tertutup oleh malam, sarang A. dorsata hanya terdiri satu sisiran sedangkan A. melifera dan A. cerana beberapa sisiran. Sarang lebah Trigona sp. tertutup resin dan tidak berbentuk sisiran (Buchwald dan Breed 2005). Karakteristik kimia madu keempat spesies lebah tersebut berbeda. Karakteristik kimia yang tercantum dalam SNI 01-3545-2004 mencakup kandungan hidroksimetilfulfural (HMF), kadar air, kadar abu, keasaman, enzim diatase, gula pereduksi, dan kadar sukrosa. Standar ini masih belum dapat diterapkan untuk madu dari keempat spesies lebah tersebut karena masing-masing madu memiliki karakteristiknya sendiri. Karakteristik kimia madu telah banyak diteliti (Gairola et al. 2013; Hack-Gil et al. 1988; Nanda et al. 2003), namun belum ada yang meneliti dan membandingkan madu keempat spesies lebah tersebut.

Beberapa negara telah membuat standar kualitas kimia dan organoleptik madu, seperti negara Amerika Serikat terdapat United States Standard for Grade of Extracted Honey (USDA 1985). Stanciu et al. (2008) menyatakan adanya korelasi antara karakteristik kimia dan organoleptik madu. Karakteristik organoleptik madu umumnya berupa warna, aroma, dan rasa (Anupama et al. 2003). Sudah banyak yang meneliti karakteristik organoleptik madu (Castro-Vaquez et al. 2010; Piana et al. 2004; Esti et al. 1997), namun belum ada yang meneliti karakteristik organoleptik keempat spesies lebah tersebut.

Tujuan

Penelitian bertujuan menganalisis kualitas kimia madu dari empat spesies lebah (A. melifera, A. cerana, A. dorsata, Trigona sp.). Tujuan lainnya adalah menganalisis keterkaitan karakteristik kimia dan organoleptik madu.

Ruang Lingkup Penelitian

(12)

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan (analisis kadar air), Laboratorium Organoleptik (analisis karakteristik organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor (analisis karakteristik kimia, kecuali kadar air). Penelitian berlangsung sejak Oktober 2013 hingga Februari 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah madu dari lebah Apis mellifera, A.dorsata, A.cerana, dan Trigona sp. masing-masing 5 sampel. Sampel madu diperoleh dari peternakan lebah di beberapa daerah di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat dengan waktu panen dan sumber pakan berbeda. Sampel diambil dari daerah dan sumber pakan yang beragam untuk mengetahui keakuratan SNI 01-3545-2004 terhadap sampel. Bahan dan alat yang digunakan berupa bahan-bahan analisis kimia dalam SNI 01-3545-2004 (BSN 2004) dan uji organoleptik.

Prosedur

Semua sampel madu dipindahkan ke 20 botol dan diberi nomor kode secara acak. Sampel kemudian dianalisis karakteristik kimia dan organoleptiknya. Analisis Karakteristik Kimia (SNI 01-3545-2004)

Analisis kimia yang dilakukan terdiri dari analisis hidroksimetilfurfural (HMF), sukrosa, gula pereduksi, kadar abu, keasaman, dan kadar air. Metode pengujian dan persyaratan mutu madu yang digunakan masing-masing karakteristik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Metode pengujian dan persyaratan mutu madu Indonesia

Komponen Metode Pengujian Persyaratan Mutu*

Hidroksimetilfurfural (HMF) Maksimal 50 mg/kg

Sukrosa Luff Schoorl Maksimal 5 %b/b

Gula Pereduksi Luff Schoorl Minimal 65 %b/b

Kadar Abu Maksimal 0.5 %b/b

Keasaman Maksimal 50 mL NaOH 1 N kg-1

Kadar Air Refraktometri Maksimal 22 %b/b

*SNI 01-3545-2004

Analisis Karakteristik Organoleptik (Setyaningsih et al. 2010)

(13)

3

Analisis Data

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan jenis lebah (Apis mellifera, A. dorsata, A. cerana, dan Trigona sp.). Setiap perlakuan terdapat 5 ulangan sehingga penelitian terdiri dari 20 unit percobaan. Rumus matematika yang digunakan:

Yij =  + Pi + ij

Data karakteristik kimia madu dianalisis dengan analisis ragam pada selang kepercayaan 95%. Perlakuan yang berpengaruh nyata, dianalisis lanjut dengan uji Tukey. Data uji organoleptik dianalisis dengan uji statistik nonparametrik Kruskal-Wallis (Steel dan Torrie 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kimia Madu

Hasil analisis laboratorium karakteristik kimia madu dari keempat spesies lebah tertera pada Tabel 2. Hasil analisis keragaman menunjukkan spesies lebah berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap keasaman dan kadar gula pereduksi, serta berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar abu. Karakteristik lainnya tidak dipengaruhi oleh spesies lebah.

Tabel 2 Karakteristik kimia madu dari empat spesies lebah Karakteristik Kimia A. melifera

Gula Pereduksi (%) 67.44±3.57 A 5.29 menunjukkan bahwa karakteristik kimia madu berbeda nyata (P<0.05), SB= Simpangan Baku, KK= Koefisien Keragaman

Kadar Air

(14)

4

gula (65%-80%; Hack-Gil et al. 1998) bersifat higroskopis (White 1992) dan menyerap air dari lingkungan sekitar bila kontak dengan udara. Hal ini menyebabkan kadar air madu Trigona tinggi.

Gambar 1 Sarang lebah Trigona sp. (A) dan Apis sp. (B)

Berbeda dari lebah Trigona, lebah Apis menyimpan madu dalam sel yang jika sudah penuh akan tersegel malam. Segel tersebut membuat madu Apis tidak mengalami kontak dengan udara, sehingga air dari lingkungan sekitar tidak diserap oleh madu. Hal ini menyebabkan madu Apis yang baru dipanen lebih kental dari madu Trigona.

Kadar air madu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain iklim dan penanganan pasca panen (Gairola et al. 2013). Martin (1958) menyatakan pada kelembaban relatif udara 66%, kadar air madu akan sebesar 21.5%. Indonesia beriklim tropis dengan kelembaban relatif udara berkisar 60%-90% (Sihombing 2005), sehingga kadar air madu di Indonesia berada di atas 21.5% bila dibiarkan kontak dengan udara dan tidak memenuhi SNI 01-3545-2004 (22%). Agar dapat memenuhi SNI 01-3545-2004, madu di Indonesia memerlukan penanganan pasaca panen berupa penurunan kadar air (Sihombing 2005).

Umumnya peternak di Pulau Jawa memanen madu dengan ekstraktor dan melakukan penurunan kadar air, namun dalam penelitian ini madu diperoleh dari Apiari Pramuka tidak melakukan proses penurunan kadar air madu. Peternak di luar Pulau Jawa umumnya langsung mengemas madu yang baru dipanen ke dalam botol. Sampel madu dalam penelitian ini memiliki kadar air tinggi dan tidak memenuhi SNI 01-3545-2004 .

Kadar air madu dalam penelitian ini tidak dipengaruhi oleh spesies lebah dan memiliki nilai koefisien determinan sebesar 19%. Hal ini dapat membuktikan karakteristik kadar air madu dapat diterapkan sebagai standar kimia seluruh madu Indonesia.

Keasaman

Berbeda dari kadar air, keasaman sangat nyata (P<0.01; r2=81.24%) dipengaruhi spesies lebah. Nilai keasaman tertinggi pada madu Trigona (160.42 mL NaOH 1 N kg-1) yang jauh melebihi SNI 01-3545-2004 dan nilai keasaman terendah pada madu A. cerana (26.47 mL NaOH 1 N kg-1).

Nilai keasaman semua sampel madu Apis masih lebih rendah dari nilai SNI 01-3545-2004 (50 mL NaOH 1 N kg-1) yang mengindikasikan sampel madu dari spesies lebah Apis belum mengalami fermentasi. Madu dengan kadar air tinggi (>18%) akan merangsang pertumbuhan khamir yang menyebabkan fermentasi (White 1992). Khamir ini akan mendegradasi gula menjadi alkohol, kemudian

(15)

5

alkohol bereaksi dengan oksigen membentuk asam asetat yang mempengaruhi keasaman, rasa, dan aroma madu. Fermentasi menghasilkan produk akhir berupa karbon dioksida dan air (Achmadi 1991).

Madu Apis dalam penelitian ini belum mengalami fermentasi karena tidak terjadi letupan saat kemasan sampel dibuka, padahal kadar airnya tinggi dan bahkan ada yang dipanen sejak tahun 2012. Diduga proses fermentasi madu sudah terjadi namun tidak sempurna karena belum menghasilkan produk akhir berupa gas karbon dioksida dan air. Fermentasi yang tidak sempurna dapat diakibatkan oleh ketersediaan oksigen yang terbatas sehingga reaksi alkohol terhadap oksigen tidak berlangsung. Terbatasnya ketersediaan oksigen dapat dilihat dari kemasan sampel madu saat diterima, yaitu tertutup rapat dan madu hampir memenuhi kemasan.

Keasaman madu Trigona (160.42 mL NaOH 1 N kg-1) jauh melebihi SNI 01-3545-2004, namun ketika sampel diterima dan wadahnya dibuka tidak terjadi letupan atau desisan yang artinya tidak terjadi fermentasi. Diduga keasaman madu Trigona bukan diakibatkan oleh fermentasi tapi karena kandungan asam bebas, mineral yang bersifat asam, dan asam amino madu. Asam bebas dalam madu seperti asam asetat, butirat, format, glukonat, laktat, malat, maleat, sitrat, dan lainnya. Mineral yang bersifat asam dalam madu juga mempengaruhi nilai keasaman madu, seperti I, Cl, Mn, F, P, Se, Al, B (Sihombing 2005). Asam amino pada madu berupa lisin, histidin, argini, treonin, serin, prolin, glycin, alanin, cistin, valin, metionin, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin, triptopan, asam aspartik, dan asam glutamik (Crane 1975). Madu Trigona banyak mengandung polen dan polen sendiri mengandung semua jenis asam amino pada madu (Krell 1996). Nilai keasaman madu Trigona yang tinggi juga diakibatkan oleh kandungan polen dalam madu.

Penelitian sebelumnya menyatakan nilai keasaman tertinggi madu Trigona adalah 109.0 mEq kg-1 (Souza et al. 2006), sedangkan madu Apis nilai keasamannya 32.65 mEq kg-1 (Nanda et al. 2003). Namun penelitian Pramesti (2014) menunjukkan bahwa pH keempat spesies lebah ini tidak berbeda nyata.

Spesies lebah sangat nyata mempengaruhi keasaman madu (P<0.01). Koefisien determinan sebesar 81.24% dan koefisien keragaman sebesar 46.31% menunjukkan karakteristik keasaman madu tidak dapat dijadikan standar kimia bagi semua madu Indonesia. Meskipun ingin dijadikan standar, perlu pengecualian bagi setiap spesiesnya.

Gula Pereduksi

(16)

6

Selain sangat dipengaruhi spesies lebah, kadar gula pereduksi juga nyata dipengaruhi sampel (P<0.05). Keragaman kadar gula pereduksi madu lebah Apis sangat rendah (4.26%-9.82%) dibandingkan Trigona (26.08%). Hal ini mengindikasikan madu Apis yang digunakan memiliki nilai gula pereduksi yang stabil dibandingkan madu Trigona. Kestabilan nilai gula pereduksi madu Apis dikarenakan kadar air yang stabil (KK=12.91%) dibandingkan madu Trigona (KK=17.45%). Perbedaan kestabilan ini diakibatkan sistem penyimpanan madu dalam sarang Apis berbeda dengan Trigona, seperti yang dijelaskan pada pembahasan kadar air.

Keragaman kandungan gula pereduksi yang tinggi pada madu Trigona juga diakibatkan oleh komponen lain yang berasal dari polen berbagai jenis tanaman sumber pakannya. Adanya komponen yang berasal dari polen dalam madu Trigona disebabkan lokasi penyimpanan madu dan polen pada sarangnya berdekatkan, sehingga saat dipanen dengan teknik pemerasan polen ikut tercampur dalam madu (Buchwald dan Breed 2005).

Sampel madu Apis dipanen dan dikemas tahun 2012 dan 2013, sedangkan madu Trigona dipanen 2013 dan 2014. Perbedaan waktu penyimpanan mempengaruhi kadar gula pereduksi madu. Menurut Siregar (2002) kadar gula pereduksi dipengaruhi lama penyimpanan, semakin lama penyimpanan maka semakin tinggi peningkatan gula pereduksi.

Karakteristik gula pereduksi memiliki nilai koefisien determinan 71.86% dan sangat nyata dipengaruhi oleh spesies lebah. Koefisien keragaman sebesar 11.38% menunjukkan sampel madu cukup seragam. Penelitian ini membuktikan standar kimia madu Indonesia dapat diterapkan dengan pengecualian standar antara madu Apis dan Trigona.

Sukrosa

Sukrosa merupakan disakarida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan dan secara niaga diperoleh dari tebu atau bit gula (deMan 1997). Sukrosa adalah gula bersifat non pereduksi karena tidak terdapat gugus OH bebas yang reaktif. Jika dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang merupakan gula invert. Inversi sukrosa terjadi dalam suasana asam. Gula invert tidak dapat berbentuk kristal karena kelarutan fruktosa dan glukosa yang sangat besar (Winarno 1992).

Kadar sukrosa madu tidak dipengaruhi spesies lebah maupun sampel (r2=15.45%) dengan rataan 2.59%. Kadar sukrosa madu yang rendah juga ditunjukkan oleh penelitian sebelumnya, yaitu A. dorsata 0.33±0.29%, A. cerana 1.39±1.71%, A. mellifera 1.96±1.93% (Joshi et al. 2000), dan Trigona sp. 2.95±1.85% (Souza et al. 2006) dan 0.1% (Bogdanov et al. 1996).

Kadar sukrosa madu yang rendah dapat diakibatkan oleh tanaman sumber pakan lebah. Terdapat 3 golongan nektar berdasarkan kandungan spektrum gula, yaitu 1) nektar yang kandungannya dominan sukrosa, 2) nektar yang kandungannya sukrosa, glukosa dan fruktosanya sama, dan 3) nektar yang sedikit mengandung sukrosa dan dominan glukosa dan fruktosa (Sihombing 2005). Diduga nektar yang merupakan sumber pakan lebah adalah nektar golongan 3, sehingga kandungan sukrosa madu dalam penelitian ini rendah dan memenuhi SNI 01-3545-2004 (5%).

(17)

7

kemurnian madu. Madu yang ditambahkan gula pasir, dan pemanis buatan akan meningkat kadar sukrosanya, melebihi SNI 01-3545-2004. Madu dalam penelitian ini dapat dikatakan merupakan madu murni.

Kadar sukrosa madu memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 15.45% dan tidak dipengaruhi spesies lebah. Jadi kadar sukrosa madu dapat dijadikan standar kimia madu Indonesia bagi madu dari keempat spesies lebah.

Hidroksilmetilfurfural (HMF)

Kadar HMF madu tidak nyata dipengaruhi oleh spesies lebah maupun sampel (r2=12.12%) dengan rataan 11.57 mg kg-1 dan memenuhi SNI 01-3545-2004 (50 mg kg-1). Kadar HMF madu Trigona tidak terdeteksi, karena alat yang digunakan memiliki nilai ketelitian 0.01 saja dan diduga HMF-nya kurang dari 0.01 mg kg-1. Hidroksimetilfurfural (HMF) dalam madu adalah senyawa kimia hasil degradasi monosakarida beratom C6 (glukosa dan fruktosa) dalam suasana asam dan bantuan pemanasanan (Gambar 2; Achmadi 1991) atau adanya penamabahan gula invert (Winarno 1982). Nilai HMF yang rendah mengindikasikan rendahnya penambahan gula invert pada madu, bahkan tidak ada.

HMF juga menjadi indikator kesegaran madu, madu dengan HMF dibawah 10 mg kg-1 mengindikasikan madu masih segar, dan madu dengan HMF 30-100 mg kg-1 mengindikasikan madu disimpan dalam kurun waktu lama, dan HMF di atas 150 mg kg-1 mengindikasikan madu sudah ditambah pemanis buatan (Gabor dan Goian 2006). Berdasarkan pernyataan ini, madu dalam penelitian seharusnya merupakan madu segar, namun pada kenyataannya terdapat madu yang dipanen pada 2012 dan 2013.

Gambar 2 Reaksi pembentukan HMF, asam levulinat, dan asam format dari monosakarida (heksosa) dalam suasana asam (Achmadi 1991)

Selain itu nilai HMF yang rendah juga menunjukkan tidak ada perlakuan pemanasan ketika pasca panen (White 1992). Suhu penyimpan cukup optimal (antara 20-25 oC) sehingga tidak mendukung degradasi glukosa dan fruktosa menjadi HMF (Krell 1996). Contohnya suhu penyimpanan pada Apiari Pramuka (24 oC).

Nilai maksimal kadar HMF dalam SNI 01-3545-2004 adalah 50 mg kg-1 dan nilai tersebut dapat diterapkan bagi madu dari lebah Apis maupun Trigona. Hal ini didukung dari koefisien determinasinya 12.12% dan hasil analisis ragam tidak berpengaruh nyata (P>0.05).

Kadar Abu

(18)

8

sumber nektar dan teknik pemanenan (Perez-Arquillue et al. 1995). Kadar abu madu Apis rendah karena kadar abu sumber pakan lebah rendah. Pemanenan madu Trigona menggunakan teknik pemerasan (Gambar 3) yang memungkinkan madu tercampur polen. Polen mengandung berbagai mineral seperti K, Na, Ca, B, Cl, I, Mn dan kadar abunya 3%-4% (Krell 1996). Polen yang tercampur pada madu mempengaruhi kadar abu dan menyebabkan kadar abu madu Trigona tinggi (0.58%). Madu Apis dipanen dengan penirisan (A. dorsata) dan menggunakan ekstraktor (A. mellifera). Teknik pemerasan juga dilakukan pada madu A. cerana, namun sel yang diperas hanya sel yang mengandung madu karena tempat penyimpanan madunya terpisah. Kadar abu nektar adalah 0.023%-0.45% (Crane 1975) dan kadar abu polen sebesar 3%-4% (Krell 1996).

Gambar 3 Teknik pemanenan madu dengan pemerasan (A) dan ekstraktor (B) Hasil penelitian ini menunjukkan kadar abu SNI 01-3545-2004 dapat dijadikan standar madu Apis, tapi tidak bagi madu Trigona. Hal ini dibuktikan dari analisis keragaman pada madu Trigona memiliki nilai berbeda terhadap madu Apis dan koefisien determinasinya sebesar 38.05%.

Korelasi Di Antara Karakteristik Kimia

Korelasi antara karakteristik kimia madu nilainya tertera pada Tabel 3. Nilai korelasi (r) tertinggi adalah antara keasaman dan gula pereduksi (-0.89). Selain karakteristik tersebut, karakteristik lain memiliki nilai di bawah 0.75.

Tabel 3 Nilai korelasi (r) diantara karateristik kimia Kadar pereduksinya. Keasaman madu umumnya diakibatkan proses fermentasi oleh khamir pada madu. Khamir tersebut bersifat dapat hidup pada media dengan

(A) Pemanenan madu dengan pemerasan

(19)

9

kandungan gula tinggi. Khamir akan mendegradasi gula menjadi alkohol, kemudian alkohol bereaksi dengan oksigen membentuk asam asetat yang mempengaruhi keasaman, rasa, dan aroma madu (Achmadi 1991). Semakin tinggi keasaman, semakin banyak gula pereduksi yang dirombak oleh khamir. Berdasarkan hasil (Tabel 3), kandugan gula pereduksi berbanding terbalik terhadap nilai keasaman madu dan nilai korelasinya sebesar -0.89. Hal ini menunjukkan semakin banyak asam asetat terbentuk, menandakan penggunaan gula pereduksi oleh khamir juga banyak sehingga kandungan gula pereduksi yang tertinggal semakin sedikit.

Selain nilai keasaman dan gula pereduksi madu, karakteristik kadar air dan gula pereduksi madu juga memiliki nilai korelasi (r) yang cukup tinggi, yaitu -0.51. Air dan gula merupakan komponen utama madu dengan proporsi sebesar 17.2% untuk air dan 82.3% untuk gula. Gula dalam madu terdiri dari beberapa jenis gula, seperti monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Jumlah gula pereduksi madu hanya sebanyak 5%-7% dari total gula keseluruhan (Crane 1975). Karakteristik HMF dalam penelitian ini tidak memiliki nilai korelasi yang cukup besar terhadap karakteristik lainnya, karena nilai HMF madu yang diteliti rendah dengan rataan 11.57 mg kg-1. Nilai yang rendah ini tidak dapat mendukung peneliti untuk mengetahui korelasi antara nilai HMF terhadap nilai karakteristik madu lainnya.

Karakteristik Organoleptik Madu

Karakteristik organoleptik meliputi warna, rasa manis, kekentalan, kekeruhan dan aroma asam. Hasil analisis Kruskal-wallis menunjukkan pengaruh sangat nyata spesies lebah terhadap semua parameter organoleptik (P<0.01) dan hasilnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik organoleptik madu dari empat spesies lebah

A. melifera

1 : Tidak Manis/ Asam/ Keruh (bening) / Kental (encer seperti air)

kartu warna digunakan untuk warna (Lampiran 3), semakin tinggi nilai semakin gelap warna madu

(20)

10

Kekeruhan tertinggi pada madu Trigona (3.44±0.63) dan A. mellifera terendah (2.15). Kekeruhan diakibatkan oleh kristalisasi madu. Kandungan glukosa di atas 28% dan kadar air 20% dapat menyebabkan kristalisasi glukosa dan melepaskan molekul air (Dyce 1979). Selain kadar air dan glukosa yang tinggi, polen juga dapat menyebabkan kristalisasi. Madu Trigona mengandung polen dan polen tersebut dapat menjadi bibit pengkristalan (Townsend 1975). Madu Trigona mengandung partikel tak larut dan mengapung yang merupakan polen. Penelitian Pramesti (2014) menyatakan berat jenis polen (0.83) lebih rendah dari madu (1.38). Polen dalam madu Trigona diakibatkan cara pemanenan madu dengan teknik pemerasan (Buchwald dan Breed 2005).

Nilai kekeruhan terendah pada madu A. mellifera (2.15±0.49) dikarenakan tanaman sumber nektarnya. Tanaman sumber nektar A. mellifera pada penelitian ini adalah rambutan, kapuk, jambu air, dan kelengkeng. Tanaman tersebut tidak menyebabkan madu yang dihasilkan mengkristal, sehingga madunya tidak keruh. Hasil organoleptik warna 45.22±24.89 mm (ekstra light amber) untuk madu A. cerana dan tertinggi pada madu A. dorsata 76.91±67.33 mm (light amber). Warna dipengaruhi oleh tanaman sumber nektar, proses pengolahan, dan penyimpanan (White 1979). Warna gelap madu A. dorsata dikarenakan letak sarangnya di atas pohon dan terpapar matahari (Sihombing 2005). Gula berantai karbon 6 pada madu yang bersifat asam (pH 3.61; Pramesti 2014) dan terpapar panas akan terdegradasi menjadi HMF dan menyebabkan warna madu semakin gelap. Kandungan HMF ternyata sangat sedikit (6.04-32.44 mg kg-1, Tabel 2) mengindikasikan HMF tidak memberi pengaruh signifikan. Warna madu yang gelap juga diakibatkan penyimpanan madu yang lama, karena proses oksidasi terhadap kandungan senyawa polifenol madu (White 1979). Madu dengan warna gelap telah diasosiasikan dengan tingginya kandungan fenolik dan antioksidan (McKibben dan Engeseth 2002). Madu A. dorsata dipanen pada September 2012 hingga Desember 2013.

Penilaian organoleptik warna madu berbeda dengan hasil penelitian Pramesti (2014), yang menyatakan warna madu Trigona paling terang. Perbedaan hasil tersebut disebabkan oleh cara penilaian yang berbeda. Pramesti (2014) menggunakan alat pengukur warna dengan metode L a b yang bersifat objektif, sedangkan penelitian ini menggunakan penilaian dari panelis agak terlatih sehingga hasilnya bersifat subjektif, sehingga warna lebih baik dinilai dengan alat.

Hasil analisis menunjukkan kekentalan tertinggi pada madu A. mellifera (2.72±0.39), kemudian A. cerana (2.60±0.55), A. dorsata (2.47±0.43), dan terendah madu Trigona (2.39±0.39). Hasil ini serupa dengan penelitian Pramesti (2014) yang mengukur viskositas menggunakan alat. Kekentalan madu dipengaruhi oleh kadar air (Apriani 2013), dan didukung oleh nilai korelasinya (r=-0.918). Semakin tinggi kadar air madu, semakin rendah kekentalannya. Penilaian kekentalan oleh panelis cukup akurat sehingga dapat digunakan untuk menduga kadar air madu.

(21)

11

Tabel 2) dan dibuktikan oleh nilai korelasi antara keasaman dan rasa manis (r=-0.827). Hasil uji organoleptik mengindikasikan panelis dapat menduga kadar gula pereduksi madu, sehingga rasa manis dapat digunakan sebagai indikator kadar gula pereduksi madu.

Aroma asam tertinggi pada madu Trigona (2.6±1.06) dan terendah madu A. cerana (2.73±0.63). Madu Trigona memiliki aroma khusus yang berasal dari resin tumbuhan dan bunga yang dihinggapi lebah, yaitu campuran rasa manis dan asam seperti lemon (Fatoni 2008). Aroma madu murni yang khas dan tajam disebabkan adanya senyawa asam volatil, yaitu formaldehida, asetaldehida, aseton, isobutiraldehida, glukonat, dan diasetil. Aroma madu ini dipengaruhi oleh unsur volatil sumber nektar tanaman (Sihombing 2005). Aroma asam madu juga diakibatkan oleh kandungan asamnya yang berbanding lurus (Tabel 2) dan berkorelasi positif (r=0.679). Hasil ini membuktikan bahwa konsumen dapat memperkirakan kadar keasaman madu melalui aroma asamnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik kimia kadar air, sukrosa, dan hidroksimetilfurfural (HMF) tidak nyata dipengaruhi spesies lebah, namun keasaman dan gula pereduksi sangat nyata dipengaruhi spesies lebah, sedangkan kadar abu nyata dipengaruhi. Madu Trigona memiliki keasaman dan kadar abu tertinggi, sebaliknya gula pereduksinya terendah.

Semua karakteristik organoleptik madu dipengaruhi oleh spesies lebah. Madu Trigona memiliki karakteristik organoleptik paling berbeda, terutama pada rasa manis dan kekentalan terendah, serta aroma asam dan kekeruhan tertinggi. Hasil organoleptik rasa manis, aroma asam, dan kekentalan berturut-turut dapat mewakili karaktersitik kimia gula pereduksi, keasaman, dan kadar air.

Saran

Standar madu (SNI 01-3545-2004) dapat berlaku untuk karakteristik kimia kadar air, sukrosa, dan hidroksimetilfurfural (HMF) pada madu dari semua spesies lebah. Standar SNI 01-3545-2004 untuk kadar gula pereduksi, keasaman, dan kadar abu dapat diaplikasikan hanya pada madu Apis sp. dengan mencantumkan nilai khusus untuk madu Trigona.

DAFTAR PUSTAKA

(22)

12

Anupama D, Bhat KK, Sapna VK. 2003. Sensory and psycho-chemical properties of commercial samples of honey. Food Research Int. 36:183-191. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2004. SNI-01-3545-2004: Madu.

Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

Bogdanov S, Vit P, Kilchenmann V. 1996. Sugar profiles and conductivity of stingless bee honeys from Venezuela. Apidologie. 27:445–450.

Buchwald R, Breed MD. 2005. Nestmate recognition cues in a stingless bee, Trigona fulviventris. Animal Behaviour. 70:1331-1337.

Castro-Vázquez I, Diaz-Maroto MC, Torres C, Perez-Coello MS. 2010. Effect of geographical origin on the chemical and sensory characteristics of chestnut honeys. Food Research International. 43:2335-2340.

Crane E. 1975. Honey : A Comprehensive Survey. London (GB): Heinemann. David WR. 2006. Stingless bee nesting biology. Apidologie. 37:124-143.

deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Kosasih P, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB.

Dyce EJ. 1979. Producing finely granulated or creamed honey. In : Crane E. (ed). Honey: A Comprehensive Survey. London (GB): Heinemann.

Esti M, Gianfranco P, Emanuele M, Maria CT. 1997. Valorization of the honeys from the Molise region through physico-chemical, organoleptic and nutritional assessment. FoodChemistry. 58:125-128.

Fatoni A. 2008. Pengaruh propolis Trigona spp asal Bukittinggi terhadap beberapa bakteri usus halus sapi dan penelusuran komponen aktifnya [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Gabor L, Goian M. 2006. Methods of finding counterfeit honeybees. Scientifical papers Faculty of Agriculture XXXVIII. 4th session, Soil science: 301-305. Gairola A, Tiwari P, Tiwari JK. 2013. Physico-chemical properties of Apis

cerana-indica f. honey from Uttarkashi district of Uttarakhand, India. J Global Biosci. 2(1):20-25.

Hack-Gil C, Myung-Kyoo H, Jae-Gil K. 1988. The chemical composition of Korean Honey. Korean Journal of Food Science Technology. 20:631-636. Hooper T. 1976. Guide to Bees and Honey. UK (GB): Blandford P.

Isla MI, Craig A, Ordonez R, Zampini C, Sayago J, Bedascarrasbure E, Alvarez A, Salomon V, Maldonado L. 2011. Physico chemical and bioactive properties of honeys from Northwestern Argentina. LWT - Food Sci Tech. 44:1922-1930.

Joshi SR, Hermann P, Alfons W, Werner O. 2000. Physico-chemical characteristics of Apis dorsata, A. cerana and A. mellifera honey from Chitwan district, central Nepal. Apidologie. 31:367-375.

Krell R. 1996. Value-added products from beekeeping. Food Agric. Organization. FAO Agric. Services Bull. 124.

McKibben J, Engeseth NJ. 2002. Honey as a protective agent against lipid oxidation in ground Turkey. J Agri Food Chem. 50:592-595.

Nanda V, Sarkara BC, Sharma HK, Bawa ASV. 2003. Physico-chemical propertiesand estimation of mineral content in honey produced from different plants in Northern India. J Food Composition and Analysis. 16:613-619.

(23)

13

Pérez-Arquillué C, Conchello P, Ariño A, Juan T, dan Herrera A. 1995. Physicochemical attributes and pollen spectrum of some unifloral Spanish honeys. Food Chemistry. 54:167-172.

Pramesti AG. 2014. Karakteristik fisik madu dari lebah Apis mellifera, Apis dorsata, Apis cerana, dan Trigona sp. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Salatino A, Erica WT, Giuseppina N, Dejair M. 2005. Origin and chemical variation of Brazilian propolis. Evid Base Complement Alternat. Med. 2(2):33-38.

Setyaningsih D, Anton A, Maya PS. 2010. Analisis Sensori Untuk Industri Pangan Dan Agro. Bogor (ID): IPB Press.

Sihombing DTH. 2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Siregar HCH. 2002. Pengaruh metode penurunan kadar air, suhu dan lama penyimpanan terhadap kualitas madu randu [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Souza B, Roubik D, Barth O, Heard T, Enriquez E, Carvalho C, Villas-Boas J, Marchini L, Locatelli J, Persano-Oddo L et al. 2006. Composition of stingless bee honey: setting quality standards. Interciencia. 31(12):867-875. Stanciu OG, Marghitas LA, Bobis O, Popescu O, Victorita B, Maghear O. 2008. Correlation between the phenolic content and antioxidant capacity of declared honeydew honeys produced in Transylvania. Bulletin UASVM Animal Science and Biotechnologies. 65:249–254.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Townsend FG. 1975. Processing and storing liquid honey. In : Crane E. (ed). Honey: A Comprehensive Survey. London (GB): Heinemann.

[USDA]. United States Department of Agricultural. 1985. United States Standards for Grades of Extracted Honey. Washington DC (US).

White JW. 1979. Physical Characteristic of Honey. In: Crane, E. (Ed). Honey : A Compreherensive Survey. London (GB): Heinemann.

White JW. 1992. Honey. In: Graham MJ (ed). The Hive and The Honey Bee. Illinois (GB): Dadant and Sons.

Whitfield CW, Behura SK, Berlocher SH, Clark AG, Johnston JS, Sheppard WS, Smith DR, Suarez AV, Weaver D, Tsutsui ND. 2006. Thrice out of Africa: ancient and recent expansions of the honey bee, Apis mellifera. Science. 314:642–645.

Winarno FG. 1982. Madu: Teknologi, Khasiat, dan Analisa. Bogor (ID): Pusat Pengembangan Teknologi Pangan.

(24)

14

LAMPIRAN

Lampiran 1 Form uji organoleptik madu

Nama :

Usia :

Tanggal Pengujian : Jenis Contoh : Madu

Instruksi :

1. Di hadapan Anda disajikan Beberapa sampel uji

2. Berikan penilaian Saudara terhadap Aroma Asam, Rasa Manis, Kekeruhan, dan Kekentalan, dan Warnasampel. Penilaian dilakukan dengan membandingkannya sampel yang diuji terhadap sampel 111, deskripsikan bila perlu:

a. Rasa Manis dinilai dengan dikecap oleh lidah sebanyak satu sendok sampel

b. Aroma Asam dinilai dengan menghirup aroma asam perlahan (satu tarikan nafas) oleh hidung

c. Kekeruhan dinilai dengan mengamati ada tidaknya atau banyak sedikitnya (jika ada) cahaya yang dapat menembus sampel

d. Kekentalan dinilai dengan menyendok sampel dan menuangkan dengan kemiringan sendok (kurang lebih) 45o.

d. Warna dinilai dengan menyesuaikan warna sampel dengan warna kartu yang diberikan (dalam angka, contoh 68 nm, 55 nm, 70 nm, dst).

3. Beri nilai angka pada kotak yang disediakan dengan rincian:

4: Sangat Manis/ Sangat Asam / Sangat Keruh / Sangat Kental

Sampel Aroma Asam Rasa Manis Kekeruhan Kekentalan Warna (nm) 273

492 543 913

Sampel Aroma Asam Rasa Manis Kekeruhan Kekentalan Warna (nm) 417

551 611

Sampel Aroma Asam Rasa Manis Kekeruhan Kekentalan Warna (nm) 176

918 490 291

(25)

15

Lampiran 3 Analisis ragam karakteristik kimia madu Kadar Air

Sumber Keragaman db JK KT F P

Perlakuan 3 52.936 17.6453 1.66 0.2272

Ulangan 4 98.423 24.6057 2.32 0.1162

Galat 12 127.229 10.6024

Total 19 278.588

Keasaman

Sumber Keragaman db JK KT F P

Perlakuan 3 61 712.4 20 570.8 22.11 0.0000

Ulangan 4 3 086.0 771.5 0.83 0.5317

Galat 12 11 165.1 930.4

Total 19 75 963.5

Sukrosa

Sumber Keragaman db JK KT F P

Perlakuan 3 31.797 10.5990 0.88 0.4799

Ulangan 4 26.304 6.5761 0.54 0.7065

Galat 12 144.933 12.0777

Total 19 203.034

Gula Pereduksi

Sumber Keragaman db JK KT F P

Perlakuan 3 1 977.73 659.243 22.95 0.0000

Ulangan 4 429.69 107.422 3.74 0.0000

Galat 12 344.66 28.722

Total 19 2 752.08

HMF

Sumber Keragaman db JK KT F P

Perlakuan 3 3 070.8 1 023.59 0.69 0.5732

Ulangan 4 4 563.5 1 140.87 0.77 0.5630

Galat 12 17 697.6 1 474.80

Total 19 25 331.8

Kadar Abu

Sumber Keragaman db JK KT F P

Perlakuan 3 0.50192 0.16731 3.90 0.0371

Ulangan 4 0.30245 0.07561 1.76 0.2012

Galat 12 0.51482 0.04290

(26)

16

Lampiran 4 Tabel korelasi karakteristik kimia dan organoleptik

KA Sukrosa Gula

Pereduksi Keasaman HMF Abu Warna -0.068 0.626 -0.129 0.226 0.310 -0.087

Rasa -0.486 0.334 0.773 -0.827 0.393 -0.582

Aroma Asam 0.508 -0.168 -0.701 0.679 -0.124 0.434

Kekeruhan 0.343 0.209 -0.694 0.663 0.063 0.206

(27)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu, tanggal 13 Juli 1994. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Denny Tanuwidjaya (alm) dan Ibu Meilani Liman.

Penulis memulai pendidikan pertama tahun 1999 di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Bengkulu. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Bengkulu 2005. Tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) St. Albertus Malang dan lulus pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan dengan gelar Sarjana Peternakan (S1) melalui jalur UTMI (Ujian Tulis Mandiri IPB).

Gambar

Tabel 1 Metode pengujian dan persyaratan mutu madu Indonesia
Tabel 2  Karakteristik kimia madu dari empat spesies lebah
Gambar 1 Sarang lebah Trigona sp. (A) dan Apis sp. (B)
Gambar 2 Reaksi pembentukan HMF, asam levulinat, dan asam format dari  monosakarida (heksosa) dalam suasana asam (Achmadi 1991)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) implementasi pendidikan karakter yang terintegrasi dalam mata pelajaran terdiri dari Silabus dan Rencana Pelaksanaan

 Keterlibatan orang tua di sekolah merupakan sarana yang menjanjikan untuk meningkatkan hasil pendidikan siswa (Chen &amp; Gregory, 2011: 447).  Keterlibatan orangtua

Po says that his dream is only a dream but his father doesn’t believe it. He argues that they are noodle folk. Then, Po is curious to ask him.. I thought about running away

Berdasarkan hasil evaluasi penawaran dan evaluasi kualifikasi yang dilakukan oleh Pokja Pekerjaan Konstruksi atas Kegiatan SKPD Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman dan

Contoh: Batang kaca yang digosokkan pada kain wol, Muatan negatif akan berpindah dari kaca menuju kain wol.. Gelas kaca menjadi

Einstein menjadi seorang yang ahli dalam pekerjaannya yang terdahulu dan menyesuaikan diri pada situasi yang baru, dan juga dengan transformasi Lorentz seperti

Information systems play an important role helping companies optimize their business processes to achieve corporate objectives and increase competitive advantage in the face

PT. Santosa Agrindo adalah anak perusahaan dari PT. Japfacomfeed Indonesia yang bergerak di agribisnis peternakan sapi potong, penggemukan sapi potong dan pengolahan