• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Koksidiosis Dan Identifikasi Ookista Eimeria Spp. Pada Sapi Perah Di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi Koksidiosis Dan Identifikasi Ookista Eimeria Spp. Pada Sapi Perah Di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Kabupaten Bogor"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI KOKSIDIOSIS DAN IDENTIFIKASI

OOKISTA

EIMERIA

spp. PADA SAPI PERAH DI

KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK)

KABUPATEN BOGOR

ZIKRA DOVIANSYAH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prevalensi Koksidiosis dan Identifikasi Ookista Eimeria spp. Pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

(3)

ABSTRAK

ZIKRA DOVIANSYAH. Prevalensi Koksidiosis dan Identifikasi Ookista Eimeria spp. pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH dan ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA.

Koksidiosis merupakan salah satu penyakit patogen pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Eimeria spp. Terdapat banyak masalah yang disebabkan oleh infeksi Eimeria seperti diare, penurunan produksi susu, penurunan berat badan dan pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga prevalensi koksidiosis dan identifikasi spesies Eimeria pada anak sapi perah. Total sampel dari 142 sampel diperoleh dengan menggunakan selang kepercayaan 95%, prevalensi dugaan 50% dan tingkat kesalahan 8%. Sampel feses diperiksa dan dihitung Ookista Tiap Gram Tinja (OTGT) dengan metode McMaster. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi total Eimeria pada sapi perah Kunak adalah 62.4% dengan Selang Kepercayaan (SK 95%; 63.6%– 80.2%). Sementara itu, prevalensi berdasarkan kelompok umur, tertinggi pada umur 6 sampai 12 bulan sebesar 85.7% (SK 95%; 51.8%–91.0%), dan prevalensi berdasarkan jenis kelamin tertinggi pada sapi jantan 82.1% (SK 95%; 75.8–88.4). Derajat infeksi koksidiosis berdasarkan OTGT tertinggi pada umur kurang dari 6 bulan (1607.3). Terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) pada umur dan jenis kelamin dengan derajat infeksi koksidiosis. Hasil identifikasi menemukan 5 spesies Eimeria spp. dan spesies tertinggi adalah E. bovis (16.5%)

Kata kunci: Eimeria, koksidiosis, KUNAK, sapi perah, prevalensi

ABSTRACT

ZIKRA DOVIANSYAH. Prevalence of Coccidiosis and Identification of Eimeria spp. Oocysts in Kunak Dairy Cattle Bogor District. Supervised by UMI CAHYANINGSIH and ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA.

Coccidiosis is one of the most pathogenic intestinal disease caused by Eimeria spp. There are many problems caused by Eimeria infection, such as diarrhea, decreasing milk production, reduce weight and growth. The aims of this study were to estimate prevalence of coccidiosis and identification of Eimeria species in dairy calves. The total sample of 142 samples was determined by 95% convidence interval, 50% expected prevalence and 8% desired absolut precision. The faecal samples were examined and counted of Oocyst Per Gram (OPG) by McMaster method. The result showed that the overall prevalence of Eimeria in KUNAK dairy calves was 62.4% with Confidence Interval (CI) 95%; 63.6%– 80.2%). While the highest infection was observed in cattle age 6 until 12 months was 85.7% (CI 95%; 51.8%–91.0%). There were statistically significant difference (P<0.05) in age and sex with infection rate of coccidiosis. Five spesies of Eimeria were identified in present study and the highest species was E. bovis (16.4%).

(4)
(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada Fakultas Kedokteran Hewan

PREVALENSI KOKSIDIOSIS DAN IDENTIFIKASI

OOKISTA

EIMERIA

spp. PADA SAPI PERAH DI

KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK)

KABUPATEN BOGOR

ZIKRA DOVIANSYAH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Prevalensi Koksidiosis dan Identifikasi Ookista Eimeria spp. pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kabupaten Bogor

Nama : Zikra Doviansyah NIM : B04110082

Disetujui oleh

Prof Dr Drh Umi Cahyaningsih, MS Drh Arifin Budiman Nugraha, MSi

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 sampai Agustus 2014 ini ialah Prevalensi Koksidiosis dan Identifikasi Ookista Eimeria spp. pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kabupaten Bogorr.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Drh Hj Umi Cahyaningsih MS dan Drh Arifin Budiman Nugraha MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Elma Nefia dan Dory Sylvianisah Pohan yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Taksonomi dan Morfologi 2

Siklus Hidup 3

Patogenisitas dan Gejala Klinis 3

Epidemiologi 4

Kerugian Ekonomi 4

METODE 5

Waktu dan Tempat 5

Metode Penarikan Contoh 5

Koleksi Sampel Feses 6

Metode Mc Master 6

Identifikasi Spesies Eimeria spp. 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Pembahasan 7

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

(10)

DAFTAR TABEL

1 Spesies Eimeria spp. pada sapi 2

2 Perhitungan prevalensi berdasarkan wilayah 7

3 Perhitungan prevalensi berdasarkan umur 8

4 Perhitungan prevalensi berdasarkan jenis kelamin 8

5 OTGT pada kelompok umur berbeda 9

6 Identifikasi spesies Eimeria spp. 10

DAFTAR GAMBAR

(11)
(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi. Namun, sampai saat ini kecukupan gizi di masyarakat Indonesia belum merata. Berbagai upaya telah dilakukan demi tercukupinya kebutuhan gizi masyarakat khususnya peningkatan produksi di bidang peternakan. Usaha peningkatan produksi ternak harus diimbangi dengan manajemen ternak yang baik. Melalui manajemen ternak yang baik inilah dapat diperoleh produk sapi yang berkualitas tinggi dan mengurangi penyakit.

Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan gizi yaitu susu. Masalah yang sering dihadapi dalam peternakan sapi perah adalah penyakit

Penyakit hewan secara umum dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme diantaranya bakteri, virus dan parasit. Menurut Kristensen et al. (2008) parasit merupakan masalah utama yang dapat menyebabkan penurunan bobot badan, pertumbuhan lambat dan kematian. Hal ini terjadi karena parasit tersebut mengambil nutrisi yang dibutuhkan, memakan jaringan tubuh, dan menghisap darah inangnya. Salah satu penyakit pada ternak sapi adalah koksidiosis. Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa Eimeria spp. yang menyerang sel epitel saluran pencernaan dan menyebabkan kerusakan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan ternak. Gejala klinis yang disebabkan oleh infeksi Eimeria spp. diantaranya diare, penurunan berat badan, dehidrasi dan kelelahan (Daugschies dan Najdrowski, 2005). Keparahan gejala klinis yang timbul tergantung dari jumlah ookista yang tertelan, jika ookista yang tertelan banyak maka gejala klinis yang ditimbulkan akan parah (Levine 1985). Kerugian yang ditimbulkan akibat koksidiosis meliputi mortalitas, penurunan berat badan, nafsu makan menurun, produksi daging turun, meningkatnya biaya pengobatan, upah tenaga kerja dan lain-lain. Penurunan produktivitas ternak dapat memberikan dampak negatif bagi peternak, salah satunya menyebabkan rendahnya nilai atau harga jual ternak. Berdasarkan hal tersebut perlu melakukan kajian prevalensi koksidiosis pada sapi perah di KUNAK Kabupaten Bogor.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menduga prevalensi koksidiosis pada sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) dan mengidentifikasi jenis-jenis Eimeria spp. pada setiap tingkatan umur berbeda.

Manfaat Penelitian

(14)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi

Eimeria merupakan parasit uniseluler yang memiliki inang spesifik. Eimeria dapat menginfeksi hewan sapi, sehingga menyebabkan kerusakan pada sel epitel saluran pencernaan. Menurut Levine (1985) taksonomi Eimeria adalah sebagai berikut:

Morfologi Eimeria dapat diidentifikasi berdasarkan bentuk dan ukuran ookista. Bentuk ookista yang paling umum adalah bulat, bulat telur (ovoid) dan silinder. Ookista memiliki dinding transparan berfungsi melindungi kelangsungan hidup ookista di alam. Beberapa spesies memiliki pori kecil yang terbuka di salah satu ujung ookista yang disebut mikrofil (topi). Ookista dapat dibedakan menjadi ada 2 tipe yaitu ookista belum bersporulasi dan ookista sudah bersporulasi. Ookista belum besporulasi memiliki sel tunggal yaitu sporon. Sedangkan ookista yang sudah bersporulasi memiliki empat sporokista, masing-masing berisi dua sporozoit. Menurut Levine (1985) dan Soulsby (1968) karakteristik bentuk ookista Eimeria spp. secara lengkap tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik ookista Eimeria pada sapi menurut Levine (1985) dan Soulsby (1986)

Jenis Eimeria spp. Levine (1985) Soulsby (1968)

Bentuk Ukuran (µ m) Bulat Ukuran (µ m)

E. alabamensis Bulat 13-24 × 11-16 Ovoid 13-24×11-16

E. aubernensis Ovoid 32-45 × 20-25 Ovoid 32-46×20-25

E. bovis Ovoid 23-34 × 17-23 Oval 23-34×17-23

E. brasiliensis Ellips 34-42 × 24-29 Bulat 34.2-42.7×24.2-29.9

E. bukidnonensis Bulat 33-41 × 24-28 Ellips/Silinder 44.0×31.1

E. canadensis Ellips 28-37 × 20-27 Silinder 28-37×20-27

E. cylindra Silinder 16-27 × 12-15 Ellips 16-27×12-15

E. ellipsoidalis Ellips 12-27 × 10-18 Ovoid 12-27×10-18

E. subspherica Suspherica 9-13 × 8-12 Ovoid 9-11×8-12

E. wyomingensis Ovoid 37-45 × 26-38 Suspherica/Ellips 37-44.9×26.4-30.8

E. zuernii Suspherica/Ellips 12-22 × 13-18 Suspherica/Ellips 15-22×13-18

Siklus Hidup

(15)

3

membelah diri berubah menjadi bulat untuk membentuk sporoblas. Sporoblas akan mensekresikan bahan pembentuk dinding menjadi sporokista. Ookista matang terdiri dari 4 sporokista dan masing-masing sporokista berisi 2 sporozoit selanjutnya menjadi ookista bersporulasi yang merupakan stadium infektif dari Eimeria spp. Jika tertelan oleh induk semang (sapi) sporozoit akan keluar dari sporokista dan akan menembus sel epitel saluran pencernaan lalu menjadi tropozoit. Tropozoit matang menjadi skizon melalui proses skizogoni. Skizon ini selanjutnya akan membelah dan menghasilkan merozoit pertama, kedua, ketiga bahkan ke empat. Merozoit yang dihasillkan akan berkembang menjadi salah satu gamet jantan dan gamet betina. Levine (1985) menerangkan bahwa dalam pembentukan beberapa gamet hanya sebagian kecil saja yang bertemu dan berfertilisasi sehingga terbentuknya zigot. Kesatuan zigot dan dinding yang mengelilinginya disebut ookista. Siklus hidup Eimeria sp dapat dilihat pada gambar 1.

Patogenitas

Eimeria yang menginfeksi sapi terakhir diketahui terdapat 15 spesies Eimeria. Namun, E. bovis dan E. zuernii yang mempunyai tingkat patogenisitas paling tinggi. Kedua spesies tersebut diketahui dapat menyebabkan kematian dan diare berdarah. Spesies lain juga dapat menimbulkan gejala klinis jika sapi tertelan ookista dalam jumlah yang banyak yaitu E. auburnensis, E. ellipsoidalis, dan E. alabamensis (Fraser 2006).

Infeksi terjadi setelah hewan tertelan ookista infektif. Sampai sejauh ini hanya ookista yang bersporulasi saja yang infektif dan bila inang yang peka menelan ookista bersporulasi dalam jumlah banyak maka akan menimbulkan gejala klinis. Kehebatan gejala klinis yang timbul tergantung dari jumlah ookista yang tertelan, jika ookista yang tertelan banyak maka gejala klinis yang

(16)

4

ditimbulkan akan makin hebat. Menurut Mundt et al. (2005) ada atau tidaknya gejala klinis tergantung keseimbangan antara imunitas dengan dosis infeksi. Gejala penyakit ini dapat muncul dalam berbagai situasi disaat keseimbangan (imunitas dan dosis infeksi) gagal terbentuk akibat kondisi yang antara lain dipengaruhi oleh cuaca, pakan yang buruk dan stress pada hewan. Patogenisitas koksidiosis tergantung beberapa faktor yaitu jumlah sel inang yang rusak, jumlah merozoit dan lokasi parasit di dalam jaringan sel inang.

Gejala Klinis

Gejala koksidiosis yang parah ditandai dengan diare yang hebat, tinja cair bercampur mukus dan darah yang berwarna merah sampai kehitaman beserta reruntuhan sel-sel epitel. Diare ini seringkali mengotori daerah sekitar perianal, kaki belakang dan pangkal ekor. Pada kondisi diare, hewan terus merejan dan dapat mengakibatkan prolapsus rektum. Perjalanan klinis penyakit ini bervariasi antara 4–14 hari (Fraser 2006). Menurut Radostits et al. (2006) kejadian koksidiosis sebagian besar terjadi pada pedet selama musim hujan dimana pedet sudah terinfeksi dari induk atau saat dipindahkan ke peternakan lain. Gejala klinis lainnya seperti kehilangan nafsu makan dan berat badan turun, anemia, anoreksia dan umumnya hewan terlihat kurus. Pengembangan gejala klinisnya itu tergantung dari beberapa faktor seperti jenis-jenis spesies Eimeria spp., umur, jumlah ookista yang tertelan dan adanya infeksi sekunder, serta sistim tata laksana peternakan (Daugschies dan Najdrowsk 2005).

Epidemiologi Koksidiosis

Koksidiosis pada sapi pertama kali dilaporkan di Amerika Utara oleh Smith pada tahun 1893. Kejadian koksidiosis pada sapi di Indonesia diantaranya di Kabupaten Wonogiri 43.2% (Nugroho 2013), Boyolali 48.3% (Sumiarto 2013), Klaten 41.4% (Budiharta 2013), Kabupaten Sragen 38.8% (Nanditya 2014), dan Kabupaten Sleman 78% (Raharjo 2013). Sementara itu prevalensi koksidiosis juga telah dilaporkan di beberapa negara antara lain: US 96% (Lucas et al. 2014), Ethiopia 68.1% (Abebe et al. 2008), Jerman 70% (Himmelstjerna et al. 2005) dan di India sebesar 20.8% (Priti et al. 2013).

Kerugian Ekonomi Koksidiosis

(17)

5

ternak dan obat-obatan yang dikeluarkan sebesar Rp 163 800 000 pertahun. Oleh karena itu pentingnya menerapkan tata laksana peternakan yang baik untuk mengurangi kerugian ekonomi.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan bulan Agustus 2014. Feses diambil dari peternakan sapi perah, yaitu Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemeriksaan sampel feses dilakukan di Laboratorium Protozoologi Departermen IPHK FKH IPB.

Kondisi Geografis Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kunak sapi perah terletak di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor seluas 94.4 ha. Topografi lokasi Kunak merupakan bentuk perbukitan dan lereng gunung. Suhu udara pada lokasi ini antara 20-28°C dan curah hujan rata-rata 2400 mm/tahun (Kamiludin 2009). Kawasan ini dibagi menjadi dalam dua wilayah yang lokasinya berdekatan yaitu Kunak I dan Kunak II.

Metode Penarikan Contoh

Sampel diambil dari KUNAK, Cibungbulang Kabupaten Bogor. Jumlah populasi sapi perah diwilayah ini adalah 1000 ekor. Besaran sampel didapat dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%, prevalensi dugaan 50%, dan tingkat kesalahan sebesar 8%, sehingga didapat jumlah ukuran sampel sebanyak 142 ekor. Komposisi sampel dari setiap peternak terdiri atas sapi yang berumur kurang dari 6 bulan, 6 sampai 12 bulan dan lebih dari 12 bulan.

Rumus ukuran contoh untuk menduga prevalensi penyakit adalah (Thrusfiled 2005):

Keterangan :

: ukuran contoh p : prevalensi dugaan q : (1 p)

(18)

6

Koleksi Sampel Feses

Pengambilan feses diambil secara perektal sebanyak 20 gram dan dimasukkan ke dalam plastik. Feses tersebut diidentifikasi berdasarkan nama peternak, umur dan nomor ternak. Feses dimasukkan ke dalam cooler box selama perjalanan dan disimpan di dalam lemari pendingin suhu 4°C sampai dilakukan pemeriksaan.

Penghitungan Ookista

Feses ditimbang sebanyak 4 gram kemudian dilarutkan ke dalam 56 mL larutan garam jenuh. Selanjutnya dihomogenkan dan dilakukan penyaringan untuk mengurangi serat dan kotoran lainnya. Hasil saringan tersebut diambil menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam kamar hitung McMaster. Sebelum dilakukan pemeriksaan sampel didiamkan terlebih dahulu selama 5-10 menit, setelah itu diperiksa dengan mikroskop pada perbesaran 100 kali. Menurut Dong et al. (2012) rumus untuk menghitung Ookista Tiap Gram Tinja (OTGT) yaitu:

Keterangan :

: Ookista Tiap Gram Tinja : Jumlah ookista yang ditemukan

: Berat feses (gram)

: Volume larutan pengapung (ml) : Volume kamar hitung (ml)

Identifikasi Ookista Eimeria spp.

Identifikasi ookista Eimeria spp. dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi lensa mikro okuler dengan mengukur panjang dan lebar ookista. Selanjutnya setiap ukuran yang didapat dikalikan dengan nilai konversi dari kalibrasi mikroskop 7.5 untuk mendapatkan ukuran ookista yang sebenarnya (µm). Selain itu juga dilakukan penghitungan indeks ookista (rasio panjang dan lebar). Setelah itu untuk menentukan jenis Eimeria spp. dibandingkan dengan literatur menurut Soulsby (1968) dan Levine (1985).

Analisis Data

(19)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prevalensi Koksidiosis pada Sapi Perah di Kunak

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan prevalensi total koksidiosis adalah 62.4% dengan Selang Kepercayaan (SK 95%; 63.6%–80.2%) sedangkan prevalensi berdasarkan wilayah yakni Kunak 1 dan Kunak 2 masing-masing sebesar 71.9% (SK 95%; 64.7%–79.1%) dan 55.3% (SK 95%; 63.9%–79.9%). Hasil prevalensi koksidiosis pada sapi perah Kunak disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Prevalensi koksidiosis pada sapi perah KUNAK Cibungbulang Bogor Wilayah Total Jumlah Sampel

Positif

Prevalensi total koksidiosis pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan di daerah lainnya yaitu di Kabupaten Wonogiri sebesar 43.2% (Nugroho 2013), Boyolali 48.3% (Sumiarto 2013), Klaten 41.4% (Budiharta 2013), dan Kabupaten Sragen 38.8% (Nanditya 2014). Namun, lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Sleman yakni sebesar 78% (Raharjo 2013). Sementara itu prevalensi koksidiosis juga telah dilaporkan di beberapa negara diantaranya adalah USA 96% (Lucas et al. 2014), Ethiopia 68.1% (Abebe et al. 2008), Jerman 70% (Himmelstjerna et al. 2005) dan di India sebesar 20.8% (Priti et al. 2013). Dalam penelitian ini prevalensi Kunak 1 lebih tinggi dibandingkan Kunak 2, hal ini disebabkan cara menyimpan pakan masih diletakan di atas lantai. Penyimpan pakan pada lantai ini menimbulkan ookista lebih mudah dalam mengontaminasi pakan. Namun pakan yang disimpan pada tempat pakan khusus atau tidak langsung pada lantai prevalensi koksidiosis lebih rendah diduga karena ookista Eimeria spp. lebih sedikit mengontaminasi pakan tersebut.

Perbedaan prevalensi dipengaruhi oleh sejumlah faktor diantaranya adalah musim (kelembaban, temperatur), jenis kelamin hewan, sistim perairan, sistim pemberian pakan dan perkandangan (Waruiru et al. 2000). Hal serupa juga dilaporkan Khan et al. (2013) bahwa prevalensi koksidiosis dipengaruhi oleh 5 faktor utama yaitu sistim perkandangan, sistim pemberian pakan, sistim perairan, jenis lantai dan ukuran kandang.

Prevalensi Koksidiosis pada Kelompok Umur yang Berbeda

(20)

8

Tabel 2 Prevalensi koksidiosis pada tingkat umur yang berbeda sapi perah KUNAK Cibungbulang Bogor

Umur Total Jumlah Sampel

Positif

Prevalensi koksidiosis telah dilaporkan tertinggi terjadi pada sapi berumur satu bulan sampai dengan satu tahun (Fraser 2006; Yakhchali dan Zareii 2008; Rahmeto et al. 2008). Menurut Faber et al. (2002) anak sapi rentan terinfeksi Eimeria spp. karena perkembangan sistem imun belum sempurna dibandingkan sapi dewasa yang sudah terpapar Eimeria spp. Dalam penelitian ini peternak umumnya mencampurkan ternak dalam satu kandang sehingga memungkinkan terjadinya infeksi silang. Koksidiosis pada sapi umumnya subklinis atau tidak terlihat gejala klinisnya. Gejala klinis yang sering timbul misalnya diare, feses terlihat encer yang bercampur dengan darah kemudian diikuti anemia, lemas, dehidrasi, nafsu makan berkurang dan kekurusan (Daugschies dan Najrowski 2005). Hewan yang terinfeksi koksidiosis produktifitas susu tidak lagi maksimal karena saluran pencernaan sudah terganggu (Levine 1985). Hal ini memberi dampak buruk pada perekonomian karena dapat menyebabkan kerugian jutaan dollar per tahun (Abebe et al. 2008).

Derajat Infeksi Koksidiosis pada Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Berbeda

Derajat infeksi (OTGT) tertinggi ditemukan pada kelompok umur kurang dari 6 bulan yaitu 1607.3 dengan Selang Kepercayaan 95% (SK) 1871.5%– 1343.1%. Derajat infeksi berdasarkan OTGT masing-masing kelompok umur dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Derajat infeksi berdasarkan OTGT pada kelompok umur dan jenis kelamin

Keterangan: huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan pada P<0.05 (*) terdapat hubungan yang nyata pada P<0.05

(21)

9

ookista (OTGT). Prevalensi koksidiosis tertinggi terdapat pada umur 6 sampai 12 bulan tetapi derajat infeksi (keparahan koksidiosis) terdapat pada umur kurang dari 6 bulan. Abebe et al. (2008) melaporkan bahwa prevalensi koksidiosis tertinggi terjadi pada sapi perah umur kurang dari 6 bulan dan umur 6 sampai 12 bulan. Demikian juga pada kategori jenis kelamin memiliki hubungan yang nyata (P<0.05). Derajat infeksi koksidiosis dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu, ringan (50 sampai 1 000), sedang (1 000 sampai 5 000) dan tinggi (lebih besar dari 5 000) (Bangoura et al. 2011). Sedangkan menurut Arslan dan Tuzer (1998) menjelaskan bahwa jumlah OTGT di atas 5 000 dapat menimbulkan gejala klinis pada sapi. Berdasarkan nilai rata-rata OTGT kelompok umur kurang dari 6 bulan masuk ke dalam infeksi sedang sedangkan kelompok umur lainnya masuk ke dalam infeksi ringan. Infeksi sedang dan ringan umumnya tidak menunjukkan gejala klinis. Pada umumnya sapi menunjukkan gejala klinis apabila jumlah ookista yang ditemukan sebanyak 5 000 sampai 10 000 ookista tiap gram tinja.

Prevalensi Koksidosis Berdasarkan Jenis Kelamin

Prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin tertinggi pada sapi jantan yaitu 82.1% (SK 95%; 75.8–88.4). Data prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin Jenis prevalensi berdasarkan jenis kelamin jantan dan betina didapatkan masing-masing sebesar 29.4% dan 20.7%. Berbeda dengan Khan et al. (2013) melaporkan prevalensi tertinggi adalah sapi betina sebesar 51.5% dibandingkan sapi jantan 44.5%. Sementara itu, di Indonesia menurut Fitriastuti et al. (2011) dilaporkan bahwa sapi betina di Indonesia sebagian besar terkena infeksi ringan koksidiosis. Variasi ini umumnya dipengaruhi oleh keadaan fisiologis, stress, serta berhubungan dengan masa kebuntingan dan kelahiran. Menurut Priti et al. (2013) kejadian koksidosis pada sapi betina berhubungan dengan stress fisiologis terutama pada masa bunting sapi dan kelahiran. Dalam penelitian ini prevalensi sapi jantan lebih tinggi dibandingkan sapi betina karena kebersihan sapi jantan tidak terlalu diperhatikan oleh peternak daripada sapi betina yang akan diperah.

Identifikasi Spesies Eimeria spp.

(22)

10

Sementara itu, menurut Fraser (2006) terdapat 15 spesies Eimeria yang menginfeksi sapi, tetapi dari 15 spesies tersebut hanya E. bovis dan E. zuernii yang patogenisitas paling tinggi. Hal ini sejalan dengan Nalbantoglu et al. (2008) dan Priti et al. (2008) bahwa E. bovis dan E. zuernii bersifat patogen serta menyebabkan diare berdarah sehingga menimbulkan kerugian ekonomi di seluruh dunia.

Tabel 5 Prevalensi koksidiosis berdasarkan pengelompokkan spesies Eimeria spp. Jenis

Berdasarkan hasil penelitian bahwa infeksi yang terjadi dikelompokkan menjadi dua yaitu, infeksi tunggal (satu spesies) dan infeksi campuran (lebih dari satu spesies) tersaji pada Tabel 5. Menurut Levine (1985) infeksi yang paling sering terjadi adalah infeksi campuran. Pada penelitian ini terdapat 55 sampel terinfeksi lebih dari 1 spesies (60.4%) sedangkan terdapat 36 sampel yang terinfeksi 1 spesies (39.6%). Pada kondisi alami ookista Eimeria spp. banyak terdapat dilingkungan. Berdasarkan pengamatan dilapang kondisi alas kandang masih kurang diperhatikan dan belum tertanganinya limbah kotoran ternak secara baik. Hal inilah yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi campuran. Menurut Dawid et al. (2012) faktor predisiposisi variasi jenis-jenis Eimeria spp. dalam suatu peternakan diantaranya kondisi higiene dan manajemen, nutrisi dan sanitasi rendah, perubahan pakan, ras, stress, iklim, kondisi geografis dan keberadaan ookista di lingkungan. Sementara itu menurut Cahyaningsih dan Supriyanto (2007) perbedaan frekuensi kemunculan jenis Eimeria spp. disebabkan oleh siklus hidup dari Eimeria spp. ookista Eimeria spp. Siklus hidup ini berkaitan dengan waktu sporulasi dan periode prepaten. Periode prepaten adalah interval waktu dari saat infeksi ookista sampai ookista keluar pada feses untuk pertama kalinya. Sedangkan sporulasi adalah waktu yang dibutuhkan ookista keluar dari tinja yang belum bersporulasi sampai membentuk ookista yang sudah bersporulasi. Ookista yang bersporulasi ini adalah yang dapat menginfeksi induk semang (sapi). Ookista Eimeria spp. biasanya terdapat pada hewan yang masih muda dan kondisi gizinya kurang baik, sehingga hewan yang kondisi gizinya baik kemungkinan kecil ditemukan ookista Eimeria spp.

SIMPULAN

(23)

11

tertinggi pada umur 6 sampai 12 bulan sebesar 85.7% (SK95%; 51.8%–91.0%), dan prevalensi berdasarkan jenis kelamin tertinggi pada sapi jantan 82.1 (SK 95%; 75.8–88.4). Derajat infeksi koksidiosis berdasarkan OTGT tertinggi terdapat pada umur kurang dari 6 bulan sebesar 1607.3. Hasil identifikasi menemukan 5 spesies Eimeria spp. yaitu, E. bukidnonensis, E. wyomingensis, E. brasiliensis, E. canadensis dan E. bovis. Spesies tertinggi adalah E. bovis (16.5%).

SARAN

Saran untuk penelitian ini adalah perlu dilakukan pemisahan sapi perah berdasarkan kelompok umur untuk mengurangi infeksi silang serta penyuluhan tentang pencegahan dan pengendalian koksidiosis pada sapi perah.

DAFTAR PUSTAKA

Arslan MO, Tuzer E. 1998. Prevalence of Bovine Eimeridosis in Thracia, Turkey. Tr J Vet Anim Sc [Internet]. [diunduh 2015 Juni 21]; 22(1998); 161-164. Tersedia pada: http://journals.tubitak.gov.tr/veterinary/issues/vet-98-22. Bangoura B, Daugschies A. 2007. Parasitological and clinical parameters of

experimental Eimeria zuernii infections in calves and influence on weight gain and haemogram. J Parasitol Res. 100: 1331-1340. [Internet] [diunduh

2015 Juni 6]; 100:1331-1340. Tersedia

pada:http;//link.springer.com/article/10.1007/s00436-006-0415.

Budiharta, S. 2013. Prevalensi Koksidiosis pada Pedet di Kabupaten Klaten Jawa Tengah [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada

Berry DP, Lee JM, Macdonald KA, Stafford K, Matthews L, Roche JR. 2007. Associations among body condition score, body weight somatic cell count, and clinical mastitis in seasonally calving dairy cattle. J Dairy Sci. [Internet] [diunduh 2015 Mei 10]; 90:637-648. Tersedia pada:http//www.sciendirect.com/science/article/pii/S0022030207715461. Cahyaningsih U, Supriyanto. 2007. Kejadian Koksidiosis pada Domba Umur 6-12

Bulan di Ciomas Bogor. Di dalam: Cahyaningsih U, Supriyanto, editor. Pembangunan Nasional Berbasis IPTEKS Untuk Kemandirian Bangsa; 2007 Agustus 9; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Cornelissen AWCA, Verstegen R, Brand H, Perie NM, Eysker M, Lam TJGM,

(24)

12

10]; 56: 7-16. Tersedia

pada:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7732653.

Dawid F, Amede Y, Bekele M. 2012. Claf coccidiosis in selected dairy farms of Dire Dawa, Eastern Ethiopia. Global Veterinaria. [Internet] [diunduh 2015 Mei 10]; 9(4): 460-464. Tersedia pada:http://vri.cz/docs/vetmed/59-6-271.pdf.

Daugschies A, Najdrowsk M. 2005. Eimeriosis in cattle: current understanding. J Vet Med. [Internet] [diunduh 2015 Mei 28]; 5(2): 417-427. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16364016.

Dong H, Zhao Q, Han H, Jiang L, Zhu S, Li T, Kong C, Huang B. 2012. Prevalence of Coccidial Infection in Dairy Cattle in Shanghai, China. J Parasitol. 98 (5): 963-966.doi: 10.1645/GE-2966.1.

Faber JE, Kollmann D, Heise A, Bauer C, Failing K, Burger HJ, Zahner H. 2002. Eimeria infections in cows in the periparturient phase and their calves: oocyst excretion and levels of specific serum and colostrum antibodies. J Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 Mei 28]; 104(1): 1-17. Tersedia pada:http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S030440170100610 0.

Fitriastuti ER, Atikah N, Ria NM. 2011. Studi Penyakit Koksidiosis pada Sapi Betina di 9 Provinsi di Indonesia Tahun 2011. Bogor (ID): Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obar Hewan

Fraser CM. 2006. The Merck Veterinary Manual, A Hand Book of Diagnosis Therapy and Disease Prevention and Control for Veterinarians. Ed ke-7. Amerika Serikat (US): NIT.

Hammond DM, Ernst JV, Minner ML. 1966. The development of first generation schizonts of Eimeria bovis. J Protozool. [Internet] [diunduh 2015 Mei 28];

54: 559-568. Tersedia pada:

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.15507408.1967.tb02076.x/abs tract.

Hammond DM, Fayer R. 1968. Cultivation of Eimeria bovis in three established cell lines and in bovine tracheal cell line cultures. J Parasitol Res. [Internet] [diunduh 2015 Mei 28]; 88: 301-307. Tersedia pada: http://www.jstor.org/stable/3277083?seq=1#page_scan_tab_contents. Himmelstsjerna S et al. 2005. Clinical and epidemiological characteristic of

Eimeria infections in first year grazing cattle. J Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 Mei 28]; 136(2006): 215-221. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304401705005662. Kamiludin A. 2009. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di

Kawasan Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor [Skripsi]: Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kirkpatrick JG. 2008. Coccidiosis in cattle. Di dalam: Kirkpatrick JG, editor. Oklahoma Cooperative Extension Seavice VTMD-9129; 2008 Agustus 7; Oklamoma, Amerika Serikat. Amerika Serikat (US): Oklahoma State University.

(25)

13 Estonia [Thesis]. Estonia (ET) : University of Life Sciences Estonian. Lassen B, Ostergaard A. 2012. Estimation of the economical effects of Eimeria

infections in Estonian dairy herds using a stochastic model. J Vet Med. [Internet] [diunduh 2015 Mei 29]; 100(2012): 258-265. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22608299.

Levine N. 1985. Protozoologi Veteriner. Soekardono S, penerjemah; Brotowidjojo MD, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Lucas AS, Elvinger FC, Lindsay DS, Neel JPS, Scaglia G, Swecker WS, Zajac AM. 2014. A study of the level and dynamics of Eimeria populations in naturally infected grazing beef cattle at various stages of production in the Mid-Atlantic USA. J Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 Mei 29];

202: 201-206. Tersedia pada:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24680603.

Lawrence JA, Williamson SM. 2009. Protozoa Disease in Farm Ruminants. J Parasitol Res. [Internet] [diunduh 2015 Mei 28]; 9; 12-25. Tersedia pada: http;//www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/pdf.

Morgan BB, Hawskin PA. 1985. Veterinary Protozoology. Amerika Serikat (US): Burgess Publishing Company Minnesota.

Mundt HC, Bangoura B, Mengel H, Keidel J, Daughschies A. 2005. Control of clinical coccidiosis of calves due to Eimeria bovis and Eimeria zuernii with toltrazuril under field conditions. J Parasitol Res. [Internet] [diunduh 2015 Mei 29]; 97(1): 134-142. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304401714005305. Nalbantoglu S, Sari B, Cicek H, Karaer Z. 2008. Prevalence of coccidian species

in the water buffalo (Bubalus bubalis) in the Province of Afyon, Turkey. Acta Vet Brno. [Internet] [diunduh 2015 Mei 30]; 77: 111-116. Tersedia pada: http://actavet.vfu.cz/media/pdf/avb_2008077010111.pdf.

Nanditya WK. 2014. Prevalensi Koksidiosis pada Sapi dan Prevalensi Kematian Pedet di Sragen Jawa Tengah, Indonesia: Studi Kasus [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Nugroho WS. 2013. Prevalensi Koksidiosis pada Pedet di Kabupaten Wonogiri [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada

Pandit BA. 2009. Prevalance of coccidiosis in cattle in Kashmir valley. Vet Scan. [Internet] [diunduh 2015 Mei 30]; 4: 16-20. Tersedia pada: http://academicjournals.org/article/article1379602657_Alemayehu%20et% 20al.pdf.

Priti M, Mandal, Sharma, Sincha, Sucheta S, Verma. 2013. Prevalence of bovine coccidiosis at Patna. J Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 Juni 10];

2(22): 73-76. Tersedia pada:

(26)

14

Radostits OM, Gay CC, Constable PD. 2006. Veterinary medicine a Text Book of the Disease of Cattle, Sheep, Pigs, Goat, and Hourses. Ed ke-8. Philadelphia (US): Bailliere Tindall.

Raharjo S. 2013. Tingkat Kejadian Koksidiosis pada Pedet Sapi Perah di Kelompok Ternak Sebrang Wetan Wukirsari Cangkringan Sleman [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Rahimah S. 2010. Teknologi Pengolahan Susu dan Telur [Skipsi]. Bandung (ID): Universitas Sebelas Maret.

Rahmeto A, Abebe W, Bersissa K. 2008. Epidemiology of Eimeria infections in calves in Addis Ababa and Debre Zeit dairy farms, Ethiopia. Intern J Appl Res Vet Med. [Internet] [diunduh 2015 Juni 5]; 6:24-30. Tersedia pada: http://www.jarvm.com/articles/Vol6Iss1/Kumsa%2024-30.pdf.

Ruiz A, Behrendt JH, Zahner H, Hermosilla C, Perez D, Matos L, Munoz MC, Molina JM, Taubert A. 2010. Development of Eimeria ninakohlyakimovae in vitro in primary and permanent cell lines. J Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 Juni 10]; 173(1-2): 2-10. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304401710003316. Sanchez RU, Founrage RD, Romero JR. 2007. Dynamics of Eimeria oocyst

excretion in dairy calves in the province of Buenos Aires (Argentina) during their first 2 month of age. J Vet Parasitol. [Internet] [diunduh pada Juni 10]; 151(2008): 133-138. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304401707005961. Soulsby, 1968. Helminth, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal, 6th

ed. London (UK): William and Wilkins Baltimore.

Sumiarto B. 2013. Prevalensi dan Faktor Risiko Koksidiosis (Eimeria sp) pada Pedet di Kabupaten Boyolali [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Tabbu C. 2006. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Yogyakarta (ID): Kanisius.

(27)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang Panjang pada tanggal 19 Januari 1993, anak dari pasangan Bapak Afdhal dan Ibu Evi Lismai. Pendidikan formal penulis sampai dengan tingkat SMA diselesaikan di Kota Solok, yaitu SDN 9 Tanah Garam Kota Solok, SMPN 1 Kota Solok, dan SMAN 1 Kota Solok. Penulis lulus dari SMA dan pada tahun yang sama diterima di jurusan kedokteran hewan melalui jalur undangan.

Gambar

Tabel 1  Karakteristik ookista Eimeria pada sapi menurut Levine (1985)
gambar 1.  Gambar 1. Siklus hidup Eimeria sp (Levine 1985)
Tabel 1  Prevalensi koksidiosis pada sapi perah KUNAK Cibungbulang Bogor
Tabel 2  Prevalensi koksidiosis pada tingkat umur yang berbeda sapi perah KUNAK Cibungbulang Bogor
+3

Referensi

Dokumen terkait

“Aku (Hadhrat Mushlih Mau’ud ra) juga menjawab dengan cara yang sama kepada orang-orang semacam itu, yaitu ‘Haram (terlarang) bagi kalian, tidak perlu kalian memberikan iuran

Setelah saya observasi ke lapangan dan sempat wawancara kepada 30 remaja putri,terdapat 30 remaja putri mengalami keputihan patologis, angka tersebut menunjukkan banyaknya remaja

Nilai Kadar Air Media Hidroton Hasil pengujian kadar air media hidroton dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan bahwa perlakuan yang menghasilkan kadar air

Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja

panjang disamping bantuan langsung yang hanya membantu dalam jangka waktu yang pendek. Selain itu masalah umum krisis air di Desa Tihingan seharusnya lebih diperhatikan lagi

Bapak Suep selaku pemilik warung soto ayam ini tidak mengalami kerugian jika harga sotonya dijual dengan harga Rp 5000, karena menurutnya dengan harga tersebut sudah dapat

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket kemampuan penalaran siswa dan angket soal untuk hasil belajar matematika siswa setelah

Metode penelitian: Penelitian penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran karakteristik masyarakat, yaitu umur, pendidikan,