• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi AGNPS untuk Menganalisis Kualitas Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi AGNPS untuk Menganalisis Kualitas Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI AGNPS UNTUK MENGANALISIS KUALITAS AIR

SUNGAI CIUJUNG KABUPATEN SERANG, BANTEN

YULIANINGSIH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi AGNPS untuk Menganalisis Kualitas Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

YULIANINGSIH. Aplikasi Model AGNPS untuk Menganalisis Kualitas Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten. Dibimbing oleh ASEP SAPEI dan SUTOYO.

Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan. Kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia. Sehingga penurunan kualitas air sungai sangat dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat disekitarnya. Kasus ini terjadi di DAS Ciujung terutama bagian Kabupaten Serang, Banten. Sungai ini telah mengalami penurunan kualitas air. Namun, pada penelitian ini penurunan kualitas air hanya dilihat dari aktivitas pertanian dikarenakan lahan pertanian di sekitar DAS ini masih cukup besar. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini menganalisis kualitas air sungai dilihat dari parameter N, P dan COD di Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pemodelan AGNPS dengan mensimulasikan perilaku aliran permukaan, sedimen dan transport hara dari suatu tangkapan. Tahap penelitian yang telah dilakukan yaitu gridding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Ciujung telah mengalami penurunan kualitas air oleh bahan organik. Sesuai kondisi eksisting, konsentrasi BOD, COD, DO, Cu, dan Cr tidak memenuhi baku mutu air kelas II. Berdasarkan hasil simulasi model AGNPS secara keseluruhan parameter COD, N, dan P memenuhi kriteria mutu air kelas II karena hanya dilihat sesuai aktivitas pertanian.

Kata kunci: AGNPS, Kualitas Air, Sungai Ciujung

ABSTRACT

YULIANINGSIH. Analyzing the Water Quality in Ciujung Watershed, Serang Regency by Using AGNPS Application. Supervised by ASEP SAPEI and quality from agricultural activities. Agricultural land in this watershed still large. The objective of this research is to analyze the water quality based on N, P, and COD parameters by using AGNPS. This application is a model that used to simulate and nutrient transport in catchment area. The methods that has been done is the gridding phase. The result showed that the water quality of Ciujung has descreased because of the organic matter. In the existing condition of the river, BOD, COD, DO, Cu and Cr parameters not contained the criteria of water quality class II. Based on the results of AGNPS simulation model, COD, N and P water quuality fits the criteria for class II based for agricultural activity.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

APLIKASI AGNPS UNTUK MENGANALISIS KUALTAS AIR

SUNGAI CIUJUNG KABUPATEN SERANG, BANTEN

YULIANINGSIH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Aplikasi AGNPS untuk Menganalisis Kualitas Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten

Nama : Yulianingsih NIM : F44100046

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Asep Sapei, MS Pembimbing I

Sutoyo, STP MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah kualitas air sungai, dengan judul Aplikasi AGNPS untuk Menganalisis Kualitas Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Asep Sapei, MS dan Bapak Sutoyo, STP MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Heny Hindriani yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, juga teman-teman SIL 47 atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAS (Daerah Aliran Sungai) 2

Sungai 3

Pencemaran Air 4

Kualitas Air 5

Parameter Kimia pada Model AGNPS 5

Model AGNPS 6

Tahapan dan Prosedur Penelitian 8

(10)

DAFTAR TABEL

1 Luas DAS Ciujung berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng 11

2 Hasil analisis kualitas air Sungai Ciujung 17

3 Nilai masukan tekstur model AGNPS 28

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian 9

2 Peta grid model AGNPS 12

3 Tampilan pemasukan inisial data 13

4 DEM DAS Ciujung 14

5 Arah aliran 14

6 Peta jenis tanah 15

7 Peta penggunaan lahan 16

8 Nilai COD simulasi dan observasi 17

9 COD simulasi dan observasi 18

10 Nilai NO2 simulasi dan observasi 19

11 NO2 simulasi dan observasi 19

12 Nilai NO3 simulasi dan observasi 20

13 NO3 simulasi dan observasi 20

14 Hasil Phospor simulasi 21

15 Arah aliran pada model AGNPS 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Lokasi Penelitian 24

2 Peta lokasi sampling Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang 25

3 Tahapan Analisis 26

4 Kriteria mutu air pada Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2001 30

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai merupakan sumber air bagi kebutuhan rumah tangga, industri maupun pertanian. Namun banyaknya kegiatan masyarakat disekitar sungai mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air. Hal ini dikarenakan banyaknya pembuangan limbah yang dilakukan masyarakat baik dari kegiatan pertanian, industri maupun kegiatan domestik ke badan sungai. Pencemaran di sungai ini sangat bersifat dinamis, apabila pencemaran terjadi di hulu sungai maka akan berdampak pula di hilir sungai. Selain itu, kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia yang ada di dalamnya (Wiwoho 2005). Salah satu sungai yang mengalami penurunan akibat kegiatan masyarakat sekitarnya yaitu DAS Ciujung.

Pencemaran air sungai umumnya lebih sering diakibatkan oleh aktivitas industri maupun domestik. Namun, pada kasus ini pencemaran akan dianalisis dilihat dari aktivitas pertanian di sekitar sungai Ciujung. Penggunaan pupuk organik dan anorganik maupun pestisida yang digunakan sebagai penunjang keberhasilan panen akan berdampak pada air sungai. Hal ini terjadi karena pupuk maupun pestisida terbawa aliran air permukaan hingga ke sungai sehingga menyebabkan penurunan kualitas air sungai itu sendiri.

Salah satu sungai yang telah mengalami pencemaran adalah Sungai Ciujung. Sungai ini merupakan sungai utama di Provinsi Banten. Sungai ini dilalui air buangan dari pertanian. Lahan pertanian di Provinsi Banten terutama di sekitar Sungai Ciujung masih terbilang cukup luas. Aktivitas pertanian ini dapat menjadi salah satu penyebab penurunan kualitas sungai. Status penurunan kualitas Sungai Ciujung diperlukan analisis kualitas dilihat dari aktivitas masyarakat yang dilakukan di sekitar sungai terutama pertanian dengan menggunakan pemodelan. Penelitian dengan pemodelan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kualitas air sungai di Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model AGNPS (Agricultural Non Point Source Pollution Model) yang merupakan model yang mampu menganalisa dan menduga kualitas aliran permukaan yang berasal dari daerah tangkapan. Dengan menggunakan AGNPS, kondisi yang terjadi di lapangan dapat dimodelkan dengan memasukkan parameter-parameter yang telah ditentukan. Selain itu, dengan menggunakan model ini, hasil pendugaan dapat digunakan untuk perbandingan dengan penampilan suatu DAS dengan kejadian hujan yang sama. Apabila potensi pencemarannya dapat diidentifikasi, maka usaha-usaha penanganan dapat direkomendasikan dengan dasar penilaian dampak penerapan alternatif kegiatan pengelolaan tertentu.

Perumusan Masalah

(12)

2

baik oleh aktivitas domestik, industri maupun pertanian. Oleh karena itu dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Konsentrasi parameter N, P, dan COD yang dihasilkan oleh Model AGNPS.

2. Membandingkan hasil parameter tersebut dengan data kualitas air sungai Ciujung tahun 2013

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air sungai di Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten yang terdiri dari :

1. Melakukan analisis kualitas air sungai dilihat dari parameter N, P dan COD dengan menggunakan model AGNPS.

2. Membandingkan hasil analisis tingkat pencemar dengan model AGNPS dengan data analisis sesuai data sekunder yang telah ada.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan informasi mengenai penurunan kualitas air Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten baik bagi pemerintah maupun masyarakat setempat.

2. Sebagai rekomendasi data masukan bagi pemerintah setempat dalam melakukan pengelolaan daerah aliran Sungai Ciujung agar lebih baik.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan di Bagian Hilir Sungai dengan pengambilan data debit dan mengamati kondisi Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten di beberapa titik lokasi yang berbeda oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.

2. Penelitian ini hanya membahas mengenai tentang aplikasi AGNPS dalam mengetahui tingkat kualitas air Sungai Ciujung berdasarkan parameter kimia yaitu N (Nitrogen), P (Phospor) dan COD (Chemical Oxygen Demand) dilihat dari sumber polutan yang berasal dari aktivitas pertanian.

TINJAUAN PUSTAKA

DAS (Daerah Aliran Sungai)

(13)

3 ditampung dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak 1995). Menurut Chow et al (1988) dalam Sudono (1993) DAS dipandang sebagai suatu sistem hidrologi dimana curah hujan merupakan input dan aliran sungai serta evapotranspirasi adalah output sistem. Secara operasional DAS dapat didefinisikan sebagai wilayah yang terletak di atas suatu titik pada sungai yang oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang jatuh diatasnya ke dalam sungai yanga sama pada sungai tersebut.

Menurut Sinukaban (1999) dalam Hadinugroho (2000) DAS yang baik adalah DAS yang memiliki ciri:

1. Produktivitas yang tinggi secara lestari/terus menerus yang meliputi pertanian, perdagangan, kehutanan, rekreasi serta semua pengelolaan sumberdaya yang ada di dalamnya yang bisa menjamin kehidupan yang layak

2. Hasil air yang baik, meliputi kuantitas, kualitas dan distribusinya

3. Pendapatan masyarakat terbatas (equity), dimana semua orang mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendapatan yang layak.

4. Kelenturan (resilient), dalam artian apabila dalam satu titik dalam DAS tersebut terjadi guncangan dapat ditopang oleh tempat lain.

Dari segi fisik, Asdak (1995) menyebutkan indikator normal tidaknya suatu DAS:

1. Koefisien air larian (C) yang menunjukan perbandingan antara besarnya air larian terhadap curah hujan, berfluktuasi secara normal, dalam artian nilai C dari sungai utama di DAS yang bersangkutan cenderung kurang lebih sama dari tahun ke tahun.

2. Nisbah debit maksimum (Qmaks)/debit minimum (Qmin) relatif stabil dari tahun ke tahun

3. Tidak banyak terjadi perubahan koefisien arah pada kurva kadar lumpur (Cs) terhadap debit sungai (Q)

Sedangkan kondisi suatu DAS dianggap mulai terganggu apabila: 1. Koefisien air larian cenderung terus naik dari tahun ke tahun 2. Nisbah Qmax/Qmin cenderung terus naik dari tahun ke tahun

3. Kurva kadar lumpur (Cs) terhadap debit sungai (Q) semakin tajam dari tahun ke tahun

4. Tinggi permukaan air tanah berfluktuasi secara ekstrem

Sungai

(14)

4

Sungai merupakan tempat berkumpulnya air dari lingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga. Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktivitas dan perilaku penghuninya. Pada umumnya daerah hulu mempunya kualitas air lebih baik daripada daerah hilir. Dari sudut pemanfaatan lahan, daerah hulu relatif sederhana dan bersifat alami seperti hutan dan perkampungan kecil. Semakin arah hilir keragaman pemanfataan lahan semakin meningkat. Sejalan dengan hal tersebut suplai air limbah cair dari daerah hulu yang menuju ke hilir pun menjadi meningkat. Pada akhirnya daerah hilir merupakan tempat akumulasi dari proses pembuangan limbah cair yang dimulai dari hulu (Wiwoho 2005).

Pencemaran Air

Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Bahan-bahan yang masuk dan mencemari lingkungan menurut Hynes (1978) dalam Nugroho (2003) dapat berupa zat-zat beracun, bertambahnya padatan tersuspensi, dioksidasi dan naiknya air akan merubah kondisi ekologi perairan pada umumnya dan kualitas biota pada khususnya.

Berdasarkan sumbernya, bahan pencemar dapat dibedakan menjadi pencemaran yang disebabkan alam maupun oleh kegiatan manusia. Bahan pencemar di perairan dapat berasal dari sumber buangan yang dapat diklasifikasikan sebagai sumber titik (point source discharge) dan sumber menyebar (non point source). Sumber titik adalah sumber pencemaran terpusat seperti berasal dari air buangan industri maupun domestik. Sumber menyebar yaitu polutan yang masuk ke perairan melalui limpasan dari permukaan tanah atau pertanian (Hindriani 2013).

Menurut Saeni (1989) sumber pencemaran yang terjadi di sungai berasal dari buangan penduduk, pertanian dan industri. Sugiharto (1987) menyebutkan sumber pencemar yang berasal dari permukiman (penduduk) akan menghasilkan limbah detergen, zat padat, BOD, COD, DO, nitrogen, fosfor, pH, kalsium, klorida dan sulfat. Sumber pencemar yang berasal dari pertanian akan menghasilkan limbah pestisida, bahan beracun dan logam berat. Sumber pencemar yang berasal dari industri antara lain akan menghasilkan limbah BOD, COD, DO, pH, TDS, minyak dan lemak, urea, fosfor, suhu, bahan beracun dan kekeruhan. Akibat dari adanya limbah ini, mengakibatkan penurunan kualitas air.

(15)

5 Kualitas Air

Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya.

Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik biologi atau uji kenampakan (bau dan warna). Kualitas air dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar garam dan sebagainya) dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya (Yuliastuti 2011).

Salah satu kasus penurunan kualitas air sungai terjadi di Sungai Ngringo Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Hasil pemantauan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karangaanyar tahun 2010 menunjukkan bahwa semakin ke arah hilir kualitas semakin menurun, untuk parameter TSS tidak memenuhi Kriteria Mutu Air Kelas I, II, III maupun IV menurut PP No. 82 Tahun 2001. Sedangkan untuk parameter COD, masih memnuhi Kriteria Mutu Air Kelas IV (Yuliastuti 2011).

Parameter Kimia pada Model AGNPS

COD (Chemical Oxygen Demand)

Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang terdapat di perairan menjadi CO2 dan H2O. Nilai COD ini akan meningkat sejalan dengan meningkatnya bahan organik di perairan (APHA 1976).

Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l. Sementara pada perairan yang telah tercemar memiliki nilai COD dapat melebihi 200 mg/l. Oleh karena itu perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak baik untuk kegiatan perikanan (Fakhri 2000).

Nutrien (terutama N dan P)

Nutrien dalam air yang menjadi parameter kunci pada pengujian kualitas air adalah N (Total Nitrogen) dan P (Total Phospor). Keberadaan Nitrogen (N) dalam air dapat menunjukkan keberadaan senyawa organik seperti protein, urea, hingga hasil proses penguraian. Turunan Nitrogen dalam air dapat berupa ammonia nitrogen (NH3), ion ammonia (NH4+), ion nitrit (NO2-), dan ion nitrat (NO3-). Bila keberadaan total nitrogen dalam air tidak ada, maka seluruh turunan nitrogen juga tidak ada. Bila keberadaan total nitrogen ada, maka diperlukan pengujian lanjut untuk mengidentifikasi turunan nitrogen yang berada dalam badan air.

(16)

6

pesat alga dan tanaman air yang mengakibatkan turunnya nilai oksigen terlarut karena pengonsumsian berlebihan di waktu bersamaan (Hidayah 2013).

Model AGNPS

AGNPS (Agricutural Non Point Source Pollution Model) pertama kali dikembangkan di North Central Soil Conservation Research Laboratory USDA-Agricultural Research Service (ARS) bekerjasama dengan Minnesota Pollution Control Agency (MPCA) dan Soil Conservation Service (SCS) (Young et al 1987). Model ini dikembangkan untuk menganalisa dan menduga kualitas aliran permukaan yang berasal dari daerah tangkapan suatu kegiatan dengan luasan kecil sampai dengan luas 50.000 acres atau kurang lebih sekitar 20.242 Ha (202 km2). Hasil pendugaan bisa digunakan untuk perbandingan dengan penampilan suatu DAS dengan kejadian hujan yang sama. Setelah DAS dapat diidentifikasi potensi pencemarannnya, usaha-usaha penanganannya dapat direkomendasikan dengan dasar penilaian dampak penerapan alternatif kegiatan pengelolaan tertentu. Dengan memasukan input data yang selaras dengan berbagai alternatif kegiatan pengelolaan maka potensi pencemaran dan alternatif penanggulangannya dapat diduga dan direncanakan.

Model ini mensimulasikan perilaku aliran permukaan, sedimen dan transport hara dari suatu tangkapan dimana kegiatan pertanian merupakan kegiatan utama di daerah tersebut. Unsur hara yang dimaksud meliputi Nitrogen (N) dan phospor (P). Kedua unsur tersebut merupakan unsur esensial dalam hara tanaman dan merupakan penyumbang utama pencemaran air oleh unsur hara. Selain unsur tersebut, model juga mempertimbangkan faktor COD. COD adalah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik yang terkandung dalam air. Dengan demikian COD bisa digunakan sebagai indikator pencemaran air. Komponen dasar model adalah komponen, erosi serta transport sedimen dan unsur hara.

(17)

7 puncak aliran, (10) perhitungan geomorfik dan (11) faktor bentuk hidrograf.

Parameter masukan per sel dalam model AGNPS terdiri dari 22 parameter. Parameter masukan tersebut adalah: (1) nomor sel, (2) nomor sel penerima, (3) divisi sel, (4) divisi sel penerima, (5) arah aliran, (6) bilangan kurva aliran permukaan, (7) kemiringan lereng (%), (8) faktor bentuk lereng, (9) panjang lereng, (10) koefisien aliran manning, (11) faktor erodibilitas tanah, (12) faktor pengelolaan tanaman, (13) faktor pengelolaan tanah, (14) konstanta kondisi permukaan, (15) faktor COD, (16) tekstur tanah, (17) indikator pemupukan, (18) indikator pestisida, (19) indikator point source, (20) indikator tambahan erosi, (21) faktor genangan, dan (22) indikator saluran (Young et al 1989).

Parameter Keluaran Model AGNPS

Hasil keluaran dari model AGNPS dapat berupa grafik dan tabular dengan informasi yang sangat lengkap, baik keluaran DAS maupun keluaran per sel. Keluaran DAS meliputi: (1) volume aliran permukaan, (2) laju puncak aliran permukaan, (3) total hasil sedimen, (4) total N dalam sedimen, (5) total N terlarut dalam aliran permukaan, (6) konsentrasi N terlarut dalam aliran permukaan, (7) total P dalam sedimen, (8) total P terlarut dalam aliran permukaan, (9) konsentrasi P terlarut dalam aliran permukaan, (10) total COD terlarut, dan konsentrasi terlarut dalam aliran permukaan. Keluaran per sel dari masing-masing sel yang terdapat dalam DAS dapat berupa:

a. Hidrologi, meliputi: (1) volume aliran permukaan, (2) laju puncak aliran permukaan, dan (3) bagian aliran permukaan yang dihasilkan di dalam sel. b. Sedimen, meliputi: (1) hasil sedimen, (2) konsentrasi sedimen, (3) distribusi

ukuran partikel sedimen, (4) erosi yang dipasok dari sel sebelah atasnya, (5) jumlah deposisi, (6) sedimen di dalam sel, (7) rasio pengkayaan oleh ukuran partikel dan (8) rasio pengangkutan oleh ukuran partikel

(18)

8

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian “Aplikasi AGNPS untuk Menganalisis Tingkat Kualitas Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten” dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Februari-April 2014. Pengambilan data sekunder didapat dari badan-badan dan instansi terkait yaitu BPDAS Ciliwung-Cisadane, Badan Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor serta BPLHD Kabupeten Serang. Pengolahan dan analisis data dilakukan di kampus Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah software MWAGNPS sebagai model untuk menduga kualitas air aliran permukaan dari daerah tangkapan, komputer, peta lokasi, dan peta-peta penunjang seperti peta jenis tanah (Lampiran 4) dan peta penggunaan lahan (Lampiran 3).

Tahapan dan Prosedur Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan 2 tahapan, yaitu tahap pengumpulan data dan tahap analisis. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data-data terkait yang akan digunakan pada proses analisis. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan studi literatur. Data yang diperlukan pada penelitian ini antara lain data luas lahan pertanian dan curah hujan Tahun 2013. Penelitian akan bisa dilaksanakan dengan baik jika telah dilakukan rencana tahapan pelaksanaan dan prosedur analisis yang benar. Dalam penelitian ini dilakukan tahapan pelaksanaan dan prosedur sebagai berikut :

1. Identifikasi masalah 2. Studi pustaka

3. Pengumpulan data dasar berupa peta penutupan lahan, peta kontur, peta jenis tanah, peta jaringan sungai, dan data curah hujan

4. Pembuatan grid sel model AGNPS

5. Analisis kualitas air sungai menggunakan AGNPS

6. Perbandingan hasil pemodelan AGNPS dengan data sekunder yang telah ada

(19)

9

Gambar 1 Bagan alir penelitian

Tahapan Analisis

Grid Sel Model AGNPS

Pembuatan grid sel dilakukan pada MapWindow version 4.8.8 dengan ukuran sel yang direkomendasikan. Setiap selnya diberikan nomor berurutan dari kiri ke kanan dan dimulai dari atas ke bawah sesuai ketentuan model AGNPS. Pemilihan sel disesuaikan dengan yang direkomendasikan yaitu 1 Ha (2,5 acre) apabila luas DAS kurang dari 2000 acre, namun untuk DAS dengan luas lebih dari 2000 acre (800 hektar), disarankan sel yang dibuat berukuran 40 acre (16 hektar) atau lebih (Young et al 1989). Pada pembuatan grid DAS Ciujung Kabupten Serang ini ukuran grid yang digunakan 2 km sehingga luas sel nya yaitu 4 km2. Total sel yang dihasilkan yaitu sebanyak 531 sel.

Pembangkitan Data Masukan Model AGNPS

Pembangkitan data setiap sel untuk data spasial dilakukan dengan menggunakan MapWindow. Tahapan pembangkitan data setiap sel yaitu overlay peta kontur, peta jaringan sungai, peta jenis tanah, dan peta penutupan lahan dengan peta daerah tangkapan air (DTA) yang telah terbentuk dan dilakukan pemotongan. Selain peta, data masukan juga berasal dari data yang diperoleh dari intansi terkait yaitu seperti curah hujan.

Data turunan peta kontur

(20)

10

Data Turunan Peta Jenis Tanah

Dari peta jenis tanah dapat diturunkan parameter tekstur dan faktor erodibilitas tanah. Pada peta jenis tanah dilakukan penambahan data atribut nilai tekstur dan nilai erodibilitas tanah. Nilai tekstur tanah diperoleh dari peta tanah, sedangkan nilai faktor erodibilitas tanah diperoleh dari hasil penelitian Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Data Turunan Peta Penutupan Lahan

Peta penutupan lahan dapat diturunkan parameter: faktor pengelolaan tanaman, tindakan konservasi tanah, koefisien kekasaran Manning, dan bilangan kurva aliran permukaan. Pemasukan nilai parameter tersebut disesuaikan dengan hasil pengamatan dan identifiikasi lapangan. Untuk memperoleh nilai parameter masukan setiap sel, dilakukan proses gridding terhadap peta tutupan lahan tersebut (Young et al 1989)

Data Turunan Peta Jaringan Sungai

Dari peta jaringan sungai dapat diturunkan parameter: indikator saluran, kemiringan lereng saluran, kemiringan sisi saluran, dan panjang saluran. Nilai kemiringan lereng saluran, kemiringan sisi saluran, dan panjang saluran diperoleh dari hasil penghitungan maupun dengan asumsi sesuai dengan ketentuan model AGNPS.

Analisis Keluaran Model AGNPS

Analisis keluaran model dilakukan terhadap keluaran model pada pelepasan DTA (outlet) maupun pada setiap sel. Analisis hasil keluaran kualitas air sungai dilihat dari parameter COD, N, dan P. Hasil analisis yang telah didapat dari model AGNPS kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Status Mutu Air Sungai

Penentuan kriteria mutu air sungai berdasarkan kelas menggunakan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Nilai parameter kimia COD, N, dan P yang telah didapat dari model AGNPS dan telah dibandingkan dengan data sekunder dibandingkan dengan baku mutu kualitas air sungai sesuai PP 82 Tahun 2001. Baku mutu yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Tahapan analisis ini disajikan lebih jelas pada Lampiran 3.

(21)

11 a. Sebelah Barat berbatasan dengan Sub DAS Cisimeut

b. Sebelah Timur berbatasan dengan DAS Cilaman

c. Sebelah Utara berbatasan dengan Sub DAS Ciujung Tengah d. Sebelah Selatan berbatasan dengan DAS Cimandur

DAS Ciujung Tengah-Hilir terletak antara 106°02’07”-106°21’36” BT dan

5°56’05”-6°18’36” LS yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang. Adapun batas wilayah Sub DAS Ciujung Tengah-Hilir adalah

a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ciruas, Kecamatan Baros, Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Kasemen, dan Kecamatan Pontang Kabupaten Serang

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Carenang, Kecamatan Cikande, dan Kecamatan Kopo Kabupaten Serang

c. Sebelah Utara berbatsana dengan Laut Jawa

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kopo, Kecamatan Pabuaran, dan Kecamatan Petir Kabupaten Serang

Luas DAS Ciujung sekitar 1850 km2 dengan panjang sungai 142 km. DAS Ciujung mengalir dari sumber mata air yang berasa di Gunung Endut dan Gunung Karang ke Laut Jawa dengan melewati Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang. Sub DAS Ciujung Hulu mempunyai tiga anak sungai utama yaitu sungai Ciujung Hulu, sungai Ciberang, dan sungai Cisimeut dengan pertemuan di daerah Kota Raskasbitung.

Topografi DAS Ciujung Hulu sebagian besar terletak pada kemiringan agak curam yaitu sekitar 30,37% dari total seluruh lahan sedangkan DAS Ciujung Tengah-Hilir didominasi oleh kemiringan yang datar. Adapun luas DAS Ciujung berdasarkan kelerengan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas DAS Ciujung berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng Kelas Kemiringan

Sumber: RTL-RLKT DAS Ciujung tahun 1999

Lahan yang berada di sisi kiri dan kanan Daerah Aliran Sungai Ciujung secara umum merupakan daerah perbukitan, perkebunan, hutan, sawah, pemukiman, industri dan sebagainya. Jenis lahan yang ada sangat dipengaruhi oleh keberadaan tempat tersebut terhadap topografi sungai yang ada.

Pemasukan Model AGNPS

(22)

12

dihasilkan yaitu sebanyak 531 sel. Semakin banyak jumlah sel yang digunakan atau semakin kecil ukuran grid maka akan akurasi hasil akan semakin tinggi namun akan mengurangi kemampuan model AGNPS dalam membaca data masukan. Penomoran sel secara otomatis akan muncul di setiap sel dengan berurutan dari kiri ke kanan dan dimulai dari atas ke bawah. Berikut ini tampilan gridding yang dihasilkan pada model AGNPS pada DAS Ciujung Kabupaten Serang.

Gambar 2 Peta grid model AGNPS

Pemotongan atau clip pada masing-masing sel digunakan yaitu sebesar 50%. Besarnya presentase clip berguna untuk menentukan batas presentase lahan yang akan di gridding per selnya. Sehingga lahan yang akan diberikan sel yaitu lahan yang memenuhi lebih dari 50% per selnya.

(23)

13

Gambar 3 Tampilan pemasukan inisial data

Parameter masukan pada database yaitu (1) nomor sel, (2) nomor sel penerima, (3) divisi sel, (4) divisi sel penerima, (5) arah aliran, (6) bilangan kurva aliran permukaan, (7) kemiringan lereng (%), (8) faktor bentuk lereng, (9) panjang lereng, (10) koefisien aliran manning, (11) faktor erodibilitas tanah, (12) faktor pengelolaan tanaman, (13) faktor pengelolaan tanah, (14) konstanta kondisi permukaan, (15) faktor COD, (16) tekstur tanah, (17) indikator pemupukan, (18) indikator pestisida, (19) indikator point source, (20) indikator tambahan erosi, (21) faktor genangan, dan (22) indikator saluran (Young et al 1989). Nilai parameter-parameter tersebut dimasukkan berdasarkan ketentuan yang ada sesuai kondisi lahan, tanah dan topografi DAS tersebut. Pemasukan data per sel dapat dilihat tampilannya pada Lampiran 5.

(24)

14

Gambar 4 DEM (Digital Elevation Model) DAS Ciujung

(25)

15

Peta yang digunakan selain data DEM yaitu peta tutupan lahan dan peta jenis tanah. Format file yang dipergunakan sama seperti peta polygon yaitu berupa shapefile. Attribute pada peta tanah harus disesuaikan dengan ketentuan AGNPS. Hal ini dikarenakan atribut memiliki nilai sebagai masukan pada pemodelan AGNPS.

Peta penutupan lahan dapat diturunkan parameter faktor pengelolaan tanaman, tindakan konservasi tanah, koefisien kekasaran manning dan bilangan kurva aliran permukaan. Pemasukan nilai tersebut disesuaikan dengan hasil pengamatan dan identifikasi lapangan. Kedua peta ini dimasukkan ke dalam model dengan cara di extract dari menu Model Data sama seperti dengan data DEM. Berikut ini tampilan peta tanah dan peta penggunaan lahan yang digunakan.

(26)

16

Gambar 7 Peta penggunaan lahan

Kualitas Air Sungai Ciujung

Pengukuran Kualitas Air

Pengukuran kualitas air Sungai Ciujung telah dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang di 5 titik lokasi dengan menggunakan 7 parameter yaitu BOD, COD, DO, NO3, NO2, Cr, dan Cu. Data ini didapatkan berdasarkan pemantauan Sungai Ciujung Desember Tahun 2013 dari bagian Hulu (Jembatan Pamarayan) sampai dengan Hilir (Jembatan Jongjing). Hasil ini mengacu pada Kriteria Mutu Air sesuai kelas air pada Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

(27)

17

Tabel 2 Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ciujung

Lokasi BOD COD DO NO3 NO2 Cr Cu Sumber : BLH Kabupaten Serang (2013), Baku mutu air sungai mengacu PP No. 82 Tahun 2001

Dari hasil pengukuran yang dilakukan BLH Kabupaten Serang, parameter yang tidak melebihi baku mutu air sungai kelas II menurut PP 82/2001 yaitu NO3 dan NO2. Parameter BOD, DO, Cr, dan Cu diseluruh lokasi melebihi baku mutu sedangkan untuk parameter COD hanya di salah satu lokasi yang melebihi baku mutu yaitu di Kamaruton.

Hasil Simulasi Model AGNPS

a. Chemical Oxygen Demand (COD)

Kandungan senyawa organik dalam air yang dinyatakan dalam COD sesuai masing-masing lokasi disajikan pada Gambar 8 berikut.

Gambar 8 Nilai COD hasil simulasi dan Observasi

Hasil simulasi dengan model AGNPS menunjukan bahwa nilai COD antar titik terlihat beragam. Kandungan COD simulasi tertinggi berada di lokasi Kamaruton yaitu sebesar 9,1 mg/L. Tingginya konsentrasi COD ini diduga bersumber dari pupuk kandang yang tererosi dari lahan pertanian dan masuk ke badan sungai.

(28)

18

Berdasarkan Gambar 8, kandungan COD dari hasil simulasi maupun hasil observasi keduanya memenuhi kriteria mutu air kelas II Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 kecuali kandungan COD pada obervasi pada lokasi Kamaruton. Hal ini diduga terjadi karena senyawa organik pencemar yang berasal dari limbah pertanian dan peternakan yang terbawa aliran permukaan. Hasil observasi pada lokasi Kamaruton memiliki nilai kandungan COD tertinggi dikarenakan pencemar bukan hanya berasal dari pertanian melainkan juga dari domestik dan industri.

Gambar 9 COD simulasi dan observasi

Gambar 9 diatas menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dari simulasi dengan menggunakan AGNPS memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,7896. Nilai koefisien determinasi umumnya antara 0-1. Nilai R2 menunjukkan besarnya kecocokan model dengan data yang telah ada. Semakin tinggi nilai R2 atau mendekati angka 1 maka semakin sempurna hubungan model dengan data yang ada. Nilai regresi linier lebih dari 0,7 dikatakan hubungan sempurna (Gujarati 2003). Hal ini berarti hasil model AGNPS menghasilkan memiliki hubungan sempurna dengan data yang telah ada. b. Nitrogen (N)

Simulasi pada Model AGNPS juga menghasilkan Nitrogen (N). Sesuai yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa Nitrogen dalam air dapat berupa ammonia nitrogen (NH3), ion ammonia (NH4+), ion nitrit (NO2-), dan ion nitrat (NO3-). Walaupun model AGNPS tidak merinci bentuk-bentuk nitrogen yang ada pada aliran permukaan, tetapi dari hasil observasi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang didapatkan konsentrasi nitrit dan nitrat.

(29)

19

Gambar 10 Nilai NO2 (Nitrit) hasil simulasi dan Observasi

Sama halnya dengan COD, hasil simulasi nilai NO2 antar titik terlihat beragam. Kandungan NO2 simulasi tertinggi berada di lokasi Kamaruton yaitu sebesar 0,006 mg/L. Tingginya konsentrasi NO2 ini juga bersumber dari pupuk kandang yang tererosi dari lahan pertanian dan masuk ke badan sungai.

Nilai NO2 simulasi memiliki kecenderungan yang sama pada lokasi Sukamaju hingga Jongjing. Hasil observasi lebih tinggi dibanding dengan hasil simulasi. Adanya perbedaan hasil ini dikarenakan hasil simulasi hanya berdasarkan pencemar yang berasal dari pertanian. Sedangkan hasil observasi memiliki nilai tinggi dikarenakan pencemar juga berasal dari domestik dan industri.

Berdasarkan Gambar 10, kandungan NO2 dari hasil simulasi maupun hasil observasi keduanya memenuhi kriteria mutu kelas II Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Begitu pula dengan hasil observasi secara keseluruhan memiliki nilai kandungan NO2 dibawah kriteria baku mutu. Hasil kecocokan model AGNPS NO2 simulasi dengan observasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 11 NO2 simulasi dan observasi

(30)

20

disebabkan hasil simulasi yang belum akurat karena simulasi hanya berdasarkan pencemar yang berasal dari pertanian.

Turunan nitrogen yang selanjutnya digunakan yaitu Nitrat (NO3). Nitrat memiliki kesamaan dengan nitrit dan COD yaitu berasal dari penggunaan pupuk. Hasil simulasi NO3 dapat dilihat pada Gambar 12 berikut.

Gambar 12 Nilai NO3 (Nitrat) hasil simulasi dan Observasi

Pada Gambar 12 baik nitrat pada simulasi maupun observasi keduanya memenuhi kriteria baku mutu kelas II Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Secara keseluruhan, kecenderungan simulasi dan observasi memiliki kesamaan dengan lokasi Kamaruton yang memiliki kandungan Nitrat yang tertinggi yaitu sebesar 0,006 mg/L. Untuk melihat hubungan kecocokan model dengan data yang ada, maka dapat dilihat Gambar 12 berikut.

Gambar 13 NO3 Simulasi dan Observasi

(31)

21 c. Phospor (P)

Phospor dalam air umumnya berupa fosfat. Semakin rendah kadar fosfat dalam air maka pertumbuhan tanaman dan ganggang akan terhalang. Namun, apabila perkembangan alga dan tanaman air pesat maka akan mengakibatkan turunnya nilai oksigen terlarut karena konsumsi yang berlebihan di waktu bersamaan. Turunnya nilai oksigen ini yang menyebabkan kualitas air menurun.

Hasil simulasi konsentrasi Phospor pada semua lokasi memiliki nilai dibawah baku mutu kelas II sesuai PP No. 82 Tahun 2001. Berikut ini konsentrasi phospor pada lima lokasi disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Hasil Phospor Simulasi

Nilai koefisien determinasi untuk hasil Phospor pada simulasi AGNPS tidak dapat diketahui karena Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang tidak melakukan observasi pada parameter Phospor. Konsentrasi Phospor tertinggi berada di lokasi Jongjing yaitu sebesar 0,05 mg/L. Daerah ini sungai mengalami kekeruhan yang meningkat akibat kandungan oksigen terlarut dalam perairan menurun. Tinggi kadar Phospor ini dapat berasal dari urea yang digunakan sebagai pupuk dalam pendukung keberhasilan panen pertanian. Terbawanya unsur urea ini akibat limpasan pada saat hujan. Hal ini yang menyebabkan air limpasan masuk ke dalam badan sungai sehingga kualitas air sungai menurun.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kualitas air yang didapat dengan model AGNPS menunjukkan kandungan

(32)

22

2. Perbandingan hasil simulasi dan observasi menunjukan nilai R2 diatas 0,7. Nilai R2 lebih dari 0,7 menunjukan model AGNPS memiliki korelasi yang cukup erat dengan observasi, walaupun nilai hasil simulasi lebih rendah dari observasi.

Saran

1. Perlu dilakukan analisis mengenai parameter penyebab turunnya kualitas air sungai selain COD, N, dan P.

2. Perlu dilakukan pengukuran langsung ke lapangan dengan beberapa titik lokasi sampling agar didapatkan hasil yang lebih akurat.

3. Rekomendasi untuk pemerintah setempat yaitu untuk melakukan pengelolaan yang baik di daerah aliran sungai Ciujung agar mengurangi penurunan kualitas air.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Asrib A. R., Purwanto, Sukandi dan Erizal. 2014. Analysis of Erosion Level Using Map Windows Agricultural Non-point Source Pollution (MWAGNPS) on Jeneberang Sub-watershed South Sulawesi Province. International Journal of Science and Engineering (IJSE).

Asrib, A R. 2012. Model Pengendalian Sedimentaso Waduk akibat Erosi Lahan dan Longsoran di Waduk Bili-Bili Sulawesi Selatan. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.

Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang. 2013. Data Pengukuran Kualitas Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang Tahun 2013.

Gujarati. 2003. Regresi Liner dan Koefisien Determinasi. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Guluda, R D. 1996. Penggunaan Model AGNPS untuk Memprediksi Aliran Permukaan, Sedimen, dan Hara N, P dan COD di Daerah Tangkapan Citere, Sub DAS Citarik, Pengalengan [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.

Hadinugroho, H Y S. 2000. Evaluasi Dampak Pengelolaan Lahan terhadap Kualitas Aliran Sungai dan Pendapatan Petani di Sub DAS Gobeh, Wonogiri, Jawa Tengah [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB. Hidriani, Heny. 2013. Kajian Peningkatan Kualitas Air Sungai Ciujung

berdasarkan Parameter Senyawa AOX (Adsorbable Organic Halides) dengan Model WASP (Water Quality Analysis Simulation Program) dan Model Dinamis [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.

(33)

23 Nugroho, S P. 2010. Pengaruh Ukuran Sel terhadap Hasil Prediksi Model AGNPS dalam Evaluasi Pengendalian Kualitas Perairan dari Sumber Pencemar pertanian. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 1: No. 3. Desember 2000 : 219-226.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Wiwoho. 2005. Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemaran Sungai Dengan QUAL2E [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Young, R A., C.A. Onstad, D.D. Bosch, W.P. Anderson. 1987. Agricultural Non-Point Source {PRIVATE} Pollution Model Version 4.03. AGNPS User guide. USDA-ARS. United State of America.

(34)

24

(35)
(36)

26

Lampiran 3 Tahapan analisis model AGNPS Grid Sel Model AGNPS

Tahapan dalam membuat grid sel model AGNPS dengan menggunakan Map Window:

1. Melakukan gridding peta DTA Ciujung yang telah ada. Penentuan grid didasarkan pada luas DTA dan luas maksimum model AGNPS. Apabila luas DAS kurang dari 2000 acre maka direkomendasikan ukuran sel 2,5 acre atau 1 Ha (Young et al 1990).

2. DTA yang telah berbentuk grid selanjutnya diubah ke dalam bentuk point. 3. DTA yang telah berbentuk point dibuat gridding kembali dengan ukuran yang

sama dengan proses gridding sebelumnya. Hasil tersebut kemudian disimpan dalam bentuk shapefile sehingga DTA menjadi grid-grid sel.

4. Selanjutanya penghapusan terhadap grid sel yang bentuknya tidak persegi. Hasil akhir sel grid DTA dilakukan penomoran berurutan dari kiri ke kanan dan dimulai dari atas ke bawah sesuai dengan ketentuan penomoran grid pada model AGNPS (Young et al 1989).

Pembangkitan Data Masukan Model AGNPS

Pembangkitan data setiap sel untuk data spasial dilakukan dengan menggunakan MapWindow. Tahapan pembangkitan data setiap sel yaitu overlay peta kontur, peta jaringan sungai, peta jenis tanah, dan peta penutupan lahan dengan peta DTA yang telah terbentuk dan dilakukan pemotongan.

Analisis Perhitungan Model AGNPS

Analisis hidrologi pada model AGNPS, dihitung aliran permukaan dengan didasarkan pada metode SCS Curve Number (USDA 1972). Formula dasar

S : Parameter simpanan = (1000/CN)-10

CN : Curve Number (bilangan kurva), bilangan kurva tergantung pada penggunaan lahan dan kondisi hidrologi tanah.

Selanjutnya, laju aliran puncak pada setiap sel dapat dihitung dengan dua pilihan. Pilihan pertama adalah hubungan empiris yang dikembangkan oleh Smith dan William (1980) dan digunakan dalam model CREAMS. Metode ini mengasumsikan saluran berbentuk segitiga dan menggunakan rumus sebagai berikut:

Qp = 8,48 A0.7CS0.16(RO0.82A0 017)LW-0.9...(2) Keterangan:

Qp : Laju aliran puncak dalam ft3/detik A : Luas daerah pengaliran dalam acres

CS : Panjang lereng saluran tertimbang dalam ft/ft RO : Volume aliran permukaan dalam Inchi

(37)

27 L : Panjang saluran dalam ft

Pilihan kedua dengan menggunakan metode TR55 (USDA 1985) yang merupakan prosedur yang disederhanakan untuk menduga aliran permukaan dan debit puncak dalam DAS kecil. Pada metode ini saluran diasumsikan berbentuk empat persegi panjang dan aliran puncak didasarkan pada waktu konsentrasi (Tc). Qp = 10(log(C0+C1(logTc)+C2(logTc)) (A/640)Q...(3) Keterangan:

A : Luas daerah pengaliran dalam mil2 Q : volume aliran permukaan dalam inchi

C0,C2,C3 : koefisien yang didasarkan pada hujan selama 24 jam dan pemisahan yang ditentukan dari bilangan kurva

Model AGNPS ini juga menghitung transpor kimia. Transpor kimia ini menduga transpor N,P dan COD melalui daerah tangkapan yang juga merupakan pendugaan kualitas dari air sungai tertentu. Hubungan yang digunakan untuk menghitung transpor kimia diadaptasi dari CREAMS dengan memodifikasi yang didasarkan pada variasi tekstur tanah. Sehingga rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut:

Nutsed = (Nutj)Qs(x)Er...(4) Keterangan:

Nutsed : N atau P terangkut dalam sedimen

Nutj : Kandungan N dan P dalam tanah di lapangan

Er : rasio pengkayaan sedimen, dihitung sebagai berikut:

Er = 7,4 Qs(x)-0.2Tf...(5) Qs(x) : hasil sedimen

Tf : penyesuaian untuk mengkoreksi nisbah pengkayaan haraterserap dalam sedimen untuk tanah pasir dan liat (Young et al 1987)

Hara terlarut dugaan mempertimbangkan akibat dari level hara dalam hujan, pupuk dan pencucian. Hara terlarut terkandung dalam aliran permukaan diduga dengan:

Nutsol = Cnut. NutextQ...(6) Keterangan:

Nutsol : konsentrasi N atau P terlarut dalam aliran permukaan

Cnut : konsentrasi rata-rata dari N dan P terlarut dalam permukaan tanah

Nutext : koefisien ekstrasi dari N dan P untuk pergerakan dalam aliran permukaan Q : total aliran permukaan

Untuk COD, didasarkan pada volume aliran terhitung dan konsentrasi rata-rata COD dalam volume tersebut.

Data turunan peta kontur

(38)

28

1. Kemiringan lereng. Parameter kemiringan lereng diperoleh dari data DEM dengan menggunakan extension DEMAT, dengan satuan persen. Untuk mendapatkan data kemiringan lereng setiap sel maka data hasil penghitungan Demat diubah menjadi bentuk point dengan menggunakan script grid2.ave,

2. Arah aliran. Parameter arah aliran diperoleh dari data DEM dengan menggunakan extension Hydrologic Modelling v.1.1. Dari hasil keluaran Hydrologic Modelling v.1.1 kemudian dilakukan penyesuaian kode arah aliran sesuai dengan ketentuan model AGNPS, yaitu sebagai berikut (Young et al 1989):

Gambar 15 Arah aliran pada model AGNPS Data Turunan Peta Jenis Tanah

Dari peta jenis tanah dapat diturunkan parameter tekstur dan faktor erodibilitas tanah. Pada peta jenis tanah dilakukan penambahan data atribut nilai tekstur dan nilai erodibilitas tanah. Nilai tekstur tanah diperoleh dari peta tanah, sedangkan nilai faktor erodibilitas tanah diperoleh dari hasil penelitian Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat. Nilai masukan tekstur pada model AGNPS disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai masukan tekstur model AGNPS

Tekstur Nilai masukan model

Data Turunan Peta Penutupan Lahan

(39)

29 Data Turunan Peta Jaringan Sungai

Dari peta jaringan sungai dapat diturunkan parameter: indikator saluran, kemiringan lereng saluran, kemiringan sisi saluran, dan panjang saluran. Nilai kemiringan lereng saluran, kemiringan sisi saluran, dan panjang saluran diperoleh dari hasil penghitungan maupun dengan asumsi sesuai dengan ketentuan model AGNPS. Selain parameter yang diperoleh dari hasil turunan peta dasar tersebut terdapat beberapa parameter masukan AGNPS yang diasumsikan konstan. Parameter tersebut yaitu: 1) indikator penggunaan pupuk, 2) ketersedian pupuk pada permukaan tanah, 3) point source indicator, 4) sumber erosi tambahan, dan 5) indikator impoundment (Young et al 1989)

Analisis Keluaran Model AGNPS

Analisis keluaran model dilakukan terhadap keluaran model pada pelepasan DTA (outlet) maupun pada setiap sel. Keluaran model berupa keluaran hidrologi dan keluaran sedimen. Analisis dilakukan pada keluaran Hidrologi yaitu volume aliran permukaan dan debit puncak aliran permukaan. Dan analisis hasil keluaran kualitas air sungai dilihat dari parameter COD, N, dan P. Hasil analisis yang telah didapat dari model AGNPS kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Status Mutu Air Sungai

(40)

25

Lampiran 4 Kriteria Mutu Air Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2001

3

(41)

26

Lampiran 5 Tampilan pemasukan data per sel

(42)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 7 Agustus 1991 dari pasangan Sanusi dan Rasidah. Penulis merupakan putri keempat dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Babakan Dramaga 04 pada tahun 2004. Selain itu, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Dramaga dan pada tahun 2007 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Kornita IPB. Hingga pada tahun 2010, penulis berhasil diterima menjadi mahasiswa Institut Petanian Bogor di melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Teknologi Pertanian tepatnya Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.

Gambar

Gambar 1 Bagan alir penelitian
Gambar 2  Peta grid model AGNPS
Gambar 3  Tampilan pemasukan inisial data
Gambar 5  Arah aliran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Agama dan Tuhan tidak dianggap sebagai sesuatu yang sacral, melainkan hanya dianggap sebagai pelengkap hidup manusia yang menjadi ranah privatisasi yang bebas dianut atau tidak

logam berat dalam tanah pertanian bawang merah (T-20) yaitu erosi tanah berhubung tanah (T-20) kondisinya miring sehingga dapat menyebabkan hilangnya sebagian

finitas ikatan obat dengan protein plasma pada bayi dan anak lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa, hal ini ditambah pula dengan teradinya kompetisi untuk tempat ikatan

metode Probability Weighted Moment (PWM) Method of Moment, dan Maximum Likelihood Estimation (MLE) bermanfaat untuk memberikan informasi tentang efek beberapa

Prosedur isotop dilution hanyalah metode yang mengukur secara kuantitatif cadangan vitamin A di dalam hati. Yang dilakukan adalah memberi secara oral

Pelajar yang bersifat ihsan akan sentiasa melakukan sesuatu

Dalam penelitian ini dilakukan uji hipotesis dengan alat analisis data adalah regresi linier sederhana, yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05

Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pemerintah Kabupaten Malang melalui Badan Ketahanan Pangan Pelaksana dan Penyuluhan (BKP3) telah