PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI 25 KABUPATEN
TERTINGGAL KAWASAN TIMUR INDONESIA
OLEH PERWITA SARI
H14094007
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
PERWITA SARI, Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI).
Pembangunan kabupaten tertinggal menjadi salah satu agenda penting dalam pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu. Pembangunan kabupaten tertinggal dilaksanakan melalui berbagai program kebijakan yang diterapkan oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT). Salah satu program yang dilaksanakan adalah Program Pengembangan Sarana dan Prasarana melalui instrumen Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT), melalui program ini diharapkan dapat mendorong semakin bergeraknya perekonomian kabupaten tertinggal. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum keragaan dan menganalisis pengaruh infrastruktur khususnya infrastruktur ekonomi dan sosial terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Penelitian menggunakan data sekunder berupa data panel 25 kabupaten tertinggal KTI untuk periode 3 tahun (2003, 2005 dan 2007). Teknik estimasi yang dilakukan adalah analisis regresi data panel dengan metode Generalized Least Square (GLS). Hasil penelitian dengan menggunakan model fixed effect menunjukkan bahwa infrastruktur ekonomi (panjang jalan, jumlah keluarga pengguna telepon, jumlah keluarga pengguna listrik) dan infrastruktur sosial (jumlah sekolah) serta program P2IPDT yang dilakukan KNPDT berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga dapat membantu kabupaten tertinggal menjadi suatu kabupaten yang terbuka dan mampu berinteraksi dengan “dunia luar” sehingga akses ke berbagai faktor produksi menjadi semakin mudah untuk dijangkau.
Berdasarkan hasil penelitian, disampaikan beberapa saran dalam rangka pembangunan daerah tertinggal, antara lain perlu diteruskannya program P2IPDT yang saat ini tengah dijalankan karena memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggal. Saran lain adalah perlunya KNPDT lebih menajamkan sasaran program bantuan, dengan lebih menitikberatkan pembangunan infrastruktur bidang pendidikan.
PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI 25 KABUPATEN TERTINGGAL
KAWASAN TIMUR INDONESIA
Oleh
PERWITA SARI H14094007
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Judul Skripsi : Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia
Nama Mahasiswa : Perwita Sari Nomor Register Pokok : H14094007
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Lukytawati Anggraeni, Ph.D NIP. 19971213 200501 2 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 1961022 198903 1 003
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Oktober 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Perwita Sari, lahir di Jakarta pada 6 Pebruari 1980. Penulis merupakan anak keenam dari 8 bersaudara dan merupakan putri dari pasangan Drs. Soekidjo dengan KT Wahyuni. Penulis menikah dengan Syaefudin, S.ST dan dikaruniai satu orang putra bernama Abrar Rahman Rizki Satria.
Penulis menamatkan pendidikan di SDN Ulujami 02 pada Tahun 1992 kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 56 Jakarta. Pada Tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 70 jakarta dan kemudian melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan berhasil memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada Tahun 2002.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Ibu Lukytawati Anggraeni, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan mencurahkan perhatiannya dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Tanti Novianti, selaku dosen penguji atas komentar dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu yang tercinta, atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan.
4. Suamiku tercinta, atas kesabaran, dukungan serta kesiapannya membantu dalam setiap kesulitan.
5. Rekan-rekan di Diseminasi Statistik khususnya Pak Beno, Pak Ghofar, Pak Bawor, Mas Ulah dan Diena yang telah menyediakan data pendukung. 6. Willing atas kebersamaan dan semua kerjasamanya selama ini.
7. Semua pihak yang telah mendukung terselesaikannya skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...
DARTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...
ix x xi I.
II.
PENDAHULUAN ... 1.1. Latar Belakang ... 1.2. Permasalahan ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 1.5. Manfaat Penelitian ... TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 2.1. Kerangka Teori ... 2.1.1. Tugas Pokok dan Fungsi KNPDT ... 2.1.2. Pengertian dan Program Prioritas Daerah Tertinggal .... 2.1.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 2.1.4. Produk Domestik Bruto (PDB) ... 2.1.5. Prasarana (Infrastruktur) ... 2.1.6. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap
Pertumbuhan Ekonomi ... 2.1.7. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ... 2.2. Kerangka Pemikiran ...
1 1 3 4 5 5 6 6 6 7 12 14 14 15 16 17 III. METODE PENELITIAN ...
3.1. Jenis dan Sumber Data ... 3.2. Metode Analisis ...
3.2.1. Analisis Deskriptif ... 3.2.2. Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 3.3. Metode Pemilihan Model (Uji Kesesuaian Model) ... 3.3.1. Chow Test ...
IV.
V.
VI.
3.3.2. Haussman Test ... 3.4. Model Penelitian Pengaruh Pembangunan Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 3.5. Pengujian Asumsi ... 3.6. Pengujian Validitas Model ... 3.7. Hipotesis ... GAMBARAN UMUM DUA PULUH LIMA KABUPATEN TERTINGGAL KTI ... 4.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 4.2. Keragaan Infrastruktur Sosial ... 4.2.1. Bidang Kesehatan ... 4.2.2. Bidang Pendidikan ... 4.3. Keragaan Infrastruktur Ekonomi ... 4.3.1. Jalan ... 4.3.2. Listrik ... 4.3.3. Telepon ... HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5.1. Hasil Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal KTI ... 5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi 25
Kabupaten Tertinggal KTI ... KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran ...
23 24 26 28 30 32 32 35 35 37 39 39 41 43 45 45 48 52 52 52 DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 5.1. 5.2. 5.3.
PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI 25 KABUPATEN
TERTINGGAL KAWASAN TIMUR INDONESIA
OLEH PERWITA SARI
H14094007
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
PERWITA SARI, Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI).
Pembangunan kabupaten tertinggal menjadi salah satu agenda penting dalam pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu. Pembangunan kabupaten tertinggal dilaksanakan melalui berbagai program kebijakan yang diterapkan oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT). Salah satu program yang dilaksanakan adalah Program Pengembangan Sarana dan Prasarana melalui instrumen Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT), melalui program ini diharapkan dapat mendorong semakin bergeraknya perekonomian kabupaten tertinggal. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum keragaan dan menganalisis pengaruh infrastruktur khususnya infrastruktur ekonomi dan sosial terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Penelitian menggunakan data sekunder berupa data panel 25 kabupaten tertinggal KTI untuk periode 3 tahun (2003, 2005 dan 2007). Teknik estimasi yang dilakukan adalah analisis regresi data panel dengan metode Generalized Least Square (GLS). Hasil penelitian dengan menggunakan model fixed effect menunjukkan bahwa infrastruktur ekonomi (panjang jalan, jumlah keluarga pengguna telepon, jumlah keluarga pengguna listrik) dan infrastruktur sosial (jumlah sekolah) serta program P2IPDT yang dilakukan KNPDT berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga dapat membantu kabupaten tertinggal menjadi suatu kabupaten yang terbuka dan mampu berinteraksi dengan “dunia luar” sehingga akses ke berbagai faktor produksi menjadi semakin mudah untuk dijangkau.
Berdasarkan hasil penelitian, disampaikan beberapa saran dalam rangka pembangunan daerah tertinggal, antara lain perlu diteruskannya program P2IPDT yang saat ini tengah dijalankan karena memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggal. Saran lain adalah perlunya KNPDT lebih menajamkan sasaran program bantuan, dengan lebih menitikberatkan pembangunan infrastruktur bidang pendidikan.
PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI 25 KABUPATEN TERTINGGAL
KAWASAN TIMUR INDONESIA
Oleh
PERWITA SARI H14094007
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Judul Skripsi : Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia
Nama Mahasiswa : Perwita Sari Nomor Register Pokok : H14094007
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Lukytawati Anggraeni, Ph.D NIP. 19971213 200501 2 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 1961022 198903 1 003
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Oktober 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Perwita Sari, lahir di Jakarta pada 6 Pebruari 1980. Penulis merupakan anak keenam dari 8 bersaudara dan merupakan putri dari pasangan Drs. Soekidjo dengan KT Wahyuni. Penulis menikah dengan Syaefudin, S.ST dan dikaruniai satu orang putra bernama Abrar Rahman Rizki Satria.
Penulis menamatkan pendidikan di SDN Ulujami 02 pada Tahun 1992 kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 56 Jakarta. Pada Tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 70 jakarta dan kemudian melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan berhasil memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada Tahun 2002.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Ibu Lukytawati Anggraeni, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan mencurahkan perhatiannya dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Tanti Novianti, selaku dosen penguji atas komentar dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu yang tercinta, atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan.
4. Suamiku tercinta, atas kesabaran, dukungan serta kesiapannya membantu dalam setiap kesulitan.
5. Rekan-rekan di Diseminasi Statistik khususnya Pak Beno, Pak Ghofar, Pak Bawor, Mas Ulah dan Diena yang telah menyediakan data pendukung. 6. Willing atas kebersamaan dan semua kerjasamanya selama ini.
7. Semua pihak yang telah mendukung terselesaikannya skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...
DARTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...
ix x xi I.
II.
PENDAHULUAN ... 1.1. Latar Belakang ... 1.2. Permasalahan ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 1.5. Manfaat Penelitian ... TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 2.1. Kerangka Teori ... 2.1.1. Tugas Pokok dan Fungsi KNPDT ... 2.1.2. Pengertian dan Program Prioritas Daerah Tertinggal .... 2.1.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 2.1.4. Produk Domestik Bruto (PDB) ... 2.1.5. Prasarana (Infrastruktur) ... 2.1.6. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap
Pertumbuhan Ekonomi ... 2.1.7. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ... 2.2. Kerangka Pemikiran ...
1 1 3 4 5 5 6 6 6 7 12 14 14 15 16 17 III. METODE PENELITIAN ...
3.1. Jenis dan Sumber Data ... 3.2. Metode Analisis ...
3.2.1. Analisis Deskriptif ... 3.2.2. Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 3.3. Metode Pemilihan Model (Uji Kesesuaian Model) ... 3.3.1. Chow Test ...
IV.
V.
VI.
3.3.2. Haussman Test ... 3.4. Model Penelitian Pengaruh Pembangunan Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 3.5. Pengujian Asumsi ... 3.6. Pengujian Validitas Model ... 3.7. Hipotesis ... GAMBARAN UMUM DUA PULUH LIMA KABUPATEN TERTINGGAL KTI ... 4.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 4.2. Keragaan Infrastruktur Sosial ... 4.2.1. Bidang Kesehatan ... 4.2.2. Bidang Pendidikan ... 4.3. Keragaan Infrastruktur Ekonomi ... 4.3.1. Jalan ... 4.3.2. Listrik ... 4.3.3. Telepon ... HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5.1. Hasil Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal KTI ... 5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi 25
Kabupaten Tertinggal KTI ... KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran ...
23 24 26 28 30 32 32 35 35 37 39 39 41 43 45 45 48 52 52 52 DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 5.1. 5.2. 5.3.
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. 2.2.
5.1.
5.2.
Kerangka Pemikiran Penelitian ... Perkembangan Rata-Rata PDRB Atas Dasar Harga Konstan di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003, 2005 dan 2007…………. Hasil Estimasi Persamaan Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal KTI... Matriks Korelasi Antarvariabel Bebas ...
18
33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. .
Daftar 123 Kabupaten Tertinggal di Kawasan Indonesia Timur ... Hasil Estimasi dengan Model Fixed Effect (OLS) ... Hasil Uji Chow pada Model Fixed Effect ... Hasil Estimasi dengan Model Random Effect ...
Hasil Estimasi dengan Model Fixed Effect (GLS)... Nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk Uji Multikolinieritas ..
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tiga komitmen yang menjadi perhatian utama dari Kabinet Indonesia Bersatu adalah melaksanakan pemerintahan yang pro job (penyediaan lapangan kerja), pro poor (pengentasan kemiskinan) dan pro growth (peningkatan pertumbuhan ekonomi). Salah satu pengejawantahan dari ketiga komitmen ini adalah dengan dibentuknya Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT). Sesuai Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia, KNPDT mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang pembangunan daerah tertinggal (KNPDT, 2008).
2
199 kabupaten tertinggal tersebut didasarkan pada beberapa kriteria utama yaitu perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah. Selain keenam kriteria tersebut penentuan daerah tertinggal didasarkan juga pada pertimbangan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan daerah rawan bencana yang ditentukan secara khusus.
Kebijakan yang diterapkan KNPDT pada 199 kabupaten tertinggal tersebut diwujudkan dengan melaksanakan beberapa program kerja, yang salah satunya adalah Program Pengembangan Sarana dan Prasarana melalui instrumen Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT). Program dan instrumen ini bermaksud membantu kabupaten tertinggal agar dapat menjadi suatu kabupaten yang terbuka dan mampu berinteraksi dengan “dunia luar” sehingga akses ke berbagai faktor produksi menjadi semakin mudah untuk dijangkau, yang pada gilirannya dapat membuka peluang semakin bergeraknya perekonomian kabupaten tertinggal.
3
lebih lanjut. Atas dasar pemikiran tersebut, dalam penelitian ini penulis mengangkat tema “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tertinggal di Kawasan Timur Indonesia”. Dengan mengetahui infrastruktur apa saja yang signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggal, diharapkan kebijakan KNPDT yang diambil dalam rangka mengentaskan kabupaten tertinggal, dapat berorientasi pada faktor-faktor tersebut, sehingga kebijakan yang diambil dapat tepat guna dan tepat sasaran.
1.2. Permasalahan
Program dan instrumen di bidang infrastruktur yang dilakukan oleh KNPDT perlu dievaluasi dampaknya dalam membuka peluang bergeraknya perekonomian kabupaten tertinggal dengan melihat tingkat kemajuan yang dicapai oleh masing-masing kabupaten, yang salah satunya diukur oleh besaran nilai pertumbuhan ekonomi. Besaran nilai pertumbuhan ekonomi juga dapat menilai bahwa telah terjadi proses pembangunan khususnya di bidang ekonomi pada kabupaten tertinggal.
4
faktor-faktor apa saja yang signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggal, khususnya faktor-faktor di bidang infrastruktur ekonomi dan sosial.
Kebijakan maupun program yang diambil oleh KNPDT sangat penting dilakukan pada bidang yang memang benar-benar diperlukan oleh masing-masing daerah sesuai karakteristik daerahnya, agar kebijakan ataupun intervensi yang dilakukan dapat tepat guna dan tepat sasaran. Untuk itu gambaran mengenai kondisi kabupaten tertinggal di KTI sangat diperlukan sebagai referensi bagi KNPDT dalam pengambilan kebijakan. Selain itu dengan mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi khususnya di bidang infrasruktur sosial dan ekonomi dapat mempertajam kebijakan yang diambil oleh KNPDT.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitan ini, antara lain:
1. Memberikan gambaran mengenai keragaan 25 kabupaten tertinggal KTI, agar dapat menjadi masukan bagi KNPDT dalam melakukan intervensi atau mengambil kebijakan pada bidang yang memang benar-benar diperlukan oleh masing-masing daerah sesuai karakteristik daerahnya.
5
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada 25 kabupaten tertinggal di KTI yang termasuk dalam 199 kabupaten tertinggal yang telah ditetapkan oleh KNPDT. Pemilihan 25 kabupaten tertinggal KTI tersebut didasarkan pada besaran dana yang digulirkan oleh KNPDT, dimana 25 kabupaten yang dipilih merupakan kabupaten yang mendapatkan dana bantuan terbesar untuk program pengembangan kabupaten tertinggal. Selain itu, pemilihan 25 kabupaten tersebut juga mempertimbangkan faktor ketersediaan data.
1.5. Manfaat Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Kerangka Teori
2.1.1. Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT)
Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT) sesuai Peraturan Presiden Nomor. 09 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia adalah membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang pembangunan daerah tertinggal. (KNPDT, 2008). Tugas pokok dan fungsi ini kemudian disempurnakan melalui Peraturan Presiden Nomor. 90 Tahun 2006, dimana KNPDT mempunyai penambahan fungsi operasional kebijakan di bidang:
1. Bantuan infrastruktur pedesaan 2. Pengembangan ekonomi Lokal
3. Pemberdayaan Masyarakat (KNPDT, 2008).
7
2.1.2. Pengertian dan Program Prioritas Daerah Tertinggal
Daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional dan berpenduduk yang dapat dikategorikan relatif tertinggal. Untuk lebih memberikan gambaran, berikut akan diuraikan fator penyebab ketertinggalan, sebaran daerah tertinggal dan kriteria penetapan daerah tertinggal.
1. Faktor Penyebab
Suatu daerah dapat dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, antara lain:
a. Geografis
Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi.
b. Sumber daya alam
8
c. Sumber Daya Manusia
Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang.
d. Prasarana dan Sarana
Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, penddikan dan pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami kesulitan utuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
e. Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial
Seringnya suatu daerah mengalami bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi
f. Kebijakan Pembangunan
Suatu daerah menjadi tertinggal dapat disebabkan oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada pembangunan daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan.
2. Sebaran
9
a. Daerah yang terletak di wilayah pedalaman, tepi hutan, dan pegunungan yang pada umumnya tidak atau belum memiliki akses ke daerah lain yang relatif lebih maju
b. Daerah yang terletak di pulau-pulau kecil, gugusan pulau yang berpenduduk dan memiliki kesulitan akses ke daerah lain yang lebih maju
c. Daerah yang secara administratif sebagian atau seluruhnya terletak di perbatasan antarnegara baik batas darat maupun laut
d. Daerah yang terletak di wilayah rawan bencana alam baik gempa, longsor, gunung api, maupun banjir.
e. Daerah yang sebagian besar wilayahnya berupa pesisir. 3. Kriteria Penetapan Daerah Tertinggal
Unit terkecil daerah tertinggal yang digunakan dalam Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal adalah wilayah administrasi kabupaten. Hal ini sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang secara penuh diberikan kepada pemerintah kabupaten.
10
Sumatera, 18 kabupaten di Pulau Jawa dan Bali, dan 123 kabupaten berada di Kawasan Indonesia Timur (KTI). Daftar kabupaten tertinggal di KTI dapat dilihat pada Lampiran 1.
Masing-masing kriteria yang digunakan sebagai pendekatan dalam menentukan kabupaten tertinggal kemudian dijabarkan menjadi beberapa indikator. Masing-masing kriteria dan indikator tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kondisi Ekonomi, dengan indikator sebagai berikut:
a. Persentase Penduduk Miskin b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
2. Kondisi Sumber Daya Manusia, dengan indikator sebagai berikut: a. Persentase Penduduk Menganggur
b. Persentase Desa Balita Kurang Gizi c. Persentase Desa Non Balita Kurang Gizi d. Angka Kematian Bayi
e. Angka Harapan Hidup
f. Jumlah prasarana Kesehatan per 1000 Penduduk g. Rata-rata Jarak Pelayanan Prasarana Kesehatan
h. Persentase Kemudahan Pencapaian Prasarana Kesehatan i. Angka Melek Huruf
j. Jumlah SD dan SMP per 1000 Penduduk k. Jarak Rata-rata Desa/Kota tanpa SD/SMP 3. Kondisi Prasarana (Infrastruktur)
11
b. Jumlah Desa dengan Jenis Permukaan Jalan Diperkeras c. Jumlah Desa dengan Jenis Permukaan Jalan Tanah d. Jumlah Desa dengan Jenis Permukaan Jalan Lainnya e. Persentase Rumah Tangga Pengguna Listrik
f. Persentase Rumah Tangga Pengguna Telepon g. Jumlah Bank Umum
h. Jumlah Bank Perkreditan Rakyat
i. Pesentase Desa dengan Pasar non Permanen
4. Kondisi Kelembagaan dan Keuangan Daerah, yang diukur dari besaran celah fiskal, yaitu merupakan dana yang dapat dipergunakan untuk belanja pembangunan diluar belanja rutin daerah.
5. Aksesibilitas, yang diukur oleh rata-rata jarak dari kantor desa/kelurahan ke kantor kabupaten/kota yang membawahi
6. Karakteristik Daerah
a. Persentase Desa Gempa Bumi b. Persentase Desa Tanah Longsor c. Persentase Desa Banjir
d. Persentase Desa Bencana Lainnya e. Persentase Desa di Kawasan Lindung f. Persentase Desa Berlahan Kritis
12
Upaya pengentasan kabupaten tertinggal dilakukan dengan mengimplementasikan kebijakan pembangunan daerah tertinggal secara terpadu dan tepat sasaran serta tepat kegiatan, maka KNPDT melaksanakan program prioritas yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi oleh semua daerah tertinggal. Program tersebut antara lain:
a. Program Pengembangan Ekonomi Lokal b. Program Pemberdayaan Masyarakat
c. Program Pengembangan Prasarana dan Sarana d. Program Pencegahan dan Rehabilitasi Bencana e. Program Pengembangan Daerah Perbatasan
2.1.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Sukirno (2000) mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki 3 aspek, antara lain:
1. Pertumbuhan itu bersumber dari perbedaan tingkat pertumbuhan potensial yang dapat dicapai dan tingkat pertumbuhan yang sebesarnya dicapai
2. Pertumbuhan ekonomi terletak pada peningkatan potensi pertumbuhan itu sendiri
3. Pertumbuhan ekonomi adalah mengenai keteguhan pertumbuhan ekonomi yang berlaku dari satu tahun ke tahun lainnya.
13
tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Tiga komponen pertumbuhan ekonomi yang penting bagi setiap masyarakat adalah: 1. Akumulasi modal, dimana akumulasi modal termasuk didalamnya semua
investasi baru dalam tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan dan keterampilan keja
2. Pertumbuhan jumlah penduduk yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja
3. Kemajuan teknologi yang secara luas diartikan sebagai cara baru dalam menyelesaikan pekerjaan.
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (Sukirno, 2004). Pendapatan nasional ini dihitung berdasarkan jumlah seluruh output barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian suatu Negara.
14
2.1.4. Produk Domestik Bruto (PDB)
Mankiw (2007) meyatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara. PDB dapat mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara, karena PDB merupakan nilai tambah yang merupakan refleksi dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu negara.
Terdapat dua metode penghitungan PDB, yaitu atas dasar harga berlaku yang menghitung nilai tambah yang dihasilkan dari seluruh kegiatan ekonomi dengan mengalikan total nilai tambah dengan harga pada tahun berjalan. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan dihitung dengan mengalikan seluruh nilai tambah dari hasil kegiatan ekonomi dengan harga pada tahun dasar. Data PDB yang digunakan untuk mengukur besaran nilai pertumbuhan ekonomi adalah PDB atas dasar harga konstan. Nilai PDB pada dasarnya merupakan penjumlahan dari seluruh nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari masing-masing propinsi/kabupaten di suatu Negara.
2.1.5. Prasarana (Infrastruktur)
15
ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi.
World Bank (1994) menyebutkan bahwa elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. World Bank (1994) kemudian membagi infrastruktur menjadi tiga komponen utama, yaitu:
1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi public utilities (tenaga listrik, telekomunikasi, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya).
2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi. 3. Infrastruktur administrasi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi
dan koordinasi.
2.1.6. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
16
Canning (1999) menyusun suatu model untuk melihat kontribusi infrastruktur terhadap total output. Dalam model Canning tersebut nilai produk domestik regional bruto merupakan fungsi dari modal fisik, modal manusia, modal infrastruktur dan jumlah penduduk.
2.1.7. Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Berikut disampaikan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain:
1. Kasim (2006) melakukan penelitian mengenai “Analisis mengenai Kinerja Infrastruktur Listrik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Metode yang digunakan adalah uji kausalitas Granger terhadap variabel Konsumsi Energi Listrik (KEL) dan Pendapatan dari penjualan Energi Listrik (REP) dan dengan PDB. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan searah antara variabel KEL dan REP dengan PDB.
17
infrastruktur memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan juga pendapatan per kapita.
Mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka dalam penelitian ini digunakan beberapa variabel bebas untuk menjelaskan pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal KTI, antara lain; variabel jumlah keluarga pengguna listrik, jumlah keluarga pengguna telepon, panjang jalan, jumlah puskesmas dan jumlah sekolah serta dummy variabel program bantuan KNPDT.
2.2. Kerangka Pemikiran
18
Ket: - - - - batasan kajian
Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran Penelitian Masih banyaknya
kabupaten tertinggal
Kebijakan KNPDT
Percepatan Pertumbuhan Ekonomi
Infrastruktur Sosial
Rekomendasi Kebijakan untuk Pengentasan Kabupaten
Tertinggal
[image:41.612.114.519.131.474.2]BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang
merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai publikasi Badan Pusat
Statistik (BPS), diantaranya publikasi daerah dalam angka dan statistik potensi
desa. Kurun waktu data yang digunakan adalah dua tahunan, yaitu Tahun 2003,
2005 dan 2007, mencakup 25 kabupaten tertinggal KTI.
3.2. Metode Analisis 3.2.1. Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang
sederhana yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu observasi
dengan menyajikannya dalam bentuk tabel, grafik maupun narasi dengan tujuan
untuk memudahkan pembaca dalam menafsirkan hasil observasi.
Metode analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk
menggambarkan secara umum keragaan 25 kabupaten tertinggal KTI, periode
2003-2007. Metode ini digunakan untuk melihat secara sederhana dampak
kebijakan dan program yang telah dilakukan oleh KNPDT khususnya di bidang
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi. Diharapkan kebijakan dan program
yang telah dilakukan mampu membuat perubahan yang cukup signifikan ke arah
20
3.2.2. Analisis Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tujuan utama penggunaan persamaan regresi adalah untuk memperkirakan
nilai dari variabel tak bebas pada nilai variabel bebas tertentu (Supranto, 2000).
Atas dasar tersebut penulis menggunakan metode ini untuk menjelaskan pengaruh
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian ini analisis regresi
yang digunakan adalah analisis regresi data panel, untuk menjelaskan pengaruh
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal KTI.
Sehubungan dengan digunakannya data panel dalam penelitian ini, maka data
yang digunakan akan dianalisis menggunakan teknik estimasi data panel, yaitu
dengan metode Ordinay Least Squares (OLS) menggunakan teknik Pooled OLS
Model, Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Kemudian berdasarkan
hasil dari ketiga model tersebut, akan ditentukan model mana yang lebih tepat
menjelaskan faktor-faktor di bidang infrastruktur yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan uji kesesuaian model dengan Chow
test dan Haussman Test.
3.2.2.1. Model Pooled OLS (Constant Coefficient Model)
Model Pooled OLS adalah salah satu tipe model data panel yang
memiliki koefisien yang konstan untuk intersep dan slope. Untuk
model data panel ini dapat menggunakan metode Ordinary Least
21
ke dalam model berikut:
it
it X
Y =α+β
∧
………...(3.1)
dimana i menunjukkan urutan kabupaten yang diobservasi pada data
cross-section, sedangkan t menunjukkan periode pada data time-series.
Namun, pada metode ini asumsi yang digunakan menjadi sangat
terbatas karena pada model tersebut diasumsikan intersep dan koefisien
dari setiap variabel sama untuk setiap kabupaten yang diobservasi.
Penggunaan asumsi ini secara logika menyebabkan model pooled OLS
menjadi tidak cukup tepat menjelaskan model dalam penelitian ini.
Untuk itu dilakukan uji kesesuaian model dengan Chow test untuk
menentukan jika model sesuai menggunakan model pooled OLS.
3.2.2.2. Model Fixed Effect
Tipe model data panel ini memiliki konstan slope namun memiliki
intersep yang bergantung pada data panel dari serangkaian grup
observasi (cross section) dalam hal ini adalah kabupaten yang
diobservasi. Model ini dikenal juga sebagai Least Squares Dummy
Variable Model, karena sebanyak i-1 variabel dummy digunakan
dalam model ini. Persamaan model ini adalah sebagai berikut:
22
3.2.2.3. Model Random Effect
Dalam model ini terdapat perbedaan intersep untuk setiap kabupaten
dan intersep tersebut merupakan variabel random atau stokastik.
Sehingga dalam model random effects terdapat dua komponen residual,
yakni residual secara menyeluruh itε dan residual secara individu.
Persamaan model random effects dapat ditulis sebagai berikut:
……….(3.3)
Piranti lunak yang digunakan dalam membantu pengolahan untuk analisis
regresi data panel adalah Eviews 5.1. yang merupakan program pengolahan dan
analisis data yang dapat digunakan untuk membantu penelitian di bidang statistika
dan ekonometrika.
3.3. Metode Pemilihan Model (Uji Kesesuaian Model) 3.3.1. Chow Test
Gujarati dalam Hartati (2008) menjelaskan bahwa Chow test digunakan
untuk menentukan model yang akan digunakan, apakah lebih tepat dijelaskan oleh
model Pooled OLS atau model Fixed Effect. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa asumsi konstan slope dan intersep pada model Pooled OLS
pada kenyataannya tidak cukup realistis. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis
23
H0 : Model adalah model Pooled Least Square
H1 : Model adalah model Fixed Effect
Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F-statistic
seperti yang dirumuskan oleh Chow:
) /( ) ( ) 1 /( ) ( 2 2 1 K N NT ESS N ESS ESS statistic F − − − − = − ………….……..(3.4) dimana: 1
ESS = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square
2
ESS = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect
N =Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series
K = Jumlah variabel penjelas
Statistik Chow test mengikuti distribusi F-statistic dengan derajat
bebas (N-1,NT-N-K), jika nilai CHOW statistic (F-stat) hasil pengujian lebih
besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0
sehingga model yang digunakan adalah fixed effect, dan begitu juga sebaliknya.
3.3.2. Haussman Test
Gujarati dalam Hartati (2008) menjelaskan bahwa pengujian yang
dilakukan setelah Chow Test adalah Haussman Test, yang digunakan untuk
menentukan apakah model lebih tepat dijelaskan dengan model fixed effect atau
24
H0 : Model adalah model Random Effect
H1 : Model adalah model Fixed Effect
Dasar penolakan H0 dengan membandingkan Statistik Hausman dengan
Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:
m=(β −b)(M0 −M1)−1(β−b) ≈ χ2 …...……..(3.5)
Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor
statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed
effect model, dan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect
model. H0 ditolak jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ2-tabel, sehingga
model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya.
3.4. Model Penelitian Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pada penelitian ini modal infrastruktur dipecah menjadi modal
infrastruktur bidang ekonomi dan sosial. Infrastruktur bidang ekonomi terdiri dari
variabel panjang jalan, jumlah rumah tangga pengguna listrik dan jumlah rumah
tangga pengguna telepon., sedangkan infrastruktur sosial terdiri dari variabel
jumlah puskesmas dan jumlah SD dan SMP per 1000 penduduk.
Secara matematis, hubungan antara variabel-variabel yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
PDRBit = αo + α1LISit + α2TLPit + α3JLNit + α4PUSit + α5SEKit +α6PROGit +μit
25
dimana:
PDRBit = Besaran Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (miliar
rupiah)
αo = intercept
α1 – α6 = parameter infrastruktur dan program P2IPDT
µit = error term
LISit = Jumlah keluarga pengguna listrik (keluarga)
TLPit = Jumlah keluarga pengguna telepon (keluarga)
JLNit = Panjang jalan (km)
PUSKit = Jumlah puskesmas (unit)
SEKit = Jumlah sekolah per 1000 penduduk (unit)
PROGit = Dummy variabel program bantuan KNPDT, yang bernilai 0
(sebelum P2IPDT) dan 1 (setelah P2IPDT)
Pemilihan variabel didasarkan pada indikator yang digunakan oleh
KNPDT sebagai kriteria penentuan daerah tertinggal. Pemilihan keluarga
pengguna listrik dan telepon serta jumlah puskesmas dan sekolah karena erat
kaitannya dengan program P2IPDT, dimana melalui P2IPDT, KNPDT melakukan
pembangunan infrastruktur di bidang energi, telekomunikasi, transportasi dan
pelayanan sosial dasar. Variabel jumlah keluarga pengguna listrik dan telepon
juga dipilih sebagai variabel di dalam model karena keluarga pengguna listrik dan
telepon menentukan akses rumah tangga terhadap energi listrik dan telepon yang
26
3.5. Pengujian Asumsi
Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa model telah
memenuhi persyaratan asumsi yang telah ditetapkan. Nachrowi dan Usman (2006)
menyatakan bahwa pengujian asumsi tersebut dilakukan untuk menguji asumsi
terbebasnya model dari autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.
1. Pengujian Asumsi Autokorelasi
Pengujian asumsi autokorelasi dilakukan untuk memastikan
terbebasnya model dari autokorelasi. Salah satu uji formal yang paling populer
untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin-Watson.
Model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi apabila nilai Statistik
Durbin Watson berada pada kisaran nilai 2. Statistik Durbin Watson
dirumuskan dengan:
d =
∑
∑
= = − − n t n t t t e e e 1 2 2 1) ( ………...(3.7)2. Pengujian Asumsi Multikolinieritas
Pengujian asumsi multikolinieritas dilakukan untuk memastikan model
terbebas dari multikolinieritas atau dengan kata lain tidak terdapat hubungan
linier antarvariabel bebas. Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan
melihat nilai korelasi pearson antarvariabel indpenden dan variance inflation
factor (VIF). Nachrowi dan Usman (2006) menyatakan bahwa dampak adanya
27
a. Varians koefisien regresi menjadi besar sehingga interval kepercayaan
(confidence interval) menjadi lebar.
b. Varians yang besar juga dapat menyebabkan biasnya hasil estimasi pada
uji-t dimana taksiran β menjadi idak signifikan.
c. Multikolinieritas dapat mengakibatkan banyak vaiabel yang tidak
signifikan meskipun koefisien determinasi (R2) tinggi dan uji F signifikan.
d. Angka estimasi koefisien regresi yang didapat akan memunyai nilai yang
tidak sesuai dengan substansi, atau kondisi yang dapat diduga akal sehat
sehingga dapat menyesatkan interpretasi.
3. Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas
Pengujian asumsi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan dua metode,
yakni:
a. Metode Grafik
Metode grafik dilakukan dengan membuat scatter plot dari kuadrat
residual. Apabila tidak terdapat pola khusus pada scatterplot maka model
adalah homoskedastik, namun apabila terdapat pola tertentu pada
scatterplot residual maka model adalah heteroskedastik.
b. White Test
White test dilakukan untuk menguji apakah model terbebas dari asumsi
heteroskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho: Model Homoskedastik
28
Kemudian dilakukan penghitungan statistik White, yang dirumuskan
sebagai:
WHITE = n x R2 ...(3.8)
Dasar penolakan Ho apabila nilai statistik White lebih besar dari χ tabel dengan
derajat bebas adalah jumlah variabel independen.
3.6. Pengujian Validitas Model
Untuk menguji validitas model dampak program bantuan dan pengaruh
pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, dilakukan
serangkaian uji antara lain:
1. Uji F
Uji F dilakukan dalam penelitian ini, untuk melakukan uji hipotesis
koefisien regresi secara bersamaan. Hipotesis yang digunakan dalam uji ini
adalah:
H0 : β1 =β2 =...= βk =0
H1 : minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol.
Adapun penghitungan F hitung dilakukan dengan rumus:
……….(3.8)
dimana:
MSR = Mean Squared Regression
MSE = Mean Squared Error
29
SSE = Sum of Squared Error
Berdasarkan F hitung yang didapatkan dari hasil pengolahan ketiga model
data panel, kemudian dibandingkan dengan F statistik dengan derajat bebas
sebesar k dan n-k-1. Maka model yang akan diambil adalah model dengan F
hitung lebih besar daripada F statistik sehingga dapat dikatakan bahwa pada
model yang dipilih paling tidak ada satu koefisien yang signifikan secara
statistik.
2. Uji t
Pada uji t dilakukan pengujian kofisien regresi secara individu
(masing-masing variabel) untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat. Hipotesis yang digunakan untuk pengujian ini adalah:
H0:βi =0
H1:βi ≠0
Adapun penghitungan untuk uji t dilakukan dengan rumus:
...(3.9)
Berdasarkan hasil perhitungan dalam uji t, maka akan dipilih variabel bebas
yang signifikan secara statistik.
3. Koefisien Determinasi
Sesuai dengan teori statistik, dimana nilai koefisien determinasi (R2)
mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat diterangkan
oleh variabel bebas, maka dalam penelitian ini, dari ketiga model regresi data
30
determinasi (R2) terbesar. Dengan kata lain model tersebut adalah model yang
paling tepat menjelaskan pengaruh dari pembangunan infrastruktur baik
ekonomi dan sosial terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal
KTI. Nilai R2 yang digunakan adalah nilai adjusted R2, mengingatadjusted R2
merupakan ukuran kesesuaian model yang lebih baik dibandingkan R2 karena
telah memperhitungkan jumlah derajat bebas. Adapun rumusan untuk nilai
adjusted R2 adalah:
k N N R R − − − −
=1 (1 2) 1
2 _ ...(3.10) dimana: = 2 _
R adjusted R2
N = jumlah sampel
k = jumlah variabel independen (Pindyck dan Rubin Feld, 1983).
3.7. Hipotesis
Hipotesis yang dipakai dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
hubungan keterikatan dari variabel bebas dengan variabel terikat. Hipotesis
tersebut antara lain menduga bahwa:
1. Panjang jalan memunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi
karena jalan turut membantu kelancaran bidang transportasi, sehingga dapat
membantu dalam mempercepat bergeraknya roda perekonomian suatu
daerah.
2. Jumlah keluarga pengguna listrik memunyai pengaruh positif terhadap
31
seberapa besar akses suatu daerah terhadap energi kelistrikan yang diyakini
dapat membantu dalam pergerakan ekonomi daerah.
3. Jumlah keluarga pengguna telepon memunyai pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi, karena cukup banyaknya jaringan telepon yang
tersambung dalam satu wilayah dapat mempermudah komunikasi antar
individu, yang pada akhirnya mampu membantu tumbuhnya perekonomian.
4. Jumlah puskesmas memunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi, karena kemudahan akses individu terhadap fasilitas kesehatan
dapat membantu penduduk dalam memelihara kesehatan diri dan
lingkungannya, dan ini merupakan modal dasar bagi seseorang untuk
melakukan aktivitas dalam rangka ikut andil dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah.
5. Jumlah SD dan SMP memunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi, karena kemudahan akses individu terhadap fasilitas dasar
pendidikan mampu meningkatkan daya saing penduduk dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan penduduk dan perekonomian daerah pada
umumnya.
6. Program bantuan KNPDT di bidang pembangunan infrastruktur positif
memengaruhi pertumbuhan ekonomi, karena melalui pogram bantuan
dibangunlah infrasttruktur yang dapat membuka akses kabupaten tertinggal
ke berbagai faktor produksi yang kemudian dapat mendorong pergerakan
BAB IV
GAMBARAN UMUM DUA PULUH LIMA
KABUPATEN TERTINGGAL KAWASAN TIMUR INDONESIA
4.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting guna melakukan evaluasi dan koreksi terhadap program pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan pada masa atau periode yang lalu. Dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi digunakan angka Produk Domestik Regonal Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan, karena dalam penghitungan PDRB atas dasar harga konstan tersebut, pengaruh perubahan harga telah dieliminasi. Dengan demikian pertumbuhan yang dicerminkan merupakan pertumbuhan riil barang dan jasa dalam suatu periode waktu tertentu.
Pertumbuhan ekonomi dapat pula diamati dari sisi PDRB atas dasar harga berlaku dan konstan, dimana yang membedakan antara keduanya adalah perkembangan tidak riil dan perkembangan riil. Dikatakan perkembangan tidak riil, karena didalamnya masih terdapat unsur perubahan harga, sedangkan dalam perkembangan riil unsur perkembangan harga telah dikeluarkan.
33
menunjukkan kenaikan pada Tahun 2007 dengan nilai rata-rata sebesar Rp.938,43 miliar (Gambar 4.1.). Nilai PDRB atas dasar harga konstan yang terus naik tiap tahunnya ini menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi di 25 kabupaten tertinggal KTI.
Nilai PDRB atas dasar harga konstan terbesar pada Tahun 2007 di 25 kabupaten tertinggal KTI tercatat di Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur, dengan rata-rata PDRB atas dasar harga konstan sebesar Rp.2.684,53 miliar rupiah. Sedangkan nilai terendah tercatat di Kabupaten Asmat Provinsi Papua yaitu sebesar Rp.180,60 miliar rupiah.
938,43
760,25 828,54
0 200 400 600 800 1000
2003 2005 2007
PDRB ADHK
[image:56.612.154.485.368.556.2]Sumber: PDRB Kabupaten/Kota di Indonesia, 2003-2007, BPS
34
Tabel 4.1. Perkembangan Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007 (miliar rupiah)
No. Kabupaten
PDRB (miliar rupiah) Pertumbuhan (%) 2003 2007
1 Kupang 1.437,97 1.798,33 5,75
2 Timor Tengah Selatan 714,11 843,10 4,24
3 Belu 535,59 657,40 5,26
4 Alor 274,56 338,44 5,37
5 Flores Timur 435,39 521,81 4,63
6 Sambas 2.050,25 2.491,40 4,99
7 Bengkayang 769,79 1.010,34 7,03
8 Sanggau 2.308,27 2.356,60 0,52
9 Katingan 946,44 1.102,40 3,89
10 Gunung Mas 482,03 582,88 4,86
11 Kutai Barat 2.082,58 2.684,53 6,55 12 Kepulauan Talaud 297,12 364,01 5,21
13 Banggai 1.165,46 1.539,76 7,21
14 Morowali 884,33 1.394,33 12,06
15 Selayar 303,58 370,40 5,10
16 Jeneponto 666,91 745,30 2,82
17 Barru 503,07 605,71 4,75
18 Majene 397,99 475,96 4,57
19 Maluku Tenggara Barat 351,86 411,63 4,00
20 Buru 222,73 258,40 3,78
21 Merauke 952,82 1.228,71 6,56
22 Boven Digoel 268,77 403,77 10,71
23 Mappi 129,02 214,27 13,52
24 Asmat 108,37 180,60 13,62
25 Nabire 717,18 880,62 5,27
Rata-rata 760,25 938,43 5,41 Sumber: PDRB Kabupaten/Kota 2003-2007, BPS (Diolah)
35
pada sektor bangunan dan pemerintahan, karena besarnya APBD pada pos belanja bangunan untuk jalan dan jembatan. Laju pertumbuhan ekonomi terendah tercatat di Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 0,52 persen.
4.2. Keragaan Infrastruktur Sosial 4.2.1. Bidang Kesehatan
Keragaan infrastruktur di bidang kesehatan pada 25 kabupaten tertinggal KTI akan dijelaskan dengan menggambarkan secara umum jumlah unit puskesmas yang dimiliki masing-masing kabupaten tersebut pada periode 2003, 2005 dan 2007. Variabel jumlah puskesmas ini dipilih karena puskesmas merupakan infrastruktur dasar dan merupakan standar pelayanan dasar di bidang kesehatan.
Rata-rata jumlah puskesmas yang dimiliki oleh 25 kabupaten tertinggal KTI pada periode 2003, 2005 dan 2007 mengalami kenaikan yang tidak signifikan. Tercatat rata-rata jumlah puskesmas yang dimiliki 25 kabupaten tertinggal tersebut pada Tahun 2003 adalah sebesar 14 unit puskesmas, sedangkan untuk Tahun 2005 yaitu sebesar 15 unit dan Tahun 2007 tercatat sebesar 17 unit puskesmas.
36
[image:59.612.129.512.247.662.2]masing-masing tercatat memiliki puskesmas sebanyak 8 unit. Jumlah yang relatif rendah ini disebabkan faktor geografis kabupaten ini, dmana letak daerahnya terpencil dan sulit untuk dijangkau.
Tabel 4.2. Perkembangan Jumlah Puskesmas di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007
No. Kabupaten
Jumlah Puskesmas
(unit) Pertumbuhan
(%) 2003 2007
1 Kupang 20 26 6,78
2 Timor Tengah Selatan 21 26 5,48
3 Belu 15 18 4,66
4 Alor 16 20 5,74
5 Flores Timur 15 14 -1,71
6 Sambas 18 25 8,56
7 Bengkayang 12 14 3,93
8 Sanggau 19 19 0,00
9 Katingan 25 16 -10,56
10 Gunung Mas 8 12 10,67
11 Kutai Barat 16 21 7,03
12 Kepulauan Talaud 8 19 24,14
13 Banggai 20 20 0,00
14 Morowali 13 15 3,64
15 Selayar 9 12 7,46
16 Jeneponto 13 16 5,33
17 Barru 8 11 8,29
18 Majene 7 9 6,48
19 Maluku Tenggara Barat 21 27 6,48
20 Buru 12 14 3,93
21 Merauke 15 17 3,18
22 Boven Digoel 4 12 31,61
23 Mappi 8 8 0,00
24 Asmat 5 8 12,47
25 Nabire 23 26 3,11
Rata-rata 14 17 4,90
37
Rata-rata laju pertumbuhan jumlah puskesmas untuk periode 2003-2007 adalah sebesar 4,90 persen (Tabel 4.2). Laju pertumbuhan puskesmas tertinggi tercatat di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua dengan nilai laju pertumbuhan puskesmas sebesar 31,61 persen. Besarnya laju pertumbuhan puskesmas di kabupaten ini besar kemungkinan karena adanya perbaikan sarana kesehatan mengingat kabupaten ini merupakan kabupaten baru pecahan Kabupaten Merauke. Laju pertumbuhan puskesmas terendah tercatat di Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah dengan nilai laju pertumbuhan sebesar -10,56 persen.
4.2.2. Bidang Pendidikan
Keragaan infrastruktur di bidang pendidikan pada 25 kabupaten tertinggal KTI akan dijelaskan dengan menggambarkan secara umum jumlah unit sekolah SD dan SMP yang dimiliki masing-masing kabupaten tersebut pada periode 2003, 2005 dan 2007. Variabel tersebut dipilih atas dasar pelaksanaan kebijakan pemerintah yang mewajibkan pendidikan dasar 9 tahun.
38
Tabel 4.3. Perkembangan Jumlah SD dan SMP di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007
No. Kabupaten
Jumlah SD dan SMP
(unit) Pertumbuhan
(%) 2003 2007
1 Kupang 360 446 5,50
2 Timor Tengah Selatan 520 619 4,45
3 Belu 318 396 5,64
4 Alor 251 270 1,84
5 Flores Timur 325 332 0,53
6 Sambas 507 553 2,19
7 Bengkayang 254 287 3,10
8 Sanggau 752 570 -6,69
9 Katingan 248 251 0,30
10 Gunung Mas 186 191 0,67
11 Kutai Barat 255 280 2,37
12 Kepulauan Talaud 136 156 3,49
13 Banggai 406 443 2,20
14 Morowali 282 335 4,40
15 Selayar 156 193 5,46
16 Jeneponto 279 307 2,42
17 Barru 224 223 -0,11
18 Majene 191 232 4,98
19 Maluku Tenggara Barat 319 392 5,29
20 Buru 193 250 6,68
21 Merauke 186 223 4,64
22 Boven Digoel 68 75 2,48
23 Mappi 125 148 4,31
24 Asmat 97 108 2,72
25 Nabire 154 189 5,25
Rata-rata 272 299 2,40
Sumber: Daerah Dalam Angka 2003-2007, BPS
39
Kabupaten Boven Digoel Provinsi Papua dengan jumlah SD dan SMP pada Tahun 2007 tercatat sebesar 75 unit.
Nilai rata-rata laju pertumbuhan sekolah (SD dan SMP) di 25 kabupaten tertinggal KTI pada periode 2003-2007 adalah sebesar 2,40 persen. Laju pertumbuhan sekolah tertinggi tercatat di Kabupaten Buru Provinsi Maluku, dengan nilai laju pertumbuhan sebesar 6,68 persen. Nilai laju pertumbuhan sekolah terendah tercatat di Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat dengan laju pertumbuhan sebesar -6,69 persen.
4.3. Keragaan Infrastruktur Ekonomi 4.3.1. Jalan
Variabel panjang jalan dipilih sebagai salah satu variabel untuk menggambarkan melihat kondisi infrastruktur suatu daerah yang merupakan infrastruktur yang dominan dalam mendorong pergerakan ekonomi. Infrastruktur jalan tiap tahunnya mengalami kenaikan, hal ini terlihat dari nilai panjang jalan yang meningkat tiap periode, untuk Tahun 2003, panjang jalan 25 kabupaten tertinggal KTI tercatat sebesar 825,29, kemudian naik menjadi sebesar 893,44 pada Tahun 2005 dan kembali menunjukkan kenaikan pada Tahun 2007, yang tercatat sebesar 912,46.
40
[image:63.612.128.512.202.616.2]geografis Kabupaten Asmat, dimana transportasi air merupakan alat transportasi utama di kabupaten ini.
Tabel 4.4. Perkembangan Panjang Jalan di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007
No. Kabupaten
Panjang Jalan
(km) Pertumbuhan
(%) 2003 2007
1 Kupang 704,50 806,01 3,42
2 Timor Tengah Selatan 1543,95 1572,23 0,45
3 Belu 986,59 924,72 -1,61
4 Alor 900,36 999,80 2,65
5 Flores Timur 821,27 853,43 0,96
6 Sambas 863,45 1486,12 14,54
7 Bengkayang 994,19 998,01 0,10
8 Sanggau 1033,73 867,34 -4,29
9 Katingan 438,30 302,66 -8,84
10 Gunung Mas 313,18 952,09 32,04
11 Kutai Barat 749,98 684,78 -2,25 12 Kepulauan Talaud 249,50 325,70 6,89
13 Banggai 1969,80 3008,13 11,17
14 Morowali 1406,33 1375,73 -0,55
15 Selayar 752,19 789,99 1,23
16 Jeneponto 1262,93 1366,36 1,99
17 Barru 681,47 643,07 -1,44
18 Majene 701,33 730,03 1,01
19 Maluku Tenggara Barat 363,14 249,89 -8,92
20 Buru 423,00 311,95 -7,33
21 Merauke 1506,35 1535,50 0,48
22 Boven Digoel 900,07 918,59 0,51
23 Mappi 288,61 339,68 4,16
24 Asmat 42,06 80,41 17,59
25 Nabire 735,86 689,23 -1,62
Rata-rata 825,29 912,46 2,54
Sumber: Daerah Dalam Angka 2003-2007, BPS
41
jalan terbesar tercatat di Kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah dengan laju pertumbuhan sebesar 32,04 persen, sedangkan laju pertumbuhan terendah tercatat di Kabupaten Buru, yang tercatat sebesar -7,33 persen.
4.3.2. Listrik
Salah satu infrastruktur ekonomi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah keluarga pengguna listrik. Untuk periode 2003-2007, rata-rata jumlah keluarga pengguna listrik tiap tahunnya mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada Tahun 2003, rata-rata jumlah keluarga pengguna listrik di 25 kabupaten tertinggal KTI adalah sebesar 18.463 keluarga. Pada Tahun 2005, jumlah keluarga pengguna listrik mengalami kenaikan, yaitu menjadi sebesar 21.138 keluarga, sedangkan untuk Tahun 2007, juga mengalami kenaikan yaitu menjadi sebesar 26.485 keluarga.
42
Tabel 4.5. Perkembangan Jumlah Keluarga Pengguna Listrik di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007
No. Kabupaten
Pengguna Listrik
(keluarga) Pertumbuhan (%) 2003 2007
1 Kupang 20.356 29.246 9,48
2 Timor Tengah Selatan 14.085 17.646 5,80
3 Belu 11.933 20.731 14,81
4 Alor 10.418 13.416 6,53
5 Flores Timur 25.175 30.889 5,25
6 Sambas 70.274 88.188 5,84
7 Bengkayang 24.930 36.106 9,70
8 Sanggau 31.135 54.306 14,92
9 Katingan 11.131 20.395 16,34
10 Gunung Mas 5.585 10.497 17,09
11 Kutai Barat 18.060 29.032 12,60 12 Kepulauan Talaud 10.866 17.240 12,23
13 Banggai 33.321 42.102 6,02
14 Morowali 11.906 22.744 17,56
15 Selayar 16.743 21.919 6,97
16 Jeneponto 40.797 69.569 14,27
17 Barru 25.862 28.477 2,44
18 Majene 17.664 16.954 -1,02
19 Maluku Tenggara Barat 12.062 15.822 7,02
20 Buru 8.507 18.107 20,79
21 Merauke 16.877 26.740 12,19
22 Boven Digoel 3.107 3.944 6,14
23 Mappi 2.261 3.719 13,25
24 Asmat 6.734 10.679 12,22
25 Nabire 11.791 13.650 3,73
Rata-rata 18.463 21.138 9,44
Sumber: Statistik Potensi Desa 2003-2007, BPS (diolah)
43
terendah tercatat di Kabupaten Majene dengan laju pertumbuhan sebesar -1,02 persen.
4.3.3. Telepon
Rata-rata jumlah keluarga pengguna telepon pada 25 kabupaten tertinggal KTI untuk periode 2003, 2005 dan 2007 menunjukkan penurunan rata-rata, pada periode 2005 tercatat rata-rata jumlah keluarga pengguna telepon turun dari sebesar 1.795 keluarga pada Tahun 2003, menjadi sebesar 1.362 keluarga. Pada Tahun 2007, angka ini mengalami kenaikan, yaitu menjadi sebesar 2.008 keluarga.
Kabupaten dengan jumlah keluarga pengguna telepon terbesar yaitu Kabupaten Merauke Provinsi Papua, yang tercatat memiliki jumlah pengguna telepon pada Tahun 2007 sebesar 7.868 keluarga. Sedangkan kabupaten dengan jumlah keluarga pengguna telepon terendah yaitu Kabupaten Boven Digoel yang tercatat memiliki rata-rata jumlah keluarga pengguna telepon sebesar 48 keluarga.
44
Tabel 4.6. Perkembangan Jumlah Keluarga Pengguna Telepon di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007
No. Kabupaten
Pengguna Telepon
(keluarga) Pertumbuhan (%) 2003 2007
1 Kupang 593 612 0,79
2 Timor Tengah Selatan 2.142 2.142 0,00
3 Belu 2.071 2.071 0,00
4 Alor 748 876 4,03
5 Flores Timur 1.017 1.141 2,92
6 Sambas 5.564 5.805 1,07
7 Bengkayang 2.234 2.247 0,15
8 Sanggau 2.843 3.214 3,11
9 Katingan 1.252 1.462 3,95
10 Gunung Mas 410 460 2,92
11 Kutai Barat 641 687 1,75
12 Kepulauan Talaud 533 469 -3,15
13 Banggai 4.595 4.595 0,00
14 Morowali 1.017 1.043 0,63
15 Selayar 1.338 1.854 8,50
16 Jeneponto 2.622 3.030 3,68
17 Barru 2.763 2.894 1,16
18 Majene 1.092 1.057 -0,81
19 Maluku Tenggara Barat 979 1.005 0,66
20 Buru 912 912 0,00
21 Merauke 5.126 7.868 11,31
22 Boven Digoel 38 48 6,01
23 Mappi 164 269 13,17
24 Asmat 49 78 12,32
25 Nabire 4.133 4.361 1,35
Rata-rata 1.795 2.008 2,84
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal KTI
Analisis pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, yaitu:
1. Pengujian Kesesuaian Model (Pemilihan Model Terbaik)
Pengujian kesesuaian model yang dilakukan pertama kali dalam
penelitian ini adalah pengujian dengan metode Chow test. Chow test dilakukan untuk menentukan model terbaik dalam pemilihan model pooled OLS atau model fixed effect. Dari hasil pengujian yang dilakukan didapatkan nilai Fstatistik sebesar 95,67. Hasil ini cukup signifikan dengan nilai p-value sebesar
0,0000 sehingga dapat disimpulkan untuk menolak Ho pada taraf α = 1%,
sehingga model terbaik yang dipilih adalah model fixed effect.
Hasil estimasi persamaan pengaruh pembangunan infrastruktur
terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal KTI menunjukkan
46
sebanyak 2 variabel. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka diputuskan
bahwa model fixed effect adalah model yang lebih baik dalam mengestimasi pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Pengujian Asumsi
Pengujian asumsi dilakukan untuk melihat apakah model terbebas dari
[image:69.612.143.539.315.603.2]autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.
Tabel 5.1. Hasil Estimasi Persamaan Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal KTI
Sumber: Hasil Olahan
Ket: * signifikan pada α=0,01 ** signifikan pada α=0,05
Variabel Koefisien Std.
Error t-Statistik Probabilita Elastisitas
C 60,03384 75,83721 0,791615 0,4328
LISTRIK 0,009646 0,001785 5,403073 0,0000* 0,2522
TELEPON 0,033703 0,011884 2,83612 0,0069* 0,0689
JALAN 0,09358 0,042997 2,176412 0,0349** 0,0974
PUSKESMAS 0,524662 2,126966 0,246672 0,8063 0,0095
SEKOLAH 1,452579 0,279953 5,188647 0,0000* 0,4850
Dummy PROGRAM 19,85286 9,20495 2,156759 0,0365** 0,0157
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0,997129 Mean dependent var 1362,512
Adjusted R-squared 0,995172 S.D. dependent var 911,6437
S.E. of regression 72,72973 Sum squared resid
232743
F-statistic 509,4173 Durbin-Watson stat 2,495041
47
a. Autokorelasi
Model yang dipilih harus memenuhi asumsi terbebas dari autokorelasi.
Pengujian asumsi ini dilakukan dengan menghitung nilai statistik uji
Durbin Watson. Berdasarkan hasil penghitungan, didapatkan nilai statistik
Durbin Watson sebesar 2,4 (Tabel 5.1), dengan nilai dL sebesar 1,458 dan
dU sebesar 1,801, maka nilai statistik Durbin Watson berada pada daerah
tidak terdapat keputusan, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa terdapat
autokorelasi dalam model.
b. Multikolinieritas
Pengujian asumsi selanjutnya adalah pengujian multikolinieritas, dimana
model yang dipilih harus terbebas dari multikolinieritas, atau dapat
dikatakan bahwa tidak ada korelasi tinggi antara variabel-variabel
independen. Berdasarkan matriks korelasi pearson antarvariabel
independen (Tabel 5.2) terlihat bahwa korelasi antarvariabel cukup rendah,
sehingga dapat disimpulkan model telah memenuhi asumsi terbebas dari
multikolinieritas, selain itu, nilai VIF (variance inflation factor) untuk masing-masing variabel independen cukup rendah yaitu di bawah 10
(Lampiran 6), sehingga dapat disimpulkan bahwa model memenuhi
48
Tabel 5.2. Matriks Korelasi Antarvariabel