• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat"

Copied!
440
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA MUTU DALAM RANTAI PASOKAN IKAN LAUT

TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT

DWI LESTARI RAHAYU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul ”Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat” adalah karya saya dengan arahan dari komisis pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(3)

DWI LESTARI RAHAYU. Design of Fishery Industry Competitiveness Based on Salt Water Fish Supply Chain Quality Performance Improvement in North Region of West Java. Under direction of E. GUMBIRA SA’ID and SAPTA RAHARJA.

This study observe captured sea fish supply chain from fishermen to fishery industry, quality problems in captured sea fish supply chain, assessment of quality assurance implementation in captured sea fish supply chain, and design of fishery industry competitiveness improvement based on recommendation for quality problem in north West Java. Data and information used in this study were obtained by observation and depth interview. Observation started from fish handling by fisherman in six main fish landing port in northern West Java (one in Subang district, three in Indramayu district, and two in Cirebon district) until fish transport to fishery industry. Quality assurance assessment included GHdP and SSOP implementation assessment in supply chain and GMP, SSOP and HACCP implementation assessment in fishery industry.

(4)

DWI LESTARI RAHAYU. Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA’ID dan SAPTA RAHARJA.

Beragam kasus mutu dan keamanan pangan produk perikanan Indonesia hasil inspeksi UE dalam The Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF), telah berpengaruh pada penurunan citra hasil perikanan Indonesia di pasar global dan mengurangi keunggulan daya saingnya (DKP, 2007). Adanya beragam kasus mutu dan keamanan pangan pada produk perikanan Indonesia menunjukkan bahwa terdapat permasalahan penanganan mutu dalam rantai aktivitas produksinya. Oleh karena itu, kajian terhadap kinerja mutu pada rantai pasok khususnya pada rantai pasok untuk industri pengolahan ikan laut tangkapan perlu untuk dilakukan.

Kajian dilakukan untuk menyusun disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan laut tangkapan berdasarkan rekomendasi upaya perbaikan kinerja mutu pada rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan. Ruang lingkup kajian meliputi rantai pasok ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat dengan sentra produksi terpilih meliputi Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan Kabupaten Cirebon. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam kajian ini diperoleh melalui pegamatan dan wawancara mendalam terhadap aktivitas operasional rantai pasok ikan laut tangkapan yang didaratkan pada enam tempat pelelangan ikan (TPI) yang dikaji serta aktivitas operasional industri pengolahan ikan berorientasi ekspor terpilih (PT DSFI). Responden dalam wawancara mendalam terdiri dari kelompok nelayan, pedagang pengumpul, pengelola TPI, dinas perikanan daerah, dan direktur utama PT DSFI.

Evaluasi penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan pada rantai pasok ikan di wilayah kajian dan identifikasi beragam penyebab masalah bagi kinerja mutu industri pengolahan ikan dilakukan mulai dari aktivitas rantai pasok ikan pada level nelayan hingga industri pengolahan ikan. Permasalahan utama kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat terdiri dari permasalahan mutu dan jaminan mutu bahan baku, permasalahan mutu dan jaminan mutu produk, rendahnya jaminan pasokan bahan baku yang berkesinambungan serta masih lemahnya kemampuan teknologi untuk menunjang perbaikan mutu.

Penerapan sistem jaminan mutu pada rantai pasok ikan laut tangkapan dengan kondisi lebih baik telah diterapkan oleh industri berorientasi ekspor. Lemahnya jaminan mutu pada rantai pasok ikan terdapat pada ikan yang dipasok ke industri melalui proses lelang di TPI. Kondisi penerapan GHdP dan SSOP yang secara umum masih kurang dilaksanakan di TPI, menimbulkan potensi penurunan mutu fisik dan organoleptik ikan maupun peluang meningkatnya kontaminasi mikroorganisme dari pekerja maupun lingkungan pada ikan-ikan yang dilelang.

(5)

industri pengolahan ikan dibuat sebagai upaya penerapan rekomendasi untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan ikan melalui keterlibatan beragam instansi yang terkait dan seluruh pelaku atau aktor dalam rantai pasok industri ikan laut tangkapan.

(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KINERJA MUTU DALAM RANTAI PASOKAN IKAN LAUT

TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT

DWI LESTARI RAHAYU

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat

Nama : Dwi Lestari Rahayu

NRP : F351060061

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Industri Pertanian

Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)
(10)

Puji dan syukur bagi Allah SWT atas segala karunia dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa penulisan tesis dengan judul ”Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat” sebagai salah satu syarat penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana, Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu dan berperan dalam penyelesaian studi penulis di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB.

Penulis menyadari bahwa kemungkinan masih terdapat kekurangan pada tesis ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2009

(11)

KINERJA MUTU DALAM RANTAI PASOKAN IKAN LAUT

TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT

DWI LESTARI RAHAYU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul ”Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat” adalah karya saya dengan arahan dari komisis pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(13)

DWI LESTARI RAHAYU. Design of Fishery Industry Competitiveness Based on Salt Water Fish Supply Chain Quality Performance Improvement in North Region of West Java. Under direction of E. GUMBIRA SA’ID and SAPTA RAHARJA.

This study observe captured sea fish supply chain from fishermen to fishery industry, quality problems in captured sea fish supply chain, assessment of quality assurance implementation in captured sea fish supply chain, and design of fishery industry competitiveness improvement based on recommendation for quality problem in north West Java. Data and information used in this study were obtained by observation and depth interview. Observation started from fish handling by fisherman in six main fish landing port in northern West Java (one in Subang district, three in Indramayu district, and two in Cirebon district) until fish transport to fishery industry. Quality assurance assessment included GHdP and SSOP implementation assessment in supply chain and GMP, SSOP and HACCP implementation assessment in fishery industry.

(14)

DWI LESTARI RAHAYU. Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA’ID dan SAPTA RAHARJA.

Beragam kasus mutu dan keamanan pangan produk perikanan Indonesia hasil inspeksi UE dalam The Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF), telah berpengaruh pada penurunan citra hasil perikanan Indonesia di pasar global dan mengurangi keunggulan daya saingnya (DKP, 2007). Adanya beragam kasus mutu dan keamanan pangan pada produk perikanan Indonesia menunjukkan bahwa terdapat permasalahan penanganan mutu dalam rantai aktivitas produksinya. Oleh karena itu, kajian terhadap kinerja mutu pada rantai pasok khususnya pada rantai pasok untuk industri pengolahan ikan laut tangkapan perlu untuk dilakukan.

Kajian dilakukan untuk menyusun disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan laut tangkapan berdasarkan rekomendasi upaya perbaikan kinerja mutu pada rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan. Ruang lingkup kajian meliputi rantai pasok ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat dengan sentra produksi terpilih meliputi Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan Kabupaten Cirebon. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam kajian ini diperoleh melalui pegamatan dan wawancara mendalam terhadap aktivitas operasional rantai pasok ikan laut tangkapan yang didaratkan pada enam tempat pelelangan ikan (TPI) yang dikaji serta aktivitas operasional industri pengolahan ikan berorientasi ekspor terpilih (PT DSFI). Responden dalam wawancara mendalam terdiri dari kelompok nelayan, pedagang pengumpul, pengelola TPI, dinas perikanan daerah, dan direktur utama PT DSFI.

Evaluasi penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan pada rantai pasok ikan di wilayah kajian dan identifikasi beragam penyebab masalah bagi kinerja mutu industri pengolahan ikan dilakukan mulai dari aktivitas rantai pasok ikan pada level nelayan hingga industri pengolahan ikan. Permasalahan utama kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat terdiri dari permasalahan mutu dan jaminan mutu bahan baku, permasalahan mutu dan jaminan mutu produk, rendahnya jaminan pasokan bahan baku yang berkesinambungan serta masih lemahnya kemampuan teknologi untuk menunjang perbaikan mutu.

Penerapan sistem jaminan mutu pada rantai pasok ikan laut tangkapan dengan kondisi lebih baik telah diterapkan oleh industri berorientasi ekspor. Lemahnya jaminan mutu pada rantai pasok ikan terdapat pada ikan yang dipasok ke industri melalui proses lelang di TPI. Kondisi penerapan GHdP dan SSOP yang secara umum masih kurang dilaksanakan di TPI, menimbulkan potensi penurunan mutu fisik dan organoleptik ikan maupun peluang meningkatnya kontaminasi mikroorganisme dari pekerja maupun lingkungan pada ikan-ikan yang dilelang.

(15)

industri pengolahan ikan dibuat sebagai upaya penerapan rekomendasi untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan ikan melalui keterlibatan beragam instansi yang terkait dan seluruh pelaku atau aktor dalam rantai pasok industri ikan laut tangkapan.

(16)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(17)

KINERJA MUTU DALAM RANTAI PASOKAN IKAN LAUT

TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT

DWI LESTARI RAHAYU

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat

Nama : Dwi Lestari Rahayu

NRP : F351060061

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Industri Pertanian

Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(19)
(20)

Puji dan syukur bagi Allah SWT atas segala karunia dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa penulisan tesis dengan judul ”Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat” sebagai salah satu syarat penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana, Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu dan berperan dalam penyelesaian studi penulis di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB.

Penulis menyadari bahwa kemungkinan masih terdapat kekurangan pada tesis ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2009

(21)

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak berperan dalam penyelesaian studi penulis di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB sejak awal perkuliahan hingga masa penelitian dan penulisan tesis, sebagai berikut ini.

1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev. dan Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA. sebagai dosen pembimbing dalam pelaksanaan penelitian serta penulisan tesis ini.

2. Dr. Tatit K. Bunasor, MSc., sebagai penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk penulis.

3. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Barat; Kepala Dinas Perikanan Daerah Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon serta Kota Cirebon beserta staf atas izin dan kerjasama yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.

4. Bapak Irawan Sutjiamidjaya dan staf PT Dharma Samudera Fishing Industries, Tbk.

5. Para staf pengajar di Program Studi TIP-IPB yang telah memberikan ilmu, wawasan, pengalaman dan masukan kepada penulis selama masa studi. 6. Ibunda Sri Noviatin dan Ayahanda Wahyudi Budiadi; kakak Galuh Chandra

Dewi, STP, MM dan Ardi Berlian, ST; adik Tri Nugraha Adi Kesuma, ST; seluruh anggota keluarga besar M. Sa’id serta keluarga besar Supeno yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis.

7. Nazli Awani, SP; Arrin Rosmala SP; Rina Handayani Ssi; serta rekan-rekan pascasarjana TIP atas berbagai masukan dan dukungan kepada penulis selama menjalani masa studi dan penelitian.

(22)
(23)

i

Halaman

DAFTAR TABEL ………... iv DAFTAR GAMBAR ………. vii DAFTAR LAMPIRAN ……… xi

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan... 5 1.4. Manfaat Penelitian ... 5 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7 2.1. Konsep Manajemen Mutu ... 7 2.2. Konsep Perbaikan Mutu ... 10 2.3. Konsep Keunggulan Daya Saing ... 11 2.4. Agroindustri Ikan ... 12 2.5. Mutu dan Keamanan Pangan Produk Agroindustri Ikan ... 14 2.6. Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan pada

Agroindustri Ikan ... 18 2.6.1. Penanganan yang Baik (Good Handling Practices - GHP) ... 18 2.6.2. Prosedur Standar Penerapan Sanitasi (Sanitation Standard

Operating Procedure-SSOP) ... 19 2.6.3. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard

Analysis Critical Control Point-HACCP) ... 20 2.7. Penelitian Terdahulu ... 23

(24)

ii

3.5. Analisis Data ... 30

IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN

DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT ... 36 4.1. Produksi Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Subang, Indrmayu,

dan Cirebon ... 38 4.2. Konsumsi dan Pemanfaatan Ikan Laut Tangkapan di

Wilayah Utara Jawa Barat ... 40

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48 5.1. Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat ... 48

5.1.1. Peran Pelaku atau Aktor pada Rantai Pasok Ikan Laut

Tangkapan ... 48 5.1.2. Sumber Pasokan Ikan Laut Tangkapan pada Enam TPI

yang Dikaji ... 50 5.1.3. Pedagang Pengumpul pada Enam TPI yang Dikaji ... 57 5.1.4. Usaha dan Industri Pengolahan Ikan ... 58 5.1.5. Kondisi Peningkatan Nilai Tambah dan Keuntungan pada

Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di Wilyah Utara Jawa Barat 62

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Mutu dalam Rantai

Pasok Industri Pengolahan Ikan ... 64 5.2.1. Mutu Bahan Baku ... 67 5.2.2. Jaminan Mutu ... 71 5.2.3. Kepuasan Pelanggan ... 76 5.2.4. Kemampuan Teknologi ... 81

5.3. Permasalahan pada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Mutu dalam Rantai Pasok Industri Pengolahan Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat ... 83 5.3.1. Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Bahan Baku ... 84

5.3.1.1. Kondisi Mutu Organoleptik Ikan Tangkapan yang

(25)

iii

5.3.1.2. Potensi kerusakan fisik dan kontaminasi pada penanganan ikan di TPI hingga Transportasi ke

Industri Pengolahan Ikan ... 92 5.3.2. Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Produk Olahan ... 139 5.3.3. Rendahnya Jaminan Pasokan Bahan Baku yang

Berkesinambungan ... 143 5.3.4. Kemampuan Teknologi ... 144

5.4. Rekomedasi Penanganan Masalah bagi Perbaikan Kinerja Mutu

Industri Pengolahan Ikan ... 144 5.5. Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berdasarkan

Rekomendasi Perbaikan Kinerja Mutu pada Rantai Pasok Ikan

Laut Tangkapan ... 146

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 160 6.1. Kesimpulan ... 160 6.2. Saran ... 161

(26)

iv

Halaman Tabel 1. Produksi perikanan budidaya dan perikanan tangkap

Indonesia tahun 2004-2005 ... 1 Tabel 2. Perkembangan volume dan nilai ekspor hasil perikanan

Indonesia, tahun 2000-2007 ... 2 Tabel 3. Notifikasi RASFF pada produk perikanan Indonesia

tahun 2004-2006 ... 3 Tabel 4. Jumlah sentra agroindustri ikan pada masing-masing

propinsi di Indonesia ... 13 Tabel 5. Karakteristik organoleptik yang baik dari ikan segar ... 14 Tabel 6. Bakteri patogen pada ikan ... 15 Tabel 7. Lokasi kajian rantai pasokan ikan laut tangkapan di sentra

produksi ikan wilayah utara Jawa Barat ... 27 Tabel 8. Jenis dan sumber data serta informasi yang dikumpulkan ... 29 Tabel 9. Prosedur analisis nilai tambah ... 31 Tabel 10. Ketentuan tingkat hasil penilaian penerapan SSOP ... 33 Tabel 11. Potensi ikan laut tangkapan wilayah pesisir utara Jawa Barat

(103 ton/tahun) ... 36 Tabel 12. Sepuluh jenis ikan laut tangkap dengan jumlah tangkapan

terbanyak yang dihasilkan oleh wilayah utara Jawa Barat

pada tahun 2006 ... 37 Tabel 13. Sepuluh jenis ikan laut tangkap di wilayah utara Jawa Barat yang

menghasilkan nilai tinggi pada tahun 2006 ... 38 Tabel 14. Jenis ikan laut tangkapan yang dominan dihasilkan di

Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan

Kabupaten Cirebon tahun 2006 ... 39 Tabel 15. Persentase jenis komoditas hasil tangkapan perairan laut (%) ... 40 Tabel 16. Pemanfaatan ikan laut tangkapan pada tahun 2006 di sentra

pengolahan ikan wilayah utara Jawa Barat ... 41 Tabel 17. Beragam jenis ikan laut tangkap untuk produk ikan olahan ... 42 Tabel 18. Jenis produk olahan ikan laut tangkapan untuk ekspor dan

(27)

v

Tabel 20. Kapal atau perahu nelayan pemasok pada enam TPI yang dikaji . 51 Tabel 21. Perhitungan nilai tambah dan keuntungan aktivitas pelaku rantai

pasok ikan di wilayah utara Jawa Barat ... 65 Tabel 22. Kriteria mutu organoleptik bahan baku ikan di PT DSFI ... 72 Tabel 23. Kriteria ukuran bahan baku pada PT DSFI ... 72 Tabel 24. Nilai ekspor produk PT DSFI ... 82 Tabel 25. Rentang nilai karakteristik organoleptik dan jenis ikan yang

dinilai pada pengamatan mutu ikan yang didaratkan oleh nelayan 86 Tabel 26. Potensi bahaya pada aktvitas penangkapan dan penyimpanan

ikan hasil tangkapan selama kapal melaut ... 90 Tabel 27. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada

penanganan ikan teri nasi hasil tangkapan nelayan ... 92 Tabel 28. Matriks penilaian penerapa SSOP di TPI ... 93 Tabel 29. Hasil penilaian penerapan ketentuan SSOP di TPI ... 98 Tabel 30. Potensi bahaya dan tindakan pencegahan bahaya pada tahap

pembongkaran ikan dari kapal ... 115 Tabel 31. Penyebab bahaya pada proses sortasi ikan dan tindakan

pencegahannya ... 118 Tabel 32. Potensi bahaya pada proses pengangkutan ikan teri nasi ke

TPI Mina Bumi Bahari dan tindakan pencegahannya ... 120 Tabel 33. Potensi bahaya pada proses penimbangan ikan

dan tindakan pencegahannya ... 122 Tabel 34. Potensi bahaya pada kegiatan peletakan dan penyusunan ikan

di TPI dan tindakan pencegahannya ... 126 Tabel 35. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada kegiatan

lelang ikan di TPI ... 128 Tabel 36. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada tahap

aktivitas lelang di TPI Mina Bumi Bahari ... 130 Tabel 37. Potensi bahaya pada tahap penyianganan dan pemotongan

ikan pada kegiatan penyiangan dan pemotongan ikan ... 133 Tabel 38. Potensi bahaya dan tindakan pencegahan bahaya pada

kegiatan pengepakan ikan dalam adah penyimpanan selama

(28)

vi

transportasi ikan ... 138 Tabel 40. Rekomendasi penanganan masalah dalam faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja mutu industri pengolahan ikan ... 145 Tabel 41. Disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan

berdasarkan rekomendasi perbaikan kinerja mutu pada rantai

pasok ikan laut tangkapan ... 148 Tabel 42. Rancangan sistem HACCP untuk jaminan mutu bahan baku

(29)

vii

Halaman

Gambar 1. Perspektif mutu ... 8 Gambar 2. Manajemen mutu terpadu sebagai pendekatan mutu

terintegrasi ... 10 Gambar 3. Sentra agroindustri ikan Indonesia ... 12 Gambar 4. Pohon industri ikan ... 14 Gambar 5. Skema rantai pasokan ikan global ... 18 Gambar 6. Kerangka pemikiran konseptual penelitian ... 26 Gambar 7. Struktur tata laksana penelitian ... 28 Gambar 8. Contoh ilustrasi diagram Mutu Ishikawa ... 32 Gambar 9. Persentase produksi ikan laut tangkapan daerah di wilayah

utara Jawa Barat ... 37 Gambar 10. Gambar contoh produk ikan olahan tradisional ... 42 Gambar 11. Contoh produk ikan olahan kering ... 43 Gambar 12. Produk hasil pengolahan limbah padat ikan ... 43 Gambar 13. Penampakan kerupuk ikan yang diproduksi di

Kabupaten Indramayu ... 43 Gambar 14. Persentase masing-masing volume jenis produk ekspor dari

total volume ekspor produk berbahan baku ikan laut tangkap di Jawa Barat ... 45 Gambar 15. Skema rantai pasok ikan laut tangkap di wilayah utara

Jawa Barat ... 48 Gambar 16. Contoh kapal yang digunakan oleh nelayan pendatang

pemasok ikan di TPI Mina Fajar Sidik, Blanakan-Subang ... 53 Gambar 17. Perahu motor tempel yang digunakan oleh nelayan lokal

pemasok ikan di TPI Mina Fajar Sidik, Blanakan-Subang ... 53 Gambar 18. Contoh perahu motor dan kapal yang digunakan nelayan

pemasok ikan di TPI PPI Eretan Kulon, Indramayu ... 55 Gambar 19. Kapal purse seine yang mendominasi kapal nelayan

pemasok ikan di TPI PPP Eretan Wetan, Indramayu ... 55 Gambar 20. Contoh kapal yang digunakan oleh nelayan pemasok ikan

(30)

viii

memasok ikan pari dan cucut ke TPI PPN Kejawanan ... 57 Gambar 22. Perahu motor dengan alat tangkap payang yang digunakan

oleh nelayan pemasok ikan teri nasi ... 58 Gambar 23. Pembersihan dan penyiangan ikan yang telah dibeli

oleh ibu-ibu rumah tangga di TPI Eretan Kulon, Indramayu ... 61 Gambar 24. Estimasi persentase volume ikan laut tangkapan dalam rantai

pasok ikan laut tangkapan yang didaratkan di wilayah utara

Jawa Barat ... 62 Gambar 25. Nilai tambah dan tingkat keuntungan pada contoh kasus

aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan ... 63 Gambar 26. Faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kinerja mutu di PT DSFI ... 67 Gambar 27. Beragam penyebab masalah bagi kinerja mutu rantai pasok

industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara

Jawa Barat ... 84 Gambar 28. Masalah mutu dan jaminan mutu bahan baku ikan laut

tangkapan untuk industri pengolahan ikan ... 85 Gambar 29. Aktifitas penyiapan es yang digunakan selama melaut ... 87 Gambar 30. Palka kapal dengan alat tangkap bubu (kiri) dan palka kapal

dengan alat tangkap gill net dasar (kanan) yang telah diisi es.... 87 Gambar 31. Kerusakan fisik berupa dinding perut dan daging punggung

robek, serta sirip dan ekor patah ... 88 Gambar 32. Kerusakanfisik berupa kulit lecet dan daging yang lunak

membentuk pola kotak-kotak dinding keranjang

penyimpanan ikan ... 88 Gambar 33. Sampah yang berserakan di area kosong di belakang

TPI PPI Eretan Kulon dan mencemari perairan sekitar PPI ... 100 Gambar 34. Sampah rumah tangga serta peralatan nelayan yang rusak

di sekitar area tempat pendaratan ikan TPI Mina Bumi Bahari .. 101 Gambar 35. Kondisi bangunan TPI pada enam TPI yang dikaji ... 104 Gambar 36. Balok es yang diletakkan di depan loket pembelian es dan

cara pengangkutan es ke area pengepakan

(31)

ix

Gambar 38. Peletakkan es balok yang digunakan untuk mendinginkan

ikan ... 107 Gambar 39. Penyimpanan bakul setelah digunakan di

TPI Mina Fajar Bahari ... 109 Gambar 40. Kondisi kebersihan bakul lama yang masih digunakan ... 109 Gambar 41. Skema alur kegiatan penanganan ikan di TPI yang dikaji ... 111 Gambar 42. Pembongkaran ikan dari dalam palka kapal ... 112 Gambar 43. Pembongkaran ikan di darmaga ... 113 Gambar 44. Ikan pari yang telah dibongkar dari palka kapal ... 114 Gambar 45. Proses sortasi ikan di atas kapal ... 116 Gambar 46. Penyiraman untuk membersihkan ikan dari kotoran dan lendir . 116 Gambar 47. Sortasi ikan yang akan dilelang ... 117 Gambar 48. Pengangkutan ikan dari kapal ke TPI ... 119 Gambar 49. Ikan teri nasi yang dipasok oleh nelayan ke

TPI Mina Bumi Bahari ... 119 Gambar 50. Contoh catatan hasil penimbangan pada ikan yang akan

dilelang di TPI Mina Sumitra, Indramayu ... 121 Gambar 51. Aktivitas penimbangan ikan di TPI ... 121 Gambar 52. Penempatan ikan di dalam bakul ... 123 Gambar 53. Penempatan ikan di TPI Mina Sumitra ... 124 Gambar 54. Susunan ikan yang diletakkan di lantai ... 124 Gambar 55. Ikan yang akan dilelang di TPI Karangsong ... 125 Gambar 56. Penawaran ikan pada saat lelang ... 128 Gambar 57. Aktivitas pada saat pelelangan ikan teri nasi ... 129 Gambar 58. Penyiangan dan pemotongan ikan di TPI ... 131 Gambar 59. Penggaraman ikan teri nasi ... 131 Gambar 60. Pencucian ikan sebelum pengepakan ... 132 Gambar 61. Penggunaan bongkahan es kecil dalam wadah pengangkut

di TPI PPI Fajar Mina Sidik ... 134 Gambar 62. Penggunaan es curai pada pengemasan ikan dalam kotak

(32)

x

pick up serta pengangkutan ikan secara terbuka lainnya

tanpa menggunakan es ... 137 Gambar 65. Contoh penerapan cara pengangkutan ikan yang baik ... 138 Gambar 66. Kondisi fluktuasi pasokan ikan laut tangkapan di TPI Mina

Fajar Sidik (MFS) dan TPI Misaya Mina (MM) berdasarkan

(33)

xi

Halaman Lampiran 1. Profil PT Dharma Samudera Fishing Industries, Tbk ... 166 Lampiran 2. Beberapa gambar terkait aktifitas operasional PT DSFI ... 168 Lampiran 3. Deskripsi ikan yang menjadi objek dalam perancangan

HACCP di TPI ... 171 Lampiran 4. Identifikasi Titik Kendali Kritis (Critical Control Point/CCP)

pada penanganan ikan segar yang dipasok ke TPI ... 172 Lampiran 5. Lembar penilaian karakteristik mutu organoleptik ikan laut

(34)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah perairan Indonesia yang luas telah menyebabkan produksi komoditas perikanan dapat dihasilkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari seluruh jenis komoditas perikanan yang dapat dihasilkan Indonesia, komoditas perikanan tangkap dari perairan laut merupakan komoditas perikanan yang paling banyak dihasilkan. Pada tahun 2005 Sumatera merupakan wilayah yang paling banyak menghasilkan komoditas perikanan tangkap laut. Di lain pihak berdasarkan provinsi, Maluku merupakan provinsi penghasil perikanan tangkap laut terbanyak. Provinsi penghasil perikanan tangkap laut dengan jumlah besar lainnya adalah Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Papua, dan Jawa Tengah (BPS, 2007). Jumlah produksi perikanan tangkap maupun budidaya masing-masing provinsi di Indonesia tahun 2004-2005 diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi perikanan budidaya dan perikanan tangkap Indonesia tahun 2004-2005

Produksi Perikanan Budidaya* (ton)

Jumlah Perikanan Tangkap (ton)

Perairan Laut Perairan umum Tahun

Wilayah 2004 2005 2004 2005 2004 2005

Sumatera 282 368 373 813 1 256 624 1 162 586 136 471 102 979

J a w a 532 581 671 988 904 168 862 728 42 639 36 516

Bali dan Nusa

Tenggara 279 346 487 727 241 360 285 185 3 161 3 441

Kalimantan 65 814 81 637 321 465 342 822 117 624 121 198

Sulawesi 301 951 540 931 817 331 850 970 26 273 26 301

Maluku dan Papua 6 550 7 582 779 293 904 208 4 712 6 935

Total 1 468 610 2 163 678 4 320 241 4 408 499 330 880 297 370

Dari beragam komoditas perikanan yang terdapat di Indonesia, komoditas ikan dari perairan laut merupakan sumber daya yang terbesar. Menurut DKP (2006), potensi lestari sumberdaya perikanan di perairan laut Indonesia diperkirakan mencapai 6.4 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, potensi sumberdaya ikan laut merupakan yang paling banyak, yaitu terdiri dari ikan * perikanan budidaya laut dan air tawar

(35)

pelagis besar (1.65 juta ton), ikan demersal (1.36 juta ton), ikan pelagis kecil (3.6 juta ton), dan ikan karang (145 ribu ton). Besarnya potensi lestari sumberdaya ikan perairan laut Indonesia menyebabkan Indonesia termasuk produsen ikan utama dunia. Data statistik FAO tahun 2005 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan penghasil ke empat terbesar produksi ikan tangkap di dunia setelah RRC, Peru dan Amerika Serikat (FAO, 2007).

Pada perdagangan komoditas perikanan global, Indonesia memiliki pangsa pasar produk perikanan sekitar 2.6% dari total produk perikanan dunia yang diperdagangkan. Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia. Selama periode 2002-2007 jumlah ekspor perikanan Indonesia yang didominasi oleh kelompok produk udang dan tuna, cakalang, serta tongkol meningkat rata-rata 9.2% per tahun, sedangkan nilai ekspornya meningkat rata-rata 7.7% per tahun (Tabel 2).

Tabel 2. Perkembangan volume dan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia, tahun 2000-2007

Tahun Total

Volume (ton) NIlai (US $)

2002 537 173 1 543 097

2003 817 609 1 605 903

2004 851 344 1 749 671

2005 788 504 1 844 675

2006 830 888 2 040 475

2007 763 697 2 229 834

Kenaikan rata-rata

per tahun (%) 9.2 7.7

Sumber: DKP (2008)

(36)

Berkaitan dengan kepuasan konsumen terhadap produk perikanan, saat ini unsur kesehatan, nutrisi serta keamanan pangan semakin ditekankan disamping terpenuhinya unsur karakteristik mutu produk. Negara-negara pengimpor hasil perikanan utama dunia seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Uni Eropa semakin memperketat pengawasan mutu dan keamanan pangan yang bertujuan melindungi masyarakatnya dari bahaya keamanan pangan. Amerika Serikat menerapkan Bioterorism Act pada tahun 2002 yang lebih menekankan persyaratan impor pangan. Jepang mengeluarkan kebijakan dan regulasi tentang residu kimia pada produk pangan (Saragih, 2007). Di lain pihak, Uni Eropa melakukan inspeksi terhadap industri-industri perikanan yang aktif melakukan ekspor ke wilayah Uni Eropa.

Di dalam memenuhi kepuasan konsumen, komoditas ekspor perikanan Indonesia masih menghadapi permasalahan mutu dan keamanan pangan. Amerika Serikat telah beberapa kali mengeluarkan detention list pada produk perikanan Indonesia akibat benda asing atau kotoran (filth) dan cemaran mikrobiologi yang melebihi ambang batas (indikator penanganan sanitasi dan kehigienisan yang buruk) (Poernomo, 2008). Beragam kasus mutu dan keamanan pangan produk perikanan Indonesia lainnya juga terdapat pada hasil inspeksi UE dalam The Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF). Beragam kasus keamanan pangan komoditas perikanan Indonesia dalam RASFF pada tahun 2004-2006 diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Notifikasi RASFF pada produk perikanan Indonesia tahun 2004-2006

Parameter

Jumlah Kasus

Komoditas Senyawa Spesifik Tahun

2004 2005 2006

Obat-obatan 10 5 9 Udang Nitrofuran, Chloramfenikol Ikan Lele/Patin, Ikan

Bandeng, Ikan Mas, Ikan Nila

Malachite Green

Belut/Sidat Malachite Green + Crystal Violet Histamin 21 3 5 Ikan Tuna

Logam Berat 20 4 17 Ikan Marlin, Cumi-cumi, Lobster, Ikan Hiu, Ikan

Setan (Butterfish)

CO 4 21 3 Ikan Tuna

Mikrobiologi 6 6 - Udang TPC, Salmonella sp., V. parahaemolyticus, V. cholerae, Pseudomonas sp., Shigella sp.

Ikan Tuna TPC

TOTAL 61 39 34

(37)

Beragam kasus mutu dan keamanan pangan produk perikanan Indonesia seperti yang terdapat pada RASFF telah berpengaruh pada penurunan citra hasil perikanan Indonesia di pasar global dan mengurangi keunggulan daya saingnya (DKP, 2007). Oleh karena itu beragam opsi yang dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi industri pengolahan ikan diperlukan agar Indonesia mampu meningkatkan kemampuan dan daya saing industri perikanannya. Menurut Porter (1998) keunggulan daya saing dapat dicapai melalui kinerja dengan kegiatan berbiaya rendah atau memimpin diferensiasi untuk membedakannya secara unik dengan para pesaing. Kegiatan berbiaya rendah merupakan keunggulan produktivitas sedangkan diferensiasi adalah bagian dari keunggulan nilai (Indrajit dan Djokopranoto, 2002).

Pengelolaan rantai kegiatan dari penangkapan ikan hingga konsumen yang baik secara nilai maupun biaya memungkinkan industri pengolahan ikan mencapai keunggulan daya saing yang tinggi. Rantai kegiatan tersebut pada hakikatnya merupakan rantai pasok yang mengalirkan bahan baku ikan menuju industri pengolahan ikan untuk diolah kemudian didistribusikan hingga konsumen. Secara umum rantai pasok ikan laut tangkapan dimulai dari pasokan ikan hasil tangkapan dari nelayan penangkap ke pedagang pengumpul, yang kemudian memasoknya untuk kebutuhan konsumsi segar atau pada perusahaan pengolahan ikan yang menghasilkan produk olahan untuk pasar lokal maupun ekspor.

(38)

1.2. Perumusan Masalah

Mutu dan keamanan produk agroindustri merupakan hal yang sangat mendasar bagi penerimaan produk oleh konsumen dan persyaratan utama dalam perdagangan global saat ini. Mutu produk agroindustri tidak hanya dapat diperhatikan dari salah satu sisi komponen dalam penanganan atau pengolahan produk saja, namun menjadi titik fokus utama dalam satu rangkaian aliran proses yang dimulai dari aspek bahan baku hingga produksi serta sampai dengan pemasaran secara utuh. Dalam berbagai kasus ekspor komoditas dan produk perikanan Indonesia, mutu dimanifestasikan secara lebih menonjol dalam karakteristik mutu tidak adanya kontaminan (fisik, kimia, dan biologis) yang dapat membahayakan konsumen, serta ketepatan waktu dan jumlah ekspornya (Simangunsong, 2008). Berdasarkan hal tersebut, beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Kondisi dan gambaran pola rantai pasok ikan pada daerah sentra produksi ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat yang dipilih.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu pada rantai pasok industri pengolahan ikan.

c. Penyebab masalah bagi kinerja mutu industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat.

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan laut tangkapan berdasarkan rekomendasi upaya perbaikan kinerja mutu pada rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan.

1.4. Manfaat Penelitian

(39)

pasok ikan laut tangkap, hasil analisa penyebab masalah bagi kinerja mutu industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat, serta disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan berdasarkan perbaikan kinerja mutu bagi industri pengolahan ikan. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan perbaikan kinerja rantai pasok komoditas perikanan, maupun daya saing industri perikanan di daerah lain di Indonesia.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(40)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Manajemen Mutu

Beragam definisi mutu telah dikemukakan sebagai karakter dari suatu produk atau jasa. Secara sederhana, suatu produk atau jasa yang bermutu didefinisikan sebagai produk atau jasa yang sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Mutu didefinisikan sebagai kesesuaian dengan kebutuhan konsumen yang meliputi ketersediaan, pengiriman, ketahanan produk dan efektivitas biaya (Tenner dan De Toro, 1992). Berdasarkan pengertian mutu yang ditetapkan oleh BSN (1991), mutu adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu.

(41)

Gambar 1. Perspektif mutu (Russel dan Taylor, 2003)

Untuk mencapai produk yang sesuai bagi penggunaan konsumen, terdapat berbagai faktor yang berpengaruh dan harus diperhatikan sebagai berikut (Prawirosentono, 2004).

- Pengendalian mutu dalam proses produksi.

Terdapat keterkaitan antara mutu produk dengan proses produksi. Suatu produk dibuat melalui pengolahan dari bahan baku menjadi bahan setengah jadi dan akhirnya menjadi barang jadi berdasarkan mutu yang diciptakan.

- Ruang lingkup standar mutu terpadu

Pengendalian mutu merupakan kegiatan terpadu mulai dari pengendalian berdasarkan standar mutu bahan, standar mutu proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi hingga standar pengiriman produk akhir ke konsumen agar barang tersebut sesuai degan spesifikasi mutu yang direncanakan.

- Pengendalian mutu dan dukungan manajemen

Pihak manajemen perusahaan maupun tenaga kerja harus saling menunjang pelaksanaan kegiatan pengendalian mutu produk sejak awal kegiatan produksi, yaitu pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga produk didistribusikan hingga konsumen. Partisipasi manajemen dan seluruh tenaga kerja akan mempengaruhi keberhasilan kendali mutu atas produk yang diproduksi.

Pengertian Mutu

Perspektif Produsen

Perspektif Konsumen

Kesesuaian Mutu

- Kesesuaian Spesifikasi

- Biaya

Kesesuaian Disain

- Karakteristik Mutu

- Harga

Pemasaran

(42)

- Multi tujuan pengendalian mutu

Tujuan utama pengendalian mutu adalah untuk mengetahui sejauh mana proses dan hasil produksi yang dibuat sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Secara umum tujuan pengawasan mutu adalah 1) produk akhir memiliki spesifikasi sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan dan 2) agar biaya disain produk, biaya inspeksi dan biaya proses produksi dapat berjalan secara efisien.

- Faktor teknis yang mempengaruhi pengendalian mutu

Penggunaan teknologi dalam memproduksi barang berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan apakah sesuai dengan standar yang diinginkan atau tidak.

- Pengendalian mutu dan bahan sisa

Manfaat dan tujuan lain dalam mengawasi proses produksi adalah dapat mengurangi bahan sisa. Bahan sisa yang terbuang harus diupayakan seminimal mungkin. Dalam hal ini aspek efisiensi penggunaan bahan baku sangat ditekankan. Jumlah bahan sisa yang sedikit berarti penggunaan bahan baku yang efisien.

- Organisasi dan unit pengendalian mutu

Unit pengendalian mutu berfungsi mengendalikan mutu dan bertanggung jawab terhadap kesesuaian mutu produk yang dihasilkan.

Dengan semakin meningkatnya kesadaran dan permintaan konsumen terhadap produk dan jasa dengan mutu yang baik, telah mengakibatkan berkembangnya sistem manajemen mutu. Perspektif manajemen mutu telah berubah dari pengawasan mutu, pengendalian mutu dan jaminan mutu menjadi manajemen mutu terpadu (Spiegl, 2004). Manajemen mutu terpadu merupakan pendekatan mutu terintegrasi yang meliputi aspek keamanan dan mutu produk (Gambar 2).

(43)

yang menerapkan menejemen mutu terpadu akan memiliki karakteristik visi dan misi yang jelas, hambatan antar hubungan departemen atau organisasi perusahaan yang rendah, adanya pelatihan, hubungan pemasok dan konsumen yang baik, dan realisasi mutu tidak hanya pada mutu produk tetapi juga seluruh organisasi termasuk juga aspek keuangan, tenaga kerja dan fungsi non manufaktur perusahaan lainnya (Zhang, 1999).

Gambar 2. Manajemen mutu terpadu sebagai pendekatan mutu terintegrasi (Spiegl, 2004)

2.2. Konsep Perbaikan Mutu

Suatu produk atau jasa yang diterima pelanggan diperoleh melalui suatu proses kerja atau proses bisnis. Kinerja proses kerja atau proses bisnis tersebut mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa yang diperolehnya (Gasperz, 2003). Agar selalu mampu memenuhi kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa, perbaikan kinerja proses kerja dan proses

Mutu

Agricultural Practices); BRC (British Retail Consortium); SQF

(44)

bisnis perlu dilakukan setiap saat. Tenner dan De Torro (1992) mengemukakan suatu model perbaikan proses yang terdiri dari enam langkah berikut.

a) Identifikasi masalah

Menetapkan sistem mana yang terlibat, agar usaha-usaha perbaikan dapat terfokus pada proses bukan output.

b) Identifikasi proses

Identifikasi aktifitas yang mengkonversi input menjadi output melalui langkah yang terorganisasi.

c) Mengukur performansi

Mengukur bagaimana baik atau jeleknya suatu sistem sedang berjalan atau beroperasi.

d) Memahami mengapa suatu masalah dalam kontek proses terjadi

Memahami masalah diperlukan agar langkah-langkah perbaikan efektif dan efisien.

e) Mengembangkan dan menguji ide-ide

Mengembangkan ide-ide perbaikan proses yang ditujukan kepada akar penyebab masalah utama. Agar ide-ide yang dipilih untuk perbaikan bersifat efektif, maka ide tersebut perlu diuji terlebih dahulu.

f) Implementasi solusi dan evaluasi.

Perencanaan dan implementasi perbaikan yang diidentifikasi dan diuji pada langkah sebelumnya. Hasil implementasi perbaikan diukur dan dievaluasi efekifitasnya sebagai umpan balik dalam perbaikan proses selanjutnya.

2.3. Konsep Keunggulan Daya Saing

(45)

produktifitas). Keunggulan daya saing merupakan gabungan dari banyaknya kreativitas di perusahaan dalam mendisain, memproduksi, memasarkan, mengantarkan dan mendukung produknya. Perusahaan akan memiliki keunggulan daya saing jika mampu melakukan aktivitas tersebut lebih baik atau lebih murah dari pesaingnya (Porter, 1985 dalam Brown, 1996).

2.4. Agroindustri Ikan

Agroindustri ikan merupakan industri yang menggunakan ikan sebagai bahan baku untuk diolah melalui transformasi dan pengawetan dengan cara melakukan proses perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi untuk menghasilkan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Komoditas perikanan laut yang dapat dihasilkan di hampir seluruh wilayah Indonesia menyebabkan sentra produksi perikanan maupun agroindustri ikan tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Menurut Departemen Perindustrian (2004), Indonesia memiliki 327 sentra agroindustri perikanan dengan sentra agroindustri ikan utama terdapat di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara. Pada Gambar 3 diperlihatkan peta sentra agroindustri ikan utama Indonesia sedangkan pada Tabel 4 diperlihatkan jumlah sentra agroindustri ikan pada masing-masing propinsi di Indonesia.

(46)

Tabel 4. Jumlah sentra agroindustri ikan pada masing-masing propinsi di Indonesia

Propinsi Jumlah

Sentra

Propinsi Jumlah

Sentra

Nanggroe Aceh Darussalam 6 NTB 10

Sumatera Utara 17 NTT 16

Sumatera Barat 12 Kalimantan Barat 4

Riau 7 Kalimantan Selatan 23

Jambi 7 Kalimantan Tengah 6

Bengkulu 2 Kalimantan Timur 14

Sumatera Selatan 3 Sulawesi Selatan 21

Lampung 7 Sulawesi Tengah 4

DKI Jakarta 3 Sulawesi Tenggara 9

Jawa Barat 39 Sulawesi Utara 18

Jawa Tengah 2 Maluku 36

Jawa Timur 16 Papua 5

Bali 14

Sumber :Deperin (2004)

Sebagian besar ikan laut hasil tangkapan diperdagangkan dalam bentuk segar, hanya sekitar 43 % yang diperdagangkan dalam bentuk produk olahan. Ragam produk olahan ikan yang diproduksi di Indonesia sekitar 30 % merupakan bentuk olahan tradisional, 11 % bentuk olahan modern dan sekitar 2 % berupa bentuk olahan lainnya. Untuk kebutuhan produk ekspor, berdasarkan data ekspor ikan Indonesia tahun 2005 sekitar 80 % produk ikan olahan merupakan produk olahan modern sedangkan sekitar 6 % merupakan produk olahan tradisional (Rahmania, 2007).

(47)

Gambar 4. Pohon industri ikan

(Sumber: www.bi.go.id/ diakses pada 16 Maret 2007)

2.5. Mutu dan Keamanan Pangan Produk Agroindustri Ikan

Berkaitan dengan produk agroindustri ikan sebagai produk pangan, maka jaminan mutu dan keamanan pangan produk agroindustri ikan sangat penting. Mutu dan keamanan produk agroindustri ikan ditentukan mulai dari kondisi mutu ikan segar sebagai bahan baku utama. Kesegaran ikan dalam karakteristik organoleptik ikan merupakan faktor penting penilaian mutu ikan. Pada Tabel 5 diperlihatkan karakteristik organoleptik yang baik dari ikan segar.

Tabel 5. Karakteristik organoleptik yang baik dari ikan segar

Aspek Penilaian

Karakteristik

Mata Cemerlang, kornea bening, pupil hitam, mata cembung

Insang Warna merah sampai merah tua, cemerlang, tidak berbau, tidak ada off-odor

Lendir Terdapat lendir alami yang menutupi ikan dengan ba khas menurut jenis ikan. Rupa lendir cemerlang seperti lendir ikan hidup, bening

Kulit Cemerlang, belum pudar, warna asli kontras

Sisik Melekat kuat, mengkilat dengan tanda/warna khusus, tertutup lendir jernih Daging Sayatan daging cerah dan elastis, bila ditekan tidak ada bekas jari Rongga

Perut

Bersih dan bebas dari bau menusuk. Tekstur dinding perut kompak elastis tanpa ada diskolorasi dengan bau segar, serta selaput utuh

Darah Segar merah dan konsistensi normal

Sayatan Bila ikan dibelah daring melekat kuat pada tulang terutama pada rusuknya Tulang Tulang belakang berwarna abu-abu mengkilap

Bau Segar dan menyenangkan seperti air laut/rumput laut. Tidak ada bau pesing

(48)

Penurunan mutu ikan segar ditandai oleh adanya perubahan karakteristik organoleptik ikan yang meliputi terdeteksinya off-odours dan off-flavor, pembentukan lendir, produksi gas, perubahan warna dan tekstur daging ikan (Huss, 1994). Terjadinya perubahan karakteristik organoleptik ikan segar disebabkan oleh adanya proses autolisis, aktivitas kimiawi pada tubuh ikan, serta akibat aktivitas mikrobiologis. Ketiga faktor tersebut selalu terdapat pada perubahan karakteristik organoleptik ikan segar. Proses autolisis merupakan proses penguraian protein jaringan otot dan komponen organik lainnya di dalam daging ikan. Penurunan mutu akibat aktivitas kimia yang paling utama terjadi adalah perubahan akibat oksidasi lemak daging ikan yang menghasilkan bau dan rasa tengik, serta perubahan warna menjadi coklat kusam. Aktivitas beragam mikroorganisme yang terdapat pada ikan dapat menghasilkan beragam senyawa hasil penguraian protein dan lemak seperti amonia, gas hidrogen belerang (H2S),

beragam jenis asam, dan senyawa lain yang berbau busuk dan tengik (Ilyas, 1993).

Berkaitan dengan jaminan keamanan pangan, terdapat beberapa agen penyebab penyakit atau bahaya yang ditimbulkan dari mengkonsumsi ikan. Menurut Huss (1994), beberapa agen penyebab bahaya pangan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Bakteri patogen

Bakteri patogen yang terdapat pada ikan dikelompokkan dalam kelompok

indigenous bacteria dan non indigenous bacteria. Indigenous bacteria

merupakan bakteri yang terdapat pada lingkungan perairan habitat ikan dan terdapat di seluruh lingkungan perairan dunia. Non indigenous bacteria

merupakan bakteri yang bersumber dari manusia atau hewan serta lingkungan dengan kondisi sanitasi yang buruk. Bakteri petogen tersebut dapat menimbulkan infeksi penyakit pada manusia maupun menghasilkan senyawa racun pada ikan yang berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsinya. Bakteri patogen yang terdapat pada ikan diperlihatkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Bakteri patogen pada ikan

Indigenous bacteria Clostridium botulinum ; Vibrio sp. ; V. cholerae ; V. parahaemolyticus ; Aeromonas hydrophila Plesiomonas shigelloides ; Listeria monocytogenes Non indigenous bacteria Salmonella sp. ; Shigella ;

E. coli ; Staphylococcus aureus

(49)

2. Virus

Berdasarkan Kilgen dan Cole dalam Huss (1994), jenis virus yang yang menjadi penyebab penyakit yang berhubungan dengan konsumsi produk pangan laut, yaitu Hepatitis - tipe A (HAV), Norwalk virus, Snow Mountain Agent, Calicivirus, Astrovirus, Non-A dan Non-B. Tedapatnya virus pada produk pangan laut merupakan hasil dari kontaminasi dari orang yang menangani produk pangan tersebut atau melalui air yang terpolusi.

3. Biotoksin

Biotoksin pada ikan merupakan racun yang secara alami terdapat di alam. Jenis biotoksin yang terdapat pada ikan dan dapat menyebabkan sakit pada manusia yang mengkonsumsinya adalah tetrodotoxin, ciguatera, paralytic shellfish poisoning (PSP), diarrhetic shellfish poisoning (DSP), neurotoxic shellfish poisoning (NSP), dan amnesic shellfish poisoning (ASP).

Tetrodotoxin diduga dihasilkan dari bakteri yang bersimbiosis. Ciguatera, PSP, DSP, NSP, serta ASP dihasilkan dari alga atau plankton laut beracun yang dimakan oleh ikan.

4. Biogenic amines (histamine poisoning)

Keracunan histamin merupakan intoksikasi kimia setelah mencerna makanan yang mengandung histamin dengan kadar tinggi. Histamin terbentuk pada masa post mortem melalui proses dekarboksilasi asam amino histidin oleh bakteri. Kadar histamin yang tinggi sering ditemukan pada ikan keluarga

Scombridae (tuna dan makarel) yang memiliki kandungan histidin yang tinggi. 5. Parasit

Walaupun dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh parasit yang terdapat pada ikan jarang dikeluhkan, namun terdapat lebih dari 50 spesies parasit cacing yang terdapat pada ikan menjadi penyebab penyakit pada manusia. Parasit pada ikan seperti nematoda, cestoda, dan trematoda berkaitan dengan siklus hidup dan rantai makanan.

6. Cemaran kimia

(50)

Penanggulangan beragam masalah yang menurunkan mutu ikan dan bahaya kemanan pangan terkait dengan aktivitas penanganan ikan dimulai dari kegiatan penangkapan ikan hingga konsumen akhir. Berdasarkan hal tersebut maka jaminan mutu terhadap produk agroindustri ikan yang baik perlu dilakukan melalui penerapan sistem jaminan mutu yang memadai secara efektif pada rantai pasok agroindustri ikan. Sistem mutu pada agroindustri ikan meliputi Good Manufacturing Practices (GMP), Standard Sanitation Operational Procedure

(SSOP) dan HazardAnalysisCritical Control Point (HACCP) (Palacios, 2001). Aliran ikan sebagai bahan baku maupun produk pada rantai pasokan agroindustri ikan diilustrasikan oleh Roheim (2008) seperti terlihat pada Gambar 3. Berdasarkan gambar tersebut, terdapat empat aliran pasokan ikan segar hasil tangkapan nelayan domestik maupun nelayan asing untuk perdagangan ekspor. Empat aliran pasokan ikan tersebut adalah 1) ikan segar tangkapan nelayan langsung ditujukan untuk ekspor sebagai komoditas ikan segar; 2) ikan segar dipasok pada industri pengolahan primer kemudian hasil pengolahannya diekspor; 3) ikan segar dipasok pada industri yang melakukan pengolahan primer kemudian pengolahan sekunder, hasil pengolahan sekunder kemudian diekspor; 4) ikan segar tangkapan nelayan diekspor pada industri pengolahan negara lain, yang kemudian produknya diekspor kembali untuk dipasarkan di negara konsumen.

(51)

Gambar 5. Skema rantai pasokan ikan global (Roheim, 2008)

2.6. Sistem Jaminan Mutu pada Agroindustri Ikan

2.6.1. Penanganan yang Baik (Good Handling Practices - GHdP)

Untuk memperoleh ikan dengan mutu yang sesuai dengan ketentuan industri pengolahan ikan, maka penanganan ikan yang baik sepanjang aktivitas rantai pasokan ikan untuk industri pengolahan perlu dilakukan dengan optimal. Penanganan ikan yang baik dapat mengurangi potensi kerusakan dan kehilangan mutu ikan sepanjang rantai pasokan. Menurut Menai (2007), penanganan ikan segar yang baik meliputi penanganan ikan segar di atas kapal, dan penanganan ikan di pangkalan pendaratan ikan atau tempat pelelangan ikan. Penanganan ikan segar harus berpedoman kepada prinsip-prinsip

Agroindustri Ikan di Negara Lain

Nelayan Asing Nelayan Domestik

Agroindustri Ikan Primer Asing

Produk ikan segar, beku, kaleng

Agroindustri Ikan Sekunder Asing

Breading Steak/Fillet/Portion Cooking/Packaging

Agroindustri Ikan Primer Domestik

Produk ikan segar, beku, kaleng

Agroindustri Ikan Sekunder Domestik

Breading Steak/Fillet/Portion Cooking/Packaging

Pasar Ritel

Supermarket Pasar Ikan Toko Khusus

Penyedia Jasa Makanan

Restoran Hotel Institusi Distributor Khusus Produk

Ikan Domestik

(52)

penanganan ikan segar yang baik dan benar, yaitu ikan harus selalu berada dalam rantai dingin (0-50C), pekerja bekerja dengan cermat, cepat, tepat waktu dan higienis (Mangunsong, 2000).

2.6.2. Prosedur Standar Penerapan Sanitasi (Sanitation Standard Operating Procedure - SSOP)

Prosedur standar penerapan sanitasi atau SSOP merupakan langkah terdokumentasi yang secara spesifik mendeskripsikan prosedur sanitasi tertentu untuk menjamin terpenuhinya kebersihan di suatu tempat pengolahan pangan (Stutsman, 2007). Prosedur kebersihan tersebut harus cukup detil untuk menjamin bahwa pencemaran produk tidak akan terjadi. Dokumentasi dan peninjauan penerapan SSOP diperlukan dalam rencana HACCP secara periodik. SSOP secara umum harus meliputi 1) Keamanan air; 2) Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan pangan; 3) Pencegahan kontaminasi silang; 4) Menjaga tempat cuci tangan, sanitasi, dan fasilitas toilet; 5) Proteksi pangan dan bahan baku dari pencemaran dan kerusakan; 6) Pelabelan yang sesuai; 7) Pengendalian kondisi kesehatan pekerja; dan 8) Proteksi dari gangguan hewan.

(53)

2.6.3. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point - HACCP)

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem yang

digunakan untuk mengidentifikasi bahaya dan menetapkan tindakan

pengendaliannya yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian mutu produk akhir. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Penerapan sistem HACCP dilakukan berdasarkan 12 langkah terurut. Dari 12 langkah tersebut terdapat tujuh prinsip dasar HACCP. Berikut ini merupakan 12 langkah penerapan sistem HACCP berdasarkan SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya (BSN, 1998).

1. Pembentukan tim HACCP

Tim HACCP idealnya harus dibentuk karena pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu harus tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang tertentu).

2. Deskripsi produk

Deskripsi yang lengkap mengenai produk atau kelompok produk diperlukan sebagai gambaran bagi tim HACCP dan sangat diperlukan dalam membantu menetapkan tujuan keamanan pangan dan analisis bahaya.

3. Identifikasi rencana penggunaan

(54)

4. Penyusunan bagan alir

Diagram alir yang dibuat harus memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut.

5. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan

Deskripsi tugas harus ditulis untuk setiap langkah proses, termasuk hal detil operasi (misalnya operator apa yang diperlukan atau peralatan apa yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Konfirmasi bagan alir harus juga terdiri dari tanggungjawab keamanan pangan yang relevan dari operator.

6. Melaksanakan analisis bahaya (Prinsip 1)

Identifikasi bahaya akan menyoroti bahaya keamanan pangan yang diperkirakan berasosiasi dengan produk atau proses. Identifikasi bahaya memerlukan suatu pemahaman terhadap bahan baku, proses, spesifikasi produk, peralatan pengolahan, lingkungan pengolahan dan kegiatan operator di dalam suatu proses.

7. Menentukan Titik Kendali Kritis (TKK) (Prinsip 2)

Titik kendali kritis (TKK) dapat berupa poin, langkah atau prosedur dimana kendali dapat diterapkan dan penting untuk mencegah atau menghilangkan bahaya keamanan pangan atau mengurangi hingga batas yang dapat diterima. Pertimbangan diberikan kepada titik khusus berikut.

- Tujuan keamanan pangan untuk produk - Level bahaya yang terjadi

- Frekuensi seringnya bahaya terjadi

- Transfer atau redistribusi timbulnya bahaya - Kondisi efek bahaya pada pelanggan

8. Menetapkan batas kritis (Prinsip 3)

(55)

9. Menetapkan sistem untuk memantau pengendalian TKK (Prinsip 4).

Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali pada TKK. Selanjutnya pemantauan seyogianya secara ideal memberi informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis. Dimana mungkin, penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada suatu TKK.

10. Menetapkan tindakan perbaikan untuk dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali (Prinsip 5).

Tindakan-tindakan perbaikan harus memastikan bahwa TKK telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP.

11. Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif (Prinsip 6).

Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisis, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya; meninjau kembali penyimpangan dan disposisi produk; mengkonfirmasi apakah TKK berada dalam kendali.

(56)

2.7. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang menjadi referensi untuk penelitian ini terdiri dari penelitian yang berkaitan dengan transportasi dan distribusi komoditas ikan (Fujiyanti, 2003; Malik, 2006), penanganan hasil perikanan tangkap dan analisis penerapan program HACCP di pangkalan pendaratan ikan (Menai, 2008), kerangka manajemen mutu rantai pasokan produk perikanan laut (Loc, 2006), serta kebijakan untuk perbaikan mutu komoditas atau produk perikanan (Mangunsong, 2008).

• Fujiyanti (2003) menganalisis sistem transportasi distribusi komoditas ikan segar dari Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap. Hasil penelitian meliputi skema aliran distribusi pemasaran dan penanganan ikan untuk konsumsi segar dari PPS Cilacap, biaya transportasi dan distribusi, serta analisis pengaruh transportasi terhadap mutu ikan.

• Malik (2006) mengkaji distribusi hasil tangkapan ikan di pangkalan pendaratan ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta. Kajian meliputi sumber ikan yang dipasok ke PPI Muara Angke, aliran distribusi pemasaran ikan dari PPI hingga konsumen, serta analisis mutu ikan selama penanganan di PPI.

• Loc (2006) melakukan penelitian yang bertujuan membangun kerangka manajemen mutu rantai pasok udang berdasarkan perspektif perusahaan pengolahan udang di Vietnam. Pengembangan kerangka kerja manajemen rantai pasokan dilakukan melalui pendekatan tekno-manajerial. Kerangka kerja tersebut meliputi pengukuran jaminan mutu dan keamanan udang bagi i) wilayah produksi primer, seperti manajemen mutu pemasok dan kemitraan, ii) level perusahaan, seperti manajemen mutu terutama penerapan HACCP, dan iii) tahap distribusi produk, dengan fokus pada penyimpanan dan transportasi.

(57)

•Penelitian Simangunsong (2008) mengenai analisis proses hirarki alternatif

(58)

III. METODA PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

Kemampuan daya saing yang baik pada suatu agroindustri ditandai oleh keunggulan nilai dan produktivitasnya. Keunggulan nilai pada industri pengolahan ikan merupakan keunggulan mutu produk sedangkan keunggulan produktivitas berarti tercapainya efektivitas dan efisiensi yang tinggi dari aktivitas industri pengolahan ikan tersebut. Keunggulan daya saing suatu industri pengolahan ikan dapat dicapai bila pengelolaan kegiatan rantai pasok industri pengolahan ikan tersebut dilaksanakan dengan baik.

Pada penelitian ini, komponen-komponen rantai pasok ikan laut tangkapan diidentifikasi melalui pengamatan rantai pasok ikan laut tangkapan di sentra produksi ikan di wilayah utara Jawa Barat, yang terdiri dari Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan Kabupaten Cirebon. Dari hasil identifikasi tersebut dapat diperoleh diagram alir rantai pasok ikan laut tangkapan khusus wilayah utara Jawa Barat, gambaran deskriptif kondisi rantai pasok ikan laut tangkapan daerah utara Jawa Barat dan ragam produk olahannya. Beragam faktor yang mempengaruhi kinerja mutu pada rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan diidentifikasi dengan menggunakan Diagram Ishikawa (Gasperz, 2003). Identifikasi tersebut dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan kegiatan produksi di pabrik pengolahan ikan PT DSFI yang berlokasi di Jakarta.

Beragam permasalahan kinerja mutu yang terdapat pada rantai pasok industri pengolahan ikan kemudian diidentifikasi berdasarkan hasil evaluasi aktivitas operasional serta penerapan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan pada rantai pasok ikan di wilayah utara Jawa Barat (meliputi penerapan

Good Handling Practices (GHdP), Sanitary Standard Operation Procedure

(59)

Gambar 6. Kerangka pemikiran konseptual penelitian

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian rantai pasok ikan dilakukan dengan melakukan observasi langsung di wilayah sentra produksi ikan tangkap perairan laut utara Jawa Barat yaitu di Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan Kabupaten Cirebon. Lokasi kajian pada masing-masing wilayah diperlihatkan pada Tabel 7. Observasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan dilakukan di PT Dharma Samudera Fishing Industries, Tbk (PT DSFI) yang berlokasi di Jl. RE Martadinata I, Tanjung Priok Jakarta Utara. Profil dan beberapa gambar terkait aktivitas produksi di PT DSFI

Identifikasi dan Analisis Pelaku, Aktivitas dan Alur

Distribusi Ikan Laut Tangkapan pada Rantai Pasok Ikan di Wilayah Utara

Jawa Barat Sistem Manajemen Mutu dan

Keamanan Pangan Pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara

Jawa Barat

Level penanganan ikan mulai dari aktivitas penangkapan hingga industri pengolahan ikan

Penyusunan Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berdasarkan Rekomendasi Perbaikan Kinerja Mutu

Pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan

Identifikasi Penyebab Permasalahan Kinerja Mutu pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkap untuk Industri Pengolahan Ikan

di Wilayah Utara Jawa Barat Berdasarkan Hasil Evaluasi Aktivitas Operasional serta Penerapan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan

Gambar

Tabel 1.  Produksi   perikanan   budidaya  dan   perikanan   tangkap   Indonesia   tahun  2004-2005
Tabel 3. Notifikasi RASFF pada produk perikanan Indonesia tahun 2004-2006
Gambar 1. Perspektif mutu (Russel dan Taylor, 2003)
Gambar 2.  Manajemen mutu terpadu sebagai pendekatan mutu terintegrasi  (Spiegl, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

1.1.1 Harus ada bukti bahwa Pengusaha perkebunan dan pengusaha pabrik minyak sawit memberikan informasi yang memadai terkait isu-isu (lingkungan, sosial dan/atau legal) yang

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun singkong dosis 2000 mg/kgBB dapat menyebabkan perubahan gambaran histopatologi hepar

 Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas menyiapkan dan memberikan pelayanan dalam urusan surat menyurat, tata naskah dinas, kearsipan, perlengkapan

Kemenpar bekerjasama dengan KBRI Tehran, Disbudpar Provinsi Aceh, Disbudpar Kota Sabang dan Dispar Kabupaten Buleleng melaksanakan kegiatan Famtrip bagi 7 orang peserta

KLINIK MITRASANA DUKUH ZAMRUD KLINIK MITRASANA KALI ABANG KLINIK MITRASANA GRAND WISATA KLINIK MITRASANA SAKURA REGENCY KLINIK MITRASANA KAMPUNG CEREWED KLINIK MITRASANA UJUNG

Sarwono (2011) Menyatakan bahwa pupuk organik mempunyai banyak kelebihan, apabila dibandingkan dengan pupuk anorganik yaitu pupuk yang memiliki unsur hara yang

Analisis Dampak Kafein Terhadap Hasil Perhitungan Heart rate Lari 100 M dan Illinoise Agility Kafein mempunyai efek ergogenik yang dapat meningkatkan peforma, terutama

Berikut ini saran yang peneliti paparkan yaitu (1) Penggunaan model active learning dengan metode ccrossword puzzle mampu menarik perhatian serta semangat siswa