ABSTRACK
THE QUALITATIVE AND QUANTITATIVE LAND EVALUATION SUITABILITY OF OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) AT BLOCK
423 AFDELING IV PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) REJOSARI BUSINESS UNIT NATAR
DISTRICT OF SOUTH LAMPUNG
By
Dwi Meitasari Putri
Oil palm from West Afrika, is the main producer of vegetable oil crops that have
higher productivity than other vegetable oil. Evaluation of land needed to
determine the terms of the optimum environment desired by plant oil palm in
order to grow well and produce oil.
Land evaluation is part of the land use planning process essence of the land
suitability. Evaluation is to compare the requirments demanded by types of land
use that will be applied, to the properties or quality of land owned by the land to
be used. In this way, would know the potential of land or land suitability classes
or land capability for this type of land use.
The research was conducted in June to August 2011 in the Block 423 Afdeling IV
Rejosari Business Unit Natar District of South Lampung, which aims to determine
dkk. (2000) and quantitative assessment by analyzing the financial feasibility of
the research sites with calculate the value of NPV, net B/C ratio, IRR, and BEP.
The results of land suitability assessment is adjusted based on biophysical criteria
according to land suitability classes by Djaenuddin dkk. (2000) showing fairly in
accordance with the limiting factors of C-organic content (S2nr). Based on the
results of financial analysis oil palm plantations in the Block 423 Afdeling IV
PTPN VII (Persero) Rejosari Business Unit Natar District of South Lampung an
area of 16 hectares for 25 years, deserve to be developed with the
NPV = Rp. 1.514.545.546,-, Net B/C ratio = 1,76, IRR = 21,50 %, and BEP 10
years 18 days.
ABSTRAK
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq. ) DI BLOK 423
AFDELING IV PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA REJOSARI NATAR KABUPATEN
LAMPUNG SELATAN
Oleh
Dwi Meitasari Putri
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat,
merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai
produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Tanaman kelapa sawit agar dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan minyak
maka perlu diperhatikan syarat-syarat lingkungan optimum yang diinginkan oleh
tanaman, untuk itu evaluasi lahan perlu dilakukan.
Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tata guna lahan. Inti
evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh
tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan
yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan
diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian lahan atau kemampuan lahan untuk
Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 di PT
Perkebunan Nusantara VII (Persero) Blok 423 Afdeling IV Unit Usaha Rejosari
Natar Kabupaten Lampung Selatan yang bertujuan untuk menentukan kelas
kesesuaian lahan kualitatif berdasarkan kriteria biofisik menurut Djaenuddin dkk.
(2000) dan penilaian kuantitatif dengan menganalisis kelayakan finansial di
lokasi penelitian dengan menghitung nilai NPV, Net B/C ratio, IRR, dan BEP.
Hasil penilaian kesesuaian lahan berdasarkan kriteria biofisik menurut Djaenuddin
dkk. (2000) menunjukkan kelas kesesuaian lahan cukup sesuai dengan faktor
pembatas kandungan C-organik (S2nr). Berdasarkan hasil analisis finansial
tanaman kelapa sawit di PTPN VII (Persero) Blok 423 Afdeling IV Unit Usaha
Rejosari Kabupaten Natar Lampung Selatan seluas 16 hektar selama 25 tahun,
layak untuk dikembangkan dengan nilai NPV = Rp. 1.514.545.546,-, Net B/C
ratio = 1,76, IRR = 21,50 % per tahun, dan BEP 10 tahun 18 hari.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di
Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan
kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.
Perkebunan merupakan bagian dari pertanian dan mempunyai peranan yang
penting dalam pemasukan devisa negara.
Tidak sedikit penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari hasil
perkebunan. Sebagai salah satu bidang usaha, perkebunan memiliki beberapa
fungsi yaitu : sebagai sumber devisa non migas, penyedia lapangan pekerjaan, dan
berkaitan langsung dengan penyediaan lapangan kerja. Komoditas perkebunan
yang memegang peranan cukup besar dalam perekonomian Indonesia adalah
komoditas tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat,
merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai
produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda
pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun
dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman
kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan
tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911(Sastrosayono,
2003).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan industri penting
penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).
Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan
perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah
penghasil minyak kelapa sawit kedua di dunia setelah Malaysia. Di Indonesia
penyebarannya terdapat di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan
Sulawesi. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) agar dapat tumbuh
dengan baik dan menghasilkan minyak maka harus diperhatikan syarat-syarat
lingkungan yang optimum diinginkan oleh tanaman. Persyaratan penggunaan
lahan akan menentukan kualitas lahan yang diperlukan agar tanaman dapat
berproduksi dengan baik dan lestari (Hardjowigeno, 2001). Untuk itulah evaluasi
lahan perlu dilakukan.
Evaluasi kesesuaian lahan merupakan penilaian dan pendugaan potensi lahan
untuk penggunaan tertentu. Dengan evaluasi lahan tersebut, potensi lahan dapat
dinilai dengan tingkat pengelolaan yang dilakukan. Hal ini sangat diperlukan bagi
usaha perkebunan. Pelaksanaan evaluasi lahan pada dasarnya mengarah pada
rekomendasi penggunaan lahan dengan mempertimbangkan semua aspek yang
menjadi pembatas dalam penggunaan lahan yang ditetapkan, agar lahan dapat
Hasil evaluasi lahan menggambarkan kesesuaian lahan untuk berbagai keperluan
dan sekaligus dapat di ketahui hambatan dan kebutuhan biaya dalam pemanfaatan
sumber daya lahan tersebut, sehingga berapa besar keuntungan dan bahkan
kemungkinan kerugian yang didapat, baik secara fisik maupun secara finansial
akan diketahui melalui evaluasi lahan tersebut (Mahi, 2005).
Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu kiranya menilai kesesuaian lahan secara
kualitatif dan kuantitatif pada lahan di Blok 423 Afdeling IV PT Perkebunan
Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari Natar Kabupaten Lampung Selatan
karena pada daerah ini tanaman kelapa sawit merupakan tanaman komoditas
utama yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan secara kuantitatif
(ekonomi) hasilnya cukup menguntungkan.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menilai kesesuaian lahan kualitatif pertanaman kelapa sawit di Blok 423
Afdeling IV PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari
Natar Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan kriteria biofisik menurut
Djaenuddin dkk. (2000).
2. Menilai kesesuaian lahan kuantitatif dengan menganalisis nilai kelayakan
finansial budidaya tanaman kelapa sawit di Blok 423 Afdeling IV PT
Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari Natar Kabupaten
Lampung Selatan dengan menghitung nilai NPV, Net B/C Ratio, IRR dan
1.3 Kerangka Pemikiran
Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar
serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga
terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk
mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun
majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih
muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri
yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah
hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan
terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan
betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki
waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri.
Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat
lebih besar dan mekar (Tim Penulis Penebar Swadaya, 1999).
Evaluasi lahan adalah penilaian daya guna lahan apabila digunakan untuk tujuan
tertentu (CSR/FAO, 1976), sedangkan menurut Djaenuddin dkk. (2000) evaluasi
lahan adalah suatu proses menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan
untuk tujuan tertentu. Dent dan Young (1981) mengemukakan bahwa evaluasi
lahan adalah suatu proses pendayagunaan potensi lahan untuk berbagai alternatif
penggunaan.
PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari Natar Kabupaten
Lampung Selatan memiliki topografi datar hingga berombak dengan kemiringan
liat berpasir, pH 4,98, KTK tanah 9,83 me/100 g, KTK liat 14,81 cmolc/kg,
C-organik 1,03 %, kejenuhan basa 36,02 %, suhu tahunan rata-rata sebesar 26,6 oC,
curah hujan rata-rata 1893,4 mm/tahun, dan 1 bulan kering/tahun.
(PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari, 2010).
Menurut kriteria Djaenuddin dkk. (2000), lahan yang sangat sesuai dengan
tanaman kelapa sawit mempunyai kriteria antara lain kemiringan lereng < 8%,
KTK liat > 16 cmolc/kg, C-organik >0,8 %, kejenuhan basa >20%, pH 5,0 - 6,5,
suhu tahunan rata-rata 25-28 oC, curah hujan 1700 - 2500 dengan lama bulan
kering <2 bulan.
Rata-rata produksi Blok 423 Afdeling IV PT Perkebunan Nusantara VII (Persero)
Unit Usaha Rejosari Natar Kabupaten Lampung Selatan selama lima tahun
terakhir dari tahun 2006 sampai tahun 2010 sebesar 272.979 kg/ 16 ha dengan
pendapatan rata-rata Rp 262.633.667,- dan pengeluaran sebesar Rp 69.728.700,-
sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah Rp 192.904.967,-.
Evaluasi lahan dapat dilakukan dengan menggunakan 2 cara, yaitu evaluasi lahan
kualitatif dan evaluasi lahan kuantitatif. Evaluasi lahan kualitatif adalah evaluasi
kesesuaian lahan untuk penggunaan yang spesifik, yang digambarkan dalam
bentuk kualitatif, seperti sesuai, cukup sesuai, sesuai marjinal, dan tidak sesuai.
Selain evaluasi lahan kualitatif, evaluasi lahan kuantitatif dengan menganalisis
kelayakan finansial juga perlu dilakukan karena berhubungan dengan kelayakan
atau keuntungan finansial dari suatu perusahaan atau usahatani yang akan atau
Penilaian kesesuaian lahan kualitatif dan kuantitatif pada lahan di PT Perkebunan
Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari Natar Kabupaten Lampung Selatan
untuk tanaman kelapa sawit perlu dilakukan karena memiliki potensi untuk
dikembangkan. Pengusahaan perkebunan di wilayah ini dilakukan oleh
perkebunan besar swasta dan nasional.
Dalam mengevaluasi kesesuaian lahan, penilaian kesesuaian secara kualitatif
menggunakan kriteria biofisik menurut Djaenuddin dkk. (2000), sedangkan
penilaian secara kuantitatif adalah dengan menganalisis kelayakan finansial
budidaya tanaman kelapa sawit yang dilakukan dengan menghitung nilai NPV,
Net B/C ratio, IRR, dan, BEP.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Kelas kesesuaian lahan kualitatif tanaman kelapa sawit di Blok 423 Afdeling
IV PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Natar Kabupaten
Lampung Selatan adalah cukup sesuai dengan faktor pembatas KTK liat
(S2nr).
2. Pertanaman kelapa sawit di PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit
Usaha Rejosari Natar Kabupaten Lampung Selatan, secara finansial
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Tanaman Kelapa Sawit
2.1.1Botani
Menurut Setyamidjaja (2002) kedudukan tanaman kelapa sawit dalam sistematik
tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis, Elaeis oleifera, Elaeis odora
Varietas : Elaeis guineensis dura, Elaeis guineensis tenera, Elaeis
guineensis pisivera
Morfologi tanaman kelapa sawit menurut Setyamidjaja (2002) adalah sebagai
berikut :
a. Daun
Daun kelapa sawit merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan
tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam.
b. Batang
Batang tanaman kelapa sawit diselimuti bekas pelapah hingga umur 12 tahun.
Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi
mirip dengan tanaman kelapa.
c. Akar
Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu
juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk
mendapatkan tambahan aerasi.
d. Bunga
Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda
sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki
bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
e. Buah
Buah kelapa sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah
tergantung varietas yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang
muncul dari tiap pelapah.
Buah terdiri dari tiga lapisan yaitu eksoskarp yang memiliki ciri bagian kulit buah
berwarna kemerahan dan licin, mesoskarp merupakan serabut buah, dan
Inti sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti
berkualitas tinggi.
Pola tanam kelapa sawit dapat dilakukan secara monokultur ataupun tumpangsari.
Pada pola tanam monokulltur, sebaiknya penanaman tanaman kacang-kacangan
(LCC) sebagai tanaman penutup tanah dilaksanakan segera setelah persiapan
lahan selesai. Tanaman penutup tanah (legume cover crop) pada areal tanaman
kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan
biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan
pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Jenis-jenis tanaman
kacang-kacangan yang umum di perkebunan kelapa sawit adalah Centrosema pubescens,
Colopogonium mucunoides dan Pueraria javanica. Biasanya penanaman
tanaman kacangan ini dilakukan tercampur (tidak hanya satu jenis). Sedangkan
pada pola tanam tumpangsari, tanah diantara tanaman kelapa sawit sebelum
menghasilkan dapat ditanami tanaman ubi kayu, jagung atau padi (Setyamidjaja,
2002).
Piringan di sekitar tanaman kelapa sawit harus tetap bersih. Oleh karena itu tanah
di sekitar pokok dengan jari-jari 1-2 m dari tanaman harus selalu bersih dan gulma
yang tumbuh harus dibabat, atau disemprot dengan herbisida.
Jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk N, P, K, Mg dan B (Urea, TSP, KCl,
Kiserit dan Borax). Pemupukan tambahan dengan pupuk Borax pada tanaman
muda sangat penting, karena kekurangan Borax (Boron deficiency) yang berat
dapat mematikan tanaman kelapa sawit. Dosis pupuk yang digunakan
Kelapa Sawit. Dosis pemupukan pada tanaman kelapa sawit yang sudah
menghasilkan adalah Urea 2,0-2,5 kg/pohon/tahun, KCl 2,5-3,0 kg/pohon/tahun,
TSP 0,75-1,0 kg/pohon/tahun, Kiserit 1,0-1,5 kg/pohon/tahun, dan Borax 0,05-0,1
kg/pohon/tahun.
Pupuk N ditaburkan merata mulai jarak 50 cm dari pokok sampai di pinggir luar
piringan. Pupuk P, K dan Mg harus ditaburkan merata pada jarak 1-3 m dari
pokok. Pupuk B ditaburkan merata pada jarak 30-50 cm dari pokok. Waktu
pemberian pupuk sebaiknya dilaksanakan pada awal musim hujan
(September-Oktober), untuk pemupukan yang pertama dan pada akhir musim hujan
(Maret-April) untuk pemupukan yang kedua.
Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan
setelah penyerbukan. Kelapa sawit dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31
bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan
buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang
lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10
buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih (Setyamidjaja, 2002).
Kelapa sawit adalah bibit minyak yang paling produktif di dunia. Satu hektar
kelapa sawit dapat menghasilkan 5.000 kg minyak mentah, atau hampir 6.000
liter minyak mentah. Minyak kelapa berasal dari buah tumbuhan tersebut, yang
satu tandannya bisa mempunyai berat sekitar 40-50 kg. Seratus kilogram dari
bibit minyak ini bisa menghasilkan sekitar 20 kg minyak. Tandan buah ini biasa
dipanen dengan menggunakan tangan, pekerjaan yang sulit di daerah iklim tropis
pekerjaan ini dilakukan oleh tenaga kerja dari luar, kebanyakan dari Indonesia.
Walau kelapa sawit dapat hidup lebih lama dari 150 tahun dan tumbuh hingga 80
kaki di alam bebas, kelapa sawit yang ditanam ini biasanya ditebang atau diracun
setelah berusia 25 tahun saat tingginya telah mencapai 30 kaki. Bila lebih tinggi
dari 30 kaki, maka memanen buahnya akan menimbulkan kesulitan tersendiri.
2.1.2 Ekologi tanaman kelapa sawit
Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai berada pada
15°LU-15°LS. Ketinggian pertanaman kelapa sawit yang ideal berkisar antara 0-500 m
diatas permukaan laut. Kelapa sawit menghendaki curah hujan 2.000-2.500
mm/tahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 29-30 °C.
Intensitas penyinaran matahari sekitar 5-7 jam/hari. Kelembaban optimum yang
ideal sekitar 80-90 %. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podsolik,
Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol. Nilai pH yang optimum
adalah 5,0–5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar,
berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas.
Kondisi topografi pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15o
(Sastrosayono, 2003).
2.2 Tanah dan Konsep Lahan
Tanah dapat didefinisikan sebagai sistem 3 fase yang terdiri atas padatan, cairan,
dan gas (Foth, 1988). Menurut Arsyad (1989), tanah adalah suatu benda alami
mempunyai sifat serta prilaku yang dinamik. Benda alami ini terbentuk oleh hasil
kerja interaksi antara iklim (i) dan jasad renik hidup (o) terhadap suatu bahan
induk (b) yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk (r) dan waktu (w),
yang dapat digambarkan dalam hubungan fungsi sebagai berikut :
T = i, o, b, r, w
Dimana T adalah tanah dan masing-masing peubah adalah faktor-faktor
pembentuk tanah tersebut di atas.
Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi dan semua sifat-sifat
yang ada padanya yang penting bagi kehidupan dan keberhasilan manusia. Lahan
adalah wilayah di permukaan bumi, meliputi semua benda penyusun biosfer bagi
yang berada di atas maupun di bawahnya, yang bersifat tetap atau siklis (Mahi,
2004).
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi, dan
bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh
terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih
luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan
manusia baik dimasa lalu maupun sekarang. Sebagai contoh aktivitas dalam
penggunaan lahan pertanian, reklamasi lahan rawa, dan pasang surut, atau
tindakan konservasi lahan pertanian, akan memberi karakteristik lahan yang
2.3 Evaluasi Kesesuaian Lahan
Evaluasi lahan adalah proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi
lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian.
Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada
dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup
iklim, tanah, terrain yang mencakup lereng, topografi/relief, batuan di permukaan
dan di dalam penampang tanah serta singkapan batuan (rock outcrop), hidrologi,
dan persyaratan pengguanaan lahan atau syarat tumbuh tanaman. Kecocokan
antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan
atau komoditas yang dievaluasi memberikan gambaran atau informasi bahwa
lahan tersebut potensial dikembangkan untuk komoditas tersebut. Hal ini
mempunyai pengertian bahwa jika lahan tersebut digunakan untuk penggunaan
tertentu dengan mempertimbangkan berbagai asumsi mencakup masukan (input)
yang diperlukan akan mampu memberikan hasil (keluaran) sesuai dengan yang
diharapkan.
Untuk menentukan tipe penggunaan yang sesuai pada suatu wilayah, diperlukan
evaluasi kesesuaian lahan lahan secara menyeluruh dan terpadu (intergrated),
karena masing-masing faktor akan saling mempengaruhi baik faktor fisik, sosial
ekonomi, maupun lingkungan (Sitorus, 1985). Kecocokan antara sifat fisik
lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan atau komoditas
yang dievaluasi memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut
Menurut Dent dan Young (1981), tujuan utama evaluasi lahan adalah untuk
memprediksi lebih banyak serta lebih teliti berbagai tujuan yang lebih spesifik
mengenai pengolahan tanah. Untuk mencapai maksud tersebut, sangatlah perlu
menentukan pola tutupan tanah dan membagi pola-pola tersebut ke dalam
satuan-satuan yang relatif homogen, memetakan sebaran satuan-satuan-satuan-satuan tersebut sehingga
memungkinkan diprediksinya daerah-daerah tersebut dan dapat menentukan
karakteristik satuan peta demikian rupa sehingga dapat dibuat pernyataan yang
bermanfaat tentang penggunaan lahan potensial dan tanggapannya terhadap
perubahan pengelolaan.
2.4 Tipe Evaluasi Lahan
Hasil evaluasi lahan dapat dikemukan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif.
Oleh karena itu dikenal tipe evaluasi lahan kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi
kualitatif adalah evaluasi kesesuaian lahan untuk berbagai macam penggunaan
yang digambarkan dalam bentuk kualitaif, seperti sesuai, cukup sesuai, sesuai
marjinal, dan tidak sesuai untuk penggunaan tertentu.
Evaluasi kuantitatif secara ekonomi adalah evaluasi yang hasilnya diberikan
dalam bentuk keuntungan atau kerugian masing-masing macam penggunaan
lahan. Secara umum, evaluasi kuantitatif dibutuhkan untuk proyek khusus dalam
pengambilan keputusan, perencanaan, dan investasi. Nilai uang digunakan pada
data kuantitatif secara ekonomi yang dihitung dari biaya input dan nilai produksi.
Penilaian nilai uang akan memudahkan melakukan perbandingan bentuk-bentuk
harga yang berlaku atau harga bayangan dalam menilai produksi yang
dibandingkan (Mahi, 2005).
2.5 Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau atribute yang bersifat kompleks dari
sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang
berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu (Djaenuddin dkk.,
2000). Kualitas lahan dapat pula digambarkan sebagai faktor positif dan faktor
negatif (Mahi, 2004). Kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatif
terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang
berperan positif adalah yang sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan.
Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannya akan
merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga
merupakan faktor penghambat atau pembatas.
Setiap kualitas lahan pengaruhnya tidak selalu terbatas hanya pada satu jenis
penggunaan. Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas lahan yang sama bisa
berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis penggunaan. Demikian pula satu jenis
penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan.
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Contoh
lereng, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia, kedalaman efektif, dan
sebagainya (Djaenuddin dkk., 2000). Setiap karakteristik lahan yang digunakan
secara langsung dalam evaluasi biasanya mempunyai interaksi satu sama lainnya.
lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. sebagai contoh
ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan bulan kering dan curah hujan
rata-rata tahunan, tetapi air yang diserap tanaman tentunya tergantung juga pada
kualitas lahan lainnya, seperti kondisi atau media perakaran, antara lain tekstur
tanah dan kedalaman zona perakaran tanaman yang bersangkutan.
2.6 Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah kecocokan macam penggunaan lahan pada tipe lahan
tertentu (Mahi, 2004). Kesesuaian lahan secara umum terbagi atas kesesuaian
lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual masih dapat
menerima perbaikan kecil pada sumber daya lahan sebagai bagian spesifikasi tipe
penggunaan lahan, sedangkan kesesuaian lahan potensial mengacu pada nilai
lahan di masa datang apabila melakukan perbaikan lahan skala besar.
Kecocokan antara kriteria kesesuaian lahan dengan karakteristik lahan
menunjukkan bahwa lahan tersebut sesuai untuk penggunaan yang dikehendaki.
Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda tergantung dari tipe penggunaan lahan
yang sedang dipertimbangkan. Penilaian lahan ini berupa pemilihan lahan yang
sesuai untuk budidaya tanaman tertentu (Sitorus, 1985).
Menurut FAO (1976) klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori,
yaitu :
a. Ordo : menggambarkan macam kesesuaian.
c. Sub Kelas : menggambarkan macam-macam pembatas atau macam-
macam perbaikan yang diperlukan dalam tingkat kelas.
d. Unit : menggambarkan sifat tambahan yang diperlukan untuk
pengelolaan dalam tingkat sub kelas.
Kesesuaian lahan tingkat ordo merupakan pertimbangan penilaian suatu lahan
apakah sesuai atau tidak untuk penggunaan tertentu. Oleh karena itu, pada
tingkat ordo hanya dibagi 2, yaitu :
a) Ordo S : sesuai (suitable)
Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan secara
berkelanjutan untuk suatu tujuan tertentu, tanpa atau sedikit resiko kerusakan
sumberdaya lahannya. Keuntungan yang diharapakan dari hasil pengelolaan
lahan ini akan memuaskan setelah memperhitungkan input yang diberikan.
b) Ordo N : Tidak sesuai (not suitable)
Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa
sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan tertentu. Pada
kesesuaian lahan tingkat kelas penentuan jumlah kelas didasarkan pada
keperluan minimal untuk mencapai tujuan penafsiran.
Ordo sesuai (S) dibagi menjadi 3 kelas, sedangkan ordo tidak sesuai (N) dibagi
menjadi 2 kelas :
a) Kelas S1 : sangat sesuai (highly suitable)
Lahan ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan
berpengaruh sangat nyata terhadap produksi dan tidak akan menaikkan input
yang biasa diberikan.
b) Kelas S2 : cukup sesuai (moderatly suitable)
Lahan ini mempunyai pembatas agak serius untuk mempertahankan tingkat
pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan
keuntungan atau lebih meningkatkan input yang diperlukan.
c) Kelas S3 : sesuai marjinal (marginally suitable)
Lahan ini mempunyai pembatas yang serius untuk tingkat pengelolaan yang
harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau
lebih meningkatkan iput yang diperlukan.
d) Kelas N1 : tidak sesuai pada saat ini (currently not suitable)
Lahan ini mempunyai pembatas yang lebih serius, tetapi masih
memungkinkan untuk diatasi, hanya saja tidak dapat diperbaiki dengan tingkat
pengelolaan dengan modal normal dan perkembangan teknologi saat ini.
e) Kelas N2 : tidak sesuai permanen (permanently not suitable)
Lahan ini mempunyai pembatas permanen sehingga mencegah segala
kemungkinan penggunaan berkelanjutan pada tahap tersebut.
Menurut Djaenuddin dkk. (2000), deskripsi karakteristik lahan yang menjadi
pertimbangan dalam menentukan kelas kesesuaian lahan dikemukakan sebagai
berikut :
a. Temperatur (tc)
Merupakan suhu tahunan rata-rata yang dikumpulkan dari hasil pengamatan
renik yang dapat menghambat hara-hara tanaman menjadi bentuk tersedia
sangat ditentukan oleh suhu, apabila suhu turun secara drastis maka kehidupan
jasad renik yang hidup di dalam tanah akan turun aktifitasnya sehingga
tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut pertumbuhanya akan terhambat
akibatnya produksi tanaman menjadi turun (Hakim dkk., 1986).
b. Ketersedian Air (wa)
Sebagian besar air yang diperlukan oleh tumbuhan berasal dari tanah, air harus
tersedia pada saat tumbuhan memerlukanya. Air diperlukan oleh tumbuhan
untuk memenuhi kebutuhan transpirasi, asimilasi, dan pengangkutan unsur
hara dari akar dan hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tumbuhan.
Air tanaman berfungsi sebagai pelarut unsur hara dalam tanah. Di dalam sel
tanaman air berfungsi untuk mempertahankan turgor sel. Tekanan turgor
dapat memberikan energi untuk memperpanjang sel, dengan demikian jika
kekurangan air maka proses perpanjangan sel akan terganggu, karena
berkurangnya proses pembesaran sel. Apabila air tidak tersedia bagi tanaman
maka kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi seperti proses transpirasi dan
fotosintesis suatu tanaman akan terhambat karena mengalami gejala-gejala
kekurangan unsur hara. Apabila hal tersebut terjadi maka akan mempengaruhi
produksi dari tanaman tersebut yaitu akan turun dengan drastis. Ketersediaan
air suatu tanaman dipengaruhi oleh curah hujan tahunan dan lamanya
Karakteristik ketersediaan air digambarkan oleh keadaan curah hujan tahunan
rata-rata atau curah hujan selama masa pertumbuhan, bulan kering, dan
kelembaban, yaitu:
1) Curah hujan
Curah hujan dinyatakan dalan curah hujan tahunan rata-rata (mm), atau
dalam curah hujan rata-rata selama masa pertumbuhan. Data dikumpulkan
dari stasiun pengamatan iklim dalam beberapa tahun.
2)Bulan kering
Bulan kering merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun
yang jumlah curah hujannya kurang dari 60 mm/bulan.
c. Ketersediaan Oksigen (oa)
Karakteristik lahan yang menggambarkan ketersediaan oksigen adalah kelas
drainase. Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah
atau keadaan tanah yang menunjukan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas
Drainase tanah dibedakan sebagai berikut :
1) Cepat (excessively drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau
karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).
2) Agak cepat (somewhat excessively drained). Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik yang tinggi dan daya menahan air rendah. Ciri yang
dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak
3)Baik (well drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan
daya menahan sedang, lembab, tetapi tidak cukup basah dekat permukaan.
Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa
bercak atau karatan besi serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai >
100 cm.
4)Agak baik/sedang (moderately well drained). Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan
rendah. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley
(reduksi) pada lapisan sampai > 50 cm.
5)Agak terhambat (somewhat poorly drained). Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai
sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Ciri yang dapat diketahui
di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi
dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai > 25 cm.
6)Terhambat (poorly drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak
rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah
untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan
bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai
permukaan.
7)Sangat terhambat (very poorly drained). Tanah mempunyai konduktivitas
hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah
permukaan. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai
warna gley permanen sampai pada lapisan permukaan.
c. Kondisi Perakaran (rc)
Karakteristik lahan yang menggambarkan kondisi perakaran terdiri dari
tekstur tanah, bahan kasar, dan kedalaman tanah.
1) Tekstur tanah
Tekstur tanah merupakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus
dengan ukuran < 2 mm, yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dibagi
menjadi 6 kelas, yaitu :
a) Halus : liat berpasir, liat, liat berdebu,
b) Agak halus : lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung
liat berdebu
c) Sedang : lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung
berdebu, debu
d) Agak kasar : lempung berpasir kasar, lempung berpasir,
lempung berpasir halus
e) Kasar : pasir, pasir berlempung
f) Sangat halus : liat (tipe mineral liat 2:1)
2) Bahan Kasar
Bahan kasar dengan ukuran > 2 mm, yang menyatakan volume dalam
persentasi kerikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah. Bahan
kasar dibedakan menjadi :
a) sedikit < 15%
b) sedang 15% – 35%
c) banyak 35% - 65%
d) sangat banyak > 60%
3) Kedalaman Tanah
Kedalaman tanah (cm) menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm
yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran tanaman yang
dievaluasi. Kedalaman tanah dibedakan menjadi sangat dangkal,
dangkal, sedang, dan dalam.
a) sangat dangkal < 20 cm
b) dangkal 20 – 50 cm
c) sedang 50 -75 cm
d) dalam > 75 cm
d. Retensi Hara (nr)
Karakteristik lahan yang menggambarkan retensi hara adalah Kapasitas Tukar
Kation (KTK) liat, reaksi tanah (pH), Kejenuhan Basa (KB), dan kandungan
C-organik.
Kapasitas tukar kation merupakan kemampuan koloid tanah dalam menjerap
dan mempertukarkan kation, KTK dalam setiap tanah sangat beragam bahkan
sehingga berpengaruh terhadap sifat dan ciri tanah. Apabila KTK tinggi
maka kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara menjadi tersedia
sehingga tanaman dapat memanfaatkan unsur hara tersebut bagi tumbuhan.
Reaksi tanah (pH) yang penting adalah masam, netral, dan alkalin.
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh pH tanah melalui dua cara yaitu
pengaruh langsung ion hidrogen dan pengaruh tidak langsung yakni tidak
tersedianya unsur hara tertentu dan adanya unsur hara tertentu yang bersifat
racun, pH tanah yang rendah akan mempengaruhi retensi hara yang dapat
menyebabkan tidak tersedianya unsur hara tertentu bagi tanaman.
Kejenuhan basa merupakan perbandingan antara kation basa dengan KTK
yang dinyatakan dalam persen (%). Kejenuhan basa suatu tanah dipengaruhi
oleh iklim (curah hujan) dan pH tanah. Pada tanah beriklim kering KB lebih
besar daripada tanah yang beriklim basah demikian pula pada tanah yang
memiliki pH tinggi KB lebih besar daripada yang memiliki pH rendah.
Kejenuhan basa yang tinggi dapat menyebabkan tanah lebih banyak ditempati
oleh kation-kation basa yang sangat berguna bagi tanaman dan otomatis
retensi hara pada tumbuhan tersebut menjadi dalam bentuk tersedia.
Bahan organik merupakan sumber utama tersedianya C-organik dalam tanah.
Peran bahan organik tanah terhadap sifat fisik tanah adalah menaikkan
kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan
daya tahan air tanah. Bahan organik juga berfungsi sebagai pencegah erosi
dengan memperbaiki aerasi dan mempertinggi kapasitas air tanah serta
e. Toksisitas
Karakteristik lahan untuk toksisitas adalah salinitas. Salinitas merupakan
proses penimbunan garam mudah larut, seperti; NaCl, Na2SO4, CaCO3, dan
MgO3. Salinitas dapat terjadi secara setempat dan membentuk tanah salin.
Pengaruh buruk dari garam bagi tanaman umumnya tidak secara langsung,
yaitu melalui peningkatan tekanan osmotik pada air tanah sehingga
penyerapan air tanah menjadi sulit, terutama bagi perakaran. Daerah pantai
merupakan salah satu daerah yang mempunyai kadar garam yang tinggi.
Toksisitas di dalam tanah biasanya diukur pada daerah-daerah yang bersifat
salin. Pengaruh buruk dari garam bagi tanaman umumnya tidak secara
langsung, yaitu melalui peningkatan tekanan osmotik pada air tanah sehingga
penyerapan air tanah menjadi sulit, terutama bagi perakaran. Pelonggokan
garam yang mudah larut dalam tanah secara parah menghambat pertumbuhan
tanaman. Pelonggokan itu akan berimbas kepada plasmolisis yaitu proses
keluarnya H2O dari tanaman ke larutan tanah (Tan, 1992).
f. Sodisitas
Sodisitas menggambarkan kandungan natrium dapat ditukar, yang dinyatakan
dalam nilai exchangeable sodium percentage (ESP) yaitu dengan perhitungan :
ESP = Nadd x 100 x KTK tanah-1
g. Bahaya Sulfidik
Sulfidik adalah hidrogen sulfida (H2S) yang terbentuk di dalam tanah dapat
Biasanya sulfidik terdapat di daerah rawa serta lahan yang mengandung sulfida
serta pirit. Dengan rendahnya kandungan unsur-unsur logam tersebut, H2S
yang terbentuk dapat berakumulasi sampai pada tingkat meracun dan
mengganggu pertumbuhan tanaman (Hakim dkk., 1986).
Pembentukan pirit (sulfidik) dapat terjadi karena pengaruh vegetasi, iklim,
fisiografi dan fauna. Bahaya sulfidik biasanya sering terjadi pada tanah-tanah
yang dipengaruhi pasang surut air laut. Tanah-tanah sulfat masam di daerah
tropik biasanya terdapat di daerah iklim basah musiman yang dapat
menghasilkan tanah-tanah yang kaya sulfat.
Bahaya sulfidik dinyatakan oleh kedalaman ditemukannya bahan sulfidik yang
diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik atau pirit
(FeS2).
h. Bahaya Erosi (xs)
Karakteristik lahan yang menggambarkan bahaya erosi adalah lereng dan
bahaya erosi. Lereng merupakan hasil beda ketinggian antara dua tempat
(kedudukan) dengan jarak datarnya yang dinyatakan dalam persen. Slope atau
lereng dinyatakan dalam persen (%) atau derajat (o). Perbedaan tinggi diukur
dari puncak sampai dasar lereng dan dinyatakan dalam meter.
Bahaya erosi dapat diketahui dengan memperhatikan permukaan tanah yang
hilang (rata-rata) pertahun dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang
dicirikan oleh masih adanya horizon A. Bahaya erosi merupakan kerusakan
penting bagi budidaya tanaman. Hilangnya tanah tersebut dapat
mengakibatkan penurunan produksi lahan, hilangnya unsur hara yang
diperlukan tanaman, menurunnya kualitas tanaman, berkurangnya laju
infiltrasi, dan kemampuan tanah menahan air, rusaknya struktur tanah, dan
penurunan pendapatan akibat penurunan produksi (Hardjowigeno, 2001).
i. Bahaya Banjir (eh)
Bahaya banjir dapat diketahui dengan melihat kondisi lahan yang pada
permukaan tanahnya terdapat genangan air. Apabila terjadi genangan air
dalam kurun waktu yang cukup lama dapat menghambat pertumbuhan
tanaman. Air akan menjenuhi daerah perakaran sehingga mengakibatkan akar
tanaman tidak mampu menyerap unsur hara secara optimal dan akan
mengakibatkan akar menjadi busuk. Selain itu, kandungan unsur hara dapat
menurun sehingga kurang mencukupi kebutuhan tanaman untuk proses
metabolisme yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas tanaman
(Djaenuddin dkk., 2000).
j. Penyiapan lahan
Penyiapan lahan adalah faktor-faktor tanah yang memiliki pengaruh nyata
didalam pengelolaan tanah baik untuk sektor pertanian dan non pertanian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyiapan lahan adalah bahan kasar
(kerikil dan batuan kecil), batuan lepas yang tersebar di permukaan tanah dan
singkapan batuan (bagian dari batuan yang tebenam). Apabila terdapat batuan
Batuan di permukaan yaitu batuan yang tersebar diatas permukaan tanah,
sedangkan singkapan batuan adalah batuan yang terungkap di permukaan
tanah yang merupakan bagian batuan besar yang terbenam di dalam tanah
(Arsyad, 1989).
Batuan lepas dikelompokkan sebagai berikut :
bo = < 0,01% luas areal (tidak ada),
b1 = 0,01 sampai 3% permukaan tanah tertutup (sedikit); pengolahan tanah
dengan mesin agak terganggu tetapi tidak mengganggu pertumbuhan
tanaman,
b2 = 3 sampai 15% permukaan tanah tertutup (sedang); pengolahan tanah
mulai agak sulit dan luas areal produktif berkurang,
b3 = 15 sampai 90% permukaan tanah tertutup (banyak); pengolahan tanah
dan penanaman menjadi sangat sulit,
b4 = > 90% permukaan tanah tertutup (sangat banyak); tanah sama sekalai
tidak dapat digunakan untuk produksi pertanian.
Batuan tersingkap dikelompokkan sebagai berikut :
bo = < 2% permukaan tanah tertutup (tidak ada),
b1 = 2 sampai 10% permukaan tanah tertutup (sedikit); pengolahan tanah
dan penanamam agak terganggu,
b2 = 10 sampai 50% permukaan tanah tertutup (sedang); pengolahan tanah dan
penanaman terganggu,
b3 = 50 sampai 90% permukaan tanah tertutup (banyak); pengolahan tanah
b4 = > 90% permukaan tanah tertutup (sangat banyak); tanah sama sekali
tidak dapat digarap.
2.7 Analisis Finansial
Menurut Ibrahim (2003), tujuan analisis finansial adalah untuk mengetahui sejauh
mana gagasan usaha (proyek) yang direncanakan dapat memberikan manfaat
(benefit). Aspek ekonomi dan keuangan merupakan aspek inti karena aspek ini
menentukan kelayakan usaha yang dilihat dari segi ekonomi dan keuangan. Biaya
investasi, modal kerja, biaya operasi dan pemeliharaan serta perhitungan
pendapatan yang akan diterima dilakukan dalam bidang keuangan.
Menurut Ibrahim (2003), dalam analisis finansial diperlukan kriteria kelayakan
usaha, antara lain :
2.7.1 Net Present Value (NPV)
NPV adalah nilai selisih antara benefit (penerimaan) dengan cost (biaya) yang
telah diperhitungkan nilainya saat ini (dipresent valuekan). NPV merupakan
salah satu teknik yang banyak digunakan karena metode ini mempertimbangkan
nilai waktu uang. Suatu proyek dikatakan layak diusahakan apabila nilai NPV
positif (NPV > 0).
Secara matematis rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Bila NVP > 0, maka usaha layak untuk dilanjutkan
Bila NVP < 0, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan
Bila NVP = 0, usaha dalam keadaan break even point
2.7.2 Net Benefit /Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C adalah perbandingan antara manfaat bersih dengan biaya bersih yang
diperhitungkan nilainya saat ini. Dengan menghitung B/C, maka diketahui secara
cepat berapa besarnya manfaat proyek yang akan dilaksanakan. Jika nilai NPV>
0, maka B/C > 1 dan suatu proyek layak untuk diusahakan.
Kriteria investasi :
Bila Net B/C > 1, maka usaha layak untuk dilanjutkan
Bila Net B/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan
Bila Net B/C = 1, usaha dalam keadaan break even point
2.7.3 Internal Rate of Return (IRR)
Teknik perhitungan dengan IRR banyak digunakan dalam suatu analisis investasi,
namun relatif sulit untuk ditentukan karena untuk mendapatkan nilai yang akan
dihitung diperlukan suatu “trial dan error’ hingga pada akhirnya diperoleh suatu
tingkat suku bunga yang menyebabkan NPV sama dengan nol.
Di dalam IRR, kita akan mencari pada tingkat bunga berapa (discount rate) akan
menghasilkan NPV sama dengan nol atau mendekati investasi awal, dengan kata
lain NPV = 0. Tingkat bunga tersebut merupakan tingkat bunga maksimum yang
dapat dibayar oleh suatu proyek untuk produksi yang digunakan.
Rumus yang digunakan adalah :
IRR = i1 +
2 1
1
NPV NPV
NPV
(i2- i1)
Keterangan :
i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV1
i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV2
NPV1 = NVP yang bernilai positif
Kriteria investasi :
Bila IRR > tingkat suku bunga, maka usaha layak untuk dilanjutkan
Bila IRR < tingkat suku bunga, usaha tidak layak untuk dilanjutkan
Bila IRR = tingkat suku bunga, usaha dalam keadaan break even point.
2.7.4 Break Even Point (BEP)
Break even point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (total
pendapatan) = total cost (biaya total). Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan
sebuah proyek terjadinya titik pulang pokok atau TR = TC tergantung pada lama
arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan
pemeliharaan beserta biaya modal lainnya. Semakin lama sebuah perusahaan
mencapai titik pulang pokok semakin besar saldo rugi karena keuntungan yang
diterima masih menutupi segala biaya yang dikeluarkan (Ibrahim, 2003).
p
TP-1 = Tahun sebelum terdapat BEP
Tci = Jumlah total cost yang telah di discount
Biep-1 = Jumlah benefit yang telah di discount sebelum BEP
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Blok 423 Afdeling IV PTPN VII (Persero) Unit
Usaha Rejosari Natar Kabupaten Lampung Selatan tahun tanam 1993 dengan luas
areal yang dijadikan tempat penelitian adalah 16 Ha. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011. Titik koordinat lokasi penelitian
berada pada 0518320 mT – 0518775 mT dan 9415675 mU – 9415738 mU serta
0518420 mT – 0518825 mT dan 9415320 mU – 9415363 mU. Peta lokasi
penelitian selengkapnya tertera pada Gambar 1 dan Gambar 2 (Lampiran).
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah yang diambil dari
delapan titik dengan kedalaman pengambilan sampel tanah 0-40 cm dan 40-80
cm, dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah, sedangkan peralatan yang
digunakan adalah:
1. Cangkul : untuk mengambil sampel tanah.
2. GPS : untuk mengetahui titik koordinat dan mengukur kemiringan lereng
di lokasi penelitian .
3. Meteran : untuk mengukur kedalaman sampel tanah yang akan diukur dan
4. Kantong plastik : untuk tempat contoh tanah.
5. Kamera digital : untuk mengambil gambar yang mendukung untuk
kelengkapan data pada lokasi penelitian.
6. Buku Munsell Soil Colour Chart : untuk mengamati dan mengetahui
karakteristik tanah melalui pengamatan warna tanah.
7. Bor tanah : untuk mendeskripsikan sifat tanah dengan membuat profil boring.
8. Alat-alat tulis : untuk mencatat data yang diperoleh langsung di lapangan
maupun di laboratorium.
9. Alat-alat laboratorium : untuk menganalisis tanah di laboratorium.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang dilakukan untuk evaluasi lahan pada penelitian ini adalah metode
survei dengan menggunakan metode evaluasi lahan secara paralel, yaitu
melakukan evaluasi kualitatif (biofisik) dan kuantitatif (ekonomi) secara
bersamaan.
Metode yang digunakan yaitu :
a) Evaluasi berdasarkan kriteria biofisik menurut Djaenuddin dkk. (2000).
b) Evaluasi nilai kelayakan finansial dengan menghitung NPV, Net B/C Ratio,
IRR dan BEP.
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa tahap yaitu :
persiapan, pengumpulan data (data primer dan sekunder), pengukuran dan
pengamatan lapang, pengambilan contoh tanah, analisis tanah di laboratorium,
3.3.1 Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahap studi pustaka tentang keadaan umum di lokasi
penelitian agar didapatkan gambaran secara umum tentang daerah penelitian,
seperti data iklim, bahan induk, dan laporan hasil penelitian lahan setempat.
3.3.2 Pengumpulan data
Pada tahap ini data yang dikumpulkan adalah data fisik primer dan data sekunder
baik fisik maupun ekonomi. Pengumpulan data fisik primer, dilakukan dengan
cara pengamatan dan pengukuran langsung di lapang melalui deskripsi boring
sampai kedalaman 120 cm.
Data fisik sekunder yang dikumpulkan yaitu data curah hujan, data temperatur,
data kelembaban udara yang diambil untuk 10 tahun terakhir, data produksi,
perhitungan bunga dan nilai uang.
Data fisik primer yang diamati dan diukur langsung di lapang adalah sebagai
berikut :
a. Drainase
Drainase diamati dengan cara mengamati ada tidaknya genangan air atau ada
tidaknya warna kelabu pada lapisan tanah di lokasi penelitian. Cara
pengamatannya di lapang yaitu melalui pengeboran tanah, apabila lapisan tanah
berwarna homogen tanpa bercak-bercak kuning atau karatan besi, berwarna coklat
pada lapisan sampai 120 cm berarti drainase pada tanah tersebut baik. Sebaliknya
tanah tersebut mempunyai drainase yang buruk, pengamatan warna tanah
dilakukan dengan menggunakan munsell soil color chart.
b. Bahan kasar
Cara pengukuran bahan kasar di lapang yaitu dengan menghitung berapa persen
bahan kasar yang terdapat pada lapisan tanah yang di bor.
c. Kedalaman tanah
Kedalaman tanah diukur dengan melakukan pengeboran menggunakan bor tanah
sampai ditemukannya lapisan padas pada lokasi penelitian. Kedalaman tanah
merupakan keadaan dimana tanah tidak dapat ditembus oleh akar tanaman.
d. Bahaya sulfidik
Bahaya sulfidik diukur dengan cara melihat ada tidaknya pirit (Fe2S) di lapangan.
Karena letak lokasi penelitian jauh dari pantai yang tidak dipengaruhi oleh pasang
surut air laut maka kedalaman sulfidik dapat diasumsikan > 125 cm.
e. Lereng
Cara pengukuran lereng dilakukan dengan menggunakan Global Potitioning
System (GPS) yang dinyatakan dalam persen. Pengukuran lereng dilakukan
dengan berdiri dari tempat yang paling rendah ke tempat yang tinggi.
f. Bahaya erosi
Tingkat bahaya erosi dapat dilihat berdasarkan kondisi di lapangan, yaitu dengan
memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill
erosion), dan erosi parit (gully erosion) atau dengan memperhatikan lapisan tanah
g. Bahaya banjir
Bahaya banjir dicirikan dengan adanya genangan air yang ada di permukaan
tanah. Pengamatan dilakukan melalui wawancara kepada pekerja atau warga
setempat, apakah terdapat genangan yang menutupi seluruh lahan dengan air
(terendam air) pada lahan yang akan diteliti pada saat musim hujan lebih dari 24
jam.
h. Batu permukaan
Cara mengukur batu di permukaan yaitu melihat berapa persen batu yang tersebar
di atas permukaan tanah pada lokasi penelitian.
i. Singkapan batuan
Cara mengukur singkapan batuan yaitu dengan melihat berapa persen terdapat
batuan besar yang tersingkap dipermukaan tanah yang merupakan bagian batuan
besar yang terbenam di dalam tanah pada lokasi penelitian.
Data yang di analisis di laboratorium meliputi : KTK tanah, basa-basa dapat
ditukar (Ca, Mg, Na, dan K), pH tanah, C-organik, dan tekstur tanah.
Pengambilan contoh tanah dilakukan di daerah yang tidak terpengaruh oleh
pelepah – pelepah daun kering yang disusun diantara barisan tanaman, dengan
cara komposit yang terdiri dari dua contoh tanah komposit dengan melakukan
pengeboran di delapan titik secara proporsional dengan kedalaman 0 – 40 cm dan
40 – 80 cm, lalu kedelapan contoh tanah tersebut dikomposit dan dimasukkan ke
dalam kantung plastik untuk di analisis di laboratorium. Posisi pengambilan
3.3.3 Analisis Tanah di Laboratorium
Analisis tanah di laboratorium dilakukan dengan cara menganalisis contoh tanah
yang telah diambil secara komposit dari delapan titik. Kemudian contoh tanah
dikeringudarakan, lalu diayak dengan menggunakan ayakan 2 mm. Tanah yang
telah diayak dianalisis di Laboratorium Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung, untuk mengetahui sifat kimia dan fisiknya.
Sifat kimia yang dianalisis adalah pH H2O, basa - basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na,
dan K), KTK tanah, dan C-organik, sedangkan sifat fisik tanah yang dianalisis
adalah tekstur tanah, dengan metode analisis disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Metode analisis tanah di laboratorium
No Analisis Metode
1 pH H2O pH meter
2 Basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na, K) NH4OAc 1 N pH 7
3 C-organik Walkey and Black 4 KTK tanah NH4OAc 1 N pH 7
5 Tekstur tanah Hydrometer
3.3.4Analisis Data
3.3.4.1Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Kualitatif
Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan membandingkan potensi fisik
lingkungan dengan persyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit berdasarkan
kriteria Djaenuddin dkk. (2000) dengan menilai karakteristik lahan di lokasi
penelitian. Kriteria syarat tumbuh tanaman karet berdasarkan kriteria Djaenuddin
3.3.4.2 Penilaian Kesesuaian Lahan Kuantitatif/Analisis finansial
Untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial unit usaha Rejosari Natar
Kabupaten Lampung Selatan dilakukan analisis sebagai berikut :
a. Net Present Value (NPV)
Secara matematis rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut :
NPV = t
Bila NVP > 0, maka usaha layak untuk dilanjutkan
Bila NVP < 0, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan
Bila NVP = 0, usaha dalam keadaan break even point
Keterangan :
B = benefit (manfaat)
C = cost (biaya)
i = tingkat suku bunga bank yang berlaku
n = waktu
Kriteria investsi :
Bila Net B/C > 1, maka usaha layak untuk dilanjutkan
Bila Net B/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan
Bila Net B/C = 1, usaha dalam keadaan break even point
c. Internal Rate of Return (IRR)
Digunakan untuk menunjukkan atau mencari suatu tingkat bunga yang
menunjukkan jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan seluruh investasi
usaha.
Rumus yang digunakan adalah :
IRR = i1 +
2 1
1
NPV NPV
NPV
(i2- i1)
Keterangan :
i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV1
i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV2
NPV1 = NVP yang bernilai positif
Kriteria investasi :
Bila IRR > tingkat suku bunga, maka usaha layak untuk dilanjutkan
Bila IRR < tingkat suku bunga, usaha tidak layak untuk dilanjutkan
Bila IRR = tingkat suku bunga, usaha dalam keadaan break even point.
d. Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (total
pendapatan) = total cost (biaya total). Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan
sebuah proyek terjadinya titik pulang pokok atau TR = TC tergantung lama arus
penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan
beserta biaya modal lainnya. Rumus matematis yang digunakan untuk
menghitung BEP yang menunjukkan waktu pengambilan total cost adalah sebagai
berikut :
TP-1 = Tahun sebelum terdapat BEP
Tci = Jumlah total cost yang telah di discount
Biep-1 = Jumlah benefit yang telah di discount sebelum BEP
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Lahan Blok 423 Afdeling IV PTPN VII (Persero) Unit Usaha Rejosari Natar
Kabupaten Lampung Selatan tergolong dalam kesesuaian lahan cukup sesuai
untuk tanaman kelapa sawit dengan faktor pembatas C-organik (S2nr).
2. Berdasarkan hasil analisis finansial usaha perkebunan tanaman kelapa sawit
di Blok 423 Afdeling IV PTPN VII (Persero) Unit Usaha Rejosari Natar
Kabupaten Lampung Selatan seluas 16 hektar selama 25 tahun layak untuk
dikembangkan dengan NPV sebesar Rp. 1.514.545.546,- , Net B/C ratio 1,76,
IRR 21,50 % per tahun, dan BEP 10 tahun 18 hari.
5.2 Saran
Setelah dilakukan penelitian, diketahui faktor pembatas adalah C-organik maka
disarankan penambahan bahan organik melalui penggunaan mulsa dari sisa-sisa
tanaman seperti pelepah tanaman kelapa sawit dan tandan buah kosong serta
pemeliharaan saluran limbah cair yang dialirkan di areal kebun kelapa sawit untuk
memperlancar aliran limbah cair agar merata tersebar di areal pertanaman kelapa
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI BLOK 423
AFDELING IV PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA REJOSARI NATAR KABUPATEN
LAMPUNG SELATAN
Oleh
DWI MEITASARI PUTRI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI BLOK 423
AFDELING IV PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA REJOSARI NATAR KABUPATEN
LAMPUNG SELATAN (Skripsi)
Oleh
DWI MEITASARI PUTRI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
2.1Tanaman Kelapa Sawit...………... 7
2.1.1 Botani ……….…………... 7
2.1.2 Ekologi tanaman kelapa sawit…...…………... 11
2.2 Tanah dan Konsep Lahan ... 11
2.3 Evaluasi Kesesuaian Lahan ... 13
2.4 Tipe Evaluasi Lahan ... 14
2.5 Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan ... 15
2.6 Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 16
2.7 Analisis Finansial ... 29
3.3.3 Analisis Tanah di Laboratorium... 38
3.3.4.1 Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Kualitatif…. ... 38
3.3.4.2 Penilaian Kesesuaian Lahan Kuantitatif/Analisis Finansial.. ... 39
4.1.1 Penilaian Kesesuaian Lahan Kualitatif ……… . 42
4.1.1.1 Temperatur ……….. ... 42
4.1.2 Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kriteria Faktor Produksi Dent dan Young (1981).. ... 47
4.1.3 Penilaian Kesesuaian Lahan Berdasarkan Analisis Finansial ……….. .. 49
4.1.3.1 Biaya Tetap ……… 49
4.1.3.2 Biaya Variabel………... ... 51
4.1.3.3 Produksi dan Pendapatan ……… ... 53
4.2 Pembahasan ……… ... 55
4.2.1 Penilaian Kesesuaian Lahan Kualitatif ……… . 55
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, S. J. dan Rochayati. 1998. Peranan Bahan Organik dalam
Meningkatkan Efisiensi Pupuk dan Produktivitas Tanah. p 161-181. Dalam M. Sudjadi et. al. (eds) Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk, Bogor.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 290 hlm.
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). 2010. Data Suhu Udara. BMG Lampung Selatan. Bandar Lampung.
Delgado dan Follet. 2002. Chemical Analysis Of Plants and Soils. Lab. Of Analytical & Agrochemistry. State University of Ghent. Belgium.
Dent, D. And Young. 1981. Soil Survey and Evaluation. George Allen and Unwim. London. 279 pp.
Djaenuddin D, Marwan H, Subagjo H, A. Hidayat. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. 264 hlm.
FAO. 1976. A Framework Of Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32. Agriculture Organization Of The United National. Rome. 72 pp.
Fithriadi, R. 1997. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia. Pusat Penyuluhan Kehutanan. Jakarta. Hal 80 -81.
Foth, H.D. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Purbayanti (1991). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa,A. M Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha, B. H. Go, dan H. H. Baley. 1986. Dasar-dasar Ilmu tanah. Universitas
Lampung Press. Bandar Lampung. 488 hlm.
Hanafiah, K. A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 381 hlm.
Ibrahim, Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 249 hlm.
Kartasapoetra. 2005. Teknologi Konservasi Tanah. Rineka Jaya. Jakarta
Mahi, A.K., 2004. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. (Diktat Kuliah). Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 184 hlm.
Mahi, A.K., 2005. Evaluasi dan Perencanaan Penggunaan Lahan. (Diktat Kuliah). Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 149 hlm.
Nyakpa, M. Y., M Lubis, M. A. Pulung, G. Amrah, G. B. Hong, dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 258 hlm.
PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari. 2010. Profil Unit Usaha Rejosari. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari. Bandar Lampung. 163 hlm.
Sadono, S. 1994. Pengantar Teori Mikro Ekonomi Edisi Kedua. Rajawali Pers. Jakarta. 431 hlm.
Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Setyamidjaja, D. 1992. Budidaya Kelapa Sawit dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta.
Setyamidjaja, D. 2002. Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. 127 hlm.
Sitorus, S.R. 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito. Bandung. 185 hlm.
Tan, Kim H. 1992. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjahmada University Press. Yogyakarta. 295 hlm.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 1999. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. 128 hlm.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Prof. Dr. Ir. Ali Kabul Mahi, M.S. ………
Sekretaris : Ir. Sugiatno, M.S. ………
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Tamaluddin Syam, M.S. ………
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001
Judul Penelitian : EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI BLOK 423 AFDELING IV PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA REJOSARI NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Nama Mahasiswa :
Dwi Meitasari Putri
No. Pokok Mahasiswa : 0714031031
Program Studi : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ali Kabul Mahi, M.S. Ir. Sugiatno, M. S.
NIP 19471127 197603 1 001 NIP 19600226 198603 1 004
2. Ketua Program Studi Agroteknologi
Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P.
MOTTO
“Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil
apapun terjadi karena kebetulan. Ini merupakan fakta penciptaan yang tak
terbantahkan…”
(Andrea Hirata, inspired by Harun Yahya)
“Sesungguhnya kemarin adalah impian ya
ng telah lewat, sementara esok adalah
cita-
cita yang indah dan sekarang adalah kenyataan yang sedang terjadi”
(Dr. Aidh Abdullah Al-Qarni)
“Jangan menyesali kesala
han yang telah terjadi, majulah karena di depan masih
banyak harapan yang semestinya dapat
kau raih”
DAFTAR ISI
2.1Tanaman Kelapa Sawit...………... 7
2.1.1 Botani ……….…………... 7
2.1.2 Ekologi tanaman kelapa sawit…...…………... 11
2.2 Tanah dan Konsep Lahan ... 11
2.3 Evaluasi Kesesuaian Lahan ... 13
2.4 Tipe Evaluasi Lahan ... 14
2.5 Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan ... 15
2.6 Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 16
2.7 Analisis Finansial ... 29
3.3.3 Analisis Tanah di Laboratorium... 38
3.3.4.1 Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Kualitatif…. ... 38
3.3.4.2 Penilaian Kesesuaian Lahan Kuantitatif/Analisis Finansial.. ... 39
4.1.1 Penilaian Kesesuaian Lahan Kualitatif ……… . 42
4.1.1.1 Temperatur ……….. ... 42
4.1.2 Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kriteria Faktor Produksi Dent dan Young (1981).. ... 47
4.1.3 Penilaian Kesesuaian Lahan Berdasarkan Analisis Finansial ……….. .. 49
4.1.3.1 Biaya Tetap ……… 49
4.1.3.2 Biaya Variabel………... ... 51
4.1.3.3 Produksi dan Pendapatan ……… ... 53
4.2 Pembahasan ……… ... 55
4.2.1 Penilaian Kesesuaian Lahan Kualitatif ……… . 55
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, S. J. dan Rochayati. 1998. Peranan Bahan Organik dalam
Meningkatkan Efisiensi Pupuk dan Produktivitas Tanah. p 161-181. Dalam M. Sudjadi et. al. (eds) Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk, Bogor.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 290 hlm.
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). 2010. Data Suhu Udara. BMG Lampung Selatan. Bandar Lampung.
Delgado dan Follet. 2002. Chemical Analysis Of Plants and Soils. Lab. Of Analytical & Agrochemistry. State University of Ghent. Belgium.
Dent, D. And Young. 1981. Soil Survey and Evaluation. George Allen and Unwim. London. 279 pp.
Djaenuddin D, Marwan H, Subagjo H, A. Hidayat. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. 264 hlm.
FAO. 1976. A Framework Of Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32. Agriculture Organization Of The United National. Rome. 72 pp.
Fithriadi, R. 1997. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia. Pusat Penyuluhan Kehutanan. Jakarta. Hal 80 -81.
Foth, H.D. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Purbayanti (1991). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa,A. M Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha, B. H. Go, dan H. H. Baley. 1986. Dasar-dasar Ilmu tanah. Universitas
Lampung Press. Bandar Lampung. 488 hlm.
Hanafiah, K. A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.