ABSTRACT
THE EFFECT OF APPLICATION CHYTOSAN AGAINST COCOA POD ROT DISEASE SEVERITY
By
Ahmad Bazawi Alwie
The main disease that decrease in cocoa production is cocoa pod rot (Phytophthora palmivora Butl). P. palmivora can control by Chytosan.
Aplication chytosan done in the field cocoa owned by the farmers in the Village Wiyono Pesawaran from May to August 2011. The purpose of this reseach are to know that chytosan can affect against cocoa pod rot disease, to know the
chytosan concentration that decrease cocoa pod rot disease severity and to know the affect of chytosan concentration to wet and dry seed weight. The research was arranged in random design group with six treatments those are chytosan
concentration 2,5%, 5%, 7,5% and 10%, metalaxyl 2% and control without chytosan or metalaxyl. Each treatment was repeated three times and each group performed on three different trees. The results are 1) chytosan 2,5% until 10% can not affect inhibition cocoa pod rot disease severity on four weeks
and 57,66%, 3) wet and dry weight seeds can not affect by chytosan 2,5% until 10 % but affect by metalaxyl 2%.
ABSTRAK
PENGARUH APLIKASI KITOSAN TERHADAP KEPARAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO
Oleh
Ahmad Bazawi Alwie
Penyakit utama yang dapat menurunkan produksi kakao adalah penyakit busuk buah kakao (Phytophthora palmivora Butl). P. palmivora dapat dikendalikan dengan kitosan. Aplikasi kitosan dilakukan di pertanaman kakao rakyat di Desa Wiyono Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Mei sampai Agustus 2011. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh kitosan terhadap penyakit busuk buah kakao, mengetahui konsentrasi kitosan yang dapat menurunkan keparahan penyakit busuk buah kakao, mengetahui pengaruh kitosan terhadap bobot basah biji dan bobot kering biji kakao. Percobaan disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari enam
penyakit busuk buah kakao pada minggu kelima pengamatan yaitu berturutan 86,66 %; 80,00% dan 57,66%, 3) Bobot basah biji dan bobot kering biji kakao tidak dipengaruhi oleh perlakuan kitosan 2,5% hingga 10 % tetapi dipengaruhi oleh perlakuan metalaksil 2 %.
PENGARUH APLIKASI KITOSAN TERHADAP
KEPARAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO
( Skripsi )
Oleh
Ahmad Bazawi Alwie
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PENGARUH APLIKASI KITOSAN TERHADAP
KEPARAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO
Oleh
Ahmad Bazawi Alwie
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pertanian
Pada
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 4
1.3. Kerangka Pemikiran ... 4
1.4. Hipotesis ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Tanaman kakao ... 7
2.2. Penyakit Busuk Buah Kakao (Phytophthora palmivora)... 8
2.2.1. Penyebab Penyakit ... 8
2.2.2. Gejala Penyakit ... 9
2.2.3. Daur Penyakit ... 9
2.2.4. Pengendalian Penyakit ... 11
2.2.4.1. Pengendalian secara kultur teknis ... 11
2.2.4.2. Pembuangan Semua Buah Kakao yang Terinfeksi .... 12
2.2.4.3. Penggunaan Varietas tahan ... 13
2.3. Kitosan sebagai anti jamur ... 14
4.1.2. Keparahan Penyakit Busuk Buah Kakao ... 26
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur kitosan ... 14
2. Struktur Metalaksil ... 17
3. Aplikasi kitosan di lapangan ... 21
4. Isolat jamur Phytophthora palmivora ... 24
5. Papila, sporangium, dan hifa nirsepta jamur P. palmivora... 25
6. Gejala busuk buah kakao hasil inokulasi P. palmivora tujuh hari setelah inkubasi ... 25
7. Perkembangan keparahan penyakit busuk buah kakao dari minggu pertama hingga minggu kelima ... 28
8. Biji kakao sehat dan biji kakao yang terserang P. palmivora... 33
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Skor gejala busuk buah kakao ... 22
2. Keparahan penyakit (%) busuk buah kakao yang diberi perlakuan air, Kitosan dan fungisida metalaksil ... 28
3. Nilai AUDPC dan persentase penghambatan penyakit busuk buah kakao karena perlakuan air, kitosan, dan fungisida metalaksil ... 29
4. Bobot basah dan kering kakao perbuah setelah perlakuan ... 30
5. Keparahan penyakit busuk buah kakao (%) ... 43
6. Analisis ragam perlakuan minggu ke-1 ... 43
7. Analisis ragam perlakuan minggu ke-2 ... 43
8. Analisis ragam perlakuan minggu ke-3 ... 44
9. Analisis ragam perlakuan minggu ke-4 ... 44
10. Analisis ragam perlakuan minggu ke-5... 44
11. Analisis ragam bobot basah ... 44
12. Analisis ragam bobot kering ... 44
“ Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali Allah dan janganlah kamu bercerai berai. dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu jahilliyah dan bermusuh musuhan, maka allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat allah orang-orang yang
bersaudara” (Q.S Ali Imran : 103)
“ Perumpamaan orang-orang beriman dalam cinta-mencintai saling menyayangi, dan bantu-membantu diantara sesamanya laksana sebuah jasad.
Apabila salah satu bagiannya sakit, yang lain tiada bisa tidur dimalam hari, dan menggigil demam “
( Muhammad SAW.HR :Muslim)
“ Malam berlalu, tapi tak mampu kupejamkan mata di rundung rindu kepada mereka yang wajahnya mengingatkanku akan surga. Wahai fajar terbitlah
segera, agar sempat ku katakan pada mereka aku mencintai kalian karena allah”
( Umar ibn Al-Khaththab)
“ Persaudaraan adalah Mujizat, wadah yang saling berikatan dengannya allah persatukan hati-hati berserakan saling bersaudara, saling merendah lagi
Bissmillahirohmanirrohim
Syukur kupanjatkan atas semua nikmat yang telah ALLAH SWTberikan kepadaku
hingga saat ini dan tak lupa
shalawat salam tetap tercurahkan kepada motivator sejati Nabi
Muhammad SAW
Kupersembahkan karya sederhana ini sebgai ungkapan terima kasihku yang terdalam
kepada orang-orang yang berarti dalam hidupku :
Ummi, Abah, mbak Ulfa, Mas Rahman, Mbak Anis, Mas In’am, Mbak Hanik, Mas Nasrul dan Saudara-saudaraku BPH Al Wasi’I tercinta atas senyum semangat dan untuk selalu setia di setiap sujud mendoakanku untuk menjadi orang yang berhasil
Semua pendidikku hingga saat ini dan teman-teman terbaikku
Semoga allah swt senantiasa memberikan rahmat dan keberkahan
Serta,
Judul Skripsi : PENGARUH APLIKASI KITOSAN TERHADAP KEPARAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH
KAKAO
Nama Mahasiswa : Ahmad Bazawi Alwie NPM : 0714041024
Program Studi : Agroteknologi Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Suskandini Ratih D., M.P. Ir. Sudiono, M.Si.
NIP.196105021987072001 NIP.196509271994021001
2. Ketua Program Studi Agroteknologi
MENGESAHKAN
1. Tim penguji
Ketua : Dr. Ir. Suskandini Ratih D., M.P. ...
Sekretaris : Ir. Sudiono, M.Si. .………….
Penguji
Bukan pembimbing : Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. ………….
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr.Ir.Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP.196108261987021001
RIWAYAT HIDUP
Syukur alhamdulillah Allah SWT memberikan izin dan penuh rahmat dan kasih sayangNya penulis dilahirkan dari buah cinta pasangan Ummi tercinta Siti Maysaroh dan Abah tersayang Imam Suwito orang tua yang selalu kubanggakan.
Penulis meniti tangga pendidikan dari SD Negeri 3 Labuhan Ratu Satu, Way Jepara Lampung Timur dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan
pendidikan di SLTP Negeri 1 Braja Sakti,Way Jepara Lampung Timur dan lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Labuhan Ratu Satu, Way Jepara Lampung Timur dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung dan masuk di Jurusan Proteksi Tanaman melalui jalur SPMB. Pada tahun 2008 Jurusan Proteksi Tanaman digabungkan yaitu (Agronomi, Proteksi Tanaman, Hortikultura, Ilmu Tanah) menjadi Agroekoteknologi dan berubah menjadi Agroteknologi.
bidang BBQ periode 2007-2008 dan Pengurus UKM Birohmah periode 2008-2009 serta pengurus HIMAPROTEKTA. Penulis juga pernah menjabat sebagai Bendahara dan Ketua bidang Peribadatan DKM/BPH Masjid Al Wasi’i Unila
periode 2008-2010 dan ketua bidang Informasi dan kesekretariatan Lazis Baitul Ummah periode 2008-2011 dan menjabat sebagai dewan pembina DKM/BPH Al wasi’I dan TPA KAWULA Masjid Al Wasi’I Universitas Lampung sampai
SANWACANA
Alhamdulillah segala puji syukur kupanjatkan kepada allah SWT yang memberikan nikmat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Suskandini Ratih D., M.P., selaku pembimbing pertama atas bimbingan, saran dan arahannya selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Sudiono, M.Si., selaku pembimbing kedua atas bimbingan, saran dan arahannya selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Ibu Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc., selaku pembahas atas sarannya dalam
penulisan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku ketua Program studi Agroteknologi atas nasehat dan sarannya dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.P., selaku ketua Jurusan Proteksi
Tanaman atas nasehat dan sarannya dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Bapak Ir. Agus Muhammad Hariri, M.P., selaku pembimbing akademik
7. Bapak dan Ibu dosen Agroteknologi dan Proteksi Tanaman yang telah memberikan ilmu, pendidikan akhlak dan motivasi kepada penulis. 8. Ummiku tercinta dan Abahku tersayang, Mbak Ulfa Amd., Mas Rahman
Amd yang kubanggakan, Mbak Anis, Mbak Hanik, Mas In’am S.Ag, Udin dan keluarga yang memberikan doa, perhatian, nasehat selama kuliah. 9. Teman satu penelitianku Yani Kurniawat, S.P., yang memberikan
motivasinya teima kasih banyak.
10.Sobat-sobat HPT 07’’Fazri Firdaus, S.P., Jaya, Furqon, Juki, Edi, Badrus,Teddy, Parman, Leo, Alex, Anto, Yosua, Eka, Kiki, Meri, Siti Juariyah , S.P., Stenia, Septi, Wika, Aftecia Agnitary S.P., Maria, Resma, Ovy Erfandari, Ovy Anasuri, Juwita, Mpeb, Lilis, Uswatun Khasanah S.P., Yuli dan Kristin. Yang pasti akan kurindukan kebersamaannya.
11.Kanda dan Yunda HPT yang telah memberikan motivasi dan dukungan serta saran dan nasehatnya. Terima kasih banyak atas semuanya. 12.Mas Iwan, Mas Rahmat, Mbak Uum karyawan HPT yang telah
memberikan bantuan yang sangat membantu dalam kuliah, penelitian dan seminar.
13.Keluarga Besar Pembina dan Pengurus Masjid Al Wasi’i, Prof . Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., Dr. Sulthon Djasmi, M.Pd., Drs. Rudi Widiarto, M.Si., Bagus, M.T., Ageng Sadnowo, S.T, M.T., Nandi Haerudin, M.Si., Akhmad Dzakwan, S.Si. dan Yahya M.T.
14.Saudara-saudaraku yang kucintai karena allah SWT dan yang akan selalu kurindukan Keluarga besar DKM/BPH Masjid Al wasi’I ”tempat
Kak Muslim, Kak Julian, Kak Norman, S.Si, M.Shokiful Asror, S.Pd., Apri, M. Septiadi, S.T.P, Radius,M. Romli, S.Pd, Reza, Yayan, Dedi, Abi, Hendra, Takin, Muhrodin, Ave, Ali, Firdaus, Arif, Kak Udin, Kak Putra, S.P., Kak Osy dengan leluconnya, Budi, Fren, Anas, Supri, Rahman, keluarga Aleaf dan Amanah Com yang memberikan kebersamaan dalam ukhuwah yang indah. ‘’Always BPH Al Wasi’i’’
15.Keluarga besar UKM BIROHMAH, FOSI FP, FSLDK Unila, IKAMM lamtim dan saudara-saudaraku di PERMA AET dan HIMAPROTEKTA
Semoga allah SWT senantiasa memberikan kepada kita rahmat, hidayah dan ilmu yang bermanfaat bagi semua orang. Amin
Bandar Lampung, Januari 2012 Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, R, 2006. Pengembangan proses produksi kitosan larut air. Balai Besar Industri Agro (BBIA). Diakses 18 maret 2011
Anonim, 2001. Black Pod and Canker of Cocoa. Pest Advisory Leaflet No. 7. Plant Protection Service Secretariat of the Pasific community.
http://www.spc.int/pps/pdf. Diakses tanggal 8 Februari 2011.
Anonim, 2006. Cokelat (Theobroma cacao L.).
http://warintek.progressio.or.id/perkebunan/coklat.htm. Diakses tanggal 11 Februari 2011.
Benhamou, N.1992. Antifungal activity of chitosan on post-Harvest Pathogens : Induction of Morphological and Cytological alternations in Rhizopus Stolonifer. Mycological Research,96(9) 769-779. Diakses tanggal 19 Desember 2011
Deberdt, P., Mfegue, C.V., Tondje, P.R., Bon, M.C., Ducamp, M., Hurard, C., Begoude, B.A.D., Ndoumbe-Nkeng, M., Hebbar, P.K and Cilas, C. 2008. Impact of environmental factors, chemical fungicide and biological control on cacao pod production dynamics and black pod disease
(Phytophthora megakarya) in Cameroon. Biological Control 44:149-159. Diakses tanggal 9 Februari 2011. Diakses tanggal 9 Februari 2011 Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2007. Perkembangan Luas Area dan
Produksi 7 (tujuh) Komoditi Utama Tanaman Perkebunan Tahun 2003-2004. www. disbun lampung.go.id.
Ditjenbun, 2000. Statistik perkebunan Indonesia 1998 – 2000. Jakarta: Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan
http://www.oardc.ohio-state.edu/cocoa/blackpod.html. Diakses tanggal 9 Februari 2011.
Djojosumarto, Panut.2000. Teknik aplikasi pestisida pertanian. Kanisius. Yogyakarta
Drenth, A. dan Guest, 2004. Diversity and management of Phytophthora in Southeast Asia. ACIAR Monograph No. 114, 238p.
Ermawati Y, Candra T.H, Anindyajati, &Amalia F.2009. Pemanfaatan kitosan dari limbah ranjungan (Portunus pelagicus) sebagai anti mikroba pada obat kumur. Pekan Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (PIMFI), Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Febi, 2009. Penyakit busuk buah masih serang kakao dilamsel. http:// lepmida.com/news irfan php. Diakses tanggal 18 Maret 2011.
Gotama, C. 2011. Pengaruh kitosan terhadap pertumbuhan jamur Phytopthora palmivora Butl. Penyebab penyakit busuk buah kakao ( Theobroma cacao L.) in vitro. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Guest, D. 2007. Black pod: Diverse pathogens with a global impact on cocoa
yield. Phytopathology 97(12):1650-1653.
Hardjito, L.2006. Aplikasi kitosan sebagai bahan tambahan makanan dan pengawet. Departemen teknologi hasil perairan. IPB.Bogor. Diakses 18 Maret 2011
Hersanti. 2004. Pengujian Keefektivan Suspensi Daun Bunga Pukul Empat (Mirabilis jalapa) dalam Menginduksi Ketahanan Sistemik Tanaman Cabai Merah terhadap Serangan Cucumber Mosaic Virus (CMV). Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Diakses 18 Maret 2011.
Jackson, G.V.H dan Wright, J.G. 2001. Black pod and canker of cocoa. Pest advisory leaflet no. 7. Plant Protection Service, Secretariat of the Pacific Community.
Xu, Zhao, Han dan Du.2006. Antifungal Activity of Oligochitosan Againts Phytopthora Capsici And Other Plant Pathogenic Fungi In vitro. Jurnal Pasticide Biochemistry And Physiology.Hlm 220-228.
Kompas. 2010. Produksi Kakao di Lampung Turun Drastis.
http://bisnis keuangan. kompas.com/read/2010/12/09/03470010/.
Produksi kakao di lampung turun drastis. Diakses tanggal 3 Maret 2011.
Louws, F.J., K.H. Mary, F.K. John, and T.S. Cristine. 1996. Impact of reduced fungicide and tillage on blight, fruit root and yield processing tomatoes. Plant Dis. 80: 1251-1256.
Madigan, MT, Martinko JM,& Parker J. 1997. Brock biology of microorganism. Prantice hal,inc. New Jersey USA
Mauch, F., Mauch-Mani, B., and Boller, T. (1988). Antifungal hydrolases in pea tissue. II. lnhibition of fungal growth by
Ndoumbe-Nkeng, M., C. Cilas, I. Sache. 2003. Impact of removing diseased pods on cocoa black pod caused by Phytophthora megakarya and on cocoa production in Cameroon. Crop Protection 23 (2004) 415–424.
http://www.worldcocoafoundation.org/scientific-research/research library/pdf/Ndoumbe-Nkeng2004.pdf. Diakses tanggal 12 Maret 2011.
Nelly MCH, William.1969. Chitin and its derivates in industrial.gum kelco company california. Diakses 17 Maret 2011
Pamekas T. 2007. Potensi Suspensi Cangkang Kepiting untuk Mengendalikan Penyait Pascapanen Antraknosa pada Buah Cabai Merah. Jurnal Akta Agrosia Vol 10 No 1, Januari 207. hlm 72-75
Purwantara, A., D. Manohara, J.S. Warokka. 2004. Phytophthora diseases in Indonesia. In Drenth A. & D.I. Guest (eds.). Diversity and Management of Phytophthora in Southeast Asia. ACIAR Monograph No. 114, p. 70-76. Ratih, S.2010. The effect of chitosan concentration at two level maturity against
to Quality and long time of keep tomato (Lycopercicum esculentum mill.International seminar on horticulture to support food security. Bandar Lampung.
Reddy, Bhashara, M.V., H.S. Shetty, and M.S. Reddy. 1990. Mobility,
Distribution and Persistence of Metalaxyl Residues in Pearl Millet. Bull. Environ. Contam. Toxical 45:250-257.
Restuati, M. 2008. Perbandingan kitosan kulit udang dan kulit kepiting dalam menghambat pertumbuhan kapang aspergillus flavus. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008, Universitas Lampung.
Rogis, A., Pamekas,T., dan Mucharomah. 2007. Karakteristik dan Uji Efikasi Bahan Senyawa Alami Kitosan terhadap Patogen Pascapenen
Antraknosa. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Vol 9 No.1, 2007. hal 58-63 Diakses 13 Agusutus 2011
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 375 – 391.
Setyahadi, S. 2006. Pengembangan produksi kitin secara mikrobiologi. hal 1 Diakses 18 Maret 2011
Sukamto dan Pujiastuti, D. 2004. Keefektifan beberapa bahan pengendali
penyakit busuk buah kakao Phytophthora palmivora. Pelita Perkebunan 20(3):132-142. Diakses tanggal 18 Maret 2011
Sudiono. 2005. Penuntun praktikum epidemologi dan pengendalian penyakit tumbuhan. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Suryaningsih, E.W. 1991. Resistance of pepper to anthracnose caused by Colletotrichum capsici. ARC Training Paper. 5p. Diakses tanggal 14 Juni 2011
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kakao
Kakao merupakan tanaman yang bunganya tumbuh dari batang atau cabang sehingga tanaman ini digolongkan ke dalam kelompok caulifloris. Adapun sistematikanya menurut klasifikasi botani adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledon Ordo : Malvales Famili : Sterculiceae Genus : Theobroma
Species : Theobroma cacao L.
Pada tahun 1988 dan tahun 1991, luas areal pertanaman kakao di Indonesia berturutan adalah 213,61 ha dan 350,42 ha dengan produksi mencapai 121,65 ton biji kakao, dan terus meningkat pada tahun 1999 mencapai 532,00 ha dengan produksi biji mencapai 335,00 ton/tahun (Purwantara et al., 2004; Anonim, 2006a). Namun demikian, peningkatan produksi biji kakao di Indonesia saat ini menghadapi berbagai kendala, diantaranya penyakit tanaman. Menurut
Purwantara (2004), penyakit busuk buah yang disebabkan oleh jamur
Kakao dikenal di Indonesia sejak tahun 1560 dan dari tahun ke tahun semakin diminati oleh petani untuk dibudidayakan karena meningkatnya harga jual biji kakao di dunia. Penyakit busuk buah menjadi salah satu kendala utama yang dapat menurunkan produksi kakao, termasuk produksi kakao di Lampung Pengendalian secara mekanis dan penanaman varietas tahan dapat dilakukan, tetapi masih belum efektif menekan kerugian yang diakibatkan penyakit ini (Dinas Perkebunan Lampung, 2007). Menurut Rismansyah (2009), pengendalian penyakit tanaman secara kimia efektif tetapi meninggalkan residu racun bagi lingkungan.
2.2. Penyakit Busuk Buah Kakao
2.2.1. Penyebab penyakit
Busuk buah (pod rot) merupakan penyakit penting dalam budidaya kakao bukan saja di Indonesia, namun juga di negara-negara penghasil kakao lainnya. Jamur penyebab busuk buah kakao terdiri dari empat spesies jamur P. palmivora, P. megakarya, P. capsici dan P. citrophthora (Anonim, 2006b; Bowers et al., 2001; Drenth dan Sendall, 2004).
P. megakarya dilaporkan terdapat di beberapa negara di Afrika Barat seperti Ghana dan Kamerun (Anonim, 2006b; Ndoumbe-Nkeng et al.,2003; Bowers et al., 2001), P. capsici tersebar di daerah Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Indies Barat, P. citrophthora tersebar di daerah Bahia, Brazil, sedangkan P. palmivora tersebar luas di sebagian besar pertanaman kakao di dunia.
di Indonesia adalah P. palmivora. Jamur P. palmivora dapat menyerang daun (leaf blight), bunga, batang (kanker batang), akar tanaman (busuk akar) dan buah (busuk buah) (Anonim, 2001). Akan tetapi, kerugian terbesar terjadi apabila jamur ini menyerang bagian buah apalagi pada buah yang masih kecil (Anonim, 2006b).
2.2.2. Gejala penyakit
Timbulnya busuk buah kakao tidak tergantung pada umur buah, penyakit ini dapat muncul sejak buah masih kecil sampai menjelang masak. Buah yang terserang jamur penyebab penyakit ini warnanya berubah menjadi hitam kecoklatan, umumnya mulai dari ujung buah atau dekat tangkai, kemudian dengan cepat meluas ke seluruh bagian permukaan buah (Semangun, 2000).
2.2.3. Daur penyakit
buah-buah di bawahnya. Jamur dapat berkembang dari buah-buah yang sakit ke tangkai dan menyerang bantalan buah, kemudian dapat berkembang terus sehingga
menyebabkan terjadinya penyakit kanker batang dan pada akhirnya jamur dapat kembali menyerang buah ( Purwantara,1992 dalam Semangun, 2000)
Jamur P. palmivora dapat menyerang berbagai macam tanaman. Meskipun demikian, belum diketahui dengan pasti apakah jamur dari berbagai tanaman tadi dapat menimbulkan penyakit pada kakao. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sumber inokulum selalu ada. Namun yang dianggap sebagai sumber inokulum yang paling penting adalah tanah. Berbagai usaha pernah dilakukan untuk mengendalikan P. palmivora yang terdapat dalam tanah, tetapi tidak memberikan hasil yang memuaskan. Griffin (1981 dalam Semangun, 2000) mengatakan bahwa jamur bertahan dalam akar-akar kakao meskipun akar tidak menunjukkan gejala penyakit.
Berat ringannya penyakit busuk buah kakao ditentukan oleh banyak faktor, antara lain kelembaban udara, curah hujan, cara bercocok tanam, banyaknya buah pada pohon, dan varietas kakao. Kelembaban yang tinggi dapat membantu
Pemangkasan, kerapatan tanaman, pemberian mulsa, drainase, pemupukan, dan pemungutan hasil menjadi faktor-faktor yang sangat mempengaruhi penyakit. Lapisan mulsa atau seresah di sekitar pangkal batang akan mencegah percikan air terkena langsung dengan tanah yang terinfestasi jamur. Selain itu, mulsa juga dapat meningkatkan kegiatan jasad-jasad renik saprofit yang bersifat antagonis terhadap P. palmivora.
2.2.4. Pengendalian penyakit
2.2.4.1. Pengendalian secara kultur teknis
Pengendalian secara kultur teknis seperti pengurangan jumlah naungan,
pemangkasan, pemanenan yang rutin, dan pengendalian gulma secara teratur akan dapat menurunkan tingkat infeksi jamur. Akan tetapi, kerugian akan tetap terjadi apabila kondisi lingkungan tetap lembab dalam jangka waktu yang cukup lama (Anonim, 2006b; Anonim, 2001).
Pemangkasan (pruning) merupakan salah satu langkah pengendalian yang dapat dilakukan. Pemangkasan dilakukan dengan membuka kanopi dengan cara memotong cabang yang saling menutupi dan meningkatkan sirkulasi udara antar tanaman. Pemangkasan sebaiknya dilakukan pada waktu musim hujan tapi tidak dilakukan pada saat tanaman berbunga atau pada saat buah sedang berkembang (Anonim, 2001).
Membuang semua buah kakao yang terinfeksi merupakan salah satu tindakan pengendalian yang dapat dilakukan. Di Kamerun dilaporkan bahwa tindakan pembuangan buah kakao yang terinfeksi dapat menurunkan jumlah buah yang terinfeksi sebesar 22% dan 31% pada tahun pertama serta 9% dan 11% pada tahun kedua dibandingkan dengan daerah yang tidak dilakukan tindakan ini (Anonim, 2001; Ndoumbe-Nkeng et. al., 2004). Di Indonesia, ternyata cara pembuangan buah kakao yang terinfeksi tidak dapat menurunkan tingkat keterjadian penyakit di bawah ambang ekonomi (Purwantara et al., 2004).
Untuk melakukan kegiatan membuang semua buah kakao yang terinfeksi,
pemantauan terhadap tanaman harus dilakukan setiap empat minggu sekali selama musim produksi, akan tetapi akan lebih efektif apabila dilakukan setiap minggu. Buah kakao yang sudah masak dan hanya sebagian saja permukaan buah yang terserang, masih dapat diperlakukan seperti buah kakao yang sehat lainnya. Akan tetapi, kalau buah yang terinfeksi tersebut belum masak, maka buah tersebut harus dibuang (Anonim, 2001)
2.2.4.3. Penggunaan varietas tahan
Di Indonesia dilaporkan bahwa klon ICCRI 01 dan ICCRI 02 merupakan jenis yang tahan terhadap penyakit busuk buah (Anonim, 2006d). Penanaman kakao varietas tahan ini ternyata terkadang ketahanannya hanya bersifat lokal saja sehingga diperlukan penelitian dan pengamatan yang terus menerus berhubungan dengan keadaan iklim di suatu daerah. Jenis Amelonado yang dilaporkan tahan di daerah Fiji dan Pulau Solomon ternyata rentan apabila ditanam di daerah Papua dan New Guinea (Anonim, 2001).
2.2.4.4. Penggunaan pestisida kimia
Penggunaan pestisida kimia sintetik seperti fungisida berbahan tembaga dilaporkan efektif mengendalikan P. palmivora di Afrika Barat dan Brazil (Anonim, 2006b). Penggunaan fungisida berbahan aktif asam fosfat dan metalaksil juga dilaporkan efektif untuk menekan perkembangan P. palmivora (Semangun, 2000; Anonim, 2001). Anonim (2001) menyatakan bahwa
penggunaan bahan kimia secara terus menerus memerlukan biaya yang cukup mahal, karena pemerintah tidak lagi memberikan subsidi kepada petani untuk pembelian pestisida. Selain itu, banyak dampak negatif yang diakibatkan oleh penyemprotan pestisida sintetis, sehingga cara pengendalian ini kurang cocok untuk digunakan sebagai cara utama pengendalian. Asam fosfat dapat
menyebabkan iritasi mata, iritasi kulit, kanker, gangguan syaraf dan fungsi hati, ginjal, gangguan pernafasan, keguguran, cacat pada bayi, kematian organisme non target, terganggunya ekosistem, pencemaran lingkungan (air, tanah, udara) dan berkurangnya keaneka ragaman hayati ( Djojosumarto, 2000).
Kitosan adalah turunan dari kitin dengan rumus N-asetil-Dglukosamin, merupakan polimer kationik yang mempunyai jumlah mononer 2.000- 3.000 monomer, tidak toksik dengan LD50 = 16 g/kg BB dan mempunyai BM sekitar 800 Kda. Kitosan merupakan senyawa yang mengandung gugus amin dalam rantai karbonnya (Rizal Alamsyah, 2006). Struktur kitosan dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini :
Gambar 1. Struktur kimia kitosan
Proses pembuatan kitosan secara kimia, diawali dengan proses pencucian dan pengeringan bagian badan krustasea (udang, rajungan atau kepiting), yang mengandung kitin, selanjutnya dilakukan proses menghilangkan mineral
(demineralisasi) menggunakan larutan HCl selama 4 jam pada suhu kamar yang kemudian diikuti dengan pencucian sampai netral. Selanjutnya dilakukan
deproteinasi menggunakan larutan NaOH ( 3 %) dan dipanaskan sampai 90 oC selama 5 jam sambil dilakukan pengadukan konstan, selanjutnya dilakukan
pencucian hingga netral dan dikeringkan sehingga diperoleh lempengan kitin yang terasetilasi.
kembali dengan untuk dijadikan kitosan yang dapat larut dalam air. Adapun proses pembuatan kitosan larut air adalah sebagai berikut : kitosan ditambah dengan asam, lalu ditambahkan trietilamin, dan penambahan metanol, selanjutnya disaring dan dilakukan pencucian metanol sehingga diperoleh kitosan larut air (setelah pengeringan menggunakan molen dryer).
Menurut Loshke (1996 dalam Hardjito, 2006) dan Omum (1992 dalam Hardjito, 2006), mekanisme kerja kitosan terhadap mikroorganisme pembusuk disebabkan karena kitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba, kitosan mengandung gugus polar dan non polar yang bersifat hidrofilik sehingga dapat berikatan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein mikroba. Selain itu, menurut Rolter (1996 dalam Hardjito, 2006), kitosan dapat berfungsi sebagai agen pengkelat yang akan mengikat trace element dan nutrisi esensial sehingga jamur terganggu pertumbuhannya.
Noh et al.(2005 dalam Rizal Alamsyah, 2006) menyatakan bahwa kitosan sebagai pelapis (coating) pada berbagai buahan buahan berukuran kecil seperti anggur, blueberries dan stoberi ternyata lapisan edible yang terbentuk pada permukaan kulit buah dapat memperpanjang lama simpan buah dengan cara menahan laju respirasi, menghambat pertumbuhan mikroba, menurunkan laju kehilangan bobot buah dan kehilangan kandungan air.
terinfeksi. Penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh senyawa biopolimer berupa kitin yang diaplikasikan lewat daun untuk mengendalikan penyakit bercak ungu pada tanaman bawang merah.
2.4. Fungisida Metalaksil
Metalaksil adalah fungisida sistemik untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur dari famili Oomycetes (termasuk P. palmivora). Fungisida metalaksil tersedia dalam berbagai merek dan formulasi untuk perlakuan benih (seed treatment), untuk diaplikasikan ke tanah, atau
disemprotkan pada tanaman. Struktur metalaksil dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia metalaksil
Cara bekerja (mode of action) dari metalaksil yaitu dengan menghambat
biosintesa RNA sehingga mitosis (pembelahan sel) dari jamur tidak terjadi, yang selanjutnya menghambat pertumbuhan dari jamur. Metalaksil tidak berpengaruh terhadap germinasi dari spora jamur yang menyerang tanaman. Metalaksil bersifat sistemik pada tanaman dan ada hubungan antara akumulasi fungisida dalam tanaman dan daya perlindungan jamur (Reddy et al., 1990).
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan di perkebunan kakao milik rakyat di Desa Wiyono Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran
Provinsi Lampung dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2011.
3.2. Alat dan bahan
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala (beaker glass), pipet tetes, jarum ose, otoklaf, timbangan elektrik, laminar air flow, pisau, kertas tissue, nampan, botol semprot, kantong plastik tahan panas, aluminium foil, kertas saring, spidol, bor gabus, larutan kloroks, kompor, karet gelang, kertas label, pinset, penggaris, kapas alat ukur ( penggaris dan meteran), kertas milimeter.
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : aquades, alkohol 70%, media PDA, media V8, isolat P. palmivora, buah kakao yang terserang P. palmivora, dan kitosan berbahan bubuk kulit udang yang diproduksi oleh PT Araminta Sidhakarya di Tangerang Banten.
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan termasuk kontrol negatif menggunakan air, kontrol positif
menggunakan suspensi fungisida metalaksil serta Suspensi kitosan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%. Keenam perlakuan dilakukan pada satu pohon. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali dan masing-masing kelompok
dilakukan pada tiga pohon yang berbeda. Perlakuan yang diuji adalah P0 (kontrol berupa air), P1 (kitosan konsentrasi 2,5%), P2 (kitosan konsentrasi 5%), P3 (kitosan konsentrasi 7,5%), P4 (kitosan konsentrasi 10%) dan P5 (fungisida metalaksil konsentrasi 2%).
3.4. Pelaksanaan
1.4.1. Isolasi, identifikasi, dan perbanyakan jamur P. palmivora
Jaringan buah kakao yang menunjukkan gejala busuk buah diperoleh dari desa Wiyono, diisolasi dengan cara memotong jaringan buah kakao antara yang busuk dan sehat. Potongan jaringan buah berukuran 5 mm. Potongan jaringan buah dicelupkan dalam larutan NaOCl 0,5% selama 30 detik dan dibilas dengan aquades steril. Setelah itu potongan jaringan buah diinkubasikan dalam media PDA dan diinkubasi selama 7 hari sampai jamur tumbuh memenuhi cawan petri. Biakan jamur yang tumbuh diidentifikasi dan direisolasi kembali pada media V8 sehingga diperoleh biakan murni jamur P. palmivora .
Bubuk kitosan hasil produksi PT Araminta Sidhakarya Tangerang ditimbang sebanyak 2,5 mg, 5 mg, 7,5 mg dan 10 mg dan dilarutkan dalam cuka makan (asam asetat 5%) sebanyak 100 ml yang berarti suspensi induk kitosan konsentrasi 2,5% hingga 10%. Suspensi kitosan dalam asam asetat tersebut harus diencerkan dengan aquades steril sebanyak 100 ml sehingga diperoleh konsentrasi kitosan 2,5% hingga 10% dalam pelarut aquades steril.
3.4.3. Aplikasi suspensi kitosan di lapang
Dalam perlakuan ini digunakan kontrol negatif berupa air dan fungisida berbahan aktif metalaksil sebagai kontrol positif serta empat taraf Suspensi kitosan. Aplikasi suspensi kitosan dilakukan dengan cara menambahkannya dengan air dan selanjutnya menyemprotkan suspensi kitosan pada buah kakao dengan handsprayer sebanyak 10 kali semprotan setiap buah atau sama dengan 25 ml suspensi kitosan.
3.4.4. Inokulasi P. palmivora pada buah kakao
Inokulasi P. palmivora dilakukan terhadap bagian permukaan buah kakao
berukuran diameter 22 cm, dengan cara menempelkan biakan murni P. palmivora sebesar 5 mm pada permukaan. Selanjutnya potongan biakan murni tersebut dilekatkan dengan selotip pada permukaan buah kakao tersebut. Untuk menjaga kelembaban buah setelah inokulasi P. palmivora maka tangkai buah dililiti kapas yang telah dibasahi dengan air steril sehingga keadaan buah menjadi lembab. Setelah itu, buah kakao dibungkus dengan plastik yang telah diberi label
Suspensi kitosan dan inokulasi P. palmivora pada buah kakao di lapang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Cara aplikasi kitosan
3.4.5. Pengamatan dan pengumpulan data
Pengamatan dilakukan setelah timbulnya gejala bercak berwarna coklat pada bagian permukaan buah kakao yang diinokulasi dengan P. palmivora.
Selanjutnya setelah timbul gejala bercak coklat dilakukan pengamatan dengan interval waktu satu minggu sekali. Pengamatan keparahan penyakit dilakukan dengan cara mengukur luas gejala busuk yang timbul pada buah kakao.
Pengamatan keparahan penyakit busuk buah kakao dihitung dengan rumus yang digunakan pada penuntun praktikum epidemologi dan pengendalian penyakit tumbuhan (Sudiono et al., 2005) sebagai berikut.
KP = ni x vi x 100% N x V
Keterangan:
KP : Keparahan penyakit
ni : Jumlah buah tiap skor gejala vi : Nilai skor tiap gejala
N : Jumlah buah yang diamati V : Skor tertinggi
Pemberian skor gejala busuk pada buah kakao dilakukan menurut metode Suryaningsih (1991) yang digunakan pada penelitian penyakit antraknosa pada buah pepaya yang dimodifikasi dengan skor disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.Skor gejala busuk buah kakao
Data keparahan penyakit busuk buah kakao selanjutnya dihitung dalam total luas area yang ada di bawah kurva perkembangan penyakit (AUDPC adalah Area Under the Disease Progres Curve) (Louws et al.,1996), dengan menggunakan rumus:
Skor Gejala Penyakit 0 Tidak ada gejala
Keterangan :
Yi+1 : Data pengamatan ke i+1 ti+1 : Waktu pengamatan ke i+1 Yi : Data pengamatan ke-1 ti : Waktu pengamatan ke-1
Selanjutnya nilai AUDPC digunakan untuk menghitung persentase penghambatan penyakit busuk buah kakao akibat pengaplikasian kitosan, metalaksil maupun tanpa perlakuan apapun. Persentase penghambatan dihitung berdasarkan rumus ( Hersanti, 2004) sebagai berikut :
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kitosan 2,5 % hingga 10 % tidak berpengaruh terhadap penghambatan
keparahan penyakit busuk buah kakao pada empat minggu pengamatan, tetapi kitosan 7,5% dan 10 % serta metalaksil 2 % berpengaruh terhadap keparahan penyakit busuk buah pada minggu kelima.
2. Keefektifan kitosan 7,5 % dan 10 % sama dengan metalaksil 2% dalam menurunkan keparahan penyakit busuk buah kakao pada minggu kelima pengamatan yaitu berturutan 86,66 %; 80,00% dan 57,66%.
3. Bobot basah biji dan bobot kering biji kakao tidak dipengaruhi oleh perlakuan kitosan 2,5% hingga 10 % tetapi dipengaruhi oleh perlakuan metalaksil 2 %.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh kitosan untuk