• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLITISASI ETNIS DALAM PILKADA (STUDI PADA REKRUTMENT CALON WAKIL KEPALA DAERAH PDI PERJUANGAN LAMPUNG PERIODE 2008-2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLITISASI ETNIS DALAM PILKADA (STUDI PADA REKRUTMENT CALON WAKIL KEPALA DAERAH PDI PERJUANGAN LAMPUNG PERIODE 2008-2013)"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

POLITISASI ETNIS DALAM PILKADA

(STUDI PADA REKRUTMENT CALON WAKIL KEPALA DAERAH PDI PERJUANGAN LAMPUNG PERIODE 2008-2013)

Oleh Sukma Wulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi politisasi etnis dalam perekrutan calon wakil kepala daerah PDI Perjuangan Lampung.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Dimana sumber data peneliti dapat dengan menggunakan tekhnik

snowball atau bola salju dengan jumlah informan 6 (Enam orang) yaitu Sahzan Syafri, S.H., M.H. (Ketua Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung), P. Gultom (Wakil Ketua Bidang Sumber Daya DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung), Palgunadi S.TP (Wakil Sekretaris Bidang Internal DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung), Mingrum Gumay S.H, M.H (Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung), Hj. Nurhasanah S.H, M.H. (Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung), dan DR. Suwondo, M.A. (Akademisi).

Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan dokumentasi. Sedangkan tekhnik analisis data menggunakan prosedur reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.

Hasil dari penelitian ini adalah terjadi polisasi etnis di dalam perekrutan Joko Umar Said sebagai calon wakil kepala daerah dari PDI Perjuangan. Penetapan Nama Joko Umar Said memang dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ada di PDI Perjuangan. Akan tetapi di dalam proses perekrutannya faktor etnis menjadi pertimbangan penting karena Sjahroedin selaku calon kepala daerah memiliki wewenang untuk menentukan sendiri siapa pasangannya dan dia menginginkan etnis Jawa untuk mendampinginya.

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etnis sering kali dijadikan isu atau komoditi utama untuk mencapai suatu tujuan dalam

masyarakat. Dalam konteks Pilkada, etnis dimobilisasi dan dimanipulasi sedemikian rupa untuk

memperoleh dan menambah dukungan suara bagi para kandidat kepala daerah. Partai politik

yang akan bertarung mengusung kandidat kepala daerah (gubernur dan wakil gubernur) yang

berasal dari kelompok atau etnis mayoritas dengan harapan etnis mayoritas itu akan memilih

pasangan yang mereka usung sehingga perolehan suara dalam pilkada akan terdongkrak.

Mobilisasi dan manipulasi etnis untuk meningkatkan jumlah suara ini dapat terjadi karena

masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantaranya adalah faktor sosiologis di dalam

mengambil suatu keputusan, khususnya menentukan suara dalam pemilihan. Faktor-faktor

sosiologis adalah pengelompokkan masyarakat berdasarkan kelas sosial, usia, jenis kelamin,

agama, etnisitas, kelas sosial, organisasi kemasyarakatan dan semacamnya. Faktor-faktor

sosiologis memiliki peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi, orientasi seseorang sebagai

dasar pertimbangan untuk menentukan pilihannya. Seseorang cenderung akan memilih calon

kepala daerah (gubernur, walikota/bupati) yang memiliki latar belakang yang sama dikarenakan

(3)

2

Lampung sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat heterogenitas

masyarakat yang tinggi pun tidak lepas dari isu etnis ini. Seringkali partai politik menjadikan

etnis sebagai komoditi utama dalam mencari dukungan suara. Fenomena ini dapat dilihat pada

momen Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Lampung 2008. Pada pemilihan

kepala daerah 2008 ini komposisi yang mencuat adalah gabungan antara etnis Jawa (calon

gubernur) dengan Lampung (calon wakil gubernur) atau Lampung (calon gubernur) dengan Jawa

(calon wakil gubernur). Sejumlah analis politik memperkirakan, dengan mayoritas penduduk

berasal dari etnis Jawa, komposisi calon yang memasukkan tokoh Jawa di dalamnya akan

memiliki peluang besar mendapatkan dukungan untuk memimpin Lampung dalam pilgub

(www.kapanlagi.com).

Jumlah masyarakat beretnis Jawa di Provinsi Lampung lebih banyak meskipun etnis lainnya

disatukan. Untuk itu dalam berbagai kesempatan Etnis Jawa selalu dilibatkan dalam memegang

kendali pemerintahan baik sebagai orang nomor satu maupun orang nomor dua. Pada Pilkada

Lampung 2008 kedudukan Etnis Jawa masih memegang peranan, yaitu sebagai unsur

memperoleh suara. Untuk mendukung tujuan tersebut maka partai politik maupun calon

gubernur dan wakil gubernur memasang Etnis Jawa sebagai kandidat baik sebagai kandidat

(4)

3

Adapun nama-nama calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan etnis dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 1

Nama Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Periode 2008-2013

No Partai Pendukung

Nama Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung

Etnis Asal Calon

Gubernur Wakil Gubernur 1. PKS-PAN Zulkifli Anwar-Akhmadi

Sumaryanto

Lampung Jawa

2. Perseorangan/Non Partai Politik

Muhajir Utomo-Andi Arief Jawa Lampung

3. Golkar-PKB-PPP Alzier Dianis Thabranie- Bambang Sudibyo

5. Demokrat-PBR Andy Achmad Sampurna Jaya-Muhammad Suparjo

Lampung Jawa

6. PDI Perjuangan Sjachroedin ZP-Joko umar Said

Sumber : Harian Pagi Rakyat Lampung, 3 September 2008

Sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2008, syarat yang harus dipenuhi untuk mencalonkan diri

sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur adalah partai atau gabungan partai yang

memperolah suara 15 persen pada Pemilu 2004 di daerah bersangkutan, dalam hal ini adalah

perolehan suara Pemilu 2004 di Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil Pemilu 2004 terdapat 2

partai yang berhak mengajukan calon gubernur dan wakil gubernurnya sendiri, yaitu Partai

(5)

4

Tabel 2

Perolehan Suara Partai Politik di Lampung pada Pemilu 2004

No. Partai Jumlah

Kursi

Jumlah Suara pada pemilu

2004

Persentase (%)

1. Golkar 16 774.492 25,76%

2. PDI Perjuangan 13 692.939 23,05%

3. PKS 6 284.362 9,30%

4. PKB 6 279.601 9,45%

5. Partai Demokrat 6 205.604 6,83%

6. PAN 6 221.592 7,37%

7. PPP 6 173.452 5,77%

8. PBR 4 133.577 4,44%

9. PKPB 3 163.770 5,44%

10. PDDK 1 76.610 2,54%

Jumlah 67 3.005.999 100,00%

(6)

5

PDI Perjuangan sebagai salah satu partai yang berhak mengajukan calon gubernur dan wakil

gubernurnya sendiri memilih tidak melakukan koalisi dengan partai lain di dalam mengusung

pasangan Sjachroedin ZP-Joko Umar Said. Hal ini membuat PDI Perjuangan menggunakan cara

atau starategi lainnya untuk mendapat dukungan dalam mengusung kandidat calon gubernur dan

wakilnya. Strategi yang digunakan yaitu strategi penyandingan dua calon yang mewakili etnis

terbesar di Lampung, Sjachroedin ZP (Lampung) dan Joko Umar Said (Jawa).

Hal berbeda dilakukan oleh Partai Golkar yang pada pemilu 2004 menempati posisi pertama

perolehan suara parlemen. Selain menerapkan stategi penyandingan dua Etnis terbesar,

merekapun menerapkan srategi berkoalisi dengan PPP dan PKB di dalam mengusung M.Alzier

Dianis Thabranie-Bambang Sudibyo. Koalisi dilakukan untuk memaksimalkan kekuatan mereka

agar dalam Pemilihan Gubernur dapat memperoleh dukungan dari massa masing-masing partai

sehingga peluang memenangkan pasangan calon akan semakin terbuka.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah :

“Apakah terjadi politisasi etnis dalam perekrutan calon wakil kepala daerah PDI Perjuangan

Lampung?”

(7)

6

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada

tidaknya politisasi etnis di dalam perekrutan Joko Umar Said sebagai sebagai calon wakil kepala

daerah PDI Perjuangan Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini diharapkan akan

memberikan manfaat dalam hal :

1. Untuk mengetahui apakah isu etnisitas memengaruhi rekrutmen calon wakil kepala daerah

PDI Perjuangan Lampung.

2. Untuk memberikan gambaran tentang fenomena politik lokal yang ada di Provinsi Lampung

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Demokrasi Liberal dan Etnisitas 1. Pengertian Demokrasi Liberal

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos artinya rakyat dan kratos atau

kratei yang artinya Pemerintahan. Jadi dapat di artikan Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang artinya

pemerintahan di mana rakyat memegang peranan penting.

Demokrasi Liberal atau demokrasi konstitusional adalah sistem politik yang

melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan

pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari

proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar

bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar

keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu

seperti tercantum dalam konstitusi.

Demokrasi Liberal pertama kali dikemukakan pada abad pencerahan oleh

penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, Jhon Locke, dan

Jean- Jacques Rousseau. Semasa perang dingin, istilah demokrasi liberal

bertolak belakang komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekarang

demokrasi konstitusional umumnya disbanding-bandingkan dengan

(9)

8

Demokrasi Liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi

barat di Amerika Serikat, Britania Raya, dan Kanada. Konstitusi yang dipakai

dapat berupa Republik (Amerika Serikat, India, Perancis, dan lain-lain), atau

monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol, dan lain-lain). Demokrasi

Liberal dipakai oleh Negara yang menganut sistem Presidensial (Amerika

Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster : Britania raya dan

negara-negara persemakmuran) atau sistem semipresidensial

(Perancis).(www.wikipedia.org)

2. Hubungan Demokrasi Liberal dan Etnisitas

Marzena Kisielowska Lipman dalam studinya di Eropa Timur dan Eropa

tengah menemukan kesimpulan bahwa telah terjadi kebangkitan etnis.

Runtuhnya rezim Komunis Uni Soviet dan perkembangan demokrasi

memperluas lingkup kebebasan dan hak warga negara. Terutama

kelompok-kelompok agama, kelompok-kelompok yang bersifat kedaerahan, kelompok-kelompok kultural,

dan kelompok etnis. Demokratisasi membawa konstitusi dan tatanan hukum

baru yang menjamin kebebasan politik, agama, dan berbahasa bagi

masyarakat di daerah perbatasan. Demokratisasi menyediakan instrumen

legal bagi pelaksanaan hak tersebut dan menjadi katalis bagi kebangkitan

etnis. Lebih lanjut, demokratisasi membuat inklusi dan partisipasi politik

kelompok etnis menjadi lebih besar. Kebangkitan etnik diakomodasi ke

dalam gerakan solidaritas untuk kebebasan dan keadilan yang ditunjukkan

(10)

9

mengembangkan agenda solidaritas etnis, baik di tingkat lokal maupun

tingkat nasional (Tabah Maryanah, 2007).

Robert Kaplan dalam buku The Coming Anarchy (2000) mengamati apa yang terjadi di Benua Afrika. Dalam observasinya, demokrasi telah gagal

menyelamatkan Afrika. Bukan perpolitikan yang rasional yang muncul di

benua itu, tetapi pertarungan antarsuku dan antaragama. Demokrasi

mengandaikan partai politik yang menjadi interest aggregation. Di Afrika, hal itu tidak terjadi. Partai politik ternyata hanya berbasis agama atau

kesukuan, dan pertarungan antarpartai menjadi pertarungan antarsuku dan

agama. Ketika dilaksanakan pemilu, yang terjadi medan pertempuran

berlumur darah dan bukan arena perebutan kekuasaan yang rasional. Kaplan

terang-terangan mengatakan, demokrasi tak akan berjalan di negara yang

sedang berkembang, yang mempunyai partai politik berbasis suku atau

agama. Kedua hal itu tak mungkin diakomodasi dalam sistem demokrasi yang

pada dasarnya adalah sistem yang didasarkan atas toleransi (I. Wibowo,

2003).

B. Partai Politik dan Fungsinya

Istilah partai menurut Maurice Duverger dalam Ichlasul Amal seperti dikutip Ari

Darmastuti (2004) kata partai digunakan untuk menggambarkan faksi-faksi dalam

republik-republik masa lalu, pasukan-pasukan yang terbentuk di sekitar conditeri

pada masa Renaisans Itali, kelab-kelab tempat berkumpil anggota-anggota

dewan-dewan revolusi, komite-komite yang bertugas memenangkan pemilihan umum

(11)

10

opini publik dalam negara-negara demokrasi modern. Semua lembaga-lembaga

tersebut berperan dalam memenangkan kekuasaan politik dan menerapkannya.

George B. De Huszar dan Thomas H. Stevenson dalam Miriam Budiardjo seperti

dikutip Ari Darmastuti (2004) mengartikan partai politik sebagai sekelompok

orang yang terorganisir untuk ikut serta mengendalikan suatu pemerintahan agar

dapat melaksanakan programnya dan menempatkan orang-orangnya dalam

jabatan. Pendapat di atas menitikberatkan bahwa partai politik sebagai organisasi

yang berorientasi secara langsung kepada penguasaan pemerintahan.

Sigmund Nuemann dalam Miriam Budiardjo seperti dikutip Ari Darmastuti

(2004) menberikan makna yang lebih luas lagi, di mana partai politik diartikan

sebagai organisasi artikulatif terdiri dari pelaku-pelaku politik yang masih aktif

dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada

pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh

dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan

berbeda-beda.

Gabriel A. Almond dalam Collin Mc Andrews seperti dikutip Ari Darmastuti

(2004) menyatakan bahwa ada tujuh fungsi partai politik yaitu sosialisasi politik,

rekrutmen politik, partisipasi politik, artikulasi kepentingan, komunikasi politik,

pembuat kebijakan. Di samping ketujuh fungsi di atas Haryanto dalam Ari

Darmastuti menambahkan dua fungsi lain yaitu partai politik sebagai sarana

(12)

11

1. Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik (political participation) merupakan proses pembentukan sikap serta orientasi politik warga negara terhadap sistem politik (Almond

dalam Collin Mc Andrews seperti dikutip Ari Darmastuti, 2004). Melalui

proses sosialisasi ini para anggota masyarakat memperoleh orientasi dan

sikap politik terhadap kehidupan politik yang berlangsung di masyarakat.

Berdasarkan sikap dan orientasi politik yang diperoleh dari sosialisasi politik

masyarakat akan dapat menenpatkan diri dan mengambil bagian atau tidak

mengambil bagian dalam sistem politik.

Sosialisasi politik berlangsung seumur hidup yang diperoleh secara sengaja

melalui pendidikan formal-non formal, dan informal maupun secara tidak

sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari (Ramlan Surbakti dalam

Ari Darmastuti, 2004).

Dari segi metode penyampain pesan, sosialisasi politik menjadi dua, yaitu

pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan

proses dialogik antara pemberi dan penerima pesan. Sedangkan indoktrinasi

merupakan proses sepihak yang dilakukan penguasa dalam memobilisasi dan

memanipulasi warga negara untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang

dianggap baik dan ideal oleh penguasa (Ramlan Surbakti dalam Ari

(13)

12

2. Rekrutment Politik

Fungsi rekrutment politik (political recruitment) ini berkaitan dengan proses penyeleksian, memilih, mengangkat pejabat politik untuk melaksanakan

sejumlah peranan dalam proses politik maupun menjalankan roda

pemerintahan. Fungsi rekrutment merupakan kelanjutan dari fungsi mencari

dan mempertahankan kekuasaan. Fungsi ini memiliki peranan sangat penting

dalam menjaga kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu

melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan terancam

(Ramlan Surbakti dalam Ari Darmastuti, 2004).

3. Partisipasi Politik

Partisipasi politik (political participation) adalah keikutsertaan dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik serta ikut menentukan

pemimpin pemerintahan. Pada dasarnya, ketika partai politik menarik minat

dan perhatian warga negara untuk ikut aktif dan bersedia menjadi anggota

partai, sesungguhnya partai politik menjadi wahana bagi warga negara untuk

aktif berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan politik (Ari darmastuti, 2004).

4. Komunikasi Politik

Komunikasi politik (political communication) adalah proses penyampaian mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat

kepada pemerintah. Kedudukan partai politik adalah sebagai jembatan

penghubung atau komunikator politik. Dari masyarakat partai politik

menyalurkan aneka ragam pendapat, aspirasi maupun kepentingan kepada

(14)

13

menyebarluaskan kebijakan pemerintah kepada masyarakat (Haryanto dalam

Ari Darmastuti, 2004).

5. Artikulasi kepentingan dan Agregasi kepentingan

Artikulasi kepentingan (interest articulation) adalah proses merumuskan dan kemudian menyalurkan berbagai ragam pendapat, aspirasi maupun

kepentingan masyarakat tersebut dapat berupa tuntutan maupun dukungan.

Ketika partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat, aspirasi masyarakat

kepada pemerintah maka merupakan proses komunikasi astu arah, dari

masyarakat kepada pemerintah (Ari Darmastuti, 2004).

Agregasi atau pemandu kepentingan (interest aggregation) merupakan proses penggabungan tuntutan-tuntutan dan dukungan-dukungan yang ada dalam

masyarakat menjadi berbagai alternatif kebijakan umum, untuk diperjuangkan

dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Di dalam

masyarakat, ada berbagai macam tuntutan dan dukungan yang berkembang,

baik yang sifatnya sama, berbeda, atau bahkan bertentangan. Partai politik

menampung dan memilah-milah tuntutan yang sama, kemudian memadukan

dan menganalisi untuk dijadikan berbagai alternatif kebijakan umum.

Selanjutnya memperjuangkannya dalam proses pembuatan keputusan untuk

(15)

14

C. Konsep Etnis dan Etnisitas

Kata etnik (ethnic) berasal dari kata bahasa Yunani ethnos, yang merujuk pada pengertian bangsa atau orang. Acap kali ethnos diartikan sebagai setiap kelompok sosial yang ditentukan oleh ras, adat-istiadat, bahasa, nilai dan norma budaya, dan

lain-lain yang pada gilirannya mengindikasikan adanya kenyataan kelompok

mayoritas dan minoritas dalam suatu masyarakat.

Fredrick Bart dan Zastro dalam Liliweri (2005) mengatakan etnik adalah

himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun

kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem nilai budayanya.

Koentjaraningrat dalam Liliweri (2005) memaksudkan etnik sebagai kelompok

sosial atau kesatuan hidup manusia yang mempunyai sistem interaksi, sistem

norma yang mengatur interaksi tersebut. Adanya komunitas dan rasa identitas

yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan

sendiri. Sementara itu, dalam kaitannya dengan ”bangsa”, etnik (kelompok etnik)

merupakan konsep yang digunakan silih berganti untuk menerangkan suatu

bangsa seperti Indonesia, dari sudut pandang kebangsaan yang melatarbelakangi

perkembangan budaya ( Hidayah dalam Liliweri, 2005).

Martin Bulmer dalam Liliweri (2005) mengemukakan, etnik atau yang selalu

disebut kelompok etnik adalah satu kelompok kolektif manusia dalam penduduk

yang luas. Memiliki kenyataan atau cerita asal-usul yang sama, mempunyai

kenangan terhadap masa lalu, yang terfokus pada satu unsur simbolik atau lebih.

(16)

15

pembagian wilayah, tampilan nasionalitas dan fisik (suku bangsa dan fisik.

Anggotanya sadar bahwa mereka merupakan anggota dari kelompok tersebut.

Diana dalam Liliweri (2005) mengemukakan bahwa etnik, atau yang lazim

disebut dengan kelompok etnik, adalah kumpulan orang yang dapat dibedakan

terutama oleh karakterisitik kebudayaan atau bangsa, yang meliputi :

1. keunikan dalan perangai (trait) budaya 2. perasaan sebagai satu komunitas

3. mempunyai perasaan etnosentrisme

4. status keanggotaan yang bersifat keturunan atau ascribed status

5. berdiam atau memiliki teritorial tertentu.

Sedangkan Etnisitas (ethnicity) adalah konsep yang menjelaskan :

1. status sekelompok orang berdasarkan kebudayaan yang dia warisi dari generasi

sebelumnya.

2. nilai budaya dan norma yang membedaan anggota suatu kelompok dangan

kelompok lain. Para anggota suatu kelompok etnis umumnya mempunyai

kesadaran atas nilai dan norma budaya yang sama, bahkan menjadikannya

sebagai identitas budaya untuk membedakan atau memisahkan diri dengan

kelompok lain.

3. penggolongan etnik berdasarkan afiliasi, artinya atas dasar apa sekelompok

orang berafiliasi satu sama lain. Bahkan itu dijadikan sebagai identitas

sekaligus identifikasi dari individu bahwa mereka merupakan bagian dari

(17)

16

4. perbedaan dengan ras, bahwa etnisitas merupakan proses pertukaran kebiasaan

berprilaku dan kebudayaan secara turun-temurun.

5. identitas kelompok yang didasarkan pada kesamaan karakteristik bahasa,

kebudayaan, sejarah, dan asal-usul geografis.

6. pembagian atau pertukaran kebudayaan yang berbasis pada bahasa, agama,

dan kebangsaan (nasionalisme). Atas pertimbanga ini etnisitas selalu

dihubungkan dengan keyakinan yang berlebihan pada bahasa, agama, dan

kebangsaan lain (Liliweri, 2005).

Etnisitas adalah konsep relasional yang mendasarkan pada kategorisasi

identifikasi diri (self identification) (Barker dalam kinasih, 2005).

Etnisitas dipaparkan oleh Jan Nederveen Pieterse sebagai bidang yang merujuk

pada politik kultural yang dilakukan oleh kelompok dominan Pieterse dalam

Kinasih (2005). Etnisitas merupakan kategori-kategori yang diterapkan pada

kelompok atau kumpulan orang yang dibentuuk dan membentuk dirinya dalam

kebersamaan atau kolektivitas (Rex dalam Kinasih, 2005). Dengan demikian

etnisitas lebih menunjuk pada kolektivitas dari pada individual. Sementara Paul

Brass dalam Pieterse seperti dikutip Kinasih (2005) menyatakan etnisitas adalah

kategori etnis mengenai kesadaran kelas ke kelas. Etnisitas merupakan aspek yang

penting dalam konteks hubungan antar kelompok. Pada term ini muncul gagasan tentang pembedaan atas klaim terhadap dasar asal-usul dan karakteristik budaya.

Jika ada pembedaan antara ”orang dalam” (insider) dan ”orang luar” (outsider)

(18)

17

Erikson dalam Kinasih (2005) menambahkan syarat kemunculan etnisitas atau

suatu kelompok etnis adalah bahwa kelompok tersebut paling tidak telah menjalin

hubungan atau kontak dengan etnis lain, dan masing-masing harus menerima

gagasan ide-ide perbedaan di antara mereka. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka

tidak akan muncul diskusi tentang etnisitas, karena pada hakikatnya etnisitas

adalah sebuah aspek relasional bukan milik suatu kelompok.

D. Pandangan Etnisitas

Ada beberapa pandangan teoritis utama yang bisa digunakan dalam melihat

fenomena etnisitas. Pandangan tersebut adalah :

1. Pandangan Primordialisme

Pandangan ini membaca kelompok etnik sebagai sesuatu yang given dari sananya, dan tidak terbantah. Argumentasi kaum primordialis menyatakan bahwa identitas

etnis telah terberi sejak manusia itu dilahirkan. Identitas kolektif dibangun melalui

proses bersama dalam komunitas, melalui ikatan-ikatan penyejarahan yang sama

dan sosialisasi komunitas (Nurul Aini dalam Kinasih, 2005).

Dalam masyarakat modern, primordialisme sering dimanifestasikan dalam

tindakan-tindakan yang mengarah pada tribalisme. Secara mendasar, kaum

primordialisme merasa pesimis manusia dapat hidup dalam satu kondisi

(19)

18

2. Pandangan Konstruktivis

Memandang fenomena etnis sebagai hasil dari proses sosial yang kompleks.

Pandangan Konstruktivis melihat identitas etnis terbangun melalui mitologi,

sejarah masa lampau, cerita nenek moyang, dan ikatan-ikatan kultural. Manusia

menyadari identitasnya secara otomatis. Kelompok etnis menurut pandangan

konstruktif bukan semata-mata kategori sosial tetapi merupakan kesadaran

kultural (Aini dalam Kinasih, 2005).

3. Pandangan Instrumentalis

Dalam pandangan ini keterikatan dan identitas dalam etnis bukan dipandang

sebagai sesuatu yang tetap. Menurut kaum instrumentalis relasi etnis selalu

berubah. Mereka bersepakat dengan kaum konstruktivis yang menekankan

kesadaran etnis terbangun atas konstruksi sosial. Akan tetapi pandangan

instrumentalis lebih menekankan aspek kekuasaan. Kaum instrumentalis

memandang kesadaran etnis sebagai hasil manipulasi dan mobilisasi politik elit

yang berkuasa. Konstruksi tersebut diproduksi secara terus-menerus melalui

atribut-atribut awal etnisitas seperti kebangsaan, agama, ras dan bahasa. Dalam

pemahaman sederhana etnis adalah bentukan atau produk wacana politik elit yang

berkuasa (Kinasih, 2005).

Dari beberapa pandangan di atas, penulis akan menggunakan pandangan

instrumentalis di dalam melakukan penelitian. Hal ini disebabkan di dalam

penentuan calon kepala derah dan wakil kepala daerah untuk Pilkada Lampung

(20)

19

dalam hal ini etnisitas. Jika calon sudah ditentukan maka partai memiliki

kekuasaan untuk memanipulasi rakyat dengan membawa isu etnisitas sebagai

sarana untuk memperoleh dukungan suara pada Pilkada.

E. Definisi Konseptual

Untuk menjawab pertanyaan dan mencapai tujuan penelitian, maka dianggap

perlu dalam penelitian ini dirumuskan konsep-konsep yang digunakan.

a. Politik Etnis adalah Politik yang berlandaskan pada nilai-nilai kesukuan,

agama, dan kultur masyarakat.

b. Politisasi Etnis adalah praktek politik yang menjadikan isu etnis sebagai alat

untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal Pilkada maka etnis dijadikan alat

untuk memperoleh atau meningkatkan dukungan suara dalam Pilkada.

c. Rekrutment cagub dan cawagub adalah proses seleksi individu-individu

berbakat untuk ditempatkan pada jabatan sebagai cagub ataupun cawagub.

d. Etnis Jawa adalah masyarakat Jawa yang berdasarkan garis keturunan atau

biologisnya beradat Jawa, berbahasa daerah Jawa, dan juga masih menerapkan

adat-istiadat atau prinsip-prinsip kehidupan masyarakat Jawa.

e. Etnis Lampung adalah masyarakat Lampung yang berdasarkan garis keturunan

atau biologisnya beradat Lampung, berbahasa daerah Lampung, dan juga

masih menerapkan adat-istiadat atau prinsip-prinsip kehidupan masyarakat

(21)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe

penelitian deskriptif. Hadari Nawawi mengatakan:

“Pada prinsipnya penelitian deskriptif adalah cara yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan menjawab permasalahan di lapangan dengan teori-teori, konsep-konsep dan data hasil penelitian di lapangan.”

B. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menetapkan bahwa yang menjadi fokus dalam

penelitian ini adalah rekrutmen yang dilakukan oleh PDI Perjuangan dalam

menentukan calon wakil kepala daerah pada Pilkada 2008.

C. Jenis Data

Jenis-jenis yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini terdiri dari data primer

dan data sekunder:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber data pertama

atau informan melalui pedoman wawancara.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian pustaka berupa

literatur buku-buku bacaan, maupun dokumen-dokumen lainnya yang

(22)

21

D.Sumber Data

Dalam penentuan sumber data ini penulis menggunakan tekhnik snowball atau bola salju. Adapun informan yang berhasil peneliti temui di lapangan adalah:

1. Sahzan Syafri, S.H., M.H. (Ketua Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu DPD

PDI Perjuangan Provinsi Lampung).

2. P. Gultom (Wakil Ketua Bidang Sumber Daya DPD PDI Perjuangan Provinsi

Lampung).

3. Palgunadi (Wakil Sekretaris Bidang Internal DPD PDI Perjuangan Provinsi

Lampung).

4. Mingrum Gumay (Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPD PDI

Perjuangan Provinsi Lampung).

5. Hj. Nurhasanah (Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung).

6. Dr. Suwondo, M.A (Akademisi)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik atau prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data, baik data primer

maupun data sekunder dilakukan dengan suatu penelitian secara seksama, yaitu

dengan cara:

1. Wawancara mendalam (deep interview)

Teknik wawancara yang diarahkan pada suatu masalah tertentu atau yang

menjadi pusat penelitian. Ini merupakan sebuah proses untuk menggali

informasi secara langsung dan mendalam sebagai data primer. Informasi akan

(23)

22

2. Dokumentasi

Penggunaan dokumen ini untuk mengumpulkan data-data yang dapat

mendukung, manambah data dan informasi bagi teknik pengumpulan data.

Dokumentasi diperoleh melalui dokumen-dokumen, arsip-arsip yang didapat

baik melalui media cetak maupun internet.

Menurut Guba dan Lincoln dalam Moleong (2004) dokumen digunakan untuk

keperluan penelitian karena alasan-alasan sebagai berikut:

a) Dokumen digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya, dan

mendorong.

b) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.

c) Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya

yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.

d) Tidak reaktif sehingga sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.

e) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas

(24)

23

F. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif menurut Nasution (1988: 114-122) ada beberapa

teknik untuk memperoleh tingkat keabsahan data yang meliputi:

1. Kredibilitas Data

Untuk mendapatkan data dapat dilakukan perpanjangan waktu lapangan, dan

dengan melakukan teknik trigulasi, yaitu teknik keabsahan data yang

memanfaatkan data dari luar data tersebut sebagai pembanding sehingga

kebenaran itu dapat diketahui dengan pasti, selain itu juga dapat melakukan

pengamatan, memperbanyak referensi serta melakukan pembicaraan dengan

rekan sejawat.

2. Transferability/ Keteralihan Data

Dalam penelitian kualitatif keteralihan data sangat bergantung pada si

pemakai, yaitu sampai manakah hasil sebuah penelitian dapat mereka gunakan

pada konteks dan situasi tertentu. Apabila pemakai melihat ada dalam

penelitian itu yang serasi pada situasi yang dihadapinya, maka situasi tampak

adanya transfer, walaupun dapat diduga tidak ada dua situasi yang sama.

3. Dependability/ Ketergantungan Data

Dalam hal ini dapat digunakan model “audit trail” yaitu pemeriksaan data

lapangan, reduksi data, dan interpretasi data.

4. Confirmability/ Kepastian Data

Melalui pengumpulan data, rekonstruksi data, sintesis emik-etik, dan

(25)

24

G. Teknik Pengolahan Data

Data primer dan data sekunder yang telah terkumpul selanjutnya diolah melalui

tahapan berikut ini:

1. Tahapan editing, merupakan kegiatan dalam menentukan kembali data yang berhasil diperoleh dalam rangka menjamin validitasnya serta dapat segera

diproses lebih lanjut.

2. Tahapan interpretasi, data yang telah dideskripsikan baik melalui narasi

maupun tabel, selanjutnya diinterpretasikan sehingga dapat ditarik kesimpulan

sebagai hasil penelitian (Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 2005).

H. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biglen yang dikutip Lexy J. Moleong

(2006) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesisnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan

apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang

lain.

Analisis data merupakan cara seorang peneliti dalam mengelola data yang telah

terkumpul sehingga mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitiannya, karena

data yang diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat digunakan begitu saja,

analisis data menjadi bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena

dengan analisis data tersebut dapat lebih berarti dan bermakna dalam

(26)

25

Menurut Mathew B. Miles dan Huberman (1992 : 16-19), analisis data terdiri dari

tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, meliputi:

1. Reduksi Data

Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan

tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan membuang yang tidak perlu

serta mengorganisasikan data sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya

dapat ditarik dan diverifikasi.

2. Penyajian Data

Yaitu usaha menampilkan sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Dengan melihat penyajian data maka akan dapat dipahami apa yang sedang

terjadi dan apa yang harus dilakukan.

3. Verifikasi dan Kesimpulan

Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisa kualitatif mulai

mencari arti benda-benda, mencatat keterangan, pola-pola, penjelasan,

konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proporsi. Hasil

verifikasi data tersebut kemudian ditarik kesimpulan sesuai dengan masalah

(27)

IV. KONDISI SOSIO POLITIK MASYARAKAT LAMPUNG

A.Struktur Demografi Masyarakat Lampung

Indonesia merupakan bangsa yang kaya heterogenitas suku bangsa, agama, adat

istiadat dan beraneka ragam kebudayaan. Salah satu Provinsi yang memiliki

keheterogenitasan masyarakat adalah Provinsi Lampung. Jumlah penduduk

Provinsi Lampung hasil Proyeksi Jumlah Penduduk tahun 2006 tercatat sebesar

7.401.100 jiwa dengan kepadatan 200 jiwa/km². Dari jumlah tersebut sebanyak

78% berada di pedesaan dan sisanya 22% perada diperkotaan, dengan komposisi

penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan etnis yang selalu hidup

berdampingan menjadikan Provinsi Lampung dikenal dengan sebutan Sang Bumi

Ruwai Jurai (www.bi.go.id)

Dari sekian banyak etnis yang ada di Provinsi Lampung, terdapat dua etnis yang

memiliki jumlah terbanyak, yaitu etnis Jawa dan etnis Lampung sendiri. Untuk

lebih jelas mengenai Komposisi penduduk Lampung berdasarkan etnis ini dapat

(28)

27

Tabel 3

Komposisi Etnis Warga Negara Indonesia: Lampung, 2000

No. Etnis Jumlah Persentase (%)

1. Jawa 4.113.731 61,89

2. Lampung 792.312 11,92

3. Lainnya 663.026 9,97

4. Sunda 583.453 8,78

5. Melayu 236.292 3,55

6. Banten 166.113 2,50

7. Minangkabau 61.480 0,92

8. Bugis 16.471 0,25

9. Betawi 7.451 0,11

10. Madura 6.208 0,09

11. Banjar 353 0,01

TOTAL 6.646.890 100,00

Sumber : diolah dari Suryadinata, Leo, dkk. 2003. Penduduk Indonesia ; Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik. LP3ES. Jakarta. Hal. 20

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk di Provinsi Lampung didominasi

oleh penduduk beretnis Jawa. Etnis Jawa ini memiliki jumlah terbesar yaitu

sebesar 4.113.731 jiwa atau sebesar 61,89%. Kemudian diperingkat kedua

ditempati oleh penduduk beretnis Lampung dengan jumlah penduduk 792.312

jiwa atau 11,92%. Dan diposisi ketiga ditempati oleh etnis lainnya dengan jumlah

663.026 jiwa 9,97%.

B. Rivalitas Etnis Jawa-Lampung

Jawa merupakan etnis terbanyak yang ada di Provinsi Lampung melebihi jumlah

etnis Lampung sebagai etnis penduduk asli. Keberadaan suku Jawa yang

menempati urutan teratas dalam komposisi etnis warga negara Indonesia di

(29)

28

Pada Pemilihan Kepala Daerah Lampung 2008 yang diselenggarakan pada 03

September 2008 menunjukkan adanya komposisi dua etnis terbesar di Lampung

yaitu Jawa dan Lampung yang disandingkan sebagai pasangan calon wakil kepala

daerah dan wakil kepala daerah.

Jika dilihat pada sejarah masa lalu, sebenarnya terjadi persaingan di antara kedua

etnis terbesar ini di pemerintahan. Sebelumnya etnis Jawa selalu memegang

jabatan sebagai kepala daerah. Tercatat ada empat nama kepala daerah Provinsi

ini yang beretnis Jawa yaitu Kusno Anggoro, R. Sutiyoso, Yasir Hadibroto,

Pujono Pranyoto, dan Oemarsono. Sedangkan etnis Lampung hanya berhasil

menempatkan tiga nama sebagai kepala daerah yaitu Zainal Abidin Pagar Alam,

Sjachroedin Zainal Pagar Alam, dan Syamsurya Ryacudu. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel

Tabel 4

Gubernur Lampung dari Masa ke Masa

No. Nama Etnis Masa Jabatan

1. Kusno Danupoyo Jawa 1964-1966

2. Zainal Abidin Pagar Alam Lampung 1966-1973

3. R. Sutiyoso Jawa 1973-1978

5. Yasir Hadibroto Jawa 1978-1988

6. Kolo Poedjono Pranyoto Jawa 1988-1993

7. Kolo Poedjono Pranyoto Jawa 1993-1998

8. Oemarsono Jawa 1998 -

(30)

29

C. Profil Wakil Kepala Daerah PDI Perjuangan Lampung

Ir. H.M.S. Joko Umar Said, M.M. yang biasa dipanggil Pak Joko ini, lahir di

Yogjakarta 11 April 1948. Beliau memiliki istri yang bernama Yuliati serta

dianugrahi dua orang anak, Muh. Arief Herfia Yulianto, S.T. dan Siti Nursanti

Irriani, S.T. Beliau mengawali pendidikannya pada SR Pancasila Percobaan

Yogyakarta (1960), lalu pada SMP I FIP UGM Yogyakarta (1963) yang

dilanjutkan pada SMA Santo Thomas Yogyakarta (1966). Perguruan Tinggi

beliau lanjutkan di PTPN Veteran Yogjakarta (1974) dan meraih gelar Sarjana

Ekonomi Pertanian. Kemudian beliau melanjutkan ke jenjang Strata Dua pada

IPWI Jakarta (1998) dan meraih gelar Magister bidang Manajemen.

Pengalaman organisasi beliau antara lain beliau pernah menjabat sebagai Ketua

Umum Dewan Pengurus Wilayah Perhimpunan Penyuluhan Pertanian

(Perhiptani) Provinsi Lampung, Ketua Harian Kwartir Daerah Gerakan Pramuka

Provinsi Lampung dan Ketua Badan Narkotika (BNP) Provinsi Lampung.

Pengalaman pekerjaan beliau banyak dihabiskan di dunia pertanian. Tercatat

beliau pernah bekerja sebagai Penyuluh Pertanian Spesialis Kab. Lampung

Tengah, Koordinator Penyuluh Pertanian Spesialis Provinsi Lampung, Penyuluh

Pertanian Spesialis (PPS)/Kasi Pengembangan Teknologi di BBI Palawija, Kepala

BP-3 Pekalongan, Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) pada Dinas Pertanian

Provinsi Lampung, Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) pada Satpem Harian

Bimas Provinsi Lampung, Sekretaris Pembina Harian Bimas Provinsi Lampung,

Sekretaris Satuan Pembina Bimas Kanwil Provinsi Lampung, Kepala Dinas

(31)

30

Sekprov Lampung, Kepala Bappeda Prov. Lampung, Pejabat Wali Kota Metro,

Asisten Bidang Umum Sekprov Lampung, Plt. Sekprov Lampung/Asisten Bidang

Umum Sekprov Lampung, Asisten Bidang Administrasi Umum Sekprov

Lampung.

Melihat dari pengalaman pekerjaan yang telah dilakukan oleh Joko Umar Said

terlihat bahwa sejak awal karir beliau sudah berkecimpung di dunia pertanian. Hal

ini menjadikan track record beliau dikalangan para petani cukup baik sehingga beliau memiliki jaringan pada organisasi petani. Basis massa petani diperkirakan

mencapai 5,4 juta jiwa yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Provinsi

(32)

V. REKRUTMEN DAN POLITISASI ETNIS

Salah satu strategi yang digunakan partai untuk memperoleh simpati publik guna

memenangkan suatu Pilkada adalah rekrutmen calon kepala daerah dan wakil

kepala daerah. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menjelaskan proses perekrutan

calon wakil kepala daerah PDI Perjuangan Provinsi Lampung dan alasan-alasan

dibalik pemilihan Joko Umar Said sebagai calon wakil gubernur mendamping

Sjahroedin ZP. Apakah isu politisasi etnis ada di baliknya atau tidak.

A. Proses Rekrutmen Calon Wakil Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Lampung

PDI perjuangan dalam merekrut calon kepala daerah dan wakil kepala daerah

Provinsi Lampung mengacu pada SK No. 428/DPP/KPTS/XII/2004 tentang

petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dari Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan. Rekrutmen calon gubernur dan wakil gubernur

dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pendaftaran, verifikasi, Rakerdasus,

(33)

32

1. Tahap Pendaftaran

Pada tahap ini PDI-P membuka pendaftaraan dengan mengumumkan di

sejumlah melalui media massa lokal seperti Lampung Post, Radar Lampung,

Lampung Express dan Fokus, serta melalui surat keputusan Rapat Koordinasi

Kepala cabang-cabang untuk menginformasikan kepada warga masyarakat

dan kader partai yang ingin mencalonkan diri. Waktu penngumuman adalah

tanggal 16 s.d 18 September 2007.

Pendaftaraan bakal calon Gubernur dan wakil Gubernur Provinsi Lampung

dari PDI perjuangan dilaksanakan oleh DPD PDI Perjuangan Provinsi

Lampung di sekertariatnya pada tanggal 24 September s.d 5 Oktober 2007.

Selama masa pendaftaran tersebut, terdapat 17 orang yang mendaftar sebagai

bakal calon gubernur. Pada ketujuhbelas nama tersebut, tidak hanya kader

partai saja yang mendaftar tetapi juga dari non kader dengan berbagai macam

latar belakang pekerjaan. Berikut adalah tabel nama-nama bakal calon wakil

gubernur:

Tabel 5

(34)
(35)

34

Dari ke 17 nama yang mendaftar sebagai bakal calon wakil gubernur, hanya

terdapat 13 nama yang mengembalikan berkas pendaftaran dan melengkapi

persyaratan. Adapun ke 13 nama tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 6

Nama-Nama Bakal Calon Wakil Gubernur yang Mengembalikan Berkas

No. NAMA BAKAL CALON PEKERJAAN KLASIFIKASI

1. Diana Tejo Surowuoyo Wiraswsta Non Kader (warga

Masyarakat)

2. Jumali Wiraswsta Kader/Anggota

3. Yohana tan Chui Chu Wiraswsta Non Kader (warga

6. Mussadek Syaukat Wiraswasta Kader/Anggota

7. M. Yusuf Kohar, S.E., 10. Edi Suparta Raswadiputra,

S.H.

(36)

35

2. Tahap Verifikasi

Verifikasi adalah penelitian terhadap seluruh kelengkapan persyaratan calon

gubernur dan wakil gubernur, berdasarkan ketentuan Undang-undang RI

Tahun 2004 dan Peraturan Partai yang dilakukan oleh Tim verifiksi yang

dibentuk oleh DPP dan DPD Partai. DPP PDI perjuangan telah membentuk

Tim verifiksi yang tertuang dalam surat DPP PDI Perjuangan No.

1672/IN/DPP/XI/2007 pada tanggal 5 November 2007 dengan personal : H.

Dudhie Makmun Murod, MBA (Ketua DPP PDI Perjuangan) dan Ir Agnita

Singedekane Irsal (Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan). Kemudian pada rapat

pleno DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung ditetapkan lagi Tim verifikasi

dari unsur DPD partai sebanyak 3 orang, yaitu : Sahzan Syafri, S.H, M.M

(Wakil Ketua Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu), Mingrum Gumay, S.H

(Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi), dan Palgunasi, S.T.P (Wakil

Sekretaris Bidang Internal ).

Pelaksanaan verifikasi berkas persyaratan pada awalnya dilakukan pada

tanggal 17 s.d 24 Oktober 2007. Akan tetapi hingga tanggal 31 Oktober 2007

DPP belum memutuskan Tim Verifikasi. Selain itu yang menjadi kendala

dalam pelaksanaan verifikasi berkas persyaratan adalah adanya kegiatan

kampanye Bupati di Kabupaten Lampung Barat dan Tulang Bawang pada saat

yang bersamaan. Sehingga pelaksanaan verifikasi baru diputuskan dalam rapat

pleno DPD PDI perjuangan Provinsi Lampung yang dilakukan pada tanggal

(37)

36

3. Tahap Rakerdasus

Tahap Rakerdasus bertujuan untuk menentukan calon-calon yang memenuhi

syarat secara internal partai. Peserta yang ikut memilih calon gubernur pada

saat rakerdasus adalah pengurus DPD, Pengurus DPC kabupaten/kota yang

ada di Provinsi Lampung serta ketua, sekretaris/pengurus kecamatan yang ada

di Provinsi Lampung. Jumlah peserta yang ikut memilih pada saat Rakerdasus

sekitar 592 orang. Tahap Rakerdasus ini meloloskan 11 nama bakal calon

wakil gubernur, yaitu Diana Tejo Surowijoto (non kader), Jumali (kader),

Yohana Tan Chui Chu (non kader), Heri Prambono (kader), M. Yusuf Kohar

(non kader), M.S Joko Umar said (non kader), Suryono S.W (non kader), H.

Ahmad Komarudin (non kader), H. Ahmad Barzan (non kader), Samlawi Lutfi

Ning (non kader) dan Ketut erawan (kader)

Setiap calon menyampaikan visi dan misinya secara lisan, kemudian peserta

melakukan pemilihan calon yang dianggap pantas menjadi calon pemimpin.

Pemilihan calon ini dilakukan dengan sistem vooting (pemungutan) suara. Nama-nama calon yang lulus dari hasil Rakerdasus diusulkan ke DPP partai.

4. Tahap Survei

DPP mempunyai kewenangan melakukan survei calon-calon yang lolos

verifikasi dan rakerdasus untuk dilakukan survei uji masyarakat langsung

seperti popularitas dan dukungan calon-calon. Survei dilakukan oleh lembaga

independen yaitu LSI. Survei dilakukan dalam beberapa tahap, yang pertama

survei dilakukan terhadap nama-nama yang mendaftar di PDI perjuangan

(38)

37

memperoleh nilai persentase terbesar di survei ulang untuk melihat nama siapa

yang paling pantas mendampingi Sjahroedin ZP. Hasil survei tersebut

menyebutkan 3 nama yang dianggap pantas sebagai wakil gubernur untuk

mendampingi Sjahroedin ZP adalah Joko Umar Said, Heri Suliyanto dan

Suryono SW. Pada survei tersebut Joko Umar Said mendapatkan 15,8% suara,

Heri Suliyanto mendapatkan 6,2% suara, Suryono SW mendapatkan 5,0%

suara sedangkan sebanyak 72,9% menyatakan tidak tahu, rahasia dan belum

memutuskan. Hasil dari survei tersebut dapat dilihat pada gambar

Gambar 1

Hasil Survei Terhadap 3 Nama Yang Dianggap Paling Pantas Sebagai Wakil Gubernur Mendampingi Sjachroedin ZP

Sumber : DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung, Januari 2009.

5. Tahap Penetapan Calon

Setelah dilakukan survei, DPP memutuskan siapa yang ditetapkan menjadi

calon gubernur atau wakil gubernur berdasarkan parameter-parameter dari

hasil verifikasi, hasil Rakerdasus dan hasil survei. Setelah diputuskan siapa

bakal calon gubernur yang terpilih, DPP melakukan penetapan calon. Untuk

calon wakil gubernur DPP merekomendasikan kepada DPD bahwa kepada

calon gubernur terpilih diberi hak untuk memilih pasangannya dengan

berkonsultasi kepada DPD secara kelembagaan dan dilaporkan kepada DPP.

15.8%

6.2% 5.0%

72.9%

Djoko Umar Said Heri Suliyanto Suryono SW Tidak Tahu /Rahasia / Belum

(39)

38

Setelah melalui tahap Rakerdasus dan dibantu oleh tahap survei, DPD PDI

Perjuangan Provinsi Lampung merekomendasikan satu nama kepada DPP PDI

Perjuangan di Jakarta yaitu Bapak Joko Umar Said untuk mendampingi Bapak

Sjahroedin Z.P sebagai Calon Wakil Kepala Daerah.

Menurut Sahzan Syafri, S.H., M.H. yang merupakan Wakil Ketua Bidang Politik

Dan Pemenangan Pemilu DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung ada dua faktor

internal yang mendasari terpilihnya Joko Umar Said Calon Wakil Kepala Daerah.

Yang pertama, Lampung merupakan propinsi yang mengandalkan sektor

pertanian sehingga dipilih calon pendamping Sjachroedin ZP yang mengandalkan

sektor pertanian sehingga dipilih calon pendamping Sjachroedin ZP yang

menguasai bidang tersebut. Yang kedua, Track record atau latar belakang pak Joko baik prilaku, cara maupun sikap beliau yang konsisten.

Menurut Menurut P.Gultom yang merupakan wakil ketua bidang sumber daya

DPP PDI Perjuangan Provinsi Lampung yang mendasari terpilihnya Joko Umar

Said sebagai calon wakil kepala daerah adalah Joko dinilai sebagai salah satu

pejabat yang paling bersih. Di dalam semua pelaksanaan tugasnya, PDI

Perjuangan melihat Joko merupakan orang yang jujur dan memiliki perhatian

yang cukup besar kepada masyarakat petani.

6. Tahap Pengesahan Calon

Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dari PDI Perjuangan Terpilih

disahkan oleh DPP untuk selanjutnya mendaftarkan diri di KPU Provinsi

Lampung. Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung oleh

(40)

39

B. Politisasi Etnis : Strategi Perolehan Suara PDI Perjuangan

Etnis sebagai instrumen politik yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi

massa memang dapat mendorong terjadinya fragmentasi di masyarakat, namun

ketika berbicara permasalahan strategi politik, tentunya setiap partai melihat

segala kemungkinan agar dapat mengakomodasi apa yang menjadi orientasi

pemilih dalam memilih wakil kepala daerahnya, termasuk pula pada isu etnisitas.

Menurut Palgunadi selaku Wakil Sekretaris Bidang Internal DPD PDI Perjuangan

Provinsi Lampung di masyarakat masih memiliki kecendrungan untuk memilih

kepala daerah ataupun wakil kepala daerah berdasarkan kesamaan etnis. Sehingga

secara politis akan lebih menguntungkan bagi PDI Perjuangan apabila

memasangkan pasangan yang berasal dari etnis mayoritas di Provinsi tersebut.

Hal senada juga dikemukakan oleh P. Gultom selaku Wakil Ketua Bidang Sumber

Daya DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung. Beliau mengungkapkan realitas di

lapangan menunjukkan dalam menentukan pilihan politik, masyarakat pemilih

masih menginginkan sosok yang memiliki kesamaan dengan pemilih, misalnya

kesamaan etnis. Karena dengan adanya kesamaan tersebut masyarakat pemilih

akan lebih merasa tersalurkan aspirasinya.

Penyandingan pasangan Sjahroedin-Joko merupakan kondisi dimana pasangan

tersebut mewakili dua etnis terbesar di Provinsi Lampung. Di mana dalam

perekrutan wakil kepala daerah faktor etnis diperhatikan. Suwondo mengatakan:

(41)

40

menghubungi Pak Soeharto dan untuk Pak Muhajir saya menyatakan tidak sepakat karena akan benturan jika berdua berpasangan. Tetapi kemudian Pak Soeharto menyatakan menolak akhirnya dia nyari yang laen baru kemudian muncul nama-nama baru seperti Pak Joko Umar Said, Suryono dan lain-lain....”

Dari pernyataan di simpulkan bahwa di dalam merekrut calon wakil kepala daerah

PDI Perjuangan memperhatikan aspek etnis. Di mana nama-nama yang dipilih

untuk mendampingi Sjahroedin adalah etnis Jawa. Nama Joko Umar Said sendiri

terpilih setelah melalui beberapa tahap seleksi seperti verifikasi dan Rakerdasus

dibantu dengan survei yang dilakukan oleh badan independent yaitu Lingkar Studi Indonesia (LSI). Hasil survei tersebut memperlihatkan bahwa Joko Umar Said

memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi di banding kandidat calon wakil kepala

daerah yang lain. Sehingga nama Joko Umar Said yang kemudian dipilih untuk

menemani Sjachroedin.

Mingrum Gumay selaku Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPD PDI

Perjuangan mengatakan :

“...PDI Perjuangan merupakan Partai Nasionalis yang tidak mempersoalkan suku, agama, ras dan ideologi dalam pemilihan seseorang untuk menempati jabatan-jabatan tertentu. Akan tetapi PDI Perjuangan memperhatikan beberapa aspek antara lain kemajemukan (kebhinekaan), kearifan lokal, dan suasana kebatinan rakyat…”

Dari pernyataan Mingrum Gumay dapat diketahui bahwa PDI Perjuangan adalah

partai yang berbasis Nasionalis dimana dalam merekrut orang-orang untuk

menempati jabatan-jabatan publik tidak mempersoalkan suku, agama, ras, dan

ideologi dari calon. Akan tetapi PDI Perjuangan memperhatikan aspek-aspek

lainnya seperti, kemajemukan (kebhinekaan), kearifan lokal dan suasana

(42)

41

Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang

berbeda yang membentuk Negara Kesatuan Rebublik Indonesia. Hal inilah yang

disebut dengan kemajemukan. Suku-suku bangsa tersebut menempati

wilayah-wilayah dengan kultur budaya yang berbeda-beda sehingga masyarakat di wilayah-wilayah

yang satu memiliki keinginan atau kebutuhan yang berbeda dengan masyarakat di

wilayah lainnya. Keinginan dan kebutuhan itu biasanya disesuaikan dengan

kondisi sosiologis dan antropologis akar budaya setempat. Hal inilah yang disebut

dengan kearifan lokal.

Suasana kebatinan rakyat adalah suatu keadaan dimana keinginan rakyat menjadi

penting. Sebuah kebijakan dibuat atau diambil dengan memperhatikan keinginan

rakyat apakah akan menimbulkan resistensi konflik atau tidak dengan rakyat

secara krusial. Dalam hal perekrutan untuk wakil kepala daerah PDI Perjuangan

melihat bahwa masyarakat menginginkan calon kepala daerah dan wakilnya

merupakan gabungan dari dua etnis terbesar (Jawa-Lampung) sehingga kemudian

PDI Perjuangan mencari Etnis Jawa untuk mendampingi Pak Sjahroedin yang

kebetulan sudah beretnis Lampung.

Pertimbangan etnis dalam perekrutan calon wakil kepala daerah yang dilakukan

oleh PDI Perjuangan memperlihatkan bahwa telah terjadi politisasi etnis. dalam

proses rekrutmen pertimbangan etnis menjadi penting untuk mendongkrak

perolehan suara dalam Pilkada. Para elite di PDI Perjuangan melihat bahwa di

masyarakat faktor etnis masih diperhatikan sehingga perlu adanya upaya untuk

memanfaatkan situsasi ini guna mendongkrak perolehan suara dalam Pilkada

(43)

42

2005-2010 dan calon wakil kepala daerah dari PDI Perjuangan menginginkan

orang yang beretnis Jawa untuk mendampinginya. Suwondo mengatakan:

“...secara de facto dia memperhatikan. Walaupun mungkin di luar jawaban dia tidak tetapi di dalem dia memperhatikan itu. Jadi ya pertimbangan-pertimbangan primordialisme itu masih ada, dengan tim-tim, orang-orang dekatnya itu masih dibicarakan. Tidak benar kalau dia bilang tidak ada, nyata nya ada itu pertimbangan-pertimbangan etnis. Secara ini...tidak salah kok, ini strategi...”

Pernyataan di atas menegaskan lagi bahwa memang di dalam perekrutan calon

wakil kepala daerah yang dilakukan oleh PDI perjuangan mengandung usur

politisasi etnis. Hal ini sesuai dengan teori pandangan instrumentalis dimana

kaum instrumentalis memandang kesadaran etnis sebagai hasil manipulasi dan

mobilisasi politik elit yang berkuasa atau dalam pemahaman sederhana etnis

(44)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesamaan etnis merupakan salah satu faktor yang dijadikan komoditi

perolehan suara dalam Pilkada Lampung 2008. Studi yang dilakukan Marzena

Kisielowska Lipman menemukan telah terjadi kebangkitan etnis di Eropa

tengah dan Eropa tengah, hal ini pun terjadi pada Pilkada Lampung dimana

dari ke tujuh calon kepala daerah dan wakil kepala daerah merepresentasikan

dua etnis terbesar di provinsi Lampung yakni Etnis Jawa dan Etnis Lampung.

Rekrutmen calon wakil kepala daerah yang terjadi di tubuh PDI Perjuangan

dilakukan sesuai dengan mekanisme partai yaitu tahap penjaringan, verifikasi,

RAKERDASUS, dan tahap survei. Dari ke empat tahap tersebut dapat dilihat

bahwa dalam perekrutan Joko Umar Said sebagai calon wakil kepala daerah

terdapat unsur pemanfaatan etnis atau politisasi Etnis. Hal ini didasarkan pada

pernyataan Sjahroedin selaku Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung

2005-2010 dan calon wakil kepala daerah dari PDI Perjuangan bahwa dia

(45)

44

B. Saran

1. Elite politik hendaknya lebih melihat aspek kualitas, visi misi serta program

seseorang daripada etnis di dalam perekrutan jabatan-jabatan publik.

2. Masyarakat hendaknya juga melihat aspek kualitas, visi misi serta program

seseorang daripada etnis dalam memilih sehingga akan mengurangi resiko

konflik etnis.

3. Perlu dibuat penelitian lebih lanjut untuk melihat perilaku pemilih, apakah

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Kinasih, Ayu Windy. 2005. Identitas Etnis Tionghoa di Kota Solo. Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik; Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. PT. LKiS Pelangi Aksara. Yogyakarta.

Maryanah, Tabah. 2007. Politisasi Etnis; Strategi Politik Etnis Lampung Memanfaatkan Liberalisasi Politik di dalam Rekruitmen Jabatan Publik di Provinsi Lampung Tahun 1999-2007. Tesis. Program Studi Ilmu Politik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Miles, Matthew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisa Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru.UI Press. Jakarta. 156 hlm.

Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nawawi, Hadari. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung

Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi. 2005. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.

Suryadinata, Leo, dkk. 2003. Penduduk Indonesia ; Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik. LP3ES. Jakarta

Yin, Robert K. 2005. Studi Kasus; Desain dan Metode. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta

Literatur Lainnya

Rakyat Lampung edisi 3 September 20008

(47)

Mencuat Komposisi Kandidat Gubernur Lampung Berdasarkan Etnis. www.kapanlagi.com. Diakses pada 28 April 2009.

Stiawan ZS, Isbedi. November 2008. Pilgub Jawa dan Impian Damai. http://isbedystiawanzs.blogspot.com. Diakses pada 28 April 2009.

Wibowo, I. Demokrasi untuk Indonesia?. www. Kompas.com. Diakses pada 22 Juni 2009.

(48)

HASIL WAWANCARA

5. Jabatan di PDIP : Wakil Ketua Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu 6. Pendidikan Terakhir : S 2

II. Hasil Wawancara

1. Apa yang melatar belakangi terpilihnya Joko Umar Said mendampingi Sjachroedin ZP sebagai Calon Wakil Kepala Daerah?

Jawab :

 Faktor Internal (Faktor yang ada di dalam diri Pak Joko) :

a) Kami melihat bahwa Lampung merupakan propinsi yang mengandalkan sektor pertanian sehingga dipilih calon pendamping Sjachroedin ZP yang menguasai bidang tersebut. Dari berbagai survei yang telah dilakukan baik dari partai sendiri maupun oleh lembaga survei (LSI) yang paling mempunyai peluang adalah Joko Umar Said, dikarenakan trackrecord beliau yang telah lama menggeluti bidang ini. Dengan telah lamanya Pak Joko menggeluti bidang ini maka beliau telah memiliki basis massa yang cukup. b) Trackrecord atau latar belakang Pak Joko baik prilaku, cara maupun sikap beliau yang inskonsisten,

tidak memiliki kasus baik keuangan maupun moral.

 Faktor Eksternal :

Dukungan dari partai (PDI Perjuangan)

2. Kritera-kriteria apa saja yang harus dimiliki oleh calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDI P? Jawab :

Kriteria atau persyaratan-persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah (gubernur dan wakil gubernur) sesuai dengan SK No. 428/DPP/KPTS/XII/2004.

Kriteria-kriteria tersebut pada dasarnya Kepercayaan partai terhadap seseorang untuk bisa membawa 2 misi partai, yaitu :

a. Misi partai b. Misi negara

3. Siapasajakah kandidat calon wakil kepala daerah selain Pak Joko Umar Said? Jawab :

(49)

4. a. Dimana sajakah basis massa PDI Perjuangan ? Jawab :

Di Seluruh wilayah Lampung. Di tiap daerah jumlah massa tidak ada yang telalu mendominasi ataupun terpuruk. Kisarannya mulai dari 14-28 %. Jika di rata-rata basis massa PDI P berada dikisaran 17%.

b. Dimana sajakah basis massa Pak Joko Umar Said Dan dari kalangan mana saja? Jawab :

Lampung Selatan, Lampung Tengah, Tanggamus, Lampung Utara (Way kanan). Mereka berasal dari kalangan petani karena Pak Joko adalah Ketua Perhimpunan Penyuluh Pertanian (Perhiptani) Provinsi Lampung.

5. Langkah-langkah apa saja yang ditempuh sehingga perolehan suara PDI Perjuangan mendominasi di semua daerah?

Jawab :

1. Rencana dan analisa. Berdasarkan analisa kami bahwa pasangan adalah figur yang bisa dipasarkan. Program-program dari pasangan tersebut sudah banyak yang terealisasi diantaranya menara siger, keberhasilan bidang pertanian dengan tercapainya swasembada beras, program umroh.

2. Strategi politik, bagaimana cara memecah suara masyarakat. PDI hanya sendiri saja mengusung pasangan Sjachroedin ZP- Joko Umar Said dengan tujuan agar jumlah pasangan yang akan bertarung pada Pilkada banyak dan kemungkinan suara pemilih terpecah akan semakin besar.

3. Program (visi misi pasangan yang disampaikan pada saat kampanye, baik melalui partai maupun tim eksternal). Pak Sjachroedin lebih pada komitmen yang kuat untuk membangun Pemerintahan.

6. Apa Pendapat Bapak mengenai Kombinasi Etnis Jawa-lampung, Lampung Jawa pada pasangan Cagub dan Cawagub Pilkada yang lalu?

Jawab :

Sejak era Orde baru berakhir tidak ada lagi dikotomi etnis, memilih berdasarkan etnis sudah dianggap basi oleh masyarakat. Hal yang dilihat masyarakat adalah figur tersebut bisa dipercaya atau tidak, memiliki kedekatan emosional dengan pemilih.

(50)

HASIL WAWANCARA

4. Jabatan : Wakil Ketua Bidang Sumber Daya DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung. 5. Pendidikan Terakhir : PG SLP (Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama)

II. Hasil Wawancara :

1. Apa yang melatar belakangi terpilihnya Joko Umar said mendampingi Sjachroedin ZP sebagai Calon Wakil Kepala Daerah?

Jawab :

Pertama Pak Joko itu menurut penilaian kita salah satu pejabat yang paling bersih. Kita mengatakan dia paling bersih begini dong, dia pernah kepala dinas pertanian, pernah asisten dua, pernah sekda provinsi, pernah pejabat pelaksana tugas walikota metro, semua ini sebenarnya memberi peluang untuk dia katakanlah jadi kaya tapi trernyata enggak, itu indikatornya ya. Jadi di dalam semua pelaksanaan tugasnya, di dalam semua job nya itu kita melihat dia orangnya jujur, dan perhatiannya kepada masyarakat petani itu cukup besar itu yang kita lihat karena pada awalnya karirnya itu dari penyuluh pertanian. Ketika kita tanya modal, PDI kan mencalonkan seseorang kita harus tau dong berapa modalnya, ketika kita tanya modal dari semua calon yang mengajukan dirinya kepada kita, Joko Umar Said modalnya paling kecil. Itu melengkapi penilaian kita dia orangnya jujur.

2. Kritera-kriteria apa saja yang harus dimiliki oleh calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDI P? Jawab :

Pertama, dia harus berwatak dan berwawasan kerakyatan. Jadi dia harus berpihak pada rakyat itu intinya. Karena demokrasi yang mau kita bangun itu demokrasi kerakyatan. Itu aja.

3. Apa pandangan bapak mengenai komposisi Pilgub kemarin Lampung-Jawa Jawa-Lampung? Jawab :

Begini, sebenarnya secara ideologi nasional itu tidak boleh menjadi dasar pemikiran. Tidak boleh. Tetapi bagaimanapun sebagai orang politik PDI Perjuangan harus melihat realitas di lapangan. Yang kita inginkan tidak lagi diperbincangkan soal kesukuan tetapi kita sadar di lapangan itu masih berpengaruh. Sehingga apa…masyarakat akan merasa tersalur aspirasinya apabila ada aspirasi seperti itu. Gitu. Jadi bukan dasar ideologis. Dasar praktislah, karena kebutuhan realitas di lapangan.

4. Jika yang menjadi dasar pemikiran pak Joko itu petaninya kuat, mengapa PDI Perjuangan tidak mencari Figur Lampung yang basicnya juga kuat di pertanian?

Jawab :

(51)

5. Langkah-langkah apa saja yang ditempuh sehingga perolehan suara PDI P mendominasi di semua daerah?

Jawab :

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+4

Referensi

Dokumen terkait