ABSTRAK
POLITISASI ETNIS DALAM PILKADA
(STUDI PADA REKRUTMENT CALON WAKIL KEPALA DAERAH PDI PERJUANGAN LAMPUNG PERIODE 2008-2013)
Oleh Sukma Wulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi politisasi etnis dalam perekrutan calon wakil kepala daerah PDI Perjuangan Lampung.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Dimana sumber data peneliti dapat dengan menggunakan tekhnik
snowball atau bola salju dengan jumlah informan 6 (Enam orang) yaitu Sahzan Syafri, S.H., M.H. (Ketua Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung), P. Gultom (Wakil Ketua Bidang Sumber Daya DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung), Palgunadi S.TP (Wakil Sekretaris Bidang Internal DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung), Mingrum Gumay S.H, M.H (Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung), Hj. Nurhasanah S.H, M.H. (Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung), dan DR. Suwondo, M.A. (Akademisi).
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan dokumentasi. Sedangkan tekhnik analisis data menggunakan prosedur reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.
Hasil dari penelitian ini adalah terjadi polisasi etnis di dalam perekrutan Joko Umar Said sebagai calon wakil kepala daerah dari PDI Perjuangan. Penetapan Nama Joko Umar Said memang dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ada di PDI Perjuangan. Akan tetapi di dalam proses perekrutannya faktor etnis menjadi pertimbangan penting karena Sjahroedin selaku calon kepala daerah memiliki wewenang untuk menentukan sendiri siapa pasangannya dan dia menginginkan etnis Jawa untuk mendampinginya.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etnis sering kali dijadikan isu atau komoditi utama untuk mencapai suatu tujuan dalam
masyarakat. Dalam konteks Pilkada, etnis dimobilisasi dan dimanipulasi sedemikian rupa untuk
memperoleh dan menambah dukungan suara bagi para kandidat kepala daerah. Partai politik
yang akan bertarung mengusung kandidat kepala daerah (gubernur dan wakil gubernur) yang
berasal dari kelompok atau etnis mayoritas dengan harapan etnis mayoritas itu akan memilih
pasangan yang mereka usung sehingga perolehan suara dalam pilkada akan terdongkrak.
Mobilisasi dan manipulasi etnis untuk meningkatkan jumlah suara ini dapat terjadi karena
masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantaranya adalah faktor sosiologis di dalam
mengambil suatu keputusan, khususnya menentukan suara dalam pemilihan. Faktor-faktor
sosiologis adalah pengelompokkan masyarakat berdasarkan kelas sosial, usia, jenis kelamin,
agama, etnisitas, kelas sosial, organisasi kemasyarakatan dan semacamnya. Faktor-faktor
sosiologis memiliki peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi, orientasi seseorang sebagai
dasar pertimbangan untuk menentukan pilihannya. Seseorang cenderung akan memilih calon
kepala daerah (gubernur, walikota/bupati) yang memiliki latar belakang yang sama dikarenakan
2
Lampung sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat heterogenitas
masyarakat yang tinggi pun tidak lepas dari isu etnis ini. Seringkali partai politik menjadikan
etnis sebagai komoditi utama dalam mencari dukungan suara. Fenomena ini dapat dilihat pada
momen Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Lampung 2008. Pada pemilihan
kepala daerah 2008 ini komposisi yang mencuat adalah gabungan antara etnis Jawa (calon
gubernur) dengan Lampung (calon wakil gubernur) atau Lampung (calon gubernur) dengan Jawa
(calon wakil gubernur). Sejumlah analis politik memperkirakan, dengan mayoritas penduduk
berasal dari etnis Jawa, komposisi calon yang memasukkan tokoh Jawa di dalamnya akan
memiliki peluang besar mendapatkan dukungan untuk memimpin Lampung dalam pilgub
(www.kapanlagi.com).
Jumlah masyarakat beretnis Jawa di Provinsi Lampung lebih banyak meskipun etnis lainnya
disatukan. Untuk itu dalam berbagai kesempatan Etnis Jawa selalu dilibatkan dalam memegang
kendali pemerintahan baik sebagai orang nomor satu maupun orang nomor dua. Pada Pilkada
Lampung 2008 kedudukan Etnis Jawa masih memegang peranan, yaitu sebagai unsur
memperoleh suara. Untuk mendukung tujuan tersebut maka partai politik maupun calon
gubernur dan wakil gubernur memasang Etnis Jawa sebagai kandidat baik sebagai kandidat
3
Adapun nama-nama calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan etnis dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 1
Nama Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Periode 2008-2013
No Partai Pendukung
Nama Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung
Etnis Asal Calon
Gubernur Wakil Gubernur 1. PKS-PAN Zulkifli Anwar-Akhmadi
Sumaryanto
Lampung Jawa
2. Perseorangan/Non Partai Politik
Muhajir Utomo-Andi Arief Jawa Lampung
3. Golkar-PKB-PPP Alzier Dianis Thabranie- Bambang Sudibyo
5. Demokrat-PBR Andy Achmad Sampurna Jaya-Muhammad Suparjo
Lampung Jawa
6. PDI Perjuangan Sjachroedin ZP-Joko umar Said
Sumber : Harian Pagi Rakyat Lampung, 3 September 2008
Sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2008, syarat yang harus dipenuhi untuk mencalonkan diri
sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur adalah partai atau gabungan partai yang
memperolah suara 15 persen pada Pemilu 2004 di daerah bersangkutan, dalam hal ini adalah
perolehan suara Pemilu 2004 di Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil Pemilu 2004 terdapat 2
partai yang berhak mengajukan calon gubernur dan wakil gubernurnya sendiri, yaitu Partai
4
Tabel 2
Perolehan Suara Partai Politik di Lampung pada Pemilu 2004
No. Partai Jumlah
Kursi
Jumlah Suara pada pemilu
2004
Persentase (%)
1. Golkar 16 774.492 25,76%
2. PDI Perjuangan 13 692.939 23,05%
3. PKS 6 284.362 9,30%
4. PKB 6 279.601 9,45%
5. Partai Demokrat 6 205.604 6,83%
6. PAN 6 221.592 7,37%
7. PPP 6 173.452 5,77%
8. PBR 4 133.577 4,44%
9. PKPB 3 163.770 5,44%
10. PDDK 1 76.610 2,54%
Jumlah 67 3.005.999 100,00%
5
PDI Perjuangan sebagai salah satu partai yang berhak mengajukan calon gubernur dan wakil
gubernurnya sendiri memilih tidak melakukan koalisi dengan partai lain di dalam mengusung
pasangan Sjachroedin ZP-Joko Umar Said. Hal ini membuat PDI Perjuangan menggunakan cara
atau starategi lainnya untuk mendapat dukungan dalam mengusung kandidat calon gubernur dan
wakilnya. Strategi yang digunakan yaitu strategi penyandingan dua calon yang mewakili etnis
terbesar di Lampung, Sjachroedin ZP (Lampung) dan Joko Umar Said (Jawa).
Hal berbeda dilakukan oleh Partai Golkar yang pada pemilu 2004 menempati posisi pertama
perolehan suara parlemen. Selain menerapkan stategi penyandingan dua Etnis terbesar,
merekapun menerapkan srategi berkoalisi dengan PPP dan PKB di dalam mengusung M.Alzier
Dianis Thabranie-Bambang Sudibyo. Koalisi dilakukan untuk memaksimalkan kekuatan mereka
agar dalam Pemilihan Gubernur dapat memperoleh dukungan dari massa masing-masing partai
sehingga peluang memenangkan pasangan calon akan semakin terbuka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah :
“Apakah terjadi politisasi etnis dalam perekrutan calon wakil kepala daerah PDI Perjuangan
Lampung?”
6
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada
tidaknya politisasi etnis di dalam perekrutan Joko Umar Said sebagai sebagai calon wakil kepala
daerah PDI Perjuangan Lampung.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini diharapkan akan
memberikan manfaat dalam hal :
1. Untuk mengetahui apakah isu etnisitas memengaruhi rekrutmen calon wakil kepala daerah
PDI Perjuangan Lampung.
2. Untuk memberikan gambaran tentang fenomena politik lokal yang ada di Provinsi Lampung
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Demokrasi Liberal dan Etnisitas 1. Pengertian Demokrasi Liberal
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos artinya rakyat dan kratos atau
kratei yang artinya Pemerintahan. Jadi dapat di artikan Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang artinya
pemerintahan di mana rakyat memegang peranan penting.
Demokrasi Liberal atau demokrasi konstitusional adalah sistem politik yang
melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan
pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari
proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar
bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar
keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu
seperti tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi Liberal pertama kali dikemukakan pada abad pencerahan oleh
penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, Jhon Locke, dan
Jean- Jacques Rousseau. Semasa perang dingin, istilah demokrasi liberal
bertolak belakang komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekarang
demokrasi konstitusional umumnya disbanding-bandingkan dengan
8
Demokrasi Liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi
barat di Amerika Serikat, Britania Raya, dan Kanada. Konstitusi yang dipakai
dapat berupa Republik (Amerika Serikat, India, Perancis, dan lain-lain), atau
monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol, dan lain-lain). Demokrasi
Liberal dipakai oleh Negara yang menganut sistem Presidensial (Amerika
Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster : Britania raya dan
negara-negara persemakmuran) atau sistem semipresidensial
(Perancis).(www.wikipedia.org)
2. Hubungan Demokrasi Liberal dan Etnisitas
Marzena Kisielowska Lipman dalam studinya di Eropa Timur dan Eropa
tengah menemukan kesimpulan bahwa telah terjadi kebangkitan etnis.
Runtuhnya rezim Komunis Uni Soviet dan perkembangan demokrasi
memperluas lingkup kebebasan dan hak warga negara. Terutama
kelompok-kelompok agama, kelompok-kelompok yang bersifat kedaerahan, kelompok-kelompok kultural,
dan kelompok etnis. Demokratisasi membawa konstitusi dan tatanan hukum
baru yang menjamin kebebasan politik, agama, dan berbahasa bagi
masyarakat di daerah perbatasan. Demokratisasi menyediakan instrumen
legal bagi pelaksanaan hak tersebut dan menjadi katalis bagi kebangkitan
etnis. Lebih lanjut, demokratisasi membuat inklusi dan partisipasi politik
kelompok etnis menjadi lebih besar. Kebangkitan etnik diakomodasi ke
dalam gerakan solidaritas untuk kebebasan dan keadilan yang ditunjukkan
9
mengembangkan agenda solidaritas etnis, baik di tingkat lokal maupun
tingkat nasional (Tabah Maryanah, 2007).
Robert Kaplan dalam buku The Coming Anarchy (2000) mengamati apa yang terjadi di Benua Afrika. Dalam observasinya, demokrasi telah gagal
menyelamatkan Afrika. Bukan perpolitikan yang rasional yang muncul di
benua itu, tetapi pertarungan antarsuku dan antaragama. Demokrasi
mengandaikan partai politik yang menjadi interest aggregation. Di Afrika, hal itu tidak terjadi. Partai politik ternyata hanya berbasis agama atau
kesukuan, dan pertarungan antarpartai menjadi pertarungan antarsuku dan
agama. Ketika dilaksanakan pemilu, yang terjadi medan pertempuran
berlumur darah dan bukan arena perebutan kekuasaan yang rasional. Kaplan
terang-terangan mengatakan, demokrasi tak akan berjalan di negara yang
sedang berkembang, yang mempunyai partai politik berbasis suku atau
agama. Kedua hal itu tak mungkin diakomodasi dalam sistem demokrasi yang
pada dasarnya adalah sistem yang didasarkan atas toleransi (I. Wibowo,
2003).
B. Partai Politik dan Fungsinya
Istilah partai menurut Maurice Duverger dalam Ichlasul Amal seperti dikutip Ari
Darmastuti (2004) kata partai digunakan untuk menggambarkan faksi-faksi dalam
republik-republik masa lalu, pasukan-pasukan yang terbentuk di sekitar conditeri
pada masa Renaisans Itali, kelab-kelab tempat berkumpil anggota-anggota
dewan-dewan revolusi, komite-komite yang bertugas memenangkan pemilihan umum
10
opini publik dalam negara-negara demokrasi modern. Semua lembaga-lembaga
tersebut berperan dalam memenangkan kekuasaan politik dan menerapkannya.
George B. De Huszar dan Thomas H. Stevenson dalam Miriam Budiardjo seperti
dikutip Ari Darmastuti (2004) mengartikan partai politik sebagai sekelompok
orang yang terorganisir untuk ikut serta mengendalikan suatu pemerintahan agar
dapat melaksanakan programnya dan menempatkan orang-orangnya dalam
jabatan. Pendapat di atas menitikberatkan bahwa partai politik sebagai organisasi
yang berorientasi secara langsung kepada penguasaan pemerintahan.
Sigmund Nuemann dalam Miriam Budiardjo seperti dikutip Ari Darmastuti
(2004) menberikan makna yang lebih luas lagi, di mana partai politik diartikan
sebagai organisasi artikulatif terdiri dari pelaku-pelaku politik yang masih aktif
dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada
pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh
dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan
berbeda-beda.
Gabriel A. Almond dalam Collin Mc Andrews seperti dikutip Ari Darmastuti
(2004) menyatakan bahwa ada tujuh fungsi partai politik yaitu sosialisasi politik,
rekrutmen politik, partisipasi politik, artikulasi kepentingan, komunikasi politik,
pembuat kebijakan. Di samping ketujuh fungsi di atas Haryanto dalam Ari
Darmastuti menambahkan dua fungsi lain yaitu partai politik sebagai sarana
11
1. Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik (political participation) merupakan proses pembentukan sikap serta orientasi politik warga negara terhadap sistem politik (Almond
dalam Collin Mc Andrews seperti dikutip Ari Darmastuti, 2004). Melalui
proses sosialisasi ini para anggota masyarakat memperoleh orientasi dan
sikap politik terhadap kehidupan politik yang berlangsung di masyarakat.
Berdasarkan sikap dan orientasi politik yang diperoleh dari sosialisasi politik
masyarakat akan dapat menenpatkan diri dan mengambil bagian atau tidak
mengambil bagian dalam sistem politik.
Sosialisasi politik berlangsung seumur hidup yang diperoleh secara sengaja
melalui pendidikan formal-non formal, dan informal maupun secara tidak
sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari (Ramlan Surbakti dalam
Ari Darmastuti, 2004).
Dari segi metode penyampain pesan, sosialisasi politik menjadi dua, yaitu
pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan
proses dialogik antara pemberi dan penerima pesan. Sedangkan indoktrinasi
merupakan proses sepihak yang dilakukan penguasa dalam memobilisasi dan
memanipulasi warga negara untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang
dianggap baik dan ideal oleh penguasa (Ramlan Surbakti dalam Ari
12
2. Rekrutment Politik
Fungsi rekrutment politik (political recruitment) ini berkaitan dengan proses penyeleksian, memilih, mengangkat pejabat politik untuk melaksanakan
sejumlah peranan dalam proses politik maupun menjalankan roda
pemerintahan. Fungsi rekrutment merupakan kelanjutan dari fungsi mencari
dan mempertahankan kekuasaan. Fungsi ini memiliki peranan sangat penting
dalam menjaga kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu
melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan terancam
(Ramlan Surbakti dalam Ari Darmastuti, 2004).
3. Partisipasi Politik
Partisipasi politik (political participation) adalah keikutsertaan dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik serta ikut menentukan
pemimpin pemerintahan. Pada dasarnya, ketika partai politik menarik minat
dan perhatian warga negara untuk ikut aktif dan bersedia menjadi anggota
partai, sesungguhnya partai politik menjadi wahana bagi warga negara untuk
aktif berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan politik (Ari darmastuti, 2004).
4. Komunikasi Politik
Komunikasi politik (political communication) adalah proses penyampaian mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat
kepada pemerintah. Kedudukan partai politik adalah sebagai jembatan
penghubung atau komunikator politik. Dari masyarakat partai politik
menyalurkan aneka ragam pendapat, aspirasi maupun kepentingan kepada
13
menyebarluaskan kebijakan pemerintah kepada masyarakat (Haryanto dalam
Ari Darmastuti, 2004).
5. Artikulasi kepentingan dan Agregasi kepentingan
Artikulasi kepentingan (interest articulation) adalah proses merumuskan dan kemudian menyalurkan berbagai ragam pendapat, aspirasi maupun
kepentingan masyarakat tersebut dapat berupa tuntutan maupun dukungan.
Ketika partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat, aspirasi masyarakat
kepada pemerintah maka merupakan proses komunikasi astu arah, dari
masyarakat kepada pemerintah (Ari Darmastuti, 2004).
Agregasi atau pemandu kepentingan (interest aggregation) merupakan proses penggabungan tuntutan-tuntutan dan dukungan-dukungan yang ada dalam
masyarakat menjadi berbagai alternatif kebijakan umum, untuk diperjuangkan
dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Di dalam
masyarakat, ada berbagai macam tuntutan dan dukungan yang berkembang,
baik yang sifatnya sama, berbeda, atau bahkan bertentangan. Partai politik
menampung dan memilah-milah tuntutan yang sama, kemudian memadukan
dan menganalisi untuk dijadikan berbagai alternatif kebijakan umum.
Selanjutnya memperjuangkannya dalam proses pembuatan keputusan untuk
14
C. Konsep Etnis dan Etnisitas
Kata etnik (ethnic) berasal dari kata bahasa Yunani ethnos, yang merujuk pada pengertian bangsa atau orang. Acap kali ethnos diartikan sebagai setiap kelompok sosial yang ditentukan oleh ras, adat-istiadat, bahasa, nilai dan norma budaya, dan
lain-lain yang pada gilirannya mengindikasikan adanya kenyataan kelompok
mayoritas dan minoritas dalam suatu masyarakat.
Fredrick Bart dan Zastro dalam Liliweri (2005) mengatakan etnik adalah
himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun
kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem nilai budayanya.
Koentjaraningrat dalam Liliweri (2005) memaksudkan etnik sebagai kelompok
sosial atau kesatuan hidup manusia yang mempunyai sistem interaksi, sistem
norma yang mengatur interaksi tersebut. Adanya komunitas dan rasa identitas
yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan
sendiri. Sementara itu, dalam kaitannya dengan ”bangsa”, etnik (kelompok etnik)
merupakan konsep yang digunakan silih berganti untuk menerangkan suatu
bangsa seperti Indonesia, dari sudut pandang kebangsaan yang melatarbelakangi
perkembangan budaya ( Hidayah dalam Liliweri, 2005).
Martin Bulmer dalam Liliweri (2005) mengemukakan, etnik atau yang selalu
disebut kelompok etnik adalah satu kelompok kolektif manusia dalam penduduk
yang luas. Memiliki kenyataan atau cerita asal-usul yang sama, mempunyai
kenangan terhadap masa lalu, yang terfokus pada satu unsur simbolik atau lebih.
15
pembagian wilayah, tampilan nasionalitas dan fisik (suku bangsa dan fisik.
Anggotanya sadar bahwa mereka merupakan anggota dari kelompok tersebut.
Diana dalam Liliweri (2005) mengemukakan bahwa etnik, atau yang lazim
disebut dengan kelompok etnik, adalah kumpulan orang yang dapat dibedakan
terutama oleh karakterisitik kebudayaan atau bangsa, yang meliputi :
1. keunikan dalan perangai (trait) budaya 2. perasaan sebagai satu komunitas
3. mempunyai perasaan etnosentrisme
4. status keanggotaan yang bersifat keturunan atau ascribed status
5. berdiam atau memiliki teritorial tertentu.
Sedangkan Etnisitas (ethnicity) adalah konsep yang menjelaskan :
1. status sekelompok orang berdasarkan kebudayaan yang dia warisi dari generasi
sebelumnya.
2. nilai budaya dan norma yang membedaan anggota suatu kelompok dangan
kelompok lain. Para anggota suatu kelompok etnis umumnya mempunyai
kesadaran atas nilai dan norma budaya yang sama, bahkan menjadikannya
sebagai identitas budaya untuk membedakan atau memisahkan diri dengan
kelompok lain.
3. penggolongan etnik berdasarkan afiliasi, artinya atas dasar apa sekelompok
orang berafiliasi satu sama lain. Bahkan itu dijadikan sebagai identitas
sekaligus identifikasi dari individu bahwa mereka merupakan bagian dari
16
4. perbedaan dengan ras, bahwa etnisitas merupakan proses pertukaran kebiasaan
berprilaku dan kebudayaan secara turun-temurun.
5. identitas kelompok yang didasarkan pada kesamaan karakteristik bahasa,
kebudayaan, sejarah, dan asal-usul geografis.
6. pembagian atau pertukaran kebudayaan yang berbasis pada bahasa, agama,
dan kebangsaan (nasionalisme). Atas pertimbanga ini etnisitas selalu
dihubungkan dengan keyakinan yang berlebihan pada bahasa, agama, dan
kebangsaan lain (Liliweri, 2005).
Etnisitas adalah konsep relasional yang mendasarkan pada kategorisasi
identifikasi diri (self identification) (Barker dalam kinasih, 2005).
Etnisitas dipaparkan oleh Jan Nederveen Pieterse sebagai bidang yang merujuk
pada politik kultural yang dilakukan oleh kelompok dominan Pieterse dalam
Kinasih (2005). Etnisitas merupakan kategori-kategori yang diterapkan pada
kelompok atau kumpulan orang yang dibentuuk dan membentuk dirinya dalam
kebersamaan atau kolektivitas (Rex dalam Kinasih, 2005). Dengan demikian
etnisitas lebih menunjuk pada kolektivitas dari pada individual. Sementara Paul
Brass dalam Pieterse seperti dikutip Kinasih (2005) menyatakan etnisitas adalah
kategori etnis mengenai kesadaran kelas ke kelas. Etnisitas merupakan aspek yang
penting dalam konteks hubungan antar kelompok. Pada term ini muncul gagasan tentang pembedaan atas klaim terhadap dasar asal-usul dan karakteristik budaya.
Jika ada pembedaan antara ”orang dalam” (insider) dan ”orang luar” (outsider)
17
Erikson dalam Kinasih (2005) menambahkan syarat kemunculan etnisitas atau
suatu kelompok etnis adalah bahwa kelompok tersebut paling tidak telah menjalin
hubungan atau kontak dengan etnis lain, dan masing-masing harus menerima
gagasan ide-ide perbedaan di antara mereka. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka
tidak akan muncul diskusi tentang etnisitas, karena pada hakikatnya etnisitas
adalah sebuah aspek relasional bukan milik suatu kelompok.
D. Pandangan Etnisitas
Ada beberapa pandangan teoritis utama yang bisa digunakan dalam melihat
fenomena etnisitas. Pandangan tersebut adalah :
1. Pandangan Primordialisme
Pandangan ini membaca kelompok etnik sebagai sesuatu yang given dari sananya, dan tidak terbantah. Argumentasi kaum primordialis menyatakan bahwa identitas
etnis telah terberi sejak manusia itu dilahirkan. Identitas kolektif dibangun melalui
proses bersama dalam komunitas, melalui ikatan-ikatan penyejarahan yang sama
dan sosialisasi komunitas (Nurul Aini dalam Kinasih, 2005).
Dalam masyarakat modern, primordialisme sering dimanifestasikan dalam
tindakan-tindakan yang mengarah pada tribalisme. Secara mendasar, kaum
primordialisme merasa pesimis manusia dapat hidup dalam satu kondisi
18
2. Pandangan Konstruktivis
Memandang fenomena etnis sebagai hasil dari proses sosial yang kompleks.
Pandangan Konstruktivis melihat identitas etnis terbangun melalui mitologi,
sejarah masa lampau, cerita nenek moyang, dan ikatan-ikatan kultural. Manusia
menyadari identitasnya secara otomatis. Kelompok etnis menurut pandangan
konstruktif bukan semata-mata kategori sosial tetapi merupakan kesadaran
kultural (Aini dalam Kinasih, 2005).
3. Pandangan Instrumentalis
Dalam pandangan ini keterikatan dan identitas dalam etnis bukan dipandang
sebagai sesuatu yang tetap. Menurut kaum instrumentalis relasi etnis selalu
berubah. Mereka bersepakat dengan kaum konstruktivis yang menekankan
kesadaran etnis terbangun atas konstruksi sosial. Akan tetapi pandangan
instrumentalis lebih menekankan aspek kekuasaan. Kaum instrumentalis
memandang kesadaran etnis sebagai hasil manipulasi dan mobilisasi politik elit
yang berkuasa. Konstruksi tersebut diproduksi secara terus-menerus melalui
atribut-atribut awal etnisitas seperti kebangsaan, agama, ras dan bahasa. Dalam
pemahaman sederhana etnis adalah bentukan atau produk wacana politik elit yang
berkuasa (Kinasih, 2005).
Dari beberapa pandangan di atas, penulis akan menggunakan pandangan
instrumentalis di dalam melakukan penelitian. Hal ini disebabkan di dalam
penentuan calon kepala derah dan wakil kepala daerah untuk Pilkada Lampung
19
dalam hal ini etnisitas. Jika calon sudah ditentukan maka partai memiliki
kekuasaan untuk memanipulasi rakyat dengan membawa isu etnisitas sebagai
sarana untuk memperoleh dukungan suara pada Pilkada.
E. Definisi Konseptual
Untuk menjawab pertanyaan dan mencapai tujuan penelitian, maka dianggap
perlu dalam penelitian ini dirumuskan konsep-konsep yang digunakan.
a. Politik Etnis adalah Politik yang berlandaskan pada nilai-nilai kesukuan,
agama, dan kultur masyarakat.
b. Politisasi Etnis adalah praktek politik yang menjadikan isu etnis sebagai alat
untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal Pilkada maka etnis dijadikan alat
untuk memperoleh atau meningkatkan dukungan suara dalam Pilkada.
c. Rekrutment cagub dan cawagub adalah proses seleksi individu-individu
berbakat untuk ditempatkan pada jabatan sebagai cagub ataupun cawagub.
d. Etnis Jawa adalah masyarakat Jawa yang berdasarkan garis keturunan atau
biologisnya beradat Jawa, berbahasa daerah Jawa, dan juga masih menerapkan
adat-istiadat atau prinsip-prinsip kehidupan masyarakat Jawa.
e. Etnis Lampung adalah masyarakat Lampung yang berdasarkan garis keturunan
atau biologisnya beradat Lampung, berbahasa daerah Lampung, dan juga
masih menerapkan adat-istiadat atau prinsip-prinsip kehidupan masyarakat
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe
penelitian deskriptif. Hadari Nawawi mengatakan:
“Pada prinsipnya penelitian deskriptif adalah cara yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan menjawab permasalahan di lapangan dengan teori-teori, konsep-konsep dan data hasil penelitian di lapangan.”
B. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menetapkan bahwa yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah rekrutmen yang dilakukan oleh PDI Perjuangan dalam
menentukan calon wakil kepala daerah pada Pilkada 2008.
C. Jenis Data
Jenis-jenis yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini terdiri dari data primer
dan data sekunder:
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber data pertama
atau informan melalui pedoman wawancara.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian pustaka berupa
literatur buku-buku bacaan, maupun dokumen-dokumen lainnya yang
21
D.Sumber Data
Dalam penentuan sumber data ini penulis menggunakan tekhnik snowball atau bola salju. Adapun informan yang berhasil peneliti temui di lapangan adalah:
1. Sahzan Syafri, S.H., M.H. (Ketua Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu DPD
PDI Perjuangan Provinsi Lampung).
2. P. Gultom (Wakil Ketua Bidang Sumber Daya DPD PDI Perjuangan Provinsi
Lampung).
3. Palgunadi (Wakil Sekretaris Bidang Internal DPD PDI Perjuangan Provinsi
Lampung).
4. Mingrum Gumay (Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPD PDI
Perjuangan Provinsi Lampung).
5. Hj. Nurhasanah (Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung).
6. Dr. Suwondo, M.A (Akademisi)
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik atau prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data, baik data primer
maupun data sekunder dilakukan dengan suatu penelitian secara seksama, yaitu
dengan cara:
1. Wawancara mendalam (deep interview)
Teknik wawancara yang diarahkan pada suatu masalah tertentu atau yang
menjadi pusat penelitian. Ini merupakan sebuah proses untuk menggali
informasi secara langsung dan mendalam sebagai data primer. Informasi akan
22
2. Dokumentasi
Penggunaan dokumen ini untuk mengumpulkan data-data yang dapat
mendukung, manambah data dan informasi bagi teknik pengumpulan data.
Dokumentasi diperoleh melalui dokumen-dokumen, arsip-arsip yang didapat
baik melalui media cetak maupun internet.
Menurut Guba dan Lincoln dalam Moleong (2004) dokumen digunakan untuk
keperluan penelitian karena alasan-alasan sebagai berikut:
a) Dokumen digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya, dan
mendorong.
b) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.
c) Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya
yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.
d) Tidak reaktif sehingga sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.
e) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas
23
F. Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif menurut Nasution (1988: 114-122) ada beberapa
teknik untuk memperoleh tingkat keabsahan data yang meliputi:
1. Kredibilitas Data
Untuk mendapatkan data dapat dilakukan perpanjangan waktu lapangan, dan
dengan melakukan teknik trigulasi, yaitu teknik keabsahan data yang
memanfaatkan data dari luar data tersebut sebagai pembanding sehingga
kebenaran itu dapat diketahui dengan pasti, selain itu juga dapat melakukan
pengamatan, memperbanyak referensi serta melakukan pembicaraan dengan
rekan sejawat.
2. Transferability/ Keteralihan Data
Dalam penelitian kualitatif keteralihan data sangat bergantung pada si
pemakai, yaitu sampai manakah hasil sebuah penelitian dapat mereka gunakan
pada konteks dan situasi tertentu. Apabila pemakai melihat ada dalam
penelitian itu yang serasi pada situasi yang dihadapinya, maka situasi tampak
adanya transfer, walaupun dapat diduga tidak ada dua situasi yang sama.
3. Dependability/ Ketergantungan Data
Dalam hal ini dapat digunakan model “audit trail” yaitu pemeriksaan data
lapangan, reduksi data, dan interpretasi data.
4. Confirmability/ Kepastian Data
Melalui pengumpulan data, rekonstruksi data, sintesis emik-etik, dan
24
G. Teknik Pengolahan Data
Data primer dan data sekunder yang telah terkumpul selanjutnya diolah melalui
tahapan berikut ini:
1. Tahapan editing, merupakan kegiatan dalam menentukan kembali data yang berhasil diperoleh dalam rangka menjamin validitasnya serta dapat segera
diproses lebih lanjut.
2. Tahapan interpretasi, data yang telah dideskripsikan baik melalui narasi
maupun tabel, selanjutnya diinterpretasikan sehingga dapat ditarik kesimpulan
sebagai hasil penelitian (Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 2005).
H. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biglen yang dikutip Lexy J. Moleong
(2006) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesisnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.
Analisis data merupakan cara seorang peneliti dalam mengelola data yang telah
terkumpul sehingga mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitiannya, karena
data yang diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat digunakan begitu saja,
analisis data menjadi bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena
dengan analisis data tersebut dapat lebih berarti dan bermakna dalam
25
Menurut Mathew B. Miles dan Huberman (1992 : 16-19), analisis data terdiri dari
tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, meliputi:
1. Reduksi Data
Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan membuang yang tidak perlu
serta mengorganisasikan data sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya
dapat ditarik dan diverifikasi.
2. Penyajian Data
Yaitu usaha menampilkan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Dengan melihat penyajian data maka akan dapat dipahami apa yang sedang
terjadi dan apa yang harus dilakukan.
3. Verifikasi dan Kesimpulan
Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisa kualitatif mulai
mencari arti benda-benda, mencatat keterangan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proporsi. Hasil
verifikasi data tersebut kemudian ditarik kesimpulan sesuai dengan masalah
IV. KONDISI SOSIO POLITIK MASYARAKAT LAMPUNG
A.Struktur Demografi Masyarakat Lampung
Indonesia merupakan bangsa yang kaya heterogenitas suku bangsa, agama, adat
istiadat dan beraneka ragam kebudayaan. Salah satu Provinsi yang memiliki
keheterogenitasan masyarakat adalah Provinsi Lampung. Jumlah penduduk
Provinsi Lampung hasil Proyeksi Jumlah Penduduk tahun 2006 tercatat sebesar
7.401.100 jiwa dengan kepadatan 200 jiwa/km². Dari jumlah tersebut sebanyak
78% berada di pedesaan dan sisanya 22% perada diperkotaan, dengan komposisi
penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan etnis yang selalu hidup
berdampingan menjadikan Provinsi Lampung dikenal dengan sebutan Sang Bumi
Ruwai Jurai (www.bi.go.id)
Dari sekian banyak etnis yang ada di Provinsi Lampung, terdapat dua etnis yang
memiliki jumlah terbanyak, yaitu etnis Jawa dan etnis Lampung sendiri. Untuk
lebih jelas mengenai Komposisi penduduk Lampung berdasarkan etnis ini dapat
27
Tabel 3
Komposisi Etnis Warga Negara Indonesia: Lampung, 2000
No. Etnis Jumlah Persentase (%)
1. Jawa 4.113.731 61,89
2. Lampung 792.312 11,92
3. Lainnya 663.026 9,97
4. Sunda 583.453 8,78
5. Melayu 236.292 3,55
6. Banten 166.113 2,50
7. Minangkabau 61.480 0,92
8. Bugis 16.471 0,25
9. Betawi 7.451 0,11
10. Madura 6.208 0,09
11. Banjar 353 0,01
TOTAL 6.646.890 100,00
Sumber : diolah dari Suryadinata, Leo, dkk. 2003. Penduduk Indonesia ; Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik. LP3ES. Jakarta. Hal. 20
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk di Provinsi Lampung didominasi
oleh penduduk beretnis Jawa. Etnis Jawa ini memiliki jumlah terbesar yaitu
sebesar 4.113.731 jiwa atau sebesar 61,89%. Kemudian diperingkat kedua
ditempati oleh penduduk beretnis Lampung dengan jumlah penduduk 792.312
jiwa atau 11,92%. Dan diposisi ketiga ditempati oleh etnis lainnya dengan jumlah
663.026 jiwa 9,97%.
B. Rivalitas Etnis Jawa-Lampung
Jawa merupakan etnis terbanyak yang ada di Provinsi Lampung melebihi jumlah
etnis Lampung sebagai etnis penduduk asli. Keberadaan suku Jawa yang
menempati urutan teratas dalam komposisi etnis warga negara Indonesia di
28
Pada Pemilihan Kepala Daerah Lampung 2008 yang diselenggarakan pada 03
September 2008 menunjukkan adanya komposisi dua etnis terbesar di Lampung
yaitu Jawa dan Lampung yang disandingkan sebagai pasangan calon wakil kepala
daerah dan wakil kepala daerah.
Jika dilihat pada sejarah masa lalu, sebenarnya terjadi persaingan di antara kedua
etnis terbesar ini di pemerintahan. Sebelumnya etnis Jawa selalu memegang
jabatan sebagai kepala daerah. Tercatat ada empat nama kepala daerah Provinsi
ini yang beretnis Jawa yaitu Kusno Anggoro, R. Sutiyoso, Yasir Hadibroto,
Pujono Pranyoto, dan Oemarsono. Sedangkan etnis Lampung hanya berhasil
menempatkan tiga nama sebagai kepala daerah yaitu Zainal Abidin Pagar Alam,
Sjachroedin Zainal Pagar Alam, dan Syamsurya Ryacudu. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel
Tabel 4
Gubernur Lampung dari Masa ke Masa
No. Nama Etnis Masa Jabatan
1. Kusno Danupoyo Jawa 1964-1966
2. Zainal Abidin Pagar Alam Lampung 1966-1973
3. R. Sutiyoso Jawa 1973-1978
5. Yasir Hadibroto Jawa 1978-1988
6. Kolo Poedjono Pranyoto Jawa 1988-1993
7. Kolo Poedjono Pranyoto Jawa 1993-1998
8. Oemarsono Jawa 1998 -
29
C. Profil Wakil Kepala Daerah PDI Perjuangan Lampung
Ir. H.M.S. Joko Umar Said, M.M. yang biasa dipanggil Pak Joko ini, lahir di
Yogjakarta 11 April 1948. Beliau memiliki istri yang bernama Yuliati serta
dianugrahi dua orang anak, Muh. Arief Herfia Yulianto, S.T. dan Siti Nursanti
Irriani, S.T. Beliau mengawali pendidikannya pada SR Pancasila Percobaan
Yogyakarta (1960), lalu pada SMP I FIP UGM Yogyakarta (1963) yang
dilanjutkan pada SMA Santo Thomas Yogyakarta (1966). Perguruan Tinggi
beliau lanjutkan di PTPN Veteran Yogjakarta (1974) dan meraih gelar Sarjana
Ekonomi Pertanian. Kemudian beliau melanjutkan ke jenjang Strata Dua pada
IPWI Jakarta (1998) dan meraih gelar Magister bidang Manajemen.
Pengalaman organisasi beliau antara lain beliau pernah menjabat sebagai Ketua
Umum Dewan Pengurus Wilayah Perhimpunan Penyuluhan Pertanian
(Perhiptani) Provinsi Lampung, Ketua Harian Kwartir Daerah Gerakan Pramuka
Provinsi Lampung dan Ketua Badan Narkotika (BNP) Provinsi Lampung.
Pengalaman pekerjaan beliau banyak dihabiskan di dunia pertanian. Tercatat
beliau pernah bekerja sebagai Penyuluh Pertanian Spesialis Kab. Lampung
Tengah, Koordinator Penyuluh Pertanian Spesialis Provinsi Lampung, Penyuluh
Pertanian Spesialis (PPS)/Kasi Pengembangan Teknologi di BBI Palawija, Kepala
BP-3 Pekalongan, Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) pada Dinas Pertanian
Provinsi Lampung, Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) pada Satpem Harian
Bimas Provinsi Lampung, Sekretaris Pembina Harian Bimas Provinsi Lampung,
Sekretaris Satuan Pembina Bimas Kanwil Provinsi Lampung, Kepala Dinas
30
Sekprov Lampung, Kepala Bappeda Prov. Lampung, Pejabat Wali Kota Metro,
Asisten Bidang Umum Sekprov Lampung, Plt. Sekprov Lampung/Asisten Bidang
Umum Sekprov Lampung, Asisten Bidang Administrasi Umum Sekprov
Lampung.
Melihat dari pengalaman pekerjaan yang telah dilakukan oleh Joko Umar Said
terlihat bahwa sejak awal karir beliau sudah berkecimpung di dunia pertanian. Hal
ini menjadikan track record beliau dikalangan para petani cukup baik sehingga beliau memiliki jaringan pada organisasi petani. Basis massa petani diperkirakan
mencapai 5,4 juta jiwa yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Provinsi
V. REKRUTMEN DAN POLITISASI ETNIS
Salah satu strategi yang digunakan partai untuk memperoleh simpati publik guna
memenangkan suatu Pilkada adalah rekrutmen calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menjelaskan proses perekrutan
calon wakil kepala daerah PDI Perjuangan Provinsi Lampung dan alasan-alasan
dibalik pemilihan Joko Umar Said sebagai calon wakil gubernur mendamping
Sjahroedin ZP. Apakah isu politisasi etnis ada di baliknya atau tidak.
A. Proses Rekrutmen Calon Wakil Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Lampung
PDI perjuangan dalam merekrut calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
Provinsi Lampung mengacu pada SK No. 428/DPP/KPTS/XII/2004 tentang
petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dari Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan. Rekrutmen calon gubernur dan wakil gubernur
dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pendaftaran, verifikasi, Rakerdasus,
32
1. Tahap Pendaftaran
Pada tahap ini PDI-P membuka pendaftaraan dengan mengumumkan di
sejumlah melalui media massa lokal seperti Lampung Post, Radar Lampung,
Lampung Express dan Fokus, serta melalui surat keputusan Rapat Koordinasi
Kepala cabang-cabang untuk menginformasikan kepada warga masyarakat
dan kader partai yang ingin mencalonkan diri. Waktu penngumuman adalah
tanggal 16 s.d 18 September 2007.
Pendaftaraan bakal calon Gubernur dan wakil Gubernur Provinsi Lampung
dari PDI perjuangan dilaksanakan oleh DPD PDI Perjuangan Provinsi
Lampung di sekertariatnya pada tanggal 24 September s.d 5 Oktober 2007.
Selama masa pendaftaran tersebut, terdapat 17 orang yang mendaftar sebagai
bakal calon gubernur. Pada ketujuhbelas nama tersebut, tidak hanya kader
partai saja yang mendaftar tetapi juga dari non kader dengan berbagai macam
latar belakang pekerjaan. Berikut adalah tabel nama-nama bakal calon wakil
gubernur:
Tabel 5
34
Dari ke 17 nama yang mendaftar sebagai bakal calon wakil gubernur, hanya
terdapat 13 nama yang mengembalikan berkas pendaftaran dan melengkapi
persyaratan. Adapun ke 13 nama tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 6
Nama-Nama Bakal Calon Wakil Gubernur yang Mengembalikan Berkas
No. NAMA BAKAL CALON PEKERJAAN KLASIFIKASI
1. Diana Tejo Surowuoyo Wiraswsta Non Kader (warga
Masyarakat)
2. Jumali Wiraswsta Kader/Anggota
3. Yohana tan Chui Chu Wiraswsta Non Kader (warga
6. Mussadek Syaukat Wiraswasta Kader/Anggota
7. M. Yusuf Kohar, S.E., 10. Edi Suparta Raswadiputra,
S.H.
35
2. Tahap Verifikasi
Verifikasi adalah penelitian terhadap seluruh kelengkapan persyaratan calon
gubernur dan wakil gubernur, berdasarkan ketentuan Undang-undang RI
Tahun 2004 dan Peraturan Partai yang dilakukan oleh Tim verifiksi yang
dibentuk oleh DPP dan DPD Partai. DPP PDI perjuangan telah membentuk
Tim verifiksi yang tertuang dalam surat DPP PDI Perjuangan No.
1672/IN/DPP/XI/2007 pada tanggal 5 November 2007 dengan personal : H.
Dudhie Makmun Murod, MBA (Ketua DPP PDI Perjuangan) dan Ir Agnita
Singedekane Irsal (Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan). Kemudian pada rapat
pleno DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung ditetapkan lagi Tim verifikasi
dari unsur DPD partai sebanyak 3 orang, yaitu : Sahzan Syafri, S.H, M.M
(Wakil Ketua Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu), Mingrum Gumay, S.H
(Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi), dan Palgunasi, S.T.P (Wakil
Sekretaris Bidang Internal ).
Pelaksanaan verifikasi berkas persyaratan pada awalnya dilakukan pada
tanggal 17 s.d 24 Oktober 2007. Akan tetapi hingga tanggal 31 Oktober 2007
DPP belum memutuskan Tim Verifikasi. Selain itu yang menjadi kendala
dalam pelaksanaan verifikasi berkas persyaratan adalah adanya kegiatan
kampanye Bupati di Kabupaten Lampung Barat dan Tulang Bawang pada saat
yang bersamaan. Sehingga pelaksanaan verifikasi baru diputuskan dalam rapat
pleno DPD PDI perjuangan Provinsi Lampung yang dilakukan pada tanggal
36
3. Tahap Rakerdasus
Tahap Rakerdasus bertujuan untuk menentukan calon-calon yang memenuhi
syarat secara internal partai. Peserta yang ikut memilih calon gubernur pada
saat rakerdasus adalah pengurus DPD, Pengurus DPC kabupaten/kota yang
ada di Provinsi Lampung serta ketua, sekretaris/pengurus kecamatan yang ada
di Provinsi Lampung. Jumlah peserta yang ikut memilih pada saat Rakerdasus
sekitar 592 orang. Tahap Rakerdasus ini meloloskan 11 nama bakal calon
wakil gubernur, yaitu Diana Tejo Surowijoto (non kader), Jumali (kader),
Yohana Tan Chui Chu (non kader), Heri Prambono (kader), M. Yusuf Kohar
(non kader), M.S Joko Umar said (non kader), Suryono S.W (non kader), H.
Ahmad Komarudin (non kader), H. Ahmad Barzan (non kader), Samlawi Lutfi
Ning (non kader) dan Ketut erawan (kader)
Setiap calon menyampaikan visi dan misinya secara lisan, kemudian peserta
melakukan pemilihan calon yang dianggap pantas menjadi calon pemimpin.
Pemilihan calon ini dilakukan dengan sistem vooting (pemungutan) suara. Nama-nama calon yang lulus dari hasil Rakerdasus diusulkan ke DPP partai.
4. Tahap Survei
DPP mempunyai kewenangan melakukan survei calon-calon yang lolos
verifikasi dan rakerdasus untuk dilakukan survei uji masyarakat langsung
seperti popularitas dan dukungan calon-calon. Survei dilakukan oleh lembaga
independen yaitu LSI. Survei dilakukan dalam beberapa tahap, yang pertama
survei dilakukan terhadap nama-nama yang mendaftar di PDI perjuangan
37
memperoleh nilai persentase terbesar di survei ulang untuk melihat nama siapa
yang paling pantas mendampingi Sjahroedin ZP. Hasil survei tersebut
menyebutkan 3 nama yang dianggap pantas sebagai wakil gubernur untuk
mendampingi Sjahroedin ZP adalah Joko Umar Said, Heri Suliyanto dan
Suryono SW. Pada survei tersebut Joko Umar Said mendapatkan 15,8% suara,
Heri Suliyanto mendapatkan 6,2% suara, Suryono SW mendapatkan 5,0%
suara sedangkan sebanyak 72,9% menyatakan tidak tahu, rahasia dan belum
memutuskan. Hasil dari survei tersebut dapat dilihat pada gambar
Gambar 1
Hasil Survei Terhadap 3 Nama Yang Dianggap Paling Pantas Sebagai Wakil Gubernur Mendampingi Sjachroedin ZP
Sumber : DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung, Januari 2009.
5. Tahap Penetapan Calon
Setelah dilakukan survei, DPP memutuskan siapa yang ditetapkan menjadi
calon gubernur atau wakil gubernur berdasarkan parameter-parameter dari
hasil verifikasi, hasil Rakerdasus dan hasil survei. Setelah diputuskan siapa
bakal calon gubernur yang terpilih, DPP melakukan penetapan calon. Untuk
calon wakil gubernur DPP merekomendasikan kepada DPD bahwa kepada
calon gubernur terpilih diberi hak untuk memilih pasangannya dengan
berkonsultasi kepada DPD secara kelembagaan dan dilaporkan kepada DPP.
15.8%
6.2% 5.0%
72.9%
Djoko Umar Said Heri Suliyanto Suryono SW Tidak Tahu /Rahasia / Belum
38
Setelah melalui tahap Rakerdasus dan dibantu oleh tahap survei, DPD PDI
Perjuangan Provinsi Lampung merekomendasikan satu nama kepada DPP PDI
Perjuangan di Jakarta yaitu Bapak Joko Umar Said untuk mendampingi Bapak
Sjahroedin Z.P sebagai Calon Wakil Kepala Daerah.
Menurut Sahzan Syafri, S.H., M.H. yang merupakan Wakil Ketua Bidang Politik
Dan Pemenangan Pemilu DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung ada dua faktor
internal yang mendasari terpilihnya Joko Umar Said Calon Wakil Kepala Daerah.
Yang pertama, Lampung merupakan propinsi yang mengandalkan sektor
pertanian sehingga dipilih calon pendamping Sjachroedin ZP yang mengandalkan
sektor pertanian sehingga dipilih calon pendamping Sjachroedin ZP yang
menguasai bidang tersebut. Yang kedua, Track record atau latar belakang pak Joko baik prilaku, cara maupun sikap beliau yang konsisten.
Menurut Menurut P.Gultom yang merupakan wakil ketua bidang sumber daya
DPP PDI Perjuangan Provinsi Lampung yang mendasari terpilihnya Joko Umar
Said sebagai calon wakil kepala daerah adalah Joko dinilai sebagai salah satu
pejabat yang paling bersih. Di dalam semua pelaksanaan tugasnya, PDI
Perjuangan melihat Joko merupakan orang yang jujur dan memiliki perhatian
yang cukup besar kepada masyarakat petani.
6. Tahap Pengesahan Calon
Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dari PDI Perjuangan Terpilih
disahkan oleh DPP untuk selanjutnya mendaftarkan diri di KPU Provinsi
Lampung. Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung oleh
39
B. Politisasi Etnis : Strategi Perolehan Suara PDI Perjuangan
Etnis sebagai instrumen politik yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi
massa memang dapat mendorong terjadinya fragmentasi di masyarakat, namun
ketika berbicara permasalahan strategi politik, tentunya setiap partai melihat
segala kemungkinan agar dapat mengakomodasi apa yang menjadi orientasi
pemilih dalam memilih wakil kepala daerahnya, termasuk pula pada isu etnisitas.
Menurut Palgunadi selaku Wakil Sekretaris Bidang Internal DPD PDI Perjuangan
Provinsi Lampung di masyarakat masih memiliki kecendrungan untuk memilih
kepala daerah ataupun wakil kepala daerah berdasarkan kesamaan etnis. Sehingga
secara politis akan lebih menguntungkan bagi PDI Perjuangan apabila
memasangkan pasangan yang berasal dari etnis mayoritas di Provinsi tersebut.
Hal senada juga dikemukakan oleh P. Gultom selaku Wakil Ketua Bidang Sumber
Daya DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung. Beliau mengungkapkan realitas di
lapangan menunjukkan dalam menentukan pilihan politik, masyarakat pemilih
masih menginginkan sosok yang memiliki kesamaan dengan pemilih, misalnya
kesamaan etnis. Karena dengan adanya kesamaan tersebut masyarakat pemilih
akan lebih merasa tersalurkan aspirasinya.
Penyandingan pasangan Sjahroedin-Joko merupakan kondisi dimana pasangan
tersebut mewakili dua etnis terbesar di Provinsi Lampung. Di mana dalam
perekrutan wakil kepala daerah faktor etnis diperhatikan. Suwondo mengatakan:
40
menghubungi Pak Soeharto dan untuk Pak Muhajir saya menyatakan tidak sepakat karena akan benturan jika berdua berpasangan. Tetapi kemudian Pak Soeharto menyatakan menolak akhirnya dia nyari yang laen baru kemudian muncul nama-nama baru seperti Pak Joko Umar Said, Suryono dan lain-lain....”
Dari pernyataan di simpulkan bahwa di dalam merekrut calon wakil kepala daerah
PDI Perjuangan memperhatikan aspek etnis. Di mana nama-nama yang dipilih
untuk mendampingi Sjahroedin adalah etnis Jawa. Nama Joko Umar Said sendiri
terpilih setelah melalui beberapa tahap seleksi seperti verifikasi dan Rakerdasus
dibantu dengan survei yang dilakukan oleh badan independent yaitu Lingkar Studi Indonesia (LSI). Hasil survei tersebut memperlihatkan bahwa Joko Umar Said
memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi di banding kandidat calon wakil kepala
daerah yang lain. Sehingga nama Joko Umar Said yang kemudian dipilih untuk
menemani Sjachroedin.
Mingrum Gumay selaku Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPD PDI
Perjuangan mengatakan :
“...PDI Perjuangan merupakan Partai Nasionalis yang tidak mempersoalkan suku, agama, ras dan ideologi dalam pemilihan seseorang untuk menempati jabatan-jabatan tertentu. Akan tetapi PDI Perjuangan memperhatikan beberapa aspek antara lain kemajemukan (kebhinekaan), kearifan lokal, dan suasana kebatinan rakyat…”
Dari pernyataan Mingrum Gumay dapat diketahui bahwa PDI Perjuangan adalah
partai yang berbasis Nasionalis dimana dalam merekrut orang-orang untuk
menempati jabatan-jabatan publik tidak mempersoalkan suku, agama, ras, dan
ideologi dari calon. Akan tetapi PDI Perjuangan memperhatikan aspek-aspek
lainnya seperti, kemajemukan (kebhinekaan), kearifan lokal dan suasana
41
Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang
berbeda yang membentuk Negara Kesatuan Rebublik Indonesia. Hal inilah yang
disebut dengan kemajemukan. Suku-suku bangsa tersebut menempati
wilayah-wilayah dengan kultur budaya yang berbeda-beda sehingga masyarakat di wilayah-wilayah
yang satu memiliki keinginan atau kebutuhan yang berbeda dengan masyarakat di
wilayah lainnya. Keinginan dan kebutuhan itu biasanya disesuaikan dengan
kondisi sosiologis dan antropologis akar budaya setempat. Hal inilah yang disebut
dengan kearifan lokal.
Suasana kebatinan rakyat adalah suatu keadaan dimana keinginan rakyat menjadi
penting. Sebuah kebijakan dibuat atau diambil dengan memperhatikan keinginan
rakyat apakah akan menimbulkan resistensi konflik atau tidak dengan rakyat
secara krusial. Dalam hal perekrutan untuk wakil kepala daerah PDI Perjuangan
melihat bahwa masyarakat menginginkan calon kepala daerah dan wakilnya
merupakan gabungan dari dua etnis terbesar (Jawa-Lampung) sehingga kemudian
PDI Perjuangan mencari Etnis Jawa untuk mendampingi Pak Sjahroedin yang
kebetulan sudah beretnis Lampung.
Pertimbangan etnis dalam perekrutan calon wakil kepala daerah yang dilakukan
oleh PDI Perjuangan memperlihatkan bahwa telah terjadi politisasi etnis. dalam
proses rekrutmen pertimbangan etnis menjadi penting untuk mendongkrak
perolehan suara dalam Pilkada. Para elite di PDI Perjuangan melihat bahwa di
masyarakat faktor etnis masih diperhatikan sehingga perlu adanya upaya untuk
memanfaatkan situsasi ini guna mendongkrak perolehan suara dalam Pilkada
42
2005-2010 dan calon wakil kepala daerah dari PDI Perjuangan menginginkan
orang yang beretnis Jawa untuk mendampinginya. Suwondo mengatakan:
“...secara de facto dia memperhatikan. Walaupun mungkin di luar jawaban dia tidak tetapi di dalem dia memperhatikan itu. Jadi ya pertimbangan-pertimbangan primordialisme itu masih ada, dengan tim-tim, orang-orang dekatnya itu masih dibicarakan. Tidak benar kalau dia bilang tidak ada, nyata nya ada itu pertimbangan-pertimbangan etnis. Secara ini...tidak salah kok, ini strategi...”
Pernyataan di atas menegaskan lagi bahwa memang di dalam perekrutan calon
wakil kepala daerah yang dilakukan oleh PDI perjuangan mengandung usur
politisasi etnis. Hal ini sesuai dengan teori pandangan instrumentalis dimana
kaum instrumentalis memandang kesadaran etnis sebagai hasil manipulasi dan
mobilisasi politik elit yang berkuasa atau dalam pemahaman sederhana etnis
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesamaan etnis merupakan salah satu faktor yang dijadikan komoditi
perolehan suara dalam Pilkada Lampung 2008. Studi yang dilakukan Marzena
Kisielowska Lipman menemukan telah terjadi kebangkitan etnis di Eropa
tengah dan Eropa tengah, hal ini pun terjadi pada Pilkada Lampung dimana
dari ke tujuh calon kepala daerah dan wakil kepala daerah merepresentasikan
dua etnis terbesar di provinsi Lampung yakni Etnis Jawa dan Etnis Lampung.
Rekrutmen calon wakil kepala daerah yang terjadi di tubuh PDI Perjuangan
dilakukan sesuai dengan mekanisme partai yaitu tahap penjaringan, verifikasi,
RAKERDASUS, dan tahap survei. Dari ke empat tahap tersebut dapat dilihat
bahwa dalam perekrutan Joko Umar Said sebagai calon wakil kepala daerah
terdapat unsur pemanfaatan etnis atau politisasi Etnis. Hal ini didasarkan pada
pernyataan Sjahroedin selaku Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung
2005-2010 dan calon wakil kepala daerah dari PDI Perjuangan bahwa dia
44
B. Saran
1. Elite politik hendaknya lebih melihat aspek kualitas, visi misi serta program
seseorang daripada etnis di dalam perekrutan jabatan-jabatan publik.
2. Masyarakat hendaknya juga melihat aspek kualitas, visi misi serta program
seseorang daripada etnis dalam memilih sehingga akan mengurangi resiko
konflik etnis.
3. Perlu dibuat penelitian lebih lanjut untuk melihat perilaku pemilih, apakah
DAFTAR PUSTAKA
Kinasih, Ayu Windy. 2005. Identitas Etnis Tionghoa di Kota Solo. Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik; Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. PT. LKiS Pelangi Aksara. Yogyakarta.
Maryanah, Tabah. 2007. Politisasi Etnis; Strategi Politik Etnis Lampung Memanfaatkan Liberalisasi Politik di dalam Rekruitmen Jabatan Publik di Provinsi Lampung Tahun 1999-2007. Tesis. Program Studi Ilmu Politik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Miles, Matthew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisa Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru.UI Press. Jakarta. 156 hlm.
Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Nawawi, Hadari. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung
Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi. 2005. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.
Suryadinata, Leo, dkk. 2003. Penduduk Indonesia ; Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik. LP3ES. Jakarta
Yin, Robert K. 2005. Studi Kasus; Desain dan Metode. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta
Literatur Lainnya
Rakyat Lampung edisi 3 September 20008
Mencuat Komposisi Kandidat Gubernur Lampung Berdasarkan Etnis. www.kapanlagi.com. Diakses pada 28 April 2009.
Stiawan ZS, Isbedi. November 2008. Pilgub Jawa dan Impian Damai. http://isbedystiawanzs.blogspot.com. Diakses pada 28 April 2009.
Wibowo, I. Demokrasi untuk Indonesia?. www. Kompas.com. Diakses pada 22 Juni 2009.
HASIL WAWANCARA
5. Jabatan di PDIP : Wakil Ketua Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu 6. Pendidikan Terakhir : S 2
II. Hasil Wawancara
1. Apa yang melatar belakangi terpilihnya Joko Umar Said mendampingi Sjachroedin ZP sebagai Calon Wakil Kepala Daerah?
Jawab :
Faktor Internal (Faktor yang ada di dalam diri Pak Joko) :
a) Kami melihat bahwa Lampung merupakan propinsi yang mengandalkan sektor pertanian sehingga dipilih calon pendamping Sjachroedin ZP yang menguasai bidang tersebut. Dari berbagai survei yang telah dilakukan baik dari partai sendiri maupun oleh lembaga survei (LSI) yang paling mempunyai peluang adalah Joko Umar Said, dikarenakan trackrecord beliau yang telah lama menggeluti bidang ini. Dengan telah lamanya Pak Joko menggeluti bidang ini maka beliau telah memiliki basis massa yang cukup. b) Trackrecord atau latar belakang Pak Joko baik prilaku, cara maupun sikap beliau yang inskonsisten,
tidak memiliki kasus baik keuangan maupun moral.
Faktor Eksternal :
Dukungan dari partai (PDI Perjuangan)
2. Kritera-kriteria apa saja yang harus dimiliki oleh calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDI P? Jawab :
Kriteria atau persyaratan-persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah (gubernur dan wakil gubernur) sesuai dengan SK No. 428/DPP/KPTS/XII/2004.
Kriteria-kriteria tersebut pada dasarnya Kepercayaan partai terhadap seseorang untuk bisa membawa 2 misi partai, yaitu :
a. Misi partai b. Misi negara
3. Siapasajakah kandidat calon wakil kepala daerah selain Pak Joko Umar Said? Jawab :
4. a. Dimana sajakah basis massa PDI Perjuangan ? Jawab :
Di Seluruh wilayah Lampung. Di tiap daerah jumlah massa tidak ada yang telalu mendominasi ataupun terpuruk. Kisarannya mulai dari 14-28 %. Jika di rata-rata basis massa PDI P berada dikisaran 17%.
b. Dimana sajakah basis massa Pak Joko Umar Said Dan dari kalangan mana saja? Jawab :
Lampung Selatan, Lampung Tengah, Tanggamus, Lampung Utara (Way kanan). Mereka berasal dari kalangan petani karena Pak Joko adalah Ketua Perhimpunan Penyuluh Pertanian (Perhiptani) Provinsi Lampung.
5. Langkah-langkah apa saja yang ditempuh sehingga perolehan suara PDI Perjuangan mendominasi di semua daerah?
Jawab :
1. Rencana dan analisa. Berdasarkan analisa kami bahwa pasangan adalah figur yang bisa dipasarkan. Program-program dari pasangan tersebut sudah banyak yang terealisasi diantaranya menara siger, keberhasilan bidang pertanian dengan tercapainya swasembada beras, program umroh.
2. Strategi politik, bagaimana cara memecah suara masyarakat. PDI hanya sendiri saja mengusung pasangan Sjachroedin ZP- Joko Umar Said dengan tujuan agar jumlah pasangan yang akan bertarung pada Pilkada banyak dan kemungkinan suara pemilih terpecah akan semakin besar.
3. Program (visi misi pasangan yang disampaikan pada saat kampanye, baik melalui partai maupun tim eksternal). Pak Sjachroedin lebih pada komitmen yang kuat untuk membangun Pemerintahan.
6. Apa Pendapat Bapak mengenai Kombinasi Etnis Jawa-lampung, Lampung Jawa pada pasangan Cagub dan Cawagub Pilkada yang lalu?
Jawab :
Sejak era Orde baru berakhir tidak ada lagi dikotomi etnis, memilih berdasarkan etnis sudah dianggap basi oleh masyarakat. Hal yang dilihat masyarakat adalah figur tersebut bisa dipercaya atau tidak, memiliki kedekatan emosional dengan pemilih.
HASIL WAWANCARA
4. Jabatan : Wakil Ketua Bidang Sumber Daya DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung. 5. Pendidikan Terakhir : PG SLP (Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama)
II. Hasil Wawancara :
1. Apa yang melatar belakangi terpilihnya Joko Umar said mendampingi Sjachroedin ZP sebagai Calon Wakil Kepala Daerah?
Jawab :
Pertama Pak Joko itu menurut penilaian kita salah satu pejabat yang paling bersih. Kita mengatakan dia paling bersih begini dong, dia pernah kepala dinas pertanian, pernah asisten dua, pernah sekda provinsi, pernah pejabat pelaksana tugas walikota metro, semua ini sebenarnya memberi peluang untuk dia katakanlah jadi kaya tapi trernyata enggak, itu indikatornya ya. Jadi di dalam semua pelaksanaan tugasnya, di dalam semua job nya itu kita melihat dia orangnya jujur, dan perhatiannya kepada masyarakat petani itu cukup besar itu yang kita lihat karena pada awalnya karirnya itu dari penyuluh pertanian. Ketika kita tanya modal, PDI kan mencalonkan seseorang kita harus tau dong berapa modalnya, ketika kita tanya modal dari semua calon yang mengajukan dirinya kepada kita, Joko Umar Said modalnya paling kecil. Itu melengkapi penilaian kita dia orangnya jujur.
2. Kritera-kriteria apa saja yang harus dimiliki oleh calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDI P? Jawab :
Pertama, dia harus berwatak dan berwawasan kerakyatan. Jadi dia harus berpihak pada rakyat itu intinya. Karena demokrasi yang mau kita bangun itu demokrasi kerakyatan. Itu aja.
3. Apa pandangan bapak mengenai komposisi Pilgub kemarin Lampung-Jawa Jawa-Lampung? Jawab :
Begini, sebenarnya secara ideologi nasional itu tidak boleh menjadi dasar pemikiran. Tidak boleh. Tetapi bagaimanapun sebagai orang politik PDI Perjuangan harus melihat realitas di lapangan. Yang kita inginkan tidak lagi diperbincangkan soal kesukuan tetapi kita sadar di lapangan itu masih berpengaruh. Sehingga apa…masyarakat akan merasa tersalur aspirasinya apabila ada aspirasi seperti itu. Gitu. Jadi bukan dasar ideologis. Dasar praktislah, karena kebutuhan realitas di lapangan.
4. Jika yang menjadi dasar pemikiran pak Joko itu petaninya kuat, mengapa PDI Perjuangan tidak mencari Figur Lampung yang basicnya juga kuat di pertanian?
Jawab :
5. Langkah-langkah apa saja yang ditempuh sehingga perolehan suara PDI P mendominasi di semua daerah?
Jawab :