• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Perjanjian Jasa Pemborongan Pekerjaan Penyediaan Air Baku Antara PT. Mitha Prana Chasea Dengan Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelaksanaan Perjanjian Jasa Pemborongan Pekerjaan Penyediaan Air Baku Antara PT. Mitha Prana Chasea Dengan Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

JOJOR IMELDA LIMBONG

107011124/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

JOJOR IMELDA LIMBONG

107011124/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nama Mahasiswa : JOJOR IMELDA LIMBONG

Nomor Pokok : 107011124

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS) (Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum

Anggota : 1.Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS

2.Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

(5)

Nama : JOJOR IMELDA LIMBONG

Nim : 107011124

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PELAKSANAAN PERJANJIAN JASA

PEMBORONGAN PEKERJAAN PENYEDIAAN AIR BAKU ANTARA PT. MITHA PRANA CHASEA DENGAN BALAI SUMBER DAYA AIR SUMATERA II PROPINSI SUMATERA UTARA

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang merupakan penyempurnaan dari Keppres Nomor 80 Tahun 2003, tujuan diberlakukannya peraturan tentang pengadaan barang/jasa agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Permasalahan yang penulis angkat dalam tesis ini yaitu bagaimana proses pelaksanaan perjanjian pemborongan apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, tanggung jawab para pihak, dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan proyek serta upaya-upaya yang dilakukan para pihak untuk menyelesaikan sengketa dalam perjanjian tersebut.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang dilakukan secara pendekatan yuridis empiris. Sumber data diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan para responden sedangkan data sekunder diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan literatur. Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.

Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan penyediaan air baku antara PT. Mitha Prana Chasea dengan Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara proses pembuatan perjanjian pemborongan dan pelaksanaan perjanjian dimulai dengan tahap pra kontrak, kontrak dan pasca kontrak. Pasca penandatanganan kontrak terjadiaddendumatau perubahan kontrak akibat adanya perubahan volume pekerjaan yang mengakibatkan perubahan harga dan volume pekerjaan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa perjanjian jasa pemborongan ini telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku dimana PT. Mitha Prana Chasea telah memenuhi ketentuan yang berlaku sebagai pemborong/penyedia jasa. Para pihak juga memiliki tanggung jawabnya masing-masing atas pelaksanaan perjanjian pemborongan. Pihak pengguna jasa bertanggungjawab menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Pemborong atau penyedia jasa bertanggungjawab mengerjakan kontrak sesuai dengan bestek, melaporkan hasil pekerjaan secara periodik, memberikan jaminan berupa garansi bank dan juga bertanggungjawab dalam pemeliharaan proyek selama 3 (tiga) bulan pasca kontrak. Agar proses pelaksanaan pekerjaan pemborongan dapat berjalan dengan efektif hendaknya didukung kerjasama kedua belah pihak serta dilakukan dengan penuh tanggungjawab. Apabila ada perselisihan yang terjadi agar diselesaikan dengan musyawarah tanpa harus dibawa ke pengadilan.

(7)

No.54/2010 on the government goods and service procurement as the amendment of Presidential Decree No.80/2003, it is stated that the purpose of the enactment of regulation on goods and services procurement is to make the implementation of goods and services procurement which is partially or entirely funded by APBN/APBD efficient, effective, open and competitive, transparent, fair/not discriminative and accountable. But, in general, not all of the goods and services procurement was implemented in accordance with the provisions above. The purpose of this descriptive analytical study with juridical empirical approach was to find out whether or not the process of tender agreement was implemented in accordance with the currently applicable law, the responsibility of the parties involved, the constraints faced in the implementation of the project, and the attempts done by the parties involved to settle the dispute occurred in the agreement.

The data used in this study were primary data obtained through interviewing the respondents and secondary data obtained from the related regulations of legislation and literatures. The data obtained were then qualitatively analyzed.

In the tender agreement of raw water supply between PT. Mitha Prana Chasea and Balai Sumber Daya Air Sumatera II Province of Sumatera Utara, the making process of tender agreement and the implementation of the agreement began with the stages of pre-contract, contract, and post-contract. After signing the contract, an addendum or change of contract occurred due to change of work volume resulted in the change of work volume and cost. The result of this study showed that the tender agreement of this service has met the current legal provisions in which PT. Mitha Prana Chasea in its capacity as contractor/service provider has met anything required. The parties involved also had their own responsibility for the implementation of the tender agreement. The service user was responsible for the provision of facilities and infrastructures needed. The contractor or service provider was responsible for the implementation of work in accordance with the specification agreed, periodically reporting the results of works, providing a collateral in the form of bank guarantee and being responsible for project maintenance for 3 (three) months during post-contract. In order to make it effective, the implementation process of contracted jobs must be supported by a fully responsible cooperation between both parties. In case a dispute occurs, it should be settled by deliberation and consensus without taking it to the court of law.

(8)

Tuhan Yang Maha Esa, atas segala cinta kasih, pertolongan, kemurahan dan

penyertaanNya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) dengan judul : “Pelaksanaan

Perjanjian Jasa Pemborongan Pekerjaan Penyediaan Air Baku Antara PT.

Mitha Prana Chasea Dengan Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi

Sumatera Utara”.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan

dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terimakasih yang

mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat

terpelajar :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Ketua Komisi

Pembimbing yang dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan,

saran dan masukan kepada penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS., selaku Anggota Komisi

Pembimbing yang dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan,

(9)

4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

sekaligus Dosen Penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis

dalam penyempurnaan tesis ini.

5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

sekaligus Dosen Penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis

dalam penyempurnaan tesis ini.

Dalam kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis juga mengucapkan

terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan

fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis

ini.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

3. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Studi Magister

(10)

Hukum Universitas Sumatera Utara, Bu Fat, Winda, Sari, Lisa, Afni, Aldi,

Ken, Rizal, yang selalu membantu kelancaran dalam hal management

administrasi yang dibutuhkan.

5. Seluruh teman-teman seangkatan mahasiswa Magíster Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Kelas Reguler Khusus, yang

telah membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis

ini.

6. Teman-teman terbaikku, Candy, Willy, Raymond, Lidya yang telah banyak

memberikan bantuan dan semangat untuk penulis sehingga dapat

menyelesaikan tesis ini.

Suatu rasa haru yang tidak terhingga dalam kesempatan ini penulis juga

menghaturkan sembah sujud dan ucapan terimakasih kepada Ayahanda tercinta

Almarhum Lucius Limbong dan Ibunda Senti Sigalingging yang terus

memberikan doa dan kasih sayangnya kepada penulis. Teristimewa kepada suami

tercinta Viktor Silaen, SE., yang telah memberikan dorongan dan doa demi

perjuangan penulis meraih cita-cita dan putriku tersayang Gabriella Gracia Silaen

yang senantiasa memberikan keceriaan buat penulis disaat penulis menyelesaikan

tesis ini. Tidak ketinggalan kepada seluruh saudara-saudaraku, abang, kakak yang

(11)

tesis ini dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam menambah wawasan

dan pengetahuan bagi pembacanya.

Medan, Juli 2012 Penulis

(12)

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Jojor Imelda Limbong

Tempat / Tgl. Lahir : Sibolga, 1 Mei 1976

Alamat : Jl. Persatuan Komplek Surya Regency

D-10 Medan

II. KELUARGA

Nama Suami : Viktor Silaen, SE

Nama Anak : Gabriella Gracia Silaen

III. PENDIDIKAN

SD Negeri 060832 Medan : Lulus Tahun 1988

SMP Negeri 6 Medan : Lulus Tahun 1991

SMA Negeri 11 Medan : Lulus Tahun 1994

S1 Ilmu Hukum Universitas Darma Agung Medan : Lulus Tahun 1999

S2 Magister Kenotariatan FH-USU : Lulus Tahun 2012

IV. PEKERJAAN

Agustus 2000 – sekarang : HRD Manager PT. Panca Pilar Tangguh

(13)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR ISTILAH ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... ... 1

B. Permasalahan ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi ... 17

G. Metode Penelitian ... 18

1. Spesifikasi Penelitian ... 18

2. Metode Pendekatan ... 19

3. Sumber Data ... 20

4. Alat Pengumpulan Data ... 22

5. Analisis Data ... 23

BAB II PROSES PELAKSANAAN PERJANJIAN JASA PEMBORONGAN PEKERJAAN PENYEDIAAN AIR BAKU ANTARA PT. MITHA PRANA CHASEA DENGAN BALAI SUMBER DAYA AIR SUMATERA II PROPINSI SUMATERA UTARA ... 24

A. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian ... 24

(14)

6. Berakhirnya Perjanjian ... 43

7. Perjanjian Baku ... 44

B. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Pemborongan .. 46

1. Pengertian Perjanjian Pemborongan ... 46

2. Sifat dan Bentuk Perjanjian Pemborongan ... 51

3. Macam dan Resiko Perjanjian Pemborongan ... 52

4. Isi Perjanjian Pemborongan ... 57

5. Pihak-pihak Dalam Perjanjian Pemborongan ... 57

C. Tinjauan Umum terhadap Undang-Undang Jasa Konstruksi ... 59

1. Sejarah dan Pengertian Jasa Konstruksi ... 59

2. Asas dan Prinsip Jasa Konstruksi ... 65

3. Jenis Usaha Konstruksi ... 66

4. Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi ... 67

D. Proses Pelaksanaan Perjanjian Jasa Pemborongan Penyediaan Air Baku Antara PT. Mitha Prana Chasea Dengan Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara ... 68

1. Tahap/Fase Pra Kontrak ... 68

2. Tahap/Fase Penandatanganan Surat Perjanjian (Kontrak) ... 79

3. Tahap/Fase Pasca Kontrak (Pelaksanaan) ... 86

BAB III TANGGUNGJAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN. 97 A. Tanggungjawab Pejabat Pembuat Komitmen Selaku Pengguna Jasa ... 97

B. Tanggungjawab PT. Mitha Prana Chasea selaku Penyedia Jasa ... 103

(15)

4. Tanggungjawab Kontraktor dalam memberikan

Jaminan berupa garansi Bank dan Asuransi ... 115

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DAN UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PARA PIHAK UNTUK MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN JASA PEMBORONGAN ... 120

A. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Pembangunan Proyek ... 120

B. Upaya-upaya yang Dilakukan oleh Para Pihak .. untuk Menyelesaikan Sengketa dalam Pelaksanaan Perjanjian Jasa Pemborongan ... 127

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 132

A. Kesimpulan ... 132

B. Saran ... 133

(16)

3. APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara 4. AV : Algemene Voorwarden voorde uitvoering bij

aanneming van openbare werken in Indonesia (syarat-syarat umum untuk pelaksanaan

pemborongan pekerjaan umum di Indonesia) 5. DIPA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

6. KAK : Kerangka Acuan Kerja

7. Kepmenpraswil : Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah

8. Keppres : Keputusan Presiden

9. KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 10. NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak

11. PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum 12. Pemda : Pemerintah Daerah

13. Perpres : Peraturan Presiden

14. PPK : Pejabat Pembuat Komitmen 15. PPN : Pajak Pertambahan Nilai

16. RKS : Rencana Kerja dan Syarat-syarat 17. SBU : Sertifikat Badan Usaha

18. SDA : Sumber Daya Air

19. SIUJK : Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi 20. SMM : Sistem Manajemen Mutu

21. SNVT : Satuan Non Vertikal 22. SPMK : Surat Perintah Mulai Kerja 23. STL : Serah Terima Lapangan 24. TDP : Tanda Daftar Perusahan

(17)

2. Addendum Kontrak : Perubahan Kontrak

3. Advance Payment Bond : Jaminan Pembayaran Uang Muka

4. Air Baku : Air bersih yang dipakai untuk kebutuhan Air minum, rumah tangga dan industri 5. Annemer : Kontraktor, pelaksana

6. Bank Guarantee : Garansi bank

7. Bestek : Uraian tentang pekerjaan yang disertai dengan gambar-gambar dan syarat-syarat

yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan pekerjaan pemborongan bangunan.

8. Bid Bond : Jaminan penawaran 9. Fixed price : Harga pasti

10. Force majeur/overmacht : Keadaan memaksa 11. In good faith : Asas Itikad baik

12. Klarifikasi : Kegiatan menilai kemampuan dasar pemborong, sesuai dengan pekerjaan yang menjadi spesialisasinya

13. Lumpsum : Harga keseluruhan 14. Maintenance Bond : Jaminan Pemeliharaan 15. Obligee. : Pemilik pekerjaan 16. Performance Bond : Jaminan pelaksanaan

17. Pre-Construction Meeting/PCM : Rapat persiapan pelaksanaan 18. Rescheduling : Jadwal pelaksanaan pekerjaan 19. Retention money : Uang retensi

20. Surety : Penjamin

21. Toesteming : Persetujuan, persesuaian kehendak, sepakat 22. Unit price : Harga satuan

(18)

Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang merupakan penyempurnaan dari Keppres Nomor 80 Tahun 2003, tujuan diberlakukannya peraturan tentang pengadaan barang/jasa agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Permasalahan yang penulis angkat dalam tesis ini yaitu bagaimana proses pelaksanaan perjanjian pemborongan apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, tanggung jawab para pihak, dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan proyek serta upaya-upaya yang dilakukan para pihak untuk menyelesaikan sengketa dalam perjanjian tersebut.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang dilakukan secara pendekatan yuridis empiris. Sumber data diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan para responden sedangkan data sekunder diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan literatur. Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.

Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan penyediaan air baku antara PT. Mitha Prana Chasea dengan Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara proses pembuatan perjanjian pemborongan dan pelaksanaan perjanjian dimulai dengan tahap pra kontrak, kontrak dan pasca kontrak. Pasca penandatanganan kontrak terjadiaddendumatau perubahan kontrak akibat adanya perubahan volume pekerjaan yang mengakibatkan perubahan harga dan volume pekerjaan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa perjanjian jasa pemborongan ini telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku dimana PT. Mitha Prana Chasea telah memenuhi ketentuan yang berlaku sebagai pemborong/penyedia jasa. Para pihak juga memiliki tanggung jawabnya masing-masing atas pelaksanaan perjanjian pemborongan. Pihak pengguna jasa bertanggungjawab menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Pemborong atau penyedia jasa bertanggungjawab mengerjakan kontrak sesuai dengan bestek, melaporkan hasil pekerjaan secara periodik, memberikan jaminan berupa garansi bank dan juga bertanggungjawab dalam pemeliharaan proyek selama 3 (tiga) bulan pasca kontrak. Agar proses pelaksanaan pekerjaan pemborongan dapat berjalan dengan efektif hendaknya didukung kerjasama kedua belah pihak serta dilakukan dengan penuh tanggungjawab. Apabila ada perselisihan yang terjadi agar diselesaikan dengan musyawarah tanpa harus dibawa ke pengadilan.

(19)

No.54/2010 on the government goods and service procurement as the amendment of Presidential Decree No.80/2003, it is stated that the purpose of the enactment of regulation on goods and services procurement is to make the implementation of goods and services procurement which is partially or entirely funded by APBN/APBD efficient, effective, open and competitive, transparent, fair/not discriminative and accountable. But, in general, not all of the goods and services procurement was implemented in accordance with the provisions above. The purpose of this descriptive analytical study with juridical empirical approach was to find out whether or not the process of tender agreement was implemented in accordance with the currently applicable law, the responsibility of the parties involved, the constraints faced in the implementation of the project, and the attempts done by the parties involved to settle the dispute occurred in the agreement.

The data used in this study were primary data obtained through interviewing the respondents and secondary data obtained from the related regulations of legislation and literatures. The data obtained were then qualitatively analyzed.

In the tender agreement of raw water supply between PT. Mitha Prana Chasea and Balai Sumber Daya Air Sumatera II Province of Sumatera Utara, the making process of tender agreement and the implementation of the agreement began with the stages of pre-contract, contract, and post-contract. After signing the contract, an addendum or change of contract occurred due to change of work volume resulted in the change of work volume and cost. The result of this study showed that the tender agreement of this service has met the current legal provisions in which PT. Mitha Prana Chasea in its capacity as contractor/service provider has met anything required. The parties involved also had their own responsibility for the implementation of the tender agreement. The service user was responsible for the provision of facilities and infrastructures needed. The contractor or service provider was responsible for the implementation of work in accordance with the specification agreed, periodically reporting the results of works, providing a collateral in the form of bank guarantee and being responsible for project maintenance for 3 (three) months during post-contract. In order to make it effective, the implementation process of contracted jobs must be supported by a fully responsible cooperation between both parties. In case a dispute occurs, it should be settled by deliberation and consensus without taking it to the court of law.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat

ditegaskan bahwa yang menjadi tujuan nasional Negara Kesatuan Republik

Indonesia adalah “untuk memajukan kesejahteraan umum”. Kata “umum” dalam

kalimat tersebut mengandung arti kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Maka

dari itu negara dalam hal ini pemerintah Indonesia, mempunyai tugas dan

kewajiban untuk mewujudkan hal tersebut. Salah satunya adalah melalui

peningkatan sarana dan prasarana umum bagi masyarakat.

Dengan meningkatnya kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan dan

kebutuhan masyarakat, diperlukan adanya sarana dan prasarana yang dapat

memudahkan serta menunjang kegiatan masyarakat. Dengan membaiknya

perekonomian negara Indonesia dan berkembangnya pembangunan, sangat

dibutuhkan suatu pekerjaan yang cepat, tepat dan berkualitas oleh tenaga-tenaga

ahli di bidangnya, dalam pelaksanaan dan penyelesaian suatu proyek

pembangunan, termasuk didalamnya pembuatan sarana dan prasarana guna

menunjang kegiatan pemerintah dan masyarakat.

Untuk terwujudnya sarana dan prasarana yang memadai guna menunjang

kegiatan masyarakat, banyak para pihak yang menawarkan jasa untuk melakukan

pekerjaan pembangunan yang dikenal dengan istilah jasa pemborongan. Jasa

(21)

sebagian mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata

lingkungan guna mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik.

Dalam pelaksanaan jasa pemborongan pada umumnya dilakukan dengan

cara memborongkan pekerjaan pada pihak lain yang bidang usahanya khusus

bergerak dalam pembangunan fisik dalam bidang jasa pemborongan yaitu

pemborong atau kontraktor yang berbentuk usaha perorangan maupun badan

usaha.

Usaha jasa pemborongan sudah lazim digunakan oleh masyarakat maupun

pemerintah dalam hal ini sebagai bouwheer dalam pekerjaan proyek berskala

besar. Para pihak yang memiliki pekerjaan (owner/bouwheer) dan pemborong

(kontraktor), terikat dalam suatu bentuk perjanjian pemborongan tentang

pembuatan suatu karya (het maken van werk).1

Perjanjian atau verbintenis adalah suatu hubungan hukum kekayaan/harta

benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak

untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk

menunaikan prestasi.2

Perjanjian pemborongan adalah suatu perjanjian antara seorang (pihak

yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang memborong

pekerjaan), dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang

disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga

borongan.3

1

FX. Djumaialdji,Hukum Bangunan,PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm. 5.

2

M. Yahya Harahap,Segi-segi Hukum Perjanjian,Alumni, Bandung, 1986, hlm. 6

3

(22)

Secara garis besar, tatanan hukum perdata Indonesia memberikan peluang

yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk saling mengadakan perjanjian tentang

apa saja yang dianggap perlu bagi tujuannya. Sebagaimana ketentuan pasal 1338

KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagaimana undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Mensikapi

hal tersebut R. Subekti menjelaskan :

“Bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti undang-undang. Atau dengan perkataan lain, dalam soal perjanjian, kita diperbolehkan membuat undang-undang bagi kita sendiri. Pasal-pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila atau sekedar kita tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang kita adakan itu.”4

Pihak-pihak yang berjanji itu harus bermaksud supaya perjanjian yang

mereka buat itu mengikat secara sah.5

Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang

bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu dari undang-undang saja dan dari

undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya, perikatan yang lahir dari

undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang

sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.6

Perjanjian yang telah dibuat akan mengikat para pihak yang

mengadakannya. Pada umumnya suatu perjanjian dituangkan ke dalam tulisan

atau perjanjian tertulis atau surat.7

4

R. Subekti,Hukum Perjanjian,Intermasa, Jakarta 1987, hlm.14.

5

Abdulkadir Muhammad,Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, 2006, hlm. 94.

6

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 1.

7

(23)

Ketentuan mengenai perjanjian pemborongan telah diatur dalam Pasal 1601 b Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.8

Untuk dapat terlaksananya jasa pemborongan, sebelumnya harus didahului

dengan pengikatan para pihak yang sepakat mengikatkan diri antara satu dengan

yang lainnya serta dituangkan dalam suatu perjanjian jasa pemborongan, sehingga

menimbulkan hubungan hukum bagi para pihak.

Selain itu dalam perjanjian jasa pemborongan tersebut, wajib memuat

ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para pihak, termasuk didalamnya

ketentuan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak, pelaksanaan

perjanjian serta berakhirnya perjanjian, dengan memperhatikan ketentuan

perundang-undangan serta peraturan pelaksananya yang mengatur mengenai jasa

pemborongan.

Dalam perjanjian jasa pemborongan juga terdapat hak dan kewajiban yang

wajib dipenuhi para pihak baik oleh pemborong atau penyedia jasa dan pemilik

sebagai pengguna jasa, termasuk didalamnya hasil kerja dari pihak yang

mengerjakan, dalam hal ini penyedia jasa serta adanya suatu harga atau imbalan

dari pengguna jasa, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang

telah disepakati.

Perjanjian jasa pemborongan merupakan perjanjian yang mengandung

resiko, antara lain resiko tentang keselamatan umum dan resiko tentang

8

(24)

hambatan-hambatan dalam melaksanakan pekerjaan, maka dari itu perjanjian

lazim dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis (kontrak). Oleh karena itu

dalam pelaksanaan tersebut pihak pemborong atau penyedia jasa diwajibkan

menggunakan jaminan, umumnya bank garansi atau lembaga asuransi, hal

tersebut guna mencegah resiko yang mungkin dapat terjadi di kemudian hari.

Saat ini pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang dan jasa termasuk

didalamnya jasa peborongan, yang seluruh biayanya dibebankan kepada

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), harus mengacu kepada ketentuan

perundang-undangan yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pekerjaan jasa pemborongan pekerjaan

penyediaan air baku antara PT. Mitha Prana Chasea dengan Balai Sumber Daya

Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara merupakan tahun anggaran 2010, dan

saat itu peraturan yang masih berlaku adalah Keputusan Presiden Nomor 80

Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Indonesia Nomor

85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Indonesia

Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah.

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 merupakan penyempurnaan dari

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Menurut Peraturan Presiden Nomor

54 Tahun 2010, pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kegiatan untuk

(25)

Daerah/Institusi lainnya, yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan

sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.

Baik dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 maupun Peraturan

Presiden Nomor 54 Tahun 2010, tujuan diberlakukannya peraturan tentang

pengadaan barang dan jasa agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang

sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD dilakukan secara efisien, efektif,

terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Jika

tujuan tercapai maka pemerintah akan diuntungkan dari sisi penggunaan

anggaran.

Dalam pelaksanaan jasa pemborongan terhadap proyek-proyek

pemerintah, harus diketahui kemampuan dasar pemborong atau penyedia jasa

sesuai dengan spesialisasinya. Kegiatan menilai kemampuan dasar pemborong,

sesuai dengan pekerjaan yang menjadi spesialisasinya tersebut dinamakan

klarifikasi.9

Oleh karena itu dalam praktek pada umumnya, pelaksanaan perjanjian jasa

pemborongan dilakukan berdasarkan prinsip persaingan sehat melalui pemilihan

penyedia jasa dengan pelelangan umum atau terbatas. Selain itu dalam

pelaksanaan perjanjian jasa pemborongan, tidak tertutup kemungkinan adanya

keterlambatan, kelalaian dari salah satu pihak (wanprestasi), baik sengaja maupun

karena keadaan memaksa (force majeur/overmacht).

Kebutuhan air bersih Kabupaten Dairi semakin meningkat sejalan dengan

pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kabupaten. Saat ini penyediaan air

9

(26)

bersih diselenggarakan oleh PDAM, akan tetapi kapasitasnya belum bisa

mencukupi seluruh kebutuhan warga kabupaten. Agar bisa mencukupi, maka

sistem penyediaan air bersih tersebut perlu dikembangkan, salah satu diantaranya

adalah dengan cara mencari sumber air baku yang baru. Sumber air baku yang ada

di Kabupaten Dairi kapasitasnya sangat terbatas, oleh karena itu perlu dicarikan

sumber air baku baru yang berlokasi di wilayah Tigalingga Kabupaten Dairi. Air

baku adalah air yang memenuhi mutu air baku yang dapat diolah menjadi air

minum. Sumber air baku untuk perkotaan pada umumnya berasal dari air tanah,

air yang diolah dan mata air. Sedangkan untuk daerah pedesaan umumnya berasal

dari mata air, air tanah dan air permukiman.10

Pekerjaan Penyediaan Air Baku Kecamatan Tiga Lingga Kabupaten Dairi,

antara PT. Mitha Prana Chasea sebagai penyedia jasa dengan Balai Sumber Daya

Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara merupakan suatu pekerjaan penyediaan

air baku melalui pembuatan bangunan pengambilan dan jaringan transmisi. Pada

salah satu sumber air yang berada di kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi

dibangun suatu bangunan atau berupa bendungan untuk mengumpulkan air

tersebut, kemudian dibuat jaringan transmisi berupa pipa-pipa yang akan dialirkan

ke beberapa titik . Dari titik itulah nantinya pemda setempat akan mengalirkan air

tersebut ke desa-desa.

Perjanjian tersebut telah dituangkan dalam Surat Perjanjian (Kontrak),

yang mana prosesnya dalam pelaksanaannya timbul perubahan pekerjaan berupa

pekerjaan tambah serta perubahan harga kontrak. Oleh karena itu para pihak

10

(27)

sepakat melakukan perubahan (addendum) kontrak. Addendum kontrak ini

berpengaruh pada pelaksanaan kegiatan dari proyek yang bersangkutan dimana

prosesnya memakan waktu dan memerlukan persetujuan kembali dari kedua belah

pihak.

Berdasarkan dari uraian judul di atas, maka mendorong penulis

mengangkat dalam suatu judul penelitian dengan judul :

“PELAKSANAAN PERJANJIAN JASA PEMBORONGAN PEKERJAAN

PENYEDIAAN AIR BAKU ANTARA PT. MITHA PRANA CHASEA

DENGAN BALAI SUMBER DAYA AIR SUMATERA II PROPINSI

SUMATERA UTARA”

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Apakah proses pelaksanaan perjanjian jasa pemborongan pekerjaan

penyediaan air baku antara PT. Mitha Prana Chasea dengan Balai Sumber

Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara telah sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku?

2. Bagaimana tanggungjawab para pihak dalam hal ini PT. Mitha Prana

Chasea sebagai penyedia jasa dan Balai Sumber Daya Air Sumatera II

Propinsi Sumatera Utara sebagai pengguna jasa dalam pelaksanaan

(28)

3. Apa hambatan-hambatan dalam pelaksanaan proyek dan bagaimana

upaya-upaya yang dilakukan oleh para pihak untuk menyelesaikan

sengketa dalam perjanjian jasa pemborongan tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan perjanjian jasa pemborongan

pekerjaan penyediaan air baku antara PT. Mitha Prana Chasea dengan

Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara telah sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku.

2. Untuk mengetahui tanggungjawab para pihak dalam hal ini PT. Mitha

Prana Chasea sebagai penyedia jasa dan Balai Sumber Daya Air Sumatera

II Propinsi Sumatera Utara sebagai pengguna jasa dalam Pelaksanaan

Perjanjian Jasa Pemborongan Pekerjaan Penyediaan Air Baku tersebut.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan proyek dan

upaya-upaya yang dilakukan oleh para pihak untuk menyelesaikan

sengketa dalam perjanjian jasa pemborongan tersebut

D. Manfaat Penelitian

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

atau kegunaan, antara lain :

a. Kegunaan teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau

(29)

hukum khususnya dalam lingkup bidang hukum perdata yang

berkaitan mengenai perjanjian jasa pemborongan.

2. Diharapkan dapat mengerti dan memahami serta menambah

wawasan tentang pelaksanaan perjanjian jasa pemborongan

berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

b. Kegunaan praktis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak yang

bergerak dalam kegiatan jasa pemborongan khususnya dalam bidang jasa

konstruksi, antara lain bagi penyedia jasa dan pemilik proyek sebagai

pengguna jasa konstruksi dalam rangka penyusunan perjanjian jasa

pemborongan serta bagi pemerintah dalam rangka penyempurnaan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur jasa

pemborongan khususnya dalam bidang jasa konstruksi.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di

Kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana,

maka penelitian dengan judul “Pelaksanaan Perjanjian Jasa Pemborongan

Pekerjaan Penyediaan Air Baku antara PT. Mitha Prana Chasea dengan

Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara“,belum pernah

ada yang melakukan penelitian sebelumnya.

Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat

(30)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah untuk menemukan suatu

pengetahuan yang benar dengan menggunakan metode ilmiah, logis dan dapat

diverifikasi. Teori mempunyai peranan penting dalam setiap kegiatan penelitian

ilmiah, karena setiap kegiatan ilmiah pada umumnya diawali penelusuran teori

dan membuat keputusan terakhir dengan suatu konsepsi teori. Teori adalah

merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu

tindakan atau memecahkan suatu masalah. Landasan teori merupakan ciri penting

bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran

atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau

variable, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.11

Menurut M. Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus

atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan

teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan

dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.12

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.”13

11

J. Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 194

12

M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994, hlm. 80.

13

(31)

Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori Hans Kelsen tentang tanggungjawab hukum. Satu konsep yang berhubungan dengan konsep tanggungjawab hukum. “Bahwa seseorang bertanggungjawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggungjawab hukum, berarti dia bertanggungjawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan”.14

Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa :”Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilapan (negligence) ; dan kekhilapan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan mengkehendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.”15

Menurut teori klasik, “perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang berisi dua (een tweezijdigde overeenkomst), yang didasarkan atas kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Maksud dari satu perbuatan hukum yang meliputi penawaran (offer, aanbod) dari pihak yang satu dan penerimaan (acceptance, aanvaarding) dari pihak yang lain. Akan tetapi, pandangan klasik itu kiranya kurang tepat, oleh karena dari pihak yang satu penawaran, dan dari pihak yang lain ada penerimaan, maka ada dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu”.16

Dalam teori sama nilai (equivalent theory) yang dikemukakan oleh Laesio

Enormis, menyatakan bahwa, “suatu janji yang tidak diimbangi dengan sesuatu

yang equivalent (sama nilainya) dengan isi janji itu oleh pihak kedua (lazimnya

perjanjian sepihak eenzijdige overeenkomst atau abstract promise) tidak

merupakan janji yang wajar, dan karenanya tidak pula mengikat.”17

Prinsip diatas mencerminkan telah adanya rasa keadilan didalam

melakukan perjanjian. “Walaupun teori tersebut ternyata bukanlah yang tumbuh

dalam hukum perjanjian kita yang bersumber dari KUH Perdata, dimana

14

Hans Kelsen sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi,General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum dan Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik,BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 81.

15

Ibid, hlm. 83

16

Erza Putri, Teori-Teori Tentang Hukum Kontrak,

http://erzaputri.blogspot.com/2011/07/teori-teori-tentang-hukum-kontrak.html, diakses tanggal 09 Juli 2011, pukul 21.43 WIB.

17

(32)

dikatakan masih berasaskan kehendak bebas perseorangan, yang merupakan

falsafah hidup masyarakat Eropa abad ke-19”.18

Menurut teori kehendak suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan

kehendak para pihak, yang diasumsikan bahwa suatu kontrak melibatkan

kewajiban yang dibebankan terhadap para pihak.19 Teori kehendak ini

dipertahankan oleh Gr. Van der Burght, yang dikenal dengan ajaran kehendak

(wisleer). Menurutnya ajaran ini mengutarakan bahwa faktor yang menentukan

terbentuk tidaknya suatu persetujuan adalah suara batin yang ada dalam kehendak

subjektif para calon kontrakan.20

Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi

kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perikatan. Pertimbangannya

ialah bahwa individu harus memiliki kebebasan dalam setiap penawaran dan

mempertimbangkan kemanfaatannya bagi dirinya.

Fungsi atau arti penting kontrak dalam lalu lintas bisnis, yaitu :21

a. Kontrak sebagai wadah hukum bagi para pihak dalam menuangkan hak dan kewajiban masing-masing (bertukar konsesi dan kepentingan).

b. Kontrak sebagai bingkai aturan main.

c. Kontrak sebagai alat bukti adanya hubungan hukum. d. Kontrak memberikan atau menjamin kepastian hukum.

e. Kontrak menunjang iklim bisnis yang kondusif (win-win solution; efisiensi –profit).

18

Ibid, hlm. 60.

19

Johannes Ibrahim, Cross Default dan Cross Collateral Dalam Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah,Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 5

20

Ibid, hlm. 6

21

(33)

Istilah ”kontrak“ atau “perjanjian“ dalam sistim hukum nasional memiliki

pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara

pengertian “contract“ dan “overeenkomst“.

Pelaksanaan perjanjian jasa borongan tentunya berhubungan erat dengan

perjanjian. Bahwa dasar hubungan yang terjadi antara pihak penyedia jasa dengan

pengguna jasa tentunya berhubungan erat dengan perjanjian. Bahwa dasar

hubungan yang terjadi antara penyedia jasa (pemborong) dengan pengguna jasa

(pemilik) adalah suatu perjanjian yang berarti para pihak dalam hal ini

mempunyai hak dan kewajiban. Untuk itu dalam membahas masalah perjanjian

tidak bisa lepas dari ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur dalam KUH

Perdata khususnya Bab II Buku III yang berjudul perikatan yang lahir dari kontrak

atau perjanjian. Perjanjian dalam KUH Perdata dapat diartikan “sebagai suatu

peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang

itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”22

Menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : “suatu

perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”.23

Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan diatas, agar suatu

perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian

sebagaimana yang telah ditetapkan dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata, yaitu :

22

Subekti,Op-Cit, hlm. 1

23

(34)

1) Syarat Subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat

dibatalkan, yang meliputi :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

2) Syarat Obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut

menjadi batal demi hukum, yang meliputi :

a. Suatu hal (obyek) tertentu

b. Sebab yang halal

Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam pasal 1321-1328 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi

orang perorangan diatur dalam pasal 1329-1331 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Syarat tersebut merupakan syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek

hukum atau orangnya. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian

tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat obyektif diatur dalam pasal

1332-1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu

obyek dalam perjanjian dan pasal 1335-1337 mengatur mengenai kewajiban

adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para

pihak. Syarat tersebut merupakan syarat obyektif, apabila tidak dipenuhi maka

perjanjian batal demi hukum.

Mengenai kapan suatu perjanjian dikatakan terjadi antara para pihak,

dalam ilmu hukum kontrak dikenal beberapa teori, yaitu :24

1) Teori Penawaran dan Penerimaan

24

(35)

Bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi setelah

adanya penawaran (offer) dari salah satu pihak dan diikuti dengan

penerimaan tawaran (acceptance) oleh pihak lain dalam perjanjian

tersebut.

2) Teori Kehendak

Teori ini berusaha untuk menjelaskan jika ada kontroversi antara apa yang

dikehendaki dengan apa yang dinyatakan dalam perjanjian, maka yang

berlaku adalah apa yang dikehendaki, sementara apa yang dinyatakan

tersebut dianggap tidak berlaku.

3) Teori Pernyataan

Menurut teori ini, apabila ada kontroversi antara apa yang dikehendaki

dengan apa yang dinyatakan, maka apa yang dinyatakan tersebutlah yang

berlaku. Sebab masyarakat menghendaki apa yang dinyatakan itu dapat

dipegang.

4) Teori Pengiriman

Menurut teori ini suatu kata sepakat dapat terbentuk pada saat dikirimnya

suatu jawaban oleh pihak yang kepadanya telah ditawarkan suatu

perjanjian, karena sejak saat pengiriman tersebut, si pengirim jawaban

telah kehilangan kekuasaan atas surat yang dikirimnya itu.

5) Teori Pengetahuan

Menurut teori ini, suatu kata sepakat telah terbentuk pada saat orang yang

menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya tersebut telah

(36)

menerima tawaran masih dianggap belum cukup, karena pihak yang

melakukan tawaran masih belum mengetahui diterimanya tawaran

tersebut.

6) Teori Kepercayaan

Teori ini mengajarkan bahwa suatu kata sepakat dianggap telah terjadi

manakala ada pernyataan yang secara obyektif dapat dipercaya.

2. Konsepsi

Konsep berasal dari bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai

suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan

pertimbangan.25

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori konsepsi yang

diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang

konkrit yang disebut dengan operacional definition.26 Pentingnya definisi

operasional tersebut adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau

penafsiran mendua (dubius)dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk

menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep

dasar, agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah

ditentukan, sebagai berikut :

a. Jasa Pemborongan adalah layanan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang

perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan Pejabat Pembuat

Komitmen pada Kantor Balai Sumber Daya Air dan proses serta

25

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hlm. 122.

26

(37)

pelaksanaannya diawasi oleh Balai Sumber Daya Air atau pengawas

konstruksi yang ditugasi

b. Sumber Daya Air adalah air, sumber air dan daya air yang terkandung

didalamnya.

c. Air Baku adalah air bersih yang dipakai untuk kebutuhan air minum, air

rumah tangga dan industri.

d. Pejabat Pembuat Komitmen pada Kantor Balai Sumber Daya Air adalah

pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna

Anggaran sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggungjawab atas

pelaksanaan pengadaan jasa. Nama, jabatan dan alamat Pejabat Pembuat

Komitmen tercantum dalam syarat-syarat khusus kontrak.

e. Perjanjian Pemborongan adalah suatu perjanjian antara seseorang (pihak

yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak pemborong

pekerjaan) dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan

yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran sejumlah uang

sebagai harga pemborongan.27

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif, artinya penelitian ini bertujuan

untuk menggambarkan secara cermat karateristik dari fakta-fakta (individu,

27

(38)

kelompok atau keadaan), dan untuk menentukan frekwensi sesuatu yang

terjadi.”28

Dengan Penelitian bersifat deskriptif dimaksudkan untuk melukiskan

keadaan objek atau peristiwanya, kemudian menelaah dan menjelaskan serta

menganalisa data secara mendalam dengan mengujinya dari berbagai peraturan

perundangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum sehingga

dapat diperoleh gambaran tentang data faktual yang berhubungan dengan

pelaksanaan perjanjian baku dalam perjanjian jasa pemborongan pekerjaan

penyediaan air baku.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu metode pendekatan yang mengacu pada kaidah-kaidah dan norma-norma hukum yang ada yang sifatnya menjelaskan dengan cara meneliti dan juga melihat pada kenyataan yang ada. Penelitian yuridis empiris terutama meneliti data primer disamping juga mengumpulkan data yang bersumber dari data sekunder.29

Pendekatan yuridis dimaksudkan bahwa pendekatan tersebut ditinjau dari

sudut peraturan yang merupakan data sekunder. Peraturan-peraturan yang

berkaitan dengan penelitian ini adalah peraturan yang mengatur mengenai jasa

pemborongan, yaitu Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah

tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Keputusan Presiden tentang Pedoman

Pelaksanaan Barang/Jasa Pemerintah serta Keputusan Menteri tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah.

28

Rianto Adi,Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Garanit, Jakarta, 2004, hlm. 58.

29

(39)

Jadi dapat dikatakan bahwa penelitian yuridis adalah penelitian yang

didasarkan pada hukum dan peraturan-peraturan berkaitan dengan penelitian yang

dilakukan.

Sedangkan pendekatan empiris adalah penelitian yang bertujuan untuk

memperoleh pengetahuan empiris dengan jalan terjun langsung ke lapangan. Jadi

pendekatan yuridis empiris adalah penelitian yang berusaha menghubungkan

antara norma hukum yang berlaku dengan kenyataan yang ada di masyarakat dan

penelitian berupa studi empiris berusaha menemukan teori mengenai proses

terjadinya dan proses bekerjanya hukum.

Adapun faktor empirisnya adalah pelaksanaan dari peraturan tersebut

dalam praktek dan kegiatan yang berhubungan dengan Pelaksanaan Perjanjian

Jasa Pemborongan Pekerjaan Penyediaan Air Baku antara PT. Mitha Prana

Chasea dengan Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data

primer dan data sekunder.

Data primer didapat dengan melihat dan meneliti perjanjian jasa

pemborongan pekerjaan penyediaan air baku, serta dengan melalui hasil

wawancara dengan responden yang terlibat langsung dengan perjanjian baku

dalam perjanjian jasa pemborongan pekerjaan penyediaan air baku, yaitu dengan

pihak PT. Mitha Prana Chasea dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Balai

(40)

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studio kepustakaan dengan

mempelajari :

1. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumen

resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan,

yaitu :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

b. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah

c. Keppres Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

d. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

e. Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang

Penyelengaraan Jasa Konstruksi

f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2006

tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Nomor 80

tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah.

g. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa

(41)

h. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

257/KPTS/M/2004 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa

Konstruksi.

i. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 43/PRT/M/2007

tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi.

2. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu “semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak

resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah.“30

3. Bahan Hukum Tertier

yaitu berupa petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah,

surat kabar dan sebagainya.31

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga

apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil

penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat

dipertanggungjawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat

pengumpulan data.

Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan,

dipergunakan alat pengumpulan data sebagai berikut :

Wawancara secara langsung dengan :

1. Bapak Adner Silaen,Site ManagerPT. Mitha Prana Chesea.

30

Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2005, hlm. 141

31

(42)

2. Bapak Supron, Pengawas Utama Pejabat Pembuat Komitmen Balai Sumber

Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara

5. Analisis Data

“Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data“.32

Semua data yang telah terkumpul dan diperoleh baik dari data primer dan

data sekunder serta semua informasi yang didapatkan akan dianalisa secara

kualitatif analisis, artinya analisa dilakukan dengan menggunakan analisa

kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian

dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.

32

(43)

BAB II

PROSES PELAKSANAAN PERJANJIAN JASA PEMBORONGAN PEKERJAAN PENYEDIAAN AIR BAKU ANTARA PT. MITHA

PRANA CHASEA DENGAN BALAI SUMBER DAYA AIR SUMATERA II PROPINSI SUMATERA UTARA

A. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata yang berjudul

tentang Perikatan pada umumnya. Hubungan perikatan dengan perjanjian adalah

bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.33 Suatu perjanjian juga dinamakan

suatu persetujuan karena dua pihak setuju untuk melaksanakan suatu hal atau

sama-sama berjanji untuk melaksanakan suatu hal tertentu.

Istilah perjanjian merupakan istilah yang umum dalam dunia hukum.

Mengenai pengertian perjanjian diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata yang

menyatakan bahwa “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih”. Pengertian perjanjian di atas

selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan

persetujuan sepihak saja sedangkan sangat luas karena dipergunakannya perkataan

perbuatan tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.

Menurut R. Setiawan sehubungan dengan itu perlu diadakan perbaikan

pengertian perjanjian, yaitu34:

1. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang

bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.

33

Subekti,Op-Cit, hlm. 1.

34

(44)

2. Menambah perkataan ‘atau saling mengikatkan dirinya’ dalam Pasal 1313

KUHPerdata.

Sehingga perumusannya menjadi, persetujuan adalah suatu perbuatan hukum,

dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Beberapa sarjana juga mengemukakan keberatannya pada batasan

perjanjian yang terdapat dalam KUH Perdata dengan mengatakan, rumusan dan

batasan perjanjian dalam KUH Perdata kurang lengkap bahkan dikatakan terlalu

luas. Adapun kelemahan dalam perumusan perjanjian dalam KUH Perdata adalah

hanya menyangkut perjanjian sepihak saja, disini dapat diketahui dari rumusan

“satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih” kata

mengikatkan merupakan kata kerja yang sifatnya datang dari suatu pihak saja

tidak dari kedua belah pihak. Adapun maksud dari perjanjian itu mengikatkan diri

dari kedua belah pihak, sehingga nampak kekurangannya dimana setidak-tidaknya

perlu ada rumusan “saling mengikatkan diri” jadi jelas nampak adanyaconsensus

atau kesepakatan antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Selain itu

kata perbuatan mencakup juga perikatan tanpaconsensusatau kesepakatan dalam

pengertian perbuatan termasuk juga tindakan mengurus kepentingan orang lain

dan perbuatan melawan hukum . Dalam rumusan pasal tersebut juga tidak

disebutkan apa tujuan untuk mengadakan perjanjian sehingga pihak-pihak

(45)

suatu perjanjian yang dilakukan cukup secara lisan saja. Untuk kedua bentuk

tersebut sama kekuatannya untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak.35

M Yahya Harahap berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu hubungan

hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan

kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus

mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.36

Menurut Sudikno Mertokusumo kataovereenkomst diterjemahkan sebagai

perjanjian, beliau tidak menggunakan istilah persetujuan sebagaitoesteming.Kata

toesteming ini dapat diartikan persetujuan, persesuaian kehendak, atau kata

sepakat. Pengertian perjanjian menurut beliau adalah hubungan hukum antara dua

pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.37

Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah sebagai suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, di mana

satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak

melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.38

Perjanjian menurut system common law dipahami sebagai suatu

perjumpaan nalar, yang lebih merupakan perjumpaan pendapat atau ketetapan

maksud. Perjanjian adalah perjumpaan dari dua atau lebih nalar tentang suatu hal

yang dilakukan atau yang akan dilakukan.39

35

Rahman Yuliardhi Sukamto, “Penerapan Asas Iktikad Baik Pada Transaksi Bisnis Dalam E-Commerce, Tesis UGM, Yogyakarta, 2005, hlm 13.

36

M. Yahya Harahap,Op-Cit. hlm. 9.

37

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1987, hlm. 97.

38

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Bandung, 1981, hlm. 11.

39

(46)

Perjanjian erat sekali kaitannya dengan perikatan, sebab ketentuan Pasal

1233 KUH Perdata menyebutkan bahwa, perikatan dilahirkan baik dari

undang-undang maupun perjanjian. Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang

dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian,

sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang

di luar kemauan para pihak yang bersangkutan.

Apabila dua orang mengadakan perjanjian, maka mereka bermaksud agar antara mereka berlaku suatu perikatan hukum. Berkaitan dengan ketentuan di atas Subekti berpendapat bahwa perjanjian itu merupakan sumber perikatan yang terpenting karena melihat perikatan sebagai suatu pengertian yang abstrak sedangkan perjanjian diartikan sebagai suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa.40

Perjanjian merupakan salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain dari undang-undang yang dapat menimbulkan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang mengikat satu atau lebih subyek hukum dengan kewajiban-kewajiban yang berkaitan satu sama lain. Perikatan yang lahir karena undang-undang mencakup misalnya kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anak yang dilahirkan oleh istrinya.41

2. Syarat-syarat sahnya perjanjian

Syarat sahnya suatu perjanjian secara umum diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata. Terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya perjanjian.

Syarat-syarat tersebut adalah :42

a. Adanya kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian

b. Adanya kecakapan para pihak untuk mengadakan perjanjian

c. Adanya suatu hal tertentu

d. Adanya sebab (causa) yang halal.

40

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Intermasa, Jakarta, 1987, hlm. 3.

41

Johannes Ibrahim,Cross Default dan Cross Collateral,Aditama,Bandung, 2004, hlm 10

42

(47)

Dari empat syarat tersebut, syarat pertama dan kedua merupakan syarat

yang harus dipenuhi oleh subyek suatu perjanjian karena disebut syarat subyektif

sedangkan syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh

obyek perjanjian yang disebut syarat obyektif. Tidak dipenuhinya syarat obyektif

ini berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum. Sedangkan tidak dipenuhinya

syarat subyektif maka perjanjian dapat dibatalkan.

Jika syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320

KUH Perdata telah dipenuhi, maka berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata,

perjanjian telah memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang.

Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan bahwa semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.

Berdasarkan ketentuan diatas, maka ketentuan-ketentuan dalam Buku III

KUH Perdata menganut sistem terbuka, artinya memberikan kebebasan kepada

para pihak (dalam hal menentukan isi, bentuk, serta macam perjanjian) untuk

mengadakan perjanjian akan tetapi isinya selain tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum, juga harus

memuat syarat sahnya perjanjian.

Ketentuan yang terdapat dalam hukum perjanjian merupakan kaidah

hukum yang mengatur artinya kaidah–kaidah hukum yang dalam kenyataanya

dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan membuat ketentuan-ketentuan atau

aturan-aturan khusus di dalam perjanjian yang mereka adakan sendiri.

(48)

pelengkap atau hukum penambah. Hal ini ditegaskan pula oleh Subekti bahwa

pasal-pasal tersebut boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak

yang membuat suatu perjanjian.43

3. Asas-asas Perjanjian

Asas-asas hukum perjanjian merupakan asas-asas umum (principle) yang

harus diindahkan oleh setiap pihak yang terlibat di dalamnya, asas-asas tersebut

adalah:44

1) Asas Konsensualisme

Dalam hukum perjanjian, asas konsensualisme berasal dari kataconsensus

yang berarti sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Menurut

Subekti asas consensus itu dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.45

Dengan kata lain perjanjian itu mempunyai akibat hukum sejak saat tercapainya

kata sepakat dari para pihak yang bersangkutan. Asas konsensualisme ini diatur

dalam Pasal 1338 (1) jo. Pasal 1320 angka 1 KUH Perdata. Konsensus antara

pihak dapat diketahui dari kata “dibuat secara sah”, sedangkan untuk sahnya suatu

perjanjian diperlukan empat syarat yang tercantum di dalam Pasal 1320 KUH

Perdata yang salah satunya menyebutkan “sepakat mereka yang mengikatkan

dirinya” (Pasal 1320 angka 1 KUH Perdata)

Kata sepakat itu sendiri timbul apabila ada pernyataan kehendak dari satu

pihak dan pihak lain menyatakan menerima atau menyetujuinya. Oleh karena itu

unsur kehendak dan pernyataan merupakan unsur-unsur pokok di samping unsur

lain yang menentukan lahirnya perjanjian.

43

Subekti,Op-cit., hlm 13

44

Ahmadi Miru,Op-Cit, hlm. 3-7.

45

(49)

Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia

memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu

pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan.

Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan

dengan paksa adalahContradictio interminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak

adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk

memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada

perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian dengan

akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana (take it or leave it) .

Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada

umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya

kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak

dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum

Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi

lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil

adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum

adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian

yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun

akta bawah tangan).

(50)

mempengaruhi timbulnya perjanjian. Dalam BW CACAT kehendak meliputi tiga hal, yaitu :46

a. Kesesatan ataudwaling b. Penipuan ataubedrog c. Paksaan ataudwang

Pemahaman asas konsesualisme yang menekankan pada “sepakat” para pihak ini,

berangkat dari pemikiran bahwa yang berhadapan dalam kontrak itu adalah orang

yang menjunjung tinggi komitmen dan tanggung jawab dalam lalu lintas hukum,

orang yang beritikad baik, yang berlandaskan pada “satunya kata satunya

perbuatan”, sehingga dengan asumsi bahwa yang berhadapan dalam berkontrak

itu adalah para “gentleman”, maka akan terwujud juga “gentleman agreement”

diantara para pihak. Apabila kata sepakat yang diberikan para pihak tidak berada

dalam kerangka yang sebenarnya, dalam arti terjadi cacat kehendak, maka dalam

hal ini akan mengancam eksistensi kontrak itu sendiri.

2) Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin

kekebasan orang melakukan kontrak.47 Asas ini berarti setiap orang boleh

mengadakan perjanjian apa saja walaupun perjanjian itu belum atau tidak diatur

dalam undang-undang. Asas ini menganut sistem terbuka yang memberikan

kebebasan seluas-luasnya pada masyarakat untuk mengadakan perjanjian. Jadi

para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri isi dan bentuk

perjanjian. Asas kebebasan berkontrak dapat diketahui dari ketentuan Pasal 1338

46

Agus Yudha Hernoko,Op-Cit,hlm. 122.

47

(51)

ayat 1 KUH Perdata dari kata “semua perjanjian” dapat disimpulkan bahwa,

masyarakat diberi kebebasan untuk:

1. Mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian

2. Mengadakan perjanjian dengan siapa saja

3. Menentukan isi dan syarat-syarat perjanjian yang dibuatnya

4. Menentukan peraturan hukum mana yang berlaku bagi peraturan

perjanjian yang dianutnya.

Asas kebebasan berkontrak ini dalam pelaksanaannya dibatasi oleh tiga

hal seperti yang tercantum dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu perjanjian itu

tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan

tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

Selain dibatasi oleh Pasal 1337 KUHPerdata, asas kebebasan berkontrak juga

dibatasi oleh:

1. Adanya standarisasi dalam perjanjian. Hal ini disebabkan adanya

perkembangan ekonomi yang menghendaki segala secara cepat. Di sini

biasanya salah satu pihak berkedudukan membuat perjanjian baku

(standard), baik dalam bentuk dan isinya. Di dalam perjanjian

standard itu terdapat pula klausula eksonerasi, yaitu yang

mensyaratkan salah satu pihak harus melakukan atau tidak melakukan

atau mengurangi atau mengalihkan kewajiban atau tanggung

jawabnya. Apabila klausula eksonerasi yang dibuat oleh pihak lawan,

maka pihak lain ini dianggap menyetujui klausula tersebut meskipun

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penulisan ini penulis mengaplikasikan informasi kedalam bentuk multimedia / situs, agar pengguna / user mudah mendapatkan informasi tentang kota Jakarta. Informasi ini

Dalam perhitungan selisih dengan ketiga metode tersebut total selisih yang terjadi yang terjadi jumlahnya sama, perbedaannya terjadi pada cara perhitungannya yaitu metode satu

Sesuai dengan Pasal 84 ayat (5) Perpr es 54 Tahum 2010, Dalam hal Pelelangan/ Seleksi/ Pemil ihan Langsung ulang jumlah Penyedia Bar ang/ Jasa yang memasukkan

Alasan gugur / tidak lulus masing- masing peser ta adalah sebagai ber ikut: tidak ada Hasil pembuktian kualifikasi yang tidak memenuhi syar at untuk tiap peser ta (ter lampir ).

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang dan jasa dengan kualifikasi Non Kecil yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan

FaktorEmosiKarena Stres Dan Depresi, FaktorLingkunganKarena Mengikuti Ajakan Teman, FaktorKetertarikanKarena Game Yang Seru Dan Menghibur,

Berdasarkan beberapa teori di atas, maka ketika mengajar siswa kelas V materi operasi bilangan bulat, peneliti harus menanamkan konsep operasi bilangan bulat khususnya pada

Address reprint requests to Helen S. Mayberg, M.D., Rotman Research Institute, Baycrest Centre, 3560 Bathurst Street, Toronto Ontario M6A 2E1, Canada.. weeks of fluoxetine treatment