• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Partai Golkar Dalam Menarik Simpati Rakyat Pada Pemilihan Umum Pada Tahun 1999 Dikabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Upaya Partai Golkar Dalam Menarik Simpati Rakyat Pada Pemilihan Umum Pada Tahun 1999 Dikabupaten Dairi"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PARTAI GOLKAR DALAM MENARIK SIMPATI RAKYAT PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999 DI KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA

: DODDY S.H. NAINGGOLAN

NIM

: 060706013

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

UPAYA PARTAI GOLKAR DALAM MENARIK SIMPATI RAKYAT PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999 DI KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : DODDY S.H. NAINGGOLAN NIM : 060706013

Diketahui Oleh :

Pembimbing

Drs. Timbun Ritonga

NIP : 196409221989031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Sejarah.

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

UPAYA PARTAI GOLKAR DALAM MENARIK SIMPATI RAKYAT PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999 DI KABUPATEN DAIRI

Yang diajukan oleh:

Nama: Doddy S.H. Nainggolan

NIM : 060706013

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:

Pembimbing

Drs. Timbun Ritonga tanggal…… Desember 2012

NIP : 195901281984031001

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum tanggal…… Desember 2012

NIP : 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Pada : Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M. A Nip :195110131976031001

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno M.Hum ………. 2. Dra. Nurhabsyah, M.Si. ………. 3. Drs.J. Fachruddin Daulay MSP ………..

4. Drs. Timbun Ritonga ………..

(5)

LEMBAR PERSETUJUAN KETUA DEPARTEMEN

DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

DEPARTEMEN SEJARAH

Ketua Departemen

Drs. Edi Sumarno, M.Hum

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada kita. Hingga saat ini penulis masih diberikan rezeki yang

berlimpah ruah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada Departemen Sejarah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul, UPAYA PARTAI GOLKAR DALAM MENARIK SIMPATI

RAKYAT PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999 DI KABUPATEN DAIRI.

Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu dengan rendah hati

penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.

Medan, Desember 2012

Penulis,

Doddy S.H. Nainggolan

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan

karunia kesehatan, kesempatan, kekuatan, dan kasih sayang sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan tenaga,

pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada yang

terhormat:

1. Papa (A. Nainggolan) dan Mama (L. Lbn Tobing) tersayang, yang telah merawat,

membesarkan, mendidik, dan selalu menyayangi penulis dengan penuh cinta.

Adik-adik tercinta (Debby, Indra, Stephanie, Oktovian) moga kelak menjadi anak yang

berbakti ya, serta seluruh keluarga Besar yang selalu memberikan motivasi dan

semangat

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara Medan, beserta Pembantu Dekan I Dr. M. Husnan Lubis, M.A,

Pembantu Dekan II Drs. Samsul Tarigan, dan Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian

Muliadi, M.A, berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat menyelesaikan

studi.

3. Bapak Drs. Edi Soemarno, sebagai Ketua Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu

Budaya USU yang telah banyak memberikan nasihat dan motivasi kepada penulis

juga kepada Ibu Dra. Nurhabsyah, sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Sejarah

(8)

4. Bapak Drs. Timbun Ritonga sebagai dosen pembimbing penulis yang telah sangat

sabar dan tanpa henti-hentinya memberi wejangan dan nasehat bagi penulis walaupun

penulis belum bisa menjadi anak didik yang baik.

5. Terimakasih banyak penulis haturkan kepada seluruh bapak/ibu dosen penulis

khususnya di Departemen Ilmu Sejarah, semoga ilmu yang diberikan dapat penulis

amalkan, juga kepada bang Amperawira selaku Tata Usaha Departemen Sejarah

(terimakasih atas arahannya bang).

6. Kepada Fiyansu Manurung Am.Keb tercinta, yang selalu sabar, setia, serta senantiasa

membimbing dan mengingatkan penulis dalam pengerjaan skripsi penulis

7. Kepada Nantulang tersayang (R. Sibarani dan Keluarga), yang senantiasa

memberikan dukungan spiritual kepada penulis yang senantiasa mendoakan penulis

dalam setiap hal yang penulis jalani, termasuk dalam pengerjaan skripsi penulis

8. Seluruh kawan-kawan Mahasiswa Sejarah USU (jhon, dody, yudha, natin, Wilson,

sonang, kinnen, degem, heri, hara, Johannes, ramlan, uci, icha, anggi, derny, sancani,

friyanti, kariani, risma, desmika teman penulis stambuk 2006) serta abang-abang

senior yang menjadi pembimbing pribadi penulis dalam penyusunan skripsi penulis

yang senantiasa memberikan masukan positif demi terselesaikannya skripsi penulis,

dan juga adik-adik junior

9. Kepada seluruh oknum yang ikut serta membantu penulis dalam pengerjaan skripsi

yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah bersedia memberikan

dukungan kepada penulis baik dukungan moral maupun spiritual yang sangat

(9)

Dengan rasa suka cita penulis mohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu

diberkati dalam melakukan pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari. Sekali lagi penulis

ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan

skripsi ini.

Skripsi ini tidak luput dari kekurangan maupun kesalahan, karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Desember 2012

Penulis

(10)

ABSTRAK

Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi untuk menentukan wakil rakyat yang akan duduk di parlemen. Melalui pemilu diharapkan mampu membentuk suatu tatanan pemerintahan yang baru yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam Pemilu 1999 masyarakat di Kabupaten Dairi mengharapkan agar pemilu tersebut dapat berlangsung secara aman tanpa adanya intervensi dari pihak manapun

Golkar sebagai salah satu partai peserta pemilu mencoba bersaing dengan “wajah baru” dan paradigm baru untuk mencari simpati rakyat di Kabupaten Dairi. Awalnya, Partai Golkar diperkirakan akan mengalami kemunduran, karena ada anggapan di masyarakat yang menyatakan Partai Golkar akan jatuh seiring dengan jatuhnya orde baru. Akan tetapi anggapan tersebut mampu ditampik oleh Partai Golkar. Hal ini terbukti dari perolehan suara di Kabupaten Dairi yang menempatkan Golkar di urutan pertama dalam perolehan suaranya.

Dalam bidang penulisan skripsi, penulis menggunakan beberapa metode penelitian yaitu, heuristik (pengumpulan data/sumber), kritik sumber (seleksi sumber), interpretasi (analisis sumber), dan historiografi (tahapan penulisan).

(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ... i

UCAPAN TERIMA KASIH...ii

ABSTRAK………iii

DAFTAR ISI ... ....iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... .1

1.2 Rumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian &Manfaat Penelitian ... 7

1.4 Tinjauan Pustaka...8

1.5 Metodologi Penelitian...10

BAB II Gambaran Umum………...13

2.1 Keadaan Geografi dan Keadaan Alam………...13

2.2 Etnisitas Masyarakat Kabupaten Dairi………...16

2.3 Budaya Politik di Dairi………..17

2.4 Sejarah Terbentuknya Golkar di Kabupaten Dairi………19

2.5 Partisipasi Golkar dalam Pemilu Orde Baru……….21

(12)

2.6.1 Konflik Politik Pada Pemilu 1971 di Dairi………..27

2.6.2 Budaya Politik dan Kemungkinan Perubahan……….28

BAB III Kampanye………31

3.1 Partai Golkar di Era Reformasi………31

3.2 Visi dan Misi Serta Ideologi Partai Golkar…….……….34

3.3 Kampanye………...36

3.4 Kebijakan Umum Partai Golkar………...39

BAB IV Pemilihan Umum………...….43

4.1 Pelaksanaan Pemilihan Umum………43

4.2 Penetapan Calon………..51

4.3 Persiapan Pemilihan Umum………54

4.4 Pemungutan Suara………...55

BAB V Kesimpulan dan Saran………..64

5.1 Kesimpulan………60

5.2 Saran ……….63

DAFTAR PUSTAKA………64

DAFTAR INFORMAN

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, salah

satunya adalah dengan adanya pelaksanaan pemilihan umum. Esensi dari pemilihan

umum adalah sebagai suatu sarana demokrasi yang bertujuan untuk membentuk

sebuah sistem kekuasaan Negara yang lahir dari bawah menurut kehendak rakyat,

sehingga benar-benar terbentuk kekuasaan Negara yang memancar ke bawah sebagai

suatu kewibawan sesuai dengan keinginan rakyat, dan oleh rakyat, menurut sistem

permusyawaratan perwakilan.1

Begitu juga halnya penerapan Pemilu di Indonesia. Di Indonesia Pemilihan

Umum merupakan pemilihan secara serentak oleh segenap rakyat yang dilakukan

untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di parlemen, seperti pada pemilihan

umum pertama yang dilakukan pada masa orde baru. Pemilihan umum bukan

merupakan ukuran kedaulatan dan kehendak rakyat telah terpenuhi.

2

1

M. Rusli Karim, Pemilu Demokratis Kompetitif, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991, hal. 3

Hal ini

dikarenakan proses pemilihan di Indonesia pada awalnya merupakan pemilihan

dengan sistem tidak langsung dimana setiap pemilih hanya memilih satu lambing

partai. Selanjutnya partailah yang memilih wakil yang duduk di parlemen atau

legislatif. Walaupun demikian, kita harus melihat bahwa pemilihan umum merupakan

bentuk partisipasi politik rakyat dalam menentukan pemerintahan dan

program-2

(14)

programnya. Pemilihan juga merupakan sebuah sarana untuk membentuk lembaga

pengemban kedaulatan rakyat. Pemilihan umum menjadi penting karena memberikan

legitimasi bagi kekuasaan yang ada dan bagi rezim yang baru.

Pada masa orde baru sepuluh organisasi politik yang ada merupakan partai

politik yang telah ada pada periode sebelumnya (Orde Lama). Kesepuluh organisasi

politik tersebut adalah Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai

Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Islam Perti, Partai

Murba, Partai IPKI, dan Golongan Karya. Organisasi politik tersebut dijadikan sebgai

“kendaraan” politik untuk jalan mendapatkan kekuasaan. Akan tetapi, kekuatan

organisasi politik tersebut tidak bertahan lama. Hal ini dikarenakan kekuatan

pemerintah pada saat itu yang menganggap jika semakin banyak partai politik maka

semakin banyak pula permasalahan dalam kancah perpolitikan Indonesia.

Menjelang Pemilu 1977, Pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU No. 3

Tahun 1975 yang mengatur penyederhanaan jumlah partai. Penyederhanaan jumlah

partai tersebut menghasilkan 2 partai politik (PDI dan PPP) dan Golongan Karya.

PDI merupakan gabungan dari beberapa partai politik, diantaranya Partai Katolik,

PNI, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok Partai Politik yang bersifat

nasionalis), sedangkan PPP merupakan fusi/gabungan dari NU, Parmusi, PSII dan

Partai Islam Perti (kelompok Partai Politik Islam).

Golkar adalah sebuah realisasi dari upaya yang telah dirintis sejak zaman

demokrasi terpimpin. Organisasi ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah

dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Golkar berdiri pada 20

(15)

yang merupakan pusat konsentrasi hampir 300 organisasi fungsional non politis yang

mempunyai orientasi kekaryaan. Pembentukan Sekber Golkar pada mulanya

ditujukan untuk merespon PKI, bukan menjadikannya sebagai partai politik.3

Kemudian setelah pergolakan politik pada tahun 1965, Sekber Golkar secara

berangsur-angsur berubah menjadi semacam partai politik.4

Penyebaran pengaruh Golkar mulai dilancarkan secara sistematis menjelang

Pemilu 1971. Susunan organisasi pun dirapikan pada 22 November 1969. Semua

organisasi yang tergabung dalam Golkar dikelompokkan menjadi 7 Kelompok Induk

Organisasi (KINO), yaitu SOKSI (Serikat Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia),

KOSGORO (Koperasi Serba Guna Gotong Royong), MKGR (Musyawarah Keluarga

Gotong Royong), Gerakan Karyawan Rakyat (merupakan organisasi pegawai negeri),

Organisasi Massa Hankam (Perkumpulan Istri ABRI, Pegawai Negeri Dephamkam),

Gerakan Pembangunan (kelompok pengusaha), dan organisasi yang berhubungan

dengan pembangunan.

Tulang punggung

organisasi ini adalah SOKSI (Serikat Organisasi Karyawan Sosial Seluruh Indonesia),

MKGR (Musyawarah Keluarga Gotong Royong), dan KOSGORO (Koperasi Serba

Guna Gotong Royong).

5

3

Leo Suryadinata, Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik, Jakarta LP3S, 1992, hal. 15

Pada pertemuan tanggal 22 Januari 1969 dibahas persiapan

dan strategi Sekber Golkar untuk menghadapi Pemilu 1971 yang menghasilkan dua

alternatif utama, yaitu: (1) Setiap KINO akan berpartisipasi dalam Pemilu sebagai

4

Ibid., hal. 26

5

(16)

satu kesatuan aksi yang independen; (2) KINO akan menggunakan satu tanda gambar

Pemilu yang kita kenal sekarang ini.6

Ternyata pada pemilihan umum 1971, segala upaya dan perjuangan yang

ditempuh membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini terbukti dari hasil Pemilu 1971

dimana Partai Golkar berhasil memperoleh suara terbanyak. Golkar sebagai kontestan

baru dalam Pemilu mampu melampaui perolehan suara dari partai-partai yang lebih

dulu sudah mapan seperti PNI. Dalam hal ini PNI sebagai pemenang Pemilu 1955

tidak mampu mengulang kemenangan yang sama pada Pemilu 1971 melainkan

dimbil alih oleh Golkar.

Dalam kurun waktu 26 tahun, Golkar memegang kendali atas partai-partai lain

dimana selama 26 tahun itu Golkar selalu memperoleh suara terbanyak dalam pemilu

dibandingkan dengan partai-partai lainnya. Tren kemenangan Golkar diharapkan

tetap berjalan sesuai dengan harapan masyarakat dan kaum pembela partai.

Tahun 1998 merupakan akhir dari periode orde baru. Pada saat yang sama

secara perlahan Golkar mulai mengalami kemunduran, dimana Golkar hanya berhasil

menempati urutan kedua dalam perolehan suara Pemilu 1999 secara nasional. Hal ini

dilatarbelakangi oleh jatuhnya rezim Soeharto dimana pada saat itu beliau merupakan

penasehat umum Golkar sekaligus menjabat sebagai Presiden RI.

Di Kabupaten Dairi, perkembangan dan kemajuan Golkar tidak berbeda dengan

di daerah lain maupun pusat. Di Dairi dalam beberapa dekade mampu memperoleh

suara terbanyak. Pengaruh kebesaran Golkar di Dairi juga tidak terlepas dari

6

Arif Yulianto, Hubungan Sipil Militer di Indonesia Pasca Orde Baru: Di Tengah Pusaran

(17)

pengaruh dan dukungan penuh dari pemerintah dan militer, sehingga Golkar mampu

menanamkan pengaruhnya di Kabupaten Dairi.

Menjelang Pemilu 1999, yaitu awal dimulainya orde reformasi Golkar mulai

merancang dan menata kembali struktur organisasi maupun melakukan perombakan

total dan menghilangkan citra sebagai perpanjangan tangan birokrasi. Dalam

menghadapi Pemilu pertama di era reformasi Golkar harus mampu menarik simpati

rakyat sebagai upaya untuk mampu meraih suara terbanyak pada Pemilu 1999.

Kebijakan program prioritas Golongan Karya yang berdasarkan Keputusan

Rapat Pimpinan Paripurna I Golongan Karya Tahun 1998 Nomor

III/RAPIM-I/GOLKAR/1998 untuk menarik simpati rakyat dilakukan dengan pengorganisasian

struktur, keanggotaan, dan sistem kaderisasi.7 Golkar mulai mengadakan konsolidasi

sebagai bagian dari Renstra Pemenangan Pemilu 1999 melalui penyelenggaraan

Musyawarah Daerah dan penyegaran kader.8

Kegiatan-kegiatan politik dapat menjadi kajian yang sangat menarik apabila

ditinjau dari sudut sejarah, pelaku, tempat, dan waktu peristiwa itu terjadi

menggambarkan aktifitas manusia pada saat tertentu.

Selain itu, Golkar juga melakukan

pengkaderan yang ditujukan ke daerah pedesaan sebagai upaya pembaharuan dan

upaya memperoleh suara terbanyak pada Pemilu 1999 nantinya.

9

7

Dewan Pimpinan Pusat Golongan Karya: Materi Penyegaran Kader Golongan Karya, 1998

Pemilihan umum dan

kampanye-kampanye yang dilakukan serta upaya menarik hati dan simpati rakyat di

daerah merupakan keunikan dari Pemilu. Hal inilah yang menarik minat penulis

untuk mengkaji pelaksanaan Pemilihan Umum 1999 dalam bentuk penulisan sejarah.

8

Ibid., hal. 37

9

(18)

Penulis memilih periode tahun 1999 karena merupakan Pemilu pertama yang

diadakan setelah jatuhnya rezim orde baru. Di samping itu pula, penulis meyakini

mampu menggambarkan bentuk kampanye dan upaya upaya Partai Golkar dalam

menarik simpati rakyat di Kabupaten Dairi agar mendapatkan perolehan suara

terbanyak dalam Pemilihan Umum yang berlangsung pada tahun 1999. Maka untuk

alasan di atas, penulis mengangkat judul mengenai “Upaya Partai Golkar Dalam

Menarik Simpati Rakyat Pada Pemilihan Umum Tahun 1999 Di Kabupaten

Dairi”. Golkar yang dulunya identik dengan pemerintahan Orde Baru mampu

bersaing dalam Pemilu Orde Reformasi sebagai bukti bahwa Partai Golkar bukanlah

alat dalam sistem pemerintahan masa orde baru. Hal ini dikarenakan adanya

reformasi dalam tubuh partai Golkar dan penguatan kader-kadernya. Dalam rencana

dan strategi pemenangan pemilu yang disusun menyebabkan Golkar tidak kehilangan

muka pada Pemilu 1999 walaupun hanya menempati urutan kedua. Dengan kata lain,

walaupun orde baru telah runtuh, Golkar masih mendapat tempat di hati para

pemilihnya. Jatuhnya orde baru bukan berarti secara otomatis menyebabkan

runtuhnya dominasi Golkar dalam politik Indonesia dikarenakan Golkar telah

menjadi partai yang kuat dan berakar yang dibentuk oleh penguasa sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Di dalam suatu penulisan, rumusan masalh sangat penting sebab akan

(19)

memperoleh data yang relevan.10

Berkaitan dengan hal di atas, ada beberapa pokok permasalahan yang akan

dikaji, yaitu:

Inilah yang menjadi landasan dalam penulisan

nantinya pada bab selanjutnya.

1. Bagaimana kondisi Golkar di Kabupaten Dairi pada masa pasca jatuhnya

orde baru?

2. Bagaimana cara pendekatan yang dilakukan Partai Golkar terhadap rakyat

Dairi menjelang Pemilu 1999?

3. Bagaimana dampak hasil perolehan Pemilu 1999 terhadap Partai Golkar

dan bagaimana pula analisis partai tersebut?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setelah kita mengetahui apa yang menjadi pokok ataupun inti permasalahn yang

akan diuraikan penulis setelahnya, maka tibalah saatnya penulis menguraikan apa

yang menjadi tujuan dan manfaat dari penulisan penelitian ini.

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan kondisi Golkar di Kabupaten Dairi setelah jatuhnya masa

orde baru

2. Menjelaskan upaya atau cara-cara yang dilakukan Golkar dalam menarik

simpati rakyat di Kabupaten Dairi menjelang Pemilu 1999

3. Menjelaskan dampak hasil Pemilu 1999 terhadap Partai Golkar

4. Memberikan gambaran analisis partai terhadap Pemilu 1999

10

(20)

Sedangkan manfaat penelitian yang diharapkan antara lain sebagai berikut:

1. Bagi Partai Golkar di Kabupaten Dairi, hasil dari penelitian ini diharapkan

mampu menjadi bahan deskripsi sehingga para kader Golkar akan dapat

mengetahui keadaan Partai Golkar saat jatuhnya orde baru

2. Bagi para kader khususnya, tulisan ini diharapkan mampu menjadi acuan

dalam melakukan transformasi sebagai upaya peningkatan prestasi Partai

Golkar dalam hal menarik simpati rakyat untuk dijadikan acuan pada

pemilu-pemilu selanjutnya

3. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan atau juga sebagai

penggerak bagi penulis lain yang ingin menulis tentang pemilu maupun

kedudukan dan keberadaan suatu partai

4. Tulisan ini diharapkan mampu menjadi koleksi sejarah Partai Golkar itu

sendiri.

1.4 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka sangatlah diperlukan dalam suatu penelitian, dimana hal ini

dapat berfungsi sebagai suber pendukung penelitian sehingga hasil penelitian tersebut

sesuai dengan yang diharapkan dan tidak keluar dari rumusan masalah yang telah

dibuat. Oleh sebab itulah, relevansi literatur yang digunakan menjadi sebuah tuntutan

dalam sebuah penelitian

Affan Gaffar dalam bukunya Javanese Voters: A Case Study Of Election Under

a Hegemonic Party System hasil penelitiannya di Desa Brobanti, Yogyakarta. Ia

(21)

berdasarkan atas beberapa alasan yaitu, kedekatan sosial religi. Dalam penelitiannya,

ia menemukan bahwa orang-orang santri di Brobanti akan mendukung dan memilih

partai politik yang ideologinya berdasarkan Islam, sedangkan abangannya

umumnyamendukung partai politik non Islam. Selain sosial-religius, ia juga

berpendapat bahwa identifikasi partai ikut menentukan perilaku pemilih. Dua elemen

lain yang ikut mempengaruhi calon pemilih adalah pola kepemimpinan dan kelas

sosial.11 Ia juga melihat kemenangan Golkar berkaitan erat dengan keberhasilan

pemerintah orde baru dalam merancang sistem politik dan kepartaian. Adanya

intimidasi dan aparat keamanan yang represif serta tidak adanya kebebasan dari

partai-partai politik untuk mengajukan calonnya merupakan indikasi dari keadaan

yang dikondisikan oleh pemerintah dalam memenangkan Golkar.12

Tulisan lain yang yang dapat dijadikan sumber adalah Materi Penyegaran

Kader Golongan Karya oleh Dewan Pimpinan Pusat Golongan Karya 1998. Dalam

buku ini dijelaskan bagaimana upaya yang dilakukan Partai Golkar serta kebijakan

program prioritas Golongan Karya tahun 1998-1999, diawali dari pengorganisasian

anggota, kaderisasi, pengabdian masyarakat dan lain sebagainya sebagai upaya

menarik simpati dan hati rakyat menjelang Pemilu 1999.

Penelitian lainnya dilakukan oleh R. William Liddle melalui bukunya yang

berjudul Partisipasi dan Partai Politik. Ia melihat bahwa kemenangan Golkar adalah

11

Ibid., hal. 193-195

12

(22)

mengandung nuansa intimidasi dan taktik “bulldozer” atau sebuah kemenangan

karena terdapat unsure paksaan dan juga adanya dukungan aparat militer setempat.

Dalam Rapat Konsultasi Daerah Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara Tahun

1998 membahas tentang terciptanya fungsionaris yang memiliki kompetensi dalam

melaksanakan kegiatan partai. Dibahas pula mengenai penugasan fungsionaris,

kerjasama dan koordinasi pelaksanaan tugas, strategi pemenangan Pemilu 1999,

pengkaderan, peningkatan kesejahteraan rakyat, perkuatan basis daerah, dan

pencitraan untuk memperoleh hasil yang maksimal menghadapi Pemilu 1999.

Al Chaidar dalam bukunya “Pemilu: Pertarungan Ideologis Partai-Partai

Islam versus Partai-Partai Sekuler,” menceritakan bahwa Golkar merupakan hasil

rekayasa pemerintah orde baru akan mengalami kehancuran pada Pemilihan Umum

1999, kecuali dalam waktu singkat melakukan perombakan total, seperti melepaskan

diri dari pengaruh birokrasi dan mengganti para pemimpinnya. Independensi dari

birokrasi merupakan syarat mutlak bagi seluruh partai jika ingin berjaya pada pemilu

1999. Golkar harus melakukan perombakan diri dan menghilangkan citra sebagai

perpanjangan tangan birokrasi.

1.5 Metode Penelitian

Metode sejarah bertujuan untuk memastikan dan menganalisis serta

mengungkapkan kembali fakta-fakta masa lampau. Sejumlah sistematika penulisan

yang terangkum didalam metode sejarah sangat membantu setiap penelitian di dalam

merekonstruksi kejadian pada masa lampau. Dalam melaksanakan penelitian

lapangan, penulis terlebih dahulu mengadakan pengamatan untuk membuktikan

(23)

Adapun beberapa langkah yang lazim dilakukan dalam metode sejarah adalah

sebagai berikut:

1. Heuristik, yaitu pengumpulan data atau sumber melalui studi kepustakaan

(library research) yaitu mengumpulkan sumber-sumber tertulis yang

berkaitan dengan penelitian (pengumpulan buku, majalah, maupun dari

surat kabar), pengamatan (observasi) lapangan, ataupun studi wawancara

yang ditujukan kepada orang atau oknum yang berkaitan dan ada

hubungannya dengan kajian masalah yang akan kita tuliskan yang mana

bertujuan untuk menemukan sumber-sumber yang diperlukan baik sumber

primer maupun sekunder. Heuristik juga merupakan suatu keterampilan

dalam merawat catatan-catatan. Dalam hal ini, tidak ada batasan terhadap

pengumpulan sumber selama sumber tersebut masih berkaitan dengan

masalah yang kita teliti.

2. Kritik sumber, yaitu usaha yang dilakukan peneliti untuk menyeleksi

sumber atau bahan yang dikumpulkan, sehingga akan dihasilkan suatu

nilai kebenaran dan keaslian sumber. Dengan kata lain, sumber atau

data-data akan objektif. Kritik sumber ini dibedakan menjadi 2, yaitu kritik

internal, yang menelaah dan menyeleksi kebenaran isi atau fakta baik yang

bersifat tulisan (buku, artikel, dan arsip) maupun lisan (wawancara). Kritik

eksternal yang dilakukan dengan pengujian untuk menetukan keaslian

sumber baik dari buku maupun wawancara dengan narasumber. Hal ini

(24)

3. Interpretasi, yaitu suatu tahap peneliti dalam hal menafsir atau

menganalisis suatu sumber yang ditemukan. Hal ini dilakukan untuk

berupaya menghilangkan kesubjektifitasan data, walau pun sebenarnya hal

ini tidak dapat dihilangkan secara total. Interpretasi ini diharapkan dapat

menjadi data sementara sebelum peneliti menuangkannya dalam

penulisan.

4. Historiografi, yaitu tahapan akhr dari sebuah penelitian, dimana dalam hal

ini dilakukan suatu penulisan akhir dari fakta-fakta yang dilakukan secara

sistematis dan kronologis untuk menghasilkan suatu tulisan sejarah yang

ilmiah dan objektif. Historiografi ini merupakan hasil dari pengumpulan

sumber, kritik (baik kritik internal maupun eksternal), serta hasil dari

(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1 Keadaan Geografi dan Keadaan Alam

Dairi pada mulanya merupakan Onder-Afdeling Dairi Landen. Onder-Afdeling

Dairi Landen ini merupakan bagian dari Afdeling Batak Landen dalam Karesidenan

Tapanuli, yang mana daerah ini menjadi Kabupaten Dairi. Kabupaten Dairi

ditetapkan berdasarkan UU/PERPU No. 4/1964 tanggal 13 Februari 1964 yang

berlaku surut mulai tanggal 1 Januari 1964 dengan wilayah seluruh onder-afdeling

Dairi Landen.

Kabupaten Dairi terletak di sebelah barat laut Provinsi Sumatera Utara,13

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam) dan Kabupaten Tanah Karo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Barat

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan (Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam)

4. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir.14

Kabupaten Dairi terletak agak ke pedalaman Provinsi Sumatera Utara.

Tanahnya terdiri dari dataran tinggi, pegunungan, lembah, serta jurang-jurang yang

13

Bappeda Kabupaten Dairi, 2005

14

(26)

dalam. Dalam hal ini Kabupaten Dairi memiliki kesempatan untuk berinteraksi dan

berkembang lebih baik lagi jika dilihat dari letak geografis yang merupakan

pertemuan jalur lalu lintas dari dan ke beberapa kota di luar Kabupaten Dairi yaitu

Kabupaten Karo, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Aceh Selatan, dan Kabupaten

Aceh Tenggara.

Untuk menunjang kemajuan dan perkembangan daerah Kabupaten Dairi perlu

adanya akses yang mendukung. Berhubung karena letak yang merupakan pertemuan

jalur lalu lintas dari beberapa daerah maka diperlukan sarana transportasi. Tanpa

adanya sarana transportasi yang menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lain

maka akses ke daerah tersebut akan sangat lambat dan terganggu.

Jalan merupakan prasarana pengangkutan yang sangat penting untuk

memperlancar dan mendorong kegiatan perekonomian. Semakin meningkatnya usaha

pembangunan, maka dituntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk

mempermudah mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari suatu

daerah ke daerah lain.

Penduduk Kabupaten Dairi pada awalnya menggunakan sarana transportasi

tradisional seperti kuda dan pedati. Akan tetapi tidak sedikit pula ada yang berjalan

kaki. Perkembangan zaman dan teknologi telah merubah kondisi sarana transportasi

di Kabupaten Dairi. Sarana transportasi tradisional mulai ditinggalkan dan

masyarakat mulai menggunakan sarana transportasi modern yang menggunakan

(27)

Hal ini sangat menguntungkan bagi setiap anggota masyarakat di Kabupaten

Dairi. Hal ini dikarenakan dengan adanya transportasi dengan tenaga mesin tersebut

mereka semakin mudah dalam memasarkan hasil-hasil pertanian maupun ternak

mereka ke daerah lain di luar Kabupaten Dairi. Begitu juga sebaliknya, masyarakat

dari luar Kabupaten Dairi akan menggunakan sarana transportasi tersebut untuk

melakukan aktifitas jual beli di Kabupaten Dairi.

Selain itu, dengan adanya transportasi tenaga mesin tersebut masyarakat akan

lebih menghemat waktu mereka dalam perjalanan. Dengan kata lain, waktu tempuh

lebih dekat jika menggunakan mesin dibandingkan dengan menggunakan transportasi

tradisional.adanya transportasi tersebut sangat membantu seluruh lapisan masyarakat

dalam segala aspek kehidupan mereka.

Akan tetapi sarana transportasi tersebut belum dapat dirasakan oleh seluruh

penduduk Kabupaten Dairi. Hal ini terbukti dengan masih adanya wilayah yang tidak

dapat dilalui oleh angkutan umum, sehingga perjalanan dilakukan dengan berjalan

kaki. Berbeda halnya jika mereka yang memiliki kendaraan pribadi maka akan lebih

mudah bepergian meski tidak ada angkutan umum. Keadaan ini disebabkan karena

jalannya masih belum diaspal, berbatu, bahkan masih ada yang ditimbun oleh tanah

sehingga ketika musim hujan tiba jalan tersebut akan sangat licin dan susah untuk

dilalui.

Dalam hal ini perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah Kabupaten Dairi

(28)

Dairi memiliki peluang yang lebih besar lagi dalam upaya berinteraksi dan

berkembang lebih baik lagi sehingga mampu bersaing dengan daerah lain yang telah

lebih maju dari Kabupaten Dairi.

2.2 Etnisitas Masyarakat Kabupaten Dairi

Jumlah penduduk merupakan persyaratan utama bagi terbentuknya sebuah

daerah pemerintahan yang berbentuk kabupaten atau kotamadya. Jumlah penduduk

hasil sensus 1971 di Kabupaten Dairi sebanyak 179.247 jiwa.

Penduduk Dairi terdiri dari beberapa suku, seperti suku Pakpak yang

merupakan penduduk asli berjumlah 38.945 jiwa (21,73%), suku Karo berjumlah

47.589 jiwa (26,55%), suku Batak Toba berjumlah 78.170 jiwa (44,61%), suku

Simalungun berjumlah 13.261 jiwa (7,40%), ditambah beberapa suku lainnya seperti

Minang dan Jawa sekitar 1.095 jiwa (0,61%), dan orang-orang Cina berjumlah 187

jiwa (0,1%) yang kebanyakan tinggal di Sidikalang. Masyarakat di Kabupaten Dairi

lebih kurang 75% adalah petani, dan sisanya terdiri dari pegawai negeri sipil, ABRI,

dan pedagang.

Suku asli di Kabupaten Dairi adalah suku Pakpak, sedangkan suku-suku lainnya

merupakan suku pendatang. Namun demikian, meskipun suku Pakpak merupakan

suku asli di Kabupaten Dairi, tetapi suku mayoritas yang mendiami wilayah ini

adalah suku Batak Toba. Hal ini disebabkan oleh adanya migrasi orang Batak Toba

(29)

Dari keanekaragaman suku menggambarkan beragamnya agama yang dianut

oleh masyarakat Kabupaten Dairi. Ada beberapa agama yang dianut oleh masyarakat

Kabupaten Dairi seperti Islam (20,28%), Kristen Protestan (64,53%), Katolik

(15,07%), dan Budha (0,12%). Keanekaragaman ini tidak membuat masyarakat

Kabupaten Dairi terpecah satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat

Kabupaten Dairi merupakan masyarakat yang terbuka dan mempunyai tingkat

toleransi yang tinggi.

2.3 Budaya Politik di Dairi

Masyarakat yang heterogen sudah pasti membawa pengaruh yang amat besar

pada budaya politik bangsa Indonesia. Banyaknya budaya yang hadir dalam sistem

budaya politi kita, telah melahirkan banyak sub budaya politik di Indonesia yang

memiliki masing-masing jarak yang berbeda dengan struktur politik.

Perbedaan jarak itu sering menimbulkan kecemburuan, saling curiga, bahkan

saling membenci diantara masing-masing kelompok yang mewakili sub budaya

politiknya. Dalam keadaan demikian, budaya politik lebih diwarnai oleh

“permusuhan” daripada “kejujuran” tentu saja dengan segala macam

konsekuensinya.15

Begitu juga halnya di Kabupaten Dairi, dimana dengan kondisi masyarakat

yang heterogen, baik secara etnis (Pakpak, Karo, Toba dan suku lainnya) maupun

secara agama (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, dan aliran kepercayaan lain)

15

(30)

melahirkan sub budaya politik yang beraneka ragam. Masing-masing kelompok

masyarakat ini menggambarkan bagaimana pola dan perilaku kehidupan politik yang

mereka anut.

Sebagian besar penduduk Dairi adalah petani yang sangat tradisional, yang

mewakili konsep adat dan religi yang tradisional pula. Dalam masyarakat seperti ini,

peranan pemuka adat, pemuka agama, atau kepala desa sangat mempengaruhi proses

pematangan politik masyarakatnya. Selain itu sifat komunal masyarakatnya sangat

mempengaruhi dalam proses tersebut.

Yang menjadi sendi utama proses pematangan budaya politik di tingkat daerah

adalah pengakuan akan atau kesepakatan atas nilai-nila yang ada dalam masyarakat

masing-masing. Tentu saja pengakuan akan nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat

lain baru timbul bila sebelumnya telah ada pengakuan akan tempat wilayah

masyarakat dan nilai-nilai itu berada.16

Pada kelompaok masyarakat yang telah maju, kondisi ini tidak terlalu jauh

berbeda. Para elit birokrasi, dan orang-orang yang telah berpendidikan, ternyata tidak

bisa melepaskan dirinya dari ikatan yang sangat primordial itu. Pada kenyataannya, Kondisi seperti ini tidak hanya diwakili oleh

satu etnis saja. Akan tetapi oleh tiap-tiap etnis besar atau kecil yang ada di Dairi.

Masing-masing etnis memiliki satu konsep demokrasi yang telah terbentuk di atas

kesepakatan bersama. Secara umum dalam masyarakat Batak Toba dikenal dengan

konsep Dalihan Na Tolu.

16

(31)

masyarakat yang berasal dari suku Batak, walaupun telah jauh merantau dari

kampung halamannya dan telah bergaul dengan lingkup masyarakat yang jauh lebih

modern, mereka tetap sebagai orang yang telah diikat dengan adat istiadat dan

kebudayaan yang meraka pahami dan diajarkan dalam proses pematangannya sampai

mereka dewasa.

Kecenderungan untuk berubah pada masyarakat seperti ini jelas sangat kecil

sekali. Hal inilah yang membuat partai-partai politik dapat tetap bertahan. Masyarakat

yang telah terkotak-kotak dalam ikatan budaya, religi, dan daerah memberikan

kemungkinan bagi partai-partai politik untuk tetap eksis.17

2.4 Sejarah Terbentuknya Golkar di Kabupaten Dairi

Suasana seperti ini

memberikan ciri tersendiri kepada pembentukan budaya politik dan perilaku politik

masyarakat di Dairi dan kepada arah perkembangannya. Wujud dari budaya dan

perilaku politik ini, tergambar dari sikap masyarakat dalam menentukan partai yang

menjadi pilihannya. Sebagai contoh adalah dominasi Parkindo di Kabupaten Dairi.

Ikatan kesukuan, agama, dan daerah memberikan keuntungan yang sangat besar bagi

Parkindo di Kabupaten Dairi. Jumlah masyarakat Batak Toba yang mayoritas saja

sudah menjadi aset yang lumayan besar bagi Parkindo.

Sekber Golkar merupakan suatu kekuatan politik baru yang muncul pada tahun

1964. Awal mula terbentuknya Sekber Golkar adalah untuk memelihara kekuatan

kelompok anti komunis yang tumbuh pesat. Pada mulanya Sekber Golkar

17

(32)

beranggotankan 61 organisasi fungsional, berkembang menjadi 97

federasi/perimpunan organ non afiliatif (baik yang bersifat keagamaan maupun non

keagamaan) hingga akhirnya menjadi 291 organisasi. Banyaknya jumlah anggota

tersebut dimotifasi oleh ideologi Pancasila dan UUD 1945.18

Dengan demikian, kehadiran Sekber Golkar sebagai cikal bakal Golkar dan

Partai Golkar merupakan:

1. Wadah bagi organisasi-organisasi yang anti komunis dalam rangka membela,

mengamankan, dan mempertahankan ideologi Pancasila

2. Sebagai kekuatan pembaharu yang dapat menjadi alternatif yang berbeda

dengan partai-partai politik yang bertumpu pada “ideologi aliran”

Dengan demikian jelas bahwa sejak awal ideologi Golkar adalah Pancasila (yang

merupakan dasar dan falsafah Negara, dimana sila-silanya termuat dalam Pembukaan

UUD 1945). Golkar hadir untuk membela ideologi Pancasila dari rongrongan

pihak-pihak yang hendak menggantinya dengan ideologi lain. Dengan mengedepankan

ideologi Pancasila, maka Golkar tidak mengedepankan ideologi aliran, melainkan

berorientasi pada program dan pembangunan sebagai wujud dari pengamalan

Pancasila.

Pembentukan dan perkembangan Sekber Golkar tidak dapat terlepas dari

adanya dukungan dan peran besar ABRI, khususnya angkatan darat. Peranan militer

ini tidak hanya dilakukan di pusat, namun juga di daerah-daerah. Hal ini dapat dilihat

18

(33)

dari peranan militer untuk mengembangkan Sekber Golkar ke daerah-daerah melalui

campur tangan militer. Setelah terbentuknya Sekber Golkar pusat di Jakarta, tanggal

20 Oktober 1964, maka pucuk pimpinan angkatan darat menginstruksikan kepada

semua jajarannya di seluruh Indonesia untuk membantu mengkoordinir pembentukan

Sekber Golkar di daerah masing-masing.

2.5 Partisipasi Golkar Dalam Pemilu Masa Orde Baru

Setelah Orde Baru hadir Pada 1966, Sekber Golkar terus melakukan

konsolidasi. Dalam perkembangannya, melalui Rakornas II (November 1967)

dilakukan pengelompokan organisasi berdasarkan kekaryaannya dalam 7 Kelompok

Induk Organisasi (KINO), yaitu: KINO KOSGORO; KINO SOKSI; KINO MKGR;

KINO Profesi; KINO Ormas Hankam; KINO GAKARI; dan KINO Gerakan

Pembangunan.

Seiring dengan rencana Pemilu yang melalui Ketetapan MPR No:

XLII/MPRS/1968, bahwa Pemilu diselenggarakan selambat-lambatnya pada tanggal

5 Juli 1971, pemerintah Orde Baru berupaya mencari kekuatan-kekuatan politik yang

didukung pada pemilu tersebut. Antara lain wacana yang mengemuka adalah dengan

mendukung NU. Tetapi dengan pertimbangan masih kentalnya suasana “politik

aliran” dan NASAKOM, maka akhirnya yang didukung adalah Sekber

(34)

sebelumnya bergabung dalam Sekber Golkar mendirikan Partai Muslimin Indonesia

(PARMUSI) yang dipersiapkan untuk menghadapi Pemilu.19

Pilihan jatuh kepada Golkar karena tidak diragukan lagi kiprah dan

perjuangannya dalam melawan pihak-pihak yang mencoba menggantikan Pancasila

dengan ideologi lain, dan sejak berdirinya Golkar berdasarkan dan berideologi

Pancasila, sehingga sesuai dengan tekad Orde Baru di dalam menjalankan Pancasila

dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Keikutsertaan Sekber Golkar pada Pemilu 1971 dimungkinkan oleh UU No. 15

Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan

Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat. Dalam rangka menhadapi Pemilu 1971, pada

tahun 1969 keluar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1969 yang pada

waktu itu terkenal dengan sebutan permen 12, yang mengatur PNS/birokrasi agar

mentaati azas monoloyalitas.20

19

Leo Suryadinata, Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik, Jakarta: LP3ES, 1992, hal. 15

Pada Pemilu pertama di Orde Baru yaitu 1971 dengan

dukungan penuh militer dan birokrasi, Sekber Golkar yang kemudian menjadi Golkar

berhasil meraih suara sebesar 62,80% atau lebih 34 juta pemilih (236 kursi dari 360

kursi di DPR), dimana sebelumnya Golkar diperkirakan hanya akan memperoleh

suara sebesar 30-40% saja. Kemenangan tersebut tidak dapat dilepaskan dari

keterlibatan langsung militer/ TNI.

20

Buku Materi Pendidikan dan Latihan Kader Penggerak Teritorial Desa: Lembaga

(35)

Pada pemilihan umum 1971 jumlah anggota DPR 460 orang dan yang dipilih

melalui pemilihan umum sebanyak 360 orang. Cara membagi 360 kursi ini ke

daerah-daerah pemilihan di 27 provinsi melalui 2 tahap.

Pada tahap pertama dibagikan terlebih dahulu kursi DPR yang diperebutkan

yaitu 360 kursi kepada 285 Daerah Tingkat II yang ada (DKI Jaya ditetapkan 8 kursi)

sisanya 75 kursi. Kemudian pada tahap kedua, jumlah kursi yang ada di daerah

pemilihan tersebut yang sama dengan Daerah Tingkat II nya dikalikan 400.000. kalau

masih ada sisa suara, yang dihitung kemudian adalah dengan perimbangan sisa di

daerah lain cukup untuk satu wakil maka daerah itu ditambah wakilnya, demikian

seterusnya sampai sisa suara yang ada habis.21

Pada tanggal 16 Juli 1971 sampai dengan tanggal 20 Juli 1971, PPD Tingkat II

Kabupaten Dairi melakukan sidang perhitungan suara dan pembagian kursi bagi

tiap-tiap organisasi peserta pemilihan umum. Sidang tersebut dihadiri oleh semua

pengurus partai politik serta pejabat lainnya yang sengaja diundang untuk menghadiri

sidang.

Dari sidang perhitungan dan pembagian kursi tersebut jumlah keseluruhan suara

yang masuk sebanyak 74.100 suara, jumlah anggota dewan yang dipilih sebanyak 16

orang. Dari hasil penghitungan suara tersebut, ternyata beberapa partai tidak dapat

memenuhi suara minimal untuk mendudukkan wakilnya di DPRD.

21

(36)

Sesuai dengan angka yang diperoleh dan penggabungan suara, maka didapatkan

jumlah kursi dewan sebagai berikut: Partai Katolik (1 kursi); PNI (1kursi); Parkindo

(2 kursi); dan Golkar (12 kursi), sedangkan beberapa partai peserta pemilu seperti

PSII, NU, Parmusi, Murba, Partai Islam Perti, dan IPKI sama sekali tidak

mendapatkan satu kursi pun di dewan atau perolehan suara mereka tidak memenuhi

suara minimal untuk mendudukkan wakilnya di DPRD.

Dalam rangka menyikapi hal tersebut, diadakanlah penyederhanaan sistem

kepartaian. Pada tahun 1973 terdapat kesepakatan antara pemerintah dan tokoh-tokoh

nasional untuk melakukan fusi partai-partai politik ke dalam tiga kelompok dengan

pendekatan sebagai berikut:

1. Kelompok partai politik yang di dalam program perjuangannya

menitikberatkan pada aspek-aspek pembangunan yang bersifat spiritual

dengan tidak mengabaikan pada aspek-aspek pembangunan material:

bergabung ke dalam Partai Persatuan Pembangunan atau PPP (meliputi NU,

Parmusi, PSII, dan Perti)

2. Kelompok partai politik yang di dalam perjuangannya menitikberatkan pada

aspek-aspek pembangunan yang bersifat material dengan tidak mengabaikan

pada aspek-aspek pembangunan spiritual: bergabung ke dalam Partai

Demokrasi Indonesia atau PDI (meliputi PNI, Murba, Partai Katolik,

(37)

3. Organisasi sosial politik yang di dalam perjuangannya memperhatikan

keseimbangan antara pembangunan material dengan pembangunan spiritual,

yakni Golkar.

Dalam pemilu-pemilu setelah 1971 (1977-1997) kontestan Pemilu terdiri dari

PPP, PDI, dan Golkar, sebagaimana yang telah diatur di dalam UU No. 3 Tahun 1975

tentang Parpol dan Golkar. Undang-undang tersebut menerapkan kebijakan massa

mengambang (floating mass), dimana secara struktural parpol tidak memiliki

kepengurusan sampai ke tingkat pedesaan.22

Secara umum, kemenangan Golkar pada masa Orde Baru tersebut ditentukan

oleh:

Pada setiap Pemilu Orde Baru

(1971-1997) Golkar selalu mendapatkan kemenangan dengan persentase perolehan suara

sebagai berikut: Pemilu 1971 (sebanyak 62,80%); Pemilu 1977 (sebanyak 62,12%);

Pemilu 1982 (sebanyak 64,34%); Pemilu 1987 (sebanyak 73,20%); Pemilu 1992

(sebanyak 68%); dan Pemilu 1997 (sebanyak 74,54%)

a. Pilihannya yang tegas sebagai kekuatan politik yang mengedepankan

Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara serta mengupayakan

pembaharuan dan pembangunan (modernisasi) dalam segala aspek kehidupan

masyarakat

b. Adanya dukungan dari militer (baik secara langsung maupun tidak langsung)

dan dukungan dari birokrasi

22

(38)

c. Adanya dukungan dari berbagai kalangan masyarakat, seperti

kelompok-kelompok independen, intelektual/cendekiawan, akademisi, pembaharu, dan

kalangan profesional yang tidak lagi tertarik dengan politik aliran

d. Adanya Undang-Undang Parpol dan Golkar yang kondusif bagi Golkar itu

sendiri, dalam hal ini setiap partai politik peserta Pemilu harus menyerahkan

daftar nama calonnya untu diseleksi oleh PPI (Panitia Pemilihan Indonesia)

yang kemudian diseleksi lagi oleh Kopkamtib, sehingga calon yang ditetapkan

berdasarkan kehendak pemerintah, dimana pada saat itu pemerintah pro

terhadap Golkar.

e. Adanya kebijakan politik massa mengambang (floating mass)

f. Kompetitor politik yang terbatas (hanya ada 3 kontestan Pemilu)

g. Infrastruktur yang dibentuk dan dibangun ole Golkar bersifat nyata dan kuat

mengakar dari pusat hingga ke daerah-daerah

2.6 Perubahan Budaya Politik

Perubahan budaya politik tidak terlepas dari kemunculan Golkar dan ABRI.

Artinya, kehadiran organisasi kekaryaan yang merupakan dukungan ABRI tersebut

merupakan sebagai penengah atau bahkan sebagai perusak budaya politik yang telah

ada.

Munculnya Golkar sebagai organ politik baru pada Pemilu 1971, pada mulanya

bukanlah merupakan tantangan yang dianggap serius oleh partai-partai politik.

(39)

di tengah-tengah masyarakat. Anggapan tersebut nyatanya tidak dapat diterima secara

bulat dalam sebuah permainan politik. Iklim politik yang berubah membuat

masyarakat lebih berterima kepada perubahan-perubahan yang sedang dilakukan oleh

pemerintah. Dalam hal ini, Golkar merupakan motor dari perubahan tersebut.

2.6.1 Konflik Politik Pada Pemilihan Umum 1971 di Dairi

Di banyak negara, angkatan bersenjata memegang peranan yang sangat penting

dalam kehidupan politik. Dominasi militer dalam kehidupan politik ini sering terjadi

karena keinginan pemerintah dalam menjaga stabilitas politik. Penekanan-penekanan

oleh militer lebih menjanjikan kehidupan politik yang stabil ketimbang janji-janji

politis oleh partai-partai sipil. Walaupun keterlibatan militer itu sering mengakibatkan

matinya kehidupan yang demokratis.

Konflik politik selain dapat menjadi pengganggu integritas dan kestabilan

politik juga dapat menjadi jaminan bagi kestabilan politik itu sendiri. Dengan

terciptanya sebuah konflik, pemerintah dapat melakukan intervensi langsung ke

tengah-tengah partai dan massa pendukungnya.

Dalam pertikaian politik antara PNI-Parkindo dan massa pendukungnya,

pemerintah dengan strateginya yang tepat menempatkan Golkar pada posisi di antara

keduanya. Secara perlahan dan ditambah sedikit intimidasi elit politik masing-masing

kelompok, terutama para pemuka masyarakat dipaksa masuk ke tubuh Sekretariat

(40)

program Golkar ketimbang pertikaian partai yang lama kelamaan membosankan

masyarakat.

Dalam situasi yang demikian, pemerintah melakukan intervensi ke dalam tubuh

PNI dan Parkindo. Tujuan pemerintah adalah untuk memasukkan tokoh-tokoh yang

pro pemerintah, dengan demikian akan semakin memperlemah basis partai. Selain itu,

orang-orang yang telah dimasukkan ke dalam partai politik itu dengan sendirinya bisa

digunakan untuk mewakili kepentingan pemerintah. Hal inilah yang sebenarnya

kurang disadari oleh para pemimpin partai.23

Bukan tidak mungkin bahwa konflik itu sendiri memang sengaja diciptakan

oleh pemerintah. Dengan demikian, pemerintah dapat dengan leluasa menanamkan

pengaruhnya. Intervensi seperti ini terasa pula pada partai-partai Islam.24

2.6.2 Budaya Politik dan Kemungkinan Perubahan

Hal ini

didukung pula oleh jumlah massanya yang sangat sedikit dibandingkan PNI dan

Parkindo. Keseluruhan partai ini juga diadu dengan program masing-masing yang

akhirnya menjadi alat pemerintah semata.

Ideologi partai sangat berhubungan erat dengan massa pendukungnya. Melalui

ideologi tersebut masyarakat dapat menilai kemampuan partai dalam mengemban

amanat massa pendukungnya. Akan tetapi, ideologi tidak selamanya dapat menjadi

jaminan yang mutlak bagi partai untuk mempertahankan dukungan massanya. Hal ini

23

Ibid,. hal. 31

24

(41)

dapat saja terjadi apabila masyarakat mulai bosan dengan ideologi partai tadi.

Kemungkinan lainnya adalah kehadiran partai baru dengan ideologi yang lebih

menarik minat masyarakat.

Kenyataan seperti inilah yang terjadi dalam Pemilu 1971 di Kabupaten Dairi.

Ideologi partai dan ikatan primordial dijungkir balikkan oleh Golkar dengan ideologi

pembangunannya sebagai benteng Orde Baru.

Golkar secara pasti mampu menguasai mayoritas suara dan diduga akan mampu

bertahan dalam waktu yang cukup lama sebagai partai yang dominan. Partai-partai

lama yang menjadi tandingan tidak mampu memberikan kritik yang berarti pada

Golkar. Partai-partai politik dengan sendirinya akan hancur oleh tema politik yang

diajukannya.25

Lalu sampai sejauh mana pengaruh Golkar terhadap pola perilaku dan budaya

politik masyarakat Dairi? Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bagaimana ikatan

primordial pada suku-suku di Dairi. Akan tetapi, kondisi yang sangat sulit pada masa

itu, baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik mengakibatkan lahirnya

tuntutan-tuntutan pada hal-hal baru yang dapat membawa perubahan yang menguntungkan.

Tema-tema pembangunan seperti pemenuhan kebutuhan masyarakat akan

pangan, sarana pertanian, dan peningkatan mutu pendidikan sudah barang tentu lebih

menarik daripada isu-isu etnis, agama, dan kedaerahan yang banyak disampaikan

oleh partai politik. Perubahan menarik yang terlihat adalah banyaknya orang-orang

25

(42)

Batak Toba yang beralih ke kubu Golkar, demikian pula halnya dengan massa partai

yang lain. Golkar secara meyakinkan telah memantapkan dirinya sebagai

satu-satunya partai yang dapat membawa pembangunan ke Kabupaten Dairi. Dengan

demikian, Golkar telah melahirkan suatu budaya baru yang terdiri dari berbagai sub

budaya yang ada di Dairi. Hal ini jelas memberikan keuntungan yang sangat besar, di

(43)

BAB III

UPAYA KONSOLIDASI PARTAI GOLKAR DALAM

MENGHADAPI PEMILU 1999

3.1 Partai Golkar Sebelum Pemilu 1999

Pada awal era Reformasi tahun 1998, guna mengantisipasi perubahan

Perundang-undangan Bidang Politik yang baru, Musyawarah Luar Biasa (Munaslub)

tahun 1998 merekomendasikan bahwa Golkar siap berubah menjadi partai politik.

Setelah ditetapkannya UU Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik,

dideklarasikanlah Partai Golkar pada 7 Maret 1999. Munaslub 1998 menetapkan

paradigma baru Partai Golkar sebagai respon dalam menyikapi perubahan/reformasi

politik yang ada. Secara struktural, paradigma baru tersebut menghasilkan perubahan

dalam struktur organisasi yang ditandai dengan Penghapusan Dewan Pembina Partai

Golkar, pengambilan keputusan yang demokratis dan bersifat bottom up berdasarkan

aspirasi dari bawah, serta bersifat mandiri, demokratis, dan responsif.

Pada era reformasi, amanat Munaslub 1998 Partai Golkar menerapkan

paradigma baru yang merupakan cara (pendekatan) yang ditempuh dalam merespon

dinamika reformasi dengan tidak menghilangkan jati diri Golkar. Adapun perbedaan

Golkar pada masa Orde Baru dengan Partai Golkar dengan paradigma baru, antara

(44)

1. Pada masa Orde Baru, Golkar sebagai kekuatan politis ditentukan antara lain

oleh: (1) dukungan militer baik langsung maupun tidak langsung dan perana

birokrasi, (2) dukungan dari berbagai kalangan masyarakat, seperti kelompok

independen, intelektual/cendikiawan, akademisi, pembaharu, dan kalangan

professional yang tidak lagi tertarik pada politik aliran, (3) UU Parpol dan

Golkar yang kondusif dan menguntungkan bagi Golkar, (4) kebijakan politik

massa mengambang, (5) kompetitor politik yang terbatas dimana hanya ada 3

kontestan Pemilu, (6) infrastruktur Golkar yang nyata dan kuat dari pusat

hingga ke daerah-daerah, (7) kader-kader yang memiliki dedikasi dan

loyalitas pada organisasi, (8) Golkar hanya diposisikan sebagai “the party of

the ruler” (partainya pemerintah atau penguasa), bukan “the ruling party”

(partai yang memerintah atau berkuasa).26

2. Pada era Reformasi partai Golkar dihadapkan pada adanya perubahan sistem

politik secara mendasar. Konsekuensinya: (1) Partai Golkar tidak lagi

didukung oleh jalur A dan B, karena institusi TNI/Polri dan birokrasi/PNS

menerapkan azas netralitas politik, (2) jumlah partai politik semakin banyak,

sehingga kompetisi semakin ketat, (3)Undang-Undang Biddang Politik yang

tidak memungkinkan Golkar diposisikan lagi secara eksklusif, tetapi harus

menjadi partai politik yang sejajar dan harus bersaing dengan yang laindalam

Pemilu, (4) tidak ada lagikebijaksanaan massa mengambang dan aturan-aturan

politik yang menguntungkan partai Golkar, (5) Partai Golkar berjuang untuk

dapat menjadi “the ruling party” (partai yang memerintah/berkuasa).

26

(45)

Secara internal partai Golkar dengan paradigma baru, ditandai dengan

penghapusan Lembaga Dewan Pembina (yang sebelumnya sangat menentukan dan

cenderung menghambat demokrasi internal, serta pengambilan keputusan dilakukan

secara demokratis dan bersifat bottom up berdasarkan aspirasi dari bawah. Dalam

paradigma baru Partai Golkar ditegaskan bahwa:

1. Partai Golkar adalah Partai Mandiri yang merupakan organisasi kekuatan

sosial politik yang mampu mengambil setiap keputusan politik dan kebijakan

organisasi tanpa campur tangan atau intervensi dari siapa pun dan pihak mana

pun

2. Partai Golkar adalah Partai Demokratis, yang senantiasa, baik secara internal

maupun eksternal, betul-betul menjadi pelopor tegaknya kehidupan politik

yang demokratis dan terbuka

3. Partai Golkar adalah Partai yang Responsif, yang senantiasa peka dan

tanggap terhadap aspirasi dan kepentingan rakyat, serta konsisten untuk

memperjuangkannya menjadi keputusan politik yang bersifat publik dan

menguntungkan seluruh rakyat

4. Partai Golkar adalah Partai Terbuka (Inklusif) bagi segenap golongan dan

lapisan masyarakat tanpa membedakan latar belakang agama, suku, bahasa,

dan status sosial ekonomi

5. Partai Golkar adalah Partai Moderat yang senantiasa mengutamakan posisi

tengah (moderat) dan tidak berorientasi ke “kiri”atau ke “kanan” secara

(46)

6. Partai Golkar adalah Partai yang Solid yang secara utuh dan kokoh senantiasa

berupaya mendaya gunakan segenap potensi yang dimilikinya secara sinergis

dan berdaya guna.

3.2 Visi dan Misi Serta Ideologi Partai Golkar

Visi adalah gambaran tujuan atau cita-cita masa depan yang harus dimiliki

setiap organisasi. Berdasarkan Keputusan Munas VIII Partai Golkar Nomor

VII/MUNAS-VIII/GOLKAR/1997, visi Partai Golkar adalah terwujudnya

masyarakat Indonesia yang bersatu, berdaulat, maju, modern, damai, adil, makmur,

beriman dan berakhlak mulia, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi, dan bermartabat dalam tata pergaulan dunia.

Sedangkan misi adalah rumusan-rumusan utama sebagai penjabaran dan

implementasi visi organisasi. Berdasarkan Keputusan Munas VIII Partai Golkar

Nomor II/MUNAS-VIII/GOLKAR/1997, misi Partai Golkar adalah:

1. Menegakkan, mengamankan, dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar

Negara dan ideologi bangsa demi memperkokoh Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

2. Mewujudkan cita-cita Proklamasi melalui pelaksanaan pembangunan nasional

di segala bidang untuk merealisasikan masyarakat yang demokratis dan

berdaulat, sejahtera, adil dan makmur, menegakkan supremasi hukum dan

menghormati hak azasi manusia, serta terwujudnya ketertiban dan perdamaian

(47)

3. Mewujudkan pemerintahan yang efektif dengan tata pemerintahan yang baik,

bersih, berwibawa, dan demokratis.

Pengertian umum ideologi adalah seperangkat nilai-nilai dasar (basic values)

atau sistem pemikiran yang mendasar diyakini sebagai pegangan/pedoman utama

suatu identitas sosial/politik dalam memandang segala sesuatu. Ideolog partai Golkar

adalah Pancasila, sebagaimana dituangkan pada Pasal 5 AD/ART Partai Golkar,

bahwa Partai Golkar berazaskan Pancasila.

Dalam pandangan Partai Golkar, Pancasila adalah ideologi, falsafah, dan Dasar

Negara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pancasila bukan ideologi yang

dogmatik, tertutup/statis, melainkan ideologi yang hidup (living ideology), terbuka,

dan dinamis yang mampu menyerap dan merespon berbagai dinamika, tantangan, dan

tuntutan serta perubahan seperti tertuang dalam paradigma baru Partai Golkar.

Merujuk pada Ketentuan UU No. 3 Tahun 1975 Tentang Parpol dan Golkar

yang menyebutkan adanya ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita

partai politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam hal

ini, Partai Golkar memiliki ciri karya kekaryaan, yakni sebagai partai politik yang

mengedepankan karya nyata di dalam pembangunan sebagai wujud pengamalan

Pancasila. Dengan demikian, orientasi Partai Golkar adalah karya kekaryaan,

pembaharuan, dan pembangunan.

Dalam analisis sistem kepartaian, Partai Golkar secara ideologi politik dapat

(48)

berorientasi program.27 Hal ini selaras dengan posisi dan titik berat Partai Golkar

yang sejak awal merupakan organisasi sosial politik yang di dalam perjuangannya

mamperhatikan keseimbangan antara pembangunan material dan spiritual. Di sisi

lain, Partai Golkar merupakan Partai Nasionalis-Inklusif, yang akomodatif dan

terbuka (catch-all) terhadap berbagai kelompok sosial di dalam masyarakat, termasuk

kelompok keagamaan.28

3.3 Kampanye

Kampanye merupakan bagian terpenting dalam pelaksanaan pesta demokrasi.

Dalam pelaksanaan kampanye, para pemimpin partai dan calon-calon yang akan

mewakili rakyat di DPR berhadapan langsung dengan pendukungnya. Dalam

kampanye ini akan terlihat dengan jelas bagaimana perilaku politik para kontestan

dan massa yang mengikuti kampanye tersebut.

Dalam melaksanakan kampanye, kontestan pemilu akan menyampaikan

program-program partainya. Pada tahap ini masyarakat akan dapat menilai partai

yang mereka anggap mampu mewakili mereka di DPR nantinya. Selama kampanye

akan terlihat dengan jelas partai-partai mana saja yang program partainya menarik

minat masyarakat.

Secara nasional, dalam mengajukan programnya, banyak partai yang

menyinggung masalah pembangunan yang dipusatkan di daerah pedesaan. Akan

27

Kevin R. Evans, Sistem Kepartaian di Indonesia: Kajian Orientasi Program, Jakarta: LP3ES, 1994, hal. 73

28

(49)

tetapi konsep pembangunan yang mereka kampanyekan sangat tertinggal jauh dengan

konsep pembangunan yang dikampanyekan oleh Golkar. Akibatnya rakyat lebih

meyakini hanya Golkar yang dapat melaksanakan pembangunan tersebut secara lebih

baik. Hal inilah yang menyebabkan Golkar mampu menyesuaikan diri dengan daerah

dan masyarakat tempat mereka melakukan kampanye.

Kata lainnya, walaupun program-program yang dibeberkan dalam kampanye

hanya merupakan janji-janji kosong belaka, para petani lebih mempercayainya

ketimbang kita membicarakan masalah ideologi dan pelaksanaan kehidupan politik

yang lebih demokratis. Hal ini disebabkan mereka lebih cepat tanggap kepada hal-hal

yang langsung menyinggung kebutuhan mereka sebagai masyarakat petani.

Sebenarnya partai-partai politik harus lebih lincah berkiprah untuk

memobilisasi seluruh potensi masyarakat yang telah ada. Dengan demikian program

partai dapat menyentuh golongan masyarakat paling bawah. Achmad Tahir kemudian

mengatakan, bahwa masyarakat lebih menyukai tema-tema pembangunan ketimbang

kehidupan dan cara kerja partai-partai politik.29

Hal yang paling menarik dari pelaksanaan kampanye di lapangan adalah cara

penyampaiannya yang berbeda-beda. Penyampaian program-program ini sangat

sesuai dengan hakikat Pemilu yang sesungguhnya, yaitu persaingan. Dalih persaingan

itu sendiri ditentukan oleh apa yang bakal dicapai. Untuk memperoleh kursi

sebanyak-banyaknya semua partai politik, termasuk Golkar harus berupaya

29

Anon., Amanat Ketua Dewan Kekaryaan pada Penutupan Pekan Orientasi Para Anggota

DPRD Tk. I dan II, tanggal 22 Desember 1971 di Medan, Medan: Departemen Pertahanan Keamanan

(50)

mensukseskan kampanyenya masing-masing. Persaingan dalam pemilu ini bertitik

tolak dari anggapan bahwa parlemen mempunyai kedudukan yang penting dalam

struktur kekuasaan negara.

Dalam melaksanakan kampanye program di Kabupaten Dairi, masing-masing

kontestan tidaklah terlalu sulit untuk menentukan tema apa yang harus mereka bawa.

Kondisi ekonomi yang tidak menentu sebenarnya dapat menjadi tema kampanye yang

sangat menarik untuk dibicarakan. Golkar maupun partai-partai politik yang lain

mengajukan kampanyenya masing-masing bertitik tolak dari kondisi tersebut.

Dalam kenyataan di lapangan, program-program partai yang dikampanyekan

tidak selalu sama dengan kampanye program yang dilakukan secara nasional.

Perbedaan ini terjadi mengingat situasi masing-masing daerah yang berbeda.

Mengatasi hal tersebut, setiap partai politik dalam kampanyenya dituntut untuk

melakukan penyesuaian dengan kondisi masyarakat partai-partai politik itu

melakukan kampanye lapangan.

Kampanye lapangan adalah proses pertemuan langsung antara calon dari partai

atau juru kampanye partai dengan massa pendukungnya. Dalam kampanye ini, para

juru kampanye akan membeberkan program-program partai secara langsung dan lebih

terbuka.

Dalam kampanye lapangan sering kali masyarakat belum dapat menerima dan

mencerna program partai yang disampaikan oleh juru kampanye partai. Hal ini

(51)

antara satu partai dengan partai lainnya. Dengan kata lain,setiap partai tidak

mengusung satu tema yang mengena tentang kehidupan social masyarakat melainkan

hanya mengusung tema yang hanya menyinggung masalah politik dan pemerintahan

semata.

Selama kampanye pemilu berlangsung, kondisi keamanan di Kabupaten Dairi

relatif aman. Walaupun demikian, pelaksanaan kampanye tersebut tidak terlepas dari

adanya kericuhan kecil yang terjadi akibat saling tuding-menuding antar partai yang

bersaing dengan massa pendukungnya.

Sebagai akibat besarnya persaingan antar partai, sering terjadi

gangguan-gangguan selama pelaksanaan kampanye. Selama masa kampanye berlangsung,

banyak partai yang menjadi korban penggarapan yang dilakukan oleh partai lain dan

massa pendukungnya maupun golongan yang memiliki kepentingan lain di balik

pelaksanaan kampanye.

3.4 Kebijakan Umum Partai Golkar

Dalam Munas VIII Partai Golkar telah menetapkan Kebijakan Umum Partai

Golkar dalam bentuk Arah Kebijakan, Ruang Lingkup dan Sasaran Program Umum.

A. Arah Kebijakan Umum

Arah kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang menentukan arah,

menginspirasi, sekaligus menjadi orientasi utama dalam menetapkan dan

(52)

Yang menjadi arah kebijakan Partai Golkar adalah visi, misi, tujuan, tugas

pokok, dan platform Partai Golkar. Arah kebijakan partai Golkar tersebut merupakan

acuan bagi Partai Golkar dalam upaya menarik simpati untuk pemenangan Pemilu

tahun 1999.

Arah kebijakan program lebih didasrkan pada kehidupan sosial,budaya, dan

ekonomi masyarakat di Kabupaten Dairi yang selanjutnya direalisasikan dalam wujud

peran serta partai Golkar dalam upaya membangun dan menata kembali kehidupan

perekonomian di Kabupaten Dairi.

B. Ruang Lingkup Program

Ruang lingkup program marupakan derivasi dari Arah Kebijakan dalam bentuk

pokok-pokok prioritas program yang ingindicapai sekaligus menjadi ruang lingkup

yang mengarahkan pelaksanaan seluruh program umu partai

Ruang lingkup program Partai Golkar mencakup Catur Sukses Partai Golkar

yang terdiri dari:

a. Sukses Konsolidasi dan Pengembangan Partai

b. Sukses Kaderisasi dan Regenerasi

c. Sukses Kemandirian, Demokrasi, dan Pembangunan yang Berkesejahteraan

d. Sukses Pemilu 1999 sampai dengan 2014

Dalam hal ruang lingkup program Partai Golkar ini lebih didasarkan pada

stabilitas partai dan acuan yang akan dicapai Partai Golkar. Pengembangan

(53)

C. Sasaran Program Partai Golkar

Sasaran program merupakan target-target kualitatif sebagai sasaran yang harus

dicapai dalam pelaksanaan setiap program di seluruh jenjang kepartaian.

Untuk memperoleh dukungan suara dengan sasaran sebanyak 30 juta suara

pemilih, Partai Golkar menysun dan merancang strategi sebagai berikut:

a. Memperkuat kualitas dan memperluas basis perkaderan di desa/kelurahan

berjumlah sekurang-kurangnya 100 kader, yang secara total dan nasional

mencapai sekurang-kurangnya 10 juta kader partai, dimana

masing-masing kader diharapkan dapat menarik dukungan pemilih sebanyak dua

orang

b. Melaksanakan Catur Sukses Partai Golkar secara terpadu dan

berkesinambungan

c. Secara konsisten menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai

dengan motto “SUARA GOLKAR SUARA RAKYAT”, khususnya bagi

kader-kader partai di lembaga perwakilan

d. Mengedepankan karya-karya nyata yang dapat dirasakan langsung

manfaatnya oleh rakyat, sesuai dengan orientasi karya kekaryaan Partai

Golkar. Salah satu wujud karya nyata tersebut adalah program yang

dikembangkan Partai Golkar dalam membantu permodalan dan akses

pasar bagi usaha kecil dan menengah.

e. Kader Partai Golkar harus dapat berkiprah secara nyata di tengah-tengah

(54)

yang berkembang di masyarakat, sebagai upaya dalam pemecahan

berbagai masalahyang ada dalam masyarakat.

(55)

BAB IV

PEMILIHAN UMUM 1999 DI KABUPATEN DAIRI

4.1 Pelaksanaan Pemilihan Umum

Puncak dari pelaksanaan pemilihan umum adalah pemungutan suara untuk

menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk di kursi dewan. Pelaksanaan

pemungutan suara ini dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.

Pernyataan umum menegaskan bahwa hak-hak asasi manusia dalam

pelaksanaan pemilihan umum tersebut adalah berkala, jujur, kebersamaan, rahasia,

dan bebas.30

Tata cara atau sistem pemilihan umum yang dilakukan pun sangat bervariasi,

tergantung di Negara mana pemilu tersebut dilaksanakan. Umumnya anggota partai

politik duduk di dewan melalui sebuah pemilihan umum. Akan tetapi karena ada

kelompok fungsional da

Referensi

Dokumen terkait

Dan dari segi proses kegiatan pembelajaran peneliti menyimpulkan bahwa dengan tipe make a match ini dapat memberikan manfaat bagi santri, diantaranya adalah: (1) mampu

Guru melakukan aktivitas pembelajaran secara bervariasi dengan waktu yang cukup untuk kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar dan

Menurut Ardi Winoto (2008:3) dalam bukunya “ Mikrokontroler adalah Sebuah sistem microprocessor dimana didalamnya sudah terdapat CPU, ROM, RAM, I/0, clock dan

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa respon masyarakat terhadap pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Danau Toba adalah netral dengan nilai rata-rata 0,23..

80 menit.. Siswa berkelompok 4 - 5 orang, peserta didik didorong untuk mencari informasi mengenal faktor bentuk aljabar pada permasalahan perkalian dan pembagian bentuk aljabar pada

Faktor kondisi ikan gabus pada penelitian ini 0,884 di rawa lebak Mariana dan 0,839 di rawa lebak Sekayu yang menunjukkan bahwa kondisi lingkungan rawa lebak Mariana lebih

Kepemimpinan visioner kepala sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepemimpinan kepala sekolah yang futuristik, artinya kepala sekolah tersebut

Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap