UPAYA PARTAI GOLKAR DALAM MENARIK SIMPATI RAKYAT PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999 DI KABUPATEN DAIRI
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O
L
E
H
NAMA
: DODDY S.H. NAINGGOLAN
NIM
: 060706013
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
UPAYA PARTAI GOLKAR DALAM MENARIK SIMPATI RAKYAT PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999 DI KABUPATEN DAIRI
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN O
L E H
NAMA : DODDY S.H. NAINGGOLAN NIM : 060706013
Diketahui Oleh :
Pembimbing
Drs. Timbun Ritonga
NIP : 196409221989031001
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Sejarah.
DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
UPAYA PARTAI GOLKAR DALAM MENARIK SIMPATI RAKYAT PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999 DI KABUPATEN DAIRI
Yang diajukan oleh:
Nama: Doddy S.H. Nainggolan
NIM : 060706013
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:
Pembimbing
Drs. Timbun Ritonga tanggal…… Desember 2012
NIP : 195901281984031001
Ketua Departemen Sejarah
Drs. Edi Sumarno, M.Hum tanggal…… Desember 2012
NIP : 196409221989031001
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN
Diterima oleh :
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan
Pada : Tanggal :
Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan
Dr. Syahron Lubis, M. A Nip :195110131976031001
Panitia Ujian :
No Nama Tanda Tangan
1. Drs. Edi Sumarno M.Hum ………. 2. Dra. Nurhabsyah, M.Si. ………. 3. Drs.J. Fachruddin Daulay MSP ………..
4. Drs. Timbun Ritonga ………..
LEMBAR PERSETUJUAN KETUA DEPARTEMEN
DISETUJUI OLEH:
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2012
DEPARTEMEN SEJARAH
Ketua Departemen
Drs. Edi Sumarno, M.Hum
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kita. Hingga saat ini penulis masih diberikan rezeki yang
berlimpah ruah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada Departemen Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini berjudul, UPAYA PARTAI GOLKAR DALAM MENARIK SIMPATI
RAKYAT PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999 DI KABUPATEN DAIRI.
Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu dengan rendah hati
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.
Medan, Desember 2012
Penulis,
Doddy S.H. Nainggolan
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan
karunia kesehatan, kesempatan, kekuatan, dan kasih sayang sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan tenaga,
pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada yang
terhormat:
1. Papa (A. Nainggolan) dan Mama (L. Lbn Tobing) tersayang, yang telah merawat,
membesarkan, mendidik, dan selalu menyayangi penulis dengan penuh cinta.
Adik-adik tercinta (Debby, Indra, Stephanie, Oktovian) moga kelak menjadi anak yang
berbakti ya, serta seluruh keluarga Besar yang selalu memberikan motivasi dan
semangat
2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan, beserta Pembantu Dekan I Dr. M. Husnan Lubis, M.A,
Pembantu Dekan II Drs. Samsul Tarigan, dan Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian
Muliadi, M.A, berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat menyelesaikan
studi.
3. Bapak Drs. Edi Soemarno, sebagai Ketua Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu
Budaya USU yang telah banyak memberikan nasihat dan motivasi kepada penulis
juga kepada Ibu Dra. Nurhabsyah, sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Sejarah
4. Bapak Drs. Timbun Ritonga sebagai dosen pembimbing penulis yang telah sangat
sabar dan tanpa henti-hentinya memberi wejangan dan nasehat bagi penulis walaupun
penulis belum bisa menjadi anak didik yang baik.
5. Terimakasih banyak penulis haturkan kepada seluruh bapak/ibu dosen penulis
khususnya di Departemen Ilmu Sejarah, semoga ilmu yang diberikan dapat penulis
amalkan, juga kepada bang Amperawira selaku Tata Usaha Departemen Sejarah
(terimakasih atas arahannya bang).
6. Kepada Fiyansu Manurung Am.Keb tercinta, yang selalu sabar, setia, serta senantiasa
membimbing dan mengingatkan penulis dalam pengerjaan skripsi penulis
7. Kepada Nantulang tersayang (R. Sibarani dan Keluarga), yang senantiasa
memberikan dukungan spiritual kepada penulis yang senantiasa mendoakan penulis
dalam setiap hal yang penulis jalani, termasuk dalam pengerjaan skripsi penulis
8. Seluruh kawan-kawan Mahasiswa Sejarah USU (jhon, dody, yudha, natin, Wilson,
sonang, kinnen, degem, heri, hara, Johannes, ramlan, uci, icha, anggi, derny, sancani,
friyanti, kariani, risma, desmika teman penulis stambuk 2006) serta abang-abang
senior yang menjadi pembimbing pribadi penulis dalam penyusunan skripsi penulis
yang senantiasa memberikan masukan positif demi terselesaikannya skripsi penulis,
dan juga adik-adik junior
9. Kepada seluruh oknum yang ikut serta membantu penulis dalam pengerjaan skripsi
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah bersedia memberikan
dukungan kepada penulis baik dukungan moral maupun spiritual yang sangat
Dengan rasa suka cita penulis mohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu
diberkati dalam melakukan pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari. Sekali lagi penulis
ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
skripsi ini.
Skripsi ini tidak luput dari kekurangan maupun kesalahan, karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Desember 2012
Penulis
ABSTRAK
Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi untuk menentukan wakil rakyat yang akan duduk di parlemen. Melalui pemilu diharapkan mampu membentuk suatu tatanan pemerintahan yang baru yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam Pemilu 1999 masyarakat di Kabupaten Dairi mengharapkan agar pemilu tersebut dapat berlangsung secara aman tanpa adanya intervensi dari pihak manapun
Golkar sebagai salah satu partai peserta pemilu mencoba bersaing dengan “wajah baru” dan paradigm baru untuk mencari simpati rakyat di Kabupaten Dairi. Awalnya, Partai Golkar diperkirakan akan mengalami kemunduran, karena ada anggapan di masyarakat yang menyatakan Partai Golkar akan jatuh seiring dengan jatuhnya orde baru. Akan tetapi anggapan tersebut mampu ditampik oleh Partai Golkar. Hal ini terbukti dari perolehan suara di Kabupaten Dairi yang menempatkan Golkar di urutan pertama dalam perolehan suaranya.
Dalam bidang penulisan skripsi, penulis menggunakan beberapa metode penelitian yaitu, heuristik (pengumpulan data/sumber), kritik sumber (seleksi sumber), interpretasi (analisis sumber), dan historiografi (tahapan penulisan).
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ... i
UCAPAN TERIMA KASIH...ii
ABSTRAK………iii
DAFTAR ISI ... ....iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... .1
1.2 Rumusan Masalah... 6
1.3 Tujuan Penelitian &Manfaat Penelitian ... 7
1.4 Tinjauan Pustaka...8
1.5 Metodologi Penelitian...10
BAB II Gambaran Umum………...13
2.1 Keadaan Geografi dan Keadaan Alam………...13
2.2 Etnisitas Masyarakat Kabupaten Dairi………...16
2.3 Budaya Politik di Dairi………..17
2.4 Sejarah Terbentuknya Golkar di Kabupaten Dairi………19
2.5 Partisipasi Golkar dalam Pemilu Orde Baru……….21
2.6.1 Konflik Politik Pada Pemilu 1971 di Dairi………..27
2.6.2 Budaya Politik dan Kemungkinan Perubahan……….28
BAB III Kampanye………31
3.1 Partai Golkar di Era Reformasi………31
3.2 Visi dan Misi Serta Ideologi Partai Golkar…….……….34
3.3 Kampanye………...36
3.4 Kebijakan Umum Partai Golkar………...39
BAB IV Pemilihan Umum………...….43
4.1 Pelaksanaan Pemilihan Umum………43
4.2 Penetapan Calon………..51
4.3 Persiapan Pemilihan Umum………54
4.4 Pemungutan Suara………...55
BAB V Kesimpulan dan Saran………..64
5.1 Kesimpulan………60
5.2 Saran ……….63
DAFTAR PUSTAKA………64
DAFTAR INFORMAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, salah
satunya adalah dengan adanya pelaksanaan pemilihan umum. Esensi dari pemilihan
umum adalah sebagai suatu sarana demokrasi yang bertujuan untuk membentuk
sebuah sistem kekuasaan Negara yang lahir dari bawah menurut kehendak rakyat,
sehingga benar-benar terbentuk kekuasaan Negara yang memancar ke bawah sebagai
suatu kewibawan sesuai dengan keinginan rakyat, dan oleh rakyat, menurut sistem
permusyawaratan perwakilan.1
Begitu juga halnya penerapan Pemilu di Indonesia. Di Indonesia Pemilihan
Umum merupakan pemilihan secara serentak oleh segenap rakyat yang dilakukan
untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di parlemen, seperti pada pemilihan
umum pertama yang dilakukan pada masa orde baru. Pemilihan umum bukan
merupakan ukuran kedaulatan dan kehendak rakyat telah terpenuhi.
2
1
M. Rusli Karim, Pemilu Demokratis Kompetitif, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991, hal. 3
Hal ini
dikarenakan proses pemilihan di Indonesia pada awalnya merupakan pemilihan
dengan sistem tidak langsung dimana setiap pemilih hanya memilih satu lambing
partai. Selanjutnya partailah yang memilih wakil yang duduk di parlemen atau
legislatif. Walaupun demikian, kita harus melihat bahwa pemilihan umum merupakan
bentuk partisipasi politik rakyat dalam menentukan pemerintahan dan
program-2
programnya. Pemilihan juga merupakan sebuah sarana untuk membentuk lembaga
pengemban kedaulatan rakyat. Pemilihan umum menjadi penting karena memberikan
legitimasi bagi kekuasaan yang ada dan bagi rezim yang baru.
Pada masa orde baru sepuluh organisasi politik yang ada merupakan partai
politik yang telah ada pada periode sebelumnya (Orde Lama). Kesepuluh organisasi
politik tersebut adalah Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai
Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Islam Perti, Partai
Murba, Partai IPKI, dan Golongan Karya. Organisasi politik tersebut dijadikan sebgai
“kendaraan” politik untuk jalan mendapatkan kekuasaan. Akan tetapi, kekuatan
organisasi politik tersebut tidak bertahan lama. Hal ini dikarenakan kekuatan
pemerintah pada saat itu yang menganggap jika semakin banyak partai politik maka
semakin banyak pula permasalahan dalam kancah perpolitikan Indonesia.
Menjelang Pemilu 1977, Pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU No. 3
Tahun 1975 yang mengatur penyederhanaan jumlah partai. Penyederhanaan jumlah
partai tersebut menghasilkan 2 partai politik (PDI dan PPP) dan Golongan Karya.
PDI merupakan gabungan dari beberapa partai politik, diantaranya Partai Katolik,
PNI, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok Partai Politik yang bersifat
nasionalis), sedangkan PPP merupakan fusi/gabungan dari NU, Parmusi, PSII dan
Partai Islam Perti (kelompok Partai Politik Islam).
Golkar adalah sebuah realisasi dari upaya yang telah dirintis sejak zaman
demokrasi terpimpin. Organisasi ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah
dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Golkar berdiri pada 20
yang merupakan pusat konsentrasi hampir 300 organisasi fungsional non politis yang
mempunyai orientasi kekaryaan. Pembentukan Sekber Golkar pada mulanya
ditujukan untuk merespon PKI, bukan menjadikannya sebagai partai politik.3
Kemudian setelah pergolakan politik pada tahun 1965, Sekber Golkar secara
berangsur-angsur berubah menjadi semacam partai politik.4
Penyebaran pengaruh Golkar mulai dilancarkan secara sistematis menjelang
Pemilu 1971. Susunan organisasi pun dirapikan pada 22 November 1969. Semua
organisasi yang tergabung dalam Golkar dikelompokkan menjadi 7 Kelompok Induk
Organisasi (KINO), yaitu SOKSI (Serikat Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia),
KOSGORO (Koperasi Serba Guna Gotong Royong), MKGR (Musyawarah Keluarga
Gotong Royong), Gerakan Karyawan Rakyat (merupakan organisasi pegawai negeri),
Organisasi Massa Hankam (Perkumpulan Istri ABRI, Pegawai Negeri Dephamkam),
Gerakan Pembangunan (kelompok pengusaha), dan organisasi yang berhubungan
dengan pembangunan.
Tulang punggung
organisasi ini adalah SOKSI (Serikat Organisasi Karyawan Sosial Seluruh Indonesia),
MKGR (Musyawarah Keluarga Gotong Royong), dan KOSGORO (Koperasi Serba
Guna Gotong Royong).
5
3
Leo Suryadinata, Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik, Jakarta LP3S, 1992, hal. 15
Pada pertemuan tanggal 22 Januari 1969 dibahas persiapan
dan strategi Sekber Golkar untuk menghadapi Pemilu 1971 yang menghasilkan dua
alternatif utama, yaitu: (1) Setiap KINO akan berpartisipasi dalam Pemilu sebagai
4
Ibid., hal. 26
5
satu kesatuan aksi yang independen; (2) KINO akan menggunakan satu tanda gambar
Pemilu yang kita kenal sekarang ini.6
Ternyata pada pemilihan umum 1971, segala upaya dan perjuangan yang
ditempuh membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini terbukti dari hasil Pemilu 1971
dimana Partai Golkar berhasil memperoleh suara terbanyak. Golkar sebagai kontestan
baru dalam Pemilu mampu melampaui perolehan suara dari partai-partai yang lebih
dulu sudah mapan seperti PNI. Dalam hal ini PNI sebagai pemenang Pemilu 1955
tidak mampu mengulang kemenangan yang sama pada Pemilu 1971 melainkan
dimbil alih oleh Golkar.
Dalam kurun waktu 26 tahun, Golkar memegang kendali atas partai-partai lain
dimana selama 26 tahun itu Golkar selalu memperoleh suara terbanyak dalam pemilu
dibandingkan dengan partai-partai lainnya. Tren kemenangan Golkar diharapkan
tetap berjalan sesuai dengan harapan masyarakat dan kaum pembela partai.
Tahun 1998 merupakan akhir dari periode orde baru. Pada saat yang sama
secara perlahan Golkar mulai mengalami kemunduran, dimana Golkar hanya berhasil
menempati urutan kedua dalam perolehan suara Pemilu 1999 secara nasional. Hal ini
dilatarbelakangi oleh jatuhnya rezim Soeharto dimana pada saat itu beliau merupakan
penasehat umum Golkar sekaligus menjabat sebagai Presiden RI.
Di Kabupaten Dairi, perkembangan dan kemajuan Golkar tidak berbeda dengan
di daerah lain maupun pusat. Di Dairi dalam beberapa dekade mampu memperoleh
suara terbanyak. Pengaruh kebesaran Golkar di Dairi juga tidak terlepas dari
6
Arif Yulianto, Hubungan Sipil Militer di Indonesia Pasca Orde Baru: Di Tengah Pusaran
pengaruh dan dukungan penuh dari pemerintah dan militer, sehingga Golkar mampu
menanamkan pengaruhnya di Kabupaten Dairi.
Menjelang Pemilu 1999, yaitu awal dimulainya orde reformasi Golkar mulai
merancang dan menata kembali struktur organisasi maupun melakukan perombakan
total dan menghilangkan citra sebagai perpanjangan tangan birokrasi. Dalam
menghadapi Pemilu pertama di era reformasi Golkar harus mampu menarik simpati
rakyat sebagai upaya untuk mampu meraih suara terbanyak pada Pemilu 1999.
Kebijakan program prioritas Golongan Karya yang berdasarkan Keputusan
Rapat Pimpinan Paripurna I Golongan Karya Tahun 1998 Nomor
III/RAPIM-I/GOLKAR/1998 untuk menarik simpati rakyat dilakukan dengan pengorganisasian
struktur, keanggotaan, dan sistem kaderisasi.7 Golkar mulai mengadakan konsolidasi
sebagai bagian dari Renstra Pemenangan Pemilu 1999 melalui penyelenggaraan
Musyawarah Daerah dan penyegaran kader.8
Kegiatan-kegiatan politik dapat menjadi kajian yang sangat menarik apabila
ditinjau dari sudut sejarah, pelaku, tempat, dan waktu peristiwa itu terjadi
menggambarkan aktifitas manusia pada saat tertentu.
Selain itu, Golkar juga melakukan
pengkaderan yang ditujukan ke daerah pedesaan sebagai upaya pembaharuan dan
upaya memperoleh suara terbanyak pada Pemilu 1999 nantinya.
9
7
Dewan Pimpinan Pusat Golongan Karya: Materi Penyegaran Kader Golongan Karya, 1998
Pemilihan umum dan
kampanye-kampanye yang dilakukan serta upaya menarik hati dan simpati rakyat di
daerah merupakan keunikan dari Pemilu. Hal inilah yang menarik minat penulis
untuk mengkaji pelaksanaan Pemilihan Umum 1999 dalam bentuk penulisan sejarah.
8
Ibid., hal. 37
9
Penulis memilih periode tahun 1999 karena merupakan Pemilu pertama yang
diadakan setelah jatuhnya rezim orde baru. Di samping itu pula, penulis meyakini
mampu menggambarkan bentuk kampanye dan upaya upaya Partai Golkar dalam
menarik simpati rakyat di Kabupaten Dairi agar mendapatkan perolehan suara
terbanyak dalam Pemilihan Umum yang berlangsung pada tahun 1999. Maka untuk
alasan di atas, penulis mengangkat judul mengenai “Upaya Partai Golkar Dalam
Menarik Simpati Rakyat Pada Pemilihan Umum Tahun 1999 Di Kabupaten
Dairi”. Golkar yang dulunya identik dengan pemerintahan Orde Baru mampu
bersaing dalam Pemilu Orde Reformasi sebagai bukti bahwa Partai Golkar bukanlah
alat dalam sistem pemerintahan masa orde baru. Hal ini dikarenakan adanya
reformasi dalam tubuh partai Golkar dan penguatan kader-kadernya. Dalam rencana
dan strategi pemenangan pemilu yang disusun menyebabkan Golkar tidak kehilangan
muka pada Pemilu 1999 walaupun hanya menempati urutan kedua. Dengan kata lain,
walaupun orde baru telah runtuh, Golkar masih mendapat tempat di hati para
pemilihnya. Jatuhnya orde baru bukan berarti secara otomatis menyebabkan
runtuhnya dominasi Golkar dalam politik Indonesia dikarenakan Golkar telah
menjadi partai yang kuat dan berakar yang dibentuk oleh penguasa sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Di dalam suatu penulisan, rumusan masalh sangat penting sebab akan
memperoleh data yang relevan.10
Berkaitan dengan hal di atas, ada beberapa pokok permasalahan yang akan
dikaji, yaitu:
Inilah yang menjadi landasan dalam penulisan
nantinya pada bab selanjutnya.
1. Bagaimana kondisi Golkar di Kabupaten Dairi pada masa pasca jatuhnya
orde baru?
2. Bagaimana cara pendekatan yang dilakukan Partai Golkar terhadap rakyat
Dairi menjelang Pemilu 1999?
3. Bagaimana dampak hasil perolehan Pemilu 1999 terhadap Partai Golkar
dan bagaimana pula analisis partai tersebut?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setelah kita mengetahui apa yang menjadi pokok ataupun inti permasalahn yang
akan diuraikan penulis setelahnya, maka tibalah saatnya penulis menguraikan apa
yang menjadi tujuan dan manfaat dari penulisan penelitian ini.
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan kondisi Golkar di Kabupaten Dairi setelah jatuhnya masa
orde baru
2. Menjelaskan upaya atau cara-cara yang dilakukan Golkar dalam menarik
simpati rakyat di Kabupaten Dairi menjelang Pemilu 1999
3. Menjelaskan dampak hasil Pemilu 1999 terhadap Partai Golkar
4. Memberikan gambaran analisis partai terhadap Pemilu 1999
10
Sedangkan manfaat penelitian yang diharapkan antara lain sebagai berikut:
1. Bagi Partai Golkar di Kabupaten Dairi, hasil dari penelitian ini diharapkan
mampu menjadi bahan deskripsi sehingga para kader Golkar akan dapat
mengetahui keadaan Partai Golkar saat jatuhnya orde baru
2. Bagi para kader khususnya, tulisan ini diharapkan mampu menjadi acuan
dalam melakukan transformasi sebagai upaya peningkatan prestasi Partai
Golkar dalam hal menarik simpati rakyat untuk dijadikan acuan pada
pemilu-pemilu selanjutnya
3. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan atau juga sebagai
penggerak bagi penulis lain yang ingin menulis tentang pemilu maupun
kedudukan dan keberadaan suatu partai
4. Tulisan ini diharapkan mampu menjadi koleksi sejarah Partai Golkar itu
sendiri.
1.4 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka sangatlah diperlukan dalam suatu penelitian, dimana hal ini
dapat berfungsi sebagai suber pendukung penelitian sehingga hasil penelitian tersebut
sesuai dengan yang diharapkan dan tidak keluar dari rumusan masalah yang telah
dibuat. Oleh sebab itulah, relevansi literatur yang digunakan menjadi sebuah tuntutan
dalam sebuah penelitian
Affan Gaffar dalam bukunya Javanese Voters: A Case Study Of Election Under
a Hegemonic Party System hasil penelitiannya di Desa Brobanti, Yogyakarta. Ia
berdasarkan atas beberapa alasan yaitu, kedekatan sosial religi. Dalam penelitiannya,
ia menemukan bahwa orang-orang santri di Brobanti akan mendukung dan memilih
partai politik yang ideologinya berdasarkan Islam, sedangkan abangannya
umumnyamendukung partai politik non Islam. Selain sosial-religius, ia juga
berpendapat bahwa identifikasi partai ikut menentukan perilaku pemilih. Dua elemen
lain yang ikut mempengaruhi calon pemilih adalah pola kepemimpinan dan kelas
sosial.11 Ia juga melihat kemenangan Golkar berkaitan erat dengan keberhasilan
pemerintah orde baru dalam merancang sistem politik dan kepartaian. Adanya
intimidasi dan aparat keamanan yang represif serta tidak adanya kebebasan dari
partai-partai politik untuk mengajukan calonnya merupakan indikasi dari keadaan
yang dikondisikan oleh pemerintah dalam memenangkan Golkar.12
Tulisan lain yang yang dapat dijadikan sumber adalah Materi Penyegaran
Kader Golongan Karya oleh Dewan Pimpinan Pusat Golongan Karya 1998. Dalam
buku ini dijelaskan bagaimana upaya yang dilakukan Partai Golkar serta kebijakan
program prioritas Golongan Karya tahun 1998-1999, diawali dari pengorganisasian
anggota, kaderisasi, pengabdian masyarakat dan lain sebagainya sebagai upaya
menarik simpati dan hati rakyat menjelang Pemilu 1999.
Penelitian lainnya dilakukan oleh R. William Liddle melalui bukunya yang
berjudul Partisipasi dan Partai Politik. Ia melihat bahwa kemenangan Golkar adalah
11
Ibid., hal. 193-195
12
mengandung nuansa intimidasi dan taktik “bulldozer” atau sebuah kemenangan
karena terdapat unsure paksaan dan juga adanya dukungan aparat militer setempat.
Dalam Rapat Konsultasi Daerah Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara Tahun
1998 membahas tentang terciptanya fungsionaris yang memiliki kompetensi dalam
melaksanakan kegiatan partai. Dibahas pula mengenai penugasan fungsionaris,
kerjasama dan koordinasi pelaksanaan tugas, strategi pemenangan Pemilu 1999,
pengkaderan, peningkatan kesejahteraan rakyat, perkuatan basis daerah, dan
pencitraan untuk memperoleh hasil yang maksimal menghadapi Pemilu 1999.
Al Chaidar dalam bukunya “Pemilu: Pertarungan Ideologis Partai-Partai
Islam versus Partai-Partai Sekuler,” menceritakan bahwa Golkar merupakan hasil
rekayasa pemerintah orde baru akan mengalami kehancuran pada Pemilihan Umum
1999, kecuali dalam waktu singkat melakukan perombakan total, seperti melepaskan
diri dari pengaruh birokrasi dan mengganti para pemimpinnya. Independensi dari
birokrasi merupakan syarat mutlak bagi seluruh partai jika ingin berjaya pada pemilu
1999. Golkar harus melakukan perombakan diri dan menghilangkan citra sebagai
perpanjangan tangan birokrasi.
1.5 Metode Penelitian
Metode sejarah bertujuan untuk memastikan dan menganalisis serta
mengungkapkan kembali fakta-fakta masa lampau. Sejumlah sistematika penulisan
yang terangkum didalam metode sejarah sangat membantu setiap penelitian di dalam
merekonstruksi kejadian pada masa lampau. Dalam melaksanakan penelitian
lapangan, penulis terlebih dahulu mengadakan pengamatan untuk membuktikan
Adapun beberapa langkah yang lazim dilakukan dalam metode sejarah adalah
sebagai berikut:
1. Heuristik, yaitu pengumpulan data atau sumber melalui studi kepustakaan
(library research) yaitu mengumpulkan sumber-sumber tertulis yang
berkaitan dengan penelitian (pengumpulan buku, majalah, maupun dari
surat kabar), pengamatan (observasi) lapangan, ataupun studi wawancara
yang ditujukan kepada orang atau oknum yang berkaitan dan ada
hubungannya dengan kajian masalah yang akan kita tuliskan yang mana
bertujuan untuk menemukan sumber-sumber yang diperlukan baik sumber
primer maupun sekunder. Heuristik juga merupakan suatu keterampilan
dalam merawat catatan-catatan. Dalam hal ini, tidak ada batasan terhadap
pengumpulan sumber selama sumber tersebut masih berkaitan dengan
masalah yang kita teliti.
2. Kritik sumber, yaitu usaha yang dilakukan peneliti untuk menyeleksi
sumber atau bahan yang dikumpulkan, sehingga akan dihasilkan suatu
nilai kebenaran dan keaslian sumber. Dengan kata lain, sumber atau
data-data akan objektif. Kritik sumber ini dibedakan menjadi 2, yaitu kritik
internal, yang menelaah dan menyeleksi kebenaran isi atau fakta baik yang
bersifat tulisan (buku, artikel, dan arsip) maupun lisan (wawancara). Kritik
eksternal yang dilakukan dengan pengujian untuk menetukan keaslian
sumber baik dari buku maupun wawancara dengan narasumber. Hal ini
3. Interpretasi, yaitu suatu tahap peneliti dalam hal menafsir atau
menganalisis suatu sumber yang ditemukan. Hal ini dilakukan untuk
berupaya menghilangkan kesubjektifitasan data, walau pun sebenarnya hal
ini tidak dapat dihilangkan secara total. Interpretasi ini diharapkan dapat
menjadi data sementara sebelum peneliti menuangkannya dalam
penulisan.
4. Historiografi, yaitu tahapan akhr dari sebuah penelitian, dimana dalam hal
ini dilakukan suatu penulisan akhir dari fakta-fakta yang dilakukan secara
sistematis dan kronologis untuk menghasilkan suatu tulisan sejarah yang
ilmiah dan objektif. Historiografi ini merupakan hasil dari pengumpulan
sumber, kritik (baik kritik internal maupun eksternal), serta hasil dari
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 Keadaan Geografi dan Keadaan Alam
Dairi pada mulanya merupakan Onder-Afdeling Dairi Landen. Onder-Afdeling
Dairi Landen ini merupakan bagian dari Afdeling Batak Landen dalam Karesidenan
Tapanuli, yang mana daerah ini menjadi Kabupaten Dairi. Kabupaten Dairi
ditetapkan berdasarkan UU/PERPU No. 4/1964 tanggal 13 Februari 1964 yang
berlaku surut mulai tanggal 1 Januari 1964 dengan wilayah seluruh onder-afdeling
Dairi Landen.
Kabupaten Dairi terletak di sebelah barat laut Provinsi Sumatera Utara,13
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam) dan Kabupaten Tanah Karo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Barat
3. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan (Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam)
4. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir.14
Kabupaten Dairi terletak agak ke pedalaman Provinsi Sumatera Utara.
Tanahnya terdiri dari dataran tinggi, pegunungan, lembah, serta jurang-jurang yang
13
Bappeda Kabupaten Dairi, 2005
14
dalam. Dalam hal ini Kabupaten Dairi memiliki kesempatan untuk berinteraksi dan
berkembang lebih baik lagi jika dilihat dari letak geografis yang merupakan
pertemuan jalur lalu lintas dari dan ke beberapa kota di luar Kabupaten Dairi yaitu
Kabupaten Karo, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Aceh Selatan, dan Kabupaten
Aceh Tenggara.
Untuk menunjang kemajuan dan perkembangan daerah Kabupaten Dairi perlu
adanya akses yang mendukung. Berhubung karena letak yang merupakan pertemuan
jalur lalu lintas dari beberapa daerah maka diperlukan sarana transportasi. Tanpa
adanya sarana transportasi yang menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lain
maka akses ke daerah tersebut akan sangat lambat dan terganggu.
Jalan merupakan prasarana pengangkutan yang sangat penting untuk
memperlancar dan mendorong kegiatan perekonomian. Semakin meningkatnya usaha
pembangunan, maka dituntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk
mempermudah mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari suatu
daerah ke daerah lain.
Penduduk Kabupaten Dairi pada awalnya menggunakan sarana transportasi
tradisional seperti kuda dan pedati. Akan tetapi tidak sedikit pula ada yang berjalan
kaki. Perkembangan zaman dan teknologi telah merubah kondisi sarana transportasi
di Kabupaten Dairi. Sarana transportasi tradisional mulai ditinggalkan dan
masyarakat mulai menggunakan sarana transportasi modern yang menggunakan
Hal ini sangat menguntungkan bagi setiap anggota masyarakat di Kabupaten
Dairi. Hal ini dikarenakan dengan adanya transportasi dengan tenaga mesin tersebut
mereka semakin mudah dalam memasarkan hasil-hasil pertanian maupun ternak
mereka ke daerah lain di luar Kabupaten Dairi. Begitu juga sebaliknya, masyarakat
dari luar Kabupaten Dairi akan menggunakan sarana transportasi tersebut untuk
melakukan aktifitas jual beli di Kabupaten Dairi.
Selain itu, dengan adanya transportasi tenaga mesin tersebut masyarakat akan
lebih menghemat waktu mereka dalam perjalanan. Dengan kata lain, waktu tempuh
lebih dekat jika menggunakan mesin dibandingkan dengan menggunakan transportasi
tradisional.adanya transportasi tersebut sangat membantu seluruh lapisan masyarakat
dalam segala aspek kehidupan mereka.
Akan tetapi sarana transportasi tersebut belum dapat dirasakan oleh seluruh
penduduk Kabupaten Dairi. Hal ini terbukti dengan masih adanya wilayah yang tidak
dapat dilalui oleh angkutan umum, sehingga perjalanan dilakukan dengan berjalan
kaki. Berbeda halnya jika mereka yang memiliki kendaraan pribadi maka akan lebih
mudah bepergian meski tidak ada angkutan umum. Keadaan ini disebabkan karena
jalannya masih belum diaspal, berbatu, bahkan masih ada yang ditimbun oleh tanah
sehingga ketika musim hujan tiba jalan tersebut akan sangat licin dan susah untuk
dilalui.
Dalam hal ini perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah Kabupaten Dairi
Dairi memiliki peluang yang lebih besar lagi dalam upaya berinteraksi dan
berkembang lebih baik lagi sehingga mampu bersaing dengan daerah lain yang telah
lebih maju dari Kabupaten Dairi.
2.2 Etnisitas Masyarakat Kabupaten Dairi
Jumlah penduduk merupakan persyaratan utama bagi terbentuknya sebuah
daerah pemerintahan yang berbentuk kabupaten atau kotamadya. Jumlah penduduk
hasil sensus 1971 di Kabupaten Dairi sebanyak 179.247 jiwa.
Penduduk Dairi terdiri dari beberapa suku, seperti suku Pakpak yang
merupakan penduduk asli berjumlah 38.945 jiwa (21,73%), suku Karo berjumlah
47.589 jiwa (26,55%), suku Batak Toba berjumlah 78.170 jiwa (44,61%), suku
Simalungun berjumlah 13.261 jiwa (7,40%), ditambah beberapa suku lainnya seperti
Minang dan Jawa sekitar 1.095 jiwa (0,61%), dan orang-orang Cina berjumlah 187
jiwa (0,1%) yang kebanyakan tinggal di Sidikalang. Masyarakat di Kabupaten Dairi
lebih kurang 75% adalah petani, dan sisanya terdiri dari pegawai negeri sipil, ABRI,
dan pedagang.
Suku asli di Kabupaten Dairi adalah suku Pakpak, sedangkan suku-suku lainnya
merupakan suku pendatang. Namun demikian, meskipun suku Pakpak merupakan
suku asli di Kabupaten Dairi, tetapi suku mayoritas yang mendiami wilayah ini
adalah suku Batak Toba. Hal ini disebabkan oleh adanya migrasi orang Batak Toba
Dari keanekaragaman suku menggambarkan beragamnya agama yang dianut
oleh masyarakat Kabupaten Dairi. Ada beberapa agama yang dianut oleh masyarakat
Kabupaten Dairi seperti Islam (20,28%), Kristen Protestan (64,53%), Katolik
(15,07%), dan Budha (0,12%). Keanekaragaman ini tidak membuat masyarakat
Kabupaten Dairi terpecah satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
Kabupaten Dairi merupakan masyarakat yang terbuka dan mempunyai tingkat
toleransi yang tinggi.
2.3 Budaya Politik di Dairi
Masyarakat yang heterogen sudah pasti membawa pengaruh yang amat besar
pada budaya politik bangsa Indonesia. Banyaknya budaya yang hadir dalam sistem
budaya politi kita, telah melahirkan banyak sub budaya politik di Indonesia yang
memiliki masing-masing jarak yang berbeda dengan struktur politik.
Perbedaan jarak itu sering menimbulkan kecemburuan, saling curiga, bahkan
saling membenci diantara masing-masing kelompok yang mewakili sub budaya
politiknya. Dalam keadaan demikian, budaya politik lebih diwarnai oleh
“permusuhan” daripada “kejujuran” tentu saja dengan segala macam
konsekuensinya.15
Begitu juga halnya di Kabupaten Dairi, dimana dengan kondisi masyarakat
yang heterogen, baik secara etnis (Pakpak, Karo, Toba dan suku lainnya) maupun
secara agama (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, dan aliran kepercayaan lain)
15
melahirkan sub budaya politik yang beraneka ragam. Masing-masing kelompok
masyarakat ini menggambarkan bagaimana pola dan perilaku kehidupan politik yang
mereka anut.
Sebagian besar penduduk Dairi adalah petani yang sangat tradisional, yang
mewakili konsep adat dan religi yang tradisional pula. Dalam masyarakat seperti ini,
peranan pemuka adat, pemuka agama, atau kepala desa sangat mempengaruhi proses
pematangan politik masyarakatnya. Selain itu sifat komunal masyarakatnya sangat
mempengaruhi dalam proses tersebut.
Yang menjadi sendi utama proses pematangan budaya politik di tingkat daerah
adalah pengakuan akan atau kesepakatan atas nilai-nila yang ada dalam masyarakat
masing-masing. Tentu saja pengakuan akan nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat
lain baru timbul bila sebelumnya telah ada pengakuan akan tempat wilayah
masyarakat dan nilai-nilai itu berada.16
Pada kelompaok masyarakat yang telah maju, kondisi ini tidak terlalu jauh
berbeda. Para elit birokrasi, dan orang-orang yang telah berpendidikan, ternyata tidak
bisa melepaskan dirinya dari ikatan yang sangat primordial itu. Pada kenyataannya, Kondisi seperti ini tidak hanya diwakili oleh
satu etnis saja. Akan tetapi oleh tiap-tiap etnis besar atau kecil yang ada di Dairi.
Masing-masing etnis memiliki satu konsep demokrasi yang telah terbentuk di atas
kesepakatan bersama. Secara umum dalam masyarakat Batak Toba dikenal dengan
konsep Dalihan Na Tolu.
16
masyarakat yang berasal dari suku Batak, walaupun telah jauh merantau dari
kampung halamannya dan telah bergaul dengan lingkup masyarakat yang jauh lebih
modern, mereka tetap sebagai orang yang telah diikat dengan adat istiadat dan
kebudayaan yang meraka pahami dan diajarkan dalam proses pematangannya sampai
mereka dewasa.
Kecenderungan untuk berubah pada masyarakat seperti ini jelas sangat kecil
sekali. Hal inilah yang membuat partai-partai politik dapat tetap bertahan. Masyarakat
yang telah terkotak-kotak dalam ikatan budaya, religi, dan daerah memberikan
kemungkinan bagi partai-partai politik untuk tetap eksis.17
2.4 Sejarah Terbentuknya Golkar di Kabupaten Dairi
Suasana seperti ini
memberikan ciri tersendiri kepada pembentukan budaya politik dan perilaku politik
masyarakat di Dairi dan kepada arah perkembangannya. Wujud dari budaya dan
perilaku politik ini, tergambar dari sikap masyarakat dalam menentukan partai yang
menjadi pilihannya. Sebagai contoh adalah dominasi Parkindo di Kabupaten Dairi.
Ikatan kesukuan, agama, dan daerah memberikan keuntungan yang sangat besar bagi
Parkindo di Kabupaten Dairi. Jumlah masyarakat Batak Toba yang mayoritas saja
sudah menjadi aset yang lumayan besar bagi Parkindo.
Sekber Golkar merupakan suatu kekuatan politik baru yang muncul pada tahun
1964. Awal mula terbentuknya Sekber Golkar adalah untuk memelihara kekuatan
kelompok anti komunis yang tumbuh pesat. Pada mulanya Sekber Golkar
17
beranggotankan 61 organisasi fungsional, berkembang menjadi 97
federasi/perimpunan organ non afiliatif (baik yang bersifat keagamaan maupun non
keagamaan) hingga akhirnya menjadi 291 organisasi. Banyaknya jumlah anggota
tersebut dimotifasi oleh ideologi Pancasila dan UUD 1945.18
Dengan demikian, kehadiran Sekber Golkar sebagai cikal bakal Golkar dan
Partai Golkar merupakan:
1. Wadah bagi organisasi-organisasi yang anti komunis dalam rangka membela,
mengamankan, dan mempertahankan ideologi Pancasila
2. Sebagai kekuatan pembaharu yang dapat menjadi alternatif yang berbeda
dengan partai-partai politik yang bertumpu pada “ideologi aliran”
Dengan demikian jelas bahwa sejak awal ideologi Golkar adalah Pancasila (yang
merupakan dasar dan falsafah Negara, dimana sila-silanya termuat dalam Pembukaan
UUD 1945). Golkar hadir untuk membela ideologi Pancasila dari rongrongan
pihak-pihak yang hendak menggantinya dengan ideologi lain. Dengan mengedepankan
ideologi Pancasila, maka Golkar tidak mengedepankan ideologi aliran, melainkan
berorientasi pada program dan pembangunan sebagai wujud dari pengamalan
Pancasila.
Pembentukan dan perkembangan Sekber Golkar tidak dapat terlepas dari
adanya dukungan dan peran besar ABRI, khususnya angkatan darat. Peranan militer
ini tidak hanya dilakukan di pusat, namun juga di daerah-daerah. Hal ini dapat dilihat
18
dari peranan militer untuk mengembangkan Sekber Golkar ke daerah-daerah melalui
campur tangan militer. Setelah terbentuknya Sekber Golkar pusat di Jakarta, tanggal
20 Oktober 1964, maka pucuk pimpinan angkatan darat menginstruksikan kepada
semua jajarannya di seluruh Indonesia untuk membantu mengkoordinir pembentukan
Sekber Golkar di daerah masing-masing.
2.5 Partisipasi Golkar Dalam Pemilu Masa Orde Baru
Setelah Orde Baru hadir Pada 1966, Sekber Golkar terus melakukan
konsolidasi. Dalam perkembangannya, melalui Rakornas II (November 1967)
dilakukan pengelompokan organisasi berdasarkan kekaryaannya dalam 7 Kelompok
Induk Organisasi (KINO), yaitu: KINO KOSGORO; KINO SOKSI; KINO MKGR;
KINO Profesi; KINO Ormas Hankam; KINO GAKARI; dan KINO Gerakan
Pembangunan.
Seiring dengan rencana Pemilu yang melalui Ketetapan MPR No:
XLII/MPRS/1968, bahwa Pemilu diselenggarakan selambat-lambatnya pada tanggal
5 Juli 1971, pemerintah Orde Baru berupaya mencari kekuatan-kekuatan politik yang
didukung pada pemilu tersebut. Antara lain wacana yang mengemuka adalah dengan
mendukung NU. Tetapi dengan pertimbangan masih kentalnya suasana “politik
aliran” dan NASAKOM, maka akhirnya yang didukung adalah Sekber
sebelumnya bergabung dalam Sekber Golkar mendirikan Partai Muslimin Indonesia
(PARMUSI) yang dipersiapkan untuk menghadapi Pemilu.19
Pilihan jatuh kepada Golkar karena tidak diragukan lagi kiprah dan
perjuangannya dalam melawan pihak-pihak yang mencoba menggantikan Pancasila
dengan ideologi lain, dan sejak berdirinya Golkar berdasarkan dan berideologi
Pancasila, sehingga sesuai dengan tekad Orde Baru di dalam menjalankan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Keikutsertaan Sekber Golkar pada Pemilu 1971 dimungkinkan oleh UU No. 15
Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan
Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat. Dalam rangka menhadapi Pemilu 1971, pada
tahun 1969 keluar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1969 yang pada
waktu itu terkenal dengan sebutan permen 12, yang mengatur PNS/birokrasi agar
mentaati azas monoloyalitas.20
19
Leo Suryadinata, Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik, Jakarta: LP3ES, 1992, hal. 15
Pada Pemilu pertama di Orde Baru yaitu 1971 dengan
dukungan penuh militer dan birokrasi, Sekber Golkar yang kemudian menjadi Golkar
berhasil meraih suara sebesar 62,80% atau lebih 34 juta pemilih (236 kursi dari 360
kursi di DPR), dimana sebelumnya Golkar diperkirakan hanya akan memperoleh
suara sebesar 30-40% saja. Kemenangan tersebut tidak dapat dilepaskan dari
keterlibatan langsung militer/ TNI.
20
Buku Materi Pendidikan dan Latihan Kader Penggerak Teritorial Desa: Lembaga
Pada pemilihan umum 1971 jumlah anggota DPR 460 orang dan yang dipilih
melalui pemilihan umum sebanyak 360 orang. Cara membagi 360 kursi ini ke
daerah-daerah pemilihan di 27 provinsi melalui 2 tahap.
Pada tahap pertama dibagikan terlebih dahulu kursi DPR yang diperebutkan
yaitu 360 kursi kepada 285 Daerah Tingkat II yang ada (DKI Jaya ditetapkan 8 kursi)
sisanya 75 kursi. Kemudian pada tahap kedua, jumlah kursi yang ada di daerah
pemilihan tersebut yang sama dengan Daerah Tingkat II nya dikalikan 400.000. kalau
masih ada sisa suara, yang dihitung kemudian adalah dengan perimbangan sisa di
daerah lain cukup untuk satu wakil maka daerah itu ditambah wakilnya, demikian
seterusnya sampai sisa suara yang ada habis.21
Pada tanggal 16 Juli 1971 sampai dengan tanggal 20 Juli 1971, PPD Tingkat II
Kabupaten Dairi melakukan sidang perhitungan suara dan pembagian kursi bagi
tiap-tiap organisasi peserta pemilihan umum. Sidang tersebut dihadiri oleh semua
pengurus partai politik serta pejabat lainnya yang sengaja diundang untuk menghadiri
sidang.
Dari sidang perhitungan dan pembagian kursi tersebut jumlah keseluruhan suara
yang masuk sebanyak 74.100 suara, jumlah anggota dewan yang dipilih sebanyak 16
orang. Dari hasil penghitungan suara tersebut, ternyata beberapa partai tidak dapat
memenuhi suara minimal untuk mendudukkan wakilnya di DPRD.
21
Sesuai dengan angka yang diperoleh dan penggabungan suara, maka didapatkan
jumlah kursi dewan sebagai berikut: Partai Katolik (1 kursi); PNI (1kursi); Parkindo
(2 kursi); dan Golkar (12 kursi), sedangkan beberapa partai peserta pemilu seperti
PSII, NU, Parmusi, Murba, Partai Islam Perti, dan IPKI sama sekali tidak
mendapatkan satu kursi pun di dewan atau perolehan suara mereka tidak memenuhi
suara minimal untuk mendudukkan wakilnya di DPRD.
Dalam rangka menyikapi hal tersebut, diadakanlah penyederhanaan sistem
kepartaian. Pada tahun 1973 terdapat kesepakatan antara pemerintah dan tokoh-tokoh
nasional untuk melakukan fusi partai-partai politik ke dalam tiga kelompok dengan
pendekatan sebagai berikut:
1. Kelompok partai politik yang di dalam program perjuangannya
menitikberatkan pada aspek-aspek pembangunan yang bersifat spiritual
dengan tidak mengabaikan pada aspek-aspek pembangunan material:
bergabung ke dalam Partai Persatuan Pembangunan atau PPP (meliputi NU,
Parmusi, PSII, dan Perti)
2. Kelompok partai politik yang di dalam perjuangannya menitikberatkan pada
aspek-aspek pembangunan yang bersifat material dengan tidak mengabaikan
pada aspek-aspek pembangunan spiritual: bergabung ke dalam Partai
Demokrasi Indonesia atau PDI (meliputi PNI, Murba, Partai Katolik,
3. Organisasi sosial politik yang di dalam perjuangannya memperhatikan
keseimbangan antara pembangunan material dengan pembangunan spiritual,
yakni Golkar.
Dalam pemilu-pemilu setelah 1971 (1977-1997) kontestan Pemilu terdiri dari
PPP, PDI, dan Golkar, sebagaimana yang telah diatur di dalam UU No. 3 Tahun 1975
tentang Parpol dan Golkar. Undang-undang tersebut menerapkan kebijakan massa
mengambang (floating mass), dimana secara struktural parpol tidak memiliki
kepengurusan sampai ke tingkat pedesaan.22
Secara umum, kemenangan Golkar pada masa Orde Baru tersebut ditentukan
oleh:
Pada setiap Pemilu Orde Baru
(1971-1997) Golkar selalu mendapatkan kemenangan dengan persentase perolehan suara
sebagai berikut: Pemilu 1971 (sebanyak 62,80%); Pemilu 1977 (sebanyak 62,12%);
Pemilu 1982 (sebanyak 64,34%); Pemilu 1987 (sebanyak 73,20%); Pemilu 1992
(sebanyak 68%); dan Pemilu 1997 (sebanyak 74,54%)
a. Pilihannya yang tegas sebagai kekuatan politik yang mengedepankan
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara serta mengupayakan
pembaharuan dan pembangunan (modernisasi) dalam segala aspek kehidupan
masyarakat
b. Adanya dukungan dari militer (baik secara langsung maupun tidak langsung)
dan dukungan dari birokrasi
22
c. Adanya dukungan dari berbagai kalangan masyarakat, seperti
kelompok-kelompok independen, intelektual/cendekiawan, akademisi, pembaharu, dan
kalangan profesional yang tidak lagi tertarik dengan politik aliran
d. Adanya Undang-Undang Parpol dan Golkar yang kondusif bagi Golkar itu
sendiri, dalam hal ini setiap partai politik peserta Pemilu harus menyerahkan
daftar nama calonnya untu diseleksi oleh PPI (Panitia Pemilihan Indonesia)
yang kemudian diseleksi lagi oleh Kopkamtib, sehingga calon yang ditetapkan
berdasarkan kehendak pemerintah, dimana pada saat itu pemerintah pro
terhadap Golkar.
e. Adanya kebijakan politik massa mengambang (floating mass)
f. Kompetitor politik yang terbatas (hanya ada 3 kontestan Pemilu)
g. Infrastruktur yang dibentuk dan dibangun ole Golkar bersifat nyata dan kuat
mengakar dari pusat hingga ke daerah-daerah
2.6 Perubahan Budaya Politik
Perubahan budaya politik tidak terlepas dari kemunculan Golkar dan ABRI.
Artinya, kehadiran organisasi kekaryaan yang merupakan dukungan ABRI tersebut
merupakan sebagai penengah atau bahkan sebagai perusak budaya politik yang telah
ada.
Munculnya Golkar sebagai organ politik baru pada Pemilu 1971, pada mulanya
bukanlah merupakan tantangan yang dianggap serius oleh partai-partai politik.
di tengah-tengah masyarakat. Anggapan tersebut nyatanya tidak dapat diterima secara
bulat dalam sebuah permainan politik. Iklim politik yang berubah membuat
masyarakat lebih berterima kepada perubahan-perubahan yang sedang dilakukan oleh
pemerintah. Dalam hal ini, Golkar merupakan motor dari perubahan tersebut.
2.6.1 Konflik Politik Pada Pemilihan Umum 1971 di Dairi
Di banyak negara, angkatan bersenjata memegang peranan yang sangat penting
dalam kehidupan politik. Dominasi militer dalam kehidupan politik ini sering terjadi
karena keinginan pemerintah dalam menjaga stabilitas politik. Penekanan-penekanan
oleh militer lebih menjanjikan kehidupan politik yang stabil ketimbang janji-janji
politis oleh partai-partai sipil. Walaupun keterlibatan militer itu sering mengakibatkan
matinya kehidupan yang demokratis.
Konflik politik selain dapat menjadi pengganggu integritas dan kestabilan
politik juga dapat menjadi jaminan bagi kestabilan politik itu sendiri. Dengan
terciptanya sebuah konflik, pemerintah dapat melakukan intervensi langsung ke
tengah-tengah partai dan massa pendukungnya.
Dalam pertikaian politik antara PNI-Parkindo dan massa pendukungnya,
pemerintah dengan strateginya yang tepat menempatkan Golkar pada posisi di antara
keduanya. Secara perlahan dan ditambah sedikit intimidasi elit politik masing-masing
kelompok, terutama para pemuka masyarakat dipaksa masuk ke tubuh Sekretariat
program Golkar ketimbang pertikaian partai yang lama kelamaan membosankan
masyarakat.
Dalam situasi yang demikian, pemerintah melakukan intervensi ke dalam tubuh
PNI dan Parkindo. Tujuan pemerintah adalah untuk memasukkan tokoh-tokoh yang
pro pemerintah, dengan demikian akan semakin memperlemah basis partai. Selain itu,
orang-orang yang telah dimasukkan ke dalam partai politik itu dengan sendirinya bisa
digunakan untuk mewakili kepentingan pemerintah. Hal inilah yang sebenarnya
kurang disadari oleh para pemimpin partai.23
Bukan tidak mungkin bahwa konflik itu sendiri memang sengaja diciptakan
oleh pemerintah. Dengan demikian, pemerintah dapat dengan leluasa menanamkan
pengaruhnya. Intervensi seperti ini terasa pula pada partai-partai Islam.24
2.6.2 Budaya Politik dan Kemungkinan Perubahan
Hal ini
didukung pula oleh jumlah massanya yang sangat sedikit dibandingkan PNI dan
Parkindo. Keseluruhan partai ini juga diadu dengan program masing-masing yang
akhirnya menjadi alat pemerintah semata.
Ideologi partai sangat berhubungan erat dengan massa pendukungnya. Melalui
ideologi tersebut masyarakat dapat menilai kemampuan partai dalam mengemban
amanat massa pendukungnya. Akan tetapi, ideologi tidak selamanya dapat menjadi
jaminan yang mutlak bagi partai untuk mempertahankan dukungan massanya. Hal ini
23
Ibid,. hal. 31
24
dapat saja terjadi apabila masyarakat mulai bosan dengan ideologi partai tadi.
Kemungkinan lainnya adalah kehadiran partai baru dengan ideologi yang lebih
menarik minat masyarakat.
Kenyataan seperti inilah yang terjadi dalam Pemilu 1971 di Kabupaten Dairi.
Ideologi partai dan ikatan primordial dijungkir balikkan oleh Golkar dengan ideologi
pembangunannya sebagai benteng Orde Baru.
Golkar secara pasti mampu menguasai mayoritas suara dan diduga akan mampu
bertahan dalam waktu yang cukup lama sebagai partai yang dominan. Partai-partai
lama yang menjadi tandingan tidak mampu memberikan kritik yang berarti pada
Golkar. Partai-partai politik dengan sendirinya akan hancur oleh tema politik yang
diajukannya.25
Lalu sampai sejauh mana pengaruh Golkar terhadap pola perilaku dan budaya
politik masyarakat Dairi? Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bagaimana ikatan
primordial pada suku-suku di Dairi. Akan tetapi, kondisi yang sangat sulit pada masa
itu, baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik mengakibatkan lahirnya
tuntutan-tuntutan pada hal-hal baru yang dapat membawa perubahan yang menguntungkan.
Tema-tema pembangunan seperti pemenuhan kebutuhan masyarakat akan
pangan, sarana pertanian, dan peningkatan mutu pendidikan sudah barang tentu lebih
menarik daripada isu-isu etnis, agama, dan kedaerahan yang banyak disampaikan
oleh partai politik. Perubahan menarik yang terlihat adalah banyaknya orang-orang
25
Batak Toba yang beralih ke kubu Golkar, demikian pula halnya dengan massa partai
yang lain. Golkar secara meyakinkan telah memantapkan dirinya sebagai
satu-satunya partai yang dapat membawa pembangunan ke Kabupaten Dairi. Dengan
demikian, Golkar telah melahirkan suatu budaya baru yang terdiri dari berbagai sub
budaya yang ada di Dairi. Hal ini jelas memberikan keuntungan yang sangat besar, di
BAB III
UPAYA KONSOLIDASI PARTAI GOLKAR DALAM
MENGHADAPI PEMILU 1999
3.1 Partai Golkar Sebelum Pemilu 1999
Pada awal era Reformasi tahun 1998, guna mengantisipasi perubahan
Perundang-undangan Bidang Politik yang baru, Musyawarah Luar Biasa (Munaslub)
tahun 1998 merekomendasikan bahwa Golkar siap berubah menjadi partai politik.
Setelah ditetapkannya UU Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik,
dideklarasikanlah Partai Golkar pada 7 Maret 1999. Munaslub 1998 menetapkan
paradigma baru Partai Golkar sebagai respon dalam menyikapi perubahan/reformasi
politik yang ada. Secara struktural, paradigma baru tersebut menghasilkan perubahan
dalam struktur organisasi yang ditandai dengan Penghapusan Dewan Pembina Partai
Golkar, pengambilan keputusan yang demokratis dan bersifat bottom up berdasarkan
aspirasi dari bawah, serta bersifat mandiri, demokratis, dan responsif.
Pada era reformasi, amanat Munaslub 1998 Partai Golkar menerapkan
paradigma baru yang merupakan cara (pendekatan) yang ditempuh dalam merespon
dinamika reformasi dengan tidak menghilangkan jati diri Golkar. Adapun perbedaan
Golkar pada masa Orde Baru dengan Partai Golkar dengan paradigma baru, antara
1. Pada masa Orde Baru, Golkar sebagai kekuatan politis ditentukan antara lain
oleh: (1) dukungan militer baik langsung maupun tidak langsung dan perana
birokrasi, (2) dukungan dari berbagai kalangan masyarakat, seperti kelompok
independen, intelektual/cendikiawan, akademisi, pembaharu, dan kalangan
professional yang tidak lagi tertarik pada politik aliran, (3) UU Parpol dan
Golkar yang kondusif dan menguntungkan bagi Golkar, (4) kebijakan politik
massa mengambang, (5) kompetitor politik yang terbatas dimana hanya ada 3
kontestan Pemilu, (6) infrastruktur Golkar yang nyata dan kuat dari pusat
hingga ke daerah-daerah, (7) kader-kader yang memiliki dedikasi dan
loyalitas pada organisasi, (8) Golkar hanya diposisikan sebagai “the party of
the ruler” (partainya pemerintah atau penguasa), bukan “the ruling party”
(partai yang memerintah atau berkuasa).26
2. Pada era Reformasi partai Golkar dihadapkan pada adanya perubahan sistem
politik secara mendasar. Konsekuensinya: (1) Partai Golkar tidak lagi
didukung oleh jalur A dan B, karena institusi TNI/Polri dan birokrasi/PNS
menerapkan azas netralitas politik, (2) jumlah partai politik semakin banyak,
sehingga kompetisi semakin ketat, (3)Undang-Undang Biddang Politik yang
tidak memungkinkan Golkar diposisikan lagi secara eksklusif, tetapi harus
menjadi partai politik yang sejajar dan harus bersaing dengan yang laindalam
Pemilu, (4) tidak ada lagikebijaksanaan massa mengambang dan aturan-aturan
politik yang menguntungkan partai Golkar, (5) Partai Golkar berjuang untuk
dapat menjadi “the ruling party” (partai yang memerintah/berkuasa).
26
Secara internal partai Golkar dengan paradigma baru, ditandai dengan
penghapusan Lembaga Dewan Pembina (yang sebelumnya sangat menentukan dan
cenderung menghambat demokrasi internal, serta pengambilan keputusan dilakukan
secara demokratis dan bersifat bottom up berdasarkan aspirasi dari bawah. Dalam
paradigma baru Partai Golkar ditegaskan bahwa:
1. Partai Golkar adalah Partai Mandiri yang merupakan organisasi kekuatan
sosial politik yang mampu mengambil setiap keputusan politik dan kebijakan
organisasi tanpa campur tangan atau intervensi dari siapa pun dan pihak mana
pun
2. Partai Golkar adalah Partai Demokratis, yang senantiasa, baik secara internal
maupun eksternal, betul-betul menjadi pelopor tegaknya kehidupan politik
yang demokratis dan terbuka
3. Partai Golkar adalah Partai yang Responsif, yang senantiasa peka dan
tanggap terhadap aspirasi dan kepentingan rakyat, serta konsisten untuk
memperjuangkannya menjadi keputusan politik yang bersifat publik dan
menguntungkan seluruh rakyat
4. Partai Golkar adalah Partai Terbuka (Inklusif) bagi segenap golongan dan
lapisan masyarakat tanpa membedakan latar belakang agama, suku, bahasa,
dan status sosial ekonomi
5. Partai Golkar adalah Partai Moderat yang senantiasa mengutamakan posisi
tengah (moderat) dan tidak berorientasi ke “kiri”atau ke “kanan” secara
6. Partai Golkar adalah Partai yang Solid yang secara utuh dan kokoh senantiasa
berupaya mendaya gunakan segenap potensi yang dimilikinya secara sinergis
dan berdaya guna.
3.2 Visi dan Misi Serta Ideologi Partai Golkar
Visi adalah gambaran tujuan atau cita-cita masa depan yang harus dimiliki
setiap organisasi. Berdasarkan Keputusan Munas VIII Partai Golkar Nomor
VII/MUNAS-VIII/GOLKAR/1997, visi Partai Golkar adalah terwujudnya
masyarakat Indonesia yang bersatu, berdaulat, maju, modern, damai, adil, makmur,
beriman dan berakhlak mulia, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan bermartabat dalam tata pergaulan dunia.
Sedangkan misi adalah rumusan-rumusan utama sebagai penjabaran dan
implementasi visi organisasi. Berdasarkan Keputusan Munas VIII Partai Golkar
Nomor II/MUNAS-VIII/GOLKAR/1997, misi Partai Golkar adalah:
1. Menegakkan, mengamankan, dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar
Negara dan ideologi bangsa demi memperkokoh Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Mewujudkan cita-cita Proklamasi melalui pelaksanaan pembangunan nasional
di segala bidang untuk merealisasikan masyarakat yang demokratis dan
berdaulat, sejahtera, adil dan makmur, menegakkan supremasi hukum dan
menghormati hak azasi manusia, serta terwujudnya ketertiban dan perdamaian
3. Mewujudkan pemerintahan yang efektif dengan tata pemerintahan yang baik,
bersih, berwibawa, dan demokratis.
Pengertian umum ideologi adalah seperangkat nilai-nilai dasar (basic values)
atau sistem pemikiran yang mendasar diyakini sebagai pegangan/pedoman utama
suatu identitas sosial/politik dalam memandang segala sesuatu. Ideolog partai Golkar
adalah Pancasila, sebagaimana dituangkan pada Pasal 5 AD/ART Partai Golkar,
bahwa Partai Golkar berazaskan Pancasila.
Dalam pandangan Partai Golkar, Pancasila adalah ideologi, falsafah, dan Dasar
Negara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pancasila bukan ideologi yang
dogmatik, tertutup/statis, melainkan ideologi yang hidup (living ideology), terbuka,
dan dinamis yang mampu menyerap dan merespon berbagai dinamika, tantangan, dan
tuntutan serta perubahan seperti tertuang dalam paradigma baru Partai Golkar.
Merujuk pada Ketentuan UU No. 3 Tahun 1975 Tentang Parpol dan Golkar
yang menyebutkan adanya ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita
partai politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam hal
ini, Partai Golkar memiliki ciri karya kekaryaan, yakni sebagai partai politik yang
mengedepankan karya nyata di dalam pembangunan sebagai wujud pengamalan
Pancasila. Dengan demikian, orientasi Partai Golkar adalah karya kekaryaan,
pembaharuan, dan pembangunan.
Dalam analisis sistem kepartaian, Partai Golkar secara ideologi politik dapat
berorientasi program.27 Hal ini selaras dengan posisi dan titik berat Partai Golkar
yang sejak awal merupakan organisasi sosial politik yang di dalam perjuangannya
mamperhatikan keseimbangan antara pembangunan material dan spiritual. Di sisi
lain, Partai Golkar merupakan Partai Nasionalis-Inklusif, yang akomodatif dan
terbuka (catch-all) terhadap berbagai kelompok sosial di dalam masyarakat, termasuk
kelompok keagamaan.28
3.3 Kampanye
Kampanye merupakan bagian terpenting dalam pelaksanaan pesta demokrasi.
Dalam pelaksanaan kampanye, para pemimpin partai dan calon-calon yang akan
mewakili rakyat di DPR berhadapan langsung dengan pendukungnya. Dalam
kampanye ini akan terlihat dengan jelas bagaimana perilaku politik para kontestan
dan massa yang mengikuti kampanye tersebut.
Dalam melaksanakan kampanye, kontestan pemilu akan menyampaikan
program-program partainya. Pada tahap ini masyarakat akan dapat menilai partai
yang mereka anggap mampu mewakili mereka di DPR nantinya. Selama kampanye
akan terlihat dengan jelas partai-partai mana saja yang program partainya menarik
minat masyarakat.
Secara nasional, dalam mengajukan programnya, banyak partai yang
menyinggung masalah pembangunan yang dipusatkan di daerah pedesaan. Akan
27
Kevin R. Evans, Sistem Kepartaian di Indonesia: Kajian Orientasi Program, Jakarta: LP3ES, 1994, hal. 73
28
tetapi konsep pembangunan yang mereka kampanyekan sangat tertinggal jauh dengan
konsep pembangunan yang dikampanyekan oleh Golkar. Akibatnya rakyat lebih
meyakini hanya Golkar yang dapat melaksanakan pembangunan tersebut secara lebih
baik. Hal inilah yang menyebabkan Golkar mampu menyesuaikan diri dengan daerah
dan masyarakat tempat mereka melakukan kampanye.
Kata lainnya, walaupun program-program yang dibeberkan dalam kampanye
hanya merupakan janji-janji kosong belaka, para petani lebih mempercayainya
ketimbang kita membicarakan masalah ideologi dan pelaksanaan kehidupan politik
yang lebih demokratis. Hal ini disebabkan mereka lebih cepat tanggap kepada hal-hal
yang langsung menyinggung kebutuhan mereka sebagai masyarakat petani.
Sebenarnya partai-partai politik harus lebih lincah berkiprah untuk
memobilisasi seluruh potensi masyarakat yang telah ada. Dengan demikian program
partai dapat menyentuh golongan masyarakat paling bawah. Achmad Tahir kemudian
mengatakan, bahwa masyarakat lebih menyukai tema-tema pembangunan ketimbang
kehidupan dan cara kerja partai-partai politik.29
Hal yang paling menarik dari pelaksanaan kampanye di lapangan adalah cara
penyampaiannya yang berbeda-beda. Penyampaian program-program ini sangat
sesuai dengan hakikat Pemilu yang sesungguhnya, yaitu persaingan. Dalih persaingan
itu sendiri ditentukan oleh apa yang bakal dicapai. Untuk memperoleh kursi
sebanyak-banyaknya semua partai politik, termasuk Golkar harus berupaya
29
Anon., Amanat Ketua Dewan Kekaryaan pada Penutupan Pekan Orientasi Para Anggota
DPRD Tk. I dan II, tanggal 22 Desember 1971 di Medan, Medan: Departemen Pertahanan Keamanan
mensukseskan kampanyenya masing-masing. Persaingan dalam pemilu ini bertitik
tolak dari anggapan bahwa parlemen mempunyai kedudukan yang penting dalam
struktur kekuasaan negara.
Dalam melaksanakan kampanye program di Kabupaten Dairi, masing-masing
kontestan tidaklah terlalu sulit untuk menentukan tema apa yang harus mereka bawa.
Kondisi ekonomi yang tidak menentu sebenarnya dapat menjadi tema kampanye yang
sangat menarik untuk dibicarakan. Golkar maupun partai-partai politik yang lain
mengajukan kampanyenya masing-masing bertitik tolak dari kondisi tersebut.
Dalam kenyataan di lapangan, program-program partai yang dikampanyekan
tidak selalu sama dengan kampanye program yang dilakukan secara nasional.
Perbedaan ini terjadi mengingat situasi masing-masing daerah yang berbeda.
Mengatasi hal tersebut, setiap partai politik dalam kampanyenya dituntut untuk
melakukan penyesuaian dengan kondisi masyarakat partai-partai politik itu
melakukan kampanye lapangan.
Kampanye lapangan adalah proses pertemuan langsung antara calon dari partai
atau juru kampanye partai dengan massa pendukungnya. Dalam kampanye ini, para
juru kampanye akan membeberkan program-program partai secara langsung dan lebih
terbuka.
Dalam kampanye lapangan sering kali masyarakat belum dapat menerima dan
mencerna program partai yang disampaikan oleh juru kampanye partai. Hal ini
antara satu partai dengan partai lainnya. Dengan kata lain,setiap partai tidak
mengusung satu tema yang mengena tentang kehidupan social masyarakat melainkan
hanya mengusung tema yang hanya menyinggung masalah politik dan pemerintahan
semata.
Selama kampanye pemilu berlangsung, kondisi keamanan di Kabupaten Dairi
relatif aman. Walaupun demikian, pelaksanaan kampanye tersebut tidak terlepas dari
adanya kericuhan kecil yang terjadi akibat saling tuding-menuding antar partai yang
bersaing dengan massa pendukungnya.
Sebagai akibat besarnya persaingan antar partai, sering terjadi
gangguan-gangguan selama pelaksanaan kampanye. Selama masa kampanye berlangsung,
banyak partai yang menjadi korban penggarapan yang dilakukan oleh partai lain dan
massa pendukungnya maupun golongan yang memiliki kepentingan lain di balik
pelaksanaan kampanye.
3.4 Kebijakan Umum Partai Golkar
Dalam Munas VIII Partai Golkar telah menetapkan Kebijakan Umum Partai
Golkar dalam bentuk Arah Kebijakan, Ruang Lingkup dan Sasaran Program Umum.
A. Arah Kebijakan Umum
Arah kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang menentukan arah,
menginspirasi, sekaligus menjadi orientasi utama dalam menetapkan dan
Yang menjadi arah kebijakan Partai Golkar adalah visi, misi, tujuan, tugas
pokok, dan platform Partai Golkar. Arah kebijakan partai Golkar tersebut merupakan
acuan bagi Partai Golkar dalam upaya menarik simpati untuk pemenangan Pemilu
tahun 1999.
Arah kebijakan program lebih didasrkan pada kehidupan sosial,budaya, dan
ekonomi masyarakat di Kabupaten Dairi yang selanjutnya direalisasikan dalam wujud
peran serta partai Golkar dalam upaya membangun dan menata kembali kehidupan
perekonomian di Kabupaten Dairi.
B. Ruang Lingkup Program
Ruang lingkup program marupakan derivasi dari Arah Kebijakan dalam bentuk
pokok-pokok prioritas program yang ingindicapai sekaligus menjadi ruang lingkup
yang mengarahkan pelaksanaan seluruh program umu partai
Ruang lingkup program Partai Golkar mencakup Catur Sukses Partai Golkar
yang terdiri dari:
a. Sukses Konsolidasi dan Pengembangan Partai
b. Sukses Kaderisasi dan Regenerasi
c. Sukses Kemandirian, Demokrasi, dan Pembangunan yang Berkesejahteraan
d. Sukses Pemilu 1999 sampai dengan 2014
Dalam hal ruang lingkup program Partai Golkar ini lebih didasarkan pada
stabilitas partai dan acuan yang akan dicapai Partai Golkar. Pengembangan
C. Sasaran Program Partai Golkar
Sasaran program merupakan target-target kualitatif sebagai sasaran yang harus
dicapai dalam pelaksanaan setiap program di seluruh jenjang kepartaian.
Untuk memperoleh dukungan suara dengan sasaran sebanyak 30 juta suara
pemilih, Partai Golkar menysun dan merancang strategi sebagai berikut:
a. Memperkuat kualitas dan memperluas basis perkaderan di desa/kelurahan
berjumlah sekurang-kurangnya 100 kader, yang secara total dan nasional
mencapai sekurang-kurangnya 10 juta kader partai, dimana
masing-masing kader diharapkan dapat menarik dukungan pemilih sebanyak dua
orang
b. Melaksanakan Catur Sukses Partai Golkar secara terpadu dan
berkesinambungan
c. Secara konsisten menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai
dengan motto “SUARA GOLKAR SUARA RAKYAT”, khususnya bagi
kader-kader partai di lembaga perwakilan
d. Mengedepankan karya-karya nyata yang dapat dirasakan langsung
manfaatnya oleh rakyat, sesuai dengan orientasi karya kekaryaan Partai
Golkar. Salah satu wujud karya nyata tersebut adalah program yang
dikembangkan Partai Golkar dalam membantu permodalan dan akses
pasar bagi usaha kecil dan menengah.
e. Kader Partai Golkar harus dapat berkiprah secara nyata di tengah-tengah
yang berkembang di masyarakat, sebagai upaya dalam pemecahan
berbagai masalahyang ada dalam masyarakat.
BAB IV
PEMILIHAN UMUM 1999 DI KABUPATEN DAIRI
4.1 Pelaksanaan Pemilihan Umum
Puncak dari pelaksanaan pemilihan umum adalah pemungutan suara untuk
menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk di kursi dewan. Pelaksanaan
pemungutan suara ini dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.
Pernyataan umum menegaskan bahwa hak-hak asasi manusia dalam
pelaksanaan pemilihan umum tersebut adalah berkala, jujur, kebersamaan, rahasia,
dan bebas.30
Tata cara atau sistem pemilihan umum yang dilakukan pun sangat bervariasi,
tergantung di Negara mana pemilu tersebut dilaksanakan. Umumnya anggota partai
politik duduk di dewan melalui sebuah pemilihan umum. Akan tetapi karena ada
kelompok fungsional da