• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR PADA

LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN

ANAK BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Marliyani Lubis 071101112

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial

Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian

skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns selaku dosen pembimbing yang senantiasa

memberikan waktu untuk membimbing dan memberikam masukan yang

sangat berharga dalam penulisan proposal ini.

3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS selaku dosen penguji I.

4. Ibu Lufthiani S.Kep, Ns selaku dosen penguji II.

5. Ibu Jenny M. Purba, SKp, MNS selaku dosen pembimbing akademik.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada

penulis.

7. Pihak UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan

Medan yang telah memberi izin penelitian dan informasi bagi penulis.

8. Terima kasih kepada Ayahanda Alm. H. Sutan Oloan Lubis dan Ibunda

(4)

dukungan baik moril maupun materil, dan senantiasa memberikan yang

terbaik untuk penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk

saudara-saudaraku tercinta : Suryani Lubis, Doriyani Lubis, Nurbayani Lubis, alm.

Faisal Ahmad, Yan Yahya, Torang Halomoan yang senantiasa memberikan

doa dan dukungan untuk penulis.

9. Kepada sahabat-sahabat terbaikku, Febri, Novri, Istik, Dita dan Amel yang

selalu, membantu dan mendukung dalam perkuliahanku, terima kasih atas

kritik, saran, dan segala canda tawa kalian semua.

10. Teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2007, Ruth, Dian, Arif, Dira,

Olyn, Sabeth, Maya, Melin, Wanda dan lain-lain yang tidak dapat saya

sebutkan satu per satu.

11. Terima Kasih juga buat Kak Wati, dan Kak Lia yang selalu mendukung

dalam doa dan selalu memberikan motivasi yang berharga kepadaku.

12. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu

yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam

penyusunan skripsi ini karena masih banyak terdapat kekurangan baik dalam

penulisan, pengetikan maupun percetakan. Akhirnya, penulis mengucapkan

terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi

ini.

Medan, Juni 2011

(5)

DAFTAR ISI

3.Tujuan penelitian ... 5

4.Manfaat Penelitian ... 5

Bab 2. Tinjauan Kepustakaan ... 7

1. Lansia ... 7

1.1 Pengertian Lansia ... 7

1.2 Batasan Umur Lansia... 8

1.3 Klasifikasi Lansia ... 9

1.4 Karakteristik Lansia... 9

1.5 Tipe Lansia ... 9

1.6 Proses Penuaan ... 10

1.7 Teori-Teori Proses Penuaan ... 12

1.8 Tugas Perkambangan Lansia ... 15

2. Kebutuhan ... 16

2.1 Defenisi Kebutuhan ... 16

2.2 Ciri-Ciri Kebutuhan ... 16

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan ... 17

3. Istirahat dan Tidur ... 18

3.1 Pengertian Istirahat dan Tidur ... 18

3.2 Karakteristik Istirahat ... 19

3.3 Kondisi untuk Istirahat yang Cukup ... 20

3.4 Fisiologi Tidur ... 21

3.5 Fungsi dan Tujuan Tidur ... 21

3.6 Kebutuhan Tidur ... 22

3.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Istirahat dan Tidur ... 23

3.8 Tahapan Tidur ... 24

3.9 Gangguan Tidur ... 26

Bab 3. Kerangka Konsep ... 28

1. Kerangka Konseptual ... 28

(6)

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 32

1. Desain Penelitian ... 32

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 33

5. Instrumen Penelitian ... 34

6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 35

7. Pengumpulan Data ... 36

8. Analisa Data ... 37

Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... 38

1. Hasil penelitian ... 38

2. Pembahasan ... 43

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 52

1. Kesimpulan ... 52

2. Saran ... 53

Daftar Pustaka ... 55

Lampiran-lampiran 1. Lembar Bukti Kegiatan Bimbingan Skripsi Penelitian ... 58

2. Jadwal Penelitian ... 60

3. Lembar Izin Penelitian... 61

4. Formulir Persetujuan Menjadi Responden ... 65

5. Instrumen Penelitian ... 66

6. Lembar Uji Reliabilitas ... 68

7. Data SPSS ... 71

(7)

DAFTAR TABEL

(8)

DAFTAR SKEMA

(9)

Judul : Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Peneliti : Marliyani Lubis NIM : 071101112 Fakultas : Keperawatan Tahun : 2011

Abstrak

Gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%. Tidur adalah kebutuhan yang harus dipenuhi bagi setiap individu. Dengan istirahat dan tidur yang cukup tubuh akan dapat berfungsi secara optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian diskriptif. Pada penelitian ini populasinya adalah lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Ada sebanyak 40 orang lanjut usia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang diambil menjadi sampel penelitian dengan menggunakan tehnik “purposive sampling” sesuai dengan kriteria penelitian. Penelitian ini dilakukan bulan Februari sampai April di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang paling banyak memiliki kebutuhan istirahat tidur cukup sebanyak 28 responden (70%), pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang baik dengan jumlah 10 responden (25%), dan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang kurang berjumlah 2 responden (5%). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kebutuhan istirahat tidur lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan adalah cukup.

Lansia seharusnya dapat memenuhi kebutuhan istirahat tidurnya dengan baik melalui dukungan orang-orang disekitarnya, baik dari keluarga, maupun pihak panti. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti hubungan istirahat tidur dengan kualitas hidup lansia.

(10)

Title : The Fulfillment of Rest and Sleep Needs among Elderly at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita (Social Service for the Elderly and Children), Binjai and Medan.

Name : Marliyani Lubis Student Number : 071101112 Faculty : Nursing Science Year : 2011

Abstract

Most of the elderly experience sleep-disorders which affect about 50% of people 65 years of age. Insomnia is a sleep disorder which is frequently found. Each year it is assumed that about 20% to 50% of the elderly are affected by insomnia and about 17% of them experience serious sleep disorders. Insomnia prevalence in the elderly is high enough; it is about 67%. Sleep is the need which has to be fulfilled by every individual. By taking enough rest and sleep, your body will be able to function optimally. The aim of this research was to obtain the description of the need for good sleep in the elderly at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia and Anak Balita, Binjai and Medan.

The research used descriptive approach. The population was all old-aged people who lived at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia and Anak Balita Binjai and Medan. 40 of them were used as the samples by using purposive sampling technique which was in accordance with the criteria of research. The research was conducted from February until April at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai and Medan. The result of the research showed that the respondents who urgently needed enough sleep were 28 (70%), the respondents who needed good sleep were 10 (25%), and the respondents who did not need good sleep were 2 (5%). Based on the result of the research, it could be concluded that most of the old-aged at the UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai and Medan needed good sleep.

It was recommended that the old-aged should be encouraged by their relatives, by the people who lived in the neighborhood, and by the management of the old age home to make a habit of sleep well. It was also recommended that the next researcher should study the relationship between good sleep and the quality of life of the elderly.

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur

harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan

kualitas hidup dan pelayanan kesehatan secara umum. Salah satu tolak ukur

kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya.

(Kosasih dkk, 2004). Indonesia juga termasuk negara yang memasuki era

penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena mempunyai

jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Pulau yang

mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak (7%) adalah pulau Jawa dan Bali.

Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena tingkat

sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan

kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat. Jumlah

penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar ± 19 juta jiwa dengan usia harapan

hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksikan jumlah lansia sebesar 23,9 juta

(9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan, pada tahun 2020

diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup

71,1 tahun (Efendi, 2009).

Seiring perubahan usia, tanpa disadari pada orang lanjut usia akan

mengalami perubahan–perubahan fisik, psikososial dan spiritual. Salah satu

perubahan tersebut adalah perubahan pola tidur. Menurut National Sleep

(12)

melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3 % lansia mengeluhkan

gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan lansia

beresiko mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti

pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan

penyakit yang dialami. Di Indonesia gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang

yang berusia 65 tahun. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering

ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya

insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi

insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Budi, 2011 dalam Rubin

1999).

Usia harapan hidup semakin meningkat juga membawa konsekuensi

tersendiri bagi semua sektor yang terkait dengan pembangunan. Tidak hanya

sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi, sosial-budaya, serta sektor lainnya.

Oleh sebab itu, peningkatan jumlah penduduk lansia perlu diantisipasi mulai saat

ini, yang dapat dimulai dari sektor kesehatan dengan mempersiapkan layanan

keperawatan yang komprehensif bagi lansia (Efendi, 2009).

Terdapat banyak perubahan fisiologis yang normal pada lansia. Perubahan

ini tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap

beberapa penyakit. Perubahan terjadi terus menerus seiring usia. Perubahan

spesifik pada lansia dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan

lingkungan. Perawat harus mengetahui proses perubahan normal tersebut

sehingga dapat memberikan pelayanan tepat dan membantu adaptasi lansia

terhadap perubahan. Salah satunya adalah perubahan neurologis. Akibat

(13)

mengeluh meliputi kesulitan untuk tidur, kesulitan untuk tetap terjaga, kesulitan

untuk tidur kembali tidur setelah terbangun di malam hari, terjaga terlalu cepat,

dan tidur siang yang berlebihan. Masalah ini diakibatkan oleh perubahan terkait

usia dalam siklus tidur-terjaga (Potter & Perry 2009).

Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur.

Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses

penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi,

meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit

juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus.

Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan

tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Suyono, 2008). Kesempatan

untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktivitas,

maupun kebutuhan dasar lainnya. Istirahat yang cukup dapat mempengaruhi

kondisi fisik, psikis dan sosial lansia. Setiap individu membutuhkan istirahat dan

tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto Wartonah, 2006).

Keragaman dalam perilaku istirahat dan tidur lansia adalah umum. Pada

kenyataannya jumlah kebutuhan istirahat setiap individu relatif tidak sama.

Sebagian lansia menghabiskan waktu yang cukup lama untuk istirahat, namun

terdapat sebagian kecil lansia yang menghabiskan waktunya untuk beraktivitas

sehingga waktu yang dipergunakan untuk beristirahat menjadi berkurang. Banyak

faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh istirahat dan tidur

yang cukup. Dalam kesehatan komunitas dan rumah, perawat membantu klien

mengembangkan perilaku yang kondusif terhadap istirahat dan relaksasi. Pada

(14)

menggunakan tindakan untuk mengontrol fisik klien dengan mengubah faktor

yang membuat stres di lingkungan (Potter & Perry 2009).

Keluhan tentang kesulitan istirahat dan tidur waktu malam seringkali

terjadi pada lansia. Sebagai contoh, seorang lansia yang mengalami arthritis

mempunyai kesulitan tidur akibat nyeri sendi. Kecenderungan untuk tidur siang

kelihatannya meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan

waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya

terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan

di tempat tidur, waktu yang dipakai tidur menurun sejam atau lebih. Perubahan

pola tidur pada lansia disebabkan perubahan SSP yang mempengaruhi pengaturan

tidur. Kerusakan sensorik, umum dengan penuaan, dapat mengurangi sensivitas

terhadap waktu yang mempertahankan irama sirkadian (Potter & Perry, 2006).

Menurut data yang diperoleh sebelumnya, terdapat sekitar 160 orang

lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan

Medan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui

bagaimana pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan

Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Sehingga hal ini

dapat membantu perawat dalam memotivasi lansia dan memfasilitasi lansia

(15)

2. Rumusan masalah

Berdasarkan masalah yang ada dapat dirumuskan pertanyaan penelitian

“Bagaimana Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Pada Lansia di UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan?”

3. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan

istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita

Wilayah Binjai dan Medan.

4. Manfaat penelitian

4.1. Institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam menambah

pengetahuan mahasiswa di bidang mata kuliah keperawatan gerontik,

khususnya pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia.

4.2. Pengelola Panti Werdha

Membantu memberikan pelayanan yang optimal kepada lansia yang tinggal

di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan

Medan.

4.3. Bagi Lansia

Mendapatkan pelayanan yang adekuat mengenai pemenuhan kebutuhan

(16)

4.4. Sebagai dasar penelitian selanjutnya.

Hasil penelitian ini berguna dalam menambah pengalaman peneliti dan dapat

dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Lansia

1.1. Pengertian Lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13

Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang

telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).

Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia

(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun

merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan

penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia

adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan

keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan

penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara

individual (Efendi, 2009).

Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia)

dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas

minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap

dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak

memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang

menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya.

Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan

(18)

1.2. Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan

umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2

yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam

puluh) tahun ke atas”.

b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi

empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut

usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia

sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama

(fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun,

ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65

hingga tutup usia.

d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age):

> 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi

menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun),

dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

1.3. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan

Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia

(prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah

seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang

(19)

dengan masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu

melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa,

lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

1.4. Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun

(sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan

masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan

biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi

maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008).

1.5. Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam

Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.

Tipe arif bijaksana. Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan

diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah

hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan

(20)

Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen

(ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe

pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe

putus asa (benci pada diri sendiri).

1.6. Proses Penuaan

Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang

dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia

tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang

kompleks multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan

berkembang sampai pada keseluruhan sistem. (Stanley, 2006).

Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang

maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah

sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami

penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan

(Maryam dkk, 2008).

Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang

tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu

proses menghilangnya secara perlahan-lahan (gradual) kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi

(21)

penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya

dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain

sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang

tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang

memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal

pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya fungsi

fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Setelah mencapai

puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat,

kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia

(Mubarak, 2009).

Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara

biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, maka

kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan

kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher, 2009). Oleh karena itu, perlu

perlu membantu individu lansia untuk menjaga harkat dan otonomi maksimal

meskipun dalam keadaan kehilangan fisik, sosial dan psikologis (Smeltzer, 2001).

1.7. Teori-Teori Proses Penuaan

Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan

proses penuaan, yaitu : teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori

spiritual.

1.7.1. Teori biologis

Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow

(22)

Teori genetik dan mutasi. Menurut teori genetik dan mutasi, semua

terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai

akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan

setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.

Immunology slow theory. Menurut immunology slow theory, sistem imun

menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh

yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

Teori stres. Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya

sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang

menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak

stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen

bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel

tidak dapat melakukan regenerasi.

Teori rantai silang. Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi

kimia sel-sel yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan

kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan hilangnya

fungsi sel.

1.7.2. Teori psikologi

Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan

keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya penurunan dan

intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar

(23)

Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya

penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan

untuk menerima, memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang akan

muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.

1.7.3. Teori sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu

teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement

theory), teori aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity theory),

teori perkembangan (development theory), dan teori stratifikasi usia (age

stratification theory).

a. Teori interaksi sosial. Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia

bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai

masyarakat. Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga

menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah

harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.

b. Teori penarikan diri. Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita

lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara

perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.

c. Teori aktivitas. Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung

bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas

serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas

dan aktivitas yang dilakukan.

d. Teori kesinambungan. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam

(24)

merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat

terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak

berubah meskipun ia telah menjadi lansia.

e. Teori perkembangan. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses

menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia

terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun

negatif. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua

yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut.

f. Teori stratifikasi usia. Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa

pendekatan yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan

untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap

kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya

dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat

dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa

stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas

dan kelompok etnik.

1.7.4. Teori spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian

hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti

kehidupan.

1.8. Tugas Perkembangan Lansia

Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi

seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu,

(25)

akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan

perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya

perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.

Adapun tugas perkembangan pada lansia dalam adalah : beradaptasi

terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap masa

pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian pasangan,

menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan kehidupan yang

memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa,

menemukan cara mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2009).

2. Kebutuhan

2.1. Defenisi Kebutuhan

Menurut Maslow (2008) kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh

manusia sehingga dapat mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada di antara

kebutuhan tersebut yang tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tidak

sejahtera atau kurang sejahtera. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan adalah suatu

hal yang harus ada, karena tanpa itu hidup kita menjadi tidak sejahtera atau

setidaknya kurang sejahtera ( Safrila, 2008).

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh

manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis,

yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.

Kebutuhan dasar manusia adalah seperti makanan, air, keamanan, dan cinta yang

merupakan hal yang paling penting untuk bertahan hidup dan kesehatan.

(26)

orang mempunyai kebutuhan dasar manusia yang sama. Besarnya kebutuhan

dasar yang terpenuhi menentukan tingkat kesehatan dan posisi pada rentang

sehat-sakit (Potter & Perry, 2005).

2.2. Ciri-Ciri Kebutuhan

Manusia memiliki kebutuhan dasar bersifat heterogen. Setiap orang pada

dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena terdapat perbedaan

budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi

kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika

gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak

untuk berusaha mendapatnya (Hidayat, 2009).

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan

Menurut Hidayat (2009) Kebutuhan dasar manusia dipengaruhi oleh

berbagai faktor berikut:

a. Penyakit. Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan

pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis, karena

beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar

dari biasanya.

b. Hubungan keluarga. Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan

pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya, merasakan

kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-lain.

c. Konsep diri. Konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan

kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan

(27)

positif terhadap diri. Orang yang merasakan positif tentang dirinya akan

mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup

yang sehat, sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.

d. Tahap perkembangan. Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia mengalami

perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut memilki kebutuhan yang

berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual,

mengingat berbagai fungsi organ tubuh juga mengalami proses kematangan

dengan aktivitas yang berbeda.

3. Istirahat Tidur

3.1. Pengertian Istirahat Tidur

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi

oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh baru dapat

berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda

pada setiap individu (Mubarak, 2007).

Istirahat tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh

ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang

dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda.

Tidur merupakan kondisi tidak sadar di mana individu dapat dibangunkan oleh

stimulus atau sensori yang sesuai (Guyton, 1986), atau juga dapat dikatakan

sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh

ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang

(28)

bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons

terhadap rangsangan dari luar (Hidayat, 2006).

3.2. Karakteristik Istirahat

Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat. Misalnya, Narrow (1967)

yang dikutip oleh Perry dan Potter 1993 mengemukakan enam karakteristik yang

berhubungan dengan istirahat, di antaranya: merasakan bahwa segala sesuatu

dapat diatasi, merasa diterima, mengetahui apa yang sedang terjadi, bebas dari

gangguan ketidaknyamanan, mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas

yang mempunyai tujuan, mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan

(Hidayat, 2006).

Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila karakteristik tersebut di atas

dapat terpenuhi. Hal ini dapat dijumpai apabila pasien merasakan segala

kebutuhannya dapat diatasi dan adanya pengawasan maupun penerimaan dari

asuhan keperawatan yang diberikan sehingga dapat memberikan kedamaian.

Apabila pasien tidak merasakan enam kriteria tersebut di atas, maka kebutuhan

istirahatnya masih belum terpenuhi sehingga diperlukan tindakan keperawatan

yang dapat meningkatkan terpenuhinya kebutuhan istirahat dan tidur, misalnya

mendengarkan secara hati-hati tentang kekhawatiran personal pasien dan mencoba

meringankannya jika memungkinkan (Hidayat, 2006).

Pasien yang mempunyai perasaan tidak diterima tidak mungkin dapat

beristirahat dengan tenang. Oleh sebab itu, perawat harus sensitif terhadap

kekhawatiran atau masalah yang dialami pasien. Pengenalan pasien terhadap apa

yang akan terjadi adalah keadaan lain yang penting agar dapat beristirahat.

(29)

berbeda-beda dan dapat menimbulkan gangguan pada istirahat pasien sehingga

perawat harus membantu memberikan penjelasan kepada pasiennya. Agar pasien

merasa diterima dan mendapatkan kepuasan, maka pasien harus dilibatkan dalam

melaksanakan berbagai aktivitas yang mempunyai tujuan sehingga pasien merasa

dihargai tentang kompetensi yang ada pada dirinya. Pasien akan merasa aman jika

mengetahui bahwa ia akan mendapat bantuan yang sesuai dengan yang

diperlukannya. Pasien yang merasa terisolasi dan kurang mendapat bantuan tidak

akan dapat istirahat, sehingga perawat harus dapat menciptakan suasana agar

pasien tidak merasa terisolasi dengan cara melibatkan keluarga dan teman-teman

pasien. Keluarga dan teman-teman pasien dapat meningkatkan kebutuhan istirahat

pasien dengan cara membantu pasien dalam tugas sehari-hari dan dalam

mengambil keputusan yang sulit (Hidayat, 2006).

3.3. Kondisi Untuk Istirahat yang Cukup

Dalam memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur dibutuhkan kondisi yang

yang cukup agar kebutuhan istirahat dan tidur tersebut dapat dipenuhi. Adapun

kondisi untuk istirahat yang cukup menurut Potter & Perry (2006) adalah sebagai

berikut:

a. Kenyaman fisik antara lain : eliminasi sumber-sumber yang mengiritasi kulit,

kontrol sumber nyeri, kontrol suhu ruangan, pertahankan kesejajaran anatomis

yang tepat atau posisi yang sesuai, pindahkan distraksi lingkungan, sediakan

ventilasi yang cukup.

b. Bebas dari kecemasan dengan cara buat keputusan sendiri, berpartisipasi di

dalam pelayanan kesehatan, praktikkan aktivitas yang mengistirahatkan secara

(30)

c. Tidur yang cukup sehingga memperoleh jumlah jam tidur yang dibutuhkan

untuk merasa segar kembali dengan mengikuti kebiasaan hygiene yang baik

sebelum tidur.

3.4. Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya

hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan

menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini

diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang mengatur

seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan

dan tidur. Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam

mensensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating system (RAS)

dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga

dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangasangan emosi dan

proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan

katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan

disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons

dan batang otak tengah, yaitu bulbar synchoronizing regional (BSR), sedangkan

bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan

sistem limbik. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus

atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2006).

3.5. Fungsi Dan Tujuan Tidur

Tidur diyakini bahwa dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan

(31)

endokrin, dan lain-lain. Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan

kembali pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek

fisiologis dan tidur; pertama, efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat

memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan diantara berbagai susunan saraf;

dan kedua, efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi

dalam organ tubuh karena selama tidur terjadi penurunan (Hidayat, 2006).

3.6. Kebutuhan Tidur

Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan.

Berikut ini tabel merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Hidayat,

2006).

Table 1. Kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia

Usia Tingkat Perkembangan Jumlah Kebutuhan Tidur

0-1 bulan Masa neonates 14-18 jam/hari

1 bulan-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari

18 bulan-3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari

3 tahun-6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari

6 tahun-12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari

12 tahun-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari

18 tahun-40 tahun Masa dewasa muda 7-8 jam/hari

40 tahun-60 tahun Masa paruh baya 7 jam/hari

(32)

3.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Istirahat Tidur

Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang

kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Ada pula yang mengalami gangguan

kualitas dan kuantitas istirahat dan tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur

sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Asmadi (2008) di antara faktor yang dapat

mempengaruhinya adalah:

a. Status kesehatan. Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia

dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri,

maka kebutuhan istirahat tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga

ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Misalnya, pada klien yang menderita

gangguan pada sistem pernapasan. Dalam kondisinya yang sesak napas, maka

seseorang tidak mungkin dapat istirahat dan tidur.

b. Lingkungan. Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang

untuk istirahat dan tidur. Pada lingkungan yang tenang memungkinkan

seseorang akan istirahat dan tidur dengan tenang. Sebaliknya lingkungan yang

ribut, bising dan gaduh akan menghambat seseorang untuk istirahat dan tidur.

c. Stres psikologis. Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada

frekuensi istirahat dan tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas

akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini

akan mengurangi tahap IV NREM dan REM.

d. Diet. Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu,

daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya,

(33)

e. Gaya hidup. Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan

tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada

kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih

pendek.

f. Obat-obatan. Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek

menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya mengganggu tidur.

Selain faktor-faktor di atas, motivasi juga dapat mempengaruhi kebutuhan

istirahat dan tidur. Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang

untuk tidur, yang dapat memengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan

untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur (Hidayat,

2006).

3.8. Tahapan Tidur

Normal tidur dibagi menjadi dua yaitu nonrapid eye movement (NREM)

dan rapid eye movement (REM). Selama masa NREM seseorang terbagi menjadi

empat tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit sebelum tidur berakhir.

Tahapan-tahapan tidur tersebut menurut Tarwoto dan Wartonah (2006) adalah

sebagai berikut:

a. Tahapan tidur NREM terdiri dari :

1) NREM tahap 1 ditandai dengan tingkat transisi, merespon cahaya,

berlangsung beberapa menit, mudah terbangun dengan rangsangan,

aktivitas fisik menurun, tanda vital dan metabolisme menurun, bila

(34)

2) NREM tahap II ditandai dengan periode suara tidur, mulai relaksasi otot,

berlangsung 10-20 menit, fungsi tubuh berlangsung lambat, dapat

dibangunkan dengan mudah.

3) NREM tahap III ditandai dengan awal tahap dari keadaan tidur nyenyak,

sulit dibagunkan, relaksasi otot menyeluruh, tekanan darah menurun,

berlangsung 15-30 menit.

4) NREM tahap IV ditandai dengan tidur nyenyak, sulit untuk dibangunkan,

butuh stimulus intensif, untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun,

sekresi lambung menurun, gerak bola mata cepat.

b. Tahapan tidur REM

1) Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM.

2) Pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari tidur malamnya.

3) Jika individu terbangun pada tidur REM maka biasanya terjadi mimpi.

4) Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan

dalam belajar, memori, dan adaptasi.

Pola tidur normal pada usia tua adalah tidur ± 6 jam/hari, tahap REM

20-25%, tahap NREM menurun dan kadang-kadang absen, sering terbangun pada

malam hari (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Selama penuaan, pola tidur mengalami perubahan-perubahan yang khas

yang membedakannya dari orang-orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan

tersebut mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan

tidur siang. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk tidur yang lebih dalam juga

(35)

dengan jumlah total waktu yang dihabiskan untuk terjaga di malam hari (Stanley,

2006).

3.9. Gangguan Tidur

Ada beberapa gangguan yang terjadi pada saat tidur. Menurut Tarwoto &

Wartonah (2006) gangguan yang terjadi saat tidur adalah sebagai berikut:

a. Insomnia. Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh secara cukup

kualitas dan kuantitas tidur. Ada 3 macam insomnia yaitu Intial Insomnia

adalah ketidakmampuan untuk tidur tidak ada, Intermittent Insomnia

merupakan ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan tidur sebab sering

terbangun, dan Terminal Insomnia adalah bangun lebih awal tetapi tidak

pernah tertidur kembali. Penyebab insomnia adalah ketidakmampuan fisik,

kecemasan, dan kebiasaan minum alkohol dalam jumlah banyak.

b. Hipersomnia. Berlebihan jam tidur pada malam hari, lebih dari 9 jam,

biasanya disebabkan oleh depresi, kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit

ginjal, liver, dan metabolisme.

c. Parasomnia. Parasomnia merupakan sekumpulan penyakit yang mengganggu

tidur anak seperti samnohebalisme (tidur sambil berjalan).

d. Narcolepsi. Suatu keadaan/kondisi yang di tandai oleh keinginan yang tidak

terkendali untuk tidur. Gelombang otak penderita pada saat tidur sama dengan

orang yang sedang tidur normal, juga tidak terdapat gas darah atau endoktrin.

e. Apnoe tidur dan mendengkur. Mendengkur tidak dianggap sebagai gangguan

tidur, namun bila disertai apnoe maka bisa menjadi masalah. Mendengkur

(36)

misalnya amandel, adenoid, otot-otot di belakang mulut mengendor dan

bergetar. Periode apnoe berlangsung selama 10 detik sampai 3 menit.

f. Mengigau. Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum

tidur REM.

Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu keadaan di mana

individu mengalami atau mempunyai risiko perubahan dalam jumlah dan kualitas

pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyaman atau mengganggu gaya hidup

yang diinginkan (Carpenito, LJ 1995). Penyebab dari gangguan pola tidur ini

antara lain kerusakan transport oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan

eliminasi, pengaruh obat, immobilitas, nyeri pada kaki, takut operasi, faktor

(37)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka dalam penelitian ini menggunakan kerangka konsep berdasarkan

proses sistem yaitu, masukan (input), proses, keluaran (output) yang

menggambarkan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang dialami lansia yang

tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan

Medan.

Dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai input adalah masalah-masalah

yang dialami lansia dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya, dan

faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat dan tidur sebagai prosesnya sehingga akan

diperoleh output bagaimana kategori penilaian pemenuhan kebutuhan istirahat

tidur pada lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak

(38)

Skema 1. Kerangka konsep pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia.

Kerangka penelitian menggambarkan bahwa pemenuhan kebutuhan

istirahat tidur pada lansia dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi

istirahat tidur yaitu penyakit, latihan dan kelelahan, stres psikologis, obat, nutrisi,

lingkungan. Variabel yang diteliti adalah variabel pemenuhan kebutuhan lansia

terhadap istirahat tidur meliputi baik, cukup, atau kurang.

Kategori penilaian

istirahat tidur pada lansia di

UPT Pelayanan Sosial

Lanjut Usia dan Anak

Balita Wilayah Binjai dan

(39)

2. Definisi Konseptual dan Operasional

2.1. Kebutuhan

2.1.1. Definisi Konseptual

Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat

mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada di antara kebutuhan tersebut yang tidak

terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang sejahtera. Dapat

dikatakan bahwa kebutuhan adalah suatu hal yang harus ada, karena tanpa itu

hidup kita menjadi tidak sejahtera atau setidaknya kurang sejahtera (Maslow,

2008).

2.1.2 Definisi Operasional :

Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh lansia dalam

pemenuhan kebutuhan istirahat tidur bagi lansia itu sendiri.

2.2. Istirahat Tidur

2.2.1 Definisi Konseptual :

Istirahat tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh

ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang

dan masing-masing meyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda

(Hidayat, 2006).

2.2.2. Definisi Operasional :

Istirahat tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus

terpenuhi. Disaat istirahat dan tidur individu dalam keadaan relatif tidak sadar.

Dengan lingkungan yang tenang dan nyaman manusia dapat memenuhi kebutuhan

(40)

individu dalam keadaan tidak mempunyai penyakit, tidak mengalami kelelahan,

tidak mengalami stres psikologis, tidak sedang mengkonsumsi obat yang bisa

mempercepat waktu untuk istirahat dan tidur ataupun obat yang memperlambat

(41)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Desain ini digunakan untuk

mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia. Pada penelitian

ini tidak ada intervensi yang dilakukan pada kelompok yang akan diteliti.

2. Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Sampling

2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di UPT Pelayanan

Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang berjumlah

160 orang.

2.2. Sampel

Menurut Arikunto (2002) bila terdapat populasi lebih dari 100 maka

pengambilan sampel 10-15% atau 20-25% dari total populasi. Berdasarkan hal

tersebut maka peneliti mengambil sampel 25% dari total populasi, jadi sampel

yang diambil dalam penelitian ini 40 orang lansia yang tinggal di UPT Pelayanan

Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan tahun 2011.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Lanjut usia yang berumur 60 tahun keatas.

2) Belum mengalami demensia.

3) Orientasi orang, tempat dan waktu baik.

(42)

2.3. Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat dapat

mewakili populasi (Nursalam, 2009). Dalam penelitian ini, teknik sampling yang

akan digunakan adalah purposive sampling. Pemilihan sampel dengan cara ini

merupakan jenis non-probability yaitu untuk tujuan tertentu yang didapatkan

dengan menentuan kriteria. Apabila dijumpai sesuai dengan kriteria maka

langsung jadikan sampel. Setiap elemen dalam populasi memiliki kesempatan

yang tidak sama untuk menjadi sampel.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak

Balita Wilayah Binjai dan Medan yang beralamat di jalan Perintis Kemerdekaan

Binjai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - April 2011. Adapun alasan

pemilihan lokasi karena panti werdha ini merupakan panti werdha milik

pemerintah dibawah koordinasi Dinas Sosial dengan kapasitas jumlah lanjut usia

yang cukup besar sehingga memungkinkan untuk mendapatkan sampel yang

memadai sesuai dengan kriteria penelitian. Selain itu di UPT Pelayanan Sosial

Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan belum pernah dilakukan

penelitian mengenai pemenuhan kebutuhan istirahat tidur bagi lansia.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti dinyatakan lulus dalam ujian

proposal penelitian dan mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan USU,

selanjutnya mengirim surat permohonan untuk mendapatkan izin dari Dinas

(43)

pimpinan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan

Medan.

Setelah mendapatkan izin dari pimpinan UPT Pelayanan Sosial Lanjut

Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan peneliti memulai pengumpulan

data, lembar persetujuan diberikan kepada calon responden yang akan diteliti,

kemudian peneliti menjelaskan maksud, tujuan, prosedur penelitian. Calon

responden diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan kemudian

peneliti akan menanyakan kesediaan menjadi responden dengan menandatangani

lembar persetujuan (informed consent). Jika calon responden menolak untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap

menghormati hak-haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan nama lengkap tetapi hanya mencantumkan inisial nama responden

atau memberi kode pada masing-masing lembar kuesioner. Kerahasiaan informasi

responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan

dilaporkan sebagai hasil penelitian. Selama proses pengambilan data tidak

menimbulkan sakit secara fisik dan tekanan psikologis pada responden yang akan

diteliti dan tidak ada efek yang merugikan bagi tindakan asuhan keperawatan.

5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, penelitian menggunakan alat

pengumpulan data berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan

berpedoman pada konsep dan tinjauan teoritis. Kuesioner penelitian terdiri atas 2

bagian, yaitu kuesioner data demografi lanjut usia yang meliputi : jenis kelamin,

pendidikan, suku, umur, lama menghuni panti werdha, aktivitas mengisi waktu

(44)

istirahat tidur berjumlah 18 pernyataan yang terdiri dari 9 (no. 1, 2, 4, 6, 9, 11, 12,

16, 17, 18,) pernyataan positif dan 9 pernyataan negatif (no. 3, 5, 7, 8, 10, 13, 14,

15, 16).

Untuk pernyataan positif apabila dijawab “ya” akan diberi nilai 1, dan

jawaban “tidak” akan diberi nilai 0. Untuk pernyataan negatif apabila responden

menjawab “tidak” diberi nilai 1 sedangkan responden yang menjawab “ya” diberi

nilai 0. Nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 18. Sedangkan nilai terendah

adalah 0. Data kebutuhan istirahat tidur yang dibutuhkan untuk mengetahui

pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia dimasukkan kedalam standar

kriteria objektif yaitu: baik (13-18), cukup (7-12), dan kurang (0-6).

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2006). Uji validitas instrumen

bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang

diukur (Notoatmojo, 2005). Uji validitas isi dilakukan oleh ahli dalam penellitian

ini yaitu dosen keperawatan gerontik USU. Dilakukan dengan mengajukan

kuesioner dan proposal penelitian kepada penguji validitas kemudian dikoreksi.

Setelah dikoreksi pernyataan yang tidak valid diganti langsung oleh penguji

validitas.

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat

pengukurannya dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Sugiono (2002)

berpendapat bahwa instrumen dikatakan realiabel adalah instrumen yang jika

digunakan beberapa kali dalam waktu yang berbeda untuk mengukur obyek yang

(45)

10 orang lansia yang bukan termasuk dalam sampel di UPT Pelayanan Sosial

Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan dan data tersebut diolah

menggunakan program komputerisasi dengan analisa KR_20, alasan peneliti

menggunakan koefisien KR_20 karena bentuk pertanyaan pada skor dikotomi dan

dengan jumlah pertanyaan genap.

Setelah dilakukan uji reliabilitas dengan KR_20, diperoleh 0,8 untuk

kuesioner pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia. Hal ini dapat diterima

untuk instrument yang baru sesuai dengan pendapat Arikunto (2000) bahwa suatu

instrument yang baru akan reliable jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0,632.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden

untuk mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan istirahat tidur bagi lansia.

Prosedur pengambilan data yang digunakan dengan cara:

1. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian pada institusi

Fakultas Keperawatan USU.

2. Mengajukan surat permohonan izin kemudian melaksanakan penelitian di

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan

Medan.

3. Setelah mendapat izin kemudian melaksanakan pengumpulan data

penelitian bekerjasama dengan pegawai panti untuk mengetahui klien yang

memenuhi kriteria.

4. Responden yang tidak termasuk dalam kriteria penelitian tidak akan

(46)

5. Menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan dan manfaat

penelitian.

6. Meminta persetujuan calon responden untuk menjadi responden dengan

menandatangani inform consent.

7. Mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dengan

menggunakan kuesioner selama 15 menit.

8. Sewaktu pengisian kuesioner responden dibantu oleh peneliti dengan

melakukan wawancara.

9. Kuesioner diambil langsung oleh peneliti dan data yang telah terkumpul

kemudian diolah/ dianalisa.

8. Analisa Data

Analisa data penelitian dilakukan dengan menempuh tahapan yang dimulai

dari persiapan berupa mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta

memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Data yang diperoleh diidentifikasi

dengan mentabulasi data yang telah terkumpul. Selanjutnya data diolah dengan

program komputerisasi SPSS dalam uji deskriptif untuk mengetahui frekuensi,

presentasi, mean dan strandar deviasi untuk data demografi, kuesioner pemenuhan

(47)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut

Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

1. Hasil Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011 di

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan,

dengan jumlah responden 40 orang. Adapun data-data yang diperoleh sebagai

berikut:

1.1 Data Demogarafi Responden

Berdasarkan data yang diperoleh, responden paling banyak adalah berjenis

kelamin perempuan dengan jumlah 21 responden (52,5%). Berdasarkan tingkat

pendidikan, diperoleh data bahwa pendidikan responden terbanyak adalah SD

yaitu 22 responden (55%). Berdasarkan sukunya, responden di dominasi oleh

suku Jawa yaitu 23 responden (57,5%). Berdasarkan umur, responden berada

dalam kelompok umur 60-74 tahun yaitu 20 responden (50%). Berdasarkan

lamanya menghuni panti werdha, sebanyak 24 responden (60%) menghuni panti

werdha selama 0-5 tahun. Berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk mengisi

waktu luang di panti werdha, sebagian besar responden tidak bekerja setelah

menghuni panti werdha yaitu 29 responden (72,5%). Berdasarkan agama,

sebagian besar responden beragama islam yaitu 38 responden (95%).

Hasil penelitian tentang karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada

(48)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Seluruh lansia

yang menjadi responden (n = 40)

Data Demografi Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin

Lama menghuni panti werdha

0-5 tahun 24 60%

6-10 tahun 10 25%

Lebih dari 10 tahun 6 15%

Aktivitas sehari-hari mengisi waktu luang di panti werdha

Bercocok tanam 9 22,5%

Beternak 0 0

Tidak bekerja 29 72,5%

(49)

Agama

Islam 38 95%

Kristen 2 5%

Hindu 0 0

Budha 0 0

1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat

Tidur

Pada penelitian ini ditemukan bahwa seluruh responden menyatakan tidur

itu merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam hidupnya yaitu 40

responden (100%), mayoritas responden juga menyatakan waktu tidurnya selama

ini sudah cukup yaitu dengan jumlah responden 32 responden (80%), responden

tidak membutuhkan waktu tidur dalam 1 hari itu lebih dari 10 jam dengan jumlah

39 responden (97,5%), responden menyatakan jika sedang mengalami kegelisahan

maka akan menyebabkan tidak bisa tidur dengan nyaman yaitu dengan jumlah

responden 21 responden (52,5%), sebagian besar responden menyatakan jika

sedang cemas waktu tidurnya tidak akan bertambah yaitu dengan jumlah 38

responden (95%), saat mengalami kelelahan responden menyatakan tidak bisa

tidur dengan nyaman yaitu dengan jumlah 22 responden (55%), responden tidak

bisa tidur dengan tenang jika keadaan disekitarnya bising yaitu dengan jumlah 22

responden (55%), sebagian besar responden juga tidak bisa tidur dengan tenang

jika keadaan disekitarnya dalam keadaan kotor yaitu dengan jumlah 30 responden

(75%), sebagian responden menyatakan tidak dapat tidur pada keadaan suhu yang

tidak stabil (terlalu panas atau terlalu dingin) dengan jumlah 28 responden (70%),

mayoritas responden menyatakan sering terbangun tengah malam dengan jumlah

(50)

masih dapat tidur kembali dengan jumlah 29 responden (72,5%), setelah

terbangun tengah malam dan tidur kembali responden menyatakan merasa tidak

segar saat bangun pagi harinya dengan jumlah 22 responden (55%), sebagian

besar responden menyatakan dapat tidur sebelum jam 12 malam dengan jumlah

38 responden (95%), sebagian besar responden menyatakan sering buang air kecil

tengah malam yaitu dengan jumlah 33 responden (82,5%), responden menyatakan

badan sering pegal-segal saat bangun pagi hari dengan jumlah 22 responden

(55%), sebagian besar responden juga mengatakan tidak pernah mengalami mimpi

buruk yaitu dengan jumlah 33 responden (82,5%), sebagian besar responden yaitu

29 responden (72,5%) menyatakan badan akan terasa lemas saat bangun pagi jika

waktu tidur yang mereka butuhkan berkurang dari biasanya, responden

mengatakan harus melakukan kegiatan yang merilekskan pikiran terlebih dahulu

sebelum tidur dengan jumlah 22 responden (55%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden dari setiap

Pernyataan tentang Istirahat Tidur pada Lansia.

NO PERNYATAAN YA TIDAK

f (%) f (%)

1 Saya merasa tidur salah satu kebutuhan yang

sangat penting dalam hidup saya. 40 (100) 0 (0)

2 Saya merasa selama ini waktu saya untuk

tidur sudah cukup. 32 (80) 8 (20)

3 Saya membutuhkan waktu tidur dalam 1 hari

itu lebih dari 10 jam. 1 (2,5) 39 (97,5)

4 Saya bisa tidur walaupun saya sedang

mengalami kegelisahan. 19 (47,5) 21 (52,5)

5 Waktu tidur saya akan bertambah jika saya

sedang merasa cemas. 2 (5) 38 (95)

6 Saat saya mengalami kelelahan saya dapat

(51)

7 Saya tidak bisa tidur bila disekitar saya

suasananya bising. 22 (55) 18 (45)

8 Saya tidak bisa tidur dengan tenang jika

keadaan disekitar saya kotor. 30 (75) 10 (25)

9

Saya dapat tidur dengan nyaman dengan suhu yang tidak stabil (terlalu panas atau terlalu dingin).

12 (30) 28 (70)

10 Pada saat tidur saya sering terbangun tengah

malam. 36 (90) 4 (10)

11 Setelah saya terbangun pada malam hari

saya masih bisa tertidur kembali. 29 (72,5) 11 (27,5)

12

Walaupun saya terbangun pada malam hari saya merasa segar pada saat bangun pada pagi harinya.

18 (45) 22 (55)

13 Saya tidak bisa tidur sebelum jam 12 malam. 2 (5) 38 (95)

14 Saya sering terbangun tengah malam untuk

buang air kecil. 33 (82,5) 7 (17,5)

15 Pada saat bangun pagi badan saya

pegal-pegal. 22 (55) 18 (45)

16 Saya sering mengalami mimpi buruk saat

tidur. 7 (17,5) 33 (82,5)

17 Badan saya terasa lemas jika waktu tidur

saya kurang. 29 (72,5) 11 (27,5)

18

Saya harus melakukan suatu kegiatan yang membuat saya rileks terlebih dahulu sebelum tidur.

22 (55) 18 (45)

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa sebagian besar responden

pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya sudah cukup yaitu sebanyak 28

responden (70%), diikuti dengan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang baik

dengan jumlah 10 responden (25%), dan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur

yang kurang berjumlah 2 responden (5%). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat

(52)

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Persentase Pemenuhan Kebutuhan Istirahat

Tidur pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak

Balita Wilayah Binjai dan Medan (n=40)

Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Responden

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa semua responden

menyatakan bahwa tidur adalah salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam

hidupnya yaitu 40 responden (100%). Tidur merupakan salah satu kebutuhan yang

sangat penting dalam kehidupan manusia. Tidur diperlukan agar tubuh berfungsi

dengan baik, sebab banyak sistem dalam tubuh yang harus diistirahatkan dan hal

itu hanya dapat dilakukan saat manusia itu tidur (Garliah, 2009). Kesempatan

untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktivitas,

maupun kebutuhan dasar lainnya. Setiap individu membutuhkan istirahat dan tidur

untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

Berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar responden yaitu 32

responden (80%) menyatakan bahwa waktunya untuk tidur sudah cukup. Waktu

istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan. Umumnya orang

akan merasa segar dan sehat setelah istirahat. Namun, sesuai dengan penelitian

Garliah (2009) meskipun tidur merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi

kebanyakan orang, ada orang yang merasa sulit tidur pada malam hari. Kurang

(53)

waktu yang pendek maupun jangka panjang. Hal ini juga berhubungan dengan

data demografi mengenai tingkat pendidikan seseorang. Pada penelitian ini

pendidikan responden berdasarkan tingkat pendidikan formal adalah mayoritas

responden memiliki tingkat pendidikan SD yaitu 22 responden (55%), dan tingkat

pendidikan paling sedikit adalah SMP 1 responden (2,5%). Tingkat pendidikan

yang berbeda mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti

terhadap kesehatan mereka, hal ini juga dapat mempengaruhi pengetahuan

individu tentang kebutuhan tidur yang baik untuk kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar responden menyatakan

tidak membutuhkan waktu lebih dari 10 jam dalam 1 hari untuk tidur yaitu 39

responden (97,5%). Kebutuhan tidur manusia bergantung pada tingkat

perkembangannya. Pada penelitian ini menyatakan bahwa mayoritas responden

berumur 60-74 tahun yaitu sebanyak 20 responden (50%). Hal ini sesuai dengan

angka harapan hidup lansia yang berada pada rentang 65-70 tahun (Efendi, 2009).

Pada usia 60 tahun ke atas atau masa dewasa tua, jumlah kebutuhan tidurnya

adalah 6 jam/hari. Sebuah penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan oleh

Fakultas Kedokteran Universitas California San Diego bekerjasama dengan

perkumpulan masyarakat Kanker Amerika (American Cancer Society)

menunjukkan adanya hubungan antara waktu tidur dengan tingkat kematian

dipublikasikan tahun 2002 dalam jurnal Archives General Psychiatry, mereka

menemukan bahwa seseorang yang tidur antara 6-7 jam sehari memiliki rata-rata

tingkat kematian yang rendah (Garliah, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 21 responden (52,5%) menyatakan

Gambar

Table 1. Kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia
Tabel 2.  Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Seluruh lansia
Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden dari setiap
Tabel 4.  Distribusi Frekuensi Persentase Pemenuhan Kebutuhan Istirahat

Referensi

Dokumen terkait

Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak

lanjut usia yang menderita penyakit kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan. Anak Balita Wilayah Binjai

Perbedaan Self-Esteem Proses Penuaan Pada Lansia Pria Dan Wanita Terhadap Citra Tubuh Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak4.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat spiritual terhadap aktivitas ritual keagamaan lansia di UPT Pelayanan Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah

Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Spiritual terhadap Aktivitas Ritual Keagamaan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan..

Diri Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan ” sebagai Tugas Akhir guna meraih Sarjana Keperawatan Program Studi

Pada bab ini peneliti akan mendeskripsikan hasil penelitian dan pembahasan tentang kebiasaan posisi tidur miring dengan kesehatan jantung lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut