PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR PADA
LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN
ANAK BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN
SKRIPSI
Oleh
Marliyani Lubis 071101112
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian
skripsi ini, sebagai berikut:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan waktu untuk membimbing dan memberikam masukan yang
sangat berharga dalam penulisan proposal ini.
3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS selaku dosen penguji I.
4. Ibu Lufthiani S.Kep, Ns selaku dosen penguji II.
5. Ibu Jenny M. Purba, SKp, MNS selaku dosen pembimbing akademik.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada
penulis.
7. Pihak UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan
Medan yang telah memberi izin penelitian dan informasi bagi penulis.
8. Terima kasih kepada Ayahanda Alm. H. Sutan Oloan Lubis dan Ibunda
dukungan baik moril maupun materil, dan senantiasa memberikan yang
terbaik untuk penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk
saudara-saudaraku tercinta : Suryani Lubis, Doriyani Lubis, Nurbayani Lubis, alm.
Faisal Ahmad, Yan Yahya, Torang Halomoan yang senantiasa memberikan
doa dan dukungan untuk penulis.
9. Kepada sahabat-sahabat terbaikku, Febri, Novri, Istik, Dita dan Amel yang
selalu, membantu dan mendukung dalam perkuliahanku, terima kasih atas
kritik, saran, dan segala canda tawa kalian semua.
10. Teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2007, Ruth, Dian, Arif, Dira,
Olyn, Sabeth, Maya, Melin, Wanda dan lain-lain yang tidak dapat saya
sebutkan satu per satu.
11. Terima Kasih juga buat Kak Wati, dan Kak Lia yang selalu mendukung
dalam doa dan selalu memberikan motivasi yang berharga kepadaku.
12. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu
yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam
penyusunan skripsi ini karena masih banyak terdapat kekurangan baik dalam
penulisan, pengetikan maupun percetakan. Akhirnya, penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi
ini.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
3.Tujuan penelitian ... 5
4.Manfaat Penelitian ... 5
Bab 2. Tinjauan Kepustakaan ... 7
1. Lansia ... 7
1.1 Pengertian Lansia ... 7
1.2 Batasan Umur Lansia... 8
1.3 Klasifikasi Lansia ... 9
1.4 Karakteristik Lansia... 9
1.5 Tipe Lansia ... 9
1.6 Proses Penuaan ... 10
1.7 Teori-Teori Proses Penuaan ... 12
1.8 Tugas Perkambangan Lansia ... 15
2. Kebutuhan ... 16
2.1 Defenisi Kebutuhan ... 16
2.2 Ciri-Ciri Kebutuhan ... 16
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan ... 17
3. Istirahat dan Tidur ... 18
3.1 Pengertian Istirahat dan Tidur ... 18
3.2 Karakteristik Istirahat ... 19
3.3 Kondisi untuk Istirahat yang Cukup ... 20
3.4 Fisiologi Tidur ... 21
3.5 Fungsi dan Tujuan Tidur ... 21
3.6 Kebutuhan Tidur ... 22
3.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Istirahat dan Tidur ... 23
3.8 Tahapan Tidur ... 24
3.9 Gangguan Tidur ... 26
Bab 3. Kerangka Konsep ... 28
1. Kerangka Konseptual ... 28
Bab 4. Metodologi Penelitian ... 32
1. Desain Penelitian ... 32
2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 33
5. Instrumen Penelitian ... 34
6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 35
7. Pengumpulan Data ... 36
8. Analisa Data ... 37
Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... 38
1. Hasil penelitian ... 38
2. Pembahasan ... 43
Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 52
1. Kesimpulan ... 52
2. Saran ... 53
Daftar Pustaka ... 55
Lampiran-lampiran 1. Lembar Bukti Kegiatan Bimbingan Skripsi Penelitian ... 58
2. Jadwal Penelitian ... 60
3. Lembar Izin Penelitian... 61
4. Formulir Persetujuan Menjadi Responden ... 65
5. Instrumen Penelitian ... 66
6. Lembar Uji Reliabilitas ... 68
7. Data SPSS ... 71
DAFTAR TABEL
DAFTAR SKEMA
Judul : Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.
Peneliti : Marliyani Lubis NIM : 071101112 Fakultas : Keperawatan Tahun : 2011
Abstrak
Gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%. Tidur adalah kebutuhan yang harus dipenuhi bagi setiap individu. Dengan istirahat dan tidur yang cukup tubuh akan dapat berfungsi secara optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian diskriptif. Pada penelitian ini populasinya adalah lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Ada sebanyak 40 orang lanjut usia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang diambil menjadi sampel penelitian dengan menggunakan tehnik “purposive sampling” sesuai dengan kriteria penelitian. Penelitian ini dilakukan bulan Februari sampai April di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang paling banyak memiliki kebutuhan istirahat tidur cukup sebanyak 28 responden (70%), pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang baik dengan jumlah 10 responden (25%), dan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang kurang berjumlah 2 responden (5%). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kebutuhan istirahat tidur lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan adalah cukup.
Lansia seharusnya dapat memenuhi kebutuhan istirahat tidurnya dengan baik melalui dukungan orang-orang disekitarnya, baik dari keluarga, maupun pihak panti. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti hubungan istirahat tidur dengan kualitas hidup lansia.
Title : The Fulfillment of Rest and Sleep Needs among Elderly at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita (Social Service for the Elderly and Children), Binjai and Medan.
Name : Marliyani Lubis Student Number : 071101112 Faculty : Nursing Science Year : 2011
Abstract
Most of the elderly experience sleep-disorders which affect about 50% of people 65 years of age. Insomnia is a sleep disorder which is frequently found. Each year it is assumed that about 20% to 50% of the elderly are affected by insomnia and about 17% of them experience serious sleep disorders. Insomnia prevalence in the elderly is high enough; it is about 67%. Sleep is the need which has to be fulfilled by every individual. By taking enough rest and sleep, your body will be able to function optimally. The aim of this research was to obtain the description of the need for good sleep in the elderly at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia and Anak Balita, Binjai and Medan.
The research used descriptive approach. The population was all old-aged people who lived at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia and Anak Balita Binjai and Medan. 40 of them were used as the samples by using purposive sampling technique which was in accordance with the criteria of research. The research was conducted from February until April at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai and Medan. The result of the research showed that the respondents who urgently needed enough sleep were 28 (70%), the respondents who needed good sleep were 10 (25%), and the respondents who did not need good sleep were 2 (5%). Based on the result of the research, it could be concluded that most of the old-aged at the UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai and Medan needed good sleep.
It was recommended that the old-aged should be encouraged by their relatives, by the people who lived in the neighborhood, and by the management of the old age home to make a habit of sleep well. It was also recommended that the next researcher should study the relationship between good sleep and the quality of life of the elderly.
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur
harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan
kualitas hidup dan pelayanan kesehatan secara umum. Salah satu tolak ukur
kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya.
(Kosasih dkk, 2004). Indonesia juga termasuk negara yang memasuki era
penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena mempunyai
jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Pulau yang
mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak (7%) adalah pulau Jawa dan Bali.
Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena tingkat
sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan
kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat. Jumlah
penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar ± 19 juta jiwa dengan usia harapan
hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksikan jumlah lansia sebesar 23,9 juta
(9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan, pada tahun 2020
diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup
71,1 tahun (Efendi, 2009).
Seiring perubahan usia, tanpa disadari pada orang lanjut usia akan
mengalami perubahan–perubahan fisik, psikososial dan spiritual. Salah satu
perubahan tersebut adalah perubahan pola tidur. Menurut National Sleep
melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3 % lansia mengeluhkan
gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan lansia
beresiko mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti
pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan
penyakit yang dialami. Di Indonesia gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang
yang berusia 65 tahun. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering
ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya
insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi
insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Budi, 2011 dalam Rubin
1999).
Usia harapan hidup semakin meningkat juga membawa konsekuensi
tersendiri bagi semua sektor yang terkait dengan pembangunan. Tidak hanya
sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi, sosial-budaya, serta sektor lainnya.
Oleh sebab itu, peningkatan jumlah penduduk lansia perlu diantisipasi mulai saat
ini, yang dapat dimulai dari sektor kesehatan dengan mempersiapkan layanan
keperawatan yang komprehensif bagi lansia (Efendi, 2009).
Terdapat banyak perubahan fisiologis yang normal pada lansia. Perubahan
ini tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap
beberapa penyakit. Perubahan terjadi terus menerus seiring usia. Perubahan
spesifik pada lansia dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan
lingkungan. Perawat harus mengetahui proses perubahan normal tersebut
sehingga dapat memberikan pelayanan tepat dan membantu adaptasi lansia
terhadap perubahan. Salah satunya adalah perubahan neurologis. Akibat
mengeluh meliputi kesulitan untuk tidur, kesulitan untuk tetap terjaga, kesulitan
untuk tidur kembali tidur setelah terbangun di malam hari, terjaga terlalu cepat,
dan tidur siang yang berlebihan. Masalah ini diakibatkan oleh perubahan terkait
usia dalam siklus tidur-terjaga (Potter & Perry 2009).
Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur.
Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses
penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi,
meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit
juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus.
Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan
tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Suyono, 2008). Kesempatan
untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktivitas,
maupun kebutuhan dasar lainnya. Istirahat yang cukup dapat mempengaruhi
kondisi fisik, psikis dan sosial lansia. Setiap individu membutuhkan istirahat dan
tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto Wartonah, 2006).
Keragaman dalam perilaku istirahat dan tidur lansia adalah umum. Pada
kenyataannya jumlah kebutuhan istirahat setiap individu relatif tidak sama.
Sebagian lansia menghabiskan waktu yang cukup lama untuk istirahat, namun
terdapat sebagian kecil lansia yang menghabiskan waktunya untuk beraktivitas
sehingga waktu yang dipergunakan untuk beristirahat menjadi berkurang. Banyak
faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh istirahat dan tidur
yang cukup. Dalam kesehatan komunitas dan rumah, perawat membantu klien
mengembangkan perilaku yang kondusif terhadap istirahat dan relaksasi. Pada
menggunakan tindakan untuk mengontrol fisik klien dengan mengubah faktor
yang membuat stres di lingkungan (Potter & Perry 2009).
Keluhan tentang kesulitan istirahat dan tidur waktu malam seringkali
terjadi pada lansia. Sebagai contoh, seorang lansia yang mengalami arthritis
mempunyai kesulitan tidur akibat nyeri sendi. Kecenderungan untuk tidur siang
kelihatannya meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan
waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya
terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan
di tempat tidur, waktu yang dipakai tidur menurun sejam atau lebih. Perubahan
pola tidur pada lansia disebabkan perubahan SSP yang mempengaruhi pengaturan
tidur. Kerusakan sensorik, umum dengan penuaan, dapat mengurangi sensivitas
terhadap waktu yang mempertahankan irama sirkadian (Potter & Perry, 2006).
Menurut data yang diperoleh sebelumnya, terdapat sekitar 160 orang
lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan
Medan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui
bagaimana pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Sehingga hal ini
dapat membantu perawat dalam memotivasi lansia dan memfasilitasi lansia
2. Rumusan masalah
Berdasarkan masalah yang ada dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
“Bagaimana Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Pada Lansia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan?”
3. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita
Wilayah Binjai dan Medan.
4. Manfaat penelitian
4.1. Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam menambah
pengetahuan mahasiswa di bidang mata kuliah keperawatan gerontik,
khususnya pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia.
4.2. Pengelola Panti Werdha
Membantu memberikan pelayanan yang optimal kepada lansia yang tinggal
di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan
Medan.
4.3. Bagi Lansia
Mendapatkan pelayanan yang adekuat mengenai pemenuhan kebutuhan
4.4. Sebagai dasar penelitian selanjutnya.
Hasil penelitian ini berguna dalam menambah pengalaman peneliti dan dapat
dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Lansia
1.1. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendi, 2009).
Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia)
dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas
minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap
dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak
memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang
menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya.
Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan
1.2. Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan
umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia
sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama
(fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun,
ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65
hingga tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age):
> 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi
menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun),
dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
1.3. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan
Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia
(prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang
dengan masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu
melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa,
lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
1.4. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun
(sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan
masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008).
1.5. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam
Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.
Tipe arif bijaksana. Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan
diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan
Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen
(ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri).
1.6. Proses Penuaan
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang
kompleks multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan
berkembang sampai pada keseluruhan sistem. (Stanley, 2006).
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah
sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan
(Maryam dkk, 2008).
Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang
tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan (gradual) kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi
penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain
sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang
tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang
memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal
pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya fungsi
fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Setelah mencapai
puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat,
kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia
(Mubarak, 2009).
Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara
biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, maka
kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan
kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher, 2009). Oleh karena itu, perlu
perlu membantu individu lansia untuk menjaga harkat dan otonomi maksimal
meskipun dalam keadaan kehilangan fisik, sosial dan psikologis (Smeltzer, 2001).
1.7. Teori-Teori Proses Penuaan
Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu : teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori
spiritual.
1.7.1. Teori biologis
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow
Teori genetik dan mutasi. Menurut teori genetik dan mutasi, semua
terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai
akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan
setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Immunology slow theory. Menurut immunology slow theory, sistem imun
menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh
yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
Teori stres. Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya
sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel
tidak dapat melakukan regenerasi.
Teori rantai silang. Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi
kimia sel-sel yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan hilangnya
fungsi sel.
1.7.2. Teori psikologi
Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan
keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya penurunan dan
intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar
Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya
penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan
untuk menerima, memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang akan
muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.
1.7.3. Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu
teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement
theory), teori aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity theory),
teori perkembangan (development theory), dan teori stratifikasi usia (age
stratification theory).
a. Teori interaksi sosial. Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia
bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga
menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah
harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.
b. Teori penarikan diri. Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita
lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara
perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.
c. Teori aktivitas. Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas
serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas
dan aktivitas yang dilakukan.
d. Teori kesinambungan. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam
merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat
terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak
berubah meskipun ia telah menjadi lansia.
e. Teori perkembangan. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses
menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia
terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun
negatif. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua
yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut.
f. Teori stratifikasi usia. Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa
pendekatan yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan
untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap
kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya
dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat
dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa
stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas
dan kelompok etnik.
1.7.4. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
kehidupan.
1.8. Tugas Perkembangan Lansia
Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi
seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu,
akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan
perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya
perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.
Adapun tugas perkembangan pada lansia dalam adalah : beradaptasi
terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap masa
pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian pasangan,
menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan kehidupan yang
memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa,
menemukan cara mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2009).
2. Kebutuhan
2.1. Defenisi Kebutuhan
Menurut Maslow (2008) kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh
manusia sehingga dapat mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada di antara
kebutuhan tersebut yang tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tidak
sejahtera atau kurang sejahtera. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan adalah suatu
hal yang harus ada, karena tanpa itu hidup kita menjadi tidak sejahtera atau
setidaknya kurang sejahtera ( Safrila, 2008).
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis,
yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Kebutuhan dasar manusia adalah seperti makanan, air, keamanan, dan cinta yang
merupakan hal yang paling penting untuk bertahan hidup dan kesehatan.
orang mempunyai kebutuhan dasar manusia yang sama. Besarnya kebutuhan
dasar yang terpenuhi menentukan tingkat kesehatan dan posisi pada rentang
sehat-sakit (Potter & Perry, 2005).
2.2. Ciri-Ciri Kebutuhan
Manusia memiliki kebutuhan dasar bersifat heterogen. Setiap orang pada
dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena terdapat perbedaan
budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi
kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika
gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak
untuk berusaha mendapatnya (Hidayat, 2009).
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan
Menurut Hidayat (2009) Kebutuhan dasar manusia dipengaruhi oleh
berbagai faktor berikut:
a. Penyakit. Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan
pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis, karena
beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar
dari biasanya.
b. Hubungan keluarga. Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan
pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya, merasakan
kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-lain.
c. Konsep diri. Konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan
kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan
positif terhadap diri. Orang yang merasakan positif tentang dirinya akan
mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup
yang sehat, sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.
d. Tahap perkembangan. Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia mengalami
perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut memilki kebutuhan yang
berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual,
mengingat berbagai fungsi organ tubuh juga mengalami proses kematangan
dengan aktivitas yang berbeda.
3. Istirahat Tidur
3.1. Pengertian Istirahat Tidur
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi
oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh baru dapat
berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda
pada setiap individu (Mubarak, 2007).
Istirahat tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh
ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang
dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda.
Tidur merupakan kondisi tidak sadar di mana individu dapat dibangunkan oleh
stimulus atau sensori yang sesuai (Guyton, 1986), atau juga dapat dikatakan
sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh
ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang
bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons
terhadap rangsangan dari luar (Hidayat, 2006).
3.2. Karakteristik Istirahat
Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat. Misalnya, Narrow (1967)
yang dikutip oleh Perry dan Potter 1993 mengemukakan enam karakteristik yang
berhubungan dengan istirahat, di antaranya: merasakan bahwa segala sesuatu
dapat diatasi, merasa diterima, mengetahui apa yang sedang terjadi, bebas dari
gangguan ketidaknyamanan, mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas
yang mempunyai tujuan, mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan
(Hidayat, 2006).
Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila karakteristik tersebut di atas
dapat terpenuhi. Hal ini dapat dijumpai apabila pasien merasakan segala
kebutuhannya dapat diatasi dan adanya pengawasan maupun penerimaan dari
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga dapat memberikan kedamaian.
Apabila pasien tidak merasakan enam kriteria tersebut di atas, maka kebutuhan
istirahatnya masih belum terpenuhi sehingga diperlukan tindakan keperawatan
yang dapat meningkatkan terpenuhinya kebutuhan istirahat dan tidur, misalnya
mendengarkan secara hati-hati tentang kekhawatiran personal pasien dan mencoba
meringankannya jika memungkinkan (Hidayat, 2006).
Pasien yang mempunyai perasaan tidak diterima tidak mungkin dapat
beristirahat dengan tenang. Oleh sebab itu, perawat harus sensitif terhadap
kekhawatiran atau masalah yang dialami pasien. Pengenalan pasien terhadap apa
yang akan terjadi adalah keadaan lain yang penting agar dapat beristirahat.
berbeda-beda dan dapat menimbulkan gangguan pada istirahat pasien sehingga
perawat harus membantu memberikan penjelasan kepada pasiennya. Agar pasien
merasa diterima dan mendapatkan kepuasan, maka pasien harus dilibatkan dalam
melaksanakan berbagai aktivitas yang mempunyai tujuan sehingga pasien merasa
dihargai tentang kompetensi yang ada pada dirinya. Pasien akan merasa aman jika
mengetahui bahwa ia akan mendapat bantuan yang sesuai dengan yang
diperlukannya. Pasien yang merasa terisolasi dan kurang mendapat bantuan tidak
akan dapat istirahat, sehingga perawat harus dapat menciptakan suasana agar
pasien tidak merasa terisolasi dengan cara melibatkan keluarga dan teman-teman
pasien. Keluarga dan teman-teman pasien dapat meningkatkan kebutuhan istirahat
pasien dengan cara membantu pasien dalam tugas sehari-hari dan dalam
mengambil keputusan yang sulit (Hidayat, 2006).
3.3. Kondisi Untuk Istirahat yang Cukup
Dalam memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur dibutuhkan kondisi yang
yang cukup agar kebutuhan istirahat dan tidur tersebut dapat dipenuhi. Adapun
kondisi untuk istirahat yang cukup menurut Potter & Perry (2006) adalah sebagai
berikut:
a. Kenyaman fisik antara lain : eliminasi sumber-sumber yang mengiritasi kulit,
kontrol sumber nyeri, kontrol suhu ruangan, pertahankan kesejajaran anatomis
yang tepat atau posisi yang sesuai, pindahkan distraksi lingkungan, sediakan
ventilasi yang cukup.
b. Bebas dari kecemasan dengan cara buat keputusan sendiri, berpartisipasi di
dalam pelayanan kesehatan, praktikkan aktivitas yang mengistirahatkan secara
c. Tidur yang cukup sehingga memperoleh jumlah jam tidur yang dibutuhkan
untuk merasa segar kembali dengan mengikuti kebiasaan hygiene yang baik
sebelum tidur.
3.4. Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan
menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini
diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang mengatur
seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan
dan tidur. Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam
mensensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating system (RAS)
dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga
dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangasangan emosi dan
proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan
katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan
disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons
dan batang otak tengah, yaitu bulbar synchoronizing regional (BSR), sedangkan
bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan
sistem limbik. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus
atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2006).
3.5. Fungsi Dan Tujuan Tidur
Tidur diyakini bahwa dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan
endokrin, dan lain-lain. Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan
kembali pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek
fisiologis dan tidur; pertama, efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat
memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan diantara berbagai susunan saraf;
dan kedua, efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi
dalam organ tubuh karena selama tidur terjadi penurunan (Hidayat, 2006).
3.6. Kebutuhan Tidur
Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan.
Berikut ini tabel merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Hidayat,
2006).
Table 1. Kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia
Usia Tingkat Perkembangan Jumlah Kebutuhan Tidur
0-1 bulan Masa neonates 14-18 jam/hari
1 bulan-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari
18 bulan-3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari
3 tahun-6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6 tahun-12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12 tahun-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18 tahun-40 tahun Masa dewasa muda 7-8 jam/hari
40 tahun-60 tahun Masa paruh baya 7 jam/hari
3.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Istirahat Tidur
Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang
kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Ada pula yang mengalami gangguan
kualitas dan kuantitas istirahat dan tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur
sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Asmadi (2008) di antara faktor yang dapat
mempengaruhinya adalah:
a. Status kesehatan. Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia
dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri,
maka kebutuhan istirahat tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga
ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Misalnya, pada klien yang menderita
gangguan pada sistem pernapasan. Dalam kondisinya yang sesak napas, maka
seseorang tidak mungkin dapat istirahat dan tidur.
b. Lingkungan. Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang
untuk istirahat dan tidur. Pada lingkungan yang tenang memungkinkan
seseorang akan istirahat dan tidur dengan tenang. Sebaliknya lingkungan yang
ribut, bising dan gaduh akan menghambat seseorang untuk istirahat dan tidur.
c. Stres psikologis. Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada
frekuensi istirahat dan tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas
akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini
akan mengurangi tahap IV NREM dan REM.
d. Diet. Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu,
daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya,
e. Gaya hidup. Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan
tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada
kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih
pendek.
f. Obat-obatan. Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek
menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya mengganggu tidur.
Selain faktor-faktor di atas, motivasi juga dapat mempengaruhi kebutuhan
istirahat dan tidur. Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang
untuk tidur, yang dapat memengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan
untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur (Hidayat,
2006).
3.8. Tahapan Tidur
Normal tidur dibagi menjadi dua yaitu nonrapid eye movement (NREM)
dan rapid eye movement (REM). Selama masa NREM seseorang terbagi menjadi
empat tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit sebelum tidur berakhir.
Tahapan-tahapan tidur tersebut menurut Tarwoto dan Wartonah (2006) adalah
sebagai berikut:
a. Tahapan tidur NREM terdiri dari :
1) NREM tahap 1 ditandai dengan tingkat transisi, merespon cahaya,
berlangsung beberapa menit, mudah terbangun dengan rangsangan,
aktivitas fisik menurun, tanda vital dan metabolisme menurun, bila
2) NREM tahap II ditandai dengan periode suara tidur, mulai relaksasi otot,
berlangsung 10-20 menit, fungsi tubuh berlangsung lambat, dapat
dibangunkan dengan mudah.
3) NREM tahap III ditandai dengan awal tahap dari keadaan tidur nyenyak,
sulit dibagunkan, relaksasi otot menyeluruh, tekanan darah menurun,
berlangsung 15-30 menit.
4) NREM tahap IV ditandai dengan tidur nyenyak, sulit untuk dibangunkan,
butuh stimulus intensif, untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun,
sekresi lambung menurun, gerak bola mata cepat.
b. Tahapan tidur REM
1) Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM.
2) Pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari tidur malamnya.
3) Jika individu terbangun pada tidur REM maka biasanya terjadi mimpi.
4) Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan
dalam belajar, memori, dan adaptasi.
Pola tidur normal pada usia tua adalah tidur ± 6 jam/hari, tahap REM
20-25%, tahap NREM menurun dan kadang-kadang absen, sering terbangun pada
malam hari (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Selama penuaan, pola tidur mengalami perubahan-perubahan yang khas
yang membedakannya dari orang-orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan
tersebut mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan
tidur siang. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk tidur yang lebih dalam juga
dengan jumlah total waktu yang dihabiskan untuk terjaga di malam hari (Stanley,
2006).
3.9. Gangguan Tidur
Ada beberapa gangguan yang terjadi pada saat tidur. Menurut Tarwoto &
Wartonah (2006) gangguan yang terjadi saat tidur adalah sebagai berikut:
a. Insomnia. Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh secara cukup
kualitas dan kuantitas tidur. Ada 3 macam insomnia yaitu Intial Insomnia
adalah ketidakmampuan untuk tidur tidak ada, Intermittent Insomnia
merupakan ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan tidur sebab sering
terbangun, dan Terminal Insomnia adalah bangun lebih awal tetapi tidak
pernah tertidur kembali. Penyebab insomnia adalah ketidakmampuan fisik,
kecemasan, dan kebiasaan minum alkohol dalam jumlah banyak.
b. Hipersomnia. Berlebihan jam tidur pada malam hari, lebih dari 9 jam,
biasanya disebabkan oleh depresi, kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit
ginjal, liver, dan metabolisme.
c. Parasomnia. Parasomnia merupakan sekumpulan penyakit yang mengganggu
tidur anak seperti samnohebalisme (tidur sambil berjalan).
d. Narcolepsi. Suatu keadaan/kondisi yang di tandai oleh keinginan yang tidak
terkendali untuk tidur. Gelombang otak penderita pada saat tidur sama dengan
orang yang sedang tidur normal, juga tidak terdapat gas darah atau endoktrin.
e. Apnoe tidur dan mendengkur. Mendengkur tidak dianggap sebagai gangguan
tidur, namun bila disertai apnoe maka bisa menjadi masalah. Mendengkur
misalnya amandel, adenoid, otot-otot di belakang mulut mengendor dan
bergetar. Periode apnoe berlangsung selama 10 detik sampai 3 menit.
f. Mengigau. Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum
tidur REM.
Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu keadaan di mana
individu mengalami atau mempunyai risiko perubahan dalam jumlah dan kualitas
pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyaman atau mengganggu gaya hidup
yang diinginkan (Carpenito, LJ 1995). Penyebab dari gangguan pola tidur ini
antara lain kerusakan transport oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan
eliminasi, pengaruh obat, immobilitas, nyeri pada kaki, takut operasi, faktor
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka dalam penelitian ini menggunakan kerangka konsep berdasarkan
proses sistem yaitu, masukan (input), proses, keluaran (output) yang
menggambarkan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang dialami lansia yang
tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan
Medan.
Dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai input adalah masalah-masalah
yang dialami lansia dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat dan tidur sebagai prosesnya sehingga akan
diperoleh output bagaimana kategori penilaian pemenuhan kebutuhan istirahat
tidur pada lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak
Skema 1. Kerangka konsep pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia.
Kerangka penelitian menggambarkan bahwa pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur pada lansia dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
istirahat tidur yaitu penyakit, latihan dan kelelahan, stres psikologis, obat, nutrisi,
lingkungan. Variabel yang diteliti adalah variabel pemenuhan kebutuhan lansia
terhadap istirahat tidur meliputi baik, cukup, atau kurang.
Kategori penilaian
istirahat tidur pada lansia di
UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia dan Anak
Balita Wilayah Binjai dan
2. Definisi Konseptual dan Operasional
2.1. Kebutuhan
2.1.1. Definisi Konseptual
Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat
mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada di antara kebutuhan tersebut yang tidak
terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang sejahtera. Dapat
dikatakan bahwa kebutuhan adalah suatu hal yang harus ada, karena tanpa itu
hidup kita menjadi tidak sejahtera atau setidaknya kurang sejahtera (Maslow,
2008).
2.1.2 Definisi Operasional :
Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh lansia dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur bagi lansia itu sendiri.
2.2. Istirahat Tidur
2.2.1 Definisi Konseptual :
Istirahat tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh
ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang
dan masing-masing meyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda
(Hidayat, 2006).
2.2.2. Definisi Operasional :
Istirahat tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus
terpenuhi. Disaat istirahat dan tidur individu dalam keadaan relatif tidak sadar.
Dengan lingkungan yang tenang dan nyaman manusia dapat memenuhi kebutuhan
individu dalam keadaan tidak mempunyai penyakit, tidak mengalami kelelahan,
tidak mengalami stres psikologis, tidak sedang mengkonsumsi obat yang bisa
mempercepat waktu untuk istirahat dan tidur ataupun obat yang memperlambat
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Desain ini digunakan untuk
mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia. Pada penelitian
ini tidak ada intervensi yang dilakukan pada kelompok yang akan diteliti.
2. Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Sampling
2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang berjumlah
160 orang.
2.2. Sampel
Menurut Arikunto (2002) bila terdapat populasi lebih dari 100 maka
pengambilan sampel 10-15% atau 20-25% dari total populasi. Berdasarkan hal
tersebut maka peneliti mengambil sampel 25% dari total populasi, jadi sampel
yang diambil dalam penelitian ini 40 orang lansia yang tinggal di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan tahun 2011.
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Lanjut usia yang berumur 60 tahun keatas.
2) Belum mengalami demensia.
3) Orientasi orang, tempat dan waktu baik.
2.3. Teknik Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat dapat
mewakili populasi (Nursalam, 2009). Dalam penelitian ini, teknik sampling yang
akan digunakan adalah purposive sampling. Pemilihan sampel dengan cara ini
merupakan jenis non-probability yaitu untuk tujuan tertentu yang didapatkan
dengan menentuan kriteria. Apabila dijumpai sesuai dengan kriteria maka
langsung jadikan sampel. Setiap elemen dalam populasi memiliki kesempatan
yang tidak sama untuk menjadi sampel.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak
Balita Wilayah Binjai dan Medan yang beralamat di jalan Perintis Kemerdekaan
Binjai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - April 2011. Adapun alasan
pemilihan lokasi karena panti werdha ini merupakan panti werdha milik
pemerintah dibawah koordinasi Dinas Sosial dengan kapasitas jumlah lanjut usia
yang cukup besar sehingga memungkinkan untuk mendapatkan sampel yang
memadai sesuai dengan kriteria penelitian. Selain itu di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan belum pernah dilakukan
penelitian mengenai pemenuhan kebutuhan istirahat tidur bagi lansia.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti dinyatakan lulus dalam ujian
proposal penelitian dan mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan USU,
selanjutnya mengirim surat permohonan untuk mendapatkan izin dari Dinas
pimpinan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan
Medan.
Setelah mendapatkan izin dari pimpinan UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan peneliti memulai pengumpulan
data, lembar persetujuan diberikan kepada calon responden yang akan diteliti,
kemudian peneliti menjelaskan maksud, tujuan, prosedur penelitian. Calon
responden diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan kemudian
peneliti akan menanyakan kesediaan menjadi responden dengan menandatangani
lembar persetujuan (informed consent). Jika calon responden menolak untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati hak-haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak
mencantumkan nama lengkap tetapi hanya mencantumkan inisial nama responden
atau memberi kode pada masing-masing lembar kuesioner. Kerahasiaan informasi
responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan
dilaporkan sebagai hasil penelitian. Selama proses pengambilan data tidak
menimbulkan sakit secara fisik dan tekanan psikologis pada responden yang akan
diteliti dan tidak ada efek yang merugikan bagi tindakan asuhan keperawatan.
5. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, penelitian menggunakan alat
pengumpulan data berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan
berpedoman pada konsep dan tinjauan teoritis. Kuesioner penelitian terdiri atas 2
bagian, yaitu kuesioner data demografi lanjut usia yang meliputi : jenis kelamin,
pendidikan, suku, umur, lama menghuni panti werdha, aktivitas mengisi waktu
istirahat tidur berjumlah 18 pernyataan yang terdiri dari 9 (no. 1, 2, 4, 6, 9, 11, 12,
16, 17, 18,) pernyataan positif dan 9 pernyataan negatif (no. 3, 5, 7, 8, 10, 13, 14,
15, 16).
Untuk pernyataan positif apabila dijawab “ya” akan diberi nilai 1, dan
jawaban “tidak” akan diberi nilai 0. Untuk pernyataan negatif apabila responden
menjawab “tidak” diberi nilai 1 sedangkan responden yang menjawab “ya” diberi
nilai 0. Nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 18. Sedangkan nilai terendah
adalah 0. Data kebutuhan istirahat tidur yang dibutuhkan untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia dimasukkan kedalam standar
kriteria objektif yaitu: baik (13-18), cukup (7-12), dan kurang (0-6).
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2006). Uji validitas instrumen
bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang
diukur (Notoatmojo, 2005). Uji validitas isi dilakukan oleh ahli dalam penellitian
ini yaitu dosen keperawatan gerontik USU. Dilakukan dengan mengajukan
kuesioner dan proposal penelitian kepada penguji validitas kemudian dikoreksi.
Setelah dikoreksi pernyataan yang tidak valid diganti langsung oleh penguji
validitas.
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat
pengukurannya dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Sugiono (2002)
berpendapat bahwa instrumen dikatakan realiabel adalah instrumen yang jika
digunakan beberapa kali dalam waktu yang berbeda untuk mengukur obyek yang
10 orang lansia yang bukan termasuk dalam sampel di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan dan data tersebut diolah
menggunakan program komputerisasi dengan analisa KR_20, alasan peneliti
menggunakan koefisien KR_20 karena bentuk pertanyaan pada skor dikotomi dan
dengan jumlah pertanyaan genap.
Setelah dilakukan uji reliabilitas dengan KR_20, diperoleh 0,8 untuk
kuesioner pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia. Hal ini dapat diterima
untuk instrument yang baru sesuai dengan pendapat Arikunto (2000) bahwa suatu
instrument yang baru akan reliable jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0,632.
7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden
untuk mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan istirahat tidur bagi lansia.
Prosedur pengambilan data yang digunakan dengan cara:
1. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian pada institusi
Fakultas Keperawatan USU.
2. Mengajukan surat permohonan izin kemudian melaksanakan penelitian di
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan
Medan.
3. Setelah mendapat izin kemudian melaksanakan pengumpulan data
penelitian bekerjasama dengan pegawai panti untuk mengetahui klien yang
memenuhi kriteria.
4. Responden yang tidak termasuk dalam kriteria penelitian tidak akan
5. Menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan dan manfaat
penelitian.
6. Meminta persetujuan calon responden untuk menjadi responden dengan
menandatangani inform consent.
7. Mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dengan
menggunakan kuesioner selama 15 menit.
8. Sewaktu pengisian kuesioner responden dibantu oleh peneliti dengan
melakukan wawancara.
9. Kuesioner diambil langsung oleh peneliti dan data yang telah terkumpul
kemudian diolah/ dianalisa.
8. Analisa Data
Analisa data penelitian dilakukan dengan menempuh tahapan yang dimulai
dari persiapan berupa mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta
memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Data yang diperoleh diidentifikasi
dengan mentabulasi data yang telah terkumpul. Selanjutnya data diolah dengan
program komputerisasi SPSS dalam uji deskriptif untuk mengetahui frekuensi,
presentasi, mean dan strandar deviasi untuk data demografi, kuesioner pemenuhan
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.
1. Hasil Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011 di
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan,
dengan jumlah responden 40 orang. Adapun data-data yang diperoleh sebagai
berikut:
1.1 Data Demogarafi Responden
Berdasarkan data yang diperoleh, responden paling banyak adalah berjenis
kelamin perempuan dengan jumlah 21 responden (52,5%). Berdasarkan tingkat
pendidikan, diperoleh data bahwa pendidikan responden terbanyak adalah SD
yaitu 22 responden (55%). Berdasarkan sukunya, responden di dominasi oleh
suku Jawa yaitu 23 responden (57,5%). Berdasarkan umur, responden berada
dalam kelompok umur 60-74 tahun yaitu 20 responden (50%). Berdasarkan
lamanya menghuni panti werdha, sebanyak 24 responden (60%) menghuni panti
werdha selama 0-5 tahun. Berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk mengisi
waktu luang di panti werdha, sebagian besar responden tidak bekerja setelah
menghuni panti werdha yaitu 29 responden (72,5%). Berdasarkan agama,
sebagian besar responden beragama islam yaitu 38 responden (95%).
Hasil penelitian tentang karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Seluruh lansia
yang menjadi responden (n = 40)
Data Demografi Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
Lama menghuni panti werdha
0-5 tahun 24 60%
6-10 tahun 10 25%
Lebih dari 10 tahun 6 15%
Aktivitas sehari-hari mengisi waktu luang di panti werdha
Bercocok tanam 9 22,5%
Beternak 0 0
Tidak bekerja 29 72,5%
Agama
Islam 38 95%
Kristen 2 5%
Hindu 0 0
Budha 0 0
1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat
Tidur
Pada penelitian ini ditemukan bahwa seluruh responden menyatakan tidur
itu merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam hidupnya yaitu 40
responden (100%), mayoritas responden juga menyatakan waktu tidurnya selama
ini sudah cukup yaitu dengan jumlah responden 32 responden (80%), responden
tidak membutuhkan waktu tidur dalam 1 hari itu lebih dari 10 jam dengan jumlah
39 responden (97,5%), responden menyatakan jika sedang mengalami kegelisahan
maka akan menyebabkan tidak bisa tidur dengan nyaman yaitu dengan jumlah
responden 21 responden (52,5%), sebagian besar responden menyatakan jika
sedang cemas waktu tidurnya tidak akan bertambah yaitu dengan jumlah 38
responden (95%), saat mengalami kelelahan responden menyatakan tidak bisa
tidur dengan nyaman yaitu dengan jumlah 22 responden (55%), responden tidak
bisa tidur dengan tenang jika keadaan disekitarnya bising yaitu dengan jumlah 22
responden (55%), sebagian besar responden juga tidak bisa tidur dengan tenang
jika keadaan disekitarnya dalam keadaan kotor yaitu dengan jumlah 30 responden
(75%), sebagian responden menyatakan tidak dapat tidur pada keadaan suhu yang
tidak stabil (terlalu panas atau terlalu dingin) dengan jumlah 28 responden (70%),
mayoritas responden menyatakan sering terbangun tengah malam dengan jumlah
masih dapat tidur kembali dengan jumlah 29 responden (72,5%), setelah
terbangun tengah malam dan tidur kembali responden menyatakan merasa tidak
segar saat bangun pagi harinya dengan jumlah 22 responden (55%), sebagian
besar responden menyatakan dapat tidur sebelum jam 12 malam dengan jumlah
38 responden (95%), sebagian besar responden menyatakan sering buang air kecil
tengah malam yaitu dengan jumlah 33 responden (82,5%), responden menyatakan
badan sering pegal-segal saat bangun pagi hari dengan jumlah 22 responden
(55%), sebagian besar responden juga mengatakan tidak pernah mengalami mimpi
buruk yaitu dengan jumlah 33 responden (82,5%), sebagian besar responden yaitu
29 responden (72,5%) menyatakan badan akan terasa lemas saat bangun pagi jika
waktu tidur yang mereka butuhkan berkurang dari biasanya, responden
mengatakan harus melakukan kegiatan yang merilekskan pikiran terlebih dahulu
sebelum tidur dengan jumlah 22 responden (55%).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden dari setiap
Pernyataan tentang Istirahat Tidur pada Lansia.
NO PERNYATAAN YA TIDAK
f (%) f (%)
1 Saya merasa tidur salah satu kebutuhan yang
sangat penting dalam hidup saya. 40 (100) 0 (0)
2 Saya merasa selama ini waktu saya untuk
tidur sudah cukup. 32 (80) 8 (20)
3 Saya membutuhkan waktu tidur dalam 1 hari
itu lebih dari 10 jam. 1 (2,5) 39 (97,5)
4 Saya bisa tidur walaupun saya sedang
mengalami kegelisahan. 19 (47,5) 21 (52,5)
5 Waktu tidur saya akan bertambah jika saya
sedang merasa cemas. 2 (5) 38 (95)
6 Saat saya mengalami kelelahan saya dapat
7 Saya tidak bisa tidur bila disekitar saya
suasananya bising. 22 (55) 18 (45)
8 Saya tidak bisa tidur dengan tenang jika
keadaan disekitar saya kotor. 30 (75) 10 (25)
9
Saya dapat tidur dengan nyaman dengan suhu yang tidak stabil (terlalu panas atau terlalu dingin).
12 (30) 28 (70)
10 Pada saat tidur saya sering terbangun tengah
malam. 36 (90) 4 (10)
11 Setelah saya terbangun pada malam hari
saya masih bisa tertidur kembali. 29 (72,5) 11 (27,5)
12
Walaupun saya terbangun pada malam hari saya merasa segar pada saat bangun pada pagi harinya.
18 (45) 22 (55)
13 Saya tidak bisa tidur sebelum jam 12 malam. 2 (5) 38 (95)
14 Saya sering terbangun tengah malam untuk
buang air kecil. 33 (82,5) 7 (17,5)
15 Pada saat bangun pagi badan saya
pegal-pegal. 22 (55) 18 (45)
16 Saya sering mengalami mimpi buruk saat
tidur. 7 (17,5) 33 (82,5)
17 Badan saya terasa lemas jika waktu tidur
saya kurang. 29 (72,5) 11 (27,5)
18
Saya harus melakukan suatu kegiatan yang membuat saya rileks terlebih dahulu sebelum tidur.
22 (55) 18 (45)
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa sebagian besar responden
pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya sudah cukup yaitu sebanyak 28
responden (70%), diikuti dengan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang baik
dengan jumlah 10 responden (25%), dan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
yang kurang berjumlah 2 responden (5%). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Persentase Pemenuhan Kebutuhan Istirahat
Tidur pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak
Balita Wilayah Binjai dan Medan (n=40)
Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Responden
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa semua responden
menyatakan bahwa tidur adalah salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam
hidupnya yaitu 40 responden (100%). Tidur merupakan salah satu kebutuhan yang
sangat penting dalam kehidupan manusia. Tidur diperlukan agar tubuh berfungsi
dengan baik, sebab banyak sistem dalam tubuh yang harus diistirahatkan dan hal
itu hanya dapat dilakukan saat manusia itu tidur (Garliah, 2009). Kesempatan
untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktivitas,
maupun kebutuhan dasar lainnya. Setiap individu membutuhkan istirahat dan tidur
untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar responden yaitu 32
responden (80%) menyatakan bahwa waktunya untuk tidur sudah cukup. Waktu
istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan. Umumnya orang
akan merasa segar dan sehat setelah istirahat. Namun, sesuai dengan penelitian
Garliah (2009) meskipun tidur merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi
kebanyakan orang, ada orang yang merasa sulit tidur pada malam hari. Kurang
waktu yang pendek maupun jangka panjang. Hal ini juga berhubungan dengan
data demografi mengenai tingkat pendidikan seseorang. Pada penelitian ini
pendidikan responden berdasarkan tingkat pendidikan formal adalah mayoritas
responden memiliki tingkat pendidikan SD yaitu 22 responden (55%), dan tingkat
pendidikan paling sedikit adalah SMP 1 responden (2,5%). Tingkat pendidikan
yang berbeda mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti
terhadap kesehatan mereka, hal ini juga dapat mempengaruhi pengetahuan
individu tentang kebutuhan tidur yang baik untuk kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar responden menyatakan
tidak membutuhkan waktu lebih dari 10 jam dalam 1 hari untuk tidur yaitu 39
responden (97,5%). Kebutuhan tidur manusia bergantung pada tingkat
perkembangannya. Pada penelitian ini menyatakan bahwa mayoritas responden
berumur 60-74 tahun yaitu sebanyak 20 responden (50%). Hal ini sesuai dengan
angka harapan hidup lansia yang berada pada rentang 65-70 tahun (Efendi, 2009).
Pada usia 60 tahun ke atas atau masa dewasa tua, jumlah kebutuhan tidurnya
adalah 6 jam/hari. Sebuah penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan oleh
Fakultas Kedokteran Universitas California San Diego bekerjasama dengan
perkumpulan masyarakat Kanker Amerika (American Cancer Society)
menunjukkan adanya hubungan antara waktu tidur dengan tingkat kematian
dipublikasikan tahun 2002 dalam jurnal Archives General Psychiatry, mereka
menemukan bahwa seseorang yang tidur antara 6-7 jam sehari memiliki rata-rata
tingkat kematian yang rendah (Garliah, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 21 responden (52,5%) menyatakan