HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KEMAMPUAN PENDENGARAN TENAGA KERJA BAGIAN PENGOLAHAN PABRIK KELAPA SAWIT
ADOLINA PTPN IV KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh :
M. ANDRIANSYAH PUTRA SIREGAR NIM. 061000038
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KEMAMPUAN PENDENGARAN TENAGA KERJA BAGIAN PENGOLAHAN PABRIK KELAPA SAWIT
ADOLINA PTPN IV KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
M. ANDRIANSYAH PUTRA SIREGAR NIM. 061000038
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul:
HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KEMAMPUAN PENDENGARAN TENAGA KERJA BAGIAN PENGOLAHAN PABRIK KELAPA SAWIT
ADOLINA PTPN IV KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
M. ANDRIANSYAH PUTRA SIREGAR NIM. 061000038
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 21 Juli 2011 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
dr. Halinda Sari Lubis, M. KKK Eka Lestari Mahyuni, SKM, M. Kes NIP. 19650615 199601 2 001 NIP. 19791107 200501 2 003
Penguji II Penguji III
dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS Ir. Kalsum, M. Kes NIP. 19571117 198702 1 002 NIP. 19590813 199103 2 001
Medan, Juli 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat
ABSTRAK
Kebisingan di tempat kerja dapat menyebabkan terjadinya ketulian atau gangguan pendengaran, yang tidak dapat diobati dan mempengaruhi produktifitas kerja. Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan pendekatan cross-sectional, dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara kebisingan dengan kemampuan pendengaran pada tenaga kerja bagian pengolahan pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai. Populasi penelitian yaitu pekerja bagian pengolahan sebanyak 37 orang. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 18 orang. Dari hasil pengukuran intensitas kebisingan, dari 18 lokasi yang diukur diperoleh 12 lokasi memiliki intensitas kebisingan diatas Nilai Ambang Batas (85 dB). Untuk pemeriksaan kemampuan pendengaran menggunakan audiometri, untuk telinga kanan dari 18 orang diperoleh 5 orang mempunyai pendengaran normal, 12 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli berat, untuk telinga kiri dari 18 orang diperoleh 7 orang mempunyai pendengaran normal, 10 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli sedang. Hasil uji Korelasi Product Moment Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan kebisingan dengan kemampuan pendengaran pada tenaga kerja ditunjukkan dengan p = 0,044 untuk telinga kanan dan p = 0,041 untuk telinga kiri.
ABSTRACT
Noise in the workplace could lead to deafness or hearing loss, untreatable and reduced work productivity. This research was analytical by using cross-sectional approach, in order to know the relationship between noise with hearing ability of the workers at oil palm processing factory PTPN IV Adolina Serdang Bedagai. The populations were the workers at processing part amounted to 37 people. The sample were 18 people by using purposive sampling technique. From the measurement of noise intensity, of 18 locations found that there were 12 locations had noise intensity above the Threshold Limit Value (85 dB). For examination of hearing ability by using audiometric, for right ear from 18 people, there were 5 people had normal hearing, 12 people had mild deafness and 1 people had severe deafness, for left ear from 18 people, there were 7 people had normal hearing, 10 people had mild deafness and 1 people had medium deafness. The results of Pearson Product Moment Correlation test showed that there was relationship between noise with hearing ability of workers indicated with p = 0.044 for the right ear and p = 0.041 for the left ear.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : M. ANDRIANSYAH PUTRA SIREGAR
Tempat/Tanggal Lahir : P. Siantar / 28 Desember 1988
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Anak ke : 2 dari 2 Bersaudara
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat Rumah : Jln. T. Bongkar III No. 80 Medan.
Riwayat Pendidikan :
1. Tahun 1994-2000 : SDN Teladan Tebing Tinggi 2. Tahun 2000-2003 : SLTP Negeri 1 Tebing Tinggi 3. Tahun 2003-2006 : SMA Negeri 2 Tebing Tinggi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Hubungan Kebisingan Dengan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010”.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Ir. Gery Silaban, M.Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Ibu Eka Lestari Mahyuni, SKM, M. Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Ibu Ir. Kalsum, M. Kes selaku Penguji III yang telah memberikan masukan dan sarannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Penasihat Akademik.
8. Para Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
9. Kepada Ayahanda Alm. M. Siregar dan Ibunda Saudriana Saragih tercinta yang telah memberikan doa tanpa kenal waktu, semangat, nasihat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya.
10.Kakanda Deasy Harviana Putri Siregar yang selalu memberikan dukungan kepada penulis saat kuliah dan menyelesaikan skripsi ini.
11. Keluarga besar penulis yang telah memberikan bantuan, motivasi, dukungan dan semangat selama penulis kuliah.
12.Om Rizal Effendy dan Ibu Masro Nurmala Saragih yang telah banyak
membantu selama penulis kuliah.
13.Untuk Khandila Sari yang telah memberikan dukungan, perhatian dan
semangat kepada penulis selama kuliah dan menyusun skripsi ini.
14.Sahabat-sahabat seperjuangan Hengky, Afdol, Amru, Fitra, Ijal, Iqbal, Darli, Pendi, Desi, Yuni, Conel, Ipak, Nana, Tia dan Dila.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, Juni 2011 Penulis
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7
2.1. Kebisingan... 7
2.1.1. Bunyi dan Sifatnya ... 7
2.1.2. Definisi Kebisingan ... 8
2.1.3. Sumber Kebisingan... 9
2.1.4. Jenis Kebisingan ... 10
2.1.5. Intensitas Kebisingan... 11
2.1.6. Nilai Ambang Batas Kebisingan ... 12
2.1.7. Telinga Manusia ... 13
2.1.8. Gangguan kebisingan ... 17
2.1.8.1. Gangguan Pada Indera Pendengaran... 17
2.1.8.2. Gangguan Bukan Pada Indera Pendengaran ... 18
2.1.9. Pengukuran Kebisingan... 21
2.1.10. Pengendalian Kebisingan ... 22
2.2. Kemampuan Pendengaran... 22
2.2.1. Tingkat Kemampuan Pendengaran... 22
2.2.2. Ketulian ... 23
2.2.3. Diagnosis Tuli Akibat Bising ... 24
2.3. Kerangka Konsep ... 25
BAB III METODE PENELITIAN ... 26
3.1. Jenis dan Desain Penelitian ... 26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 26
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 26
3.7. Pengolahan dan Analisa Data... 29
3.7.1. Pengolahan Data ... 29
3.7.2. Analisa Data ... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN... 30
4.1. Gambaran Umum Perusahaan... 30
4.1.1. Sejarah Ringkas Perusahaan... 30
4.1.2. Jumlah Karyawan ... 31
4.1.3. Jam Kerja... 32
4.1.4. Sistem Pengupahan... 33
4.1.5. Proses Produksi... 34
4.2. Data Karakteristik Sampel ... 38
4.2.1. Umur Sampel ... 38
4.2.2. Masa Kerja Sampel... 38
4.2.3. Pemakaian Alat Pelindung Telinga ... 39
4.2.4. Stasiun Kerja Sampel... 39
4.3. Hasil Pengukuran ... 40
4.3.1. Intensitas Kebisingan... 40
4.3.2. Kemampuan Pendengaran ... 41
4.4. Tabulasi Silang antara Umur, Masa Kerja dan Pemakaian Alat Pelindung Telinga dengan Kemampuan Pendengaran ... 42
4.5. Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran ... 44
4.6. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran... 45
BAB V PEMBAHASAN ... 47
5.1. Umur Sampel ... 47
5.2. Masa Kerja Sampel ... 48
5.6. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan
Pendengaran ... 53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 56
6.1. Kesimpulan ... 56
6.2. Saran... 56
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Intensitas dan Jam Kerja Diperkenankan... 11
Tabel 2.2. Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran ... 22
Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kerja Unit Usaha Adolina Tahun 2010 ... 31
Tabel 4.2. Jam Kerja Bagian Kantor Unit Usaha Adolina Tahun 2010 ... 32
Tabel 4.3. Distribusi Sampel Menurut Umur Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Adolina Tahun 2010 ... 38
Tabel 4.4. Distribusi Sampel Menurut Masa Kerja Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Adolina Tahun 2010 ... 38
Tabel 4.5. Distribusi Sampel Menurut Pemakaian Alat Pelindung Telinga Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Adolina Tahun 2010 ... 39
Tabel 4.6. Jumlah Sampel Berdasarkan Stasiun Kerja PKS Adolina Tahun 2010 ... 39
Tabel 4.7. Intensitas Kebisingan Pada Stasiun Kerja Sampel Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Adolina Tahun 2010 ... 40
Tabel 4.8. Distribusi Sampel Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Adolina Tahun 2010 ... 41
Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Umur, Masa Kerja dan Pemakaian Alat Pelindung Telinga dengan Kemampuan Pendengaran ... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Master Data Hasil Penelitian
Lampiran 2. Output Pengolahan Data Lampiran 3. Flow Chart Proses Pengolahan
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dari PTPN IV
Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari PTPN IV Unit
Usaha Adolina
Lampiran 7. Surat Peminjaman Alat Sound Level Meter dan Audiometri
Lampiran 8. Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 Tentang Nilai Ambang Batas Kebisingan Di Tempat Kerja
ABSTRAK
Kebisingan di tempat kerja dapat menyebabkan terjadinya ketulian atau gangguan pendengaran, yang tidak dapat diobati dan mempengaruhi produktifitas kerja. Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan pendekatan cross-sectional, dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara kebisingan dengan kemampuan pendengaran pada tenaga kerja bagian pengolahan pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai. Populasi penelitian yaitu pekerja bagian pengolahan sebanyak 37 orang. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 18 orang. Dari hasil pengukuran intensitas kebisingan, dari 18 lokasi yang diukur diperoleh 12 lokasi memiliki intensitas kebisingan diatas Nilai Ambang Batas (85 dB). Untuk pemeriksaan kemampuan pendengaran menggunakan audiometri, untuk telinga kanan dari 18 orang diperoleh 5 orang mempunyai pendengaran normal, 12 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli berat, untuk telinga kiri dari 18 orang diperoleh 7 orang mempunyai pendengaran normal, 10 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli sedang. Hasil uji Korelasi Product Moment Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan kebisingan dengan kemampuan pendengaran pada tenaga kerja ditunjukkan dengan p = 0,044 untuk telinga kanan dan p = 0,041 untuk telinga kiri.
ABSTRACT
Noise in the workplace could lead to deafness or hearing loss, untreatable and reduced work productivity. This research was analytical by using cross-sectional approach, in order to know the relationship between noise with hearing ability of the workers at oil palm processing factory PTPN IV Adolina Serdang Bedagai. The populations were the workers at processing part amounted to 37 people. The sample were 18 people by using purposive sampling technique. From the measurement of noise intensity, of 18 locations found that there were 12 locations had noise intensity above the Threshold Limit Value (85 dB). For examination of hearing ability by using audiometric, for right ear from 18 people, there were 5 people had normal hearing, 12 people had mild deafness and 1 people had severe deafness, for left ear from 18 people, there were 7 people had normal hearing, 10 people had mild deafness and 1 people had medium deafness. The results of Pearson Product Moment Correlation test showed that there was relationship between noise with hearing ability of workers indicated with p = 0.044 for the right ear and p = 0.041 for the left ear.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil
guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui Undang Undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Undang-undang keselamatan kerja lebih
bersifat pencegahan (preventif), maka sangat diperlukan usaha-usaha pengendalian lingkungan kerja, supaya semua faktor-faktor lingkungan kerja yang mungkin
membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja dapat dihilangkan (Anggraeni, 2006).
Salah satu faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat
kerja adalah kebisingan. Kebisingan di tempat kerja dapat mengurangi kenyamanan, dan ketenangan kerja, mengganggu indera pendengaran, mengakibatkan penurunan
daya dengar dan bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan ketulian menetap kepada tenaga kerja yang terpapar kebisingan itu. Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL) adalah tuli akibat terpapar oleh bising
yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli
Gangguan pendengaran akibat bising terjadi secara perlahan, dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari oleh penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang pendengaran, biasanya sudah
dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan (irreversible). Kondisi seperti ini akan mempengaruhi produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan menyebabkan
menurunnya derajat kesehatan tenaga kerja. Cara yang paling memungkinkan adalah mencegah terjadinya ketulian total (Ballantyne, 1990; Beaglehole, 1993).
Dalam Kepmenaker No. 51/MEN/1999, disebutkan Nilai Ambang Batas
untuk kebisingan adalah 85 dB untuk waktu 8 jam perhari. Namun pada kenyataannya beberapa jenis industri dalam proses industrinya mengeluarkan suara
atau kebisingan di atas Nilai Ambang Batas yang ditentukan.
Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan. WHO (1995) memperkirakan hampir 14% total tenaga kerja negara industri terpapar bising
melebihi 90 dB di tempat kerjanya. Diperkirakan sebanyak 20 juta orang Amerika terpapar bising lebih dari 85 dB.
Kamal, A (1991) yang dikutip oleh Rambe (2003) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di sekitar kota Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,3% pandai besi tersebut menderita sangkaan NIHL. Harnita, N (1995) dalam suatu
penelitian terhadap karyawan pabrik gula mendapati sebanyak 32,2 % menderita sangkaan NIHL.
penurunan daya dengar yang diakibatkan kebisingan. Husdiani (2008) pada penelitiannya di PT. X Medan diperoleh 40 % pekerja mengalami NIHL.
Daulay (2006) melakukan penelitian pada tenaga kerja bagian pengolahan
kelapa sawit. Ia memperoleh hasil dari 20 orang tenaga kerja ditemukan 11 orang tenaga kerja yang mengalami penurunan kemampuan pendengaran ringan pada
telinga kanan dan 10 orang pada telinga kiri, sedangkan yang mengalami penurunan kemampuan pendengaran sedang ada 3 orang untuk telinga kanan dan 4 orang untuk telinga kiri.
Bagi tenaga kerja, ketulian atau kehilangan daya dengar yang disebabkan oleh bising mesin merupakan gangguan kesehatan yang tidak dapat diobati. Dengan
terjadinya ketulian berarti tenaga kerja kehilangan alat komunikasi yang dapat menyebabkan salah dalam menerima instruksi, di satu pihak dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan pelaksanaan kerja, dan dapat membahayakan keselamatannya.
Kondisi demikian berarti kerugian bagi perusahaan atau tenaga kerja tidak produktif (Widjaya Meily, 1996).
Pada penelitian ini penulis meneliti tentang hubungan kebisingan terhadap kemampuan pendengaran pada tenaga kerja bagian pengolahan Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai. Proses kerjanya meliputi proses
penimbangan, loading ram, perebusan, penebahan, pengepresan, klarifikasi, kernel, dan demint plant. Pada proses kerja ini digunakan mesin-mesin seperti blower,
Dari survei awal yang dilakukan oleh peneliti, kondisi lingkungan kerja mempunyai intensitas kebisingan yang cukup tinggi. Jenis kebisingannya termasuk kebisingan kontinu atau kebisingan tetap. Terdapat 2 shift kerja, yaitu shift I dan shift
II, dengan rotasi setiap seminggu sekali. Lama bekerja selama 9 jam juga mempengaruhi pendengaran pekerja karena terpapar bising lebih dari 8 jam. Hal ini
diperburuk dengan tidak digunakannya alat pelindung telinga oleh pekerja ketika bekerja. Kebanyakan pekerja juga bersuara keras ketika berbicara dengan pekerja lainnya ketika berada di dalam pabrik.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja Pabrik
Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2010”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah : “Adakah hubungan kebisingan dengan kemampuan pendengaran pada tenaga kerja bagian pengolahan di pabrik kelapa sawit Adolina
PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2010”.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan kemampuan pendengaran pada tenaga kerja bagian pengolahan di pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui intensitas kebisingan di bagian pengolahan pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2010.
2. Untuk mengetahui kemampuan pendengaran pada tenaga kerja bagian pengolahan pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang
Bedagai tahun 2010.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan terutama mengenai risiko kebisingan
terhadap pendengaran pekerja, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan risiko kebisingan.
2. Masukan bagi pekerja untuk mengetahui risiko akibat dari kebisingan terhadap pendengaran, sehingga pekerja lebih menyadari pentingnya menggunakan alat pelindung diri.
3. Bagi peneliti bermanfaat sebagai sarana memperdalam ilmu pengetahuan. 4. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebisingan
2.1.1. Bunyi dan Sifatnya
Suma’mur (1996) menyatakan bahwa bunyi adalah rangsangan-rangsangan
pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki maka dinyatakan sebagai kebisingan. Menurut Bruel dan Kjaer (1984) bunyi didefinisikan sebagai setiap perubahan tekanan (dalam udara, air, atau media lainnya)
yang bisa ditangkap oleh telinga manusia.
Adapun sifat bunyi ditentukan terutama oleh frekuensi dan intensitasnya.
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut Hertz (Hz) yaitu jumlah dari gelombang bunyi yang sampai di telinga setiap detiknya. Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut
desibel (dB) (Suma’mur, 1996).
Frekuensi bunyi yang penting adalah 250 Hz, 500 Hz, 1.000 Hz, 2.000 Hz,
4.000 Hz, 8.000 Hz, dengan perincian sebagai berikut:
1. Frekuensi antara 20 Hz sampai 20.000 Hz adalah frekuensi yang dapat ditangkap oleh indera pendengaran manusia.
2. Frekuensi 250 Hz sampai 300 Hz, frekuensi ini sangat penting karena frekuensi ini manusia dapat melaksanakan komunikasi atau percakapan dengan baik.
2.1.2. Definisi Kebisingan
Bising pada umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki (WHO, 1986). Suara dikatakan bising bila suara-suara tersebut menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan seperti gangguan percakapan, gangguan tidur dan lain-lain (Suma’mur, 1996).
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian (Buchari, 2007).
Pramudianto (1990) dalam tulisannya yang berjudul Hearing Conservation Program mengatakan bahwa kebisingan ialah suara yang tidak dikehendaki. Predikat
tidak dikehendaki ini sebenarnya sangat subyektif. Suara yang dikehendaki seseorang mungkin tidak disenangi atau dikehendaki oleh orang lain.
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmenaker No 51. tahun 1999).
Dalam bahasa K3, National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) telah mendefinisikan status suara/kondisi kerja dimana suara berubah menjadi polutan secara lebih jelas, yaitu:
a. Suara-suara dengan tingkat kebisingan lebih besar dari 104 dB.
b. Kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat
2.1.3. Sumber Kebisingan
Sumber kebisingan di berbagai perindustrian dan tempat kerja dapat berasal dari mesin-mesin produksi, mesin kompresor, genset atau mesin diesel. Selain itu
dapat juga berasal dari percakapan para pekerja di lingkungan industri tersebut. Reaksi orang terhadap kebisingan tergantung beberapa faktor, salah satunya adalah
interaksi kebisingan dengan sumber bising (Sasongko dkk, 2000).
Di tempat kerja, disadari maupun tidak, cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan
menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya: a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi “ribut” yang sudah cukup tua.
b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.
c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya, misalnya
mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah.
d. Melakukan modifikasi / perubahan / penggantian secara parsial pada
komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan.
e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat
(terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection).
2.1.4. Jenis Kebisingan
Menurut Suma’mur (1996), jenis-jenis bising yang sering ditemukan adalah: a. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state,
wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar.
b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow
band noise), misalnya gergaji sirkulasi, katup gas.
c. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara kapal terbang dilapangan udara.
d. Kebisingan implusif (impact or impulsive noise), misalnya pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, ledakan.
e. Kebisingan implusif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan.
Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu kebisingan tetap (steady noise) dan kebisingan tidak tetap (non-steady
noise).
Kebisingan tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (dicrete frequency noise).
Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya.
b. Broad band noise
Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama
Sementara itu, kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi: a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)
Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
b. Intermittent noise
Sesuai dengan terjemahannya, intermittent noise adalah kebisingan yang
terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.
c. Impulsive noise
Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan
senjata api dan alat-alat sejenisnya (Tambunan, 2005).
2.1.5. Intensitas Kebisingan
Intensitas kebisingan dinyatakan dalam dBA atau dB(A). Desibel dB(A)
adalah satuan yang dipakai untuk menyatakan besarnya pressure yang terjadi oleh karena adanya benda yang bergetar. Makin besar desibel umumnya semakin besar
suaranya. Sedangkan frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran / detik (Hertz / Hz) dan telinga manusia mampu mendengar frekuensi antara 16-20.000 Hz.
Alat utama yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah ”Sound
Level Meter”. Alat ini mengukur kebisingan diantara 30-130 dB(A) dan dari frekuensi antara 20-20.000 Hz (Niken Diana Hapsari, 2003).
kawasan / di daerah orang banyak bermukim atau melakukan aktifitasnya. Titik pengukuran diusahakan ditempat yang berbeda (Sasongko, dkk. 2000).
2.1.6. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai ambang batas yang kemudian disingkat NAB, adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan dalam pekerjaannya sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Agus Priana, 2003).
NAB kebisingan menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51/MEN/1999
adalah 85 dB (A).
Menurut Suma’mur (1996) intensitas kebisingan dan jam kerja yang
diperkenankan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Intensitas dan Jam Kerja Diperkenankan
Intensitas (dB) Waktu Kerja (jam)
85
Sumber: Suma’mur (1996) 2.1.7. Telinga Manusia
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks. Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Gambar 1. Anatomi telinga
Menurut anatominya telinga manusia terdiri dari 3 bagian utama, yaitu:
a. Telinga bagian luar
Bagian luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar terdiri dari
daun telinga, lubang telinga, dan saluran telinga luar. Telinga luar meliputi daun telinga atau pinna, liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang telinga atau membran timpani. Bagian daun telinga berfungsi untuk membantu mengarahkan
suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan bagian
Di dalam saluran terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin yang disebut serumen atau kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit serumen yang memiliki rambut. Pada ujung saluran terdapat gendang telinga
yang meneruskan suara ke telinga dalam. b. Telinga Bagian Tengah
Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang. Di dalamnya terdapat saluran Eustachio yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Rongga telinga tengah berhubungan dengan telinga luar
melalui membran timpani. Hubungan telinga tengah dengan bagian telinga dalam melalui jendela oval dan jendela bundar yang keduanya dilapisi dengan membran
yang transparan.
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut
adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak
sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas.
Fungsi rangkaian tulang dengar adalah untuk mengirimkan getaran suara dari gendang telinga (membran timpani) menyeberangi rongga telinga tengah ke jendela
Gambar 2. Struktur Telinga Tengah
c. Telinga bagian dalam
Bagian ini mempunyai susunan yang rumit, terdiri dari labirin tulang dan
labirin membran. Ada 5 bagian utama dari labirin membran, yaitu sebagai berikut. 1. Tiga saluran setengah lingkaran
2. Ampula
3. Utrikulus 4. Sakulus
5. Koklea atau rumah siput
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui saluran sempit. Tiga saluran setengah lingkaran, ampula, utrikulus dan sakulus merupakan organ keseimbangan,
dan keempatnya terdapat di dalam rongga vestibulum dari labirin tulang.
Koklea mengandung organ Korti untuk pendengaran. Koklea terdiri dari tiga
dan saluran (kanal) yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh membran. Di antara saluran vestibulum dengan saluran tengah terdapat membran Reissner, sedangkan di antara saluran tengah dengan saluran timpani terdapat membran basiler. Dalam
saluran tengah terdapat suatu tonjolan yang dikenal sebagai membran tektorial yang paralel dengan membran basiler dan ada di sepanjang koklea. Sel sensori untuk
mendengar tersebar di permukaan membran basiler dan ujungnya berhadapan dengan membran tektorial. Dasar dari sel pendengar terletak pada membran basiler dan berhubungan dengan serabut saraf yang bergabung membentuk saraf pendengar.
Bagian yang peka terhadap rangsang bunyi ini disebut organ Korti.
Cara kerja indra pendengaran
Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke jendela oval. Getaran Struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan limfa yang ada di
dalam saluran vestibulum. Getaran cairan tadi akan menggerakkan membran Reissmer dan menggetarkan cairan limfa dalam saluran tengah. Perpindahan getaran
cairan limfa di dalam saluran tengah menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan cairan dalam saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan melebarnya membran pada jendela bundar. Getaran dengan frekuensi
tertentu akan menggetarkan selaput-selaput basiler, yang akan menggerakkan sel-sel rambut ke atas dan ke bawah. Ketika rambut-rambut sel menyentuh membran
impuls yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf pendengaran (Boies, 1997).
2.1.8. Gangguan Kebisingan
Di tempat kerja tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan
kesehatan yang ditimbulkan akibat bising pada tenaga kerja bermacam-macam. Mulai dari gangguan fisiologi sampai pada gangguan permanen seperti kehilangan pendengaran.
Menurut A. Siswanto (1990) efek atau gangguan kebisingan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
2.1.8.1. Gangguan pada indera pendengaran (Audiotori effect ) a. Trauma Akustik
Merupakan gangguan pendengaran yang disebabakan pemaparan tunggal
(Single exprosure) terhadap intensitas yang tinggi dan terjadi secara tiba-tiba, sebagai contoh gangguan pendengaran atau ketulian yang disebabkan suara ledakan bom. Hal
ini dapat menyebabkan robeknya membran tympani dan kerusakan tulang-tulang pendengaran.
b. Temporary Threshold Shift (TTS)
Adalah efek jangka pendek dari pemaparan bising, berupa kenaikan ambang sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan terhadap bising akan
c. Permanent Threshold shift (PTS)
Adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversibel, sehingga tidak mungkin terjadi pemulihan. Ini dapat disebabkan oleh efek kumulatif
pemaparan terhadap bising yang berulang selama bertahun-tahun.
2.1.8.2. Gangguan bukan pada indera pendengaran (Non Audiotori Effect)
Gangguan bukan pada indera non pendengaran dapat disebut juga keluhan yang dirasakan oleh seseorang ( keluhan subyektif). Mengenai keluhan tersebut ada beberapa ahli yang memukakan pendapatnya. Ahli-ahli itu adalah Suma’mur (1982)
mengemukakan gangguan percakapan, gangguan pelaksanaan tugas dan gangguan perasaan ; Sasongko dkk (2000) mengemukakan gangguan percakapan dan gangguan
tidur ; A. Siswanto (1990) mengemukakan gangguan tidur, gangguan pelaksanaan tugas, dan gangguan perasaan.
a. Gangguan Percakapan
Kebisingan bisa mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung (tatap muka / via telepon). Tingkat kenyaringan
suara yang dapat menggangu percakapan perlu diperhatikan secara seksama karena suara yang mengganggu percakapan sangat bergantung kepada konteks suasana. Kebisingan mengganggu tenaga kerja bila mengadakan percakapan dengan orang
lain. Jika ingin percakapan tidak tergangggu, maka kebisingan harus dijaga dibawah 60 dB(A). Untuk kebisingan berspektrum luas intensitas kebisingan tidak boleh
apabila intensitas ucapan paling sedikit 10 dB(A) lebih tinggi dari latar belakang suara (Suma’mur, 1982).
Kebisingan dapat mengganggu pembicaraan sebagai alat komunikasi,
sehingga kita tidak dapat menangkap dan mengerti apa yang dibicarakan oleh orang lain. Agar pembicaraan dapat dimengerti dalam lingkungan yang bising, maka
pembicara harus diperkeras dan harus dalam kata serta bahasa yang dimengerti oleh penerima (Suma’mur, 1996).
b. Gangguan Tidur
Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari keadaan terjaga sampai tidur lelap. Kebisingan bisa menyebabkan gangguan dalam
bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain motifasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan, fluktuasi kebisingan dan umur manusia. Standar kebisingan yang berhubungan dengan
gangguan tidur sulit ditetapkan karena selain tergantung faktor-faktor tersebut diatas, gangguan kebisingan terhadap tidur juga berhubungan dengan karakteristik individual
(Sasongko dkk, 2000).
Menurut A Siswanto (1990) gangguan tidur akibat kebisingan adalah sebagai berikut :
1) Terpapar 40 dB(A) kemungkinan terbangun 5%. 2) Terpapar 70 dB(A) kemungkinan terbangun 30%.
c. Gangguan Pelaksanaan Tugas
Kebisingan menganggu pelaksanaan tugas. Ditempat bising berfikir sukar dilakukan. Konsentrasi biasanya buyar di tempat bising, demikian pula hitung
menghitung, mengetik dan lain sebagainya terganggu oleh kebisingan. Kebisingan menganggu perhatian sehingga konsentrasi dan kesigapan mental menurun.
(Suma’mur, 1982).
Gangguan kebisingan terhadap pelaksanaan pekerjaan terutama dalam hubungan sebagai berikut:
1) Kebisingan tak terduga datangnya atau yang sifatnya datang hilang lebih menganggu dari pada bunyi yang menetap.
2) Nada-nada tinggi lebih mendatangkan gangguan dari pada frekuensi rendah. 3) Pekerjaan yang paling terganggu adalah kegiatan yang memerlukan konsentrasi
pikiran secara terus menerus.
4) Kegiatan-kegiatan yang bersifat belajar lebih dipengaruhi dari pada kegiatan rutin.
Kebisingan mengganggu perhatian yang terus menerus dicurahkan. Maka dari itu, tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil dapat melakukan kesalahan-kesalahan. Akibat kebisingan juga
dapat meningkatkan kelelahan (A. Siswanto, 1990).
d. Gangguan Perasaan
1) Perasaan gangguan semakin besar pada tingkat kebisingan yang tinggi dan pada nada-nada yang lebih tinggi pula.
2) Rasa terganggu lebih besar disebabkan oleh kebisingan yang tidak menetap.
3) Pengalaman masa lampau menentukan kebisingan yang menjadi sebab perasaan terganggu.
4) Sikap perseorangan terhadap kebisingan menentukan adanya gangguan atau tidak.
5) Kegiatan orang yang bersangkutan dan terjadinya kebisingan adalah faktor-faktor
penting.
2.1.9. Pengukuran Kebisingan
Maksud pengukuran kebisingan adalah :
a. Memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja, dan
b. Mengurangi tingkat kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan
(Suma’mur, 1996).
Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kebisingan antara lain:
a. Sound Level Meter, untuk mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan frekuensi dari 20-20.000 Hz.
b. Noise Dosimeter, alat ini mengambil suara dalam mikropon dan memindahkan
energinya ke impuls listrik. Hasil pengukurannya merupakan energi total, dicatat sebagai aliran listrik yang hampir sama dengan kebisingan yang ditangkap
2.1.10. Pengendalian Kebisingan
Menurut Suma’mur (1996), kebisingan dapat dikendalikan dengan:
a. Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan misalnya dengan
menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi umumnya hal itu dilakukan dengan penelitian dan perencanaan mesin baru.
b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi. Isolasi tenaga kerja atau mesin adalah usaha segera dan baik bagi usaha mengurangi kebisingan. Untuk ini perencanaan harus sempurna dan bahan-bahan yang dipakai harus mampu
menyerap suara.
c. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga. Tutup telinga biasanya lebih efektif
daripada penyumbat telinga. Alat-alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20-25 dB.
Sedangkan menurut Buchari (2007), pengendalian kebisingan dapat dilakukan
dengan melakukan :
a. Pengendalian secara teknis yaitu dengan cara pemilihan proses kerja yang lebih
sedikit menimbulkan bising, melakukan perawatan mesin, memasang penyerap bunyi dan mengisolasi dengan melakukan peredaman.
b. Pengendalian secara administratif yaitu dengan cara melakukan shift kerja,
mengurangi waktu kerja dan melakukan training.
c. Penggunaan alat pelindung pendengaran dan pengendalian secara medis dengan
2.2. Kemampuan Pendengaran 2.2.1. Tingkat Kemampuan Pendengaran
Tingkat kemampuan pendengaran dibagi dalam beberapa tingkatan seperti
pada tabel berikut:
Tabel 2.2. Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran
Rentang batas kekuatan suara yang dapat didengar
Klasifikasi tingkat keparahan gangguan sistem pendengaran
Sumber: Tambunan (2005) 2.2.2. Ketulian
Menurut D. Thane R. Cody, Eugene B. Kern, Bruce W. Pearson (1991),
ketulian adalah suatu gangguan yang terjadi pada telinga, yang dapat dilihat dengan mengevaluasi keluhan-keluhan telinga pasien. Gejala-gejala yang disebutkan pasien
tersebut dapat diidentifikasikan untuk menentukan bagian telinga mana yang terkena, apakah itu telinga bagian tengah atau bagian dalam, misalnya pasien mengeluhkan adanya perasaan berdengung, tidak dapat mendengar pembicaraan orang lain apabila
tidak diucapkan dengan nada keras, maka ini menyerang telinga bagian tengah, yang kebanyakan disebabkan terkena intensitas kebisingan yang tinggi.
Manusia yang mengalami gangguan pendengaran (hearing loss) umumnya
mengalami kesulitan (ringan sampai berat) untuk membedakan kata-kata yang memiliki kemiripan atau mengandung konsonan-konsonan pada rentang frekuensi
Tuli akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan pendengaran yang disebabkan terpajan oleh bising dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja (Soepardi dkk, 2007).
Tingkatan tuli akibat bising mempunyai tahap-tahap sebagai berikut:
a. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi
dengan intensitas 70 dB atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising.
b. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya
peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam, jarang terjadi
pemulihan dalam satuan hari.
c. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan intensitas
sangat tinggi berlangsung singkat atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel
rambut, stria vaskularis dll (Soepardi dkk, 2007).
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar
bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat ototoksik) seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, kina, asetosal dan lain-lain (Soepardi dkk,
2.2.3. Diagnosis Tuli Akibat Bising
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik, dan otoskopik serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti
audiometri. Anamnesis pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lima tahun atau lebih. Pada
pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3.000 – 6.000 Hz dan pada frekuensi 4.000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis
ketulian ini (Soepardi dkk, 2007).
2.3. Kerangka Konsep
Variabel X Variabel Y
Kemampuan Pendengaran
Normal
Tuli ringan
Tuli sedang
Tuli berat Intensitas Kebisingan
≤85dB
>85dB
Variabel bebas ialah intensitas kebisingan yang terdapat pada bagian
pengolahan pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai.
Variabel terikat ialah kemampuan pendengaran tenaga kerja yang bekerja
pada bagian pengolahan pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV Kabupaten
2.4. Hipotesis Penelitian
Ho : Tidak ada hubungan kebisingan dengan kemampuan pendengaran tenaga kerja pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV tahun 2010.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebisingan dengan kemampuan pendengaran tenaga kerja yang bekerja di
bagian pengolahan pabrik kelapa sawit Adolina Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2010. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan pendekatan suatu saat.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di pabrik kelapa sawit Adolina tepatnya pada bagian pengolahan Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai.
Adapun alasan dilakukan penelitian di lokasi tersebut yaitu:
1.Adanya intensitas kebisingan yang tinggi di bagian pengolahan tersebut. 2.Belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan kebisingan tehadap
kemampuan pendengaran tenaga kerja di pabrik tersebut.
3.Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak perusahaan untuk melakukan penelitian di pabrik tersebut.
3.2.2. Waktu Penelitian
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah seluruh tenaga kerja yang bekerja di bagian pengolahan shift I
Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 37 orang.
3.3.2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, dimana tenaga kerja harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Umur tenaga kerja tidak lebih dari 45 tahun. 2. Masa kerja diatas 5 tahun.
3. Tidak menderita penyakit telinga sebelumnya.
4. Tidak sedang menggunakan obat-obatan yang bersifat toksik terhadap telinga seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, kina dan asetosal.
5. Tidak tinggal di lingkungan yang bising.
Dengan demikian tenaga kerja yang menjadi sampel sebanyak 18 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara pengukuran intensitas kebisingan
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai meliputi sejarah ringkas berdirinya perusahaan, struktur
organisasi perusahaan dan gambaran umum perusahaan.
3.5. Definisi Operasional
a. Intensitas kebisingan adalah derajat kebisingan dari suara-suara yang bersumber dari alat proses produksi atau alat-alat kerja Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai dengan Nilai Ambang Batas 85 dB menurut
Kepmenaker No. 51 tahun 1999.
b. Kemampuan pendengaran adalah kemampuan tenaga kerja untuk mendengarkan
bunyi pada frekuensi tertentu pada pemeriksaan audiometri. Kriteria dari kemampuan pendengaran tenaga kerja yaitu:
-20-25 dB disebut pendengaran normal.
26-40 dB disebut tuli ringan.
41-55 dB disebut tuli sedang.
>55 dB disebut tuli berat.
3.6. Aspek Pengukuran
a. Intensitas kebisingan pada bagian pengolahan diukur dengan menggunakan Sound Level Meter (SLM). Pengukuran dilakukan di setiap stasiun kerja tempat responden bekerja saat mesin beroperasi.
Cara kerja:
1. Tone selectone diatur pada posisi “air”. 2. Tempatkan dial frekuensi pada posisi 100 Hz.
3. Pasang ear phone pada telinga pekerja yang diperiksa.
4. Pengukuran intensitas diputar mulai dari orang tersebut mendengar suara
dengung yang cukup keras sampai dengan frekuensi tersebut tidak terdengar lagi.
5. Pemeriksaan ini dilakukan pada kedua telinga.
3.7. Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1. Pengolahan Data
Data diolah menggunakan program komputer dan disajikan dalam bentuk tabel.
3.7.2. Analisa Data
Untuk melihat hubungan kebisingan dengan kemampuan pendengaran tenaga kerja bagian pengolahan Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang
Bedagai dilakukan Uji Korelasi Product Moment Pearson dengan taraf signifikansi α = 0,05.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Ringkas Perusahaan
Pabrik Kelapa Sawit Unit Usaha Adolina didirikan oleh pemerintah Belanda
sejak tahun 1926 dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO)” yang bergerak dalam budidaya tembakau. Pada tahun 1938 budidaya tembakau dirubah menjadi kelapa sawit dan karet dengan nama “NV Serdang Cultuur
Maatschappy (SCM)”. Sejak tahun 1973, budidaya karet diganti menjadi kakao, sedangkan kelapa sawit tetap dipertahankan. Pada tahun 1942, PKS Adolina diambil
alih oleh pemerintah Jepang dan diambil kembali oleh pemerintah Belanda pada tahun 1946 dengan nama tetap “NV SCM”. Pada tahun 1958, perusahaan diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara
(PPN). Nama PPN diganti menjadi PPN baru SUMUT V tahun 1960. Pada tahun 1963 PPN Baru SUMUT V dipisah menjadi dua yaitu:
1. PPN Karet III Adolina Hulu, Kantor Kesatuan di Pabatu.
2. PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, Kantor Kesatuan di Pabatu. Pada tahun 1968, PPN Antan II diganti menjadi PNP VI, dengan
penggabungan kembali PPN Karet III Kebun Adolina Hulu dengan PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, lalu pada tahun 1978 PNP VI diubah menjadi
VIII diberi nama Perkebunan Nusantara IV (Persero). Unit usaha Adolina merupakan salah satu Unit Usaha dari PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Luas areal Unit Usaha Adolina seluas 8.965,69 Ha, dibagi menjadi 3 bagian yaitu kelapa sawit 8.344 Ha, kakao 150 Ha, dan lain-lain 471,69 Ha (emplasmen,
pondok, bibitan, pabrik, dll). Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Nomor: 04.12/Kpts/71/XII/2009 tentang rasionalisasi areal, Unit Usaha Adolina dari 14 afdeling dibagi menjadi 9 afdeling, yaitu 9 afdeling yang hanya terdiri dari tanaman
kelapa sawit.
Produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit diolah di Pabrik Kelapa Sawit
(PKS) yang dimiliki oleh Unit Usaha Adolina sendiri. PKS ini didirikan pada tahun 1956 dan direnovasi pada tahun 2000. PKS Adolina memiliki kapasitas produksi yaitu 30 ton/jam. PKS Adolina memproduksi CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit
(kernel). Realisasi produksi pada tahun 2009 untuk kelapa sawit (TBS) sebanyak 126.436, 320 ton, dengan capaian rendemen minyak sawit 24,01% dan inti sawit
4,91%.
4.1.2. Jumlah Karyawan
Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kerja Unit Usaha Adolina Tahun 2010
No. Jenis Karyawan Pria Wanita Jumlah
1. Karyawan Pimpinan 19 0 19
2. Karyawan Pelaksana 1.129 422 1.551
3. Honor 9 2 11
Jumlah 1.157 424 1.562
4.1.3. Jam Kerja
Jam kerja yang berlaku di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Bagian Kantor
Untuk bagian ini hanya ada 1 shift kerja dengan 7 jam per hari dan 40 jam per
minggu adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Jam Kerja Karyawan Bagian Kantor Unit Usaha Adolina Tahun 2010
No. Hari Kerja Jam Kerja Keterangan
Sumber : Unit Usaha Adolina Tahun 2010
b. Bagian Pengolahan
Untuk bagian pengolahan pekerja dibagi atas 2 shift, yaitu:
1. Shift I : (Pukul 06.30-16.30)
2. Shift II : (Pukul 16.30-bahan baku habis)
Waktu istirahat untuk karyawan bagian pengolahan diberikan selama 1 jam
tetapi tidak ditentukan jadwal yang tetap. Waktu istirahat tersebut tergantung pada pengaturan waktu tenaga kerja di stasiun kerja masing-masing dengan ketentuan di
4.1.4. Sistem Pengupahan
Pembagian upah/gaji karyawan PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina dilakukan 2 kali setiap bulannya yaitu Remisi II yang disebut sebagai gajian
besar, dan Remisi I yang biasa disebut dengan gajian kecil. Jumlah upah/gaji yang diberikan kepada karyawan disesuaikan dengan golongan (IA s/d IVD). Selain gaji
bulanan, karyawan juga mendapat upah lembur dihitung diluar jam kerja ditambah dengan setiap karyawan mendapat 15 kg beras setiap kali gajian.
Untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan, perusahaan juga menyediakan
fasilitas seperti:
1. Perumahan untuk setiap karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana yang berada
di lokasi perkebunan sekitar pabrik.
2. Air dan listrik untuk keperluan rumah tangga.
3. Tunjangan keselamatan kerja, duka cita dan tunjangan hariannya.
4. Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan bagi karyawan. 5. Tempat penitipan bayi.
6. Sarana pendidikan/sekolah gratis bagi anak karyawan. 7. Tempat ibadah di sekitar perumahan karyawan. 8. Sarana olahraga.
4.1.5. Proses Produksi
Pabrik Kelapa Sawit Adolina menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) atau minyak kelapa sawit sebagai hasil utama dan inti sawit sebagai hasil sampingan.
Untuk menghasilkan CPO dan inti sawit terdapat enam stasiun kerja yang terkait yaitu Stasiun Penerimaan Buah, Stasiun Perebusan, Stasiun Penebah, Stasiun Kempa,
Stasiun Klarifikasi, Stasiun Pabrik Biji, dan terdapat stasiun penunjang yang menunjang seluruh kegiatan produksi seperti stasiun pembangkit tenaga dan stasiun
water treatment.
A. Stasiun Penerimaan Buah 1. Stasiun Timbangan
Proses pengolahan dimulai dari jembatan penimbangan, dimana sebelum diletakkan di loading ramp TBS terlebih dahulu ditimbang untuk menentukan berat netto TBS. Fungsi dari stasiun ini adalah sebagai tempat penimbangan TBS yang
dibawa ke pabrik dan hasil produksi serta sebagai proses kontrol untuk mengetahui rendemen dan kapasitas pabrik.
2. Loading Ramp
Fungsi dari stasiun ini adalah sebagai tempat penampungan TBS untuk beberapa saat sambil menunggu proses awal dari pengolahan dan tempat proses
B. Stasiun Perebusan
Tandan buah dan berondolan yang telah disortasi di stasiun loading ramp akan diangkut oleh lori dan direbus di dalam sterilizer. Sterilizer adalah bejana uap
yang digunakan untuk merebus TBS. Sterilizer yang ada pada PKS Adolina sebanyak 3 unit dengan kapasitas masing-masing sebesar 10 lori (25 ton). Tujuan dilakukannya
proses perebusan adalah sebagai berikut :
Mensterilkan tandan dan menonaktifkan enzim lipase untuk mencegah
larutnya asam lemak bebas.
Memudahkan berondolan lepas dari tandan sebelum pemisahan mekanik.
Mempersiapkan kemudahan pelepasan inti dari cangkang dengan mengurangi
daya rekat keduanya, serta mengeringkan inti sawit.
Mengurangi kadar air pada buah.
Proses perebusan atau sterilization dilakukan dengan sistem perebusan tiga puncak. Puncak pertama dan kedua berlangsung selama 15 menit dan puncak ketiga selama 60 menit.
C. Stasiun Penebahan
Stasiun penebah adalah tahapan pemipilan berondolan sawit dari tandannya. Prinsip penebahan adalah memutar dan membanting-banting bahan dalam mesin penebah. Lori yang berisi tandan buah dan berondolan sawit masak diangkat menggunakan hoisting crane oleh seorang operator hyskrane kemudian dituangkan ke
D. Stasiun Pengempaan
Stasiun pengempaan merupakan stasiun utama dalam proses pemisahan minyak dari sabut dan inti buah kelapa sawit. Pada stasiun ini, terdapat dua proses
penting yaitu digestion dan pressing.
Digestion merupakan proses pelumatan dan pelepasan daging buah dari biji
kelapa sawit. Alat yang digunakan adalah digester. Pada digester terdapat 6 pasang pisau yang terdiri dari 1 pasang pisau pelempar dan 5 pasang pisau pengaduk.
Setelah proses digestion, tahap selanjutnya adalah pressing. Tahap ini
merupakan pemisahan minyak dari daging buah yang telah dilumatkan pada proses digestion. Pada proses ini, bubur yang terdiri atas minyak, serat dan biji akan
dikempa secara padat ke segala arah sehingga minyak akan terlepas dari ampas. Dari proses ini diperoleh minyak kasar, serat dan biji.
E. Stasiun Klarifikasi
Stasiun ini berperan dalam pemurnian minyak kasar yang diperoleh dari hasil stasiun sebelumnya. Masukan dari stasiun ini adalah minyak kasar yang berasal dari
stasiun pengempaan. Partikel-partikel halus dalam minyak kasar disaring menggunakan vibrating screen dengan dua tingkat saringan. Minyak yang sudah disaring kemudian diendapkan untuk memisahkan minyak dengan lumpur. Minyak
murni disimpan pada Storage Tank atau Tangki Penimbunan Minyak. Tangki timbun yang digunakan sebanyak 3 unit dimana 2 unit tangki masing-masing berkapasitas
F. Stasiun Pabrik Biji
Pabrik biji berfungsi sebagai tempat untuk memisahkan kernel dan cangkang, untuk menghasilkan inti sawit dengan mutu sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Biji dan serat yang berasal dari stasiun pengempaan akan dipisah menggunakan depericarper. Biji yang masih mengandung serabut akan dibersihkan serabutnya
menggunakan mesin polishing drum. Kemudian biji akan dipecah menggunakan ripple mill. Cangkang yang sudah terpisah dari inti akan dialirkan menuju boiler untuk dijadikan bahan bakar, sedangkan inti akan ditampung dan dikeringkan di silo
inti. Pengeringan dilakukan selama 12-14 jam. Inti yang telah dikeringkan akan ditampung di kernel storage. Inti sawit ini kemudian dikemas dan diangkut ke
pengolahan inti sawit di Pabatu.
G. Stasiun Pembangkit Tenaga
Secara umum, sumber energi yang digunakan PKS Adolina untuk
menggerakkan mesin-mesin dan peralatan dalam jumlah besar ada tiga, yaitu PLN, ketel uap (boiler) dan diesel genset. Sumber utama yang digunakan untuk proses
pengolahan adalah listrik yang dihasilkan oleh boiler. Apabila boiler tidak mampu untuk proses pengolahan, maka diesel genset akan dioperasikan. Sedangkan listrik PLN biasanya digunakan untuk kebutuhan kantor.
H. Stasiun Water Treatment
Stasiun water treatment merupakan salah satu sarana pendukung yang
Air yang digunakan berasal dari Sungai Ular yang dipompa dengan mesin diesel berjumlah 3 unit dengan kapasitas pompa masing-masing 80-100 m³/jam. Jarak yang ditempuh dari sungai ke lokasi pabrik berjarak 1,6 km. Air yang siap pakai
ditampung dan didistribusikan untuk kepentingan produksi di pabrik, kantor dan perumahan.
4.2. Data Karakteristik Sampel 4.2.1. Umur Sampel
Tabel 4.3. Distribusi Sampel Menurut Umur Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Adolina Tahun 2010
No. Umur (Tahun) Jumlah Persen (%)
Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi sampel menurut umur yang terbanyak pada kelompok umur 41-45 tahun sebanyak 8 orang (44,4%).
4.2.2. Masa Kerja Sampel
Tabel 4.4. Distribusi Sampel Menurut Masa Kerja Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Adolina Tahun 2010
No. Masa Kerja (Tahun) Jumlah Persen (%)
Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi sampel menurut masa kerja yang terbanyak pada kelompok 11-15 tahun dan 10-20 tahun masing-masing sebanyak 8
4.2.3. Pemakaian Alat Pelindung Telinga
Tabel 4.5. Distribusi Sampel Menurut Pemakaian Alat Pelindung Telinga Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Adolina Tahun 2010
No. Pemakaian Alat Pelindung Telinga Jumlah Persen (%)
1.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel tidak memakai alat pelindung telinga saat bekerja yaitu sebanyak 15 orang (83,3%).
4.2.4. Stasiun Kerja Sampel
Tabel 4.6. Jumlah Sampel Berdasarkan Stasiun Kerja PKS Adolina Tahun 2010
No. Stasiun / Bagian Jumlah (Orang) Thresser / penebah Kempa / pressan Klarifikasi
Dari tabel diatas dapat dilihat sampel terbanyak berasal dari stasiun kerja rebusan sebanyak 4 orang, stasiun kerja kempa/pressan, klarifikasi dan pabrik biji
4.3. Hasil Pengukuran 4.3.1. Intensitas Kebisingan
Tabel 4.7. Intensitas Kebisingan Pada Stasiun Kerja Sampel Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Adolina Tahun 2010
No. Stasiun / Bagian Intensitas Kebisingan (dB)
1.
Loading Ramp I Loading Ramp II Rebusan I
Rebusan II Rebusan III Rebusan IV
Operator Hyskrane Thresser / Penebah I Thresser / Penebah II Kempa / Pressan I Kempa / Pressan II Kempa / Pressan III Klarifikasi I
Klarifikasi II Klarifikasi III Pabrik Biji I Pabrik Biji II Pabrik Biji III
Dari tabel diatas dapat dilihat sebagian besar stasiun kerja tempat sampel bekerja mempunyai intensitas kebisingan diatas 85 dB yaitu sebanyak 12 stasiun.
Untuk stasiun Loading Ramp I intensitas kebisingannya diatas 85 dB dan Loading Ramp II mempunyai intensitas kebisingan dibawah 85 dB. Stasiun ini tidak
menggunakan mesin tetapi sumber kebisingannya berasal dari mesin-mesin pada stasiun lain. Untuk stasiun rebusan I, II dan III intensitas kebisingannya dibawah 85 dB, dan rebusan IV mempunyai kebisingan diatas 85 dB. Kebisingan di stasiun ini
Untuk operator Hyskrane intensitas kebisingannya diatas 85 dB. Stasiun thresser/penebah I intensitas kebisingannya dibawah 85 dB, sedangkan thresser/penebah II kebisingannya diatas 85 dB. Sumber kebisingannya berasal dari
mesin penebah. Pada stasiun kempa/pressan I intensitas kebisingannya dibawah 85 dB, sedangkan kempa/pressan II dan III mempunyai kebisingan diatas 85 dB.
Intensitas kebisingannya dihasilkan mesin digester dan mesin pressan.
Stasiun klarifikasi intensitas kebisingannya diatas 85 dB, yang dihasilkan oleh mesin penyaring atau vibrating screen. Stasiun pabrik biji mempunyai intensitas
kebisingan diatas 85 dB. Hal ini disebabkan oleh penggunaan mesin-mesin seperti depericarper, polishing drum dan ripple mill.
4.3.2. Kemampuan Pendengaran
Tabel 4.8. Distribusi Sampel Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Adolina Tahun 2010
Telinga Kanan Telinga Kiri
No. Kemampuan Pendengaran
N % N % Tuli Ringan (26-40 dB) Tuli Sedang (41-55 dB) Tuli Berat (> 55 dB)
Dari tabel diatas dapat dilihat untuk telinga kanan sampel yang pendengarannya normal sebanyak 5 orang (27,8%), tuli ringan sebanyak 12 orang (66,6%), dan tuli berat sebanyak 1 orang (5,6%). Untuk telinga kiri sampel yang pendengarannya normal sebanyak 7 orang (38,9%), tuli ringan sebanyak 10 orang
4.4. Tabulasi Silang antara Umur, Masa Kerja dan Pemakaian Alat Pelindung Telinga dengan Kemampuan Pendengaran
Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Umur, Masa Kerja dan Pemakaian Alat Pelindung Telinga dengan Kemampuan Pendengaran
Dari tabel 4.9 dapat dilihat berdasarkan umur jumlah sampel yang paling banyak mengalami penurunan kemampuan pendengaran yaitu pada kelompok umur 41-45 tahun dengan tuli ringan sebanyak 6 orang pada telinga kanan maupun telinga
kiri, serta tuli berat pada telinga kanan sebanyak 1 orang. Sedangkan telinga normal paling banyak pada kelompok umur 36-40 tahun sebanyak 4 orang pada telinga kanan
dan 5 orang pada telinga kiri. Pada kelompok umur 31-35 tahun terdapat 1 orang yang mengalami tuli sedang pada telinga kiri.
Berdasarkan masa kerja dapat dilihat masa kerja 11-15 tahun paling banyak
mengalami tuli ringan pada telinga kanan yaitu sebanyak 6 orang, serta 1 orang mengalami tuli sedang pada telinga kiri. Masa kerja 16-20 tahun paling banyak
mengalami tuli ringan pada telinga kiri sebanyak 5 orang dan terdapat 1 orang yang mengalami tuli berat pada telinga kanan.
Berdasarkan pemakaian alat pelindung telinga sampel yang tidak memakai
alat pelindung telinga paling banyak mengalami tuli ringan yaitu sebanyak 10 orang pada telinga kanan dan 8 orang pada telinga kiri, serta tuli berat pada telinga kanan
4.5. Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Tabel 4.10. Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran
Dari tabel 4.10 dapat dilihat kemampuan pendengaran dari 6 orang yang bekerja pada kebisingan dibawah 85 dB, 4 orang mempunyai pendengaran yang normal pada telinga kanan dan 5 orang pada telinga kiri, serta 2 orang mengalami tuli
ringan pada telinga kanan dan 1 orang pada telinga kiri.
Sedangkan dari 12 orang yang bekerja pada kebisingan diatas 85 dB, 1 orang
yang mempunyai pendengaran normal untuk telinga kanan dan 2 orang pada telinga kiri, dan 10 orang mengalami tuli ringan pada telinga kanan dan 9 orang pada telinga kiri, serta 1 orang mengalami tuli berat pada telinga kanan dan 1 orang mengalami
tuli sedang pada telinga kiri.
4.6. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran
Setelah data diperoleh, maka data intensitas kebisingan dan kemampuan pendengaran telinga kanan dan telinga kiri harus diuji apakah telah berdistribusi normal. Untuk menguji kenormalan data digunakan One Sample
Kolmogorof-Smirnov Test. Dan untuk melihat hubungan intensitas kebisingan dengan kemampuan pendengaran tenaga kerja bagian pengolahan di PKS Adolina PTPN IV Kabupaten
Hasil pengujian statistik hubungan intensitas kebisingan dengan kemampuan pendengaran dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.13. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Adolina Tahun 2010
No. Hubungan Variabel N R p
1.
2.
Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Telinga Kanan
Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Telinga Kiri
Untuk telinga kanan, didapat korelasi positif antara intensitas kebisingan dengan kemampuan pendengaran pekerja, artinya terdapat hubungan antara kedua variabel yaitu kenaikan intensitas kebisingan akan diikuti naiknya nilai ambang
kemampuan pendengaran tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari hasil koefisien korelasi sebesar +0,480 (tanda positif bermakna terjadi korelasi positif). Dari hasil uji
korelasi diatas, didapat p < 0,05 yang artinya ada hubungan kebisingan dengan kemampuan pendengaran.
Untuk telinga kiri, didapat korelasi positif antara intensitas kebisingan dengan
kemampuan pendengaran pekerja, artinya terdapat hubungan antara kedua variabel yaitu kenaikan intensitas kebisingan akan diikuti naiknya nilai ambang kemampuan
pendengaran tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari hasil koefisien korelasi sebesar +0,485 (tanda positif bermakna terjadi korelasi positif). Dari hasil uji korelasi diatas, didapat p < 0,05 yang artinya ada hubungan kebisingan dengan kemampuan
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Umur Sampel
Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa sampel terbanyak terdapat pada kelompok umur 41-45 tahun sebanyak 8 orang (44,4 %), kemudian kelompok umur 36-40 tahun
sebanyak 7 orang (38,9 %) dan kelompok umur 31-35 (16,7 %) tahun sebanyak 3 orang.
Secara normal usia > 40 tahun akan mengalami penurunan kemampuan
pendengaran. Penurunan kemampuan pendengaran seiring bertambahnya usia disebut sebagai presbyacusis (Kesuma, 2010). Namun apabila seseorang sering terpapar
kebisingan diatas 85 dB, walaupun usianya belum sampai 40 tahun, kemampuan pendengarannya dapat menurun. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.9. dimana pada sampel dengan umur dibawah 40 tahun yaitu kelompok umur 31-35 tahun seluruh
sampel mengalami tuli ringan pada telinga kanannya, dan pada telinga kiri 2 orang mengalami tuli ringan bahkan 1 orang mengalami tuli sedang, sedangkan untuk
kelompok umur 36-40 tahun dari 7 orang sampel, pada telinga kanan terdapat 3 orang mengalami tuli ringan dan pada telinga kiri 2 orang mengalami tuli ringan.
Usia diatas 40 tahun ditambah terpapar kebisingan yang tinggi dapat
memperparah tingkat ketulian, hal ini dapat dilihat untuk kelompok umur 41-45 tahun dari 8 orang sampel, terdapat 6 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami