• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Sikap dan Tindakan Masyarakat Kecamatan Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau tentang Chikungunya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Sikap dan Tindakan Masyarakat Kecamatan Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau tentang Chikungunya"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN

MASYARAKAT KECAMATAN PANGKALAN KERINCI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TENTANG CHIKUNGUNYA

Oleh :

PRYMA SUGEARTO 070100229

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN

MASYARAKAT KECAMATAN PANGKALAN KERINCI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TENTANG CHIKUNGUNYA

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

PRYMA SUGEARTO 070100229

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Pengetahuan Sikap dan Tindakan Masyarakat Kecamatan Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau tentang Chikungunya

Nama : Pryma Sugearto NIM : 070100229

_________________________________________________________________

Pembimbing Penguji I

dr. Dewi M. Darlan, DAP&E,MPH dr. Muhammad Ali, Sp.A(K) NIP. 19740730 200112 2 003 NIP. 19690524 199903 1 001

Penguji II

dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes NIP. 19690609 199903 2 001

Medan, 24 November 2010 Dekan,

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Chikungunya merupakan penyakit re-emerging yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi sekarang muncul kembali. Chikungunya tersebar di daerah tropis dan subtropis yang berpenduduk padat seperti Afrika, India dan Asia Tenggara.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan tentang Chikungunya pada masyarakat di Kecamatan Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.

Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan sampel sebanyak 96 orang. Penelitian ini dilakukan dari bulan maret sampai November 2010 dan data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan cukup (45.8%) dengan sebagian responden berpendidikan tinggi. Didapatkan mayoritas responden mempunyai sikap baik (72.9%) dan tindakan responden paling banyak termasuk dalam kategori baik (91.7%).

Dari hasil penelitian tersebut maka diharapkan kepada petugas kesehatan agar memberikan informasi melalui penyuluhan atau kegiatan lain dengan dukungan penuh dari tokoh masyarakat dan pemerintah daerah

(5)

ABSTRACT

Chikungunya was re-emerging disease, is a disease that had existence from long time ago but now appear again. Chikungunya was spread in tropical and subtropical area that have crowded inhabitant like Africa, India and Southeast Asia.

The objective of this study was to determine the knowledge, attitude and practice level of Chikungunya among societies in Pangkalan Kerinci district Pelalawan regency Riau province.

This research method is descriptive with sample size of 96 people. This research was conducted from March until November 2009 and data were collected by using questionnaires. The result of this study showed the majority of respondents had sufficient level of knowledge (45.8%). Attitude level obtained by most of the respondents fall in good category (72.9%) and as for the practice, most of the respondents are in the good category (91.7%).

From the results I suggest to the health providers could give some information through socialization or other activities, with full of supports from community leader and regional government.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Penelitian yang berjudul “Gambaran Pengetahuan Sikap dan Tindakan Masyarakat Kecamatan Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau tentang Chikungunya” ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada kedua orangtua dan keluarga penulis yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun material dalam menyelesaikan Penelitian ini.

Dalam penulisan Penelitian ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) selaku pembantu dekan I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. dr. Dewi Masyithah Darlan, DAP&E,MPH selaku dosen pembimbing penulis atas kesabaran, waktu, dan masukan-masukan yang diberikan untuk membimbing penulis sehingga Proposal Penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. dr. Rhodiah Rahmawaty Lubis, Sp.M selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.

(7)

5. Teman-teman kelompok sesama bimbingan Proposal Penelitian dan teman-teman penulis lainnya, yang telah memberi bantuan berupa saran, kritikan, dan motivasi selama penyusunan Proposal Penelitian.

6. Keluarga penulis yang tercinta, yang telah memberikan dukungan selama ini dalam bentuk moril maupun materiil, terutama Ayah dan Ibunda tercinta. 7. Seluruh pihak yang telah memberi bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa Penelitian ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, segala saran dan kritik sangat diharapkan demi kemajuan kualitas Penelitian ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar Penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua orang untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam dunia kedokteran.

Medan, 24 November 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... . i

ABSTRAK ... . ii

ABSTRACT ... . iii

KATA PENGANTAR ... . iv

DAFTAR ISI ... . vi

DAFTAR TABEL ... . viii

DAFTAR GAMBAR ... . x

DAFTAR SINGKATAN ... . xi

DAFTAR LAMPIRAN ... . xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... . 1

1.1 ... Latar Belakang ... 1

1.2 ... Rum usan Masalah ... 2

1.3 ... Tuju an Penelitian ... 3

1.4 ... Manf aat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... . 4

2.1 Chikungunya ... . 4

2.2 Pengetahuan ... . 8

2.3 Sikap... . 13

2.4 Tindakan ... . 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... . 16

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... . 16

3.2 Defenisi Operasional ... . 16

BAB 4 METODE PENELITIAN ... . 19

4.1 Jenis Penelitian ... 19

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 21

(9)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... . 24

5.1 Hasil Penelitian ... 24

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 24

5.1.2. Karakteristik Individu ... 24

5.1.3. Hasil Analisa Data ... 25

5.2 Pembahasan ... 32

5.2.1. Tingkat Pengetahuan ... 32

5.2.2. Sikap ... 33

5.2.3. Tindakan ... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... . 36

6.1 Kesimpulan ... 36

6.2 Saran... 36

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner ... 23 5.1. Jumlah penduduk dan kasus chikungunya

di Kabupaten Pelalawan ... 24 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan usia, jenis kelamin dan tingkat

pendidikan ... 25 5.3. Distribusi frekuensi jawaban responden pada

variabel pengetahuan ... 26 5.4. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ... 26 5.5. Distribusi tingkat pengetahuan berdasarkan

usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan ... 27 5.6. Distribusi frekuensi jawaban responden pada

Variabel sikap ... 28 5.7. Distribusi frekuensi sikap ... 28 5.8. Distribusi sikap berdasarkan usia, jenis kelamin

dan tingkat pendidikan ... 29 5.9. Distribusi frekuensi jawaban responden pada

variabel tindakan ... 30 5.10. Distribusi frekuensi tindakan ... 30 5.11. Distribusi tindakan berdasarkan usia, jenis kelamin

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(12)

DAFTAR SINGKATAN

KLB : Kejadian Luar Biasa

PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian Lampiran 3 Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 4 Suran Izin Melakukan Penelitian Lampiran 5 Laporan Jumlah Penduduk

Lampiran 6 Validitas Kuesioner Secara Validity of Content Lampiran 7 Ethical Clearance

(14)

ABSTRAK

Chikungunya merupakan penyakit re-emerging yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi sekarang muncul kembali. Chikungunya tersebar di daerah tropis dan subtropis yang berpenduduk padat seperti Afrika, India dan Asia Tenggara.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan tentang Chikungunya pada masyarakat di Kecamatan Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.

Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan sampel sebanyak 96 orang. Penelitian ini dilakukan dari bulan maret sampai November 2010 dan data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan cukup (45.8%) dengan sebagian responden berpendidikan tinggi. Didapatkan mayoritas responden mempunyai sikap baik (72.9%) dan tindakan responden paling banyak termasuk dalam kategori baik (91.7%).

Dari hasil penelitian tersebut maka diharapkan kepada petugas kesehatan agar memberikan informasi melalui penyuluhan atau kegiatan lain dengan dukungan penuh dari tokoh masyarakat dan pemerintah daerah

(15)

ABSTRACT

Chikungunya was re-emerging disease, is a disease that had existence from long time ago but now appear again. Chikungunya was spread in tropical and subtropical area that have crowded inhabitant like Africa, India and Southeast Asia.

The objective of this study was to determine the knowledge, attitude and practice level of Chikungunya among societies in Pangkalan Kerinci district Pelalawan regency Riau province.

This research method is descriptive with sample size of 96 people. This research was conducted from March until November 2009 and data were collected by using questionnaires. The result of this study showed the majority of respondents had sufficient level of knowledge (45.8%). Attitude level obtained by most of the respondents fall in good category (72.9%) and as for the practice, most of the respondents are in the good category (91.7%).

From the results I suggest to the health providers could give some information through socialization or other activities, with full of supports from community leader and regional government.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seperti telah kita ketahui, Riau merupakan daerah beriklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi dan banyak memiliki perkebunan kelapa sawit. Hal itu menjadi tempat yang baik untuk vektor penyakit Chikungunya untuk berkembang biak.

Chikungunya merupakan penyakit re-emerging yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi sekarang muncul kembali. Chikungunya tersebar di daerah tropis dan subtropis yang berpenduduk padat seperti Afrika, India dan Asia Tenggara. Di Afrika, virus ini dilaporkan menyerang di Zimbabwe, Kongo, Angola, Kenya dan Uganda. Negara selanjutnya yang terserang adalah Thailand pada tahun 1958; Kamboja, Vietnam, Sri Lanka dan India pada tahun 1964. Pada tahun 1973 chikungunya dilaporkan menyerang Philipina dan Indonesia (Heryanto et al, 2005).

(17)

80 orang. Di Pakistan pada bulan Oktober 2006 telah dilaporkan terjadi lebih dari 12 kasus chikungunya. Data terbaru bulan Juni 2007, telah dilaporkan terjadi KLB yang menyerang sekitar 7000 penderita di Kerala, India (Widoyono, 2008).

Angka insidensi di Indonesia sangat terbatas. Pertama kali, dilaporkan terjadi demam chikungunya di Samarinda tahun 1973. Pada laporan selanjutnya terjadi di Kuala Tungkal Jambi tahun 1980, dan Martapura, Ternate, serta Yogyakarta tahun 1983. Selama hampir 20 tahun (1983-2000) belum ada laporan berjangkitnya penyakit ini, sampai adanya laporan KLB demam chikungunya di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh, dilanjutkan di Bogor, Bekasi, Purworejo, dan Klaten pada tahun 2002. Pada tahun 2004, dilaporkan KLB yang menyerang sekitar 120 orang di Semarang (Widoyono, 2008).

Selama tahun 2008, di Indonesia terjadi KLB penyakit chikungunya di beberapa provinsi. 718 kasus ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur berturut-turut terdapat 718, 26 dan 368 kasus. 32 kasus di Kalimantan, 99 kasus di Lampung dan 581 kasus di Sumatera Selatan serta 444 kasus tercatat di Sumatera Utara (Aditama, 2009).

Di Provinsi Riau sendiri, kasus Chikungunya pertama sekali dilaporkan di Kelurahan Tangkerang Selatan, Kecamatan Simpang Tiga Kota Pekanbaru pada bulan Mei 2007 dengan penderita sebanyak 44 orang. Pada Oktober 2007, Dinkes Provinsi Riau menerima laporan KLB Suspek Chikungunya sebanyak 80 kasus di Kelurahan Delima Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru (Agung, 2007). Kemudian sejak bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009 dilaporkan jumlah kasus mencapai 1.924 kasus (Tribun, 2009). Data dari Dinas Kesehatan menyatakan bahwa selama tahun 2008 ditemukan 897 kasus Chikungunya di Pangkalan Kerinci.

(18)

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

o Bagaimanakah tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kerinci mengenai penyakit Chikungunya?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku masyarakat tentang Chikungunya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini ialah:

1. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat terhadap Chikungunya. 2. Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap penyakit

Chikungunya.

3. Untuk mengetahui tindakan masyarakat terhadap penyakit Chikungunya

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Data hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian lanjutan sejenis bagi paramedis.

2. Data dari hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para staf medis untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan.

3. Data hasil penelitian ini akan berguna sebagai informasi bagi pihak dinas kesehatan mengenai pengetahuan masyarakat tentang Chikungunya.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Chikungunya

Istilah Chikungunya, digunakan baik untuk nama virus penyebab dan nama penyakitnya, yang berarti “to walk bent over” (berjalan bongkok) berasal dari bahasa Afrika Swahili atau Makonde, merujuk pada ketidakmampuan atau gejala nyeri pada bagian persendian (Pialoux et al., 2007).

Virus chikungunya pertama kali ditemukan di Tanzania, Afrika pada tahun 1952 (Abraham & Sridharan, 2007). Virus chikungunya merupakan arbovirus yang berasal dari golongan Alphavirus, famili Togaviridae. Merupakan virus RNA rantai-tunggal, dengan diameter 60-70 nm dan dibungkus oleh kapsid dan fosfolipid. Virus ini sensitif terhadap pengawetan dan temperatur diatas 58oC. Arbovirus adalah sekelompok penyebab infeksi yang ditularkan oleh artropoda penghisap darah dari satu inang vertebrata ke vertebrata lainnya (Jawetz et al., 1996).

Kelompok Alphavirus terdiri dari 28 jenis virus, dimana 6 diantaranya dapat menyebabkan gangguan pada persendian manusia, yaitu: virus chikungunya, virus o’nyong-nyong (Afrika tengah), virus Ross River dan Barmah Forest (Australia dan Pasifik), virus Sindbis (cosmopolitan) dan virus Mayaro (Amerika Selatan dan French Guyana) (Pialoux et al., 2007).

(20)

Berbagai macam spesies dari nyamuk Aedes terlibat sebagai vektor penyakit chikungunya (Rohani et al., 2005).

Di Asia virus ini ditularkan ke manusia hampir seluruhnya oleh Aedes aegypti, walaupun banyak spesies nyamuk “Aedine” bertanggung jawab pada infeksi manusia di Afrika (Pfeffer et al., 2002; Rohani et al., 2005). Di Thailand, Ae. Aegypti dan Ae. Albopictus berhubungan dengan Kejadian Luar Biasa pada tahun 1995 (Thaikruea et al., 1997; Rohani et al., 2005). Ae. Furcifer dan Ae. Cordellieri dianggap sebagai vektor “epidemic-epizootic” selama epidemik yang terjadi di Afrika Selatan (Diallo et al., 1999; Rohani et al., 2005), sedangkan di Afrika Barat dan Tengah, Ae. Africanus merupakan vektor utama (Powers et al., 2000; Rohani et al., 2005).

Virus chikungunya merupakan virus yang tersebar di wilayah tropis, hal ini jelas terlihat dari pola distribusi geografisnya di Afrika Selatan, dimana tidak terdapat virus di wilayah beriklim sedang (Jupp & McIntosh, 1985; Rohani et al., 2005).

Virus ini hampir tidak pernah mengakibatkan kematian pada orang yang terinfeksi (Abraham & Sridharan, 2007). Tetapi penyakit ini bisa menjadi sangat berat dan lama yang kemudian menyebabkan komplikasi lain (Chretien et al, 2007). Menurut Powers et al. (2000) dalam Rohani (2005), manifestasi klinis dari infeksi virus chikungunya sering menyerupai demam berdarah dengue dan virus chikungunya menyebar bersama di wilayah dimana terdapat endemik virus dengue, dimana telah terbukti bahwa banyak kasus infeksi virus dengue salah didiagnosa dan ternyata insiden infeksi virus chikungunya lebih tinggi daripada yang pernah dilaporkan.

(21)

termasuk sakit kepala, injeksi konjungtiva dan sedikit fotofobia (Abraham & Sridharan, 2007).

Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak di tempat penampungan air seperti bak mandi, drum, tempayan dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti kaleng bekas, tempurung kelapa , dan lain-lain yang dibuang sembarangan. Mengingat nyamuk Aedes aegypti tersebar luas diseluruh tanah air baik dirumah maupun tempat- tempat umum, maka untuk memberantasnya diperlukan peran serta seluruh masyarakat (Lestari, 2007).

Penularan penyakit Chikungunya terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita lain. Nyamuk Aedes aegypti sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang. Penyakit ini sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilaku manusia (Lestari, 2007).

Nyamuk Aedes aegypti hidupnya di dalam dan disekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus hidupnya di kebun-kebun sehingga lebih jarang kontak dengan manusia. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak. Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang (Lestari, 2007).

(22)

infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah , nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar rumah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Lestari, 2007).

Vektor Chikungunya yang utama di Indonesia adalah Aedes Aegypti, yang keberadaannya hingga dewasa ini masih tersebar di seluruh pelosok tanah air. Berdasarkan hasil survei jentik yang dilakukan Depkes tahun 1992 di 7 kota di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, menunjukkan bahwa rata-rata persentase rumah dan tempat umum yang ditemukan jentik masih cukup tinggi, yaitu sebesar 28% (Lestari, 2007).

Pengontrolan nyamuk merupakan strategi yang tepat untuk mengontrol terjadinya epidemik di masa depan. Hingga saat ini belum ada vaksin ataupun antiviral yang spesifik untuk pengobatan chikungunya (Abraham & Sridharan, 2007).

Menurut Fajar (2010) dalam Kasim (2010) sebenarnya, penyakit ini bisa sembuh sendiri hanya dengan meningkatkan daya tahan tubuh penderitanya. Namun, untuk mengatasi gejala yang menyertai chikungunya, terapi suportif biasa diberikan kepada penderitanya. Banyak meminum air putih dan beristirahat juga seringkali cukup bermanfaat dalam mengurangi gejala chikungunya. Dalam buku pengobatan India lama, Ayurveda, disebutkan bahwa konsumsi buah-buahan seperti anggur dan wortel juga akan membantu tubuh mengatasi serangan chikungunya. Karena belum ada vaksin yang dapat menangkal penyebaran chikungunya, cara pencegahan penyebaran chikungunya saat ini yang paling efektif adalah dengan menghindari gigitan nyamuk Aedes aegypti.

(23)

adalah penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu, basmi tempat-tempat berkembang biaknya.

Adapun pencegahan lainnya, sebagai berikut:

1. Jagalah kebersihan lingkungan. Memasuki musim hujan, perhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal Anda. Caranya, mengendalikan nyamuk dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk, dan perbaikan desain rumah. Contohnya dengan menguras bak mandi atau penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.

2. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.

3. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas, dan ban bekas di sekitar rumah, dan lain sebagainya.

4. Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga, dan istirahat yang cukup.

5. Dengan melakukan fogging atau pengasapan yang berguna untuk mematikan nyamuk dewasa, akan mengurangi adanya kemungkinan penularan hingga batas waktu tertentu.

6. Memberikan bubuk abate di tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi atau gentong air, dan vas bunga agar bisa mematikan jentik pada air. Keduanya harus dilakukan untuk memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk.

7. Jika terserang demam, sebaiknya segera diberikan obat penurun panas. Atau segera dibawa ke rumah sakit untuk diperiksakan.

8. Sebaiknya Anda banyak mengonsumsi air putih.

2.2 Pengetahuan

(24)

pengetahuan adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu (Suriasumantri, 2007).

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Hal ini sejalan dengan pernyataan Soekanto (2003) bahwa pengetahuan merupakan hasil penggunaan panca indera dan akan menimbulkan kesan dalam pikiran manusia.

Menurut Bakhtiar (2006) dalam Afdhal (2009), pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

(25)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas.

Menurut Notoatmodjo (2005) dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara ini antara lain:

a. Cara coba-coba (Trial and Error)

(26)

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.

b. Cara kekuasaan atau otoritas

Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi

Dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

d. Melalui jalan pikiran

Kemampuan manusia menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia menggunakan jalan pikirannya.

2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology). Menurut Deobold van Dalen, mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan pengamatan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yaitu:

a) Segala sesuatu yang positif, yakni gejala yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.

b) Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan.

(27)

Menurut Syah (2003) ditinjau dari sifat dan cara penerapannya, pengetahuan terdiri dari dua macam, yakni : declarative knowledge dan procedural knowledge. Declarative knowledge lazim juga disebut propositional knowledge. Pengetahuan deklaratif atau pengetahuan prososisional ialah pengetahuan mengenai informasi faktual yang pada umumnya bersifat statis-normatif dan dapat dijelaskan secara lisani atau verbal. Sebaliknya pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang mendasari kecakapan atau keterampilan perbuatan jasmaniah yang cenderung bersifat dinamis.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. 2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

3. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bias mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.

4. Fasilitas

(28)

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

5. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

Piaget menyatakan bahwa proses dasar yang terjadi pada penyusunan pengetahuan adalah adaptasi (assimilasi dan akomodasi) yang diatur oleh ekuilibrasi (Harahap, 1999). Assimilasi adalah pengambilan pengalaman dari lingkungan dan menggabungkannya dengan cara berpikir yang dimiliki sehingga pengalaman baru dapat digabungkan ke dalam struktur kognitif. Akomodasi adalah komponen lain dari proses adaptasi. Ekuilibrasi meregulasi proses berpikir individu pada tiga arah fungsi kognitif yang berbeda, ketiganya adalah hubungan antara (1) asimilasi dan akomodasi dalam kehidupan individu sehari-hari, (2) sub-sub sistem pengetahuan yang timbul pada diri individu dan (3) bagian-bagian dari pengetahuan individu dan sistem pengetahuan sosial.

2.3 Sikap atau Attitude

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan pencetus (predisposisi) tindakan atau perilaku. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).

Dalam bagian lain, menurut Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2003), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

(29)

b) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. c) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

1. Menerima (Receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap ceramah-ceramah.

2. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengejakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

(30)

2.4 Praktek atau Tindakan Practice

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior.) Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan, antara lain: fasilitas. Disamping fasilitas juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain (Nototmodjo, 2003).

Menurut Notoadmodjo (2003) tingkat- tingkat praktek sebagai berikut: 1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua. 3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Defenisi operasional

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui tentang chikungunya.

Pengetahuan Chikungunya

Sikap Chikungunya

(32)

 Alat ukur : kuesioner

Pengetahuan responden diukur melalui 10 pertanyaan, dengan 3 pilihan jawaban. Responden yang menjawab Benar akan diberi skor 1, sedangkan Salah diberi skor 0, sehingga skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 10.

 Hasil Ukur :

Menurut Arikunto (2007), penilaian terhadap pengetahuan masyarakat terhadap Chikungunya:

a) Pengetahuan Baik :

apabila mendapat skor 7-10

b) Pengetahuan Cukup :

apabila mendapat skor 4-6

c) Pengetahuan Kurang :

apabila mendapat skor 0-3  Skala pengukuran : ordinal

2. Sikap adalah respon atau penilaian masyarakat terhadap Chikungunya.

 Cara ukur : metode angket

 Alat ukur : kuesioner

Sikap responden diukur melalui 8 pertanyaan, dengan 2 pilihan jawaban. Responden yang menjawab Benar akan diberi skor 1, sedangkan Salah diberi skor 0, sehingga skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 8.

(33)

a) Baik : apabila mendapat skor 6-8

b) Cukup baik : apabila

mendapat skor 3-5

c) Kurang baik : apabila

mendapat skor 1-2  Skala pengukuran : ordinal

3. Tindakan adalah tindakan atau praktek secara nyata dalam hubungan dengan Chikungunya.

 Cara ukur : metode angket

 Alat ukur : kuesioner

Tindakan responden diukur melalui 5 pertanyaan, dengan 5 pilihan jawaban dalam bentuk skala. Responden mendapat skor sesuai dengan skala yang dipilihnya, sehingga skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 25.

 Hasil Ukur :

(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga desa yang terdapat di Kecamatan Pangkalan Kerinci pada bulan Juni sampai Agustus 2010.

(35)

4.3.1. Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini ialah semua masyarakat di Kecamatan Pangkalan Kerinci.

4.3.2. Populasi terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua masyarakat yang berdomisili di tiga desa terpilih pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2010. 4.3.3. Sampel

Sampel pada penelitian ini ialah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria pemilihan sampel.

Cara pemilihan sampel ialah dengan teknik cluster sampling, yaitu proses penarikan sampel secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, misalnya berdasarkan wilayah (kodya, kecamatan, kelurahan, dst). Sampel pertama sekali dikelompokkan berdasarkan kelurahan dan dari 7 kelurahan yang ada akan dipilih 3 kelurahan dengan prevalensi chikungunya yang tertinggi, yakni: Kelurahan Kerinci Kota, Kerinci Barat, dan Kerinci Timur. Kemudian dari tiap kelurahan yang terpilih akan diambil 32 orang. Cara ini sangat efisien bila populasi tersebar luas sehingga tidak mungkin untuk membuat daftar seluruh populasi tersebut (Sostroasmoro, 2008).

Kita dapat menghitung besarnya sampel untuk mengukur proporsi dengan derajat akurasi pada tingkatan statistik yang bermakna (significance) dengan menggunakan formula yang sederhana seperti di bawah ini (Notoatmodjo, 2005):

(36)

d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan, yaitu: 0,1.

Z = Standar deviasi normal, ditentukan pada 1,95 yang sesuai dengan derajat kemaknaan 95%.

p = Proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi. Apabila tidak diketahui proporsi atau sifat tertentu tersebut, maka p=0,5.

q = 1,0 – p

N = Besarnya populasi. n = Besarnya sampel.

Maka:

654,810625 n = 62158,51688

n = 94,9 n ≈ 95

Sampel minimal yang diperbolehkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 95 orang. Namun peneliti mengambil sampel sebanyak 96 orang.

4.3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi

(37)

b. Merupakan masyarakat yang tinggal dan menetap di Kecamatan Pangkalan Kerinci

c. Kooperatif dan bersedia untuk mengisi angket d. Mengerti Bahasa Indonesia yang baik

Kriteria Eksklusi

a. Tidak lengkap mengisi angket b. Buta huruf

c. Orang yang mengenyam pendidikan kesehatan seperti: dokter, perawat, bidan, dan sebagainya

4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian. Kuesioner yang telah selesai disusun akan dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pemerintah di Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

4.4.3. Etika Penelitian

(38)

setempat agar dapat dilakukan pengambilan data. Dalam pengambilan data, seluruh responden yang memenuhi kriteria pemilihan diminta mengisi lembar persetujuan tertulis untuk ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan yang jelas dan terperinci. Semua kuesioner yang diisi oleh subjek penelitian, termasuk identitas subjek penelitian, akan dirahasiakan dan tidak akan dipublikasikan dalam bentuk apapun.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini, telah diujji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 13.0. Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian ini. Jumlah sampel dalam uji validitas dan uji reliabilitas adalah sebanyak 20 orang. Setelah uji validitas dilakukan, hanya soal-soal yang telah dinyatakan valid saja yang diuji reliabilitasnya. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 4.1.

Data dari setiap responden dimasukkan ke dalam komputer oleh peneliti. Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS 13.0.

Tabel 4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner

Variable No

Total Pearson

Correlation

Status Alpha Status

(39)

2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.857 0.650 0.514 0.758 0.615 0.723 0.857 0.687 0.857 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Sikap 1

2 3 4 5 6 7 8 0.721 0.502 0.721 0.609 0.852 0.609 0.728 0.655 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

0.887 Reliabel

Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Tindakan 1

2 3 4 5 0.835 0.557 0.824 0.676 0.747 Valid Valid Valid Valid Valid

0.775 Reliabel

Reliabel

Reliabel

Reliabel

(40)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Pangkalan Kerinci memiliki 7 kelurahan, yakni: Kelurahan Pangkalan Kerinci kota, Pangkalan Kerinci Barat, Pangkalan Kerinci Timur, Kuala Terusan, Makmur, Rantau Baru dan Bukit Agung dengan jumlah total penduduk seluruhnya ialah 65.387 jiwa (Dinas catatan sipil dan kependdudukan Kab. Pelalawan, 2010). Dalam penelitian ini peneliti mengambil 3 kelurahan dengan tingkat kasus chikungunya tertinggi, yakni: Kelurahan Pangkalan Kerinci kota, Pangkalan Kerinci Barat dan Pangkalan Kerinci Timur.

Tabel 5.1. Jumlah penduduk dan kasus Chikungunya di Kabupaten Pelalawan

TAHUN

JUMLAH

PENDUDUK

JUMLAH KASUS

CHIKUNGUNYA

2005 226.264 -

2006 256.644 -

2007 271.662 -

2008 280.197 897

5.1.2. Karakteristik Individu

5.1.2.1. Karakteristik Individu berdasarkan usia

(41)

Dari keseluruhan responden, gambaran karakteristik responden yang diamati meliputi: usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan

Usia n %

17 – 37

38 – 58

76

20

79.2

20.8

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

55

41

57.3

42.7

Tingkat Pendidikan

Rendah

Tinggi

31

65

32.3

67.7

Total 96 100

[image:41.595.152.481.234.548.2]
(42)

5.1.3. Hasil Analisa Data

5.1.3.1. Analisa Data Variabel Pengetahuan

[image:42.595.110.487.320.701.2]

Data lengkap distribusi frekuensi jawaban kuesioner responden pada variabel pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan

No. Pertanyaan/Pernyataan

Jawaban Responden

Benar Salah

n % n %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pengertian chikungunya Gejala chikungunya

Cara penularan chikungunya

Vektor chikungunya

Ciri-ciri vektor chikungunya

Pola demam chikungunya

Masa telur sebelum menjadi jentik

Cara memberantas nyamuk

Cara mematikan jentik

Habitat vektor chikungunya

(43)

Berdasarkan tabel di atas pada pertanyaan/pernyataan yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pada nomor 10 yaitu sebesar 78.1%. Sedangkan yang paling banyak menjawab salah adalah pada pertanyaan/pernyataan nomor 7 dan 8 yaitu sebesar 61.5%.

[image:43.595.173.451.298.453.2]

Berdasarkan hasil tersebut maka tingkat pengetahuan mengenai chikungunya dapat dikategorikan pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

Pengetahuan N %

Baik

Cukup

Kurang

34

44

18

35.4

45.8

18.8

Total 96 100

Dari tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori cukup memiliki persentase paling besar yaitu 45.8%, tingkat pengetahuan yang dikategorikan baik sebanyak 35.4% dan tingkat pengetahuan yang dikategorikan kurang sebesar 18.8%.

Tabel 5.5. Distribusi tingkat pengetahuan berdasarkan usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan

Usia

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang

n % N % n %

(44)

38 - 58 6 30.0 10 50.0 4 20.0 20 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 18 16 32.7 39.0 27 17 49.1 41.5 10 8 18.2 19.5 55 41 Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi 7 27 22.6 41.5 14 30 45.2 46.2 10 8 32.3 12.3 31 65

Total 34 35.4 44 45.8 18 18.8 96

Dari tabel 5.5. diatas didapatkan bahwa berdasarkan usia tingkat pengetahuan yang dikategorikan baik dan cukup paling banyak pada kelompok usia 17-37 tahun, menurut jenis kelamin tingkat pengetahuan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, sedangkan menurut tingkat pendidikan didapatkan tingkat pengetahuan pada kategori baik dan cukup paling banyak terdapat pada kelompok dengan tingkat pendidikan tinggi.

5.1.3.2. Analisa Data Variabel Sikap

[image:44.595.110.515.116.351.2]

Data lengkap distribusi frekuensi jawaban kuesioner responden pada variabel sikap dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap

No. Pernyataan

Jawaban Responden

Sikap Positif Sikap Negatif

n % n %

(45)

2 3 4 5 6 7 8 penyakit chikungunya

Nyamuk Aedes menyebabkan chikungunya

Chikungunya disebabkan gigitan nyamuk

Gejala awal chikungunya ialah demam

Salah satu gejala chikungunya ialah nyeri sendi

3M dan fogging mengurangi kejadian

chikungunya

Kejadian chikungunya meningkat pada musim

hujan

Chikungunya menyerang semua golongan

umur 57 84 86 71 88 74 70 59.4 87.5 89.6 74.0 91.7 77.1 72.9 39 12 10 25 8 22 26 40.6 12.5 10.4 26.0 8.3 22.9 27.1

Dari tabel diatas terlihat bahwa pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan sikap positif adalah pertanyaan nomor 6 yaitu sebesar 91.7%. Pertanyaan yang paling sedikit dijawab dengan sikap positif adalah pertanyaan nomor 2 yaitu sebesar 59.4%.

Berdasarkan tabel tersebut maka sikap terhadap penyakit chikungunya dapat dikategorikan pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi frekuensi sikap

Pengetahuan n %

(46)

Cukup Kurang 24 2 25.0 2.1

Total 96 100

[image:46.595.171.455.101.201.2]

Dari tabel 5.7. dapat dilihat bahwa sikap yang dikategorikan baik memiliki persentase yang paling besar yaitu 72.9%, sikap yang dikategorikan cukup sebesar 25.0% dan sikap yang dikategorikan kurang memiliki persentase terkecil yaitu sebesar 2.1%.

Tabel 5.8. Distribusi sikap berdasarkan usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan

Usia

Sikap

Total

Baik Cukup Kurang

n % n % n %

17 – 37

38 - 58

55 15 72.4 75 19 5 25.0 25.0 2 0 2.6 0 76 20 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 35 35 63.6 85.4 18 6 32.7 14.6 2 0 3.6 0 55 41 Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi 21 49 67.7 75.4 10 14 32.3 21.5 0 2 0 3.1 31 65

(47)

Dari tabel 5.8. didapatkan bahwa sikap masyarakat menurut usia paling banyak pada kategori baik yaitu pada rentang usia 17-37 tahun, berdasarkan jenis kelamin didapatkan sikap laki-laki dan perempuan pada kategori baik tidak jauh berbeda sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan sikap yang dikategorikan baik paling banyak terdapat pada kelompok dengan pendidikan tinggi.

5.1.3.3. Analisa Data Variabel Tindakan

[image:47.595.113.511.393.744.2]

Data lengkap distribusi frekuensi jawaban kuesioner responden pada variabel tindakan dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel tindakan

No Pernyataan

Jawaban Responden

Skor Variabel Tindakan

(%)

1 2 3 4 5

1

2

3

4

Melakukan tindakan 3M

Memasang obat nyamuk, memakai

lotion anti nyamuk dan melakukan

tindakan lain untuk pencegahan

Mengikuti penyuluhan kesehatan

dari Dinkes

Tidak menggantung/ menumpuk

pakaian kotor

Minum obat/pergi ke dokter jika

muncul gejala penyakit

(48)

5

chikungunya (25.0)

24

(25.0)

(11.5)

1

(1.0)

(33.3)

23

(24.0)

(6.3)

12

(12.5)

(24.0)

36

(37.5)

Dari tabel diatas terlihat bahwa jawaban dengan persentase terbesar adalah pertanyaan nomor 2 yaitu pada pilihan skor 5 sebesar 65.6%, sedangkan jawaban dengan persentase terkecil ialah pertanyaan nomor 3 skor 4 dan pertanyaan nomor 5 skor 2, yaitu sebesar 1.0%.

[image:48.595.109.513.113.236.2]

Berdasarkan tabel tersebut maka tindakan terhadap penyakit chikungunya dapat dikategorikan pada tabel 5.10.

Tabel 5.10. Distribusi frekuensi tindakan terhadap chikungunya

Tindakan n %

Baik

Buruk

88

8

91.7

8.3

Total 96 100

Dari tabel 5.10. dapat dilihat bahwa tindakan masyarakat yang dikategorikan baik memiliki persentase yang paling besar yaitu 91.7%, sedangkan tindakan yang dikategorikan buruk memiliki persentase sebesar 8.3%.

Tabel 5.11. Distribusi tindakan berdasarkan usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan

Usia

Tindakan

Total

[image:48.595.171.454.424.547.2]
(49)

n % n %

17 – 37

38 – 58

69

19

90.8

95.0

7

1

9.2

5

76

20

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

53

35

96.4

85.4

2

6

3.6

14.6

55

41

Tingkat Pendidikan

Rendah

Tinggi

29

59

93.5

90.8

2

6

6.5

9.2

31

65

Total 88 91.7 8 8.3 96

Dari tabel 5.11. diatas dapat dilihat bahwa menurut kelompok usia, tindakan masyarakat yang dikategorikan baik paling banyak pada rentang usia 17-37 tahun. Berdasarkan jenis kelamin kategori baik paling banyak terdapat pada kelompok laki-laki sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan persentase terbesar pada kelompok dengan pendidikan tertinggi.

5.2. Pembahasan

(50)

Penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan tentang chikungunya masih belum cukup baik karena rata-rata nilai total pengetahuan responden hanya 5,43 dari nilai maksimum 10. Dari tabel 5.3. terlihat bahwa pertanyaan/pernyataan pada kuesioner yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pertanyaan/pernyataan tentang habitat vektor chikungunya. Hal ini menurut peneliti dapat sedemikian rupa karena tempat tinggal masyarakat Kecamatan Pangkalan Kerinci yang termasuk wilayah endemis berada pada wilayah tropis. Sedangkan pertanyaan/pernyataan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan/pernyataan nomor 7 tentang cara memberantas nyamuk dewasa dan pertanyaan/pernyataan nomor 8 tentang berapa lama telur nyamuk akan menjadi jentik. Hal ini menurut peneliti menunjukkan bahwa responden kurang teliti dalam menganalisa jawaban yang diberikan, hal ini mungkin terjadi akibat responden mengisi kuesioner dengan buru-buru tanpa menganalisa jawaban yang paling tepat terlebih dahulu. Mengenai pertanyaan nomor 8, menurut peneliti mungkin karena pertanyaan yang diberikan terlalu sulit.

Dari tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori cukup memiliki persentase paling besar yaitu 45.8%. Hal yang sama juga dikemukakan Marini (2009) yaitu sebanyak 83.3% responden mempunyai pengetahuan sedang. Sejalan dengan hasil yang didapatkan oleh Florensi (2004) yakni sebanyak 79% responden mempunyai pengetahuan sedang.

(51)

Jika ditinjau berdasarkan jenis kelamin, tingkat pengetahuan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda karena sebenarnya saat ini perempuan juga memiliki akses yang sama dengan laki-laki dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Pernyataan ini sejalan dengan penelitian Moro et al (2010), dimana tersirat bahwa pada hasil penelitian tersebut pengetahuan masyarakat terhadap chikungunya tidak ada hubungan jenis kelamin.

Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan informasi sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak pula informasi yang didapatkan. Dari tabel 5.5. di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan yang dikategorikan baik dan cukup paling banyak pada kelompok dengan tingkat pendidikan tinggi sedangkan tingkat pengetahuan yang dikategorikan kurang paling banyak pada kelompok dengan tingkat pendidikan rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

5.2.2. Sikap

Awalnya, dari 13 pertanyaan yang telah dirancang, maka dilakukan uji validitas untuk mengukur apakah pertanyaan yang akan digunakan bisa mengukur variabel yang diinginkan oleh peneliti. Dari hasil uji validitas yang dilakukan, hanya didapatkan 8 pertanyaan valid.

Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa sikap masyarakat terhadap chikungunya berada dalam kategori baik, yaitu sebesar 72.9%. Hasil ini sejalan dengan penelitian Marlina (2005), dimana didapatkan 100% responden memiliki sikap yang baik dan Hutapea (2007) yang mendapatkan 99.7% responden mempunyai sikap yang baik. Namun, berkebalikan dengan hasil yang didapatkan Marini (2009) yang mendapatkan 66.3% responden mempunyai sikap sedang.

(52)

17-kategori baik tidak jauh berbeda. Sedangkan pada 17-kategori kurang lebih banyak pada kelompok pria, hal ini mungkin disebabkan oleh pengetahuan yang kurang sebab sikap seseorang juga dipengaruhi oleh pengetahuan. Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan sikap yang dikategorikan baik paling banyak terdapat pada kelompok dengan tingkat pendidikan tinggi, hal ini sejalan dengan penelitian Moro et al (2010), dimana didapatkan hasil faktor resiko terkena chikungunya lebih tinggi pada orang yang berpendidikan rendah, sebaliknya pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih sedikit beresiko.

5.2.3. Tindakan

Tindakan diukur dengan 5 pertanyaan mengenai pencegahan dan penatalaksanaan awal pada pasien dengan gejala Chikungunya. Proporsi paling tinggi adalah responden dengan tindakan baik yaitu sebesar 91,7%. Hasil ini sedikit berbeda dengan Marlina (2005) yang memperlihatkan proporsi tertinggi untuk tindakan adalah kategori sedang. Begitu juga yang ditunjukkan oleh Hutapea (2007) dimana ada 99.11% responden yang mempunyai tindakan sedang. Hal ini mungkin disebabkan karena pembagian kategori tindakan, dimana peneliti hanya membagi dalam 2 kategori, yaitu: tindakan baik dan buruk.

(53)

Jika dilihat lebih lanjut, ada ketidaksesuaian antara pengetahuan dan tindakan. Dimana didapatkan mayoritas tingkat pengetahuan terbesar yaitu dalam kategori cukup sebesar 45.8% sedangkan mayoritas responden memiliki tindakan baik sebesar 91.7%. menurut Notoatmodjo (2003) seseorang dapat bertindak atau berperilaku tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang diterimanya, dengan kata lain tindakan seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan dan sikap. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang didasari oleh pengetahuan.

Tindakan merupakan realisasi dari pengalaman dan sikap menjadi perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata dan terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, tetapi tidak selalu orang yang berpengetahuan baik langsung melakukan tindakan yang benar.

(54)

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a) Tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kerinci mengenai chikunngunya paling banyak berada pada kaegori cukup yaitu sebanyak 44 orang (45.8%).

b) Sikap masyarakat Kecamatan Pangkalan Kerinci mengenai chikunngunya didapatkan paling banyak berada pada kategori baik sebesar 70 orang (72.9%).

c) Tindakan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kerinci mengenai chikunngunya juga paling banyak berada pada kategori baik sebesar 88 orang (91.7%) .

6.2. Saran

• Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat dilakukan pencarian faktor-faktor yang memperngaruhi pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat dikarenakan angka kejadian chikungunya di pangkalan Kerinci masih cukup tinggi. Selain itu, data dari hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk penelitian analisis lanjutan.

• Kepada para staf medis agar diberikan edukasi pada pasien mengenai penyakit chikungunya, sehingga diharapkan pengetahuan pasien dapat bertambah

• Diharapkan dilakukan penyebaran informasi mengenai chikungunya melalui penyuluhan atau kegiatan lain sebaiknya disampaikan melalui petugas kesehatan dengan dukungan penuh dari tokoh masyarakat serta disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat setempat.

(55)

bakti bersama agar masyarakat semakin memahami informasi yang di dapat.

• Diharapkan untuk pemerintah daerah agar dapat menyediakan dana agar dapat dilakukannya kegiatan penyuluhan dan tindakan lain kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang lebih baik tentang chikungunya, sehingga sikap dan tindakan masyarakat juga dapat meningkat lebih baik.

(56)

Abraham, A.M. and Sridharan, G., 2007. Chikungunya virus infection-a resurgent scourge. India: Department of Clinical Virology. Christian Medical College, pp 502-504.

Aditama, T. A., 2009. Profil Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan

tahun 2008. Diunduh dari:

Afdhal, M. R., 2009. Hubungan Pengetahuan Masyarakat Dengan Pencegahan Dekubitus. Diunduh dari: http://www.scribd.com/doc/17456735/Hubungan-Pengetahuan-Masyarakat-Dengan-Pencegahan-Dekubitus. [Diakses 30 Maret 2010].

Agung, B., 2007. Chikungunya Menyerang Pekanbaru Lagi. Diunduh dari:

Arikunto, S., 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 268-272. Chretien, JP., Anyamba, A., Bedno, S. A., Breiman, R. F., Sang, R., Sergon, K.,

Powers, A. M., Onyango, C. O., Small, J., Tucker, C. J., & Linthicum, K. J., 2007. Drought-Associated Chikungunya Emergence Along Coastal East Africa. Am . J. Trop. Med. Hyg., 76(3): pp 405.

Florensi. 2004. Perilaku Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit DBD di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(57)

Heriyanto, B., Muchlastriningsih, E., Susilowati. S., dan Hutauruk, D.S., 2005. Kecenderungan Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Indonesia tahun 2001-2003. Cermin Dunia Kedokteran, 148: 37.

Hutapea, B. 2007. Perilaku Masyarakat Mengenai DBD di Kelurahan Gung Negeri Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2007. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Jawetz, E., Melnick, J., and Adelberg, E. 1996. Penyakit-Penyakit Virus Melalui Artropoda dan Hewan Pengerat. Dalam: Mikrobiologi Kedokteran: Edisi ke-20. Jakarta: EGC, 497.

Kasim, H., 2010. Basmi Nyamuk Aedes aegypti. Diunduh dari: [Diakses 14 Maret 2010].

Lestari, K., 2007. Epidemiologi dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Jatinangor: Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Farmaka, (3)5.

Marini, D. 2010. Gambaran Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Mengenai DBD Pada Keluarga di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2009. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Marlina, S. 2005. Perilaku Keluarga Terhadap Usaha Pencegahan Penyakit DBD di Lingkungan Rumah di Desa Suka Makmur Kecamatan Delitua.

Fakultas Kedokteran USU. Available from:

Moro, M. L. et al. 2010. Knowledge, Attitude and practices survey after an

(58)

Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, 118-132.

Notoarmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 91-92.

Pialoux, G., Gauzere, B-A., Jaureguiberry, S. and Strobel, M., 2007. Chikungunya, an epidemic arbovirus. Paris, France: Hospital Tenon, Service des Maladies Infection et Tropicales. Lancet Infect Dis 2007; 7:319-325. Rohani, A., Yulfi, H., Zamree, I and Lee, H.L., 2005. Rapid detection of

chikungunya virus in laboratory infected Aedes aegypti by Reverse-Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Tropical Biomedicine 22(2): 149-154.

Soekanto, S., 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali Press, 6. Sostroasmoro, S., 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis: Edisi ke-3.

Jakarta: CV. Sagung Seto, 87.

Suriasumantri, J.S., 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 104.

Syah, M., 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 97. Tim Penyusun., 2005. Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1121.

Tribun, 2009. Penderita Chikungunya di Inhu 1.924 Orang. Diunduh dari: Widoyono., 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

(59)

RIWAYAT HIDUP PENELITI Lampiran 1

Nama : Pryma Sugearto

Tempat/Tanggal Lahir : Binjai/ 22 Januari 1990

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Pinang Baris Gg. Makmur No. 61

Riwayat Pendidikan : SD Andreas Sunggal 1995-2001

SLTP Andreas Sunggal 2001-2004 SMA Methodist Binjai 2004-2007 Riwayat Pelatihan : Simposium “Perkembangan Penatalaksanaan

THT-KL Saat Ini”

Symposium Minimaly Invasive Surgery & Lunch Symposium

Riwayat Organisasi : Anggota Keluarga Mahasiswa Buddhis 2007

(60)

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ____________________________

Umur : ____________________________

Jenis Kelamin : ____________________________ Tingkat Pendidikan : ( SD, SMP, SMA, PT)

Alamat : ____________________________

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian, serta mendapat kesempatan tanya jawab tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedian diikutkan dalam penelitian tersebut.

Pangkalan Kerinci, ………. 2010 Yang menyatakan,

(………)

Kuesioner Pengetahuan

(61)

A. Penyakit yang disebabkan oleh kuman B. Penyakit yang disebabkan oleh virus C. Penyakit yang disebabkan oleh jamur

2. Bagaimanakah gejala yang ditimbulkan oleh penyakit Chikungunya? A. Demam, sakit perut, nyeri sendi, kejang-kejang

B. Demam, gatal-gatal dan terdapat bintik-bintik merah pada kulit C. Demam, nyeri sendi dan terdapat bintik-bintik merah pada kulit

3. Bagaimana penyakit Chikungunya ditularkan ke manusia? A. Melalui gigitan nyamuk

B. Makan sepiring dengan orang yang terinfeksi chikungunya C. Kontak fisik dengan orang yang terinfeksi chikungunya

4. Nyamuk jenis apa yang menjadi vektor / yang membawa penyakit chikungunya?

A. Nyamuk Aedes B. Nyamuk Anopheles C. Nyamuk Culex

5. Bagaimana ciri-ciri nyamuk penular penyakit Chikungunya? A. Warna hitam bintik-bintik putih

B. Warna putih bintik-bintik hitam C. Warna cokelat bintik kemerahan

6. Bagaimanakah pola demam penyakit chikungunya? A. Demam tinggi selama berbulan-bulan B. Demam selama dua sampai lima hari C. Demam tinggi selama berminggu-minggu

(62)

A. Sehari B. Dua hari C. Tiga hari

8. Dibawah ini adalah tindakan terbaik yang dapat kita lakukan untuk memberantas nyamuk dewasa ialah..

A. Menggunakan insektisida/baygon B. Melakukan fogging/pengasapan

C. Menaburkan serbuk abate dan melakukan 3M

9. Apakah tindakan terbaik untuk mematikan jentik-jentik nyamuk pada air guna memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk?

A. Melakukan fogging/pengasapan

B. Menaburkan serbuk abate pada tempat penampungan air C. Membersihkan parit-parit di sekitar rumah setiap bulan

10.Nyamuk penyebab penyakit chikungunya banyak terdapat pada? A. Wilayah tropis dengan lingkungan padat penduduk B. Wilayah pegunungan

C. Wilayah dengan iklim subtropis

Kuesioner sikap

1. Apakah Anda setuju kalau virus chikungunya dapat menyebabkan penyakit chikungunya?

A. Ya B. Tidak

2. Apakah Anda setuju bila gigitan nyamuk Aedes dapat menyebabkan chikungunya?

A. Ya B. Tidak

(63)

disebabkan oleh gigitan nyamuk?

A. Ya B. Tidak

4. Apakah Anda setuju kalau gejala awal dari chikungunya ialah demam?

A. Ya B. Tidak

5. Apakah Anda setuju salah satu gejala chikungunya ialah nyeri sendi?

A. Ya B. Tidak

6. Apakah Anda setuju dengan melakukan 3M dan fogging

(pengasapan) dapat mengurangi tingginya kejadian chikungunya?

A. Ya B. Tidak

7. Apakah Anda setuju kejadian

penyakit chikungunya meningkat pada musim hujan?

A. Ya B. Tidak

8. Apakah Anda setuju

chikungunya dapat menyerang semua golongan

(64)

Kuesioner Tindakan

Berilah penilaian atas setiap pernyataan berikut ini. Penilaian digambarkan dengan skor sebagai berikut:

1 2 3 4 5

Tidak pernah Sesekali Sering

Terima kasih atas waktu dan kerjasama Anda.

No Pernyataan Skala Nilai

1

2

3

4

5

Saya melakukan 3M (Menguras bak mandi,

Menutup tempat penampungan air, Mengubur barang bekas). Saya memasang obat nyamuk, memakai lotion anti nyamuk atau melakukan tindakan lain untuk mengusir nyamuk setiap hari.

Saya mengikuti penyuluhan kesehatan dari Dinas

Kesehatan setempat.

Saya tidak menggantung atau menumpuk pakaian kotor. Saya minum obat (pergi ke dokter) jika muncul gejala penyakit seperti chikungunya.

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

(65)

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN Lampiran 3

Bapak/Ibu/Sdr/i Yth,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai Chikungunya khususnya yang bertempat tinggal di Kecamatan Pangkalan Kerinci. Setelah itu, akan dianalisis dan diukur tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan yang diperoleh dari responden. Bila telah didapatkan hasil, maka dapat diupayakan usaha yang lebih optimal sehubungan dengan hasil yang telah didapat.

Untuk memperoleh keterangan di atas, suatu alat penelitian yang disebut kuesioner dan metode angket akan digunakan. Kuesioner yang diberikan terdiri dari sepuluh pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan, delapan pertanyaan sehubungan dengan sikap, dan lima pertanyaan yang berhubungan dengan tindakan. Identitas responden akan dirahasiakan dan data penelitian hanya digunakan untuk keperluan penelitian serta tidak akan dipublikasi dalam bentuk apapun.

(66)

Jika masih terdapat hal-hal yang kurang jelas sehubungan dengan penelitian ini, Bapak/Ibu/Sdr/i dapat menghubungi saya yang bernama Pryma Sugearto melalui nomor telepon (061) 8452015 atau telepon genggam 08192157068. Terima kasih.

Pangkalan Kerinci, ……….. 2010 Hormat saya,

(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)

DATA INDUK Lampiran 8

No

Data pada Variabel Pengetahuan

Nama Umur JenisKelamin Pendidikan pp1 pp2 pp3 pp4 pp5 pp6 pp7

1 RBT 26 1 SMA 0 0 0 0 0 0 0

2 SNAJ 32 1 SMA 0 1 1 1 1 1 0

3 ZLFD 38 2 SMP 0 0 1 1 0 1 0

4 NTHY 42 1 SMP 0 0 1 1 0 0 0

5 HLYT 29 2 PT 1 1 1 1 0 1 1

6 DYCN 23 2 SMA 1 0 1 1 0 1 0

7 NRGG 18 2 SMP 1 0 1 0 0 1 1

8 ITX 24 2 SMA 0 0 1 1 0 0 0

9 FSAM 17 2 SMA 0 0 1 1 1 0 0

10 HRX 25 1 SMA 1 0 1 1 0 1 0

11 RSMN 28 1 SMP 1 1 1 1 0 1 0

12 RSLX 26 1 SMP 1 1 1 1 0 1 0

13 JSMN 35 1 SMA 1 1 1 1 0 1 0

14 SPYN 41 1 SD 1 0 1 0 1 1 1

15 RSTR 27 2 SMA 1 1 1 1 1 0 0

16 HTNP 38 1 PT 1 1 1 1 1 0 0

17 DNPT 22 1 SMA 0 1 1 1 0 0 0

18 AFZK 41 1 SMA 1 1 1 1 1 0 1

19 YLSHM 31 2 PT 1 0 0 0 0 1 0

20 KMRD 51 1 SD 0 1 0 0 1 1 1

21 HRTRG 29 1 SMP 0 0 1 0 1 0 1

22 LNCNS 24 2 SMP 0 0 0 1 1 1 1

23 RSLA 41 2 SMA 1 1 0 1 0 0 1

24 DNTH 40 1 SMA 1 0 1 1 1 1 1

25 F

Gambar

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia,
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel
Tabel 5.4. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan
Tabel 5.6. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap
+4

Referensi

Dokumen terkait

Banyak jenis hama ulat, terutama dari jenis-jenis ngengat yang menjadi hama. pertanian

Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif.. Tesis pada PPs UPI Bandung:

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Dependent

Kegiatan penetapan pejabat publik yang telah dilakukan oleh DPR RI melalui Komisi terkait selama 2014-2016, antara lain penetapan: Kantor Akuntan Publik, Calon Kapolri,

Hal ini disebabkan karena di Desa Banjarsari RT 01 RW 01 masih minimnya SDM ditunjang dari karakteristik responden bahwa sebagian responden berpendidikan SMP,

Hasil uji koefisien determinasi R 2 menunjukkan bahwa hasil estimasi menunjukkan nilai R 2 sebesar 0,71020, artinya 71% variasi variabel dependen tingkat

[r]

untuk menjaga kebersihan kelas setiap hari siswa mengerjakan ..... upacara