ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TABUNGAN NASIONAL DI INDONESIA
TESIS
Oleh
BUDI MULYADI
077018029/EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TABUNGAN NASIONAL DI INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
BUDI MULYADI
077018029/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TABUNGAN NASIONAL DI INDONESIA
Nama Mahasiswa : Budi Mulyadi Nomor Pokok : 077018029
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui: Komisi Pembimbing
(Dr. Murni Daulay, SE, M.Si) (Drs. Iskandar Syarief, MA) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur,
(Dr. Murni Daulay, SE, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Telah diuji pada Tanggal : 05 Mei 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Murni Daulay, SE, M.Si Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA 2. Dr. Rahmanta, MSi
3. Drs. Rujiman, MA
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan nasional di Indonesia menggunakan metode analisis Ordinary Least Square
(OLS).
Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data time series tahun 1980 sampai dengan tahun 2005 yang berasal dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Bank Dunia dan publikasi resmi lainnya. Data sebagai variabel-variabel independen penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, defisit anggaran belanja pemerintah, ekspor neto, pertumbuhan pendapatan perkapita dan pertumbuhan penduduk.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh variabel independen tersebut secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tabungan nasional Indonesia. Sementara secara individual variabel pertumbuhan ekonomi Indonesia, pertumbuhan pendapatan perkapita, dan pertumbuhan penduduk berpengaruh signifikan terhadap tabungan nasional. Dua variabel lainnya yaitu defisit anggaran belanja pemerintah dan ekspor neto tidak signifikan mempengaruhi tabungan nasional. Terakhir, memperhatikan nilai elastisitas dan tingkat signifikansi masing-masing variabel independen, pertumbuhan penduduk mempunyai peranan terbesar terhadap tabungan nasional Indonesia.
ABSTRACT
The main purpose of this study is to analyze the factors which influence on the national savings in Indonesia. The method used in this study is Ordinary Least Square (OLS).
The data used in this study were the secondary data in the form of data time series from 1980 to 2005 obtained from Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Bank Dunia (Central Bureau of Statistics, Bank of Indonesia, the World Bank) and the other official publications. The data functioning as the independent variables in this study are economic growth, national budget deficit, nett exports, income growth per capita, and population growth.
The result of this study shows that all of the independent variables simultaneously significant influence on the national savings of Indonesia while individually the variables of Indonesia’s economic growth, income growth per capita, and population growth significant influence on the national savings. The other two variables - national budget deficit and nett exports – do not significant influence on the national savings. Looking at the value of elasticity and the level of significance of the respective independent variables, population growth plays a big role in influencing the national savings of Indonesia.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan ALLAH SWT, yang telah
melimpahkan karunia-Nya dan memberikan kekuatan serta segala kemudahan dalam
menghadapi setiap masalah hidup, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan
tesis yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Nasional Di Indonesia” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
Tesis ini penulis selesaikan dengan usaha, bantuan bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan
ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, D.M.T.&H., Sp.A (K)., Rektor Universitas
Sumatera Utara (USU)
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara (USU)
3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si., Ketua Program Studi Magister Ekonomi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai ketua pembimbing
yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk dapat dibimbingnya
dalam penulisan tesis ini.
4. Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A., sebagai anggota pembimbing yang telah
meluangkan waktu, pemikiran dan arahannya kepada penulis.
5. Bapak Dr. Jonni Manurung, M.S, Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si. dan Drs.
Rujiman, M.A. sebagai pembanding yang telah banyak memberikan masukan
dan saran dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan
7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Program Studi Magister Ekonomi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
8. Rekan-rekan mahasiswa angkatan XIII dan sebelumnya yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu yang telah mendorong dan memberikan bantuan moril
kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
9. Bapak Kepala Kantor dan rekan-rekan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Binjai yang memberikan dukungan moril kepada penulis untuk menyelesaikan
penulisan tesis ini.
10. Bapak dan Mamah yang sangat saya sayangi dan hormati yang tidak
henti-hentinya memberikan dukungan moril serta doa kepada penulis untuk
menyelesaikan penulisan tesis ini.
11. Istriku tercinta, Ira Herawati serta kedua putriku yang cantik dan shalehah, Zahra
dan Fatimah, yang terus memberikan doa serta dorongan semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
Semoga ALLAH SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas seluruh
kebaikan yang diberikannya kepada penulis.
Aamiin Yaa Rabbal’Alamiin.
Medan, Mei 2009
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Budi Mulyadi
Tempat / Tanggal Lahir : Bogor, 20 Agustus 1972
Alamat : Jl. Sei Padang No.145A Medan
Pekerjaan : PNS
: SDN 04 Maruya Jakarta Barat
: SMPN 206 Jakarta Barat
: SMAN 16 Jakarta Barat
: STAN Prodip Keuangan
: STIE Indonesia (STEI) Jakarta
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Definisi Tabungan... 7
2.2 Teori Konsumsi ... 8
2.2.1 J.M. Keynes... 9
2.2.2 Kritik Simon Kuznets terhadap teori J.M. Keynes ... 12
2.2.3 Irving Fisher ... 13
2.2.5 Milton Friedman (Permanent Income Hypotesis)... 16
2.2.6 James Duessenbery ... 17
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tabungan ... 17
2.4 Teori Equivalensi Ricardian ... 18
2.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Nasional ... 21
2.6 Pendapatan Nasional dan Tabungan Nasional ... 23
2.7 Faktor Demografi ... 25
2.8 Penelitian Terdahulu ... 28
2.9 Hipotesis Penelitian ... 34
2.10 Kerangka Pikir Penelitian ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 36
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 36
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 36
3.4 Analisis Data ... 37
3.5 Definisi Operasional Variabel ... 38
3.6 Uji Kesesuaian ... 39
3.7 Pelanggaran Asumsi Klasik ... 40
3.7.1 Multikolinieritas... 40
3.7.2 Autokorelasi ... 41
3.7.3 Normalitas ... 42
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 45
4.1 Perkembangan Tabungan Nasional Indonesia ... 45
4.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 47
4.3 Kondisi Defisit Anggaran di Indonesia... 51
4.4 Perkembangan Ekspor Netto Indonesia ... 56
4.5 Perkembangan Penduduk Indonesia ... 60
4.6 Pembahasan Data Variabel-Variabel Penelitian ... 62
4.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 71
4.7.1 Uji Multikolinieritas... 71
4.7.2 Uji Korelasi Serial (Autokorelasi) ... 72
4.7.3 Uji Normalitas (Jarque-Bera Test) ... 72
4.7.4 Uji Stationeritas Data ... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75
5.1 Kesimpulan ... 75
5.2 Saran ... 76
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Tabungan Bersih dan Defisit Anggaran Indonesia
Periode 1980 sd. 2005 (dalam persen) ... 3
1.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Bersih Indonesia Periode 1980 sd. 2005 (dalam persen) ... 4
4.1. Hasil Analisis Data... 62
4.2. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas ... 71
4.3. Hasil Estimasi Uji Korelasi Serial ... 72
4.4. Hasil Estimasi Uji Normalitas... 73
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Fungsi Konsumsi Menurut Keynes... 11
2.2. Fungsi Konsumsi Menurut Life Cycle Hyphotesis... 14
2.3. Hubungan Output, Tabungan dan Depresiasi Kapital... 24
2.4. Kerangka Pikir Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tabungan Nasional di Indonesia ... 35
4.1. Perkembangan Tabungan Nasional Indonesia Periode 1980 sd.
2005 (dalam Milyar Rupiah)... 45
4.2. MPC Rumah Tangga Indonesia dan Tabungan Nasional Indonesia Periode 1980 sd. 2004 (dalam persen)... 46
4.3. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 1966 sd.
2005 (dalam persen) ... 48
4.4. Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Tabungan Nasional Indonesia
terhadap PDB periode 1981 sd. 2005 (dalam persen) ... 50
4.5. Rasio Defisit APBN dan Rasio Tabungan Nasional terhadap PDB periode 1980 sd. 2005 (dalam persen) ... 54
4.6. Rasio Ekspor Netto Terhadap PDB dan Rasio Tabungan
Nasional terhadap PDB Periode 1980 sd. 2005 (dalam persen) .. 57
4.7. Pertumbuhan penduduk Indonesia periode 1970 sd. 2005 (dalam
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Penelitian ... 81
2. Hasil Estimasi dengan OLS ... 82
3. Hasil Uji Multikolinieritas ... 83
4. Hasil Uji Autokorelasi ... 86
5. Hasil Uji Normalitas ... 87
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis global telah menimbulkan dampak yang besar terhadap perekonomian
Indonesia. Ancaman krisis ekonomi masih terus membayangi perekonomian
Indonesia. Dari anjloknya bursa saham di Bursa Efek Indonesia sampai kemungkinan
turunnya pendapatan negara akibat turunnya potensi pendapatan dari sektor
perpajakan. Hal ini tentu saja sangat menyulitkan bagi pemerintah Indonesia.
Di sektor riil masalah penambahan pengangguran akibat ancaman pemutusan
hubungan kerja karena perusahaan – perusahaan mengalami kerugian yang cukup
besar, atau malah beberapa diantaranya mengalami kebangkrutan, semakin
menambah berat beban perekonomian Indonesia. Di sisi lain investasi swasta baik
dalam negeri maupun asing yang diharapkan mampu untuk menyerap jumlah
pengangguran hampir tidak mungkin diharapkan pada saat krisis. Hal ini terjadi
karena unsur ketidakpastian ekonomi menyebabkan investor enggan untuk mulai atau
menambah investasi. Padahal menurut Rostow, sebuah negara perlu mencapai tingkat
investasi sebesar 15-20 persen sebagai prakondisi untuk lepas landas.
Sektor perbankan juga merasakan dampak yang luar biasa dalam hal
likuiditas. Bank Century merupakan salah satu bank yang telah menjadi korban di
sektor perbankan akibat krisis global. Krisis telah menyebabkan perbankan ragu
kredit. Alasan utamanya tentu menjaga likuiditas keuangannya untuk menghindari
terjadinya rush. Tingkat bunga pinjaman kredit juga menjadi meningkat, selain
karena BI rate yang juga masih tinggi yakni pada level 9 persen, juga karena unsur
resiko yang tinggi menyebabkan premi resiko pinjaman menjadi meningkat. Hal ini
memberikan dampak bagi perkembangan investasi yang melamban, sehingga sulit
untuk menjadi pendorong bagi sektor riil.
Pilihan lain yang masih mungkin untuk menggerakkan perekonomian adalah
konsumsi masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah
diharapkan mampu dalam dua hal, yang pertama mengurangi pengangguran melalui
pengeluaran untuk program pemerintah yang dapat menyerap tenaga kerja. Yang
kedua diharapkan mampu menjaga daya beli masyarakat melalui pengeluaran
pemerintah yang lebih besar. Pengeluaran pemerintah ini diharapkan mampu menjadi
salah satu pendorong bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga diharapkan
dapat meredam dampak krisis global yang melanda perekonomian Indonesia.
Alternatif pada pengeluaran pemerintah bukanlah tanpa kendala. Selain harus
tersedianya jumlah tabungan yang besar dari pemerintah dan masyarakat untuk
pembiayaan pembangunan, pengeluaran pemerintah yang ekspansif juga dapat
menyebabkan beban defisit anggaran yang besar bagi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Defisit anggaran belanja pemerintah akan menggerogoti
tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat. Hal ini berdampak kurang baik bagi
pembangunan perekonomian selanjutnya. Berikut gambaran defisit anggaran dan
tabungan bersih Indonesia.
Tabel 1.1 : Tabungan Bersih, dan Defisit Anggaran Indonesia Periode 1980 sd. 2005 (dalam persen)
Sumber : World Bank, 2007
Dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan fungsi
dari tabungan yang tersedia, atau dengan kata lain dalam jangka panjang
pertumbuhan ekonomi suatu negara hanya ditentukan oleh jumlah tabungan yang
Sebagai perbandingan Singapura memiliki tingkat tabungan nasional sebesar 40
persen dari PDB dan memiliki pertumbuhan PDB tahunannya sebesar 5 – 6 persen
selama kurun waktu 1960 – 1996. Sementara itu, Kenya pada periode yang sama,
hanya memiliki 15 persen tabungan nasional dan mempunyai pertumbuhan tahunan
hanya sebesar 1 persen. Perkembangan tabungan nasional dan pertumbuhan ekonomi
Indonesia digambarkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.2 : Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Bersih Indonesia Periode 1980 sd. 2005 (dalam persen)
Mempertahankan perekonomian dari gejolak krisis adalah hal yang mutlak
dilakukan namun mempertahankan momentum pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi pada masa datang juga menjadi pilihan penting dalam perencanaan
ekonomi. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik mengambil judul tesis ini
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Nasional Di
Indonesia”. Peneliti menilai perlunya mengidentifikasi faktor-faktor yang dominan
di dalam pertumbuhan tabungan nasional di Indonesia sehingga ke depan Indonesia
dapat menjadi negara yang mandiri di dalam melaksanakan pembangunannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Berapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tabungan nasional
Indonesia?
2. Berapa besar pengaruh defisit anggaran pemerintah terhadap tabungan
nasional Indonesia?
3. Berapa besar pengaruh ekspor neto terhadap tabungan nasional Indonesia?
4. Berapa besar pengaruh pertumbuhan pendapatan perkapita terhadap tabungan
nasional Indonesia?
5. Berapa besar pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap tabungan nasional
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
tabungan nasional Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh defisit anggaran pemerintah
terhadap tabungan nasional Indonesia.
3. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh ekspor neto terhadap tabungan
nasional Indonesia.
4. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pertumbuhan pendapatan
perkapita terhadap tabungan nasional Indonesia.
5. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pertumbuhan penduduk
terhadap tabungan nasional Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan pihak terkait lainnya sebagai
pengambil keputusan untuk dapat membuat kebijakan yang tepat dalam
perekonomian.
2. Memberikan tambahan pengetahuan bagi penulis tentang kondisi tabungan
nasional di Indonesia khususnya dan sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak
lain yang berniat untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang masalah ini
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tabungan
Tabungan nasional (national saving) dapat didefinisikan sebagai pendapatan
total dalam perekonomian yang tersisa setelah dipakai untuk pengeluaran pemerintah
dan konsumsi. Dalam suatu negara, investasi domestik dapat dibiayai oleh tabungan
nasional dan pinjaman dari luar negeri. Total dana yang tersedia untuk membiayai
investasi (I) sama dengan tabungan nasional (S+(T-G)) ditambah dengan pinjaman
dari luar negeri (X-M) dan secara matematis dapat dirumuskan :
I = S + (T-G) + (X-M) ………...………..…….………. (2.1)
Namun untuk mengurangi ketergantungan suatu negara terhadap bantuan dari
pihak lain, tabungan nasional diutamakan sebagai sumber pembiayaan investasi
domestik. Secara garis besar, tabungan nasional diciptakan oleh tiga pelaku, yaitu
pemerintah, perusahaan dan rumah tangga.
Tabungan pemerintah merupakan selisih lebih antara realisasi penerimaan
dengan pengeluaran pemerintah. Tabungan perusahaan merupakan kelebihan
pendapatan (laba) yang tidak dibagikan kepada pemegang saham yang besarnya dapat
diketahui dari laporan keuangan perusahaan. Sementara itu, tabungan rumah tangga
merupakan bagian dari pendapatan yang diterima rumah tangga yang tidak
dibelanjakan untuk keperluan konsumsi. Secara matematis persamaan tabungan dapat
Jika tabungan swasta adalah S = (Y - T) - C dan tabungan pemerintah adalah (T - G),
maka tabungan nasional adalah
S = (Y -T) - C + (T - G)...………..…….………. (2.2)
dimana :
S adalah tabungan nasional
Y-T adalah pendapatan disposibel (disposible income) masyarakat dan swasta
C adalah konsumsi
T adalah penerimaan pemerintah dari Pajak dan Non Pajak
G adalah pengeluaran pemerintah
Jika T-G bernilai positif, maka pemerintah akan mengalami budget surplus,
dan sektor ini akan ditambahkan pada sektor swasta untuk menambah sumber
pembiayaan investasi. Namun jika T-G bernilai negatif berarti pemerintah mengalami
budget defisit, dan pemerintah harus meminjam dana dari pihak lain.
2.2 Teori Konsumsi
Tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak dibelanjakan, sehingga
sangat erat kaitannya dengan perilaku konsumsi individu. Selain itu, keputusan
konsumsi sangat penting untuk analisa jangka pendek karena peranannya dalam
menentukan permintaan agregat. Konsumsi adalah dua pertiga dari Produk Domestik
Bruto, sehingga fluktuasi dalam konsumsi adalah elemen penting dari booming dan
resesi ekonomi (Mankiw, 2007). Berikut pendapat beberapa ahli tentang teori
2.2.1 J.M. Keynes
Dikenal dengan Absolut Income Theory (teori pendapatan absolut).
Keynes menyatakan tentang hubungan pengeluaran konsumsi dengan pendapatan
nasional yang diukur berdasarkan harga konstan. Keynes menulis bahwa “hukum
psikologis yang mesti kita yakini tanpa ragu... adalah bahwa manusia sudah pasti,
secara alamiah dan berdasarkan rata-rata, untuk meningkatkan konsumsi ketika
pendapatan mereka naik tetapi tidak sebanyak kenaikan pendapatan mereka”
(Mankiw,2007).
Jadi :
C = f ( Yd ) ... (2.3)
C = Konsumsi
f = Fungsi
Yd = Disposible income (pendapatan yang benar-benar dapat dinikmati oleh
rumah tangga).
Yd = Y – Tx + Tr
Tx = Pajak ;
Tr = Transper Payment (seperti Subsidi)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa besarnya konsumsi sangat
tergantung pada besarnya pendapatan (Yd). Semakin besar pendapatan (Yd),
maka semakin tinggi pula konsumsi dan sebaliknya.
Keynes mengatakan apabila pendapatan makin tinggi atau meningkat,
Propensity to Consume) akan menurun. Jadi makin tinggi income, makin kecil
APC.
Besarnya konsumsi adalah :
C = a + bYd atau
C = Co + bYd ... (2.4)
a atau Co adalah alpha atau dengan kata lain konsumsi terendah. Jadi meskipun
pendapatannya nol, konsumsi sebesar a atau Co.
b = Beta = MPC = Marginal Propensity to Consume
Besarnya MPC antara 0 sampai dengan 1 atau dinotasikan 0 < MPC < 1
APC (Average Propensity to Consume) = C Y
Secara singkat berikut ini disajikan beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi
Keynes yang banyak disebut dalam literatur:
a. Variabel nyata ;
Yang dimaksud adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan
hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang
kata lain adalah besarnya hubungan antara pendapatan nasional nominal
dengan pengeluaran konsumsi nominal.
b. Pendapatan yang terjadi
Dalam literatur banyak disebut bahwa pendapatan nasional yang menentukan
besar kecilnya pengeluaran nasional yang terjadi (Current National Income).
Penemuan ini untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud Keynes bukannya
pendapatan yang terjadi sebelumnya, bukan pula pendapatan yang diramalkan
akan terjadi dimasa yang akan datang.
c. Pendapatan Absolut
Dalam literatur banyak disebutkan bahwa dalam fungsi konsumsi Keynes;
variabel pendapatan nasional yang diinterprestasikan sebagai pendapatan
nasional absolut, dapat dibandingkan pula misalnya dengan pendapatan
relatif, pendapatan permanen dan sebagainya.
C ( harga Konstan )
Y= C
C=C0+bYd
C0
0 Y ( harga Konstan )
2.2.2 Kritik Simon Kuznets terhadap teori J.M. Keynes
Penemuan empiris Simon Kuznets, mengenai fungsi konsumsi bahwa
rasio konsumsi terhadap pendapatan (APC) dalam jangka panjang memiliki
kecenderungan konstan. Ini berarti berbeda dengan asumsi kedua Keynes bahwa
untuk fungsi konsumsi jangka pendek sekalipun berlaku MPC < APC. Seperti
yang diasumsikan Keynes, intersep fungsi konsumsi yaitu Co, mengalami
perubahan dari waktu kewaktu. Bergesernya intersep keatas ini tidak tertampung
oleh hipotesis pendapatan absolut Keynes. Dengan kata lain secara rinci
penemuan Simon Kuznets tersebut adalah
1. Perlu dibedakan fungsi konsumsi jangka panjang (Long run Consumption
Function) dengan fungsi konsumsi jangka pendek (Short run Consumption
Function) karena kedua macam fungsi konsumsi tersebut dari hasil struktur
empirisnya mempunyai bentuk yang berbeda.
2. Fungsi konsumsi jangka pendek ternyata mengalami pergeseran keatas,
kesimpulan ini apabila diungkapkan dengan menggunakan bentuk standar
persamaan fungsi konsumsi : C = Co + bYd, dapat dikatakan bahwa nilai Co
tendensinya meningkat dari waktu kewaktu.
Dari penemuan inilah, Simon Kuznets menyatakan bahwa yang
dibahas oleh Keynes adalah konsumsi jangka pendek. Konsumsi jangka
panjang dimulai dari nol dan konsumsi masyarakat jangka pendek berubah
setiap masa atau setiap saat. Perubahan asset ini akan menambah Co sehingga
bahwa baik Keynes maupun Simon Kuznets melihat dari agregat, berbeda
dengan pendapat Irving Fisher yang mengamati dan melihat dari
individu-individu (single consumption).
2.2.3 Irving Fisher
Model yang dikembangkan Irving Fisher membuat para ekonom
lainnya dapat menganalisis bagaimana konsumen yang berpandangan ke
depan dan rasional membuat pilihan antar-waktu yaitu, pilihan yang meliputi
periode waktu berbeda. Menurut model ini, pendapatan konsumen dalam dua
periode membatasi konsumsi di setiap periodenya. Dalam periode pertama,
tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi yaitu :
S = Y1 – C1 ... (2.5 )
Dalam periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan (termasuk
bunga tabungan) ditambah pendapatan periode kedua, yaitu
C2 = (1 + r)S + Y2 ... (2.6)
Dengan demikian, konsumsi seseorang selama dua periode dengan dua
pendapatan yang berbeda dapat dinyatakan dalam persamaan di bawah ini :
C2 Y2
C1 +
2.2.4 A. Ando, R. Brumberg dan F. Modigliani (Life Cycle Hypothesis )
Asumsi yang digunakan: Umur atau usia masyarakat mempengaruhi pola
perilaku konsumsinya. Dissaving bisa ditutup oleh saving tahun sebelumnya.
C,Y
C
t p
b Y
Co
0 Y B T P Mt = Waktu
Gambar 2.2 : Fungsi konsumsi menurut Life Cycle Hypothesis
Dari gambar di atas terlihat bahwa begitu seseorang lahir, ia sudah
mempunyai kebutuhan-kebutuhan hidup yang menuntut untuk dipenuhi,
meskipun jelas usia tersebut ia sama sekali belum dapat berpartisipasi dalam
pembentukan produk nasional. Ini berarti pendapatan sebesar nol dan jumlah
pengeluaran konsumsinya positif, memaksa orang tersebut melaksanakan
dissaving. Baru setelah dewasa dan memasuki angkatan kerja ia dapat
memperoleh pendapatan dan pada usia B baru lagi terjadi dissaving kemudian
pendapatan tersebut meningkat sehingga terjadi saving sampai dengan umur P.
Mengenai sumber pendapatan, Ando, Brumberg, dan Modigliani
membedakan dua sumber pendapatan yaitu tenaga kerja sebagai sumber labour
income dan kekayaan sebagai sumber property income.
Y = YL + YP ... .. (2.8)
Prinsip dari asumsi hipotesis siklus hidup adalah bahwa individu selalu
berusaha untuk mencari maksimisasi dari nilai sekarang terhadap kepuasan hidup
dengan kendala anggaran yang terbatas. Kendala anggaran adalah sebanding
dengan kekayaan yang dimiliki individu pada masa sekarang ditambah nilai dari
penghasilan yang diharapkan dari pekerjaan setiap individu. Teori ini meramalkan
bahwa konsumsi masyarakat pada setiap periode adalah sangat bergantung pada
harapan tentang pendapatannya selama hidup. Hal ini berarti bahwa fluktuasi yang
terjadi terhadap pendapatan berhubungan dengan kesinambungan masa datang.
Tahap ini adalah penentu yang paling penting dalam perilaku tabungan. Oleh
karena itu individu akan secara bijak melakukan konsumsi pada saat mereka
hidup, yaitu dengan cara melakukan tabungan pada masa muda dan mengambil
tabungan pada saat usia lanjut (Modigliani, 1986).
Modigliani juga menjelaskan pernyataan di atas dalam sebuah bentuk
fungsi konsumsi setiap orang sepanjang tahun sebagai berikut :
C = (W + RY) / T atau
Model siklus hidup juga meramalkan bahwa peningkatan dalam pertumbuhan
pendapatan perkapita akan juga turut mendorong terhadap peningkatan tabungan
secara agregat. Hal ini terjadi karena sumber-sumber pada masa hidup dan
tabungan lebih besar pada saat masih usia produktif daripada pada masa usia
lanjut.
2.2.5 Milton Friedman (Permanent Income Hypotesis)
Dengan menggunakan asumsi bahwa konsumen bersikap rasional dalam
mengalokasikan pendapatan yang diperoleh selama hidupnya diantara kurun
waktu yang dihadapinya serta menghendaki pola-pola konsumsi yang kurang
lebih merata dari waktu kewaktu. Milton Friedman menarik kesimpulan bahwa
konsumsi permanen seseorang konsumen atau suatu masyarakat mempunyai
hubungan yang positif dan proporsional dengan pendapatannya.
Dalam bentuk matematis dapat diungkapkan :
Cp = K Yp ... (2.10)
Cp = Konsumsi permanen
K = Angka konstan yang menunjukkan bagian pendapatan permanen yang
dikonsumsi. Ini berarti 0 < k < 1
Yp = Pendapatan permanen ;
Dari uraian di atas jelaslah sekarang bahwa seperti halnya Ando,
Brumberg, Modigliani, Milton Friedman dan begitu juga nantinya Duessenbery
berhasil memberikan dasar teoritik untuk kedua fungsi konsumsi yang ditemukan
2.2.6 James Duessenbery
James Duessenbery mengemukakan pendapatnya bahwa pengeluaran
konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh besarnya pendapatan
tertinggi yang pernah dicapainya. Ia berpendapat bahwa apabila pendapatan
berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluarannya untuk
konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi ini, mereka
terpaksa mengurangi saving.
Selanjutnya Duessenbery juga sependapat dengan penemuan Kuznets
bahwa untuk setiap income yang dicapai mempunyai fungsi konsumsi jangka
pendek sendiri– sendiri.
Faktor–faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi :
a. Distribusi pendapatan nasional.
b. Banyaknya kekayaan masyarakat dalam bentuk alat- alat likuid.
c. Banyaknya barang–barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat.
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tabungan
Menurut ekonom klasik, seperti Adam Smith, tabungan merupakan fungsi
dari tingkat bunga. Tingkat bunga merupakan pembayaran dari tidak dilakukannya
konsumsi, imbalan dari kesediaan untuk menunggu dan tidak dilakukannya konsumsi
dan pembayaran atas penggunaan dana. Oleh karena itu, jika tingkat bunga naik,
jumlah tabungan juga akan meningkat. Tingkat bunga ditentukan dari titik
Alfred Marshall dari kaum neoklasik mengemukakan bahwa terdapat faktor
ekonomi dan non ekonomi yang mempengaruhi tabungan. Diantara faktor-faktor
ekonomi tersebut, dia menekankan pada tingkat bunga, walaupun mungkin saja
terdapat keadaan dimana tetap ada tabungan pada saat tingkat bunga negatif. Selain
tingkat bunga, pendapatan juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi tabungan nasional. Pendapat tersebut dikemukakan oleh J.M. Keynes
dalam teorinya mengenai kecenderungan untuk mengkonsumsi (propensity to
consume) yang secara eksplisit menghubungkan antara tabungan dan pendapatan.
Keynes menyatakan suatu fungsi konsumsi modern yang didasari oleh perilaku
psikologis modern, yaitu apabila terjadi peningkatan pada pendapatan riil,
peningkatan tersebut tidak digunakan seluruhnya untuk meningkatkan konsumsi,
tetapi dari sisa pendapatan tersebut juga digunakan untuk menabung.
2.4 Teori Equivalensi Ricardian
Teori ini merupakan pengembangan dari teori pendapatan permanen dan
hipotesis siklus hidup (Permanent Income and Life Cycle Hypotesis atau PILCH).
Dalam teori ini dinyatakan bahwa belanja pemerintah, pajak dan utang pemerintah
yang tidak ada dalam PILCH diintroduksikan ke dalam model. Kesimpulan dari teori
ini adalah kebijakan defisit anggaran tidak mempunyai pengaruh terhadap
perekonomian. Termasuk di dalamnya investasi, suku bunga dan tingkat harga.
Dalam teori Equivalensi Ricardian diasumsikan bahwa dalam perekonomian
waktu (infinite horizon). Secara umum model Equivalensi Ricardian dapat
diformulasikan sebagai berikut :semua rumah tangga yang hidup dalam pasar uang
sempurna akan memaksimalkan fungsi utilitasnya. (Seater, 1993) :
=
Rumah tangga menghadapi kendala anggaran yaitu :
∑
∞=∑
÷Di mana U = utilitas rumah tangga, C = konsumsi rumah tangga, mewakili
preferensi waktu serta R yang sama dengan (1/(1+r)) mewakili faktor diskonto,
sedangkan r adalah suku bunga, (Y-G) adalah pendapatan yang siap dibelanjakan
yang merupakan selisih antara pendapatan nasional dikurangi pajak atau semua
pengeluaran pemerintah dibiayai dengan pajak (G=T).
Ekonom berusaha untuk melihat pengaruh agregat dari kebijakan fiskal dalam
tiga perspektif prinsip untuk memperjelas perbedaan diantara model dalam hal defisit
anggaran dan pengaruhnya terhadap variabel ekonomi lain. Menurut teori Equivalensi
Ricardian, pemotongan pajak yang didanai utang (defisit anggaran) tidak
mempengaruhi konsumsi. Rumah tangga menabung kelebihan pendapatan disposibel
untuk membayar kewajiban pajak masa depan yang ditunjukkan oleh pemotongan
pajak. Kenaikan dalam tabungan swasta ini akan mengoffset penurunan tabungan
publik. Tabungan nasional, jumlah tabungan swasta dan publik, tetap sama. Karena
sendiri, tingkat bunga, nilai tukar dan produksi domestik masa yang akan datang atau
pendapatan nasional masa yang akan datang) seperti yang diprediksi analisis
tradisional (Mankiw, 2007).
Sementara itu Manurung (2006), menyatakan ketika terjadi defisit fiskal maka
pengendalian moneter menjadi penting dan tekanan terhadap sistem keuangan akan
terjadi. Pengeluaran yang lebih besar dari penerimaan pemerintah mengakibatkan
penjualan obligasi pemerintah kepada masyarakat. Penjualan obligasi dan uang inti
kepada masyarakat akan meningkatkan penerimaan pemerintah melalui pajak inflasi
dan pajak bunga terhadap pemegang uang dan obligasi pemerintah.
Model kedua adalah small open economy. Menurut pandangan model ini
defisit anggaran akan menurunkan tabungan nasional, tapi modal internasional yang
masuk akan menutupi penurunan tabungan nasional. Menurut model ini defisit
anggaran akan meningkatkan pinjaman dari luar negeri dan karena itu akan
mengurangi pendapatan nasional yang akan datang, tapi defisit tidak akan
berpengaruh pada tingkat bunga atau produksi domestik masa yang akan datang.
Model ketiga sering disebut dengan pandangan konvensional yang
menyatakan bahwa defisit anggaran akan mengurangi tabungan nasional dan
selanjutnya penurunan investasi domestik. Menurut model ini defisit anggaran dan
investasi swasta terjadi crowding out dan sebagian terjadi peningkatan pinjaman luar
negeri, yang mana kedua-duanya mengurangi pendapatan nasional dan produksi
2.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Nasional
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional
bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau
berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang
lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita.
Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output
riil per orang.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu negara dapat terlihat dari
pendapatan yang diterima oleh pemerintah negara tersebut dan kinerja perekonomian
selama periode satu tahun. Pendapatan pemerintah dan anggaran lainnya dialokasikan
sebagai dana pembangunan sesuai kebijakan yang berlaku. Dana pembangunan juga
dapat diperoleh dari tabungan pemerintah dan pinjaman luar negeri. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya tabungan pemerintah merupakan selisih lebih penerimaan
dalam negeri terhadap anggaran rutin. Masalahnya tabungan pemerintah (apalagi di
negara-negara berkembang) tidak mencukupi untuk membiayai pembangunan.
Biasanya untuk mencegah defisit anggaran, kebijakan yang ditempuh pemerintah
adalah dengan selalu menjajaki kemungkinan untuk memperoleh bantuan luar negeri.
Di tengah serangkaian pemikiran dan perdebatan tentang penolakan terhadap
ketergantungan terhadap hutang luar negeri, maka sumber pembiayaan domestik
menjadi isu yang menarik. Jika dibandingkan dengan sumber eksternal dalam
pembiayaan pembangunan, menggantungkan harapan pada sumber-sumber domestik
bantuan luar negeri yang diterima pemerintah tercatat dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) sebagai penerimaan pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi yang melambat, akan mempengaruhi berbagai target,
termasuk penciptaan lapangan kerja dan juga masalah kemiskinan. Kembali kepada
masalah pembangunan ekonomi beserta dengan pembiayaannya, pinjaman luar negeri
biasanya timbul karena suatu negara mengalami kekurangan kapital karena
sumber-sumber dana di dalam negeri memang sedikit. Bagi negara-negara sedang
berkembang yang ingin mempercepat laju pertumbuhan ekonominya agar dapat
menyamai tingkat hidup di negara-negara yang sudah maju, investasi dalam jumlah
yang besar perlu dijalankan, sehingga hasilnya tidak akan hanya diserap oleh
pertambahan penduduk saja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya tingkat
investasi adalah rendah (4 persen sd. 5 persen pertahun dari pendapatan nasional)
sehingga negara-negara tersebut seringkali berada pada perangkap pendapatan
seimbang yang rendah (Suparmoko, 2000).
Menurut Solow, (1956, constant savings rate growth model) dalam PPE FE
UGM (2004), pengenaan pajak dapat menurunkan pendapatan perkapita. Oleh karena
itu, pemerintah seharusnya mengenakan pajak atas konsumsi daripada menetapkan
pajak pada investasi yang produktif. Pembiayaan dengan utang publik juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan karena adanya efek pengeluaran. Peningkatan
defisit publik yang dibiayai melalui utang dapat mengurangi investasi swasta dan atau
berkurangnya pendapatan dari luar. Namun hal ini tergantung dari efek defisit publik
2.6 Pendapatan Nasional dan Tabungan Nasional
Tabungan nasional adalah tabungan yang berasal dari tabungan masyarakat
(private saving) dan tabungan pemerintah (public saving). Model pertumbuhan
ekonomi klasik menjelaskan hubungan antara tingkat tabungan dan penggunaan
kapital serta output. Dalam model ekonomi neo klasik, tingkat pertumbuhan ekonomi
ditentukan oleh tingkat akumulasi kapital, dan akumulasi kapital ditentukan oleh
tingkat tabungan nasional dan tingkat depresiasi dari kapital.
c = y – sy atau
c = (1–s)y ... (2.13)
selanjutnya dengan mensubstitusikan persamaan (2.13) kepada y = c + i, maka akan
diperoleh :
y = (1–s)y + i dimana
i = sy ... (2.14)
Dalam jangka panjang model pertumbuhan solow, equilibrium terjadi pada
saat output dan kapital konstan. Kedua variabel ini menjadi variabel endogen dan
yang menjadi variabel eksogen dalam model solow adalah tingkat tabungan.
Sebagaimana diketahui fungsi produksi untuk setiap persediaan modal k tertentu
adalah y = f(k) dan dengan mensubstitusikanpersamaan (2.14) yang mengandung arti
investasi per pekerja (i) sama dengan sy, maka diperoleh persamaan :
(i = s*f(k)) ... (2.15)
Selanjutnya perubahan persediaan modal adalah investasi dikurangi depresiasi kapital
k = i – k ... (2.16)
Oleh karena investasi (i) sama dengan s*f(k) , maka kita dapat menyusun persamaan
perubahan persediaan modal sebagai berikut :
k = s*f(k) – k (2.17)
Dari persamaan (2.17) dapat diketahui bahwa tingkat pertumbuhan output
tergantung pada tingkat tabungan dan tingkat depresiasi dari kapital. Bila akumulasi
modal yang terbentuk lebih kecil daripada depresiasi yang terjadi maka output akan
mengalami penurunan. Sebaliknya jika akumulasi kapital yang terbentuk lebih besar
dari depresiasi kapital maka pertumbuhan output akan terjadi. Kondisi tersebut dapat
digambarkan seperti dibawah ini :
Perubahan dalam laju pertumbuhan produktivitas bisa juga mempunyai efek
besar terhadap angka tabungan nasional. Hayashi dan Prescott (2002), sebagai
contoh, telah menemukan bahwa kemunduran produktivitas pada 1990-an
menyebabkan kemunduran besar investasi di Jepang. Peningkatan dalam perdagangan
internasional akan mendorong ke arah peningkatan tabungan dan neraca
perdagangan.
2.7 Faktor Demografi
Hipotesis siklus hidup menyoroti pentingnya struktur populasi penduduk. Jika
proporsi tertinggi dari populasi adalah penduduk usia bekerja—terutama jika pada
puncak mendapat gaji tahunan, maka seharusnya kondisi ekonomi juga
memperlihatkan tingkat tabungan privat yang tinggi. Hal ini disebabkan para pekerja
harus mempersiapkan diri bila mereka pensiun. Sebaliknya, ketika para pekerja ini
mencapai umur yang tidak produktif lagi atau pensiun maka akan terjadi apa yang
disebut dissaving (atau, sedikitnya, mengkonsumsi jumlah yang lebih besar dari
pendapatannya), kemudian tingkat tabungan secara agregat akan mengalami
kemerosotan. Sementara itu, Coale menunjukkan dua akibat buruk dari pertambahan
penduduk yang cepat terhadap tabungan masyarakat yaitu akan mengurangi jumlah
tabungan yang diciptakan oleh tiap-tiap anggota masyarakat dan mengurangi
kemampuan pemerintah untuk menabung karena jumlah pajak yang dapat
Berbagai literatur berusaha ekstensif untuk menghubungkan variabel
demografis terhadap perilaku tingkat tabungan. Menurut Lane dan Milesi-Ferretti
(1999) demikian pula Higgins (1998) struktur demografis adalah bagian penting
dalam menjelaskan evolusi posisi dari asset luar negeri bersih dan posisi neraca
berjalan antar negara-negara. Angka tabungan adalah secara negatif dipengaruhi oleh
tingkat angka ketergantungan (dependency ratio) tinggi atau rasio populasi berusia
lanjut, karena tingkat ketergantungan dan rasio penduduk usia lanjut mengkonsumsi
lebih daripada yang mereka hasilkan serta tergantung pada barang-barang dan jasa
yang dihasilkan oleh usia produktif dalam perekonomian.
Faktor-faktor demografis telah menjadi hal yang spesifik ditetapkan dalam
fungsi tabungan pada banyak penelitian empiris. Angka kelahiran kasar adalah salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat tabungan. Pengaruh faktor demografis
ini bisa dalam berbagai arah. Di negara-negara dengan pendapatan rendah, Kuznets
(1960) menemukan adanya suatu pengaruh yang besar dan negatif angka kelahiran
murni terhadap tingkat tabungan. Sebuah kenyataan bahwa banyak anak akan lebih
menimbulkan tekanan terhadap konsumsi rumah tangga yang mungkin terjadi,
dengan asumsi faktor lain adalah tetap.
Di negara berkembang, pertumbuhan penduduk lebih dirasakan sebagai
penghambat pembangunan ekonomi. Pengangguran yang tinggi, tingkat pendapatan
perkapita yang rendah, jaringan pengangkutan yang masih belum sempurna,
kekurangan tenaga terdidik dan entrepreneur serta terbatasnya dana untuk penanaman
penduduk lebih merupakan penghambat pembangunan ekonomi. Selain itu di negara
berkembang dalam kegiatan menghasilkan barang-barang ekspor, efek kenaikan
produktivitas tehadap pendapatan para pekerja adalah sangat minimal karena adanya
tekanan penduduk dan kelebihan tenaga kerja. Sebagai akibatnya harga barang
industri lebih cepat mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan harga bahan
mentah yang dihasilkan negara berkembang (Sukirno, 2007).
Penelitian yang dilakukan Rehana (1993), menyatakan bahwa struktur usia
penduduk dari suatu negara juga mempengaruhi angka tabungan. Jika proporsi
tertinggi dari populasi adalah usia produktif, maka ekonomi mempunyai tingkat
tabungan privat yang tinggi (hipotesis siklus hidup). Proporsi yang lebih tinggi dari
kelompok usia anak-anak dan usia lanjut terhadap usia produktif dalam suatu
perekonomian negara akan sangat berhubungan erat dengan rendahnya tingkat
tabungan privat pada negara tersebut.
Kelley (1976) berpendapat bahwa pengaruh peningkatan angka kelahiran pada
tingkat tabungan tergantung pada tingkat pembangunan yang terjadi dinegara
tersebut. Di negara-negara dengan tingkat pendapatan masyarakatnya lebih lemah
atau miskin, kehidupan mereka hanya dapat mencapai kondisi kehidupan subsisten.
Hal ini berarti pendapatan mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka. Terjadinya peningkatan jumlah anak dalam keluarga akan sangat
berpengaruh terhadap pendapatan mereka dan selanjutnya akan menghasilkan
terhadap tabungan masyarakat. Sementara itu di negara-negara berpendapatan tinggi,
tambahan anak dalam keluarga hanya akan mengurangi sedikit tabungan mereka.
2.8 Penelitian Terdahulu
Braun et. al (2007), selama 1990-an, meneliti bahwa negara Jepang mulai
mengalami perubahan demografis yang lebih besar dan lebih cepat dibandingkan
negara-negara OEDC lain. Di masa yang akan datang peranan faktor demografi
bahkan menjadi lebih penting. Perubahan demografis ini menjadi perhatian ekstra
bagi masa depan mereka dengan dilakukannya beberapa penelitian tentang pengaruh
tingkat kelahiran yang rendah dan usia lanjut terhadap tingkat tabungan nasional
Jepang. Penelitian Braun tersebut menggunakan satu model keseimbangan umum
untuk meneliti respon dari angka tabungan nasional untuk mengubah demografi dan
faktor total produktivitas. Menurut penelitian ini, proyeksi rata-rata tingkat tabungan
penduduk Jepang tidak akan melampaui 5,2 persen dalam sisa tahun pada abad 21.
Dalimunthe (2006) meneliti determinan yang mempengaruhi tabungan
nasional di Indonesia dengan menggunakan OLS dinamis selama kurun waktu
1985-2004. Determinan yang diteliti adalah pertumbuhan ekonomi, suku bunga,
pendapatan perkapita dan pengeluaran pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan. Variabel
tidak signifikan terhadap total tabungan. Sementara itu pengaruh variabel
pengeluaran pemerintah terhadap tabungan nasional adalah negatif dan signifikan.
Darmawan (2006) meneliti tabungan masyarakat antar daerah di Indonesia.
Menurutnya Pendapatan masyarakat yang dicerminkan oleh Produk Domestik
Regional Bruto tetap merupakan determinan pokok dari tabungan masyarakat. Dari
seluruh persamaan estimasi, variabel pendapatan memiliki dampak positif signifikan
terhadap tingkat tabungan masyarakat antar daerah di Indonesia. Determinan
tabungan yang lain yaitu tingkat suku bunga menunjukkan hasil positif meskipun
tingkat signifikansinya rendah. Selain itu peranan faktor demografi dalam
pembentukan tabungan yang diproksi dengan angka beban tanggungan baik usia
muda maupun tua menunjukkan hasil yang sedikit berbeda dengan
penemuan-penemuan terdahulu. Beban tanggungan usia muda ditemukan berdampak negatif
signifikan di berbagai daerah di Indonesia. Beban tanggungan usia muda tidak
berpengaruh terhadap tabungan ditemukan hanya di daerah penghasil migas secara
nasional dan daerah KB penghasil migas. Sementara itu, beban tanggungan usia tua
justru berdampak positif terhadap tabungan di beberapa daerah penghasil migas
secara nasional. Untuk daerah yang bukan penghasil migas, beban tanggungan usia
tua menunjukkan tanda negatif signifikan.
Chun (2006), meneliti tentang pengaruh kebijakan fiskal terhadap tingkat
tabungan nasional di Korea Selatan dengan menggunakan model life – cycle dan
menemukan fakta bahwa dalam jangka panjang ketidakseimbangan dalam anggaran
Nasir dan Khalid (2005) melakukan penelitian tentang faktor penentu tingkat
tabungan di Pakistan dan juga meneliti tentang faktor- faktor yang menentukan
tingkat investasi yang terjadi di Pakistan. Penelitian ini juga menjadi rujukan peneliti
menentukan model dan variabel penelitian yang digunakan dalam tesis ini . Hasil
penelitian mereka menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Defisit anggaran belanja pemerintah dan investasi pemerintah hasilnya tidak
signifikan dalam menentukan tabungan nasional Pakistan. Tidak terjadi
Equivalensi Ricardian dan tingkat tabungan tidak berhubungan dengan hasil
investasi yang dilakukan pemerintah.
2. Penduduk Pakistan berpenghasilan tinggi cenderung memiliki jumlah tabungan
yang tinggi dan hal ini sesuai dengan teori efek Mckinnon. Penelitian ini juga
menyarankan agar pemerintah berusaha sungguh-sungguh meningkatkan produk
domestik bruto karena fakta menunjukkan pertumbuhan produk domestik bruto
mendorong pertumbuhan tingkat tabungan yang lebih besar. Kondisi tabungan
nasional yang lebih baik akan berpengaruh positif terhadap investasi dan
peningkatan investasi ini pada akhirnya akan meningkatkan produk domestik
bruto.
3. Perilaku tabungan di Pakistan tidak responsif terhadap perubahan tingkat bunga.
Hal ini disebabkan sebagian besar orang menabung hanya untuk mencukupi
kebutuhan mereka di masa depan, misalnya: pendidikan, perkawinan dan
lain-lain. Oleh karena itu diperlukan restrukturisasi perbankan untuk menarik lebih
4. Kiriman uang dari penduduk yang bekerja dari luar negeri mempengaruhi
tabungan secara positif dan signifikan. Perlu dikaji secara mendalam
kebijakan-kebijakan yang lebih efektif dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi
penduduk di luar negeri.
5. Tidak ditemukan efek Harberger-Lawrson-Meltzer dalam kasus tabungan
nasional Pakistan, misalnya: peningkatan neraca perdagangan tidak
mempengaruhi jumlah uang tabungan secara signifikan. Hal ini kemungkinan
disebabkan peninggalan beban hutang di masa lampau.
6. Investasi publik dan asing menghapus efek negatif tingkat bunga yang terjadi
pada investasi swasta. Untuk itu diperlukan penelitian ulang hubungan antara
tingkat bunga dan investasi.
7. Return On Investment (ROI) adalah satu faktor penentu penting dari investasi.
8. Ekspektasi memegang peran penting didalam keputusan investasi. Segala bentuk
ketidakpastian direfleksikan melalui peningkatkan harga (seperti: bahan baku,
biaya energi dan lain-lain) akan mendorong penurunan investasi.
9. Tabungan domestik adalah satu sumber utama investasi, sementara di sisi
lainnya tabungan asing tidak efektif untuk investasi di Pakistan.
10. Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan untuk mendukung peningkatan
di dalam tabungan domestik daripada meningkatkan kepercayaan asing untuk
berinvestasi.
Gale and Orszag (2004), menemukan hubungan antara defisit anggaran
akan menurunkan tingkat tabungan nasional dan akan meningkatkan tingkat suku
bunga dan dalam jumlah yang signifikan pengaruhnya terhadap perekonomian.
Athukorala dan Sen (2004) menguji faktor - faktor yang menentukan tabungan
masyarakat dalam proses pembangunan berdasarkan pengalaman negara India
periode 1954 - 1998. Metodologi penelitian mencakup estimasi fungsi tingkat
tabungan yang diturunkan dari pemikiran teori siklus hidup dengan memperhatikan
karakteristik struktural dalam pembangunan ekonomi. Penemuan penelitian ini adalah
bahwa tingkat tabungan dan tingkat pertumbuhan pendapatan disposibel bertambah.
Tingkat bunga riil simpanan bank mempunyai dampak yang positif dan signifikan.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tabungan publik mendesak tabungan privat,
walaupun tidak sesuai proporsinya. Selain itu menurut penelitian ini, kebijakan publik
dapat digunakan untuk mempengaruhi angka tabungan nasional. Variabel lainnya
yang menjadi pertimbangan adalah transfer pendapatan keluar negeri oleh penduduk
asing yang bekerja di India berpengaruh negatif terhadap tabungan swasta.
Attanasio, Picci, dan Scoru (2000), menggunakan contoh dan metoda
ekonometri berbeda, menemukan bahwa pada setiap kasus, pertumbuhan
menyebabkan perubahan dalam tabungan. Mereka juga mengamati hal- hal yang
dapat meningkatkan angka tabungan. Tabungan tidak selalu meningkat sebelum
terjadinya peningkatan dalam pertumbuhan.
Loayza, Schmidt-Hebbel, dan Serven (2000) juga melakukan penelitian
tentang perilaku tabungan yang dihubungkan dengan demografi. Dalam penelitiannya
(young-age and old-age dependency ratio). Kesimpulan dari studi ini sejalan dengan
apa yang diprediksi oleh the life-cycle theory. Penelitian ini membuktikan bahwa
setiap kenaikan sebesar 3,5 persen dalam angka beban tanggungan penduduk usia
muda maka akan menurunkan tabungan masyarakat sebesar 1 (satu) persen.
Masson et al. (1998) meneliti beberapa faktor penentu perilaku tabungan
swasta di negara maju dengan menggunakan data time series dan cross section dalam
jumlah yang besar. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa terjadi efek yang
berbanding terbalik dari tabungan swasta terhadap perubahan tabungan publik dan
tabungan luar asing. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa faktor demografi
dan pertumbuhan adalah faktor penting yang mempengaruhi tabungan swasta.
Selanjutnya tingkat tabungan dan neraca perdagangan memiliki pengaruh yang positif
namun dalam jumlah yang kecil. Peningkatan dalam produk domestik bruto perkapita
akan meningkatkan tabungan pada negara dengan pendapatan rendah, tetapi terjadi
sebaliknya pada negara yang berpendapatan tinggi.
Al-Mohaimeed (1998) melakukan penelitian untuk mengukur fungsi tabungan
negara Arab Saudi dengan menggunakan OLS dinamis dan error correction model
pada periode 1968 - 1996. Hasil penelitian menunjukan yaitu : (1) Arab Saudi hanya
memiliki tingkat efisiensi selama periode 1982-1986; (2) sesuai dengan teori ekonomi
bahwa penghematan pendapatan adalah merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi tingkat tabungan di Arab Saudi (3) angka kelahiran, dengan tak
diduga-duga, menunjukkan efek positif terhadap tabungan domestik di Arab Saudi;
(5) nilai tukar riil memperlihatkan efek signifikan terhadap tabungan domestik dalam
jangka panjang.
Doménech (1997), penelitiannya bertujuan untuk mengestimasi dan menguji
hipotesis equivalensi Ricardian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model
Structural Vector Auto Regressive dan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan data panel dari negara-negara Open Economic
Development Countries. Variabel yang terlibat dalam penelitian tersebut adalah
tabungan nasional dan defisit anggaran pemerintah. Keduanya dinyatakan dalam
bentuk rasio terhadap Produk Domestik Bruto. Hasil penelitian tersebut
memperlihatkan bahwa hipotesis Equivalensi Ricardian tidak terjadi pada
negara-negara OEDC yang dimasukkan dalam penelitian tersebut. Hal ini terjadi karena
tabungan swasta ternyata hanya ditutupi dalam jumlah yang relatif kecil (tidak
signifikan) dari berkurangnya tabungan publik. Hasil penelitian ini mendukung
pendapat semakin besar defisit anggaran belanja pemerintah menjadi faktor yang
penting terhadap proses terjadinya kenaikan tingkat suku bunga di era 1980 - 1990.
2.9 Hipotesis Penelitian
Dari uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
6. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap tabungan nasional
Indonesia, ceteris paribus.
7. Rasio defisit anggaran pemerintah berpengaruh positif terhadap tabungan
8. Rasio ekspor neto berpengaruh positif terhadap tabungan nasional Indonesia,
ceteris paribus.
9. Pertumbuhan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap tabungan
nasional Indonesia, ceteris paribus.
10.Pertumbuhan Penduduk berpengaruh negatif terhadap tabungan nasional
Indonesia, ceteris paribus.
2.10 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen
terhadap variabel dependen. Beberapa variabel mungkin saja mengalami
multikolinearitas yang akan disesuaikan kemudian untuk mendapatkan model terbaik.
R
Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 2.4 : Kerangka Pikir Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tabungan Nasional di Indonesia
Rasio Defisit Anggaran
Rasio Ekspor Neto Tabungan
Nasional
Pertumbuhan Pendapatan Perkapita
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Indonesia dimulai Januari 2009. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat pengaruh faktor – faktor yang menentukan tabungan
nasional Indonesia.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Adapun data yang digunakan penulis adalah data sekunder dalam bentuk data
runtut waktu (time series) dari tahun 1980 sd. tahun 2005 yang berasal dari
publikasi-publikasi resmi, World Bank, UU APBN, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia,
sumber-sumber lain yang dipublikasikan, dan penelitian sebelumnya.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan,
dengan analisis data sekunder dari publikasi resmi institusi yang berhubungan dengan
penelitian ini. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.3.1 Tabungan nasional Indonesia
3.3.2 Pertumbuhan ekonomi Indonesia
3.3.3 Defisit anggaran Indonesia
3.3.4 Ekspor Neto
3.3.6 Pertumbuhan Penduduk
3.4 Analisis data
Analisis data dilakukan dengan cara analisis kuantitatif berupa pengolahan
data yang diperoleh berdasarkan metoda statistik. Dalam pengolahan data ini
digunakan regresi berganda dengan menggunakan metoda Ordinary Least Square
dengan 5 (lima) variabel independen. Model yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
SAV = f (RGDP, BDG, RNE, YpcG, PopG )... (3.1)
Model diatas kemudian dibentuk kedalam persamaan ekonometrika dengan
persamaan regresi linear berganda :
SAV = b0 + b1 RGDP + b2 BDG+ b3RNE+ b4 YpcG + b5PopG +µ ...(3.2)
Menurut Gujarati (2007), model persamaan di atas mengasumsikan bahwa
hubungan antara variabel dependen dan variabel-variabel independennya bersifat
serentak. Artinya variabel-variabel tersebut berada pada satu titik waktu yang sama.
Namun asumsi ini tidak selalu berlaku dalam data deret berkala. Artinya mungkin ada
hubungan tidak serentak atau terlambat (lagged relationship) antara variabel
independen dan variabel dependennya. Sementara itu Manurung (2005) menyatakan
pada analisis regresi data time series, model regresi tidak hanya mencakup nilai
sekarang dari variabel tetapi nilai sebelumnya (lagged). Model regresi seperti ini
autoregressive (dynamic model) yang menjelaskan gambaran jalur waktu atau time
path nilai regressan dan hubungannya dengan nilai sebelumnya.
Memperhatikan uraian di atas, banyaknya nilai keterlambatan dan derajat
kebebasan, penulis memutuskan untuk menggunakan model autoregressive (dynamic
model) sehingga persamaan ekonometrika dengan persamaan regresi linear berganda
(3.2) diubah menjadi :
SAV = b0 + b1 RGDP + b2 BDG+ b3RNE+ b4 YpcG + b5PopG +SAV(-1) +µ ..(3.3)
dimana :
SAV = Tabungan Nasional Indonesia
RGDP = Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
BDG = Rasio Defisit Anggaran Pemerintah
RNE = Rasio Ekspor Neto
YpcG = Rasio Pertumbuhan Pendapatan Perkapita
PopG = Rasio Pertumbuhan Penduduk
SAV(-1) = Tabungan Nasional Indonesia periode sebelumnya
µ = Kesalahan pengganggu
3.5 Definisi operasional Variabel
Untuk menyamakan persepsi dalam penulisan ini, maka disajikan beberapa
definisi operasional yang diuraikan sebagai berikut :
3.5.1 Tabungan nasional adalah jumlah tabungan pemerintah dan tabungan
3.5.2 Pertumbuhan ekonomi adalah selisih Produk Domestik Bruto Indonesia harga
konstan tahun ini dikurangi Produk Domestik Bruto Indonesia harga konstan
tahun sebelumnya yang dibagi dengan Produk Domestik Bruto Indonesia
harga konstan tahun sebelumnya dan dinyatakan dalam satuan persen.
3.5.3 Rasio Defisit anggaran adalah defisit keseimbangan primer pada anggaran
pemerintah dibagi dengan Produk Domestik Bruto Indonesia dalam satuan
persen.
3.5.4 Rasio Ekspor Neto adalah total nilai ekspor dikurangi total nilai impor dibagi
dengan Produk Domestik Bruto Indonesia dan dinyatakan dalam satuan
persen.
3.5.5 Pertumbuhan Pendapatan Perkapita adalah kenaikan nilai pendapatan
perkapita tahun ini (Produk Domestik Bruto Indonesia dibagi dengan jumlah
penduduk) dibandingkan dengan nilai pendapatan perkapita tahun sebelumnya
yang dinyatakan dalam satuan persen.
3.5.6 Pertumbuhan penduduk adalah jumlah penduduk tahun ini dikurangi jumlah
penduduk tahun sebelumnya dibagi jumlah penduduk tahun sebelumnya yang
dinyatakan dalam satuan persen.
3.6 Uji Kesesuaian
3.6.1. Uji Koefisien determinasi (R2) dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan
variable).
3.6.2. Uji parsial (t-test), dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik
koefisien regresi secara parsial. Jika thit > ttabel, maka H0 ditolak dan H1
diterima.
3.6.3. Uji serempak (F-test), dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik
koefisien regresi secara serempak. Jika Fhit > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1
diterima.
3.7 Pelanggaran Asumsi Klasik
Dalam suatu model regresi ada beberapa permasalahan yang biasa terjadi
dan secara statistik dapat menganggu model yang telah ditentukan, bahkan dapat
menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang dibentuk. Untuk itu
maka perlu melakukan uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari (Gujarati,
2007) :
3.7.1. Multikolinieritas
Multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linear
diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Interpretasi dari persamaan
regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas
dalam persamaan tidak saling berkorelasi. Bila variabel-variabel bebas berkorelasi
Multikolinieritas dapat dideteksi dengan besaran-besaran regresi yang didapat,
yaitu :
1) Variasi besar (dari taksiran OLS)
2) Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar, maka standar error besar
sehingga interval kepercayaan lebar).
3) Uji-t tidak signifikan. Suatu variabel bebas secara substansi maupun secara
statistik jika dibuat regresi sederhana bias tidak signifikan karena variasi besar
akibat kolinieritas. Bila standar error terlalu besar, maka besar pula
kemungkinan taksiran koefisien regresi tidak signifikan.
4) R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari t-test.
Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak
sesuai dengan substansi sehingga dapat menyesatkan interpretasi.
3.7.2. Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian
observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi, model regresi linier
klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam
disturbansi. Dengan menggunakan lambang µ secara sederhana dapat dikatakan
model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan
observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan
dengan pengamatan lain yang manapun. Untuk mengestimasi model persamaan
variabel terlambat SAV(-1) tidak berkorelasi. Jika sebaliknya, seperti bisa dilihat,
estimator OLS tidak hanya bias tetapi juga tidak konsisten (Gujarati, 2007).
Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini dilakukan
uji Lagrange Multiplier (LM Test). LM Test adalah suatu cara yang dapat digunakan
untuk menguji autokorelasi dengan keberadaan variabel dependen yang diperlamban
dengan menganalisis seberapa baik residu-residu yang diperlamban menjelaskan
residu-residu pada persamaan awal (Sarwoko, 2005). LM Test dilakukan dengan
membandingkan nilai X2hitung dengan X2tabel dengan kriteria sebagai berikut :
1) Jika nilai X2 hitung > X2 tabel , maka hipotesis yang menyatakan tidak ada
autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak.
2) Jika nilai X2 hitung < X2 tabel , maka hipotesis yang menyatakan tidak ada
autokorelasi dalam model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak.
3.7.3. Normalitas
Asumsi model regresi linier klasik adalah bahwa faktor pengganggu µi
mempunyai nilai rata-rata yang sama dengan nol, tidak berkorelasi dan mempunyai
varian konstan. Dengan asumsi ini, OLS estimator atau penaksir akan memenuhi
sifat-sifat statistik yang diinginkan, seperti ketidakbiasan dan mempunyai varian yang
minimum. Untuk dapat mengetahui normal atau tidaknya faktor pengganggu µi
Menurut Manurung (2005), Uji Jarque-Bera Test adalah asimptosis untuk
sampel besar. Uji ini juga didasarkan pada residual OLS estimator dengan cara
menguji Skweness dan Kurtosis yaitu :
JB=N [ S2 / 6 + (k-3)2 / 24 ]
Di mana S dan K adalah koefisien Skewness dan Kurtosis serta N adalah
jumlah data. Di bawah hipotesis (H0) dinyatakan bahwa residual terdistribusi secara
normal dengan derajat bebas atau df=2. Jika nilai penghitungan (probability) dari
statistik JB cukup rendah atau nilai statistik JB berbeda dengan nol maka hipotesis
yang menyatakan residual terdistribusi secara normal ditolak. Akan tetapi jika nilai
penghitungan (probability) dari statistik JB cukup tinggi atau nilai statistik JB nol
maka hipotesis yang menyatakan residual terdistribusi secara normal tidak ditolak.
3.7.4. Data Stationer
Dalam analisis ekonometrika modern, jika menggunakan data deret waktu
(time series), mensyaratkan data yang digunakan harus stationer. Sebuah data deret
waktu dikatakan stationer jika nilai rata-rata galat sama dengan nol dan nilai varians
(variance) dari peubah yang bersangkutan konstan sepanjang waktu. Uji stationeritas
data penting dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi pelanggaran asumsi regresi.
Masalah utama yang terjadi apabila data yang digunakan di dalam analisis regresi
tidak stasioner, nilai dugaan yang dihasilkan menjadi bias (spurious regression),