• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Stres Kerja Dan Konflik Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Stres Kerja Dan Konflik Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STRES KERJA DAN KONFLIK TERHADAP

KEPUASAN KERJA PEGAWAI DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLAS IIA

LABUHAN RUKU

TESIS

Oleh

SOETOPO BERUTU 077019055/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH STRES KERJA DAN KONFLIK TERHADAP

KEPUASAN KERJA PEGAWAI DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLAS IIA

LABUHAN RUKU

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SOETOPO BERUTU 077019055/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH STRES KERJA DAN KONFLIK

TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA LABUHAN RUKU

Nama Mahasiswa : Soetopo Berutu Nomor Pokok : 077019055

Progaram Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Sutarman, M.Sc) (Ir. Harmein Nasution, MSIE)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Prof. Dr. Rismayani, SE, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 Oktober 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Sutarman, M.Sc

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul : ”Pengaruh Stres Kerja dan Konflik Terhadap Kepuasan Kerja di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku”, adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Oktober 2009 Yang Membuat Pernyataan,

(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh stress kerja dan konflik terhadap kepuasan kerja pegawai di Lembaga Pemasyarakat Klas IIA Labuhan Ruku.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stress kerja dan konflik terhadap kepuasan kerja pegawai di Lembaga Pemasyarakat Klas IIA Labuhan Ruku.

Penelitian ini bersifat diskriptif eksplanatori dengan pendekatan study kasus yang didukung oleh metode sensus. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 49 pegawai. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda, dengan uji F dan uji t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja dan konflik mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap stress kerja dan konflik terhadap kepuasan kerja pegawai di Lembaga Pemasyarakat Klas IIA Labuhan Ruku

Koefisien determinasi hasil regresi adalah 0,478 artinya bahwa variabel stres kerja dan konflik menjelaskan pengaruhnya terhadap kepuasan kerja pegawai sebesar 47,8%.

Secara Parsial ternyata variabel konflik memiliki pengaruh yang dominan dibandingkan variabel stress kerja.

(7)

ABSTRACT

A research has been conducted on the Influence of work stres and conflict on Job satisfaction of Employees at the Class IIA Penitentiary in Labuhan Ruku.

The objective of the research is to know the influence of work stres and conflict on Job satisfaction of Employees at the Class IIA Penitentiary in Labuhan Ruku.

The research was a descriptive explanatory case study using the sensus method. Number of samples were 49 staff. Analysis were conducted using the multiple linear regression model, using F-test and t-test.

Results showed that work stres and conflict on Job satisfaction of Employees at the Class IIA Penitentiary in Labuhan Ruku.

Determination coefficient of the regression was 0.478, wich means that, both variables, Work stres and conflict, influence Job satisfaction as much 47,8%.

Partial test showed that the variable work stres has a dominant influence compared to conflict.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang dengan Rahmat dan Nikmat-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas akhir penulisan Tesis ini.

Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang meneliti dalam permasalahan memilih dengan judul ” Pengaruh Stres Kerja dan Konflik Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku ”.

Selama proses penyelesaian Tesis ini maupun selama mengikuti proses perkuliahan, penulis banyak memperoleh bantuan moril maupun materil yang berasal dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc.(CTM) Sp.A(K),, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Mashudi, BcIP. MAP, selaku Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan arahan guna selesainya Studi penulis Khususnya dan rekan – rekan Angkatan I Program Bea Siswa Departemen Hukum dan Ham RI Sumatera Utara pada umumnya.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Komisi Pembanding. 5. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

(9)

6. Bapak Ir. Harmein Nasution, MSIE, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah sangat banyak membantu melakukan bimbingan serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini

7. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga Komisi Pembanding 8. Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku Komisi Pembanding.

9. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.

10. Bapak Drs. Zaherman, Bc.IP selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku beserta staf pegawai yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian, dimana Penulis bekerja yang telah memberikan dorongan semangat dan izin terhadap penulis untuk mengikuti Studi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh rekan-rekan Angkatan I Program Bea Siswa Departemen Hukum dan Ham RI Sumatera Utara, dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan Tesis ini.

12. Khusus ucapan terima kasih dan sembah sujud penulis sampaikan kepada Ayahanda Muhadi Berutu (Almarhum) dan Ibunda Esther Tumangger serta seluruh keluarga yang telah senantiasa memberikan dorongan semangat dan do’a untuk keberhasilan penulis.

(10)

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatian kepada penulis baik ketika mengikuti masa perkuliahan maupun dalam penulisan tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini belumlah sempurna, namun demikian diharapkan nantinya dapat berguna bagi banyak pihak, khususnya dibidang Sumber Daya Manusia.

Medan, Oktober 2009

Penulis,

(11)

RIWAYAT HIDUP

Soetopo Berutu, lahir di Singkil (Nanggroe Aceh Darusalam) pada tanggal 30 Oktober 1971, anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Ayah Muhadi Berutu (almarhum) dan Ibu Esther Tumangger. Menikah dengan Rotua Masdiana Bancin tahun 2001 dan dikarunia putra-putri, Imam Kristiadi Berutu dan Nadya Christy Berutu.

Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No 03 Singkil - Nanggroe Aceh Darusalam, lulus dan tamat tahun 1984. Pendidikan ke tingkat SMP Negeri Singkil, lulus dan tamat tahun 1987 selanjutnya melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Singkil, lulus dan tamat tahun 1990, kemudian melanjutkan ke Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AKIP) Departemen Kehakiman di Jakarta, lulus tahun 1996, selanjutnya melanjutkan ke Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) di Medan, lulus dan tamat tahun 2004. Pada tahun 2007 sebagai peserta Program Magister Ilmu Manajemen Kekhususan Kebijakan Publik di SPs USU Medan.

(12)
(13)

2.4.2. Penyebab Terjadinya Konflik ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 48

(14)

4.3.3. Uji Heteroskedastisitas... 65

4.4.Pengujian Hipotesis... 67

4.4.1. Hasil Analisis Regresi Penelitian ... 67

4.4.2. Uji Serempak... 69

4.4.3. Uji Parsial... 70

4.5. Pembahasan ... 74

4.5.1. Pengaruh Stres Kerja (X1) dan Konflik (X2) terhadap Kepuasan Kerja Pegawai (Y) ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran... 80

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1. Studi Pendahuluan Terhadap Pegawai Lapas Klas IIA

Labuhan Ruku ... 4

3.1. Definisi Operasional Variabel Hipotesis... 35

3.2. Hasil Uji Validitas Stres Kerja... 38

3.3. Hasil Uji Validitas Konflik ... 39

3.4. Hasil Uji Validitas Kepuasan Kerja Pegawai... 40

3.5. Hasil Uji Reliabilitas Stres Kerja (X1) dan Konflik Terhadap (X2) Kepuasan Kerja Pegawai (Y) ... 41

4.1. Karakteristik Berdasarkan Usia... 56

4.2. Karakteristik Berdasarkan Pendidikan... 56

4.3. Karakteristik Berdasarkan Golongan ... 57

4.4. Karakteristik Berdasarkan Masa Kerja ... 58

4.5. Tanggapan Responden Atas Kepuasan Kerja ... 59

4.6. Tanggapan Responden Atas Stres Kerja Pegawai ... 60

4.7. Tanggapan Responden Atas Konflik ... 62

4.8. Nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) ... 65

4.9. Koefisien Regresi ... 67

4.10. Hasil Uji Determinasi Model Summary(b) ... 68

4.11. Hasil Uji Serempak ... 70

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1.1. Kerangka Berpikir Hipotesis... 9 4.1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh stress kerja dan konflik terhadap kepuasan kerja pegawai di Lembaga Pemasyarakat Klas IIA Labuhan Ruku.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stress kerja dan konflik terhadap kepuasan kerja pegawai di Lembaga Pemasyarakat Klas IIA Labuhan Ruku.

Penelitian ini bersifat diskriptif eksplanatori dengan pendekatan study kasus yang didukung oleh metode sensus. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 49 pegawai. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda, dengan uji F dan uji t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja dan konflik mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap stress kerja dan konflik terhadap kepuasan kerja pegawai di Lembaga Pemasyarakat Klas IIA Labuhan Ruku

Koefisien determinasi hasil regresi adalah 0,478 artinya bahwa variabel stres kerja dan konflik menjelaskan pengaruhnya terhadap kepuasan kerja pegawai sebesar 47,8%.

Secara Parsial ternyata variabel konflik memiliki pengaruh yang dominan dibandingkan variabel stress kerja.

(19)

ABSTRACT

A research has been conducted on the Influence of work stres and conflict on Job satisfaction of Employees at the Class IIA Penitentiary in Labuhan Ruku.

The objective of the research is to know the influence of work stres and conflict on Job satisfaction of Employees at the Class IIA Penitentiary in Labuhan Ruku.

The research was a descriptive explanatory case study using the sensus method. Number of samples were 49 staff. Analysis were conducted using the multiple linear regression model, using F-test and t-test.

Results showed that work stres and conflict on Job satisfaction of Employees at the Class IIA Penitentiary in Labuhan Ruku.

Determination coefficient of the regression was 0.478, wich means that, both variables, Work stres and conflict, influence Job satisfaction as much 47,8%.

Partial test showed that the variable work stres has a dominant influence compared to conflict.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku merupakan bagian dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia wilayah Sumatera Utara yang sangat menerapkan disiplin tinggi dalam bekerja. Organisasi seperti Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lembaga Pemasyarakatan terdiri dari orang-orang. Orang-orang atau kelompok-kelompok yang ada di dalam suatu unit kerja Lembaga Pemasyarakatan saling berkomunikasi atau bergaul.

(21)

Faktor yang diduga berkaitan dengan kepuasan kerja ialah stres kerja dan konflik adalah banyaknya beban kerja bagi pegawai yang harus diselesaikan, terhambatnya promosi jabatan, ketidakjelasan tugas dan wewenang selama ini dan selalu meminta petunjuk kepada atasan langsung, serta penilaian/evaluasi staf sama sekali kurang optimal, penghargaan (reward) kepada pegawai yang berprestasi tidak pernah ada dan ketidaksesuaian jenjang pendidikan/keahlian dengan tugas yang dibebankan kepada pegawai juga dampak dari pada stres kerja. Hal inilah yang mengakibatkan tingkat kerja pegawai kurang memuaskan.

Hal-hal yang bersifat positif yakni adanya faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja untuk akhirnya menghasilkan tingkat produktvitas/prestasi kerja yang lebih meningkat dengan asumsi bila faktor-faktor positif dalam kepuasan kerja tidak diperhatikan maka secara otomatis akan menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja.

Pegawai Lembaga Pemasyarakatan berhadapan dengan individu yang sulit dan terganggu, yang kelakuannya sering kali sukar ditebak. Karena itu pegawai harus selalu waspada dan harus sering dimutasi dari pos yang tidak ada aktifitas ketempat yang mempunyai aktifitas tinggi (Cooke, 2008).

(22)

dapat mengakibatkan stres kerja dan konflik di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku.

Keadaan pegawai dan fungsinya di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku bisa berdampak pada jenis dan beratnya stres yang harus dihadapi. Stres seorang Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) tentu berbeda dengan pegawai lainnya. Masalah umum pada semua situasi adalah buruknya komunikasi dari atas. Perintah, kebijakan dan prosedur yang diubah tetapi perubahannya tidak dikomunikasikan, bisa menimbulkan stres.

Sumber lain ketidakpuasan yang mengakibatkan stres adalah ketika pegawai merasa tidak mempunyai pengaruh dalam mengambil keputusan yang diambil. Mayoritas pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku mempunyai pengaruh kecil dalam pembuatan kebijakan. Hal inilah bisa menimbulkan rasa tidak puas, karena pegawai sering merasa bahwa pengetahuan mereka mengenai keadaan para narapidana/tahanan jauh lebih baik daripada pengetahuan pengambilan keputusan.

(23)

Tabel 1.1 Studi Pendahuluan Terhadap Pegawai Lapas Klas IIA Labuhan Ruku

Sumber : Diolah oleh Peneliti

(24)

Menurut Davis (1996), stres merupakan ketengangan mental yang mengganggu kondisi emosional, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang.

Stres yang berlebihan akan berakibat buruk terhadap individu untuk berhubungan dengan lingkungannya secara normal. Akibatnya kinerja mereka menjadi buruk dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap organisasi di mana mereka bekerja.

Aspek lain dari pekerjaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku yang bisa menjadikan stres adalah pegawai harus memperhatikan keamanan dan kesejahteraan para narapidana dan tahanan. Peran ini bisa bertolak belakang: di satu pihak, mereka mencoba mengerti masalah seseorang, tetapi harus mengurungnya.

Pertentangan semacam ini bisa menimbulkan konflik. Lebih lagi pandangan yang negatif pada pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku dari masyarakat. Masalah lain yang mungkin timbul adalah rasa khawatir akan adanya pembalasan dari mantan narapidana terhadap pegawai atau keluarganya. Permasalahan itu semua merupakan hal yang harus dihadapi oleh pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku dan ini dapat mengakibatkan stres kerja.

(25)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana pengaruh stres kerja, dan konflik terhadap kepuasan kerja pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

Untuk mengetahui pengaruh stres kerja dan konflik terhadap kepuasan kerja Pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk :

1. Memberikan masukan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku, yang berkaitan dengan stres kerja, dan konflik terhadap kepuasan kerja pegawai.

2. Bagi program studi Ilmu Manajemen Konsentrasi Kebijakan Publik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,

(26)

4. Bahan referensi atau perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang sama dimasa mendatang.

1.5.Kerangka Berpikir

Adanya kepuasan kerja pegawai merupakan aspek yang sangat penting bagi suatu organisasi seperti unit kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku. Peran pegawai merupakan harapan dari unit kerja untuk dapat menjalankan strategi dan sistem pemasyarakatan. Oleh karena itu, sangatlah penting menerapkan kepuasan kerja yang mampu mendorong semua pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku untuk dapat memberikan konstribusi yang positif terhadap pencapaian tujuan dari sistem pemasyarakatan.

Menurut Wexley dan Yukl (1977), menyatakan bahwa :

Kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hubungan Antara Kepuasan kerja dengan disiplin kerja. Kepuasan kerja secara umum merupakan sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan pada evaluasi terhadap aspek-aspek yang berbeda bagi pekerja. Sikap seseorang terhadap pekerjaannya tersebut mengambarkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam pekerjaan dan harapan harapan mengenai pengalaman mendatang”.

(27)

Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakkeseimbangan fisik dan psikis, mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang karyawan. Stres kerja yang terlalu beras dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Orang yang sering menjadi mudah marah dan agresif tidak dapat rileks atau menunjukan sikap yang tidak kooperatif (Rivai, 2008).

Stres merupakan hal yang wajar karena terbentuk pada diri manusia sebagai respon dan merupakan bagian dari kehidupan terlebih menghadapi kemajuan zaman, di pihak lain beban kerja semakin bertambah. Keadaan ini akan menuntut energi pegawai dari yang sebelumnya. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Orang-orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekuatiran kronis (Hasibuan, 2005).

Luthans (dalam Yulianti, 2000) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.

(28)

kemungkinannya akan terjadi konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindari. (Heidjrachman dan Husnan, 2002).

Hal senada juga dikemukakan oleh Hardjana (1994), bahwa konflik adalah perselisihan, pertentangan antara dua orang/dua kelompok dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Kedua pendapat terakhir menganggap bahwa pertentangan antar individu dan kelompok sebagai perilaku yang mengganggu pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian konflik diartikan sebagai peristiwa yang dapat merugikan organisasi.

Untuk itu, perlu diperhatikan agar pegawai/petugas sebagai penunjang terciptanya produktivitas kerja dalam bekerja senantiasa disertai dengan perasaan senang dan tidak terpaksa sehingga akan tercipta kepuasan kerja para pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku.

Konflik Stres Kerja

Kepuasan Kerja

(29)

1.6.Hipotesis

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang hubungan stres kerja dan konflik terhadap kepuasan kerja dapat dilihat pada uraian dibawah ini :

Peneliti Susanto dan M. Wahyuddi (2006) berjudul, “Pengaruh Stres, Konflik dan Hukuman Disiplin Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Samarinda Kalimantan Timur”. Hasil uji koefisien regresi diperoleh bahwa semua variabel independen yang terdiri dari stres, konflik, dan hukuman disiplin signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai, bahwa kontribusi yang diberikan variabel stres terhadap produktivitas kerja pegawai yang paling besar dibandingkan variabel konflik dan hukuman disiplin. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 56 pegawai.

(31)

merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja daripada yang lain, dibuktikan dengan nilai koefisien regresi parsial yang paling besar yaitu -6,980. Semakin tinggi tingkat konflik dan stres akan menurunkan kepuasan kerja sebaliknya apabila tingkat konflik dan stres menurun maka kepuasan kerja pegawai meningkat.

Persamaan penelitian-penelitian diatas dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini. Persamaannya adalah pada variabel terikatnya, yaitu sama-sama meneliti tentang kepuasan kerja pegawai sedangkan perbedaannya adalah terletak pada variabel bebas lainnya dimana peneliti meneliti tentang faktor bagaimana hubungan stres kerja dan konflik.

2.2. Pengertian Tentang Kepuasan Kerja

Beberapa ahli memberikan definisi mengenai Kepuasan kerja. Davis dan Newstrom (1985) dalam Ndaraha 1997, mengemukakan: “Job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with which employees view their work.” (Kepuasan Kerja adalah perasaan senang atau tidak senang pekerja terhadap pekerjaannya).

(32)

Definisi lain tentang Kepuasan Kerja dikemukakan oleh Wexley dan Yukl (1977), yang dikutip As’ad (2003) mengatakan: “Is the way an employee feel about his or her job, it is a generalized attitude toward the job based on evaluation of

different aspect of the job. A person’s attitude toward his job reflect plesant and

unpleasant experiences in the job and his expectation about future experiences.”

(Kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hubungan antara Kepuasan kerja dengan disiplin kerja. Kepuasan kerja secara umum merupakan sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan pada evaluasi terhadap aspek-aspek yang berbeda bagi pekerja. Sikap seseorang terhadap pekerjaannya tersebut mengambarkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam pekerjaan dan harapan-harapan mengenai pengalaman mendatang).

Hasibuan (2005) menyatakan bahwa, “Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat”. Pendapat lain (Handoko, 2001) menyatakan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

(33)

Seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila kepuasan dapat diperolehnya dari pekerjaannya dan kepuasan kerja pegawai merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja pegawai dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan (Hasibuan, 2005).

Pada bagian lain Siagian (2003) melakukan kajian dan menilai factor kepuasan kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja pegawai. Memang pada umumnya orang berpendapat bahwa terdapat korelasi positif antara keduanya. Padahal berbagai penelitian membuktikan bahwa seorang karyawan yang puas tidak dengan sendirinya merupakan karyawan yang berprestasi tinggi, melainkan sering berprestasi biasa-biasa saja. Jika demikian halnya dapat pula dikatakan bahwa kepuasan kerja tidak selalu menjadi faktor motivasional kuat untuk berprestasi.

Sangat sulit untuk mengetahui ciri-ciri kepuasan dari masing-masing individu. Namun demikian, cerminan dari kepuasan kerja itu dapat diketahui. Untuk mengetahui tentang pengertian kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Artinya secara umum dapat dirumuskan bahwa seseorang yang memiliki rasa puas terhadap pekerjaannya akan mempunyai sikap positif terhadap organisasi di mana ia berkarya (Siagian, 2003).

(34)

2.2.1. Indikator Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja secara umum menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut sikap, pengertian kepuasan kerja mencakup berbagai hal seperti kondisi dan kecenderungan perilaku seseorang. Kepuasan itu tidak tampak serta nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam suatu hasil pekerjaan. Salah satu masalah yang sangat penting dalam bidang psikologi industri adalah mendorong pegawai untuk bekerja dengan lebih produktif.

Karena perasaan terkait dengan sikap seseorang, maka kepuasan kerja dapar didefinisikan sebagai sebuah sikap karyawan yang penilaian terhadap situasi dimana mereka bekerja. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya. Karyawan yang merasa terpenuhi kebutuhannya akan mempersepsikan diri mereka sebagai karyawan yang memiliki kepuasan atas pekerjaanya. Sebaliknya, ketidak puasan muncul apabila salah satu atau sebagian dari kebutuhannya tidak dapat terpenuhi (Yuli, 2005).

(35)

Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control, pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja. Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah: (a) isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan ; (b) supervisi ; (c) organisasi dan manajemen; (d) kesempatan untuk maju; (e) gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif; (f) rekan kerja; dan (g) kondisi pekerjaan.

2.3. Pengertian Stres Kerja

(36)

Mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan. Lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins, 2006).

Wardoyo (2008) menyatakan bahwa stres kerja ialah merupakan “tekanan” yang didapatkan secara tidak sengaja, atau “pembebanan” yang diperoleh dengan sengaja, diadakan untuk suatu tujuan. Stres kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan.

Definisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu (Robbins, 2006).

(37)

suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan menggangu dan mengakibatkan dirinya terancam.

Gibson dkk (1997) mengemukakan ”definisi stimulus melihat sebagai suatu kekuatan atau perangsang yang menekan individu yang menimbulkan tanggapan (respon) terhadap ketegangan”. Definisi tersebut terdapat adanya suatu ketidakjelasan tentang kemungkinan tingkat akibat yang ditimbulkan oleh stres yang sama pada individu yang berbeda. Sedangkan definisi tanggapan memandang stres sebagai tanggapan fisiologis dan psikologis dari seseorang terhadap tekanan lingkungannya, dimana stres tersebut kebanyakan berasal dari lingkungan di luar individu. Stres sebagai definisi kerja mengemukakan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap tindakan ekstern (lingkungan), situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan atau fisik terhadap seseorang.

(38)

Pendekatan stres sebagai respon, menitikberatkan pada reaksi seseorang terhadap stresor dan menggambarkan stres sebagai variabel terikat. Sebagai contoh, karyawan perusahaan akan merasa stres atau tertekan bila dituntut untuk menghasilkan sesuatu sesuai dengan waktu yang telah diberikan. Respon yang dialami karyawan akan mengandung dua komponen yaitu komponen psikologis yang meliputi tingkah laku, pola pikir, emosi serta perasaan tertekan, dan komponen fisiologis yang berupa rangsangan-rangsangan fisik seperti jantung berdebar-debar, mulut kering, tubuh berkeringat. Respon psikologis atau fisiologis terhadap stresor ini disebut stain atau ketegangan.

Sedangkan menurut Richard Lazarus dalam Anoraga (1995) bahwa ”stres yang bersifat psikologis adalah sebuah hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dianggap melampaui kemampuannya dan membahayakan kesejahteraannya”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah Stres kerja di dalam organisasi atau unit kerja menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan.

2.3.1. Proses Terjadinya Stres Kerja

(39)

emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.

Gejala stres (Rivai, 2008) ini timbul apabila seseorang itu merasa yang keperluan melebihi dari keupayaan atau sumber yang ada pada dirinya. Bagi kebanyakan karyawan penyebab umum stress umunya adalah supervisor (atasan), salary (gaji), security (keamanan), dan safety (keselamatan).Aturan-aturan kerja yang sempit dan tekanan-tekanan yang tiada henti untuk mencapai jumlah produksi yang lebih tinggi adalah penyebab utama stress yang dikaitkan para pekerja dengan supervisor. Gaji adalah penyebab stres bila dianggap tidak diberikan secara adil.

Para pekerja mengalami stres ketika merasa tidak pasti apakah mereka tetap mempunyai pekerjaan bulan depan, minggu depan, atau bahkan besok. Bagi banyak pekerja, rendahnya keamanan kerja bahkan lebih menimbulkan stres dan rendahnya keselamatan kerja paling tidak, dengan pekerjaan di mana tingkat keselamatan kerja rendah, mereka mengetahui risikonya, sementara dengan pekerjaan yang tidak aman, mereka akan terus berada dalam keadaan tidak pasti. Selain itu stres kerja dapat pula dipengaruhi oleh :

(40)

tempat kerja yang sesak, kurangnya kebebasan pribadi, dan kurangnya pengawasan.

b) Faktor Organisasi. Perubahan-perubahan yang dibuat oleh perusahaan biasanya melibatkan sesuatu yang penting dan disertai ketidakpastian. Banyak perubahan dibuat tanpa pemberitahuan-pemberitahuan resmi. Walaupun kabar-kabar burung sering beredar bahwa akan ada perubahan, bentuk perubahan yang pasti hanya sebatas spekulasi. Orang-orang was-was apakah perubahan tersebut akan mempunyai dampak kepada mereka, barangkali dengan mengganti mereka, atau menyebabkan mereka dipindahkan. Akibatnya, banyak pekerja menderita gejala-gejala stres.

c) Tingkat Kecepatan Kerja individu. Tingkat kecepatan kerja dapat dikendalikan oleh mesin atau manusia. Kecepatan kerja yang ditentukan oleh mesin memberikan kendali atas kecepatan pelaksanaan dan hasil pekerjaan kepada sesuatu selain manusia. Kecepatan yang ditentukan oleh manusia memberikan kendali tersebut kepada manusia. Akibat dari kecepatan yang ditentukan oleh mesin adalah amat besar, karena pekerja tidak dapat memuaskan kebutuhan yang penting untuk mengendalikan situasi.

(41)

dengan cara yang mereka sukai. Tetapi, orang-orang type A adalah ‘penggerak dan pendobrak’. Mereka menikmati menjadi pemimpin di lingkungan mereka, dan mengubah perilaku orang lain. Orang-orang dengan perilaku tipe B umumnya lebih toleran. Mereka tidak mudah frustrasi atau marah, dan mereka juga tidak menghabiskan banyak energi dalam memberikan respon terhadap hal-hal yang tidak sesuai. Orang-orang tipe B biasanya merupakan supervisor yang hebat. Mereka mungkin akan memberikan kebebasan yang besar kepada bawahannya tetapi juga mungkin tidak akan memberikan dukungan ke atas yang diperlukan untuk kepemimpinan yang efektif (Robins, 2006).

Di lain pihak, stres karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi di luar organisasi. Penyebab-penyebab stres ‘off the job’ misalnya:

a. Kekuatiran finansial

b. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak c. Masalah-masalah fisik

d. Masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian) e. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

(42)

2.3.2. Penyebab Stres Kerja

Stres kerja dapat memiliki pengaruh positif maupun negatif dan keduanya dapat terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Akibat dari stres banyak yang bervariabel. Stres yang bersifat positif, seperti motivasi pribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras, dan meningkatnya inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek yang mengganggu dan secara potensial berbahaya. Menurut Cox dan Gibson dkk (1996) dalam Usman, 2006 ada lima macam konsekuensi dari stres:

a) Subyektif . Meliputi: kecemasan, agresif, acuh, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup, merasa kesepian.

b) Perilaku. Perilaku yang menunjukan gejala stres adalah mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat-obatan, luapan emosional, makan atau merokok secara berlebihan, perilaku yang mengikuti kata hati, tertawa.

c) Kognitif. Akibat stres yang bersifat kognitif dapat menyebabkan ketidakmampuan mengambil keputusan yang jelas, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitif terhadap kritik, hambatan mental.

(43)

e) Organisasi. Akibat yang bersifat organisasi meliputi angka absen tinggi, pergantian karyawan (turn over), produktivitas rendah, terasing dari rekan sekerja, ketidakpuasan kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.

Davis (2002) menyatakan bahwa, “Stres kerja disebabkan adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi pimpinan”. Supervisor yang kurang pandai. Scorang pimpinan dalam menjalankan tugas sehari-harinya biasanya di bawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada atasan. Jika seorang pimpinan pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.

Menurut Robins (1996) mengatakan bahwa stres adalah kondisi dinamik dalam mana seseorang individu dikronfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Peluang adalah harapan-harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan-kenyataan disebabkan oleh kekurang mengertian individu akan keterbatasan dirinya.

(44)

2.4. Pengertian Konflik

Dalam kehidupan yang dinamis antar individu dan antar komunitas, baik dalam organisasi maupun di masyarakat yang majemuk, konflik selalu terjadi manakala saling berbenturan kepentingan. Konflik didefinisikan sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda atau bertentangan dalam pendapat atau tujuan mereka.

Konflik diartikan sebagai persaingan yang terjadi didalam organisasi dengan meneliti dan mengamati kelompok lain yang dapat menghalangi pencapaian tujuan kelompoknya. Ini berarti bahwa kelompok yang berselisih secara langsung berbeda paham. Konflik juga bisa dianggap persaingan namum lebih keras tingkatannya. Persaingan yang dimaksud adalah antar kelompok saling beradu dalam penentuan harga-harga, sedangkan konflik lebih mengacu pada gangguan terhadap pencapaian tujuan tersebut (Wisnu dan Nurhasanah, 2005).

(45)

Sedangkan Stoner (1994) dalam Wahyudi, (2006) menyatakan bahwa, konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumber daya yang langka atau perselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi atau kepribadian. Perbedaan pendapat atau persepsi mengenai tujuan, kepentingan maupun status serta nilai individu dalam organisasi merupakan penyebab munculnya konflik. Demikian halnya persoalan alokasi sumber daya yang terbatas dalam organisasi dapat menimbulkan konflik antar individu maupun antar kelompok.

Konflik selalu diawali oleh persaingan, sehingga selama ada individu atau kelompok yang dinamis dan memiliki vitalitas besar untuk mengembangkan diri, kelompok atau organisasi, maka selama itu pula terdapat potensi konflik di lingkungan sebuah organisasi. Di dalam suatu organisasi potensi konflik kerap kali didukung pula oleh kehadiran individu atau kelompok yang ambisius dan agresif. Individu atau kelompok itu dalam melaksanakan kegiatannya kerap kali merangsang potensi konflik menjadi nyata yang tidak terkendali dapat berkembang menjadi konflik terbuka yang ganas.

Sedangkan menurut Kartono (1994) konflik adalah oposisi interaksi berupa antagonisme (pertentangan), benturan paham, perselisihan, kurang mufakat, pergeseran, perkelahian, tawuran, benturan senjata dan perang. Sedangkan Wahjosumidjo (1987) mengatakan bahwa konflik adalah segala macam bentuk hubungan antar manusia yang mengandung sifat berlawanan.

(46)

Robins (2006) menyatakan bahwa konflik sebagai proses yang bermula ketika satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi keperdulian pihak pertama. Pendapat yang hampir sama dikemukaan oleh Walton (1987) dalam Wahyudi, 2006 yang menyatakan bahwa konflik organisasi adalah perbedaan ide atau inisiatif antara bawahan dengan bawahan, manajer dengan manajer dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan (coordinated activities). Perbedaan inisiatif dan pemikiran sebagai upaya identifikasi maslah-masalah yang menghambat pencapaian tujuan organisasi. Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah–masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi.

Apabila bentuk konflik yang terjadi di dalam sebuah organisasi, secara pasti berakibat pada pelaksanaan pekerjaan yang tidak efektif dan tidak efisien. Kondisi itu jika dibiarkan berlarut-larut akan berakibat pada kepemimpinan yang sulit untuk mengefektifkan organisasi. Untuk itulah setiap pemimpin harus mampu menyelesaikan atau sekurang-kurangnya membantu penyelesaian konflik yang terjadi dalam organisasinya, agar tidak terjadi penghambat dalam mewujudkan tujuan organisasi.

2.4.1. Keberadaan Konflik

(47)

pertentangan pada kondisi tertentu mampu mengidentifikasi sebuah proses pengelolaan lingkungan dan sumber daya yang tidak berjalan secara efektif, mempertajam gagasan, bahkan dapat menjelaskan kesalahpahaman. Pertentangan kepentingan diantara anggota organisasi atau dalam komunitas masyarakat merupakan suatu kewajaran.

Untuk memperjelas mengenai masalah konflik, secara teoritis telah dibedakan konflik sebagai berikut :

1. Konflik dalam organisasi a. Konflik Tradisional

(48)

b. Konflik perilaku

Konflik ini terjadi karena pertentangan perilaku berdasarkan perbedaan latar belakang antar para karyawan/anggota organisasi. Perbedaan tersebut antara lain berupa ketidaksamaan latar belakang budaya, pendidikan, suku, agama, ras, warna kulit (khusus antara kulit hitam dan kulit putih di belahan bumi barat) dll. Dalam kenyataannya konflik ini dapat dibedakan antara:

1). Konflik fungsional berupa pertentangan yang bersifat persaingan dalam berprestasi. Konflik ini pada umumnya dinilai positif bagi organisasi, sehingga perlu dikelola.

2). Konflik Interaksi

Menurut teori ini konflik dapat terjadi karena interaksi yang disharmonis yang selalu dapat terjadi dalam manusia mewujudkan hakikat sosialitasnya. Salah satu penyebabnya adalah kondisi kecerdasan emosional atau kecerdasan sosial anggota organisasi/karyawan relatif masih rendah. Diantaranya tampak dalam sikap dan perilaku ingin menang sendiri, cendrung suka menggurui orang lain, merasa super lebih dari orang lain/sombong, egois dan ingin diistimewakan dan lain-lain, baik dalam bergaul maupun bekerja.

(49)

2.4.2. Penyebab Terjadinya Konflik

Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi atau struktur organisasi. Secara ringkas penyebab munculnya konflik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Komunikasi: salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.

2. Struktur : pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan, tidak tahu nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi (Supardi, 2003).

(50)

Konflik muncul karena adanya kenyataan bahwa, para anggota bersaing untuk mendapatkan sumber daya organisasi yang terbatas, bertambahnya beban kerja, aliran tugas yang kurang dimengerti bawahan, kesalahan komunikasi, dan adanya perbedaan status, tujuan atau persepsi (Handoko, 2003).

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku yang beralamat di Jalan Besar Kayu Ara, No. 33, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batu-Bara. Pelaksanaan penelitian ini selama tiga bulan dimulai dari bulan Juli 2009 sampai dengan September 2009.

3.2. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian adalah sensus, yaitu semua anggota populasi dijadikan sampel, semua anggota populasi disebut sampling jenuh.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah metode dalam penelitian status sekelompok manusia, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

(52)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku yaitu berdasarkan data kepegawaian Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku sebanyak 49 pegawai. Karena jumlah pegawai yang ada sebanyak 49 orang, maka setiap pegawai akan dijadikan responden.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan sebagai berikut :

1. Wawancara (interview), yaitu wawancara kepada yang berwenang memberi data dan informasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku.

2. Daftar Pertanyaan (questionaire) yaitu berupa angket yang diisi oleh setiap pegawai yakni tentang tanggapannya terhadap stres kerja dan konflik pegawai terhadap kepuasan kerja di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku sebagai responden.

(53)

3.5. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dikumpulkan untuk mendukung variabel yang diteliti adalah :

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari responden melalui wawancara langsung, daftar pertanyaan.

2. Data sekunder, yaitu data yang mendukung data primer, diperoleh melalui studi dokumentasi yang berhubungan pada penelitian ini di Lembaga Pemasyarakatan, berupa : Sejarah singkat Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku, struktur organisasi, jumlah pegawai, dan lain-lain.

3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Pada penelitian ini terdapat tiga variabel yang diukur, yaitu Stress Kerja (X1),

Konflik (X2), sebagai variabel bebas (independent variable), kemudian Kepuasan

Kerja pegawai (Y) sebagai variabel terikat (dependent variable). 1. Stres Kerja (X1)

(54)

2. Konflik (X2)

Segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak dari ketidak sesuaian antara dua atau lebih pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas atau kegiatan – kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Untuk mengukur variabel konflik kerja diukur dengan skala Likert.

3. Kepuasan Kerja (Y)

Keberhasilan sikap/keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam melaksanakan tugas dan tangung jawab yang diterima oleh pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku. Untuk mengukur variabel kepuasan kerja ini digunakan dengan skala Likert.

Tabel. 3.1. Definisi Operasional Variabel Hipotesis

No Variabel Definisi Operasional Indikator Pengukuran

(55)

2. Konflik sesuaian antara dua atau lebih pegawai

3.7. Pengujian Validitas dan Reliabilitas 3.7.1. Uji Validitas

Menurut Arikunto (2002), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

(56)

Butir-butir pertanyaan dicobakan kepada responden dan untuk menentukan validitas item ini digunakan teknik korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempuyai validitas yang tinggi pula. Pengujian validitas ini dengan menggunakan bantuan perangkat lunak dengan SPSS versi 15.0.

Asumsi yang digunakan dalam uji validitas adalah jika Fhitung (Kolom Corected

Item-Total Correlation) lebih besar dari Ftabel (Fhitung > dari Ftabel), maka item

dinyatakan valid. Menurut Sugiyono (2007) bahwa,”nilai Ftabel yang digunakan

untuk pengujian validitas adalah 0.3000”. Data untuk pengujian validitas dari quisioner diuji cobakan dengan cara disebarkan kepada 20 orang pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pematang Siantar. Adapun alasan pemilihan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pematang Siantar sebagai tempat pengujian validitas kuisioner yang akan disebarkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pematang Siantar dikarenakan memiliki kualifikasi yang hampir sama.

(57)

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Stres Kerja

Indikator Scale Mean if

Item Deleted

Sumber :Hasil Penelitian, 2009 (Data diolah)

(58)

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Konflik

1. Perbedaan kepentingan 32.50 42.053 .793 .909

2. Suka tantangan 32.45 47.629 .565 .921

Sumber :Hasil Penelitian, 2009 (Data diolah)

(59)

Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas Kepuasan Kerja Pegawai

2. Mendapat petunjuk pimpinan 35.40 41.621 .752 .935

3. Pimpinan berlaku adil 35.40 39.832 .859 .930

Sumber :Hasil Penelitian, 2009 (Data diolah)

Berdasarkan hasil uji validitas pada Tabel 3.4 dapat dijelaskan bahwa nilai validitas kepuasan kerja dari uji coba bukan dari responden atau diluar responden peneliti (Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Pematang Siantar) yang terdapat pada kolom Corrected Item-Total Correlation dari keseluruhan lebih besar dari 0.444 maka dapatlah dikatakan bahwa butir-butir pertanyaan itu valid atau memiliki validitas konstruk yang baik.

3.7.2. Uji Reliabilitas

(60)

penganalisaan data, maka digunakan sofware pengolahan data SPSS dengan versi 15.0.

Tabel 3.5. Hasil Uji Reliabilitas Stres Kerja (X1) dan Konflik (X2) Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai (Y) Sumber :Hasil Penelitian, 2009 (Data diolah)

Berdasarkan hasil uji coba pada uji reliabilitas pada Tabel 3.5, dapat dilihat bahwa nilai Cronbach Alpha > 0.600 yaitu ; 0.911; 0.922; dan 0.941, maka konstruk kuisioner dari stres kerja (X1), dan konflik (X2) serta kepuasan kerja pegawai (Y)

dinyatakan reliabel.

3.8. Pengujian Asumsi Klasik 3.8.1. Uji Normalitas

(61)

1. Analisis Grafik

Salah satu cara untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

2. Analisis Statistik

Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu dianjurkan disamping uji grafik dilengkapi dengan uji statistik. Salah satu uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

3.8.2. Uji Multikolonieritas

(62)

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas didalam model regresi adalah sebagai berikut (Ghozali 2005) :

1. Nilai R² yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas.

3. Multikolonieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai Tolerance, dan (2) Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainya. Jadi nilai Tolerance yang rendah sama dengan VIF tinggi (karena VIF=1/Tolrance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

3.8.3. Uji Heteroskedastisitas

(63)

Mendeteksi apakah ada atau tidak ada gejala heteroskedasitas dapat dilakukan dengan menganalisis penyebaran titik-titik yang terdapat pada scatter plot yang dihasilkan program SPSS dengan dasar pengambilan keputusan menurut (Santoso,2001) sebagai berikut :

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka telah terjadi Heteroskedasitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi Heteroskedastisitas.

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi tidak terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual ini tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.9. Model Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab hipotesis dengan alat uji regresi linier berganda untuk mengetahui ukuran pengaruh stres kerja dan konflik secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja pegawai, maka peneliti menggunakan Analisis Regresi Berganda (multiple regression analyis) dengan persamaan sebagai berikut :

(64)

Dimana :

Y = Kepuasan kerja pegawai

b0 = Intercept Y

b1 = Koefisien variabel X1

b2 = Koefisien variabel X2

X1 = Stres kerja

X2 = Konflik

e = Kesalahan penduga

Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen diuji dengan tingkat kepercayaan 95 % atau α = 5 %. Kriteria pengujian hipotesis untuk uji serempak (bersama-sama) adalah :

H0 : b1, b2 = 0 (Tidak terdapat pengaruh stres kerja dan konflik terhadap kepuasan

kerja pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku).

Ha : b1, b2 ≠ 0 (Terdapat pengaruh stres kerja dan konflik terhadap kepuasan kerja

pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku).

Hasil pengujian signifikansi dapat dilihat dari besarnya nilai signifikansi yang diperoleh, yaitu apabila nilai signifikan lebih kecil dari 0,5 maka H0 ditolak dan Ha

diterima, tetapi apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0,5 maka H0 diterima dan Ha

(65)

Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak

digunakan uji statistik F (Uji F). Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima dan Ha

ditolak, dan jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Rumus yang

digunakan untuk uji statistik F (Uji F) adalah :

Fhitung =

Sedangkan secara parsial kriteria pengujiannya adalah :

H0 : b1 = 0 (stres kerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai pada di

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku).

Ha :b1 ≠ 0 (stres kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku).

H0 : b2 = 0 (konflik tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku).

Ha: b2 ≠ 0 (konflik berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku).

Nilai

t

hitung dibandingkan dengan

t

tabel, kriteria pengambilan keputusan :

(66)

Di mana :

t

= Nilai

t

hitung

rp= Korelasi parsial yang ditemukan

n = Jumlah sampel

(67)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku dibangun pada tahun 1979/1980 yang terletak di Desa Pahang, kecamatan Talawi Kabupaten Batu-Bara adalah pindahan dari Lembaga Pemasyarakatan Jalan Puskesmas Labuhan Ruku yang dibangun pada era kolonial Belanda. Perpindahan Lembaga ini disebabkan oleh situasi yang tidak memungkinkan dan tidak layak dipergunakan untuk pembinaan Narapidana.

Seiring dengan perkembangan zaman Lembaga Pembinaan ini telah beberapa kali mengalami perubahan. Dari istilah jawatan kepenjaraan pada tahun 1964 berubah menjadi yang lazim kita kenal dengan nama Lembaga Pemasyarakatan. Dan pada tahun 1983 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman tentang Perubahan Struktur Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menjadi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB. Selanjutnya pada tahun 2005 dengan meningkatnya jumlah penghuni dan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku.

(68)

bangunan lembaga dibangun empat gardu tempat penjagaan oleh regu pengamanan Lembaga Pemasyarakatan yang siap siaga menjaga keamanan.

Layaknya seperti Lembaga Pemasyarakatan di daerah lain, bila kita melihat Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku tidak terlihat kesan yang menyeramkan. Ketatnya keamanan dapat dilihat setelah kita memasuki gerbang pertama yang dijaga oleh petugas keamanan setelah itu memasuki gerbang kedua yang dijaga oleh pemuka pekerja (narapidana) yang telah diberi kepercayaan untuk melakukan penjagaan.

Setelah kita memasuki gerbang yang ketiga disebelah kanan kita akan mendapatkan, blok-blok hunian narapidana, gereja dan mesjid serta dapur, sedangkan ruang ketrampilan tepat berada di depan searah dengan gerbang ketiga, sebelah kanannya ada ruang pameran kerajinan yang dihasilkan oleh narapidana, ruang bimbingan kerja dan dua ruang pendidikan. Di sepanjang jalan masuk setelah gerbang kedua untuk menuju ruangan-ruangan tersebut terdapat taman yang tertata dengan rapi.

(69)

Demikian dinyatakan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku Bapak Drs. Zaherman, Bc.IP. Meskipun demikian beliau memastikan pengamanan dan pelayanan serta pembinaan tetap berjalan dengan baik.

4.1.2. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku Dalam melaksanakan tugasnya tentu lembaga tersebut memiliki struktur organisasi. Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.16.PR.07.03 Tahun 2003 Tanggal 31 Desember 2003 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan ditentukan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku mempunyai susunan organisasi sebagai berikut :

1) Kalapas

2) Kepala Sub. Bagian Tata Usaha

3) Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan Anak Didik 4) Kepala Seksi Kegiatan kerja

5) Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban 6) Kepala Kesatuan Pengaman Lapas

Ad. 1). Kepala Sub. Bagian Tata Usaha

Sub. Bagian Tata Usaha mempunyai tugas untuk melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga Lapas. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Sub. Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi :

(70)

c. Melakukan surat menyurat, perlengkapan rumah tangga Ad.2). Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan Anak Didik

Seksi Pembinaan Narapidana mempunyai tugas melaksanakan pembinaan terhadap narapidana, untuk melaksanakan tugas tersebut bidang narapidana mempunyai fungsi :

a. Melakukan regestrasi dan membuat statistik serta dokumen sidik jari narapidana b. Memberikan bimbingan kemasyarakatan

c. Mengurus kesehatan dan memberikan perawatan bagi narapidana. Ad.3). Kepala Seksi Kegiatan Kerja

Seksi Kegiatan Kerja mempunyai tugas memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan sarana kerja dan mengelola hasil kerja, untuk menyelenggarakn tugas tersebut Seksi Kegiatan Kerja mempunyai fungsi :

a. Memberikan bimbingan latihan kerja bagi narapidana b. Mempersiapkan fasilitas sarana kerja

c. Mengelola hasil kerja

Ad.4). Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib

(71)

a. Mengatur jadwal tugas pengaman, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengaman

b. Menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengaman yang bertugas serta mempersiapkan laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan tata tertib.

Ad.5). Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP)

Kesatuan Pengaman Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) mempunyai tugas menjaga keamanan dan ketertiban Lembaga Pemasyarakatan, untuk melaksanakan tugas tersebut Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) mempunyai fungsi :

a. Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap narapidana b. Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban

c. Melakukan pengawalan, penerimaan, penempatan, dan pengeluaran narapidana d. Melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan

e. Membuat lapaoran harian dan berita acara pelaksanaan pengamanan

(72)

struktur organisasi lembaga pemasyarakatan tersebut diharapkan tujuan sistem pemasyarakatan akan terwujud.

Keterpaduan diantara komponen struktur organisasi lembaga terlihat dalam upaya melakukan pembinaan terhadap narapidana, misalnya pihak keamanan bertugas menjaga keamanan dan ketertiban lembaga lalu pihak yang melakukan penertiban administrasi narapidana yang masuk dan keluar dilakukan oleh seksi pembinaan.

Selanjutnya bidang yang melakukan pembinaan terhadap narapidana dan melakukan penyelidikan terhadap latarbelakang narapidana dan kondisi kekeluargaan narapidana semuanya diserahkan oleh pihak bimbingan kemasyarakatan dan perawatan (Bimkemaswat).

Akan tetapi selanjutnya dalam upaya untuk melakukan pembinaan misalnya mengenai ketrampilan untuk narapidana, program kerja dan penyediaan bahan-bahan baku untuk pelaksanaan kegiatan ketrampilan dibantu oleh penyediaan bahan-bahan baku untuk pelaksanaan kegiatan ketrampilan dibantu oleh seksi lain seperti seksi kegiatan kerja, sub. seksi sarana kerja dan sub. seksi pengelolaan hasil kerja.

(73)

Misi Pemasyarakatan : Melaksanakan, pembinaan Warga Binaan pemasyarakatan dalam rangka penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan HAM.

Visi Pemasyarakatan : Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa (Membangun Manusia Mandiri).

(74)

Sumber : Sub Bagian Tata Usaha

(75)

4.2. Deskripsi Responden

Pegawai yang menjadi responden pada penelitian ini berjumlah 49 orang. Karesteristik pengambilan data responden diantaranya ; usia, tingkat pendidikan, golongan dan masa kerja di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku. Berikut ini data karesteristik responden yang dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel 4.1. Karakteristik Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (orang) ( % )

20-30 Tahun 17 34,69

31-40 Tahun 19 38,78

41-56 Tahun 13 26,53

Total 49 100.0

Sumber :Hasil Penelitian, 2009 ( Data diolah )

Berdasarkan Tabel 4.1. dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden berusia antara 31 – 40 tahun yang berjumlah 19 orang atau sekitar 38,78 %. Hal ini menunjukkan bahwa responden termasuk kelompok usia kerja yang produktif serta penuh semangat melaksanakan tugas dan tanggung jawab di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku.

Tabel 4.2 Karakteristik Berdasarkan Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) ( % )

SMA/Sederajat 38 75.5

Diploma 6 8.2

S1 5 16.3

Total 49 100.0

(76)

Dari Tabel 4.2. dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA/Sederajat yaitu sebanyak 38 orang atau sebanyak 75.5 %. Hal ini menunjukkan bahwa pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku mayoritas berpendidikan SMA/sederajat.

Tabel 4.3. Karakteristik Berdasarkan Golongan

Golongan Jumlah (orang) %

II/a 6 12,2

II/b 8 16,3

II/c 8 16,3

II/d 10 20,5

III/a 6 12,2

III/b 6 12,2

III/c 3 6,2

III/d 2 4,1

Total 49 100.0

Sumber :Hasil Penelitian, 2009 (Data diolah)

(77)

Tabel 4.4. Karakteristik Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja Jumlah (orang) ( % )

0-10 Tahun 19 38,

11-20 Tahun 22 44.9

>20 Tahun 8 16,3

Total 49 100.0

Sumber :Hasil Penelitian, 2009 (Data diolah)

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden memiliki masa kerja yang lebih dari 11-20 tahun yaitu berjumlah 22 orang atau 44.9 %. berarti responden sudah dapat memahami apa yang menjadi tugas dan fungsi pokok dari pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku serta mendukung terlaksananya program kerja yang telah ditetapkan.

4.2.1. Analisis Deskripsi Variabel

Pada penelitian ini variabel terikat (dependent variabel) yang diamati hanya satu variabel saja yaitu kepuasan kerja pegawai dan dua variabel bebas (independent Variabel) yang terdiri dari variabel stres kerja (X1) dan variabel konflik (X2).

a. Deskripsi Kepuasan Kerja Responden

(78)

Tabel 4.5. Tanggapan Responden Atas Kepuasan Kerja

Sumber :Hasil Penelitian, 2009 (Data diolah)

(79)

Secara keseluruhan tanggapan responden terhadap variabel kepuasan kerja mayoritas sangat puas dan puas, namun demikian yang sangat perlu untuk mendapat perhatian terhadap variabel kepuasan kerja pegawai adalah untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab harus diselesaikan dengan baik penilaian responden tidak puas dengan demikian kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh pegawai untuk melaksanakan tugas yang perlu dibenahi.

b. Variabel Stres Kerja

Stres kerja merupakan suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan.

(80)

Setelah dilakukan pengolahan data untuk keseluruhan pernyataan responden tentang variabel stres kerja diketahui bahwa 8,2% masuk dalam kategori ”sangat setuju”, adanya semangat kerja yang sederhana dan tidak ada kepastian tentang tugas yang dilaksanakan selama ini, penilaian responden 71,5% dan 71,4% kategori ”setuju” bahwa pegawai kurang mendapat tanggung jawab untuk melaksanakan tugas dan ketidakmampuan pegawai untuk bekerja sama dalam penyelesaian tugas, selanjutnya responden menilai bahwa terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilaksanakan walaupun tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh pegawai, dan pimpinan memberikan tugas dengan waktu yang terbatas 38,8% dan 38,7% berada pada kategori ”kadang-kadang”.

Secara keseluruhan tanggapan responden terhadap variabel stres kerja telah sesuai dengan harapan yang diinginkan, namun ada beberapa hal yang harus dibenahi terutama mengenai adanya kerjasama pegawai, semangat bekerja, serta adanya sikap dari pegawai yang selalu berhati-hati karena tidak pernah ada kejelasan kapan pekerjaan yang dibebani kepada pegawai harus selesai.

c.Variabel Konflik

(81)

Tabel 4.7. Tanggapan Responden Atas Konflik

Sumber :Hasil Penelitian, 2009 (Data diolah)

(82)

responden kategori “kadang-kadang” untuk menanggapai bahwa responden suka tantangan kerja di kantor, dan selalu menghadapi pandangan kerja yang berbeda kepentingan dengan teman kerja mendapat penilaian 42,9% dan 44,9%.

Secara keseluruhan bahwa tanggapan pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku terhadap variabel konflik, yang perlu mendapat perhatian terutama pandangan kerja yang berbeda kepentingan dan adanya setiap tugas dilaksanakan dengan ketergantungan dan interaksi terhadap pegawai lain tidak dapat dielakkan dan kekecewaan tugas tidak sesuai dengan harapan dari responden. Sehingga responden kurang menanggapi hal tersebut, karena selama ini adanya perbedaan kepentingan dan penempatan tugas yang demikian membuat responden terjadinya konflik kerja. Untuk itu perlu di benahi perihal tersebut.

4.3. Pengujian Asumsi Klasik 4.3.1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau mendekati normal bisa dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov test Jika nilai Kolmogorov-Smirnov tidak

(83)

Observed Cum Prob

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Kepuasan Kerja

klasik adalah dalam bentuk logaritma natural. Hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut :

Sumber : Hasil Penelitian, 2009 (Data diolah) Gambar 4.2. Hasil Uji Normalitas 4.3.2. Uji Multikolonieritas

Gambar

Tabel 1.1 Studi Pendahuluan Terhadap Pegawai Lapas Klas IIA Labuhan Ruku
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir Hipotesis
Tabel. 3.1. Definisi Operasional Variabel Hipotesis
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Stres Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data sebanyak 8.260 ekor sapi Bali anak yang lahir antara tahun 1985 dan 2001 digunakan untuk menganalisis parameter genetik bobot hidup ternak pada umur sapih (WW) dan umur

Proses soda dipilih karena merupakan proses yang umum dilakukan pada pembuatan pulp berbahan baku non- kayu karena serat dari bahan non-kayu mempunyai serat yang lebih pendek

The conclusion of the research : for companies that have been certified with ISO 9000 in Jakarta and its surrounding areas, Quality Cost, and Quality Improvement on bring

Hasil penetapan karakterisasi tanaman segar daun bintaro secara makroskopik yaitu memiliki panjang 20,5 – 29 cm, diameter 4,5 – 5 cm, berbentuk bulat telur terbalik

Mesin Hot Press Tempel veneer Mesin Hot Press T cmpel veneer. sengon

kadar kolesterol, dosis daun tin yang digunakan dalam formula pembuatan minuman kombucha daun tin ini perlu dilakukan reformulasi dengan penambahan dosis serbuk simplisia

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS yang tertera pada kolom t pada tabel Coefficients diatas untuk menunjukan adanya hubungan linier antara Variabel

Hasil survey lapang mengenai distribusi owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun digunakan sebagai dasar dalam penentuan nilai bobot setiap variabel