• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi dampak pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) terhadap perekonomian wilayah pesisir di Kabupaten Kepulauan Aru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi dampak pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) terhadap perekonomian wilayah pesisir di Kabupaten Kepulauan Aru"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP

PEREKONOMIAN WILAYAH PESISIR DI

KABUPATEN KEPULAUAN ARU

ELITA J. MAELISSA

SEKOLAH PASCASARJANA

INTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Evaluasi Dampak Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) terhadap Perekonomian Wilayah Pesisir di Kabupaten Kepulauan Aru, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 11 Mei 2010

Elita J. Maelissa

(3)

ELITA MAELISSA, Impact assessment of the coastal community economic empowerment programme (PEMP) for the economy of Aru Islands District. Supervised by BAMBANG JUANDA and LUKY ADRIANTO.

The purposes of this study are to: (1) identify and measure the magnitude of the impact of the PEMP program on the welfare of its beneficiaries, (2) evaluate the level of sustainability of the PEMP program in the Aru Island. By using the following analytical methods: (1) analysis of mean difference of paired samples from respondents before and after receiving PEMP, while independent samples are explained by recipients and non recipients of PEMP, (2) sustainability analysis using amoeba technique and (3) analysis of Multi Criteria Decision Making (MCDM), to determine alternative policies that could improve the PEMP program. The results of this study show that the impact of PEMP has significant differences on catching and collecting, while revenue from merchant operations differs in the year 2005, 2007 and year 2008. Furthermore, the sustainability of the PEMP program from each indicator is very good except for the institutional indicators of selected parameters and for the proposed scenario IV, it is also considered very good.

(4)

ELITA MAELISSA, Evaluasi Dampak Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) terhadap Perekonomian Wilayah Pesisir di Kabupaten Kepulauan Aru. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA and LUKY ADRIANTO.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan dari 62.472 desa di Indonesia 5.479 diantaranya merupakan desa-desa pesisir. Jumlah masyarakat pesisir (nelayan dan pembudidaya ikan) diperkirakan hampir 22 % dari penduduk miskin di Indonesia. Masyarakat pesisir terdiri atas nelayan/penangkap ikan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, pedagang hasil perikanan, pelaku usaha industri dan jasa maritim serta masyarakat lainnya yang bermukim di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil (PPK). Mereka merupakan salah satu kelompok penduduk yang terendah pendapatannya dibanding anggota masyarakat lainnya. Mengingat selama ini justru keterpurukan taraf hidup masyarakat sangat dirasakan oleh masyarakat yang berdomisili di wilayah pesisir PPK sehingga dalam perkembangannya perhatian pemerintah terhadap pengelolaan PPK menemukan titik terang ketika tahun 1998 didirikannya Departemen Kelautan dan Perikanan dimana dalam strukturnya terdapat Direktorat Jenderal Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Ditjen P3K). Pada tahun 2000 sebagai tindak lanjut dari perhatian Pemerintah oleh Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat lahirlah program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dibawah pengawasan Departemen Kelautan dan Perikanan. Adapun tujuan PEMP untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara menyeluruh dan terencana. Kabupaten Kepulauan Aru adalah salah satu kabupaten yang mendapatkan alokasi program PEMP. Diketahui lebih lanjut bahwa Kabupaten Kepulauan Aru telah mendapat kepercayaan Pemerintah dalam mengelolah program PEMP sejak tahun 2005, tahun 2007, dan tahun 2008. Selama tiga tahun perjalanan program ini dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat pesisir tentunya program PEMP dapat dievaluasi adakah efek mutiplier yang diberikan dan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat penerima manfaat program PEMP sehingga berpengaruh bagi pembangunan perekonomian wilayah pesisir. Masalah yang dihadapi apakah program ini memberikan effect multiplier bagi kesejahteraan masyarakat penerima manfaat program PEMP dan bagaimana keberlanjutan program PEMP ditinjau dari aspek pembangunan berkelanjutan.

(5)

khusus di Desa Ponom dan Desa Kwarbola tahun 2008 sesuai dengan pedoman umum PEMP tahun 2008 yang menuangkan syarat lokasi penerima PEMP tahun 2008 khusus pada satu kecamatan untuk 2 desa.

Hasil analisis dalam penelitan ini menunjukkan bahwa nelayan tangkap dan pengumpul untuk tahun 2005, tahun 2007 dan tahun 2008 membuktikan adanya perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah menerima PEMP, hal ini pun ditunjukkan oleh responden yang menerima PEMP dan yang tidak menerima PEMP baik hasil produksi/volume penjualan, jumlah tenaga kerja dan tingkat pendapatan, sedangkan untuk evaluasi keberlanjutan indikator sosial diketahui jumlah anak usia sekolah untuk dua desa tersebut berdasarkan target capaian dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Aru tahun 2009 harus mendapat perhatian sekurang-kurangnya 50% yaitu rata 42 anak dari pencapaian 100% atau rata-rata 84 anak tahun 2009. Hal ini menjadi tolak ukur untuk menetapkan nilai CTV dari parameter pendidikan. Selanjutnya diketahui untuk indikator ekonomi peningkatan pendapatan adalah parameter terpilih dari indikator ekonomi yang dianggap sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil tabulasi nilai real dari tingkat pendapatan masyarakat penerima manfaat sebelum menerima PEMP tahun 2007 belum mencapai batas nilai CTV yang merupakan nilai upah minimum regional khusus untuk sektor perikanan secara umum berdasarkan SK Bupati Kepulauan Aru Nomor 297/2008 perihal Penetapan atas Upah Minimum Perikanan (UMP) Sektor/Sub Sektor Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2009 dengan tanggal penetapannya yaitu 17 Desember 2008 dan masa berlaku mulai dari 1 januari 2009, sebesar Rp. 820,000. Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuesioner responden diketahui pendapatan masyarakat tahun 2007 sebelum mendapatkan PEMP untuk Desa Ponom dan Desa Kwarbola sebesar 18% atau Rp. 239,865 sedangkan setelah mendapatkan PEMP tahun 2009 pendapatan masyarakat penerima manfaat meningkat 81% atau Rp. 1,069,270. Hal ini disebabkan oleh bantuan PEMP berupa alat tangkap yaitu jaring udang dengan ukuran panjang 1 kepala 30 m, lebar 2.5 m dan ukuran mata jaringnya 1¾ inc, dimana pada musim kelimpahan masyarakat dapat menangkap lebih dari 10 kg dengan pengambilan 3 kali tarik 1 hari dan pada musim tidak berkelimpahan ± 6 kg 1 kali penarikan. Selain itu, bantuan alat transportasi laut berupa mesin motor diberikan kepada nelayan tangkap. Sedangkan pedagang udang diberikan bantuan dana rata-rata 3 juta/kelompok dan coolbox untuk pengumpul agar dapat menampung hasil perikanan sebelum dijual. Untuk itu dapat dikatakan bahwa bantuan yang diberikan oleh PEMP sangat meningkatkan pendapatan masyarakat karena mempermudah masyarakat dalam mengakses hasil perikanan sehingga untuk tingkat pendapatan dapat dikatakan berkelanjutan. Untuk indikator ekologi menunjukkan hasil tabulasi nilai real dan nilai CTV dari variabel pengukur indikator ekologi yaitu ukuran udang pada diagram amoeba

(6)

udang penaeid 10cm (R.S.S. Wu, P.K.S. Lam, K.L. Wan. 2001) dan nilai ini merupakan nilai CTV karena dianggap pada ukuran ini udang penaeid telah memijah dan sudah ada bibit-bibit udang yang akan terus bertahan untuk melangsungkan kehidupannya. Penangkapan udang tahun 2007 sebelum mendapatkan PEMP rata-rata 12cm walaupun masih menggunakan alat tradisional seadanya dan menggunakan perahu dayung sehingga penangkapannya tidak banyak dibandingkan sesudah mendapatkan PEMP tahun 2009 dengan ukuran penangkapan rata-rata 15-23 cm. Selanjutnya indikator kelembagaan diresponi masyarakat penerima manfaat sebanyak 40% dalam mengikuti setiap moment yang dilaksanakan sebelum menerima bantuan PEMP yaitu tahun 2007 dan sesudah PEMP tahun 2009 sebanyak 60% yang mengikuti kegiatan-kegiatan yang terus dilaksanakan seperti evaluasi dan monitoring serta penyuluhan-penyuluhan perikanan yang memotivasi untuk tetap meningkatkan usahanya dari program PEMP. Sedangkan sebanyak 75% menjadi nilai CTV atau batas minimum keikutsertaan penerima manfaat dalam mengikuti aktifitas yang dilaksanakan oleh Dinas Perikanan dan Kelauatan Kabupaten Kepulauan Aru.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu: (1) Program PEMP di Kabupaten Kepulauan Aru tahun 2005, tahun 2007, dan tahun 2008 untuk kegiatan nelayan tangkap dan pengumpul memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga penerima manfaat. sedangkan untuk tahun 2007 walaupun memiliki perbedaan tapi pada jumlah volume penjualan dan pendapatannya memiliki tingkat kesalahan masing-masin 13% dan 26%, hal ini disebabkan karena penggunaan bantuan yang tidak maksimal oleh segilintir penerima bantuan. (2) Dampak dari manfaat program PEMP, selain bisa menangkap ukuran udang yang lebih besar tetapi juga hasil produksinya meningkat dari tahun-tahun sebelum mendapatkan bantuan PEMP dan untuk tenaga kerja, juga pendapatan merupakan bagian yang ikut bertambah baik untuk usaha penangkapan, pengumpul dan sebagian pedagang yang mengusahakan bantuan dengan baik. Keseluruhan ini mempengaruhi tingkat kesejahteraan penerima manfaat dengan bertambahnya jumlah anak usia sekolah yang bersekolah, dan kemandirian usaha yang semakin baik. (3) Keberlanjutan dari Program PEMP sangat baik karena sejauh ini memberikan kontribusi bagi keberlanjutan pendidikan, pendapatan dan penangkapan ukuran udang dari masing-masing indikator untuk tiap parameter terpilih setelah PEMP. Sedangkan untuk partisipasi masyarakat tidak berlanjut baik. (4) Skenario IV merupakan kebijakan yang sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat penerima manfaat PEMP tahun 2008 untuk Desa Ponom dan Desa Kwarbola

(7)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tidak merugikan IPB.

(8)

PEREKONOMIAN WILAYAH PESISIR DI

KABUPATEN KEPULAUAN ARU

ELITA J. MAELISSA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Wilayah Pesisir di Kabupaten Kepulauan Aru. Nama Mahasiswa : Elita J. Maelissa

Nomor Pokok : H152070211

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Anggota

Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc

Diketahui

Ketua Program Studi

Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar N, MS

(11)

tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada

Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur,

karena doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan,

sangat besar kuasanya.

(Filipi 4:6 dan Yakobus 5:16 b)

(Litha’ 2010)

Karya ini kupersembahkan untuk kedua orang tua ku tercinta ”Drs. Salmon H. Maelissa, M.Hum dan Ny. Masnian Tokede, S,Sos” serta suami dan anakku tersayang ”Bernard A. Akasisan dan Septino Abyan Akasian”, trimakasih atas pengertiannya, juga dukungan berupa moriil maupun materiil dan kesabaran dalam menunggu selesainya masa studiku.

(12)

Segala pujian syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas penyertaan, kasih dan anugerah-Nya, sehingga tesis ini dengan judul ” Evaluasi Dampak Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) terhadap Perekonomian Wilayah Pesisir di Kabupaten Kepulauan Aru” dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan tesis ini penulis menyadari sungguh, bahwa masih terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasannya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan untuk penyempurnaan tesis ini, dan tentunnya akan menghasilkan suatu penelitian lanjut yang memberikan kontribusi sesuai dengan harapan bersama. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, 11 Mei 2010

(13)

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas penyertaan, hikmat dan

pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

Evaluasi Dampak Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)

terhadap Perekonomian Wilayah Pesisir di Kabupaten Kepulauan Aru.

Betapa sangat disadari sungguh bahwa tesis ini tidak akan pula

terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, di kesempatan ini

penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya bagi :

1. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS dan Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku komisi

pembimbing atas saran, masukan, arahan dan dorongan semangat yang

diberikan sejak awal pembimbingan hingga selesainya tesis ini.

2. Ir. Sahat Simanjuntak, M.Sc dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku tim penguji

yang turut memberikan saran untuk penyempurnaan tesis ini.

3. PEMDA Kabupaten Kepulauan Aru yang telah mengijinkan penulis untuk

melanjutkan studi S2 di IPB.

4. Kedua orangtua tersayang yang selalu setia dan sabar dalam memberikan

dukungan doa, moriil maupun materiil selama penulis menuntut ilmu hingga

selesainya.

5. Ir. Frangki Hitipeuw, M.Sc selaku kepala Dinas Pendapatan Kabupaten

Kepulauan Aru yang telah membantu penulis baik moriil maupun materiil.

6. Septino Abyan anakku tercinta dan suami, yang sabar menanti hingga selesai

sudah masa studi di IPB ini. Kakakku Irene Maelissa yang turut membantu

penulis dalam pengambilan data serta dukungan materiilnya.

7. Masyarakat Desa Ponom dan Desa Kwarbola yang telah berpartisipasi dalam

proses pengambilan data selama masa penelitian.

8. Sahabat-sahabat sejatiku yang setia mendoakan serta memberikan spirit

dalam penyelesaian studiku; Welly, K’Min, K’Lussy, Lela, dan Salo.

9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007, Prodi PWD.

Bogor, 11 Mei 2010

(14)

Penulis dilahirkan di Ambon, Propinsi Maluku pada tanggal 11 Mei 1980

dari pasangan Bapak Salmon H. Maelissa dan Ibu Masnian Tokede. Penulis

merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara.

Tahun 1998 penulis lulus SMA Negeri 4 Ambon dan ditahun yang sama

diterima pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Administrasi Negara,

Universitas Pattimura Ambon. Tahun 2000 penulis pindah ke Universitas

Cenderawasih Jayapura Papua dengan Jurusan dan fakultas yang sama pada

universitas sebelumnya dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2004 penulis

diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kabupaten Kepulauan

Aru. Saat ini penulis tercatat sebagai staf BAPPEDA Kabupaten Kepulauan Aru

Propinsi Maluku.

Penulis berkesempatan melanjutkan studi pascasarjana di Program Studi

Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Institut Pertanian

(15)

Halaman

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Ekonomi Wilayah ... 4

2.1.1 Multilier Effect ... 6

2.2 Pembangunan Keberlanjutan ... 8

2.2.1 Keberlanjutan Ekonomi ……….. 13

2.2.2 Keberlanjutan Lingkungan ………. 16

2.2.3 Keberlanjutan Sosial ………... 17

2.3 Sistem Pulau Kecil ……….. 18

2.3.1 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pulau- Pulau Kecil... 19

2.3.2 Rumah Tangga Nelayan ………. 21

2.3.3 Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga Nelayan ……….. 22

2.4 Teori Ketergantungan ………. 24

2.4.1 Teori Pemberdayaan ……….. 25

2.4.2 Teori Disparitas ……….. 33

2.5 Konsep Tingkat Kesejahteraan ………... 38

2.5.1 Klasifikasi dalam Tingkat Kesejahteraan ……….. 40

2.5.2 Indikator Tingkat Kesejahteraan ... 41

2.6 Analisis Keberlanjutan ……… 43

2.7 Evaluasi ………... 44

2.8 Program PEMP ……… 45

2.9 Penelitian Terdahulu ……… 51

(16)

3.7.2 Analisis Evaluasi Keberlanjutan ……… 66

A. Penentuan Indikator ………. 66

B. Evaluasi Keberlanjutan ………. 67

3.7.3 Analisis Multi Criteria Decision Making (MCDM) ….. 67

3.8 Batasan dan Pengukuran ………. 70

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4..1 Letak Geografis ……….. 72

4.1.1 Sarana Pendidikan ………. 73

4.1.2 Sarana Kesehatan ……….. 73

4.2 Produk Domestik Regional Bruto ……….. 75

4.3 Keadaan Perikanan ………. 77

4.3.1 Potensi dan Keragaman Sumberdaya Perikanan ……... 80

4.3.2 Jumlah Nelayan ………. 82

4.3.3 Jumlah Kelompok Nelayan ……… 82

4.3.4 Jumlah Alat Tangkap dan Armada Penangkapan …….. 83

4.3.5 Jumlah Produksi Perikanan ……… 84

4.3.6 Pengolahan Hasil Perikanan ………... 85

4.3.7 Sarana dan Prasarana Perekonomian Masyarakat Pesisir ………. 85

4.4 Kelembagaan ………... 86

4.4.1 Kelembagaan Dinas Perikanan dan Kelautan ………… 87

4.4.2 Kelembagaan Masyarakat Perikanan ………. 87

4.4.3 Integrasi Kelembagan ……… 88

4.5 Besaran Bantuan PEMP ……….. 88

4.6 Karakteristik Responden ………. 90

4.6.1 Responden Penangkap Udang ………... 90

4.6.2 Responden Pedagang ………. 91

4.6.3 Responden Pengumpul ………... 91

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Besaran Dampak dari Program PEMP terhadap Kesejahteraan Masyarakat Penerima Manfaat ……… 92

5.2 Evaluasi Keberlanjutan ………... 111

5.2.1 Indikator Sosial ………. 111

5.2.2 Indikator Ekonomi ……… 113

5.2.3 Indikator Ekologi ………... 113

5.2.4 Indikator Kelembagaan ………. 115

5.3 Multi Criteria Decision Making (MCDM) ………. 117

5.3.1 Responden Nelayan Tangkap ……… 118

5.3.2 Responden Pedagang ……….... 121

5.3.3 Responden pengumpul ……….. 123

5.3.4 Kriteria Ekologi ………. 126

5.3.5 Kriteria Ekonomi ……….... 128

(17)

5.3.8 Kontribusi Persepsi Responden Keberlanjutan

secara Aggregat per Kriteria ……….. 135 5.3.9 Kontribusi Persepsi Responden Keberlanjutan

secara Aggregat per Sub Kriteria ………... 136

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ………... 140

6.2 Saran ………. 141

(18)

Halaman

1. Penelitian Terdahulu ……….. 51

2. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan data ... 62

3. Matriks Pembobotan dalam Analisis MCDM ……… 69

4. Sarana Pendidikan ………. 65

5. PDRB Kabupaten Kepulauan Aru menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2005-2007 ……….. 75

6. PDRB dan PDRB per kapita Kabupaten Kepulauan Aru atas dasar harga berlaku tahun 2005-2007 ……… 76

7. PDRB dan PDRB per kapita Kabupaten Kepulauan Aru atas dasar harga konstan 2000 tahun 2005-2007……… 76

8. Indeks perkembangan PDRB dan PDRB per kapita Kabupaten Kepulauan Aru atas dasar harga berlaku dan konstan 2000 ………….. 77

9. Kondisi Umum Kecamatan Lokasi PEMP ………. 77

10. Kondisi Umum Desa Penelitian ………. 79

11. Kondisi Umum Kelurahan Penelitian ……… 80

12. Data Potensi Perikanan per Kecamatan ... 81

13. Jumlah Alat Tangkap menurut Jenis dan Pengumpul per Kecamatan ... 83

14. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Menurut Jenis dan Ukuran ... 83

15. Produksi Hasil Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2008 ….. 84

16. Data Sarana dan Prasarana Pengolahan Hasil Perikanan ... 85

17. Data Sarana dan Prasarana Pendukung Usaha Produktif Masyarakat Pesisir Kabupaten Kepulauan Aru ... 86

18. Integrasi kelembagaan dalam pengelolaan sumber-sumber perikanan dan kelautan ………. 88

19. Besaran Bantuan PEMP di Kabupaten Kepulauan Aru dari tahun 2005, 2007 dan tahun 2008 ... 89

20. Hasil Analisis Uji Beda Nyata Usaha Nelayan Tangkap Tahun 2005 ……….. 93

(19)

23. Hasil Analisis Uji Beda Nyata Usaha Pedagang Udang

Tahun 2005 ……….. 96

24. Hasil Analisis Uji Beda Nyata Usaha Pedagang Udang

Tahun 2007 ……….. 96

25. Hasil Analisis Uji Beda Nyata Usaha Pedagang Udang

Tahun 2008 ………. 97

26. Hasil Analisis Uji Beda Nyata Usaha Pengumpul Tahun 2005 ………. 98

27. Hasil Analisis Uji Beda Nyata Usaha Pengumpul Tahun 2007 ………. 98

28. Hasil Analisis Uji Beda Nyata Usaha Pengumpul Tahun 2008 ………. 99

29. Perbedaan Masyarakat Penerima PEMP dan Non PEMP

(20)

Halaman

1. Segitiga Keberlanjutan Sistem Perikanan ... 10

2. Keterkaitan antara sumber daya alam dan aktivitas ekonomi …………. 14

3. Postulat dunia kosong dan dunia penuh ………. 16

4. Model Pengembangan PEMP ... 49

5. Struktur Kelembagaan PEMP………... 50

6. Kerangka Pemikiran... 58

7. Peta Lokasi Penelitian ... 59

8. Populasi Jumlah Responden Penerimaan Manfaat dalam Teknik Sampling... 63

9. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Pulau-pulau Aru ... 74

10. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Aru Tengah ... 74

11. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Aru Selatan ... 75

12. Jumlah Nelayan di Kabupaten Kepulauan Aru ………. 82

13. Jumlah Kelompok Nelayan di Kabupaten Kepulauan Aru ……… 82

14. Magnitud hasil produksi pertahun penerima PEMP untuk usaha nelayan tangkap ……… 100

15. Magnitud tenaga kerja pertahun penerima PEMP untuk usaha nelayan tangkap ……….. 101

16. Magnitud pendapatan pertahun penerima PEMP untuk usaha nelayan tangkap ……….. 101

17. Magnitud hasil produksi pertahun penerima PEMP untuk usaha pedagang ………... 102

18. Magnitud tenaga kerja pertahun penerima PEMP untuk usaha pedagang ……… 102

19. Magnitud pendapatan pertahun penerima PEMP untuk usaha pedagang ……… 103

20. Magnitud hasil produksi pertahun penerima PEMP untuk usaha pengumpul ………. 104

21. Magnitud tenaga kerja pertahun penerima PEMP untuk usaha pengumpul ………. 104

(21)

24. Tehknik amoeba untuk keberlanjutan PEMP ………. 116

25. Struktur hirarki analisis MCDM ………. 118

26. Skor akhir kontribusi persepsi responden nelayan tangkap secara

agregat untuk ke-4 skenario ……… 119

27. Skor akhir kontribusi persepsi responden nelayan tangkap per kriteria untuk ke-4 skenario ………. 120

28. Skor akhir kontribusi persepsi responden nelayan tangkap per

sub kriteria ………... 121

29. Skor akhir kontribusi persepsi responden pedagang secara agregat

untuk ke-4 skenario ………. 122

30. Skor akhir kontribusi persepsi responden pedagang per kriteria untuk ke-4 skenario ……… 122

31. Skor akhir kontribusi persepsi responden pedagang per sub kriteria ….. 123

32. Skor akhir kontribusi persepsi responden pengumpul secara agregat

untuk ke-4 skenario ………. 124

33. Skor akhir kontribusi persepsi responden pengumpul per kriteria

untuk ke-4 skenario ………. 125

34. Skor akhir kontribusi persepsi responden pengumpul per sub kriteria untuk ke-4 skenario ………. 125

35. Skor akhir kontribusi persepsi responden nelayan tangkap terhadap

kriteria ekologi ……… 126

36. Skor akhir kontribusi persepsi responden pedagang udang terhadap

kriteria ekologi ……… 127

37. Skor akhir kontribusi persepsi responden pengumpul udang terhadap kriteria ekologi ……… 128

38. Skor akhir kontribusi persepsi responden nelayan tangkap terhadap

kriteria ekonomi ……….. 129

39. Skor akhir kontribusi persepsi responden pedagang udang terhadap

kriteria ekonomi ……….. 129

40. Skor akhir kontribusi persepsi responden pengumpul terhadap kriteria ekonomi ……….. 130

41. Skor akhir kontribusi persepsi responden nelayan tangkap terhadap

kriteria sosial ……….. 131

42. Skor akhir kontribusi persepsi responden pedagang udang terhadap

(22)

44. Skor akhir kontribusi persepsi responden keberlanjutan terhadap

ke-4 skenario ………. 134

45. Skor akhir kontribusi persepsi responden keberlanjutan secara

agregat per Kriteria ……… 135

46. Skor akhir kontribusi persepsi responden keberlanjutan secara

(23)

Halaman

1. Potensi dan sumberdaya pesisir di kabupaten Kepulauan Aru

dalam hal ini spesies terumbu karang ………. 147

2. Potensi Lamun di kabupaten Kepulauan Aru Model Pengembangan

PEMP ... 148

3. Kondisi mangrove di kabupaten Kepulauan Aru ………... . 149

4. Potensi perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru ………. 150

5. Data hasil produksi, tenaga kerja, pendapatan sebelum dan sedudah program PEMP tahun 2005, tahun 2007 dan tahun 2008 untuk kegiatan penangkapan udang ……….. 152

6. Delta hasil produksi, tenaga kerja, pendapatan sebelum dan sedudah program PEMP tahun 2005, tahun 2007 dan tahun 2008 untuk kegiatan penangkapan udang ……….. 153

7. Data hasil produksi, tenaga kerja, pendapatan sebelum dan sesudah Program PEMP tahun 2005, tahun 2007 dan tahun 2008 untuk kegiatan pedagang udang ……… 154

8. Delta hasil produksi, tenaga kerja, pendapatan sebelum dan sesudah Program PEMP tahun 2005, tahun 2007 dan tahun 2008 untuk kegiatan pedagang udang ……… 155

9. Data hasil produksi, tenaga kerja, pendapatan sebelum dan sesudah Program PEMP tahun 2005, tahun 2007 dan tahun 2008 untuk kegiatan pengumpul udang ……… 156

10. Delta hasil produksi, tenaga kerja, pendapatan sebelum dan sesudah Program PEMP tahun 2005, tahun 2007 dan tahun 2008 untuk kegiatan pengumpul udang ……… 157

11. Data hasil produksi, tenaga kerja, dan pendapatan non program PEMP tahun 2005, tahun 2007 dan tahun 2008 untuk kegiatan

penangkapan udang ……… 158

12. Data hasil produksi, tenaga kerja, dan pendapatan non program PEMP tahun 2005, tahun 2007 dan tahun 2008 untuk kegiatan

pedagang udang ……… 158

13. Data hasil produksi, tenaga kerja, dan pendapatan non program PEMP tahun 2005, tahun 2007 dan tahun 2008 untuk kegiatan

pengumpul udang ………. 159

14.Data hasil perhitungan bobot persepsi responden untuk analisis

(24)

16.Data bobot persepsi responden nelayan tangkap ……… 161

17.Data bobot persepsi responden pedagang ……..……… 162

18.Data bobot persepsi responden pengumpul ……… 163

19.Data agregat dari persepsi responden untuk analisiss MCDM ……….. 164

20. Jenis alat tangkap dan alat transportasi yang dipakai masyarakat

Desa Ponom dan Desa Kwarbola ……….. 166

21.Udang penaeid yang tertangkap di Desa Ponom dan Desa Kwarbola .. 166

22.Dokumentasi selama mengikuti pelatihan dan sosialisasi program PEMP Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Dinas Perikanan

(25)

1.1 Latar Belakang

Sebagai sebuah negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia

dengan garis pantai terpanjang nomor empat di dunia setelah Kanada, Amerika dan Rusia yaitu 95.000km, diketahui lebih lanjut keberadaan laut Indonesia mencapai dua pertiga total wilayah mengakibatkan besarnya potensi akan sumberdaya hayati dan non hayati laut yang luar biasa. Hal ini menjadikan tumpuan bangsa Indonesia khususnya bagi jutaan penduduk yang tinggal di wilayah pesisir menggantungkan hidupnya dari sumberdaya kelautan (ISOI 2009).

Dalam hal ekosistem misalnya terumbu karang (coral reefs), Indonesia dikenal

sebagai salah satu penyumbang kekayaan hayati terumbu karang terbesar di dunia. Hasil Riset Komisi Stok Ikan Nasional menyebutkan bahwa stok sumberdaya perikanan nasional diperkirakan sebesar 6.4 juta ton per tahun. Demikian juga dengan sumberdaya alam kelautan lainnya seperti sumberdaya minyak yang berkontribusi secara signifikan terhadap total produksi minyak dan gas (67 %), gas dan mineral laut lainnya, dan potensi material untuk bioteknologi yang diperkirakan mencapai kapitalisasi pasar triliunan rupiah (Dahuri 2004 diacu dalam Adrianto 2004). Total kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB nasional mencapai 25% dan menyumbang lebih dari 15% lapangan kerja (Burke 2002 diacu dalam Adrianto 2004).

Dengan potensi yang demikian besar dan memiliki arti penting dalam konteks perekonomian bangsa, maka pemerintah Indonesia sebenarnya harus lebih memfokuskan pembangunan di daerah kepulauan dalam hal ini wilayah pesisir dibandingkan dengan wilayah daratan induk lainnya. Paling tidak ada kesejajaran pembangunan ataupun tidak terlalu ketinggalan dengan pembangunan wilayah daratan.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan dari 62.472 desa di

(26)

industri dan jasa maritim serta masyarakat lainnya yang bermukim di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil (PPK). Mereka merupakan salah satu kelompok penduduk yang terendah pendapatannya dibanding anggota masyarakat lainnya. Mengingat selama ini justru keterpurukan taraf hidup masyarakat sangat dirasakan oleh masyarakat yang berdomisili di wilayah pesisir PPK sehingga dalam perkembangannya perhatian pemerintah terhadap pengelolaan PPK menemukan titik terang ketika tahun 1998 didirikannya Departemen Kelautan dan Perikanan dimana dalam strukturnya terdapat Direktorat Jenderal Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Ditjen P3K).

Pada tahun 2000 sebagai tindak lanjut dari perhatian Pemerintah oleh Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat lahirlah program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dibawah pengawasan Departemen Kelautan dan Perikanan dimana dalam pelaksanaannya program PEMP dirancang untuk tiga

periode pertama tahun 2001-2003 merupakan periode inisiasi; keduatahun

2004-2006 merupakan periode institusionalisasi dan periode ketiga tahun 2007-2009

merupakan periode diversifikasi usaha. Khusus untuk Tahun 2008, program PEMP diarahkan dalam bentuk pemberian Bantuan Sosial Mikro (BSM) yang diberikan langsung kepada masyarakat pesisir sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan.

Pembentukan kelembagaan dan perubahan sistem melalui periodisasi program PEMP seperti yang diungkapkan diatas semata-mata dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara menyeluruh dan terencana sesuai dengan prinsip pemberdayaan, yaitu helping the poor to help themselves.

Kabupaten Kepulauan Aru adalah salah satu kabupaten yang mendapatkan alokasi program PEMP. Selanjutnya diketahui kabupaten ini, merupakan satu diantara kabupaten yang dimekarkan dalam wilayah administrasi pemerintahan

Propinsi Maluku pada tahun 2003. Dengan luas wilayahnya 54.392 Km2 yang

terdiri dari 6.426.77 Km2 adalah luas daratan atau 13% dan luas lautan 47.965.23

Km2 atau sebesar 87%. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2006 di

Kabupaten Kepulauan Aru terdapat 875 pulau dengan luas pulau 8.104.37 Km2.

(27)

• Sebelah Selatan : Laut Arafura

• Sebelah Utara : Laut Arafura di bagian Selatan Papua

• Sebelah Timur : Laut Arafura di bagian Selatan Papua

• Sebelah Barat : Laut Arafura di bagian Timur Pulau Kei Besar

Kabupaten Kepulauan Aru telah mendapat kepercayaan Pemerintah dalam mengelolah program PEMP sejak tahun 2005, tahun 2007, dan tahun 2008. Selama tiga tahun perjalanan program ini dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat pesisir tentunya program PEMP dapat dievaluasi adakah efek

mutiplier yang diberikan dan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat penerima

manfaat (beneficiaries) program PEMP sehingga berpengaruh bagi pembangunan

perekonomian wilayah pesisir.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah program ini memberikan efek multiplier bagi kesejahteraan

masyarakat penerima manfaat program PEMP.

2. Bagaimana keberlanjutan program PEMP ditinjau dari aspek

pembangunan berkelanjutan.

1.3 Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi dan mengukur besaran (magnitude) dampak dari

program PEMP terhadap kesejahteraan masyarakat penerima manfaat (beneficiaries).

2. Mengevaluasi tingkat keberlanjutan program PEMP di Kabupaten

Kepulauan Aru.

1.4 Kegunaan Penelitian

Secara praktis, manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangsih pemikiran bagi stakholder dalam hal ini pemerintah

(28)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad 1999). Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi yang dapat didefinisikan dan dianalisa dengan seksama.

Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok, yaitu: (1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

pokoknya (basic needs), (2) meningkatkan rasa harga diri (self esteem)

masyarakat sebagai manusia, dan (3) meningkatkan kemampuan masyarakat

untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak azazi

manusia (Todaro 2000). Selanjutnya dijelaskan bahwa selain nilai pokok, harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran proses pembangunan yaitu: jumlah dan jenis sumberdaya alam, ketepatan rangkaian kebijakan dan sasaran yang ditetapkan oleh pemerintah, tersedianya modal dan teknologi dari luar, serta kondisi-kondisi di lingkungan perdagangan internasional. Pembangunan ekonomi di Indonesia seharusnya ditekankan pada pembangunan sektor pertanian yang didalamnya mencakup perikanan, karena sebagian besar daerah Indonesia merupakan daerah pertanian secara luas. Tetapi pembangunan sektor lain tetap dikembangkan karena merupakan komplementer dari sektor pertanian. Selanjutnya diketahui kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia pada masa lalu terlalu menekankan kepada strategi tradisional yang

mengutamakan kepada akumulasi dari kapital fisik (physical dan man-made

capital), yang mengabaikan keterkaitannya dengan kapital-kapital lain, seperti kapital alami (natural capital), kapital manusia (human capital) dan kapitan sosial (social capital). Oleh karenanya selama itu pertumbuhan ekonomi Indonesia

dipandang tidak seimbang (unbalanced growth), karena sumber-sumber

pertumbuhan ekonomi tersebut terlalu banyak berasal dari eksploitasi natural

(29)

lainnya), mineral, minyak dan gas bumi. Kemudian hasil-hasil dari sumberdaya alam tersebut ditransormasikan menjadi kapital fisik (jaringan jalan, komunikasi, pabrik-pabrik, perumahan, pembangkit tenaga listrik, jaringan irigasi dan sebagainya) yang terakumulasi dengan tingkat relatif tinggi (6-7%) dan disebut

pertumbuhan ekonomi. Sedangkan investasi pada kapital-kapitan lain (natural,

human dan social) banyak diabaikan, bahkan dengan pelaksanaan program sentralistik banyak merusak terhadap jenis kapital lain tersebut (Anwar 2001). Selain itu pembangunan ekonomi biasanya melibatkan berbagai indikator seperti tingkat melek huruf, harapan hidup, dan tingkat kemiskinan. GDP tidak mempertimbangkan aspek-aspek penting seperti hiburan, kualitas lingkungan, kebebasan, atau keadilan sosial tetapi sebuah perkembangan ekonomi negara yang

terkait dengan pembangunan manusia mencakup kesehatan dan pendidikan.Selain

itu Pertumbuhan ekonomi sering diukur dengan laju perubahan produk domestik bruto (misalnya, persen dari PDB per tahun.) Produk domestik bruto merupakan nilai tambah agregat aktivitas ekonomi dalam batas-batas negara.

Pengembangan ekonomi wilayah adalah suatu usaha meningkatnya

hubungan independensi dan interaksi antar sistem ekonomi (economy system),

sistem masyarakat (social system), lingkungan hidup (environment) dan sumber

daya alam (ecosystem). Sedangkan pembangunan ekonomi daerah adalah suatu

(30)

akan mengakibatkan berkembangnya kegiatan penduduk setempat, perpindahan modal dan tenaga kerja serta keuntungan eksternal. Jadi pertumbuhan ekonomi adalah proses output per kapita jangka panjang dimana persentase kenaikan output haruslah lebih besar dari pertambahan penduduk (Tarigan 2004)

2.1.1 Multiplier Effect

Hirschman diacu dalam Arsyard (2003) menyatakan bahwa strategi pembangunan seharusnya dikonsentrasikan pada sektor-sektor yang relatif sedikit daripada banyak sektor yang tersebar. Sektor yang dipilih atau menjadi sektor

kunci adalah sektor yang mempunyai kaitan ke depan (forward linkage) dan

kaitan ke belakang (backward linkage) yang kuat. Pertumbuhan di sektor tersebut

akan mendorong pertumbuhan sektor lain sehingga sektor tersebut akan menjadi sektor leading bagi sektor lainnya. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam sektor

produktif, mekanisme pendorong pembangunan (inducement mechanism) yang

tercipta sebagai akibat adanya hubungan berbagai industri dalam penyediaan input yang digunakan sebagai bahan mentah dalam industri lainnya dibedakan menjadi

dua macam, yaitu: keterkaitan ke belakang (backward linkage effects) dan

keterkaitan ke depan (forward linkage effects). Selain itu hubungan antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya tergantung pada keseimbangan antara dampak positif dengan negatif bagi daerah belakang. Jika komplementaris kuat akan terjadi proses penyebaran pembangunan ke arah belakang dan sebaliknya bila komplementaris lemah akan terjadi proses polarisasi. Dampak yang paling penting dari penetesan ke bawah dari pusat pertumbuhan menuju daerah belakangnya adalah meningkatnya proses pembelian dan investasi di belakangnya oleh adanya kutub pertumbuhan, juga nantinya akan meningkatkan produksi tenaga kerja dan pendapatan per kapita dengan terserapnya pengangguran tersembunyi di daerah belakang. Dampak polarisasi adalah dampak yang menyebabkan sumber daya di daerah belakang terserap oleh daerah pusat pertumbuhan dan hal ini akan menghambat kemajuan di daerah belakangnya.

Terdapat dua kekuatan yang bekerja pada pertumbuhan ekonomi yaitu

(31)

kekuatan efek balik negatif (backwash effect) biasanya melampaui efek penyebaran dengan ketidakseimbangan aliran modal dan tenaga kerja dari daerah tidak berkembang ke daerah berkembang (Glasson 1990).

Konsep spread effect menyatakan bahwa pada waktu tertentu kualitas industri pendorong dinamik dari kutub pertumbuhan akan memancar keluar dan memasuki ruang sekitarnya. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah satu dengan wilayah lainnya. Untuk itu diperlukan suatu kondisi yang dapat menyeimbangkan keadaan ekonomi wilayah

melalui penciptaan linkage atau sektor. Hirschman diacu dalam Arsyad (2003)

selanjutnya mengungkapkan segi keterkaitan diantara berbagai ragam kegiatan ekonomi. Hal ini menyangkut keterkaitan antar sektor, misalnya antar sektor pertanian dan sektor industri, maupun kerterkaitan yang berlaku didalam lingkungan satu sektor tertentu (intrasektor). Setiap proyek investasi disuatu industri tertentu selalu terkait dengan kegiatan ditahap menyusul dan atau ditahap yang mendahuluinya. Dalam hal keterkaitan itu dengan kegiatan industri di tahap

menyusul (indusri hilir), maka keterkaitan tersebut bersifat forward linkage,

sebaliknya didalam hal keterkaitan menyangkut kegiatan industri ditahap yang mendahului (industri hilir) maka hal tersebut disebut “backward linkage”. Selanjutnya kemajuan wilayah akan tercapai jika terdapat konsentrasi

pembangunan pada sektor-sektor kunci yang ditentukan bacward dan forward

linkage. Efek penetasan yang diharapkan terjadi karena adanya pertukaran investasi di hinterland.

Teori multiplier effect menyatakan bahwa suatu kegiatan akan dapat

memacu timbulnya kegiatan lain (Glasson 1990). Teori ini hampir sama dengan teori trickling down tetapi lebih mengacu pada bentuk kegiatan, sedangkan teori tricking down effect lebih mengacu pada ruang. Berdasarkan teori ini dapat dijelaskan bahwa adanya sentra produk unggulan buah belimbing di Kabupaten Demak akan memacu timbulnya aktivitas lain seperti perdagangan dan

peningkatan kegiatan jasa (akomodasi dan transportasi). Teori multiplier effect

(32)

2.2 Pembangunan Keberlanjutan

Definisi Pembangunan berkelanjutan menurut Bond (2001) adalah pembangunan dari kesepakatan multidimensional untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik untuk semua orang dimana pembangunan ekonomi, sosial dan proteksi lingkungan saling memperkuat dalam pembangunan. Bosshard (2000) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang harus mempertimbangkan lima prinsip kriteria yaitu: (1) abiotik lingkungan, (2) biotik lingkungan, (3) nilai-nilai budaya, (4) sosiologi, dan (5) ekonomi. Sedangkan menurut Marten (2001) mengungkapkan pembangunan berkelanjutan sebagai pemenuhan kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kecukupan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan tidak berarti berlanjutnya pertumbuhan ekonomi, karena tidak mungkin ekonomi tumbuh jika ia tergantung pada keterbatasan kapasitas sumberdaya alam yang ada.

Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh World Commission on

Environment and Development, adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu ada pula beberapa pakar yang memberikan rumusan untuk lebih menjelaskan makna dari pembangunan yang berkelanjutan, antara lain:

(1) Salim diacu dalam Abdurrahman 2003

Pembangunan berkelanjutan atau suistainable development adalah suatu

proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam, dan sumberdaya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan (Yayasan SPES 1992:3) Beberapa asumsi dasar serta ide pokok yang mendasari konsep pembangunan berlanjut ini, antara lain adalah:

a. Proses pembangunan ini mesti berlangsung secara berlanjut, terus menerus di topang oleh sumber alam, kualitas lingkungan dan manusia yang berkembang secara berlanjut.

(33)

pembangunan secara berkelanjutan, sehingga menimbulkan gangguan pada keserasian sumber alam dengan daya manusia.

c. Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Semakin baik kualitas lingkungan, semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup, yang antara lain tercermin pada meningkatnya kualitas fisik, pada harapan hidup, pada turunnya tingkat kematian dan lain sebagainya.

d. Pembangunan berkelanjutan memungkinkan generasi sekarang untuk meningkatkan kesejahteraannya, tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkan kesejahteraannya.

2) Kleden diacu dalam Abdurrahman 2003

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang disatu pihak mengacu pada pemanfaatan sumber-sumber alam maupun sumberdaya manusia secara optimal, dan dilain pihak serta pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal di antara berbagai tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumberdaya tersebut (Yayasan SPES 1992: XV)

(3) Effendi diacu dalam Abdurrahman 2003

a. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang pemanfaatan sumberdayanya, arah invesinya, orientasi pengembangan teknologinya dan perubahan kelembagaanya dilakukan secara harmonis dan dengan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan masa depan dalam pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat

b. Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan sebagai transformasi progresif terhadap struktur sosial, ekonomi dan politik untuk meningkatkan kepastian masyarakat Indonesia dalam memenuhi kepentingannya pada saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kepentingannya.

(34)

ekonomi. Dalam definisi diatas dapat dipahami bahwa konsep pembangunan berkelanjutan didirikan atau didukung oleh 3 pilar, yaitu: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pendekatan tersebut bukanlah pendekatan yang berdiri sendiri, tetapi saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Secara skematis, keterkaitan antar 3 komponen dimaksud dapat dolihat pada Gambar 1.

Ecological Sustainability

Economic Community

Sustainability Sustainability

Gambar 1 Segitiga Keberlanjutan Sistem Perikanan (Charles 2001 diacu dalam Adrianto 2004)

Munasinghe (1994) menyatakan bahwa pendekatan ekonomi dalam pembangunan yang berkelanjutan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan manusia melalui pertumbuhan ekonomi dan efesiensi penggunaan kapital dalam keterbatasan dan kendala sumberdaya serta keterbatasan teknologi. Peningkatan output pembangunan ekonomi dilakukan dengan tetap memperhatikan kelestarian ekologi dan sosial sepanjang waktu dan memberikan jaminan kepada kebutuhan dasar manusia serta memberikan perlindungan kepada golongan.

Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan adalah dengan melakukan analisis biaya manfaat atau suatu proyek pembangunan. Perencanaan pembangunan hendaknya dilakukan secara komprehensip dengan memperhatikan tujuan-tujuan jangka panjang. Selain itu yang dapat dilakukan untuk mengurangi eksploitasi sumberdaya secara berlebihan dan menutupi dampak yang mungkin ditimbulkan dari eksploitasi sumberdaya

(35)

tersebut adalah memberikan harga kepada sumberdaya (pricing) dan biaya

tambahan (charges). Jadi sasaran ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan

adalah peningkatan ketersediaan dan kecukupan kebutuhan ekonomi, kelestarian aset yaitu efesiensi dalam pembangunan sumberdaya dengan pengelolaan yang ramah lingkungan dan tetap memperhitungkan keadilan bagi masyarakat baik saat ini maupun generasi yang akan datang. Dalam hal ini pembangunan ekonomi tidak hanya mengejar efesiensi dan pertumbuhan yang tinggi saja tanpa memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Pandangan ekologis didasarkan kepada pertimbangan bahwa perubahan lingkungan akan terjadi di waktu yang akan datang dan dipengaruhi oleh segala aktifitas manusia.

Para ahli sosiologi memberikan pandangan yang berbeda dengan ahli ekonomi dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Dikemukakan oleh Cernea (1994) bahwa pembangunan berkelanjutan adalah menekankan kepada pemberdayaan organisasi sosial masyarakat. Penekanan pandangan para sosiolog tersebut terletak kepada manusia sebagai kunci keberhasilan pembangunan melalui pemberdayaan organisasi sosial kemasyarakatan yang berkembang. Pemberdayaan organisasi sosial kemasyarakatan ditujukan untuk pengelolaan sumberdaya alam dengan memberikan motivasi yang mengarah kepada keberlanjutan.

(36)

dimensi utama dalam konsep pembangunan berkelanjutan (Hall 2000). Kini, fokus riset keberlanjutan tidak lagi hanya sebatas persoalan lingkungan alami dalam pemahaman ekologi global (kualitas udara, air, keragaman hayati, tanah, mineral dan energi), tapi juga kepada lingkungan binaan manusia, seperti bangunan, infrastruktur, ruang terbuka dan warisan bersejarah). Berbagai aspek dalam Seni Binakota seperti misalnya, bentuk dan struktur (kawasan) kota, vitalitas, identitas/jati diri kota, kualitas urbanitas, penghormatan terhadap tradisi/nilai budaya lokal termasuk warisan sejarah berupa bangunan menjadi bagian penting dari pembangunan berkelanjutan.

Menurut komisi (Soerjani 2006) mendefenisikan pembangunan

berkelanjutan (sustainable development) adalah “pembangunan yang mencukupi

kebutuhan generasi sekarang tanpa berkompromi (mengurangi) kemampuan generasi yang akan dating untuk memenuhi aspirasi dan mencukupi kebutuhan mereka sendiri”. Sedangkan Syahyuti (2006) memberikan makna secara umum tentang pembangunan yang berkelanjutan yaitu upaya menciptakan suatu kondisi, berbagai kemungkinan, dan peluang bagi tiap anggota atau kelompok masyarakat dari tiap lapisan sosial, ekonomi dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap alam. Selanjutnya dikatakan pembangunan berkelanjutan terdapat tiga aspek penting yang membangunnya yaitu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pembangunan sosial yang berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Keberlanjutan pembangunan nasional sangat bergantung pada pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sumber daya alam diharapkan dapat berperan sebagai modal pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraaan masyarakat dengan tetap memperhatikan daya dukung dan fungsi lingkungan hidupnya, tidak hanya untuk kepentingan generasi sekarang, tetapi juga generasi mendatang.

(37)

secara lestari berbasis masyarakat; (2) memperkuat pengendalian dan pengawasan dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan; (3) meningkatkan upaya konservasi laut, pesisir, dan pulau kecil serta merehabilitasi ekosistem yang rusak; (4) mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir, laut, perairan tawar, dan pulau-pulau kecil; (5) mengembangkan upaya mitigasi lingkungan laut dan pesisir; dan (6) memperkuat kapasitas instrumen pendukung pembangunan kelautan yang meliputi iptek, sumber daya manusia, kelembagaan, dan peraturan perundang-undangan.

2.2.1 Keberlanjutan ekonomi

Dimensi ekonomis dari pembangunan berkelanjutan mempresentasikan permintaan terhadap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan dimana manfaat dari pembangunan wilayah pesisir seharusnya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal sekitar program terutama yang termasuk ekonomi lemah. Menurut Serageldin (1994) tujuan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan memiliki hubungan dengan tujuan lingkungan. Keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan tidak akan tercapai apabila tidak didukung oleh kondisi lingkungan hidup yang mendukung pembangunan ekonomi dan sosial.

(38)

Hal yang terpenting adalah bagaimana pemahaman mengenai pembangunan dimulai dari pendekatan kepada berhasil atau tidaknya pembangunan itu mengurangi kemiskinan. Bagaimana pertumbuhan ekonomi berperan dan bagaimana proses pertumbuhan itu dipengaruhi oleh semakin berkurangnya sumberdaya dan makin meningkatnya biaya lingkungan. Harus menjadi pertimbangan global adalah bagaimana menemukan cara yang efektif sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat sekaligus memecahkan masalah kemiskinan tanpa membahayakan lingkungan atau menurunkan kualitas sumberdaya alam untuk generasi yang akan datang. Menurut Fauzi (2006) sumber

daya alam tidak terbatas sebagai faktor input saja karena proses produksi juga

akan menghasilkan output (misalnya limbah) yang kemudian menjadi faktor input

bagi kelangsungan dan ketersediaan sumber daya alam. Gambar dibawah ini menunjukkan keterkaitan antara sumber daya alam dan aktivitas ekonomi.

Gambar 2 Keterkaitan antara sumber daya alam dan aktivitas ekonomi (Fauzi 2006)

Sumber daya alam menghasilkan barang dan jasa untuk proses industri yang berbasis sumber daya alam maupun yang langsung dikonsumsi oleh rumah tangga. Dari proses industri, dihasilkan barang dan jasa yang kemudian dapat

Sumber daya Alam dan Lingkungan

Produksi Konsumsi

Limbah

(39)

digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi. Dimana kegiatan produksi oleh

industri dan konsumsi oleh rumah tangga menghasilkan limbah (waste) yang

kemudian dapat didaur ulang. Proses daur ulang ini ada yang langsung kembali ke alam dan lingkungan (misalnya, proses pemurnian kembali air atau udara), juga ada yang kembali ke industri. Dari limbah ini sebagian komponen ada yang tidak dapat didaur ulang, dan menjadi residual yang akan kembali ke lingkungan tergantung dari kemampuan kapasitas penyerapan atau asimilasi.

Sementara itu, dilema saat ini dari sistem manusia dan sistem alam pada

dasarnya adalah proses berubahnya postulat dunia kosong (empty world) dimana

dunia dengan jumlah penduduk dan artefaknya yang sedikit namun penuh dengan

sumberdaya alam (natural capital), dengan demikian fokus pembangunan adalah

pada pertumbuhan dan ekspansi, kompetisi bebas (cutthroat competition), dan

siklus limbah terbuka (open waste cycles) menuju postulat dunia penuh (full

world) di mana kebutuhan manusia adalah untuk perbaikan kualitas dari hubungan antara unsur pembangunan, aliansi kerjasama, dan aliran tertutup daur limbah (Constanza et al. 2000 diacu dalam Adrianto 2004).

Pertumbuhan dari postulat dunia kosong ke dunia penuh menyadarkan kita bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki keterbatasan hingga suatu titik di mana

ekonomi menuju kondisi stabil (steady state economy). Seoptimis apapun

(40)

Gambar 3 menyajikan secara diagram postulat dunia kosong dan dunia penuh dalam paradigma lingkungan kontemporer.

Gambar 3 Postulat dunia kosong dan dunia penuh (Adrianto 2004)

2.2.2 Keberlanjutan Lingkungan

Keberlanjutan adalah kemampuan untuk bertahan hidup. Dalam kata ekologi menjelaskan bagaimana sistem biologis tetap beragam dan produktif dari waktu ke waktu. Bagi manusia itu adalah potensi untuk pemeliharaan jangka panjang kemakmuran, yang pada gilirannya tergantung pada kesejahteraan dunia

alami dan yang bertanggung jawab penggunaan sumber daya alam. Banyak

persyaratan dari organisme terhadap lingkungan agar mereka dapat terus hidup. Suatu perkembangan terjadi selama masa evolusi. Adanya seleksi alam, misalnya terhadap telur-telur ikan dan beribu-ribu itu dari ikan induknya, namun yang dapat

Subsistem

Ekosistem global terbatas

Waste heat Empty

(41)

hidup terus hingga dewasa hanya beberapa ekor saja. Sebagaimana aksi destruktif dari lingkungan itu, secara alami namun manusia telah banyak menambah keparahan yang tak terhitung sejalan dengan kemajuan peradaban. Sebenarnya manusia itu bukanlah perusak mutlak jika mereka mengerti akan prinsip-prinsip ekologi, dalam memanfaatkan sumber-sumber alam. Sayang sekali dalam pemanfaatan sumber daya alam mereka sering kurang bijaksana. Populasi hewan atau ikan-ikan telah di ambil secara besar-besaran dengan menggunakan bom dan lainnya sehingga bukan ikan besar saja yang mati tapi telur-telur ikan pun turut mati. Disamping pengrusakan-pengrusakan vegetasi dan margasatwa secara langsung, manusia juga menimbulkan gangguan-gangguan yang menimbulkan seperti pencemaran serius terhadap danau-danau, sungai-sungai, wilayah pesisir termasuk pelabuhan-pelabuhan. Perlu diketahui bahwa hilangnya keragaman biologis maka tidak akan kembali lagi. Persoalan lingkungan pada dasarnya terletak pada sebuah kenyataan apakah manusia dapat melalui sebuah proses

pembelajaran (learning process) mengubah proses evolusioner antar waktu

sehingga manusia melakukan kegiatan ekonomi pada level terbaik suatu waktu dimana manusia dapat melakukannya sesuai dengan daya dukung lingkungan. Manusia mungkin tidak mampu mencegah kerusakan lingkungan namun dengan proses pembelajaran, manusia dapat mengurangi kerusakan dan mulai melakukan

perbaikan. Boulding (1991) diacu dalam Adrianto (2004) mengungkapkan proses

pembelajaran dalam kaitannya dengan dunia nyata dengan sistem alam dan sistem manusia sebagai dua ikon yang penting tidak dapat terlepas dari sistem manusia dan intitusi sosial yang menjadi pondasi cara berpikir manusia terhadap alam dan lingkungan.

2.2.3 Keberlanjutan Sosial

(42)

dari keberlanjutan sosial sering dianggap dalam investasi bertanggung jawab sosial. Kriteria keberlanjutan sosial yang sering digunakan adalah dana dan indeks untuk menilai perusahaan publik yang diperdagangkan meliputi: masyarakat, keragaman, hubungan karyawan, hak asasi manusia, keamanan produk, pelaporan, dan struktur pemerintahan.

Sekarang sudah ada kesepakatan bahwa manajemen sumberdaya alam tidak boleh diabaikan dan idealnya akan meningkatkan keberlanjutan sosial (Briassoulis 2001; Bowen dan Riley 2003). Beragam kriteria yang digunakan dalam literatur keberlanjutan sosial adalah: kualitas hidup, kedamaian sosial, masyarakat sipil yang kuat, partisipasi, derajat kejadian beragam bentuk kemiskinan dan eksklusi, keadilan distribusional, keadilan dan hak asasi manusia, identitas dan keberagaman budaya, pemeliharaan modal sosial dan efektivitas

lembaga dan norma-norma sosial (Goodldan 1995; Adger et al. 1997; Glaser dan

Berger 1999; Kohn 1999; Adger 2000; Meadows 1998). Arti penting relatif dari salah satu kriteria keberlanjutan sosial adalah sangat tergantung pada konteks budaya, politis, sosial dan ekonomi suatu wilayah. Jadi keberlanjutan sosial terbatas kemungkinannya untuk diabstraksi dari konteks spesifik yaitu karakteristik keberlanjutan ekonomi dan biologi.

2.3 Sistem Pulau Kecil

Towle (1979) diacu dalam Adrianto (2009) mendefenisi pulau kecil yaitu

pulau yang memiliki luas kurang dari 10.000 km2 dan penduduk kurang dari

500.000 jiwa. Sementara itu defenisi lain diungkapkan oleh Nunn (1994) diacu dalam Adrianto (2009) mendefenisikan pulau kecil berdasarkan konsektual setiap

pulau bahwa pulau-pulau dengan ukuran maksimal 1.000 km2 merupakan pulau

yang relatif memiliki kaitan yang signifikan terhadap pentingnya pengelolaan pulau-pulau kecil (PPK). Adapun ukuran PPK di Indonesia dipertegas lagi dengan peraturan perundang-undangan terbaru yaitu Perpres No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar dan UU No. 27/2007 tentang pengelolaan

pesisir dan PPK, dimana disebutkan bahwa ukuran pulau kurang dari 2.000 km2

(43)

relative peka dalam konteks ekonomi maupun lingkungan (Srinivas 1998 diacu dalam Adrianto 2009). Karakteristik lainnya adalah bahwa PPK sangat rentan

terhadap bencana alam (natural disasters) seperti angin topan, gempa bumi dan

banjir (Briguglio 1995; Adrianto danMatsuda 2002 diacu dalam Adrianto 2009).

Sebagai turunan dari UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PPK, kebijakan nasional tentang tata kelola pulau-pulau kecil dituangkan dalam Peraturan Mentri (Permen) Kelautan dan Perikanan No. 20/2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan Sekitarnya. Menurut Permen No. 20/2008 ini, pemanfaatan PPK dilakukan dengan memperhatikan aspek: (1) keterpaduan antara kegiatan pemerintah dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang PPK dan peairan di sekitarnya; (2) kepekaan/kerentanan ekosistem suatu kawasan yang berupa daya dukung lingkungan, dan sistem tata air suatu pulau kecil; (3) ekologis yang mencakup fungsi perlindungan dan konservasi; (4) kondisi sosial dan ekonomi masyarakat; (5) politik yang mencakup fungsi pertahanan, keamanan, dan kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia; dan (6) teknologi ramah lingkungan; dan (7) budaya dan hak masyarakat adat, masyarakat local serta masyarakat tradisional.

Adrianto (2009), mengungkapkan sebagaimanan diatur dalam Permen No. 20/2008 ini, pemanfaatan PPK diprioritaskan untuk 8 kegiatan utama yaitu: (1) konservasi; (2) pendidikan dan pelatihan; (3) penelitian dan pengembangan; (4) budidaya laut; (5) ekosistem pantai dan bahari; (6) usaha perikanan dan kelautan secara lestari; (7) pertanian organik; dan/atau (8) peternakan. Namun demikian, dilanjutkan lagi oleh Adrianto (2009) selain kegiatan-kegiatan tersebut beberapa kegiatan lain dapat pula dilakukan dalam kerangka pemanfaatan sumberdaya PPK yaitu usaha pertambangan, pemukiman, industri, perkebunan, transportasi, dan pelabuhan.

2.3.1 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pulau-Pulau Kecil

(44)

1. Strategi fasilitasi

Strategi fasilitasi mengharapan kelompok yang menjadi sasaran program terhadap pilihan-pilihan dan sumberdaya yang dimiliki. Strategi ini dikenal sebagai strategi kooperatif, yaitu agen perubah bersama-sama kliennya (masyarakat) mencari penyelesaian.

2. Strategi edukatiftegi ini sesuai bagi masyarakat yang tidak mempunyai

pengetahuan dan keahlian akan segmen yang akan diberdayakan.

3. Strategi persuasif

Strategi persuasif berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berprilaku. Strategi ini lebih cocok dipergunakan bila target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan.

4. Strategi kekuasaan

Strategi kekuasaan yang efektif membutuhkan agen perubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk monopoli akses.

Berdasarkan hasil penelitian Norimarna (1996), kondisi sosial budaya dan

ekonomi masyarkat pesisir yaitu memiliki mobilitas sosial yang tinggi, haus gengsi pribadi dan kelompok, persaingan berdasarkan keahlian dan modal, ketaatan pada perekonomian tergantung untung dan rugi pribadi serta suka meniru tapi tidak memberi penghargaan kepada orang yang punya gagasan semula. Dan Raharjo (1998) mengemukakan bahwa masyarkat pesisir terutama nelayan umumnya memiliki sosial ekonomi yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indicator, misalnya pendapatan yang relative rendah, kelembagaan sosial budaya dan ekonomi hampir tidak ada yang mau bekerja dengan mereka, di wilayah pesisir infrastruktur lemah (baik sosial, fisik dan ekonomi), tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah.

(45)

merupakan kumpulan satu kesatuan sistem sosial yang anggota-anggotanya tergantung pada kelimpahan suberdaya pesisir dan lautan.

2.3.2 Rumah Tangga Nelayan

Rumah tangga yang kegiatan utamanya bukan menangkap ikan, tetapi menggunakan ikan sebagai bahan proses produksi bukan dikategorikan sebagai rumah tangga nelayan (Mulyadi 2005). Dengan demikian, para pedagang ikan sekalipun hidup ditepi pantai juga tidak tergolong kepada kategori nelayan.

Ciri dari rumah tangga nelayan yaitu memanfaatkan wilayah sebagai tempat kerjanya (Elfriadi 2002) dan nelayan sangat tergantung pada cuaca dan musim, selain itu rumah tangga nelayan dalam penangkapan ikan pada umumnya malam hari dan merupakan suatu pekerjaan lelaki. Secara fisik merupakan lapangan pekerjaan yang tinggi resikonya, wanita sulit untuk terlibat dalam penangkapan ikan karena sangat bertentangan dengan waktu pengasuhan anak-anak. Nelayan tidak ikut dalam proses budi daya, kecuali secara natural mereka berupa menangkap ikan yang sudah terbudi daya dengan sendirinya mengikuti ekosistem kelautan. Nelayan tradisional diartikan sebagai orang yang bergerak di sektor kelautan dengan menggunakan perahu layar tanpa motor, sedangkan mereka yang menggunakan mesin atau perahu motor merupakan nelayan modern (Mulyadi 2005). Sedangkan Mashuri (1995) menyimpulkan bahwa dalam jangka panjang nelayan Indonesia merupakan suatu kelompok masyarakat yang turun temurun.

(46)

dapat berusaha untuk sektor lain jika ikan tidak ada karena mereka punya modal dan usaha lainnya (Bappedal 1996).

Pada musim baik yaitu saat cuaca dan gelombang bersahabat, nelayan sangat sibuk melaut dan menangkap ikan bahkan hasil tangkapannya berlebih (Prasojo 1993). Sebaliknya pada musim paceklik kegiatan melaut berkurang bahkan berhenti sama sekali dan mereka banyak yang menganggur karena tidak ada alternative pekerjaan yang lain. Untuk itu kehidupan sosial budaya dan ekonomi masyarakat pesisir di perairan Indonesia dibagi atas 3 musim (Nontji 1987) yaitu: (1) Musim timur (Juni - September) (2) Musim Barat (Desember - Maret) dan (3) Musim Pancaroba I (April - Mei) dan Musim Pancaroba II (Oktober - Nopember). Permasalahan sosial ekonomi masyarakat pesisir lainnya adalah mereka sangat lemah dalam masalah manajemen pemasaran. Akibat mutu produk rendah sehingga mereka mengalami kendala dalam manajemen pemasaran produk. Disamping itu permasalahan sosial ekonomi lainnya adalah kebiasaan buruk mereka yaitu kebiasaan menghambur-hamburkan uang ketika hasil tangkapan melimpah dan takala musim paceklik tiba mereka berhutang sana sini untuk membiayai kehidupan mereka.

2.3.3 Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga Nelayan

Pendapatan masyarakat pesisir terutama nelayan ditentukan oleh produktivitas alat tangkap, ketrampilan yang dimiliki, dan keuletan mereka serta sistem bagi hasil yang disepakati (Syafrin 1993). Hal ini diperkuat oleh Carner (1984) bahwa pendapatan nelayan tergantung pada kepemilikan alat tangkap, perahu dan alat tangkap lainnya.

1) Komponen Pendapatan

(47)

perikanan tangkap, tetapi non-perikanan tangkap (masuk dalam kelompok pendapatan pertanian dalam arti luas) (DKP 2003).

Berdasarkan data dari sumber data DKP (2001) diketahui bahwa sumber pendapatan dari non-perikanan tangkap yaitu: (a) pertanian dalam arti luas, (b) berdagang atau warung, (c) industri rumah tangga, (d) berburuh/tukang/karyawan, (e) usaha biasa. Untuk pertanian dalam arti luas terdiri dari usaha tani tanaman pangan (padi, jagung, ubi-ubian kacang-kacangan), horticultural (buah-buahan dan sayuran), perkebunan (kepala,kopi, karet dan kakao,), peternakan (sapi,kerbau, kambing, domba, babi, ayam, itik, kelinci dan madu lebah) dan perikanan darat (tambak,sungai dan danau). Pendapatan perikanan budidaya laut dan pencarian hasil laut (lola dan kerang) termasuk kedalam kategori pertanian dalam arti luas.

Berdagang/warung mencakup berdagang ikan, berbagai jenis komoditi pertanian segar (hasil-hasil sayuran, buah-buahan, perkebunan dan peternakan), makanan jadi, minuman, rokok, gula, kopi bubuk, teh dan bumbu-bumbuan, baik dalam warung, kios maupun dengan pikulan (atau dengan sepeda). Adapun industri rumah tangga terdiri dari pembuatan ikan asin, ikan asap, kerupuk, terasi, tahu, tempe, kerajinan tangan, kain sulaman, kain tenun dan pembuatan batu bata/genteng. Selain itu juga berburu/tukang/karyawan mencakup kulih angkut, berburuh pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, tukang bangunan, pembantu rumah tangga, karyawan perusahaan, PNS, pensiunan, pamong desa, dan juga usaha jasa meliputi tukang jahit, tambal ban, reparasi (sepeda, sepeda motor dan listrik), tukang becak, ojek, delman dan tukang urut . Klasifikasi tersebut berlaku untuk semua jenis nelayan (juragan, nahkoda, ABK trampil dan ABK biasa).

2) Komponen pengeluaran.

Komponen pengeluaran yaitu pengeluaran untuk usaha perikanan tangkap dan pengeluaran untuk konsumsi keluarga nelayan yang bersangkutan. Yang dimaksudkan dengan pengeluaran konsumsi adalah pengeluaran yang digunakan untuk membeli/membayar kebutuhan hidup rumah tangga nelayan contoh. Oleh

karena NTN mengukur nilai tukar subsisten (subsistence term of trade), maka

(48)

rumah tangga nelayan. Dalam hal ini, konsumsi oleh pribadi nelayan contoh selama penangkapan ikan di laut tidak termasuk kedalam katergori konsumsi ini.

Pengeluaran harian makanan dan minuman terdiri dari makanan pokok (beras, jagung dan ubi-ubian), mie instan, gula, kopi, teh, susu, makanan jadi, buah-buahan, sayuran, daging, telur, ikan dan minyak goring. Ikan lawuhan yang dikonsumsi sendiri juga dinilai sebagai pengeluaran konsumsi. Sedangkan pengeluaran harian non makanan dan minuman mencakup tembakau, rokok, bahan bakar (minyak tanah, gas dan kayu), pakaian (pakaian selain seragam sekolah termasuk sepatu /sandal), sabun, odol, sikat gigi dan shampo.

Klasifikasi pengeluaran subsisten rumah tangga nelayan (sumber DKP 2001): (a) Konsumsi harian makanan dan minuman, (b) Konsumsi harian non makanan dan minuman, (c) Pendidikan, (d) Kesehatan, (e) Perumahan, (f) Pakaian, (g) Rekreasi. Pengeluaran pendidikan ada yang bersifat bulanan antara lain SPP/BP3, iuran lainnya, alat tulis dan kos anak; ada yang bersifat harian seperti transport dan jalan anak; dan ada yang jangka panjang seperti buku bacaan sekolah, seragam pakaian, sepatu dan tas sekolah anak. Sedangkan pengeluaran kesehatan bersifat insidental yang mencakup pembelian obat jadi yang dijual bebas, dan biaya puskesmas (dokter dan obat). Selain itu pengeluaran perumahan meliputi listrik, air bersih dan perawatan rutin rumah. Rehabitasi dan pembangunan rumah, pembelian kendaraan, pembelian barang perabotan rumah tangga dan barang elektronik, yang membutuhkan biaya relatif besar tidak termasuk ke dalam kategori pengeluaran subsisten.

2.4 Teori Ketergantungan

Teori ketergantungan (dependency theory) pada umumnya memberikan

(49)

Menurut Cardoso (1970) keinginan politis (political will) yang positif dari negara-negara pemilik modal untuk memberikan hibah dan bantuan keuangan dan teknologi pada negara-negara yang belum atau sedang berkembang seringkali hanya diutamakan pada sektor-sektor tertentu yang dianggap strategis oleh negara-negara donor tersebut. Oleh karena itu, negara penerima bantuan pada akhirnya menjadi lebih tergantung lagi kepada negara-negara pemberi donor Paradigma ketergantungan sebagai perangkat analisis mencoba menjawab mengapa bantuan yang sudah begitu besar yang diberikan oleh negara-negara

dunia pertama tidak memberikan hasil yang bermakna (significant) pada proses

pembangunan dunia ketiga dan mengapa masih banyak negara yang belum ataupun sedang berkembang, terutama di Amerika Selatan, yang belum mampu mengelola pembangunan negara mereka tanpa memberikan dukungan oleh negara-negara donor. Paradigma ini menunjukkan bahwa munculnya sifat ketergantungan merupakan penyebab terjadinya keterbelakangan masyarakat negara berkembang, oleh karena itu untuk membebaskan diri dari keterbelakangan

diperlukan adanya upaya pembebasan (liberation) masyarakat dari rantai yang

membelenggu mereka. Paradigma ini juga menggambarkan bahwa struktur kerjasama yang bersifat eksploitatif dapat menyebabkan terjadinya stagnasi pembangunan pada negara-negara dunia ketiga.

2.4.1 Teori Pemberdayaan

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment),

berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Kemungkinan terjadinya

proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun. (2) bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam : (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan

Gambar

Gambar 1  Segitiga Keberlanjutan Sistem Perikanan (Charles 2001 diacu dalam Adrianto 2004)
Gambar 2 Keterkaitan antara sumber daya alam dan aktivitas ekonomi (Fauzi 2006)
Gambar 3 Postulat dunia kosong dan dunia penuh (Adrianto 2004)
Gambar 4  Model Pengembangan PEMP (DKP 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah kesehatan pada lansia tentu saja berbeda dengan jenjang umur yang lain karena pada penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat

PT Greenspan Packaging System sudah baik, hal ini dapat dilihat dari pembagian tanggung jawab fung- sional diantaranya fungsi penjualan terpisah dengan fungsi gudang untuk

Bentuk pengiklanan yang dilakukan pelaku usahapun berbagai macam, mulai dari media elektronik, media massa, radio hingga sekarang yang sering di temui yaitu penggunaan

Coca-Cola lebih dari tiga perempat dari keuntungan dan 71% pertumbuhannya diperoleh di luar Amerika Serikat. Namun, krisis global berdampak pada penurunan kinerja, penjualan

• Kripik yang mudah menyerah air dari udara menyebabkan produk mudah rusak apabila tidak dikemas dengan bahan yang

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pengembangan kompetensi guru produktif dalam meningkatkan sikap kewirausahaan siswa melalui MGMP, (2) Pelaksanaan

Pesantren berasal dari kata “santri” dengan awalan pe dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri 5. Selain istilah pesantren ada beberapa istilah lain yang sering