ANALISIS TINGKAT KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT
DAN STRATEGI PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT
DI KABUPATEN PURWAKARTA
ERWIN ZULKARNAIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Analisis Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat dan Strategi Pembangunan Hutan Rakyat Di Kabupaten Purwakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sember informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, April 2008
ABSTRAK
ERWIN ZULKARNAIN. Analisis Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat dan Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta. Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan SUMARDJO.
RINGKASAN
ERWIN ZULKARNAIN, Analisis Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat dan Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta.
Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan SUMARDJO.
Kerusakan hutan yang terjadi di indonesia beberapa tahun terakhir ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : perubahan tata ruang, adanya
konversi hutan, pinjam pakai kawasan hutan, perambahan hutan, pencurian
kayu dan kebakaran hutan. Akibat langsung dari kerusakan hutan adalah
bertambahnya luas lahan kritis.
Pada tahun 2003 di kawasan Kabupaten Purwakarta terdapat lahan
kritis seluas 10.987 hektar atau 11.30 persen dari luas wilayah Kabupaten
Purwakarta, Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 97.172 hektar.
Lahan tersebut tersebar di 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten
Purwakarta, dengan luas rata-rata 646,28 hektar.
Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Purwakarta
melalui dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam, dalam rangka
menangani lahan kritis adalah melalui pembangunan hutan rakyat.
Pembangunan hutan rakyat ini mempunyai peran positif secara ekologi bagi
perbaikan kondisi lahan dan lingkungan, serta secara ekonomi dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Tingkat keberhasilan hutan rakyat dapat diketahui dari indikator
persentase tumbuh tanaman. Berdasarkanpenilaian persentase tumbuh
tanaman ternyata tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta
tidak merata. Ada yang berhasil sangat baik dimana nilai persentase tumbuh
tanaman lebih dari 85 persen, dan ada juga yang tidak berhasil dimana nilai
persentase tumbuh tanaman 55 persen atau kurang.
Ketidakmerataan tingkat keberhasilan hutan rakyat ini dipengaruhi
oleh faktor teknis dan faktor sosial ekonomi. Sehingga perlu dianalisis
sampai sejauh mana faktor-faktor teknis dan sosial ekonomi
berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten
Purwakarta. Perlu juga dirumuskan strategi pembangunan hutan rakyat
di Kabupaten Purwakarta, sehingga pembangunan hutan rakyat dapat
Metode untuk menganalisis pengaruh faktor teknis edan sosial
ekonomi terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat adalah analisis
regresi linear. Faktor teknis dan sosial ekonomi dijadikan sebagai
variable bebas dalam model persamaan regresi. Faktor tenis terdiri
dari pemupukan, pembersihan lahan, sistem pola tanam dan
gangguan pengembalan hewan ternak secara liar. Adapun faktor
sosial ekonomi terdiri dari umur petani, pendapatan petani, tingfkat
pendidikan petani dan status lahan.
Metode yang digunakan untuk merumuskan strategi pembangunan
hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta meliputi analisis IFE-EFE, analisis
SWOT dan analisis QSPM. analisis IFE-EFE digunakan untuk mengevaluasi
bobot faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, serta faktor
eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman. Analisis SWOT untuk
merumuskan berbagai alternatif stratgei pembangunan hutan rakyat dengan
mempertimbangkan faktor internal dan faktor eksternal. Analisis QSPM
digunakan untuk menetukan prioritas strategi yang diambil untuk
pembangunnan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.
Berdasarkan hasil analisis regresi ternyata faktor teknis yang
berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten
Purwakarta pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah faktor pemupukan
dan pembersihan lahan. Faktor pemupukan berpengaruh positif terhadap
tingkat keberhasilan hutan rakyat dengan koefisien regresi sebesar 4,46508,
yang berarti bahwa setiap peningkatan pemupukan sebanyak satu kali akan
meningkatkan keberhasilan hutan rakyat sebesar 4, 46508 persen. Faktor
pembersihan lahan mempunyai hubungan yang positif sesuai dengan
koefisen regresi sebesar 4,22216. hal ini menunjukkan bahwa setiap
peningkatan pembersihan lahan sebanyak satu kali tingkat keberhasilan
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
ANALISIS TINGKAT KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT
DAN STRATEGI PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT
DI KABUPATEN PURWAKARTA
ERWIN ZULKARNAIN
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tugas Akhir : Analisis Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat Dan Strategi Pembangunan Hutan Rakyat Di Kabupaten Purwakarta
Nama : Erwin Zulkarnain
NIM : A 153044105
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS
Ketua
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro MS
PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis sampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penulisan kajian ini terutama kepada Prof. Dr. Ir. Endriatmo Soetarto, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku anggota, serta seluruh dosen Sekolah Pascasarjana Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Ketua Program Studi Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah serta ucapan serupa disampaikan kepada rekan-rekan seluruh mahasiswa/i Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam penulisan kajian ini. Dilain pihak penulis sampaikan pada isteri beserta keluarga yang senantiasa memberikan dukungan untuk menyelesaikan study. Penulis serahkan amal kebaikan yang telah membantu kepada Allah SWT semoga Yang Maha Kuasa dapat membalasnya dengan berlipat ganda.
Penulis berharap semoga hasil kajian ini dapat bermanfaat khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Karawang sebagai bahan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan SDM dalam Program Pendanaan Kompetisi melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional maupun Pemerintah kabupaten lain yang memerlukan serta pihak pihak yang membutuhkan kajian studi ini.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat pada tanggal
04 April 1975 dari pasangan Bapak Nasim dan Ibu Cholilah. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Jenjang pendidikan penulis dimulai dari tingkat SD (Sekolah Dasar)
di SD Negeri Kranji 2 Kota Bekasi, lulus pada tahun 1988. Pada tahun
1991 penulis menamatkan pendidikan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama) di SMP Negeri 3 Bekasi. Pendidikan SLTA (Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas) di SMA Negeri 1 Bekasi, lulus pada tahun 1994. Jenjang
pendidikan tinggi dimulai pada tahun 1994 ketika penulis diterima di IPB
(Institut Pertanian Bogor) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB), dan lulus pada tahun 1999 sebagai Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan IPB. Kemudian pada tahun 2005 penulis melanjutkan
pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Magister Manajemen
Pembangunan Daerah IPB, lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2000 penulis diangkat menjadi PNS (Pegawai Negeri
Sipil) dan ditempatkan di Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat.
Saat ini penulis bertugas di Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber
DAFTAR ISI
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hutan dan Hutan Rakyat ... 9
2.2. Program Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ... 13
2.3. Pengertian Strategi dan Manajemen Strategi ... 22
III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran ... 28
3.2. Lokasi dan Waktu ... 31
3.3. Metode Pengambilan Data ... 31
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 34
3.5. Metode Perumusan Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ... 37
3.6. Metode Perancangan Program Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ... 43
IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA 4.1. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta 46 4.2. Analisis Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat ... 42
V. PERUMUSAN STRATEGI PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA 5.1. Analisis Faktor Lingkungan Strategis ………... 56
5.2. Evaluasi Faktor Lingkungan Strategis ………... 66
Purwakarta ... 74
VI. PERANCANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA 6.1. Visi dan Misi Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta ………. 78
6.2. Program Pembangunan Hutan Rakyat Kabupaten Purwakarta 80 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 87
7.2. Saran ……….. 88
DAFTAR PUSTAKA ... 90
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Sebaran Jumlah Petani Hutan Rakyat Tahun 2004/2005 Kabupaten
Purwakarta Berdasarkan Tingkat Keberhasilan …... 46 2. Hasil Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Keberhasilan
Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ….………. 49 3. Hasil Evaluasi Faktor Internal (IFE) ….………... 67
4. Hasil Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) ….………... 69 5. Matriks Analisis SWOT Perumusan Alternatif Strategi Pembangunan
Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ….………. 71 6. Prioritas Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan Kerangka Analisis Tingkat Keberhasilan Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ………...
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Peta Administrasi Kabupaten Purwakarta
..……….………….
93
2. Sebaran Luas Lahan Kritis Kabupaten Purwakarta Tahun 2003 ….……...
94
3. Luas Kegiatan Hutan Rakyat Tahun 2004/2005 di Kabupaten Purwakarta
95
4. Nilai Persentase Tumbuh Tanaman Hutan Rakyat Tahun 2004/2005 Kabupaten Purwakarta ..………
96
5. Data Faktor Teknis dan Sosial Ekonomi Yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat ………...
99
6. Jumlah dan Sebaran Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) di Kabupaten Purwakarta ………...
102
7. Penangkar Bibit Tanaman Daerah di Kabupaten Purwakarta ...
103
8. Penilaian Bobot Faktor Internal Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ………...
104
9. Penilaian Bobot Faktor Eksternal Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ………...
105
10. Rekapitulasi Nilai Bobot Faktor Internal dan Faktor Eksternal Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ………...
106
11. Penilaian Peringkat Faktor Internal dan Faktor Eksternal Pembangunan
Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta .………...
107
12. Penilaian Daya Tarik Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta
………
13. Analisis QSPM Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta
..……….…...
110
14. Kuisioner Pengamatan Faktor Teknis dan Sosial Ekonomi Kegiatan
Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta .………...
111
15. Kuisioner Analisis Faktor Internal Dan Eksternal (IFE dan EFE)Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ...
113
16. Penilaian Daya Tarik Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta
………...
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Sebagai salah satu
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) hutan memiliki sifat yang khas dan kritis. Hal ini disebabkan untuk memulihkan kembali kondisi hutan yang mengalami kerusakan membutuhkan waktu yang lama mengingat
pertumbuhan tanaman hutan yang didominasi oleh tanaman kayu-kayuan membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu upaya konservasi dan rehabilitasi
hutan menjadi semacam paradigma baru yang kini menjadi landasan dalam pengelolaan hutan baik pada tingkat nasional maupun daerah.
Menurut Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan
Republik Indonesia (2007), kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir ini dapat bersifat degradasi (berkurangnya kualitas fungsi hutan)
maupun deforestasi (berkurangnya luas kawasan hutan). Penyebab utama terjadinya kerusakan hutan adalah karena :
a. Perubahan tata ruang, lemahnya pengendalian tata ruang dan penegakan
hukum.
b. Adanya konversi hutan untuk keperluan pembangunan non kehutanan.
f. Kebakaran hutan
Adapun dampak dari kerusakan hutan adalah :
a. Aspek lingkungan ; terjadinya tanah longsor, erosi dan polusi udara dari
kebakaran hutan.
b. Aspek ekonomi ; berkurangnya ketersediaan bahan baku kayu, menurunnya
kapasitas industri perkayuan, berkurangnya kesempatan/lapangan pekerjaan serta berkurangnya pendapatan masyarakat maupun pendapatan negara.
c. Aspek sosial ; perubahan tata nilai, menguatnya potensi konflik sosial,
terganggunya aktifitas dan pemenuhan kebutuhan sosial.
Menurut Handoyo dan Lukas (2003) dalam Rumboko dan Hakim (2006)
pada periode tahun 1997-2003 terjadi tingkat kerusakan hutan yang paling parah di Provinsi Jawa Barat. Tahun 1990 luas hutan di Jawa Barat masih 790.000 hektar, tahun 1997 luasnya menurun menjadi sekitar 600.000 hektar, tahun 2000
(setelah reformasi berjalan 3 tahun) luas hutan menjadi kurang dari 350.000 hektar, kemudian memasuki tahun 2003 luas hutan di Jawa Barat hanya kurang
dari 80.000 hektar saja.
Akibat langsung dari kerusakan hutan yang bersifat deforestasi (berkurangnya luas kawasan hutan) adalah bertambahnya luas lahan kritis.
Menurut Effendi dan Sylviani (2006) lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang mengalami proses kerusakan fisik, kimia dan biologi karena tidak sesuai
penggunaan dan kemampuannya, yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi dan daerah lingkungan pengaruhnya. Rehabilitasi lahan kritis
akan digunakan, jenis tanaman pilihan, pola budidaya yang akan digunakan, pola pemberdayaan masyarakat setempat, dan perangkat hukum yang diperlukan untuk membuat gerakan rehabilitasi lahan kritis lebih terarah serta mencegah meluasnya
lahan kritis baru.
Hasil pengukuran yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten
Purwakarta pada tahun 2003 tercatat luas lahan kritis yang berada pada tanah milik masyarakat seluas 10.987 Ha atau 11,30 persen dari luas wilayah Kabupaten Purwakarta, luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 97.172 Ha. Lahan-lahan
kritis tersebut tersebar di 17 (tujuh belas) kecamatan yang ada di Kabupaten Purwakarta dengan luas rata-rata sebesar 646,26 Ha. Terdapat 4 (empat)
kecamatan yang luas lahan kritisnya lebih dari 1.000 Ha yaitu Kecamatan Tegalwaru, Wanayasa, Darangdan dan Bojong. Luas lahan kritis di Kecamatan Tegalwaru 1.265 Ha atau 17,27 persen dari luas kecamatan, luas Kecamatan
Tegalwaru 7.323 Ha. Di Kecamatan Wanayasa terdapat lahan kritis seluas 1.113 Ha atau 19,68 persen dari luas kecamatan, luas Kecamatan Wanayasa 5.655 Ha.
Luas lahan kritis di Kecamatan Darangdan adalah 1.018 Ha atau 15,10 persen dari luas kecamatan, luas Kecamatan Darangdan 6.739 Ha. Luas lahan kritis di Kecamatan Bojong adalah 1.006 Ha atau 14,65 persen dari luas kecamatan, luas
Kecamatan Bojong 6.869 Ha. Luas lahan kritis terkecil terdapat di Kecamatan Purwakarta seluas 100 Ha atau sebesar 4,03 persen dari luas wilayah kecamatan,
luas Kecamatan Purwakarta 2.483 Ha.
Salah satu pembangunan sektor kehutanan yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Purwakarta dalam rangka menangani masalah lahan kritis yang sejalan
adalah pembangunan hutan rakyat. Pembangunan hutan rakyat merupakan pengambilan kebijakan yang tepat karena dapat memberikan manfaat secara ekonomi bagi taraf hidup masyarakat, serta manfaat ekologi bagi perbaikan
kondisi lingkungan. Menurut Hayati (2006) hutan rakyat mempunyai peran positif baik secara ekonomi maupun secara ekologi. Secara ekonomi hutan rakyat dapat
meningkatkan pendapatan, penyediaan lapangan kerja dan memacu pembangunan daerah. Sedangkan dari aspek ekologi, hutan rakyat mampu berperan positif dalam mengendalikan erosi dan limpasan permukaan, memperbaiki kesuburan
tanah dan menjaga keseimbangan tata air.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2006)
dalam Syahadat (2006) secara umum menyebutkan luas hutan rakyat di Indonesia adalah 1.271.505,61 hektar, dengan jumlah perkiraan tegakan sebanyak 42.965.519 pohon. Sedangkan di Provinsi Jawa Barat luas hutan rakyat adalah
79.056,06 hektar atau 6,22 persen dari total luas hutan rakyat nasional, dengan jumlah perkiraan potensi tegakan sebanyak 4.457.327,47 pohon atau sebesar
10,37 persen dari perkiraan potensi tegakan hutan rakyat di Indonesia.
Santoso (2007) menyatakan prinsip pendekatan penelitian dan pengembangan dalam pembangunan hutan tanaman rakyat adalah landasan
berpikir yang komprehensif integral yaitu memandang pembangunan hutan tanaman rakyat sebagai suatu sektor usaha kehutanan yang utuh mencakup sub
sektor hulu, tengah, hilir dan jasa penunjang guna menghasilkan nilai tambah yang setinggi-tingginya bagi kepentingan pemilik usaha hutan tanaman rakyat maupun seluruh unit aktivitas yang ikut berusaha dan memperoleh dampak
negatif dan memaksimumkan dampak positif pembangunan hutan tanaman rakyat terhadap kondisi biofisik, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan upaya konservasi lingkungan.
Rehabilitasi lahan kritis dengan hutan rakyat diarahkan untuk terbentuknya hutan rakyat yang produktif dan pemulihan lahan untuk usahatani konservasi,
yang akan berfungsi untuk mengurangi resiko terjadinya banjir dan kekeringan. Pemilihan teknologi budidaya dan jenis tanaman diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Untuk meningkatkan pendapatan petani hendaknya dipilih jenis-jenis
pohon yang cepat tumbuh dari jenis kayu unggulan yang bernilai ekonomi tinggi. Untuk mencegah penebangan kayu secara intensif namun diperlukan kayu untuk
bangunan kepentingan pribadi hendaknya kayu diambil dari hasil penjarangan (Effendi dan Sylviani, 2006).
Pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta diakomodir oleh dua
kegiatan yaitu Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang dananya berasal dari APBN, dan Kegiatan Gerakan Rehabilitasi
Lahan Kritis (GRLK) yang dananya berasal dari APBD Provinsi Jawa Barat. Pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta tahun 2004/2005 seluas 2.250 Ha atau 20,48 persen dari luas total lahan kritis, yang terdiri dari Kegiatan
GNRHL seluas 2.000 Ha atau sebesar 18,21 persen dari luas lahan kritis, dan Kegiatan GRLK seluas 250 Ha atau 2,27 persen dari luas lahan kritis. Kegiatan
kecamatan yaitu Kecamatan Purwakarta, Babakan Cikao, Bungursari, Kiarapedes, Campaka dan Cibatu.
Tingkat keberhasilan pembangunan hutan rakyat dapat dinilai melalui
pertumbuhan tanaman hutan rakyat dengan indikator persentase tumbuh tanaman yang merupakan perbandingan antara jumlah tanaman yang tumbuh dengan
jumlah tanaman yang ditanam. Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Alam Kabupaten Purwakarta telah melakukan penilaian persentase tumbuh tanaman untuk mengetahui tingkat keberhasilan hutan rakyat pada lokasi-lokasi
hutan rakyat tahun 2004/2005. Hasil penilaian menunjukkan ternyata nilai persentase tumbuh tanaman hutan rakyat nilainya sangat beragam. Beberapa
lokasi hutan rakyat memiliki nilai persentase tumbuh tanaman yang baik dengan nilai mencapai 70 persen sampai dengan 90 persen, tetapi terdapat pula lokasi-lokasi hutan rakyat yang dinilai tidak berhasil dengan nilai persentase tumbuh
tanaman kurang dari atau sama dengan 55 persen.
Tingkat keberhasilan hutan rakyat ini diduga dipengaruhi oleh faktor
teknis maupun faktor sosial ekonomi. Sehingga perlu dilakukan penelitian atau kajian bagaimana atau sejauh mana faktor-faktor teknis dan sosial ekonomi tersebut berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten
Purwakarta?
1.2. Perumusan Masalah
Pembangunan hutan rakyat yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Purwakarta bertujuan untuk merehabilitasi lahan kritis pada tanah milik
hutan rakyat ini baru dapat tercapai jika tanaman hutan rakyat dapat tumbuh dengan baik.
Berdasarkan penilaian persentase tumbuh tanaman ternyata tingkat
keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta tidak merata atau beragam. Permasalahan ketidakmerataan tingkat keberhasilan hutan rakyat ini dapat
dipengaruhi oleh faktor teknis dan faktor sosial ekonomi. Faktor teknis merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan hal-hal teknis dalam usahatani hutan rakyat. Beberapa faktor teknis antara lain adalah pemupukan, pembersihan
lahan, pola tanam dan gangguan penggembalaan hewan ternak. Faktor sosial ekonomi merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi sosial
ekonomi petani hutan rakyat. Beberapa faktor sosial ekonomi tersebut antara lain adalah umur petani, tingkat pendidikan petani, pendapatan petani dan status lahan.
Intensitas pelaksanaan pemupukan dan pembersihan lahan oleh para petani
hutan rakyat tidak sama. Ada petani yang melaksanakan pemupukan dan pembersihan lahan lebih intensif sebanyak tiga sampai empat kali dalam jangka
waktu satu tahun, dan ada pula petani yang melaksanakan pemupukan dan pembersihan lahan hanya satu kali selama setahun.
Sistem pola tanam hutan rakyat yang dilakukan petani juga berbeda, dibagi
menjadi 2 (dua) jenis yaitu pola tanam dengan sistem tumpang sari dan tidak dengan tumpang sari. Hutan rakyat dengan pola tumpang sari biasanya
menggabungkan penanaman tanaman hutan rakyat dengan tanaman semusim seperti jagung, mentimun, kacang panjang dan tanaman lainnya.
Beberapa lokasi hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta rawan terhadap
hewan ternak dapat menyebabkan kerusakan dan kematian tanaman dan mengganggu pertumbuhan tanaman hutan rakyat.
Umur petani, tingkat pendidikan petani dan pendapatan petani hutan
rakyat di Kabupaten Purwakarta sangat beragam. Umur petani antara 30 tahun sampai dengan 70 tahun, dan sebagian besar berumur 50 tahun atau lebih. Tingkat
pendidikan petani antara Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan sebagian besar petani hutan rakyat berpendidikan formal Sekolah Dasar. Sedangkan pendapatan per bulan petani hutan rakyat berkisar
antara Rp 300.000,- sampai Rp 700.000,-
Lahan yang menjadi lokasi hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta ada
yang berstatus tanah guntai yaitu tanah yang dimiliki oleh penduduk di luar Kabupaten Purwakarta dan dikelola oleh petani penggarap di Purwakarta. Pemeliharaan tanaman hutan rakyat di tanah guntai kurang intensif sehingga
tingkat keberhasilannya juga cenderung lebih rendah dibandingkan dengan hutan rakyat yang berada di tanah milik petani sendiri.
Untuk dapat mencapai tujuan dan sasaran pembangunan hutan rakyat perlu dirumuskan strategi yang baik dan tepat. Strategi pembangunan hutan rakyat secara khusus atau tersendiri belum dirumuskan pada tingkat daerah. Padahal
banyak faktor lingkungan strategis baik internal maupun eksternal yang berpengaruh dalam pembangunan hutan rakyat di daerah.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan tiga masalah dalam pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta, yaitu :
a. Sampai sejauh mana pengaruh faktor-faktor teknis terhadap tingkat
b. Sampai sejauh mana pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta?
c. Bagaimana merumuskan strategi pembangunan hutan rakyat di Kabupaten
Purwakarta?
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan umum penelitian mengenai tingkat keberhasilan hutan rakyat dan strategi pembangunan hutan rakyat adalah mengetahui bagaimana pengaruh faktor
teknis dan sosial ekonomi terhadap tingkat keberhasilan pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta, dan merumuskan strategi pembangunan hutan
rakyat di Kabupaten Purwakarta, yang dapat dirinci sebagai berikut :
a. Menganalisis pengaruh faktor-faktor teknis terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.
b. Menganalisis pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.
c. Merumuskan strategi pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta. Hasil penelitian dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah khususnya instansi terkait dalam pengambilan kebijakan dan pelaksanaan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Hutan dan Hutan Rakyat
Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu berupa manfaat
langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara
optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan (Zain, 1998).
Nurfatriani (2006) mengemukakan sumberdaya hutan Indonesia menghasilkan berbagai manfaat yang dapat dirasakan pada tingkatan lokal,
nasional maupun global. Manfaat tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, damar dan lain-lain, serta manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat
perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan lain-lain. Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah sehingga
menimbulkan terjadinya eksploitasi sumberdaya hutan yang berlebih. Nilai sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kelompok. Davis dan Johnson (1987) dalam Nurfatriani (2006) mengklasifikasi nilai
nilai pasar, yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar, (b) nilai kegunaan, yaitu nilai yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu tertentu, dan (c) nilai sosial, yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum,
ataupun perwakilan masyarakat.
Hutan berdasarkan statusnya menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun
1999 terdiri dari hutan negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan yang dimaksud hutan hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
Menurut Zain (1998) hutan milik ialah hutan yang tumbuh atau ditanam di atas tanah milik, yang lazimnya disebut hutan rakyat dan dapat dimiliki oleh orang
baik sendiri maupun secara bersama atau badan hukum. Unsur-unsur hutan rakyat dicirikan antara lain :
1. Hutan yang diusahakan sendiri, bersama orang lain atau badan hukum.
2. Berada di atas tanah milik atau tanah hak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3. Dapat dimiliki berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan.
Bagi perorangan atau kelompok (non badan hukum) dalam kegiatan pengusahaan hutan rakyat, dihadapkan pada berbagai kendala antara lain :
1. Ketentuan batas pemilikan tanah.
2. Ketersediaan sarana dan prasarana pengusahaan hutan.
3. Tingkat kemampuan teknis pengelolaan hutan terbatas. 4. Keterbatasan daya pemasaran produk hasil hutan.
5. Jangka waktu untuk memperoleh hasil hutan rakyat cukup lama. Antara
Kemudian menurut Departemen Kehutanan Republik Indonesia (2004) yang dimaksud usaha tanaman kehutanan adalah kegiatan yang menghasilkan produk tanaman kehutanan (kayu) dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya
dijual/ditukar atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko usaha. Sebuah rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga kehutanan (RTK) apabila
rumah tangga tersebut memelihara/menguasai tanaman kehutanan. Hasil pendataan Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan menunjukan bahwa jumlah rumah tangga yang mengusahakan tanaman kehutanan (hutan rakyat) cukup besar
yaitu sekitar 3,43 juta.
Adapun jenis-jenis tanaman kehutanan yang banyak diusahakan pada
hutan rakyat menurut Syahadat (2006), diantaranya adalah : Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), Sengon (Albizia falcataria) Akasia (Acacia mangium), Sonokeling (Dalbergia latifolia), Petai (Parkia speciosa),
Nangka (Artocarpus integra), Gamal (Inocarpus edulis), Mindi (Melia azedarach), Cemara (Causarina equisetifolia), Suren (Toona sureni), Mangga
(Mangifera indica), Melinjo (Gnetum gnemon), Kelapa (Cocos nucifera), Kemiri (Aleurites moluccana), Pinang (Casearia coriacea), Mete (Daemonorops niger), Rambutan (Nephelium lappaceum), Durian (Durio zibethinus), Bambu
(Gigancochloa apus), Sungkai (Heterophrogma macrolobum), Karet (Ficus elastica), Kopi (Abelmoschus esculentus), Kapuk (Ceiba pentandra), Ampupu
(Ecalyptus urophylla), Johar (Cassia siamea), Cempedak (Artocarpus champedon), Angsana (Pterocarpus indica), Nyatoh (Palaquium javense), Enau (Arenga pinnata), Asam (Tamarindus indica), Kaliandra (Calliandra calotyrsus),
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 45 ayat (4) menyebutkan kawasan apabila digunakan untuk kegiatan hutan rakyat secara ruang dapat memberikan
manfaat :
a. Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektoral dan sub sektor
serta kegiatan ekonomi sekitarnya. b. Meningkatkan fungsi lindung
c. Meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam
d. Meningkatkan kesempatan kerja
e. Meningkatkan pendapatan masyarakat terutama di daerah setempat
f. Meningkatkan pendapatan daerah dan nasional g. Meningkatkan ekspor
h. Mendorong perkembangan usaha dan peran serta masyarakat terutama di
daerah setempat.
Herawati (2005) menyatakan salah satu aspek penting dalam kegiatan
hutan rakyat adalah penentuan jenis pohon. Kegagalan penentuan jenis pohon dapat mendatangkan kerugian, baik kerugian ekonomi maupun kerugian lingkungan. Penentuan jenis pohon memerlukan pertimbangan yang menyeluruh
dan rasional. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (1995) menyatakan beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jenis pohon adalah kesesuaian
lahan dan iklim, keinginan masyarakat, manfaat yang tinggi dan serbaguna bagi masyarakat, nilai ekonomi, akses pasar, daur pendek sehingga cepat tumbuh dan cepat manghasilkan, fungsi perlidungan tanah dan air, daya permudaan yang
Menurut Hardjanto (2003) dalam Fauziyah dan Diniyati (2006) dikemukakan bahwa pola pembangunan hutan rakyat terdiri dari dua bentuk yaitu : hutan rakyat tradisional dan hutan rakyat inpres. Hutan rakyat tradisional
merupakan cara penanaman hutan pada tanah milik yang diusahakan oleh masyarakat itu sendiri tanpa adanya campur tangan pemerintah. Sedangkan hutan
rakyat inpres adalah hutan rakyat yang penanamannya murni dilakukan di tanah terlantar dan pembangunannya diprakarsai oleh proyek bantuan penghijauan dari pemerintah.
Berdasarkan jenis tanamannya, hutan rakyat terbagi atas tiga bentuk ; 1) hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu
jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur; 2) hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran; dan 3) hutan rakyat wana
tani (agroforestry), yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi anatara tanaman kehutanan dengan cabang usahatani lainnya seperti tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan lain-lain yang dikembangkan secara terpadu.
2.2. Program Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta Nomor 8 Tahun 2004 dan
Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 8 Tahun 2005 merupakan dasar hukum bagi pembentukan Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta, dan pelaksanann tugas pokok dan fungsi dinas. Tugas pokok Dinas
urusan rumah tangga daerah di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam yang ditugaskan kepada pemerintah daerah. Sedangkan fungsi dinas adalah sebagai berikut :
a. Pelaksanaan pembinaan kewenangan di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam;
b. Penyusunan rencana dan pelaksanaan program pembangunan di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam;
c. Pelaksanaan urusan penyuluhan dan pembinaan tenaga penyuluh;
d. Pelaksanaan perijinan pengusahaan hutan;
e. Pelaksanaan urusan penghijauan dan konservasi tanah dan air;
f. Pelaksanaan bimbingan teknis, pembinaan dan pengembangan aneka usaha hasil hutan;
g. Pelaksanaan penatausahaan dan pemungutan, pemanfaatan serta peredaran
aneka hasil hutan;
h. Pelaksanaan pengembangan dan pemanfaatan hutan dan hasil hutan;
i. Pelaksanaan urusan persuteraan alam, perlebahan, budidaya sarang burung walet dan hasil hutan lainnya;
j. Pelaksanaan urusan pengelolaan hutan milik/hutan rakyat dan hutan lindung;
k. Pelaksanaan urusan perlindungan hutan;
l. Pelaksanaan pemberian bantuan kepada masyarakat dan lembaga swadaya
masyarakat dan organisasi masyarakat dalam upaya perbaikan dan perlindungan fungsi hutan, tanah dan air;
n. Pelaksanaan pengelolaan administrasi umum meliputi ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan peralatan dinas;
o. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kegiatan-kegiatan dinas;
p. Pelaksanaan pembinaan cabang dinas dan unit pelaksana teknis daerah pada dinas;
q. Pelaksanaan tugas lainnya yang dibebankan bupati sesuai bidang tugasnya. Pembangunan hutan rakyat pada intinya merupakan kegiatan penanaman pohon-pohonan jenis kayu-kayuan dan buah-buahan pada lahan atau tanah milik
masyarakat yang mengacu pada persyaratan teknis dengan tujuan mendapatkan manfaat ekonomi dan ekologi. Sasaran pembangunan hutan rakyat adalah
terwujudnya tanaman hutan di luar kawasan hutan negara sebagai upaya rehabilitasi lahan tidak produktif di daerah-daerah aliran sungai (DAS) prioritas yang ditujukan untuk memulihkan fungsi dan meningkatkan produktivitas lahan
dengan berbagai tanaman berupa kayu dan non kayu, memberikan peluang kesempatan kerja dan berusaha meningkatkan pendapatan masyarakat,
memperbaiki kualitas lingkungan dan mengurangi tekanan penebangan pada hutan negara (Departemen Kehutanan, 2007).
Salah satu fungsi Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam
Kabupaten Purwakarta sebagaimana diatur dalam Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 8 Tahun 2005 adalah pelaksanaan urusan pegelolaan hutan milik/hutan
rakyat dan hutan lindung. Program pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta dilaksanakan melalui dua kegiatan yaitu Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) dan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis
jenis hutan rakyat inpres, dimana biaya atau dana untuk pelaksanaan pembangunan hutan rakyat berasal dari bantuan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan berdasarkan jenis tanaman,
hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta termasuk hutan rakyat campuran (polyculture). Jenis-jenis pohon yang ditanam di hutan rakyat terdiri dari jenis
tanaman kayu-kayuan seperti jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia macrophylla), suren (Toona sureni) dan albazia (Albizia falcataria), serta jenis tanaman MPTS (Multipurpose Tree Species) seperti mangga (Mangifera indica),
rambutan (Nephelium lappaceum), durian (Durio zibethinus) dan petai (Parkia speciosa).
2.2.1. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL)
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2007
tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL), yang dimaksud dengan GNRHL adalah kegiatan terkoordinasi dengan
mendayagunakan segenap potensi dan kemampuan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, badan usaha dan masyarakat dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan pada DAS prioritas. Adapun tujuan penyelenggaraan
GNRHL adalah mempercepat upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan pada DAS prioritas.
Penyelenggaraan GNRHL didasarkan pada Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Koordinator ; Nomor 09/Kep/Menko/Kesra/III/2003,
2003 tentang Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Departemen Kehutanan mengemban amanah untuk merehabilitasi lebih kurang seluas tiga juta hektar hutan dan lahan kritis
melalui GNRHL. Kegiatan yang dilakukan meliputi pembuatan tanaman hutan rakyat, reboisasi hutan lindung dan pembuatan bangunan konservasi tanah
(Departemen Kehutanan, 2007).
Pedoman teknis Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Departemen Kehutan Republik Indonesia menyebutkan tahapan pembuatan hutan
rakyat terdiri dari dua bagian yaitu penyusunan rancangan dan pelaksanaan pembuatan tanaman hutan rakyat. Pertama adalah tahapan penyusunan rancangan
meliputi penetapan calon lokasi, pengumpulan data dan informasi, penataan areal, rancangan kegiatan, pemilihan jenis tanaman dan rencana anggaran biaya. Kedua adalah tahapan pelaksanaan meliputi persiapan lapangan, teknik penanaman dan
pemeliharaan tanaman. 1. Penyusunan Rancangan
a. Penetapan Calon Lokasi
Penetapan calon lokasi hutan rakyat perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
- Tanah milik rakyat, yang menurut kesesuaian lahan dan pertimbangan ekonomis lebih sesuai untuk hutan rakyat.
- Tanah milik rakyat yang terlantar dan berada di bagian hulu sungai. - Tanah desa, tanah marga/adat, tanah negara bebas serta tanah lainnya
- Tanah milik rakyat/tanah desa/tanah lainnya yang sudah ada tanaman kayu-kayuan tetapi masih perlu dilakukan pengkayaan tanaman.
b. Pengumpulan Data dan Informasi
Data dan informasi ini dimaksudkan untuk memperoleh kesesuaian lahan tanaman, pola kerja, tata waktu dan tata norma kehidupan masyarakat
sekitar calon lokasi, sehingga dapat diperoleh rancangan, pelaksana dan sistem pelaksanaan yang sesuai. Data dan informasi dimaksud adalah : - Biofisik, yaitu situasi lokasi lahan sasaran, jenis tanah, curah hujan, tipe
iklim, ketinggian, topografi dan vegetasi.
- Sosial Ekonomi, meliputi jumlah dan kepadatan penduduk, pemilikan
lahan, sarana prasarana usaha, pendidikan, perhubungan dan penyuluhan.
c. Penataan Areal
Penataan areal dimaksudkan untuk menentukan batas areal, luas dan petak, yang kegiatannya meliputi :
- Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas yang dituangkan dalam peta rancangan.
- Penataan pola tanam, tata letak dan jarak tanam dalam kaitannya dengan
teknis konservasi dan tegakan. d. Rancangan Kegiatan
memperhatikan kaidah teknis rehabilitasi hutan lahan dan teknis konservasi tanah.
e. Pemilihan Jenis Tanaman
Pemilihan jenis tanaman hutan rakyat disesuaikan dengan usulan dari masyarakat, kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan dikembangkan
dalam luasan yang secara ekonomis dapat dipasarkan. Komposisi jenis tanaman terdiri dari kayu-kayuan minimal 60 persen dan buah-buahan maksimal 40 persen.
f. Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya sesuai dengan analisa rencana
pekerjaan/komponen kegiatan yang akan dilaksanakan, maka dilakukan analisa kebutuhan bahan dan peralatan per komponen pekerjaan. Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja,
kemudian berdasarkan survey sosial dan ekonomi dilakukan analisa ketersediaan tenaga kerja dari desa setempat dan sekitarnya untuk
pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan. Rencana anggaran biaya dibuat per komponen kegiatan/elemen pekerjaan dan disesuaikan dengan harga pasar yang wajar.
2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat
Pelaksanaan pembuatan tanaman hutan rakyat harus memperhatikan kondisi
cuaca, dimana waktu pelaksanaannya pada musim penghujan. Pembuatan tanaman hutan rakyat meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
Kegiatan persiapan lapangan meliputi pembersihan lapangan dan pengolahan tanah, penentuan arah larikan dan pemancangan ajir, pembuatan piringan tanaman dan lubang tanaman yang ukurannya sesuai
dengan jenis tanaman yang akan ditanam. b. Teknik Penanaman
Teknik penanaman dapat dilakukan melalui tiga sistem, yaitu :
- Sistem Cemplongan, yaitu teknik penanaman yang dilaksanakan dengan pembuatan lubang tanam dan piringan tanaman. Pengolahan tanah hanya
dilaksanakan pada piringan disekitar lubang tanam. Sistem cemplongan dilaksanakan pada lahan-lahan yang miring dan peka terhadap erosi.
- Sistem Jalur, yang dilaksanakan dengan pembuatan lubang tanam dalam jalur larikan, dengan pembersihan lapangan sepanjang jalur tanaman. Teknik ini digunakan di lereng bukit dengan tanaman sabuk gunung
(counter planting).
- Sistem Tugal, yang dilaksanakan dengan tanpa olah tanah (zero tillage).
Lubang tanam dibuat tugal (batang kayu yang diruncingi ujungnya). Teknik ini cocok untuk pembuatan tanaman dengan benih langsung terutama pada areal dengan kemiringan lereng yang cukup tinggi, namun
tanahnya subur dan peka erosi.
Adapun pola penanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
- Pola Tumpangsari (interplanting, mixed planting)
Pola tumpangsari adalah suatu pola penanaman hutan rakyat yang dilaksanakan dengan menanam tanaman semusim sebagai tanaman sela
dilaksanakan di daerah yang pemilikan lahannya sempit dan berpenduduk padat, tanahnya masih cukup subur dan topografinya datar atau landai, serta pengolahan tanah dapat dilakukan secara intensif.
- Pola Tanaman Tunggal (monoculture)
Pola tanaman tunggal merupakan pola penanaman hutan rakyat dengan
satu jenis tanaman. Pola tanaman tunggal biasa digunakan pada hutan rakyat yang mengutamakan produk tertentu baik kayu maupun non kayu.
c. Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan pemeliharaan tanaman hutan rakyat meliputi penyiangan,
penyulaman, pemupukan, penyiraman, perlindungan dan pengamanan tanaman. Penyiangan adalah pembersihan tanaman pengganggu dengan tujuan agar tanaman hutan rakyat tidak memiliki pesaing untuk
mendapatkan unsur hara tanah. Penyulaman merupakan upaya penanaman kembali bibit tanaman untuk mengganti tanaman yang mati. Pemupukan
adalah pemberian unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, biasanya dilakukan dengan pupuk kandang atau pupuk buatan. Penyiraman dilakukan pada musim kemarau untuk menjaga tanaman agar tidak
kekeringan atau mati, terutama dilakukan pada pembuatan tanaman sistem pot. Perlindungan dan pengamanan tanaman adalah upaya pemberantasan
hama dan penyakit tanaman serta pencegahan dari bahaya kebakaran hutan.
Untuk pelaksanaan GNRHL diperlukan beberapa input yaitu dana,
Sumber dana pelaksanaan GNRHL sebagian besar berasal dari pemerintah pusat yaitu APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang kemudian didistribusikan ke provinsi dan kabupaten/kota. Material tanaman terdiri dari bibit
tanaman dan sarana produksi berupa pupuk dan obat-obatan pembasmi hama penyakit tanaman. Sumberdaya lahan meliputi hutan negara dan lahan milik
masyarakat. Lahan milik masyarakat dipilih dalam rangka pengembangan hutan rakyat. GNRHL memerlukan masukan sumberdaya manusia dalam kuantitas yang cukup besar yang mencakup berbagai pihak yaitu aparat pemerintah daerah, petani
dan pendamping. Untuk tercapainya tujuan rehabilitasi hutan dan lahan yang berkelanjutan setidaknya diperlukan ilmu pengetahuan tentang silvikultur,
manajemen dan pengelolaan data (Departemen Kehutanan, 2007). 2.2.2. Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK)
Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2006, yang
dimaksud dengan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis selanjutnya disebut GRLK adalah kegiatan rehabilitasi lahan kritis yang merupakan partisipasi seluruh
lapisan masyarakat Jawa Barat, yang dalam pelaksanaannya ditunjang antara lain dari sumber dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Provinsi Jawa Barat, dana APBD Kabupaten dan Kota seluruh Jawa Barat dan sumber dana
lainnya yang sah dan tidak mengikat. Sedangkan yang dimaksud dengan lahan kritis adalah lahan yang secara fisik, kimia maupun biologi mengalami kerusakan
sehingga menurun fungsinya sebagai unsur produksi dan atau pengatur tata air dan tata udara tanah dan atau pengatur daur karbon dan dapat menimbulkan bencana.
Di dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2006 juga
1. Mengupayakan percepatan keberhasilan kegiatan pengendalian dan rehabilitasi lahan kritis di Jawa Barat.
2. Menumbuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat untuk melaksanakan
rehabilitasi lahan kritis dan perbaikan lingkungan.
3. Menunjang upaya pemberdayaan masyarakat, terutama masyarakat yang
berdomisili di sekitar lahan hutan negara/perkebunan besar.
4. Menunjang kelancaran operasional tim pengendalian dan rehabilitasi lahan kritis kabupaten/kota, termasuk sosialisasi kegiatan GRLK.
Adapun sasaran GRLK selain terehabilitasinya lahan kritis di Jawa Barat, juga meningkatnya pendapatan masyarakat. Adapun lokasi yang menjadi sasaran
kegiatan GRLK adalah lahan-lahan kritis di daerah resapan air, daerah tangkapan air dan daerah rawan bencana.
2.3. Pengertian Strategi dan Manajemen Strategis
Strategi adalah sejumlah sarana atau jalur tindakan (means) yang perlu ditemukan oleh suatu organisasi secara aktif guna mewujudkan sasaran organisasi,
strategi bersifat umum dan mendukung eksistensi organisasi (David, 2002). Sedangkan menurut Siagian (2002) yang dimaksud strategi bagi manajemen organisasi pada umumnya dan manajemen organisasi bisnis khususnya adalah
rencana berskala besar yang berorientasi jangkauan masa depan yang jauh, serta ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan organisasi berinteraksi
secara efektif dengan lingkungannya dalam kondisi persaingan yang kesemuanya diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Suatu rencana dapat dikatakan baik apabila di dalamnya telah mencakup upaya
pelaksanaan rencana tersebut. Kegiatan perencanaan selalu mengandung resiko karena bagaimanapun cermatnya perhitungan dan perkiraan tentang masa depan, dalam perencanaan selalu terdapat elemen ketidakpastian.
Di lain pihak Stoner (1986) dalam Sudrajat (2007) menyatakan bahwa strategi adalah program yang luas untuk mencapai tujuan organisasi, berarti
bagaimana cara melaksanakan misinya. Ada tiga hal penting yang secara khusus perlu diperhatikan dalam lingkup strategis, yaitu :
1. Strateginya sendiri, yang meliputi rumusan arah organisasi, sarana untuk
mencapai hal tersebut, dan dukungan dari daya saing kuat.
2. Keberhasilan aplikasi strategi yang mencakup pembahasan tentang penerapan
strategi untuk memperoleh hasil paling efektif.
3. Inovasi (upaya pembaharuan) atas strategi yang ada, agar organisasi tetap mampu memberi tanggapan pada berbagai perubahan yang ada, sehingga
strategi dapat diubah atau diperbaharui dalam aplikasinya. Adapun tipe-tipe strategi menurut Kotten terdiri dari :
a. Corporate strategi (strategi organisasi), strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai dan inisiatif strategi baru. Pembatasan diperlukan yaitu apa yang dilakukan dan untuk siapa.
b. Program strategy (strategi program), strategi ini lebih memberikan perhatian pada implikasi stratejik dari suatu program tertentu. Apa kiranya dampaknya
apabila suatu program tertentu dilancarkan atau diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi.
c. Resources support strategy (strategi pendukung sumberdaya), strategi
sumberdaya esensial yang tersedia guna meningkatkan kreativitas kinerja, sumberdaya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi dan sebagainya. d. Institusi strategy (strategi kelembagaan), fokus strategi institusional adalah
menggambarkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif stratejik.
Pengertian manajemen strategis adalah serangkaian keputusan atau tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi
tersebut (Siagian,2002). Dalam merumuskan suatu strategi, manajemen puncak harus memperhatikan berbagai faktor yang sifatnya kritikal.
1. Strategi berarti menentukan misi pokok suatu organisasi karena manajemen puncak menyatakan secara garis besar apa yang menjadi pembenaran organisasi, filosofi yang digunakan, dan sasaran yang ingin dicapai organisasi.
2. Dalam merumuskan dan menetapkan strategi, manajemen puncak mengembangkan profil tertentu bagi organisasi. Profil yang dimaksud harus
menggambarkan kemampuan yang dimiliki dan kondisi internal yang dihadapi organisasi yang bersangkutan.
3. Pengenalan dengan lingkungan dimana organisasi akan berinteraksi, terutama
situasi yang membawa suasana persaingan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh organisasi, apabila organisasi yang bersangkutan tidak hanya ingin
melanjutkan eksistensinya tetapi juga berkeinginan untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerjanya.
4. Suatu strategi harus merupakan analisis yang tepat tentang kekuatan yang
peluang yang mungkin timbul dan harus dimanfaatkan, serta ancaman yang diperkirakan akan dihadapi. Dengan analisis yang tepat berbagai alternatif yang dapat ditempuh akan terlihat.
5. Mengidentifikasi beberapa pilihan yang wajar ditelaah lebih lanjut dari berbagai alternatif yang tersedia dikaitkan dengan keseluruhan upaya yang
akan dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.
6. Menjatuhkan pilihan pada satu alternatif yang dipandang paling tepat dikaitkan dengan sasaran jangka panjang yang dianggap mempunyai nilai
paling stratejik dan diperhitungkan dapat dicapai karena didukung oleh kemampuan dan kondisi internal organisasi.
7. Suatu sasaran jangka panjang pada umumnya mempunyai paling sedikit empat ciri yang menonjol, yaitu : sifatnya yang idealistik, jangkauan waktunya jauh ke masa depan, hanya bisa dinyatakan secara kualitatif, dan masih abstrak.
8. Memperhatikan pentingnya operasionalisasi keputusan dasar yang dibuat dengan memperhitungkan kemampuan organisasi di bidang anggaran, sarana,
prasarana dan waktu.
9. Mempersiapkan tenaga kerja yang memenuhi berbagai persyaratan secara teknis dan perilaku, serta mempersiapkan sistem manajemen sumber daya
manusia yang berfokus pada pengakuan dan penghargaan harkat dan manusia dalam organisasi.
10.Teknologi yang akan dimanfaatkan, yang karena peningkatan kecanggihannya memerlukan seleksi yang tepat.
11.Bentuk, tipe dan struktur organisasi yang akan digunakan sudah harus turut
menggunakan struktur yang hirarkikal dan piramidal, ataukah akan menggunakan struktur yang lebih datar dan mungkin berbentuk matriks.
12.Menciptakan suatu sistem pengawasan sedemikian rupa sehingga daya inovasi
dan kreativitas para pelaksana kegiatan operasional tidak dipadamkan.
13.Sistem penilaian tentang keberhasilan atau ketidakberhasilan pelaksanaan
strategi yang dilakukan berdasarkan serangkaian kriteria yang rasional dan obyektif.
14.Menciptakan suatu sistem umpan balik sebagai instrumen yang ampuh bagi
semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan strategi yang telah ditentukan untuk mengetahui apakah sasaran terlampaui, hanya sekedar tercapai atau
mungkin bahkan tidak tercapai.
Lembaga Administrasi Negara (2003) dalam Supriyadi (2004) menyebutkan manajemen strategis merupakan salah satu ilmu manajemen yang
bersifat konseptual dan juga berkaitan dengan aspek-aspek operasional. Proses perencanaan strategis lebih bersifat konseptual dan manajemen kinerja lebih
bersifat operasional. Adapun aplikasi manajemen strategis tidak hanya sebatas pada aspek operasional dalam manajemen kinerja, tetapi juga ditingkat konseptual dalam perencanaan stategis. Lebih lanjut disebutkan bahwa tahapan dalam
penyusunan manajemen strategis meliputi tujuh tahap. Pertama adalah perumusan visi, misi dan nilai-nilai. Kedua perumusan dan analisa lingkungan strategis.
Sedangkan menurut David (2002) manajemen strategis didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mempu
mencapai tujuannya. Tahapan dalam manajemen strategis terdiri dari tiga tahap yaitu :
1. Perumusan strategi, meliputi pengembangan misi, pengenalan peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi
tertentu untuk dilaksanakan.
2. Implementasi strategi, disebut juga tindakan strategi yang berarti memobilisasi
unsur dalam organisasi untuk melaksanakan apa yang telah dirumuskan. 3. Evaluasi strategi, terdapat tiga macam aktivitas yang mendasar yakni terdiri
dari (a) meninjau faktor internal dan eksternal yang menjadi dasar strategi
yang sekarang, (b) mengukur prestasi, dan (c) mengambil tindakan korektif. Sudrajat (2007) menyatakan pentingnya strategi dirasakan dalam
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah untuk lima tahun, yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) daerah, dengan memperhatikan RPJM nasional. RPJM daerah itu sendiri memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah,
hal tersebut tersirat dalam Pasal 151 Bab VII Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai berikut :
1. Satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana strategis yang selanjutnya
disebut Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya, berpedoman
pada RPJM daerah dan bersifat indikatif.
2. Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan,
program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
III.METODOLOGI
3.1. Kerangka Pemikiran
Semenjak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang selanjutnya diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Hubungan Antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai daerah
otonom, memiliki dampak yang signifikan terhadap pengelolaan hutan (Rumboko dan Hakim, 2006)
Sektor kehutanan menjadi salah satu perhatian pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menyusun program pembangunan, mengingat fungsi dan peranannya yang cukup strategis bagi perekonomian daerah, masyarakat dan
lingkungan. Salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Purwakarta dalam rangka penanganan lahan kritis dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat diantaranya
melalui pembangunan hutan rakyat, yang tercakup antara lain dalam kegiatan : a. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang merupakan
program pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan Republik
Indonesia dan dananya berasal dari APBN.
b. Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) yang merupakan program
Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan dananya berasal dari APBD Propinsi Jawa Barat.
Dampak dan manfaat pembangunan hutan rakyat baru dapat dirasakan jika
manfaat ini memerlukan waktu yang lama yaitu apabila pohon yang ditanam telah cukup dewasa dan siap diambil hasilnya. Secara ekonomi hutan rakyat merupakan bentuk tabungan petani yang dapat diambil pada waktu pohon diambil kayunya.
Secara ekologi hutan rakyat dapat memperbaiki kondisi lingkungan serta meningkatkan daya dukung tanah, udara dan air.
Keberhasilan hutan rakyat dapat diketahui dari pertumbuhan tanaman hutan rakyat, yang dapat dinilai dengan indikator persentase tumbuh tanaman. Tingkat keberhasilan hutan rakyat ini diduga dipengaruhi oleh faktor teknis dan
faktor sosial ekonomi. Faktor teknis antara lain pemupukan, pembersihan lahan, sistem pola tanam, dan bebas/tidaknya lokasi dari gangguan penggembalaan
hewan ternak secara liar. Faktor teknis ini berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman hutan rakyat. Adapun faktor sosial ekonomi diantaranya adalah umur petani, tingkat pendidikan petani, pendapatan petani, dan status
kepemilikan lahan. Faktor sosial ekonomi petani memiliki pengaruh yang cukup penting terhadap keberhasilan hutan rakyat.
Setiap organisasi dihadapkan kepada dua jenis lingkungan yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Makin besar suatu organisasi makin kompleks pula bentuk, jenis dan sifat interaksi yang terjadi dalam
menghadapi kedua jenis lingkungan tersebut. Salah satu implikasi kompleksitas itu ialah proses pengambilan keputusan yang semakin sulit dan rumit. Untuk
itulah diperlukan manajemen strategik (Siagian, 2002).
Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta sebagai suatu organisasi perangkat pemerintah daerah yang
dalam pelaksanaan pembangunan hutan rakyat tidak terlepas dari lingkungan internal dan eksternal. Perumusan strategi yang tepat dengan memperhatikan kedua lingkungan tersebut akan mempermudah organisasi dalam pencapaian
tujuan dan sasaran organisasi.
Berdasarkan faktor teknis dan sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap
keberhasilan hutan rakyat, serta faktor lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh dalam pelaksanaan pembangunan hutan rakyat, dapat disusun kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut.
Prioritas Strategi
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kabupaten Purwakarta yang terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan pertimbangan Kabupaten Purwakarta memiliki lokasi hutan rakyat
yang cukup representatif sesuai dengan topik penelitian. Peneliti pada saat ini berdomisili di Kabupaten Purwakarta dan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
pada Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta.
Penelitian dilaksanakan selama 4 (empat) bulan yaitu dari bulan
September 2006 sampai dengan Desember 2006. Penjadwalan waktu penelitian ini dibagi menjadi 4 (empat) tahap, yaitu : perencanaan penelitian, pengambilan
data, pengolahan dan analisis data, dan penyusunan hasil penelitian.
3.3. Metode Pengambilan Data
Data yang digunakan untuk menganalisis faktor teknis dan sosial ekonomi terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat terdiri dari data sekunder dan data
primer. Pengambilan data dilakukan secara acak (random sampling) dengan jumlah contoh sebanyak 106 responden. Petani yang dijadikan responden adalah petani peserta kegiatan hutan rakyat tahun 2004/2005, yang terdiri hutan rakyat
Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) dan Kegiatan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK).
a. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai persentase tumbuh tanaman hutan rakyat tahun 2004/2005 di Kabupaten Purwakarta.
yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta pada tahun 2006.
b. Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian merupakan data faktor-faktor teknis dan sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan
hutan rakyat. Pengambilan data primer dilakukan secara acak (random sampling) dengan jumlah contoh sebanyak 106 orang petani. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada petani, serta melalui
pengamatan langsung ke lapangan atau lokasi hutan rakyat.
Data primer yang digunakan yang terdiri dari :
1. Umur petani
Yaitu berapa umur petani hutan rakyat yang menjadi responden. Umur petani diberi satuan tahun. Data umur petani diperoleh dengan melalui wawancara
langsung kepada petani bersangkutan.
2. Tingkat pendidikan petani
Yaitu apakah tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh petani hutan rakyat. Apakah petani berpendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau
Perguruan Tinggi (PT). Data tingkat pendidikan petani diperoleh melalui wawancara langsung kepada petani bersangkutan.
Data tingkat pendapatan petani adalah berapa rupiah rata-rata pandapatan petani per bulan. Data tingkat pendapatan petani diperoleh dengan melalui wawancara langsung kepada petani bersangkutan.
4. Pemupukan
Data pemupukan diperoleh dari hasil wawancara dengan petani hutan rakyat
di lapangan. Yang dimaksud data pemupukan disini adalah berapa kali petani melakukan pemupukan tanaman hutan rakyat setelah pelaksanaan penanaman bibit tanaman.
5. Pembersihan lahan
Data pembersihan lahan adalah berapa kali petani melaksanakan pekerjaan
pembersihan lahan lokasi hutan rakyat setelah pelaksanaan penanaman. Data pembersihan lahan diperoleh dengan melalui wawancara kepada petani secara langsung.
6. Status lahan
Data status lahan dibagi menjadi dua yaitu lahan milik sendiri dan tanah
guntai. Lahan milik sendiri artinya lahan lokasi hutan rakyat merupakan tanah milik petani. Tanah guntai adalah lahan yang dimiliki oleh orang lain biasanya penduduk luar daerah Kabupaten Purwakarta, dan petani hanya berperan
sebagai penggarap lahan. Data status lahan ini diperoleh melalui wawancara langsung kepada petani dan aparat desa setempat.
7. Sistem pola tanam
sari dicirikan dengan adanya tanaman semusim seperti jagung, mentimun dan kacang panjang yang ditanam di sela-sela tanaman hutan rakyat. Data pola tanam diperoleh dengan melalui pengamatan langsung ke lokasi hutan rakyat.
8. Bebas gangguan penggembalaan liar
Data ini diambil untuk mengetahui apakah lokasi hutan rakyat bebas dari
gangguan penggembalaan hewan ternak secara liar, atau ada gangguan penggembalaan liar. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan petani dan pengamatan secara langsung ke lokasi hutan rakyat.
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah secara kualitatif untuk mengetahui gambaran kondisi
faktor-faktor teknis dan faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi linear dengan tingkat
kepercayaan 95 persen, untuk mengetahui hubungan dan bagaimana pengaruh faktor-faktor teknis dan sosial ekonomi terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat
di Kabupaten Purwakarta.
Adapun model persamaan regresi yang digunakan adalah :
F = βo - β1X1 + β 2X2 + β 3X3 + β 4X4 + β 5X5 +
α
1D1 +α
2D2 +α
3D3 + μiF = Tingkat keberhasilan hutan rakyat (persentase tumbuh tanaman) X1 = Umur petani (tahun)
X2 = Tingkat pendidikan petani (tahun)
X3 = Pendapatan petani (rupiah)
X5 = Pembersihan lahan (berapa kali)
D1 = Status lahan (1 = milik sendiri ; 0 = bukan milik sendiri)
D2 = Sistem pola tanam (1= dengan tumpangsari ; 0 = tanpa tumpangsari)
D3 = Bebas gangguan penggembalaan liar (1 = Bebas/tidak ada gangguan
penggembalaan liar ; 0 = Tidak bebas/ada gangguan penggembalaan liar)
βo = Intersep
βi = Koefisien regresi faktor ke-i
α
i = Koefisien regresi variabel dummy ke-iμi = Komponen acak ke-i (error)
Berdasarkan model persamaan regresi tersebut maka dapat dirumuskan
dugaan pengaruh faktor teknis dan sosial ekonomi terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat, sebagai berikut :
1. Umur petani (X1) diduga berpengaruh negatif (β1 < 0). Umur petani hutan
rakyat dengan satuan tahun diduga berpengaruh negatif, artinya semakin bertambah umur atau semakin tua petani maka tingkat keberhasilan hutan
rakyat semakin rendah, karena semakin bertambah umur akan menyebabkan tingkat produktifitas kerja akan semakin menurun.
2. Tingkat pendidikan petani (X2) diduga berpengaruh positif (β2 > 0). Tingkat
pendidikan petani dengan satuan tahun menunjukkan lamanya pendidikan formal yang ditempuh oleh petani. Untuk petani lulusan SD lamanya 6 tahun,
SLTP lamanya 9 tahun dan SLTA lamanya 12 tahun. Faktor tingkat pendidikan diduga berpengaruh positif artinya semakin tinggi tingkat pendidikan atau semakin lama petani menempuh pendidikan formal akan
3. Pendapatan petani (X3) diduga berpengaruh positif (β3 > 0). Pendapatan
petani per bulan dalam satuan rupiah diduga berpengaruh positif terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat yang berarti semakin besar pendapatan
petani per bulan akan semakin tinggi pula tingkat keberhasilan hutan rakyat. 4. Pemupukan (X4) diduga berpengaruh positif (β4 > 0). Pemupukan diduga
berpengaruh positif terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat. Semakin sering petani melakukan pemupukan maka akan semakin tinggi tingkat keberhasilan hutan rakyat. Yang dimaksud dengan faktor pemupukan dalam
penelitian adalah frekuensi atau berapa kali petani melakukan pemupukan setelah pelaksanaan penanaman bibit tanaman.
5. Pembersihan lahan (X5) diduga berpengaruh positif (β5 > 0). Pembersihan
lahan adalah frekuensi atau berapa kali petani melakukan pembersihan lahan lokasi hutan rakyat setelah pelaksanaan penanaman bibit tanaman. Faktor
pembersihan lahan diduga berpengaruh positif terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat, artinya semakin banyak frekuensi pembersihan lahan akan
semakin tinggi tingkat keberhasilan hutan rakyat.
6. Status lahan (D1) diduga berpengaruh positif (
α
1 > 0). Status lahan merupakanvariabel dummy, dengan asumsi jika lahan milik petani sendiri nilainya 1 dan
jika lahan bukan milik petani sendiri nilainya 0. Status lahan diduga berpengaruh positif terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat, artinya jika lahan lokasi hutan rakyat milik petani sendiri maka tingkat keberhasilan hutan
7. Sistem pola tanaman (D2) diduga berpengaruh positif (
α
2 > 0). Sistem polatanam di lokasi hutan rakyat juga merupakan variabel dummy, dengan asumsi jika sistem pola tanam dengan tumpangsari nilainya 1 dan jika tanpa
tumpangsari nilainya 0. Sistem pola tanam diduga berpengaruh positif terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat, artinya tingkat keberhasilan hutan rakyat akan semakin tinggi jika dengan menggunakan sistem pola tanam
tumpangsari.
8. Bebas gangguan penggembalaan liar (D3) diduga berpengaruh positif (
α
3 > 0).Faktor ini juga merupakan variabel dummy dengan asumsi jika lokasi hutan
rakyat bebas dari gangguan penggembalaan hewan liar nilainya 1 dan jika ada gangguan penggembalaan liar nilainya 0. Faktor ini diduga berpengaruh
positif, artinya pada lokasi hutan rakyat yang bebas dari gangguan penggembalaan liar, tingkat keberhasilannya akan lebih tinggi.
3.5. Metode Perumusan Strategi Pembangunan Hutan Rakyat Di Kabupaten Purwakarta
Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu upaya penanganan lahan kritis yang dilakukan Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta, dan sedang giat dikembangkan dalam rangka menunjang
pembangunan daerah. Dalam rangka pembangunan hutan rakyat di daerah perlu adanya perumusan strategi yang tepat sehingga program dan kegiatan hutan rakyat dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.