Universal Ciputat)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan (S. Pd.)
oleh
Rohayatun
NIM 1112018300062
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN (UNIVERSITAS ISLAM NEGERI)
SYARIF HIDAYATULLAH
i
Universal Ciputat)
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui Pendidikan Matematika Realistik. Subjek penelitian adalah siswa kelas V-A yang berjumlah 24 anak. Terdiri dari 14 anak laki-laki dan 9 anak perempuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK), penelitian dilaksanakan dengan dua siklus. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas siswa, jurnal harian, pedoman wawancara, tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, catatan lapangan, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui pendidikan matematika realistik mengalami peningkatan. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilihat pada siklus I diperoleh nilai rata-rata sebesar 66,84 dan meningkat pada siklus II menjadi 88,19. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga ditandai dengan peningkatan aktivitas siswa, pada siklus I rata-rata aktivitas siswa sebbesar 55% meningkat sebesar 21% pada siklus II menjadi 76%. Respon positif siswa terhadap pendidikan matematika realistik pada siklus I sebesar 50% juga mengalami peningkatan sebesar 16,67% dari siklus I menjadi 66,67% pada siklus II.
ii
problem solving skills through realistic mathematics education on the concept of FPB dan KPK. (Clasroom Action Research in Islamic Elementary School Al Syukro Universal Ciputat).
This study to improve the ability to students mathematical problem solving skills through realistic mathematics education on the concept of FPB and KPK. The subjects were students of class V-A by 24 students consisted of 14 male students and 9 female students. The method used in this study is action research method, the study was conducted in two cycles. The instrument used in this study is the observation sheets, daily journals, interviews, test the ability to students mathematical problem solving, field notes, and documentation.
The results showed that students' ability to students mathematical problem solving skills through realistic mathematics education on the concept of FPB and KPK has increased. Increase students' ability to students mathematical problem solving can be seen in the first cycle obtained 66,84 and an average increase in cycle II to 88,19. Increased ability to students mathematical problem solving are also characterized by increased activity of the students, the average of the first cycle of 55 % of the student activity increased by 21 % in the second cycle becomes 76 %. The positive response of students towards learning realistic mathematics education in the first cycle of 50 %, also an increase of 16,67 % from 66,67 % in the first cycle to the second cycle.
iii
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa melalui Pendidikan Matematika Reaslitik pada Konsep FPB dan KPK. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah dan terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sebagai
suri tauladan bagi umat Islam yang telah memberikan qudwah hasanah untuk
ummatnya guna mencapai insan kamil. Semoga kita senantiasa mendapatkan
syafa’atnya di yaumil akhir. Aamiin.
Penyelesaian penulisan skripsi ini tak semudah membalikan telapak tangan,
penulis membutuhkan perjuangan serta pengorbanan baik moril maupun materil.
Butuh tekad serta kemauan yang kuat dalam menghadapi segala halangan dan
rintangan. Namun atas bantuan, motivasi, serta bimbingan dari semua pihak.
Pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kesempatan
kepada penulis untuk menuntut ilmu di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
2. Dr. Khalimi, MA selaku ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah yang telah
memberikan saran-sarannya.
3. Asep Ediana Latip, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah yang telah memberikan saran-sarannya.
4. Dr. Fauzan, MA selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah
iv
6. Dr. Sita Ratnaningsih, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang juga penuh
kesabaran dan keihklasan telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta
motivasi dalam membimbing penulis.
7. Seluruh Dosen PGMI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingannya kepda penulis selama
mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan
mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
8. Teristimewa dan yang paling utama untuk orang tua tercinta, Bapak Saapi
dan Ibu Kusnaeni yang selalu sabar mendoakan dan memberikan semangat
kepada penulis sehingga penulis selalu termotivasi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
9. Kepala sekolah SD Islam Al Syukro Universal Ciputat Ade Shodikin, S.Sos.I.
yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di sekolah tersebut.
Rusmayana, S.Pd. selaku guru matematika kelas V yang telah membantu
penulis selama penelitian. Suwandi, SE, Siti Khumairoh, S.Pd. I dan semua
guru-guru SD Islam Alyukro beserta staf, karyawan, dan siswa-siswi yang
telah memberikan ilmu dan motivasi kepada penulis.
10. Maslih yang selalu setia memotivasi, mendampingi, dan membantu penulis
dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, sehingga penulis selalu bersemangat
dalam menyelesaikan skripsi.
11. Seluruh siswa-siswi kelas V-A SD Islam Alsyukro Universal Ciputat yang
membuat penulis termotivasi agar memberikan pembelajaran yang terbaik
untuk mereka, membantu peneliti dalam penelitian.
12. N2R2 yanga terdari dari Nur Hidayah, Nur Atikah, Rohayatun, dan Rosi
Lestari, terima kasih atas saran dan masukannya dalam menyelesaikan skripsi
v
14. Kakakku Asrori, Saefudin, Adikku Muzaki, dan semua keponakan penulis
yang membuat penulis semangat dan termotivasi dalam menyelesaikan
penulisan skripsi.
15. Bapak Afrizal Ecky selaku owner Ecky Lamos Group yang memberikan izin
kepada penulis menggunakan fasilitas kantor untuk keperluan skripsi.
16. Seluruh staf dan karyawan Ecky Lamos Group terutama Mb. Yeni, Nurul,
Mb, Santi, Ms Eko yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk
segera menyelesaikan skripsi .
17. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu
Ungkapan rasa syukur dan ikhlas rasanya tepat untuk penulis ucapkan atas
terselesaikannya skripsi ini. Penulis hanya bisa berharap semoga Allah SWT
memberikan balasan yang sepadan kepada semua pihak atas jasa dan bantuan
yang telah mereka berikan. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak yang membaca skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bemanfaat bagi semua pembacanya dan
dapat memberika kontribusi bagi peningkatan kualitas pendidikan, khususnya
bidang studi matematika.
Jakarta, November 2016
Penulis
vi
Ciloko
vii
KATA PENGANTAR ... iii
MOTTO ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR DIAGRAM ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ... 6
C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 6
D. Perumusan Masalah Penelitian ... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN ... 9
A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 9
1. Hakikat Masalah ... 9
2. Jenis-jenis Masalah ... 10
3. Pemecahan Masalah ... 12
4. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 13
5. Langkah-langkah dalam Pemecahan Masalah Matematika ... 15
viii
B. Pendidikan Matematika Realistik ... 18
1. Pengertian dan Sejarah Pendidikan Matematika Realistik ... 18
2. Prinsip Utama Pendidikan Matematika Realistik ... 21
3. Langkah-langkah Pendidikan Matematika Realistik ... 23
4. Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan Matematika Realistik ... 25
C. FPB dan KPK ... 25
1. Faktor Persekutuan Terbesar ... 25
2. Kelipatan Persekutuan Terkecil ... 28
3. Bilangan Prima ... 31
D. Hasil Penelitian yang Relevan ... 32
E. Kerangka Berpikir ... 34
F. Hiptesis Tindakan ... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ... 37
C. Subjek Penelitian ... 41
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 41
E. Desain Intervensi Tindakan ... 41
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 45
G. Data dan Sumber Data ... 45
H. Instrumen Pengumpulan Data ... 45
I. Teknik Pengumpulan Data ... 47
J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan ... 47
K. Analisis Data dan Intepretasi Data ... 54
ix
B. Analisis Data ... 95
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104
A. Kesimpulan ... 104
B. Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 106
x
Diagram 2.2 Kerangka Berpikir ... 35
Diagram 3.1 Alur PTK ... 40
Diagram 4.1 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dan
xi
Gambar 4.3 Permainan Tepuk Gembira ... 68
Gambar 4.4 Perbandingan Hasil Kerja Siswa Siklus I ... 75
Gambar 4.5 Siswa Berdiskusi Memecahkan Masalah LKK 5 ... 81
Gambar 4.6 Siswa Menuliskan Hasil Diskusi Kelompok di Papan Tulis ... 86
xii
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Siklus II ... 49
Tabel 3.3 Kategori Reliabilitas ... 50
Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes Siklus I ... 50
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes Siklus II ... 50
Tabel 3.6 Kategori Taraf Kesukaran ... 51
Tabel 3.7 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes Siklus I ... 52
Tabel 3.8 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes Siklus II ... 52
Tabel 3.9 Kategori Daya Pembeda ... 53
Tabel 3.10 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Siklus I ... 54
Tabel 3.11 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Siklus II ... 54
Tabel 3.12 Kategori Indikator ... 55
Tabel 4.1 Daftar Nilai Ulangan Harian Matematika Siswa ... 58
Tabel 4.2 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa ... 59
Tabel 4.3 Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus I ... 70
Tabel 4.4 Respon Siswa Pada Siklus I ... 72
Tabel 4.5 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I ... 73
Tabel 4.6 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 73
Tabel 4.7 Persentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siswa Siklus I ... 74
Tabel 4.8 Hasil Lembar Kerja Kelompok Siklus I ... 77
Tabel 4.9 Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus II ... 88
Tabel 4.10 Respon Siswa Pada Siklus II ... 89
Tabel 4.11 Kemampuan Memecahkan Masalah Siklus II ... 90
Tabel 4.12 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 90
Tabel 4.13 Persentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siswa Siklus II ... 91
Tabel 4.14 Hasil Lembar Kerja Kelompok Siklus II ... 93
Tabel 4.15 Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika Siswa Siklus I dan Siklus II ... 95
xiv
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sikluls II ... 123
Lampiran 3 Lembar Kerja Kelompok (LKK) Siklus I ... 138
Lampiran 4 Skor Hasil LKK Siklus I ... 145
Lampiran 5 Lembar Kerja Kelompok (LKK) Siklus II ... 146
Lampiran 6 Skor Hasil LKK Siklus II ... 151
Lampiran 7 Kisi-kisi Uji Instrumen Tes Siklus I ... 152
Lampiran 8 Uji Instrumen Tes Siklus I ... 153
Lampiran 9 Hasil Uji Instrumen Tes Siklus I ... 155
Lampiran 10 Kisi-kisi Uji Instrumen Tes Siklus II ... 159
Lampiran 11 Uji Instrumen Tes Siklus II ... 160
Lampiran 12 Hasil Uji Instrumen Tes Siklus II ... 162
Lampiran 13 Kisi-kisi Instrumen Tes Siklus I ... 166
Lampiran 14 Instrumen Tes Siklus I ... 167
Lampiran 15 Kunci Jawaban Instrumen Tes Siklus I ... 168
Lampiran 16 Hasil Tes Siklus I ... 171
Lampiran 17 Kisi-kisi Instrumen Tes Siklus II ... 176
Lampiran 18 Instrumen Tes Siklus II ... 177
Lampiran 19 Kunci Jawaban Instrumen Tes Siklus II ... 179
Lampiran 20 Hasil Tes Siklus II ... 181
Lampiran 21 Pedoman Penskoran Tes ... 186
Lampiran 22 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 187
Lampiran 23 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 188
Lampiran 24 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 190
xv
Lampiran 29 Hasil Wawancara Siswa Sebelum Penelitian ... 204
Lampiran 30 Hasil Wawancara Guru Setelah Penelitian ... 205
Lampiran 31 Hasil Wawancara Siswa Setelah Penelitian ... 206
Lampiran 32 Lembar Catatan Lapangan ... 208
Lampiran 33 Surat Bimbingan Skripsi ... 211
Lampiran 34 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 213
Lampiran 35 Surat Keterangan Penelitian ... 214
Lampiran 36 Profil Sekolah ... 215
Lampiran 37 Lembar Uji Referensi ... 218
1
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan.
Maksudnya tidak lain bahwa kagiatan belajar mengajar merupakan suatu
peristiwa yang terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan. Dalam pendidikan dan pengajaran, tujuan dapat diartikan sebagai
suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari
siswa/subjek belajar, setelah menyelesaikan atau memperoleh pengalaman
belajar. Winarno Surakhmad memberikan keterangan bahwa rumusan dan
taraf pencapaian tujuan pengajaran merupakan petunjuk praktis tentang
seajuh manakah interaksi edukatif adalah harus dibawa untuk mencapai
tujuan akhir.1 Dalam hal ini siswa sebagai subjek belajar diharapkan berperan
aktif dalam proses pembelajaran karena pengetahuan yang akan didapat lebih
mudah dipahami dari pada siswa yang hanya pasif. Dengan demikian
keberhasilan proses pembelajaran akan berbanding lurus dengan tujuan
pendidikan, terutama matematika.
Proses pembelajaran hendaknya dikondisikan agar mampu mendorong
kemampuan pemecahan masalah anak secara keseluruhan, membuat siswa
aktif, mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan berlangsung dalam
kondisi yang menyenangkan. Karena kemampuan pemecahan masalah
mempunyai beberapa manfaat diantaranya yaitu untuk membekali siswa
ketika berada di kehidupan masyarakat agar terbiasa memecahkan masalah
dengan tepat.
Program pengajaran dari Pra-TK sampai kelas 12 harus memungkinkan
semua siswa untuk:
1. Mengenal pemahaman dan bukti sebagai aspek yang mendasar dalam
matematika.
1
2. Membuat dan menyelidiki dugaan-dugaan matematis.
3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan bukti matematis.
4. Memilih dan menggunakan berbagai macam pemahaman dan metode
pembuktian.2
Matematika merupakan mata pelajaran yang penting untuk diajarkan di
MI karena matematika sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari
siswa-siswi dan diperlukan sebagai dasar untuk mempelajari matematika lanjut dan
mata pelajaran lain.3 Selain berhubungan dengan bilangan-bilangan dan
operasinya, matematika juga berhubungan dengan unsur ruang sebagai
sasarannya. Namun penunjukkan kuantitas seperti ini belum memenuhi
sasaran matematika yang lain, yaitu ditunjukkan dengan hubungan, pola,
bentuk, dan struktur. Sasaran objek penelaahan matematika adalah fakta,
konsep, operasi, dan prinsip.
Hakikat pembelajaran matematika adalah usaha yang dilakukan oleh
guru kepada siswa-siswi untuk membangun pemahaman terhadap
matematika. Proses pembangunan pemahaman inilah yang lebih penting dari
hasil belajar sebab pemahaman akan lebih bermakna kepada materi yang akan
dipelajari. 4 Mulyasa menjelaskan standar kompetensi lulusan satuan
pendidikan untuk jenang SD/MI/SDLB*/Paket A pada point 8 yaitu
menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematika sederhana dalam
kehidupan sehari-hari.5
Dalam kurikulum Depdiknas 2006 disebutkan bahwa standar
kompetensi matematika di sekolah dasar pada point 3 yang harus dimiliki
siswa yaitu memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh. Standar kompetensi yang dirumuskan
dalam kurikulum sebelumnya juga mencakup pemahaman konsep
2
John A. Van de Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 5.
3
Esti Yuli Widayanti dkk, Pembelajaran Matematika MI, (Surabaya: Aprinta, 2009), h. 1-6
4
Ibid., h. 1-9.
5
matematika, komunikasi matematis, koneksi matematis, penalaran dan
pemecahan masalah, serta sikap dan minat yang positif terhadap matematika.6
Dalam QS Al Balad ayat 4 membahas tentang masalah
دقل
Artinya: “Susungguhnya kami telah menciptakan manusia berada dalam
susah payah”.
Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia itu tidak pernah lepas dengan
yang namanya kesusahan dan permasalahan.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti saat pra-penelitian, mayoritas
siswa tidak menyukai matematika karena menurut mereka matematika tidak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena mereka selama
menempuh pendidikan guru jarang memberi informasi mengenai penerapan
matematika dalam kehidupan nyata. Padahal dalam pendidikan matematika
siswa tidak hanya dilatih terampil dalam berhitung melainkan diasah juga
untuk menerapkan konsep-konsep matematika dalam memecahkan masalah
dikehidupan nyata.
Matematika merupakan salah satu bagian yang penting dalam
kehidupan. Matematika memerlukan pemahaman dari pada hapalan. Nah,
memahaminya siswa harus menguasai konsep dan mampu menerapkan
konsep-konsep tersebut untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.
Banyak siswa-siswi yang belajar matematika bagian yang sederhana pun
masih belum dapat dipahami, ada beberapa guru di Indonesia masih keliru
dalam menyampaikan konsep matematika. Hal ini dapat dibuktikan banyak
anak yang kesulitan dalam belajar matematika, karena rata-rata siswa-siswi
yang belajar matematika bukan memahami konsepnya malah menghapalnya
sehingga ketika mendapat masalah matematika yang lain mereka
kebingungan.
6
Hasil TIMSS tahun 2015 untuk siswa SD masih belum
menggembirakan (meski posisi Indonesia tak lagi juru kunci). Indonesia
menempati posisi 6 dari bawah untuk skor matematika. Sekitar 75% item
yang diujikan dalam TIMSS telah diajarkan di kelas IV SD (lebih tinggi
dibandingkan Korea Selatan yang hanya 68%), namun kedalaman
pemahaman masih kurang. 7 Hal ini menunjukkan rata-rata guru SD
mengajarkan rumusnya saja tanpa mendalami penerapan rumus tersebut
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ketika siswa diberi soal cerita atau
pemecahan masalah mereka kebingungan.
Kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat sebagai salah satu dari
proses dan hasil belajar. Menurut wawancara dengan salah satu guru
matematika SD Islam Al Syukro Universal Ciputat, hasil belajar
matematika siswa kelas V SD Islam Al Syukro masih kurang memuaskan.
Tingkat penguasaan siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah masih
rendah.
Berdasarkan observasi di SD Islam Al Syukro Universal Ciputat,
peneliti mendapat hasil dari nilai matematika siswa kelas V-A pada ulangan
harian. Terlihat hanya 37,5% siswa yang tuntas. KKM yang ditetapkan di
sekolah sebesar 70. Siswa masih kesulitan saat menuangkan ide matematika
atau menerjemahkan bahasa matematika. Saat peneliti melihat jawaban
ulangan siswa, mereka langsung menuliskan jawaban akhir, tanpa adanya
langkah diketahui, ditanyakan dan kesimplan dari jawaban.
Masalah yang sering dialami oleh siswa dalam pembelajaran
matematika adalah menyelesaikan soal pemecahan masalah. Menyelesaikan
soal pemecahan masalah tidak semudah menyelesaikan soal pilihan ganda
atau uraian singkat. Soal pemecahan masalah membutuhkan kemampuan
siswa dalam memahami soal, menentukan strategi, menjalankan strategi, dan
mengecek kembali.
7
Pada pokok bahasan tentang FPB dan KPK kemampuan memecahkan
masalah matematika siswa sangat diperlukan karena pokok bahasan ini
banyak menuntut siswa untuk dapat memahami soal pemecahan masalah dan
menyelesaikannya. Materi ini bukan materi yang mudah untuk dihafal.
Sehingga jika siswa belum memahami konsepnya maka siswa akan kesulitan
dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah yang diberikan. Selain itu
materi FPB dan KPK merupakan materi yang berkaitan dengan permasalahan
yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Masalah yang sering dihadapi siswa yaitu ketika mereka diberi soal
berbentuk pemecahan masalah. Dalam menyelesaikan masalah tersebut selain
kemampuan siswa dalam menerapkan konsep-konsep matematika siswa juga
harus mengaitkan konsep-konsep tersebut dengan konsep matematika yang
lain dan dengan dunia nyata siswa. Ketidakmampuan siswa dalam
memecahkan masalah matematika siswa dapat dilihat ketika mereka diberi
soal memecahkan masalah hanya beberapa saja dari mereka yang dapat
mengerjakannya dan siswa lainnya tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.
Menurut teori Piaget anak usia SD termasuk pada tahap operasional konkret.
Berdasarkan perkembangan kognitif ini, maka anak usia sekolah dasar pada
umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat
abstrak. Karena keabstrakannya matematika relatif tidak mudah untuk
dipahami oleh siswa sekolah dasar pada umumnya.8
Menghadapi kondisi seperti itu, pembelajaran harus merubah citra
pembelajaran dari pembelajaran mekanistis menjadi humanistis yang
menyenangkan. Pembelajaran matematika yang mendasarkan pada penerapan
yaitu “Pendidikan Matematika Realistik” yang menggunakan dunia nyata dan
dalam kegiatannya menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari,
menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan sendiri yang diperlukan
sehingga pembelajaran berpusat pada siswa.
Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan
matematika yang menekankan penyelesaian masalah secara informal sebelum
8
menggunakan cara formal. Berarti Pendidikan Matematika Realistik
pembelajarannya dimulai dengan masalah yang diarahkan menuju pemecahan
masalah secara formal.
Pendidikan Matematika Realistik juga membawa matematika pada
pembelajaran yang bermakna dengan cara mengaitkannya dalam kehidupan
nyata. Melalui Pendidikan Matematika Realistik siswa dapat
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika.
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran masih berpusat pada guru, siswa belum dijadikan sebagai
subjek belajar.
2. Guru jarang memberi informasi mengenai penerapan matematika dalam
kehidupan.
3. Rendahnya penguasaan konsep matematika siswa berimplikasi timbulnya
kesulitan siswa dalam memahami matematika.
4. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kurang
dikembangkan dengan baik.
C. Pembatasan Fokus Penelitian
Agar penelitian ini dapat terarah dan tidak terlalu luas jangkauannya
maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah materi tentang
bilangan.
2. Pemecahan masalah yang dimaksud adalah pemecahan masalah teori
Polya.
3. Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud adalah kemampuan
yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan masalah mencari faktor,
faktorisasi prima, faktor prima, FPB dan KPK yang memperhatikan
merencanakan pemecahan, menyelesaikan masalah, dan melakukan
pengecekan kembali.
4. Pembelajaran dengan Pendidikan Matematika Realistik yang dimaksud
adalah berdasarkan pada ide bahwa matematika merupakan aktivitas
manusia dan matematika harus dihubungkan dengan konteks kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran ini berdasarkan teori Freudhental.
D. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan
pembatasan masalah diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu:
1. Bagaimana pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa MI.
2. Bagaimana aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menggunakan
pendidikan matematika realistik.
E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk:
a. Mendeskripsikan dan menganalisis pendidikan matematika realistik
dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa MI.
b. Mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran menggunakan pendidikan matematika realistik.
2. Manfaat dari penelitian ini yaitu:
a. Bagi siswa
1) Mengetahui penerapan matematika dalam kehidupan nyata.
2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa dalam pembelajaran matematika.
b. Bagi guru
1) Membantu guru dalam meningkatkan kemampuan pemecahan
realistik dengan memperhatikan dan memahami faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
2) Meningkatkan pengetahuan tentang pendekatan pembelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
c. Bagi sekolah
Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka memajukan dan
meningkatkan prestasi sekolah bahwa kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa dapat menggunakan pendidikan
matematika realistik sebagai bahan pencapaian hasil belajar yang
maksimal.
d. Bagi peneliti
Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan
masukan pembelajaran matematika terutama peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui
9
A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 1. Hakikat Masalah
Suatu pertanyaan akan merupakan suatu permasalahan jika kita
tertantang untuk mencari jawabannya. Masalah dapat diartikan sebagai
suatu situasi di mana individu atau kelompok terpanggil untuk melakukan
suatu tugas di mana tidak tersedia algoritma yang secara lengkap
menentukan penyelesaian masalahnya.1
Menurut Tatag masalah diartikan sebagai situasi atau pertanyaan
yang dihadapi seseorang individu atau kelompok ketika mereka tidak
mempunyai aturan, algoritma/prosedur tertentu atau hukum yang segera
dapat digunakan untuk menentukan jawabannya. Dengan demikian ciri
suatu masalah adalah individu menyadari/mengenali suatu situasi
(pertanyaan-pertanyaan) yang dihadapi, individu menyadari bahwa situasi
tersebut memerlukan tindakan, langkah pemecahan suatu masalah tidak
harus jelas atau mudah ditangkap orang lain.2 Menurut Uhar, masalah
secara sederhana sering diartikan sebagai kesenjangan antara apa yang ada
(Das sein) dengan apa yang seharusnya (Das sollen).3
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah
merupakan keadaan seseorang yang tidak sebagaimana mestinya dan
orang tersebut tertantang untuk menyelesaikannya. Keadaan tersebut tidak
bisa dijawab secara langsung karena harus menyeleksi informasi yang
diperoleh dan menentukan cara penyelesaiannya.
1
Endang Setyo Winarni dan Sri Harmini, Matematika untuk PGSD, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 116.
2
Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. (Unesa University Press, 2008), h. 34.
3
2. Jenis-jenis Masalah
Masalah dalam matematika dapat dikelompokkan menjadi beberapa
macam. Polya mengelompokkan masalah ditinjau dari cara menganalisis
masalah tersebut menjadi dua macam, yaitu:4
a. Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, konkret atau
abstrak, termasuk teka-teki.
b. Masalah yang berkaitan dengan membuktikan adalah untuk
menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah dan tidak
keduanya.
Lebih lanjut polya mengemukakan bahwa masalah untuk
menemukan lebih penting dalam matematika elementer, sedangkan
masalah untuk membuktikan lebih penting dalam matematika lanjut.
Kata masalah mengandung arti yang komprehensif, oleh karenanya
akan terjadi berbagai tanggapan yang berbeda dalam menghadapi masalah
tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukan aktivitas yang
berhubungan dengan kegiatan yang membutuhkan suatu cara untuk
melakukannya membutuhkan penalaran yang melibatkan ilmu matematika.
Karena memang ilmu matematika tumbuh dan berkembang berdasarkan
kebutuhan manusia dalam menghadapi persoalan/hidup. Oleh karena itu
permasalahan yang kita hadapi dapat dibedakan menjadi masalah yang
berhubungan dengan masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses,
dan masalah teka-teki.5
Nahrowi Adjie juga membedakan masalah menjadi empat macam,
yaitu:
a. Masalah Translasi (Perpindahan)6. Masalah translasi merupakan
masalah kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya perlu
4
Endang, Op. Cit., h. 116-117.
5
Nahrowi Adjie dan R. Deti Rostika, Konsep dasar Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 255.
6
adanya translasi (perpindahan) dari bentuk verbal ke bentuk
matematika.
b. Masalah Aplikasi (Penerapan). Masalah aplikasi merupakan
penerapan berbagai teori/konsep yang dipelajari pada matematika.
Sebagai guru perlu memberikan kesempatan pada siswa untuk
menyelesaikan masalah dengan menggunakan bermacam-macam
keterampilan dan prosedur matematik.
c. Masalah Proses. Masalah proses biasanya untuk menyusun
langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan
masalah. Masalah semacam ini memberikan kesempatan pada siswa
sehingga dalam diri siswa terbentuk keterampilan menyelesaikan
masalah sehingga dapat membantu siswa menjadi terbiasa menyeleksi
masalah dalam berbagai situasi.
d. Masalah Teka-Teki. Masalah teka-teki dimaksudkan untuk rekreasi
dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai
tujuan afektif dalam pengajaran matematika.
Dengan contoh-contoh permasalahan yang telah dikemukakan, perlu
kita bedakan antara “masalah” dengan “soal latihan”. Apabila kita
mengajarkan keterampilan matematika, misalnya menuliskan algoritma
penjumlahan bilangan bulat dan pecahan desimal, maka siswa berlatih
algoritma dalam bentuk simbol. Kegiatan semacam ini lebih baik
dikatakan mengerjakan latihan soal. Dalam kegiatan menyelesaikan
masalah siswa tidak sekedar mengerjakan algoritma, tetapi mereka
menyusun strategi terlebih dahulu sehingga masalah itu dapat diselesaikan.
Ariyadi Wijaya mengelompokkan masalah menjadi dua jenis,
yaitu:7
a. Masalah rutin (rutin problem)
Masalah rutin (rutin problem) adalah masalah yang
cenderung melibatkan hafalan serta pemahaman algoritma dan
7
prosedur sehingga masalah rutin dianggap sebagai soal level
rendah. Masalah rutin (rutin problem) biasanya merujuk pada soal
satu atau dua tahap (one or two-step problem) yang hanya
membutuhkan proses reproduksi (yaitu mengulang suatu prosedur)
dan menerapkan suatu konsep dan prosedur yang sudah pasti.
b. Masalah tidak rutin (non-routine problem)
Masalah tidak rutin dikategorikan sebagai soal level tinggi
karena membutuhkan penguasaan ide konseptual yang rumit dan
tidak menitikberatkan pada algoritma. Masalah tidak rutin (
non-routine problem) membutuhkan pemikiran kreatif dan produktif
serta cara penyelesaian yang kompleks.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, masalah dibedakan
berdasakan sudut pandang masing-masing. Pemecahan masalah pada
penelitian ini fokus ke masalah teka-teki/non rutin yang penyelesaiannya
tidak dapat langsung karena harus melalui proses agar mendapatkan
kesimpulan dari permasalahan yang ada.
3. Pemecahan Masalah
Menurut Made hakikat pemecahan masalah adalah melakukan
operasi prosedural urutan tindakan, tahap demi tahap secara sistematis,
sebagai seorang pemula (novice) memecahkan suatu masalah.8 Menurut
Tatag pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk
merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau
metode jawaban belum tampak jelas. 9 Menurut Endang pemecahan
masalah merupakan suatu proses penerimaan tantangan dan kerja keras
untuk menyelesaikan masalah tersebut.10 Sedangkan menurut Robert L.
Solso dkk pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara
langsung untuk menemukan suatu solusi/ jalan keluar untuk suatu masalah
8
Made Wena, Startegi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 52.
9
Tatag Yuli Eko, Op. Cit., h. 35.
10
yang spesifik.11 Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan
pemecahan masalah adalah usaha seseorang untuk mencari jalan keluar
dari situasi yang tidak sebagaimana mestinya.
Penyelesaian masalah secara matematis dapat membantu para siswa
meningkatkan daya analitis mereka dan dapat menolong mereka dalam
menerapkan daya tersebut pada bermacam-macam situasi. Memperhatikan
apa yang akan diperoleh siswa dengan belajar memecahkan masalah, maka
wajarlah jika pemecahan masalah adalah bagian yang sangat penting,
bahkan paling penting dalam belajar matematika. Hal ini karena pada
dasarnya salah satu tujuan belajar matematika bagi siswa adalah agar ia
mempunyai kemampuan atau ketrampilan dalam memecahkan masalah
atau soal-soal matematika, sebagai sarana baginya untuk mengasah
penalaran yang cermat, logis, kritis, analitis, dan kreatif.
Beberapa riset mengemukakan bahwa pemecahan masalah itu bagi
otak sama seperti latihan aerobik bagi tubuh. Ia menciptakan eksplosi
virtual dari aktivitas, menyebabkan hubungan-hubungan terbentuk,
neurotransmiters diaktifkan, dan aliran darah meningkat.12 Hal ini berarti
pemecahan masalah merupak kemampuan tingkat tinggi karena
membutuhkan analisis, logis, dan kritis untuk menyelesaikannya.
4. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kata mampu merupakan kata sifat yang berarti bisa, sanggup
melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan,
kecakapan, kekuatan.
Kemampuan adalah dapat melakukan sesuatu dengan baik dan
terampil. Kemampuan merupakan kesanggupan seseorang dalam
melakukan sesuatu usaha atau tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan
latihan. Kemampuan juga merupakan perwujudan dari bakat yang telah
dilatih melalui proses pembelajaran berupa tindakan yang terencana dan
11
Robert L. Solso, dkk., Psikologi Kognitif. (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 434.
12
dapat dilakukan pada saat diperlukan. Kemampuan yang dimaksud pada
penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Kemampuan memecahkan masalah matematika siswa dapat diukur
menggunakan tes yang berbentuk uraian. Tes ini dapat berupa soal
pemecahan masalah yang berfungsi untuk meningkatkan daya pikir atau
nalar siswa dalam menginterpretasikan konsep dan ide matematika yang
dimiliki siswa. Hal ini penting diberikan dalam pembelajaran matematika,
karena pada umumnya soal pemecahan masalah juga dapat digunakan
untuk melatih siswa dalam menyelesaikan masalah di kehidupan
sehari-hari. Menurut Eka kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
dapat ditingkatkan jika peserta didik terbiasa mengerjakan soal-soal
nonrutin, soa-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang baik saja,
tetapi peserta didik juga diharapkan dapat mengaitkan dengan topik lain
dalam matematika itu sendiri, dengan mata pelajaran lain dan situasi nyata
yang pernah dialaminya atau yang pernah dipikirkannya.13
Seperti yang dikemukakan oleh Fimatesa dkk pemecahan masalah
matematik mempunyai dua makna, yaitu: 14
a. Pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang
digunakan kembali dalam menemukan kembali dan memahami
materi konsep dan prinsip matematika.
b. Pemecahan masalah sebagai suatu kegiatan yang terdiri atas:
mengidentifikasikan data untuk memecahkan masalah, membuat model
matematika dari suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari,
memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah,
menginterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan asal,
menerapkan matematika secara bermakna.
13Eka Kasag Gordah, “Upaya Guru Meningkatkan Kemampuan K
oneksi dan Pemecahan
Masalah Matematis Peserta Didik melalui Pendekatan Open Ended”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18 2012 h. 265.
14
Fimatesa Windari, Fitrani Dwina, Suherman, “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Viii Smpn 8 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014 Dengan
5. Langkah-langkah dalam Pemecahan Masalah Matematika15
Menurut Polya solusi soal pemecahan masalah memuat empat
langkah fase penyelesaian, yaitu:
a. Memahami masalah
Langkah ini sangat penting dilakukan sebagai tahap awal dari
pemecahan masalah agar siswa dapat dengan mudah mencari
penyelesaian masalah yang diajukan. Siswa diharapkan dapat
memahami kondisi soal atau masalah yang meliputi mengenali soal,
menganalisis soal, dan menterjemahkan informasi yang diketahui dan
ditanyakan pada soal tersebut.
b. Merencanakan penyelesaian
Masalah perencanaan ini penting untuk dilakukan karena pada
saat siswa mampu membuat suatu hubungan dari data yang diketahui
dan tidak diketahui, siswa dapat menyelesaikannya dari pengetahuan
yang telah diperoleh sebelumnya.
c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Langkah perhitungan ini penting dilakukan karena pada langkah
ini pemahaman siswa terhadap permasalahan dapat terlihat. Pada
tahap ini siswa telah siap melakukan perhitungan dengan segala
macam yang diperlukan termasuk konsep dan rumus yang sesuai.
d. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah
dikerjakan
Pada tahap ini siswa diharapkan berusaha untuk mengecek
kembali dengan teliti setiap tahap yang telah ia lakukan. Dengan
demikian, kesalahan dan kekeliruan dalam penyelesaian soal dapat
ditemukan.
15
6. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah
Tatag menjelaskan faktor yang mempengaruhi kemampuan
memecahkan masalah, yaitu:16
a. Pengalaman awal. Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan
soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan
(pobia) terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa
memecahkan masalah
b. Latar belakang matematika. Kemampuan siswa terhadap
konsep-konsep matematika yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu
perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
c. Keinginan dari motivasi. Dorongan yang kuat dari dalam diri
(internal), seperti menumbuhkan keyakinan saya “BISA”, maupun
eksternal, seperti diberikan soal-soal yang menarik, menantang,
kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah
d. Struktur masalah. Struktur masalah yang diberikan kepada siswa
(pemecahan masalah), seperti format secara verbal atau gambar,
kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita
atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah
yang lain dapat mengganggu kemampuan siswa memecahkan
masalah.
7. Keterampilan untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Beberapa keterampilan untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah antara lain:17
a. Memahami soal, kita harus memahmi dan mengidentifikasi apa
fakta atau informasi yang diberikan, apa yang ditanyakan, diminta
untuk dicari, atau dibuktikan.
16
Ibid., h. 35-36.
17
SITUASI MASALAH ATAU SOAL NYATA
b. Memilih pendekatan atau strategi pemecahan, dalam memilih
pendekatan atau strategi pemecahan, misalkan menggambarkan
masalah dalam bentuk diagram, memilih dan menggunakan
pengetahuan aljabar yang diketahui dan konsep yang relevan untuk
membentuk model atau kalimat metematika.
c. Menyelesaikan model, kita melakukan operasi hitung secara benar
dalam menerapkan strategi, untuk mendapatkan solusi dari
masalah.
d. Menafsirkan solusi, yaitu kita harus memperkirakan dan memeriksa
kebenaran jawaban, masuk akalnya jawaban, dan apakah
memberikan pemecahan terhadap masalah semula.
Berikut adalah diagram alur matematika sebagai cara
memcahkan masalah yang dikutip dari Pusat Kurikulum Depdiknas
seperti berikut ini:
NYATA
ABSTRAK
Penyederhanaan pemeriksaan intrepretasi
transformasi
hasil
matematis
Diagram 2.1
Matematika Sebagai Cara Memecahkan Masalah PERUMUSAN
MASALAH
SOLUSI
8. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Indikator dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah
dalam pemecahan masalah matematika teori polya. Ada 4 indikator
yaitu:18
a. Memahami masalah
Siswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang
ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.
b. Merencanakan masalah
Siswa dapat merumuskan masalah matematika atau menyusun model
matematika dan juga siswa dapat menerapkan strategi untuk
menyelasaikan berbagai masalah.
c. Menyelesaikan masalah
Siswa dapat menyelesaikan perencanaan dengan baik.
d. Mengambil kesimpulan.
B. Pendidikan Matematika Realistik
1. Pengertian dan Sejarah Pendidikan Matematika Realistik a. Sejarah Pendidikan Matematika Realistik
Pernyataan “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia” menunjukkan bahwa Freudenthal tidak menempatkan
matematika sebagai suatu produk jadi, melainkan sebagai suatu bentu
aktivitas atau proses. Menurut Freudenthal matematika sebaiknya
tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap
pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengonstruksi
konsep matematika. Freudenthal mengenalkan istilah guided
reinvention sebagai proses yang dilakukan siswa secara aktif untuk
menemukan kembali suatu konsep matematika dengan bimbingan
guru. Selain itu Freudenthal tidak menempatkan matematika sekolah
18Fimatesa Windari, Fitrani Dwina, Suherman, “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
sebagai suatu sistem tertutup (closed system) melainkan sebagai suatu
aktivitas yang disebut matematisasi.19
Pernyataan Frudenthal bahwa “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia” melandasi pengembangan Pendidikan
Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education). Pendidikan
Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan dalam matematika
di Belanda. Kata “realistik” sering disalahartikan sebagai “real-word”, yaitu dunia nyata. Banyak pihak yang menganggap bahwa Pendidikan
Matematika Realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran
matematika yang harus selalu menggunakan masalah sehari-hari.
Penggunaan kata “realistik” sebenarnya berasal dari bahasa belanda
“zich realiseren” yang berarti untuk “dibayangkan” atau “to imagine”
Pengetahuan informal siswa dapat berkembang menjadi suatu
pengetahuan formal (matematika) melalui proses pemodelan. Secara
umum, dalam Pendidikan Matematika Realistik dikenal dua macam
model, yaitu “model of” dan “model for”. Ketika bekerja dalam permasalahan realistik, siswa akan mengembangkan alat dan
pemahaman matematika (mathematical tools and understanding).
Pertama siswa akan mengembangkan alat matematis (mathematical
tools) yang masih memiliki keterkaitan dengan konteks masalah. Alat
matematis (matematical tools) tersebut bisa berupa strategi atau
prosedur penyelesaian. Pemahaman matematis (matematical
understanding) terbentuk ketika suatu stategi bersifat general dan
tidak terkait pada konteks situasi masalah realistik.20
b. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik
PMR merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
matematika yang berorientasi pada siswa, bahwa matematika adalah
aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata
19
Ariyadi Wijaya, Op. Cit., hlm. 20.
20
terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa ke pengalaman belajar
yang berorientasi pada hal-hal yang real (nyata).21
Matematika realistik merupakan pendekatan belajar mengajar
matematika yang memanfaatkan pengetahuan siswa sebagai jembatan
untuk memahami konsep-konsep matematika. Siswa tidak belajar
konsep matematika dengan cara langsung dari guru atau orang lain
melalui penjelasan, tetapi siswa membangun sendiri pemahaman
konsep matematika melalui sesuatu yang diketahui oleh siswa itu
sendiri. Matematika realistik memberi kesempatan siswa
mengkonstruk sendiri konsep-konsep matematika melalui sesuatu
yang diketahuinya. Dari sesuatu yang diketahui, siswa melakukan,
berbuat, mengerjakan, menginterpretasikan, dan semacamnya, yang
akhirnya siswa memahami konsep matematika.
Erna dan Tiurlina menjelaskan dalam praktek pembelajaran
pendekatan realistik di kelas sangat memperhatikan aspek-aspek
informal, kemudian mencari jembatan untuk mengantarkan
pemahaman siswa pada matematika formal. De Lange dalam Erna dan
Tiurlina mengistilahkan informal mathematics sebagai horizontal
mathematization sedangkan matematika formal sebagai vertical
mathematization. Menurut Treffers dan Goffree dalam Erna dan
Tiurlina dalam proses pematematikaan kita membedakan dua
komponen proses matematisasi yaitu horizontal mathematization dan
vertical mathematization. Menurutnya bahwa mula-mula kita dapat
mengidentifikasi bagian dari matematisasi bertujuan untuk
mentransfer suatu masalah ke dalam masalah yang dinyatakan secara
matematika. Melalui penskemaan dan mengidentifikasi matematika
khusus ke dalam konteks umum.
Beberapa aktifitas dalam matematisasi horizontal antara lain:
1) Pengidentifikasian matematika khusus dalam konteks umum.
2) Penskemaan.
21
3) Perumusan dan pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda.
4) Penemuan relasi (hubungan).
5) Penemuan keteraturan.
6) Pengenalan aspek isomorphic dalam masalah-masalah yang
berbeda.
7) Pentransferan real world problem ke dalam mathematical
problem.
8) Pentransferan real world problem ke dalam suatu model
matematika yang diketahui.
Segera setelah masalah ditransfer ke dalam masalah matematika,
kemudian masalah ini dapat diuji dengan alat-alat matematika,
sehingga proses dan pelengkapan matematika dari real worl problem
ditransfer ke dalam matematika.
Beberapa aktifitas yang memuat komponen vertikal
matematisasi adalah:
1) Menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus.
2) Pembuktian keteraturan.
3) Perbaikan dan penyesuaian model.
4) Penggunaan model-model yang berbeda.
5) Pengkombinasian dan pengintegrasian model-model.
6) Perumusan suatu konsep matematika baru.
7) Penggeneralisasian.22
2. Prinsip Utama Pendidikan Matematika Realistik
Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik
menurut Gravemeijer adalah:
a. Reinvention
Reinvention adalah prinsip belajar matematika realistik dimana
siswa menemukan kembali konsep-konsep matematika melalui
22
bimbingan guru. Siswa memecahkan masalah konteks (contextual
problem) dengan cara-cara informal melalui pembuatan model-model
kemudian dibimbing oleh guru sampai siswa menemukan
konsep-konsep matematika formal. Model adalah jembatan yang
menghubungkan siswa dari dunia real (contextual problem) ke
konsep-konsep yang akan ditemukannya. Prinsip reinvention
menuntut siswa doing mathematics sehingga siswa dapat mempelajari
matematika secara aktif dan bermakna.
b. Fenomena didaktik
Fenomena didaktik adalah adanya pemanfaatan konteks sebagai
media belajar siswa. Melalui konteks yang dikenal siswa
mengembangkan model-model, mulai dari model level rendah atau
sederhana (model of) sampai model level tinggi (model for), yang
akhirnya siswa sampai menemukan konsep formal matematik.
Pemilihan konteks sebagai media awal siswa dalam belajar harus
benar-benar nyata atau dipahami siswa. Guru harus memeriksa
soal-soal kontekstual yang akan dijadikan media belajar siswa, karena hal
ini terkait dengan:
1) Berbagai prosedur informal yang mungkin akan dibuat siswa dan
2) Sesuai tidaknya dengan matematisasi vertical.
c. Model yang dikembangkan searah dengan falsafah constructivisme.
Erna dan Tiurlina menjelaskan terdapat lima strategi utama
dalam “kurikulum” matematika realistik:23
a. Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua
hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika
b. Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi,
skema, dan simbol-simbol
c. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat
pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa
memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin
23
berupa algoritma, rule, atau aturan), sehingga dapat membimbing
para siswa dari level matematika informal menuju matematika
formal
d. Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran
matematika, dan
e. “Intertwinning” (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok
bahasan
Kelima prinsip belajar (dan mengajar) menurut filosofi “realistic”
diatas inilah yang menjiwai setiap aktivitas pembelajaran
matematika.
Dikaitkan dengan prinsip-prinsip pembelajaran dalam pendekatan
matematika realistik berikut ini merupakan rambu-rambu
penerapannya:
a. Bagaimana “guru” menyampaikan matematika kontekstual
sebagai starting pada pembelajaran.
b. Bagaimana “guru” menstimulasi, membimbing, dan memfasilitasi
agar proses algoritma, simbol, skema dan model, yang dibuat oleh
siswa mengarahkan mereka untuk sampai kepada matematika
formal.
c. Bagaimana “guru” memberi atau mengarahkan kelas, kelompok,
maupun individu untuk menciptakan free production,
menciptakan caranya sendiri dalam menyelesaikan soal.
3. Langkah-langkah Pendidikan Matematika Realistik
Secara umum dapat dikemukakan langkah-langkah pembelajaran
matematika dengan pendekatan PMR di bawah ini:24
a. Mempersiapkan kelas
1) Persiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan,
misalnya buku siswa, LKS, alat peraga dan lain sebagainya.
24R. Soedjadi, “Inti Dasar–Dasar Pendidikan Matematika Realistik Indonesia”,
2) Kelompokkan siswa jika perlu (sesuai dengan rencana).
3) Sampaikan tujuan atau kompetensi dasar yang diharapkan dicapai
serta cara belajar yang akan dipakai hari itu.
b. Kegiatan pembelajaran
1) Berikan masalah kontekstual atau mungkin berupa soal cerita. (secara
lisan atau tertulis) Masalah tersebut untuk dipahami siswa.
2) Berilah penjelasan singkat dan seperlunya saja jika ada siswa yang
belum memahami soal atau masalah kontekstual yang diberikan.
Mungkin secara individual ataupun secara kelompok. (Jangan
menunjukkan selesaian, boleh mengajukan pertanyaan pancingan.
3) Mintalah siswa secara kelompok ataupun secara individual, untuk
mengerjakan atau menjawab masalah kontekstual yang diberikan
dengan caranya sendiri. Berilah waktu yang cukup siswa untuk
mengerjakannya.
4) Jika dalam waktu yang dipandang cukup, siswa tidak ada satupun yang
dapat menemukan cara pemecahan, berilah guide atau petunjuk
seperluya atau berilah pertanyaan yang menantang. Petunjuk itu dapat
berupa LKS ataupun bentuk lain.
5) Mintalah seorang siswa atau wakil dari kelompok siswa untuk
menyampaian hasil kerjanya atau hasil pemikirannya (bisa lebih dari
satu orang).
6) Tawarkan kepada seluruh kelas untuk mengemukakan pendapatnya
atau tanggapannya tentang berbagai selesaian yang disajikan temannya
didepan kelas. Bila ada selesaian lebih dari satu, uangkaplah semua.
7) Buatlah kesepakan kelas tentang selesaian manakah yang diangap
paling tepat. Terjadi suatu negosiasi. Berikanlah penekanan kepada
selesaian yang dipilih atau benar.
8) Bila masih tidak ada selesaian yang benar, mintalah siswa memikirkan
4. Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistis mempunyai beberapa kelebihan
dan kekurangan di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian
yang jelas dan operasional kepada siswa tentang
1) Keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan
nyata) dan kegunaan umumnya bagi manusia.
2) Matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa.
3) Cara penyelesaian tidak harus tunggal
4) Mengutamakan proses untuk menemukan penyelesaian problem
matematika
b. Kekurangan
1) Upaya mengimplementasika PMR membutuhkan perubahan
pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang
tidak mudah untuk dipraktekkan.
2) Sebagai contoh siswa tidak lagi mempelajari barang yang sudah
jadi, tetapi siswa dengan keaktifan sendiri mengkonstruksi
konsep-konsep matematika.
3) Penyelesaian soal-soal kontekstual tidak selamanya mudah,
kadang-kadang
4) Dibutuhkan cara yang beragam.
5) Upaya guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan
berbagai cara penyelesaian sering mengalami kendala.
C. Pembelajaran FPB dan KPK, Bilangan Prima
1. FPB (Faktor Persekutuan Terbesar)
Jika bilanagn bulat positif r merupakan faktor bilangan bulat posyif p
dan q, maka r disebut faktor persekutuan p dan q. Selanjutnya diantara
faktor persekutuan dua bilangan bulat tersebut terdapat bilangan yang
Contoh
Tentukan FPB dari 14, 28, dan 42.
Jawaban
Faktor dari 14 adalah 1, 2, 7, 14
Faktor dari 28 adalah 1, 2, 4, 7, 14, 28
Faktor dari 42 adalah 1, 2, 3, 6, 7, 14, 21, 42
Jadi FPB dari 14, 28, dan 42 adalah 14.
Bilangan 14 adalah bilangan terbesar yang habis membagi 14, 28, dan 42
Berdasarkan contoh tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dari dua bilangan atau lebih adalah
bilangan terbesar yang merupakan faktor persekutuan bilangan-bilangan
tersebut.
Teknik lain untuk menentukan FPB dari dua bilangan atau lebih adalah
dengan faktorisasi prima. Faktorisasi prima yang dimaksud disini adalah
perkalian antar bilangan prima.
Petunjuk untuk menentukan FPB dari dua bilangan atau lebih dapat
dilakukan dengan cara berikut.
a. Faktor bilangan-bilangan yang akan dicari FPB-nya dalam faktor
prima.
b. Pilih faktor yang sama.
c. Jika faktor yang sama mempunyai pangkat berbeda-beda, pilihlah
faktor dengan pangkat terkecil.
Contoh
Tentukan FPB dari 36 dan 81
Jawaban
36 = 22 x 32
81 = 34
Faktor yang sama, dengan pangkat terkecil 2
Jadi, FPB dari 36 dan 81 adalah 32 = 9
Tentukan FPB dari 45, 75, dan 120
Jawaban
45 = 32 x 5
81 = 3 x 52
120 = 23 x 3 x5
Faktor yang sama 3 dan 5, dengan pangkat terkecilnya 1
Jadi, FPB dari 45, 75 dan 120 adalah 3 x 5 = 15
Berdasarkan contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan :
FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dari dua bilangan atau lebih diperoleh
dari hasil kali faktor-faktor prima yang sama dengan pangkat terendah.
Untuk menentukan FPB bilangan-bilangan yang besar, diperlukan cara
lain yang lebih praktis yang didasarkan pada algoritma pembagian dengan
berulang.
Contoh
Tentukan FPB dari 7286 dan 1684
Jawaban
7286 = 4 x 1684 + 550, FPB (7286,1684) = FPB (1684, 550)
1684 = 3 x 550 + 34, FPB (1684, 550) = FPB (550, 34)
550 = 16 x 34 + 6, FPB (550, 34) = FPB (34, 6)
34 = 5 x 6 + 4, FPB (34, 6) = FPB (6, 4)
6 = 1 x 4 + 2, FPB (6, 4) = FPB (4, 2)
4 = 2 x 2, FPB (4, 2) = 2
Dengan demikian FPB (7286, 1684) = FPB (4, 2) = 2
Menurut Algoritma pembagian bilangan positif a dan b , a b selalu dapat ditulis sebagai : a = bq + r dengan q bilangan bulat positif, r
bilangan cacah, dari 0 r < b
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita menjumpai soal-soal cerita
yang harus menggunakan FPB untuk penyelesaiannya. Soal cerita yang
berkaitan dengan FPB dapat berbentuk seperti contoh dibawah ini.
Perbandingan luas tanah pak sukri dan luas tanah ibu wati adalah :
150
2. KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil)
Untuk KPK diperlukan dua bilangan atau lebih. Selanjutnya diantara
kelipatan tersebut terdapat kelipatan persekutuan terkecil (KPK).
Contoh
atau lebih dengan cara sebagai berikut :
a. Tentukan kelipatan masing-masing bilangan yang akan kita cari
KPK-nya.
b. Tentukan kelipatan persekutuan dari bilangan-bilangan itu.
c. Tentukan bilangan terkecil dari kelipatan persekutuan tadi. Bilangan
ini merupakan KPK dari bilangan-bilangan tersebut.
KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari dua bilangan atau lebih
adalah bilangan terkecil yang habis dibagi oleh bilangan-bilangan
Teknik lain untuk menentukan KPK dari dua bilangan atau lebih adalah
dengan faktorisasi prima. Faktorisasi prima yang dimaksud di sini adalah
perkalian antarbilangan prima.
Untuk menentukan KPK dari dua bilangan atau lebih dapat dilakukan
dengan cara berikut:
a. Faktorkan bilangan-bilangan yang akan dicari KPK-nya dalam faktor
prima.
b. Ambil semua faktor yang ada.
c. Jika ada faktor yang sama dan faktor tersebut mempunyai pangkat
yang berbeda-beda ambil faktor yang mempunyai pangkat terbesar.
Agar lebih jelas, perhatikan contoh-contoh berikut.
Contoh
Tentukan KPK dari 42 dan 18
Jawaban
42 = 2 x 3 x 7
18 = 2 x 32
KPK dari 42 dan 18 adalah 2 x 3 x 7 = 126
Contoh
Tentukan KPK dari 45, 75, dan 120
Jawaban
45 = 32 x 5
81 = 3 x 52
120 = 22 x 3 x 5
KPK dari 45, 75, 120 adalah 22 x 32 x 52 = 1.800
Berdasarkan contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan :
KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari dua bilangan atau lebih
adalah hasil kali semua faktor-faktor prima pada kedua bilangan, jika ada
faktor yang sama pilih faktor dengan pangkat tertinggi.
Salah satu cara lain yang dapat digunakan untuk menenutukan KPK
pasangan bilangan bulat positif adalah dengan menentukan terlebih
dengan cara membagi hasil kali pasangan bilangan tersebut dengan
FPB-nya.
Sesecara singkat dapat kita tulis sebagai : KPK(p,q) =
)
Tentukan KPK dari 146 dan 124
Jawaban
Kita dapat menghitung dengan cepat seperti berikut.
KPK(146,124) =
Penggunaan KPK sering kita jumpai dalam menyelesaikan soal-soal
cerita. Soal-soal cerita yang berkaitan dengan KPK dapat berbentuk
seperti contoh dibawah ini.
Contoh
Tiga orang warga desa mustika jaya bernama supardi, mpmpn, dan toyib
diberi tugas ronda (siskamling) oleh ketua RW, supardi bertugas tiap 3
hari sekali, momon tiap 4 hari sekali dan toyib tiap 6 hari sekali. Saat
pertama kali pak RW memanggil dan memberi tugas, mereka meronda
bersama-sama pada tanggal 17 oktober 2004, pada tanggal berapa
mereka bertugas secara bersama-sama lagi untuk kedua kalinya?
Jawaban
bersama-sama lagi pada tanggal 29 oktober 2004.
Bilangan prima adalah suatu bilangan yang mempunyai tepay dua
pembagi, yaitu dirinya sendiri dan satu. Kegunaan mengetahui suatu
bilangan prima diantaranya untuk menentukan FPB dan KPK dari satu
bilangan atau lebih. Contoh tujuh bilangan prima pertama adalah
2, 3, 5, 7, 11, 13, 17.
Bilangan prima adalah bilangan bulat positif > 1 yang hanya habis dibagi
1 dari bilangan itu sendiri.
Untuk menguji apakah n merupakan bilangan prima atau bukan, kita
cukup membagi n dengan sejumlah bilangan, mulai dari 2, 3, .. , bilangan
prima
n
jika n tidak habis dibagi semua bilangan prima tersebut, maka n adalah bilangan prima.Contoh
Tunjukkan apakah bilangan-bilangan ini merupakan bilangan prima atau
bukan
a. 171
b. 199
Jawaban
a. Untuk memeriksa apakah 171 merupakan bilangan prima atau bukan,
maka perlu mencoba membagi 171 dengan bilangan-bilangan prima
yang kurang dari
171
= 13.077 bilangan-bilangan prima itu adalah2, 3, 5, 7, 11, dan 13. Karena 171 habis dibagi 3, maka 171 bukan
merupakan bilangan prima.
b. Untuk memeriksa apakah 199 merupakan bilangan prima atau bukan,
maka perlu mencoba membagi 199 dengan bilangan-bilangan prima
yang kurang dari 199 dengan bilangan-bilangan prima yang kurang
dari
199
= 14, 107 bilangan-bilangan prima adalah 2, 3, 5, 7, 11,dan 13. Karena tidak ada bilangan-bilangan prima tersebut yang