• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suplementasi Tepung Kulit Manggis Dan Vitamin E Terhadap Produktivitas Dan Ekspresi Gen Heat Shock Protein 70 Pada Ayam Petelur Di Lingkungan Tropis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Suplementasi Tepung Kulit Manggis Dan Vitamin E Terhadap Produktivitas Dan Ekspresi Gen Heat Shock Protein 70 Pada Ayam Petelur Di Lingkungan Tropis"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

SUPLEMENTASI TEPUNG KULIT MANGGIS DAN VITAMIN

E TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN EKSPRESI GEN

HEAT

SHOCK PROTEIN

70 (HSP 70) PADA AYAM PETELUR DI

LINGKUNGAN TROPIS

RIDHO KURNIAWAN RUSLI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Suplementasi Tepung Kulit Manggis dan Vitamin E terhadap Produktivitas dan Ekspresi Gen Heat Shock Protein 70 (HSP 70) pada Ayam Petelur di Lingkungan Tropis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

(4)

RINGKASAN

RIDHO KURNIAWAN RUSLI. Suplementasi Tepung Kulit Manggis dan Vitamin E terhadap Produktivitas dan Ekspresi Gen Heat Shock Protein 70 (HSP 70) pada Ayam Petelur di Lingkungan Tropis. Dibimbing oleh KOMANG G WIRYAWAN, TOTO TOHARMAT, RITA MUTIA dan JAKARIA.

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis dengan suhu lingkungan (230C - 330C ) berupa panas diatas thermoneutral zone untuk ayam petelur (180C - 240C) menjadi fokus perhatian karena dapat menyebabkan ayam petelur mengalami stres. Stres panas pada tingkat seluler dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif dalam tubuh sehingga munculnya radikal bebas secara berlebihan. Radikal bebas dapat menyerang protein, asam nukleat dan menyebabkan peroksidasi lemak membran. Ayam secara alami dapat menangkal radikal bebas dengan cara meningkatkan aktivitas enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), gluthatione peroxidase (GSH-Px) dan catalase (CAT). Stres panas berkepanjangan akan menurunkan aktivitas enzim SOD yang disebabkan meningkatnya eksresi mineral (Cu, Fe, Mn, Se dan Zn) yang berperan sebagai kofaktor antioksidan. Penurunan aktivitas juga terjadi pada enzim GSH-Px yang disebabkan meningkatnya eksresi vitamin E dan selenium (Se) yang berperan sebagai kofaktor antioksidan. Apabila stres terus meningkat dan tubuh tidak mampu mengatasi melalui jalur metabolisme maka akan digunakan jalur genetis dengan mengaktifkan gen heat shock protein 70 (HSP 70), yang hanya berfungsi dalam keadaan stres. Gen HSP 70 bertujuan untuk melindungi protein yang sensitif terhadap suhu tinggi, melindungi dari degradasi atau mencegah kerusakan protein dan mencegah rusaknya sel secara permanen yang selanjutnya mempengaruhi kelangsungan hidup.

Tepung kulit manggis (TKM) dan vitamin E (VE) merupakan antioksidan tambahan dalam ransum ayam petelur diharapkan dapat mengurangi stres panas. Penelitian pertama dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrien dan non nutrien TKM. Serangkaian analisis kandungan nutrien yang dilakukan meliputi : analisis bahan kering, kadar abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, energi bruto, kalsium, fosfor. Analisis kandungan non nutrien yang dilakukan meliputi: saponin, tanin, α-mangostin, dan antioksidan. Penelitian kedua dilakukan untuk mengetahui dampak suhu kandang yang berbeda menggunakan 80 ekor ayam petelur strain Lohmann umur

24 minggu dipelihara selama 11 minggu dengan rancangan acak lengkap 2 perlakuan dan 4 ulangan (10 ekor setiap ulangan). Perlakuan terdiri dari R0

(ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC) dan A (ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC), pada saat yang sama dilakukan penelitian suplementasi antioksidan (TKM dan VE) di

dalam ransum menggunakan 160 ekor ayam petelur strain Lohmann umur 24 minggu dipelihara selama 11 minggu dengan rancangan acak lengkap 4 perlakuan dan 4 ulangan (10 ekor setiap ulangan). Perlakuan terdiri dari R0

(5)

diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA dan jika terdapat perbedaan nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan nutrien TKM yaitu bahan kering 92.17%, kadar abu 2.37%, protein kasar 4.37%, lemak kasar 0.98%, serat kasar 24.20%, energi bruto 4676 kkal kg-1, kalsium 0.12%, fosfor 0.02%. Nilai α-mangostin dan antioksidan TKM sangat tinggi yaitu 40.63 ppm dan 11.15 ppm. Kandungan non nutrien TKM rendah yaitu saponin 8.24 g 100 g-1, tanin 32.49 g 100 g-1, sehingga aman dikonsumsi oleh ternak unggas. Hasil kajian ini menyimpulkan bahwa TKM berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber antioksidan alternative dalam ransum ternak unggas.

Hasil penelitian dampak suhu kandang yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan suhu tropis (suhu di atas 230C) signifikan (P<0.01) meningkatkan SOD dan thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) kuning telur ayam serta meningkatkan (P<0.05) kolesterol darah dan kolesterol kuning telur ayam. Suhu terkontrol (240C) signifikan (P<0.05) menurunkan warna kuning terlur dan signifikan (P<0.01) menurunkan monosit darah ayam. Suhu kandang yang berbeda

tidak mempengaruhi performa, kualitas telur (kecuali warna kuning telur), profil darah, diferensiasi leukosit (kecuali monosit) dan ekspresi gen HSP 70. Kesimpulannya, suhu terkontrol menurunkan warna kuning telur, sedangkan suhu tropis meningkatkan SOD dan TBARS.

Hasil penelitian suplementasi TKM (1 g kg-1 dan 2 g kg-1) atau VE (200 mg kg-1) signifikan (P<0.01) meningkatkan aktifitas enzim antioksidan SOD dan menurunkan kandungan TBARS kuning telur ayam. Suplementasi 1 g TKM kg-1 di dalam ransum menurunkan (P<0.05) trigliserida darah jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, ayam petelur yang diberi makan ransum yang disuplementasi 2 g TKM kg-1 dan 200 mg VE kg-1. Suplementasi TKM atau VE tidak mempengaruhi (P>0.05) performa, kualitas telur (kecuali tebal kerabang), profil darah, kolesterol darah, HDL dan ekspresi gen HSP 70. Kesimpulannya, suplementasi TKM (1 g kg-1 dan 2 g kg-1) atau VE (200 mg kg-1) dalam ransum ayam petelur dapat meningkatkan aktifitas enzim antioksidan SOD dan menurunkan kandungan TBARS pada kuning telur ayam.

(6)

SUMMARY

RIDHO KURNIAWAN RUSLI. Supplementation of Mangosteen Pericarp Meal and Vitamin E on Productivity and Heat Shock Protein 70 Gene Expression of Laying Hens in Tropical Environment. Supervised by KOMANG G WIRYAWAN, TOTO TOHARMAT, RITA MUTIA and JAKARIA

Laying hens raised in tropical climate countries such as Indonesia has been exposed to heat stress. This heat stress specifically occurs in an environment where the temperature is above the thermoneutral zone for laying hens (180C - 240C). Heat stress at cellular level may induce oxidative stress of the body leading to excessive free radicals. Free radicals may damage protein, nucleic acid and cause membrane lipid peroxidation. Naturally, chickens may counteract free radical by increasing the activity of antioxidant enzyme such as superoxide dismutase (SOD), glutathione peroxidase (GSH-Px), and catalase (CAT). A prolong heat stress will decrease the activity of antioxidant enzyme (SOD) due to an increase in mineral excretion (Cu, Fe, Mn, Se dan Zn) play important role as antioxidant cofactors. The decrease the activity of antioxidant enzyme (GSH-Px) due to an increase in vitamin E and Se excretion play important role as antioxidant cofactors. If stress continues to increase and the body metabolism is unable to cope with the stress level then the genetic pathway is used by activation of heat shock protein 70 (HSP 70) gene. HSP 70 gene is activated to protect protein from further high temperature exposure and degradation as well as permanent cell damage, which in turn can affect survival.

(7)

any significant difference between the treatment means were further tested by Duncan’s multiple range test.

The results showed that MPM contained 92.17% dry matter, 2.37% ash, 4.37% crude protein, 0.98% crude fat, 24.20% crude fiber, 4676 kcal kg-1gross energy, 0.12 % calcium, 0.02% phosphorus. The α-mangostin and antioxidant value of MPM was high, i.e. 40.63 ppm and11.15 ppm, respectively. The non-nutrients content of MPM was low, i.e. 8.24 g 100 g-1saponin, 32.49 g 100 g-1tannin. It is concluded that MPM can be used as an alternative source of antioxidant in poultry diets.

The study on effects of different temperature levels showed that tropical environment (over 230C) significantly (P<0.01) increased the activity of the antioxidant enzyme SOD, TBARS and significantly (P<0.05) increased blood and yolk cholesterol. The comfortable environment (240C) significantly (P<0.05)

decreased yolk color and decreased (P<0.01) monocytes. The different temperature levels did not affect (P>0.05) laying hens performance, egg quality (except yolk color), blood profile (except monocytes), and HSP 70 gene expression. It is concluded that tropical environment increased SOD and TBARS, whereas the comfortable decreased yolk color.

The results showed that supplementation of MPM (1 g kg-1 and 2 g kg-1 ) or VE (200 mg kg-1) in the diet of laying hens significantly (P<0.01) increased the

activity of the antioxidant enzyme SOD and decreased the content of TBARS. Supplementation of 1 g MPM kg-1 in the diet significantly (P<0.05) decreased blood triglycerides compared with the control, laying hens fed with 2 g MPM kg-1, and

laying hens with diet supplemented with 200 mg VE kg-1. Supplementation of diet with MPM or VE did not affect (P>0.05) performance, egg quality (except shell thickness), blood profile, blood cholesterol, HDL and HSP 70 gene expression of laying hens. In general supplementation of diet with MPM (1 g kg-1 and 2 gkg-1 ) or VE (200 mg kg-1) increased the activity of SOD and decreased yolk TBARS of laying hens.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SUPLEMENTASI TEPUNG KULIT MANGGIS DAN VITAMIN

E TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN EKSPRESI GEN

HEAT

SHOCK PROTEIN

70 (HSP 70) PADA AYAM PETELUR DI

LINGKUNGAN TROPIS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Sumiati, M Sc

Prof (Riset) Dr Ir Arnold P Sinurat, MS

Penguji pada Sidang Promosi: Prof Dr Ir Sumiati, M Sc

(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan setiap tahapan dalam rangkaian penelitian yang dilanjutkan dengan penyusunan dan penulisan disertasi ini dengan judul ”

Suplementasi Tepung Kulit Manggis dan Vitamin E terhadap Produktivitas dan Ekspresi Gen Heat Shock Protein 70 (HSP 70) pada Ayam Petelur di Lingkungan Tropis“. Disertasi ini disusun dalam rangka penyelesaian studi program Doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan (PS-INP) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih dengan penuh rasa hormat penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Komang G Wiryawan sebagai ketua komisi pembimbing, kepada Prof Dr Ir Toto Toharmat, M Agr Sc, kepada Dr Ir Rita Mutia, M Agr dan kepada Dr Jakaria, S Pt M Si sebagai anggota pembimbing, yang telah meluangkan waktu, bersedia untuk diskusi dan memberikan solusi serta semangat pada setiap masalah yang dihadapi penulis mulai dari penyusunan proposal hingga disertasi ini dapat terselesaikan. Kepada Prof Dr Ir Yuli Retnani, M Sc sebagai ketua PS-INP beserta staf, penulis ucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa. Kepada Prof Dr Ir Sumiati, M Sc dan Prof (Riset) Dr Ir Arnold P Sinurat, MS selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup dan sidang promosi, penulis ucapkan terima kasih atas saran-saran perbaikan yang diberikan dalam penyempurnaan disertasi ini. Kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Indonesia, terima kasih atas Beasiswa Unggulan (BU) yang telah diberikan dan mendukung penelitian ini melalui Program-BOPTN (Project ID No. 12/IT3/LT/2014). Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Rektor Institut Pertanian Bogor beserta seluruh civitas akademika yang telah menerima penulis untuk mengikuti pendidikan S3 di Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih dengan tulus juga penulis sampaikan untuk seluruh pihak yang telah banyak membantu, mulai dari penulisan proposal penelitian, selama penelitian sampai selesainya penulisan disertasi ini. Kepada teman-teman angkatan 2011 INP, 2012 INP (terutama tim 7 INP) dan 2013 INP banyak cerita yang kita bawa dan akan menjadi kenangan manis nantinya. Kepada Dr Rita Mutia, M Sc sebagai ketua Laboratorium Ilmu Nutrisi Unggas beserta staf, Ibu Dian Anggaraini dan teman-teman di laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Ibu Lanjarsih dan teman-teman di Laboratorium Ilmu Nutrisi Unggas, Bapak Eryk Andreas S Pt M Si, Mbak Shelvy dan teman-teman di Laboratorium Genetika Molekuler Ternakpenulis ucapkan terima kasih atas izin dan kesempatan serta bantuan yang diberikan ketika penulis melakukan penelitian.

Akhir kata izinkan penulis ucapkan terima kasih dengan penuh rasa hormat dan kasih sayang kepada Ayahanda Rusli dan Ibunda Metrawati, S Pd serta Kakanda Ilham Rusli Putra, ST, Andri Rahmadian Rusli, SE dan Adinda Widya Rahmi Rusli, S Kep yang selalu mendoakan untuk keberhasilan penulis. Kepada seluruh keluarga besar terima kasih atas do’a dan motivasi yang diberikan selama ini.

Semoga informasi yang tertuang dalam disertasi ini menjadi sangat bermanfaat bagi perkembangan dibidang ilmu peternakan, khususnya bidang ilmu nutrisi unggas.

Bogor, Juni 2016

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 3

2 METODE 5

Waktu dan Lokasi 5

Tahap I. Analisis Kandungan Nutrien dan Senyawa Non Nutrien

Tepung Kulit Manggis 5

Materi 5

Metode 5

Tahap II. In Vivo pada Ayam Petelur 10

Materi 10

Metode 11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Kandungan Nutrien dan Senyawa Non Nutrien Tepung Kulit Manggis 19 Dampak Suhu Kandang terhadap Produktivitas dan Ekspresi Gen Heat

Shock Protein 70 pada Ayam Petelur 20

Performa Ayam Petelur 20

Kualitas Fisik Telur Ayam 23

Kualitas Kimia Telur Ayam 24

Profil Darah dan Diferensiasi Leukosit 26

Profil Lipida Darah 27

Gen Heat Shock Protein 70 28

Suplementasi Tepung Kulit Manggis, Vitamin E di dalam Ransum

Ayam Petelur 29

Performa Ayam Petelur 29

Kualitas Fisik Telur Ayam 33

Kualitas Kimia Telur Ayam 35

Profil Darah 36

Diferensiasi Leukosit 38

Profil Lipida Darah 39

(15)

4 PEMBAHASAN UMUM 43

5 SIMPULAN DAN SARAN 45

Simpulan 45

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 57

Dampak Suhu Kandang terhadap Produktivitas dan Ekspresi Gen Heat

Shock Protein 70 pada Ayam Petelur 59

Suplementasi Tepung Kulit Manggis, Vitamin E di dalam Ransum

Ayam Petelur 63

(16)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi dan kandungan nutrien ransum kontrol (R0) pada penelitian 11 2. Kandungan nutrien dan senyawa non nutrien tepung kulit manggis 19 3. Rataan performa ayam petelur umur 24 – 34 minggu 20 4. Rataan kualitas fisik telur ayam petelur umur 24 – 34 minggu 24 5. Rataan kualitas kimia ayam petelur umur 34 minggu 25 6. Rataan profil darah dan diferensiasi leukosit ayam petelur umur 34

minggu 26

7. Rataan profil lipida darah ayam petelur umur 34 minggu 27 8. Rataan performa ayam petelur umur 24 – 34 minggu 30 9. Rataan kualitas fisik telur ayam petelur umur 24 – 34 minggu 34 10. Rataan kualitas kimia telur ayam petelur umur 34 minggu 35 11. Rataan profil darah ayam petelur umur 34 minggu 36 12. Rataan diferensiasi leukosit ayam petelur umur 34 minggu 38 13. Rataan profil lipida darah ayam petelur umur 34 minggu 39

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran penelitian 3

2. Rataan suhu dan kelembaban pada kandang terbuka selama penelitian

(R0) 21

3. Rataan suhu dan kelembaban pada kandang tertutup selama penelitian

(A) 21

4. Rataan konsumsi ransum ayam petelur setiap minggu umur 24-34

minggu. 22

5. Rataan berat telur ayam petelur setiap minggu umur 24-34 minggu. 22 6. Rataan produksi telur harian ayam petelur setiap minggu umur 24-34

minggu. 23

7. Diagram absorbpsi zat makanan lemak. 28

8. Ekspresi gen HSP 70 pada hypothalamus ayam petelur. 29 9. Rataan konsumsi ransum ayam petelur setiap minggu umur 24-34

minggu. 32

10. Rataan berat telur ayam petelur setiap minggu umur 24-34 minggu. 32 11. Rataan produksi telur harian ayam petelur setiap minggu umur 24-34

minggu. 33

12. Ekspresi gen HSP 70 pada hypothalamus ayam petelur. 41

DAFTAR LAMPIRAN

1. Analisis ragam konsumsi ransum ayam petelur 59

2. Analisis ragam berat telur ayam petelur 59

(17)

4. Analisis ragam masa telur ayam petelur 59

5. Analisis ragam konversi ransum ayam petelur 59

6. Analisis ragam persentase kerabang telur ayam 59

7. Analisis ragam persentase kuning telur ayam 60

8. Analisis ragam persentase putih telur ayam 60

9. Analisis ragam tebal kerabang telur ayam 60

10. Analisis ragam warna kuning telur ayam 60

11. Analisis ragam haugh unit telur ayam 60

12. Analisis ragam warna kerabang telur ayam 60

13. Analisis ragam SOD kuning telur ayam 61

14. Analisis ragam TBARS kuning telur ayam 61

15. Analisis ragam kolesterol kuning telur ayam 61

16. Analisis ragam eritrosit 61

17. Analisis ragam hemoglobin 61

18. Analisis ragam hematokrit 61

19. Analisis ragam leukosit 62

20. Analisis ragam heterofil 62

21. Analisis ragam limfosit 62

22. Analisis ragam monosit 62

23. Analisis ragam rasio heterofil:limfosit 62

24. Analisis ragam trigliserida darah 62

25. Analisis ragam kolesterol darah 63

26. Analisis ragam HDL darah 63

27. Analisis ragam gen HSP 70 63

28. Analisis ragam konsumsi ransum ayam petelur 63

29. Analisis ragam berat telur ayam petelur 63

30. Analisis ragam produksi telur ayam petelur 63

31. Analisis ragam masa telur ayam petelur 64

32. Analisis ragam konversi ransum ayam petelur 64

33. Analisis ragam persentase kerabang telur ayam 64

34. Analisis ragam persentase kuning telur ayam 64

35. Analisis ragam persentase putih telur ayam 64

36. Analisis ragam tebal kerabang telur ayam 64

37. Uji lanjut tebal kerabang telur ayam 65

38. Analisis ragam warna kuning telur ayam 65

39. Analisis ragam haugh unit telur ayam 65

40. Analisis ragam warna kerabang telur ayam 65

41. Analisis ragam SOD kuning telur ayam 65

42. Uji lanjut SOD kuning telur ayam 65

43. Analisis ragam TBARS kuning telur ayam 66

44. Uji lanjut TBARS kuning telur ayam 66

45. Analisis ragam kolesterol kuning telur ayam 66

46. Uji lanjut kolestrol kuning telur ayam 66

47. Analisis ragam eritrosit 66

48. Analisis ragam hemoglobin 66

49. Analisis ragam hematokrit 67

50. Analisis ragam leukosit 67

(18)

52. Analisis ragam limfosit 67

53. Analisis ragam monosit 67

54. Analisis ragam rasio heterofil:limfosit 67

55. Analisis ragam trigliserida darah 68

56. Uji lanjut trigliserida darah 68

57. Analisis ragam kolesterol darah 68

58. Analisis ragam HDL darah 68

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis dengan suhu lingkungan 230C - 330C (BMKG 2012). Suhu ini berada di atas thermoneutral zone untuk ayam petelur (180C - 240C) (Bell dan Weaver 2002; Ajakaiye et al. 2011), hal tersebut menjadi perhatian serius dalam industri unggas karena dapat menyebabkan ayam mengalami stres. Stres panas yang dialami ayam akan memberikan pengaruh terhadap tingkah laku (Mazzi et al. 2003; Mashaly et al. 2004; Mujahid et al. 2007; Gu et al. 2008), konsumsi ransum, bobot badan, daya tetas (Sahin et al. 2009; Sohail et al. 2012), bobot organ limfoit, respon antibodi primer dan sekunder, kemampuan fagositosis makrofag (Sohail et al. 2012), gangguan endokrin, status antioksidan (Sahin et al. 2009), peroksidasi lipid (Sohail et al. 2012), sehingga menimbulkan penyakit (Sahin et al. 2009), kematian (Niu et al. 2009; Noor dan Seminar 2009; Sahin et al. 2009) dan kerugian dari segi ekonomi (St-Pierre et al. 2003; Guerreiro et al. 2004).

Stres panas pada tingkat seluler dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif dalam tubuh sehingga munculnya radikal bebas secara berlebihan (Mujahid et al. 2007). Radikal bebas dapat menyerang protein, asam nukleat (Black 2004; Kern dan Kehrer 2005) dan menyebabkan peroksidasi lemak membran. Ayam secara alami dapat menangkal radikal bebas dengan cara meningkatkan aktivitas enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), gluthatione peroxidase (GSH-Px) dan catalase (CAT), namun jika ayam mengalami stres panas dalam jangka panjang akan menyebabkan penurunan aktivitas enzim SOD yang disebabkan meningkatnya eksresi mineral (Cu, Fe, Mn, Se dan Zn) yang berperan sebagai kofaktor antioksidan. Penurunan aktivitas juga terjadi pada enzim GSH-Px yang disebabkan meningkatnya eksresi vitamin E dan selenium (Se) yang berperan sebagai kofaktor antioksidan (Sahin dan Kucuk 2003). Noor dan Seminar (2009) menyatakan apabila stres terus meningkat dan tubuh tidak mampu mengatasi melalui jalur metabolisme maka akan digunakan jalur genetis dengan mengaktifkan gen heat shock protein 70 (HSP 70), yang hanya berfungsi dalam keadaan stres. Gen HSP 70 bertujuan untuk melindungi protein yang sensitif terhadap suhu tinggi, melindungi dari degradasi atau mencegah kerusakan protein dan mencegah rusaknya sel secara permanen yang selanjutnya mempengaruhi kelangsungan hidup (Etches et al. 2008).

(20)

2

pengaruh stres, meningkatkan aktifitas enzim antioksidan dan menurunkan kandungan malondehaldehyde (MDA) pada unggas (Uuganbayar et al. 2005; Florou-Paneri et al. 2006; An et al. 2010; Park et al. 2015) dan domba (Fassah et al. 2015).

Salah satu sumber antioksidan alami yang cukup banyak dan potensial dimiliki Indonesia adalah manggis (kulit manggis). Manggis (Garcinia mangostana L) termasuk tanaman hortikultura. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 produksi buah manggis di Indonesia mencapai 114 760 Ton. Banyaknya produksi manggis tersebut menyebabkan banyaknya kulit manggis (50%-60% dari bagian buah) yang dibuang setelah dikonsumsi isinya, sehingga diperlukan upaya untuk memanfaatkannya. Banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan pemanfaatan kulit manggis (ekstraksi dan tepung) di dalam dunia kesehatan. Kulit manggis memiliki senyawa-senyawa aktif antara lain: xanthone dan turunannya (α -mangostin, -mangostin, mangostinon, mangostingon, 8-hidroksikudraksanton G, kudraksanton G, 8-deoksigartanin, garsimangoson B, garsinon D, garsinon E, gartanin, 1-isomangostin, smeathxanthon A dan tovofillin A) (Jung et al. 2006; Suksamrarn et al. 2006; Kondo et al. 2009), anthocyanins (Palapol et al. 2009), saponin dan tanin. Senyawa yang terdapat di dalam kulit manggis memiliki khasiat farmakologis seperti: antioksidan (Moongkarndi et al. 2004; Jung et al. 2006; Kondo et al. 2009; Suvarnakuta et al. 2011), anti alergi (Chae et al. 2012), anti kanker (Mizushina et al. 2013), anti tumor, anti bakteri, anti malaria (Akao et al. 2008; Gutierrez-Orozco dan Failla 2013; Pedraza-chaveri et al. 2008). Fitria (2013) melaporkan bahwa suplementasi tepung kulit manggis sampai level 2 % mampu memperbaiki status perlemakan, kolesterol dan kualitas kimia daging ayam broiler.

Vitamin E (VE) adalah salah satu vitamin yang larut dalam lemak yang berfungsi sebagai antioksidan sintetis (Kirunda et al. 2001) yang dapat menangkal radikal bebas (Florou-Paneri et al. 2006), sistem kekebalan tubuh dengan melindungi sel-sel yang terlibat seperti limfosit, makrofag dan sel plasma terhadap kerusakan oksidatif, proliferasi dan fagositosis makrofag (Gebremichael et al. 1984). Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa suplementasi VE (65 mg VE kg-1 - 240 mg VE kg-1) di dalam pakan selama ayam terpapar stres panas dapat

meningkatkan performa, kualitas telur (Puthpongsiriporn et al. 2001; Ciftci et al. 2005; Bolukbasi et al. 2007; Ipek et al. 2007; Ajakaiye et al. 2011; Irandoust et al. 2012), sistem imun (Asli et al. 2007; Da Silva et al. 2009; Iqbal et al. 2015), serta mengurangi peroksidasi lemak pada kuning telur (Cherian et al. 1996; Kirunda et al. 2001), serum dan jaringan (Jiang et al. 2013).

Penelitian tentang pengaruh nutrien spesifik terhadap respon gen tertentu (nutrigenomik) pada ayam petelur di lingkungan tropis terutama kaitannya dengan TKM sebagai antioksidan alami dan VE sebagai antioksidan sintetis belum pernah ada laporan.

Tujuan Penelitian

(21)

3 Manfaat Penelitian

Tepung kulit manggis diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu agent antioksidan alami di dalam ransum yang dapat menggantikan vitamin E sebagai antioksidan sintetis untuk menangkal stres panas pada unggas terutama ayam petelur yang dipelihara di lingkungan tropis.

Kerangka Pemikiran

Untuk mencapai tujuan penelitian, maka disusun kerangka pemikiran penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian PERMASALAHAN

1. Suhu tinggi menyebabkan unggas stres panas 2. Produktivitas ayam rendah

3. Antioksidan sintetis terbatas dalam penggunaan 4. Kerugian dari segi ekonomis

PEMECAHAN MASALAH

Nutrisi Lingkungan

Genetik

Antioksidan

Kulit manggis: - Bahan alami

- Ketersediaannya cukup banyak

- Antioksidan tinggi - Antinutrien rendah - Belum termanfaatkan

dengan baik

Vitamin E:

- Bahan sintesis - Antioksidan tinggi - Penggunaan terbatas - Harga mahal

(Rp. 475 000 kg-1)

(22)
(23)

5

2

METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 hingga Oktober 2014. Pengolahan dan analisis kandungan nutrien dan senyawa non nutrien tepung kulit manggis (TKM) dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka dan Laboratorium Balai Penelitian Ternak. Analisis kandungan nutrien ransum dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak. Pemeliharaan ayam dilakukan di Laboratorium Lapangan Nutrisi Ternak Unggas (Kandang C) Fakultas Peternakan IPB. Pengukuran kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Nutrisi Unggas Fakultas Peternakan IPB. Analisis kolesterol telur dilakukan di Laboratorium Terpadu Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. Analisis profil darah, diferensiasi leukosit, profil lipida darah, kandungan enzim superoksida dismutase (SOD) dan thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) dilakukan di Laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi Fisiologi Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Analisis ekspresi gen dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Fakultas Peternakan IPB. Prosedur dan metode penelitian telah disetujui oleh komisi etik hewan Institut Pertanian Bogor No. 12-2014 IPB.

Tahap I. Analisis Kandungan Nutrien dan Senyawa Non Nutrien Tepung Kulit Manggis

Materi

Materi penelitian terdiri atas kulit manggis (kulit bagian luar + kulit bagian dalam) yang diperoleh dari daerah Leuwiliang, Bogor. Kulit manggis tersebut kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 500C selama ± 6 jam, selanjutnya digiling menjadi tepung.

Metode

a. Kadar air (AOAC 2005)

Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven suhu 1050C selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit sampai tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya, kemudian sampel ditimbang sebanyak 5 g di dalam cawan tersebut. Sampel dikeringkan dalam oven sampai bobotnya konstan (perubahan bobot tidak boleh lebih dari 0.003 g). Cawan yang berisi sampel kering didinginkan di dalam desikator, kemudian bobot akhirnya ditentukan. Kadar air dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

(24)

6

Keterangan :

X : berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g). Y : berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g). A : berat cawan kosong (g).

b. Kadar abu (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 2 g ditempatkan dalam cawan porselin dan dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 6000C. Proses pengabuan dilakukan selama ± 6 jam,

kemudian sampel dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan lalu ditimbang.

Kadar abu % = Berat sampelBerat abu g)

g) x 100 %

c. Kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 2 g diekstruksi dengan pelarut heksana dalam alat ekstraksi soxhlet selama ± 6 jam. Sampel hasil ekstraksi diuapkan dengan cara diangin-anginkan kemudian dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 1050C dan didinginkan dalam desikator sampai bobotnya konstan. Labu tersebut ditimbang sehingga diperoleh bobot lemak.

Kadar lemak % = Berat sampelBerat lemak g)

g) x 100 %

d. Kadar protein (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 0.1 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml kemudian ditambahkan dengan 2.5 ml H2SO4 pekat, 1 g katalis dan batu didih. Sampel

didihkan selama 1 – 1.5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 50 %, kemudian dibilas dengan air suling. Labu erlenmeyer berisi HCL 0.02 N diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2 – 4 tetes indikator (campuran metil merah 0.02 % dalam alkohol dan metil biru 0.02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan HCL kemudian dilakukan destilasi sampai diperoleh sekitar 25 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor dibilas dengan sedikit air destilat dan biasanya ditampung di dalam erlenmeyer dan dititrasi dengan NaOH 0.02 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Penetapan blangko dengan cara yang sama.

Kadar Protein % = (Y-Z) x N x 0.014 x 6.β5(W) x 100 % Keterangan :

Y : ml NaOH titer untuk blangko. Z : ml NaOH titer untuk sampel. W : bobot sampel.

N : normalitas NaOH.

0.014 : 1 ml alkali ekuivalen dengan 1 ml larutan N yang mengandung 0.014 g N

(25)

7 e. Kadar serat kasar (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 1 g (x) dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian dimasukkan ke alat heater extract. Tambahkan 50 ml H2SO4 0.3 N, ekstrak selama

30 menit, kemudian tambahkan 25 ml NaOH 1.5 N dan ekstrak kembali selama 30 menit. Siapkan Whatman 41 yang telah dipanaskan dalam oven 1050C selama 1 jam

kemudian ditimbang (a). Saring cairan menggunakan Whatman 41 di atas ke dalam corong buchner. Penyaringan tersebut dilakukan dengan labu pengisap yang dihubungkan dengan pancar air. Cuci berturut-turut menggunakan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0.3 N, 50 ml air panas dan 25 ml aceton. Masukkan Whatman 41

beserta isinya ke dalam cawan porselen, selanjutnya keringkan dengan oven 1050C selama 1 jam. Angkat, dinginkan dalam desikator kemudian timbang (Y). Cawan yang berisi sampel kemudian dimasukkan kembali ke dalam tanur, setelah itu diangkat kemudian dinginkan lalu ditimbang (Z).

Kadar serat kasar % = Y-Z-aX x 100 % Keterangan :

X : berat sampel (g).

a : berat kertas whatman setelah dipanaskan (g).

Y : berat kertas whatman, sampel dan cawan setelah dipanaskan (g).

Z : berat sampel dan cawan setelah ditanur (g). f. Analisis mineral

 Pengujian mineral kalsium (Ca)

Sampel yang akan diuji kadar mineralnya dilakukan pengabuan basah terlebih dahulu. Proses pengabuan basah dilakukan dengan sampel ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml. dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan.

(26)

8

 Mineral Phospor (P)

Sebanyak 10 g ammonium molibdat 10% ditambah dengan 60 ml akuades, selanjutnya ditambahkan 28 ml H2SO4 dan dilarutkan dengan akuades hingga

100 ml (larutan A). Tahap selanjutnya adalah membuat larutan B, sebanyak 10 ml larutan A ditambah dengan 60 ml akuades dan 5 g FeSO4.7H2O, kemudian

dilarutkan dengan akuades hingga 100 ml. Sampel hasil pengabuan basah dimasukkan ke dalam tabung kuvet kemudian ditambah dengan 2 ml larutan B. Intensitas warna diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.

g. Energi bruto

Analisis energi bruto dilakukan dengan menggunakan bomb calorimeter parr 6200. Sampel yang telah diketahui masanya, setelah itu dibakar dalam bomb calorimeter pada kondisi standar. Nilai kalori dihitung dari naiknya suhu air di dalam vesel kalorimeter dan kapasitas panas rata-rata dari system.

h. Kadar tanin

Penentuan kadar tanin dilakukan menurut metode Makkar et al. (1993), diawali dengan tahap ekstraksi : 0.5 g sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam gelas berukuran 25 ml, kemudian ditambahkan 10 ml aseton (70%) dan gelas kimia yang diletakkan dalam water bath ultrasonic (Branson 3210) selama 20 menit pada suhu ruang. Isi gelas kimia kemudian dipindahkan ke dalam tube sentrifuse dan disentrifuse selama 10 menit pada 3000 g pada 40C, setelah itu supernatan dikumpulkan, prosedur ini diulang dua kali dan supernatan kedua dikombinasikan.

 Sebelum penambahan polyvynil-polypirolidone (PVPP)

Total tanin diukur dengan menggunakan PVPP. Setengah ml ekstrak diletakkan dalam tube tes dan isi hingga volume 10 ml dengan air suling, kemudian ditambahkan 0.25 ml folin ciocalteau dan 1.25 ml larutan sodium karbonat, selanjutnya divortex dan didiamkan selama 40 menit, lalu diukur absorbansi pada panjang gelombang 725 nm.

 Setelah penambahan PVPP.

Untuk mengukur total tanin, ditimbang 100 mg PVPP ditambah dengan 1 ml ekstrak tanin dan 1 ml akuades lalu divortex, kemudian disimpan pada suhu 40C selama 15 menit, selanjutnya disentrifuse lalu supernatan dikeluarkan untuk keperluan analisis. Ambil 0.5 ml ekstrak sampel kemudian tambahkan 0.25 ml folin ciocalteau dan 1.25 ml sodium karbonat, setelah itu divortex dan didiamkan selama 40 menit, kemudian diukur absorbansi pada panjang gelombang 725 nm.

 Standar asam tanat.

Dipipet 0 ml; 0.02 ml; 0.04 ml; 0.06 ml; 0.08 ml; 0.1 ml standar asam tanat yang telah diencerkan lalu ditambah akuades hingga 0.5 ml, kemudian tambahkan 0.25 ml folin ciocalteau dan 1.25 ml sodium karbonat, setelah itu divortex dan didiamkan selama 40 menit, lalu diukur absorbansi pada panjang gelombang 725 nm.

Kadar tanin (g 100 g-1) = X x faktor pengenceran x 100

(27)

9 Keterangan :

X : Banyaknya tanin contoh, X diperoleh dari persamaan regresi linear Y = a + bx.

B : Bobot contoh i. Kadar saponin

Penentuan kadar saponin dilakukan menurut metode Hiai et al. (1976), diawali dengan tahap ekstraksi : 0.5 g sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam gelas berukuran 25 ml, kemudian ditambahkan 10 mlmetanol dan gelas kimia yang diletakkan dalam water bath ultrasonic (Branson 3210) selama 20 menit pada suhu ruang. Isi gelas kimia kemudian dipindahkan ke dalam tube sentrifuse dan disentrifuse selama 10 menit pada 3000 g pada 40C. Supernatan dikumpulkan, prosedur ini diulang dua kali dan supernatan kedua dikombinasikan.

Tahap selanjutnya 0.25 ml sampel disimpan dalam penangas air, kemudian ditambahkan 0.25 ml vanilin etanol dan 2.5 ml H2SO4 72% kemudian divortex,

setelah itu dipanaskan pada penangas air suhu 600C selama 10 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruang, lalu dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 544 nm.

Kadar saponin g 100 g-1 = y-a

b x faktor pengenceran

bobot sampel x 10 000 Keterangan :

y : absorbsi standar.

a : titik potong garis regresi dengan sumbu x b : Slope

j. Kadar α – mangostin

Penentuan kadar α – mangostin dilakukan menurut metode Survanakuta et al. (2011) dengan menggunakan HPLC. Fase selular terdiri dari A : 0.1 % asam format dalam air HPLC dan B : metanol. Fase gerak yang diterapkan dalam elusi gradien : 35 % A/65% B (v/v) sampai 10 % A/90% B dalam 30 menit pada laju alir 1 ml menit-1. C18 5 µm (3.9 x 150 mm) (Waters, Milford, MA). Deteksi panjang gelombang sebesar 254 nm dan volume injeksi adalah 10 µl. Sebelum injeksi ekstrak etanol disaring melalui 0.45µm nilon membran filter, fase gerak dengan menggunakan ultrasonic bath dengan frekuensi 30 kHz, selama 15 menit pada suhu kamar.

(28)

10

divortek. Diamkan pada suhu kamar selama 30 menit, selanjutnya absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 517 nm.

Perhitungan yang digunakan dalam penentuan aktivitas penangkap radikal adalah nilai IC50 (Inhibitor Concentration 50%) nilai tersebut menggambarkan

besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap radikal sebesar 50%. Nilai IC50 diperoleh dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan

hubungan antara konsentrasi sampel (senyawa uji) dengan simbol X terhadap aktivitas penangkapan radikal rata-rata dengan simbol Y dari seri replikasi pengukuran. Semakin kecil nlai IC50 maka senyawa tersebut mempunyai

keefektifan sebagai penangkap radikal lebih baik. Inhibisi % = A-BA x 100 % Keterangan :

A : Absorbansi tanpa sampel. B : Absorbansi sampel.

Tahap II. In Vivo pada Ayam Petelur

Materi

Ternak

Penelitian ini menggunakan 200 ekor ayam petelur strain Lohmann umur 24 minggu, terdiri atas 160 ekor ayam petelur dipelihara pada kandang terbuka tanpa menggunakan air conditioner (AC) dan 40 ekor ayam petelur dipelihara pada kandang tertutup menggunakan AC. Bobot awal rata-rata (kg ekor-1) 1.630±0.007.

Ayam diberi adaptasi 1 minggu sebelum perlakuan dimulai. Pemeliharaan ayam dilakukan selama 11 minggu.

Kandang dan peralatan

Kandang yang digunakan terdiri atas kandang terbuka tanpa menggunakan AC dan kandang tertutup menggunakan AC, masing-masing kandang dengan sistem cage (ukuran 35 cm x 36 cm x 42 cm) terbuat dari kawat. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum dan lampu (sistem pencahayaan 16L/8D). Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan, exhaust fan dan thermohigrometer yang ditempatkan sejajar dengan ternak

Pakan

Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum penelitian terdiri atas jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak kelapa, calcium carbonate (CaCO3), garam, DL-methionine dan premix. Suplementasi tepung kulit manggis (TKM) sebagai perlakuan ditambahkan sebanyak 1 g kg-1 ransum dan 2 g kg-1 ransum, vitamin E (VE) (α-tocopherol acetate)ditambahkan sebanyak 200 mg kg-1 ransum. Komposisi ransum dan kandungan nutrien disajikan pada Tabel 1. Ransum penelitian disusun berdasarkan kebutuhan ayam petelur yaitu protein kasar 17% dan energi matabolis 2900 kkal kg-1 (Leeson dan Summers 2005). Air minum diberikan

(29)

11

Metode

Perlakuan Penelitian

Penelitian dampak suhu kandang yang berbeda dilakukan dengan membandingkan ayam yang dipelihara pada kandang terbuka tanpa menggunakan AC dengan ayam yang dipelihara pada kandang tertutup menggunakan AC (240C), digunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 2 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 10 ekor ayam ras petelur. Pengukuran suhu dan Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum kontrol (R0) pada penelitian

Bahan Pakan Jumlah pemberian

Jagung kuning (%) 55.00

Bungkil kedelai (%) 24.00

Tepung ikan (%) 8.50 niacinamide 375 mg; Ca-d-panthotenate 125 mg; folic acid 25 mg; choline cloride 5.000 mg; Glysine 3.750 mg; Dl-methionine 5.000 mg; Mg sulfat 1.700 mg; Fe sulfat 1.250 mg; Mn sulfat 2.500 mg; Cu sulfat 25 mg; Zn sulfat 500 mg; K iodine 5 mg (Kalbe Farma Tbk).

2 hasil perhitungan berdasarkan Leeson dan Summers (2005).

3 standar kebutuhan nutrien ayam petelur (Lohmann Tierzucht 2016).

4standar kebutuhan nutrien ayam petelur (Leeson dan Summers 2005).

5 hasil konversi vitamin E (mg ke IU) : 7.57/1.49= 5.08 IU.

(30)

12

kelembaban dilakukan pada waktu : pagi (06.00 WIB), siang (12.00 WIB) dan sore (18.00 WIB). Perlakuan pada penelitian adalah :

R0 : Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC.

A : Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC.

Penelitian dampak suhu kandang dilakukan sejalan dengan penelitian suplementasi antioksidan (TKM dan VE) di dalam ransum terhadap ayam petelur yang dipelihara pada lingkungan tropis (suhu di atas 230C), dimana R0 digunakan sebagai kontrol. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 4 perlakuan ransum dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 10 ekor ayam ras petelur. Perlakuan ransum pada penelitian adalah :

R0 : Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC.

R1 : R0 + suplementasi 1 g TKM kg-1.

R2 : R0 + suplementasi 2 g TKM kg-1.

R3 : R0 + suplementasi 200 mg (134.22 IU) VE kg-1.

Peubah yang diamati A.Performa ayam petelur

1. Konsumsi ransum (g ekor-1 hari-1).

Konsumsi ransum dihitung dengan cara jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan jumlah ransum sisa. Penimbangan dilakukan setiap minggu. 2. Produksi telur harian (%).

Produksi telur harian dihitung dengan membagi jumlah telur dengan jumlah ayam yang hidup pada hari yang sama dikali 100%.

3. Berat telur (g butir-1).

Berat telur diukur dengan cara menimbang telur setiap harinya selama penelitian kemudian dirata-ratakan.

4. Masa telur ayam (g ekor-1)

Masa telur dihitung dengan jumlah telur yang dihasilkan dikalikan dengan berat telur selama penelitian.

5. Konversi ransum .

Konversi ransum dihitung dengan membagi konsumsi ransum dengan massa telur selama penelitian.

B.Kualitas fisik telur ayam

Pengambilan sampel telur dilakukan 5 kali selama penelitian, yang dimulai pada umur ayam 26 minggu, 28 minggu, 30 minggu, 32 minggu dan 34 minggu. Peubah yang diamati adalah:

1. Persentase kerabang telur (%).

Persentase kerabang telur dihitung dengan membagi berat kerabang telur dengan berat telur kemudian dikali 100.

2. Persentase kuning telur (%).

(31)

13 3. Persentase putih telur (%).

Persentase putih telur dihitung dengan membagi berat putih telur dengan berat telur kemudian dikali 100.

4. Tebal kerabang.

Tebal kerabang diukur dengan menggunakan jangka sorong. 5. Warna kuning telur.

Warna kuning telur diukur dengan membandingkan warna kuning telur hasil penelitian dengan warna yang terdapat pada kipas standar kuning telur (Egg Roche Yolk Colour Fan).

6. Haugh unit.

Haugh Unit (HU) diperoleh dari hubungan antara berat telur (g) dengan tinggi putih telur (mm) berdasarkan Buckle et al. (1987).

Haugh Unit = 100 log [(H + 7.57)-(1.7 x W0.γ7 )]

Keterangan :

H : tinggi putih telur (mm). W : berat telur (g butir-1).

7. Warna kerabang.

Warna kerabang telur diukur dengan membandingkan warna kerabang telur hasil penelitian dengan warna yang terdapat pada kipas standar kerabang telur (Brown Color Indicator).

C.Kualitas kimia telur ayam 1. Enzim superoxide dismutase.

Penentuan enzim superoxide dismutase (SOD) dilakukan dengan menggunakan metode Misra dan Fridovich (1972). 1 ml kuning telur ditambahkan dengan 1.6 ml campuran kloroform-etanol 96% (3:5), selanjutnya divortex selama 1 menit kemudian disentrifuse pada 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan disimpan pada suhu -150C.

Larutan epinefrin 0.003 M dibuat dengan melarutkan 5.496 mg epinefrin dengan 10 ml HCL 0.01 N, setelah itu ke dalam kuvet 3000 µl ditambahkan 2800 µl buffer natrium karbonat 0.05 M pH 10.2, 100 µl sampel (supernatan yang mengandung SOD) dan 100 µl larutan epinefrin. Serapan dibaca pada panjang gelombang 480 nm dan menit ke 1, 2, 3, dan 4 setelah penambahan epinefrin 0.003M. Perubahan absorban permenit tidak boleh lebih dari 0.025. Sebagai blanko digunakan campuran HCL dan air bebas ion.

Larutan tanpa sampel diukur dengan menambahkan 2800 µl buffer natrium karbonat 0.05 M pH 10.2 dengan 100 µl larutan epinefrin 0.003 M dan 100 µl air bebas ion, selanjutnya serapan diukur setelah penambahan epinefrin.

2. Thiobarbituric acid reactive substances (asam tiobarbiturat).

Penentuan nilai thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) metode Rice-Evans dan Anthony (1991). Sampel 1 ml kuning telur dimasukkan ke dalam tabung reaksi, selanjutnya ditambahkan 2 ml PBS (pH 7.4) - KCl (11.4 g l-1)

(32)

14

Supernatan hasil sentrifus tersebut kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm dengan alat spektrofotometer.

3. Kolesterol telur.

Kandungan kolesterol kuning telur dianalisa menggunakan metode libermann burchard color reaction (Burke et al. 1974). Sampel kuning telur sebanyak 0.1 mg dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml larutan campuran dari etanol dengan petroleum benzena (3:1) dan diaduk sampai homogen. Campuran kemudian disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Hasil sentrifus berupa supernatan dipindahkan ke dalam gelas beaker 100 ml kemudian dipanaskan sampai kering. Residu yang diperoleh ditambahkan dengan kloroform sedikit demi sedikit sambil dilakukan pemindahan ke dalam tabung berskala sampai volume 5 ml, kemudian ditambahkan 2 ml asam asetat anhidrid dan empat tetes H2SO4. Campuran kemudian dihomogenkan dan disimpan ditempat

yang gelap selama 15 menit, selanjutnya dilakukan pembacaan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Nilai kolesterol dihitung menggunakan rumus berikut ini.

Kadar kolesterol (mg g-1) =Absorban sampel

Absorban standar x

Konsentrasi standar Berat sampel

D.Profil darah ayam 1. Jumlah butir darah merah.

Penentuan butir darah merah dilakukan dengan menggunakan metode Sastradipraja et al. (1989). Butir darah merah dihitung dengan mikroskop pada pembesaran 100 kali (a), untuk menghitung eritrosit dalam hemocytometer neubauer, digunakan kotak eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian sebagai berikut : satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kanan bawah, satu kotak pojok kiri bawah. Cara membedakan kotak eritrosit dengan leukosit dapat berpatokan pada tiga garis pemisah pada kotak eritrosit secara luas kotak eritrosit yang realtif kecil dibandingkan dengan kotak leukosit, setelah jumlah eritrosit didapatkan maka jumlah darah dikalikan 5000, untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah.

Angka 5000 merupakan perkalian dari tebal kamar hitung1/10 mm, panjang kamar hitung 1/5 mm, lebar 1/5 mm dan kotak kamar hitung dalam mm3 kemudian dikalikan dengan larutan pengencer 100, Jumlah eritrosit dapat dihitung dengan rumus berikut ini.

Jumlah eritrosit per mm3 darah = a x 5000 butir.  Hemoglobin.

(33)

15  Haematokrit.

Penentuan hematokrit menggunakan metode Sastradipraja et al. (1989). Tabung hematokrit diisi dengan darah dan zat antikoagulan. Campuran darah kemudian disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 2500-4000 rpm. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur persentase volume eritrosit menggunakan alat baca micro capillary hematocrit reader.

2. Jumlah butir darah putih.

Penentuan jumlah leukosit menggunakan metode Sastradipraja et al. (1989). Pipet leukosit dengan bantuan aspirator hingga batas 0.5 lalu ujung pipet dibersihkan dengan tisu. Larutan modifikasi Rees dan Ecker dihisap hingga tanda 11 pada pipet leukosit kemudian dihomogenkan dan cairan yang tidak terkocok dibuang. Setelah itu, meneteskan sampel darah ke dalam hemocytometer, kemudian biarkan beberapa saat sehingga cairan mengendap. Hitung jumlah leukosit di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali, untuk menghitung sel darah putih dalam hemocytometer digunakan kotak leukosit. Jumlah leukosit yang terhitung disimbolkan dengan b dan untuk mengetahui jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah dihitung dengan rumus dibawah ini.

Jumlah leukosit per mm3 darah = b x 50 butir.

 Penentuan diferensiasi leukosit (%)

Darah yang telah disiapkan, diteteskan pada kaca objek yang dipegang dengan ibu jari dan telunjuk salah satu tangan. Kaca penutup berbeda dipegang tangan lainnya kemudian ujung kaca penutup didorong dengan kecepatan konstan sehingga didapatkan ulasan yang tidak terlalu tebal. Ulasan dikeringkan selama beberapa menit kemudian difiksasi dalam metanol selama 5-10 menit. Ulasan dicelupkan dalam pewarna Giemsa sekitar 30 menit kemudian ulasan diangkat dan dicuci menggunakan air mengalir sampai air bilasan tidak membawa warna Giemsa, setelah itu dilakukan penghitungan dengan mikroskop terhadap sel leukosit, eosinofil, basofil, heterofil, limfosit dan monosit yang ditemukan.

E.Profil lipida darah ayam

Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir penelitian (satu ekor ayam setiap ulangan) pada bagian vena axillaris sebanyak 3 ml menggunakan syringe yang steril. Sampel darah dimasukkan ke dalam tabung yang sudah diberi antikoagulan heparin. Plasma yang diperoleh digunakan untuk pengukuran kadar kolesterol, HDL dan trigliserida.

1. Kolesterol darah.

(34)

16

Kolesterol (mg dl-1) = absorbansi sampel

absorbansi standar x konsentrasi standar (mg dl-1)

2. High-density lipoprotein darah.

Kadar high-density lipoprotein (HDL) darah ditentukan dengan metode CHOD-PAP. Plasma darah diambil sebanyak 200 µl dan ditambah dengan 1000 µl larutan kit, setelah itu dihomogenkan. Plasma darah kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang, setelah itu disentrifuse selama 10 menit dengan 4000 rpm. Plasma darah dipisahkan dari endapan setelah satu jam disentrifuse. Plasma darah diambil sebanyak 100 µl dan ditambah dengan 1000 µl reagent kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Blangko diisi dengan 100 µl aquades dan 1000 µl reagent. Tabung Standar diisi dengan 100 µl larutan standar dan 1000 µl reagent. Absorbansi dibaca menggunakan spektrofometer pada panjang gelombang ( ) 546 nm selama 60 menit.

HDL (mg dl-1) = absorbansi sampel

absorbansi standar x konsentrasi standar (mg dl-1)

3. Trigliserida.

Kadar trigliserida (TG) darah ditentukan dengan metode glyserol phospate oxidase-p-aminophenozone (GPO-PAP). Blangko berisi 1000 µl reagent. Standar diisi dengan 10 µl sampel dan 1000 µl reagent, kemudian larutan dihomogenkan, setelah itu diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-25 0C. Absorbansi dibaca menggunakan spektrofometer pada panjang gelombang ( ) 546 nm selama 60 menit.

TG (mg dl-1) = absorbansi sampel

absorbansi standar x konsentrasi standar (mg dl-1)

F. Heat shock protein 70

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menyembelih ayam pada akhir penelitian. Sampel yang digunakan adalah otak (hypothalamus) ayam (Dridi et al. 2013) untuk analisa ekspresi gen heat shock protein (HSP 70), selanjutnya sampel (30 mg) dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1.5 ml yang berisi ribonucleic acid (RNA) later sebanyak 500 µl. Sampel kemudian disimpan pada suhu -200C untuk analisa ekspresi gen. Tahapan untuk analisa ekspresi gen adalah sebagai berikut: 1. Isolasi dan ekstraksi RNA

(35)

17 kemudian disentrifus 12000 rpm selama 1 menit. Larutan dibuang, ditambahkan 250 µl washing buffer 2 dan disentrifus 12000 rpm selama 2 menit, kemudian kolom dipindahkan ke tabung 1.5 µl. Setelah ditambahkan 100 µl nuclease free water, sampel disentrifus 12000 rpm selama 1 menit. Pelet RNA (template) yang diperoleh disimpan pada suhu -200C sampai siap digunakan.

2. Reverse transcriptase

RNA hasil isolasi selanjutnya ditranskripsi ke dalam bentuk complementary DNA (cDNA) menggunakan metode kit trancriptor synthesis first strand cDNA (Thermo Scientific, Lithuania, EU) dengan langkah-langkah sebagai berikut : larutan terdiri dari 2 µl template RNA, 1 µl oligo (dT) dan 9 µl air. Larutan diinkubasi pada suhu 650C selama 5 menit, selanjutnya ditambahkan 4 µl 5xRB (buffer), 1 µl riboblock, 2 µl dNTP dan 1 µl reverse transcriptase, selanjutnya larutan diinkubasi menggunakan polymerase chain reaction (PCR) (GeneAmp PCR System 9700, AB Applied Biosystem) pada suhu 420C selama 5 menit dan

780C selama 5 menit. Kuantifikasi cDNA yang didapat dianalisa (absorbansi 260:280 nm yaitu 1.91 s.d 2.03) menggunakan spektrofotometer (Agilent 8453, USA).

3. Primer gen HSP70

Primer yang digunakan untuk housekeeping gene (GAPDH) terdiri atas : Forward- 5’GTG TTA TCA TCT CAG CTC CCT CAG-γ’, Reverse-5’GGT CAT AAG ACC CTC CAC AAT G’γ (275 bp) dan primer yang digunakan untuk mengamflifikasi mRNA HSP 70 terdiri atas : Forward-5’GAC AAG AGT ACA GGG AAG GAG AAC-γ’, Reverse-5’CTG GTC ACT GAT CTT TCC CTT CAG -γ’ (222 bp) (Al-Zhgoul et al. 2013).

4. Ekspresi gen HSP 70.

cDNA digunakan untuk ekspresi gen HSP70 dengan menggunakan real time polymerase chain reaction (RT-PCR) (Analytic Jena, AG qTower 4 kanal, Jerman). Reaksi RT-PCR menggunakan SYBR Green Select Master Kit (Appied Biosystem, USA) yaitu: 10 µl reaksi campuran yang digunakan mengandung 5 µl master mix; 0.25 µl primer forward dan 0,25 µl primer reverse, 1 µl cDNA dari sampel dan 3.5 µl nuklease-bebas air. Kondisi PCR dijalankan sebagai berikut, 950C selama 5 menit, 950C selama 10 detik (denaturation), diikuti dengan 600C selama 20 detik (Annealing) dan 720C selama 30 detik (extension). Proses PCR berlangsung selama 39 siklus.

Ekspresi gen HSP70 dihitung berdasarkan pendekatan jumlah relatif kuantitas mRNA gen target (HSP70) dengan gen kontrol (GAPDH) dengan metode perbandingan cycle threshold(Ct). Ekspresi antara gen target dengan gen kontrol

dapat dibandingkan dengan persamaan 2-∆∆Ct, dengan delta delta C

t (∆∆Ct) = Ct gen

target – Ct gen kontrol (Schmittgen dan Livak 2008).

Analisis data

(36)
(37)

19

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nutrien dan Senyawa Non Nutrien Tepung Kulit Manggis

Hasil analisis kandungan nutrien dan senyawa non nutrien tepung kulit manggis (TKM) disajikan pada Tabel 2.

Bahan pakan yang belum umum digunakan jika digunakan sebagai bahan pakan (substitusi maupun suplementasi) dianalisa terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan nutrien dan senyawa non nutrien sebagai pertimbangan dalam menyusun ransum dan menentukan tindakan-tindakan atau penerapan teknologi khusus sehingga nutrien yang dimiliki dapat dimanfaatkan lebih efektif.

Hasil analisis kandungan nutrien TKM (Tabel 2) menunjukkan, bahwa TKM belum dapat memenuhi syarat sebagai bahan pakan utama maupun substitusi, akan tetapi TKM dapat dijadikan sebagai salah satu sumber antioksidan alternatif. Hal ini dilihat dari kandungan senyawa non nutrien seperti antioksidan, saponin dan tanin. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode 1.1-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) menunjukkan bahwa bioaktif dalam TKM bekerja dominan sebagai antioksidan dengan mekanisme sebagai penangkap radikal bebas (radical scavenger). Antioksidan yang dimiliki kulit manggis berasal dari senyawa fitokimia terutama xanthone dan turunannya seperti : α - mangostin (78% dari kandungan total xanthone) (Kurose et al. 2012). TKM memiliki kandungan antioksidan (IC50)

yaitu 11.15 ppm. Nilai ini tidak bebeda jauh dengan kandungan antioksidan yang dimiliki oleh vitamin E (10.43 ppm) (Kurniawati 2011) dan vitamin C (9.43 ppm). Nilai antioksidan yang semakin kecil dalam suatu produk menunjukkan semakin besar aktivitasnya dan sebaliknya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kandungan saponin sebesar 8.24 g 100 g-1 (0.08 g kg-1 ransum) dan tanin sebesar 32.49 g 100 g-1 (0.32 g kg-1

Tabel 2 Kandungan nutrien dan senyawa non nutrien tepung kulit manggis

Kandungan Nutrien Jumlah

Bahan kering % 92.171

Kadar abu % 2.371

Protein kasar % 4.371

Lemak kasar % 0.981

Serat kasar % 24.201

Beta – N % 60.251

Energi bruto (kkal kg-1) 4676.001

Ca % 0.121

P total % 0.021

Saponin (g 100 g-1) 8.242

Tanin (g 100 g-1) 32.492

α – mangostin (ppm) 40.633

Antioksidan (IC50 (ppm)) 11.153

(38)

20

ransum) yang terdapat di dalam TKM berada dalam batas toleransi untuk ransum ayam. Batas toleransi saponin dan tanin di dalam ransum ayam yaitu 4.5 g kg-1 (Abbas 2013) dan 2.6 g kg-1 (Kumar et al. 2005), oleh karena itu TKM mengandung saponin dan tanin yang rendah dan tidak bersifat toksik serta dapat digunakan di dalam ransum unggas.

Dampak Suhu Kandang terhadap Produktivitas dan Ekspresi Gen Heat

Shock Protein 70 pada Ayam Petelur

Performa Ayam Petelur

Rataan performa ayam petelur disajikan pada Tabel 3. Hasil uji statistik menunjukan bahwa performa ayam petelur (Tabel 3) tidak dipengaruhi oleh suhu kandang yang berbeda (Gambar 2 dan Gambar 3).

Hasil penelitian serupa juga ditemukan oleh Komalasari (2014) bahwa suhu kandang yang berbeda (220C, 280C dan 340C) tidak mempengaruhi performa

(konsumsi ransum, berat telur, produksi telur, konversi ransum dan mortalitas) ayam petelur dan ayam kampung, akan tetapi dipengaruhi oleh bangsa ayam. Ayam kampung memiliki performa lebih rendah dibandingkan ayam petelur. Berbeda dengan hasil penelitian Amizar (2014) bahwa performa ayam broiler dipengaruhi oleh suhu kandang yang berbeda, performa terbaik diperoleh pada ayam broiler yang dipelihara dengan suhu kandang terkontrol menggunakan air conditioner dibandingkan ayam broiler yang dipelihara pada kandang suhu tropis.

Parent stock ayam petelur dan ayam broiler sudah lama didomestikasi di Indonesia, namun respon diantara kedua ayam tersebut berbeda. Ayam petelur beradaptasi mulai dari 0 – 24 minggu diduga sudah mulai terbiasa dengan suhu lingkungan tropis, jika ayam petelur mengalami stres panas sebagai akibat meningkatnya suhu lingkungan, ayam petelur memiliki laju pertumbuhan dan metabolisme yang lambat serta rentang waktu yang panjang bisa digunakan untuk recovery sehingga lama-kelamaan stres yang dialami menjadi hal yang biasa tanpa mempengaruhi performa. Berbeda dengan ayam broiler yang memiliki siklus hidup yang singkat (0 – 5 minggu), responsif terhadap perubahan suhu lingkungan, laju pertumbuhan dan metabolisme yang sangat cepat guna menghasilkan performa optimal sehingga apabila menerima stres dari lingkungan akan cepat bereaksi. Tabel 3 Rataan performa ayam petelur umur 24 – 34 minggu

Peubah Perlakuan

R0 (n = 40) A (n = 40) Konsumsi ransum (g ekor-1 hari-1) 10γ.75±λ.γ1 10γ.λ5±1β.γ1 Berat telur (g butir-1) 5γ.1γ±1.77 55.β8±1.55 Produksi telur harian (%) 86.65±λ.βλ 85.75±7.λγ Masa telur (g ekor-1) γ57γ.ββ±1γ6.64 γ666.λ1±115.48

Konversi ransum β.β5±0.08 β.18±0.08

Mortalitas (%) β.5 0

(39)

21

Gambar 2 Rataan suhu dan kelembaban pada kandang terbuka selama penelitian (R0)

Gambar 3 Rataan suhu dan kelembaban pada kandang tertutup selama penelitian (A)

(40)

22

Performa ayam petelur (konsumsi ransum, berat telur dan produksi telur) setiap minggu (Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6) umur 24 minggu-34 minggu menunjukkan bahwa secara keseluruhan perlakuan R0 tidak berbeda dengan perlakuan A.

Gambar 4 Rataan konsumsi ransum ayam petelur setiap minggu umur 24-34 minggu. R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang

tertutup menggunakan AC), B (Lohmann Brown Lite),

.

Gambar 5 Rataan berat telur ayam petelur setiap minggu umur 24-34 minggu. R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC), B (Lohmann Brown Lite),

(41)

23

Kualitas Fisik Telur Ayam

Rataan kualitas fisik telur ayam petelur disajikan pada Tabel 4. Hasil uji statistik menunjukan bahwa suhu kandang yang berbeda selama penelitian berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap warna kuning telur, sedangkan persentase kerabang telur, persentase kuning telur, persentase putih telur, tebal kerabang, haugh unit (HU) dan warna kerabang telur tidak dipengaruhi oleh suhu kandang yang berbeda.

Deposit pigmen warna kuning telur dipengaruhi oleh jenis pigmen dalam ransum (Leeson dan Summers 2005), bangsa, jenis ayam, kondisi kandang (cage and floor) (Marussich dan Bauernfeind 1981), lipid, antioksidan, antibiotik, obat-obatan (Karunajeewa et al. 1984) dan intensitas cahaya (Fletcher et al. 1977; Fletcher 1981; Janky et al. 1985; Woodward et al. 1986). Marussich dan Bauernfeind (1981) menyatakan bahkan ayam yang dipelihara berasal dari bangsa, jenis dan kondisi kandang yang sama dapat menghasilkan perbedaan warna kuning telur. Perbedaan warna disebabkan oleh fisiologis setiap ayam yang berbeda sehingga kemampuan dalam menyerap pigmen warna berbeda pula.

Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perbedaan warna kuning telur pada perlakuan R0 dan A. Perbedaan warna kuning telur ini diduga karena perbedaan intensitas cahaya pada masing-masing kandang. Asumsi ini berdasarkan penelitian Fletcher et al. (1977) bahwa intensitas cahaya yang berbeda mempengaruhi pigmentasi pada broiler. Kandang pada penelitian ini terdiri dari dua model kandang yaitu kandang terbuka tanpa menggunakan AC dan kandang tertutup

Gambar 6 Rataan produksi telur harian ayam petelur setiap minggu umur 24-34 minggu.

R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC), B (Lohmann Brown Lite),

(42)

24

menggunakan AC. Kandang terbuka memiliki tambahan cahaya alami yang tidak dimiliki oleh kandang tertutup. Hasil penelitian Woodward et al. (1986) menunjukkan tidak adanya perbedaan warna kuning telur yang dihasilkan antara ayam yang dipelihara pada kandang dengan sistem closed house dengan open housed. Ayam yang dipelihara pada kandang open housed lebih efisien dalam pigmentasi warna kuning telur, hal ini diduga karena efek cahaya alami yang diterima.

Cahaya mempengaruhi pigmen xanthophylls di dalam pakan, meskipun panas dan cahaya dapat menyebabkan konsentrasi xanthophylls menurun (Bartov dan Bornstein 1967), namun cahaya dengan sendirinya juga dapat menyebabkan perubahan struktural atau isomerisasi. Konsentrasi total xanthophylls mungkin menurun, tetapi akibat cahaya warna dari xanthophylls dapat meningkat. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi warna akhir atau pigmentasi adalah efek cahaya pada metabolisme atau penyerapan xanthophylls dan pengaruh kondisi lingkungan (selain cahaya) yang dapat mempengaruhi konsumsi pakan, penyerapan dan metabolisme pigmen.

Kualitas Kimia Telur Ayam

Rataan kualitas kimia telur ayam petelur disajikan pada Tabel 5. Suhu kandang yang berbeda selama penelitian berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap aktivitas enzim superoxide dismutase (SOD) dan nilai thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) kuning telur. Kolesterol kuning telur nyata (P<0.05) dipengaruhi oleh suhu kandang yang berbeda.

Enzim SOD merupakan salah satu enzim antioksidan endogenus selain gluthathione peroxidase (GSH-Px), catalase (CAT) dan metal binding protein yang diproduksi di dalam tubuh berfungsi sebagai pertahanan pertama yang bertanggung jawab mencegah pembentukan radikal bebas (Surai 1999). Zou et al (2007) menyatakan bahwa SOD melindungi organ penting dari serangan radikal bebas dan memelihara fungsi fisiologis tubuh berjalan secara normal dari kelebihan radikal bebas, selanjutnya Leeson dan Summers (2001) menyatakan bahwa SOD bekerja Tabel 4 Rataan kualitas fisik telur ayam petelur umur 24 – 34 minggu

Peubah Perlakuan Standar

R0 (n = 60) A (n = 60)

Kerabang telur (%) 1β.1λ±0.58 11.λ5±0.4β 8.50-10.501

Kuning telur (%) βγ.1λ±1.01 βγ.λ8±0.65 β5-γγ1

Putih telur (%) 64.6γ±1.1λ 64.64±0.44 57-651

Tebal kerabang (mm) 0.γγ±0.01 0.γγ±0.01 0.γ6β Warna kuning telur 8.05±0.γ7a 7.57±0.1βb

-Haugh unit λ8.01±1.41 λ5.57±1.β8 >7βγ

Warna kerabang telur 8.5β±0.04 8.66±0.14

-Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05). R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC). 1Nys dan Guyot (2011), 2Mignon-Grasteau et al. (2015), 3USDA

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1  Komposisi dan kandungan nutrien ransum kontrol (R0) pada penelitian
Tabel 2  Kandungan nutrien dan senyawa non nutrien tepung kulit manggis
Gambar 2   Rataan suhu dan kelembaban pada kandang terbuka selama penelitian (R0)
+7

Referensi

Dokumen terkait