• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penderita Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di Rsu Sundari Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penderita Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di Rsu Sundari Medan"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

45

Lampiran 1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat Pagi/Siang Bapak/Ibu,

Pada hari ini, saya Dwi Astuti Permanasari yang sedang menjalani pendidikan S-1 Reguler di Fakultas Farmasi USU, ingin menjelaskan kepada Bapak/Ibu tentang penelitian yang akan saya lakukan tentang “Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penderita Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan di RSU Sundari Medan’’. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam melakukan terapi obat.

Hipertensi merupakan keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah tubuh dari batas normalnya, dimana dibutuhkan kepatuhan penderita agar kesembuhan dapat tercapai. Pemberian obat pada pasien hipertensi membutuhkan jangka waktu yang lama dan efektifitas obat yang optimal dalam waktu tertentu sehingga dibutuhkan kepatuhan pasien dalam pengobatan. Mengetahui faktor kepatuhan pasien hipertensi sangat penting terutama agar tekanan darah pasien tetap stabil dan tidak berkisar pada tekanan darah yang tinggi kembali. Saya akan memberikan kuesioner yang berisi identitas Bapak/Ibu dan juga kuesioner tentang kepatuhan dalam mengkonsumsi obat antihipertensi.

Penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi Bapak/Ibu sekalian. Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini adalah sukarela. Kerahasiaan data Bapak/Ibu juga akan saya jaga. Bila keterangan yang saya berikan kurang jelas, Bapak/Ibu dapat langsung bertanya kepada saya. Setelah Bapak/Ibu memahami hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu yang terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani lembar persetujuan penelitian. Atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih.

Nama : Dwi Astuti Permanasari Telepon : 0821 2277 5727

Medan, April 2015

(2)

46

Lampiran 2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent) LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

( INFORMED CONSENT) Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur : tahun

Alamat :

Setelah mendapat penjelasan secukupnya dari penelitian yang berjudul “Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penderita Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan di RSU Sundari Medan’’, dan memahami bahwa subjek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dan tanpa paksaan dalam keikutsertaannya, maka saya setuju ikut serta dalam penelitian ini dan bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang telah disepakati.

Medan, April 2015

Mengetahui, Yang menyatakan,

Peneliti Peserta Penelitian

(3)

47 Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TINGKAT KEPATUHAN PASIEN PENDERITA HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI

RSU SUNDARI MEDAN

I. Kuesioner Demografi Pasien (Diisi oleh peneliti)

No. Responden : Hari/Tanggal/Jam :

I. Kuesioner Data Demografi Petunjuk Pengisian :

Bapak/Ibu/Saudara/I diharapkan :

1. Menjawab setiap pernyataan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist (√) pada tempat yang tersedia.

2. Tiap satu pernyataan diisi dengan satu jawaban.

3. Bila ada pertanyaan yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.

1. Usia Anda:

< 55 tahun

55 - 64 tahun

65 – 74 tahun

> 75 tahun 2. Jenis Kelamin:

Wanita

Laki-laki 3. Pendidikan terakhir:

SD

SMP

SMA

D3/S1

4. Suku Anda: _______________

II. Riwayat Hipertensi 1. Sudah berapa lama Anda menderita penyakit hipertensi?

< 5 tahun

5-9 tahun

> 10 tahun

2. Apakah ada anggota keluarga Anda yang menderita hipertensi?

Ya

Tidak

Jika Ya, Siapa saja?

Ayah kandung

Ibu kandung
(4)

48 3. Berapa ukuran tekanan darah

Anda sekarang ini? (_____mmHg) III. Riwayat Pengobatan

1. Apakah Anda baru pertama kali menjalani proses pengobatan secara medis untuk hipertensi?

Ya

Tidak

Jika Tidak, Sudah berapa kali Anda menjalani pengobatan?

2 kali

3-4 kali

> 4 kali setahun

2. Sudah berapa lama Anda

menjalani pengobatan secara medis untuk hipertensi?

< 1 tahun

1-3 tahun

>3 tahun

3. Apakah setelah melakukan pengobatan secara medis, keadaan penyakit Anda menjadi lebih baik?

Ya

Tidak

4. Berapa jenis obat anti-hipertensi yang Anda konsumsi?

1 jenis obat

2 jenis obat

3-5 jenis obat

5. Apakah Anda mengkonsumsi obat hipertensi secara teratur sesuai dengan anjuran dokter?

Ya

Tidak

Jika Tidak, apa alasan Anda untuk tidak patuh terhadap pengobatan hipertensi yang Anda jalani saat ini?

Sudah jenuh dengan proses pengobatan

Takut atau tidak suka minum obat

Dll. (tuliskan_______________) (bisa diisi lebih dari 1 pilihan) 6. Apakah Anda melakukan

pemeriksaan ulang ke dokter (check up) setelah obat anti-hipertensi yang diresepkan habis?

Ya

Tidak

Jika Ya, Apakah Anda rutin melakukannya?

Ya

Tidak

7. Apakah ada efek samping obat yang tidak Anda inginkan setelah mengkonsumsi obat yang

diresepkan?

Ya

Tidak

8. Selain mengkonsumsi obat yang diresepkan dokter. Apakah Anda menggunakan pengobatan yang lain?

Ya

Tidak

Jika Ya, Apa pengobatan yang diberikan?

(____________________)

9. Apakah kondisi Anda lebih baik setelah melakukan pengobatan tersebut?

(5)

49 10. Berapa lama pengobatan yang

diberikan oleh dokter kepada Anda untuk sekali pemakaian?

(_________________) IV. Pelayanan Kesehatan 1. Apakah Anda puas dengan pelayanan kesehatan yang diberikan untuk mengobati penyakit Anda?

Puas

Cukup puas

Tidak puas

2. Apakah Anda puas dengan cara dokter dan tenaga kesehatan dalam menangani penyakit Anda?

Puas

Cukup puas

Tidak puas

3. Apakah Anda memperoleh informasi yang cukup tentang penyakit dan cara pengobatan penyakit Anda?

Ya

Tidak

4. Apakah Anda terkandala dengan biaya pengobatan hipertensi?

Ya

Tidak

5. Menurut Anda, Apakah biaya untuk pengobatan hipertensi Anda mahal?

Ya

Tidak

6. Apakah Anda mudah untuk mendapat obat yang diresepkan di apotik?

(6)

50

V. Kuesioner Kepatuhan MMAS (Morisky Medication Adherence Scale)

Pertanyaan

Jawaban Pasien Skor

(Ya= 1 / Tidak= 0) Ya Tidak

1. Pernahkah Anda lupa minum obat ?

2. Selain lupa, mungkin Anda tidak minum obat karena alasan lain. Dalam 2 minggu terakhir, apakah Anda pernah tidak minum obat? Mengapa?

3. Pernahkah Anda mengurangi atau berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter karena Anda merasa obat yang diberikan membuat keadaan Anda menjadi lebih buruk?

4. Pernahkah Anda lupa membawa obat ketika bepergian ?

5. Apakah Anda masih meminum obat Anda kemarin?

6. Apakah Anda berhenti minum obat ketika Anda merasa gejala yang dialami telah teratasi? 7. Meminum obat setiap hari merupakan sesuatu

ketidaknyamanan untuk beberapa orang. Apakah Anda merasa terganggu harus minum obat setiap hari?

8. Berapa sering Anda lupa minum obat? a. Tidak Pernah

b. Sesekali

c. Kadang - kadang d. Biasanya

e. Selalu Ket :

Selalu : 7 kali dalam seminggu Biasanya : 4-6 kali dalam seminggu Kadang- kadang : 2-3 kali dalam seminggu Sesekali : 1 kali dalam seminggu Tidak Pernah : Tidak pernah lupa

A= 0 B-E= 1

Total Skor Skor >2 = rendah

(7)

51 Lampiran 4. Uji signifikansi

a. Tabel hasil analisis hubungan usia pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Ranks

Usia N Mean Rank

Tingkatkepatuhan <55 tahun 36 55.56

56-64 tahun 39 53.53

>65 tahun 25 38.50

Total 100

Test Statisticsa,b

Tingkatkepatuhan

Chi-Square 10.589

Df 2

Asymp. Sig. .005

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Usia

b. Tabel hasil analisis hubungan jenis kelamin pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Tingkatkepatuhan 100 1.76 .429 1 2

Jeniskelamin 100 1.45 .500 1 2

Ranks

Jeniskelamin N Mean Rank Sum of Ranks

Tingkatkepatuhan Wanita 55 50.68 2787.50

Laki-laki 45 50.28 2262.50

(8)

52 Test Statisticsa

Tingkatkepatuhan

Mann-Whitney U 1227.500

Wilcoxon W 2262.500

Z -.094

Asymp. Sig. (2-tailed) .925

a. Grouping Variable: Jeniskelamin

c. Tabel hasil analisis hubungan pendidikan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Ranks

Pendidikan N Mean Rank

Tingkatkepatuhan SD 18 54.17

SMP 20 55.00

>SMA 62 47.98

Total 100

Test Statisticsa,b

Tingkatkepatuhan

Chi-Square 2.257

df 2

Asymp. Sig. .324

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Pendidikan

d. Tabel hasil analisis hubungan lamanya menderita pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Ranks

Lamamenderita N Mean Rank

Tingkatkepatuhan <5 tahun 57 55.48

5-9 tahun 23 45.11

>10 tahun 20 42.50

(9)

53 Test Statisticsa,b

Tingkatkepatuhan

Chi-Square 7.302

df 2

Asymp. Sig. .026

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Lamamenderita

e. Tabel hasil analisis hubungan banyaknya jenis obat pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Ranks

Banyakobat N Mean Rank

Tingkatkepatuhan 1 jenis 57 55.48

2 jenis 25 44.50

3-5 jenis 18 43.06

Total 100

Test Statisticsa,b

Tingkatkepatuhan

Chi-Square 7.192

df 2

Asymp. Sig. .027

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Banyakobat

f. Tabel hasil analisis hubungan pemeriksaan ulang (check up) pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Tingkatkepatuhan 100 1.76 .429 1 2

(10)

54 Ranks

Checkup N Mean Rank Sum of Ranks

Tingkatkepatuhan Ada 76 47.37 3600.00

Tidak ada 24 60.42 1450.00

Total 100

Test Statisticsa

Tingkatkepatuhan

Mann-Whitney U 674.000

Wilcoxon W 3600.000

Z -2.597

Asymp. Sig. (2-tailed) .009

a. Grouping Variable: Checkup

g. Tabel hasil analisis hubungan reaksi obat yang merugikan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Tingkatkepatuhan 100 1.76 .429 1 2

Reaksiobat 100 1.85 .359 1 2

Ranks

Reaksiobat N Mean Rank Sum of Ranks

Tingkatkepatuhan Ada 15 45.83 687.50

Tidak ada 85 51.32 4362.50

Total 100

Test Statisticsa

Tingkatkepatuhan

Mann-Whitney U 567.500

Wilcoxon W 687.500

Z -.913

Asymp. Sig. (2-tailed) .361

(11)

55

h. Tabel hasil analisis hubungan pengobatan lain pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Tingkatkepatuhan 100 1.76 .429 1 2

Pengobatanlain 100 1.65 .479 1 2

Ranks

Pengobatanlain N Mean Rank Sum of Ranks

Tingkatkepatuhan Ada 35 49.64 1737.50

Tidak ada 65 50.96 3312.50

Total 100

Test Statisticsa

Tingkatkepatuhan

Mann-Whitney U 1107.500

Wilcoxon W 1737.500

Z -.293

Asymp. Sig. (2-tailed) .769

a. Grouping Variable: Pengobatanlain

i. Tabel hasil analisis hubungan pelayanan dokter pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Tingkatkepatuhan 100 1.76 .429 1 2

Pelayanandokter 100 1.70 .461 1 2

Ranks

Pelayanandokter N Mean Rank Sum of Ranks

Tingkatkepatuhan Puas 30 54.17 1625.00

Cukup puas 70 48.93 3425.00

(12)

56 Test Statisticsa

Tingkatkepatuhan

Mann-Whitney U 940.000

Wilcoxon W 3425.000

Z -1.118

Asymp. Sig. (2-tailed) .263

a. Grouping Variable: Pelayanandokter

j. Tabel hasil analisis hubungan lamanya regimen pengobatan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Ranks

Lamaregimenpengobatan N Mean Rank

Tingkatkepatuhan 7 hari 23 51.63

10 hari 52 51.92

15 hari 25 46.50

Total 100

Test Statisticsa,b

Tingkatkepatuhan

Chi-Square 1.161

df 2

Asymp. Sig. .560

a. Kruskal Wallis Test

(13)

57

(14)

58

(15)

59

(16)

43

DAFTAR PUSTAKA

Badan POM, R.I. (2006). Kepatuhan Pasien: Faktor Penting Keberhasilan Terapi. Info POM. 7(5) : Halaman: 1-12. ISSN 1829-9334.

Baradero, M., Dayrit wilfrid Mary., siswadi Yakobus. (2008). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta : EGC. Halaman: 156.

Brunner, L dan Suddarth, D. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. (H. Kuncara, A. Hartono, M. Ester, Y. Asih, Terjemahan). Edisi 8 Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman: 216-220.

Chobanian, A.V., Bakris, G.K., Black, H.R., Cushman, W.C., Green, L.A., Izzo, J.L., Jones, D.W., Materson, B.J., Oparil, S., Wright, J.T., Rocella, E.J., and the National High Blood Pressure Education Program Coordinating Committee. (2004). The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. US Departement of Health and Human Services, Boston. Halaman: 1-86.

Cohen, L.D., Townsend, R.R. (2008). In the Clinic Hypertension. Diakses Tanggal 05 Maret 2015. Available from: www.annals.org/intheclinic/. Departemen Kesehatan, R.I. (2006). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit

Hipertensi. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Departemen Kesehatan RI. Halaman: 3-7, 14,16.

Julius, S. (2008). Clinical Implications of Pathophysiologic Changes in the Midlife Hypertensive Patients. American Heart Journal. 122: 886-891. Kementerian Kesehatan, R.I. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Halaman: 88-90.

Kementerian Kesehatan, R.I. (2014). InfoDatin-Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman: 1-7.

Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar, J., dan Lwangsa, S.K. (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Halaman: 46-55.

(17)

44

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe, P.C. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Lippincott’s Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah Azwar Agoes. Edisi II. Jakarta. Widya Medika. Halaman: 184.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Halaman: 79-88.

Novian, A. (2013). Kepatuhan diit pasien hipertensi. Semarang: Jurnal Kesehatan Masyarakat. 9(1) : 1-105.

Rahajeng, E., dan Tuminah, S. (2009). Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 59(12) : 580-587.

Ramadhan, A. M., Ibrahim, A., dan Utami, A. I. (2015). Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas Sempaja Samarinda. Samarinda: Jurnal Sains dan Kesehatan.1(2) : 1-89. Saragi, S. (2011). Panduan Penggunaan Obat. Rosemata Publisher. Jakarta.

Halaman: 1-36.

Smet, Bart. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : Gramedia Widia Sarana. Halaman: 214.

Soetrisno, E. (1986). Menaklukkan Hipertensi. Jakarta : Ladang pustaka. Halaman:149-151.

Uyanto, S. S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Edisi Ketiga. Yogyakarta : Graha Ilmu. Halaman: 257-270.

WHO. (2003). Adherence to Long-Term Therapies: Evidence for Action. World Health Organization, Switzerland. Halaman: 27-36.

WHO. (2013). A global brief on Hypertension : Silent Killer, global public health crisis. World Health Organization Press, Geneva. Halaman: 9, 20.

(18)

20 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif analitik dengan rancangan cross-sectional. Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi suatu efek atau penyakit pada suatu waktu, oleh karena itu disebut juga dengan studi prevalensi (Notoatmodjo, 2005). Pengumpulan data diperoleh dengan membagikan kuesioner demografi pasien dan kuesioner MMAS (Morisky Medication Adherence Scale) untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien penderita hipertensi pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Sundari Medan.

3.2 Langkah Penelitian

a. Meminta surat permohonan ke Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di RSU Sundari Medan.

b. Menghubungi Direktur utama RSU Sundari untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas Farmasi USU.

c. Meminta persetujuan Komisi Etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan ke Fakultas Kedokteran USU.

d. Mengumpulkan data berupa kuesioner dan rekam medik pasien hipertensi rawat jalan selama bulan April-Juni 2015.

(19)

21 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di bagian kardiologi dan penyakit dalam RSU Sundari Medan pada bulan April-Juni 2015 dengan cara membagikan kuesioner kepada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Sundari Medan.

3.4 Populasi

Subjek penelitian ini adalah pasien rawat jalan penderita hipertensi bagian kardiologi dan penyakit dalam Rumah Sakit Umum Sundari Medan.

3.5 Sampel

Subjek penelitian yang dipilih adalah semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

a. Kriteria inklusi:

1. Pasien yang didiagnosa menderita penyakit hipertensi dengan atau tanpa penyakit komplikasi.

2. Bersedia mengikuti penelitian ini. 3. Umur pasien ≥ 18 tahun.

b. Kriteria eksklusi:

1. Tidak bisa berkomunikasi dengan baik.

(20)

22

populasi secara keseluruhan (Notoatmodjo, 2005). Pengambilan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus (Lemeshow, 1997):

n= Z21-a/2 P(1-P) d2

Keterangan : n = Jumlah Sampel Minimal

Z1-a/2 = Derajat Kemaknaan

P = Proporsi Pasien

d= Tingkat presisi / deviasi

Dengan persen kepercayaan yang diinginkan 90%; Z1-a/2= 1,64; P= 0,5; d= 0,1 Maka diperoleh besar sampel minimal:

n = 1,642 x 0,5 (1-0,5) 0,12

= 67,24 orang

Jadi, jumlah sampel minimal adalah 68 orang. Namun demikian, digenapkan menjadi 100 orang pasien.

3.6 Defenisi Operasional

Pembatasan operasional penelitian dijelaskan melalui defenisi operasional berikut:

(21)

23

defenisi JNC VII. Penelitian ini tidak mengelompokkan subjek ke dalam tingkatan hipertensi serta tidak membedakan hipertensi primer dan hipertensi sekunder. b. Tingkat Kepatuhan: merupakan suatu kondisi yang responden untuk melaksanakan terapi obat sesuai yang telah diinstruksikan kepadanya. Tingkat kepatuhan dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, banyaknya jenis obat yang diminum, lamanya menderita hipertensi, pengobatan lain, keharusan pemeriksaan ulang, pelayanan dokter dan lamanya regimen pengobatan (Yogiantoro, 2009).

c. Jenis Kelamin: perbedaan gender responden yang dibedakan atas pria atau wanita.

d. Usia pasien: total lama waktu subjek sejak tanggal kelahiran hingga saat dilakukan pemeriksaan dalam penelitian. Usia dibagi dalam beberapa kelompok yaitu: <55 tahun, 55-64 tahun, >65 tahun.

e. Pendidikan: jenjang sekolah formil terakhir yang diselesaikan subjek penelitian. Pendidikan dibagi atas: SD, SMP, ≥SMA.

f. Banyaknya obat yang diminum: banyaknya kombinasi obat yang digunakan oleh dokter untuk diminum oleh pasien yang bersangkutan.

g. Lamanya menderita hipertensi: total lama waktu subjek sejak didiagnosa hipertensi hingga saat dilakukan pemeriksaan dalam penelitian dihitung sejak pertama kali mengalami tekanan darah diatas normal.

(22)

24

i. Pengobatan lain: merupakan pengobatan alternatif yang dijalani oleh pasien selain pengobatan yang diberikan oleh dokter.

j. Pelayanan dokter: pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

k. Lamanya regimen pengobatan: total lama waktu subjek menjalankan pengobatan yang dianjurkan oleh dokter.

l. Reaksi obat yang merugikan: setiap respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak dimaksudkan, terjadi pada dosis biasa yang digunakan pada manusia untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit atau untuk memodifikasi fungsi fisiologik. Tidak termasuk kegagalan terapi, overdosis, penyalahgunaan obat, ketidakpatuhan dan kesalahan obat.

3.7 Sumber Data

Sumber data diperoleh dengan memberikan kuesioner demografi dan MMAS kepada pasien hipertensi rawat jalan di RSU Sundari Medan. Salah satu alat pendeteksi kepatuhan dalam minum obat adalah MMAS. Kuesioner ini terdiri atas 8 pertanyaan terkait perilaku pasien terhadap pengobatannya dengan jawaban iya atau tidak pada nomor 1 hingga 7, pada nomor 8 jawaban berupa spektrum selalu hingga tidak pernah. MMAS memiliki sensitifitas sebesar 93% dan spesifisitas sebesar 53% pada sebuah studi kepatuhan minum obat antihipertensi (Morisky, 2008).

(23)

25

nilai 0, kepatuhan sedang memiliki nilai 1 - 2, dan kepatuhan rendah memiliki nilai > 2.

3.8 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini cara pengumpulan data didapat melalui penyebaran kuesioner dalam dua bagian yaitu kuesioner demografi pasien dan kuesioner MMAS yang diberikan ke pasien penderita hipertensi rawat jalan. Kuesioner demografi pasien yang diisi oleh peneliti didapat dari rekam medik pasien dan kuesioner MMAS langsung diisi oleh pasien disertai dengan wawancara singkat. Responden tersebut diketahui menderita hipertensi setelah dilakukan pengukuran tekanan darah oleh perawat yang bertugas pada saat itu dan pemeriksaan tekanan darah ini wajib dilakukan bagi setiap responden untuk setiap kali melakukan kunjungan pengobatan. Jawaban kuesioner yang telah diisi oleh responden ditabulasikan hasilnya dan setiap faktor tingkat kepatuhan dianalisis hingga diperoleh prevalensi setiap faktor tingkat kepatuhan tersebut dengan kepatuhan responden dalam melaksanakan terapi obat.

3.9 Teknik Analisis Data

(24)

26

terdistribusi normal memakai uji parametrik dan data tidak terdistribusi normal memakai uji non parametrik.

(25)

27 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data demografi

Data demografi pasien terdiri dari faktor internal usia, jenis kelamin, pendidikan dan faktor eksternal lamanya menderita hipertensi, banyaknya jenis obat, pemeriksaan ulang, reaksi obat yang merugikan, pengobatan lain, lamanya regimen pengobatan, dan pelayanan dokter. Sebelum mengetahui hubungan antara demografi pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam mengkonsumsi obat antihipertensi, sebaiknya mengetahui gambaran tentang demografi pasien terlebih dahulu (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pasien hipertensi rawat jalan berdasarkan faktor internal

Faktor Internal

Demografi Pasien Frekuensi (n) orang Persentase (%) Usia

a. <55 tahun b. 56-64 tahun c. >65 tahun

36 39 25 36 39 25

Total 100 100

Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 45 55 45 55

Total 100 100

Pendidikan a. SD b. SMP

c. ≥ SMA

18 20 62 18 20 62

Total 100 100

(26)

28

darah besar seiring bertambahnya usia seseorang, sehingga dinding pembuluh darah menjadi kaku dan lumen menjadi lebih sempit yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah sistolik (Rahajeng dan Tuminah, 2009).

Berdasarkan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki sebanyak 55 orang (55%). Laki-laki sebenarnya memiliki resiko lebih besar menderita hipertensi dibanding dengan perempuan, karena tekanan darah pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Namun, resiko hipertensi pada perempuan akan meningkat setelah melalui fase menopause, kondisi ini berkaitan dengan perubahan sistem hormonal (Julius, 2008).

Berdasarkan tingkat pendidikan ≥SMA sebanyak 62 orang (62%). Hasil penelitian juga mengatakan bahwa kelompok pendidikan ≥SMA paling tinggi prevalensi nya menderita hipertensi diduga akibat ketidakpatuhan meminum obat antihipertensi.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pasien hipertensi rawat jalan berdasarkan faktor eksternal

Faktor Eksternal

Demografi Pasien Frekuensi (n) orang Persentase (%) Lama Menderita

a. <5 tahun b. 5-9 tahun c. >10 tahun

57 23 20 57 23 20

Total 100 100

Banyak Obat a. 1 jenis b. 2 jenis c. 3-5 jenis

57 25 18 57 25 18

Total 100 100

Pemeriksaan Ulang a. Ada

b. Tidak ada

76 24

76 24

(27)

29 Faktor Eksternal

Demografi Pasien Frekuensi (n) orang Persentase (%) Reaksi Obat yang Merugikan

a. Ada b. Tidak ada

15 85

15 85

Total 100 100

Pengobatan Lain a. Ada b. Tidak ada

35 65

35 65

Total 100 100

Lama Regimen Pengobatan a. 7 hari

b. 10 hari c. 15 hari

23 52 25 23 52 25

Total 100 100

Pelayanan Dokter a. Puas b. Cukup puas c. Tidak puas

30 70 - 30 70 -

Total 100 100

(28)

30

dokter yang menanganinya. Pasien hipertensi yang melakukan pengobatan lain sebanyak 35 orang (35%). Lamanya regimen pengobatan selama 10 hari sebanyak 52 orang (52%), yang paling banyak adalah pasien hipertensi dengan kelompok usia <55 tahun. Pasien hipertensi rawat jalan merasa bahwa pelayanan dokter cukup memuaskan dengan hasil sebanyak 70 orang (70%).

4.2 Nilai Kepatuhan Pasien

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa mayoritas pasien hipertensi rawat jalan memiliki tingkat kepatuhan rendah yaitu 76 orang (76%) ditunjukkan dengan nilai rata-rata untuk kepatuhan tinggi sebesar 26,88 dan nilai rata-rata untuk kepatuhan rendah sebesar 57,96. Hasil ini memberikan gambaran bahwa masih banyak pasien yang tidak patuh terhadap pengobatannya.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pasien hipertensi rawat jalan berdasarkan nilai kepatuhan

Kategori Frekuensi (n) orang Persentase (%) Rata-rata a. Kepatuhan Tinggi

b. Kepatuhan Rendah 24 76

24 76

26,88 57,96

Total 100 100

4.3 Hubungan karakteristik pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan terapi obat

(29)

31

memakai uji parametrik dan data tidak terdistribusi normal memakai uji non parametrik. Hasilnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

a. Hubungan usia dengan kepatuhan

Dari Tabel 4.4 didapatkan hasil analisis berdasarkan hubungan usia pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi.

Tabel 4.4 Hasil analisis hubungan usia pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Kategori Frekuensi (n) orang

Rata-rata

Variabel Uji Statistik

Nilai Signifikan a.<55 tahun

b.56-64 tahun c.>65 tahun

36 39 25 55,56 53,53 38,50 Usia dengan Tingkat Kepatuhan Kruskal-Wallis Test 0,005

Dari hasil uji statistik kruskal-wallis di dapatkan nilai signifikannya adalah 0,005 yang berarti nilai signifikannya lebih kecil dari nilai α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara usia terhadap tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan.

(30)

32

kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko lainnya serta individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami hipertensi (Yogiantoro, 2009).

Faktor usia yang sangat berkaitan dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya patut diwaspadai, terutama terhadap alasan lupa dalam meminum obatnya.

b. Hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan

Dari Tabel 4.5 di bawah ini menunjukkan hasil analisis berdasarkan hubungan jenis kelamin pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi.

Tabel 4.5 Hasil analisis hubungan jenis kelamin pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Kategori Frekuensi (n) orang

Rata-rata

Variabel Uji Statistik Nilai Signifikan a. Laki-laki b. Wanita 45 55 50,68 50,28 Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepatuhan Mann-Whitney Test 0,925

Dari hasil uji statistik mann-whitney di dapatkan nilai signifikannya adalah 0,925 yang berarti nilai signifikannya lebih besar dari nilai α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novian (2013), yang menyatakan jenis kelamin bukan merupakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada penatalaksanaan regimen terapi.

[image:30.595.119.508.364.487.2]
(31)

33

biasanya kaum perempuan lebih menjaga kesehatannya dibanding laki-laki. Tetapi dalam penelitian ini berbeda, hasil penelitian ini menunjukkan lebih banyak perempuan yang mengalami tekanan darah tinggi (Novian, 2013).

c. Hubungan pendidikan dengan kepatuhan

Tabel 4.6 di bawah ini menunjukkan hasil analisis berdasarkan hubungan pendidikan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi.

Tabel 4.6 Hasil analisis hubungan pendidikan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Kategori Frekuensi (n) orang

Rata-rata

Variabel Uji Statistik Nilai Signifikan a. SD b. SMP c. ≥SMA 18 20 62 54,17 55,00 47,98 Pendidikan dengan Tingkat Kepatuhan Kruskal-Wallis Test 0,324

Dari hasil uji statistik kruskal-wallis di dapatkan nilai signifikannya adalah 0,324 yang berarti nilai signifikannya lebih besar dari nilai α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan. Ini berbeda seperti yang dilakukan oleh Novian (2013), bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada penatalaksanaan regimen terapi.

[image:31.595.119.504.279.403.2]
(32)

34

tingkat pendidikan seseorang maka semakin rendah juga kemampuan seseorang dalam menjaga dan mengatur pola hidupnya, sehingga mudah terkena penyakit. d. Hubungan lamanya menderita hipertensi dengan kepatuhan

Tabel 4.7 di bawah ini menunjukkan hasil analisis berdasarkan hubungan lamanya menderita pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi.

Tabel 4.7 Hasil analisis hubungan lama menderita pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Kategori Frekuensi (n) orang

Rata-rata

Variabel Uji Statistik

Nilai Signifikan a. <5 tahun

b. 5-9 tahun c. >10 tahun

57 23 20 55,48 45,11 42,50 Lama Menderita dengan Tingkat Kepatuhan Kruskal-Wallis Test 0,026

[image:32.595.117.508.266.375.2]
(33)

35

didapatkan tidak memuaskan, sehingga pasien cenderung pasrah dan tidak mematuhi proses pengobatan yang dijalani.

Hasil dari penelitian ini pasien yang telah mengalami hipertensi <5 tahun paling banyak memiliki kepatuhan yang rendah, sedangkan pasien yang telah mengalami hipertensi >10 tahun lebih patuh dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi. Hal ini dikarenakan pasien yang mengalami hipertensi >5 tahun tidak patuh mengkonsumsi obat antihipertensi. Apabila tekanan darah mereka telah turun, mereka memberhentikan terapi pengobatan antihipertensi tersebut. Sehingga dalam jangka pendek tekanan darah mereka kembali naik karena tidak rutin terapi pengobatan antihipertensi.

e. Hubungan banyaknya jenis obat dengan kepatuhan

Tabel 4.8 di bawah ini menunjukkan hasil analisis berdasarkan hubungan banyaknya jenis obat yang diminum pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi.

Tabel 4.8 Hasil analisis hubungan banyaknya jenis obat pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Kategori Frekuensi (n) orang

Rata-rata

Variabel Uji Statistik

Nilai Signifikan a. 1 jenis

b. 2 jenis c. 3-5 jenis

57 25 18 55,48 44,50 43,06 Banyak Obat dengan Tingkat Kepatuhan Kruskal-Wallis Test 0,027

[image:33.595.118.503.473.597.2]
(34)

36

untuk tidak meminumnya. Kondisi ini dalam waktu jangka panjang akan menyebabkan terjadinya komplikasi penyakit (Soetrisno, 1986).

Pasien yang menderita penyakit hipertensi akan membutuhkan lebih dari 3 kombinasi obat antihipertensi untuk dapat menurunkan tekanan darah. Penambahan obat dari golongan yang berbeda boleh dilakukan ketika penggunaan obat tunggal atau kombinasi 2-3 obat dengan dosis adekuat gagal mencapai tekanan darah target. Pemberian obat dengan lebih dari 3 golongan obat antihipertensi dimungkinkan dapat mencapai target tekanan darah. Namun harus tetap memperhatikan keamanan, efek samping maupun interaksi obat, terutama pada pasien lansia.

f. Hubungan melakukan pemeriksaan ulang dengan kepatuhan

Tabel 4.9 di bawah ini memperlihatkan hasil analisis berdasarkan hubungan melakukan pemeriksaan ulang pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi.

Tabel 4.9 Hasil analisis hubungan pemeriksaan ulang pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Kategori Frekuensi (n) orang

Rata-rata

Variabel Uji Statistik

Nilai Signifikan a. Ada

b. Tidak ada 76 24

47,37 60,42

Check Up dengan Tingkat Kepatuhan

Mann-Whitney Test

0,009

[image:34.595.118.506.475.606.2]
(35)

37

Ketidakpatuhan pasien hipertensi juga terlihat dalam waktu kontrol pasien hipertensi yang mengatakan bahwa melakukan kontrol ke dokter sebulan 1 kali, namun dalam catatan rekam medik ternyata waktu kontrolnya tidak sesuai. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas pasien hipertensi tidak melakukan pemeriksaan ulang secara teratur.

Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kekosongan obat hipertensi sehingga pasien hipertensi tidak minum obat dan tekanan darah kemungkinan dapat naik kembali. Ketidakpatuhan pemeriksaan ulang pada dokter dapat disebabkan oleh keterbatasan biaya pengobatan untuk pasien hipertensi yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Ketidakpatuhan tersebut juga termasuk dalam ketidakpatuhan yang disengaja dan dapat diatasi dengan penggunaan frekuensi pemberian obat serta pengkontrolan dengan interval waktu yang lebih panjang (Saragi, 2011).

g. Hubungan reaksi obat yang merugikan dengan kepatuhan

[image:35.595.119.504.571.665.2]

Seperti yang ditunjukkan Tabel 4.10 didapatkan hasil analisis berdasarkan hubungan reaksi obat yang merugikan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi.

Tabel 4.10 Hasil analisis hubungan reaksi obat yang merugikan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Kategori Frekuensi (n) orang

Rata-rata

Variabel Uji Statistik

Nilai Signifikan a. Ada

b. Tidak ada 15 85 45,83 51,32 Reaksi Obat yang Merugikan dengan Tingkat Kepatuhan Mann-Whitney Test 0,361

(36)

38

menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara reaksi obat yang merugikan dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan.

Dari wawancara singkat yang telah dilakukan peneliti kepada pasien yang ikut berperan sebagai responden dalam penelitian ini, bahwa ada obat misalnya captopril yang menimbulkan efek samping yang merugikan pasien. Pasien mengalami batuk-batuk setelah mengkonsumsi obat tersebut. Pasien mengaku sedikit terganggu dengan keadaan tersebut. Sehingga pasien terkadang enggan untuk meminum obatnya karena merasa terganggu akibat dari efek obat tersebut. h. Hubungan pengobatan lain dengan kepatuhan

[image:36.595.119.504.428.543.2]

Hasil penelitian didapatkan analisis berdasarkan hubungan pengobatan lain pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi.

Tabel 4.11 Hasil analisis hubungan pengobatan lain pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Kategori Frekuensi (n) orang

Rata-rata

Variabel Uji Statistik

Nilai Signifikan a. Ada

b. Tidak ada 35 65 49,64 50,96 Pengobatan Lain dengan Tingkat Kepatuhan Mann-Whitney Test 0,769

Dari hasil uji statistik mann-whitney di dapatkan nilai signifikannya adalah 0,769 yang berarti nilai signifikannya lebih besar dari nilai α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pengobatan lain dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan.

(37)

39

resisten. Kesembuhan akan sulit dicapai jika pasien menggunakan pengobatan alternatif lain diluar pengobatan medis yang sedang dijalaninya. Hal ini disebabkan, apabila pasien mencoba pengobatan alternatif lain, maka secara otomatis pengobatan yang sedang dijalankan sekarang akan dihentikannya yang akibatnya terapi pada obat pertama yang diberikan tidak akan dicapai karena instruksi dokter untuk meminum obat yang diresepkan tidak dijalankan sepenuhnya oleh pasien. Jika dalam 6 bulan target pengobatan (termasuk target tekanan darah) tidak tercapai, harus dipertimbangkan untuk melakukan rujukan ke dokter spesialis atau subspesialis (Yogiantoro, 2009).

Tukar-menukar pengobatan atau tidak fokusnya pasien menjalani pengobatan akan berdampak buruk bagi pasien yang bersangkutan, lebih berbahaya lagi jika pasien tersebut mengkombinasikan semua obat-obatan dari semua tempat pelayanan kesehatan yang dikunjungi oleh pasien.

i. Hubungan lamanya regimen pengobatan dengan kepatuhan

[image:37.595.118.509.563.679.2]

Tabel 4.12 di bawah ini menunjukkan hasil analisis berdasarkan hubungan lamanya regimen pengobatan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi.

Tabel 4.12 Hasil analisis hubungan lama regimen pengobatan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Kategori Frekuensi (n) orang

Rata-rata

Variabel Uji Statistik

Nilai Signifikan a. 7 hari

b. 10 hari c. 15 hari

23 52 25 51,63 51,92 46,50 Lama Regimen Pengobatan dengan Tingkat Kepatuhan Kruskal-Wallis Test 0,560

(38)

40

menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara lamanya regimen pengobatan dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketidakpatuhan minum obat berhubungan dengan kompleksitas dan frekuensi regimen pengobatan. Banyaknya jumlah obat yang digunakan pasien, menunjukkan adanya kompleksitas regimen pengobatan yang dapat mempengaruhi kepatuhan (WHO, 2003).

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sehari sekali. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi (Yogiantoro, 2009).

j. Hubungan antara kepuasan atas pelayanan dokter dengan kepatuhan Tabel 4.13 di bawah ini memperlihatkan hasil analisis berdasarkan hubungan anatara kepuasan atas pelayanan dokter pada pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi.

Tabel 4.13 Hasil analisis hubungan pelayanan dokter kepada pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya

Kategori Frekuensi (n) orang

Rata-rata

Variabel Uji Statistik

Nilai Signifikan a. Puas

b. Cukup puas c. Tidak puas

(39)

41

Dari hasil uji statistik mann-whitney di dapatkan nilai signifikannya adalah 0,263 yang berarti nilai signifikannya lebih besar dari nilai α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pelayanan dokter dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan.

(40)

42 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan:

a. Berdasarkan tingkat kepatuhan menunjukkan bahwa mayoritas pasien memiliki kepatuhan yang rendah sebanyak 76 orang (76%).

b. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan dipengaruhi oleh faktor usia, lamanya menderita hipertensi, banyaknya jenis obat yang dikonsumsi, dan pemeriksaan ulang. 5.2 Saran

(41)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah ≥140 mm Hg (tekanan sistolik) dan atau

≥90 mmHg (tekanan diastolik) menurut Joint National Committe on Prevention

[image:41.595.118.511.472.560.2]

Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VII, 2003 (Novian, 2013). The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 telah memperbaharui klasifikasi, serta stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang. Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003

Klasifikasi tekanan darah

Tekanan darah sistolik, mm Hg

Tekanan darah diastolik, mm Hg

Normal <120 dan <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi stage 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi stage 2 ≥160 atau ≥100

(42)

8

tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi dan semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat (Depkes, R.I., 2006).

2.2 Etiologi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder, endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Depkes, R.I., 2006).

2.2.1 Hipertensi primer (essensial)

(43)

9

mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal dan angiotensinogen (Depkes, R.I., 2006).

2.2.2 Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder (Depkes, R.I., 2006).

2.3 Faktor Resiko Hipertensi

(44)

10

dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular daripada yang tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg yang merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah diastolik. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko lainnya, serta individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami hipertensi (Yogiantoro, 2009).

2.4 Patofisiologi Hipertensi 2.4.1 Tekanan darah arteri

Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi, faktor-faktor tersebut adalah:

a. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial

b. Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor c. Asupan natrium (garam) berlebihan

(45)

11

e. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron

f. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik

g. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal

h. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal

i. Diabetes mellitus j. Resistensi insulin k. Obesitas

l. Meningkatnya aktivitas vascular growth factors

m. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung dan tonus vaskular (Depkes, R.I., 2006). 2.5 Gejala Klinis dan Diagnosis Hipertensi

2.5.1 Gejala Klinis Hipertensi

(46)

12 2.5.2 Diagnosis Hipertensi

Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan, yaitu untuk menilai gaya hidup dan faktor risiko kardiovaskular lainnya atau bersamaan gangguan yang mungkin mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan, untuk mengetahui penyebab tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular.

Pemeriksaan pada hipertensi menurut PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia), terdiri atas:

1. Riwayat penyakit

a. Lama dan klasifikasi hipertensi b. Pola hidup

c. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular d. Riwayat penyakit kardiovaskular

e. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi f. Target organ yang rusak

g. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan 2. Pemeriksaan fisik

a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral c. Tinggi badan dan berat badan

d. Pemeriksaan funduskopi

(47)

13 3. Pemeriksaan laboratorium

a. Urinalisa

b. Darah : platelet, fibrinogen

c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat 4. Pemeriksaan tambahan

a. Foto rontgen dada b. EKG 12 lead c. Mikroalbuminuria d. Ekokardiografi

Tekanan darah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang akurat adalah awal yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua kali dan ambil rata-ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2 pembacaan per kunjungan diperoleh dari masing-masing 3 kali pertemuan selama 2 sampai 4 minggu diperoleh tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau 90 mmHg untuk diastolik. Menurut JNC 7, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau kurang. Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 samapi 139/89 mmHg. Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 sampai 159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 sampai 99 mmHg. Serta hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥100 mmHg (Cohen, 2008). 2.6 Komplikasi Hipertensi

(48)

14

(stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer dan gagal jantung (Depkes, R.I., 2006).

2.7 Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan utama terapi hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi serta berkaitan dengan kerusakan organ target (seperti kardiovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Target tekanan darah adalah <140/90 mmHg untuk hipertensi tanpa komplikasi dan <130/80 mmHg untuk pasien diabetes melitus dan gagal ginjal kronis (Chobanian, 2004).

Terapi hipertensi meliputi : a. Terapi non farmakologis

(49)

15

disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok. Modifikasi pola hidup dapat menurunkan tekanan darah, menambah efikasi obat antihipertensi dan mengurangi resiko komplikasi penyakit kardiovaskular (Chobanian, 2004).

b. Terapi farmakologis

Ada 9 kelas obat antihipertensi . Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB) dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa, agonis alfa 2 sentral, penghambat adrenergik dan vasodilator digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat utama.

(50)

16

(ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis kalsium (CCB) (Depkes, R.I., 2006).

Walaupun hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum dijumpai, tetapi kontrol tekanan darah masih buruk. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tekanan darah diastoliknya sudah tercapai tetapi tekanan darah sistolik masih tinggi. Diperkirakan dari populasi pasien hipertensi yang diobati tetapi belum terkontrol, 76.9% mempunyai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≤90 mmHg. Pada kebanyakan pasien, tekanan darah diastolik yang diinginkan akan tercapai apabila tekanan darah sistolik yang diiginkan sudah tercapai. Karena kenyataannya tekanan darah sistolik berkaitan dengan resiko kardiovaskular dibanding tekanan darah diastolik, maka tekanan darah sistolik harus digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit pada hipertensi.

(51)

17

Gambar 2.1 Algoritma Pengobatan Hipertensi

2.7.1 Mencapai Tekanan Darah pada masing-masing pasien

Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan

Perubahan gaya hidup

Tekanan darah diatas target (≥ 140/90 mmHg), (<130/80 mmHg dengan Diabetes Melitus atau Gagal Ginjal Kronik)

Mulai dengan obat antihipertensi

Hipertensi tanpa komplikasi Indikasi Mutlak

Hipertensi Stage 1 TDS >140-159 mmHg TDD >90-99 mmHg Diuretik Jenis Tiazide untuk semua pasien. Bisa dipertimbangkan dari kelas lain ACE Inhibitor, ARB, Beta Bloker dan Calsium Chanel Bloker.

Hipertensi Stage 2 TDS >160 mmHg TDD >100 mmHg Dua obat kombinasi untuk semua pasien (biasanya Diuretik jenis Tiazid dan ACE Inhibitor atau ARB atau Beta Bloker atau Calsium Chanel Bloker.

Diabetes Melitus: ACE Inhibitor, Beta Bloker, Calsium Chanel Bloker. Gagal Jantung: ACE Inhibitor, Beta Bloker, Calsium Chanel Bloker. Stroke: Diuretik, ACE Inhibitor.

Target tekanan darah tidak tercapai

(52)

18

obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang harus diperhatikan adalah resiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik dan lansia (Depkes, R.I., 2006).

2.7.2 Terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien

Petunjuk dari JNC 7 merekomendasikan diuretik tipe tiazid bila memungkinkan sebagai terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien, baik sendiri atau dikombinasi dengan salah satu dari kelas lain (ACEI, ARB, penyekat beta, CCB). Diuretik tipe thiazide sudah menjadi terapi utama antihipertensi pada kebanyakan trial. Pada trial ini, termasuk yang baru diterbitkan Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT), diuretik tidak tertandingi dalam mencegah komplikasi kardiovaskular akibat hipertensi. Kecuali pada the Second Australian National Blood Pressure Trial; dimana dilaporkan hasil lebih baik dengan ACEI dibanding dengan diuretik pada laki-laki kulit putih. Diuretik meningkatkan efikasi antihipertensi dari banyak regimen obat, berguna dalam mengontrol tekanan darah dan harganya lebih dapat dijangkau dibanding obat antihipertensi lainnya. Sayangnya disamping kenyataan ini, diuretik tetap kurang digunakan (underused) (Depkes, R.I., 2006).

2.8 Kepatuhan

(53)

19

melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Kepatuhan (compliance atau adherence) mengambarkan sejauh mana pasien berperilaku untuk melaksanakan aturan dalam pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh tenaga kesehatan (Smet, 1994).

(54)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia.

Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan

primer dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai data Riset

kesehatan dasar 2013. Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

meskipun obat-obatan yang efektif telah banyak tersedia (Kemenkes, R.I., 2014).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan kronis

tekanan darah arteri sistolik dan diastolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Hipertensi didefenisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg pada dua kali pengukuran, dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan

tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat

menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung

koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan

mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes, R.I., 2014).

(55)

2

kontrol tekanan darah lebih dari satu kali, serta berusaha menghindari faktor-faktor pencetus hipertensi (Baradero, 2008).

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (Rahajeng dan Tuminah, 2009).

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9%. Penurunan ini bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah (16,8%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri (Kemenkes, R.I., 2013).

Selanjutnya gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan (Kemenkes, R.I., 2013).

(56)

3

jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya (Badan POM, R.I., 2006).

Menurut laporan WHO (2003), kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi utamanya pada terapi penyakit tidak menular, gangguan mental, penyakit infeksi HIV/AIDS dan tuberkulosis. Adanya ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit ini dapat memberikan efek negatif yang sangat besar karena prosentase kasus penyakit penyakit tersebut diatas diseluruh dunia mencapai 54% dari seluruh penyakit pada tahun 2001. Angka ini bahkan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 65% pada tahun 2020 (Badan POM, R.I., 2006).

Ketidakpatuhan pasien hipertensi terhadap program terapi merupakan masalah yang besar pada penderita hipertensi. Diperkirakan 50% diantara mereka menghentikan pengobatan dalam 1 tahun pemulihan. Pengontrolan tekanan darah yang memadai hanya dapat dipertahankan pada 20% pasien (Brunner dan Suddarth, 2002).

Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan

jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik tenaga

kesehatan, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi

dapat dikendalikan (Kemenkes, R.I., 2014).

(57)

4 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah :

a. Apakah tingkat kepatuhan pasien pasien penderita hipertensi pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Sundari masih kurang?

b. Apakah faktor-faktor internal (usia pasien, jenis kelamin, pendidikan) dan eksternal (lama menderita, banyak obat, check up, reaksi obat yang merugikan, pengobatan lain, pelayanan dokter, lama regimen pengobatan) mempengaruhi tingkat kepatuhan penderita hipertensi pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Sundari?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah :

a. Tingkat kepatuhan pasien di Rumah Sakit Umum Sundari tentang hipertensi masih kurang.

(58)

5 1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Tingkat kepatuhan pasien Rumah Sakit Umum Sundari tentang hipertensi. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien penderita

hipertensi sebagai pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Sundari. 1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Memberikan data tingkat kepatuhan pasien Rumah Sakit Umum Sundari tentang hipertensi sebagai dasar strategi untuk meningkatkan pengetahuan pasien.

b. Memberikan gambaran untuk mengurangi terjadinya ketidakpatuhan tersebut sehingga tujuan pengobatan yang sesuai anjuran dokter pada pasien yang bersangkutan dapat tercapai.

(59)

6 1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut terdapat pada gambar: Variabel Bebas

Internal

Variabel Terikat

[image:59.595.116.428.155.479.2]

Eksternal

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian 1. Lamanya menderita

Hipertensi

2. Banyaknya jenis Obat

3. Pemeriksaan ulang 4. Reaksi obat yang

merugikan 5. Pengobatan lain 6. Pelayanan Dokter 7. Lamanya regimen

pengobatan

KEPATUHAN MELAKSANAKAN 1. Usia Pasien

(60)

vi

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN PASIEN PENDERITA HIPERTENSI PADA PASIEN

RAWAT JALAN DI RSU SUNDARI MEDAN ABSTRAK

Hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah tubuh dari batas normal. Pemberian obat pada pasien hipertensi membutuhkan jangka waktu yang lama sehingga dibutuhkan kepatuhan pasien. Ketidakpatuhan dalam melakukan terapi obat mengakibatkan tekanan darah pasien tidak stabil dan berkisar pada tekanan darah yang tinggi kembali.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien hipertensi serta hubungannya dengan faktor-faktor karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, pendidikan), lamanya menderita, banyaknya jenis obat, pemeriksaan ulang, reaksi obat yang merugikan, pengobatan lain, lamanya regimen obat, dan pelayanan dokter. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit umum Sundari Medan, pada bulan April-Juni 2015, dilakukan melalui survei dengan rancangan cross-sectional, menggunakan dua instrument kuesioner yaitu kuesioner untuk mengetahui karakteristik pasien dan kuesioner MMAS (Morisky Medication Adherence Scale) untuk menilai tingkat kepatuhan pasien. Jumlah sampel sebanyak 100 orang menggunakan teknik purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien hipertensi rawat jalan memiliki kepatuhan yang rendah, terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor usia, lamanya menderita, banyaknya jenis obat dan pemeriksaan ulang dengan tingkat kepatuhan pasien (α <0,05).

Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pasien hipertensi rawat jalan memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Tingkat kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan berhubungan dengan faktor usia, lamanya menderita hipertensi, banyaknya jenis obat yang dikonsumsi, dan melakukan pemeriksaan ulang.

(61)

vii

ANALYSIS OF FACTORS RELATED TO THE LEVEL OF COMPLIANCE IN OUTPATIENTS WITH HYPERTENSION AT RSU

SUNDARI MEDAN ABSTRACT

Hypertension is a condition where there is an increase in blood pressure of the body's normal limits. Administration of drugs in hypertensive patients require long periods of time so that patient compliance is needed. Non-compliance in drug therapy resulted in the patient's blood pressure is not stable and ranged on high blood pressure returned.

This study aims to determine the level of compliance of patients with hypertension and its relationship with the factors of patient characteristics (age, sex, education), the length of suffering, many types of drugs, re-examination, adverse drug reactions, other medications, duration of drug regimens, and services doctor. This research was conducted in a public hospital Sundari Medan, in April-June 2015, conducted through a survey with a cross-sectional design, using two questionnaire is a questionnaire to determine the characteristics of the patient and questionnaire MMAS (Morisky Medication adherence Scale) to assess the degree of patient compliance. The total sample of 100 people using purposive sampling technique.

The results showed that the majority of ambulatory patients with hypertension have low compliance, a significant difference between the factors of age, duration of suffering, many types of drugs and re-examination with the patient compliance rate (α <0,05).

Through this study we can conclude that patients with hypertensive outpatients have a low compliance rate. Rate of patient compliance outpatient hypertension associated with age, duration of suffering from hypertension, many types of drugs consumed, and conduct re-examination.

(62)

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TINGKAT KEPATUHAN PASIEN PENDERITA HIPERTENSI

PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSU SUNDARI MEDAN

SKRIPSI

OLEH :

DWI ASTUTI PERMANASARI

NIM 091501104

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(63)

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TINGKAT KEPATUHAN PASIEN PENDERITA HIPERTENSI

PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSU SUNDARI MEDAN

SKRIPSI

Diajukansebagaisalahsatusyaratuntukmemperoleh gelarSarjanaFarmasipadaFakultasFarmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

DWI ASTUTI PERMANASARI NIM 091501104

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(64)

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TINGKAT KEPATUHAN PASIEN PENDERITA HIPERTENSI

PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSU SUNDARI MEDAN

OLEH:

DWI ASTUTI PERMANASARI NIM 091501104

Dipertahankan di HadapanPanitiaPengujiSkripsi FakultasFarmasiUniversitas Sumatera Utara

PadaTanggal: 07 Januari 2016

Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji:

Dr. Wiryanto, M.S., Apt. Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195110251980021001 NIP 195807101986012001

Pembimbing II, Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195110251980021001

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 197803142005011002 NIP 195111021977102001

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004

Medan, Januari 2016 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

(65)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Penderita Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan di RSU Sundari Medan. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(66)

v

dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Ir. Sumar dan Ibunda Hj. Asrilawati, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Kakanda Eka Satria Permana Putra, S.Hut dan Adik tercinta Tri Fadhilah Ayu serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat,serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang t

Gambar

Tabel hasil analisis hubungan usia pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya
Tabel hasil analisis hubungan lamanya menderita pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya
Tabel hasil analisis hubungan banyaknya jenis obat pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya
Tabel hasil analisis hubungan reaksi obat yang merugikan pasien hipertensi rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi antara lain umur, status gizi, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, pola makan, alkohol, stress, dan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh faktor ini menunjukkan hubungan yang bermakna dengan ketidakpatuhan pasien yaitu dengan diperolehnya nilai kebermaknaan sebesar

Penelitian menyimpulkan bahwa (1) gambaran faktor riwayat keluarga hipertensi usia produktif sebagian besar memiliki riwayat keluarga menderita hipertensi, (2) gambaran berat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor internal dan faktor eksternal dengan motivasi konsultasi gizi pada pasien hipertensi di poliklinik gizi RSUD Dr..

Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medis pasien hipertensi serta pencatatan data-data rekam medis yang meliputi: Nomor rekam medik, jenis kelamin, usia, tekanan darah

13 PGK pada penderita hipertensi dipengaruhi oleh faktor ras, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, status pekerjaan, status tempat ting- gal, status

Selain itu tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, riwayat hipertensi, dan sumber informasi dengan

Faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, jenis stroke, penyakit komorbid yaitu hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, obesitas, hiperkolesterolemia,