• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandidat vaksin potensial Streptococcus agalactiae untuk pencegahan penyakit Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandidat vaksin potensial Streptococcus agalactiae untuk pencegahan penyakit Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus)"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

i

KANDIDAT VAKSIN POTENSIAL S

treptococcus agalactiae

UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT STREPTOCOCCOSIS

PADA IKAN NILA (

Oreochromis niloticus

)

ESTI HANDAYANI HARDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kandidat Vaksin Potensial Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 2011

(3)

iii ABSTRACT

Esti Handayani Hardi. Potential Vaccine Candidate of Streptococcus agalactiae for Prevent Strepcococosis on Nila Tilapia (Oreochromis niloticus). Under direction of Enang Harris, Sukenda, Angela M. Lusiastuti.

The main purpose of this research was to find a vaccine to protect S. agalactiae infection. The research was divided into five steps. First experiment, characteristic test displayed that this bacteria was Gram positive, oxidative fermentative positive, negative catalase and motility, grow well on media containing NaCl 6,5%, possed two type of haemolytic: β-haemolytic and non-haemolytic. The capability of both bacteria to hydrolyze sugar was different: β -haemolytic could hydrolyze more sugars than non--haemolytic. Based on phenotypic test, S. agalactiae could be divided into two groups, capsulated [isolate 2, 4 and 5] and non-capsulated bacteria [isolate 1 and 3]. Second experiment, to evaluate virulence of each S. agalactiae isolate to nile tilapia. After intraperitoneally injected (0.1 mL/fish) into 30 fish, the non-haemolytic demonstrated more virulent than β-haemolytic. It caused faster mortality, clinical symptoms, severe behavior changes and pathological changes macroscopically and microscopically. The third experiment, toxicity of extracellular products (ECP) of S. agalactiae was tested in cultured nile. Toxicity test of ECP to know the virulency factor of S. agalactiae was still limited. It was found that after tested on 15 fish, through intraperitoneal injection of 0.1 ml/fish, ECP from both bacteria caused changes in swimming pattern, response to food, external changes and histophatology. Extracellular products of S. agalactiae non-haemolytic type (BHIA and BHI 24 h) and β-haemolytic type (BHI 72 h) caused mortality 12 hours after injection and the mortality continued till day 7th of culture. Silver staining of sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gels to S. agalactiae revealed that predominant 51.8–69.6 kDa bands were present in BHIA ECP fraction. The 69.6 kDa was absent from the BHI ECP. Total protein on non-haemolytic S. agalactiae ECP are 28.18 ppm on BHIA medium and 13.64 ppm on BHI medium. Whereas β-haemolytic S. agalactiae ECP are 2.73 ppm on BHIA medium and 8.18 ppm on BHI medium. The conclusion from the research that ECP was virulent factor on β-haemolytic and non-haemolytic S. agalactiae in fish. Fourth and five experiment, the effectiveness of a S. agalactiae vaccine in tilapia (O. niloticus) was evaluated for the prevention of streptococcal disease. The vaccine was prepared from formalin-killed whole cell and concentrated ECP of β -haemolytic and non--haemolytic of S. agalactiae. Vaccination trial was conducted through intraperitonial (IP) injection into fish. Fish vaccinated with whole cell, ECP and mix of them were challenged by IP injection with 103 colony-forming units (CFU)/fish of β-haemolytic and 105

Keywords: characteristic, pathogenicity, ECP, vaccination, S. agalactiae, O. niloticus

(4)

iv RINGKASAN

Esti Handayani Hardi. Kandidat Vaksin Potensial Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibawah bimbingan, Enang Harris, Sukenda, Angela Mariana Lusiastuti.

Bakteri S. agalactiae berhasil diisolasi dari ikan nila yang dibudidayakan di Waduk Cirata, Klaten dan beberapa perairan di Indonesia. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit Streptococcosis. Untuk mencapai sasaran utama dilakukan lima tahapan penelitian.

Pertama melakukan pengujian karakteristik dan fenotipik S. agalactiae yang menginfeksi ikan nila. Hasil pengujian, diketahui bahwa S. agalactiae termasuk Gram positif, oksidatif fermentatif positif, katalase dan motilitas negatif, tumbuh baik pada media NaCl 6.5%, memiliki dua tipe hemolitik yaitu β -hemolitik dan non- -hemolitik. Kemampuan menghidrolisis gula kedua tipe bakteri bervariatif, bakteri tipe β-hemolitik memiliki kemampuan menghidrolisis gula lebih banyak termasuk arabinose, sorbitol, lactose, trehalose dibandingkan dengan tipe non-hemolitik. Selain itu, perbedaan kedua tipe bakteri tersebut juga terletak pada kemampuan tumbuh pada media bile salt 40%. Berdasarkan pengujian fenotipik S. agalactiae dapat dikelompokan menjadi bakteri berkapsul yaitu diduga isolat N4M (2), N17O (4) dan isolat NK1 (5) dan bakteri non-kapsul

yaitu isolat N3M (1) dan 3 (N14

Kedua, menganalisa keterkaitan antara karakteristik dengan patogenisitas S. agalactiae pada ikan nila. Setelah diuji pada 30 ekor ikan nila ukuran 15 g melalui penyuntikan intraperitonial sebanyak 0.1 ml/ekor ternyata bakteri tipe non-hemolitik lebih virulen dilihat dari kematian, munculnya gejala klinis, perubahan tingkah laku, perubahan patologi anatomi baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Bakteri tipe non-hemolitik menyebabkan kematian setelah 6-24 jam sedangkan tipe β-hemolitik baru menyebabkan kematian setelah 48 jam pasca injeksi. Perubahan pada gejala klinis ikan nila yang diinjeksi bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat muncul (perubahan pola renang, respon terhadap pakan dan perubahan pada mata dan clear operculum) rata-rata muncul setelah 6 jam pasca injeksi dan 12 jam pada ikan nila yang diinjeksikan dengan bakteri tipe β -hemolitik. Selain perubahan secara makroskopis, perubahan pada mikroskopis juga diamati. Perubahan yang terjadi pada pola renang dan perubahan pada mata, perubahan warna ditandai dengan adanya perubahan histologi organ mata, ginjal dan otak. Kesimpulannya adalah S. agalactiae tipe non-hemolitik lebih virulen dari tipe tipe β-hemolitik.

G), secara karakteristik fenotipik isolat S. agalactiae dari ikan, sapi dan manusia tidak berbeda.

Ketiga, mengetahui toksisitas dari ekstrasellular product (ECP) S. agalactiae yang menginfeksi ikan nila. Setelah diuji pada 15 ekor ikan nila

(5)

v

non-hemolitik (BHIA 24 jam dan BHI 24 jam) dan β-hemolitik (BHI 72 jam) mulai terjadi 12 jam pasca injeksi dan kematian terus terjadi hingga hari ke-7 pemeliharaan. ECP S. agalactiae tipe β-hemolitik menyebabkan perubahan berenang abnormal (miring) pada jam ke-96 pasca injeksi (BHIA 72 jam), dan berlanjut whirling pada hari ke-7. Sedangkan pada ikan nila yang diinjeksi dengan ECP (BHI 24 jam) bakteri tipe non-hemolitik terjadi pada jam ke-72 pasca injeksi. Perubahan pada mata tampak jelas terlihat adanya opacity, purulens, mata mengkerut, eksoptalmia dan adanya pendarahan pada mata. Setelah dilakukan pengujian dengan SDS-PAGE diketahui bahwa S. agalactiae memiliki protein dengan berat molekul 51.8; 55.8 dan 62.3 kDa pada ECP yang dihasilkan di media BHI dan protein dengan berat molekul berkisar 51.8–69.6 kDa pada media BHIA. ECP bakteri tipe non hemolitik (72 jam) memiliki protein (28.18 ppm pada media BHIA dan 13.64 ppm pada media BHI) lebih banyak dibandingkan dengan bakteri β-hemolitik (2.73 ppm pada media BHIA dan 8.18 ppm pada media BHI). Konsentrasi protein dalam ECP menjadi salah satu faktor yang menyebabkan patogenisitas tipe non-hemolitik lebih tinggi. Dari hasil uji toksisitas ECP S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe non-hemolitik diketahui bahwa ECP merupakan salah satu faktor virulen yang menyebabkan perubahan dan kematian pada ikan nila.

Keempat, dilakukan pengujian mengenai efikasi vaksinasi pada ikan nila (Oreochromis niloticus) untuk pengendalian penyakit Streptococcosis. Vaksin yang digunakan adalah formalin-killed cells dari sel utuh dan ECP yang mengandung protein 62.3 dan 55.8 kDa dari S. agalactiae tipe β-hemolitik. Protein dalam ECP tipe β-hemolitik terbukti mampu meningkatkan RPS ikan nila yang diuji tantang dengan S. agalactiae tipe β-hemolitik (103 CFU/ekor) dan tipe non-hemolitik (105

Kelima, pengujian mengenai efikasi vaksin dari formalin-killed cells dari sel utuh dan ECP yang mengandung protein 62.3; 55.8 dan 51.8 kDa dari S. agalactiae tipe non-hemolitik. Pengujian vaksinasi ini dicobakan pada 15 ekor ikan nila seberat 15 g setiap perlakuan. Vaksin dari sel utuh S. agalactiae tipe non-hemolitik memiliki RPS 62.5% saat diuji tantang dengan S. agalactiae tipe β

(6)

vi

hemolitik dan 75% untuk tipe non-hemolitik. Ikan yang divaksin dengan ECP tipe non-hemolitik setelah diuji tantang dengan S. agalactiae tipe β-hemolitik tidak memberikan proteksi karena kematian ikan yang divaksin lebih banyak dari pada kontrol. Sedangkan yang diuji tantang dengan S. agalactiae tipe non-hemolitik hanya 37%. Vaksinasi dengan gabungan (sel utuh dan ECP non-hemolitik) melindungi 56% ikan setelah diuji tantang dengan tipe β-hemolitik dan hanya 50% saat diuji tantang dengan tipe non-hemolitik. Sedangkan vaksinasi dengan gabungan antara sel utuh tipe non-hemolitik dan ECP tipe β-hemolitik memiliki RPS 87% saat diuji tantang dengan S. agalactiae tipe β-hemolitik dan hanya 56% saat diuji tantang dengan tipe non-hemolitik. Kesimpulannya adalah vaksin S. agalactiae tipe non-hemolitik memberikan proteksi terhadap infeksi S. agalactiae kedua tipe bakteri namun tidak sebaik proteksi yang diberikan oleh vaksin dari tipe β-hemolitik.

(7)

vii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

viii

KANDIDAT VAKSIN POTENSIAL S

treptococcus agalactiae

UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT STREPTOCOCCOSIS

PADA IKAN NILA (

Oreochromis niloticus

)

ESTI HANDAYANI HARDI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

ix Penguji Luar Komisi pada :

Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan

(Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Hewan, IPB)

2. Dr. Sri Nuryati

(Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB)

Ujian Terbuka : 1. Dr. M. Murdjani

(Perekayasa Pusat Kementrian Kelautan dan Perikanan/KKP)

2. Dr. Widanarni

(10)

x

Judul Disertasi : Kandidat Vaksin Potensial Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Nama : Esti Handayani Hardi

NRP : C161080031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr.Ir. Enang Harris, MS

Anggota Dr. Ir. Sukenda, M.Sc

Anggota

Dr. Angela M. Lusiastuti, M.Si, drh

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur

Prof. Dr.Ir. Enang Harris, M.S

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(11)

xi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Disertasi ini saya persembahkan untuk ananda Omar Mohammad Syaefullah yang selalu menyemangati saat-saat tersulit dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini.

(12)

xii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2009–Agustus 2010 ini ialah vaksinasi dengan judul Kandidat Vaksin Potensial Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus).

Disertasi ini memuat lima bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah. Bab 1–2 berjudul Karakteristik dan patogenisitas Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik pada ikan nila (Oreochromis niloticus) akan diterbitkan (Veterinar 12:2, Edisi Juni, Tahun 2011) dan Bab 3 Toksisitas Produk Ekstrasellular (ECP) Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Oreochromis niloticus) sedang menunggu penerbitan di Jurnal Natur Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Enang Harris, MS; Dr. Ir. Sukenda, M.Sc dan Dr. Angela Mariana Lusiastuti, M.Si, drh selaku pembimbing yang banyak memberi saran dan masukan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Taukhid, M.Si dari Balai Riset Perikanan Budidaya Sempur, Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data dan memberi masukan selama penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk Universitas Mulawarman yang telah memberikan izin untuk menempuh pendidikan S3 ini, juga kepada Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi RI yang telah memberikan beasiswa melalui Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) periode tahun 2008-2011. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, Alm. Ibu, serta seluruh keluarga atas bantuannya selama penelitian, dan terima kasih juga untuk ananda Omar yang selalu menemani dan memberikan semangat.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 2011

(13)

xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 4 Januari 1980 sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara pasangan Suhardi dan Alm. Tuminem. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Ilmu Perairan IPB, lulus pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur IPB diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi RI melalui Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS).

Penulis bekerja sebagai pengajar di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur sejak tahun 2006.

Karya ilmiah berjudul Efek Infeksi Bakteri Streptococcus agalactiae terhadap kadar hematokrit dan glukosa darah ikan nila (Oreochromis niloticus) telah disajikan pada Seminar Nasional Perikanan di Universitas Gajahmada Yogyakarta pada Bulan Juli 2010. Sebuah artikel sudah diterima dan akan diterbitkan dengan judul Karakteristik dan patogenisitas Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik pada ikan nila (Oreochromis niloticus) pada jurnal Veterinar Volume 12. No 2, Edisi Juni, Tahun 2011. Sedangkan artikel dengan judul Toksisitas Produk Ekstrasellular (ECP) Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Oreochromis niloticus) sedang menunggu penerbitan di Jurnal Natur Indonesia.

(14)

xiv

Kerangka berfikir penelitian ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA UMUM Penyakit Streptococcosis ... 6

Karakteristik Streptococcus agalactiae... 7

Adhesi dan sifat permukaan ... 9 Alur pelaksanaan penelitian ... 15

Tempat dan waktu penelitian ... 17

Ikan uji ... 17

Bakteri Streptococcus agalactiae ... 18

Parameter yang diukur ... 19

Analisa data ... 20

4. KARAKTERISTIK BAKTERI Streptococcus agalactiae YANG MENGINFEKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Abstrak ... 21

5. PATOGENISITAS BAKTERI Streptococcus agalactiae TIPE β-HEMOLITIK DAN NON-HEMOLITIK PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Abstrak ... 46

Abstract ... 46

Pendahuluan ... 47

Bahan dan Metode ... 47

Parameter yang diukur dan analisa data ... 48

(15)

xv

Simpulan ... 70

6. TOKSISITAS PRODUK EKSTRASELLULAR (ECP) Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Abstrak ... 71

Abstract ... 71

Pendahuluan ... 72

Bahan dan Metode ... 72

Parameter yang diukur dan analisa data ... 72

Isolasi produk ekstrasellular/ECP ... 73

Pengujian toksisitas total ECP terhadap ikan nila ... 73

Fraksinasi protein ECP melalui SDS-PAGE ... 74

Pengukuran kadar protein ... 75

Hasil dan Pembahasan ... 76

Simpulan ... 93

7. EFIKASI VAKSIN SEL UTUH DAN PRODUK EKSTRASELLULAR BAKTERI Streptococcus agalactiae TIPE β-HEMOLITIK UNTUK PENCEGAHAN STREPTOCOCCOSIS PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Abstrak ... 94

8. EFIKASI VAKSIN SEL UTUH DAN PRODUK EKSTRASELLULAR BAKTERI Streptococcus agalactiae TIPE NON-HEMOLITIK UNTUK PENCEGAHAN STREPTOCOCCOSIS PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Abstrak ... 110

Vaksinasi S. agalactiae tipe non-hemolitik pada ikan nila ... 113

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sekuens primer yang digunakan untuk amplifikasi PCR dan

amplikon yang diharapkan ... 8 2. Karakteristik Streptococcus agalactiae yang menyerang sapi,

manusia dan ikan ... 9 3. Isolat Streptococcus agalactiae yang digunakan dalam penelitian 18 4. Karakteristik morfologi, fisika dan biokimia Streptococcus

agalactiae ... 33 5. Kemampuan Streptococcus agalactiae menghidrolisis gula

dengan Api Strep 20 ... 34 6. Sensitivitas Streptococcus agalactiae terhadap berbagai antibiotik 36 7. Karakteristik pertumbuhan Streptococcus agalactiae di berbagai

media ... 38 8. Sebaran derajat hidrofobisitas Streptococcus agalactiae ... 40 9. Kemampuan hemaglutinin Streptococcus agalactiae pada darah

kambing, kuda dan kelinci ... 41 10.Perbedaan Streptococcus agalactiae kapsul dan non kapsul ... 43 11.Keterkaitan antara ekspresi fenotip, derajat hidrofobisitas dan

aktivitas hemaglutinin Streptococcus agalactiae ... 43 12.Perbandingan karakteristik fenotipik Streptococcus agalactiae

pada ikan, sapi, manusia dan hewan lainnya... 44 13.Patologi anatomi makroskopis organ luar ikan nila pasca diinjeksi

Streptococcus agalactiae ... 51 14.Mean Time Death (MTD) hasil pengujian patogenisitas

Streptococcus agalactiae terhadap ikan nila ... 62 15.Histopatologi organ mata, otak dan ginjal ikan nila yang diinjeksi

dengan Streptococcus agalactiae ... 64 16.Pengujian toksisitas ECP Streptococcus agalactiae tipe

β-hemolitik dan non-hemolitik ... 74 17.Perubahan pola renang ikan nila pada uji toksisitas ECP

Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik .... 76 18.Patologi anatomi makroskopis organ luar ikan nila pasca diinjeksi

ECP Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik dan

non-hemolitik ... 78 19.Gambaran darah dan patologi klinik darah ikan yang diinjeksi

ECP Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik Pada jam ke-168 pasca injeksi ... 80 20.Mean Time Death (MTD) ikan nila yang diinjeksi dengan ECP

Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik ... 85 21.Hubungan antara berat molekul protein standar dengan migrasi

relatif (Rm) ... 90 22.Berat molekul protein pada ECP Streptococcus agalactiae ... 90 23.Konsentrasi protein dalam ECP Streptococcus agalactiae ... 91 24.Perlakuan pengujian efikasi vaksinasi Streptococcus agalactiae

(17)

xvii

25.Tingkat RPS ikan yang divaksin dengan Streptococcus

agalactiae tipe β-hemolitik ... 19 26.Parameter pendukung efikasi vaksinasi vaksin hemolitik pada

hari ke-14 pasca uji tantang... 101 27.Data kualitas air pada hari ke-25 pasca vaksinasi dengan

Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik ... 108 28.Perlakuan pengujian efikasi vaksinasi Streptococcus agalactiae

tipe non-hemolitik ... 113 29.Tingkat RPS ikan yang divaksin dengan Streptococcus

agalactiae tipe non-hemolitik ... 114 30.Parameter pendukung efikasi vaksinasi vaksin non-hemolitik

pada hari ke-14 pasca uji tantang ... 117 31.Data kualitas air pada hari ke-25 pasca vaksinasi dengan

Streptococcus agalactiae tipe non-hemolitik ... 121 32.Parameter pendukung efikasi vaksin Streptococcus agalactiae

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka berfikir penelitian Kandidat Vaksin Potensial Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Penyakit

Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)... 5

2. Alur pelaksanaan penelitian Kandidat Vaksin Potensial Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)... 15

3. Pertumbuhan Streptococcus agalactiae pada media BHI ... 30

4. Zona hemolitik Streptococcus agalactiae ... 31

5. Morfologi sel Streptococcus agalactiae dengan pewarnaan Giemsa . 33 6. Zona hambat yang dihasilkan pada pemberian berbagai antibiotik terhadap Streptococcus agalactiae ... 36

7. Pertumbuhan Streptococcus agalactiae pada media cair BHI ... 39

8. Pertumbuhan Streptococcus agalactiae pada media padat BHIA ... 39

9. Tingkah laku berenang ikan normal dan yang terinfeksi Streptococcus agalactiae ... 49

10.Organ dalam ikan normal dan yang terinfeksi Streptococcus agalactiae ... 50

11.Perubahan yang terjadi pada organ mata ikan nila ... 52

12.Eksoptalmia pada organ mata ikan nila ... 53

13.Perubahan yang terjadi pada operkulum ikan nila ... 53

14.Perubahan yang terjadi pada tubuh ikan nila ... 53

15.Perubahan warna tubuh ikan yang terinfeksi Streptococcus agalactiae ... 54

16.Grafik total leukosit ikan nila pasca diinjeksi Streptococcus agalactiae ... 54

17.Differensial leukosit dan trombosit ikan nila ... 55

18.Grafik total eritrosit ikan nila pasca diinjeksi Streptococcus agalactiae ... 57

19.Grafik hematokrit ikan nila pasca diinjeksi Streptococcus agalactiae ... 58

20.Grafik hemoglobin ikan nila pasca diinjeksi Streptococcus agalactiae ... 59

21.Grafik glukosa ikan nila pasca diinjeksi dengan Streptococcus agalactiae ... 60

22.Grafik kematian kumulatif ikan nila yang diinjeksi Streptococcus agalactiae ... 62

23.Histopatologi mata ikan nila yang diinjeksi Streptococcus agalactiae ... 64

24.Histopatologi otak ikan nila yang diinjeksi Streptococcus agalactiae ... 67

25.Histopatologi ginjal ikan nila yang diinjeksi Streptococcus agalactiae ... 68

(19)

xix

27.Grafik kematian kumulatif ikan nila yang diinjeksi ECP

Streptococcus agalactiae ... 84 28.Histopatologi mata ikan nila yang diinjeksi ECP Streptococcus

agalactiae ... 86 29.Histopatologi organ otak ikan nila yang diinjeksi ECP Streptococcus

agalactiae ... 87 30.Histopatologi ginjal ikan nila yang diinjeksi ECP Streptococcus

agalactiae ... 88 31.Hasil elektroforesis ECP melalui SDS PAGE dengan pewarnaan

silver stain ... 89 32.Regresi antara berat molekul protein standar dengan migrasi relatif

(Rm) ... 90 33.Alur pengujian efikasi vaksinasi Streptococcus agalactiae tipe

β-hemolitik ... 98 34.Grafik kematian kumulatif ikan nila yang divaksinasi dengan

Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik ... 99 35.Proses fagositosis dan penghancuran partikel bakteri pada ikan nila

yang divaksinasi dengan Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik . 103 36.Proses fagositosis dan penghancuran partikel bakteri (Sumber: Roth,

1988) ... 104 37.Grafik kematian kumulatif ikan nila yang divaksinasi dengan

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Metode Pengukuran Gambaran Darah dan Patologi Klinik Darah 138 2. Tabel Perubahan warna pada pengujian gula-gula dengan

API Strep 20 ... 142 3. Gambar Proses Pengujian Karakteristik Bakteri ... 143 4. Tabel Perubahan Pola Renang, Nafsu Makan setelah Diinjeksi

dengan Streptococcus agalactiae ... 144 5. Grafik gambaran darah dan patologi klinik darah ikan nila yang

diinjeksi dengan Streptococcus agalactiae ... 148 6. Grafik gambaran darah dan patologi klinik darah darah ikan nila

yang diinjeksi ECP Streptococcus agalactiae... 150 7. SDS-PAGE (Metode Laemmli, 1970) ... 153 8. Hasil Elektroforesis ECP Bakteri Streptococcus agalactiae ... 154 9. Grafik parameter pendukung vaksinasi dengan menggunakan

Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik ... 155 10.Grafik parameter pendukung vaksinasi dengan menggunakan

(21)

Penyakit yang sedang mewabah pada budidaya ikan nila di Jawa Barat, Klaten, Sumatra, Sulawesi dan Nusa Tenggara pada lima tahun belakangan ini adalah penyakit Streptococcosis, yang sebagian besar disebabkan oleh

Streptococcus agalactiae dan S. iniae, gejala klinis yang ditunjukkan oleh ikan terinfeksi hampir sama yaitu ikan tampak berenang lemah, cara berenang yang abnormal, eksoptalmia pada salah satu ataupun kedua mata dan warna tubuh yang menghitam (Elder et al., 1994). Kedua bakteri ini merupakan bakteri penyebab penyakit yang sering ditemukan sepanjang waktu dan di hampir seluruh sentra budidaya ikan nila. Dari hasil pemeriksaan 1.000 isolat bakteri yang berasal dari 74 lokasi di 14 negara termasuk Indonesia, kedua jenis bakteri ini ditemukan hampir setengah dari bakteri yang teridentifikasi (Sheehan et al., 2009). Namun belakangan ini S. agalactiae lebih sering ditemukan dengan virulensi lebih tinggi dibandingkan S. iniae. Dari hasil pengamatan histopatologi, infeksi S. agalactiae

dan S. iniae tidak terlihat adanya perbedaan, patogenesis yang muncul hanya disebabkan oleh S. agalactiae hal ini diduga karena ikan nila mampu mengontrol secara alami infeksi dari S. iniae (Sheehan et al., 2009).

Beberapa strain dari S. agalactiae menunjukkan kemampuan β-hemolitik pada media agar darah, meskipun pada beberapa strain tidak memiliki kemampuan hemolitik, yaitu bakteri strain Ib yang berasal dari manusia, sapi dan ikan. Setelah dilakukan uji biokemikal dan analisis protein dalam sel diketahui bahwa ada perbedaan S. agalactiae yang berasal dari ikan dengan S. agalactiae dari manusia dan sapi (Wilkinson et al., 1973). Sedangkan Elliot et al. (1990) tidak menemukan adanya perbedaan dalam protein sel pada strain S. agalactiae yang berasal dari ikan, tikus dan manusia. Sheehan et al. (2009) mengelompokkan S. agalactiae

(22)

bakteri tipe 2 lebih luas dan ditemukan di beberapa wilayah di Asia seperti Cina, Indonesia, Vietnam, dan Filipina juga di wilayah Amerika Latin seperti Ekuador, Honduras, Meksico dan Brazil.

Evans et al. (2006a) menunjukkan hasil pengamatan bahwa S. agalactiae

menyebabkan 90% kematian dalam 6 hari setelah injeksi. Gejala tingkah laku ikan nila sebelum mati terlihat seperti berenang lemah dan berada di dasar akuarium, respon terhadap pakan lemah, berenang tidak beraturan, tubuh membentuk huruf ”C”, perubahan pada warna tubuh, dan bukaan operkulum menjadi lebih cepat. Taukhid (2009) berhasil mengisolasi S. agalactiae dari ikan nila yang berasal dari beberapa daerah seperti Cirata, Klaten, Kalimantan, Sulawesi, dan Aceh. Gejala klinis yang tampak pada ikan-ikan yang terinfeksi antara lain operkulum tampak jernih, berenang tidak beraturan, warna tubuh menjadi gelap dan pada kasus kronis ikan yang ditemukan mengalami eksoptalmia.

Injeksi vaksin formalin-killed cell Streptococcus difficile (sel utuh dan ekstrak protein bakteri) pada ikan nila yang berukuran 150–180 g berhasil membantu pencegahan infeksi bakteri S. difficile yang diikuti dengan vaksin

(23)

S. agalactiae, maka perlu diketahui terlebih dahulu mengenai karakteristik bakteri dan mekanisme patogenisitas pada ikan nila. Faktor virulensi S. agalactiae pada ikan sampai sekarang belum diketahui secara jelas sehingga diperlukan penelitian lebih mendalam. Untuk memahami kemampuan S. agalactiae dapat menyebabkan sakit pada ikan maka perlu diketahui bagian yang bersifat virulen. Menurut Williams (2003) bagian yang bersifat virulen pada bakteri Gram positif adalah eksotoksinnya (ECP), sebaliknya dengan bakteri Gram negatif, LPS (endotoksin) bersifat lebih virulen. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan vaksin potensial yang diharapkan dapat memberikan proteksi terhadap infeksi

S. agalactiae. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan mengenai karakteristik

S. agalactiae berdasarkan sifat morfologi, fisika dan biokimia. Juga membandingkan karakter fenotip, menganalisis kinetik pertumbuhan, aktivitas hemolitik yang berpengaruh terhadap sifat patogenisitasnya. Selain itu, melakukan kajian ECP yang diproduksi bakteri tersebut mencakup toksisitas dan fraksi proteinnya yang nantinya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai kandidat vaksin potensial.

2 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisa perbedaan karakteristik isolat-isolat S. agalactiae yang menginfeksi ikan nila.

2. Menganalisa patogenisitas isolat-isolat S. agalactiae berdasarkan perbedaan karakteristiknya pada ikan nila.

3. Membandingkan toksisitas ECP S. agalactiae dari tipe yang berbeda terhadap ikan nila.

4. Mengkaji efikasi vaksinasi dari bakteri sel utuh, ECP dan gabungan dari isolat tunggal maupun dua isolat yang berbeda karakteristiknya.

Kebaruan (novelty) dari penelitian ini adalah dihasilkan kandidat vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit Streptococcosis yang disebabkan

(24)

Dengan penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan kandidat vaksin S. agalactiae yang dapat digunakan para pembudidaya untuk mencegah wabah penyakit Streptococcosis yang disebabkan oleh S. agalactiae.

4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perbedaan karakteristik S. agalactiae berpengaruh terhadap sifat patogen terhadap ikan nila.

2. Produk ekstrasellular S. agalactiae berperan sebagai faktor virulen yang menyebabkan ikan nila sakit dan atau mati.

3. Vaksin yang berasal dari gabungan antara sel utuh dan ECP S. agalactiae

memberikan proteksi lebih baik pada ikan nila akibat infeksi S. agalactiae

(penyakit Streptococcosis) dibandingkan dengan vaksin dari selutuh maupun ECP sendiri.

5 Kerangka berfikir penelitian

Latar belakang dan kerangka berfikir penelitian Kandidat Vaksin Potensial Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dijabarkan pada Gambar 1.

Budidaya ikan nila (O. niloticus) yang mulai pesat dikembangkan mengalami hambatan. Gangguan tersebut terjadi pada pembenihan maupun pembesaran, yang salah satunya disebabkan oleh adanya infeksi bakteri S. agalactiae. Meskipun faktor lain seperti musim, kualitas air yang buruk dan sistem budidaya yang semakin intensif juga dapat menjadi penghambat dalam budidaya ikan nila. Pakan yang belum tepat seperti kualitas dan kuantitas pakan, kandungan nutrien, penggunaan imonostimulan, juga dapat menjadi faktor penghambat keberhasilan budidaya ikan nila.

(25)

virulensinya pada inang. Sehingga diperlukan serangkaian penelitian untuk dapat menjawab semua pertanyaan yang menyangkut S. agalactiae yang menginfeksi ikan nila, agar dapat dihasilkan keluaran berupa vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah infeksi S. agalactiae yang disebabkan oleh tipe bakteri yang berbeda.

Gambar 1 Kerangka berfikir penelitian Kandidat Vaksin Potensial

Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Penyakit

Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) BUDIDAYA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

TERHAMBAT

PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN TERGANGGU

INFEKSI BAKTERI

Streptococcus agalactiae

FORMULASI PAKAN BELUM TEPAT MUSIM, KUALITAS AIR

DAN SISTEM BUDIDAYA

KEMATIAN TINGGI 80-100% PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN DENGAN BAHAN ANTIBAKTERIAL ALAMI DAN KIMIA PROSES TERJADI IKAN SAKIT

DAN ATAU MATI BELUM DIKETAHUI

PATOGENISITAS KARAKTERISTIK

BAKTERI FAKTOR VIRULENSI

KELUARAN

Vaksin yang dapat mencegah infeksi

(26)

Infeksi bakteri Streptococcus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir sebagai konsekuensi dari akuakultur intensif, yang menyebabkan kerugian dalam industri budidaya. Menurut Bercovier et al. (1997) dan Muzquiz

et al. (1999) Streptococcosis pada ikan disebabkan oleh 6 spesies Gram positif yang berbeda termasuk didalamnya streptococci, lactocci, dan vagocci. Spesies yang bersifat patogenik utama penyebab Streptococcosis adalah Streptococcus parauberis, S. iniae, S. difficilis (=Streptococcus agalactiae), Lactococcus

garvieae, L. piscium, Vagococcus salmoninarum dan Carnobacterium piscicola

(Bercovier et al., 1997; Elder et al., 1997; Elder dan Ghittino, 1999).

Suhu lingkungan menjadi faktor penting dalam serangan penyakit yang

disebabkan oleh patogen. Wabah gabungan dengan infeksi L. piscium, V. salmoninarum dan C. piscicola biasanya muncul saat suhu mencapai 15 oC dan

di perairan dingin yang merupakan zona Streptococcosis (Muzquiz et al., 1999). Selain itu, wabah Streptococcosis yang menyerang pada suhu 15 o

Menurut Evans et al. (2006a) penularan Streptococcosis dapat terjadi melalui persinggungan dengan ikan sakit. Gejala yang ditimbulkan tergantung pada tingkat serangan, yaitu kronis dan akut. Pada tingkat kronis, gejala yang nampak yaitu adanya memar seperti luka di permukaan tubuh, bercak merah pada sirip, berenang lambat dan lebih sering berada di dasar akuarium, juga menyebabkan nafsu makan menurun. Gejala lain yang sering muncul adalah mata menonjol (exopthalmia) dan berenang whirling. Apabila serangan akut terjadi, maka akan terjadi kematian yang diduga karena adanya toksin, kehilangan cairan pada saluran pencernaan dan tidak berfungsinya sebagian organ.

C atau perairan hangat Streptococcosis adalah L. garvieae, S. iniae, S. parauberis dan S. difficilis

(Muzquiz et al., 1999). Infeksi gabungan dengan bakteri patogen banyak dilaporkan di beberapa negara pada ikan di perairan laut maupun perairan tawar (Alcaide et al., 2000; Bromaga et al, 1999; Chen et al, 2002).

(27)

signifikan pada mamalia darat dan ikan. Bakteri S. agalactiae menyebabkan neonatal meningitis pada manusia dan mastitis pada sapi (Elliott et al., 1990; Bohnsack et al., 2004; Lindahl et al., 2005). Organisme GBS menyebabkan kematian yang besar pada ikan budidaya dan ikan di perairan umum, diantaranya ikan menhaden (Brevoortia patronus) (Plumb et al., 1974), bullminnows

(Fundulus grandis) (Rasheed and Plumb, 1984), striped bass (Morone saxatilis) (Baya et al., 1990) dan nila (Oreochromis niloticus) (Evans et al., 2002).

2 Karakteristik Streptococcus agalactiae

Pengujian untuk identifikasi S. agalactiae banyak dikerjakan, Evans et al. (2002) melakukan pengujian karakteristik fenotip dan hasilnya menunjukkan bahwa S. agalactiae termasuk Gram positif, oksidasi negatif, katalase negatif dan isolat menunjukkan hasil negatif pada tes reaksi β-galactosidase, β-glucuronidase, N-acetyl-β-glucosaminidase, β-mannosidase, glycyl-tryptophane arylamidase, sorbitol, L-arabinosa, D-arabitol, glycogen, melezitos, melibiose dan hidrolisis

starch. Positif pada reaksi leucine aminopeptidase, arginin deaminasi dan

trehalose. Isolat S. agalactiae dari otot daging bersifat non-hemolitik pada media agar darah. Isolat S. agalactiae tipe ATCC menunjukkan keragaman sifat hemolitik yaitu isolat 13813 (non-hemolitik), isolat 27956 (β-hemolitik), pyrrolidonyl arylamidase-negatif dan leucine inopeptidase-positif secara pengukuran konvensional atau menggunakan uji API Rapid ID 32 (Christie et al.,1994).

(28)

gula-gula tersebut.

Beberapa sekuens primer untuk identifikasi bakteri penyebab Streptococcosis dengan menggunakan PCR disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Sekuens primer yang digunakan untuk amplifikasi PCR dan amplikon yang diharapkan

Sdi 61 AGGAAACCTGCCATTTGCG 16S-23S RNA Intergenic spacer

Sdi 252 CAATCTATTTCTAGATCGTGG 192 S. difficilis

Spa 2152 TTTCGTCTGAGGCAATGTTG

Spa 2870 GCTTCATATATCGCTATACT 23S rRNA 718 S. parauberis

LOX -1 AAGGGGAAATCGCAAGTGCC

LOX -2 ATATCTGATTGGGCCGTCTAA lctO 870 S. inae

pLG -1 CATAACAATGAGAATCGC

pLG -2 GCACCCTCGCGGGTTG 16S rRNA 1,100 L. garvieae

Sumber : Mata et al. (2003)

Metode pendeteksian dan identifikasi Streptococcosis pada ikan dapat dilakukan dengan analisis mikrobiologi untuk infeksi tunggal. Sedangkan infeksi gabungan antar patogen dapat diidentifikasi dengan metode kultur dan uji biokemikal namun membutuhkan bahan-bahan yang banyak dan rumit pengerjaannya. Pengujian dengan menggunakan PCR dibutuhkan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi patogen Streptococcosis pada ikan dengan lebih mudah (Berridge et al, 2001; Mata et al, 2003; Zlotkin et al, 1998).

Hasil penelitian Kawamura et al. (2005) menunjukkan bahwa bakteri

S. difficilis memiliki karakteristik serologi, termasuk dalam grup B, tipe Ib Streptococcus sama dengan S. agalactiae. Persamaan sekuens nilai kedua bakteri 100% untuk 16S rRNA, 99.6% gyrB, 98.6% sodA, 99.5% gyrA dan 99.8% parC gen. Sehingga dari data tersebut merujuk pada kesimpulan bahwa kedua bakteri yaitu S. difficilis (Elder et al., 1994) dan S. agalactiae (Lehmann dan Neumann, 1896 dalam Kawamura et al.,2005) merupakan spesies yang sama. Karakteristik biokimia S. difficilis hanya terdapat sedikit perbedaan dengan S. agalactiae,

(29)

S. difficilis merupakan sinonim dari S. agalactiae yang muncul kemudian (Kawamura et al., 2005).

Tabel 2 Karakteristik Streptococcus agalactiae yang menyerang sapi, manusia dan ikan

Pengujian Collins et al.

(1995) manusia, (4) & (5) pada ikan; non : tidak dilakukan; Var : bervariasi

3 Adhesi dan sifat permukaan

(30)

lipoteikoat atau protein adhesin. Struktur permukaan bakteri yang bersifat hidrofob sangat berperan dalam proses pelekatan (Roth, 1988).

Sifat hidrofobisitas permukaan sel bakteri sangat dipengaruhi oleh banyaknya protein permukaan. Kaitan antara sifat hidrofobisitas dan perlekatan telah diamati pada bakteri Streptococcus suis terhadap eritrosit dan sel HeLa oleh Lammler dan Wibawan (1993), diketahui bahwa semakin hidrofobik permukaan sel bakteri, semakin tinggi kemampuan melekatnya pada sel inang.

Penentuan derajat hidrofobisitas permukaan sel bakteri dapat dilakukan secara langsung dari sifat pertumbuhan koloni pada medium padat, cair dan medium semi padat (soft agar). Bakteri dengan derajat hidrofobisitas tinggi memiliki permukaan koloni kasar pada medium padat dan bentuk kompak pada medium semi padat. Bakteri yang bersifat hidrofil memiliki koloni difus pada soft agar dan permukaan mukoid (berlendir) pada medium padat (Wibawan dan Lammler, 1992). Menurut Wibawan dan Lammler (1992) juga, pengujian sifat hidrofobisitas secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan larutan ammonium sulfat konsentrasi rendah pada uji SAT (Salt Aggregation Test) senyawa-senyawa hidrokarbon antara lain hexadecane dan xylene pada HAT (Hexadecane Adherence Test).

Bakteri dengan permukaan yang didominasi protein akan mudah diendapkan dengan larutan amonium sulfat konsentrasi rendah sehingga dikatakan bakteri tersebut hidrofob. Sebaliknya bakteri yang memiliki kapsul polisakarida sangat sulit diendapkan dengan larutan amonium sulfat konsentrasi rendah, sehingga dikatakan bakteri tersebut bersifat hidrofil.

Uji hidrofobisitas dengan SAT menunjukkan hasil hidrofilik pada bakteri berkapsul dan hidrofobik pada bakteri yang tidak berkapsul (Wibawan et al.,

(31)

penyakit. Namun ikan termasuk organisme primitif yang memiliki sistem imun yang sederhana dan berbeda dengan mamalia umumnya. Menurut Anderson (1974), Rijkers (1982), Clem et al. (1985) dan Ellis (1989) respon imun pada ikan terdiri dari respon seluler dan respon humoral. Menurut Corbal (1975) respon humoral merupakan respon spesifik sedangkan respon seluler bersifat non spesifik.

Respon imunitas dibentuk oleh jaringan limfoid pada ikan, jaringan limfoidnya menyatu dengan jaringan myeloid, sehingga dikenal sebagai jaringan limfomyeloid. Menurut Fange (1982), organ limfoid pada ikan teleost adalah GALT yaitu gut associated limfoid tissue. Produk jaringan limfoid adalah sel-sel darah dan respon imunitas baik seluler maupun humoral. Respon pertahanan seluler ikan merupakan respon yang bersifat non spesifik (Anderson, 1974). Respon ini meliputi pertahanan mekanik dan kimiawi (mukus, kulit, sisik dan insang) dan pertahanan seluler (sel makrofag, lekosit seperti monosit, netrofil, eosinofil dan basofil).

Mekanisme pertahanan tubuh yang sinergis antara pertahanan humoral dan seluler dimungkinkan oleh adanya interleukin, interferon dan sitokin. Anderson (1974) mengemukakan mengenai hubungan interleukin, interferon dan sitokin tersebut berperan sebagai komunikator dan amplikasi dalam mekanisme pertahanan humoral dan seluler ikan.

(32)

kekebalan khusus yang membuat limfosit peka untuk segera menyerang patogen tertentu (Anderson, 1974).

Sistem kekebalan spesifik pada ikan, organ dalam sistem kekebalan ikan adalah sistem reticulo endothelial, limfosit, plasmosit, dan fraksi serum protein tertentu. Sistem reticulo endothelial ikan terdiri dari bagian depan ginjal, timus, limpa dan hati (pada awal perkembangan), jaringan menyerupai limfoid pada usus ikan, sel limfosit, limfosit-B dan limfosit-T. Aktivitas sel-T pada ikan berperan dalam sistem kekebalan seluler/imun perantara sel (cell mediated immunity) sedangkan sel-B berperan dalam produksi Ig melalui rangsangan antigen tertentu pada limpa dan hati (Anderson, 1974).

Beberapa produk dari sistem imun spesifik (dapatan) yang berperan dalam keberhasilan mengeliminasi antigen yang masuk ke dalam tubuh ikan adalah :

1 Antibodi dan komplemen

Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan dalam pertahanan humoral. Bahan-bahan tersebut antara lain berupa antibodi, komplemen, interferon dan C-Reactive Protein (CRP). Serum normal dapat membunuh dan menghancurkan beberapa bakteri Gram negatif. Hal tersebut disebabkan oleh kerja sama antara antibodi dan komplemen, keduanya ditemukan dalam serum normal (Anderson, 1974).

(33)

memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen diproduksi oleh hepatosit dan monosit dengan spektrum aktivitas yang luas. Komplemen dapat diaktifkan secara langsung oleh mikroba atau produknya (jalur altenatif dalam imunitas non spesifik) atau oleh antibodi (jalur klasik dalam imunitas spesifik). Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis dan juga menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit. Selain itu, komplemen dapat menghancurkan sel membran banyak bakteri karena komplemen dapat melepas bahan kemotaktik yang mengerahkan makrofag ke tempat bakteri. Komplemen dapat mengendap pada permukaan bakteri yang memudahkan makrofag untuk mengenal (opsonisasi) dan memakannya (Anderson, 1974).

Antibodi dan komplemen dapat menghancurkan membran lapisan lipopolisakarida (LPS) dinding sel. Diduga komplemen mempunyai sifat esterase yang berperan pada lisis tersebut. Begitu lapisan LPS melemah, lisozim, mukopeptida dalam serum dapat masuk menembus membran bakteri dan menghancurkan lapisan mukopeptida. Membrane Attack Complex (MAC) dari sistem komplemen dapat menimbulkan lubang-lubang kecil dalam sel membran bakteri sehingga bahan sitoplasma yang mengandung bahan-bahan vital keluar sel dan mengakibatkan mikroba mati (Anderson, 1974).

2 Interferon

(34)

termasuk golongan protein yang kadarnya dalam darah dapat meningkat 100x atau lebih pada infeksi akut dan berperan pada imunitas non-spesifik dengan bantuan CaH

5 Vaksinasi pada Ikan

dengan mengikat berbagai molekul antara lain fosforlilkolin yang ditemukan pada permukaan bakteri atau jamur, sehingga dapat mengaktifkan komplemen (Anderson, 1974).

Vaksinasi dilakukan untuk mencegah infeksi penyakit dengan meningkatkan aktivitas sel-sel yang berperan dalam sistem imun spesifik. Ikan yang divaksinasi memperlihatkan ketahanan yang baik terhadap furuncolosis yang tingkat kematiannya hanya 25% dibandingkan dengan yang tidak divaksinasi dengan tingkat kematian 75% (RUMA, 2006).

(35)

Pelaksanaan penelitian secara skematis disajikan pada Gambar 2, yang merupakan penelitian secara laboratorium untuk menggambarkan permasalahan secara menyeluruh dan jelas.

Gambar 2 Alur pelaksanaan penelitian Kandidat Vaksin Potensial

Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Penyakit

Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

IDENTIFIKASI BAKTERI Streptococcus agalactiae DENGAN MELIHAT KARAKTER KELIMA ISOLAT BAKTERI:

Kinetik pertumbuhan, aktivitas hemolitik, uji morfologi, uji fisika dan uji biokimia serta pengujian hidrolisis terhadap gula-gula, sensitivitas terhadap antibiotik, ekspresi fenotip pada berbagai media

tumbuh, pengujian derajat hidrofobisitas dan uji hemaglutinasi

UJI PATOGENISITAS BAKTERI S. agalactiae

Perubahan pola berenang, tingkah laku makan, perubahan patologi anatomi organ dalam dan luar, gambaran darah, patologi klinik darah, histopatologi dan kematian ikan

KAJIAN ECP BAKTERI S. agalactiae

MELIPUTI

UJI TOKSISITAS ECP

Perubahan pola berenang, tingkah laku makan, perubahan

patologi anatomi organ dalam dan luar, gambaran darah,

patologi klinik darah, histopatologi dan kematian ikan

FRAKSINASI PROTEIN ECP

Melalui SDS-PAGE

ISOLASI ECP

Media kultur BHI dan BHIA Lama inkubasi 24, 48, 72 dan 96 jam

EFIKASI VAKSIN SEL UTUH, ECP DAN GABUNGAN KEDUANYA DARI

S. agalactiae TIPE YANG SAMA ATAU TIPE BERBEDA Parameter utama : RPS

(36)

berkaitan dan tidak dapat terpisahkan dari tahapan yang lainnya.

Tahap 1 merupakan tahap awal untuk mengidentifikasi isolat-isolat

S. agalactiae yang menginfeksi ikan nila dengan melihat karakteristiknya yang meliputi kinetik pertumbuhan, aktivitas hemolitik, uji morfologi, uji fisika dan uji biokimia serta pengujian hidrolisis terhadap gula-gula, sensitivitas terhadap antibiotik, ekspresi fenotip pada berbagai media tumbuh, pengujian derajat hidrofobisitas dan uji hemaglutinasi. Sehingga dari penelitian tahap 1 ini dapat

diperoleh informasi mengenai perbedaan dan persamaan karakteristik

S. agalactiae yang menginfeksi ikan nila dan kemungkinan ada persamaan dan perbedaan dengan S. agalactiae pada sapi, kucing/ajing dan manusia.

Tahap 2 dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara karakteristik

S. agalactiae terhadap patogenisitasnya terhadap ikan nila. Parameter yang diamati untuk mengetahui tingkat virulensi dan patogenisitas tersebut antara lain perubahan pola berenang, tingkah laku makan, perubahan patologi anatomi organ dalam dan luar, gambaran darah, patologi klinik darah, histopatologi dan kematian ikan. Dari tahapan ini didapatkan isolat S. agalactiae yang selain virulen juga mampu meningkatan komponen imunitas ikan nila. Dari hasil penelitian ini dipilih dua isolat S. agalactiae yang memiliki perbedaan karakteristik dan memiliki patogenisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya, untuk diuji selanjutnya.

Tahap 3 merupakan lanjutan tahapan sebelumnya, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui toksisitas ECP S. agalactiae terhadap ikan nila. Produk ekstrasellular S. agalactiae diduga sebagai salah satu faktor virulensi terhadap inang. Sehingga dalam penelitian ini akan diketahui apakah ECP bersifat toksik terhadap ikan nila, dan karakteristik bakteri yang berbeda juga berpengaruh terhadap toksisitas ECP pada ikan nila.

(37)

Selanjutnya dilakukan pengujian toksisitas ECP terhadap ikan nila. Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan adanya kandungan toksin dalam ECP

S. agalactiae yang menyebabkan perubahan gejala klinis dan kematian ikan nila. Selain itu, diketahui biakan bakteri pada media dan lama kultur yang menghasilkan ECP yang bersifat toksik terhadap ikan. Sub tahapan terakhir adalah melakukan fraksinasi protein ECP dengan SDS-PAGE, tujuannya adalah untuk mengetahui protein yang terkandung dalam ECP yang menyebabkan perubahan gejala klinis dan kematian pada ikan, yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai vaksin. Dari tahapan ini akan diperoleh ECP yang memiliki protein dengan berat molekul tertentu yang bersifat imunogenik.

Tahap terakhir adalah melakukan pengujian efikasi vaksin yang dibuat. Penelitian ini bertujuan mengetahui efikasi vaksin sel utuh, ECP dan gabungan keduanya baik yang berasal dari S. agalactiae tipe yang sama maupun tipe yang berbeda untuk penanggulangan penyakit Streptococcosis yang disebabkan oleh S. agalactiae. Diharapkan dari penelitian ini dapat dihasilkan kandidat vaksin yang memberikan proteksi terbaik bagi ikan nila dalam mengatasi infeksi S. agalactiae.

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor Jawa Barat dan Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Untuk fraksinasi protein ECP dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, PAU Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai pada bulan November 2009 sampai dengan bulan Agustus 2010.

Ikan uji

(38)

otak dan ginjal) ikan pada media Brain Heart Infusion Agar (BHIA, DIFCO) tidak ditemukan S. agalactiae.

Bakteri Streptococcus agalactiae

Sebanyak lima isolat S. agalactiae digunakan untuk pengujian karakteristik dan patogenisitas yang sebelumnya sudah diidentifikasi dengan PCR (Lusiastuti at al., 2009). Kelima isolat tersebut di jabarkan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Isolat S. agalactiae yang digunakan dalam penelitian Isolat Kode Sumber

1 N3M Organ mata ikan nila dari daerah Cirata

2 N4M Organ mata ikan nila dari daerah Cirata

3 N14G Organ Ginjal ikan nila dari daerah Cirata

4 N17O Organ otak ikan nila dari daerah Cirata

5 NK1 Organ otak ikan nila dari daerah Klaten

Sampel isolat bakteri diambil dari ikan yang menunjukkan gejala klinis seperti mata menonjol, mata mengkerut, berenang berputar dan tidak beraturan (whirling), operkulum menjadi jernih (clear operculum) dan warna tubuh gelap.

Sebelum bakteri stok digunakan untuk penelitian, dilakukan postulat Koch

(39)

Parameter yang diukur

Parameter yang diukur dalam setiap tahapan berbeda, sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Perubahan pola berenang yang diamati berupa: perubahan gerakan pada

kolom air (berenang di permukaan, melayang atau di dasar akuarium), perpindahan badan (lemah atau agresif), bentuk cara berenang (berulang, berputar dan tidak beraturan) dan gerakan operculum. Pengamatan dilakukan selama 5 menit.

2. Tingkah laku makan diamati dengan mengamati respon ikan terhadap pakan yang diberikan. Data yang dikumpulkan termasuk jumlah pakan yang dimakan, jumlah pakan yang tidak dimakan, waktu menangani setiap pakan (waktu dari pakan pertama dimakan hingga dia mencari atau memakan pakan lainnya kembali).

3. Perubahan anatomi organ luar dan organ dalam. Perubahan yang diamati pada anatomi luar berupa kondisi mata, warna tubuh, pendarahan atau kelainan lainnya, sedangkan perubahan anatomi dalam berupa perubahan warna, bentuk dan konsistensi organ otak dan ginjal ikan.

4. Pengamatan Mean Time to Death (MTD) dilakukan untuk mengetahui rerata waktu kematian ikan uji yang terinfeksi S. agalactiae dihitung menurut Kamiso (2001) dalam Murdjani (2002) dengan rumus :

Keterangan; MTD : Mean Time to Death (rerata waktu kematian) a : waktu kematian (jam)

b : jumlah ikan mati setiap waktu pengamatan

(40)

6. Pengukuran indeks fagositik dilakukan dengan metode Anderson dan Siwicki (1995). Secara terperinci prosedur pengukuran dijelaskan dalam Lampiran 1.

7. Pengukuran titer antibodi dengan uji mikrotiter aglutinasi. Secara terperinci prosedur pengukuran dijelaskan dalam Lampiran 1.

8. Pengukuran patologi klinik darah :kadar hemoglobin diukur menurut metode Sahli dengan Sahlinometer (Wedemeyer dan Yasutake, 1977), kadar hematokrit diukur menurut metode Anderson dan Siwicki (1995); kadar glukosa darah juga diamati dalam setiap perlakuan, mengikuti metoda Wedemeyer dan Yasutake (1977). Secara terperinci prosedur pengukuran patologi klinik darah dijelaskan dalam Lampiran 1.

9. Pengamatan histopatologi ikan dilakukan untuk mengetahui kerusakan jaringan ikan yang terinfeksi S. agalactiae yaitu jaringan pada organ mata, otak dan ginjal ikan.

10.Tingkat kelangsungan hidup relatif (Relative Percent Survival/RPS) selama penelitian dihitung dengan menggunakan rumus Ellis (1988):

Analisa data

(41)

KARAKTERISTIK BAKTERI Streptococcus agalactiae YANG MENGINFEKSI IKAN NILA Oreochromis niloticus

ABSTRAK

Bakteri Streptococcus agalactiae berhasil diisolasi dari ikan nila yang dibudidayakan di Waduk Cirata dan Klaten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan fenotipik S. agalactiae yang menginfeksi ikan nila. Hasil pengujian karakteristik, diketahui bahwa S. agalactiae termasuk Gram positif, oksidatif fermentatif positif, katalase dan motilitas negatif, tumbuh baik pada media NaCl 6.5%, memiliki dua tipe hemolitik yaitu β-hemolitik dan non- hemolitik. Kemampuan menghidrolisis gula kedua tipe bakteri bervariatif, bakteri tipe β-hemolitik memiliki kamampuan menghidrolisis gula lebih banyak termasuk arabinose, sorbitol, lactose, trehalose dibandingkan dengan tipe non-hemolitik. Selain itu, perbedaan kedua tipe bakteri tersebut juga terletak pada kemampuan tumbuh pada media bile salt 40%. Berdasarkan pengujian fenotipik, S. agalactiae dapat dikelompokan menjadi bakteri berkapsul yaitu diduga isolat N4M

(2), N17O (4) dan isolat NK1 (5) dan bakteri non-kapsul yaitu isolat N3M (1) dan N14

Kata kunci : karakteristik, Streptococcus agalactiae, Oreochromis niloticus

G (3), secara karakteristik fenotipik isolat S. agalactiae dari ikan, sapi dan manusia memiliki persamaan.

ABSTRACT

Streptococcus agalactiae was successfully isolated from Nile tilapia (Oreochromis niloticus) cultivated in Cirata gulf and Klaten. This research aimed to know the characteristic and phenotypic of S. agalactiae that infected nile tilapia. Characteristic test displayed that this bacteria was Gram positive, positive oxidative fermentative, negative catalase and motility, grow well on media containing NaCl 6.5%, possed two type of haemolytic: β-haemolytic and non-haemolytic. The capability of both bacteria to hydrolize sugar was different: β-haemolytic could hydrolize more sugars including arabinose, sorbitol, lactose, trehalose as compared to that of non-haemolytic bacteria. In addition, both bacteria were also different in ability to grow on bile salt

40% media. Based on phenotypic test, S. agalactiae could be divided into two groups, capsulated [isolate N4M (2), N17O (4) and NK1 (5)] and non-capsulated bacteria [isolate N3M (1) and N14

Keywords : characteristic, Streptococcus agalactiae, Oreochromis niloticus

(42)

Pendahuluan

Kasus Streptococcosis pada ikan disebabkan oleh bakteri Streptococcus

iniae dan S. agalactiae. Perbedaan keduanya adalah bakteri S. agalactiae mampu

tumbuh dalam media bile salt 40% dan NaCl 6.5% sedangkan S. iniae tidak,

namun keduanya tidak mampu menghidrolisis aesculin dan asam D-mannitol

(SNI 7545.3: 2009).

Lima tahun belakangan ini wabah Streptococcosis lebih banyak

disebabkan oleh S. agalactiae yang hampir ditemukan di seluruh daerah budidaya

ikan nila di Indonesia (Taukhid, 2009). Elder et al. (1994) melaporkan bahwa

Streptococcus spp. menyebabkan meningoenchephalitis pada ikan. Evans et al.

(2002) menduga bahwa isolat S. agalactiae yang berasal dari ikan sangat virulen

dan dapat menginfeksi secara luas berbagai jenis ikan baik ikan air tawar maupun

laut. Infektivitas isolat S. agalactiae dari sapi atau manusia terhadap ikan belum

diketahui. Mungkin saja sapi dapat sebagai sumber infeksi S. agalactiae pada

ikan yang disebarkan melalui sapi perah yang terinfeksi (Pereira et al., 2010)

.

Pengamatan mengenai karakteristik S. agalactiae ini sudah banyak

dilakukan baik pada ikan maupun pada mamalia. Garcia et al. (2008) mengamati

perbedaan karakteristik S. agalactiae yang menginfeksi ikan dan sapi hasilnya,

keduanya mampu menghidrolisis laktosa namun hanya isolat dari ikan yang

mampu menghasilkan pigmen dan mengfermentasi trehalosa. Sedangkan

Yildirim et al. (2002) mengamati perbedaan S. agalactiae yang berasal dari

anjing/kucing, manusia dan sapi. Diketahui bahwa hanya isolat sapi yang tidak

mampu menghasilkan pigmen, mampu mengfermentasi laktosa dan mampu

menghemaglutinasi darah kelinci. Sheehan et al. (2009) mengelompokkan bakteri

S. agalactiaedalam dua tipe yaitu tipe 1 (β-hemolitik) dan tipe 2 (non-hemolitik).

Bakteri S. agalactiae tipe 1 tumbuh baik (cepat) pada suhu 37 oC dan mampu

menghidrolisis gula lebih banyak sedangkan bakteri tipe 2 memiliki sifat yang

bertolak belakang dengan tipe 1, yaitu tumbuh relatif lebih lambat pada suhu 37

o

Luasnya kisaran inang bakteri S. agalactiae, menyebabkan pentingnya

(43)

yang menginfeksi ikan untuk dijadikan dasar dalam melakukan pencegahan dan

pengobatan. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan mengenai karakteristik

berdasarkan sifat morfologi, fisika dan biokimia yang berpengaruh terhadap sifat

patogenisitasnya. Pengujian karakteristik mencakup kinetik pertumbuhan,

aktivitas hemolitik, uji morfologi, uji fisika dan uji biokimia serta pengujian

hidrolisis terhadap gula-gula, sensitivitas terhadap antibiotik, ekspresi fenotip

pada berbagai media tumbuh, pengujian derajat hidrofobisitas dan uji

hemaglutinasi.

Bahan dan Metode

Untuk mengetahui karakteristik S. agalactiae yang menginfeksi ikan nila

digunakan lima isolat (Tabel 3) sedangkan penyimpanan dan persiapan bakteri

mengikuti prosedur yang dijabarkan dalam metodologi umum.

1 Kinetik pertumbuhan

Untuk mengukur pertumbuhan bakteri, masing-masing isolat bakteri

ditumbuhkan dalam media biakan cair BHI kemudian digoyang terus hingga akhir

pengukuran (32 jam). Pengukuran dilakukan berdasarkan tingkat kekeruhan

menggunakan alat spektrofotometer yang dinyatakan sebagai nilai absorbans (Ao

Bakteri yang telah dikultur pada media biakan cair BHI selama log phase

menjadi stok awal untuk kemudian dilakukan pengenceran seri sebagai berikut :

stok awal bakteri dikocok hingga larutan tercampur rata. Selanjutnya diambil 1

ml dari stok awal kemudian dimasukkan ke dalam tabung berisi BHI 9 ml dan

diaduk hingga rata, diberi tanda 10

)

atau rapat optis (OD=Optical Density) dengan selang pengukuran setiap 2 jam

sampai bakteri masuk fase penurunan.

-1

. Kemudian diambil 1 ml dari tabung 10-1,

dimasukkan ke dalam tabung berisi BHI 9 ml aduk hingga rata, diberi tanda 10-2,

begitu seterusnya sampai pengenceran ke-10-9. Stok awal maupun hasil

pengenceran selanjutnya dihitung tingkat kekeruhannya dengan menggunakan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm. Dari hasil pengenceran

(44)

diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang, dan dihitung kepadatannya dengan

metoda TPC (total plate count).

2 Aktivitas hemolitik

Masing-masing isolat S. agalactiae ditumbuhkandalam media Blood Agar

Base yang dicampur dengan 5% v/v darah kambing, selanjutnya diinkubasi

selama 18-24 jam pada suhu 37 ºC. Adanya aktivitas hemolitik ditandai dengan

adanya zona hemolitik pada media (Skalka et al., 1979). Bakteri S. agalactiae

yang menghasilkan α-hemolitik akan membentuk zona terang di sekitar koloni,

yang menghasilkan β-hemolitik akan membentuk zona agak gelap di sekitar

koloni dan yang menghasilkan γ-hemolitik/non-hemolitik tidak membentuk zona

hemolitik di sekitar koloni. Sementara itu, bakteri yang memproduksi kombinasi αβ-hemolitik akan tampak zona gelap dan terang di sekitar koloni.

3 Uji morfologi sel, uji fisika dan uji biokimia bakteri

Metode identifikasi S. agalactiae merujuk pada metode identifikasi bakteri

S. agalactiae pada ikan secara konvensional (SNI 7545.3: 2009) yang mencakup

perwarnaan Gram, uji motilitas dengan media semi solid, uji oksidatif-fermentatif,

uji katalase, uji bile salt 40%, uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5%, uji hidrolisis

aesculin dan uji produksi asam dari D-mannitol.

Pewarnaan Gram

Untuk mengetahui sifat Gram dari bakteri uji, dilakukan pengujian

pewarnaan Gram, gelas objek yang telah dibersihkan dengan alkohol 70%

disiapkan dan diberi label sesuai isolat bakteri yang akan diuji. Kemudian akuades

steril diteteskan pada permukaan gelas objek dan ditambahkan 1 ulas bakteri

dengan ose steril kemudian diulas secara merata pada permukaan gelas objek.

Selanjutnya preparat difiksasi dengan melewatkan preparat di atas api (jarak 15

cm) beberapa kali sampai terlihat kering. Untuk pewarnaan, kristal violet

diteteskan pada preparat sampai merata selama 1 menit dan dicuci dengan air

mengalir. Selanjutnya preparat diteteskan kembali dengan larutan iodine lugol

sampai merata dan didiamkan selama 1 menit selanjutnya dicuci dengan air

(45)

maksimal 30 detik. Preparat dicuci kembali dengan air mengalir, setelah kering

diteteskan larutan safranin hingga merata. Setelah 2 menit dicuci kembali dengan

air mengalir dan dikeringkan. Kemudian preparat diamati di bawah mikroskop.

Bakteri Gram positif ditandai dengan sel bakteri berwarna ungu. Bakteri Gram

negatif ditandai dengan sel bakteri berwarna merah. Bentuk rantai panjang atau

pendek dari bakteri juga dapat terlihat.

Uji motilitas dengan media semi solid

Biakan bakteri pada media BHIA diambil sebanyak satu ulasan dengan

jarum ose dan diinokulasi dengan cara ditusukkan pada media semi solid SIM

(Sulphide-Indole-Motility). Selanjutnya diinkubasi pada suhu 28 o

Uji oksidatif-fermentatif

C selama 12-24

jam. Reaksi positif ditandai dengan pertumbuhan bakteri yang menyebar

sedangkan reaksi negatif ditandai dengan pertumbuhan bakteri yang tidak

menyebar.

Isolat bakteri dalam media BHIA diambil dengan jarum ose kemudian

diinokulasikan ke dalam tabung yang berisi media O/F basal dengan cara

ditusukkan, salah satu tabung diisi dengan parafin cair steril setinggi 1 cm di atas

permukaan media. Media yang sudah berisi bakteri diinkubasi pada suhu 25-30

o

Uji katalase

C selama 12-24 jam. Reaksi negatif ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan

warna pada kedua tabung reaksi sedangkan reaksi positif terjadi bila ada

perubahan warna media pada tabung tanpa parafin dari hijau menjadi kuning.

Reaksi fermentatif positif jika terjadi perubahan warna dari hijau ke kuning pada

tabung yang tertutup paraffin.

Biakan bakteri diambil secara aseptis dengan jarum ose, kemudian

dioleskan pada gelas objek dan ditambahkan 1 tetes larutan H2O2 3%. Bakteri

bersifat katalase positif bila menghasilkan gelembung udara dalam waktu kurang

(46)

Uji bile salt 40%

Biakan bakteri dalam media BHIA diambil dengan ose kemudian

diinokulasikan ke dalam media bile agar dan diinkubasi dalam suhu 37 o

Uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5%

C selama

24-48 jam. Reaksi positif apabila bakteri tumbuh pada media tersebut dan reaksi

negatif apabila tidak tumbuh pada media bile agar.

Biakan bakteri diambil dengan ose kemudian diinokulasikan ke dalam

media BHIA yang telah ditambahkan NaCl 6.5% dan diinkubasi dalam suhu 37

o

Uji hidrolisis aesculin

C selama 24-48 jam. Reaksi positif apabila bakteri tumbuh pada media tersebut.

Reaksi negatif apabila bakteri tidak tumbuh pada media agar.

Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam aesculin broth kemudian

diinkubasikan pada suhu 25-30 o

Uji produksi asam dari D-mannitol

C selama 24-48 jam. Reaksi positif ditandai

dengan warna hitam.

Isolat bakteri diambil dengan jarum ose dan diinokulasikan ke dalam

media phenol red broth base yang sudah ditambahkan dengan D-mannitol

kemudian diinkubasi dalam 25-30 o

4 Uji Gula-gula dengan Api Strep 20

C selama 12-24 jam. Reaksi positif jika

terbentuk warna kuning pada agar dan negatif bila tidak terjadi perubahan warna.

Pengujian kemampuan hidrolisis S. agalactiae pada berbagai macam gula

dilakukan dengan API Strep 20 mengikuti metoda Sheehan et al. (2009). Box

inkubasi/strip (tray dan lid) yang sebelumnnya telah dipercikkan akuades steril

sebanyak 5 ml untuk menghilangkan gas-gas (Cl2, CO2

Kotak inkubasi disiapkan, kemudian strip pertama diisi sebanyak setengah strip (VP, HIP, ESC, PYRA, αGAL, βGUR, βGAL, PAL, LAP, ADH) dan dan sebagainya)

diinkubasi. Kemudian inokulum S. agalactiae disiapkan dengan membuat

suspensi bakteri yang berumur 24-48 jam (pada media BHIA) dan dicampur 2 ml

akuades steril hingga kekeruhan lebih besar dari standar McFarland 4, suspensi ini

(47)

suspensi bakteri yang dibuat didistribusikan pada kolom strip (usahakan tidak ada

gelembung). Untuk pengujian VP sampai LAP strip diisi dengan 100 µl pada

masing-masing kolom uji dan untuk ADH diisi kolomnya saja. Selanjutnya strip

(RIB hingga GLYG) diisi: ampul API GP medium dibuka, diisi dengan 0.5 ml

suspensi bakteri dan dicampur secara merata, kolom strip kedua diisi dan lid

ditempatkan ke dalam tray. Kotak inkubasi yang sudah selesai diisi diinkubasi

pada suhu 36 o

5 Uji sensitivitas terhadap antibiotik

C selama 4 jam dan diamati perubahan yang terjadi. Setelah itu

kolom VP ditambahkan dengan 1 tetes indikator VP1 dan VP2; kolom HIP

diteteskan 2 tetes indikator NIN; kolom ESC tidak ditambahkan indikator apapun;

dan kolom PYRA sampai LAP ditambahkan 1 tetes indikator ZYM A dan 1 tetes

ZYM B. Kolom yang lain tidak ditambahkan indikator apapun. Ditunggu selama

10 menit untuk melihat perubahannya. Setelah itu diinkubasi kembali selama 24

jam dan diamati perubahan yang terjadi seperti yang tercantum pada Tabel

Perubahan warna pada pengujian gula-gula dengan API Strep 20 di Lampiran 2.

Pengukuran sensitivitas terhadap antibiotik methicillin, chloramphenicol.

erythromycin, cephalothin, tetracycline, ampicilin, clindamycin, gentamicin

dilakukan berdasarkan metoda Kirby-Bauer Disk-Diffusion (NCCLS, 1998).

Masing-masing isolat S. agalactiae ditumbuhkan dalam 10 ml BHI dan

diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 28-30 oC. Suspensi bakteri diambil

sebanyak 1 ml dan disebar dalam BHIA kemudian didiamkan selama 5 menit,

kertas cakram yang telah mengandung antibiotik uji 1) Methicillin; 2)

Chloramphenicol; 3) Erythromycin; 4) Cephalothin; 5) Tetracycline; 6)

Ampicilin; 7) Clindamycin; 8) Gentamicin, dimasukkan ke dalam inokulasi

bakteri uji, ditunggu selama 15 menit terlebih dahulu sebelum diinkubasi selama

24-48 jam pada suhu 28-30 oC, zona hambat (zona bening) yang terbentuk diukur

Gambar

Gambar 2 Alur
Gambar 4 Zona hemolitik Streptococcus agalactiae : A. β-hemolitik dan B. non-
Gambar 5  Morfologi sel Streptococcus agalactiae dengan pewarnaan Giemsa.
Tabel 5  Kemampuan Streptococcus agalactiae menghidrolisis gula menggunakan API Strep 20
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengkaji cuba membandingkan keberkesanan pembelajaran geografi berbantukan komputer dengan pengajaran bercorak tradisional (kaedah pengajaran tanpa penggunaan komputer)

Selain itu penulis juga melakukan analisis lanjutan untuk mengetahui karakteristik fisik pada setiap jenis endapan channel , untuk menentukan faktor pengontrol yang

Cerita Asal Mula Nama Nagari Guguak S arai versi dua memiliki fungsi sosial sebagai tradisi karena, cerita ini memberitahukan kepada kita bahwa banyak yang bisa

struktur teks anekdot pada cerita Abu Nawas diperoleh nilai rata-rata 94% memiliki struktur yang lengkap Struktur sempurna artinya teks anekdot tersebut terdiri dari

Oleh karena itu, peneliti ingin memperdalam serta mengkaji mengenai perhitungan waktu, biaya, dan juga kekuatan dari struktur rangka atap baik itu dari material kayu maupun

[r]

Input pada rangkaian alat pengaman kendaraan menggunakan sistem kombinasi angka menggunakan modul TX sebagai pemancarkan sinyal atau gelombang elektromagnit dengan