• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor faktor penentu produk ranggah muda Rusa timorensis (de Blainville 1822) di habitat alami dan penangkaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor faktor penentu produk ranggah muda Rusa timorensis (de Blainville 1822) di habitat alami dan penangkaran"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR PENENTU PRODUK RANGGAH MUDA

Rusa timorensis

(de Blainville 1822) DI HABITAT ALAMI

DAN PENANGKARAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Faktor-faktor penentu produk ranggah muda Rusa timorensis (de blainville 1822) di habitat alami dan penangkaran” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Mufti Sudibyo

(3)

RINGKASAN

MUFTI SUDIBYO. Faktor-faktor penentu produk ranggah muda Rusa timorensis (de Blainville 1822) di habitat alami dan penangkaran. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA, BURHANUDDIN MASY’UD dan TOTO TOHARMAT.

Rusa timor jantan potensial produktif memiliki ciri khas dapat menghasilkan produk ranggah muda (velvet antler) yang dapat dipanen tanpa harus membunuh dan dapat dimanfaatkan sebagai nutraceutical. Kriteria produk didasarkan atas bobot dan panjang, sedang kualitas didasarkan atas kandungan mineral dengan indikasi utama kadar Ca dan P serta asam amino. Ke dua kriteria tersebut dipengaruhi tempat, kondisi internal fisik maupun eksternal berupa habitat dan pakan. Karena itu penelitian bertujuan untuk (1) Mempelajari pola atau bentuk sebaran spatial dan habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), (2) Mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan pakan disukai (preferensial) rusa timor di Pulau Peucang TNUK, dan menganalisis hubungannya dengan kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alaminya di Pulau Peucang TNUK, (3) Mengidentifikasi faktor-faktor-faktor penentu kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan penangkaran, (4) Merumuskan strategi pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa timor sebagai produk utama dalam unit pengelolaan rusa baik di alam maupun di penangkaran.

Penelitian tahap 1 di lakukan di Taman Nasional Ujung Kulon (Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum). Penelitian di pulau dibagi dalam dua sesi, sesi pertama dilakukan pengamatan pola persebaran, komposisi vegetasi dan preferensi habitat rusa timor di Pulau Peucang. Pendataan rusa menggunakan metode sensus dengan concentration count yang dilakukan sore hingga malam hari. Pola persebaran menggunakan uji chi-square. Peubah ciri preferensi habitat meliputi ketinggian, kelerengan, suhu, kelembaban, pH tanah, salinitas tanah, jarak dari pantai, jarak dari padang rumput, jarak dari kubangan dan jarak dari jalur patroli. Posisi geografis rusa di-upload dalam file database (*.dbf) ke ArcGis 9.3. faktor-faktor penentu keberadaan rusa di analisis dengan regresi berganda stepwise dengan IBM SPSS statistic 20. Sesi ke dua Pengamatan preferensi pakan rusa jantan fase ranggah muda di amati dengan pair method dan diambil sampel pakan yang paling sering dikonsumsi untuk dilakukan analisis proksimat dan kandungan nutrisinya. Pengambilan sampel ranggah dilakukan dengan teknik anestasi total menggunakan bahan kombinasi Xylazine hydrochloride 0.01 ml/kg berat badan dan Ketamin 0.05 ml/kg berat badan. Pengambilan ranggah muda pada umur 55, 60 dan 65 hari.

(4)

rusa dan ranggah muda meliputi berat badan, panjang badan, tinggi badan, lingkar dada, berat, panjang, dan diameter ranggah muda. Analisis kimia ranggah muda meliputi mineral makro dan mikro serta asam amino. Analisis statistik dengan ANOVA, uji beda dengan LSD dan Duncan menggunakan sofware IBM SPSS Statistics 20.

Hasil penelitian menunjukkan (1) bentuk sebaran rusa timor di TNUK adalah mengelompok. Habitat preferensial rusa jantan fase ranggah muda adalah pada daerah yang memiliki kelembaban 50 – 80%, ketinggian 0 – 40 m, jarak dari jalur patroli 0 – 100 m, jarak dari padang rumput 0 – 1000 m dan > 2000 m dan suhu 280C – 310C, dengan persamaan regresi Y(kehadiran rusa) = - 0.611 + 1.743 X (kelembaban) – 1.402 X (ketinggian) – 0.317 X( jarak dari jalur patroli) + 0.170 X (jarak dari padang rumput) + 1.563 X (suhu udara) dan koefisien diterminan R2= 80.4%, p < 0.05.(2) Rusa di habitat alami Pulau Peucang dan Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon menyukai rumput lapang Cynodon dactylon, Axonopus compressus, ketapang Terminalia catapa, waru Hibiscus tiliaceus, kanyere laut Dendrolobium umbellatum, dan Bungur Lagerstroemia speciosa. Terdapat korelasi yang tinggi antara mineral P pada pakan dengan P pada ranggah (r=0.708), sedang mineral Ca pada pakan dengan Ca pada ranggah memiliki korelasi yang rendah (r=0.434). terdapat pengaruh yang nyata antara pakan preferensial dengan asam amino ranggah muda rusa yang di panen pada waktu yang berbeda. Rusa di penangkaran menyukai jenis pakan Rumput gajah

Pennisetum purpureum, Gewor Commelina benghalensis, Sulanjana Hierochloe horsfieldii, Sorgum Sorghum caudatum, and hanjeli Coix Lacryma, mineral pakan rusa di penangkaran tidak berbeda nyata dengan mineral pada ranggah panen (p > 0.05). (3) Faktor-faktor penentu kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan penangkaran adalah umur rusa, umur ranggah panen, dan lingkar dada (4) strategi pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa timor di habitat alami dan di penangkaran dilakukan dengan cara pengambilan ranggah muda pada rusa jantan berumur > 3 tahun pada umur ranggah muda 60 hari.

(5)

SUMMARY

MUFTI SUDIBYO. Determinant Factors of the Products of Velvet Antlers of

Rusa timorensis (de Blainville 1822) in Natural habitat and Captivity. Supervised by YANTO SANTOSA, BURHANUDDIN MASY'UD and TOTO TOHARMAT

The male Timor deer with their productive potentials have the characteristics of producing high quality of velvet antlers that can be harvested without killing which may be used as nutraceutical substances. The product criteria are based on the weight and length, and the quality is based on the contents of Ca, P, and amino acids. The two criterions may be influenced by places, internal and external physical conditions such as habitats and feed types. Therefore, the study was aiming at (1) Studying the spatial pattern or preferential habitat of Timor deer in Peucang island Ujung Kulon National Park (2) Identifying the preferential feed types and obtaining the correlation between feed nutrient contents and quality of velvet antlers produced in Ujung Kulon National Park. (3) Identifying the determinant factors of Timor deer that can produce high quality products of velvet antlers. (4) Formulating management strategies in exploiting the velvet antler of Timor deer as the main product of deer in the wild and captivity area.

The first phase of the study was conducted at Ujung Kulon National Park (Peucang and Handeuleum Islands). The research on the island was divided into two sessions i.e. in the first session, observations on the distribution patterns, vegetation composition and habitat preferences of deer in Peucang Island were carried out. Inventory of deer used the method of concentration count census was conducted from afternoon to evening, and the distribution pattern used the chi-square test. The variables of the characteristics of habitat preferences include latitude, slope, temperature, humidity, soil pH, soil salinity, and distances from shore, from the pasture, from the pool and from the patrol path. The geographical position of deer was uploaded in the database file (*. dbf) to ArcGIS 9.3. The determinant factors of the presence of deer were analyzed using a stepwise multiple regression with the IBM SPSS statistics 20. In the second session of observations, the feed preferences of male deer were observed by pair method and feed samples of the plants most frequently consumed were taken for proximate analysis and their nutritional content analysis. Sample collection was carried out by giving the deer total anesthesia using a combination of Xylazine hydrochloride of 0.01 ml/kg body weight and ketamine of 0.05 ml/kg body weight. The collection of the velvet antlers was conducted when they were at the age of 55, 60 and 65 days.

(6)

Morphometry data of the deer and their velvet antler include body weight, body length, body height, girth size, weight, length, and diameter of the velvet antlers. The chemical analysis of velvet antler includes macro and micro minerals and amino acids. The statistical analysis was carried out by ANOVA, differential test with LSD and Duncan used IBM SPSS Statistics 20 software.

The results showed that (1) Distribution of Timor deer in Ujung Kulon National Park was clustered. Preferential habitat of stag at velvet antler phase is the area that has a humidity 50-80%, with 0-40 m altitude, distance from the patrol paths 0-100 m, distance from the pasture 0-1000 m and > 2000 m and temperature 280C - 310C with a regression equation of Y (the presence of deer) = - 0611 + 1.743 X (humidity) - 1.402 X(altitude) - 0.317 X (distance from the patrol path) + 0.170 X (distance from the pasture) + 1,563 X (temperature) and diterminan coefficient R2 = 80.4%, p < 0.05. (2) Deer in natural habitat Peucang Island and Handeuleum at Ujung Kulon National Park like grasses Cynodon dactylon, Axonopus compressus, and leaf of tree Terminalia catapa, Hibiscus tiliaceus, Dendrolobium umbellatum, and Lagerstroemia speciosa. There was a high correlation between mineral P in the feed with the antler P (r = 0.708), whereas Ca in the feed with the antler has a low correlation (r = 0434). There is a significant different between the preferential feed amino acids velvet antler deer harvested at different times. Deer in captivity prefered Pennisetum purpureum, Commelina benghalensis, Hierochloe horsfieldii, Sorghum caudatum, and Coix lacryma. Mineral in captivity were not significantly different from minerals of velvet antler harvested (p > 0.05). (3) Determinant factors of products and quality of velvet antler included age of deer, harvesting time of velvet antler, and girth size (4) Management strategies exploiting of velvet antler of Timor deer in a natural habitat and in captivity was done by removal the velvet antler at 60 days and age of stag > 3 years.

(7)

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

FAKTOR-FAKTOR PENENTU PRODUK RANGGAH MUDA

Rusa timorensis

(de Blainville 1822) DI HABITAT ALAMI

DAN PENANGKARAN

MUFTI SUDIBYO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof (R) Dr Ir Gono Semiadi M.Sc. Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah berjudul Faktor-faktor penentu produk ranggah muda Rusa timorensis (de Blainville 1822) di habitat alami dan penangkaran ini berhasil diselesaikan. Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Dr Ir Yanto Santosa DEA selaku ketua komisi pembimbing, Dr Ir Burhanuddin Masy’ud MS dan Prof Dr Ir Toto Toharmat M.Agr.Sc selaku anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberi bimbingan, saran dan semangat untuk penyelesaian disertasi ini.

2. Universitas Negeri Medan, tempat penulis bekerja yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan S3 di IPB dan memberikan bantuan pendanaan melalui Hibah Kompetisi selama 2,5 tahun.

3. DP2M Dikti yang telah membantu pendanaan penelitian melalui Hibah Bersaing selama 2 tahun (2011 dan 2012) dan Hibah Disertasi Doktor tahun 2013

4. Direktur PHKA yang telah memberikan ijin pengambilan sampel ranggah muda rusa timur di kawasan konservasi Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon

5. Kepala Pusat Penelitian dan Pengambangan Konservasi dan Rehabilitasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan Bogor yang telah memberikan ijin dan penggunaan perlengkapan penelitian di Penangkaran rusa timor di Dramaga Bogor.

6. Bapak Ir. Endro Subiandono, Ir. Mariana Takandjandji M.Si, dan Zaenal Asikin yang telah yang memberikan pendampingan selama penelitian di penangkaran rusa Dramaga

7. Ir. Agus Priyambudi M.Sc. dan Dr. Ir. Haryono MSi Selaku Kepala Taman Nasional Ujung Kulon yang telah membantu memfasilitasi sarana prasarana di lapangan selama pengambilan data.

8. Suhaelly (Welly), Warsito sebagai kepala Resort Pulau Peucang dan Hartoyo sebagai kepala resort Handeuleum yang telah membantu dalam akomodasi selama penelitian di Peucang dan Handeuleum.

9. Pembantu tenaga lapangan : Charlan Sudariyo, Samsuddin, Syamsuddin Kemod, Atep, Pa Ncob, Savera, Karsa dan Medi

10.Teman-teman seperjuangan: Ivan Yusfi Noor, U. Mamat Rahmat, Abdul Muin, dan Paerah.

11.Sdr. Sofwan yang telah banyak membantu penulis dalam pengurusan administrasi kependidikan.

12.Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada ayah dan ibu Drs. HM. Asymuni (alm), dan Hj. Siti Mukarromah, isteri tercinta Puspa Elidar, anak tersayang Rijalul Akhyar (Allif) serta seluruh keluarga, atas segala doa, kesabaran dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi pembacanya, Amin.

Bogor, Agustus 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Novelty (Kebaruan) 5

Kerangka pemikiran 5

2. BENTUK SEBARAN SPASIAL, KOMPOSISI VEGETASI DAN PREFERENSI HABITAT RUSA TIMOR DI PULAU PEUCANG Pendahuluan 7

Bahan dan Metode 8

Hasil pembahasan 11

Simpulan 23

3. HUBUNGAN PAKAN PREFERENSIAL DENGAN PRODUK RANGGAH MUDA Rusa timorensis DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Pendahuluan 24

Bahan dan Metode 25

Hasil dan pembahasan 28

Simpulan 35

4. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PRODUK RANGGAH MUDA RUSA TIMOR (Rusa timorensis) DI PENANGKARAN Pendahuluan 36

Bahan dan Metode 37

Hasil dan pembahasan 39

Simpulan 48

4. PEMBAHASAN UMUM 49

5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 59

Saran DAFTAR PUSTAKA 60

LAMPIRAN 67

DAFTAR RIWAYAT HIDUP 99

(13)

DAFTAR TABEL

2.1 Hasil uji X2 pola sebaran spasial populasi rusa timor di Pulau Peucang berdasarkan tempat dan waktu (14.00 – 21.00 WIB)

2.2 Rekapitulasi pola sebaran populasi rusa timor di Pulau Peucang menurut ruang dan waktu

2.3 Bentuk sebaran spasial rusa timor di Pulau Peucang di lima wilayah pengamatan

2.4 Kerapatan vegetasi ekosistem padang rumput Pasanggrahan

2.5 Kerapatan vegetasi tingkat semai di ekosistem pantai Pasanggrahan Pulau Peucang

2.6 Kerapatan vegetasi tingkat pancang ekosistem pantai Pasanggrahan 2.7 Kerapatan vegetasi tingkat tiang ekosistem pantai Pasanggrahan 2.8 Kerapatan vegetasi tingkat Pohon ekosistem pantai Pasanggrahan

2.9 Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi di padang penggembalaan (grazing area) Pasanggrahan

2.10 Indeks Nilai Penting vegetasi pantai di Pasanggrahan 2.11 Indeks Nilai Penting vegetasi pantai

2.12 Indeks Nilai penting Strata pohon vegetasi pantai

2.13 Indeks keragaman jenis pakan pada berbagai tingkat pertumbuhan pada ekosistem Pulau Peucang

2.14 Rekapitulasi perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kehadiran rusa dengan ketinggian tempat

2.15 Indeks Neu preferensi habitat rusa terhadap ketinggian tempat

2.16 Rekapitulasi perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kehadiran rusa dengan jarak dari jalur patroli

2.17 Indeks Neu preferensi habitat rusa terhadap jarak dari jalur patroli 2.18 Rekapitulasi perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kehadiran

rusa dengan jarak dari padang rumput

2.19 Indeks Neu preferensi habitat rusa terhadap jarak dari padang rumput 3.1 Klasifikasi ranggah muda rusa merah (Cerphus elaphus) menurut NZIA.

2008

3.2 Hasil uji perbedaan (χ²) pemilihan jenis pakan oleh rusa timor jantan dewasa fase ranggah muda di Pulau Peucang TN Ujung Kulon

3.3 Preferensi pakan rusa timorensis berdasarkan indeks Neu (Neu et al,

1974)

3.4 Rataan jumlah kandungan nutrisi dari sebelas jenis tumbuhan pakan preferensial rusa timor di Taman Nasional Ujung Kulon

3.5 Rataan berat dan panjang ranggah muda rusa timor pada umur panen berbeda diTN Ujung Kulon

3.6 Hubungan antara parameter morfometrik rusa dan ranggah

3.7 Mineral makro dan mikro pada ranggah muda utuh Rusa timorensis

pada umur panen berbeda di TN Ujung Kulon

3.8 Kandungan asam amino ranggah muda Rusa timorensis pada umur panen berbeda di TN Ujung Kulon

3.9 Hubungan antara mineral pakan dengan mineral ranggah

3.10 Hubungan antara Protein Kasar pada pakan dengan Asam amino ranggah muda rusa timor di habitat alami

(14)

4.1 Hasil skoring pemilihan jenis pakan oleh rusa timor di penangkaran 4.2 Konsumsi Bahan Kering (gr/ekor/hari) pada tiga kelas umur dan berat

badan berbeda pada rusa timor di penangkaran Puskonser Litbang Kehutanan.

4.3 Proporsi konsumsi bahan kering (KBK) terhadap bobot badan pada rusa berumur 3, 6 dan 9 tahun di penangkaran

4.4 Konsumsi nutrisi pakan oleh rusa timor pada umur berbeda di penangkaran

4.5 Konsumsi mineral makro (g/hari) dari ransum yang diberikan pada kelas umur dengan bobot badan yang berbeda

4.6 Konsumsi harian mineral mikro pada Rusa timor dengan kelas umur berbeda di penangkaran

4.7 Grading ranggah muda rusa merah (Cervus elaphus) Super A (SA), SAT (Tradisional) dan SALT (Long Traditional) di New Zealand

4.8 Rataan ukuran produk ranggah muda rusa timor pada kelas umur berbeda di penangkaran

4.9 Kandungan mineral makro ranggah muda rusa timor pada umur panen 60 hari pada kelas umur rusa yang berbeda

4.10 Perbandingan kandungan asam amino ranggah muda rusa timor pada umur panen 60 hari pada kelas umur rusa yang berbeda

5.1 Perbandingan ransum rusa di Penangkaran Pusat Konservasi Hutan (Puskonserhut) dan di Korea

5.2 Perbandingan kadar asam amino pada ranggah muda utama (rerata bagian atas, tengah dan bawah dalam % BK) rusa timor (Rusa timorensis) di penangkaran dan habitat alami dengan rusa Sika (Cervus nippon)

1.1 Kerangka pemikiran penelitian tentang faktor penentu produk ranggah muda antler Rusa timorensis (de Blainville 1822).

2.1 Petak contoh pengambilan data vegetasi pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon

2.2 Peta sebaran rusa dan pembagian wilayah lapangan 2.3 Pertambahan/pengurangan jumlah rusa persatuan waktu

2.4 Ekosistem padang rumput Pasanggrahan (kiri) dan Pantai Pulau Peucang (kanan)

3.1 Teknik pengukuran ranggah muda rusa timorensis 3.2 Teknik pengukuran morfometri rusa timor

4.1 Grading ranggah muda rusa merah di New Zealand dan Taiwan

5.1 Strategi pencapaian nilai ekonomi, nilai ilmiah, minimalisasi kematian rusa jantan dan peningkatan populasi dari panen ranggah muda Rusa timorensis di kawasan hutan konservasi

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

(16)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Rusa timor (Rusa timorensis) merupakan satwa asli Indonesia yang berstatus dilindungi (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999) dan menjadi isu konservasi sumber genetik (Pattiselanno 2003). Rusa timor juga menjadi sumber daya alam Indonesia yang memiliki nilai ekonomi dan estetika (Wirdateti &Semiadi 2007), namun dalam kurun waktu 15 tahun terjadi penurunan populasi 10% akibat hilang dan degradasi habitat, serta perburuan liar, sehingga saat ini total populasinya diperkirakan kurang dari 10.000 individu. Menurut International Union for Conservation of Nature and Nature Resources

(IUCN) rusa timor berstatus rentan (Hedges et al. 2010). Potensi ancaman terhadap penurunan populasi rusa timor masih terus akan terjadi sejalan dengan peningkatan populasi manusia, maka upaya konservasi yakni perlindungan, pengawetan dan pemanfaatannya secara terpadu dipandang penting dan menjadi salah satu prioritas konservasi biodiversitas di Indonesia. Upaya konservasi tersebut dapat dilakukan baik di habitat alami (in situ) maupun di luar habitat alaminya (ex situ).

Konservasi rusa timor saat sekarang memerlukan paradigma baru yakni tidak melakukan pengurangan jumlah tetapi dengan melakukan optimalisasi pemanfaatan bagian dari rusa yang memiliki nilai ekonomi tinggi tanpa harus membunuh sehingga tidak mengurangi jumlah populasi. Bagian dari rusa yang dimaksud adalah ranggah muda yang terdapat pada rusa jantan dewasa berumur lebih dari 3 tahun dan dikenal dengan sebutan velvet antler yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan alami baik dalam bentuk racikan/irisan langsung, bentuk serbuk, ataupun ekstrak cair. Keberhasilan upaya konservasi in situ berbasis produk ranggah muda dapat dicapai dengan penguasaan pengelolaan terhadap informasi-informasi dasar yang terkait dengan pola atau bentuk sebaran spatial dan habitat preferensial karena informasi dasar ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan didalam menetapkan teknik dan pendekatan pengelolaan habitat yang tepat dalam penyediaan jenis pakan yang bekualitas dan diperlukan bagi rusa jantan penghasil produk ranggah muda. Pengelolaan habitat ke depan dengan lebih memfokuskan perhatian pada jenis-jenis pakan tertentu yang dibutuhkan bagi rusa akan sangat mendukung terhadap perlindungan dan pengawetan maupun upaya pemanfaatannya.

Pada dasarnya rusa termasuk satwa generalis dalam penggunaan habitat, namun beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa beberapa jenis rusa memiliki kekhasan dalam pemilihan habitatnya (Nagarkoti & Thapa, 2007). Bello et al. (2001) menyatakan rusa ekor putih (Odocoileus virginianus) jantan lebih memilih habitat tertutup sementara betina cenderung memilih daerah terbuka. Purnomo (2010) melaporkan bahwa di hutan Wanagama kehadiran rusa timor di suatu habitat dipengaruhi oleh variabel jumlah spesies pohon, kelerengan dan jarak dari sumber air. Spaggiari & Garin-Wichatitsky (2006) melaporkan bahwa rusa timor di New Zealand lebih menyukai dataran banjir dan hutan

(17)

menunjukkan bahwa ada perbedaan pola sebaran spatial dan habitat preferensi rusa timor di setiap kawasan hutan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian tentang sebaran spatial dan habitat preferensial rusa timor di suatu kawasan konservasi menjadi penting.

Sebagai jenis satwa yang dilindungi di Indonesia, fakta menunjukkan bahwa sebagian besar daerah sebaran utama rusa timor dewasa ini adalah di kawasan-kawasan hutan konservasi, salah satu diantaranya adalah Taman Nasional Ujung Kulon. Rusa timor di kawasan konservasi hutan telah diketahui memiliki potensi ekonomi cukup tinggi, namun potensi ini belum termanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan dalam menunjang kemandirian suatu kawasan konservasi hutan atau pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam) sesuai dengan kaidah yang tertuang dalam amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 3 yang dinyatakan bahwa Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Penentuan pendekatan pemanfaatannya sebagai komoditas ekonomi di suatu kawasan konservasi seperti taman nasional tetap mempertimbangkan secara terpadu kepentingan perlindungan dan pengawetannya sebagai plasma nutfah di suatu kawasan konservasi. Konsekuensinya, upaya pemanfaatan rusa timor secara langsung dari dalam kawasan konservasi berupa daging harus dihindari untuk sementara karena harus membunuh rusa tersebut, padahal kondisi populasi rusa dewasa ini di kawasan-kawasan konservasi dalam tekanan ancaman penurunan populasi yang seharusnya diupayakan terjadi peningkatan jumlah secara signifikan. Fenomena ini memberikan peluang/kesempatan untuk menggali potensi rusa secara optimal dengan mengembangkan produk alternatif yang memiliki dua keuntungan ganda yakni memiliki nilai ekonomi dan nilai konservasi dengan pendekatan pemanfaatan rusa tanpa membunuh, yakni dengan pemanfaatan ranggah muda (velvet antler). Harper (2003) menyatakan bahwa pendekatan pemanfaatan rusa dengan tidak membunuh dapat membantu restorasi populasi rusa dari waktu ke waktu dengan singkat.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ranggah muda rusa merupakan salah satu komoditas ekonomi yang propesktif karena memiliki manfaat yang cukup luas sebagai bahan baku obat (Drajat 2000). Di Cina ranggah muda lebih dikenal sebagai salah satu bahan racikan Traditional Chinese Medicine (TCM) (Cowan 2010), digunakan untuk menguatkan tulang dan otot, gizi bagi darah, mengurangi pembengkakan, afrodisiak, kekebalan, anemia dan memperbaiki sirkulasi darah (Fisher 1988), produk ranggah muda juga digunakan tidak hanya pada orang dewasa melainkan juga pada anak-anak (Churk 1999). Didalam penelitian mutakhir, ranggah muda juga digunakan untuk berbagai jenis pengobatan, seperti sebagai sumber baru anti oksidan alami (Zhou & Li 2009), mengurangi gejala asma (Kuo et al. 2012), perlakuan pengobatan alternatif gagal jantung (Shao et al. 2012), pengendalian osteoporosis (Tseng et al.

(18)

Growth Factor (IGF-1), Epidermal Growth Factor (EGF),Glycosaminoglycans

(GAGs), vitamin A dan E, protein, asam uronat, dan Asam sialat (Tuckwell, 2003; Lee et al. 2007). Pengembangan pemanfaatan ranggah muda rusa tersebut sebagai salah satu produk utama yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi bahkan sebagai sumber pendapatan utama dari suatu unit manajemen rusa telah dilakukan di Australia dan New Zealand melalui pengembangkan industri rusa jenis Fallow (Dama dama) dan rusa merah (Cervus elaphus) dan Wapiti (Cervus elaphus sp) yang hasilnya diekspor ke Cina, Korea, dan Taiwan (DIAA 2002).

Hasil penelitian tentang pemanenan ranggah muda rusa dari beberapa jenis rusa di Australia, New Zealand, Korea dan Jepang yang memiliki empat musim telah membuktikan bahwa kualitas ranggah muda yang dihasilkan dipengaruhi oleh banyak faktor (Gibbs 2006, Jeon et al. 2011, Evans et al. 2008; Harper 2003). Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal rusa seperti jenis rusa, ukuran tubuh rusa, umur panen ranggah, dan genetik, dan faktor eksternal rusa seperti kondisi habitat, jenis dan kualitas pakan. Bertitik tolak dari fenomena ini apakah terjadi hal yang sama dengan rusa tropis di Indonesia? untuk menjawab pertanyaan itu maka penelitian tentang faktor-faktor penentu kualitas produk ranggah muda rusa timor, khususnya di dalam kawasan konservasi seperti di Taman Nasional Ujung Kulon penting dilakukan, karena hasil penelitian ini dapat menjadi acuan didalam mengatur teknik pengelolaan habitat berbasis produk ranggah muda dengan pengaturan pemanenan ranggah muda secara tepat di lingkungan habitat aslinya secara in situ dan dapat pula dijadikan sebagai acuan didalam pengelolaan pemanfaatannya di luar habitat alaminya (ex situ) melalui usaha penangkaran rusa timor. Salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas produk ranggah muda rusa adalah jenis dan kualitas pakan. Di alam, rusa mengkonsumsi banyak jenis tumbuhan pakan dan diantara jenis-jenis tersebut dikategorikan disukai (preferensial). Kajian hubungan antar semua jenis pakan yang dikonsumsi rusa dengan kualitas produk ranggah muda di alam menghadapi banyak kendala teknis, sehingga pendekatannya adalah dengan membatasi hanya pada jenis-jenis pakan yang sering dikonsumsi (disukai). Oleh karena itu, penelitian tentang hubungan pakan preferensial dengan kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alaminya penting dilakukan.

Upaya pengembangan pemanfaatan ranggah rusa juga dapat dilakukan di luar habitat alami (ex situ) melalui penangkaran sebagaimana telah disebutkan di atas. Mengacu pada fenomena di alam maupun praktek penangkaran rusa di luar negeri dan banyak hasil penelitian tentang adanya hubungan kualitas pakan dengan kualitas produk ranggah muda rusa, disamping faktor-faktor lain seperti umur dan berat badan rusa serta umur panen ranggah, maka penelitian tentang faktor apa saja yang menentukan kualitas produk ranggah muda rusa timor di penangkaran merupakan suatu kebutuhan. Hal ini juga didasarkan pada pertanyaan, apakah fenomena yang terjadi pada jenis-jenis rusa luar negeri (New Zealand, Australia Korea dan Jepang) dengan rusa merah (Cervus elaphus)Wapiti (Cervus elaphus sp) dan rusa jepang (Cervus nippon) yang ditangkarkan di lingkungan empat musim apakah juga berlaku atau memiliki fenomena yang sama dengan rusa timor yang ditangkarkan di Indonesia yang tergolong daerah tropis?

(19)

timor yang dapat menjamin kelestarian populasi rusa timor di habitat alaminya, sekaligus upaya pengembangan pemanfaatannya sebagai komoditas ekonomi yang prospektif melalui pemanenan ranggah muda rusa sebagai salah satu produk utama di habitat alaminya di kawasan konservasi khususnya di Taman Nasional Ujung Kulon maupun di luar habitat alaminya dalam bentuk penangkaran rusa. Ketiga aspek penelitian utama tersebut adalah: (1) penelitian tentang bentuk sebaran spatial dan habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon, (2) penelitian tentang hubungan pakan preferensial dengan kualitas produk ranggah muda rusa di habitat alami (in situ yakni Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon), dan (3) penelitian tentang faktor penentu produk ranggah muda rusa timor di penangkaran (ex situ). Implikasi dari hasil ketiga penelitian ini dijadikan acuan untuk mensintesis rumusan pendekatan dan atau strategi pengelolaan pemanfaatan rusa timor khususnya pemanfaatan ranggah muda secara tepat, berkualitas dan berkelanjutan sesuai asas-asas konservasi.

Berkaitan dengan ketiga cakupan penelitian tersebut yang didasarkan pada uraian argumentasi tentang kepentingan penelitian ini, maka terdapat pertanyaan utama dan beberapa turunannya yang menjadi pertanyaan penelitian (research question) yang perlu dijawab melalui rangkaian penelitian ini. Pertanyaan utama adalah faktor-faktor apa saja sebagai penentu produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan di penangkaran? Sedangkan pertanyaan turunannya, sebagai berikut :

1. Bagaimana pola atau bentuk sebaran spatial dan habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) ?

2. Jenis-jenis tumbuhan pakan apa saja yang dikategorikan sebagai jenis yang disukai (preferensial) rusa timor di Pulau Peucang TNUK dan apakah ada hubungannya dengan kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alaminya ?

3. Faktor-faktor apa saja yang menentukan kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan di penangkaran ?

4. Bagaimana strategi pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa timor sebagai produk utama berdasarkan hasil analisis faktor-faktor penentu tersebut di atas baik di habitat alami maupun di penangkaran ?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor penentu kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan di penengkaran, serta merumuskan strategi pengelolaan pemanfaatannya secara berkelanjutan. Adapun tujuan-tujuan antara dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, sebagai berikut:

1. Mempelajari pola atau bentuk sebaran spatial dan habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

(20)

kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alaminya di Pulau Peucang TNUK .

3. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan penangkaran.

4. Merumuskan pengelolaan pakan dan rusa yang memiliki potensi menghasilkan ranggah muda yang berkualitas sebagai produk utama dalam unit pengelolaan rusa baik di habitat alami dan penangkaran.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini secara umum diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai acuan ataupun sumber informasi yang berharga dalam usaha pengembangan pemanfaatan rusa timor. Secara spesifik hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Unit Manajemen Balai Taman Nasional Ujung Kulon sebagai acuan didalam mengembangkan pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa timor sebagai salah satu produk utama yang menjamin kelestarian populasinya sebagai plasma nutfah.

2. Pemerintah cq Kementerian Kehutanan sebagai pengambil kebijakan dalam merumuskan kebijakan pemanfaatan rusa di kawasan konservasi khususnya di taman nasional.

3. Masyarakat luas ataupun dunia usaha dapat mengambil inisiatif pengembangan pemanfaatan rusa melalui penangkaran sebagai suatu unit usaha ekonomi yang prospektif.

4. Mempercepat peningkatan populasi rusa dengan cara penyebaran rusa timor ke Pulau-pulau kecil di Indonesia oleh para pihak baik pemerintah, perorangan ataupun badan usaha.

Novelty/ Kebaruan

Pendekatan pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa timor sebagai produk utama baik di alam maupun di penangkaran berdasarkan faktor-faktor penentunya.

Kerangka Pemikiran Penelitian

(21)

dilakukan adalah penelitian tentang pola sebaran spatial dan habitat preferensialnya untuk dijadikan sebagai dasar didalam mengatur pemanfaatan atau pemanenannya yang tepat.

Kualitas produk ranggah muda rusa baik di alam maupun di penangkaran diketahui berhubungan dengan banyak faktor baik internal maupun eksternal rusa, sehingga perlu dikaji agar dapat dijadikan acuan didalam mengatur faktor-faktor pengelolaan rusa yang dapat menghasilkan produk ranggah muda yang memenuhi standar kualitas ranggah muda rusa sebagai bahan racikan obat (Nutraceutical). Salah satu faktor yang cukup dominan sebagai penentu kualitas produk ranggah muda adalah pakan. Oleh karena itu perlu diuji seberapa besar hubungan jenis dan kualitas pakan khususnya pakan-pakan preferensial dengan kualitas produk ranggah muda. Secara umum telah juga diketahui bahwa pemanenan ranggah muda dapat dilakukan pada umur ranggah muda sekitar dua bulan atau + 60 hari. Berkenaan dengan umur tersebut, timbul pertanyaan seberapa besar toleransi umur panen ranggah yang masih dapat menghasilkan produk ranggah muda yang memenuhi standar kualitasnya sebagai bahan obat, sehingga perlu diuji hubungan antara umur panen ranggah muda dan kualitas produknya.

Implikasi dari rangkaian penelitian ini adalah suatu analisis dan sintesis pemikiran tentang strategi pengelolaan habitat rusa timor yang didasarkan atas kualitas pakan dan kuantitas untuk menopang mutu produk berupa ranggah muda disamping kebutuhan pakan untuk memenuhi daya dukung/kecukupan pakan bagi rusa. Pemanfaatan ranggah muda rusa secara tepat dapat menjamin kelestarian populasinya dengan kualitas produk yang baik atau memenuhi standar Internasional, baik untuk pemanfaatan rusa di habitat alami (in situ) maupun di penangkaran (ex situ) seperti disebutkan di atas. Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian tersebut di atas dapat digambarkan dalam yang disajikan pada Gambar 1. Secara teknis penelitian ini dilakukan di Pulau Peucang dan Pulau Handeulum Taman Nasional Ujung Kulon sebagai habitat alami (in situ) rusa timor, dan di penangkaran rusa di Pusat Konservasi dan Rehabilitasi rusa Dramaga sebagai salah satu lokasi yang mewakili kondisi ex situ (penangkaran).

(22)

2. BENTUK SEBARAN SPASIAL, KOMPOSISI VEGETASI DAN PREFERENSI HABITAT RUSA TIMOR DI PULAU PEUCANG

PENDAHULUAN

Rusa termasuk satwa generalis dalam penggunaan habitat (Nagarkoti & Thapa 2007), namun beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa beberapa jenis rusa memiliki kekhasan dalam pemilihan habitatnya. Bello et al. (2001) menyatakan rusa ekor putih (Odocoileus virginianus) jantan lebih memilih habitat tertutup sementara betina cenderung memilih daerah terbuka. Borkowski (2004) dan Borkowski & Ukalska (2008) menyatakan bahwa rusa Roe kurang bergantung pada tutupan dibanding dengan rusa merah karena ukurannya yang lebih kecil, sehingga lebih mudah mendapatkan tempat berlindung dibanding rusa merah yang memiliki ukuran lebih besar. Pada rusa merah cenderung lebih menyukai atau memilih habitat dengan kondisi tutupan yang lebih rapat.

Lawrence (1995) melaporkan bahwa rusa mule (Odocoileus hemionus crooki) juga menunjukkan kecenderungan dalam pemilihan habitatnya. Rusa jantan cenderung menyukai habitat dengan ketinggian dan kelerengan yang rendah serta jauh dari sumber air, sedang rusa betina lebih menyukai daerah yang lebih rendah dan lebih dekat dengan sumber air. Purnomo (2010) melaporkan bahwa di hutan Wanagama kehadiran rusa timor di suatu habitat dipengaruhi oleh variabel jumlah spesies pohon, kelerengan dan jarak dari sumber air. Sementara itu Spaggiari & Garin-Wichatitsky (2006) melaporkan bahwa rusa timor di New Zealand lebih menyukai dataran banjir dan hutan sclerophyll. Kencana (2000) melaporkan bahwa rusa timor di Pulau Rumberpon Papua menyukai habitat berupa padang rumput yang sekitarnya terdapat hutan untuk tempat berlindung.

Gambaran hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan secara umum ada perbedaan pola sebaran spatial dan habitat preferensial jenis-jenis rusa termasuk rusa timor di suatu kawasan hutan. Salah satu daerah sebaran rusa timor di Indonesia adalah kawasan Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Hasil pengamatan pendahuluan menunjukkan adanya pola atau bentuk sebaran spatial dan habitat yang disukai rusa timor di Pulau Peucang, sehingga timbul pertanyaan penelitiannya bagaimana pola sebaran spatial, kondisi vegetasi dan gambaran habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang TNUK ?

Berkaitan dengan kepentingan pengembangan pemanfaatan rusa secara langsung dari dalam kawasan hutan, terutama di kawasan konservasi, maka informasi yang berhubungan dengan bentuk sebaran spatial dan habitat preferensialnya menjadi penting, karena informasi tersebut akan dijadikan sebagai dasar didalam menetapkan manajamen habitat dan pengaturan pemanfaatan populasi secara tepat sesuai pola sebarannya. Nolan dan Walsh (2005) menyatakan bahwa salah satu manajemen efektif pada rusa adalah pendataan kesehatan populasi rusa sesuai daya dukung habitatnya agar tetap terjamin keseimbangan antara kebutuhan pakan dengan jumlah populasi satwa, sehingga tidak terjadi peningkatan tingkat kerusakan lingkungan habitat.

(23)

rusa timor, dan (3) mengidentifikasi habitat yang disukai (habitat preferensial) rusa timor di Pulau Peucang TNUK.

BAHAN DAN METODE

Diskripsi Tempat dan Waktu Penelitian

Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) memiliki luas 450 ha terletak pada 6044’23” S dan 105015’30” E. Panjang areal utara ke selatan 3 km, dan lebar arah timur barat sekitar 2 km (Susanto 1977), memiliki iklim basah dengan tipe hujan C menurut Scmidt & Ferguson (1951). Rata-rata curah hujan tahunan sekitar 3000 mm/th, bulan kering terjadi pada Juni – September dan bulan basah terjadi pada Desember – Januari, dengan suhu rata-rata 260C (Soerianegara 1968).

Sebagian besar kawasan Pulau Peucang memiliki topografi berupa dataran rendah sampai landai, dan di bagian tengahnya terdapat bukit yang membentang dari barat daya ke arah tenggara dengan puncak tertinggi 71 m (Goegle Earth image@ 2012 Digital globe, TerraMetrics). Bagian barat daya dan utara pantai curam dipenuhi batu karang, bagian selatan dan timur menghadap Pulau Jawa memiliki permukaan yang landai dan berpasir putih. Sepanjang arah barat daya ke tenggara (600 m) terdapat tiga tipe utama tanah yakni regosol berpasir, regosol berpasir dengan bahan dasar tuf, dan grumosol (Soerianegara 1968). Penelitian dilakukan pada bulan September 2011 - bulan Juli 2012.

Metode Pengumpulan Data

Bentuk Sebaran Spasial

Pengambilan data sebaran spasial dilakukan melalui dua tahap. Tahap Pertama, dilakukan observasi sebaran rusa di seluruh wilayah Pulau Peucang (11 wilayah patroli). Observasi dilakukan setiap hari pada jam 07.00-19.00 WIB selama tujuh hari, masing-masing pada musim kemarau dan musim penghujan. Observasi dilakukan untuk mengamati dan mencatat kebiasaan rusa berkativitas mencari makan, istirahat, pergerakan, dan frekuensi keberadaan rusa di suatu tempat. Tahap Kedua, menentukan tempat-tempat yang sering dikunjungi rusa timor, menetapkan waktu pengamatan dan metode inventarisasi rusa. Berdasarkan observasi pendahuluan ditetapkan lima wilayah pengamatan yakni: (1) daerah padang rumput Pasanggrahan (PSG), (2) dataran rendah Kiara (KIA), (3) Calingcing (CLC), (4) Karang Copong (KCP), dan (5) dataran tinggi Gunung calling (GNC). Pengamatan dilakukan pada jam 14.00 – 21.00, dibagi ke dalam 11 termin, masing-masing waktu pengamatan selama 30 menit. Pengamatan sebaran populasi rusa dilakukan dengan metode sensus concentration count.

Vegetasi

(24)

 Petak ukuran 20 m x 20 m untuk pengambilan data vegetasi pohon (diameter >20cm).

 Petak ukuran 10m x10m untuk pengambilan data vegetasi pohon pada tingkat pertumbuhan tiang (diameter 10 -19 cm).

 Petak ukuran 5m x 5m untuk pengambilan data vegetasi tingkat pertumbuhan pancang (diameter <10 cm, ketinggian >1,5m).

 Petak ukuran 1m x 1m untuk vegetasi tingkat semai (diameter <3cm, tinggi <1,5m).

Gambar 2.1. Petak contoh pengambilan data vegetasi pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon

Habitat Preferensial (Habitat Disukai)

Pengumpulan data untuk menentukan habitat yang disukai (preferensial) dilakukan dengan prinsip pendekatan bahwa kehadiran rusa di suatu tempat (Y) sebagai peubah tergantung (dependent variabel) dipengaruhi oleh peubah-peubah (variabel) lingkungannya (X) baik biotik maupun abiotik sebagai peubah bebas (independent variabel). Secara keseluruhan diduga ada sepuluh peubah lingkungan (X), meliputi ketinggian mdpl (X1), kelerengan (X2), jarak dari jalur patroli m (X3), jarak dari kubangan m (X4), jarak dari padang rumput m (X5), jarak dari pantai m (X6), suhu 0C(X7), kelembaban % (X8), pH tanah (X9), salinitas tanah (X10). Di setiap tempat dimana ditemukan adanya kehadiran rusa, maka semua data tentang peubah-peubah X tersebut dicatat. Posisi geografis rusa dimasukkan (upload) ke dalam file database (*.dbf) ke ArcGis 9.3. jarak diukur dengan euclidian distance. Faktor fisik dilakukan pengukuran insitu.

Metode Analisis Data

Semua data hasil analisis vegetasi dianalisis untuk menentukan gambaran kondisi vegetasi habitat rusa di Pulau Peucang. Analisis data vegetasi dilakukan untuk menentukan kerapatan suatu jenis (K), kerapatan relatif (KR), frekuensi suatu jenis (F), frekuensi relatif (FR), dominansi (D) dan indeks nilai penting (INP) sesuai rumus dari Soerianegara & Indrawan (1998). Rumus untuk mengikuti nilai-nilai tersebut sebagai berikut :

400 m

(25)

1) Kerapatan suatu jenis

2) Kerapatan relatif

3) Frekuensi suatu jenis

4) Frekuensi relatif (FR)

5) Dominansi (D)

6) Dominansi relatif (DR)

7) Indeks Nilai Penting (INP)

INP = KR+ FR+DR ( untuk tingkat tiang dan pohon) INP = KR + FR (untuk tingkat semai dan pancang)

Analisis data untuk menentukan bentuk sebaran (distribusi) rusa timor dilakukan dengan Indeks Penyebaran (IP) menurut Ludwig dan Reynold (1988), dengan rumus: IP = , S2 = dimana S2= keragaman jenis, X= rata-rata jenis, n= plot unit contoh. Penentuan bentuk sebaran diuji dengan chi

square, n = jumlah plot contoh, dengan kriteria uji sebagai

berikut:

(a) Jika berarti sama dengan pola sebaran seragam (uniform). (b) Jika berarti pola sebaran random (acak), dan (c) bila berarti pola sebaran mengelompok

(26)

tempat dianalisis dengan regresi metode Stepwise dengan sofware PASW

Statistics 18.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk Sebaran Spasial Rusa Timor

Hasil pendataan sebaran spasial populasi rusa timor di Pulau Peucang yang dilakukan di lima wilayah pengamatan menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah populasi rusa di masing-masing wilayah pengamatan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1dan Gambar 2.2. Dilihat dari sebaran populasi menurut waktunya, hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada perbedaan pola sebaran jumlah populasi rusa di setiap lokasi pengamatan. Di wilayah PSG dan KRC pada sore hingga malam hari (14.00-21.00 WIB) ternyata rusa timor memiliki pola sebaran populasi yang relatif sama (Gambar 2.3).

Tabel 2.1 Hasil uji X2 pola sebaran spasial populasi rusa timor di Pulau Peucang berdasarkan tempat dan waktu (14.00 – 21.00 WIB)

PSG KIA CLC KRC GNC

Chi square 11.33 18.00 46.67 16.09 34.24

df 18 8 10 19 6

Asymp sig 0,880 0,021 0,000 0,651 0,000

PSG=Pasanggrahan, KIA=Kiara, CLC=Calingcing, KRC=Karang Copong, GNC= Gunung Calling

Daerah PSG yang merupakan daerah paling banyak ditemukan rusa berkumpul pada waktu sore hingga malam hari menjadi pembanding dengan daerah lain. Menggunakan uji Chi square, diketahui bahwa wilayah PSG dan KRC menunjukkan pola sebaran rusa yang sama (p > 0.05) dengan jumlah populasi rusa relatif stabil.

Gambar 2.2 Peta sebaran rusa dan pembagian wilayah lapangan (1. Pasanggrahan (PSG), 2. Kiara (KIA), 3. Cihanda rusa (CHR), 4. Calingcing (CLC), 5. Karang copong (KRC), 6.Gunung Calling (GNC),7. Legon Madura (LGM), 8. Legon kobak (LGK), 9. Ciapus (CIA), 10. Kapuk (KPK), 11. Cangcuit (CCU). Garis pantai warna merah curam, hijau landai berpasir putih, kuning pasir dan karang, hitam berkarang).

(27)

Hal ini memberi indikasi bahwa rusa timor di Pulau Peucang pada sore hingga malam hari lebih terkonsentrasi memanfaatkan areal padang rumput (PSG) dan hutan pantai (KCP) dibandingkan daerah lain. Apabila dibandingkan dengan wilayah lain yakni KIA, CLC, dan GNC, hasil uji X2 menunjukkan bahwa pola sebaran rusa timor di dua kelompok wilayah tersebut berbeda nyata (P <0.05).Kondisi ini dapat dimaknai bahwa wilayah KIA, CLC dan GNC lebih digunakan rusa timor sebagai tempat untuk mencari makan pada siang hari dan menjadi daerah lintasan rusa pada sore hari untuk menuju daerah PSG dan KCP sebagai tempat istirahat pada malam hari. Selain itu ketiga daerah tersebut juga diperkirakan sebagai daerah overlap dari kelompok populasi rusa PSG dan KCP dalam mencari makan. Dilihat dari pola sebaran rusa timor di Pulau Peucang menurut ruang (spatial) dan waktu, maka secara keseluruhan hasil pengamatan tersebut gambaran singkat dari pola sebarannya dapat direkap seperti disajikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Rekapitulasi pola sebaran populasi rusa timor di Pulau Peucang menurut ruang dan waktu

Waktu (WIB) Sebaran Spasial (Lokasi)

Pagi (05.00-11.00) Di sekitar pantai sebelah barat dan selatan yang memiliki

pantai datar dan sebagian menuju ke GNC

Siang (11.00-14.00) Menuju ke arah jalur patroli (tengah Pulau Peucang)

Sore (14.00-18.00) Di dataran tinggi GNC dan rusa bagian CLC menuju KRC,

sedang rusa CHR, KIA, dan CCU menuju padang rumput PSG

Malam-Dini Hari (19.00-04.00)

Lebih banyak terkonsentrasi di PSG dan KRC

Gambar 2.3 Pertambahan/pengurangan jumlah rusa persatuan waktu pada jam

14.00 – 19.00 (terbagi ke dalam sebelas termin waktu) di lima

wilayah pengamatan.

Hasil ini menunjukkan bahwa rusa di Pulau Peucang lebih sering ditemukan di habitat dataran rendah yakni KRC dan padang rumput. Sebagai satwa herbivora khususnya sebagai pemakan rumput (grasser) maka kebiasaan rusa timor berada di padang rumput merupakan salah satu karakter dasar bioekologi rusa sebagaimana dilaporkan oleh Kencana (2000) dan Pattisellano (2009).

(28)

Berdasarkan bentuk sebaran penggunaan ruang (spasial), hasil pengamatan menunjukkan bahwa rusa timor di Pulau Peucang lebih cenderung memanfaatkan ruang di sebelah barat pulau (GNC) dibanding dengan bagian timur. Diduga pilihan penggunaan ruang ini dipengaruhi oleh dua faktor yakni kondisi tutupan vegetasi dan luas areal terbuka (space). Wilayah barat Pulau Peucang memiliki vegetasi pohon tinggi dan besar seperti kiara (Ficus drupacea) yang membentuk kanopi yang lebar sebagai naungan dan membentuk ruang terbuka yang cukup luas di bagian bawahnya. Secara relatif kondisi di bawah tegakan pohon yang besar dan lebat dengan ruang yang cukup luas dan kelembaban udara yang cukup tinggi (60 – 80 %), menyebabkan tempat tersebut sangat baik, aman dan nyaman sebagai tempat istirahat pada siang hari bagi rusa untuk melakukan kegiatan memamah biak (proses pencernaan pakan), sedang wilayah timur Pulau Peucang yang kurang dipilih diduga karena kondisi vegetasinya relatif rapat yang didominasi oleh pohon berdiameter kecil sehingga relatif sulit bagi rusa untuk bergerak secara leluasa. Selain itu, kondisi lapisan tanah di daerah timur pulau ini sangat tipis dan didominasi batu karang yang relatif tajam dan keras, dengan kondisi seperti ini tidak aman dan nyaman bagi rusa untuk memanfaatkannya. Di daerah timur pulau hanya digunakan oleh rusa jantan sebagai daerah jelajah sementara karena ditemukan beberapa jejak rusa jantan berupa semak yang terpuntir akibat pelepasan lapisan tipis pada ranggah (velvet) pada masa perubahan dari ranggah muda menjadi ranggah keras di lokasi-lokasi pengamatan.

Berdasarkan bentuk sebaran spasialnya, hasil analisis data dengan uji Chi scuare (X2) menunjukkan bahwa secara umum bentuk sebaran spasial rusa timor Pulau Peucang di lima lokasi pengamatan adalah mengelompok (Tabel 2.3). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2008) di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP).

Tabel 2.3 Bentuk sebaran spasial rusa timor di Pulau Peucang di lima wilayah pengamatan

Ekosistem

Populasi χ²hitung χ²tabel

Bentuk Sebaran Frek ẍ S² IP χ² λ²=IP(n-1) λ²0.025 λ²0.975

PSG 33 12.12 131.98 10.89 11.33 348.44 31.53 8.23 Mengelompok

KIA 33 4.12 6.86 1.66 18.00 53.26 17.53 2.18 Mengelompok

CLC 33 4.39 41.81 9.52 46.68 304.48 20.48 3.25 Mengelompok

KRC 33 11.97 40.84 3.41 16.09 109.19 32.85 8.91 Mengelompok

GNC 33 1.88 5.67 3.02 34.24 96.61 14.45 1.24 Mengelompok

PSG=Pasanggrahan, KIA=kiara, CLC=Calingcing, KRC=Karang copong, GNC= Gunung calling

(29)

aktif seperti macan kumbang, namun fakta menunjukkan bahwa rusa timor di dalam hutan selalu menunjukkan sikap agresif terhadap kemungkinan adanya serangan predator. Ada beberapa predator pasif yang ditemukan di Pulau Peucang seperti ular sanca dan biawak. Selain strategi dalam pola sebaran berkelompok seperti diuraikan di atas, strategi persebaran berkelompok ini terutama pada malam hari di areal padang rumput yang terbuka juga diduga terkait dengan strategi memperkuat ikatan sosial antar kelompok-kelompok populasi rusa yang ada.

Berdasarkan jumlah anggota kelompok rusa menurut pola sebarannya di setiap lokasi pada malam hari, maka dari hasil pengamatan diketahui bahwa anggota kelompok rusa di setiap daerah sebarannya bersifat tidak permanen (tetap), artinya anggota kelompoknya dapat berganti-ganti meskipun tidak setiap hari. Hasil pengamatan di areal sebarannya, terutama untuk daerah Karang Copong (KRC) dan Pasanggrahan (PSG) sebagai habitat untuk tidur pada malam hari jumlah anggota kelompok rusa berganti, karena kadang bertambah dan kadang berkurang. Suatu saat anggota kelompok rusa di Pasanggrahan dapat berada di Karang Copong atau sebaliknya tergantung pada jarak terakhir keberadaan anggota kelompok rusa tersebut pada siang hari. Jika keberadaan rusa lebih dekat ke Karang Copong (KRC) maka menjelang malam anggota kelompok rusa tersebut cenderung bergerak menuju ke KRC, sebaliknya apabila keberadaannya lebih dekat ke Pasanggrahan (PSG), maka rusa akan bergerak ke arah PSG untuk dijadikannya sebagai areal istirahat (tidur). Fenomena ini dapat dimaknai sebagai bagian dari strategi ekologi rusa didalam mengefisiensikan penggunaan energinya. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa dilihat dari jarak habitat mencari makan (feeding ground) ke habitat untuk istirahat (tidur) yakni Karang Copong (KRC) di utara dan Pasanggrahan (PSG) di selatan sebenarnya hanya sekitar 3 km dengan luas areal 200 – 250 ha, sehingga sesungguhnya dalam pergerakan hariannya, rusa timor mampu mencapai daerah-daerah tersebut, namun untuk efisiensi energi rusa cenderung memilih habitat terdekat untuk berkumpul dan beristirahat (tidur). Implikasinya fakta lapang menunjukkan bahwa anggota kelompok rusa pada malam hari di kedua habitat istirahatnya (KRC dan PSG) bisa berubah-ubah (bergantian) atau bersifat tidak permanen. Sebagaimana diketahui, luas wilayah jelajah (home range) rusa timor (Rusa timorensis russa)

masing-masing untuk jantan dewasa 1531 ± 1143 ha, jantan remaja 513 ± 40 ha, betina dewasa 225 ± 178 ha dan remaja betina 117 ± 15 ha (Spaggiari & Garine-Wichatitsky 2006).

Kondisi Vegetasi Habitat Rusa Timor

(30)

terbesar adalah jampang pait (Cynodon dactylon) (K=25.14%), mata kancil (23.46%), bulu mata munding (15.08%) dan meniran (12.85).

Tabel 2.4 Kerapatan vegetasi ekosistem padang rumput Pasanggrahan

No Nama daerah Nama ilmiah Famili KI (Indiv/ha) KR (%) 1 Jampang kawat Cynodon dactylon Graminae 28.125 25,14 2 Mata kancil Desmodium trifolium Poaceae 6.250 23,46 3 Bulu mata munding Fimbristylia miliaceae Cyperaceae 16.875 15,08 4 Meniran Phylanthus urinaria Euphorbiaceae 4.375 12,85 5 Kirapet Parameria laevigata Apicinaceae 3.750 12,29 6 Gewor Commelina benghalensis Commelinaceae 5.625 5,03 7 Dom-doman Chrysopogon aciculata Graminae 1.875 1,68 8 Babadotan Phychostria robusta Rubiaceae 625 0,56 9 Jampang pait Axonopus compressus Graminae 625 0,56

KI = kerapatan Individu, KR=kerapatan relatif

Hasil analisis vegetasi habitat rusa untuk ekosistem pantai Pasanggrahan diketahui setidaknya ada 10 jenis vegetasi yang membentuk ekosistem pantai, masing-masing dengan tingkat kerapatan berbeda-beda (Tabel 2.5). Jenis vegetasi yang memiliki kerapatan paling tinggi adalah dari jenis pohon yakni nyamplung (Calophylum inophylum) yakni 68.421%, dan dari jenis tanaman merambat adalah katang-katang (Ipomoea pescaprase) 9.474%. Jenis vegetasi pantai yang diketahui menjadi sumber pakan rusa timor adalah daun pandan muda dan daun waru

Gambar 2.4 . Ekosistem padang rumput Pasanggrahan (kiri) dan Pantai Pulau Peucang (kanan)

Tabel 2.5 Kerapatan vegetasi tingkat semai di ekosistem pantai Pasanggrahan Pulau Peucang

Nama daerah Nama ilmiah Famili KI(indiv/ha) KR (%) 1. Nyamplung Calophylum inophylum Cluciaceae 6.500 68,421 2. Katang-katang Ipomoea pescaprae Convolvulceae 900 9,474 3. Tarum Idigofera suffruticosa Fabaceae 800 8,421 4. Kiapuk Ceiba petandra Bombacaceae 500 5,263 5. Pandan Pandanus sp Pandanaceae 200 2,105 6. Lampeni Ardisia humilis Myrsinaceae 200 2,105 7. Waru laut Hibiscus tiliaceus Malvaceae 100 1,053 8. Malapari Porgamia pinnata Fabaceae 100 1,053

9. Bakung Lilium sp Liliaceae 100 1,053

(31)

pancang, tiang dan pohon berturut-turut ditemukan sebanyak 9 jenis, 7 jenis dan 7 jenis dengan tingkat kerapatannya yang berbeda-beda. Hasil identifikasi juga menunjukkan bahwa dari jenis-jenis vegetasi tersebut diantaranya diketahui sebagai jenis pakan rusa timor. Untuk tingkat pancang jenis vegetasi yang diketahui sebagai pakan rusa timor adalah pandan dan areay kacepot, sedangkan untuk tingkat tiang adalah jenis jambu kopo dan untuk tingkat pohon adalah waru

Tabel 2.6 Kerapatan vegetasi tingkat pancang ekosistem pantai Pasanggrahan Nama daerah Nama ilmiah Famili KI (indiv/ha) KR (%) 1. Laban laut Vitex regundo Verbenaceae 1.200 40,00 2. Lampeni Ardisia humilis Myrsinaceae 700 23,33 3. Pandan Pandanus sp Pandanaceae 200 6,67 4. Areuy asahan Tetracera scandens Dellinaceae 200 6,67 5. Kiapuk Ceiba petandra Bombacaceae 100 3,33 6. Areuy kacepot Salacia macropylla Celastraceae 100 3,33 7. Tarum Idigofera suffruticosa Fabaceae 100 3,33 8. Nyamplung Calophylum inophylum Cluciaceae 100 3,33 9. Kitanjung Buchanaria arborescens Anacardiaceae 100 3,33

Tabel 2.7 Kerapatan vegetasi tingkat tiang ekosistem pantai Pasanggrahan No Nama daerah Nama ilmiah Famili KI(indiv/ha) KR (%) Tabel 2.8 Kerapatan vegetasi tingkat Pohon ekosistem pantai Pasanggrahan No Nama daerah Nama ilmiah Famili KI indiv/ha) KR (%) Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi masing-masing untuk tingkat semai, pancang tiang dan pohon diperoleh hasil seperti disajikan pada Tabel 2.9, Tabel 2.10, Tabel 2.11, dan Tabel 2.12. Khusus untuk tingkat semai atau tumbuhan bawah di areal padang rumput (Tabel 2.9) diketahui jenis vegetasi yang memiliki INP tertinggi adalah jampang kawat, mata kancil, bulu mata munding, kirapet, dan meniran. Jenis bulu mata munding adalah jenis yang disukai oleh rusa timor sebagaimana hasil penelitian Glend (2009) di 3. Bulu mata munding Fimbristylia miliaceae Cyperaceae 15,08 12,90 1,43 29,42 4. Kirapet Parameria laevigata Apicinaceae 12,29 6,45 1,63 20,38 5. Meniran Phylanthus urinaria Euphorbiaceae 12,85 6,45 0,47 19,77 6. Gewor Commelina benghalensis Commelinaceae 5,03 3,23 1,40 9,65 7. Dom-doman Chrysopogon aciculata Graminae 1,68 3,23 1,40 6,30 8. Jampang pait Axonopus compressus Graminae 0,56 3,23 1,40 5,19 9. Badotan Phychostria robusta Rubiaceae 0,56 3,23 0,23 4,02

(32)

Tabel 2.10 Indeks Nilai Penting vegetasi pantai di Pasanggrahan

Nama daerah Nama ilmiah Famili DR ( %) FR (%) INP (%)

1. Laban laut Vitex regundo verbenaceae 40,00 21,43 61,43 2. Lampeni Ardisia humilis Myrsinaceae 23,33 14,29 37,62 3. Pandan Pandanus sp Pandanaceae 6,67 14,29 20,95 4. Liana asahan Tetracera scandens Dellinaceae 6,67 7,14 13,81 5. Kiapuk Ceiba petandra Bombacaceae 3,33 7,14 10,48 6. Areuy kecepot Salacia macropylla Celastraceae 3,33 7,14 10,48 7. Tarum Idigofera suffruticosa Fabaceae 3,33 7,14 10,48 8. Nyamplung Calophylum inophylum Cluciaceae 3,33 7,14 10,48 9. Kitanjung Buchanaria arborescens Anacardiaceae 3,33 7,14 10,48

Jumlah 100 100 200

Tabel 2.11 Indeks Nilai Penting vegetasi pantai

Nama daerah Nama ilmiah Famili DR % FR % DoR % INP % 1. Nyamplung Calophylum inophylum Cluciaceae 23,08 27,27 32,46 82,81 2. Pakis haji Cycas rumphii 15,38 9,09 18,02 42,50 3. Laban laut Vitex regundo Verbenaceae 15,38 9,09 15,06 39,53 4. Kecepot Salacia macropylla Celastraceae 7,69 9,09 8,40 25,18 5. Pandan Pandanus sp Pandanaceae 7,69 9,09 6,97 23,75 6. Kiciap Ficus callosa Moraceae 7,69 9,09 6,43 23,22 7. Jambu kopo Eugenia subglauca Myrtaceae 7,69 9,09 4,95 21,74 8. Lampeni Ardisia humilis Myrsinaceae 7,69 9,09 2,74 19,53

Jumlah 100 100 100 300

Tabel 2.12. Indeks Nilai penting Strata pohon vegetasi pantai

Nama daerah Nama ilmiah Famili DR % FR % DoR % INP (%) 1. Nyamplung Calophylum inophylum Cluciaceae 70,97 50,00 76,57 197,53 2. Kampis Hernandia peltata Hernandiaceae 4,84 5,56 13,13 23,53 3. Waru Hibiscus tiliaceus Malvaceae 6,45 11,11 2,40 19,97 4. Kitanjung Buchanaria arborescens Anacardiaceae 4,84 5,56 2,90 13,29 5. Kampis Hernandia peltata Hernandiaceae 3,23 5,56 1,34 10,12 6. Kiciap Ficus callosa Moraceae 1,61 5,56 0,91 8,08 7. Kenal Cordia subcordata Borraginaceae 1,61 5,56 0,68 7,85 8. Kiapuk Ceiba petandra Bombacaceae 1,61 5,56 0,45 7,62

Jumlah 100 100 100 300

Dilihat dari fungsi vegetasi sebagai pakan rusa timor, maka hasil perhitungan Indeks Keragaman jenis vegetasi pakan menunjukkan bahwa secara umum kondisi vegetasi pakan rusa timor di Pulau Peucang berstatus rendah sampai sedang (Tabel 2.13). Kondisi ini menunjukkan bahwa potensi keanwkaragaman jenis vegetasi pakan rusa timor di Pulau Peucang relatif rendah. Oleh karena itu diperlukan upaya pengelolaan agar ketersediaannya dapat memenuhi kebutuhan populasi rusa yang ada.

Tabel 2.13 Indeks keragaman jenis pakan pada berbagai tingkat pertumbuhan pada ekosistem Pulau Peucang

Indeks keragaman pakan tingkat semai Besaran Status

Ekosistem padang rumput 1.3648 Rendah

Ekosistem pantai 0.5555 Rendah

Ekosistem ekoton 0.8520 Rendah

Ekosistem dataran rendah 0.9454 Rendah

Ekosistem dataran tinggi 1.0206 Rendah

Indeks keragaman pakan tingkat pancang

Ekosistem pantai 0.7051 Rendah

Ekosistem ekoton 1.4244 Rendah

Ekosistem dataran rendah 0.3466 Rendah

Ekosistem dataran tinggi 1.0691 Rendah

Indeks keragaman pakan tingkat tiang

(33)

Ekosistem pantai

Ekosistem ekoton 1.0222 Rendah

Ekosistem dataran rendah 1.5578 Sedang

Ekosistem dataran tinggi 1.3682 Rendah

Indeks keragaman pakan tingkat pohon

Ekosistem pantai 0.6740 Rendah

Ekosistem ekoton 0.6740 Rendah

Ekosistem dataran rendah 1.8068 Sedang

Ekosistem dataran tinggi 1.2413 Rendah

Habitat Preferensial Rusa Timor

Hasil analisis habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang berdasarkan frekuensi kehadiran rusa timor di suatu tempat menggunakan analisis regresi

Stepwise menunjukkan bahwa faktor-faktor penentu tersebut adalah kelembaban udara (X8), ketinggian (X1), jarak dari jalur patroli (X3), jarak dari padang rumput (X5), dan temperatur (X7) dengan persamaan regresi Y= -6.61+1.74(X8) - 1.40 (X1) – 0.32(X3) + 0.17(X5) + 1.56(X7), dan nilai koefisien korelasi Pearson (r) sebesar 0.897 dan koefisien determinan (R2) sebesar 0.804 (p < 0.05). Hasil ini mengindikasikan bahwa rusa timor menyukai habitat dengan kelembaban yang lebih tinggi, dekat dengan jalur patroli, jauh dari padang rumput (menuju kawasan KRC), suhu tinggi dan daerah datar atau daerah dengan ketinggian rendah. Hal ini juga menunjukkan bahwa secara umum rusa timor memiliki preferensi tertentu didalam memilih suatu tempat sebagai habitatnya. Di bawah ini disajikan uraian singkat tentang masing-masing faktor penentu habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang, sebagai berikut:

Faktor Kelembaban dan Suhu Udara

Rusa timor di Pulau Peucang menyukai habitat yang memiliki kelembaban dan suhu udara tinggi. Hasil pengamatan lapang diketahui bahwa pada waktu pagi rusa timor cenderung mendekati daerah pantai sebagai habitat dengan kondisi suhu udara lebih hangat, dan pada siang hari bergerak menuju ke tengah pulau dan berteduh di bawah pohon berkanopi lebar dengan kondisi kelembaban udara relatif tinggi (lebih sejuk). Kesukaan rusa timor menempati habitat dengan pohon berkanopi lebar ini serupa dengan kesukaan rusa merah (Cervus elaphus), namun tidak sama dengan rusa roe (Bokorwski 2004). Menurut Welch et al. (1990) habitat semak belukar lebih banyak digunakan oleh rusa merah dari pada rusa roe, sedangkan habitat dengan tumbuhan berkanopi lebar lebih banyak digunakan oleh rusa roe karena kaya tanaman herba.

Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara diketahui bahwa habitat yang paling disukai rusa timor di Pulau Peucang adalah habitat dengan suhu udara 28-31 oC, dan kelembaban udara sekitar 50 - 80%. Suhu udara ini termasuk dalam sebaran suhu yang toleran untuk rusa timor, karena menurut Tuckwell (1998) rusa timor kurang tahan terhadap udara dingin, sehingga biasanya rusa timor memerlukan shelter yang memadai untuk berlindung dan habitat yang memiliki sumber pakan berenergi tinggi agar dapat bertahan di habitat bercuaca dingin.

(34)

tidak terlalu luas (+ 0.5 ha) dengan kondisi yang lebih hangat karena telah menerima paparan sinar matahari sepanjang hari.

Faktor Ketinggian Tempat

Rusa timor tidak menggunakan seluruh wilayah ketinggian di Pulau Peucang sebagai habitatnya, karena fakta lapang menunjukkan bahwa rusa timor ternyata cenderung memilih daerah datar sampai dengan ketinggian tertentu sebagai habitat preferensialnya. Hal ini dibuktikan bahwa daerah dengan ketinggian tertinggi (71 m) ternyata tidak digunakan rusa timor sebagai habitatnya. Hasil uji statistik (Chi Square - χ2) menunjukkan bahwa perbedaan ketinggian tempat berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap keberadaan rusa (nilai χ2 χ2

hitung = 15.50 > χ2 (0.05,2) = 5.99). Rekapitulasi hasil perhitungan X2 disajikan pada Tabel 2.14. Kondisi ini menunjukkan bahwa umumnya rusa timor lebih menyukai daerah datar sebagai habitatnya terutama untuk tempat istirahat pada malam hari, dan tidak menyukai daerah dengan ketinggian lebih dari 40 m. Hasil perhitungan Indeks Neu membuktikan bahwa perbedaan ketinggian tempat berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap keberadaan rusa timor di Pulau Peucang (Tabel 2.15).

Meskipun secara umum rusa timor diakui sebagai satwa yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan termasuk toleransinya terhadap perbedaan ketinggi tempat hingga mencapai 2600 m (Padmala et al. 2003) namun fakta di Pulau Peucang menunjukkan bahwa umumnya rusa timor cenderung lebih menyukai daerah dengan ketinggi 20-40 m.

Tabel 2.14 Rekapitulasi perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kehadiran rusa dengan ketinggian tempat

Tabel 2.15 Indeks Neu preferensi habitat rusa terhadap ketinggian tempat

Kelas Lereng

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka pemikiran penelitian tentang faktor penentu produk
Gambar  2.1. Petak contoh pengambilan data vegetasi pada tingkat semai,
Gambar 2.2  Peta sebaran rusa dan pembagian wilayah lapangan (1. Pasanggrahan
Tabel 2.4 Kerapatan vegetasi ekosistem padang rumput Pasanggrahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

prestasi belajar ekonomi pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Gatak tahun pelajaran 2010/2011. Nilai ketuntasan klasikal pada prestasi belajar ekonomi siswa meningkat dari 57,6

Amino acid analysis revealed cuttlefish contained essential and non essential amino acid with arginine (0.97%) and glutamate (0.81%) was the highest in the head, respectively, while

Software Design Dari hasil analisis dan identifikasi masalah terhadap proses bisnis manajemen aset tetap pada PEMDA Kabupaten Nagekeo, selanjutnya akan dirancang sebuah perangkat

Puji syukur kehadirat Allah Swt karena laporan pra tugas akhir dengan judul Perancangan Pusat Budidaya Terumbu Karang di Kabupaten Lamongan ini dapat terselesaikan dengan

UNCLOS atau United Nations Convention on the Law of the Sea1982 terdiri dari 17 Bab, 320 pasal, dan 9 lampiranyang ditandatangani di Montego Bay, Jamaica, 10

Memberikan kontribusi praktis bagi perusahaan-perusahaan dalam rangka pengambilan keputusan sehubungan dengan penggunaan dan pemanfaatan sisem informasi akuntansi berbasis

karena karakteristik produk dan jasanya yang bersifat universal, produk dan jasa wisata, objek wisata, dan tujuan wisata dalam Halal Tourism adalah sama dengan produk, jasa,

Tidak ketinggalan, ujian metabolit sekunder seperti tanin dan sebatian polifenol, antrakuinon serta gula deoksi dan glikosida kardium turut dijalankan.... penghasilan keladi