• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Model Proses Produksi Tertutup Pabrik Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Model Proses Produksi Tertutup Pabrik Kelapa Sawit"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PROSES PRODUKSI TERTUTUP

PABRIK KELAPA SAWIT

RIDZKY KRAMANANDITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan Model Proses Produksi Tertutup Pabrik Kelapa Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Ridzky Kramanandita

(4)
(5)

RINGKASAN

RIDZKY KRAMANANDITA. Pengembangan Model Proses Produksi Tertutup Pabrik Kelapa Sawit. Dibimbing oleh TAJUDDIN BANTACUT, MUHAMMAD ROMLI dan MUSTOFA MAKMOEN.

Proses produksi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) membutuhkan energi listrik dalam jumlah yang besar yaitu sekitar 15 kWh/ton TBS. Jika dilihat dari asal sumber energi yang digunakan maka PKS ini masih menerapkan sistem terbuka, artinya energi tersebut masih disediakan dan ditambahkan dari luar pabrik pada proses produksinya. Menurut hukum kekekalan maka massa dan energi adalah tetap. Input energi dan massa akan berubah menjadi produk, energi dan massa dalam bentuk lain yang jumlahnya tetap. Model terbuka pabrik kelapa sawit ini dapat dipastikan kurang efisien karena menggunakan energi dari luar sistem dan membuang potensi energi ke luar sistem. Pemanfaat dan pengambilan potensi energi yang terbuang dari sistem harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja pabrik secara keseluruhan. Potensi energi yang terbuang ini berupa limbah biomassa yang pemanfaatannya belum maksimal. Oleh karena itu, perhitungan neraca massa dan energi yang dilanjutkan dengan pengolahan limbah biomassa pabrik kelapa sawit menjadi energi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa model tertutup ini dapat diterapkan pada industri kelapa sawit.

Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan model sistem tertutup proses produksi minyak kelapa sawit dengan memanfaatkan hasil samping (biomassa) pabrik kelapa sawit. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan kegiatan berikut: (i) menghitung neraca massa dan energi proses produksi minyak kelapa sawit; (ii) menganalisis hasil kuantifikasi hasil samping dan proses produksi minyak kelapa sawit yang berpotensi sebagai sumber energi; (iii) mengevaluasi pemanfaatan hasil samping sebagai sumber energi; dan (iv) memilih teknologi konversi hasil samping menjadi energi yang layak secara teknis dan ekonomi sebagai sumber energi.

Tahap penelitian ini adalah: (i) memilih alternatif terbaik pemanfaatan hasil samping kelapa sawit dengan AHP (Analytical Hierarchy Process); (ii) menghitung nerasa massa dan energi menggunakan data yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit dan data sekunder yang diperolah dari pustaka; (iii) menganalisis kelayakan ekonomi; (iv) mengembangkan model sistem tertutup dengan Model Input-Output Leontief; dan (iv) menganalisis implikasi kebijakan terkait dengan model sistem tertutup dan mengajukan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah.

(6)

pilihan utama. Pada kapasitas pabrik 45 ton, analisis kelayakan ekonomi yang diperoleh nilai indikator Net Present Value (74 Milyar Rupiah), Internal Rate of Return (24,93%), Benefit Cost Ratio (1,53) dan Pay Back Period (4,08 tahun). Simulasi yang dilakukan dengan menaikkan koefisien teknologi dari 58% menjadi 61% akan meningkatkan output minyak sawit kasar (CPO) dari 5.085 kg menjadi 5.382 kg dan POME dari 6.538 kg menjadi 6.920 kg. Hal ini juga mengakibatkan penurunan jumlah serat dari 4.658 kg menjadi 4.280 kg dan cangkang dari 1.612 kg menjadi 1.481 kg. Seluruh perhitungan dalam penelitian ini dapat dijalankan pada Software Sistem Pendukung Keputusan (SPK). Sistem yang dirancang pada penelitian ini berupa perangkat lunak (software) yang diberi nama SPK Model Sistem Tertutup Pabrik Kelapa Sawit dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6. Fasilitas yang terdapat pada software ini terdiri dari basis model berupa pemilihan alternatif limbah kelapa sawit, perhitungan konversi limbah kelapa sawit menjadi energi, perancangan model sistem tertutup dan pengembangan model sistem tertutup.

Sistem tertutup yang dikembangkan dalam penelitian ini telah membuktikan bahwa pabrik kelapa sawit dapat memenuhi kebutuhan energi melalui pemanfaatan kembali energi dari dari hasil samping dan limbah cair dengan surplus energi (6.651 kWh/ 45 ton TBS) dapat digunakan untuk membantu warga sekitar pabrik memenuhi kebutuhan listrik sejumlah 44.546 rumah tangga (daya 450 Watt). Untuk mewujudkan sistem tertutup pabrik kelapa sawit ini memerlukan dukungan pemerintah berupa kebijakan atau peraturan untuk mengurangi penggunaan energi fosil. Dengan demikian, industri kelapa sawit merupakan industri yang surplus energi dan ramah lingkungan sehingga dapat menjadi model proses produksi sistem tertutup dengan multi produk yaitu CPO dan energi.

(7)

SUMMARY

RIDZKY KRAMANANDITA. Development of Closed Production Process Model of Palm Oil Mill. Supervised by TAJUDDIN BANTACUT, MUHAMMAD ROMLI and MUSTOFA MAKMOEN.

Palm Oil Mill production process needs a lot of electrical energy and heat, accounted for 15 kWh/ton fresh fruit bunch (FFB). Viewed from the energy source used, Palm Oil Mill is still implementing open system, meaning that the energy is still provided and added from out of the mill. According to the law of conservation of mass and energy, it is stated that energy remains constant. Input of energy and mass will change into products of energy and mass in other forms which remain constant. The open model of the Palm Oil Mill is surely inefficient because it consumes energy from out of the system while wasting of energy to it.Utilization and recollecting the lost energy potential must be conducted to improve palm oil mill’s efficiency. This lost energy potential is in the form of biomass energy in which it has not been utilized optimumly. Therefore, the calculation of mass and energy balances is continued by the processing of biomass waste of palm oil into energy to ensure whether this closed model can be applied in palm oil mill.

The general purpose of this research is to design closed production system model of palm oil mill by utilizing it’s waste. The specific purpose of this research are: (i) calculating mass and energy balances of palm oil mill production process; (ii) analyzing the results of quantification of the by product and the waste of palm oil mill production process whose potential as the source of energy; (iii) evaluating the waste utilization as the source of energy; and (iv) designing waste conversion technology that is feasible technically and economically as the source of energy.

The sequence of this research are: (i) selecting the best alternatives of the utilization of the by product and the waste of palm oil with AHP (Analytical Hierarchy Process); (ii) calculating mass and energy balances from primary data obtained from palm oil mill and secondary data obtained from literature; (iii) analyzing economic feasibility; (iv) developing closed system model with

Leontief’s Input-Output Model; and (iv) analyzing the implications of the related

policy and closed system model and proposing policy recommendation to government.

(8)

4.280 kg and shell from 1.612 kg into 1.481 kg. All calculation in this research can be applied on Decision Support System Software. This system is designed in the form of software, namely SPK Model Sistem Tertutup Pabrik Kelapa Sawit (Decision Support System of Closed System Model of Palm Oil Mills) by using Visual Basic 6 programming language. The facility of this software consists of model basis in the form of the alternatives of palm oil waste, conversion calculation of palm oil waste into energy, closed model design and development of closed system model.

The closed system developed in this research has proved that palm oil mill can fulfill the needs of energy through the energy from liquid and solid waste utilization, even it can be surplus of energy (6.651 kWh/ 45 ton FFB) that can be used to help the society around the mills in fulfilling electrical need for 44.546 households (450 Watt capacity). To create the closed system of palm oil mill, it needs the government’s help for making policy or regulation to reduce the use of fossil energy. Therefore, the industry of coconut palm belongs to energy surplus and environmental-friendly industry so that it can be closed system production process with multi-products, i.e. CPO and energy.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

PENGEMBANGAN MODEL PROSES PRODUKSI TERTUTUP

PABRIK KELAPA SAWIT

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

RIDZKY KRAMANANDITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup:

Penguji pada Ujian Terbuka:

1. Prof Dr Ir Sukardi, MM

2. Dr Ir Tri Yuni Hendrawati, MSi 1. Prof Dr Ir Sukardi, MM

(13)

Judul Disertasi : Pengembangan Model Proses Produksi Tertutup Pabrik Kelapa Sawit

Nama : Ridzky Kramanandita NIM : F361100101

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Tajuddin Bantacut, MSc Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Prof Dr Ir Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian Tertutup:

27 Agustus 2015

Tanggal Sidang Promosi Terbuka:

31 Agustus 2015

Tanggal Lulus: Prof Dr Ir Muhammad Romli, MScSt

Anggota

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini adalah sistem tertutup, dengan judul Pengembangan Model Proses Produksi Tertutup Pabrik Kelapa Sawit. Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih khususnya kepada:

 Dr Ir Tajuddin Bantacut, MSc, selaku ketua Komisi Pembimbing dan Prof Dr Ir Muhammad Romli dan Dr Ir Mustofa Makmoen selaku anggota komisi pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, masukan dengan sabar dan penuh perhatian selama melaksanakan penelitian dan penulisan.

 Istriku tercinta Riris Marito Marpaung serta putraku tercinta Rayyan Aqila Purbaya yang senantiasa menanti dengan sabar dan mendo’akan agar disertasi ini dapat selesai.

 Eyang mama Hj. Koriningsih, eyang papa H. Anom Syarifuddin Purbaya, Opung Jefry Marpaung dan Opung Nirwani Hutagalung, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

 Prof Dr Ir Sukardi, MM dan Dr Ir Tri Yuni Hendrawati, MSi selaku penguji luar komisi.

 Dr Eng Taufik Djatna dalam dedikasinya membantu mahasiswa dalam rangka perbaikan kualitas Prgram Pascasarjana TIP.

 Rekan-rekan di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB Bogor angkatan 2010, khususnya Pak Purwoko yang selalu menyertai penulis dalam menjalani pendidikan.

 Grup bimbingan Pak Tajuddin, khususnya Pak Rustan yang selalu kompak, saling dukung dan saling berbagi dalam proses penyelesaian studi.

 Semua pihak yang memberikan kontribusi dalam penyusunan karya tulis ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih memiliki banyak kekurangan dan dengan lapang dada akan menerima segala bentuk masukan, saran dan kritik dari semua pihak. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xv

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR GAMBAR xviii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tesis dan Hipotesis 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Kebaharuan 4

Ruang Lingkup 4

2 SISTEM TERTUTUP 5

Konsep Sistem 5

Konsep Sistem Tertutup 7

Sistem Produksi Tertutup 8

Implementasi Sistem Tertutup 10

3 METODE PENELITIAN 12

Studi Pendahuluan 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Metode Pengumpulan Data 13

Identifikasi Pemanfaatan Limbah 13

Pemilihan Alternatif Pemanfaatan Limbah Menggunakan AHP 13 Model AHP Untuk Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit 14

Analisis Neraca Massa dan Energi 15

Rancang Bangun Model Sistem Tertutup Menggunakan Model Leontief 17

Verifikasi dan Validasi Model 20

Analisis Kelayakan Ekonomi 21

4 PROSES PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT 26

Gambaran Umum Industri Kelapa Sawit 26

Proses Produksi Minyak Sawit Mentah (CPO) 31

Limbah Pabrik Kelapa Sawit 36

Limbah Padat Industri Kelapa Sawit 36

Limbah Cair Industri Kelapa Sawit 38

(18)

5 MODEL PEMILIHAN ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK

KELAPA SAWIT 42

Analytical Hierarchy Process Model 42

Alternatif Pemanfaatan Limbah 43

Kriteria Evaluasi 45

Pembobotan prioritas 48

Hasil Analisis Pemilihan alternatif terbaik untuk pemanfaatan Limbah 50

Simpulan 52

6 MODEL NERACA MASSA DAN ENERGI PABRIK KELAPA SAWIT 53

Model Neraca Massa Input-Output Leontief 53

Model Input-Output Leontief untuk 2 Industri 53

Model Neraca Massa Level Pertama 54

Model Neraca Massa Level Kedua 55

Model Neraca Massa Level ketiga 57

Hasil perhitungan Model Neraca Massa 62

Potensi Pembangkitan Energi Dari Pemanfaatan Hasil Samping 65 Analisis Potensi Biomassa sebagai Sumber Energi 66 Hasil Simulasi Potensi Energi listrik pada Berbagai Kapasitas 68

Simpulan 69

7 ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI 71

Analisis Finansial 71

Analisis Investasi 72

Simpulan 74

8 IMPLIKASI KEBIJAKAN SISTEM TERTUTUP PABRIK KELAPA SAWIT 75

Peraturan Terkait Industri Kelapa Sawit 75

Peraturan Terkait Dengan Energi 76

Peraturan Terkait Dengan Investasi 78

Peraturan Terkait Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBiomassa) 79

Rekomendasi kebijakan 83

9 SIMPULAN DAN SARAN 84

Simpulan 84

Saran 86

10 KONTRIBUSI TERHADAP PENGEMBANGAN ILMU DAN TEKNOLOGI 88 Perancangan Sistem Tertutup Pabrik Kelapa Sawit 88 Perancangan Pabrik Kelapa Sawit Terintegrasi Pembangkit Listrik 89 Penerapan Produksi Bersih Pada Pabrik Kelapa Sawit 90

Perancangan Agro Industri Mandiri Energi 91

Model Umum Sistem Tertutup Agro Industri 93

DAFTAR PUSTAKA 94

(19)

DAFTAR TABEL

1. Persentase komposisi TBS 27

2. Pangsa produksi minyak nabati terhadap total produksi minyak

nabati utama dunia (%) 28

3. Karakteristik limbah cair dari tiga sumber berbeda 39

4. Karakteristik umum POME 40

5. Alternatif pemanfaatan TKKS, serat, dan cangkang 44

6. Alternatif-alternatif pemanfaatan POME 44

7. Kriteria untuk memilih alternatif pemanfaatan limbah 45 8. Keterangan simbol model neraca massa level kedua 55

9. Nilai efisiensi model level kedua 56

10. Keterangan simbol model neraca massa level ketiga 57

11. Nilai efisiensi model level 3 62

12. Perbandingan antar model neraca massa 64

13. perbandingan antara model level 3 dan pabrik 65

14. Perancangan model sistem tertutup 65

15. Perhitungan potensi energi pada PKS berdasarkan model level 3 67 16. Perancangan model sistem tertutup pada analisis keekonomian 71 17. Analisis kelayakan industri kelapa sawit pada berbagai kapasitas 74

(20)

DAFTAR GAMBAR

1. Model suatu ekosistem 5

2. Model suatu sistem kendali 6

3. Sistem termodinamika 6

4. Model suatu sistem kendali tertutup 7

5. Model hipotetik sistem tertutup 11

6. Kerangka penelitian 12

7. Proses AHP untuk pengambilan keputusan pemilihan alternatif 15 8. Diagram alir dan neraca massa proses produksi CPO di PKS Palbatu

Medan 18

9. Diagram alir dan neraca massa proses produksi CPO di PKS Adolina

Medan 19

10. Penampakan kelapa sawit 26

11. Perkembangan minyak nabati dunia 27

12. Perkembangan pangsa produksi minyak nabati utama dunia 29

13. Negara produsen utama CPO dunia 30

14. Nilai rata-rata limbah yang dihasilkan oleh PKS 31

15. Diagram alir proses ekstrasi minyak sawit 33

16. Diagram alir neraca massa 35

17. Distribusi limbah pada proses pengolahan kelapa sawit 36 18. Sumber-sumber POME dalam proses pengolahan CPO 39

19. Model AHP untuk pemanfaatan TKKS 47

20. Model AHP untuk pemanfaatan POME 47

21. Bobot kriteria pemanfaatan limbah industri kelapa sawit 48 22. Bobot sub-kriteria dari aspek teknologi untuk pemanfaatan limbah padat

dan cair industri kelapa sawit 48

23. Bobot sub-kriteria untuk aspek ekonomi dari pemanfaatan limbah padat

dan cair industri kelapa sawit 49

24. Bobot sub-kriteria untuk aspek lingkungan dari pemanfaatan limbah padat

dan cair industri kelapa sawit 49

25. Bobot sub-kriteria untuk aspek sosial budaya dari pemanfaatan limbah

padat dan cair industri kelapa sawit 49

26. Urutan prioritas pemanfaatan TKKS 50

27. Urutan prioritas pemanfaatan POME 51

28. Contoh model input-output Leontief 53

29. Model neraca massa level pertama 54

30. Model neraca massa level kedua 55

31. Model neraca massa level ketiga 57

32. hasil perhitungan model level 1 62

33. nilai input dan pengali pada model level 2 63

34. hasil perhitungan model level 2 63

35. hasil perhitungan model level 3 64

36. nilai input dan pengali pada model level 3 64

37. Hasil simulasi hasil sumber energi dari limbah padat PKS pada berbagai

kapasitas 68

(21)

39. Model sistem tertutup pabrik kelapa sawit 70 40. Rancangan model sistem tertutup pabrik kelapa sawit 86 41. Perancangan sistem tertutup pabrik kelapa sawit 88 42. Perancangan pabrik kelapa sawit terintegrasi dengan pembangkit listrik 90 43. Penerapan produksi bersih pabrik kelapa sawit 91 44. Tahapan perancangan agro industri mandiri energi 92

(22)
(23)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Proses produksi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menggunakan energi listrik dalam jumlah yang besar. Untuk memproduksi Crude Palm Oil (CPO) dari satu ton Tandan Buah Segar (TBS) membutuhkan energi listrik sebesar 15-17 kWh (Yusoff 2006; Vijaya et al. 2008; Schmidt 2010; Sommart dan Pipatmanomai 2011; Yoshizaki et al. 2013). Penggunaan energi listrik di Malaysia dan Thailand lebih besar yaitu 17-38 kWh dan 20-25 kWh (Arrieta et al. 2007).

Selain kebutuhan listrik yang besar, proses produksi pabrik kelapa sawit juga menimbulkan masalah karena besarnya bahan limbah yang dibuang ke lingkungan (Yoshizaki et al. 2013). Pencemaran ini disebabkan oleh limbah yang dihasilkan dari proses produksi CPO(Rosnah et al. 2010). Limbah tersebut dapat mencemari lingkungan diantaranya adalah batang kelapa sawit, daun kelapa sawit, tandan kosong kelapa sawit (TKKS), serat, cangkang inti sawit dan limbah cair (Singh et al. 2010; Sulaiman et al. 2011). Menurut Prasertsan dan Prasertsan (1996) selama proses pengolahan TBS menjadi CPO akan menghasilkan limbah lebih dari 70% berat TBS. Pleanjai et al. (2004) mengatakan proses produksi CPO dari TBS akan menghasilkan serat sebanyak 30%, cangkang sebanyak 6%,

decanter cake sebanyak 3% dan TKKS sebanyak 28.5% dari berat TBS. Sebagai

gambaran bahwa Indonesia pada tahun 2012 menghasilkan limbah padat 126.317 ton per tahun (Sunarwan dan Juhana 2013). UNEP (2012) memperkirakan pada tahun 2022 Malaysia mempunyai 18.561.060 pohon kelapa sawit dan akan menghasilkan sekitar 15,2 juta ton limbah biomassa.

Foo dan Hameed (2010) mengatakan bahwa komponen utama limbah pabrik pengolahan kelapa sawit adalah limbah cair yang berwujud lumpur dengan nama

Palm Oil Mill Effluent (POME). Limbah cair merupakan limbah yang memiliki jumlah terbesar dari limbah pabrik kelapa sawit. Setiap satu ton CPO membutuhkan air sebanyak 5-7.5 ton (Gobi dan Vadivelu 2013). Lebih dari 50% penggunaan air ini digunakan untuk proses produksi yang akan menghasilkan limbah cair (Ma 1999). POME jika dibiarkan akan menghasilkan gas metana yang memberikan dampak yang cukup besar terhadap efek gas rumah kaca.

Beberapa penelitian menyatakan komposisi gas metana dari biogas yang dihasilkan oleh POME adalah 65% (Damen dan Faaij 2006; Wahid et al. 2006) dan 54% (Yacob et al. 2005, 2006). Gas metana yang dihasilkan oleh POME adalah 9 kg/ton TBS atau setidaknya 0.7 m3 POME/ton TBS (Damen dan Faaij 2006). Limbah yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit bila tidak dilakukan penanganan lebih lanjut akan berdampak negatif terhadap lingkungan.

(24)

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk pengolahan limbah menjadi sumber energi. Pemanfaatan steam dari pembakaran cangkang dan serat (Ma 2003; Salomon et al. 2013), limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) menjadi biochar (Harsono dan Subroto 2013), POME menjadi gas metana (Ahmad et al. 2003; Wu et al. 2010; Cheng et al. 2010; Leano dan Babel 2012; King dan Yu 2013) dan biohidrogen (Atif et al. 2005; Manish dan Banerjee 2008; Chong et al. 2009; Leano dan Babel 2012; Mamimin et al. 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka pabrik kelapa sawit dapat mengolah limbah padat dan limbah cair sebagai sumber energi untuk proses produksi CPO.

Sebagai ilustrasi, Tahar (2013) mengemukakan sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas produksi 45 ton/jam TBS, akan menghasilkan limbah cangkang dengan potensi pembangkit listrik 1.350 kWh, limbah serat 2.700 kWh, limbah TKKS 10.100 kWh dan limbah cair untuk biogas 1.250 kWh. Selain itu, limbah kelapa sawit berupa pelepah daun berpotensi membangkitkan listrik 10.000 kWh dan limbah batang pohon 6.500 kWh dari 15 hektar kebun sawit yang telah tumbuh lebih dari 30 tahun. Berdasarkan uraian di atas, diperkirakan dari sebuah pabrik kelapa sawit dapat memenuhi kebutuhan listriknya yang diperoleh dari pengolahan limbah padat dan limbah cair kelapa sawit. Jayaraman dan Luo (2007) mengatakan bahwa hasil pengolahan limbah yang digunakan kembali pada pabrik dapat dikatakan sebagai sistem produksi tertutup. Bila pabrik kelapa sawit dapat memenuhi kebutuhan listriknya sendiri, dapat dikatakan bahwa pabrik tersebut telah menerapkan sistem tertutup.

Berdasarkan temuan diatas, penelitian ini mengkaji kecukupan energi yang berasal dari biomassa hasil samping proses produksi CPO. Sistem tertutup dikembangkan untuk memadukan hasil temuan tersebut dalam rangkaian proses produksi sehingga dapat diperoleh PKS mandiri energi.

Perumusan Masalah

(25)

Tesis dan Hipotesis

Secara umum, tesis pada penelitian ini adalah pabrik kelapa sawit dapat memenuhi kebutuhan energi dari hasil pengolahan limbah. Rincian tesis tersebut dibuat dalam hipotesis sebagai berikut:

1. Limbah hasil proses pengolahan kelapa sawit berupa limbah padat dan cair dapat menghasilkan energi untuk mencukupi kebutuhan pada pabrik kelapa sawit sehingga tidak memerlukan energi dari luar.

2. Konversi limbah padat dan cair menjadi energi sudah dapat dilakukan melalui berbagai teknologi proses berdasarkan kaidah sistem termodinamika.

3. Proses konversi limbah padat dan cair menjadi energi dapat diintegrasikan dengan proses produksi CPO, sehingga membentuk sistem produksi tertutup mandiri energi.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah merancang model sistem tertutup proses produksi minyak kelapa sawit dengan memanfaatkan limbah padat dan limbah cair pabrik kelapa sawit untuk diolah sebagai sumber energi. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan analisis neraca massa proses produksi minyak kelapa sawit dan kuantifikasi hasil samping proses produksi minyak kelapa sawit yang berpotensi sebagai sumber energi.

2. Mengkaji pemanfaatan limbah dan memilih teknologi konversi limbah padat dan limbah cair yang layak secara teknis dan ekonomi sebagai sumber energi. 3. Merancang dan membangun model sistem tertutup proses produksi minyak

kelapa sawit dengan memanfaatkan limbah pabrik kelapa sawit yang layak secara teknis dan ekonomi pada berbagai kapasitas.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai rujukan ilmiah bagi para peneliti dan perguruan tinggi, investor dan

pemerintah untuk pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit yang ramah lingkungan.

2. Menjadi acuan dalam konsep energi terbarukan hasil pengolahan limbah pabrik kelapa sawit, sehingga dapat memperkuat daya saing industri kelapa sawit Indonesia.

(26)

Kebaharuan

Penelitian yang dilakukan sebelumnya mengenai sistem tertutup adalah mengenai konsep termodinamika dari hukum kekekalan energi (Anderson 1998). Beberapa penerapan sistem tertutup diantaranya adalah dari bidang lingkungan (Elis 2014) dan elektronika (Melhem 2014). Perancangan sistem tertutup dilakukan berdasarkan neraca massa pada pabrik kelapa sawit. Hal ini menghadapi kendala karena jumlah stasiun proses produksi yang banyak dan adanya umpan baik pada stasiun pemurnian yang tidak dapat diselesaikan dengan perhitungan secara linier. Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan teori input output leontief (Miller et al. 2009; Rose et al. 1989; Stone 1984; Ten Raa 2005). Model input output digunakan untuk menyelesaikan masalah pada bidang ekonomi dengan satuannya adalah nilai mata uang (Leontief 1966). Pada penelitian dilakukan pengembangan dengan menerapkan model input output dengan menggunakan satuan massa. Dari hasil perancangan neraca massa didapatkan bahwa hasil samping tidak diolah kembali dan menimbulkan masalah lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengisi celah pada penelitian sebelumnya yang dilakukan secara parsial. Oleh karena itu, Kebaharuan dalam penelitian ini adalah rancangan model sistem tertutup yang mengintegrasikan pabrik kelapa sawit mulai dari input, proses produksi, output dan pengolahan hasil samping yang terhubung kembali dengan input. Dengan demikian pengembangan pabrik kelapa sawit akan menjadi industri yang ramah lingkungan.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup untuk mencapai tujuan penelitian dibatasi oleh beberapa elemen sebagai berikut:

1. Proses produksi pada Pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas antara 15-90 ton TBS/jam.

2. Pemilihan alternatif terbaik dari pengolahan limbah kelapa sawit menggunakan AHP.

3. Analisis neraca massa dan energi menggunakan data aktual dari pabrik kelapa sawit.

4. Kelayakan ekonomi difokuskan pada indikator Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BC Ratio) dan Pay Back Period.

5. Pengembangan model sistem tertutup menggunakan Model Input-Output

(27)

2 SISTEM TERTUTUP

Konsep Sistem

Terdapat beberapa pengertian mengenai sistem, pada bab ini membahas konsep sistem dengan pendekatan hukum termodinamika I. Termodinamika adalah ilmu tentang energi, yang secara spesifik membahas tentang hubungan antara energi panas dengan kerja. Seperti telah diketahui bahwa energi pada alam dapat terwujud dalam berbagai bentuk, selain energi panas dan kerja, yaitu energi kimia, energi listrik, energi nuklir, energi gelombang elektromagnit, energi akibat dan gaya magnit. Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain, baik secara alami maupun hasil rekayasa teknologi. Selain itu energi pada alam semesta bersifat kekal, tidak dapat dibangkitkan atau dihilangkan, yang terjadi adalah perubahan energi dari satu bentuk menjadi bentuk lain tanpa ada pengurangan atau penambahan. Prinsip ini disebut sebagai prinsip konservasi atau kekekalan energi. Gambar 1 memperlihatkan model umum suatu sistem (Kondepudi 2008).

Gambar 1 Model suatu sistem Sumber: Kondepudi (2008)

Batas antara sistem dengan lingkungannya disebut batas sistem (boundary), seperti terlihat pada Gambar 1. Dalam aplikasinya batas sistem nerupakan bagian dari sistem maupun lingkungannya, dan dapat tetap atau dapat berubah posisi atau bergerak. Sistem termodinamika dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu sistem tertutup, sistem terbuka dan sistem terisolasi.

(28)

Gambar 2 Model sistem terbuka

Sumber: Kondepudi (2008)

Sistem yang tidak mengakibatkan terjadinya pertukaran panas, zat atau kerja dengan lingkungannya. Dalam kenyataan, sebuah sistem tidak dapat terisolasi sepenuhnya dari lingkungan, karena akan terjadi sedikit pencampuran, meskipun hanya penerimaan sedikit penarikan gravitasi. Dalam analisis sistem terisolasi, energi yang masuk ke sistem sama dengan energi yang keluar dari sistem (Gambar 3).

Gambar 3 Sistem terisolasi Sumber: Kondepudi (2008)

(29)

terisolasi (Popovic 2014). Fokus pada penelitian ini adalah mengenai sistem tertutup.

Konsep Sistem Tertutup

Pada sistem termodinamika, sistem tertutup adalah suatu sistem yang memungkinkan terjadinya pertukaran energi antara sistem dengan lingkungannya, tetapi tidak terjadi pertukaran massa antara keduanya (Popovic 2014). Hacker dan Coauthors (2011) menjelaskan bahwa massa yang terkandung dalam sistem tertutup adalah tetap karena tidak ada massa yang dapat masuk atau keluar dari sistem.

Gambar 4 Konsep sistem tertutup (Melhem 2014)

Dalam konteks sistem kendali, sistem tertutup sering disebut sebagai sistem kendali umpan balik yang ditampilkan pada Gambar 4. Dalam sistem kendali tertutup ini, ukuran-ukuran variabel output diumpan balik ke proses melalui elemen pengendali (Melhem 2014). Adapun Burns (2001) menjelaskan bahwa jika pada sebuah sistem dimana kuantitas output dimonitor dan dibandingkan dengan input, setiap perbedaan yang terjadi digunakan untuk menjalankan sistem sampai kuantitas output sistem sama dengan input disebut sebagai sistem tertutup. Menurut Anderson (1998), total energi yang terkandung dalam sistem disebut energi internal (U). Termasuk dalam energi ini energi kinetik dan energi potensial. Untuk perubahan dari sistem, hukum kekekalan energi adalah:

∆U = Q – W (2.1) Dimana:

Q = aliran panas W = kerja

(30)

Sistem Produksi Tertutup

Sistem produksi tertutup (closed-loop production system) dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem di mana sejumlah material secara konstan mengalir melalui sejumlah stasiun kerja dan tempat penyimpanan dalam sebuah siklus yang tetap (Shi dan Gershwin 2014). Proses ulang adalah proses mengambil bahan yang telah terpakai dan memprosesnya kembali untuk menghasilkan bahan yang sama atau membuat bahan yang telah terpakai menjadi kembali berguna (Maiti dan Giri 2014). Qiang et al. (2014) mengatakan bahwa proses ulang produk-produk pada akhir masa pakai untuk mengurangi kebutuhan sumberdaya alam dan limbah produksi. Proses ulang ini akan mengurangi produk terpakai menjadi limbah dalam waktu yang lebih lama. Sebagai hasilnya, tingkat penyerapan tanah akan limbah menjadi melambat dan polusi udara menjadi berkurang. Sementara itu Toffel (2004) mengindikasikan bahwa sistem produksi tertutup akan menyebabkan konsumsi bahan, tenaga kerja, dan energi menjadi berkurang (± 45%), limbah produksi berkurang (± 40%), dan biaya produksi berkurang (± 40%) bila dibandingkan dengan sistem produksi yang menggunakan bahan original.

Dalam konteks pelestarian lingkungan, banyak negara-negara maju di Eropa dan Amerika yang mengeluarkan peraturan dan kebijakan tentang perlunya perusahaan untuk mengumpulkan produk diakhir masa pakainya. Karena peraturan dan kebijakan ini, serta meningkatnya kesadaran konsumen terhadap kelestarian lingkungan, maka praktek proses ulang produk terpakai menjadi berkembang (Qiang et al. 2014). Sebagaimana dikemukakan oleh Subramoniam

et al. (2009), konsep-konsep tentang pembuatan keputusan di bidang sistem produksi tertutup masih terbatas. Seperti ditegaskan oleh Atasu et al. (2008) bahwa tidak banyak penelitian mengenai metode-metode analisis untuk memfasilitasi keputusan manajemen di bidang sistem produksi tertutup.

Dalam sistem produksi tertutup, produsen membeli kembali produk terpakai dan memproses ulang produk terpakai tersebut. Komponen yang dapat berfungsi dengan baik akan tetap dijaga, sedangkan komponen usang akan diperbaharui. Produk hasil proses ulang memiliki kualitas yang sama seperti produk baru dan dapat dijual secara bersama-sama dengan produk baru dengan harga yang sama. Dalam sistem produksi tertutup ini, produsen memproduksi produk baru dengan komponen dan bahan yang baru. Produk baru dan produk hasil proses ulang disimpan sebagai persediaan dan digunakan untuk memenuhi permintaan konsumen (Shia et al. 2011).

Rantai pasok adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pembelian, manufaktur, logistik, distribusi, pemasaran, yang melakukan fungsi pemberian nilai untuk pelanggan akhir. Rantai pasok juga dapat dipahami sebagai suatu sistem organisasi, orang, teknologi, kegiatan, informasi dan sumberdaya yang terlibat dalam memindahkan produk dari pemasok kepada konsumen akhir. Kegiatan rantai pasok adalah mengubah sumberdaya alam, bahan baku dan komponen menjadi produk jadi yang dikirimkan ke konsumen akhir. Tujuan dari rantai pasokan adalah kepuasan pelanggan (Asif et al. 2012; Kumar dan Rahman 2014).

Konsep rantai pasok berkembang sehingga muncul konsep yang disebut

(31)

didefinisikan sebagai desain, kontrol, dan pengoperasian sistem untuk memaksimalkan penciptaan nilai di seluruh siklus hidup produk dengan pemulihan nilai dari berbagai jenis dan volume pengembalian produk dari waktu ke waktu. CLSC tidak hanya membahas mengenai produksi atau proses ulang, tetapi mencakup bidang yang lebih luas di bidang lain. CLSC juga dapat dipahami sebagai rantai pasok tanpa limbah yang menggunakan kembali dan memproses ulang semua material. Dengan kata lain, jumlah produk dan komponen yang dibuang ke alam harus diminimalkan (Guide et al. 2003).

Jayaraman dan Luo (2007) menjelaskan bahwa CLSC adalah sebuah sistem siklus tertutup yang menggabungkan aliran logistik maju dengan aliran logistik balik, sehingga pengolahan ulang merupakan inti sistem produksi tertutup. Sistem ini pada akhirnya akan mampu mengurangi limbah dan memberikan manfaat untuk perusahaan dan lingkungan. Proses ulang adalah proses mengambil bahan yang telah terpakai dan memprosesnya kembali untuk menghasilkan bahan yang sama atau membuat bahan yang telah terpakai menjadi berguna kembali. Manajemen rantai pasok yang mengikutkan proses daur ulang sebagai bagian dalam aktivitasnya telah menciptakan sistem rantai pasok tertutup. Menurut Maiti dan Giri (2014), aktivitas pengumpulan, daur ulang, dan prosedur pembuangan untuk produk terpakai dan dan produk usang adalah komponen penting dari CLSC. Perusahaan yang menerapkan CLSC memiliki dua saluran untuk memenuhi permintaan konsumen, yaitu memproduksi produk baru dari bahan baku original dan memproduksi produk baru dari produk terpakai yang diproses ulang menjadi produk baru berkualitas sama.

Terdapat beberapa faktor yang mendorong perlunya perusahaan untuk mengimplementasi CLSC (Shia et al. 2011). Faktor-faktor ini antara lain munculnya kepedulian terhadap konsumen, tanggung jawab sosial terhadap lingkungan, kesadaran akan terbatasnya sumberdaya alam, dan peraturan pemerintah. Selain itu, potensi manfaat ekonomi juga merupakan faktor kunci yang mendorong banyak perusahaan untuk mengimplementasi CLSC. Oleh karena itu, CLSC telah dipandang sebagai salah satu strategi yang dapat digunakan pada perusahaan.

Konsep rantai pasok merujuk pada sistem pengelolaan kegiatan dan fasilitas yang diawali dengan pembelian bahan baku, memproduksi barang, dan mendistribusikan produk kepada pelanggan. Seluruh pemasok dan produsen, penyedia layanan, distributor, gudang dan pengecer dihubungkan dalam satu kesatuan. Tujuan utama dari pengelolaan ini adalah meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan secara bersamaan untuk mencapai persyaratan layanan (Abdolhossein et al. 2012). Pembangunan industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan telah menjadi perhatian dari banyak pihak sehingga muncul konsep yang disebut Green Supply Chain (GSC) (Kumar dan Rahman 2014). Sebagai contoh, Uni Eropa telah menetapkan berbagai kebijakan lingkungan, termasuk pembatasan penggunaan bahan berbahaya dalam peralatan listrik dan elektronik dan limbahnya. Kebijakan ini melarang produsen, penjual, dan distributor peralatan listrik dan elektronik untuk meluncurkan peralatan baru yang berisi bahan berbahaya dan limbah elektronik di pasar (Zhu et al. 2008).

(32)

bisnis. Isu mengenai pendekatan yang berkelanjutan untuk desain sistem produksi atau manufaktur, menjadi semakin penting. Semakin banyak perusahaan tertarik untuk menerapkan metode yang berkelanjutan pada fasilitas yang ada. Maka hal tersebut akan memberikan perubahan dalam pembelian, manajemen material, praktek kerja, dan pengelolaan limbah yang dapat mengurangi atau menghilangkan bahaya lingkungan yang berbahaya di fasilitas produksi. Bahaya juga dapat dikurangi dengan mengubah pola pengolahan limbah. Peningkatan pemilahan dan proses ulang sistem mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan.

Zhu et al. (2008) menyatakan bahwa GSC telah menyebabkan banyak

perusahaan mempertimbangkan model rantai pasoknya menjadi tertutup, agar sistem produksinya menjadi ramah lingkungan, meraih keunggulan kompetitif, dan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Guide et al. (2003) memberikan pendapat yang serupa yaitu GSC memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan sistem industri berkelanjutan yang ramah lingkungan dan memberikan manfaat ekonomi.

GSC kini ditujukan untuk pengurangan beberapa faktor, yaitu energi, material, semua jenis polusi, emisi, limbah produksi. Promosi penggunaan bahan daur ulang dan sumber energi terbarukan diterapkan pada berbagai aktivitas rantai pasok. Untuk mencapai tujuan rantai pasok yang ramah lingkungan, menurunkan biaya, dan melindungi lingkungan, produsen perlu untuk menerapkan berbagai inisiatif di seluruh mata rantai pasok. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain meliputi daur ulang, pemakaian ulang, dan proses ulang (Guide et al. 2003; Abdolhossein et al. 2012).

Implementasi Sistem Tertutup

Merancang dan mengoperasikan sistem produksi bukanlah hanya sekedar memilih dan menggabungkan faktor-faktor produksi untuk mewujudkan produktivitas yang tinggi dan efisiensi ekonomi. Sebagaimana dijelaskan oleh Winkler (2011), adalah penting untuk mempertimbangkan semua jenis limbah yang dihasilkan dari proses-proses produksi dan mengambil tindakan yang tepat untuk menghindari, mengurangi, menggunakan kembali atau memproses kembali limbah yang dihasilkan. Strategi untuk mengimplementasi sistem produksi yang ramah lingkungan adalah mengoptimasi penggunaan sumberdaya, membuat suatu siklus material yang tertutup, meminimalkan emisi, dan penghilangan ketergantungan pada sumber energi yang tidak terbarukan.

(33)

mengandung ethylic biodiesel kelapa sawit. Beberapa peneliti juga telah mengkaji penerapan CLSC pada industri, baik industri jasa maupun industri manufaktur. Kumar dan Rahman (2014) meneliti praktek-pratek CLSC di rumah sakit melalui proses rekayasa ulang dalam pembelian, manajemen material, praktek kerja, dan pengelolaan limbah. Maiti dan Giri (2014) meneliti pentingnya pemakaian ulang dan proses ulang sebagai salah satu praktek inti CLSC pada industri manufaktur.

Zhu et al. (2008) melakukan survei pada beberapa jenis industri untuk

mengeksplorasi praktek-praktek GSC, termasuk diantaranya adalah aktivitas-aktivitas dalam manajemen lingkungan internal. Menurut Stefanelli et al. (2014) mengeksplorasi praktek-praktek GSC pada industri bioenergi. GSC dapat berkontribusi terhadap peningkatan kinerja lingkungan perusahaan, namun masih sedikit yang diketahui tentang GSC ini dalam konteks perusahaan di sektor bioenergi. Pada sistem tertutup dapat digambarkan bahwa industri dapat mengintegrasikan limbah menjadi energi yang dapat memenuhi kebutuhan dalam industri itu sendiri dan dapat dijual kepada PLN. Hal ini dapat dilihat pada skematik Gambar 5.

Input Bahan Baku

Utilitas

Uap Panas Limbah

Teknologi Konversi

Energi Listrik Industri/Pabrik

Produk Utama

Produk Samping

Surplus

(34)

3 METODE PENELITIAN

(35)

Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan merupakan tahapan awal dalam pelaksanaan penelitian, yang mencakup studi pustaka dan observasi lapang. Studi pustaka mencakup kajian literatur dari berbagai sumber dan referensi sebagai pijakan awal dan kerangka teori yang melandasi penelitian. Studi pustaka difokuskan dengan mengkaji referensi terkait dengan: (i) konsep, teori dan model sistem tertutup; (ii) kesetimbangan massa dan kesetimbangan energi proses produksi kelapa sawit; (iii) hasil samping pabrik kelapa sawit yang berpotensi untuk digunakan kembali baik sebagai sumber energi; dan (iv) teknologi proses konversi hasil samping pabrik kelapa sawit menjadi energi.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pembuatan laporan penelitian dilakukan di Bogor dengan pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Agustus 2013 sampai dengan Desember 2014.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dari Laporan PKS Adolina Medan, sedangkan data sekunder lain didapat dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, PLN, dan instansi lain yang terkait tentang peraturan dan kebijakan mengenai kelapa sawit. Data lain juga didapat dari literatur berupa jurnal, prosiding, buku dan laporan disertasi mengenai industri pengolahan kelapa sawit.

Pengambilan keputusan menggunakan AHP dilakukan oleh pakar yang telah berpengalaman dalam penelitian dasar, application research, pembuatan desain dasar dan desain detail pabrik kelapa sawit pembuatan studi kelayakan fabrikasi, pemasangan dan pengujian peralatan pabrik kelapa sawit.

Identifikasi Pemanfaatan Limbah

Identifikasi penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain tentang pemanfaatan limbah padat kelapa sawit khususnya TKKS, serat dan cangkang dan limbah cair kelapa sawit. Hasil identifkasi ini selanjutnya digunakan untuk mendapatkan teknologi konversi yang tepat dan ekonomis untuk menfaatkan kembali limbah menjadi energi.

Pemilihan Alternatif Pemanfaatan Limbah Menggunakan AHP

AHP digunakan untuk memecahkan persoalan yang kompleks dengan menyusun suatu hirarki kriteria dan sub kriteria yang didapatkan dari referensi. Pada tahap ini AHP digunakan untuk menentukan teknologi terbaik untuk konversi limbah menjadi energi.

(36)

yang mudah diukur. Padahal, banyak permasalahan di dunia nyata yang membutuhkan pengambilan keputusan berdasarkan multi-kriteria dan melibatkan banyak variabel (Nagesha dan Balachandra 2006). Di antara sejumlah pendekatan yang dapat digunakan untuk menangani permasalahan pengambilan keputusan multi-kriteria adalah analytic hierarchy process. AHP merupakan salah satu alat bantu dalam proses pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty (Lee et al. 2007)

Merujuk pada (Lee et al. 2007), penelitian ini mengadopsi proses AHP untuk pemanfaatan limbah industri kelapa sawit. Proses ini mencakup beberapa tahapan sebagai berikut. Tahap pertama adalah menentukan tujuan, yaitu pemilihan pemanfaatan limbah industri kelapa sawit. Tahap kedua adalah menyusun kriteria-kriteria untuk mengevaluasi berbagai alternatif yang mungkin. Tahap ketiga adalah menyusun hirarki, yaitu memecah masalah yang kompleks menjadi beberapa elemen kecil dan menyusun elemen-elemen dalam bentuk hirarki. Tahap keempat adalah menilai apakah hirarki telah diatur dengan benar sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Tahap kelima adalah membuat perbandingan berpasangan, menghitung bobot kriteria, dan memeriksa konsistensi logis. Tahap keenam adalah meninjau rasio konsistensi (CR), yang harus bernilai antara 0.00 dan 0.10. Jika CR lebih besar dari 0.00 dan kurang dari 0.10, tahap selanjutnya adalah agregasi bobot. Tahap akhir adalah memilih alternatif-alternatif terbaik yang mengarah pada pemanfaatan limbah industri kelapa sawit.

Dalam penelitian ini, prosedur penilaian perbandingan berpasangan mengacu pada skor penilaian yang telah dikembangkan oleh Saaty (1980), sebagai berikut:

1 : Elemen A sama pentingnya dengan Elemen B 3 : Elemen A sedikit lebih penting dari Elemen B 5 : Elemen A lebih penting dari Elemen B

7 : Elemen A sangat lebih penting dari Elemen B 9 : Elemen A mutlak lebih penting dari Elemen B

2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai antara diantara dua pertimbangan yang berdekatan.

Model AHP Untuk Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit

(37)

Set up target

Make criteria

Structure the hierarchy

Assess whethere the hierarchy is arranged Properly or not

Build an online peer-review system No

Yes

Make pairwise comparisons

Calculate weights of criteria

Check for consistency

0 < C.R < 0.1

Aggregate the weights

Select the alternatives

Perr-review No

Gambar 7 Proses AHP untuk pengambilan keputusan pemilihan alternatif Sumber: Lee et al. (2007)

Analisis Neraca Massa dan Energi

Analisis neraca massa dan energi digunakan untuk mendapatkan kesetimbangan massa input dan output dari pabrik kelapa sawit. Hasil analisis ini selanjutnya digunakan untuk merancang model sistem proses produksi tertutup pabrik kelapa sawit, untuk perancangan model. Kesetimbangan energi digunakan untuk mengetahui konsumsi energi yang digunakan oleh pabrik kelapa sawit.

Neraca massa merupakan dasar bagi perancangan proses (process design). Suatu neraca massa yang dibuat untuk keseluruhan proses akan menentukan kuantitas dari bahan baku yang diperlukan dan produk yang akan dihasilkan. Neraca massa untuk setiap unit proses menentukan aliran dan komposisi pada unit proses tersebut. Oleh karenanya neraca massa merupakan bagian penting dalam suatu perancangan proses. Selain itu, neraca massa juga sangat berguna untuk mengamati/mempelajari operasi pabrik dan keperluan trouble shooting. Neraca massa juga dapat digunakan diantaranya untuk membandingkan unjuk kerja pabrik dibandingkan dengan desainnya, untuk mengecek kalibrasi instrumen dan menentukan lokasi sumber terjadinya kehilangan bahan.

Neraca massa dan energi mencakup penghitungan jumlah material bahan baku, bahan pendukung, produk dan produk sampingnya. Persamaan umum untuk sistem proses dapat ditulis:

Bahan keluar = Bahan masuk + Pembangkitan – Konsumsi – Akumulasi

(38)

Bahan keluar = bahan masuk

Persamaan neraca massa ini mencakup neraca massa total dan neraca massa komponen yang terlibat.

Neraca energi dapat ditulis sebagai berikut:

Energi keluar = Energi masuk + Pembangkitan – Konsumsi – Akumulasi Untuk proses tetap (steady state) akumulasi sama dengan nol. Bentuk dari energi ini meliputi energi potensial, energi kinetik, energi dalam, panas, energi listrik dan kerja.

Teknologi atau metode proses produksi dalam industri minyak kelapa sawit pada umumnya telah diterapkan secara mekanisasi penuh. Proses produksi yang dilakukan menggunakan air sebagai medium proses pengepresan minyak sawit dan proses pemecahan biji untuk memisahkan inti (kernel) dari cangkangnya, sehingga tidak dapat berlangsung tanpa adanya air sebagai bahan pembantunya.

Buah sawit (fresh fruit bunches/ FFB) hasil dari panen perkebunan kelapa sawit, dikirimkan ke pabrik minyak sawit (palm oil mill/ POM) untuk diproses menjadi CPO. Setiap tandan buah sawit terdiri dari beberapa ratus buah sawit yang mengandung minyak sawit. FFB disterilisasi (dikukus) dengan menggunakan uap pada tekanan sekitar 3 bar dan temperatur sekitar 140 0C selama 75-90 menit. Tujuan dari proses ini adalah untuk mencegah pembentukan asam lemak bebas lebih jauh yang disebabkan oleh aktivitas enzim, memudahkan proses penebahan/pemipilan atau threshing, untuk memfasilitasi proses stripping

dan mempersiapkan buah sawit untuk proses selanjutnya. Kondensat dari uap yang keluar dari proses sterilisasi ini merupakan salah satu sumber limbah cair.

Setelah proses sterilisasi, buah sawit diumpankan ke dalam suatu rotary

drum-stripper dimana buah-buah sawit dilepas dari tandannya. Buah yang

terpisah melewati bar screen dari stripper dan dikumpulkan dengan menggunakan konveyor dan dimasukkan ke dalam digester. Dalam digester, buah dihaluskan oleh lengan yang berputar (rotating arm). Pada tahap ini, buah-buah yang ditumbuk pada kondisi panas memecahkan sel-sel mesocarp. Mesin press ulir biasanya digunakan untuk menekan minyak agar keluar dari buah-buahan yang sudah dimasak pada tekanan tinggi. Air panas ditambahkan untuk meningkatkan aliran minyak. Bubur minyak mentah kemudian diumpankan ke sistem klarifikasi untuk pemisahan dan pemurnian minyak. Fiber dan nut (press cake) dialirkan ke

depericarper untuk pemisahan.

Minyak sawit mentah (CPO) dari screw press terdiri dari campuran minyak kelapa sawit (35-45%), air (45-55%) dan bahan berserat dalam berbagai proporsi. Hal ini kemudian dipompa ke tangki klarifikasi (penjernihan) untuk memisahkan minyak. Dalam unit ini, minyaknya secara terus-menerus diambil dari bagian atas tangki klarifikasi. Minyak ini kemudian dilewatkan melalui centrifuge

berkecepatan tinggi dan pengering vakum sebelum dikirim ke tangki penyimpanan.

Press cake yang dikeluarkan dari screw press terdiri dari air, serat berminyak dan nut, dan press cake dikirimkan ke depericarper untuk pemisahan

(39)

cracker. Hydrocyclone biasanya digunakan untuk memisahkan kernel dan cangkang. Pembuangan dari proses ini merupakan sumber aliran air limbah.

Rancang Bangun Model Sistem Tertutup Menggunakan Model Leontief

Rancang bangun dilakukan dengan cara menghitung jumlah energi yang dihasilkan oleh limbah pabrik kelapa sawit. Tahapan berikutnya adalah menghitung kebutuhan energi dari pabrik kelapa sawit, bila terdapat surplus energi maka dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik.

Dalam analisis input-output, hal penting yang perlu dilakukan adalah adalah menyusun matrik transaksi, yang berisi distribusi dari input suatu sektor yang diperoleh dari output sektor lainnya. Matriks transaksi yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca massa proses produksi CPO pada pabrik pengolahan kelapa sawit. Proses berikutnya adalah menyusun matriks teknologi. Matriks teknologi disusun berdasarkan persamaan input-output dan nilai efisiensi dari setiap proses pada stasiun pabrik kelapa sawit. Proses terakhir adalah membuat Matriks Leontief Inverse yang didapat dari persamaan matriks Ax=d menjadi

x= A−1d dengan A adalah matriks teknologi, x adalah matriks output dan d adalah matriks input. Pemodelan leontief untuk level yang kompleks akan mengikuti proses produksi CPO yang kompleks secara keseluruhan menggunakan data dari Pabrik Kelapa Sawit Palbatu Medan seperti pada Gambar 8 dan data pendukung dari PKS Adolina Medan seperti pada Gambar 9.

Selain produk utama, yaitu minyak sawit mentah (CPO), pabrik minyak sawit juga menghasilkan produk samping dan limbah (padat dan cair), yang mungkin memiliki dampak signifikan pada lingkungan jika tidak ditangani dengan benar.

Limbah Cair. Produksi minyak kelapa sawit menghasilkan limbah cair dalam jumlah relatif besar. Limbah cair ini biasanya disebut sebagai limbah cair pabrik kelapa sawit (palm oil mill effluent/POME). Satu ton buah sawit segar yang diolah di pabrik kelapa sawit akan memerlukan sekitar 0.6 m3 air, yang berakhir sebagai POME. Untuk menghasilkan 1 m3 CPO diperkirakan akan dihasilkan limbah POME sebesar 2.7 m3. Berdasarkan produksi minyak sawit di Indonesia pada tahun 2008 (20 juta ton), maka akan dihasilkan POME sekitar 54 juta m3. POME merupakan kombinasi air limbah dari tiga sumber utama yaitu unit klarifikasi (24.1%), sterilisasi (57.5%) dan hydrocyclone (18%). POME ini berisi berbagai komponen termasuk dinding sel, serat pendek, karbohidrat mulai dari hemiselulosa sampai gula sederhana, berbagai senyawa nitrogen dari protein sampai asam amino, asam organik bebas dan berbagai organik minor serta mineral.

(40)

FFB 100%

(41)

3 Kg/cm2

(42)

Limbah Padat. Material limbah padat yang dihasilkan dalam proses ekstraksi minyak kelapa disajikan sebagai berikut:

(1) TKKS/Empty fruit bunches (EFB) - 23 % of FFB; (2) Cangkang /Palm kernel shell – 6 % of FFB; (3) Serat/Fibre– 13.5 %.

EFB akan dibakar di incinerator untuk menghasilkan abu yang kemudian disebar di perkebunan sebagai pupuk. EFB disebar begitu saja di perkebunan atau dijadikan kompos untuk keperluan pupuk. Serat dan cangkang digunakan sebagai bahan bakar boiler. Kernel biasanya dijual kepada produsen minyak inti sawit untuk diekstraksi menjadi minyak inti sawit (Thani et al. 1999).

Verifikasi dan Validasi Model

Secara umum, verifikasi model dapat dilakukan melalui pemeriksaan secara sederhana atau penggunaan uji statistik. Chattergy dan Pooch (1977) memperkenalkan beberapa pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan aliran logika dari suatu submodel ke submodel berikutnya, data mentah dan file data. Secara prinsip, pemeriksaan ini bermaksud mencari kekeliruan dalam program baik yang bersifat logika maupun kesalahan editorial.

Mengingat pesatnya perkembangan perangkat lunak, kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan verifikasi model dapat diminimalisir. Banyak paket program yang tidak perlu lagi dimodifikasi sehingga yang menggunakan paket tersebut hanya bertugas memasukkan data. Dengan demikian, kesalahan logika program akan dibuat minimum sehingga perhatian hanya dipusatkan pada pemeriksaan data. Hal ini yang menyebabkan verifikasi model menjadi relatif kurang mendapat perhatian bila dibandingkan dengan validasi model.

Tujuan dari validasi model bukanlah untuk membuktikan suatu model adalah sah (valid) karena hal ini tidak mungkin dilakukan (Naylor dan Finger 1967; Gass 1983). Validasi model pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki tingkat keyakinan bahwa berdasarkan kondisi yang diasumsikan, model yang dikembangkan dapat mewakili sistem yang sebenarnya (Mc Carl dan Apland 1986).

Menurut McCarl dan Apland (1986), validasi model dibagi menjadi dua tahapan yaitu validasi penyusunan (validation by construct) dan validasi hasil (validation by result). Validasi penyusunan terutama dimaksudkan untuk menilai keabsahan teori dan asumsi yang digunakan, serta metode pengukuran dan pengumpulan data. Dilain pihak, validasi hasil dimaksudkan untuk menilai kesesuaian antara keluaran dari model dan keluaran dari sistem yang sebenarnya.

Secara prinsip, validasi penyusunan merupakan suatu persyaratan sebelum melakukan validasi hasil. Sebelum validasi penyusunan menunjukkan hasil yang memuaskan, validasi hasil hendaknya belum dilakukan. Harus dicatat pula bahwa dalam validasi penyusunan, pengetesan mengenai keabsahan teori ataupun asumsi tidaklah dapat dilaksanakan. Keabsahan suatu teori atau asumsi didasarkan pada banyaknya faktor yang mendukung, bukan karena dibuktikan atau diuji (McCarl dan Apland 1986).

(43)

McCarl dan Apland 1986). Disamping itu, kegiatan tersebut juga memberikan kesempatan kepada pembuatan model untuk melihat sifat-sifat dari model yang dikembangkan. Pemahaman sifat-sifat tersebut, baik kelemahan maupun kekuatannya, akan menuntun para pembuat model untuk menggunakan secara arif dan luwes.

Menurut Suryadi dan Ramdhani (2000) dalam pemodelan harus diperhatikan validitas model, yaitu bagaimana kemampuan model untuk mewakili dunia nyata. Validitas diukur dengan melihat tingkat kesamaan antar data sistem nyata dengan data yang dibangkitkan model. Validitas memiliki beberapa tingkatan, yaitu:

1 Replicaticely valid, data yang dibangkitkan sama dengan data yang sudah ada

dari sistem nyata.

2 Predictively valid, data yang dibangkitkan diperkirakan atau terlihat sama dengan data yang belum diambil dari dunia nyata.

3 Structurally valid, model tersebut benar-benar menunjukkan pola tingkah laku sistem nyata.

Langkah yang dapat dilakukan untuk mengetahui validitas model yang dirancang, yaitu melakukan perunutan secara terstruktur (walk trough) terhadap model yang dibuat dan berkonsultasi dengan ahli yang terkait dengan sistem yang dimodelkan. Hal lain yang perlu diperhatikan selama perunutan (1) asumsi-asumsi yang digunakan dalam model, (2) tingkat keakuratan model yang diinginkan. Uji coba program dilakukan untuk melakukan validasi. Cara yang dapat dilakukan untuk melaksanakan validasi program adalah dengan menggunakan analisis sensitivitas untuk mengetahui aspek yang berpengaruh berdasarkan kriteria performansi yang telah ditentukan (pada sistem tertutup PKS ini dilakukan analisis keekonomian pada berbagai kapasitas PKS).

Analisis Kelayakan Ekonomi

Model sistem tertutup pabrik kelapa sawit diimplementasikan dengan cara melakukan pehitungan analisis kelayakan ekonomi seperti Net Present Value, Internal Rate of Return, Benefit Cost Ratio dan Pay Back Period. Perhitungan yang dilakukan dimulai dari energi pabrik kelapa sawit, investasi pembangkit listrik biomassa dan biogas sampai dengan harga jual listrik kepada PLN.

Metode analisis kelayakan pada perusahan agro industri sama dengan yang diterapkan pada perusahaan komersial, demikian pula kriteria yang menentukan keputusan manajemen dan investasi (Brown 1994). Tahap evaluasi finansial dapat dilakukan apabila hasil analisis pasar dan teknis yang diperoleh menunjukkan positif. Faktor penting yang perlu dikaji dalam analisis finansial menurut (Hermawan 1996) adalah: kebutuhan dana, sumber dan biaya modal, penyusunan

cash-flow, kriteria penilaian investasi, dan analisis sensitivitas.

(44)

yang diusulkan; (8) membandingkan hasil analisis dan kriteria investasi; dan (9) mengidentifikasi kondisi dimana perusahaan yang diusulkan tidak memenuhi kriteria investasi (Brown 1994).

Analisis kelayakan investasi dalarn rancang bangun industri kelapa sawit menggunakan instrumen-instrumen analisis seperti Payback Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Benefit Cost Ratio

(B/C-ratio), Break Even Point (BEP), dan analisis sensitivitas.

Kriteria investasi PBP memberikan pengertian yang mudah tentang waktu pengembalian modal dan perhitungannya sederhana. Keterbatasannya adalah tidak memasukkan nilai waktu dari uang, tidak memberikan gambaran situasi arus kas sesudah periode pengembalian, dan tidak memberikan indikasi profitabilitas dari unit usaha hasil proyek.

Metode NPV memiliki beberapa kelebihan, yaitu telah memasukkan faktor nilai waktu dari uang, mempertimbangkan semua arus kas proyek, dan mengukur besaran absolut sehingga mudah mengikuti kontribusinya terhadap usaha meningkatkan kekayaan perusahaan atau pemegang saham. Keputusan yang sulit dalam penggunaan NPV adalah menentukan besarnya tingkat arus pengembalian atau hurdle rate. Arus pengembalian ini dikenal juga sebagai cut-off rate atau

opportunity cost.

Metode B/C-ratio menghasilkan angka komparatif (relatif) dan lebih dikenal penggunaannya untuk mengevaluasi proyek publik. Penekanan metode pada manfaat bagi kepentingan umum, tetapi dapat juga digunakan untuk manfaat perusahaan swasta, yang dilihat dari pendapatan proyek (Soeharto 2002).

Masing-masing metode memiliki keterbatasan dan kelebihan karena itu, dalam model kelayakan investasi digunakan beberapa metode sekaligus. Keterbatasan PBP diatasi dengan memasukkan discount factor untuk seluruh arus kas, dalam kaitannya dengan nilai waktu dari uang. Faktor modal kerja, depresiasi dan pajak juga dimasukkan dalam perhitungan PBP agar lebih realistis. Keterbatasan PBP lainnya, diatasi dengan analisis NPV. Kesulitan penentuan tingkat pengembalian dalam NPV, diatasi dengan metode IRR untuk mengetahui apakah rencana proyek cukup menarik bila dilihat dari segi tingkat pengembalian yang telah ditentukan dalam NPV. Analisis juga dilengkapi dengan B/C-ratio untuk melihat perbandingan manfaat dan biaya proyek.

Kegunaan evaluasi finansial dalam penelitian ini dimaksudkan untuk melihat biaya manfaat usaha industri kelapa sawit di dalam menghasilkan produk.

Net Present Value (NPV). Kriteria nilai sekarang bersih (NPV) didasarkan atas konsep pendiskontoan seluruh arus kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskontokan semua arus kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung kas bersihnya, akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama yaitu harga (pasar) saat ini. Dengan demikian dua hal telah diperhatikan yaitu faktor nilai waktu dari uang dan selisih besar arus kas masuk dan keluar. Hal ini akan membantu pengambil keputusan untuk menentukan pilihan (Soeharto 2002). NPV dapat dihitung dengan rumus (Kadariyah et al. 1999) sebagai berikut:

(45)

Keterangan :

Bila NPV > 0 maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan, sedangkan bila NPV <0 usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Salah satu alat analisis yang lain yang dapat digunakan untuk menentukan kriteria layak tidaknya suatu usaha untuk dijalankan adalah dengan menghitung net B/C ratio. Bila net B/C > 1, maka usaha tersebut dapat dilakukan, sedangkan bila net B/C < 1, maka usaha tersebut tidak dapat dilaksanakan. Net B/C dihitung dengan formulasi (Gray et al. 1986; Kadariyah et al. 1999) sebagai berikut:

Net B/C =

Internal Rate of Return (IRR). IRR menunjukkan persentase keuntungan yang akan diperoleh tiap tahun atau merupakan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga bank. Hal ini berarti IRR sama dengan tingkat bunga pada waktu NPV = 0. Perhitungan besarnya IRR dapat dilakukan dengan cara melakukan interpolasi antara tingkat bunga pada saat NPV bernilai positif dengan tingkat bunga pada saat NPV bernilai negatif. Rumus yang digunakan adalah

i1 : tingkat bunga dimana NPV positif. i2 : tingkat bunga dimana NPV negatif.

(46)

produksi (Soeharto 2002). Jumlah unit produksi pada BEP dapat dihitung dengan

Qi : Jumlah unit (volume) yang dihasilkan FC : Biaya tetap

P : Harga jual per unit VC : Biaya variabel per unit

Pay Back Period (PBP). Waktu pengembalian modal atau Pay Back Period

adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal investasi awal, dimana keputusan diambil berdasarkan kriteria waktu. Perhitungan matematis untuk menghitung PBP ini adalah:

PBP = t_neg + 

t_neg : tahun proyek pada saat AKK bernilai negatif.

t_pos : tahun proyek pada saat AKK bernilai positif.

Beberapa kelemahan PBP sebagai kriteria investasi adalah:

1 Tidak dapat membedakan antara dua atau lebih proyek-proyek yang mempunyai nilai PBP sama.

2 Mengabaikan aliran uang (cash flow) sebagai kriteria pemilihan setelah PBP tercapai.

3 Tidak mempertimbangkan bahwa nilai uang sekarang berbeda dengan akan datang.

Analisis Sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji sejauh mana perubahan-perubahan unsur dalam aspek finansial dan ekonomi berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih (Soeharto 2002). Analisis sensitivitas diperlukan bila terjadi kesalahan dalam menaksir biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan-perubaban suatu unsur harga pada saat proyek dilaksanakan (Gray et al. 1992).

(47)

Menurut (Sinnott 1989), salah satu hal penting yang dihadapi oleh estimator adalah fakta bahwa data harga yang dikoleksi tidak absolut tetapi cepat berubah dengan perubahan kondisi ekonomi. Seseorang tidak mungkin mendapatkan harga untuk setiap alat kecuali sudah pada perancangan akhir yang sudah disetujui (final approved design estimates). Untuk mengantisipasi perubahan yang cepat maka estimasi harga dapat didekati dengan nilai indeks dengan perhitungan sebagai berikut:

Ex = Ey Nx / Ny (3.7)

Dimana

(48)

4 PROSES PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT

Gambaran Umum Industri Kelapa Sawit

Pembangunan industri kelapa sawit selain bermanfaat dalam bidang ekonomi, industri ini juga menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar (Chin et al. 2013). Masalah lingkungan telah menjadi isu global, termasuk dalam lingkungan industri kelapa sawit. Diperkirakan pabrik kelapa sawit telah menciptakan masalah lingkungan karena besarnya bahan limbah tercemar yang dibuang ke lingkungan (Yoshizaki et al. 2013).

Kondisi kelapa sawit segar yang terdiri dari mesocarp (daging berserat) dan

kernel (biji). Mesocarp buah sawit segar memiliki tekstur berserat berwarna kekuning-kuningan, keras, dan rasa agak manis (Gambar 10). Setiap buah kelapa sawit mempunyai satu biji atau kernel, keras, dan berwarna putih (Cheng et al.

2011).

Gambar 10 Penampakan kelapa sawit Sumber: Cheng et al. (2011)

Komposisi TBS didominasi oleh TKKS (22 %), minyak (22 %) dan lumpur (22%), sedangkan sisanya merupakan air (12%), cangkang (6%), inti (5%) dan serabut (11%) (Nasution et al. 2014). Untuk lebih jelasnya komposisi TBS ditampilkan pada Tabel 1.

Produksi minyak sawit dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia. Kedua negara ini secara total menghasilkan sekitar 85-90% dari total produksi minyak sawit dunia. Pada saat ini, Indonesia adalah produsen dan eksportir minyak sawit yang terbesar di seluruh dunia.

(49)

Tabel 1 Persentase komposisi TBS

Kandungan Dalam FFB

Persentase (%)

- Air 12

- Cangkang 6

- Inti 5

- Minyak 22

- Lumpur 22

- Serabut 11

- TKKS 22

Jumlah 100

Sumber : Nasution (2014)

Minyak kelapa sawit merupakan penyumbang terbesar bagi perdagangan minyak nabati global. Menurut Oil World (2014) pada tahun 2014, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, konsumsi minyak nabati dunia meningkat 8.4 kali lipat dibanding tahun 1980 menjadi 151.618 juta ton (Gambar 11). Produksi minyak sawit berkembang sekitar 8% per tahun.

Gambar 11 Perkembangan minyak sawit dan minyak nabati dunia Sumber: World Oil (2014)

Gambar

Gambar 5 Model hipotetik sistem tertutup
Gambar 6  Kerangka penelitian
Gambar 7 Proses AHP untuk pengambilan keputusan pemilihan alternatif
Gambar 9 Diagram alir dan neraca massa proses produksi CPO di PKS Adolina
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara khusus, tujuan pra rancangan pabrik pembuatan dimetil eter dari syngas hasil gasifikasi tandan kosong kelapa sawit (TKKS) ini adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam

Oleh karena itu, didirikan Pabrik Asam Lemak dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas 120.000 Ton/Tahun yang dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan luar negeri.. Asam lemak

Pengembangan agroindustri, khususnya dalam bidang usaha kelapa sawit, men- dorong pertambahan areal pertanaman yang diikuti oleh pembangunan pabrik kelapa sawit dan

Tandan kosong kelapa sawit yang digunakan merupakan limbah dari pabrik. pengolahan kelapa sawit.Komposisi tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat

Meskipun pantai barat merupakan sentra produksi kelapa sawit di Aceh namun daerah ini tidak memiliki seimbangan antara pola produksi kelapa sawit dengan pabrik

merupakan sentra produksi kelapa sawit di Aceh namun daerah ini tidak memiliki seimbangan antara pola produksi kelapa sawit dengan pabrik yang beroperasi. Ketidak

Dalam paper ini akan memaparkan berapa konsumsi energi listrik pada proses pengolahan kelapa sawit pada sebuah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan berapa besar potensi

Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan Konsentrat Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Untuk Memperbaiki Sifat Kimia Media Tanam Sub Soil Ultisol Dan Pertumbuhan Bibit Kelapa