• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tantangan Peningkatan Profesionalisme Guru Pasca Uu Guru Dan Dosen Di Mts Islamiyah Ciputat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tantangan Peningkatan Profesionalisme Guru Pasca Uu Guru Dan Dosen Di Mts Islamiyah Ciputat"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

DI MTs ISLAMIYAH CIPUTAT

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyyah Dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

SUCI NURHAYATI

NIM: 208011000050

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i

Kata Kunci: Tantangan Peningkatan Profesionalisme Guru, Pasca

Undang-Undang Guru Dan Dosen.

Profesionalisme guru merupakan keahlian serta pengalaman dalam mengajar sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya dengan maksimal serta memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian. Berdasarkan pemberlakuan undang-undang guru dan dosen pada hakikatnya adalah untuk meningkatkan kualitas profesional guru diantaranya mempertegas kualifikasi, meningkatkan kompetensi dan sertifikasi. Hal ini akan menjadi sebuah tantangan bagi guru untuk

meningkatkan profesionalismenya sebagai guru. Terkait dengan hal tersebut,

penulis melakukan penelitian tentang tantangan peningkatan profesionalisme guru

pasca undang-undang guru dan dosen di MTs Islamiyah Ciputat.

Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam skripsi ini

maka dalam penulisannya, penulis menggunakan metode studi lapangan (Field

Research), yaitu meneliti langsung ke lapangan untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Ini dilakukan dengan cara observasi langsung di lapangan, dokumentasi, melakukan wawancara terhadap kepala sekolah dan guru bidang studi Agama, untuk

mengetahui kesiapan guru dalam menghadapi tantangan profesionalisme guru

pasca undang-undang guru dan dosen.

Adapun dalam pembahasannya penulis menggunakan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif analisis, yakni mengumpulkan data secara sistematis dan konsisten, kemudian menyeleksi, membandingkan, menganalisis serta menarasikan untuk mengambil kesimpulan. Diperkuat dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats).

Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan tantangan

peningkatan profesionalisme guru pasca undang-undang guru dan dosen adalah

sudah berjalan dengan baik, yaitu guru MTs Islamiyah Ciputat mampu menghadapi tantangan tersebut diantaranya; sebagian besar guru sudah disertifikasi, sebagian besar kualifikasi guru sesuai dengan bidang studi dan guru sudah memenuhi standar empat kompetensi. Hanya saja masih kurang maksimal dalam hal guru mengajar dan mendidik kepada peserta didik karena terdapat profesi guru yang berbeda-beda. Namun itu semua bisa teratasi dengan kepala sekolah yang selalu melakukan supervisi setiap dua kali dalam satu bulan dan

meningkatkan profesionalisme guru melalui kegiatan-kegiatan kependidikan.

SUCI NURHAYATI (PAI)

(8)

ii

Al-Hamdulillah, segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas karuniaNYA yang tidak terhingga, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Semoga terlimpah pula pada keluarganya, para sahabatnya dan kita sebagai umatnya. Semoga kita mendapatkan syafaatnya di hari kiamat kelak. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Karya tulis yang berjudul “Tantangan Peningkatan Profesionalisme Guru Pasca Undang-Undang Guru Dan Dosen Di MTs Islamiyah Ciputat”, merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I).

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, meskipun waktu, tenaga, dan biaya telah diupayakan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini. Namun, kiranya penelitian yang tertuang dalam skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya.

Selama proses penulisan skripsi penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada berbagai pihak dan instansi lainnya yang telah membantu, melancarkan dan membimbing serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Bapak Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.

(9)

iii

meluangkan waktu dan tenaga serta pemikiran di sela-sela kesibukannya. 4. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis

mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat bagi kami semua.

5. Kepala Sekolah MTs Islamiyah Ciputat beserta Wakil dan jajarannya, serta seluruh dewan guru khususnya guru bidang studi Agama yang telah berpartisipasi dan memberikan kontribusinya dalam berbagi informasi, dan data-data, juga telah meluangkan waktunya kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Kepada ayahanda tercinta Dasuki Abdullah dan ibunda tercinta Juju Hariyah yang telah memberikan doa yang tak pernah putus, perhatian yang tak pernah surut dan kasih sayang yang setulus-tulusnya kepada penulis yang lemah ini. Semoga Allah memberikan rahmat dan ampunan kepada keduanya dan semoga mendapatkan kehormatan yang agung di sisi Allah SWT.

7. Kepada segenap keluarga besarku, yang telah memberikan dukungan moral dan material, doa dan senyuman yang menyemangati penulis untuk tabah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan selama proses pembuatan skripsi.

8. Kepada kekasihku, Saiful Bahri yang telah memberikan motivasi, doa dan kontribusi lainnya yang selalu mengingatkanku untuk menyelesaikan tugas-tugas hingga skripsi ini selesai.

9. Kepada teman-teman PAI B Non Reguler angkatan 2008, yang telah memberikan semangat, dukungan, serta menghiasi dengan kebersamaan, semoga persaudaraan kita tetap terjaga.

(10)

iv

dan berdo’a, penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Aamiin...

Jakarta, 10 Januari 2013

(11)

v

LEMBAR SAMPUL LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Guru Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 1. Pengertian Guru ... 8

2. Kedudukan, tugas dan funsgi guru ... 10

B. Tantangan Peningkatan Profesionalisme Guru Pasca UU Guru Dan Dosen 1. Pengertian profesionalisme ... 14

2. Profesionalisasi Guru ... 16

a. Standar Kualifikasi Pendidikan ... 16

b. Kompetensi Guru ... 18

c. Sertifikasi Guru ... 22

C. Upaya Terwujudnya Undang-Undang Guru dan Dosen ... 25

(12)

vi

B. Metode Penelitian ... 37

C. Sumber Data ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 39

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Profil Sekolah 1. Sejarah Berdirinya MTs Islamiyah Ciputat ... 46

2. Visi, Misi Dan Tujuan MTs Islamiyah Ciputat ... 47

3. Program Non Kurikuler ... 49

4. Struktur Organisasi MTs Islamiyah Ciputat2012-2013 49 5. Tenaga Pengajar ... 50

6. Siswa ... 52

7. Sarana dan Prasarana 53

B. Deskripsi dan Analisa Data 1. Profesionalisme Guru ... 54

2. Tantangan Peningkatan Profesionalisme Guru Pasca UU Guru Dan Dosen ... 62

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(13)
[image:13.595.116.531.168.579.2]

vii

Tabel 1 : Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Kepsek Mts Islamiyah Ciputat ... 38

Tabel 2 : Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Guru Bidang Studi Agama... 38

Tabel 3 : Kisi-Kisi Instrumen Observasi Guru Bidang Studi Agama ... 39

Tabel 4 : Tenaga Pengajar Mts Islamiyah Ciputat Tahun 2012-2013 ... 49

Tabel 5 : Data Sisiwa Mts Islamiyah Ciputat Tahun 2012-2013 ... 51

Tabel 6 : Sarana Dan Prasarana Mts Ciputat Tahun 2012-2013 ... 51

Tabel 7 : Kompetensi Pedagogik Guru ... 53

Tabel 8 : Kompetensi Profesional Guru ... 56

Tabel 9 : Kompetensi Kepribadian Guru ... 57

(14)

viii Lampiran 2 : Uji Referensi

Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 4 : Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 5 : Pedoman Wawancara Kepsek MTs Islamiyah Ciputat Lampiran 6 : Hasil Wawancara Kepsek MTs Islamiyah Ciputat Lampiran 7 : Pedoman Observasi Guru Bidang Studi Agama Lampiran 8 : Hasil Observasi Guru Bidang Studi Agama

Lampiran 9 : Pedoman Wawancara Untuk Guru Bidang Studi Agama Lampiran 10 : Hasil Wawancara Guru Bidang Studi Agama

Lampiran 11 : Daftar Nama Guru Mts Islamiyah Ciputat Lampiran 12 : Data Sertifikasi Guru Mts Islamiyah Ciputat Lampiran 13 : Data Kesesuaian Guru Mengajar Dengan Ijazah

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, dan moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan yang siap hidup dengan tantangan zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. 1

Dalam rangka mempersiapkan guru-guru profesional, lembaga pendidikan guru memegang peranan yang penting. Melalui program pendidikan selama 4 dan 5 tahun para calon guru dipersiapkan sedemikian rupa sehingga mereka memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai sesuai dengan tugas jabatan yang akan diberikan kepada mereka kelak.

1

(16)

Tugas yang dibebankan kepada lembaga pendidikan ini dinilai sebagai pekerjaan yang berat, sebabnya lembaga ini bukan saja bertujuan mendidik agar para calon menjadi pribadi yang terdidik, tetapi juga memberikan kemampuan agar mereka sanggup melaksanakan pendidikan kepada peserta didik, dalam hal mana yang menjadi garapan mereka kelak bukanlah benda mati melainkan manusia hidup yang bersifat unik. Itu sebabnya mereka harus belajar tentang keahlian profesional, yang meliputi: pendidikan umum dan pendidikan keguruan, dan di balik itu belajar dalam rangka pemupukan pribadi yang bulat dan mental yang sehat. 2

Di masa lalu dan mungkin sekarang, suasana lingkungan belajar sering dipersepsikan sebagai suatu lingkungan yang membosankan, kurang merangsang, dan berlangsung secara monoton sehingga anak-anak belajar secara terpaksa dan kurang bergairah. Di lain pihak para guru juga berada dalam suasana lingkungan yang kurang menyenangkan dan seringkali terjebak dalam rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan perubahan paradigma (pola pikir) guru, dari pola pikir tradisional menuju pola pikir profesional. Apalagi lahirnya Undang-Undang Guru dan Dosen menuntut sosok guru yang berkualifikasi, berkompetensi, dan bersetifikasi. 3

Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional di bidang pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, diperlukan pendidikan yang berkualitas pula. Sedangkan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas tidak dapat dipisahkan peran tenaga pendidik dan kependidikan.

Kenyataan-kenyataan inilah yang akhirnya membuka mata hati pemerintah dan masyarakat untuk melakukan pembaharuan mengenai tenaga pendidik yang merupakan bagian dari reform in education yang mulai bergulir sejak tahun 1997. Upaya pemerintah bersama segenap komponen masyarakat dan organisasi profesi telah membuahkan hasil yang tertuang dalam Undang-undang Republik

2

Departemen Agama, Wawasan Tugas Guru Dan Tenaga Kependidikan,(Jakarta: 2005), h. 70.

3

Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru,

(17)

Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menyikapi Undang-undang ini. Apakah pemberlakuan Undang-undang Guru dan Dosen akan menjadi “ancaman” ataukah akan menjadi “tantangan”....? ini semua tergantung bagaimana menyikapi dan memaknainya.

Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.4

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya dari sisi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Di samping itu, lahirnya Undang-undang tentang Guru dan Dosen ini juga dilandasi oleh keinginan untuk memperjelas kedudukan dan fungsi tenaga pendidik, mempertegas prinsip profesionalisme, mempertegas kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi, dan hal-hal yang terkait dengan hak dan kewajiban tenaga pendidik, termasuk pengangkatan dan perlindungan tenaga pendidik.

Sepintas Undang-undang tentang Guru dan Dosen ini memberikan angin segar bagi guru dan dosen karena memberikan landasan yang jelas mengenai profesi guru dan dosen yang terkait dengan kedudukan, hak dan kewajiban, tanggung jawab, dan perlindungan. Namun di sisi lain, untuk memperoleh hak-hak yang telah tertuang dalam undang-undang tersebut, guru dan dosen juga

4

(18)

mempunyai kewajiban, yaitu harus memenuhi persyaratan sebagaimana tertuang di dalam undang-undang tersebut. Persyaratan yang sangat vital dan fundamental antara lain adalah persyaratan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi. 5

Jika kita melihat dan menyikapi Undang-undang tentang Guru dan Dosen dari sudut pandang hak semata (yaitu apa yang diperoleh atau diterima), barangkali kita akan lebih banyak menuntut dan memandang bahwa kewajiban atau persyaratan yang tercantum dalam Undang-undang tentang Guru dan Dosen tersebut sebagai ancaman dan merupakan sesuatu yang memberatkan. Kelompok ini akan merasa keberatan dan terancam keberadaannya sebagai tenaga pendidik karena merasa takut serta pesimis untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut. Kelompok ini barangkali akan merasa berat untuk meningkatkan kualifikasi akademik sesuai yang dipersyaratkan.

Persyaratan yang mewajibkan guru harus kompeten juga dapat menjadi ancaman bagi guru yang tidak memiliki komitmen dan motivasi untuk maju dan berkembang. Persyaratan kompetensi guru yang meliputi; kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi bisa jadi menjadi ancaman yang cukup berarti bagi guru yang belum/tidak memilki kompetensi tersebut, terutama di sekolah-sekolah yang memiliki guru yang tidak berlatarbelakang pendidikan kependidikan.

Demikian pula dengan persyaratan sertifikasi, banyak guru yang merasa terancam dan tidak tenang dengan adanya sertifikasi. Masih hangat dalam ingatan kita ketika beberapa tahun yang lalu diadakan tes kompetensi guru. Banyak guru yang merasa kesulitan menyelesaikan tes kompetensi tersebut. Merekapun merasa terancam jika tes ini benar-benar diberlakukan, hingga akhirnya hasil/sertifikat tes kompetensi pun tak kunjung dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. 6

5

Baedhowi, Tantangan Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidik Pada Era Undang-undang Guru dan Dosen, dalamJurnal Pendidikan dan Kebudayaan, ( Jakarta: DEPDIKNAS, 2006 ) edisi khusus, Desember, h. 120-122.

6

(19)

Meskipun ada kelompok (kelompok pesimis) yang menganggap diberlakukannya Undang-undang No. 14 Tahun 2005 sebagai suatu ancaman, namun ada pula kelompok guru/dosen yang menganggap undang-undang ini sebagai suatu tantangan. Kelompok ini merasa optimis untuk dapat memenuhi persyaratan yang merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai konsekuensi hak yang mereka peroleh. Mereka merasa tertantang untuk maju dan mampu memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan.

Tidak hanya itu, mereka juga memiliki tanggung jawab moral untuk memajukan atau meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air. Terlebih lagi pada era global ini, kelompok optimis ini menganggap bahwa menjadi guru yang profesional dan berkompeten merupakan suatu keharusan. Semua ini akhirnya kembali pada bagaimana menyikapinya. Diberlakukannya Undang-undang No. 14 Tahun 2005 dapat menjadi ancaman, tetapi dapat pula menjadi tantangan.7

Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas masalah ini dalam sebuah penelitian dengan judul “Tantangan Peningkatan Profesionalisme Guru Pasca UU Guru Dan Dosen di MTs Islamiyah Ciputat”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka identifikasi masalah yang dapat dirumuskan penulis antara lain:

1. Sebagian guru, menganggap ketentuan kompetensi, kualifikasi, dan sertifikasi guru agak memberatkan dalam meningkatkan profesionalismenya pasca adanya UU guru dan dosen nomor 14 tahun 2005.

2. Masih ada beberapa guru yang mengajar belum sesuai dengan kualifikasi akademik yaitu tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan.

3. Sebagian besar guru belum mengikuti sertifikasi keguruan. 4. Kurangnya pemahaman guru tentang program sertifikasi.

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

7

(20)

1. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan tidak melebar, maka pada penelitian ini dibatasi hanya pada peningkatan profesionalisme guru bidang studi Agama pasca UU guru dan dosen. Peningkatan Profesionalisme disini mencakup; kompetensi, kualifikasi, sertifikasi. Yang dimaksud kompetensi disini yaitu empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru profesional. Sedangkan kualifikasi yaitu penjelesan tentang guru yang mengajar harus sesuai dengan kualifikasi latar belakang pendidikan. Dan sertifikasi yaitu penjelasan secara umum tentang pelaksanaan sertifikasi guru.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka selanjutnya penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana kesiapan guru bidang studi Agama dalam meningkatkan profesionalismenya pasca UU guru dan dosen di MTs Islamiyah Ciputat?”.

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui kesiapan bagi guru bidang studi Agama dalam menghadapi uji profesionalismenya yang tertera dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen di MTs Islamiyah Ciputat.

(21)

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain: 1) Bagi guru

Memberi informasi bagi guru tentang ketentuan kompetensi, kualifikasi dan sertifikasi sesuai apa yang disyaratkan dalam UU Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005.

2) Bagi sekolah

Menambah wawasan bagi mereka bahwa peningkatan mutu pendidikan juga bergantung pada profesionalisme seorang guru.

3) Bagi penulis

(22)

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Guru Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 1. Pengertian Guru

Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya ke Sekolah, sekaligus pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/ekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru.1

Agama Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama), sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surat Al-Mujaadilah:11 dan sabda Nabi, yaitu:

























“. . . . Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat“. (Q.S. Al-Mujaadilah: 11

1

(23)

قا

ر

س

ْو

ها

ها ى ص

ع

ْيه

و

: َس

ْن

ع

َ

ع

ًْ

ف ا

ت

ه

ْلا

ج

ه

ها

ي

ْو

ْلا

قي

ا

ة

ب

ج

ا

ْن

ن

را

ثيدحلا(

)

“Barang siapa ditanya tentang ilmu kemudian menyimpan ilmunya (tidak mau mengajarkan, maka Allah akan mengekang dengan kekangan api neraka

pada hari kiamat.”2

Dengan demikian dapat terlihat bahwa Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan seperti ulama atau guru yang berada pada derajat dan kedudukan yang tinggi. Dengan ilmu yang dimilikinya, guru dapat memberi petunjuk pada kebaikan yang menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, bumi akan gelap dan rusak tanpa adanya guru sebagai orang yang memberikan petunjuk pada kebaikan.

Ada beberapa pengertian guru yang dirumuskan para ahli pendidik, antara lain sebagai berikut:

a. Ahmad D. Marimba mengartikan guru sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya tentang pendidikan si terdidik.3

b. Selanjutnya, Uzer Utsman mengatakan bahwa “guru merupakan jabatan atau

profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam

bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru”.4

Oleh karena itu, guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidkan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis.

Hal ini sesuai dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 1) dinyatakan bahwa: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan

2

Ibid., h. 40.

3

Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), Cet. I, h. 81.

4

(24)

mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 5

Dari pengertian di atas, bahwa guru dituntut harus menjadi profesional dalam arti pekerjaan atau kegiatan guru tersebut harus memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu pendidikan. Adapaun tugas utama guru tidak hanya mengajar dan mendidik, akan tetapi juga membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik secara terus-menerus. Maka dari itu, dalam perspektif profesionalisme tidak semua orang menjadi guru.

2. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Guru

1) Kedudukan Guru

Undang-undang guru dan dosen no. 14 tahun 2005 pasal 2 ayat (1) dan (2) secara tegas menyebutkan bahwa, guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai peraturan perundang-undangan. Adapun pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik.6

Berkaitan dengan hal di atas, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar mengajar, dalam usahanya untuk mengantarkan anak didik ke taraf yang dicita-citakan. Karenanya setiap kegiatan guru harus dapat didudukan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.7

Oleh karena itu, guru sebagai salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntunan masyarakat yang semakin berkembang.

5

Mohamad Surya dkk, Landasan Pemdidikan: Menjadi Guru Yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 77.

6

Undang-Undang Guru dan Dosen, UU RI NO 14 Tahun 2000, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),Cet.II, h. 6.

7

(25)

2) Tugas dan Fungsi Guru Sebagai Tenaga Pendidik

Kedudukan tenaga pendidik sebagai tenaga profesional untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Fungsi guru berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah. Di antara peran dan fungsi guru tersebut adalah sebagai berikut:

a. Informator

Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.

b. Organisator

Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektifitas dan efisiensi dalam belajar pada diri siswa.

c. Motivator

Peranan guru sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menunmbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreatifitas), sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar.

d. Pengarah/direktor

Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

e. Inisiator

(26)

f. Transmitter

Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.

g. Fasilitator

Guru dalam hal ini, akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar, misalnya saja dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar-mengajar akan berlangsung secara efektif.

h. Mediator

Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa. Misalnya menengahi atau memberikan jalan ke luar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa.

i. Evaluator

Ada kecenderungan bahwa peran sebagai evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.8

Tugas, peran dan fungsi guru sebenarnya suatu kesatuan utuh. Hanya saja terkadang tugas dan fungsi disejajarkan sebagai penjabaran dari peran. Untuk lebih jelasnya, mari perhatikan bebarapa pendapat tentang peran dan fungsi guru di bawah ini.

Sedangkan di dalam buku lain, yaitu “Profesi Keguruan” oleh Yunus Abu

Bakar dkk bahwa guru dicitrakan memiliki peran ganda yang dikenal sebagai EMASLIMDEF (edukator, manager, administrator, leader, inovator, motivator, dinamisator, evaluator, dan facilitator).9 Adapun penjelasan tugas guru sebagai EMASLIMDEF adalah sebagai berikut:

8

Ibid., h. 144-146.

9

(27)

Akronim Tugas Fungsi

E Edukator  Mengembangkan kepribadian

 Membimbing

 Membina budi pekerti

 Memberikan pengarahan

M Manager  Mengawal pelaksanaan tugas dan fungsi tugas berdasrkan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku

A Administrator  Membuat daftar presensi

 Membuat daftar penilaian

 Melaksanakan teknis administrasi sekolah

S Supervisor  Memantau

 Menilai

 Memberikan bimbingan teknis

L Leader  Mengawal pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tanpa harus mengikuti secara kaku ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku

I Inovator  Melakukan kegiatan kreatif

 Menemukan strategi, metode, cara-cara, atau

konsep-konsep yang baru dalam konsep pengajaran

M Motivator  Memberikan dorongan kepada siswa untuk dapat belajar lebih giat

 Memberikan tugas kepada siswa sesuai dengan

kemampuan dan perbedaan individual peserta didik

D Dinamisator  Memberikan dorongan kepada siswa dengan cara menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif

(28)

 Melaksankan penilaian dalam berbagai bentuk

dan jenis penilaian

 Menilai pekerjaan siswa

F Fasilitator  Memberikan bantuan teknis, arahan, atau

petunjuk kepada peserta didik.

Demikian bebarapa tugas dan fungsi guru pada umumnya, yang harus dilakukan guru sebagai pekerja profesional.

B. Tantangan Peningkatan Profesionalisme Guru Pasca UU Guru Dan Dosen 1) Arti Profesionalisme Guru

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Profesionalisme berasal dari dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dsb) tertentu. Dan kata profesional yang artinya yaitu 1) bersangkutan dengan profesi; 2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya; 3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Sedangkan kata profesionalisme yang artinya yaitu mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.10

Dalam bukunya Kunandar, Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.11

Menurut Mohammad Surya, Profesional mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai

10

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), edisi kedua, h. 789.

11

(29)

dengan profesinya. Penyandangan dan penampilan “profesional” ini telah

mendapat pengakuan, baik secara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi. Sedang secara informal pengakuan itu diberikan oleh masyarakat luas dan para pengguna jasa suatu profesi. Sebagai misalnya, sebutan “Guru Profesional” adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan formalnya. Pengakuan ini dinyatakan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat, baik yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. 12

Sementara itu, yang dimaksud Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tgercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional. 13

Dengan Profesionalisme Guru, maka Guru masa depan tidak tampil lagi sebagai pengajar (Teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, tetapi beralih sebagai pelatih (Coach), pembimbing (Counselor), dan manager belajar (Learning Manager). Sebagai pelatih, seorang guru akan berperan seperti pelatih olahraga. Ia mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya, dan membantu siswa menghargai nilai belajar dan pengetahuan. Sebagai

pembimbing, guru akan berperan sebagai sahabat siswa, menjadi teladan dalam pribadi yang mengundang rasa hormat dan keakraban dari siswa. Sebagai

manajer belajar, guru akan membimbing siswanya belajar, mengambil prakarsa, dan mengeluarkan ide-ide baik yang dimilikinya.

12

Mohamad Surya dkk, Landasan Pemdidikan: Menjadi Guru Yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 76.

13

(30)

Dengan ketiga peran guru ini, maka diharapkan para siswa mampu mengembangkan potensi diri masing-masing, mengembangkan kreatifitas, dan mendorong adanya penemuan keilmuan dan teknologi yang inovatif sehingga para siswa mampu bersaing dalam masyarakat global. 14

2) Profesionalisasi Guru

Profesionalisasi adalah suatu usaha untuk mencapai tingkat profesional. Menurut Sahertian sebagaimana dikutip oleh Trianto dan Titik Triwulan Tutik,

Usaha profesionalisasi ini bisa timbul dari dua segi: Pertama, dari segi eksternal yaitu pimpinan yang mendorong guru untuk mengikuti kegiatan akademik atau penataran, atau adanya lembaga-lembaga pendidikan yang memberi kesempatan bagi guru untuk belajar lagi. Kedua, dari segi internal yaitu guru dapat berusaha belajar sendiri untuk bertumbuh dalam jabatan.15

Berkaitan dengan proses profesionalisasi tersebut, UU Guru dan Dosen Pasal 8 menentukan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Dalam hal ini profesionalisasi guru adalah suatu usaha untuk mencapai tingkat profesionalnya yaitu melalui proses pendidikan yang sudah terprogram serta diakui secara akademik. Sedangkan guru yang sudah layak dikatakan profesional, guru tersebut harus sudah mempunyai standar kualifikasi pendidikan, empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, dan guru tersebut lulus dari sertifikasi.

Selanjutnya, penulis akan menjelaskan proses profesionalisasi guru sebagai berikut:

a. Standar Kualifikasi Pendidikan

Kualifikasi sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah kualifikasi akademik, yaitu ijazah

14

Kunandar,op. Cit., h. 50-51.

15

(31)

jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal ditempat penugasan.

Yang dimaksud kualifikasi akademik guru yaitu guru wajib memiliki kualifikasi akademik program sarjana (S-1) atau Diploma empat (D-IV) yang diperoleh melalui pendidikan tinggi. Sedangkan bagi dosen, diwajibkan memiliki kualifikasi akademik program pasca sarjana yang diperoleh melalui pendidikan tinggi yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. Dosen diwajibkan memiliki kualifikasi akademik minimum; (a) lulusan program magister (S-2) untuk program mengajar program diploma atau program sarjana, dan (b) lulusan program doktor untuk mengajar pada program pascasarjana. 16

Selanjutnya dalam bukunya Martinis Yamin yang berjudul “Sertifikasi

Profesi Keguruan di Indonesia”, yaitu dipertegaskan kualifikasi guru untuk

masing-masing jenjang, sebagai berikut: 1. Pendidik Pada Anak Usia Dini memiliki:

a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-4) atau sarjana (S-1).

b) Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi, dan

c) Sertifikat profesi guru untuk PAUD.

2. Pendidik Pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-4) atau sarjana (S-1).

b) Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi, dan

c) Sertifikat profesi guru untuk SD/MI.

3. Pendidik Pada SMP/MTS atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-4) atau sarjana (S-1).

16

(32)

b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan

c) Sertifikat profesi guru untuk SMP/MTS.

4. Pendidik Pada SMA/MA, atau bentuk lain sederajat meiliki:

a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-4) atau sarjana (S-1).

b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan

c) Sertifikat profesi guru untuk SMA/MA.

5. Pendidik Pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain sederajat memiliki: a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-4) atau

sarjana (S-1).

b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan

c) Sertifikat profesi guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB.

6. Pendidikan Pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-4) atau

sarjana (S-1).

b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan

c) Sertifikat profesi guru untuk SMK/MAK. 17

Dengan demikian, dalam UU Guru dan Dosen, kualifikasi minimum pendidik guru ditingkatkan. Kualifikasi pendidikan guru di jenjang pendidikan Usia Dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah minimal D-4 atau S-1. Artinya, kelayakan profesi seorang guru baru dapat diakui apabila ia telah berlatar belakang pendidikan yang setingkat dengan D-4 atau S-1.

17

(33)

b. Kompetensi Guru

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kompetensi berarti kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu.18

Dari definisi di atas, dapat dirumusan bahwa kompetensi dapat dikatakan sebagai kecakapan atau kemampuan seseorang dalam melakukan suatu hal secara benar dan bertanggung jawab.

Adapun yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah “ kemampuan

seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung

jawab dan layak”.19

Dengan kata lain, kompetensi guru juga dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya.

Di dalam bukunya “Menjadi Guru Profesional” Uzer Usman

mengungkapkan bahwa kompetensi guru merupakan “kemampuan dan

kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya”.20

Artinya bahwa guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut guru yang kompeten dan profesional.

Maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan dasar yang seharusnya demikian setiap guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan kewajiban secara baik dan bertanggung jawab sehingga kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana dengan efektif dan efesien.

Guru dikatakan berkompeten menurut UU Guru dan Dosen, apabila ia telah menguasai empat kompetensi dasar; yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dan dosen dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Seorang guru dan dosen dikatakan

18

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), edisi kedua, h. 516.

19

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung:Rosdakarya, 1997), h. 230.

20

(34)

mempunyai kompetensi pedagogik minimal apabila telah menguasai bidang studi tertentu, ilmu pendidikan, baik metode pembelajaran maupun pendekatan pembelajaran. Selain itu kemampuan pedagogik juga ditunjukan dalam kemampuan guru untuk membantu, membimbing, dan memimpin.21

Adapun kompetensi pedagogik ini meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Pemahaman terhadap peserta didik.

b. Perencanaan pembelajaran. c. Pelaksanaan pembelajaran. d. Mengevaluasi hasil belajar.

e. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.22

2. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian guru yang mantap, berakhlak mulia, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didiknya. Filosofi mendasar dari sosok guru maupun dosen adalah digugu dan ditiru. Digugu setiap tutur kata yang disampaikan dan ditiru setiap tingkah laku dan tindak-tanduknya. Dualisme pribadi yang ideal yaitu keseimbangan antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan guru merupakan konsekuensi logis bagi yang telah mengambil guru dan dosen sebagai profesinya.

Merujuk pada ketentuan filosofi tersebut, guru dan dosen dituntut memiliki kepribadian yang baik, karena di samping mengajarkan ilmu, guru dan dosen juga harus membimbing dan membina anak didiknya. Perbuatan dan tingkah lakunya harus dapat dijadikan sebagai teladan artinya seorang guru dan dosen harus berbudi pekerti yang luhur. Dengan kata lain guru dan dosen harus bersikap yang terbaik dan konsekuen terhadap perkataan dan perbuatannya, karena guru dan dosen adalah figur sentral yang akan dicontoh dan diteladani anak didik.23

21

Ibid., h. 63-64.

22

Yunus Abu Bakar dkk, Profesi Keguruan, (Jakarta: LAPIS PGMI, 2009), Edisi pertama, Paket 4 Kompetensi Guru Proesional, h. 11.

23

(35)

Dengan demikian, kompetensi kepribadian dapat disimpulkan yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap dan stabil, berakhlak mulia, dewasa, arif, berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik.24

3. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dan dosen untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesiensi dengan peserta didik, guru lain, orang tua, dan masyarakat sekitar. Sebagai pendidik, kehadiaran guru dan dosen di masyarakat maupun secara langsung sebagai anggota masyarakat maupun secara tidak langsung yaitu melalui perannya membimbing dan mengarahkan anak didik. Karena peda kenyataannya di mata masyarakat, guru dan dosen merupakan panutan yang layak diteladani.25

Dengan kata lain, kompetensi sosial yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, dan masyarakat sekitar kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dan kompetensi sosial lain yang penting dikembangkan adalah menanamkan jiwa untuk menyadari dan menghargai perbedaan.26

4. Kompetensi Professional

Kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi pengajaran secara luas dan mendalam. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan, sistem pendidikan harus ditata dan dirancang oleh orang-orang yang ahli di bidangnya yang ditandai dengan kompetensi sebagai persyaratannya. Guru dan dosen harus memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif.

Merujuk pada hal tersebut, diperlukan guru yang efektif, yaitu guru dan dosen yang dalam tugasnya memiliki khazanah kompetensi yang banyak

24

Yunus Abu Bakar dkk, loc. cit.

25

Trianto, dan Titik Triwulan Tutik, op. cit., h. 67.

26

(36)

(pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan) yang memberi sumbangan sehingga dapat mengajar secara efektif. Memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan merupakan perangkat kompetensi persyaratan bagi profesionalitas guru dan dosen dalam mengelola KBM. Juga merupakan sumber serta suara pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.27

Dengan kata lain, kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara mendalam, yang mencakup penguasaan materi, kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.28

c. Sertifikasi Guru

Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru. Sertifikat adalah dokumen resmi yang menyatakan informasi di dalam dokumen itu adalah benar adanya. Sertifikasi adalah proses pembuatan dan pemberian dokumen tersebut. Guru yang telah mendapat sertifikat berarti telah mempunyai kualifikasi mengajar seperti yang dijelaskan di dalam sertifikat itu.29

Sertifikasi guru mempunyai dasar hukum seperti halnya yang tertera dalamUndang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 8 menyatakan: ...guru wajib memiliki kualifikasi akedemik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dilanjutkan lagi pada pasal 11 ayat(1) menyatakan: ...sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.30

Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang

27

Trianto, dan Titik Triwulan Tutik, op. cit., h. 71.

28

Yunus Abu Bakar dkk, loc. cit.,

29

Suyatno, Panduan Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Indeks, 2008), h. 2.

30

(37)

untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik.31

Dalam hal ini sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar. Hal ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik dikalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta.

Oleh karena itu, sertifikasi guru mempunyai tujuan dan manfaat. Tujuan utama sertifikasi guru ialah:

1. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Agen pembelajaran berarti pelaku proses pembelajaran, bukan broker pembelajaran. Bila belum layakk, guru perlu mengikuti pendidikan formal tambahan atau pelatihan profesional tertentu.

2. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.

Mutu siswa sebagai hasil proses pendidikan akan sangat ditentukan oleh kecerdasan, minat, dan upaya siswa bersangkutan. Mutu siswa juga ditentukan oleh mutu guru dan mutu proses pembelajaran, baik proses pembelajaran di lingkup sekolah maupun lingkup nasional.

3. Meningkatkan martabat guru.

Dengan segala pendidikan formal dan pelatihan yang telah diikuti,

diharapkan guru mampu “memberi” lebih banyak kepada kemajuan siswa.

dengan memberi lebih banyak, martabat sebagai guru akan meningkat. 4. Meningkatkan profesionalitas guru.

Mutu profesionalitas guru banyak ditentukan oleh pendidikan, pelatihan, dan pengembangan diri lain oleh guru bersangkutan. Sertifiasi guru hendaknya dapat dijadikan sebagai langkah awal menuju guru yang profersional.

31

(38)

Adapun manfaat sertifikasi guru yang utama adalah:

1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.

Saat ini guru dituntut menerapkan teori dan praktik kependidikan yang telah teruji ke dalam pembelajaran di kelas. Misalnya, untuk mendisiplinkan siswa, guru lebih memilih cara-cara pendisiplinan menurut teori kependidikan dan psikologi utama, bukan dengan memukul siswa atau mengancam.

2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional.

Mutu pendidikan di sekolah ditentukan oleh mutu guru dan mutu proses pembelajaran di kelas. Melalui sertifikasi, masyarakat akan menilai sekolah tertentu berrdasakan mutu kedua faktor ini, bukan berdasar promosi yang gencar yang dilakukan oleh sekolah bersangkutan.

3. Meningkatkan kesejahteraan guru.

Hasil sertifikasi guru dapat dengan mudah digunakan untuk menentukan besarnya imbalan yang pantas diberikan kepada masing-masing guru. Dengan sertifikasi guru, dapat terhindar dari guru hebat ternyata hanya mendapat imbalan kecil. Sebaliknya, dapat pula terhindar guru ecek-ecek mencapai imbalan besar.32

Menurut Kunandar, sertifikasi profesi guru adalah proses untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi. Sertifikat dilakukan oleh perguruan tinggi penyelenggara pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Kegiatan sertifikasi profesi guru meliputi peningkatan kualifikasi dengan uji kompetensi. Uji kompetensi dilakukan melalui tes tertulis untuk menguji kompetensi profesional dan pedagogik dan penilaian kinerja untuk menguji kompetensi sosial dan kepribadian. Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru sehingga diharapkan dapat meningakatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteraan

32

(39)

guru berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang memiliki sertifikasi pendidik.33

C. Upaya Terwujudnya Lahirnya Undang-Undang Guru Dan Dosen

Setelah adanya pernyataan mengenai Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, dari Presiden Republik Indonesia, menimbang:

a. Bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masayarakat yang maju, adil makmur dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan esuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global perlu dilkukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;

c. Bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;

d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.34

Selanjutnya, Pasal 31 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa:

(1)Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;

33

Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 79.

34

(40)

(2)Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;

(3)Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang;

(4)Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;

(5)Dan pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Salah satu amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

(41)

Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut:

1. Mengangkat martabat guru dan dosen;

2. Menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen; 3. Meningkatkan kompetensi guru dan dosen; 4. Memajukan profesi serta karier guru dan dosen; 5. Meningkatkan mutu pembelajaran;

6. Meningkatkan mutu pendidikan nasional;

7. Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antar daerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi;

8. Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah; dan 9. Meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.

Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

(42)

pengahasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.

Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.35

Setelah melalui perjuangan panjang selama lima tahun sejak 1999, saat ini RUU Guru telah disahkan menjadi Undang-Undang Guru dan Dosen dalam rapat paripurna DPR-RI tanggal 6 Desember 2005, diundangkan tanggal 30 Desember 2005 sebagai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Adapun hal-hal yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen ini mencakup 15 Bab yang terdiri atas:

a. Bab I tentang ketentuan Umum;

b. Bab II tentang Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan; c. Bab III tentang Prinsip Profesional;

d. Bab IV tentang kualifikasi dan Kompetensi; e. BabV tentang Tugas, Hak, dan Kewajiban;

f. Bab VI tentang Kewajiban dan Hak Pemerintah dan Pemerintah Daerah; g. Bab VII tentang Wajib Kerja dan Ikatan Dinas;

h. Bab VIII tentang Pengangkatan, Penetapan, Pemindahan dan Pemberhentian; i. Bab IX tentang Pembinaan dan Pengembangan;

j. Bab X tentang Penghargaan; k. Bab XI tentang Perlindungan;

l. Bab XII tentang Organisasi Profesi, Kode Etik dan Dewan Kehormatan; m.Bab XIII tentang Sanksi;

n. Bab XIV tentang Ketentuan Peralihan;

35

(43)

o. Bab XV tentang Ketentuan Penutup.36

Kelahiran undang-undang guru ini merupakan dambaan bagi semua guru dalam upaya mendapatkan perlindungan hukum yang memberikan jaminan akan hak-hak azasi dan profesinya memberikan payung dan landasan hukum bagi terwujudnya guru profesional, guru sejahtera, dan guru yang terlindungi. Pada gilirannya akan terwujud kinerja guru yang profesional dan sejahtera demi terwujudnya pendidikan nasional yang bermutu dalam rangka pengembangan sumber daya manusia Indonesia.37

Jika dilihat dari aspek reformatif dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, banyak sekali hal-hal yang harus diperbincangkan yang diantaranya; (1) Meneguhkan Status Profesi Guru Dan Dosen; (2) Meretas Dikotomi Antara

Guru “Negeri” Dan Guru “Swasta”; (3) Menjamin Peningkatan Mutu; (4)

Meningkatkan Kesejahteraan; (5) Memperkuat Organisasi Profesi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

(1)Meneguhkan Status Profesi Guru Dan Dosen

Di tengah dorongan untuk meneguhkan status guru sebagai profesi yang diikuti oleh tuntutan kompetensi dan pemberian kesejahteraan. UU ini memberikan perimbangan dan antisipasi agar tidak menyeret pada sikap pragmatisme matrealistik dengan memagarinya pada prinsip-prinsip profesionalitas yang menyeimbangkan antara tuntutan perbaikan kesejahteraan dengan perlu ditumbuhkan semangat idealisme, pengabdian, dan keterpanggilan jiwa, serta panggilan kewajiban sebagai manifestasi

“ibadah”.

Dalam rangka menjamin profesionalitas guru dan dosen sebagai bidang pekerjaan khusus, UU Guru dan Dosen menetapkan prinsip-prinsip profesionalitas yang meliputi:

a) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

36Asrorun Ni’am Sholeh,

Membangun Profesionalitas Guru; Analisis Kronologis atas Lahirnya UU Guru dan Dosen, (Jakarta: ElSAS, 2006), Cet. I, h. 32.

37

(44)

b) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara

berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksankan tugas keprofesionalan; dan

i) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Dengan prinsip ini, guru akan menjadi sebuah profesi yang memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi keilmuan serta mempunyai keikhlasan dan keterpanggilan jiwa. Semangat keikhlasan dan keterpanggilan jiwa akan mendorong guru untuk memberikan contoh terbaik dalam setiap proses pembelajaran (uswah hasanah). Tanpa itu, proses pendidikan akan kering dan hanya akan menghasilkan transfer of knowledge tanpa transfer of value.

Pada dua aspek di atas inilah guru seharusnya memainkan fungsinya dalam rangka membina akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian peserta didik. Dalam konteks ini, di samping pembelajaran formal di kelas juga nilai-nilai kekeluargaan hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan. Persoalan penting lainnya adalah asas belajar sepanjang hayat (long life education) juga harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan zaman.38

38Asrorun Ni’am Sholeh,

(45)

(2)Meretas Dikotomi Antara Guru “Negeri” Dan Guru “Swasta”

UU Guru dan Dosen juga mengatur bahwa besar gaji guru dan dosen yang diangkat oleh penyelenggara satuan pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sedapat mungkin mengacu pada gaji pokok dan tunjangan profesi guru dan dosen yang diangkat Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikat profesi guru dan dosen yang sama.

Untuk memberikan perlindungan terhadap eksistensi satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat atas beban pemberian kesejahteraan yang pantas dan memadai bagi pendidiknya, sementara ia tidak mampu memenuhi ketentuan tersebut. Maka UU ini mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pengabdian dan profesionalisme mereka dengan memberikan tunjangan dan/kesejaheraan lainnya. Sementara, tunjangan profesi dan dosen dialokasikan dalam APBN dan

APBD tanpa membedakan antara guru “negeri” dan “swasta”.39

(3)Menjamin Peningkatan Mutu

Seperti telah disinggung dalam pembahasan sebelumnya, keinginan untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional harus dimulai dengan peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan secara umum. Di sisi lain, salah satu hal yang menyebabkan rendahnya mutu guru adalah karena rendahnya tingkat kompetensi profesional guru. Maka melalui UU Guru dan Dosen, kegelisahan tersebut dijawab dengan penentuan kriteria dan prasyarat untuk menjamin profesionalitas guru, melalui ketentuan kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikasi bagi guru dan dosen.40

Untuk lebih detailnya, ketentuan mengenai jaminan profesionalitas guru dan dosen ini bisa dilihat dalam bagan berikut:

39

Ibid., h. 106-107.

40

(46)

GURU

(4)

Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11

DOSEN

Pasal 46 Pasal 47

(4)Meningkatkan Kesejahteraan

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memperoleh pengahasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta pengasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan

KOMPETENSI KUALIFIKASI AKADEMIK SERTIFIKAT PENDIDIK PT Program Sarjana/ Diploma IV Pedagogik Kepribadian Sosial Profesional Pendidikan Profesi Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu

Pengalaman menjadi Dosen min. 2 Tahun Lulusan Program

Magister..> Pascasarjana

Jabatan Akademik Min. Asisten Ahli

Lulus Sertifikasi..> Program Pengadaan

Tenaga Kependidikan di PT

(47)

yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Ikhtiar untuk membangun kesetaraan penghasilan bagi guru, baik negeri maupun swasta, agaknya terbentur dengan realitas prosedur pengangkatan, yang berimplikasi terhadap perbedaan penggajian.

Atas dasar realitas tersebut maka Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) mengakomodasi perbedaan tersebut. Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.41

(5) Memperkuat Organisasi Profesi

Organisasi profesi ini berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karir, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. Meski organisasi ini bersifat independen, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Untuk itu, seluruh guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.

Pasal 42 UU Guru dan Dosen menjelaskan kewenangan organisasi profesi guru sebagai berikut:

 Menetapkan dan menegakkan kode etik guru;

 Memberikan bantuan hukum kepada guru;

 Memberikan perlindungan profesi guru;

 Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan

 Memajukan pendidikan nasional.

Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik

41

(48)

yang penegakkannya dilakukan oleh Dewan kehormatan guru. Sedangkan Dewan kehormatan guru dibentuk untuk mengawasi pelaksaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru. Organisasi profesi wajib melaksanakan rekomendasi Dewan kehormatan guru.42

Muhammad Surya mengatakan bahwa: kelahiran UU tersebut memberikan secercah harapan bagi guru dengan pesan-pesan yang tersurat dan tersirat di dalamnya berupa landasan kepastian hukum yang menjanjikan satu harapan perbaikan bagi guru di masa depan khususnya yang berkenaan dengan profesi, kesejahteraan, jaminan sosial, hak dan kewajiban serta perlindungan. Dan undang-undang ini akan menjadi peluang sekaligus tantangan bagi guru dan berbagai pihak terkait khususnya pemerintah, penyelenggara pendidikan, organisasi guru, orang tua dan masyarkat pada umumnya.43

Dengan demikian, Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diharapkan dapat memberikan dorongan pada peningkatan martabat guru sebagai sebuah profesi, martabat dari sisi pengakuan atas profesi baik secara formal maupun pengakuan dari masyarakat sebagai pengguna jasa profesi. Martabat dari sisi keterdukungan perubahan sisi ekonomis karena ketercukupan materi yang meningkatkan kedudukan tidak hanya pada social level tapi juga economic level yang memberikan jaminan rasa aman sehingga dapat bekerja dan berkarya.

Optimistik dengan kesungguhan dalam penataan ketenagaan merupakan bekal bahwa pemenuhan kualifikasi ketenagaan guru dapat dipenuhi dengan peningkatan kualifikasi guru melalui berbagai program yang mengarah ke sana. Oleh karena itu, tidak usah kawatir dan menganggap bahwa guru memiliki asa dan harapan dengan keluarnya Undang-Undang guru dan dosen tersebut. Karena memang diimbangi dengan berbagai program dan proyek yang mengarahkan peningkatan kualifikasi guru.44

42

Ibid., h. 122-123.

43

Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru Menuju Profesional, Sejahtera Dan Terlindung, (Bandung: Pustaka Bani Quraiys, 2006), h. 172.

44

(49)

D. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Adapun penelitian ini beranjak dari hasil penelitian terdahulu yang relevan, diantaranya adalah:

Supriyanto, dalam skripsi yang berjudul “Persepsi Guru Tentang

Peningkatan Profesionalisme Guru di SMA Negeri 87 Jakarta Melalui Program

Sertifikasi”. Yang ditulis pada tahun 2010 di UIN Jakarta. Hasil penelitiannya

menyimpulkan bahwa: Persepsi guru tentang peningkatan profesionalisme guru di SMA Negeri 87 Jakarta melalui program sertifikasi sebagian besar telah memahami persoalan sertifikasi guru. Dengan memiliki sertifikasi profesi, merupakan bukti bahwa guru yang bersangkutan mempunyai profesionalitas dalam mengajar. Guru-guru di sekolah tersebut memiliki kualifikasi akademik dan profesionalitas yang cukup baik, karena sebagian besar guru berijazah

Gambar

Tabel 1 : Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Kepsek Mts Islamiyah Ciputat ... 38
Tabel 3.1
 Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Untuk Guru Bidang Studi Agama
Tabel 1 Tenaga Pengajar MTs Islamiyah Ciputat Tahun 2012-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bangunan Terminal Penumpang adalah penghubung utama antara sistem transportasi darat dan sistem transportasi udara yang bertujuan untuk menampung kegiatan¬-kegiatan transisi

Beliau juga mengatakan bahwa jilbab adalah kain yang diletakkan seorang perempuan di atas kepala dan badannnya untuk menutupi wajah dan badan, sebagai pakaian tambahan untuk

Beberapa kelompok kecil substansi kelabu yang disebut ganglia atau nuclei basalis terbenam dalam massa substansi putih pada setiap hemisfer otak. Ganglia basalis tersusun dari

itu diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran mata kuliah Freier Vortrag I di Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman FBS LINY. penelitian ini dilaksanakan pada

Pokja Pengadaan Barang II Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang/Jasa Pemerintah Provinsi Bali akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan Pascakualifikasi untuk

Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara siswa yang memperoleh Problem Based Learning dengan siswa

Setelah dapat menentukan pendirian hidup, pada dasarnya telah tercapailah masa remaja akhir dan telah terpenuhilah tugas-tugas perkembangan masa remaja, yaitu

Riza Fandopa, MT Sumasto Project Manager