• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Determinan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TAHUN 2013

TESIS

Oleh

NOVA LUMINDA SARI 117032084/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

DETERMINAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TAHUN 2013

T E S I S

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

NOVA LUMINDA SARI 117032084/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(3)

Judul Tesis : DERMINAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

(DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2013

NamaMahasiswa : Nova Luminda Sari Nomor Induk Mahasiswa : 117032084

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M )

Ketua Anggota

( drh. Hiswani, M.Kes )

Dekan

( Dr. Drs. Surya Utama, M.S )

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 24 Juni 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. drh. Hiswani, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

DETERMINAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

(Nova Luminda Sari) 117032084/IKM

(6)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Jumlah insidens DBD di wilayah Batang Toru ditemukan 29 kasus. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat secara global, nasional dan local dengan proporsi 40% dari penduduk dunia berisiko terinfeksi DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.

Jenis penelitian adalah penelitian survei bersifat analitik dengan desain cose control. Populasi adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Tapanuli Selatan Tahun 2013 dengan memiliki 6 kelurahan dan berjumlah 28.529 jiwa, dengan jumlah sampel akhir berjumlah 58 orang untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol. Analisis data yaitu univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan variabel pengetahuan (OR=4,107), sikap (OR=3,578), umur (OR=3,868), keberadaan jentik (OR=4,222) dan tempat penampungan air (OR=3,388) berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah

Dengue (DBD). Ada pengaruh pengetahuan (OR=8,596), umur (6,707), keberadaan jentik (35,682) dan tempat penampungan air (OR=34,392) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD). Variabel yang paling dominan memengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah keberadaan jentik dengan nilai OR=35,682 dan koefisien regresi 3,575.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan untuk meningkatkan pelaksanaan program pencegahan penyakit DBD yang lebih optimal Puskesmas Batang Toru agar meningkatkan pengawasan dan melakukan sweeping

jentik ke setiap rumah, serta memberikan sanksi kepada masyarakat rumahnya ada jentik nyamuk DBD, serta rutin membersihkan tempat penampungan air.

(7)

ABSTRACT

Dengue disease is a contagious disorder caused by dengue virus through the bite of Aedes Aegypti and Aedes Albopictus mosquitos. The number of the incidence of dengue in Batang Toru working are was found for 29 cases. Dengue is as global health problem, national and local with the proportion for 40% of the population with the risk of infected dengue. The objective of this research was to know the determinant of dengue disease event in working area of Batang Toru community health centre, South Tapanuli regency.

The research was survey with analytical using case control design. The population was all people in Batang Toru community health centre in 2013 with 6 sub-districts and the population for 28,529 persons. The samples were 58 persons for each case and control group. Data analysis used univariate, bivariate and multipariate using multiple logistic regression variable.

The results showed that knowledge variable (OR=4.107), attitude (OR=3.578), age (OR = 3.868), mosquitos (OR = 4.222) and water reservoirs (OR = 3.388) had the correlation with the event of dengue disease. There was significant influence of knowledge (OR= 8.596), age (6.707), mosquitos (35.682) and water reservoirs (OR= 34.392) to the dengue event. The variable with most dominant was the existence of mosquitos with value OR=35.682 and regression coefficient 3.575.

It is expected that the health department in Batang Toru community health centre to enhance disease prevention program implementation for dengue disease optimally and to add the supervision and sweeping of the mosquitos in every house, to clean water reservoirs and also to give the sanction for those who let the mosquitos in their home.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala yang telah memberi rahmat dan hidayah serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul“Determinan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K), Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi. M.K.M dan drh. Hiswani, M.Kes selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga penulisan tesis ini selesai.

5. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D dan Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan ilmu sangat selama penulis mengikuti pendidikan.

7. dr. Alisyahbana Siregar, Sp. THT Selaku Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah berperan dalam membantu penulis menyelesaikan penulisan tesis ini.

8. dr. Rudi Iskandar selaku Kepala Puskesmas Batang Toru yang telah member izin untuk melakukan penelitian dan seluruh staf Puskesmas Batang Toru yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

(10)

10. Terkhusus untuk suamiku Sudarno yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan, dan doa serta rasa cinta yang dalam, setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril maupun materil selama penulis menyelesaikan pendidikan program Pasca Sarjana IKM – FKM USU.

11. Rekan – rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarkat Universitas Sumatra Utara Khusunya Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi.

Akhirnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, Penulis ucapkan terima kasih semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam tesis ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, Juli 2014 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nova Luminda Sari, dilahirkan di Padangsidimpuan Sumatra Utara pada tanggal 18 November 1987, anak Pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. DR (HC) Samsul Bachri Ritonga. dan Ibunda Hj. Ros Minda Mora Harahap, adik bernama Yulia Melisa Ritonga S.Ked

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di SD Muhammadiyah 03 Padangsidimpuan pada tahun 1993-1999, sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 3 Padangsidimpuan pada tahun 1999-2002, Sekolah Menengah Atas DI SMA Negeri 6 Padangsidimpuan pada tahun 2002-2005, dan melanjutkan pendidikan di Akademi Kebidanan Sentral Padangsidimpuan pada tahun 2005-2008 kemudian melanjutkan ke pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Kesehatan Sumatra Utara (STIKES SU) pada tahun 2008-2010.

(12)

DAFTAR ISI

2.1.3. Pathogenesis dan Patofisiologi ... 12

2.1.4. Gejala Klinis Demam Berdara Dengue (DBD) ... 14

2.3.3. Faktor Environment (Lingkungan) ... 22

2.4. Vektor Penyakit DBD ... 23

2.4.1. Ekologi dan Bionamika ... 25

2.5. Cara Memberantas Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue 28 2.5.1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa ... 29

2.5.2. Pemberantasan Nyamuk Jentik ... 30

(13)

2.5.4. Tindakan Pengendalian dan Pencegahan Partisipasi

Masyarakat ... 32

2.5.5. Cara Menggugah Patisipasi Masyarakat ... 33

2.6. Perilaku Kesehatan ... 34

3.5. Variable dan Defenisi Operasional ... 50

3.5.1. Variabel Penelitian ... 50

4.2.3. Determinan Berdasarkan Environment ... 62

(14)

4.3.3. Hubungan Determinan (Host, Agent, Environment)

dengan kejadian DBD ... 65

4.4. Analisis Multivariat ... 68

BAB 5. PEMBAHASAN ... 72

5.1. Determinan Pengetahuan Masyarakat terhadap Kejadian Demam Berdarah dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang ... 72

5.2. Determinan Umur Masyarakat terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan ... 73

5.3. Determinan Keberadaan Jentik Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan ... 76

5.4. Determinan Penampungan Air terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan ... 78

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

6.1. Kesimpulan ... 81

6.2. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan ... 49 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Sikap ... 50 3.3. Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur dan Katagori

Masing-masing Variabel ... 53 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Host (Umur, Jenis

Kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan ... 61 4.2. Distribusi Agent (Keberadaan Jentik) terhadap Kejadian Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan ... 62 4.3. Distribusi Environment (Tempat Penampungan Air) terhadap Kejadian

Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan ... 62 4.4. Distribusi Pengetahuan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue

(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan ... 63 4.5. Distribusi Sikap terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan ... 63 4.6. Distribusi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja

Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan ... 64 4.7. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue

(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan ... 65 4.8. Hubungan Sikap dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di

(16)
(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Cara Pemberantasan DBD ... 29

2.2. Bagan Precede Lawrence W. Green ... 36

2.3. Model Kausasi Segitiga Epidemiologi ... 42

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 43

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 86

2. Kuesioner Penelitian ... 87

3. Master Data Penelitian ... 91

4. Hasil Validitas dan Reliabilitas ... 95

5. Hasil Statistik ... 98

6. Surat Izin Penelitian ... 132

(19)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Jumlah insidens DBD di wilayah Batang Toru ditemukan 29 kasus. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat secara global, nasional dan local dengan proporsi 40% dari penduduk dunia berisiko terinfeksi DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.

Jenis penelitian adalah penelitian survei bersifat analitik dengan desain cose control. Populasi adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Tapanuli Selatan Tahun 2013 dengan memiliki 6 kelurahan dan berjumlah 28.529 jiwa, dengan jumlah sampel akhir berjumlah 58 orang untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol. Analisis data yaitu univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan variabel pengetahuan (OR=4,107), sikap (OR=3,578), umur (OR=3,868), keberadaan jentik (OR=4,222) dan tempat penampungan air (OR=3,388) berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah

Dengue (DBD). Ada pengaruh pengetahuan (OR=8,596), umur (6,707), keberadaan jentik (35,682) dan tempat penampungan air (OR=34,392) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD). Variabel yang paling dominan memengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah keberadaan jentik dengan nilai OR=35,682 dan koefisien regresi 3,575.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan untuk meningkatkan pelaksanaan program pencegahan penyakit DBD yang lebih optimal Puskesmas Batang Toru agar meningkatkan pengawasan dan melakukan sweeping

jentik ke setiap rumah, serta memberikan sanksi kepada masyarakat rumahnya ada jentik nyamuk DBD, serta rutin membersihkan tempat penampungan air.

(20)

ABSTRACT

Dengue disease is a contagious disorder caused by dengue virus through the bite of Aedes Aegypti and Aedes Albopictus mosquitos. The number of the incidence of dengue in Batang Toru working are was found for 29 cases. Dengue is as global health problem, national and local with the proportion for 40% of the population with the risk of infected dengue. The objective of this research was to know the determinant of dengue disease event in working area of Batang Toru community health centre, South Tapanuli regency.

The research was survey with analytical using case control design. The population was all people in Batang Toru community health centre in 2013 with 6 sub-districts and the population for 28,529 persons. The samples were 58 persons for each case and control group. Data analysis used univariate, bivariate and multipariate using multiple logistic regression variable.

The results showed that knowledge variable (OR=4.107), attitude (OR=3.578), age (OR = 3.868), mosquitos (OR = 4.222) and water reservoirs (OR = 3.388) had the correlation with the event of dengue disease. There was significant influence of knowledge (OR= 8.596), age (6.707), mosquitos (35.682) and water reservoirs (OR= 34.392) to the dengue event. The variable with most dominant was the existence of mosquitos with value OR=35.682 and regression coefficient 3.575.

It is expected that the health department in Batang Toru community health centre to enhance disease prevention program implementation for dengue disease optimally and to add the supervision and sweeping of the mosquitos in every house, to clean water reservoirs and also to give the sanction for those who let the mosquitos in their home.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. Penyakit DBD merupakan penyakit menular. penyakit akibat infeksi virus dengue termaksud demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia, endemik maupun epidemik dengan outbreak yang berkaitan dengan datangnya musim penghujanan (Djunaedi, 2006).

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat secara global, nasional dan lokal. Dengan proporsi 40% dari penduduk dunia berisiko terinfeksi DBD. Saat ini, DBD menjadi penyakit endemis di lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat dan untuk pertama kalinya dilaporkan terjadi kasus DBD di Prancis, Kroasia dan beberapa negara lain di Eropa. (WHO, 2012).

(22)

Sri Lanka, Vietnam dan beberapa kepulauan Fasifik. Selama tahun 1960-an dan 1970-an, DBD secara progresif meningkat sebagai masalah kesehatan, menyebar dari lokasi primernya di kota-kota besar ke kota-kota besar yang lebih kecil dan kota-kota di Negara-Negara endemik. Penyakit ini mempunyai pola epidemik berdasarkan musiman dan siklus, dengan wabah besar terjadi pada interval 2-3 tahun.

Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (buletein jendela epidemiologi volume 2, 2010).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501 Tahun 2010 menyebutkan bahwa penyakit DBD merupakan salah satu jenis penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan menyebabkan malapetaka bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, dalam SK Menteri Kesehatan Nomor 1457 Tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, DBD merupakan salah satu penyakit menular yang dicantumkan sebagai masalah yang wajib menjadi prioritas oleh daerah.

(23)

diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (WHO,2012).

Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah endemis. Daerah endemis DBD pada umumnya sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Khususnya di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dimana dari 12 kabupaten terdapat beberapa kasus penyakit DBD, dari hasil data penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dinas kesehatan provinsi Sulawesi tenggara pada tahun 2009 wilayah yang banyak menderita kasus penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu di wilayah kota kendari dengan jumlah kasus 298, kemudian pada tahun 2010 dan tahun 2011 penderita kasus penyakit DBD yaitu terdapat di wilayah kabupaten kolaka dengan jumlah kasus 356 dan 131 kasus. Berdasarkan data tersebut kasus penyakit DBD cenderung menunjukkan peningkatan khususnya di wilayah kabupaten kolaka.

(24)

peningkatan penduduk serta kualitas fungsi lingkungan, sebagai akibat pembangunan yang tidak berpihak pada lingkungan.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2010), kasus DBD ini cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas sejak tahun 1968. Keadaan ini sangat berhubungan dengan mobilitas penduduk, juga disebabkan hubungan tranportasi yang semakin lancar serta virus Dengue dan nyamuk penularanya yang semakin tersebar luas di seluruh wilayah di Indonesia. Selain itu, tempat bagi nyamuk untuk bersarang semakin bertambah disebabkan produksi sampah yang meningkat oleh karena kepadatan penduduk.

Jumlah kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebesar 1.358 orang. Dengan demikian, IR DBD pada tahun adalah 65,7 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,87%. IR DBD mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009 dengan IR sebesar 68,22 per 100.000 penduduk. Demikian pula dengan CFR yang sedikit mengalami penurunan, pada tahun 2009 CFR DBD sebesar 0,89% (Depkes RI, 2007).

(25)

Sementara itu, Aedes Albopictus lebih banyak ditemukan di penampungan air alami di luar rumah seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan (Sukowati, 2010).

Beberapa faktor etiologik yang ditemukan berhubungan dengan penyakit DBD adalah faktor host (umur, jenis kelamin, mobilitas), faktor lingkungan (kepadatan rumah, adanya tempat perindukan nyamuk, tempat peristirahatan nyamuk, kepadatan nyamuk, angka bebas jentik, curah hujan), serta faktor perilaku (pola tidur dan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk) (Wahyono dkk, 2010). Curah hujan yang tinggi saat musim penghujan misalnya, dapat menimbulkan banjir dan genangan air di suatu wadah/media yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, seperti cekungan di pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau tulang rumah) (Kemenkes RI, 2010).

Sampai saat ini upaya pemberantasan DBD yang telah dilakukan menitik beratkan pada pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan gerakan 3M ( Menutup, Menguras dan Mengubur) untuk jentik nyamuk serta pengasapan untuk Nyamuk dewasa. Selain itu telah diterapkan pula sistem kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB DBD (Dinkes Prov. Sumut, 2009).

(26)

Dalam Sosialisasi Pencegahan DBD, penyuluhan tentang pencegahan DBD harus sering dilakukan agar masyarakat termotivasi untuk ikut berperan serta dalam upaya-upaya tersebut. Untuk daerah Sumatera Utara angka kejadian DBD mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tahun 2002, jumlah penderita (IR) DBD di Sumatera Utara sebesar 3,6/100.000 penduduk (353 penderita), tahun 2004 naik menjadi 8,79/100.000 dan terus naik hingga pada tahun 2008 menjadi 33,2/100.000 penduduk (Dinkes Prov. Sumut, 2009).

Demikian juga di Kota Medan yang terus meningkat jumlah kasus DBD sehingga memerlukan upaya-upaya pengendalian yang dilakukan oleh Dinas kesehatan kota Medan dan jajarannya. Upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dalam penanggulangan DBD di Kota Medan antara lain: (1) Pertolonganpertama pada penderita DBD, (2) Penyuluhan, (3) Fogging Focus (4) Penaburanbubuk abate, dan (5) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) (Dinkes Kota Medan, 2011).

Menurut Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 mengenai angka kejadian demam berdarah yaitu sebesar 30 kasus yang dimana wilayah kerja Puskesmas Batang Toru dan Puskesmas Pintu padang yang lebih banyak terjadinya angka kejadian DBD.

(27)

hujan, menggunakan drum, bak air dan tempayan untuk keperluan sehari-hari tanpa melakukan pengurasan tempat penampungan air tersebut.

Jumlah kasus DBD di wilayah kerja puskesmas Batang Toru yang ditemukan di tahun 2011 yaitu pada bulan November 4 kasus, bulam desember 10 kasus, sedangkan pada tahun 2012 ditemukan pada bulan juli 3 kasus, September 3 kasus,November 2 kasus, dan desember 2 kasus, di tahun 2013 di temukan di bulan pebruari 3 kasus, maret 4 kasus, mei 4 kasus dan agustus 3 kasus.dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas batang toru tidak signifikan tinggi tapi selalu ada kasus dengan pergantian bulan, meskipun jumlah nya tidak tinggi tetap perlu diwaspadai mengingat DBD merupakan penyakit menular dan merupakan penyakit endemik yang cepat menimbulkan kematian jika tidak ditangani dengan tepat.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalah penelitian sebagai berikut : Belum diketahuinya determinan kejadian penyakit DBD di wilayah Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui determinan kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue

(28)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan terhadap kejadian penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Untuk mengetahui sikap terhadap kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD) di wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. 3. Untuk mengetahui determinan host (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan

pekerjaan) terhadap kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.

4. Untuk mengetahui determinan agent (keberadaan jentik) terhadap kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.

5. Untuk mengetahui determinan environment (tempat penampungan air) terhadap kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.4 Hipotesis

(29)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu khususnya ilmu kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan deteminan pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kejadian DBD, dan di manfaatkan sebagai bahan kepustakaan dalam mengembangan keilmuan.

1.5.2 Masyarakat

Sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk dapat berperilaku lebih baik dan dalam upaya pencegahan, pemberantasan penyakit DBD.

1.5.3 Puskesmas dan Dinas Kesehatan Setempat

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue 2.1.1. Definisi

Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit virus yang berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meningal dalam waktu yang sangat pendek. Gejala klinis DBD berupa demam tinggi yang berlangsung terus menerus selama 2-7 hari dan manisfestasi perdarahan yang biasanya didahului dengan terlihatnya tanda khas berupa bintik-bintik merah (patechia) pada badan penderita. penderita dapat mengalami syok dan meninggal. Sampai sekarang penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Vektor utama DBD adalah nyamuk yang disebut Aedes aegypti, sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus.

Virus-virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk

Aedes yang terinfeksi, terutama aedes aegypti dan karenanya di anggap sebagai

(31)

Demam Dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, sering kali disertai dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leucopenia sebagai gejalanya, demam berdarah dengue (DBD) ditandai oleh empat manifestasi klinis utama : demam tinggi, fenomena hemarogik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok hipovelemik yang diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut sindrom syok dengue (DSS) dan dapat menjadi fatal. (WHO,2005).

2.1.2. Etiologi DBD

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue. Virus ini adalah anggota dari Grup B arbovirus dengan diameter 30nm yang termasuk dalam genus Flavivirus, family flaviviridae, istilah “arbovirus” digunakan untuk menyatakan suatu kelompok besar virus yang memiliki siklus biologik yang melibatkan arthpod dan vertebrate. (djunaedi, 2006)

(32)

komponen struktual virus. Setelah komponen struktual dirakit, virus dilepaskan dalam sel, proses perkembangan virus DEN terjadi di sitoplasma sel (Soegeng, 2006).

Virus Dengue membentuk kompleks khas di dalam genus flavivirus

berdasarkan karakteristik antigenik dan biologisnya. Ada empat serotype virus yang kemudian dinyatakan sebagai DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, infeksi yang terjadi dengan serotype tersebut. Walaupun secara antigenik serupa, keempat serotype tersebut cukup berada di dalam menghasilkan perlindungan silang selama beberapa bulan setelah terinfeksi salah satunya, Virus dengue dari keempat serotype tersebut juga dihubungkan dengan kejadian epidemik demam dengue saat bukti yang ditentukan tentang DBD sangat sedikit. Keempat virus serotype tersebut juga menyebabkan epidemik DBD yang berkaitan dengan penyakit yang sangat berbahaya dan mematikan (WHO,2005).

Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang bersangkutan sedangkan antibody yang berbentuk terhadap serotype lain sangat kurang sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotype yang lain tersebut. Dengan kata lain, infeksi oleh satu serotype virus dengue

menimbulkan imunitas protektif terhadap serotype virus tersebut, tetapi tidak ada

“cross protective” terhadap serotype virus yang lain (Soegijanto, 2006). 2.1.3. Patogenesis dan Patofisiologi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

(33)

pada anak serta sering menimbulkan wabah, jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah maka virus tubuh nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian besar berada di kelenjar air liurnya, selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain, air liur bersama virus

dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang dihisap tidak membeku dan pada saat inilah virus ditularkan ke orang lain. Di dalam tubuh manusia virus berkembang baik dalam system retikuloendotelial dengan target utama Virus Dengue adalah APC

(antigen presenting cells) dimana pada umunya berupa monosit atau makropag jarinagn seperti sel kupffer dari hepar juga dapat terkena. Viremia timbul pada saat menjelang gejala klinis tampak hingga 5-7 hari setelahnya. Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit / makropag, sel limfosit B dan sel limposit T. manisfestasi klinis infeksi virus dengue tergantung pada bagian faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala (asimtomatis) demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue, demam berdarah dengue, dan sidrom syok dengue. ( Soegeng, 2006).

(34)

hetorotipik. Pada infeksi sekunder dengan virus dari serotype yang berbeda dari yang menyebabkan infeksi primer, antibody reaktif silang yang gagal untuk menetralkan virus dapat meningkatkan jumlah monosit terinfeksi saat kompleks antibody virus dengue masuk ke dalam sel (WHO, 2005).

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi, pada demam dengue ini tidak terjadi, manisfestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. (Soegeng, 2006). 2.1.4. Gejala Klinis Demam Berdara Dengue (DBD)

Gambaran klinis demam berdarah dengue sering kali tergantung pada umur penderita. Pada bayi dan anak biasanya di dapatkan demam dengan ruam mukulopapular saja. Pada anak besar dan dewasa mungkin hanya di dapatkan demam ringan, atau gambaran klinis lengkap dengan panas tinggi mendadak, sakit kepala hebat, sakit bagian belakang kepala, nyeri otot dan sendi serta ruam, tidak jarang ditemukan perdarahan kulit, biasanya didapatkan leukopeni dan kadang – kadang trambositopeni. Pada waktu wabah tidak jarang demam dengue dapat disertai perdarahan hebat (Soegeng, 2006).

(35)

diagnosis klinis DBD, WHO (1886) menentukan beberapa patokan gejala klinis dan laboraratorium.

a. Gejala Klinis

1. Demam tinggi mendadak yang berlangsung 2 – 7 hari 2. Manifestasi perdarahan

3. Hepatomegali

4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( <20 mmHg ) atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah. ( Soegeng, 2006).

b. Laboratorium

1. Trombositopenia dan respons leukosit

(36)

diduga terjadi akibat penurunan produksi trambosit oleh sumsum tulang. (Djunaedi,2006 )

Menurut Soegijanto tanda dan gejala klnik laboratorium yaitu : Trambositopeni ( < 100.000 sel / ml ), Hemokonsentrasi ( kanaikan Ht 20 % dibandingkan fase konvalesen) Bila patokan hemokonsentrasi dan trambositopeni menurut kritia WHO dipakai secara murni, maka banyak penderita DBD yang tidak terjaring dan luput dari pengawasan. Untuk mengentisipasi ini kelompok kerja DBD sepakat jumlah trombosit < 150.000 sel / ml sebagai batas trambositopeni.

2. Diagnosis Laboratoris DBD

a. Pemeriksaan Serologis didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi.

b. HI (Hemaglutination Inhibition)

pemeriksaan HI dianggap sebagi tes standar (gold standard). Namun pemeriksaan ini memrlukan 2 sampel darah (serum) dimana spimen kedua harus diambil pada fase konvalensen (penyembuhan) sehingga tidak dapat memberikan hasil yang cepat.

c. ELISA (IgM / IgG)

(37)

cepat di dapat saat ini tersedia Dengu Rapid Test dengan prinsip pemeriksaan ELISA.

Deteksi Antigen, virus dengue atau bagiannay (RNA) dapat ditemukan dengan cara hibridisasi DNA-RNA dan amplikasi segmen tertentu dengan metode PCR (polymerase chain reaction). Cara ini dapat mengetahui serotype virus, namun pemeriksaan ini cukup mahal, rumit dan membutuhkan peralatan khusus, biasanya digunakan untuk penelitian.

Isolasi Virus, penemuan virus dari sampel darah atau jaringan adalah cara yang paling konklusif untuk menunjukkan infeksi dengue dan seretopenya, namun perlu perlakuan khusus, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil, sulit dan mahal (Depkes RI , 2005).

Menurut WHO pentahapan demam berdarah dengue (DBD) diklasifikasikan menjadi empat tingkat keparahan, dimana derajat III dan IV dianggap DSS. Adanya trombositopenia dengan disertai hemokonsentrasi membedakan derajat I dan II DHF dari DF.

a. Derajat I : Demam disertai dengan gejala konsititusional non-spesifik; satu-satunya maifestasi perdarahan adalah tes torniket positif dan / atau mudah memar. b. Derajat II : Perdarahan spontan selain menifestasi pasien pada derjat I, biasanya

pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.

c. Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.

(38)

2.2. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.2.1. Distribusi Menurut Orang (Person)

Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentan terhadap serangan DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender) Di Philippines dilaporkan bahwa rasio antara jenis kelamin adalah 1:1, demikian pula di Thailand dilaporkan tidak ditemukan perbedaan kerentan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan perempuan , meskipun di temukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan. Laporan dari singapura menyatakan bahwa insidensi DBD pada anak laki-laki lebih besar pada daripada anak perempuan (9.1:1) (Djunaedi, 2006).

Dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 propersi kasus DBD terbanyak adalah pada kelompok umur 4-5 tahun (kelompok umur sekolah). Tetapi pada tahun 1988 dan 2000 propersi kasus pada kelompok umur 15-44 tahun meningkat. Keadaan tersebut perlu diwaspadai bahwa DBD cendrung meningkat pada kelompok umur remaja dan dewasa (Soegijanto, 2006).

2.2.2. Distribusi Menurut Tempat (Place)

(39)

Penyakit akibat Infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas diberbagai Negara terutama di Negara tropik dan subtropik yang terlentak antara 30⁰ lintang utara dan 40⁰ lintang selatan seperti Asia Tenggara, pasifik barat dan Caribbean dengan estimasi kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya.di Negara indonesia yang merupakan Negara kepulauan yang terbentang antara 6⁰ Lintang Utara dan 11⁰ lintang selatan dengan iklim yang tropik, terjadinya epidemik suatu penyakit di Batavia Jakarta yang kemungkinan besar adalah dengue dilaporkan pertama kali oleh David Beylon pada tahun 1779 (Djunaedi, 2006).

Penyakit demam berdarah Dengue di jawa timur pertama kali terjadi di Surabaya tahun 1968 dengan penderita 58 dan 24 orang meninggal duni (Case Fatality Rate/KFR sebesar 41,3%). Pada tahu 1993 tercatat jumlah kasus 4.376 orang (insidens 12,82 per 100.000 penduduk) dengan jumlah kematian sebanyak 74 orang (CFR sebesar 1.69%). Pada tahun 1997 telah meningkat menjadi 7.622 orang (insidens 12,19 per 100.000 penduduk) dengan jumlah kematian 138 orang atau CFR sebesar 1,81% (Soegeng, 2006).

2.2.3. Distribusi Menurut Waktu (Time)

Epidemi dengue dilaporkan sepanjang abad kesembilan belas dan awal abad keduapuluh di Amerika, Eropa selatan, Afrika utara, Asia dan Australia dan bebrapa pulau di India . DBD telah meningkat dengan menetap baik dalam insiden dan distribusi sepanjang 40 tahun, dan pada potensial berisiko terhadap penularan virus

(40)

Awal kejadian luar biasa penyakit Virus dengue setiap lima tahun selanjutnya mengalami peubahan menjadi tiga tahun, dua tahun, dan terakhirnya setiap tahun diikuti dengan adnya kecenderungan peningkatan infeksi virus Dengue pada bulan-bulan tertentu (Soegijanto, 2006).

Menurut Depkes RI (2004a), pola berjangkitnya virus Dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, Nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.

2.3. Determinan Demam Berdarah Dengue

2.3.1. Faktor Host (Pejamu)

Host merupakan manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Faktor-faktor yang berkaitan dalam penularan DBD pada manusia antara lain golongan umur, pendidikan, penghasilan, suku bangsa, kepadatan penduduk, perilaku hidup bersih dan sehat (T.Azizah, 2010).

(41)

signifikansi epidemiologik dan observasi tersebut tetap dibuktikan, strain virus

dengue dapat tumbuh dengan baik pada jaringan serangga dan sel mammalian setelah diadaptasikan (WHO, 2005).

Penting untuk mengenali beberapa aspek dasar intraksi virus-pejamu aspek-aspek tersebut meliputi : infeksi dengue tidak jarang menimbulkan kasus ringan pada anak, infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala, yang interfeksi tersebut pada beberapa epidemik rasio kesakitan yang tampak akan tetapi beberapa stain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada anak maupun orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus dengue dan menyebar tanpa terlihat di dalam masyarakat, infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin menimbulkan perdarahan gastrointestinal yang parah begitu juga kasus peningkatan permeabilita pembuluh darah. Contoh tahun 1988 di Taiwan, banyak orang dewasa yang mengalami perdarahan yang berat yang dihubungkan dengan DEN-1 (WHO,2005).

2.3.2. Faktor Agent (Penyebab)

Agent penyebab penyakit DBD adalah virus dengue, virus ini adalah anggota dari Group B arbovirus, yaitu arthropod- borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda, virus ini termaksud genus flavivirus. David bylon ( 1779) melaporkan bahwa epidemiologi dengue di Batavia disebabkan oleh tiga factor utama, yaitu virus, manusia dan nyamuk (Widoyona, 2008).

(42)

virus dengue tipe 4 (DEN-4). virus dengue ditemukan tetap intact setelah dilakukan sentrifuse dalam medium sucrose maupun oxide-sucrose selain itu, virus dengue dapat disimpan dalam temperature -70°C malalui pembekuan kering (freeze-drying). (Djunaedi, 2006).

2.3.3. Faktor Environment (Lingkungan)

Ae.aegypti tersebar luas di wilayh tropis dan suptropis, dan terutama disebagian besar wilayah perkotaan. Penyebaran Ae. Aegyti di pedesaan akhir-akhir ini relative sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan system persedian air pedesaan dan perbaikan system tranportasi. Pada Negara Asia Tenggara yang curah hujannya melebihi 200 cm per tahun, dan di temukan di daerah pekotaan, pingiran kota, dan daerah pedesaan. Karena kebiasaan penyimpanan air secara tradisional di Indonesia, Myanmar, dan Thailand, kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran kota daripada di daerah perkotaan (WHO, 2005).

Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang hidup dan ditemukan di negara-negara yang terletak antara 35⁰ lintang selatan pada temperature udara paling rendah sekitar 10⁰C. Pada musim panas spesies ini juga tergantung pada ketinggian daerah yang bersangkutan dari permukaan laut. Biasanya spesies ini tidak ditemukan di daerah dengan ketinggian lebih dari 1000m di atas permukaan laut.dengan ciri

(43)

Menyimpan air dalam berbagai jenis wadah hal ini akan memperbanyak tempat perkembangan nyamuk Ae.Aegypti, sebagian wadah yang digunakan memiliki ukuran yang besar dan berat dan tidak mudah untuk dibuang atau dibersihkan, di daerah pedesaan sumur tidak terpakai dan tidak tercemar akan menjadi tempat perkembangan Ae.Aegypti dan dapat sebagai tempat habitat larva yang paling produktif. Pot bunga, Vas bunga dan jebakan semut merupakan tempat utama perkembangbiakan Ae.Aegypti (WHO, 2005).

Di Asia Tenggara epidemik DBD terutama terjadi pada musim penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippnes epidemi, DBD terjadi beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Epidemi mencapai angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak tertinggi untuk kemudian menurun sejalan dengan menurunnya curah hujan. Periode epidemik yang terutama berlangsung selama musim penghujan erat kaitannya dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan lingkungan optimal bagi masa inkubasi dan peningkatan aktivitas vector itulah sebabnya di daerah tropik pola kejadian DBD umumnya sejalan dengan pola musim penghujan (Djunaedi, 2006).

2.4. Vektor Penyakit DBD

(44)

dalam kondisi outbreak, spesies Aedes polynesieensis dan beberapa spesies dari komleks Aedes scutullaris juga dapat berperan sebagai vector mentranmisikan virus

dengue (Djunaedi, 2006).

Virus dengue ditularkan dari satu orang ke orang lain oleh nyamuk Aedes (Ae)

sari subgenus Stegomyia, Ae.aegypti merupakan vector epidemic yang paling penting, sementara spesies lain seperti Ae.scutallaris, dan Ae.(finlaya) niveus juga diputuskan sebagai vektor sekunder. Semua apesies tersebut, kecuali Ae.aegypti memiliki wilayah penyebarannya sendiri, walaupun mereka merupakan vektor yang sangat baik untuk virus dengue, epidemik yang ditimbulkan tidak separah yang di akibatkan oleh Ae. Aegypti (WHO, 2005).

Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah : sayap dan badannya belang-belang atau bergaris putih, berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC. Tempayan, drum dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain, jarak terbang ±100m, nyamuk betina bersifat ‘multiple biters’ (menggigit beberapa orang karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat), tahan pada suhu panas dan kelembaban tinggi (Widoyono, 2008).

(45)

Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue

akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia virus ini akan berkembang selama 4-7 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu. Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus

dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan tanpa gejala sakit tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularannya, sekali terinfeksi nyamuk menjadi infektif seumur hidupnya (Widoyono, 2008).

2.4.1. Ekologi dan Bionamika 1. Telur

(46)

2. Larva dan Papua

(47)

3. Nyamuk Dewasa

Segera setelah muncul, nyamuk dewasa akan kawin dan nyamuk betina yang sudah dibuahi akan mengisap darah dalam 24-36 jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk mematangkan telur.

4. Perilaku Makan

Ae. Aegypti Sangat antropofilik, walaupun ia juga bisa makan dari hewan berdarah panas lainnya. Sebagai hewan diurnal, nyamuk memiliki dua periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari selama beberapa jam setelah matahari terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit yang sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim. Jika masa makannya terganggu Ae. aegypti dapat menggigit lebih dari satu orang. Perilaku ini semakin memperbesar efisiensi penyebaran epidemi.bukan hal yang luar biasa jika beberapa anggota keluarga yang sama mengalami awitan penyakit yang terjadi dalam 24 jam, memperlihatkan bahwa mereka terinfeksi nyamuk infektif yang sama. Ae. Aegypti

biasanya tidak menggigit di malam hari, tetapi kan menggigit saat malam di kamar terang.

5. Perilaku Istirahat

(48)

adalah di bawah furniture, benda yang tergantung seperti baju dan gorden, serta di dinding.

6. Jarak Terbang

Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi beberapa faktor termasuk ketersedian tempat bertelur dan darah, tetapi tanpaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan. Akan tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter terutama untuk mencari tempar bertelur. Transportasi pasif dapat berlangsung melalui telor dan larva yang ada dalam penampungan.

7. Lama Hidup

Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup hanya delapan hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, risiko penyebaran virus semakin besar. Dengan demikian, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengkaji survival alami. Ae. Aegypti dalam berbagi kondisi lingkungan. (WHO, 2005).

2.5. Cara Memberantas Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue

(49)

Dengan insektisida (fogging dan ULV)

Fisik Kimiawi Biologi

Gambar 2.1. Cara Pemberantasan DBD 2.5.1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantsan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan/pengabutan = pogging) dengan insektisida. Mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan, maka penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan antara lain inteksida golongan : organophospate (misalnya malathion), pyretroid sintetic (lamda, carbamat), alat yang digunakan untuk menyeprot adalah mesin Fog atau mesin ULV dan peyemprotan dengan cara pengasapan tidak mempunyai efek residu. Untuk membatasi penularan virus dengue penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklius pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru yang diantaranya akan mengisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua. Penyemprotan kedua di lakukan 1

Nyamuk Dewasa

(50)

minggu sesudah penyemprotan yang pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain.

2.5.2. Pemberantasan Jentik

Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah pemberantasan sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara :

1. Fisik

Cara ini dikenal dengan kegiatan ‘3M’ yaitu : menguras (dan menyikat) bak mandi, WC, dan lain-lain, menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lain-lain) serta mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas (seperti kaleng, ban dan lain-lain) pengurasan tempat-tempat penampungan air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu. Pada saat ini telah dikenal pula istilah ‘3M PLUS’ yaitu kegiatan 3M yang diperluas. Bila PSN DBD dilaksanakan oleh seluruh masyrakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan srendah- rendahnya, sehigga penularan DBD tidak terjadi lagi. Untuk itu upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyrakat harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan, karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyrakat.

2. Kimia

(51)

biasa digunakan antara lain adalah temephos. Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (sand granules).dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (±1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat pala digunakan golongan

insect growth regulator.

3. Biologi

Misalnya memilahara ikan pemakan jentik ( ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang /tampalo dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringlensisvar, Israeliensis (Bti) (Depkes RI, 2005).

2.5.3. Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik)

Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Semuan tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang – biakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahiu ada tidaknya jentik.

b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada pandangan (pengelihatan) pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira ½ -1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik ada.

(52)

Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya yang keruh, biasanya digunakan senter. (Depkes RI, 2005).

2.5.4. Tindakan Pengendalian dan Pencegahan Partisipasi Masyarakat

(53)

untuk meningkatkan kemandirian di kalangan anggota masyrakat dan menggugah rasa pengendalian mereka tehadap kesehatan dan nasib mereka sendiri (WHO, 2005). 2.5.5. Cara Menggugah Partisipasi Masyarakat

d. Dengan menunjukkan perhatian

Mayarkat dan lembaga pemerintah harus menunjukkan perhatian yang tulus terhadap penderitaan manusia, missal angka kesakitan dan kematian akibat penyakit dengue di Negara itu, kerugian ekonomi bagi keluarga dan Negara, dan bagaimana manfaat program tersebut bisa memnuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.

e. Menagawali Dialog

Lembaga masyarakat dan pendapat pemimpin atau tokoh penting lainnya dalam struktur kekuasaan di masyarakat, misalnya organisasi perempuan, organisasi pemuda, dan organisasi kota lainnya, harusmya diidentifikasi. Dialohg harus dilakukan melalui kontak personal, diskusi kelompok, dan pertunjukkan film. Interaksi harus dapat membangkitkan pemahaman bersama, kepercayaan dan keyakinan, antusiame, dan motivasi. Interaksi jangan di lakukan pada satu waktu saja, tetapi harus dijadikan sebagai dialog yang berkelanjutan sehingga tercapai kesinambungan.

f. Membentuk kepemilikan bersama di masyarakat

(54)

Pengendalian nyamuk, badabn pelaksana dan kerekananya dengan masyarakat harus kuat, tetapi terbatas pada pemberian panduan dan keahlian teknis saja. g. Penyuluha kesehatan (PK)

Penyuluhan kesehatan jangan terbatas pada pemberitahuan kepada masyarakat tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan melalui proses komunikasi vertical (dari atas ke bawah). Sebaiknya penyuluhan kesehatann harus didasrkan pada penelitian yang formatif untuk mengidentifikasi apayang penting bagi masyarkat dan harus dilakukan pada tingkatan yaitu tingkatan masyarakat, tingkat system, tingkat politik(Depkes, 2005).

2.6. Perilaku Kesehatan

(55)

Berdasarkan Teori Skinner, prilaku manusia terjadi melalui proses Stimulus, Organisme, Respon (SOR) , maka prilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu, prilaku tertutup (covert behavior) terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum diamati orang lain, respon seseorang masih terbatatas dalam bentuk perhatian, perasaan, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus.Perilaku terbuka terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat di amati orang lain dari luar.

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organism (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor – faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ;

1. Determinan dalam faktor Internal yaitu karekteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat bawaan. Misalnya pengetahuan, sikap.

2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik sosial budaya, politik dan sebaginya. Faktor lingkungan ini merupakan faktro yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

2.6.1. Determinan Perilaku Kesehatan

(56)

ketersediaan sarana/fasilitas, informasi. Ketiga faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok referens, seperti petugas kesehatan, kepala kelompok atau peer group.

Gambar 2.2. Bagan Precede Lawrence W. Green

Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain : susunan saraf pusat, persepsi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya. Perilaku diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor diluar orang tersebut (lingkungan), baik fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan,

Pendidikan Kesehatan

Predisposing Factors

- Kebiasaan - Kepercayaan - Tradisi - Pengetahuan - Sikap

Enobling Factors

- Ketersediaan fasilitas - Ketercapaian fasilitas

Reinforcing Factors

- Sikap dan perilaku petugas

- Peraturan Pemerintah

Perilaku Masalah Kesehatan

(57)

diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku (Notoatmodjo, 2010). 2.6.2. Konsep Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005).

Menurut WHO pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. selanjutnya menurut poedjawijatna (1991), orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan demikian pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentukan tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2010).

Penelitian Rogers(2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi tahap pengetahuan dalam diri orang tersebut terjadi adalah sebagai berikut :

a. Knowledge (pengetahun), yakni orang tersebut mengetahui dan memahami akan adanya sesuatu perubahan baru.

b. Persuasion (kepercayaan), yakni orang mulai percaya dan membentuk sikap terhadap perubahan tersebut.

(58)

d. Implementation (pelaksanaan), orang mulai menerapkan perubahan tersebut dalam dirinya.

e. Comfirmation (penegasan), orang tersebut menncari penegasan kembali terhadap perubahan yang telah diterapkan, dan boleh merubah keputusannya apabila perubahan tersebut berlawanan dengan hal yang diinginkannya.

Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan yang tercakup dalam dominan kognitif mempunya enam tingkatan yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mngukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya

2. Memahami (comprehension)

(59)

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-kompenen, teapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. kemampuan anlisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebaginya.

5. Sintesis (synthetis)

Sintesis menujukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan tau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat meyusaikan, dan sebgainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang tealah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

(60)

yang telah ada. Pengukuran pengetahaun dapat dilakukan dengan waawancara atau angket yang menyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden, kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkatan. ( Notoadmodjo,2005).

2.6.3. Konsep Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari sesorang terhadap suatu stimulus oatau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Siakp bukan prilaku, tetapi kecendurangan untuk berprilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok (Notoatmodjo, 2005).

(61)

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.

2. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap pernyataan atau objek yang dihadapi. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain.

4. Bertanggung Jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

(62)

2.7. Landasan Teori

Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya suatu penyakit disebabkan oleh adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan lingkungan (Environment) (Wjyanti, 2011). Perubahan pada satu komponen akan mengubah keseimbangan tiga komponen lainnya (Murti, 2003). Selain itu perubahan dari perilaku akan mempengaruhi individu, sehingga akan timbul penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang mengalami perubahan tersebut.

Demikian juga dengan kejadian DBD yang berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap. Pada prinsipnya status kesehatan individu di pengaruhi oleh prilaku, lingkungan, dan pelayanan kesehatan.

Gambar 2.3 Model Kausasi Segitiga Epidemiologi

Sumber : murti (2003); Timmreck (2002)

(63)

bersama-sama dengan faktor non kesehatan akan membentuk kualitas hidup dari individu atau masyarakat yang bersangkutan. Faktor predisposisi terkait dengan pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai dan persepsi seseorang memudahkan atau merintangi motivasi untuk berubah. Faktor enabling terkait dengan pelayanan kesehatan pendukung, perumahan, sarana sanitasi dasar, fasilitas pendidikan, rendahnya pendapatan dan hukum atau norma yang berlaku. Faktor penguat terkait dengan lingkungan sosial seperti sikap dan perilaku petugas sosial, petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.

2.8. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel terikat

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Determinan :

1. Host - Umur

- Jenis Kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Pengetahuan - Sikap 2. Agent

- Keberadaan Jentik 3. Environment

- Tempat PenampunganAir

Kejadian Demam Berdarah Dengue

(64)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey bersifat analitik dengan desain case control. Penelitian ini melihat paparan yang dialami subjek pada waktu lalu (retrospektif) melalui wawancara dengan ,menggunakan kuesioner dan melakukan observasi pada lingkungan rumah responden. Alasan penggunaan desain ini karena studi case control merupakan studi observasional yang mampu menganalisis hubungan paparan penyakit dengan membandingkan kelompok case

dan control berdasarkan status pajanannya.

Secara sederhana, rancangan case control dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian Case Control

Paparan (+)

Paparan (-)

Paparan (+)

Paparan (-)

Kasus (Penderita DBD)

Kontrol (Bukan Penderita

DBD)

Sampel Retrospektif

(65)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan, dipilihnya lokasi penelitian karena merupakan salah satu daerah yang memiliki kasus DBD.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengajuan judul, survey pendahuluan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, analisi data, hingga penyusunan laporan akhir yang membutuhkan waktu mulai bulan Oktober sampai dengan bulan Afril.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Keselurahan objek penelitian atau objek yang diteliti disebut sebagai populasi (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskesman Batang Toru Tapanuli Selatan Tahun 2013 dengan memiliki 6 kelurahan dan berjumlah 28.529 jiwa.

Populasi terdiri dari :

a. Populasi kasus adalah masyarakat yang pernah menderita DBD di wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Tapanuli Selatan.

(66)

3.3.2. Sampel

Sample adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005), Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga mewakili populasi (Sastroasmoro,2011).

Sampel penelitian terdiri dari :

a. Sampel kasus adalah yang pernah menderita DBD di wilayah kerja Puskesmas Batang Toru Tapanuli Selatan.

b. Sampel kontrol adalah bukan penderita DBD yang merupakan tetangga terdekat dengan rumah kasus dalam satu lingkungan yang tidak menderita DBD dengan pencocokan (matching) dengan kondisi tempat tinggal

Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan kriteria sebagai berikut : a. Kriteria Inklusi

- Bersedia berpartisipasi dalam penelitian

- Bertempat tinggal di wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Tapanuli Selatan - Kelompok kasus : penderita DBD yang berada di wilayah kerja Puskesmas

Batang Toru Tapanuli Selatan, kelompok kontrol : yang tidak menderita DBD yang merupakan tetangga terdekat kasus dalam satu lingkungan.

- Apabila kasus atau kontrol berumur < 15 tahun maka responden digantikan oleh ibunya.

b. Kriteria Ekslusi

(67)

- Sudah meninggal dunia

- Tidak berada di tempat sampai dengan kunjungan ketiga

Perhitungan besar sampel pada studi kasus kontrol berpasangan digunakan rumus sebagai berikut ( Sudigdo, 2013) :

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

2

OR : Odds-ratio, yang dianggap bermakna secara klinis = 5,8

Maka perhitungan besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar

Gambar  2.1. Cara Pemberantasan DBD
Gambar 2.2. Bagan Precede Lawrence W. Green
Gambar 2.3 Model  Kausasi Segitiga Epidemiologi
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia pada tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga kejadian luar biasa

Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah

Disimpulkan bahwa durasi renjatan, dan hematokrit (hemokonsentrasi) merupakan faktor prognosis terjadinya perdarahan gastrointestinal pada pasien DBD, sedangkan usia,

Data jumlah kasus penyakit DBD, kepadatan penduduk, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan setiap wilayah di Jakarta pada tahun 2005, 2010, dan 2015 diklasifikasikan menjadi

Kesimpulannya terdapat hubungan antara keberadaan lahan pekarangan, keberadaan tanaman hias dan keberadaan kolam ikan dengan kejadian penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas

Dari hasil wawancara dan survey yang telah dilakukan oleh peneliti pada bulan Februari 2020 menunjukkan bahwa kasus DBD di wilayah Kerja Puskesmas mengalami

Hasil tersebut hampir sama dengan penelitian Siregar 6 yang mendapatkan bahwa kasus DBD lebih banyak terjadi pada anak usia 5-10 tahun.. Anak-anak prasekolah atau sekolah dasar

Distribusi kasus DBD tertinggi di lima puskesmas di Kabupaten Jombang tahun 2016 Berdasarkan Orang Distribusi kasus DBD paling tinggi pada golongan umur 5 hingga 14 tahun dan