PERSETUJUAN
Judul : Analisa Kehilangan Kadarβ-Karoten Pada Proses Pemurnian Minyak Sawit
Kategori : Tugas Akhir
Nama : Wiwid Hartono
Nim : 112401001
Program Studi : DIPLOMA III Kimia Industri
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara
Disetujui di : Medan, Mei 2014
Diketahui oleh :
Departemen Kimia FMIPA USU Dosen Pembimbing,
Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, M.S. Dra. Emma Zaidar Nst, Msi
iii
PERNYATAAN
ANALISA
KEHILANGAN KADAR β
-KAROTEN PADA
PROSES PEMURNIAN MINYAK SAWIT
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa tygas akhir iniadalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan,
WIWID HARTONO NIM 112401001
iv
PENGHARGAAN
Bismillaahhirrohmaanirrohiim.
Alhamdulillaahi Robbil aalamiin Penulis ucapkan sebagai suatu ungkapan rasa
syukur kepada Allah SWT yang Maha Esa atas kuasanya yang tetap mencurahkan
berkah, rahmat, nikmat kesehatan jasmani dan rohani, serta taufiq dan hidayahnya
sehingga Penulis dapat menjalani hidup dengan penuh makna dan insyaallah akan
lebih bermakna lagi. Shalawat dan salam Penulis hanturkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah mengemban risalah dan mengalirkan nilai-nilai
islam dalam rangkaian tarbiah kepada seluruh umat. Alhamdulillah tidak habisnya
Penulis ucapkan rasa syukur, Atas ridho Allah SWT Penulis dapat menyelesaikan
Karya Ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya (AMD)
pada program studi Kimia Industri Diploma III di Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.
Karya Ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan dan pengalaman Penulis
selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. SMART Tbk
BELAWAN pada tanggal 3 Februari sampai dengan 3 Maret 2014. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa KARYA ILMIAH ini masih jauh dari
kesempurnaan karena adanya keterbatasan pada Penulis, baik dari segi
pengetahuan, maupun waktu. Meski demikian Penulis mengharapkan karya ilmiah
ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan semua pihak yang telah membaca karya
ilmiah ini serta dapat bermanfaat bagi Universitas Sumatera Utara.
Pada masa penyelesaian karya ilmiah ini, Penulis telah banyak
mendapatkan dukungan, bantuan dan juga dari berbagai pihak-pihak yang terlibat.
Oleh karena itu, dengan rasa keikhlasan dan kerendahan hati penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :
Allah SWT yang telah memberikan kesehatan sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas akhir ini. Keluarga tercinta, kedua orang tua penulis
Ayahanda Edi Hartono dan Ibunda Armayaninur yang selalu memberikan kasih
sayang dan mendo’akan yang terbaik untuk penulis serta bantuan berupa moril
v
Msi selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan meluangkan
waktunya kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah ini. Bapak Dr.
Sutarman, MSc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S, selaku ketua
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara. Ibu Dra. Emma Zaidar, MSc, selaku ketua Program Studi
DIPLOMA III Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara. Seluruh staf pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Khususnya jurusan Kimia yang telah mendidik penulis dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini. Kepada Ibu Dr. Melissa Tjeng, MM selaku
pembimbing selama PKL. Sahabat-sahabat penulis Destia saera daulay, Afhami,
Resky, Rufina, Aisyah, Windri, teteh queena beserta bg Rosidi dan semua teman
teman yang tidak bisa disebutkan namanya yang sama-sama berjuang dan banyak
mengeluarkan pikiran untuk membuat karya ilmiah ini dan juga menghibur ke
sesama.
Penulis sudah berupaya semaksimal mungkin dalam menyusun dan menyelesaika
karya ilmiah ini, namun penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih kepada semua pihak yang
telah banyak membantu demi selesainya karya ilmiah ini dan penulis berharap
semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2014
Penulis
vi
ANALISA KEHILANGAN KADAR β-KAROTEN PADA PROSES PEMURNIAN MINYAK SAWIT
ABSTRAK
Telah dilakukan analisa penentuan kadar β-karoten pada sampel proses pemurnian
minyak sawit di PT.SMART Tbk Medan-belawan. Penentuan kadar β-karoten ini
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visible. Hasil analisa
menunjukkan bahwa kadar β-karoten yang diperoleh sesuai dengan standart yang
berlaku yaitu 500 ppm. Kadar β-karoten pada Crude Palm Oil (CPO) adalah
489.34, Bleached Palm Oil (BPO) diperoleh 216.21ppm, Refened Bleached
Deodorized Palm Oil (RBDPO) diperoleh 0,0233ppm, Palm Fatty Acid Distilate
(PFAD) 781 diperoleh 21,704 ppm dan PFAD 751 diperoleh9,857 ppm. Dari hasil
analisa tersebutmenunjukkan bahwa kadar β-karoten banyak hilang selama proses
vii
ANALYSIS OF LOST LEVELS β-CAROTENE in PALM OIL PURIFICATION PROCESS
ABSTRACT
Have analyzed the levels of β-carotene determination on samples of palm oil refining process in Medan-Belawan PT.SMART Tbk. Determination of β -carotene levels was conducted using a UV-Visible spectrophotometry. The results
of the analysis showed that the levels of β-carotene were obtained in accordance
with the applicable standard of 500 ppm. Levels of β-carotene on Crude Palm Oil (CPO) is 489.34, Bleached Palm Oil (BPO) obtained 216.21ppm, Refened Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) obtained 0.0233 ppm, Distilate Palm Fatty Acid (PFAD) obtained 781 21.704 ppm and PFAD diperoleh9 751, 857
ppm. From the results of this analysis showed that the levels of β-carotene many lost during the process of oil refining CPO and most lost occurs at the stage of bleaching.
viii
2.1 Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit 4
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
2.2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit 6
4.1.2. Data Hasil Analisa β-karoten Pada Crude Palm Oil (CPO) 25
4.1.3. Data Hasil Analisa β-karoten PadaBleached Palm Oil(BPO) 25
4.1.4. Data Hasil Analisa β-karoten PadaRefened Bleached
Deodotized Palm Oil (RBDPO) 25
4.1.5. Data Hasil Analisa β-karoten PadaPalm Fatty Acid Distilate
(PFAD) 751 26
4.1.6. Data Hasil Analisa β-karoten PadaPalm Fatty Acid Distilate
(PFAD) 781 26
vi
ANALISA KEHILANGAN KADAR β-KAROTEN PADA PROSES PEMURNIAN MINYAK SAWIT
ABSTRAK
Telah dilakukan analisa penentuan kadar β-karoten pada sampel proses pemurnian
minyak sawit di PT.SMART Tbk Medan-belawan. Penentuan kadar β-karoten ini
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visible. Hasil analisa
menunjukkan bahwa kadar β-karoten yang diperoleh sesuai dengan standart yang
berlaku yaitu 500 ppm. Kadar β-karoten pada Crude Palm Oil (CPO) adalah
489.34, Bleached Palm Oil (BPO) diperoleh 216.21ppm, Refened Bleached
Deodorized Palm Oil (RBDPO) diperoleh 0,0233ppm, Palm Fatty Acid Distilate
(PFAD) 781 diperoleh 21,704 ppm dan PFAD 751 diperoleh9,857 ppm. Dari hasil
analisa tersebutmenunjukkan bahwa kadar β-karoten banyak hilang selama proses
vii
ANALYSIS OF LOST LEVELS β-CAROTENE in PALM OIL PURIFICATION PROCESS
ABSTRACT
Have analyzed the levels of β-carotene determination on samples of palm oil refining process in Medan-Belawan PT.SMART Tbk. Determination of β -carotene levels was conducted using a UV-Visible spectrophotometry. The results
of the analysis showed that the levels of β-carotene were obtained in accordance
with the applicable standard of 500 ppm. Levels of β-carotene on Crude Palm Oil (CPO) is 489.34, Bleached Palm Oil (BPO) obtained 216.21ppm, Refened Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) obtained 0.0233 ppm, Distilate Palm Fatty Acid (PFAD) obtained 781 21.704 ppm and PFAD diperoleh9 751, 857
ppm. From the results of this analysis showed that the levels of β-carotene many lost during the process of oil refining CPO and most lost occurs at the stage of bleaching.
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam yang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi berbagai bahan pangan fungsional. Kelapa sawit
merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dengan
curah hujan 2000nm/tahun dan kisaran suhu 22 –32 °C.Saat ini 5,5 juta Ha lahan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah memproduksi minyak sawit mentah
Crude Palm Oil (CPO) dengan kapasitas minimal 6 ton per tahun dan merupakan
produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia.
(Ketaren,S 2986)
Hasil produksi minyak sawit di Indonesia masih lebih besar dibandingkan
dengan kebutuhan domestik (Pratomodan Negara, 2007). Sementara, industry
minyak sawit di Indonesia masih di dominasi oleh industry kilang minyak sawit
kasar (Crude Palm Oil/CPO) dan minyak intisawit(Palm Kernel Oil/PKO), serta
produk antara berupaRefined Bleached Deodorized(RBD)palm oildan stearin.
Pengembangan industry hilir lainnya belum banyak berkembang hingga
saat ini.Akibatnya, produsen kelapa sawit cenderung untuk melempar produksinya
kepasar internasional dalam bentuk komoditas primer CPO. Melihat fenomena
demikian, industry kelapa sawit Indonesia perlu diperkuat melalui pengembangan
produk-produk hilir minyak sawit yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.
Salah satu produk hilir kelapa sawit yang dapat dikembangkan adalah
2
keunggulan minyak sawit dibandingkan jenis minyak yang lainnya. Minyak sawit
mentah (CPO) memiliki kandungan karotenoid yang tinggi, yaitu berkisarantara
400-500 ppm dalam bentuk senyawaα-, β-, γ-karoten dalam jumlah sekitar 80%.
(Chooet al.,1989)
Komponen karotenoid memiliki nilai biologis yang cukup penting, antara
lain berfungsi sebagai komponen vitamin A, merupakan senyawa anti kanker,
mencegah penuaan dini dan penyakit kardiovaskuler, menanggulangi kebutaan
akibat xeropthalmia, pemusnah radikal bebas, mengurangi penyakit degeneratif,
meningkatkan kekebalan tubuh, dan dapat menurunkanatherosclerosis .
Dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit, karotenoid seringkali
mengalami kerusakan dan kandungannya pada produk akhir menjadi sangat
rendah. Proses pemurnian kelapa sawit yang menggunakan suhu tinggi dan bahan
kimiawi lainnya, menyebabkan kerusakan karotenoid. Kehilangan karotenoid
dalam proses pemurnian minyak kurang diperhatikan oleh industry pengolahan
sawit karena dipengaruhi juga oleh pasar yang menginginkan minyak goreng
dengan warna yang cerah (kuning pucat). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
analisis control kandungan karotenoid sebelumCPO dimurnikan dan diproses
menjadi produk lain. Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti tertarik untuk
melakukan analisis kehilangan kandungan β-karoten pada proses pemurnian CPO
menjadi RBDPO. ( Murakoshi,M.,J. 1989 )
3
1.2. Permasalahan
1. Berapa % kadar kehilanganβ-karoten pada CPO setelah proses refinery
2. Ditahap manakahβ-karoten terpisah pada proses pemurnian minyak CPO
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kadar β-karoten pada Crude Palm Oil (CPO) dan
produk hasil pemurnian minyak sawit Refened Of Bleached
Deodorized Palm Oil (RBDPO),Bleached Palm Oil (BPO) dan
Palm Fatty Acid Distilate(PFAD)
2. Untuk mengetahui tahap kehilangan β-karoten pada CPO setelah
melewati proses Refinary.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun Manfaat Penulisan KaryaIlmiah adalah :
1. Untuk memberikan informasi mengenai pentingnya β-karoten yang
terdapat pada minyak sawit.
2. Untuk memberikan informasi mengenai proses kehilangan kandungan β
5
Pada tahun 1911, kelapa sawit dimulai diusahakan dan dibudidayakan
secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet,
seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit
pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera Utara ( Deli ) dan Aceh.
Semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan,
dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan ( Pirindu Perkebunan PTPN III ).
Perluasan area perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga
minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditaman di Kebun Raya Bogor hingga
sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12 m, dan merupakan kelapa
sawit tertua di Asia tenggara yang berasal dari Afrika ( Darmosarkoro,W.2003 ).
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintahan
kolonial Belanda pad tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit
yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditaman di Kebun Raya Bogor.
Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komresial pd
tahun 1911. Perintis usaha kelapa sawit di Indonesia adalah Adrian Hallet,
seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika.
Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya
kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia
mulai berkembang.
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di pantai timur Sumatera
(Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunanya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai
6
Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengeskpor minyak inti sawit sebesar 850
ton.
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara
Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak
diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor
minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian Negara asing termasuk
Belanda. ( Tim Penulis PS.2007 )
2.2. Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikrap dan 20 persen
buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikrap sekitar 34-40
persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai
komposisi asam lemak seperti pada tabel 2.2.1
Tabel 2.2.1. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti kelapa sawit.
Sumber : ketaren 1986
Asam lemak Minyak kelapa sawit (persen) Minyak inti sawit (persen)
8
1986). Bila lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali, ester terkonversi
menjadi gliserol dan garam dari asam lemak. Reaksi tersebut digambarkan disini
dengan penyabunan gliseril tripalmitat.
Garam (biasanya Natrium) dari asam lemak berantai panjang dinamakan sabun
(Riswiyanto, 2009)
2.3. Asam Lemak
Minyak kelapa sawit kasar mengandung asam lemak dalam jumlah cukup besar.
Asam lemak tersebut berikatan dengan gliserol membentuk gliserida (Corley,
1979). Karena asam-asam lemak terdapat 95% dari berat total molekul gliserida
dan asam-asam lemak tersebut terdiri dari bagian yang reaktif, maka asam-asam
lemak sangat mempengaruhi karakteristik minyak. (Moolayil, 1977)
Asam lemak pada minyak kelapa sawit ada yang mempunyai rantai
dengan ikatan tunggal (saturated/asam lemak jenuh) dan ada yang mempunyai
rantai dengan ikatan rangkap (unsaturated/asam lemak tidak jenuh). Campuran
asam lemak jenuh dan tidak jenuh tersebut dapat dipisahkan dengan cara
fraksinasi. Sifat fisik asam lemak tergantung pada berat molekul dan jenis
9
ikatannya. Salah satu sifat fisik pada asam lemak adalah titik cair. Setiap asam
lemak mempunyai titik cair yang berbeda-beda.
Faktor yang mempengaruhi titik cair asam lemak, antara lain panjang
rantai karbon, jumlah ikatan rangkap, stereoisomerisasi ikatan rangkap, posisi
ikatan rangkap, percabangan asam lemak bebas, posisi asam lemak bebas dalam
trigliserida, bentuk asimetrik, dan asam lemak dengan jumlah atom karbon ganjil
Selain itu, kombinasi asam lemak dalam bentuk monogliserida,
digliserida, maupun trigliserida serta isomer-isomernya juga menyebabkan variasi
titik cair dari asam lemak tersebut (Ketaren, 1986). Titik cair asam lemak pada
umumnya naik dengan semakin panjangnya rantai karbon, tetapi kenaikannya
tidak linier. Titik cair asam lemak turun jika ketidakjenuhannya meningkat. Hal
ini dikarenakan ikatan antarmolekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat akibat
rantai pada ikatan rangkap tidak lurus. Semakin banyak ikatan rangkap, ikatan
semakin lemah sehingga titik cairnya semakin rendah.
(Winarno, 1997 dan Ketaren, 1986)
Dibandingkan dengan asam lemak berkonfigurasi trans, bentuk cis pada
umumnya mempunyai titik cair yang lebih rendah. Hal ini disebabkan secara
geometris, bentuk cis lebih mengubah bentuk keseluruhan asam lemak (dari
10
Minyak sawit memiliki dua komponen asam lemak yang terbesar yaitu
asam palmitat dan asam oleat. Asam palmitat merupakan asam lemak rantai
panjang yang memiliki titik cair (melting point) yang tinggi, yaitu 64°C.
Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan
terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain.
Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan
panjang rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih
rendah dibanding asam palmitat yaitu 14°C (Ketaren, 1986). Sifat lain dari asam
lemak adalah kelarutan. Asam lemak yang berantai pendek dapat larut dalam air.
Akan tetapi, semakin panjang rantai karbon asam-asam lemak, semakin kurang
daya kelarutannya dalam air. Asam lemak dalam bentuk gliserida umumnya tidak
larut dalam pelarut yang mengandung air.
Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang
sama. Karena gliserida bersifat nonpolar, maka akan lebih mudah larut dalam
pelarut organik yang non polar, seperti benzena, eter, kloroform, atau heksana.
Asam-asam lemak tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut organic
dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Sifat kelarutan ini dapat digunakan
sebagai dasar pemisahan asam lemak dengan proses kristalisasi.
(Fardiaz et al., 1992 dan Ketaren, 1986)
11
2.4. Pemurnian Minyak Sawit
Proses pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi
edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk
menghilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas
dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau,
stabilitas daya simpan, dan warna produk.
Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemurnian adalah untuk
merubah minyak kasar/mentah menjadi edible oil yang berkualitas dengan cara
menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang diinginkan
dengan cara yang paling efisien. Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama
proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak
kasar/mentah dari lapangan ke pabrik.
Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk
memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang
telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada dua tipe dasar teknologi
pemurnian yang tersedia untuk minyak:
(i) Pemurnian secara kimia (alkali)
(ii) Pemurnian secara fisik
Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia
yang digunakan dan cara penghilangan asam lemak bebas. Pemurnian secara fisik
tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunaan teknik pemurnian
12
minyak yang dimurnikan dengan cara kimia. Proses deasidifikasi (deodorisasi)
pada proses pemurnian secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut.
Terpisah dari hal tersebut, menurut literatur, metode ini disarankan karena
diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti
minyak sawit. Dengan demikian, pemurnian secara fisik terbukti memiliki
efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit (Nilai Pemurnian < 1.3),
biaya operasi yang lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan
untuk ditangani. Nilai pemurnian (NP) adalah parameter yang digunakan untuk
memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian. Faktor ini tergantung pada
hasil produk dan kualitas dari input yang dihitung seperti berikut ini :
Nilai Pemurnian = %
NP biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian
secara sendiri-sendiri dan pengawasan NP dalam pemurnian biasanya berdasarkan
berat yang dihitung dari pengukuran volumetrik yang disesuaikan dengan suhu
atau menggunakanaccurate cross-checked flow meters.
Secara umum, pemurnian secara kimia memerlukan tahap proses,
peralatan dan bahan kimia yang lebih banyak bila dibandingkan dengan
pemurnian secara fisik. Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia dan
secara fisik digambarkan pada Gambar 2.1 (Hui, 1996).
14
Tindakan fosfat pengemulsi adalah penyebab utama yang menyebabkan
ketidakstabilan oksidatif dari minyak sawit mentah (CPO). Dalam hal ini, minyak
sawit mentah yang masuk pertama kali dipanaskan sampai suhu sekitar 90 ºC-110
ºC sebelum diberikan asam fosfat. Kadar asam fosfat biasa digunakan adalah
dalam kisaran 0,05-0,1% minyak berat dengan konsentrasi asam sekitar 80-85%.
Hal ini dimaksudkan untuk menguraikan fosfatida non-hydratable serta
mengentalkan fosfat dan membuat larut dengan demikian mudah dihilangkan
pada saat pemucatan. Jumlah asam fosfat yang berlebihan perlu dihindari karena
dapat menyebabkan kenaikan asam fosfat dan mungkin akan sulit untuk dihapus
pada saat proses pemurnian selanjutnya.
Selama proses pemucatan di kilang minyak sawit, minyak degummed
diperlakukan dengan menggunakan bleaching earth dan dipanaskan sampai suhu
sekitar 100 ºC sebelum memasuki vakum bleaching. Dosis lempung aktif asam
yang digunakan biasanya dalam kisaran 0,5-2,0% berat dari minyak dan waktu
kontak dengan agitasi kontinyu adalah sekitar 30 menit.
Selama tahap ini, mengidentifikasi logam kompleks seperti besi dan
tembaga, pigmen, fosfat, dan produk oksidasi dihapus oleh efek serap dari
bleaching earth. Setiap sisa dari asam fosfat dikeluarkan selama tahap ini juga.
Minyak dipucatkan kemudian disaring pada filter industri seperti piringan dan
bingkai saringan tekan atau vakum filter daun. (Leong,1992)
15
2.5. Karotenoid
Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah
jingga serta larut dalam minyak. Karena itulah, karotenoid sering dibuat menjadi
konsentrat yang dimanfaatkan sebagai pewarna makanan yang aman dan alami
sekaligus menjadi suplemen provitamin A.
Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0.5%) bersama-sama dengan klorofil
(9.3%) terutama pada bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel
palisade. (Winarno, 1997)
Karena warnanya mempunyai kisaran dari kuning sampai merah, maka deteksi
panjang gelombangnya diperkirakan antara 430–480 nm.
(Schwartz dan Elbe, 1996)
Komponen karotenoid memiliki sifat penyerapan panjang gelombang
tertentu. Pada pelarut yang berbeda, karotenoid akan menyerap panjang
gelombang yang berbeda secara maksimum. Sifat penyerapan ini dijadikan dasar
untuk menentukan jumlah karotenoid secara spektrofotometri.
(Simpson et al., 1987)
PORIM (1995) telah menguji bahwa karotenoid minyak sawit yang
dilarutkan pada heksana mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang
446 nm. Menurut Meyer (1966), karotenoid dibagi atas empat golongan, yaitu: 1)
karotenoid hidrokarbon, C40H56 seperti α, β, dan γ karoten dan likopen; 2)
xantofil dan derivat karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil antara lain
16
mengandung gugus karboksil; dan 4) ester xantofil asam lemak, misalnya
zeasantin.
Karotenoid termasuk senyawa lipida yang tidak tersabunkan, larut dengan
baik dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Ranganna, 1979). Menurut
Meyer (1966) sifat fisika dan kimia karotenoid adalah larut dalam minyak dan
tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, benzena, karbon disulfida dan
petroleum eter, tidak larut dalam dalam etanol dan metanol dingin, tahan terhadap
panas apabila dalam keadaan vakum, peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan
cahaya, dan mempunyai ciri khas absorpsi cahaya. Reaksi oksidasi dapat
menyebabkan hilangnya warna karotenoid dalam makanan.
(Schwartz dan Elbe, 1996)
Reaksi oksidasi karotenoid juga dipicu oleh suhu yang relatif tinggi.
Karotenoid mengalami kerusakan oleh pemanasan pada suhu di atas 60oC
(Naibahi, 1983). Ikatan ganda pada karotenoid menyebabkan percepatan laju
oksidasi karena sinar dan katalis logam, seperti tembaga, besi dan mangan
(Walfford, 1980)
Karotenoid lebih tahan disimpan dalam lingkungan asam lemak tidak
jenuh jika dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh, karena
asam lemak lebih mudah menerima radikal bebas dibandingkan dengan
karotenoid. Sehingga apabila ada faktor yang menyebabkan oksidasi, asam lemak
akan teroksidasi terlebih dahulu dan karotenoid akan terlindungi lebih lama.
17
(Chichester et al., 1970)
β-karoten sering juga disebut anti xerophtalmia karena defisiensi β
-karoten dapat menimbulkan gejala rabun mata. β-karoten dalam minyak sawit
selain merupakan provitamin A juga dapat mengurangi peluang terjadinya
penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, meningkatkan imunitas tubuh,
dan mengurangi terjadinya penyakit degenerative (Muhilal 1991)
Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar β
-karoten menjadi vitamin A (retinal), sehingga β-karoten ini disebut provitamin A.
Mengkonsumsi β-karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi vitamin A
yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi
vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi β-karoten dosis tinggi
dilakukan pada diet intake. (Winarno, 1997)
Menurut Gross (1991), belum terdapat metode standar untuk ekstraksi
karotenoid. Namun untuk mendapatkan hasil yang optimal,sebaiknya digunakan
bahan yang segar, tidak rusak, dan contoh yang digunakan harus terwakili. Selain
itu, ekstraksi dilakukan secepat mungkin untuk mencegah kerusakan akibat
oksidasi. Karena itulah dicoba dilakukan ekstraksi sederhana dengan
menggunakan teknik fraksinasi. Banyak metode lain yang sudah dilakukan untuk
18
2.6. Spektrofotometri
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intesitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbansi. Jadi spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energy secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang.
Kelebihan spektrofotometer dibandingkan dengan fotometer adalah
panjang gelombang sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat
pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar
dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari
berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang
gelombang tertentu. (Khopkar S.M., 1984).
Spekrofotometri UV-Visibe adalah anggota teknik analisis spektroskopik
yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190 - 380 nm)
dan sinar tampak (380–780 nm) dengan memakai instrumen spektrofometer.
Radiasi ultraviolet jauh (100 – 190 nm) tidak dipakai, sebab pada daerah
radiasi tersebut diabsorbansi oleh udara. Adakalanya spektofotometer UV-Visible
yang beredar diperdagangan memberikan rentangan pengukuran panjang
gelombang 780 nm merupakan daerah radiasi inframerah. Oleh sebab itu
pengukuran diatas panjang gelombang 780 nm harus dipakai detektor dengan
kualitas sensitif terhadap radiasi inframerah.
19
Spektrofometer UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar
pada molekul yang dianalisis, sehingga spektofotometer UV-Vis lebih banyak
dipakai untuk analisa kuantitatif dibanding kualitatif.
Spkektofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel
yang berupa larutan gas atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan harus
diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai antara lain :
• Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap
terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna
• Tidak terjadi interaksi molekul dengan senyawa yang dianalisis
• Kemurniannya harus tinggi
Pada umumnya pelarut yang digunakan dalam analisi spektrofotometer
UV-Vis adalah air, etanol, sikloheksana, isopropanol. Namun demikian perlu
diperhatikan absorbsi pelarut yang dipakai daerah UV-Vis yaitu polaritas pelarut
yang dipakai, karena akan sangat berpengaruh terhadap pergeseran spektrum
molekul yang dianalisis.
Panjang gelombang dimana akan terjadi eksitasi elektronik memberikan
absorben yang maksimum sebagai panjang gelombang maksimum. Penentuan
panjang gelombang maksimum yang tetap dapat dipakai untuk identifikasi
molekul bersifat karakteristik sebagai data sekunder. Dengan demikian spektrum
20
Analisis dengan spektofotometer UV-Vis selalu melibatkan pembacaan
absorban radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Keduanya dikenal sebagai
absorben tanpa satuan dan ditransmisikan dalam satuan persen (Mulya, M, 1995).
Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada
promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk
promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.
Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap cahaya dalam
daerah tampak yakni (senyawa bewarna) mempunyai elektron yang lebih mudah
dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV
yang lebih pendek. (Fessenden, 1986)
Pada kenyataan, spektrum UV-Visible yang merupakan korelasi antara
absorbansi (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) bukan
merupakan suatu pita spektrum. Terbentuknya pita spektrum UV-Vis tersebut
disebabkan oleh terjadinya eksitasi elektronik lebih dari suatu macam pada gugus
molekul yang sangat kompleks. (Ibnu ghalib dan Abdul, R,. 2007)
Hukum yang mendasari spektrofotometri adalah hukum Lambert-Beer.
Hukum Lambert-Beer adalah gabungan antara Hukum Lambert dan Beer.
Hukum Lambert : log = ( )
Hukum Beer : log = ( )
Subtitusikan hubungan-hubungan dasar ini kedalam hukum Lambert dan Beer
menghasilkan :
21
log = ( ) dan log = ( )
(Lambert) (Beer)
T = P/Po = -abc
A = Po/P = abc
Dimana : T = Transmitansi
A = Absorbansi
b = Panjang Larutan
c = Konsentrasi Larutan
a = Serapan Molar
Berdasarkan persamaan diatas maka diperoleh gabungan hukum yaitu :
-log T = A = abc
Karena dari hukum Beer, absorbansi adalah berbanding langsung terhadap
konsentrasi, maka log T harus digambarkan terhadap c untuk memperoleh suatu
grafik linier.
-log T =ɛ bc dan A =ɛ bc
Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
Bab 3
BAHAN DAN METODOLOGI
3.1 .Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
- LabuTakar 25 mL Pyrex
- TimbanganAnalitis Mettler
- Alat Spektrofotometer UV-VIS Parkin Elmer
- Cuvvet 10mm
-- Pipet Volume 2 mL Pyrex
- Gelas Beaker 250 mL Pyrex
3.2.Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Persiapan Sampel
- cuvette yang digunakan untuk penentuan tersebut harus dibersihkan dan
dibilas dengan pelarut n-heksana sebelum digunakan sehingga bebas dari
kotoran.
- Larutkan sampel tersebut dengan beberapa milliliter pelarut n-Heksana
dan encerkan sampai garis tanda dan aduk secara merata.
- Bilas quartz kuvet tiga kali dengan larutan uji
- Isi kuvet dengan larutan sampel dan ukur absorbansinya pada λ446 nm.
- Jika larutan tersebut terlalu pekat, (absorbansi > 1.0) encerkan dengan
memipet 2 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan encerkan
- Ukur absorbansi larutan ini pada λ 446 nm. Pengenceran lebih lanjut
mungkin diperlukan untuk nilai kandungan karoten yang tinggi
(absorbansi >1.0).
- Mengoreksi kuvet error dengan mengukur absorbansi pelarut n-Heksana
sebagai blanko pada panjang gelombang yang sama untuk kuvet yang
sama.
- Dilakukan Prosedur yang sama untuk sampel RBDPO, PFAD 751, PFAD
781
Bab 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Data Percobaan
Tabel 4.1.2 Data Hasil Analisa β-karoten pada CPO
Berat Sampel Absorbansi Pada λ 446 β-karoten
0.1267 0.6502 491.37
0.1127 0.5402 459.16
0.1175 0.5825 517.49
Tabel 4.1.3. Data Hasil Analisaβ-karoten pada BPO
Tabel 4.1.4. Data Analisaβ-karoten pada RBDPO
Berat Sampel Absorbansi Pada λ 446 β-karoten
0.1213 0.0023 0.0182
0.1360 0.2409 0.0255
0.1249 0.2558 0.0272
Berat Sampel Absorbansi Pada λ 446 β-karoten
0.1145 0.2602 217.59
0.1127 0.2572 218.51
6
Tabel 4.1.5 Data Analisaβ-karoten pada PFAD 751
No Berat Sampel Absorbansi Pada λ 446 β-karoten
1 0.4705 0.0458 9.320
2 0.4632 0.0512 10.58
3 0.4653 0.0470 9.671
Tabel 4.1.6. Data Analisaβ-karoten pada PFAD 781
No Berat Sampel Absorbansi Pada λ 446 β-karoten
1 0.3413 0.0764 21.433
2 0.3390 0.0741 20.929
3 0.3409 0.0810 22.750
4.1.2. Perhitungan
383 × Aλ 446
Β-karoten = × Volume Labu Takar
Berat Sampel Keterangann :
A : Absorbansi
V.Labu Takar : 0.25
Contoh Perhitungan CPO(Crude Palm Oil) 383 × 0.6502
Β-karoten = × 0.25
0.1276 = 487.90 ppm
Contoh Perhitungan BPO(Bleach Palm Oil) 383 × 0.2602
Β-karoten = × 0.25
0,1145 = 217.59 ppm
8
Dari hasil analisis kandungan β-karoten pada CPO sebelum di refining
diperoleh β-karoten sekitar 489.34 ppm, hal ini sesuai dengan yang diutarakan
oleh Choo et al., 1989 yang menyebutkan bahwa minyak sawit mentah (CPO)
memiliki kandungan karotenoid yang tinggi, yaitu berkisar antara 400-500 ppm
dalam bentuk senyawaα-, β-,γ-karoten dalam jumlah sekitar 80%.
Hasil Analisis Kandungan β-karoten pada sampel tahap Bleaching atau
BPO diperoleh kandungan β-karoten turun menjadi 216.21 ppm hal ini
disebabkan karena pada tahap bleachingmerupakan tahap pemucatan atau tahap
penghilangan warna pada proses pemurnian. Pada industri tahap bleaching
digunakan adsorben sehingga memungkinkan β-karoten juga ikut
teradsorbsi/terserap oleh adsorben yang digunakan dalam peroses pemucatan
tersebut.
Hasil analisis kandungan β-karoten pada produk hasil pemurnian yaitu
RBDPO diperoleh 0,02333 ppm Dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit,
karotenoid seringkali mengalami kerusakan dan kandungannya pada produk akhir
menjadi sangat rendah. Proses pemurnian kelapa sawit yang menggunakan suhu
tinggi dan bahan kimiawi lainnya, menyebabkan kerusakan karotenoid.
Kehilangan β-karoten dalam proses pemurnian minyak kurang
diperhatikan oleh industri pengolahan sawit karena dipengaruhi juga oleh pasar
yang menginginkan minyak goreng dengan warna yang cerah (kuning pucat).
9
600
CPO BPO RPO PFAD 781 PFAD751
ppm β-karoten
Bab 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
- Kadar β-karoten dalam CPO 489.34 ppm, kadar β-karoten pada Bleached Palm Oil (BPO) 216.21 ppm, kadar β-karoten pada Refened Of Bleached
Deodorized Palm Oil (RBDPO) 0,0233 ppm, kadarβ-karoten pada produk
samping hasil RBDPO tahap pertama Palm Fatty Acid Distilate (PFAD)
781 yaitu 21,704 ppm dan tahap kedua PFAD 751 yaitu 9,857 ppm.
- Dari hasil analisa diperoleh kehilanganβ-karoten paling banyak terjadi pada Tahap bleaching atau pada tahap pemucatan minyak sawit pada proses
refining.
5.2. Saran
- Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap α, γ karoten dalam CPOdan
pada sampel lainnya.
- Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemamfaatan lebih lanjutβ
-karoten.
DAFTAR PUSTAKA
Corley, R.H.V. 1979. Palm oil composition and oil palm breeding. Magazine of The IntercorporatedSociaty of Planters, 55 : 467-478.
Chichester, C.D. danMcFeeters. 1970. Pigment Degeneration During Processing and Storage. Di dalam Biochemistry of Fruits and Vegetables. A.C. Hulme (ed.) Vol I. Food Sci and Techn, London.
Choo Y.M.,S.C. Yap,A.S.H.Ong,C.K.Ooi and S.H.Gog.1989. Palm Oil Carotenoid. Chemistry and Technology.Proc.of Int.Plm Oil Cont. PORIM,Kuala Lumpur.
Darmosarkoro,W,. 2003.Lahan Dan Pemupukan Kelapa Sawit.Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Edisi I. Medan
Fessenden. 1986.Kimia Organik. Edisi ketiga. Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Hui, Y.H., 1996,Bailey’s Industrial Oil and Fat Product,Vol 1, John Wiley and Sons, New York.
Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul, R. 2007.Kimia Farmasi Analisisi.Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar
Ketaren, S., 1986, MinyakdanLemakPangan, CetakanPertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Khopkar,SM,. 1984.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta : UI-Press
Leong, W.L,. 1992.The Refining And Fractination of Palm.Bangi : Porim
Meyer, L.H., 1966. Food Chemistry, 4thed. Reinhold Publishing Corp. New York.
Mulja,M. 1995.Analisa Instrumental.Bandung
Murakhosi,M.,J.Takayashu,O. KLMURA. 1989. Inhibitory effect of carotene on neuroblastoma cell line GOTO. J.natl. Cancer Inst,81:1649-1652.
PORIM. 1995. PORIM Test Methods. Palm Oil Research Institute of Malaysia, Kuala Lumpur.
Riswiyanto, S., 2009, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Ranganna, S. 1979. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. Tata Mc. Graw Hill Publ. Co., Limited, New York
Simpson, K.I, S.T.L Tsou, dan C.O Chichester. 1987. Biochemical Methodology for The Assessment of Carotenes. International Vitamin Consultative IVACG
Tim Penulis.PS. 1998, 2007.Kelapa Sawit Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil Dan Aspek Pemasaran.Penebar Swadaya. Jakarta
Walfford, J. 1980. Development in Food Colours.Applied Scince Publisher, Ltd., London.
Winarno, F. G. 1997. Kimia PangandanGizi.PT. GramediaPustakaUtama. Jakarta