• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kehilangan Kadar β-Karoten Pada Proses Pemurnian Minyak Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Kehilangan Kadar β-Karoten Pada Proses Pemurnian Minyak Sawit"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PERSETUJUAN

Judul : Analisa Kehilangan Kadarβ-Karoten Pada Proses Pemurnian Minyak Sawit

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Wiwid Hartono

Nim : 112401001

Program Studi : DIPLOMA III Kimia Industri

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di : Medan, Mei 2014

Diketahui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Dosen Pembimbing,

Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, M.S. Dra. Emma Zaidar Nst, Msi

(4)

iii

PERNYATAAN

ANALISA

KEHILANGAN KADAR β

-KAROTEN PADA

PROSES PEMURNIAN MINYAK SAWIT

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa tygas akhir iniadalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan,

WIWID HARTONO NIM 112401001

(5)

iv

PENGHARGAAN

Bismillaahhirrohmaanirrohiim.

Alhamdulillaahi Robbil aalamiin Penulis ucapkan sebagai suatu ungkapan rasa

syukur kepada Allah SWT yang Maha Esa atas kuasanya yang tetap mencurahkan

berkah, rahmat, nikmat kesehatan jasmani dan rohani, serta taufiq dan hidayahnya

sehingga Penulis dapat menjalani hidup dengan penuh makna dan insyaallah akan

lebih bermakna lagi. Shalawat dan salam Penulis hanturkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah mengemban risalah dan mengalirkan nilai-nilai

islam dalam rangkaian tarbiah kepada seluruh umat. Alhamdulillah tidak habisnya

Penulis ucapkan rasa syukur, Atas ridho Allah SWT Penulis dapat menyelesaikan

Karya Ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya (AMD)

pada program studi Kimia Industri Diploma III di Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Karya Ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan dan pengalaman Penulis

selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. SMART Tbk

BELAWAN pada tanggal 3 Februari sampai dengan 3 Maret 2014. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa KARYA ILMIAH ini masih jauh dari

kesempurnaan karena adanya keterbatasan pada Penulis, baik dari segi

pengetahuan, maupun waktu. Meski demikian Penulis mengharapkan karya ilmiah

ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan semua pihak yang telah membaca karya

ilmiah ini serta dapat bermanfaat bagi Universitas Sumatera Utara.

Pada masa penyelesaian karya ilmiah ini, Penulis telah banyak

mendapatkan dukungan, bantuan dan juga dari berbagai pihak-pihak yang terlibat.

Oleh karena itu, dengan rasa keikhlasan dan kerendahan hati penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :

Allah SWT yang telah memberikan kesehatan sehingga penulis bisa

menyelesaikan tugas akhir ini. Keluarga tercinta, kedua orang tua penulis

Ayahanda Edi Hartono dan Ibunda Armayaninur yang selalu memberikan kasih

sayang dan mendo’akan yang terbaik untuk penulis serta bantuan berupa moril

(6)

v

Msi selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan meluangkan

waktunya kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah ini. Bapak Dr.

Sutarman, MSc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S, selaku ketua

Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara. Ibu Dra. Emma Zaidar, MSc, selaku ketua Program Studi

DIPLOMA III Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara. Seluruh staf pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Khususnya jurusan Kimia yang telah mendidik penulis dalam

menyelesaikan karya ilmiah ini. Kepada Ibu Dr. Melissa Tjeng, MM selaku

pembimbing selama PKL. Sahabat-sahabat penulis Destia saera daulay, Afhami,

Resky, Rufina, Aisyah, Windri, teteh queena beserta bg Rosidi dan semua teman

teman yang tidak bisa disebutkan namanya yang sama-sama berjuang dan banyak

mengeluarkan pikiran untuk membuat karya ilmiah ini dan juga menghibur ke

sesama.

Penulis sudah berupaya semaksimal mungkin dalam menyusun dan menyelesaika

karya ilmiah ini, namun penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari pembaca.

Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih kepada semua pihak yang

telah banyak membantu demi selesainya karya ilmiah ini dan penulis berharap

semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2014

Penulis

(7)

vi

ANALISA KEHILANGAN KADAR β-KAROTEN PADA PROSES PEMURNIAN MINYAK SAWIT

ABSTRAK

Telah dilakukan analisa penentuan kadar β-karoten pada sampel proses pemurnian

minyak sawit di PT.SMART Tbk Medan-belawan. Penentuan kadar β-karoten ini

dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visible. Hasil analisa

menunjukkan bahwa kadar β-karoten yang diperoleh sesuai dengan standart yang

berlaku yaitu 500 ppm. Kadar β-karoten pada Crude Palm Oil (CPO) adalah

489.34, Bleached Palm Oil (BPO) diperoleh 216.21ppm, Refened Bleached

Deodorized Palm Oil (RBDPO) diperoleh 0,0233ppm, Palm Fatty Acid Distilate

(PFAD) 781 diperoleh 21,704 ppm dan PFAD 751 diperoleh9,857 ppm. Dari hasil

analisa tersebutmenunjukkan bahwa kadar β-karoten banyak hilang selama proses

(8)

vii

ANALYSIS OF LOST LEVELS β-CAROTENE in PALM OIL PURIFICATION PROCESS

ABSTRACT

Have analyzed the levels of β-carotene determination on samples of palm oil refining process in Medan-Belawan PT.SMART Tbk. Determination of β -carotene levels was conducted using a UV-Visible spectrophotometry. The results

of the analysis showed that the levels of β-carotene were obtained in accordance

with the applicable standard of 500 ppm. Levels of β-carotene on Crude Palm Oil (CPO) is 489.34, Bleached Palm Oil (BPO) obtained 216.21ppm, Refened Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) obtained 0.0233 ppm, Distilate Palm Fatty Acid (PFAD) obtained 781 21.704 ppm and PFAD diperoleh9 751, 857

ppm. From the results of this analysis showed that the levels of β-carotene many lost during the process of oil refining CPO and most lost occurs at the stage of bleaching.

(9)

viii

2.1 Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit 4

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel

2.2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit 6

4.1.2. Data Hasil Analisa β-karoten Pada Crude Palm Oil (CPO) 25

4.1.3. Data Hasil Analisa β-karoten PadaBleached Palm Oil(BPO) 25

4.1.4. Data Hasil Analisa β-karoten PadaRefened Bleached

Deodotized Palm Oil (RBDPO) 25

4.1.5. Data Hasil Analisa β-karoten PadaPalm Fatty Acid Distilate

(PFAD) 751 26

4.1.6. Data Hasil Analisa β-karoten PadaPalm Fatty Acid Distilate

(PFAD) 781 26

(11)

vi

ANALISA KEHILANGAN KADAR β-KAROTEN PADA PROSES PEMURNIAN MINYAK SAWIT

ABSTRAK

Telah dilakukan analisa penentuan kadar β-karoten pada sampel proses pemurnian

minyak sawit di PT.SMART Tbk Medan-belawan. Penentuan kadar β-karoten ini

dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visible. Hasil analisa

menunjukkan bahwa kadar β-karoten yang diperoleh sesuai dengan standart yang

berlaku yaitu 500 ppm. Kadar β-karoten pada Crude Palm Oil (CPO) adalah

489.34, Bleached Palm Oil (BPO) diperoleh 216.21ppm, Refened Bleached

Deodorized Palm Oil (RBDPO) diperoleh 0,0233ppm, Palm Fatty Acid Distilate

(PFAD) 781 diperoleh 21,704 ppm dan PFAD 751 diperoleh9,857 ppm. Dari hasil

analisa tersebutmenunjukkan bahwa kadar β-karoten banyak hilang selama proses

(12)

vii

ANALYSIS OF LOST LEVELS β-CAROTENE in PALM OIL PURIFICATION PROCESS

ABSTRACT

Have analyzed the levels of β-carotene determination on samples of palm oil refining process in Medan-Belawan PT.SMART Tbk. Determination of β -carotene levels was conducted using a UV-Visible spectrophotometry. The results

of the analysis showed that the levels of β-carotene were obtained in accordance

with the applicable standard of 500 ppm. Levels of β-carotene on Crude Palm Oil (CPO) is 489.34, Bleached Palm Oil (BPO) obtained 216.21ppm, Refened Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) obtained 0.0233 ppm, Distilate Palm Fatty Acid (PFAD) obtained 781 21.704 ppm and PFAD diperoleh9 751, 857

ppm. From the results of this analysis showed that the levels of β-carotene many lost during the process of oil refining CPO and most lost occurs at the stage of bleaching.

(13)

Bab 1

PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang

Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam yang berpotensi untuk

dikembangkan menjadi berbagai bahan pangan fungsional. Kelapa sawit

merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dengan

curah hujan 2000nm/tahun dan kisaran suhu 22 –32 °C.Saat ini 5,5 juta Ha lahan

perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah memproduksi minyak sawit mentah

Crude Palm Oil (CPO) dengan kapasitas minimal 6 ton per tahun dan merupakan

produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia.

(Ketaren,S 2986)

Hasil produksi minyak sawit di Indonesia masih lebih besar dibandingkan

dengan kebutuhan domestik (Pratomodan Negara, 2007). Sementara, industry

minyak sawit di Indonesia masih di dominasi oleh industry kilang minyak sawit

kasar (Crude Palm Oil/CPO) dan minyak intisawit(Palm Kernel Oil/PKO), serta

produk antara berupaRefined Bleached Deodorized(RBD)palm oildan stearin.

Pengembangan industry hilir lainnya belum banyak berkembang hingga

saat ini.Akibatnya, produsen kelapa sawit cenderung untuk melempar produksinya

kepasar internasional dalam bentuk komoditas primer CPO. Melihat fenomena

demikian, industry kelapa sawit Indonesia perlu diperkuat melalui pengembangan

produk-produk hilir minyak sawit yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.

Salah satu produk hilir kelapa sawit yang dapat dikembangkan adalah

(14)

2

keunggulan minyak sawit dibandingkan jenis minyak yang lainnya. Minyak sawit

mentah (CPO) memiliki kandungan karotenoid yang tinggi, yaitu berkisarantara

400-500 ppm dalam bentuk senyawaα-, β-, γ-karoten dalam jumlah sekitar 80%.

(Chooet al.,1989)

Komponen karotenoid memiliki nilai biologis yang cukup penting, antara

lain berfungsi sebagai komponen vitamin A, merupakan senyawa anti kanker,

mencegah penuaan dini dan penyakit kardiovaskuler, menanggulangi kebutaan

akibat xeropthalmia, pemusnah radikal bebas, mengurangi penyakit degeneratif,

meningkatkan kekebalan tubuh, dan dapat menurunkanatherosclerosis .

Dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit, karotenoid seringkali

mengalami kerusakan dan kandungannya pada produk akhir menjadi sangat

rendah. Proses pemurnian kelapa sawit yang menggunakan suhu tinggi dan bahan

kimiawi lainnya, menyebabkan kerusakan karotenoid. Kehilangan karotenoid

dalam proses pemurnian minyak kurang diperhatikan oleh industry pengolahan

sawit karena dipengaruhi juga oleh pasar yang menginginkan minyak goreng

dengan warna yang cerah (kuning pucat). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya

analisis control kandungan karotenoid sebelumCPO dimurnikan dan diproses

menjadi produk lain. Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti tertarik untuk

melakukan analisis kehilangan kandungan β-karoten pada proses pemurnian CPO

menjadi RBDPO. ( Murakoshi,M.,J. 1989 )

(15)

3

1.2. Permasalahan

1. Berapa % kadar kehilanganβ-karoten pada CPO setelah proses refinery

2. Ditahap manakahβ-karoten terpisah pada proses pemurnian minyak CPO

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kadar β-karoten pada Crude Palm Oil (CPO) dan

produk hasil pemurnian minyak sawit Refened Of Bleached

Deodorized Palm Oil (RBDPO),Bleached Palm Oil (BPO) dan

Palm Fatty Acid Distilate(PFAD)

2. Untuk mengetahui tahap kehilangan β-karoten pada CPO setelah

melewati proses Refinary.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun Manfaat Penulisan KaryaIlmiah adalah :

1. Untuk memberikan informasi mengenai pentingnya β-karoten yang

terdapat pada minyak sawit.

2. Untuk memberikan informasi mengenai proses kehilangan kandungan β

(16)
(17)

5

Pada tahun 1911, kelapa sawit dimulai diusahakan dan dibudidayakan

secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet,

seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit

pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera Utara ( Deli ) dan Aceh.

Semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan,

dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan ( Pirindu Perkebunan PTPN III ).

Perluasan area perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga

minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.

Beberapa pohon kelapa sawit yang ditaman di Kebun Raya Bogor hingga

sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12 m, dan merupakan kelapa

sawit tertua di Asia tenggara yang berasal dari Afrika ( Darmosarkoro,W.2003 ).

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintahan

kolonial Belanda pad tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit

yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditaman di Kebun Raya Bogor.

Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komresial pd

tahun 1911. Perintis usaha kelapa sawit di Indonesia adalah Adrian Hallet,

seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika.

Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya

kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia

mulai berkembang.

Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di pantai timur Sumatera

(Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunanya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai

(18)

6

Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengeskpor minyak inti sawit sebesar 850

ton.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami

perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara

Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak

diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor

minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian Negara asing termasuk

Belanda. ( Tim Penulis PS.2007 )

2.2. Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikrap dan 20 persen

buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikrap sekitar 34-40

persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai

komposisi asam lemak seperti pada tabel 2.2.1

Tabel 2.2.1. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti kelapa sawit.

Sumber : ketaren 1986

Asam lemak Minyak kelapa sawit (persen) Minyak inti sawit (persen)

(19)
(20)

8

1986). Bila lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali, ester terkonversi

menjadi gliserol dan garam dari asam lemak. Reaksi tersebut digambarkan disini

dengan penyabunan gliseril tripalmitat.

Garam (biasanya Natrium) dari asam lemak berantai panjang dinamakan sabun

(Riswiyanto, 2009)

2.3. Asam Lemak

Minyak kelapa sawit kasar mengandung asam lemak dalam jumlah cukup besar.

Asam lemak tersebut berikatan dengan gliserol membentuk gliserida (Corley,

1979). Karena asam-asam lemak terdapat 95% dari berat total molekul gliserida

dan asam-asam lemak tersebut terdiri dari bagian yang reaktif, maka asam-asam

lemak sangat mempengaruhi karakteristik minyak. (Moolayil, 1977)

Asam lemak pada minyak kelapa sawit ada yang mempunyai rantai

dengan ikatan tunggal (saturated/asam lemak jenuh) dan ada yang mempunyai

rantai dengan ikatan rangkap (unsaturated/asam lemak tidak jenuh). Campuran

asam lemak jenuh dan tidak jenuh tersebut dapat dipisahkan dengan cara

fraksinasi. Sifat fisik asam lemak tergantung pada berat molekul dan jenis

(21)

9

ikatannya. Salah satu sifat fisik pada asam lemak adalah titik cair. Setiap asam

lemak mempunyai titik cair yang berbeda-beda.

Faktor yang mempengaruhi titik cair asam lemak, antara lain panjang

rantai karbon, jumlah ikatan rangkap, stereoisomerisasi ikatan rangkap, posisi

ikatan rangkap, percabangan asam lemak bebas, posisi asam lemak bebas dalam

trigliserida, bentuk asimetrik, dan asam lemak dengan jumlah atom karbon ganjil

Selain itu, kombinasi asam lemak dalam bentuk monogliserida,

digliserida, maupun trigliserida serta isomer-isomernya juga menyebabkan variasi

titik cair dari asam lemak tersebut (Ketaren, 1986). Titik cair asam lemak pada

umumnya naik dengan semakin panjangnya rantai karbon, tetapi kenaikannya

tidak linier. Titik cair asam lemak turun jika ketidakjenuhannya meningkat. Hal

ini dikarenakan ikatan antarmolekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat akibat

rantai pada ikatan rangkap tidak lurus. Semakin banyak ikatan rangkap, ikatan

semakin lemah sehingga titik cairnya semakin rendah.

(Winarno, 1997 dan Ketaren, 1986)

Dibandingkan dengan asam lemak berkonfigurasi trans, bentuk cis pada

umumnya mempunyai titik cair yang lebih rendah. Hal ini disebabkan secara

geometris, bentuk cis lebih mengubah bentuk keseluruhan asam lemak (dari

(22)

10

Minyak sawit memiliki dua komponen asam lemak yang terbesar yaitu

asam palmitat dan asam oleat. Asam palmitat merupakan asam lemak rantai

panjang yang memiliki titik cair (melting point) yang tinggi, yaitu 64°C.

Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan

terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain.

Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan

panjang rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih

rendah dibanding asam palmitat yaitu 14°C (Ketaren, 1986). Sifat lain dari asam

lemak adalah kelarutan. Asam lemak yang berantai pendek dapat larut dalam air.

Akan tetapi, semakin panjang rantai karbon asam-asam lemak, semakin kurang

daya kelarutannya dalam air. Asam lemak dalam bentuk gliserida umumnya tidak

larut dalam pelarut yang mengandung air.

Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang

sama. Karena gliserida bersifat nonpolar, maka akan lebih mudah larut dalam

pelarut organik yang non polar, seperti benzena, eter, kloroform, atau heksana.

Asam-asam lemak tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut organic

dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Sifat kelarutan ini dapat digunakan

sebagai dasar pemisahan asam lemak dengan proses kristalisasi.

(Fardiaz et al., 1992 dan Ketaren, 1986)

(23)

11

2.4. Pemurnian Minyak Sawit

Proses pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi

edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk

menghilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas

dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau,

stabilitas daya simpan, dan warna produk.

Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemurnian adalah untuk

merubah minyak kasar/mentah menjadi edible oil yang berkualitas dengan cara

menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang diinginkan

dengan cara yang paling efisien. Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama

proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak

kasar/mentah dari lapangan ke pabrik.

Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk

memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang

telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada dua tipe dasar teknologi

pemurnian yang tersedia untuk minyak:

(i) Pemurnian secara kimia (alkali)

(ii) Pemurnian secara fisik

Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia

yang digunakan dan cara penghilangan asam lemak bebas. Pemurnian secara fisik

tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunaan teknik pemurnian

(24)

12

minyak yang dimurnikan dengan cara kimia. Proses deasidifikasi (deodorisasi)

pada proses pemurnian secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut.

Terpisah dari hal tersebut, menurut literatur, metode ini disarankan karena

diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti

minyak sawit. Dengan demikian, pemurnian secara fisik terbukti memiliki

efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit (Nilai Pemurnian < 1.3),

biaya operasi yang lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan

untuk ditangani. Nilai pemurnian (NP) adalah parameter yang digunakan untuk

memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian. Faktor ini tergantung pada

hasil produk dan kualitas dari input yang dihitung seperti berikut ini :

Nilai Pemurnian = %

NP biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian

secara sendiri-sendiri dan pengawasan NP dalam pemurnian biasanya berdasarkan

berat yang dihitung dari pengukuran volumetrik yang disesuaikan dengan suhu

atau menggunakanaccurate cross-checked flow meters.

Secara umum, pemurnian secara kimia memerlukan tahap proses,

peralatan dan bahan kimia yang lebih banyak bila dibandingkan dengan

pemurnian secara fisik. Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia dan

secara fisik digambarkan pada Gambar 2.1 (Hui, 1996).

(25)
(26)

14

Tindakan fosfat pengemulsi adalah penyebab utama yang menyebabkan

ketidakstabilan oksidatif dari minyak sawit mentah (CPO). Dalam hal ini, minyak

sawit mentah yang masuk pertama kali dipanaskan sampai suhu sekitar 90 ºC-110

ºC sebelum diberikan asam fosfat. Kadar asam fosfat biasa digunakan adalah

dalam kisaran 0,05-0,1% minyak berat dengan konsentrasi asam sekitar 80-85%.

Hal ini dimaksudkan untuk menguraikan fosfatida non-hydratable serta

mengentalkan fosfat dan membuat larut dengan demikian mudah dihilangkan

pada saat pemucatan. Jumlah asam fosfat yang berlebihan perlu dihindari karena

dapat menyebabkan kenaikan asam fosfat dan mungkin akan sulit untuk dihapus

pada saat proses pemurnian selanjutnya.

Selama proses pemucatan di kilang minyak sawit, minyak degummed

diperlakukan dengan menggunakan bleaching earth dan dipanaskan sampai suhu

sekitar 100 ºC sebelum memasuki vakum bleaching. Dosis lempung aktif asam

yang digunakan biasanya dalam kisaran 0,5-2,0% berat dari minyak dan waktu

kontak dengan agitasi kontinyu adalah sekitar 30 menit.

Selama tahap ini, mengidentifikasi logam kompleks seperti besi dan

tembaga, pigmen, fosfat, dan produk oksidasi dihapus oleh efek serap dari

bleaching earth. Setiap sisa dari asam fosfat dikeluarkan selama tahap ini juga.

Minyak dipucatkan kemudian disaring pada filter industri seperti piringan dan

bingkai saringan tekan atau vakum filter daun. (Leong,1992)

(27)

15

2.5. Karotenoid

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah

jingga serta larut dalam minyak. Karena itulah, karotenoid sering dibuat menjadi

konsentrat yang dimanfaatkan sebagai pewarna makanan yang aman dan alami

sekaligus menjadi suplemen provitamin A.

Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0.5%) bersama-sama dengan klorofil

(9.3%) terutama pada bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel

palisade. (Winarno, 1997)

Karena warnanya mempunyai kisaran dari kuning sampai merah, maka deteksi

panjang gelombangnya diperkirakan antara 430–480 nm.

(Schwartz dan Elbe, 1996)

Komponen karotenoid memiliki sifat penyerapan panjang gelombang

tertentu. Pada pelarut yang berbeda, karotenoid akan menyerap panjang

gelombang yang berbeda secara maksimum. Sifat penyerapan ini dijadikan dasar

untuk menentukan jumlah karotenoid secara spektrofotometri.

(Simpson et al., 1987)

PORIM (1995) telah menguji bahwa karotenoid minyak sawit yang

dilarutkan pada heksana mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang

446 nm. Menurut Meyer (1966), karotenoid dibagi atas empat golongan, yaitu: 1)

karotenoid hidrokarbon, C40H56 seperti α, β, dan γ karoten dan likopen; 2)

xantofil dan derivat karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil antara lain

(28)

16

mengandung gugus karboksil; dan 4) ester xantofil asam lemak, misalnya

zeasantin.

Karotenoid termasuk senyawa lipida yang tidak tersabunkan, larut dengan

baik dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Ranganna, 1979). Menurut

Meyer (1966) sifat fisika dan kimia karotenoid adalah larut dalam minyak dan

tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, benzena, karbon disulfida dan

petroleum eter, tidak larut dalam dalam etanol dan metanol dingin, tahan terhadap

panas apabila dalam keadaan vakum, peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan

cahaya, dan mempunyai ciri khas absorpsi cahaya. Reaksi oksidasi dapat

menyebabkan hilangnya warna karotenoid dalam makanan.

(Schwartz dan Elbe, 1996)

Reaksi oksidasi karotenoid juga dipicu oleh suhu yang relatif tinggi.

Karotenoid mengalami kerusakan oleh pemanasan pada suhu di atas 60oC

(Naibahi, 1983). Ikatan ganda pada karotenoid menyebabkan percepatan laju

oksidasi karena sinar dan katalis logam, seperti tembaga, besi dan mangan

(Walfford, 1980)

Karotenoid lebih tahan disimpan dalam lingkungan asam lemak tidak

jenuh jika dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh, karena

asam lemak lebih mudah menerima radikal bebas dibandingkan dengan

karotenoid. Sehingga apabila ada faktor yang menyebabkan oksidasi, asam lemak

akan teroksidasi terlebih dahulu dan karotenoid akan terlindungi lebih lama.

(29)

17

(Chichester et al., 1970)

β-karoten sering juga disebut anti xerophtalmia karena defisiensi β

-karoten dapat menimbulkan gejala rabun mata. β-karoten dalam minyak sawit

selain merupakan provitamin A juga dapat mengurangi peluang terjadinya

penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, meningkatkan imunitas tubuh,

dan mengurangi terjadinya penyakit degenerative (Muhilal 1991)

Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar β

-karoten menjadi vitamin A (retinal), sehingga β-karoten ini disebut provitamin A.

Mengkonsumsi β-karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi vitamin A

yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi

vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi β-karoten dosis tinggi

dilakukan pada diet intake. (Winarno, 1997)

Menurut Gross (1991), belum terdapat metode standar untuk ekstraksi

karotenoid. Namun untuk mendapatkan hasil yang optimal,sebaiknya digunakan

bahan yang segar, tidak rusak, dan contoh yang digunakan harus terwakili. Selain

itu, ekstraksi dilakukan secepat mungkin untuk mencegah kerusakan akibat

oksidasi. Karena itulah dicoba dilakukan ekstraksi sederhana dengan

menggunakan teknik fraksinasi. Banyak metode lain yang sudah dilakukan untuk

(30)

18

2.6. Spektrofotometri

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum

dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intesitas

cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbansi. Jadi spektrofotometer

digunakan untuk mengukur energy secara relatif jika energi tersebut

ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang.

Kelebihan spektrofotometer dibandingkan dengan fotometer adalah

panjang gelombang sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat

pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar

dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari

berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang

gelombang tertentu. (Khopkar S.M., 1984).

Spekrofotometri UV-Visibe adalah anggota teknik analisis spektroskopik

yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190 - 380 nm)

dan sinar tampak (380–780 nm) dengan memakai instrumen spektrofometer.

Radiasi ultraviolet jauh (100 – 190 nm) tidak dipakai, sebab pada daerah

radiasi tersebut diabsorbansi oleh udara. Adakalanya spektofotometer UV-Visible

yang beredar diperdagangan memberikan rentangan pengukuran panjang

gelombang 780 nm merupakan daerah radiasi inframerah. Oleh sebab itu

pengukuran diatas panjang gelombang 780 nm harus dipakai detektor dengan

kualitas sensitif terhadap radiasi inframerah.

(31)

19

Spektrofometer UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar

pada molekul yang dianalisis, sehingga spektofotometer UV-Vis lebih banyak

dipakai untuk analisa kuantitatif dibanding kualitatif.

Spkektofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel

yang berupa larutan gas atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan harus

diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai antara lain :

• Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap

terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna

• Tidak terjadi interaksi molekul dengan senyawa yang dianalisis

• Kemurniannya harus tinggi

Pada umumnya pelarut yang digunakan dalam analisi spektrofotometer

UV-Vis adalah air, etanol, sikloheksana, isopropanol. Namun demikian perlu

diperhatikan absorbsi pelarut yang dipakai daerah UV-Vis yaitu polaritas pelarut

yang dipakai, karena akan sangat berpengaruh terhadap pergeseran spektrum

molekul yang dianalisis.

Panjang gelombang dimana akan terjadi eksitasi elektronik memberikan

absorben yang maksimum sebagai panjang gelombang maksimum. Penentuan

panjang gelombang maksimum yang tetap dapat dipakai untuk identifikasi

molekul bersifat karakteristik sebagai data sekunder. Dengan demikian spektrum

(32)

20

Analisis dengan spektofotometer UV-Vis selalu melibatkan pembacaan

absorban radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Keduanya dikenal sebagai

absorben tanpa satuan dan ditransmisikan dalam satuan persen (Mulya, M, 1995).

Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada

promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk

promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.

Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap cahaya dalam

daerah tampak yakni (senyawa bewarna) mempunyai elektron yang lebih mudah

dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV

yang lebih pendek. (Fessenden, 1986)

Pada kenyataan, spektrum UV-Visible yang merupakan korelasi antara

absorbansi (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) bukan

merupakan suatu pita spektrum. Terbentuknya pita spektrum UV-Vis tersebut

disebabkan oleh terjadinya eksitasi elektronik lebih dari suatu macam pada gugus

molekul yang sangat kompleks. (Ibnu ghalib dan Abdul, R,. 2007)

Hukum yang mendasari spektrofotometri adalah hukum Lambert-Beer.

Hukum Lambert-Beer adalah gabungan antara Hukum Lambert dan Beer.

Hukum Lambert : log = ( )

Hukum Beer : log = ( )

Subtitusikan hubungan-hubungan dasar ini kedalam hukum Lambert dan Beer

menghasilkan :

(33)

21

log = ( ) dan log = ( )

(Lambert) (Beer)

T = P/Po = -abc

A = Po/P = abc

Dimana : T = Transmitansi

A = Absorbansi

b = Panjang Larutan

c = Konsentrasi Larutan

a = Serapan Molar

Berdasarkan persamaan diatas maka diperoleh gabungan hukum yaitu :

-log T = A = abc

Karena dari hukum Beer, absorbansi adalah berbanding langsung terhadap

konsentrasi, maka log T harus digambarkan terhadap c untuk memperoleh suatu

grafik linier.

-log T =ɛ bc dan A =ɛ bc

Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang

gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang

(34)

Bab 3

BAHAN DAN METODOLOGI

3.1 .Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

- LabuTakar 25 mL Pyrex

- TimbanganAnalitis Mettler

- Alat Spektrofotometer UV-VIS Parkin Elmer

- Cuvvet 10mm

-- Pipet Volume 2 mL Pyrex

- Gelas Beaker 250 mL Pyrex

3.2.Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

(35)

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Persiapan Sampel

- cuvette yang digunakan untuk penentuan tersebut harus dibersihkan dan

dibilas dengan pelarut n-heksana sebelum digunakan sehingga bebas dari

kotoran.

- Larutkan sampel tersebut dengan beberapa milliliter pelarut n-Heksana

dan encerkan sampai garis tanda dan aduk secara merata.

- Bilas quartz kuvet tiga kali dengan larutan uji

- Isi kuvet dengan larutan sampel dan ukur absorbansinya pada λ446 nm.

- Jika larutan tersebut terlalu pekat, (absorbansi > 1.0) encerkan dengan

memipet 2 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan encerkan

(36)

- Ukur absorbansi larutan ini pada λ 446 nm. Pengenceran lebih lanjut

mungkin diperlukan untuk nilai kandungan karoten yang tinggi

(absorbansi >1.0).

- Mengoreksi kuvet error dengan mengukur absorbansi pelarut n-Heksana

sebagai blanko pada panjang gelombang yang sama untuk kuvet yang

sama.

- Dilakukan Prosedur yang sama untuk sampel RBDPO, PFAD 751, PFAD

781

(37)

Bab 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Data Percobaan

Tabel 4.1.2 Data Hasil Analisa β-karoten pada CPO

Berat Sampel Absorbansi Pada λ 446 β-karoten

0.1267 0.6502 491.37

0.1127 0.5402 459.16

0.1175 0.5825 517.49

Tabel 4.1.3. Data Hasil Analisaβ-karoten pada BPO

Tabel 4.1.4. Data Analisaβ-karoten pada RBDPO

Berat Sampel Absorbansi Pada λ 446 β-karoten

0.1213 0.0023 0.0182

0.1360 0.2409 0.0255

0.1249 0.2558 0.0272

Berat Sampel Absorbansi Pada λ 446 β-karoten

0.1145 0.2602 217.59

0.1127 0.2572 218.51

(38)

6

Tabel 4.1.5 Data Analisaβ-karoten pada PFAD 751

No Berat Sampel Absorbansi Pada λ 446 β-karoten

1 0.4705 0.0458 9.320

2 0.4632 0.0512 10.58

3 0.4653 0.0470 9.671

Tabel 4.1.6. Data Analisaβ-karoten pada PFAD 781

No Berat Sampel Absorbansi Pada λ 446 β-karoten

1 0.3413 0.0764 21.433

2 0.3390 0.0741 20.929

3 0.3409 0.0810 22.750

4.1.2. Perhitungan

383 × Aλ 446

Β-karoten = × Volume Labu Takar

Berat Sampel Keterangann :

A : Absorbansi

V.Labu Takar : 0.25

Contoh Perhitungan CPO(Crude Palm Oil) 383 × 0.6502

Β-karoten = × 0.25

0.1276 = 487.90 ppm

Contoh Perhitungan BPO(Bleach Palm Oil) 383 × 0.2602

Β-karoten = × 0.25

0,1145 = 217.59 ppm

(39)
(40)

8

Dari hasil analisis kandungan β-karoten pada CPO sebelum di refining

diperoleh β-karoten sekitar 489.34 ppm, hal ini sesuai dengan yang diutarakan

oleh Choo et al., 1989 yang menyebutkan bahwa minyak sawit mentah (CPO)

memiliki kandungan karotenoid yang tinggi, yaitu berkisar antara 400-500 ppm

dalam bentuk senyawaα-, β-,γ-karoten dalam jumlah sekitar 80%.

Hasil Analisis Kandungan β-karoten pada sampel tahap Bleaching atau

BPO diperoleh kandungan β-karoten turun menjadi 216.21 ppm hal ini

disebabkan karena pada tahap bleachingmerupakan tahap pemucatan atau tahap

penghilangan warna pada proses pemurnian. Pada industri tahap bleaching

digunakan adsorben sehingga memungkinkan β-karoten juga ikut

teradsorbsi/terserap oleh adsorben yang digunakan dalam peroses pemucatan

tersebut.

Hasil analisis kandungan β-karoten pada produk hasil pemurnian yaitu

RBDPO diperoleh 0,02333 ppm Dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit,

karotenoid seringkali mengalami kerusakan dan kandungannya pada produk akhir

menjadi sangat rendah. Proses pemurnian kelapa sawit yang menggunakan suhu

tinggi dan bahan kimiawi lainnya, menyebabkan kerusakan karotenoid.

Kehilangan β-karoten dalam proses pemurnian minyak kurang

diperhatikan oleh industri pengolahan sawit karena dipengaruhi juga oleh pasar

yang menginginkan minyak goreng dengan warna yang cerah (kuning pucat).

(41)

9

600

CPO BPO RPO PFAD 781 PFAD751

ppm β-karoten

(42)

Bab 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

- Kadar β-karoten dalam CPO 489.34 ppm, kadar β-karoten pada Bleached Palm Oil (BPO) 216.21 ppm, kadar β-karoten pada Refened Of Bleached

Deodorized Palm Oil (RBDPO) 0,0233 ppm, kadarβ-karoten pada produk

samping hasil RBDPO tahap pertama Palm Fatty Acid Distilate (PFAD)

781 yaitu 21,704 ppm dan tahap kedua PFAD 751 yaitu 9,857 ppm.

- Dari hasil analisa diperoleh kehilanganβ-karoten paling banyak terjadi pada Tahap bleaching atau pada tahap pemucatan minyak sawit pada proses

refining.

5.2. Saran

- Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap α, γ karoten dalam CPOdan

pada sampel lainnya.

- Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemamfaatan lebih lanjutβ

-karoten.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Corley, R.H.V. 1979. Palm oil composition and oil palm breeding. Magazine of The IntercorporatedSociaty of Planters, 55 : 467-478.

Chichester, C.D. danMcFeeters. 1970. Pigment Degeneration During Processing and Storage. Di dalam Biochemistry of Fruits and Vegetables. A.C. Hulme (ed.) Vol I. Food Sci and Techn, London.

Choo Y.M.,S.C. Yap,A.S.H.Ong,C.K.Ooi and S.H.Gog.1989. Palm Oil Carotenoid. Chemistry and Technology.Proc.of Int.Plm Oil Cont. PORIM,Kuala Lumpur.

Darmosarkoro,W,. 2003.Lahan Dan Pemupukan Kelapa Sawit.Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Edisi I. Medan

Fessenden. 1986.Kimia Organik. Edisi ketiga. Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Hui, Y.H., 1996,Bailey’s Industrial Oil and Fat Product,Vol 1, John Wiley and Sons, New York.

Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul, R. 2007.Kimia Farmasi Analisisi.Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar

Ketaren, S., 1986, MinyakdanLemakPangan, CetakanPertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Khopkar,SM,. 1984.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta : UI-Press

Leong, W.L,. 1992.The Refining And Fractination of Palm.Bangi : Porim

Meyer, L.H., 1966. Food Chemistry, 4thed. Reinhold Publishing Corp. New York.

Mulja,M. 1995.Analisa Instrumental.Bandung

Murakhosi,M.,J.Takayashu,O. KLMURA. 1989. Inhibitory effect of carotene on neuroblastoma cell line GOTO. J.natl. Cancer Inst,81:1649-1652.

PORIM. 1995. PORIM Test Methods. Palm Oil Research Institute of Malaysia, Kuala Lumpur.

Riswiyanto, S., 2009, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.

Ranganna, S. 1979. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. Tata Mc. Graw Hill Publ. Co., Limited, New York

(44)

Simpson, K.I, S.T.L Tsou, dan C.O Chichester. 1987. Biochemical Methodology for The Assessment of Carotenes. International Vitamin Consultative IVACG

Tim Penulis.PS. 1998, 2007.Kelapa Sawit Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil Dan Aspek Pemasaran.Penebar Swadaya. Jakarta

Walfford, J. 1980. Development in Food Colours.Applied Scince Publisher, Ltd., London.

Winarno, F. G. 1997. Kimia PangandanGizi.PT. GramediaPustakaUtama. Jakarta

Gambar

Tabel 2.2.1. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak intikelapa sawit.
grafik linier.
Tabel 4.1.2 Data Hasil Analisa β-karoten pada CPO
Tabel 4.1.5 Data  Analisa β-karoten pada PFAD 751

Referensi

Dokumen terkait

Agar dapat dilihat pengaruh nyata antara ukuran partikel dan jumlah adsorben terhadap perolehan minyak dan kadar β karoten sebaiknya dilakukan penelitian dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat produk minuman emulsi minyak sawit yang memiliki kandungan β -karoten tinggi dan melakukan analisis teknoekonomi pada

Judul : Produksi Margarin Kaya Β -Karoten Berbasis Minyak Sawit Merah secara Interesterifikasi Enzimatik untuk Mengatasi Defisiensi Vitamin A dalam Upaya Meningkatkan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif metode isolasi karotenoid dari minyak sawit mentah untuk menghasilkan produk isolat β- karoten yang berasal dari

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa β-karoten dari minyak kelapa sawit mentah (Elaeis guineensis Jacq.) menggunakan kromatografi kolom terbuka.. Metode

Karakter rasio mesokarp per buah, rasio minyak per mesokarp segar, rasio kernel per buah dan kandungan β-karoten pada kelapa sawit lebih banyak dikendalikan oleh

untuk mengambil β - karoten dari minyak kelapa sawit dengan proses adsorpsi menggunakan karbon aktif, selain itu untuk mendapatkan model kinetika, isotherm dan

Karakter rasio mesokarp per buah, rasio minyak per mesokarp segar, rasio kernel per buah dan kandungan β-karoten pada kelapa sawit lebih banyak dikendalikan oleh