• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Domba Garut dengan Pakan Limbah Tauge atau Kangkung Kering sebagai Pengganti Rumput

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Domba Garut dengan Pakan Limbah Tauge atau Kangkung Kering sebagai Pengganti Rumput"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU DOMBA GARUT

DENGAN PAKAN LIMBAH TAUGE ATAU KANGKUNG

KERING SEBAGAI PENGGANTI RUMPUT

MONICA CANADIANTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Domba Garut dengan Pakan Limbah Tauge atau Kangkung Kering sebagai Pengganti Rumput adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Monica Canadianti

(4)

ABSTRAK

MONICA CANADIANTI. Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Domba Garut dengan Pakan Limbah Tauge atau Kangkung Kering sebagai Pengganti Rumput. Dibimbing oleh SRI RAHAYU dan MOHAMAD YAMIN.

Domba garut merupakan domba yang banyak dikembangkan di Jawa Barat dan biasanya diberi pakan rumput sebagai sumber energi. Namun, rumput memiliki kualitas yang rendah dan ketersediannya bergantung musim, sehingga perlu pakan alternatif pengganti rumput, seperti limbah tauge dan kangkung kering. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon fisiologis dan tingkah laku domba Garut yang dipengaruhi oleh pakan dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan 9 ekor domba garut jantan I0 dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan pakan yang digunakan meliputi P0 (50% rumput lapang+50% konsentrat), P1 (50% limbah tauge+50% konsentrat), dan P2 (50% kangkung kering+50% konsentrat). Data respon fisiologis dianalisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Tukey, sementara itu data frekuensi tingkah laku harian dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pakan tidak berpengaruh secara nyata (P>0.05) pada denyut jantung dan laju respirasi serta mempengaruhi secara nyata (P<0.05) pada suhu rektal. Sementara itu tidak berpengaruh secara nyata (P>0.05) pada hampir semua tingkah laku kecuali pada tingkah laku istirahat, merawat diri, menjilat benda lain, serta lokomosi pada perlakuan P1 lebih tinggi dibanding P0 dan P2.

Kata kunci: domba garut, kangkung kering, limbah tauge, respon fisiologis, tingkah laku

ABSTRACT

MONICA CANADIANTI. Physiological Response and Behavior of Garut Sheep with Fed Mung Bean Sprout Waste or Dried Kangkung as Grass Subtitutes. Supervised by SRI RAHAYU and MOHAMAD YAMIN.

Garut sheep is commonly reared in West Java and usually fed with grass as the main feed and energy source. However, this grass has low quality and seasonally available, therefore should be an alternative feed such as mung bean sprout waste and dried kangkung. This research aimed to study sheep physiology and behavior as a response to diet and environment. This research used nine garut sheep (I0) with three treatments and replicates. The treatments were P0 (50% grass+50% consentrate), P1 (50% mung bean sprout waste+50% concentrate) and P2 (50% dried kangkung+50% concentrate). Physiological response data were analyzed by analysis of variance (ANOVA) and tested by Tukey post test method, while behavior frequency data were analyzed by Kruskal-Wallis test. Result showed that diet treatment did not affect (P>0.05) the heart and respiration rate, but significantly affected (P<0.05) on rectal temperature. All behaviors parameters were not significantly different (P>0.05) except for resting, grooming, licking strange object, and locomotion were higher in P1 than P0 and P2.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

RESPON FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU DOMBA GARUT

DENGAN PAKAN LIMBAH TAUGE ATAU KANGKUNG

KERING SEBAGAI PENGGANTI RUMPUT

MONICA CANADIANTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Domba Garut dengan Pakan Limbah Tauge atau Kangkung Kering sebagai Pengganti Rumput Nama : Monica Canadianti

NIM : D14090090

Disetujui oleh

Ir Sri Rahayu, MSi Pembimbing I

Dr Ir Moh Yamin, MAgrSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada nabi besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabatnya. Skripsi dengan judul Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Domba Garut dengan Pakan Limbah Tauge atau Kangkung Kering sebagai Pengganti Rumput ini berdasarkan penelitian mulai bulan Januari sampai Maret 2013.

Skripsi ini bertujuan untuk mempelajari respon fisiologis dan tingkah laku yang penting sebagai salah satu indikator awal dari performa ternak. Respon fisiologis dan tingkah laku ini diduga selain dipengaruhi oleh iklim mikro juga dipengaruhi oleh pakan. Pakan yang berupa rumput lapang ketersediaanya mulai terbatas, oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan limbah tauge dan kangkung kering yang diduga mampu menjadi pengganti rumput lapang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Sri Rahayu, MSi selaku dosen pembimbing skripsi serta dosen pembimbing akademik dan Bapak Dr Ir Moh. Yamin, MAgrSc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran, serta kepada dewan penguji sidang Bapak Dr Ir Salundik, MSi, Ibu Ir Anita S Tjakradidjaja, MRurSc, dan Bapak Edit Lesa Aditya, SPt MSc yang telah memberikan masukan untuk menyempurnakan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu dan seluruh keluarga yang selalu memberikan doa restu dan motivasi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan satu tim penelitian (Listya, Ike, Syeh, dan Gayuh), pegawai kandang dan pedagang tauge pasar Bogor yang telah membantu dalam penelitian, sahabat tercinta (Ajul, Een, Kiki, Ria, Syarif, Himma, Ajo, dan Ubay), serta seluruh teman-teman IPTP 46 atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Alat 2

Bahan 3

Prosedur 4

Rancangan Percobaan 5

Peubah yang Diamati 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Keadaan Umum 6

Respon Fisiologis Domba 8

Tingkah Laku Harian Domba 10

SIMPULAN DAN SARAN 12

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan nutrien bahan pakan 4

2 Kandungan nutrien pakan 4

3 Rataan suhu dan kelembaban udara dalam dan luar kandang 7 4 Rataan denyut jantung, laju respirasi dan suhu rektal domba garut

berdasarkan perlakuan pakan 9

5 Rataan frekuensi tingkah laku harian domba berdasarkan perlakuan

pakan 11

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi bahan pakan sebelum dihomogenisasi (a) rumput lapang, (b) limbah tauge, (c) kangkung kering, (d) konsentrat 3 2 Contoh tingkah laku domba selama pengamatan (a) tingkah laku makan,

(b) tingkah laku istirahat 10

3 Tingkah laku menjilat benda lain 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap denyut jantung domba pagi

hari ... 15

2 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap laju respirasi domba pagi hari ... 15

3 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap suhu rektal domba pagi hari ... 15

4 Uji lanjut Tukey perlakuan pakan terhadap suhu rektal domba pagi hari ... 15

5 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap denyut jantung domba siang hari ... 15

6 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap laju respirasi domba siang hari ... 15

7 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap suhu rektal domba siang hari ... 16

8 Uji lanjut Tukey perlakuan pakan terhadap suhu rektal domba siang hari .... 16

9 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap denyut jantung domba sore hari ... 16

10 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap laju respirasi domba sore hari... 16

11 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap suhu rektal domba sore hari ... 16

12 Uji lanjut Tukey perlakuan pakan terhadap suhu rektal domba sore hari ... 16

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dibudidayakan di Indonesia untuk mencukupi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Populasi domba di Indonesia ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Potensi perkembangan populasi domba ini tidak terlepas dari permintaan konsumen yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia dan pening-katan pendapatan. Hal inilah yang mendorong terjadinya peningpening-katan usaha penggemukan domba di Indonesia.

Salah satu komponen dalam usaha penggemukan domba yang penting secara ekonomi adalah pakan. Biaya pakan menjadi biaya produksi terbesar dalam usaha penggemukan domba. Pakan yang biasanya digunakan adalah rumput lapang sebagai sumber serat utama dan konsentrat sebagai penguat. Rumput lapang yang ada di Indonesia ini terdiri dari campuran beberapa jenis rumput lokal memiliki kandungan nutrien yang tergolong rendah. Hal yang harus dilakukan adalah mencari alternatif pakan yang memiliki kualitas dan kuantitas yang cukup bagi ternak.

Alternatif pakan yang dipelajari dalam penelitian ini adalah limbah tauge dan kangkung kering. Kedua pakan ini dikombinasikan dengan konsentrat, se-hingga kecukupan nutrisi bagi ternak akan dicapai. Limbah tauge merupakan ba-gian dari tauge yang tidak dikonsumsi manusia yang memiliki kandungan nutrien yang relatif baik dengan SK 49.44 %, PK 13.63% dan TDN 64.65%, serta ketersediaannya cukup banyak (Ifafah 2012).

Kangkung yang digunakan adalah kangkung yang tidak dikonsumsi manusia yang dikeringkan dan dicacah, sehingga diperoleh pakan dalam bentuk kangkung kering. Kangkung kering ini memiliki kandungan nutrien yang cukup bagus dengan SK 27.64%, PK 11.13% dan TDN 57.8%. Kangkung kering yang digunakan memiliki ketersediaan yang tidak tergantung musim. Penggunaan kangkung kering sebagai pakan ternak itu sendiri sudah banyak dilakukan oleh peternak di daerah Jawa Timur.

Pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi respon fisiologis dan tingkah laku ternak domba. Respon fisiologis dan tingkah laku ternak adalah indikator awal yang menggambarkan produktivitas ternak terhadap perlakuan yang diberikan pada domba. Faktor lain yang berpengaruh terhadap respon fisiologis adalah manajemen dan lingkungan (Awabien 2007). Kondisi ling-kungan dan pakan yang kurang mendukung dapat menyebabkan stress pada domba, yang dapat dilihat dari respon fisiologis dan tingkah laku, dan secara tidak langsung dapat menurunkan produktivitas domba. Oleh karena itu, menejemen pakan dan lingkungan yang baik harus diterapkan agar tidak menimbulkan stress pada ternak.

(12)

2

kangkung kering untuk dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap respon fisiologis dan tingkah laku domba untuk menggantikan rumput lapang sebagai sumber serat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian limbah tauge dan kangkung kering sebagai pengganti rumput lapang terhadap respon fisiologis dan tingkah laku domba. Respon fisiologis domba yang diukur berupa laju denyut jantung, laju respirasi, serta suhu rektal, dan tingkah laku yang diamati adalah tingkah laku harian domba.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian skala laboratorium yang dimaksudkan untuk menguji penggunaaan bahan pakan alternatif limbah tauge dan kangkung kering sebagai pengganti rumput terhadap respon fisiologis dan tingkah laku domba. Adapun ternak percobaan yang digunakan adalah bangsa domba lokal yaitu domba garut dengan jenis kelamin jantan dan berumur I0 (kurang dari satu tahun) yang dipelihara selama dua bulan.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini selama dua bulan yaitu bulan Januari-Maret 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat pakan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Antar Universitas, Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu dengan ukuran 90 x 90 x 100 cm beserta tempat pakan dan tempat minum. Per-alatan lain yang digunakan yaitu timbangan duduk SM dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 10 g, timbangan gantung WeiHeng dengan kapasitas 50 kg dan ketelitian 0.01 g, terpal, gunting, alat suntik, dan termometer bola basah bola kering.

(13)

3 Bahan

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini berupa domba garut yang berjumlah 9 ekor dan berumur kurang dari satu tahun (I0). Rataan bobot awal domba 10.53±2.13 kg dan koefisien keragaman 20%. Domba garut ini diperoleh dari peternakan rakyat dan Mitra Tani Farm yang berada di daerah Tegal Waru, Jawa Barat.

Pakan dan Air Minum

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput lapang yang diperoleh dari padang rumput Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Rumi-nansia Kecil Blok B, limbah tauge diperoleh dari pasar Bogor, kangkung kering diperoleh dari Malang, serta konsentrat komersial dengan komposisi dedak padi, molases, bungkil kelapa, tepung ikan dan jagung yang berasal dari MT Farm. Rasio pemberian pakan antara hijauan dan konsentrat adalah 50:50 berdasarkan bobot kering.

Perlakuan pakan yang terhadap ternak meliputi P0 yang terdiri dari rumput lapang dan konsentrat diberikan dalam bentuk yang terpisah, P1 yang terdiri dari limbah tauge dan konsentrat dan P2 yang terdiri dari kangkung kering dan konsentrat diberikan dalam bentuk yang dihomogenkan secara manual. Kondisi fisik bahan pakan sebelum dihomogenkan dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) rumput lapang (b) limbah tauge

(c) kangkung kering (d) konsentrat

Gambar 1 Kondisi bahan pakan sebelum dihomogenisasi (a) rumput lapang, (b) limbah tauge, (c) kangkung kering, (d) konsentrat

(14)

4

Tabel 1 Kandungan nutrien bahan pakan

Bahan Makanan BK Abu PK SK LK Beta-N

Sumber: 1) Hasil Analisis Laboratorium Pusat Antar Universitas (2013); 2) Ifafah (2012); 3) Hasil Analisis Laboratorium iIlmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (2013).

Kandungan nutrien ketiga jenis perlakuan pakan dapat dihitung dari hasil analisis proksimat kandungan nutrien dari Tabel 1 di atas. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Kandungan nutrien pakan

Jenis Pakan BK Abu PK SK LK Beta-N TDN* menggunakan rumus Hartadi et al. (1993).

Air minum yang digunakan yaitu air bersih yang berasal dari sumur Labora-torium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peter-nakan. Pemberian pakan dan minum ini menggunakan sistem ad libitum.

Prosedur

Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian meliputi persiapan kandang, peralatan, obat-obatan dan pakan. Persiapan kandang meliputi pembersihan kandang dan melengkapi per-alatan yang digunakan dalam penelitian.

Persiapan obat-obatan dan pakan dilakukan untuk memastikan ketersediaan pakan selama penelitian. Domba yang baru datang diberi perlakuan preliminary

selama dua minggu untuk adaptasi. Pelaksanaan Penelitian

(15)

5 dan konsentrat dengan kangkung kering. Pakan ini diberikan setiap 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari pada pukul 07.00 WIB dan 16.00 WIB sedangkan untuk air minum diberikan ad libitum.

Pengukuran fisiologis meliputi pengukuran denyut jantung, laju respirasi, dan suhu rektal dilakukan secara duplo dan sebanyak tiga kali pada minggu ke-1, minggu ke-4, dan minggu ke-8. Pengukuran denyut jantung dan laju respirasi dilakukan dengan bantuan stetoskop, sedangkan suhu rektal diukur dengan termometer. Suhu dan kelembaban kandang diukur setiap hari, yaitu pada pagi hari pukul 07.30 WIB, siang hari pada pukul 13.30 WIB serta sore hari pukul 17.30 WIB.

Pengamatan tingkah laku harian dilakukan dengan menggunakan kamera. Metode yang digunakan adalah ad libitum sampling yaitu dengan mencatat semua tingkah laku yang dilihat dan diperagakan pada waktu pengamatan (Altman 1973). Jumlah domba yang diamati sebanyak 9 ekor. Pengamatan tingkah laku harian dilakukan tiga kali dalam sehari pada pagi hari pukul 06.00-06.45 WIB, siang hari 13.00-13.45 WIB, dan sore hari pukul 17.00-17.45 WIB dengan lama pengamatan masing-masing 5 menit. Pengamatan tingkah laku ini dilakukan secara duplo dalam satu minggu dan dilakukan pada minggu ke-1, minggu ke-4, dan minggu ke-8 penelitian.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan pakan P0, P1 dan P2. Domba garut yang digunakan pada masing-masing perlakuan adalah 3 ekor sebagai ulangan. Model matematika dari rancangan ini menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut:

Yij= μ + Pi+ εij

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan pemberian pakan ke-i pada ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum pengamatan pemberian pakan

Pi = pengaruh pemberian pakan ke-i

Ɛij = pengaruh galat percobaan pemberian pakan ke-i pada ulangan ke-j

i = perlakuan pemberian pakan ke 0, 1 dan 2

j = ulangan ke 1, 2 dan 3

Data respon fisiologis dianalisis dengan menggunakan ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan pemberian pakan, kemudian diuji banding dengan uji Tukey. Data pengamatan tingkah laku dianalisis dengan uji non parametrik Kruskal-Wallis.

Peubah yang Diamati

Respon Fisiologis

Respon fisiologis diamati selama tiga kali, yaitu pada awal, tengah dan akhir penelitian, serta dilakukan secara duplo. Peubah yang diamati antara lain:

(16)

6

menggunakan stetoskop pada dada sebelah kiri dalam waktu satu menit yang diukur dengan stopwatch. Pengukuran denyut jantung ini dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari;

2. Laju respirasi: laju respirasi pada domba diukur dengan cara mendengarkan hembusan nafas domba melalui stetoskop pada bagian rongga dada dalam waktu satu menit yang diukur dengan stopwatch. Pengukuran laju respirasi ini dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari;

3. Suhu rektal: pengukuran suhu rektal domba dilakukan dengan cara memasuk-kan termometer ke dalam anus domba dalam waktu dua sampai tiga menit yang diukur dengan stopwatch. Pengukuran ini dilakukan pada pagi, siang dan sore hari (Ifafah 2012).

Tingkah Laku Harian

Tingkah laku harian diamati dengan menggunakan ad libitum sampling. Pengamatan dilakukan pada awal, tengah, dan akhir penelitian, dan dilakukan secara duplo. Berikut ini peubah yang diamati:

1. Tingkah laku makan ketika domba memasukkan pakan ke dalam mulutnya serta tingkah laku ruminasi yaitu ketika domba memamah kembali makanan dari lambungnya kemudian ditelan kembali;

2. Tingkah laku minum ketika domba memasukkan minum ke dalam mulut-nya;

3. Tingkah laku defekasi ketika domba mengeluarkan kotoran berupa feses; 4. Tingkah laku urinasi ketika domba mengeluarkan kotoran berupa urin; 5. Tingkah laku sosial ketika domba berinteraksi dengan domba lainnya;

6. Tingkah laku istirahat dan tidur ketika domba tidak melakukan aktivitas, yaitu dalam keadaan diam, duduk, atau berdiri tanpa gerakan;

7. Tingkah laku merawat diri ketika domba menggaruk dan menjilat bagian tubuhnya;

8. Tingkah laku menjilat benda lain ketika domba menjilat atau menggigit benda-benda di sekitarnya, seperti kayu dan besi pembatas, atau tempat pakan. 9. Tingkah laku vokalisasi, yaitu ketika domba bersuara;

10. Tingkah laku agonistik ketika domba mengais lantai, menghentakkan kaki, mendengus, dan menanduk;

11. Tingkah laku lokomosi ketika domba bergerak berpindah tempat (Anggraini 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Kondisi Lapang

(17)

7 fisiologis, maupun produktivitas ternak. Unsur iklim mikro yang diukur dalam penelitian ini meliputi suhu dan kelembaban udara di dalam dan di luar kandang. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rataan suhu dan kelembaban udara dalam dan luar kandang

Tempat Waktu Suhu (oC) Kelembaban (%)

Keterangan: Pagi (07.30), Siang (13.30), Sore (17.30)

Terdapat 4 unsur iklim mikro yang dapat mempengaruhi produktivitas secara langsung yaitu suhu, kelembaban udara, radiasi, dan kecepatan angin. Keempat unsur ini dapat menghasilkan indeks dengan pengaruh yang berbeda terhadap ternak (Yani dan Purwanto 2006). Hasil pengukuran dalam penelitian ini menunjukkan bahwa suhu udara pada waktu pagi hari tergolong rendah, kemudian mengalami peningkatan di siang hari, dan kembali menurun pada sore hari.

Tingginya kelembaban udara dikarenakan penelitian ini dilakukan pada musim hujan. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara tersebut tidak jauh berbeda dengan kisaran suhu normal untuk wilayah tropis. Rataan suhu dan kelembaban udara di Indonesia cukup tinggi, yaitu suhu sekitar 24-34 oC dan kelembaban 60% - 90% (Yani dan Purwanto 2006).

Kondisi Domba

Domba garut yang digunakan selama penelitian ini secara umum dalam kondisi sehat, namun selama penelitian terdapat beberapa ekor domba yang mengalami sakit mata dan diare. Kedua penyakit tersebut dapat teratasi karena domba diobati hingga sembuh.

Pertumbuhan Bobot Badan Harian (PBBH) dari domba juga diukur sebagai data pendukung. PBHH domba dengan pakan limbah tauge dan konsentrat paling tinggi kemudian diikuti oleh domba dengan pakan rumput lapang dan konsentrat dan terakhir adalah domba dengan pakan kangkung kering dan konsentrat, dengan nilainya masing-masing berurutan adalah sebesar 26.01 g/ekor/hari, 13.93 g/ekor/hari dan 12.20 g/ekor/hari. PBBH tersebut sangat kecil karena kecukupan nutrisi dari domba belum terpenuhi secara maksimal. Kebutuhan nutrisi domba untuk penggemukan dengan bobot awal 8.7 kg – 15.5 kg agar PBHHnya efisien yaitu PK sebesar 15.09% dan TDN 58.60% (Purbowati et al. 2007).

Kondisi Pakan

(18)

8

satu limbah pasar yang sangat berpotensi untuk digunakan sebagai sumber pakan karena produksi tauge tidak mengenal musim. Limbah tauge yang dihasilkan di kota Bogor sebesar 1.5 ton/hari. Kangkung kering memiliki ketersediaan yang cukup dan tidak tergantung musim karena dalam bentuk kering maka memiliki umur simpan yang lebih panjang. Teknik pengeringan pakan merupakan salah satu upaya pengawetan pakan sederhana, sehingga kontinyuitas ketersediaan pakan dapat terjamin (Nuschati et al. 2010).

Limbah tauge memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein kasar pada rumput lapang. Kandungan protein kasar pada limbah tauge sebesar 13.63%. Protein pada tauge ini terdiri dari asam-asam amino yang baik untuk tubuh. Asam amino yang terkandung dalam tauge meliputi asam amino esensial seperti lisin 4.26 g/16 g N, leusin 8.53 g/16 g N, isoleusin 4.70 g/16 g N, triptofan 1.00 g/16 g N dan valin 5.10 g/16 g N. Selain mengandung beberapa asam amino, tauge memiliki kandungan mineral Na, K, Ca, P, Mg, Fe, dan Mn. Tauge juga memiliki kandungan antinutrisi yang berasal dari biji kacang hijaunya, namun telah mengalami penurunan akibat proses perkecambahan itu sendiri. Kandungan antrinutrisi pada tauge meliputi tripsin inhibitor, hemagglutinin, tanin dan asam pitat (Mubarak 2005).

Kangkung memiliki kandungan protein kasar sebesar 11.13%, yang terdiri dari beberapa asam amino, antara lain asam aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, sistein, valin, metionin, isoleusin, leusin, tirosin, lisin, histidin dan arginin. Kangkung juga mengandung mineral seperti Na, Ca, Mg, Zn, dan Fe (Prasad et al. 2008).

Pakan dalam penelitian ini juga dihitung konsumsi pakannya sebagai data pendukung. Konsumsi harian domba ini dihitung berdasarkan dari bahan kering. Rataan konsumsi harian domba dengan pakan limbah tauge lebih tinggi (472.05±70.81g/ekor/hari) dibandingkan dengan konsumsi domba dengan rumput lapang dan konsentrat (307±22.53 g/ekor/hari) dan konsumsi domba dengan pakan kangkung kering dan konsentrat (277.93±51.29 g/ekor/hari). Konsumsi pakan itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kandungan nutrien pakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah palatabilitas, kandungan energi, protein dan konsentrasi asam amino, komposisi hijauan, temperatur lingkungan, pertumbuhan dan laktasi, serta ukuran metabolik tubuh (Cheeke 1999).

Respon Fisiologis Domba

Respon fisiologis pada domba garut yang diukur dalam pengamatan ini meliputi denyut jantung, laju respirasi dan suhu rektal. Hasil pengukuran respon fisiologis ini dapat dilihat pada Tabel 4. Respon fisiologis merupakan suatu reaksi yang dilakukan oleh setiap sistem hidup terhadap berbagai perubahan yang terjadi pada lingkungannya (Isnaeni 2006). Respon fisiologis terhadap lingkungan ini selalu berubah-ubah sesuai waktu dan tempat. Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu cuaca, nutrisi, dan menejemen (Awabien 2007).

(19)

9 pertumbuhan bobot badan hariannya. Awabien (2007) menyatakan bahwa sema-kin besar ukuran tubuh hewan dapat mempengaruhi respon fisiologis, terutama denyut jantung.

Tabel 4 Rataan denyut jantung, laju respirasi dan suhu rektal domba garut iberdasarkan perlakuan pakan

Peubah Waktu Perlakuan Pakan

P0 P1 P2 50% konsentrat, P2 = 50% kangkung kering + 50% konsentrat

Denyut Jantung

Jantung merupakan organ berongga dengan otot yang mampu mendorong darah ke berbagai bagian tubuh. Jantung berkontraksi secara periodik untuk menjamin kelangsungan sirkulasi darah. Kecepatan jantung dalam berkontraksi imi dipengaruhi oleh saraf, rangsang kimiawi berupa hormon dan perubahan kadar O2 dan CO2, serta rangsangan berupa panas (Isnaeni 2006).

Denyut jantung domba dengan ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Denyut jantung tersebut masih dalam kisaran denyut jantung yang normal. Kisaran denyut jantung domba normal sekitar 60-120 kali tiap menit (Duke 1995). Rataan denyut jantung domba pada P1 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini dikarenakan limbah tauge memiliki kandungan antinutrisi yang dapat mempengaruhi fisiologis domba, khususnya denyut jantung. Kandungan antinutrisi pada kecambah tauge yaitu haemagglutinin, antitripsin, tanin, dan asam phytat (Mubarak 2005). Haemagglutinin ini dapat menyebabkan penggumpalan sel darah, sehingga jantung akan berdenyut lebih cepat untuk mengedarkan darah (Marquadt et al. 1975).

Laju Respirasi

Respirasi merupakan proses pertukaran gas yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan O2 pada ternak. Laju respirasi ini terkait dengan termoregulasi dalam tubuh domba. Sebagian panas dari dalam tubuh domba akan dikeluarkan melalui respirasi. Panas dari tubuh domba sebesar 20% dikeluarkan melalui pernapasan pada domba yang hidup pada suhu 12 oC (Marai et al. 2007).

(20)

10

ini berkaitan dengan konsumsi pakan, terutama sumber energi. Peningkatan konsumsi energi dapat meningkatkan laju pernapasan, karena kebutuhan oksigen meningkat akibat adanya peningkatan metabolisme (Ali 1999). Laju respirasi normal pada domba adalah 26-32 kali tiap menit (Frandson 1992).

Suhu Rektal

Suhu rektal merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk menggambarkan suhu tubuh ternak. Rataan suhu rektal domba dengan pakan rumput lapang dengan konsentrat dan limbah tauge dengan konsentrat pada waktu pagi, siang dan sore hari nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan domba dengan pakan kangkung kering dengan konsentrat. Hal ini dikarenakan kangkung kering dan konsentrat memiliki kandungan energi yang lebih rendah (58.45%) dibandingkan dengan dua pakan lain, sehingga pembentukan panas tubuhnya lebih rendah. Mathius et al. (1996) menyatakan konsumsi energi berpengaruh terhadap metabolisme tubuh, pembentukan protein dan lemak tubuh serta tenaga untuk kegiatan harian.

Kandungan lemak pada kangkung kering dan konsentrat juga lebih besar (4.45%) dibanding pakan lain. Konversi lemak menjadi energi dalam tubuh menghasilkan panas metabolis yang lebih rendah dibandingkan dengan sumber energi yang lain. Lemak mengandung energi yang lebih tinggi daripada karbohidrat dan protein, tetapi mampu menghasilkan panas metabolis yang lebih rendah (Sudarman et al. 2008).

Hasil pengukuran suhu rektal domba garut tersebut masih dalam kisaran suhu rektal yang normal. Marai et al. (2007) menyatakan bahwa domba merupakan ternak yang memiliki kemampuan baik dalam proses homoiotermis. Suhu rektal domba yang normal antara 38.8-39.9 oC.

Tingkah Laku Harian Domba

Tingkah laku harian domba yang diamati pada penelitian meliputi seluruh tingkah laku yang dilakukan oleh domba. Tingkah laku ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan makan, sosial dan ketidaknyamanan. Contoh dari tingkah laku tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) tingkah laku makan (b) tingkah laku istirahat

(21)

11 Tingkah laku harian yang diamati dinyatakan dalam bentuk frekuensi. Rataan frekuensi dari masing-masing domba dengan 3 perlakuan pakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rataan frekuensi tingkah laku harian domba berdasarkan perlakuan pakan

Jenis Tingkah Laku Jenis Pakan

P0 P1 P2

Rataan frekuensi tingkah laku (kali/5menit) Berhubungan dengan Tingkah Laku Makan :

Makan 1.11±0.84 A 1.31±1.40 A 0.87±0.91 A

Minum 0.04±0.19 A 0.09±0.29 A 0.09±0.40 A

Defekasi 0.07±0.26 A 0.13±0.39 A 0.15±0.45 A

Urinasi 0.00±0.00 A 0.02±0.14 A 0.06±0.23 A

Berhubungan dengan Tingkah Laku Sosial :

Sosial 0.02±0.14 A 0.06±0.23 A 0.04±0.19 A

Istirahat 1.91±2.23 B 3.94±3.63 A 2.22±2.49 B

Merawat diri 0.96±1.81 B 1.63±1.85 A 0.87±2.04 B

Berhubungan dengan Ketidaknyamanan :

Menjilat benda lain 0.00±0.00 B 0.81±1.47 A 0.07±0.33 AB

Vokalisasi 0.00±0.00 A 0.41±1.25 A 0.15±0.49A A

Agonistik 0.02±0.14 A 0.06±0.30 A 0.06±0.23A A

Lokomosi 1.02±1.54 B 3.43±3.45 A 0.96±1.47 BA

Keterangan: Angka dengan huruf (A,B) pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). iiP0 = 50% rumput lapang + 50% konsentrat, P1 = 50% limbah tauge + 50% iikonsentrat, P2 = 50% kangkung kering + 50% konsentrat

Tingkah laku yang berhubungan dengan tingkah laku makan meliputi makan, minum, defekasi, dan urinasi. Frekuensi dari semua tingkah laku tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05) dari setiap perlakuan pakan yang diberikan. Frekuensi tingkah laku makan P2 relatif lebih rendah dibandingkan dengan pakan lain. Hal tersebut disebabkan tekstur pakan ini lebih kering dibandingkan dengan P0 dan P1, sehingga palatabilitasnya kurang. Palatabilitas pakan dipenga-ruhi oleh bentuk, bau, rasa, dan tesktur pakan (Anggorodi 1994). Frekuensi tingkah laku makan, minum, defekasi, dan urinasi dari domba dengan perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata (P>0.05) dari domba dengan perlakuan kontrol, berarti domba tersebut memiliki tingkah laku yang normal, dan ketiga jenis pakan dapat saling menggantikan.

Tingkah laku yang berhubungan dengan sosial meliputi tingkah laku sosial, istirahat dan merawat diri. Tingkah laku sosial yang dilakukan domba dengan ketiga perlakuan pakan tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05). Domba merupakan ternak yang hidup secara berkelompok, sehingga akan melakukan aktivitas sosial antara individu yang satu dengan yang lainnya (Anggraini 2012). Frekuensi ting-kah laku istirahat dan merawat diri pada domba P1 nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan P0 dan P2. Frekuensi yang cukup tinggi pada kedua tingkah laku tersebut menunjukkan bahwa ternak dalam keadaan yang nyaman.

(22)

12

dan dapat menurunkan konsumsi pakan (Ali 2006). Tingkah laku merawat diri pada domba dilakukan dengan cara menjilat bulunya dan menggosok-gosok-kan badan ke dinding atau lantai. Tingkah laku merawat diri pada ternak bertujuan untuk merawat bulu dan mengangkat ektoparasit (Tomaszewka et al. 1993).

Tingkah laku yang berhubungan dengan ketidaknyamanan domba meliputi menjilat benda lain, agonistik, dan lokomosi. Tingkah laku ketidaknyamanan pada ternak secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap efisiensi produksi ternak (Hulet 1989). Frekuensi aktivitas menjilat benda lain pada P1 nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan P0. Tingkah laku ini dilakukan oleh domba dengan pakan yang memiliki tekstur yang berbeda. Domba pada umumnya memakan rumput, sehingga pada P0 tidak ditemukan aktivitas menjilat benda lain, sedangkan untuk domba dengan pakan limbah tauge dan kangkung kering ditemukan aktivitas ini. Anggraini (2012) menyatakan bahwa tingkah laku menjilat dan menggigit benda lain timbul karena adanya perbedaan pakan sebelum dan pada saat penelitian. Gambar tingkah laku ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Tingkah laku menjilat benda lain

Tingkah laku vokalisasi pada domba dengan ketiga perlakuan pakan tidak berbeda nyata (P>0.05). Vokalisasi ini dilakukan domba dengan mengeluarkan suara sebagai reaksi terhadap lingkungan. Aktivitas bersuara berfungsi untuk komunikasi antar individu atau untuk menarik pasangannya (Ensminger 1977). Tingkah laku lokomosi pada domba P1 nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan P0 dan P2. Tingkah laku lokomosi dapat meliputi berjalan, berlari dan mengelilingi kandang. Tingginya suatu aktivitas lokomosi berkaitan erat dengan sifat alami hewan, seperti dalam kegiatan mencari makan atau pun melakukan aktivitas lain (Wirdadeti dan Dahrudin 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(23)

13 suhu rektal domba, namun ketiga respon fisiologis tersebut masih dalam kisaran yang normal. Domba dengan ketiga macam perlakuan pakan tersebut memiliki tingkah laku yang tergolong normal dan cenderung dalam kondisi nyaman, Hal ini berarti limbah tauge dan kangkung kering dapat dijadikan sebagai pakan pengganti rumput lapang.

Saran

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan terhadap penggunaan kangkung kering sebagai pakan dengan proporsi yang tepat. Penelitian lanjutan lainnya juga perlu dilakukan untuk mengamati respon fisiologis dan tingkah laku harian serta tingkah laku makan domba.

DAFTAR PUSTAKA

Ali AIM. 1999. Respon fisiologis kambing jantan Peranakan Etawah pada tingkat konsumsi energi dan protein yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ali U. 2006. Pengaruh penggunaan onggok dan isi rumen sapi dalam pakan komplit terhadap penampilan kambing peranakan etawah. Majalah Ilmiah Peternakan. 9(3): 1-10. dengan pemberian pellet yang mengandung limbah tauge dan legum Indigofera sp. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Awabien RL. 2007. Respon fisiologis domba yang diberi minyak ikan dalam bentuk sabun kalsium [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Cheeke PR. 1999. Applied Animal Nutrition: Feeds and Feeding. Ed. ke-2. New Jersey (USA): Prentice Hall, Inc.

Duke NH. 1995. The Physiology of Domestic Animal. New York (US): Comstock Publishing

Ensminger EM. 1977. Animal Science. Illinois (US): The Interstate Printers and Publishers Inc.

Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Hartadi HS, Reksohadiprodjo S, Tillman AD. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

(24)

14

Ifafah, W. W. 2012. Hubungan kondisi fisiologis domba ekor gemuk jantan dan palatabilitas limbah tauge sebagai ransum selama penggemukan [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Marai IFM, El-Darawany AA, Fadiel A, Abdel-Hafez MAM. 2007. Physiological traits as affected by heat stress in sheep. Small Ruminant Research. 71: 1-12. Marquadt RR, McKirdy JA, Ward T, Campbell LD. 1975. Amino acid,

Hemagglutinin, and Trypsin Inhibitor levels and proximate analysis of faba beans, faba beans fractions. Can. J. Anim. Sci. 55: 421-429.

Mathius IW, Martawidjaja M, Wilsn A, Manurung T. 1996. Studi strategi kebutuhan energi-protein untuk domba lokal: fase pertumbuhan. JITV. 2(2): 84-91.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan dan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Ed ke-2. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mubarak AE. 2005. Nutritional composition and antinutritional factors of mung

bean seeds (Phaseolus aureus) as affected by some home traditional processes.

Food Chem. 89: 489-495.

Nuschati U, Utomo B, Prawirodigdo S. 2010. Introduksi daun kering leguminosa pohon sebagai sumber protein dalam pakan-komplit untuk ternak domba dara.

Caraka Tani. 25(1): 55-62.

Prasad KN, Shivamurthy GR, Aradhya SM. 2008. Ipomoea aquatica, an underutilized green leafy vegetable: a review. Int. J. Bot. 4(1): 123-129.

Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budhi SPS, Lestariana W. 2009. Pengaruh pakan komplit dengan kadar protein dan energi yang berbeda pada penggemukan domba lokal jantan secara feedlot terhadap konversi pakan [Makalah Seminar]. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan.

Rahayu S, Wandito DS, Ifafah WW. 2010. Survei potensi limbah tauge di kotamadya Bogor. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sudarman A, Wiryawan KG, Markhamah H. 2008. Penambahan sabun kalsium

dari minyak ikan lemuru dalam ransum: Pengaruhnya terhadap tampilan produksi domba. Med. Pet. 31(3): 166-171.

Wirdadeti, Dahrudin H. 2011. Perilaku harian simpai (Presbytis melalophos) dalam kandang penangkaran. J. Vet. 12(1):136-141.

(25)

15

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap denyut jantung domba pagi hari

SK Db JK KT F P

Perlakuan Pakan 2 27.5 13.7 0.44 0.665

Galat 6 188.4 31.4

Total 8 215.9

Lampiran 2 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap laju respirasi domba pagi hari

SK Db JK KT F P

Perlakuan Pakan 2 8.8 4.4 0.35 0.716

Galat 6 74.7 12.4

Total 8 83.5

Lampiran 3 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap suhu rektal domba pagi hari

SK Db JK KT F P

Perlakuan Pakan 2 1.0215 0.5108 5.93 0.038

Galat 6 0.5170 0.0862

Total 8 1.5386

Lampiran 4 Uji lanjut Tukey perlakuan pakan terhadap suhu rektal domba pagi hari

Pakan N Mean Grouping

P0 3 38.467 AB

P1 3 38.772 A

P2 3 37.956 B

Lampiran 5 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap denyut jantung domba siang hari

SK Db JK KT F P

Perlakuan Pakan 2 26.2 13.1 0.27 0.773

Galat 6 291.9 48.7

Total 8 318.1

Lampiran 6 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap laju respirasi domba siang hari

SK Db JK KT F P

Perlakuan Pakan 2 45.1 22.5 1.46 0.304

Galat 6 92.6 15.4

(26)

16

Lampiran 8 Uji Lanjut Tukey perlakuan pakan terhadap suhu rektal domba siang hari

Pakan N Mean Grouping

P0 3 39.167 A

P1 3 39.272 A

P2 3 38.272 B

Lampiran 9 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap denyut jantung domba sore hari

SK Db JK KT F P

Perlakuan Pakan 2 23.5 11.7 0.2 0.821

Galat 6 345.6 57.6

Total 8 369.1

Lampiran 10 Analisis ragam perlakuan pakan terhadap laju respirasi domba sore hari

Lampiran 12 Uji Lanjut Tukey perlakuan pakan terhadap suhu rektal domba sore ihari

Pakan N Mean Grouping

P1 3 39.4722 A

P0 3 39.1944 A

P2 3 38.5889 B

(27)

17 RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Kondisi bahan pakan sebelum dihomogenisasi (a) rumput lapang, (b)
Tabel 3  Rataan suhu dan kelembaban udara dalam dan luar kandang
Tabel 4  Rataan denyut jantung, laju respirasi dan suhu rektal domba garut
Gambar 2  Contoh tingkah laku domba selama pengamatan (a) tingkah laku
+2

Referensi

Dokumen terkait

DEPARTMENT STUDENTS IN MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA: A CASE STUDY IN SATURDAY ENGLISH.. GATHERING

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model Make A Match dengan media Audio Visual dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada hipotesis pertama independensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pemerintah dengan nilai sebesar 0,006, hasil

Aktivitas/Kegiata n Belajar Siswa untuk Mencapai Kompetensi Teknik dan Bentuk Instrumen Penilaian keberadaannya Pengetahuan Memilikipengetahuanf aktualdankonseptualb

Bagaimanapun juga unsur-unsur Fungsi Ruang, Bentuk dan Ekspresi akan menentukan bagaimana arsitektur dapat meninggikan nilai suatu karya, memperoleh tanggapan serta

Read the following greeting card and answer question number 2.. To inform someone about

Karena sistem pendidikan merupakan bagian penting dari sistem kehidupan maka kurikulum sebenarnya bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem kehidupan yang lebih

Kesimpulan : Electrical Stimulation dapat meningkatkan kekutan otot lengan kiri pada kondisi Plexus Brachialis Injury , Terapi latihan dapat meningkatkan kekutan