KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN SELAR KUNING
Caranx (Selaroides) leptolepis
Cuvier dan Valenciennes YANG
DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN
AJENG KUSUMA PUTRI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Stok Sumber Daya Ikan Selar Kuning Caranx (Selaroides) leptolepis Cuvier dan Valenciennes yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Ajeng Kusuma Putri
ABSTRAK
AJENG KUSUMA PUTRI. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Selar Kuning Caranx (Selaroides) leptolepis Cuvier dan Valenciennes yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten. Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan MENNOFATRIA BOER.
Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) memiliki nilai ekonomis penting sehingga menjadi salah satu sasaran tangkapan nelayan PPN Karangantu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kondisi stok ikan selar kuning di Perairan Teluk Banten. Penelitian dilakukan pada Bulan Mei hingga Agustus 2012. Jumlah ikan yang diambil selama penelitian mencapai 728 ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan selar kuning memiliki pola pertumbuhan isometrik. Ukuran pertama kali matang gonad ikan selar kuning adalah 146 mm dengan puncak pemijahan di bulan Agustus. Laju eksploitasi ikan selar kuning telah melebihi laju eksploitasi optimum sehingga ikan selar kuning di Perairan Teluk Banten diduga telah mengalami tangkap lebih. Pengelolaan yang disarankan adalah melalui pengaturan ukuran mata jaring dogol dan penutupan musim penangkapan untuk mencapai pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan.
Kata kunci: Ikan selar kuning, Kajian stok, PPN Karangantu, Teluk Banten
ABSTRACT
AJENG KUSUMA PUTRI. Fish Stock Assessment of Yellowstripe Scad Caranx (Selaroides) leptolepis Cuvier and Valenciennes landed on PPN Karangantu, Banten. Supervised by LUKY ADRIANTO and MENNOFATRIA BOER.
Yellowstripe scad (Selaroides leptolepis) is an important economic value fish as one of target species by fishermen in PPN Karangantu. The purpose of this research is to assess the condition of yellowstipe scad stocks in the Gulf of Banten. The research was conducted in May to August 2012. Total number of fish taken during the research were 728 individuals. The results showed that the yellowstripe scad have isometric growth pattern. Size at first maturity of yellowstripe scad was 146 mm with peak spawning occurs in August. Yellowstripe scad exploitation rate has exceeded the optimum exploitation rate that yellowstripe scad in the Gulf of Banten allegedly already overfished. Management measure that can be suggested is through setting dogol mesh sizes and fishing season closure to achieve sustainable use of this resources.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN SELAR KUNING
Caranx (Selaroides) leptolepis
Cuvier dan Valenciennes YANG
DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
Judul skripsi : Kajian Stok Sumber Daya Ikan Selar Kuning Caranx (Selaroides) leptolepis Cuvier dan Valenciennes yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten
Nama Mahasiswa : Ajeng Kusuma Putri Nomor Induk : C24090028
Disetujui oleh
Dr Ir Luky Adrianto, MSc Pembimbing I
Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Kajian Stok Sumber Daya Ikan Selar Kuning Caranx (Selaroides) leptolepis Cuvier dan Valenciennes yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Luky Adrianto dan Bapak Mennofatria Boer selaku dosen pembimbing.
2. Bapak M. Mukhlis Kamal selaku dosen penguji.
3. Bapak Charles P.H Simanjuntak selaku pembimbing akademik.
4. Bapak Asep Saepullah dari PPN Karangantu yang telah banyak membantu selama proses pengambilan data.
5. Ayahanda Syamsul Bahri dan Ibunda Aan Nurbani beserta keluarga selaku pemberi motivasi baik secara moril maupun materil.
6. Teman-teman MSP 46 dan Wisma Andaleb 1.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan pengelolaan sumber daya perikanan.
Bogor, juni 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL………...vi
DAFTAR GAMBAR………..vi
DAFTAR LAMPIRAN………..vii
1 PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 1
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
2 METODE ... 2
2.1 Bahan ... 2
2.2 Alat ... 3
2.3 Prosedur Analisis Data ... 4
3 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10
3.1 Hasil ... 10
3.2 Pembahasan ... 22
4 SIMPULAN DAN SARAN ... 27
4.1 Simpulan ... 27
4.2 Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 28
LAMPIRAN ... 30
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ... 7
2 Parameter pertumbuhan ikan selar kuning ... 15
3 Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar kuning ... 20
DAFTAR GAMBAR
1 Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) ... 32 Peta lokasi penelitian ... 4
3 Komposisi hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPN Karangantu ... 10
4 Distribusi frekuensi panjang ikan selar kuning (Selaroides leptolepis)... 11
5 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan selar kuning jantan Mei- Agustus 2012 ... 12
6 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan selar kuning betina Mei- Agustus 2012 ... 13
7 Grafik hubungan panjang bobot ikan selar kuning jantan ... 14
8 Grafik hubungan panjang bobot ikan selar kuning betina ... 14
9 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan selar kuning jantan ... 15
10Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan selar kuning betina ... 16
11Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning jantan pada bulan Mei – Agustus 2012 ... 16
12Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning betina pada bulan Mei – Agustus 2012 ... 17
13Frekuensi ikan selar kuning jantan berdasarkan TKG ... 17
14Frekuensi ikan selar kuning betina berdasarkan TKG ... 18
15Proporsi gonad yang matang ikan selar kuning ... 18
16Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang ikan selar kuning jantan ... 19
17Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang ikan selar kuning betina ... 19
18Peta daerah penangkapan nelayan ikan selar kuning dengan trip harian ... 20
19Peta daerah penangkapan nelayan ikan selar kuning dengan trip mingguan ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ... 30
2 Tabel sebaran frekuensi panjang ikan selar kuning... 31
3 Sebaran kelompok umur ikan selar kuning ... 31
4 Hubungan panjang bobot ikan selar kuning ... 32
5 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan selar kuning ... 32
6 Tingkat kematangan gonad berdasarkan selang kelas panjang ... 33
7 Proporsi gonad matang per selang kelas panjang ... 34
8 Pendugaan mortalitas ikan selar kuning ... 34
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) merupakan ikan pelagis kecil yang bernilai ekonomis penting. Ikan ini banyak dipasarkan dalam bentuk segar maupun olahan seperti ikan asin, kerupuk atau bakso. Ikan selar kuning juga memiliki kandungan protein yang tergolong tinggi yaitu antara 15-20% (Stansby 1982 in Wijayanti 2009), sehingga dapat dijadikan sumber ketahanan pangan. Penyebaran ikan ini meliputi daerah pantai seluruh Indonesia, Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan dan Perairan tropis Australia (Genisa 1999). Ikan ini banyak tertangkap di perairan pantai serta hidup berkelompok sampai kedalaman 80 meter (Djuhanda 1981 in Wijayanti 2009).
Ikan selar kuning banyak ditangkap terutama di Indonesia (www.eol.org 2013), dan salah satu tempat pendaratan ikan selar kuning adalah PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara) Karangantu yang terletak di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Kondisi stok ikan selar kuning saat ini belum diketahui karena belum banyak penelitian mengenai ikan ini. Namun produksi ikan selar kuning di PPN Karangantu dari tahun 2009-2012 cenderung mengalami penurunan (KKP 2012). Hal tersebut mengindikasikan adanya penurunan stok ikan selar kuning di Perairan Teluk Banten yang merupakan daerah penangkapan nelayan PPN Karangantu.
Ikan selar kuning ditangkap secara terus menerus oleh nelayan PPN Karangantu karena banyak diminati masyarakat. Penangkapan secara terus-menerus tersebut dapat mempengaruhi keberadaan dan mengubah stok ikan selar kuning, sehingga perlu adanya pengkajian stok mengenai sumber daya ikan selar kuning yang ditangkap di Perairan Teluk Banten. Pengkajian stok adalah riset yang ditujukan untuk membuat prediksi kuantitatif tentang reaksi dari populasi ikan yang bersifat dinamis terhadap sejumlah alternatif pengelolaan dengan menggunakan sejumlah metode dan penghitungan statistik serta matematik (Widodo 2003). Pengetahuan mengenai stok suatu jenis ikan sangat diperlukan untuk pengelolaannya, terutama untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian (Syahailatua 1993).
1.2 Perumusan Masalah
2
Sumber daya ikan selar kuning dapat tetap lestari apabila dilakukan pengelolaan dengan baik. Agar dapat mengelola sumber daya ikan selar kuning diperlukan informasi mengenai kajian stok sumber daya ikan selar kuning di Perairan Teluk Banten. Informasi mengenai keadaan stok sumber daya ikan selar kuning dapat berupa sebaran kelompok umur, pola pertumbuhan, TKG (Tingkat Kematangan Gonad) serta laju mortalitas dan eksploitasi. Informasi tersebut dapat berguna bagi pengelolaan sumber daya ikan selar kuning yang lestari dan berkelanjutan.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status stok ikan selar kuning di Perairan Teluk Banten melalui pendekatan pola pertumbuhan, TKG, mortalitas dan laju eksploitasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi biologi bagi pengelolaan perikanan khususnya di PPN Karangantu. Informasi biologi yang dapat diperoleh berupa kisaran ukuran panjang ikan selar kuning yang tertangkap, pola pertumbuhan serta parameter pertumbuhan ikan selar kuning serta TKG ikan selar kuning. Informasi mengenai mortalitas dan laju eksploitasi juga dapat dijadikan landasan bagi pengelolaan penangkapan ikan selar kuning. Secara keseluruhan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberadaan stok ikan selar kuning yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten sehingga pengelolaan yang dilakukan dapat melestarikan sumber daya ikan selar kuning dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat nelayan di PPN Karangantu.
2 METODE
2.1 Bahan
3 Kingdom : Animalia
Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub ordo : Perciformes Famili : Carangidae Genus : Caranx
Subgenus : Selaroides
Spesies : Caranx (Selaroides) leptolepis Cuvier &Valenciennes Nama umum : Yellowstripe Scad
Nama lokal : Selar (Jakarta), Selar kuning (Banten)
Gambar 1 Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis)
Bentuk tubuh ikan selar kuning lebih kecil daripada ikan selar yang lain. Panjang tubuh ikan ini sampai dengan 16 cm. Jenis ikan ini ditandai dengan garis lebar berwarna kuning dari mata sampai ekor. Sirip punggung ikan selar kuning terpisah dengan jelas, bagian depan disokong oleh jari keras dan banyak jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dua dengan lekukan yang dalam. Sirip perut terletak di bawah sirip dada. Ikan selar termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat. (Djuhanda 1981 in Wijayanti 2009).
2.2 Alat
4
2.3 Prosedur Analisis Data
2.3.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer ikan selar kuning diperoleh dari metode penarikan contoh acak sederhana (PCAS) terhadap ikan yang didaratkan di PPN Karangantu, Kota Serang, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diambil berjumlah 40-120 ekor tergantung kelimpahan ikan pada tiap waktu pengambilan dengan selang waktu pengambilan contoh 13 hari mulai dari tanggal 27 Mei 2012 sampai 27 Agustus 2012. Ikan contoh yang telah diambil kemudian diukur panjang total dan ditimbang bobot basahnya di lokasi pelelangan. Data primer untuk tujuan pengelolaan perikanan diperoleh dengan cara mewawancarai nelayan yang menangkap ikan selar kuning. Adapun jumlah nelayan yang diwawancarai adalah 20 orang dengan metode pengambilan contoh secara sengaja (purposive sampling). Berikut adalah peta lokasi penelitian.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
2.3.2 Sebaran Frekuensi Panjang
Sebaran frekuensi panjang dapat ditentukan dengan menggunakan data panjang total ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) yang didaratkan di PPN Karangantu, Serang, Banten. Analisis sebaran frekuensi panjang dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
5 3. Menentukan frekuensi tiap kelas dengan memasukkan data panjang
masing-masing ikan contoh ke dalam selang kelas yang ditentukan. Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang yang sama akan diplotkan ke dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebut dapat dilihat sebaran kelas panjang setiap pengambilan contoh. Grafik menggambarkan jumlah kelompok umur dari ikan contoh. Jika terdapat beberapa modus dari suatu sebaran frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kelompok umur.
2.3.4 Identifikasi Kelompok Ukuran
Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan selar kuning. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan salah satu metode yang terdapat di dalam program FISAT II (FAO-ICLARM Stok Assesment Tool) yaitu metode NORMSEP (Normal Separation). Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata panjang dan simpangan baku.
Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i
(i = 1, 2, …, N), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah
2.3.5 Hubungan Panjang Bobot
Apabila panjang ikan diplotkan dengan bobotnya sendiri, maka diperoleh hubungan antara panjang dan bobot. Bobot ikan bervariasi seiring dengan pangkat dari panjangnya, atau hubungan ini hampir mengikuti hukum kubik, yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya (Effendie 2002).
6 atau
Log W = log a + b log L (3)
Dengan W adalah bobot ikan dalam gram, L adalah panjang ikan dalam milimeter (mm) dan a/b adalah konstanta.
Korelasi parameter dari hubungan panjang bobot dapat dilihat dari nilai konstanta b (sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter) yaitu dengan hipotesis:
1. Jika nilai b = 3, pertumbuhan ikan seimbang antara pertambahan panjang dan pertambahan bobotnya (isometrik).
2. Jika nilai b ≠ 3, pertumbuhan ikan dikatakan Allometrik :
a. Jika nilai b < 3, pertambahan Panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobotnya (Allometrik negatif).
b. Jika nilai b > 3, pertambahan bobot lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan panjang (Allometrik positif)
2.3.6 Parameter Pertumbuhan (L∞, k, dan t0)
Pertumbuhan dapat diestimasi menggunakan model pertumbuhan von Bertalanffy (Sparre &Venema 1999):
[ ] (4)
Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ dilakukan dengan menggunakan plot Ford Walford yang diturunkan dari model von Bertalanffy. Untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi :
[ ] (5)
Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol. Kemudian kedua rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh persamaan :
[ ][ ] (6)
atau
[ ] (7)
Berdasarkan persamaan di atas dapat diduga dengan persamaan regresi linier , jika Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-K dan titik potong dengan absis sama dengan L∞[1 – e-K]. Dengan demikian, nilai K dan L∞ diperoleh dengan cara:
7 dan
(9)
Pendugaan nilai t0 (umur teoritis undur-undur laut pada saat panjang sama dengan nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1984) in Sparre & Venema (1999):
Log (-t0) = 0,3922 - 0,2752 (log L∞) – 1,0380 (log K) (10)
2.3.7 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Penentuan TKG dilakukan secara morfologi dengan modifikasi dari Cassie
in Effendie (1979). Berikut adalah tabel klasifikasi kematangan gonad berdasarkan morfologinya.
Tabel 1 Klasifikasi Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
TKG BETINA JANTAN
I
Ovary seperti benang, panjang sampai ke depan tubuh, warna jernih permukaan licin
Testes seperti benang, lebih pendek, ujungnya di rongga tubuh, warna jernih
II Ukuran lebih besar, pewarnaan gelap kekuningan, telur belum terlihat jelas
Ukuran testes lebih besar, pewarnaan putih susu, bentuk lebih jelas dari TKG I
III
Ovary berwarna kuning, secara morfologi telur sudah terlihat butirnya dengan mata
Permukaan testes Nampak bergerigi, warna makin putih, dalam keadaan diawetkan mudah putus
IV
Ovary makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan, butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2 - 2/3 rongga tubuh, usus terdesak
Seperti TKG III tampak lebih jelas, testes semakin pejal dan rongga tubuh semakin penuh, warna putih susu.
V Ovary berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat pelepasan
Testes bagian belakang kempis dan bagian dekat pelepasan masih terisi
Sumber : Cassie in Effendie (1979)
Penentuan panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) diperoleh dengan menggunakan sebaran frekuensi proporsi gonad yang telah matang (King 1995). Persamaan proporsi tingkat kematangan gonad terhadap panjang ikan adalah sebagai berikut.
Keterangan:
P = Proporsi gonad yang telah matang pada selang kelas tertentu (%) r = Kemiringan kurva sigmoid
L = Panjang rata-rata pada selang kelas tertentu (mm) Lm = Panjang pertama kali matang gonad
8
( )
Misalkan L = xi; ln[(1/p)-1] = yi; -r = b1 dan rLm = b0 maka persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi y = b0 + b1x sehingga r = - b1 dan Lm = b0/r.
2.3.8 Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1 : Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan
inverse persamaan von Bertalanffy.
( )
Langkah 2 : Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L1 ke L2.
( )
Langkah 3 : Menghitung waktu panjang rata-rata.
( )
Langkah 4 : Menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinierkan yang dikonversikan ke panjang.
Persamaan di atas adalah bentuk persamaan linear dengan kemiringan (b) = -Z Untuk laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut:
Keterangan :
M = Mortalitas alami
9 t0 = Umur ikan pada saat panjang 0
T = Rata-rata suhu permukaan air (oC)
Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol ikan dikalikan dengan nilai 0,8 sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti ikan selar kuning nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah:
Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan:
Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1982 in Fadlian 2012):
2.3.9 Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan
Analisis spasial sederhana merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui daerah sebaran penangkapan ikan selar kuning yang didaratkan di PPN Karangantu. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan daerah sebaran penangkapan ikan selar kuning adalah sebagai berikut:
1. Penentuan banyaknya jumlah responden (nelayan yang akan diwawancara mengenai daerah penangkapan ikan selar kuning.
2. Pembuatan peta dasar dari lokasi penelitian.
3. Pembuatan plot-plot lokasi penangkapan ikan selar kuning dalam bentuk spasial ke peta dasar, berdasarkan data dari pendekatan partisipatif (parcipatory approach).
4. Formulasi peta daerah penangkapan.
2.3.10 Identifikasi Partisipatif Tujuan Pengelolaan
Perspektif nelayan terhadap tujuan pengelolaan dapat diketahui melalui wawancara. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai tujuan pengelolaan dengan memberikan skor antara 1 – 5. Berikut adalah contoh pertanyaan yang diajukan terhadap nelayan.
Pertanyaan Tidak penting → Sangat penting Skor
Menurut bapak seberapa penting tujuan pengelolaan perikanan untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan ?
10
Contoh pertanyaan di atas diajukan terhadap nelayan, kemudian nelayan akan memberikan skor dari 1 sampai 5. Skor yang diberikan oleh nelayan akan berbeda-beda tergantung pada persepsi nelayan tersebut terhadap pentingnya pengelolaan. Data kuesioner selengkapnya disajikan pada Lampiran 9.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Kondisi Perikanan Selar Kuning di PPN Karangantu
Berdasarkan hasil pengamatan, ikan-ikan yang didaratkan di PPN Karangantu terdiri dari cumi-cumi, sotong, ikan kembung, kuniran, peperek, kurisi, teri, gulamah, tembang, lemuru, selar dan ikan lainnya. Ikan yang dominan di daratkan di PPN Karangantu adalah jenis ikan pelagis kecil. Gambar 3 merupakan diagram yang memperlihatkan komposisi ikan yang didaratkan di PPN Karangantu.
Gambar 3 Komposisi hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPN Karangantu (2012)
11
3.1.2 Sebaran Frekuensi Panjang
Ikan selar kuning yang diamati dari tanggal 27 Mei 2012 sampai 27 Agustus 2012 sebanyak 728 ekor dengan jumlah ikan jantan 445 ekor dan ikan betina 178 ekor. Panjang total ikan yang diperoleh selama pengamatan berkisar antara 86 mm – 180 mm. Berdasarkan hasil pengelompokkan ke dalam kelas panjang diperoleh 11 kelas panjang dengan interval kelas 9 mm. Gambar 4 merupakan gambaran distribusi frekuensi panjang total bagi ikan selar kuning.
Gambar 4 Distribusi frekuensi panjang ikan selar kuning (Selaroides leptolepis)
3.1.3 Kelompok Ukuran
Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan selar kuning. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) dengan menggunakan program FISAT II. Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata panjang dan simpangan baku. Gambar 5 dan Gambar 6 merupakan hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan selar kuning.
Gambar 5 merupakan pergeseran modus frekuensi panjang bagi ikan selar kuning jantan. Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa telah terjadi pergeseran modus ke arah kanan yang menggambarkan terjadinya pertumbuhan pada ikan selar kuning jantan.Gambar 6 merupakan pergeseran modus frekuensi panjang bagi ikan selar kuning betina. Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa telah terjadi pergeseran modus ke arah kanan yang menggambarkan terjadinya pertumbuhan pada ikan selar kuning betina.
Terdapat garis putus-putus pada gambar 5 dan gambar 6 yang menghubungkan antara modus frekuensi panjang di waktu yang berbeda. Digunakannya garis putus-putus tersebut adalah karena ikan-ikan pada kelompok umur tersebut diduga merupakan ikan dari kohort yang sama. Adapun hasil analisis kelompok ukuran ikan selar kuning berupa nilai tengah, standar deviasi (SD), dan indeks separasi disajikan dalam Lampiran 3.
12
13
14
3.1.4 Hubungan Panjang Bobot
Hubungan panjang bobot merupakan salah satu parameter penting untuk mengetahui pertumbuhan baik populasi maupun stok. Melalui hubungan panjang bobot dapat diketahui pola pertumbuhan ikan selar kuning. Pola pertumbuhan ikan dapat berupa isometrik maupun alometrik tergantung dari nilai b yang diperoleh dari hubungan panjang bobot. Grafik hubungan panjang bobot ikan selar kuning disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 7 Grafik hubungan panjang bobot ikan selar kuning jantan
Gambar 8 Grafik hubungan panjang bobot ikan selar kuning betina
Berdasarkan hasil analisis diperoleh persamaan pertumbuhan ikan selar kuning jantan adalah W=0,000007L3,1366 dengan koefisien determinasi 84,48 %. Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan selar kuning jantan adalah isometrik. Sementara persamaan pertumbuhan ikan selar kuning betina adalah W=0,000004L3,2345 dengan koefisien determinasi 76,60 %. Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan selar kuning betina adalah isometrik (b=3). Pola pertumbuhan isometrik berarti pertumbuhan bobot ikan sama dengan pertumbuhan panjang ikan (Effendie 2002).
15
3.1.5 Parameter Pertumbuhan (L∞, K, dan t0)
Hasil analisis mengenai parameter pertumbuhan berupa koefisien pertumbuhan (K), panjang asimtotik (L∞), dan umur teoritis ikan pada saat panjang ikan nol (t0) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Parameter pertumbuhan ikan selar kuning
Parametr Nilai
Jantan Betina
L∞ (mm) 245,50 209,43
K (bulan-1) 0,34 0,36
t0 (bulan) -0,27 -0,27
Berdasarkan Tabel 2 diperoleh persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy untuk ikan selar kuning jantan sebagai berikut:
Lt = 245,50 (1 – e-0,34(t+0,27))
Persamaan untuk ikan selar kuning betina adalah sebagai berikut: Lt = 209,43 (1 – e-0,36(t+0,27))
Berdasarkan parameter pertumbuhan yang diperoleh dapat disajikan dalam bentuk kurva pertumbuhan Von Bertalanffy dengan cara memplotkan umur dan panjang total ikan. Adapun grafik pertumbuhan Von Bertalanffy adalah sebagai berikut (Gambar 9 dan Gambar 10).
16
Gambar 10 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan selar kuning betina
3.1.6 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad merupakan tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Berikut merupakan diagram yang memperlihatkan tingkat kematangan gonad ikan pada setiap pengambilan contoh.
17
Gambar 12 Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning betina pada bulan Mei – Agustus 2012
Ikan selar kuning yang diperoleh selama penelitian dibagi menjadi empat tingkat kematangan gonad, yaitu TKG I, II, III, dan IV. Presentase tingkat kematangan gonad ikan selar kuning pada setiap pengambilan waktu berbeda-beda baik pada ikan jantan maupun betina. Berdasarkan Gambar 11 ikan jantan dengan TKG IV mulai terdapat pada bulan Juli hingga Agustus, sama halnya dengan ikan betina (Gambar 12). Adapun diagram yang menunjukkan frekuensi ikan yang tertangkap berdasarkan tingkat kematangan gonadnya dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14.
18
Gambar 14 Frekuensi ikan selar kuning betina berdasarkan TKG
Ikan selar kuning jantan banyak tertangkap pada TKG I (Gambar 13), sedangkan ikan selar kuning betina banyak tertangkap pada TKG II (Gambar 14). Adapun proporsi gonad ikan selar kuning yang telah matang gonad disajikan di bawah ini.
Gambar 15 Proporsi gonad yang matang ikan selar kuning
Panjang pertama kali ikan selar kuning matang gonad terjadi saat P = 50% yaitu 146 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari semua ikan selar kuning dengan panjang total 146 mm, 50% berpeluag telah matang gonad.
19
3.1.7 Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Pendugaan mortalitas total (Z) ikan selar kuning diperoleh dari kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang yang digambarkan pada kurva di bawah ini (Gambar 16 dan Gambar 17).
Gambar 16 Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang ikan selar kuning jantan
( titik yang digunakan dalam analisis regresi menduga Z)
Gambar 17 Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang ikan selar kuning betina
( titik yang digunakan dalam analisis regresi menduga Z)
20
Tabel 3 Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar kuning
Parameter Nilai (per tahun)
Jantan Betina
Laju Mortalitas Total (Z) 1,9496 1,8740
Laju Mortalitas Alami (M) 0,4079 0,4368
Laju Mortalitas Penangkapan (F) 1,5417 1,4372
Laju Eksploitasi (E) 0,7908 0,7669
Laju mortalitas total (Z) ikan selar kuning jantan adalah 1,9496 per tahun sementara ikan betina adalah 1,8740 per tahun. Sedangkan laju eksploitasi ikan selar kuning jantan adalah 0,7908 per tahun dan ikan betina adalah 0,7669 per tahun.
3.1.8 Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan
Pemetaan partisipatif daerah penangkapan (Analisis fishing ground) dilakukan untuk mengetahui dari perairan mana ikan tersebut di tangkap. Daerah penangkapan diperoleh dengan mewawancarai nelayan yang menangkap ikan selar kuning. Terdapat dua jenis nelayan yang menangkap ikan selar kuning berdasarkan lamanya trip yaitu trip harian dan trip mingguan. Wawancara dilakukan selama 15 hari dan dilakukan pada nelayan yang sama setiap harinya. Berikut merupakan peta daerah penangkapan dari ikan selar kuning berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan yang menangkap ikan selar kuning.
21
Gambar 19 Peta daerah penangkapan nelayan ikan selar kuning dengan trip mingguan
3.1.9 Tujuan Pengelolaan Perikanan
Tujuan pengelolaan perikanan didasarkan pada kelestarian sumber daya ikan, ekonomi dan sosial. Sangat penting untuk mengetahui pandangan nelayan terhadap tujuan-tujuan pengelolaan tersebut sehingga pengelolaan dapat dilakukan dengan baik. Berikut adalah hasil wawancara terhadap 20 orang nelayan mengenai pandangan mereka terhadap tujuan pengelolaan (Gambar 20). Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat bahwa nelayan memang masih kurang mementingkan kelestarian sumber daya perikanan.
Gambar 20 Persepsi nelayan di PPN Karangantu terhadap tujuan pengelolaan
0 1 2 3 4 5
Sosial Ekonomi Kelestarian SDI
Tidak penting → Sangat penting
T
u
ju
a
n
p
en
g
el
o
la
a
n
22
3.2 Pembahasan
3.2.1 Sebaran Frekuensi Panjang
Ikan selar kuning contoh adalah sebanyak 728 ekor dengan jumlah ikan jantan 445 ekor dan ikan betina 178 ekor. Dari hasil yang diperoleh dapat terlihat bahwa secara keseluruhan frekuensi maksimum terdapat pada selang kelas 122-130 mm dengan jumlah frekuensi sebesar 210 ekor ikan contoh. Jika dilihat dari ikan contoh jantan, frekuensi terbanyak berada pada selang kelas yang sama yaitu pada selang kelas 122 – 130 mm dengan 135 ekor ikan contoh jantan. Begitu pula dengan ikan contoh betina, frekuensi terbanyak terdapat pada selang kelas 122-130 mm dengan jumlah ikan contoh betina 46 ekor. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2010) di Perairan Teluk Jakarta, jumlah ikan yang banyak tertangkap berada pada selang kelas 154-164 mm. Hal tersebut karena struktur data panjang sangat bervariasi tergantung letaknya baik secara geografis, habitat, maupun tingkah laku (Boer 1996).
Panjang maksimum ikan yang tertangkap adalah 180 mm bagi ikan selar kuning jantan dan 166 mm bagi ikan selar kuning betina. Sementara panjang maksimum ikan yang tertangkap di perairan teluk jakarta adalah 270 mm. Perbedaan ukuran panjang ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti perbedaan lokasi pengambilan contoh ikan. Spesies yang sama tetapi hidup di lokasi yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda karena pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor luar yaitu suhu dan makanan (Effendie 2002).
3.2.2 Kelompok Ukuran
Analisis kelompok ukuran dilakukan pada setiap pengambilan contoh. Analisis ini dilakukan untuk melihat posisi dan perubahan posisi rata-rata masing-masing ukuran kelompok panjang. Berdasarkan grafik sebaran ukuran panjang ikan selar kuning jantan (Gambar 5) dan betina (Gambar 6) terlihat adanya pergeseran ukuran panjang yang ditandai dengan garis putus-putus. Pergeseran dimulai dari sebaran panjang pada tanggal 30 Juni 2012 sampai tanggal 26 Juli 2012 baik pada jantan maupun betina. Pergeseran ukuran panjang ke arah kanan tersebut mengindikasikan adanya pertumbuhan.
Pada pengambilan contoh ikan tanggal 26 Juli 2012 terdapat dua modus sebaran panjang baik pada ikan jantan maupun betina. Selain mengalami pergeseran ke arah kanan juga terdapa modus lain yang juga bergeser ke arah kiri. Hal ini dapat diduga karena adanya rekruitmen atau ikan telah mengalami pemijahan. Pemisahan kelompok ukuran ikan dengan metode NORMSEP sangat penting untuk memperhatikan indeks separasi yang diperoleh. Nilai indeks separasi harus lebih besar atau sama dengan dua (Gayalino et al. 1996 in
23 dilakukan pemisahan diantara kedua kelompok umur, karena terjadi tumpang tindih yang besar antara keduanya atau modus yang diperoleh berupa modus palsu.
3.2.3 Hubungan Panjang Bobot
Analisis hubungan panjang bobot dilakukan untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan selar kuning yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten. Pola pertumbuhan ikan terbagi dalam dua jenis yaitu isometrik dan allometrik. Pola pertumbuhan isometrik berarti pertambahan panjang ikan sama dengan pertambahan bobotnya, sementara pola pertumbuhan allometrik berarti pertambahan panjang ikan tidak sama dengan pertambahan bobotnya. Agar pola pertumbuhan ikan dapat diketahui diperlukan analisis mengenai panjang dan bobot. Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya (Effendie 2002). Hubungan antara dua variabel tersebut dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh hubungan panjang bobot ikan selar kuning jantan adalah W=0,000007L3,1366 sedangkan betina adalah W=0,000004L3,2345 . Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh masing- masing adalah 84,48 % dan 76,60 %, hal ini berarti variasi bobot ikan selar kuning yang terjadi akibat perubahan panjang dapat dijelaskan oleh formula tersebut sebesar 84,48 % bagi ikan jantan dan 76,60 % bagi ikan betina.
Nilai b yang diperoleh adalah sebesar 3,1366 bagi ikan jantan dan 3,2345 bagi ikan betina. Berdasarkan hasil uji t (α=0,05) terhadap kedua nilai b tersebut diketahui bahwa ikan selar kuning yang didaratkan di PPN Karangantu memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3) baik jantan maupun betina. Pola pertumbuhan isometrik berarti pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya (Effendie 2002). Pola pertumbuhan yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Damayati (2010) di perairan Teluk Jakarta. Damayanti (2010) memperoleh hasil pola pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif. Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologi dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling (Jenning et al. 2001 in Mulfizar et al. 2012). Selain itu pebedaan umur, kematangan gonad, jenis kelamin, letak geografis, dan kondisi lingkungan (aktifitas penangkapan); kepenuhan lambung, penyakit, dan tekanan parasit dapat mempengaruhi keragaman nilai b (Le Cren 1951; Neff & Cargnelli 2004; Ecoutin et al. 2005 in Rahardjo & Simanjuntak 2008).
3.2.4 Parameter Pertumbuhan (L∞, K, dan t0)
24
selar kuning jantan adalah 0,34 dan koefisien pertumbuhan bagi ikan selar kuning betina lebih besar yaitu 0,36.
Menurut Sparre & Venema (1999), semakin rendah koefisien pertumbuhan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh spesies tersebut untuk mendekati panjang asimtotik begitupun sebaliknya semakin tinggi koefisien pertumbuhan maka akan semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mendekati panjang asimtotik. Ikan selar kuning betina memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar dibanding ikan selar kuning jantan. Sehingga dari hasil tersebut diduga bahwa laju pertumbuhan ikan betina lebih cepat dibandingkan dengan ikan jantan sehingga ikan betina lebih cepat mencapai panjang asimtotik dan lebih cepat mati dibandingkan ikan jantan. Menurut Nikolsky (1963) in Suwarni (2009) perbedaan masa hidup merupakan salah satu penyebab dari perbedaan ukuran dan perbedaan jumlah dari salah satu jenis kelamin pada ikan di suatu perairan.
Penelitian serupa dilakukan di Perairan Teluk Jakarta oleh Damayanti (2010) terhadap ikan selar (Caranx leptolepis). Diperoleh nilai panjang asimtotik (L∞) yaitu sebesar 282,98 mm dan nilai koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0,31. Hasil yang diperoleh memang sangat berbeda walaupun merupakan dari spesies yang sama. Nilai K pada ikan selar kuning di Perairan Teluk Banten lebih besar dibanding dengan nilai K pada ikan selar kuning di Perairan Teluk Jakarta. Hal tersebut diduga karena makanan tersedia cukup banyak sehingga pertumbuhannya cepat (Sulistiono et al. 2001). Lokasi dan waktu pengambilan contoh juga mempengaruhi nilai K dan L∞ yang diperoleh, karena kondisi perairan yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (2002) dimana pertumbuhan dipengaruhi olah faktor luar seperti suhu air, kandungan oksigen terlarut, ammonia, salinitas, dan fotoperiod (panjang hari). Faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama dengan faktor lainnya seperti kompetisi, jumlah, dan kualitas makanan, umur serta tingkat kematian yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ikan.
3.2.5 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Ikan selar kuning yang diperoleh selama penelitian dibagi menjadi empat tingkat kematangan gonad yaitu TKG I, II, III, dan IV. Informasi mengenai kapan ikan akan memijah, mulai memijah, atau sudah selesai memijah dapat diketahui dari tingkat kematangan gonad (Effendie 2002). Gambar 11 dan 12 menunjukkan TKG ikan selar kuning berdasarkan waktu pengambilan contohnya. Ikan dengan TKG IV dapat ditemukan pada bulan Juli dan Agustus baik pada jantan maupun betina. Adanya ikan yang memiliki TKG III dan TKG IV mengindikasikan adanya ikan yang memijah di perairan tersebut (Sulistiono et al. 2006). Puncak pemijahan ikan selar kuning diduga terjadi pada bulan Agustus, karena sudah mulai banyak ikan yang memiliki TKG III dan IV baik pada jantan maupun betina. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thangaraja (1985) diketahui bahwa musim pemijahan ikan selar kuning terjadi pada Bulan Juni hingga September. Gambar 13 dan 14 memperlihatkan bahwa ikan yang tertangkap didominasi oleh ikan-ikan yang masih muda yaitu ikan yang masih TKG I dan II.
25 telah matang (King 1995) adalah 146 mm. Artinya pada panjang 146 mm ikan selar kuning telah mengalami pemijahan minimal satu kali. Ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad tidak selalu sama (Effendie 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Reuben et al (1992) menunjukkan ukuran pertama kali matang gonad pada spesies Selaroides leptolepis adalah pada ukuran 88-101 mm. Menurut Blay & Egeson (1980) in Makmur & Prasetyo (2006) perbedaan ukuran pertama kali ikan matang gonad terjadi akibat perbedaan kondisi ekologis perairan.
3.2.6 Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Mortalitas dapat terjadi karena adanya aktifitas penangkapan yang dilakukan manusia dan alami yang terjadi karena kematian akibat predasi, penyakit, dan umur (Sparre & Venema 1999). Ikan selar kuning jantan memiliki laju mortalitas total (Z) sebesar 1,9496 per tahun dan laju mortalitas alami (M) sebesar 0,4047 per tahun. Sementara ikan selar kuning betina memiliki laju mortalitas total (Z) sebesar 1,8740 per tahun dan mortalitas alami (M) sebesar 0,4368. Laju mortalitas total (Z) ikan jantan lebih besar dibanding ikan betina sehingga stok ikan jantan lebih rentan dibandingkan ikan betina. Sementara laju mortalitas alami (M) ikan betina lebih besar dibanding dengan ikan jantan, hal tersebut karena laju pertumbuhan (K) ikan betina lebih besar daripada ikan jantan. Menurut Nalini et al (2011) perbedaan laju mortalitas diakibatkan karena perbedaan nilai L∞ dan K. Selain itu mortalitas alami juga disebabkan akibat pemangsaan, penyakit, stress, pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Laju mortalitas alami yang tidak sama antara ikan jantan dan betina mengakibatkan komposisi antar ikan jantan dan betina yang berbeda. Menurut Bal dan Rao (1984) in Suhono (2005) perbedaan laju mortalitas, pertumbuhan, dan tingkah laku bergerombol antar jantan dan betina mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah jantan dan betina. Mortalitas alami ikan jantan yang lebih kecil dibanding betina mengakibatkan komposisi ikan jantan menjadi lebih banyak dibandingkan betina.
26
3.2.7 Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan
Ikan selar kuning yang didaratkan di PPN Karangantu ditangkap dengan jaring dogol. Terdapat sebelas unit kapal dengan alat tangkap dogol yang aktif melaut pada waktu 15 hari masa wawancara. Gambar 18 menunjukkan daerah penangkapan ikan bagi kapal dengan trip harian. Terlihat bahwa nelayan hanya menangkap di sekitar daerah Teluk Banten saja yaitu sekitar Pulau Panjang, Pulau Pamujan besar, Pulau Pamujan Kecil dan Pulau Tunda. Nelayan dengan trip harian ini hanya melaut dalam waktu satu hari saja dalam satu trip sehingga daerah penangkapan tidak terlalu luas dan jauh.
Selain kapal dengan trip harian terdapat juga kapal dengan trip mingguan, yaitu nelayan yang melaut sekitar 5 sampai 14 hari dalam satu kali trip. Nelayan dengan trip mingguan memiliki daerah penangkapan yang lebih luas dan jauh. Gambar 17 merupakan peta daerah penangkapan bagi nelayan dengan trip mingguan. Terlihat bahwa nelayan menangkap ikan dari sekitar perairan Teluk Banten hingga perairan Lampung Timur. Nelayan yang menangkap ikan di perairan Lampung Timur, menangkap ikan di sekitar Pulau Segama, Pulau Mundu, Pulau Dua dan Labuhan Maringgau.
3.2.8 Pengelolaan Ikan Selar Kuning yang Didaratkan di PPN Karangantu
Pemanfaatan sumber daya perikanan laut harus memenuhi persyaratan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan (sustainable natural resources use). Dari aspek ekologi pemanfaatan ini mensyaratkan terjaminnya kelestarian sumber daya ikan. Walaupun sumber daya ikan laut merupakan sumber daya yang dapat pulih (renewable resources) tetapi sumber daya ikan ini bukan tidak terbatas. Guna menjamin kelestarian sumber daya maka pemanfaatannya tidak boleh melebihi potensinya (FAO 1996 in Susilo 2009). Pada prinsipnya pengelolaan perikanan dimaksudkan untuk mengatur intensitas penangkapan agar diperoleh hasil tangkapan yang optimal dari berbagai aspek. Langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup kegiatan (1) mengumpulkan data dasar mengenai biologi, ekonomi, atau sosial tentang perikanan, (2) mentransfer berbagai data tersebut ke dalam bentuk informasi yang berguna untuk pembuatan berbagai keputusan pengelolaan dan akhirnya (3) menetapkan, melakasanakan dan memantau pelaksanaan keputusan pengelolaan tersebut (Widodo & Suadi 2006).
27 mortalitas alami (Widodo & Suadi 2006). Hal ini terlihat dari komposisi tangkapan ikan yang didominasi oleh ikan yang memiliki TKG I dan II.
Kelestarian sumber daya ikan selar kuning dapat dijaga dengan melakukan penangkapan yang difokuskan hanya kepada ikan-ikan yang lebih besar dari 146 mm. Hal ini berkaitan dengan asumsi bahwa ikan yang berukuran 146 mm telah melakukan aktivitas reproduksi minimal satu kali. Cara tersebut dapat ditempuh dengan mengatur ukuran mata jaring alat tangkap sehingga ikan yang tertangkap merupakan ikan yang berukuran lebih dari 146 mm. Pengelolaan lain yang dapat dilakukan adalah penutupan musim penangkapan pada saat puncak pemijahan yaitu pada bulan Agustus.
Agar pengelolaan dapat dilakukan dengan sukses maka perlu diketahui pandangan nelayan terhadap tujuan dari pengelolaan. Untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia, masalah-masalah yang menyangkut sosial ekonomi nelayan bahkan sangat mungkin perlu dipertimbangkan dalam membangun sebuah pola pengelolaan sumberdaya perikanan, karena paling tidak salah satu tujuan akhir menemukan pola pengelolaan yang tepat adalah demi tercapainya kesejahteraan para nelayan (Boer & Aziz 2007).
Berdasarkan Gambar 20 dapat dilihat bahwa nelayan di PPN Karangantu masih kurang memperhatikan kelestarian sumber daya ikan. Perhatian mereka masih terfokus pada kepentingan ekonomi sehingga perlu adanya penyuluhan bagi para nelayan. Penyuluhan tersebut harus dapat meyakinkan nelayan bahwa kelestarian sumber daya ikan sangatlah penting, karena ketika sumber daya ikan itu habis maka nelayan sendiri yang akan mendapatkan kerugian.
4 SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
28
4.2 Saran
Perlu ada penelitian lanjutan menganai stok ikan selar kuning yang mencakup semua musim. Penelitian mengenai reproduksi dan kebiasaan makanan juga perlu dilakukan agar informasi biologi mengenai ikan selar kuning lebih lengkap lagi dan pengelolaan dapat dilakukan dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L∞, K, t0) berdasarkan data frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.
4(1): 75-84.
Boer M, Aziz KA. 2007. Rancangan pengambilan contoh upaya tangkap dan hasil tangkap untuk pengkajian stok ikan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesi. 14 (1) : 67-71.
Damayanti W. 2010. Kajian stok sumberdaya ikan selar kuning (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan Teluk Jakarta dengan menggunakan sidik frekuensi panjang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Effendie MI. 1979. Metoda biologi perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusantara.
Fadlian R. 2012. Kajian stok ikan kuniran (Upeneus moluccensis, Bleeker 1855) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Genisa AS. 1999. Pengenalan jenis-jenis ikan laut ekonomi penting di Indonesia.
Oseana. XXIV(1) : 17-38.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 2009-2012. Serang (ID): Dirjen Perikanan Tangkap PPN Karangantu.
King M. 1995. Fisheries Biology: Assessment and Managenet. London (GB): Marston Book Service.
Makmur S, Prasetyo D. 2006. Kebiasaan makan, tingkat kematangan gonad dan fekunditas ikan haruan (Channa striata Bloch) di Suaka Perikanan Sungai Sambujur DAS Barito Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 13(1) : 27-31.
Mulfizar, Muchlisin ZA, Dewiyanti I. 2012. Hubungan panjang berat dan faktor kondisi tiga jenis ikan yang tertangkap di perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Depik. 1(1) : 1-9.
Nalini P, Tiwari LR, Chakraborty SK. 2011. Stock assessment of the Indian scad,
Decapterus ruselli (Ruppell, 1830) from Mumbai waters. Indian Journal of Geo Marine Science. 40(5) : 680-686.
29 Perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 15(2) : 135-140.
Reuben S, Kasim HM, Sivakami S, Nair PNR, Kurup KN, Sivadas M, Noble A, Nair KVS, Raje SG. 1992. Fishery, biology and stock assessment of Manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Suhono W. 2005. Aspek biologi reproduksi dan pertumbuhan ikan lidah lumpur (Cynoglossus bilineatus Lacepede, 1802) di Perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sulistiono, Arwani M, Aziz KA. 2001. Pertumbuhan ikan belanank (Mugil dussumieri) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. 1(2) : 39-47.
Sulistiono, Purnawati E, Ekosafitri KH, Affandi R, Sjafei DS. 2006. Kematangan gonad dan kebiasaan makanan ikan janjan bersisik (Parapocryptes sp) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 13(2): 97-105.
Susilo SB. 2009. Kondisi stok ikan perairan pantai selatan Jawa Barat. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 16 (1) : 39-46.
Suwarni. 2009. Hubungan panjang-bobot dan faktor kondisi ikan butana
Acanthurus mata (Cuvier, 1829) yang tertangkap di sekitar perairan pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 19(3) : 160-165. Syahailatua A. 1993. Identifikasi stok ikan, prinsip dan kegunaannya. Oseana.
XVIII(2) : 55-63
Syam AR. 2006. Parameter stok dan tingkat eksploitasi ikan kawalinya (Selar crumenopthalmus) di Perairan Maluku. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV; 2006 Agustus 29-30; Jatiluhur, Indonesia.
Thangaraja M. 1985. On the laboratory reared fish eggs and larvae of five species of carangids from the Vellar Estuary, Porto Novo. Mahasagar-Bulletin of the National Institute of Oceanography. 18(4) : 477-488.
Widodo J. 2003. Pengantar Pengkajian Stok Ikan. Jakarta (ID): Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
Widodo J & Suadi 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.
Wijayanti AT. 2009. Kajian penyaringan dan lama penyimpanan dalam pembuatan fish peptone dari ikan selar kuning (Caranx leptolepis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
30
LAMPIRAN
Lampiran 1 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
Es batu coolbox penggaris
Timbangan data sheet alat tulis
Kertas label alat bedah kamera
31 Lampiran 2 Tabel sebaran frekuensi panjang ikan selar kuning
Selang kelas Batas kelas Xi Frekuensi
Total Jantan Betina
Lampiran 3 Sebaran kelompok umur ikan selar kuning 1. Ikan selar kuning jantan
Pengambilan Contoh
Kelompok
Ukuran Nilai Tengah SD Indeks Separasi
27 Mei 2012 1 117,23 15,20 n.a 2. Ikan selar kuning betina
Pengambilan Contoh
Kelompok
Ukuran Nilai Tengah SD Indeks Separasi
32
Lampiran 4 Hubungan panjang bobot ikan selar kuning 1. Ikan selar kuning jantan
db JK KT F hit
Regresi 1 10,4853 10,4853 2411,91
Sisa 443 1,9259 0,0043
Total 444 12,4112
koefisien Standar deviasi
perpotongan -5,1356 0,1335
kemiringan 3,1366 0,0639
thit 2,1392
ttab 2,2490
thit < ttab maka gagal tolak H0, dan b = 3 maka isometrik 2. Ikan selar kuning betina
db JK KT F hit
Regresi 1 3,1591 3,1591 576,19
Sisa 176 0,9650 0,0055
Total 177 4,1240
koefisien standar deviasi
perpotongan -5,3338 0,2863
kemiringan 3,2345 0,1347
thit 1,7404
ttab 2,2607
thit < ttab maka gagal tolak H0, dan b = 3 maka isometrik
Lampiran 5 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan selar kuning 1. Ikan selar kuning jantan
33
2. Ikan selar kuning betina
Lt Lt+1
34
Lampiran 7 Proporsi gonad matang per selang kelas panjang Selang
Lampiran 8 Pendugaan mortalitas ikan selar kuning 1. Ikan selar kuning jantan
L1 L2 Xi C(L1,L2) t (L1) ∆t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/∆t)
35 2. Ikan selar kuning betina
L1 L2 Xi C(L1,L2) t (L1) ∆t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/∆t)
: Bagian yang digunakan dalam analisis regresi menduga mortalitas
Lampiran 9 Data kuesioner nelayan
Pertanyaan nelayan
ke-6.Mengurangi konflik antar nelayan dan
stake holder lainnya 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3
6.Mengurangi konflik antar nelayan dan
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 27 April 1991 sebagai putri kedua dari lima bersaudara dari pasangan Syamsul Bahri dan Aan Nurbani. Pendidikan formal pernah dijalani penulis berawal dari TK Al Musyadaddiyah (1996-1997), SDN Wirautama (1997-2003), MTsS Daarul Ulum (2003-2006), SMAN 1 Tarogong Kidul (2006-2009). Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI, kemudian diterima di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selain mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Biologi Perikanan (2012/2013). Penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan Forum Keluarga Muslim FPIK (FKMC) sebagai anggota divisi Keputrian (2010/2011), anggota divisi Corporation (2011/2012), aktif di organisasi kemahasiswaam Himpunan Profesi Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan (HIMASPER) sebagai anggota divisi Human Resource and Development (2012/2013). Penulis juga turut aktif mengikuti seminar maupun berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan di lingkungan kampus IPB.