PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN KEBEN (Barringtonia
asiatica Kurz.) SEBAGAI PEWARNA RAMBUT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN KEBEN (Barringtonia
asiatica Kurz.) SEBAGAI PEWARNA RAMBUT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
PENGESAHAN SKRIPSI
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN KEBEN (Barringtonia asiatica
Kurz.) SEBAGAI PEWARNA RAMBUT
OLEH:
MUHAMMAD HANAFI MISURA NIM 111524018
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 22 Agustus 2013
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Medan, September 2013 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
PENGESAHAN SKRIPSI
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN KEBEN (Barringtonia asiatica
Kurz.) SEBAGAI PEWARNA RAMBUT
OLEH:
MUHAMMAD HANAFI MISURA NIM 111524018
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 22 Agustus 2013
Pembimbing I, Panitia Penguji,
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Pemanfaatan Ekstrak
Daun Keben (Barringtonia asiatica Kurz.) Sebagai Pewarna Rambut” sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ibu Dra. Lely Sari Lubis,
M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian
hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Ibu
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku dosen penasehat akademik
yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini. Ibu
Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan
Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini dan Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi
USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan. Sahabat-sahabat
penulis, khususnya teman-teman Farmasi Ekstensi stambuk 2011 yang selalu
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih
dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ayahanda
Ir. H. Suratman, ibunda tercinta Hj. Misfauna yang menjadi penyemangat bagi
penulis, kakanda tercinta Himawan Misura dan Fatimah Misura, serta adinda
M. Fauzi Missura dan Zafirah Rumalia Nst, dan terima kasih atas semua doa,
kasih sayang, keikhlasan, semangat dan pengorbanan baik moril maupun
materil.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan
pahala yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan
khususnya di bidang Farmasi.
Medan, Agustus 2013 Penulis,
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN KEBEN (Barringtonia
asiatica Kurz.) SEBAGAI PEWARNA RAMBUT
ABSTRAK
Bagian keben (Barringtonia asiatica Kurz.) yang digunakan sebagai pewarna adalah daunnya yang menghasilkan warna cokelat kemerahan. Masyarakat biasanya menggunakan zat warna yang dihasilkan oleh daun keben ini untuk pewarna pakaian. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan pewarna rambut.
Ekstraksi zat warna dari daun keben dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 70%, kemudian dikeringkan menjadi ekstrak kering. Sediaan pewarna rambut dibuat dengan formula yang terdiri dari ekstrak kering daun keben dengan berbagai konsentrasi, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7%. Pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5%. Sebagai pelarut digunakan akuades. Pewarnaan dilakukan dengan cara merendam rambut uban dalam sediaan pewarna rambut selama 1-4 jam dan diamati perubahan warna setiap jam perendaman rambut uban secara visual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak kering daun keben dan lamanya waktu perendaman. Semakin besar konsentrasi ekstrak kering daun keben, maka warna rambut yang dihasilkan semakin gelap, pada konsentrasi 1-3% menghasilkan warna cokelat gelap, konsentrasi 4-5% menghasilkan warna hitam sedang, dan pada konsentrasi 6-7% menghasilkan warna hitam gelap. pewarnaan yang paling gelap diperoleh dari formula F yang terdiri dari ekstrak daun keben 6%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5%. Sediaan ini menghasilkan warna rambut dari cokelat gelap sampai hitam gelap. Pada uji stabilitas terhadap pencucian, hasilnya menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna setelah 15 kali pencucian. Uji stabilitas terhadap sinar matahari juga menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna dan sediaan tersebut tidak mengakibatkan iritasi pada kulit. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah Ekstrak kering daun keben dapat digunakan sebagai pewarna rambut.
THE USE OF KEBEN LEAF (Barringtonia asiatica Kurz.)
EXTRACT IN HAIR DYE PREPARATION
ABSTRACT
The part of keben (Barringtonia asiatica Kurz.) used as coloring agent is its leaf that produce the florid brown. People usually use coloration that produced by this keben leaf is for clothes coloration. The objective of this
research was to formulate hair dye.
Extraction of color essence from keben leaf was done with maseration method way using 70% of ethanol then dried to be dried extract. Hair dye preparation was made with a formula consisting of keben leaf extract with various concentrations, these were 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 7%. Pyrogallol 1%, copper (II) sulfate 1%, and xanthan gum were 0.5%. Aquadest was used as the solvent. Coloring process was done by soaking of gray hair on hair dye preparation for 1-4 hours and the color change was observed visually every hour of gray hair soaking.
The result showed that brown color was influenced by the concentration of keben leaf extract and duration of soaking. The greater concentration of keben leaf extract, until the hair colour was changed from brown to darker, at the concentration of 1-3% yield dark brown, the concentration of 4-5% yield black medium, and at the concentration of 6-7% yield black dark, that most dark coloration was obtained from the formula F consisting of extract keben leaf 6%, pyrogallol 1%, copper sulfate 1%, and xanthan gum 0.5%. This preparation produces hair color from light brown to dark black The result of washing stabillity test showed that the color has not been changed after 15 times washing. The sunlight stability test also showed that the color has not been changed and the preparation did not cause irritation on skin. The conclusion of this study is keben leaf extract can be used as hair coloring agent.
2.1.5 Kandungan kimia tumbuhan keben ... 7
2.1.6 Kegunaan tumbuhan keben ... 7
2.2 Tanin ... 7
2.3 Pirogalol ... 9
2.4 Tembaga (II) Sulfat ... 10
2.5 Xanthan Gum ... 11
2.6 Ekstraksi ... 12
2.7 Rambut ... 13
2.7.1 Anatomi rambut ... 13
2.7.2 Jenis rambut ... 16
2.7.3 Tekstur rambut ... 17
2.7.4 Fisiologi rambut ... 18
2.8 Pewarna Rambut ... 19
2.8.1. Berdasarkan daya lekat zat warna ... 20
2.8.1.1 Pewarna rambut temporer ... 20
2.8.1.2 Pewarna rambut semipermanen ... 20
2.8.1.3 Pewarna rambut permanen ... 21
2.8.2 Berdasarkan proses sistem pewarnaan ... 22
2.8.2.1 Pewarna rambut langsung ... 22
2.8.2.2 Pewarna rambut tidak langsung ... 23
2.9 Uji Iritasi ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1 Alat-alat ... 25
3.3 Prosedur Kerja ... 25
3.5.2.1. Stabilitas warna terhadap pencucian ... 33
4.3 Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak ... 36
4.3.1 Pemeriksaan saponin ... 36
4.3.2 Pemeriksaan tanin ... 36
4.4 Hasil Orientasi ... 36
4.4.1 Hasil orientasi perbedaan penambahan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban ... 36
4.4.2 Hasil orientasi penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban ... 37
4.4.3 Pengaruh konsentrasi ekstrak daun keben dengan penambahan bahan terhadap warna rambut uban ... 40
4.4.4 Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban ……… 42
4.5 Hasil Evaluasi ... 43
4.5.1 Stabilitas warna terhadap pencucian ... 43
4.5.2 Stabilitas warna terhadap sinar matahari ... 44
4.5.3 Uji biologis (Uji iritasi) ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
5.1 Kesimpulan ... 46
5.2 Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Formula standard (Formularium Kosmetika Indonesia) ... 28
Tabel 3.2. Formula standard pewarna rambut ... 28
Tabel 3.3. Formula orientasi ... 29
Tabel 3.4. Formula pewarna rambut yang dibuat ... 31
Tabel 4.1. Data hasil pengamatan secara visual pengaruh konsentrasi ekstrak daun keben terhadap perubahan warna rambut uban ... 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Struktur kimia katekol ... 9
Gambar 2.2. Struktur kimia pirogalol ... 10
Gambar 2.3. Struktur kimia xanthan gum ... 12
Gambar 2.4. Anatomi rambut ... 13
Gambar 2.5. Penempatan zat warna pada proses pewarnaan rambut ... 21
Gambar 3.1. Natural Color Levels ... 32
Gambar 4.1. Pengaruh perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam ... 37
Gambar 4.2. Pengaruh penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam ... 37
Gambar 4.3. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun keben dengan penambahan bahan terhadap perubahan warna rambut dengan lama perendaman 4 jam ... 40
Gambar 4.4. Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban ... 42
Gambar 4.5. Stabilitas warna terhadap pencucian ... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan keben ... 50
Lampiran 2. Bagan alir pembuatan ekstrak daun keben ... 51
Lampiran 3. Gambar tumbuhan keben ... 52
Lampiran 4. Gambar daun keben ... 53
Lampiran 5. Gambar simplisia kering daun keben ... 54
Lampiran 6. Gambar mikroskopik simplisia daun keben ... 54
Lampiran 7. Gambar serbuk ekstrak daun keben ... 55
Lampiran 8. Gambar mikroskopik serbuk ekstrak daun keben ... 55
Lampiran 9. Data hasil pengayakan ... 56
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN KEBEN (Barringtonia
asiatica Kurz.) SEBAGAI PEWARNA RAMBUT
ABSTRAK
Bagian keben (Barringtonia asiatica Kurz.) yang digunakan sebagai pewarna adalah daunnya yang menghasilkan warna cokelat kemerahan. Masyarakat biasanya menggunakan zat warna yang dihasilkan oleh daun keben ini untuk pewarna pakaian. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan pewarna rambut.
Ekstraksi zat warna dari daun keben dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 70%, kemudian dikeringkan menjadi ekstrak kering. Sediaan pewarna rambut dibuat dengan formula yang terdiri dari ekstrak kering daun keben dengan berbagai konsentrasi, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7%. Pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5%. Sebagai pelarut digunakan akuades. Pewarnaan dilakukan dengan cara merendam rambut uban dalam sediaan pewarna rambut selama 1-4 jam dan diamati perubahan warna setiap jam perendaman rambut uban secara visual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak kering daun keben dan lamanya waktu perendaman. Semakin besar konsentrasi ekstrak kering daun keben, maka warna rambut yang dihasilkan semakin gelap, pada konsentrasi 1-3% menghasilkan warna cokelat gelap, konsentrasi 4-5% menghasilkan warna hitam sedang, dan pada konsentrasi 6-7% menghasilkan warna hitam gelap. pewarnaan yang paling gelap diperoleh dari formula F yang terdiri dari ekstrak daun keben 6%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5%. Sediaan ini menghasilkan warna rambut dari cokelat gelap sampai hitam gelap. Pada uji stabilitas terhadap pencucian, hasilnya menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna setelah 15 kali pencucian. Uji stabilitas terhadap sinar matahari juga menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna dan sediaan tersebut tidak mengakibatkan iritasi pada kulit. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah Ekstrak kering daun keben dapat digunakan sebagai pewarna rambut.
THE USE OF KEBEN LEAF (Barringtonia asiatica Kurz.)
EXTRACT IN HAIR DYE PREPARATION
ABSTRACT
The part of keben (Barringtonia asiatica Kurz.) used as coloring agent is its leaf that produce the florid brown. People usually use coloration that produced by this keben leaf is for clothes coloration. The objective of this
research was to formulate hair dye.
Extraction of color essence from keben leaf was done with maseration method way using 70% of ethanol then dried to be dried extract. Hair dye preparation was made with a formula consisting of keben leaf extract with various concentrations, these were 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 7%. Pyrogallol 1%, copper (II) sulfate 1%, and xanthan gum were 0.5%. Aquadest was used as the solvent. Coloring process was done by soaking of gray hair on hair dye preparation for 1-4 hours and the color change was observed visually every hour of gray hair soaking.
The result showed that brown color was influenced by the concentration of keben leaf extract and duration of soaking. The greater concentration of keben leaf extract, until the hair colour was changed from brown to darker, at the concentration of 1-3% yield dark brown, the concentration of 4-5% yield black medium, and at the concentration of 6-7% yield black dark, that most dark coloration was obtained from the formula F consisting of extract keben leaf 6%, pyrogallol 1%, copper sulfate 1%, and xanthan gum 0.5%. This preparation produces hair color from light brown to dark black The result of washing stabillity test showed that the color has not been changed after 15 times washing. The sunlight stability test also showed that the color has not been changed and the preparation did not cause irritation on skin. The conclusion of this study is keben leaf extract can be used as hair coloring agent.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan
pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga
mulut antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau
badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit (Tranggono dan latifah, 2007).
Rambut adalah mahkota bagi wanita sehingga berbagai cara dilakukan
untuk membuat penampilan rambut menjadi menarik salah satunya adalah
dengan mengubah warna rambut menggunakan pewarna rambut/cat rambut
(Badan POM, 2008).
Rambut terbentuk oleh pembedahan sel-sel matriks rambut yang berada
didasar umbi rambut. Sel-sel tersebut akan mengatur diri, mana yang akan
menjadi selaput rambut, mana yang akan menjadi kulit rambut dan mana yang
akan menjadi medularambut. Setelah mencapai sekitar 1/3 dari dasar kandung
rambut, sel-sel yang semula hidup dan berinti itu menjadi kehilangan intinya,
mengering dan substansinya berubah menjadi zat tanduk atau zat keratin yang
keras dan mati. Di bawah umbi rambut terdapat melanosit yaitu sel-sel
pembentuk pigmen yang mewarnai sel-sel matriks dalam perkembangannya
menjadi sel tanduk. Melanosit menghasilkan butir-butir melanin tidak
amino tirosin. Setelah tirosin dipengaruhi oleh enzim tiro-sinase, timbullah
pigmen melanin berwarna gelap. Ketika zat tanduk terbentuk, pewarnaannya
juga sudah terjadi dengan sempurna (Tranggono dan latifah, 2007).
Pewarna rambut adalah sediaan kosmetik yang digunakan dalam tata
rias rambut baik untuk mengembalikan warna asalnya/menutupi atau untuk
membuat warna lain (Badan POM, 2008). Keinginan untuk mewarnai rambut
memang sudah berkembang sejak dahulu. Bahkan ramuan yang dijadikan zat
warna pada waktu itu diperoleh dari sumber alam, pada umumnya berasal dari
tumbuhan dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan (Ditjen POM, 1985).
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari
tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah
digunakan sejak dahulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna
sintetis. Klorofil memberikan warna hijau, diperoleh dari daun dan banyak
digunakan untuk makanan. Banyak kandungan lain yang terdapat pada
tumbuhan dimanfaatkan sebagai bahan pewarna seperti flavonoid dan tanin
(Wijaya, dkk., 2011). Tanin banyak digunakan sebagai penyamak kulit karena
kemampuannya untuk mengendapkan protein tanpa mengubah sifat fisika dan
kimia kulit. Selain itu, tanin digunakan sebagai zat pewarna, bahan pengawet
minuman, bahan baku pembuatan obat-obatan seperti obat kumur dan obat
cacing (Majundar et al., 1979). Wijaya, dkk., (2011), mengekstraksi tanin dari
asam jawa (Tamarindus indica L.) sebagai mordant alami yang dicampur
dengan tembaga sulfat sebagai bahan pewarna alami pada bahan katun, wol
Keben merupakan salah satu tanaman yang mengandung tanin sebagai
salah satu komponen yang sudah banyak digunakan dan diteliti sebagai zat
warna. Keben sudah mulai dimanfaatkan dan diteliti oleh masyarakat, Lusandri
(2009), menggunakan ekstrak tanin dan saponin yang yang diperoleh dari kulit
kayu keben sebagai antiseptik. Bustanussalam (2009), melakukan uji toksisitas
senyawa glikosida yang terdapat pada biji keben terhadap larva udang.
Mandana (2007), menggunakan senyawa likopin yamg terdapat pada daun
keben sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Selama ini, pemanfaatannya
hanya dilakukan pada buah dan biji keben. Sedangkan daun yang mengandung
tanin masih sedikit dimanfatkan oleh masyarakat terutama dalam hal
kosmetika.
Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk memanfaatkan daun
keben (Barringtonia asiatica Kurz.) untuk dapat diformulasikan kedalam
sediaan pewarna rambut sehingga diketahui konsentrasi yang terbaik.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas perumusan masalahnya adalah:
a. Apakah ekstrak daun keben (Barringtonia asiatica Kurz.) dapat
diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut.
b. Berapakah konsentrasi ekstrak daun keben (Barringtonia asiatica Kurz.)
1.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
a. Ekstrak daun keben (Barringtonia asiatica Kurz.) dapat diformulasikan ke
dalam sediaan pewarna rambut.
b. Ekstrak daun keben (Barringtonia asiatica Kurz.) dapat memberikan warna
terbaik pada konsentrasi tertentu.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui bahwa ekstrak daun keben (Barringtonia asiatica
Kurz.) dapat dibuat sebagai sediaan pewarna rambut dengan penambahan
bahan pembangkit warna tembaga (II) sulfat dan pirogalol.
b. Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun keben (Barringtonia asiatica
Kurz.) yang menghasilkan warna terbaik.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya dan
hasil guna dari daun keben. Selain itu juga dapat memberikan informasi bahwa
ekstrak daun keben dapat digunakan sebagai pewarna rambut alami yang relatif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan,
sinonim, nama daerah, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan.
2.1.1. Morfologi tumbuhan keben
Keben (Barringtonia asiatica Kurz) tergolong tanaman umur panjang
dan termasuk famili Lecythidiaceae. Keben merupakan komunitas asli
ekosistem flora Indonesia. Tumbuh di sepanjang pantai dan ekosistem darat
sampai dataran tinggi. Tanaman ini dapat mencapai tinggi 7-50 m.
Percabangan sedang, tajuk melebar. Memiliki batang yang besar. Diameter
cabang dan ranting bervariasi antara 0,50-1 m. Daun berbentuk khas, bulat
telur terbalik dan ujung meruncing. Tumbuhan ini tergolong jenis tumbuhan
mangrove yang tumbuh di tepi pantai (Onisimus, 2003).
Buah keben berbentuk stupa, bersegi empat atau lima terbalik. Bagian
ujung agak lancip menghadap ke bawah dan bagian yang besar bersegi empat
menghadap ke atas. Buah yang masih muda berwarna hijau, setelah tua
berwarna coklat serta memiliki rasa yang sepat. Buah keben biasa tumbuh di
ujung tangkai. Kulit buah halus dan licin. Kulit bagian dalam berserabut keras
menyerupai serabut kelapa. Dalam satu buah terdapat satu biji yang terletak di
bagian tengah, berukuran lebar 2-3 cm dan tinggi 3-5 cm. Tanaman keben
tahan hingga temperatur 29-35°C serta toleran terhadap perubahan iklim
2.1.2. Sistematika tumbuhan
Sistematika dari tumbuhan keben adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Ericales
Famili : Lecythidaceae
Genus : Barringtonia
Species : Barringtonia asiatica Kurz
2.1.3. Sinonim
Tanaman keben memiliki beberapa sinonim. Adapun sinonim dari
tumbuhan keben ini adalah Agasta asiatica Agasta indica Miers,
Barringtonia butonica JRForst, Barringtonia speciosa JRForst & G.Forst,
Mammea asiatica L, Michelia asiatica Barringtonia racemosa
(Anonima, 2013).
2.1.4. Nama daerah
Tanaman keben ini terkenal dalam berbagai nama di wilayah Indonesia.
Berikut adalah nama lain dari tumbuhan keben yang terkenal di berbagai
daerah-daerah di Indonesia, antara lain: keben (Aceh), keben, butun, bitung
(Sumatera); Bitung, butun, keben (Menado); keben, butun (Sunda); butung,
keben (Jawa); keben (Bali); utong (Alor); bitung tumbak, witung (Minahasa);
hutu (Gorontalo); wutuna (Buol); hutun (Ambon); keptun (Halmahera Selatan);
mijiu, pitu, mijimu (Halmahera Utara); mojiu (Ternate); keben, butun (Irian
2.1.5. Kandungan kimia tumbuhan keben
Adapun kandungan kimia yang terkandung pada tanaman keben, antara
lain (Onisimus, 2003; Setyowati, 2009; Lusandri, 2009):
- Biji dan buah : Alkaloid, steroid, triterpenoid, tanin, saponin dan flavonoid.
- Daun : Triterpenoid, alkaloid, flavonoid, likopin dan tanin.
- Kulit kayu : Tanin dan saponin.
2.1.6. Kegunaan tumbuhan keben
Pemanfaatan tumbuhan keben ini berbeda-beda di setiap negara dan
daerah. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah biji, buah, dan daunnya. Di
Filipina daunnya digunakan sebagai obat untuk sakit perut. Masyarakat
Indonesia dan Cina menggunakan buah dan bijinya sebagai racun ikan.
Sedangkan suku Aborigin di Australia menggunakan tumbuhan ini sebagai
obat sakit kepala (Bustanussalam, 2009).
2.2 Tanin
Hasil isolasi yang dilakukan terhadap ekstrak daun keben menunjukkan
bahwa komponen utama yang terkandung di dalamnya salah satunya adalah
tanin. Tanin adalah senyawa fenolik yang dapat bereaksi dengan protein
membentuk senyawa kompleks yang tidak larut. Tanin tidak dapat larut dalam
pelarut organik seperti misalnya: eter, kloroform, benzen, tetapi sedikit larut
dalam etil asetat. Tanin larut dalam air dan alkohol. Dalam industri, tanin
antara lain digunakan sebagai bahan pembuat tinta dan obat-obatan. Tanin pada
umumnya diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, tetapi beberapa senyawa tanin
dari batang kayu, kulit kayu, buah, akar maupun daun. Terdapat dua macam
tanin yaitu tanin yang dapat dhidrolisis menghasilkan beberapa senyawa seperti
asam galat dan asam elegat, yang termasuk jenis tanin ini adalah gallotanin dan
ellegatanin. Jenis yang kedua adalah tanin yang tidak dapat dihidrolisis atau
disebut tanin kodensasi, jenis tanin ini adalah katekol (O'Flaherty, 1967).
Beberapa sifat tanin antan lain:
a. Berwarna kekuningan sampai coklat cerah.
b. Umumnya berupa serbuk atau kepingan.
c. Berbau khas dan mempunyai rasa sepat.
d. Berwarna gelap bila terkena cahaya atau udara.
e. Mudah teroksidasi oleh enzim terutama enzim fenolase membentuk
quinon yang mempunyai reaktifitas tinggi.
f. Pada pemanasan suhu tinggi sekitar 210-250oC, tanin akan mengalami
dekomposisi menjadi piragalol dan CO2.
g. Dengan garam ferri akan menghasilkan endapan hijau dan biru
kehitaman.
h. Sangat larut dalam air, alkohol, tetapi tidak larut dalam pelarut organik
yang lain, seperti misalnya: benzen, eter, kloroform, karbon tetraklorida.
Pengambilan tanin dilakukan dengan proses ekstraksi. Danarto dkk.
(2010) mengambil tanin dari kulit kayu bakau dengan ekstraksi menggunakan
pelarut etanol 70% dan dimanfaatkan sebagai adsorben limbah logam berat.
Sintha dkk. (2008) kadar tanin yang paling banyak diperoleh pada ekstraksi
A. Katekol
Katekol mempunyai struktur kimia seperti terlihat pada Gambar 2.1
berikut:
Gambar 2.1. Struktur kimia katekol (Deliana, 2003).
Pemerian : Bentuk padat, kristal tak berwarna, berbau seperti fenol, warnanya
berubah menjadi cokelat jika terpapar udara dan cahaya, berat
molekul 110,11, titik didih 245O C, titik lebur 105O C.
Kelarutan : larut dalam air dan alkohol, sukar larut dalam kloroform dan eter
(Badan POM, 2010).
Katekol dapat digunakan untuk pembuatan antioksidan, dalam
formulasi farmasi, parfum, tinta, insektisida, dan bahan pengoksidasi pewarna
rambut (Badan POM, 2010).
2.3 Pirogalol
Pirogalol mempunyai struktur kimia seperti terlihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2. Struktur kimia pirogalol (Sweetman, 2009).
Pemerian : Padatan hablur putih atau hablur tidak berwarna dengan berat
molekul 126, 1.
Suhu lebur : 133oC (Ditjen POM, 1995).
Pirogalol bersifat sebagai reduktor (mudah teroksidasi). Dalam bentuk
larutan akan menjadi warna gelap jika terkena udara. Jika pemakaiannya
dicampur dengan zat warna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, pirogalol
berfungsi sebagai zat pembangkit warna dan dikombinasikan dengan pewarna
logam lain. Ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan agar zat warna dapat
menempel lebih kuat lagi pada rambut dibandingkan pada saat sebelum
dicampur. Pirogalol diizinkan digunakan sebagai zat pembangkit warna dengan
batas kadar 5% (Ditjen POM, 1985).
2.4 Tembaga (II) Sulfat
Tembaga (II) sulfat merupakan senyawa logam yang dapat digunakan
sebagai pewarna pada rambut.
Pemerian : Berbentuk serbuk atau granul berwarna biru, transparan dengan
berat molekul 249,68 (Ditjen POM, 1995).
Tembaga (II) sulfat digunakan dalam cat rambut yang memberikan
warna cokelat dan hitam. Warna tersebut terjadi karena tembaga sulfat berubah
menjadi tembaga oksida (Bariqina dan Ideawati, 2001). Tembaga (II) sulfat
termasuk ke dalam zat warna senyawa logam. Daya lekat zat warna senyawa
logam umumnya tidak sekuat zat warna nabati, karena itu jika digunakan
langsung harus dilakukan tiap hari hingga terbangkit corak warna yang
dikehendaki (Ditjen POM, 1985).
2.5 Xanthan Gum
Xanthan gum adalah gum hasil fermentasi karbohidrat (tepung
kastanye) oleh Xanthomonas campestris yang dimurnikan. Merupakan garam
natrium, kalium, atau kalsium dari suatu polisakarida dengan bobot molekul
besar yang mengandung D-glukosa, manosa, dan asam glukoronat. Berupa
serbuk putih atau putih kekuningan, larut dalam air dan memberikan viskositas
yang tinggi dalam larutan. Xanthan gum juga mengandung tidak kurang dari
1,5% asam piruvat (Sweetman, 2009).
Xanthan gum banyak digunakan dalam formulasi sediaan oral, topikal,
kosmetik, dan makanan sebagai bahan pensuspensi serta bahan pengemulsi.
Gum ini tidak toksik, dapat tercampurkan dengan banyak bahan farmasetikal,
dan memiliki stabilitas serta viskositas yang baik pada range pH dan
temperatur yang luas (Rowe, dkk., 2009). Struktur kimia xanthan gum dapat
Gambar 2.3. Struktur kimia xanthan gum(Rowe, dkk., 2009).
2.6 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak, yaitu sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan. Simplisia yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah
bahan alamiah yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali
dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000).
A. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia
terpotong-terpotong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi.
Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung cahaya langsung
(mencegah reaksi yang dikatalis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok
berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari). Waktu lamanya maserasi
berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Secara teoritis pada
suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin
besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin
banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1995).
2.7 Rambut
Rambut dapat menyerap air dan bahan kimia dari luar. Komposisi
rambut terdiri atas zat karbon ±51%, hidrogen 6%, nitrogen 17%, sulfur 5%,
dan oksigen 21%. Rambut mudah dibentuk dengan pemanasan atau bahan
kimia (Wasitaatmadja, 1997).
2.7.1. Anatomi rambut
Rambut dapat dibedakan menjadi bagian-bagian rambut seperti yang
terlihat pada Gambar 2.4 berikut:
a. Ujung rambut
Pada rambut yang baru tumbuh serta sama sekali belum atau tidak
pernah dipotong mempunyai ujung rambut yang runcing.
b. Batang rambut
Batang rambut adalah bagian rambut yang terdapat di atas permukaan
kulit berupa benang-benang halus yang terdiri dari zat tanduk atau keratin.
Batang rambut terdiri dari 3 lapisan:
1. Selaput rambut (Kutikula)
Kutikula adalah lapisan yang paling luar dari rambut yang terdiri
atas sel-sel tanduk yang gepeng atau pipih dan tersusun seperti sisik ikan.
Kutikula ini berfungsi sebagai pelindung rambut dari kekeringan dan
masuknya bahan asing ke dalam batang rambut (Barel, dkk., 2009).
2. Kulit rambut (Korteks)
Korteks terdiri atas sel-sel tanduk yang membentuk kumparan,
tersusun secara memanjang, dan mengandung melanin. Granul-granul
pigmen yang terdapat pada korteks ini akan memberikan warna pada
rambut. Sel-sel tanduk terdiri atas serabut-serabut keratin yang tersusun
memanjang. Tiap serabut terbentuk oleh molekul-molekul keratin seperti
tali dalam bentuk spiral (Bariqina dan Ideawati, 2001).
3. Sumsum rambut (Medula)
Medula terletak pada lapisan paling dalam dari batang rambut yang
dibentuk oleh zat tanduk yang tersusun sangat renggang dan membentuk
c. Akar Rambut
Akar rambut adalah bagian rambut yang tertanam di dalam kulit.
Bagian-bagian dari akar rambut adalah sebagai berikut:
1. Kantong rambut (Folikel)
Folikel merupakan saluran menyerupai tabung, berfungsi untuk
melindung akar rambut, mulai permukaan kulit sampai bagian terbawah
umbi rambut.
2. Papil rambut
Papil rambut adalah bulatan kecil yang bentuknya melengkung,
terletak di bagian terbawah dari folikel rambut dan menjorok masuk ke
dalam umbi rambut. Papil rambut bertugas membuat atau memproduksi
bermacam-macam zat yang diperlukan untuk pertumbuhan rambut.
Misalnya sel-sel tunas rambut, zat protein yang membentuk keratin, zat
makanan untuk rambut, zat melanosit yang membentuk melanin.
3. Umbi rambut (Matriks)
Matriks adalah ujung akar rambut terbawah yang melebar. Struktur
bagian akar rambut ini berbeda dengan struktur batang dan akar rambut
diatasnya. Pada umbi rambut melekat otot penegak rambut yang
menyebabkan rambut halus berdiri bila ada suatu rangsangan dari luar tubuh
2.7.2. Jenis rambut
a. Jenis rambut menurut morfologinya, yaitu:
1. Rambut velus
Rambut velus adalah rambut sangat halus dengan pigmen sedikit.
Rambut ini terdapat diseluruh tubuh kecuali pada bibir, telapak tangan,
dan kaki.
2. Rambut terminal
Rambut terminal adalah rambut yang sangat kasar dan tebal serta
berpigmen banyak. Terdapat pada bagian tubuh tertentu seperti kepala,
alis, bulu mata, dan ketiak.
b. Jenis rambut menurut sifatnya
1. Rambut berminyak
Jenis rambut ini mempunyai kelenjar minyak yang bekerja secara
berlebihan sehingga rambut selalu berminyak. Rambut berminyak
kelihatan mengkilap, tebal, dan lengket.
2. Rambut normal
Rambut ini mempunyai kelenjar minyak yang meproduksi minyak
secara cukup. Rambut normal lebih mudah pemeliharaannya serta tidak
terlalu kaku sehingga mudah dibentuk menjadi berbagai jenis model
rambut.
3. Rambut kering
Jenis rambut ini tampak kering, mengembang, dan mudah rapuh.
Hal ini karena kandungan minyak pada kelenjar lemaknya sedikit sekali
2.7.3. Tekstur rambut
Tekstur rambut adalah sifat-sifat rambut yang dapat ditentukan dengan
penglihatan, perabaan, atau pegangan, dapat berupa kasar, sedang, halus, atau
sangat halus. Sifat ini biasanya ditentukan oleh diameter rambut (Scott, dkk.,
1976). Pengertian ini meliputi sifat-sifat rambut sebagai berikut:
a. Kelebatan rambut (Densitas rambut)
Kelebatan rambut dapat ditentukan dengan melihat banyaknya batang
rambut yang tumbuh di kulit kepala, rata-rata 90 helai rambut kasar sampai 130
helai rambut halus setiap sentimeter persegi. Banyaknya rambut yang tumbuh
di seluruh kulit kepala berkisar antara 80.000-120.000 helai tergantung pada
halus kasarnya rambut seseorang.
b. Tebal halusnya rambut
Tebal halusnya rambut ditentukan oleh banyaknya zat tanduk dalam
kulit rambut. Pada umumnya, rambut yang berwarna hitam dan cokelat lebih
tebal daripada rambut merah atau pirang. Rambut di pelipis lebih halus
daripada rambut di daerah lain.
c. Kasar licinnya permukaan rambut
Kasar licinnya permukaan rambut ini ditentukan melalui perabaan.
Permukaan rambut dikatakan lebih kasar jika sisik-sisik selaput rambut tidak
teratur rapat satu dengan yang lain. Hal ini dapat juga disebabkan oleh kotoran
yang menempel pada permukaan rambut atau kelainan rambut yang berupa
d. Kekuatan rambut
Sifat ini tergantung pada banyaknya dan kualitas zat tanduk dalam
rambut. Kekuatan rambut dapat diketahui dengan cara meregangkan rambut
sampai putus.
e. Daya serap (porositas) rambut
Porositas rambut adalah kemampuan rambut untuk mengisap cairan.
Porositas tergantung dari keadaan lapisan kutikula, yaitu lapisan rambut paling
luar yang mempunyai sel-sel seperti sisik, bertumpuk-tumpuk membuka ke
arah ujung rambut.
f. Elastisitas rambut
Elastisitas rambut adalah daya kemampuan rambut untuk memanjang
bila ditarik dan kembali kepada panjang semula jika dilepas. Normalnya, daya
elastisitas rambut dapat mencapai kira-kira 20-40% dari panjang asli rambut.
Elastisitas pada rambut basah dapat mencapai 40-50% lebih panjang dari
keadaan semula.
g. Plastisitas rambut
Plastisitas adalah sifat mudah tidaknya rambut dapat dibentuk (Bariqina
dan Ideawati, 2001).
2.7.4. Fisiologi rambut
Rambut dapat tumbuh dan bertambah panjang. Hal ini disebabkan
karena sel-sel daerah matriks/umbi rambut secara terus menerus membelah.
Rambut mengalami proses pertumbuhan menjadi dewasa dan bertambah
panjang lalu rontok dan kemudian terjadi pergantian rambut baru. Inilah yang
Pertumbuhan rambut mengalami pergantian melalui 3 fase, yaitu
(Tranggono dan Latifah, 2007):
a. Fase anagen (fase pertumbuhan)
Fase anagen adalah fase pertumbuhan rambut ketika papil rambut terus
membentuk sel rambut secara mitosis. Fase anagen berlangsung 2-5 tahun.
b. Fase katagen (fase istirahat)
Fase ini berlangsung hanya beberapa minggu. Selama fase istirahat, rambut
berhenti tumbuh, umbi rambut mengkerut dan menjauhkan diri dari papil
rambut, membentuk bonggol rambut, tetapi rambut belum rontok.
c. Fase telogen (fase kerontokan)
Fase ini berlangsung lebih kurang 100 hari. Ketika rambut baru sudah cukup
panjang dan akan keluar dari kulit, rambut lama akan terdesak dan rontok.
Pada akhir fase ini, folikel rambut beralih ke fase anagen secara spontan.
2.8 Pewarnaan Rambut
Sediaan pewarna rambut adalah sediaan kosmetika yang digunakan
dalam tatarias rambut untuk mewarnai rambut, baik untuk mengembalikan
warna rambut asalnya atau warna lain (Ditjen POM, 1985). Warna rambut
manusia bermacam-macam, tergantung pada jenis pigmen yang terdapat di
dalam korteks rambut. Ketika usia semakin lanjut maka warna rambut semakin
memutih, karena mulai kehilangan pigmen yang disebabkan oleh menurunnya
fungsi melanosit dan menurunnya aktivitas tirosin. Pemutihan rambut juga
dapat terjadi karena faktor keturunan (Putro, 1998). Zat warna mulai bekerja
fenomena antarmuka padat-cair. Zat warna rambut melewati kompleks
membran sel dan melalui kutikula masuk ke dalam korteks secara permeasi dan
difusi (Mitsui, 1997).
Pewarnaan rambut dapat dibedakan menjadi (Ditjen POM, 1985):
1. Pewarnaan berdasarkan daya lekat zat warna.
2. Pewarnaan berdasarkan proses sistem pewarnaan.
2.8.1.Berdasarkan daya lekat zat warna
2.8.1.1. Pewarna rambut temporer
Pewarna rambut temporer bertahan pada rambut untuk waktu yang
singkat, hanya sampai pada penyampoan berikutnya. Pewarna ini melapisi
kutikula rambut tetapi tidak berpenetrasi ke dalam korteks rambut karena
molekul-molekulnya terlalu besar (Dalton, 1985).
Jenis sediaan pewarna rambut yang digunakan untuk pewarnaan rambut
temporer meliputi bilasan warna, sampo warna termasuk juga kombinasinya
dengan bilasan warna, krayon rambut, dan semprot pewarnaan rambut (Ditjen
POM, 1985).
2.8.1.2.Pewarna rambut semipermanen
Pewarna rambut semipermanen adalah pewarna rambut yang memiliki
daya lekat tidak terlalu lama, daya lekatnya ada yang 4-6 minggu, ada juga 6-8
minggu. Bahan pewarna ini dapat berasal dari alami atau zat warna sintetik
golongan nitro (senyawa amino dan nitro aromatik). Pewarnaan rambut ini
masih dapat tahan terhadap keramas, tetapi jika berulang dikeramas, zat
warnanya akan luntur juga (Ditjen POM, 1985). Tujuan pemberian pewarna
pula digunakan saat pewarnaan permanen untuk mempertahankan kemilau
rambut (Bariqina dan Ideawati, 2001).
2.8.1.3. Pewarna rambut permanen
Pewarna rambut permanen berpenetrasi ke dalam kutikula dan
tersimpan pada korteks rambut (Dalton, 1985). Pewarna rambut jenis ini
memiliki daya lekat yang jauh lebih lama sehingga tidak luntur karena keramas
dengan sampo dan dapat bertahan 3-4 bulan (Ditjen POM, 1985). Susunan
rambut atau berbagai macam tebal rambut akan mempengaruhi daya
penyerapan cat. Pada umumnya, rambut halus lebih cepat dan lebih mudah
menyerap cat dibanding rambut kasar dan tebal (Bariqina dan Ideawati, 2001).
Mekanisme penempatan zat warna dari ketiga jenis pewarna rambut di
atas yang diilustrasikan pada sehelai rambut dapat dilihat pada Gambar 2.5
berikut:
(a) (b) (c)
Gambar 2.5. Penempatan zat warna pada proses pewarnaan rambut (Mitsui, 1997).
Keterangan:
2.8.2. Berdasarkan proses sistem pewarnaan
Berdasarkan proses sistem pewarnaan, pewarna rambut dibagi 2
golongan:
2.8.2.1. Pewarna rambut langsung
Sediaan pewarna rambut langsung telah menggunakan zat warna,
sehingga dapat langsung digunakan dalam pewarnaan rambut tanpa terlebih
dahulu harus dibangkitkan dengan pembangkit warna, pewarna rambut
langsung terdiri dari:
1. Pewarna rambut langsung dengan zat warna alam.
2. Pewarna rambut langsung dengan zat warna sintetik.
Zat warna alam meliputi bahan warna nabati, ekstrak, sari komponen
warna bahan nabati. Sedangkan zat warna sintetik berdasarkan pola warna
komponen warna bahan nabati.
2.8.2.2.Pewarna rambut tidak langsung
Pewarna rambut tidak langsung disajikan dalam dua komponen yaitu
masing-masing berisi komponen zat warna dan komponen pembangkit warna.
Pewarna rambut tidak langsung terdiri dari:
1. Pewarna rambut tidak langsung dengan zat warna senyawa logam.
2. Pewarna rambut tidak langsung dengan zat warna oksidatif.
Dalam hal ini peranan pewarna rambut ditentukan oleh jenis senyawa
logam dan jenis pembangkit warnanya. Jenis senyawa logam yang digunakan
misalnya tembaga (II) sulfat, zat pembangkitnya misalnya pirogalol (Badan
2.9 Uji Iritasi
Sebagian besar zat yang terkandung dalam pewarna rambut merupakan
iritan kulit, reaksi iritan ini dapat terjadi secara spontan atau tidak spontan
tergantung dari jenis zat dan kadar yang dilekatkan. Banyak produk kosmetik
yang dapat menyebabkan gangguan kulit yang bersifat iritan ataupun alergi.
Uji keamanan yang dilakukan pada kosmetika meliputi dua aspek, yakni uji
keamanan sebagai bahan dan uji keamanan untuk produk kosmetika sebelum
diedarkan. Uji keamanan produk kosmetika dilakukan pada panel manusia
untuk menetapkan apakah produk kosmetika itu memberikan efek toksik atau
tidak (Ditjen POM, 1985).
Zat yang pertama kali digunakan sebagai bahan untuk produksi
kosmetika harus dikaji dan diuji efektivitas dan keamanannya. Prosedur dan
tata cara pengkajian dan pengujiannya dilakukan sama seperti halnya pada obat
dan makanan. Adanya analogi dalam prosedur dan tata cara yang harus
dilakukan dalam uji keamanan, maka zat yang sudah digunakan dalam obat dan
makanan, dapat dianggap telah dilakukan uji keamanan sehingga dapat
digunakan dalam produksi kosetika (Ditjen POM, 1985).
Untuk mencegah terjadinya reaksi iritasi terhadap produk pewarna
rambut, perlu dilakukan uji iritasi terhadap sukarelawan. Uji iritasi ini dapat
dilakukan dengan mengoleskan sediaan pewarna rambut pada lengan bawah
bagian dalam atau bagian belakang telinga dan dibiarkan selama 24 jam untuk
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca listrik,
blender, ayakan, batang pengaduk, pinset, kertas perkamen, gunting, tisu
gulung, rotary evaporator, cotton buds, plat tetes, mikroskop elektron
(Carlzeiss jena), lemari pengering, freeze dryer, dan alat-alat gelas yang
diperlukan.
3.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun keben,
etanol 70%, pirogalol, tembaga (II) sulfat, xanthan gum, aquadest, FeCl3,
kloralhidrat dan rambut uban.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1. Pengumpulan sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah
daun keben (Barringtonia asiatica Kurz.) yang masih muda 5 helai dari ujung
daun yang diambil dari tumbuhan yang telah dewasa di halaman Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
3.3.2. Identifikasi sampel
Identifikasi tumbuhan dilakukan di laboratorium Herbarium
3.3.3. Pengolahan sampel
Daun keben dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian dikeringkan dengan
cara diangin-anginkan, lalu ditimbang berat basahnya 1.500 gram. Bahan
kemudian dipotong kecil-kecil, lalu dikeringkan di lemari pengering pada
temperatur ±40OC hingga kering, lalu diserbukkan dengan menggunakan
blender kemudian diayak dan disimpan di tempat kering lalu ditimbang berat
keringnya yaitu 500 gram.
3.3.4. Pembuatan ekstrak daun keben (Barringtonia asiatica Kurz.)
Pembuatan ekstrak daun keben dilakukan secara maserasi
menggunakan penyari etanol 70%.
Cara kerja:
Serbuk simplisia sebanyak 500 gram dimasukkan ke dalam bejana
tertutup, tuangi dengan 75 bagian dari cairan penyari (etanol 70% sebanyak
3.750 ml secara bertahap) sampai semua simplisia terendam sempurna.
Rendaman tersebut ditutup rapat, disimpan pada suhu kamar dan biarkan
selama 5 hari terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalis
cahaya atau perubahan warna) sambil sering diaduk, diserkai, diperas, dan
dicuci ampas dengan 25 bagian dari cairan penyari (etanol 70% sebanyak 1.250
ml secara bertahap) secukupnya hingga diperoleh 100 bagian dari cairan
penyari (5000 ml maserat). Pindahkan kedalam bejana tertutup, dibiarkan
ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, lalu disaring (Ditjen
POM. 1979). Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan diuapkan dengan
menggunakan penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator) pada tekanan
dalam filtrat. Hasil penguapan dengan menggunakan penguap putar vakum
(rotary vacuum evaporator) tersebut diperoleh ekstrak tanin yang masih
mengandung etanol (crude extract) yang berwarna cokelat. Kemudian ekstrak
daun keben yang masih mengandung etanol dihilangkan kadar etanol-nya
menggunakan freeze dryer sehingga didapat ekstrak daun keben yang berwarna
cokelat kehitaman (Saati, 2006). Ekstrak kering daun keben yang didapat lalu
digerus dan diayak hingga diperoleh serbuk ekstrak daun keben sebayak 120
gram.
3.3.5. Pemeriksaan karakteristik simplisia dan ekstrak
3.3.5.1. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik memuat paparan mengenai bentuk, ukuran,
dan warna (Ditjen POM, 1995).
3.3.5.2. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik memuat paparan anatomis dan fragmen
pengenal serbuk simplisia maupun ekstrak. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara menaruh sampel pada objek glass kemudian ditetesi dengan kloralhidrat,
lalu diamati dibawah mikroskop (Ditjen POM, 1995).
3.3.6. Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak
3.3.6.1. Pemeriksaan saponin
Sampel ditambahkan dengan air, dididihkan selama 5 menit kemudian
dikocok. Terbentuknya busa yang konsisten selama 5-10 menit ±1 cm, berarti
3.3.6.2. Pemeriksaan tanin
Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan
selama 5 menit kemudian saring. Filtrat sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan pereaksi FeCl3 1%. timbul warna hijau atau biru
kehitaman (Ditjen POM, 1995).
Ekstrak kental daun keben sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1%. Terbentuknya warna
hijau dan biru tua menunjukkan adanya senyawa tanin (Harborne, 1987).
3.4 Pembuatan Formula
Adapun formula yang digunakan dalam orientasi penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Komposisi Coklat muda Coklat tua Hitam
Serbuk inai 30 83 73
Pirogalol 5 10 15
Tembaga (II) sulfat 5 7 12
Tabel 3.2. Formula standard pewarna rambut (Skripsi Khairil Nasution, 2013).
Formula pewarna rambut yang dibuat dalam penelitian ini diambil dari
formula standard oleh Khairil Nasution, 2013. Dari formula tersebut, dibuat
Tabel 3.3. Formula orientasi.
Dalam hasil orientasi penelitian ini, pada formula A menunjukkan
bahwa rambut uban dalam formula yang mengandung ekstrak daun keben 3%,
pirogalol 1%, dan tembaga (II) sulfat 1% dapat mengubah warna rambut uban
menjadi coklat gelap, sementara rambut uban dalam formula B yang
mengandung pirogalol 2% dan tembaga (II) sulfat 1% dengan jumlah ekstrak
daun keben yang sama, mengubah warna rambut uban menjadi hitam. Dengan
demikian, konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat yang akan digunakan
dalam formula pewarna rambut masing-masing adalah 1% dengan kriteria
warna rambut terbaik yang dihasilkan adalah hitam. Selanjutnya dilakukan lagi
orientasi terhadap rambut uban dengan penambahan xanthan gum0,5% sebagai
berikut:
1. Rambut uban direndam dalam ekstrak daun keben dengan konsentrasi 3%.
2. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1%.
3. Rambut uban direndam dalam tembaga (II) sulfat 1%.
4. Rambut uban direndam dalam xanthan gum0,5%.
5. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%.
6. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + xanthan gum0,5% .
7. Rambut uban direndam dalam tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum
8. Rambut uban direndam dalam ekstrak daun keben 3% + pirogalol 1%.
9. Rambut uban direndam dalam ekstrak daun keben 3% + tembaga (II)
sulfat 1%.
10. Rambut uban direndam dalam ekstrak daun keben 3% + xanthan gum
0,5%.
11. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% +
xanthan gum0,5%
12. Rambut uban direndam dalam ekstrak daun keben 3% + pirogalol 1% +
tembaga (II) sulfat 1%
13. Rambut uban direndam dalam ekstrak daun keben 3% + pirogalol 1% +
xanthan gum0,5%.
14. Rambut uban direndam dalam ekstrak daun keben 3% + tembaga (II)
sulfat 1% + xanthan gum0,5%.
15. Rambut uban direndam dalam ekstrak daun keben 3% + pirogalol 1% +
tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum. 0,5%
Rambut uban dimasukkan ke dalam masing-masing bahan atau
campuran bahan, dilakukan perendaman selama 4 jam, kemudian dikeluarkan,
dicuci dan dikeringkan. Masing-masing diamati warna yang terbentuk.
Dari hasil orientasi di atas, dibuat formula dengan variasi konsentrasi
Tabel 3.4. Formula pewarna rambut yang dibuat.
Komposisi Formula (%) (b/v)
A B C D E F G
Formula A = Konsentrasi ekstrak daun keben 1%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 0,5%.
Formula B = Konsentrasi ekstrak daun keben 2%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 0,5%.
Formula C = Konsentrasi ekstrak daun keben 3%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 0,5%.
Formula D = Konsentrasi ekstrak daun keben 4%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 0,5%.
Formula E = Konsentrasi ekstrak daun keben 5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 0,5%.
Formula F = Konsentrasi ekstrak daun keben 6%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 0,5%.
Formula G = Konsentrasi ekstrak daun keben 7%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 0,5%.
Prosedur kerja:
Dikalibrasi beaker glass 100 ml. Sesuai dengan formula yang
digunakan. Dicampurkan pirogalol, tembaga (II) sulfat, ekstrak daun keben dan
xanthan gum ke dalam lumpang, digerus homogen. Ditambahkan aquadest 50
ml ke dalam lumpang, lalu digerus hingga homogen. Dipindahkan massa ke
dalam beaker glass yang telah dikalibrasi, kemudian dicukupkan dengan air
suling sampai batas kalibrasi.
Pengujian terhadap rambut uban:
Empat ikat rambut uban masing-masing seratus helai yang telah
campuran bahan pewarna rambut, dilakukan perendaman selama 1-4 jam
dengan satu ikat rambut diambil setiap jamnya untuk kemudian dicuci,
dikeringkan, dan dipisahkan serta diamati warna yang terbentuk sesuai dengan
waktu perendaman.
3.5 Evaluasi
3.5.1. Pengamatan secara visual
Pengamatan ini dilakukan terhadap masing-masing formula untuk tiap
kali perendaman. Dari hasil percobaan yang dilakukan, ditentukan waktu
perendaman yang optimal, yaitu dengan membandingkan hasil pewarnaan
setelah 1-4 jam perendaman. Kemudian masing-masing formula diamati hasil
akhir pewarnaannya dan warna tersebut diklasifikasikan menurut Natural
Color Levels seperti pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1.Natural Color Levels (Dalton,1985).
Keterangan:
3.5.2. Pengamatan stabilitas warna
3.5.2.1. Stabilitas warna terhadap pencucian
Prosedur kerja:
Uban yang telah diberi pewarna dengan perendaman selama 4 jam
dicuci dengan menggunakan sampo dan dikeringkan. Pencucian ini dilakukan
sebanyak 15 kali pencucian, kemudian diamati apakah terjadi perubahan warna
rambut setelah pencucian.
3.5.2.2. Stabilitas warna terhadap sinar matahari
Uban yang telah diwarnai dan dibilas bersih dibiarkan terkena sinar
matahari langsung selama 5 jam mulai dari pukul 1000-1500 WIB, setelah itu
diamati perubahan warnanya.
3.5.3. Uji biologis (Uji iritasi)
Sukarelawan yang dijadikan sebagai panel dalam uji iritasi pada
formula pewarnaan rambut diuji dengan kriteria (Ditjen POM, 1985) sebagai
berikut:
1. wanita berbadan sehat,
2. usia antara 20-30 tahun,
3. tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan
4. bersedia menjadi relawan.
Prosedur kerja:
Kulit sukarelawan yang akan diuji dibersihkan dan dilingkari dengan
spidol (diameter 3 cm) pada bagian belakang telinganya, kemudian pewarna
rambut yang telah disiapkan dioleskan dengan menggunakan cotton buds pada
dengan diamati setiap 4 jam sekali apakah terjadi eritema, papula, vesikula, dan
edema (Scott, 1976; Ditjen POM, 1985). Bila terjadi eritema diberi tanda +,
terjadi eritema dan papula diberi tanda ++, terjadi eritema, papula dan vesikula
diberi tanda +++, terjadi edema dan vesikula diberi tanda ++++ dan bila tidak
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Indentifikasi Sampel
Hasil identifikasi tumbuhan menunjukkan bahwa bahan uji adalah
tumbuhan keben (Barringtonia asiatica Kurz.) famili Lecythidaceae.
4.2 Pemeriksaan karekteristik simplisia dan ekstrak
4.2.1. Pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan makroskopik pada daun keben menunjukkan bahwa
daun berbentuk bulat telur terbalik dan ujung meruncing, pangkal daun
membulat keras dan permukaannya licin. Warna daun hijau cerah dan
pucuknya kemerahan. Panjang daun 10-40 cm, lebar 5-24 cm.
Hasil pemeriksaan pemerian pada keben menunjukkan bahwa ekstrak
berwarna coklat, dengan bau khas dan rasa sepat. Rendemen ekstrak yang
didapat dari hasil ekstraksi adalah 24%. Ekstrak larut dalam air dan etanol.
Serbuk ekstrak yang di dapat memiliki derajat kehalusan dengan kriteria sangat
halus, kerena 91,3% dapat melalui ayakan mesh No. 100, 5,83% dapat melalui
ayakan mesh No. 60 dan 2,84% dapat melalui ayakan mesh No. 40.
4.2.2. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik simplisia dalam kloralhidrat menunjukkan
bahwa daun keben terdiri dari epidermis, sel parenkim, dan sel rambut.
Sedangkan pada ekstrak menunjukkan partikel ekstrak berupa kepingan
berwarna kekuningan hingga cokelat cerah. Hasil pemeriksaan dapat dilihat
4.3 Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak
4.3.1. Pemeriksaan saponin
Berdasarkan pemeriksaan skrining fitokimia pada pemeriksaan saponin
pada daun keben menunjukkan hasil negatif karena tidak terbentuk busa
(Ditjen POM, 1995).
4.3.2. Pemeriksaan tanin
Berdasarkan pemeriksaan skrining fitokimia pada pemeriksaan tanin
pada daun dan ekstrak daun keben menunjukkan hasil positif karena terbentuk
warna biru tua (Ditjen POM, 1995). Terbentuknya warna biru tua menunjukkan
adanya senyawa tanin katekol dalam ekstrak (Harborne, 1987).
4.4 Hasil Orientasi
4.4.1. Hasil orientasi perbedaan penambahan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban
Konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat ditentukan berdasarkan
hasil orientasi. Gambar (4.1.a) menunjukkan bahwa rambut uban dalam
formula yang mengandung ekstrak daun keben 3%, pirogalol 1%, dan tembaga
(II) sulfat 1% dapat mengubah warna rambut uban menjadi cokelat gelap,
sementara rambut uban dalam formula yang mengandung pirogalol 2% dan
tembaga (II) sulfat 1% dengan jumlah ekstrak daun keben yang sama,
mengubah warna rambut uban menjadi hitam seperti pada gambar (4.1.b).
Gambar 4.1. Pengaruh perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam.
Dengan demikian, konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat yang
akan digunakan dalam formula pewarna rambut masing-masing adalah 1%.
4.4.2. Hasil orientasi penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban
Berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan diperoleh hasil pewarnaan
rambut uban seperti pada Gambar 4.2 berikut:
a b c d
Gambar 4.2. Pengaruh penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam.
Keterangan:
a = rambut uban (blanko).
b = rambut uban dalam ekstrak daun keben 3%. c = rambut uban dalam pirogalol 1%.
d = rambut uban dalam tembaga (II) sulfat 1%. e = rambut uban dalam xanthan gum 0,5%.
f = rambut uban dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%. g = rambut uban dalam pirogalol 1% + xanthan gum 0,5%.
m = rambut uban dalam zat warna daun keben 3% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%.
n = rambut uban dalam zat warna daun keben 3% + pirogalol 1% + xanthan gum 0,5%.
o = rambut uban dalam zat warna daun keben 3% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 0,5%.
p = rambut uban dalam zat warna daun keben 3% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 0,5%.
Hasil perendaman rambut uban dalam ekstrak daun keben (4.2.b)
terjadi perubahan warna yaitu dari putih menjadi cokelat terang, dalam
warna tidak berubah, dalam xanthan gum (4.2.e) warna tidak berubah, dalam
pirogalol + tembaga (II) sulfat (4.2.f) berwarna cokelat sedang, dalam pirogalol
+ xanthan gum (4.2.g) berwarna pirang terang, dalam tembaga (II) sulfat +
xanthan gum (4.2.h) warna tidak berubah, dalam ekstrak daun keben +
pirogalol (4.2.i) berwarna cokelat sedang, dalam ekstrak daun keben + tembaga
(II) sulfat (4.2.j) berwarna cokelat terang, dalam ekstrak daun keben + xanthan
gum (4.2.k) berwarna cokelat terang, dalam pirogalol + tembaga (II) sulfat +
xanthan gum (4.2.l) berwarna cokelat sedang, dalam ekstrak daun keben +
pirogalol + tembaga (II) sulfat (4.2.m) berwarna cokelat gelap, dalam ekstrak
daun keben + pirogalol + xanthan gum (4.2.n) berwarna cokelat sedang, dalam
ekstrak daun keben + tembaga (II) sulfat + xanthan gum (4.2.o) berwarna
cokelat terang, dan dalam ekstrak daun keben + pirogalol + tembaga (II) sulfat
+ xanthan gum (4.2.p) memberikan warna cokelat gelap.
Gambar (4.2.b) terjadi kurang stabil karena dapat hilang dengan
pencucian. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang optimal maka
pewarna alami digunakan bersamaan dengan zat warna logam dan zat
pembangkit warna. Efek warna rambut dapat terlihat jelas pada gambar (4.2.m)
dan (4.2.p) yaitu warna cokelat gelap. Penggunaan zat warna senyawa logam
dan zat pembangkit warna akan menghasilkan warna yang lebih kuat dan lebih
stabil (Ditjen POM, 1985). Dengan demikian, konsentrasi pirogalol dan
tembaga (II) sulfat yang akan digunakan dalam formula pewarna rambut
4.4.3. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun keben dengan penambahan bahanterhadap perubahan warna rambut uban
Variasi konsentrasi ekstrak daun keben dapat memberikan perbedaan
warna rambut uban yang dihasilkan dari proses perendaman dalam waktu yang
sama. Perbedaan warna rambut uban tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.3
berikut:
Gambar 4.3. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun keben dengan penambahan bahan terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam.
Formula A = Konsentrasi ekstrak daun keben 1%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5% dengan perendaman selama 4 jam.
Formula B = Konsentrasi ekstrak daun keben 2%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5% dengan perendaman selama 4 jam.
Formula C = Konsentrasi ekstrak daun keben 3%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5% dengan perendaman selama 4 jam.
Formula E = Konsentrasi ekstrak daun keben 5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5% dengan perendaman selama 4 jam.
Formula F = Konsentrasi ekstrak daun keben 6%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5% dengan perendaman selama 4 jam.
Formula G = Konsentrasi ekstrak daun keben 7%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5% dengan perendaman selama 4 jam.
Gambar (4.3) merupakan hasil perendaman rambut uban dalam sediaan
pewarna rambut dengan beberapa variasi konsentrasi ekstrak daun keben.
Pewarnaan dengan formula A (konsentrasi ekstrak daun keben 1%), formula B
(konsentrasi ekstrak daun keben 2%), dan formula C (konsentrasi ekstrak daun
keben 3%) memberikan warna cokelat gelap, formula D (konsentrasi ekstrak
daun keben 4%), formula E (konsentrasi ekstrak daun keben 5%) memberikan
warna hitam sedang, formula F (konsentrasi ekstrak daun keben 6%) dan
formula G (konsentrasi ekstrak daun keben 7%) memberikan pewarnaan yang
sama yaitu warna hitam gelap. Hasil perendaman rambut uban dari
masing-masing formula yang dibuat memberikan perubahan warna pada rambut uban
seperti pada Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Data hasil pengamatan secara visual pengaruh konsentrasi ekstrak daun keben terhadap perubahan warna rambut uban.
No .
Formula Hasil pewarnaan pada lama perendaman (jam)
I II III IV
Tabel (4.1) menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak
daun keben maka hasil pewarnaanya menjadi lebih gelap, dalam penelitian ini
konsentrsi ekstrak daun keben yang digunakan sampai 7%. Hal ini disebabkan
karena semakin tinggi jumlah ekstrak daun keben akan memberikan warna
yang lebih dominan dibandingkan formula dengan konsentrasi ekstrak lebih
rendah. Pencampuran ekstrak daun keben, pirogalol, dan tembaga (II) sulfat
dapat memperbaiki daya lekat warna pada rambut. Zat warna dapat menempel
lebih kuat pada tangkai rambut, hal ini disebabkan karena molekul-molekul
tersebut menembus kutikula dan masuk ke dalam korteks rambut sehingga
terjadi perubahan warna pada rambut (Ditjen POM, 1985).
4.4.4. Pengaruh Waktu Perendaman terhadap Hasil Pewarnaan Rambut Uban
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap percobaan yang telah
dilakukan, diketahui bahwa lamanya waktu perendaman mempengaruhi hasil
pewarnaan rambut uban seperti terlihat pada Gambar 4.4 di bawah ini yang
diambil dari formula D.
a b c d
Perendaman rambut uban dalam sediaan pewarna rambut dilakukan
selama 1-4 jam. Penentuan waktu perendaman ini berdasarkan hasil yang
diperoleh bahwa pewarnaan rambut uban terjadi secara bertahap hingga
mencapai pewarnaan maksimal pada perendaman selama 4 jam yang dapat
mengubah rambut uban (putih) menjadi warna hitam seperti terlihat pada
Gambar 4.4. Perendaman selama 1-3 jam mengubah warna putih menjadi
cokelat gelap, perendaman selama 4 jam dapat mengubah warna rambut uban
(putih) menjadi hitam sedang.
Hasil pengamatan secara visual terhadap perendaman rambut uban
diperoleh formula yang menghasilkan perubahan warna paling jelas yang
mengarah kepada warna hitam gelap, yaitu formula F yang terdiri dari ekstrak
daun keben 6%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum0,5%.
Kemudian formula inilah yang digunakan untuk uji evaluasi.
Pencampuran ekstrak daun keben, pirogalol, dan tembaga (II) sulfat
dapat memperbaiki daya lekat warna pada rambut. Zat warna dapat menempel
lebih kuat pada tangkai rambut, hal ini disebabkan karena molekul-molekul
tersebut menembus kutikula dan masuk ke dalam korteks rambut sehingga
terjadi perubahan warna pada rambut (Ditjen POM, 1985).
4.5 Hasil Evaluasi
4.5.1. Stabilitas warna terhadap pencucian
Berdasarkan uji stabilitas warna terhadap pencucian diperoleh hasil
bahwa tidak terjadi perubahan warna rambut setelah lima belas kali pencucian
Gambar 4.5 Stabilitas warna terhadap pencucian
Warna rambut sebelum dan setelah pencucian masih terlihat sama, tidak
terjadi perubahan. Menurut Ditjen POM (1985), warna rambut uban tetap stabil
terhadap pencucian karena adanya pencampuran zat warna alam dengan zat
warna senyawa logam. Campuran tersebut dapat memperbaiki daya lekat
warna pada rambut sebab zat warna dapat menempel lebih kuat pada tangkai
rambut.
4.5.2. Stabilitas warna terhadap sinar matahari
Warna ditentukan kestabilannya dengan memaparkan rambut selama 5
jam di bawah sinar matahari yang dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut:
a b
Gambar 4.6. Stabilitas warna terhadap sinar matahari
c d e