• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Total Suspended Solid (TSS) Pada Umur Budidaya yang Berbeda dalam Sistem Perairan Tambak Udang Intensif.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Total Suspended Solid (TSS) Pada Umur Budidaya yang Berbeda dalam Sistem Perairan Tambak Udang Intensif."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN

Total Suspended Solid

(TSS) PADA UMUR

BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN

TAMBAK UDANG INTENSIF

INNA FEBRIANTIE

Skripsi

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

” Perubahan Total Suspended Solid (TSS) Pada Umur Budidaya yang Berbeda dalam Sistem Perairan Tambak Udang Intensif ”

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

(3)

INNA FEBRIANTIE. Perubahan Total Suspended Solid (TSS) Pada Umur Budidaya yang Berbeda dalam Sistem Perairan Tambak Udang Intensif. Dibimbing oleh BAMBANG WIDIGDO dan YUSLI WARDIATNO.

RINGKASAN

Penelitian ini dilakukan di kawasan budidaya tambak intensif PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung pada bulan Agustus sampai September 2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar perubahan

Total Suspended Solid (TSS), kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a pada setiap tahapan perjalanan air mulai dari air baku (tepat dimulut inlet), di sepanjang saluran inlet, di dalam tambak selama budidaya dan pada saluran pembuang sebelum mencapai perairan umum. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu informasi dalam pengelolaan suatu tambak udang yang ditinjau berdasarkan TSS (Total Suspended Solid) yang berkaitan dengan lingkungan perairan tambak udang intensif.

Perubahan konsentrasi TSS mulai dari main inlet (MI) sampai dengan

supply canal (SC) relatif mengalami penurunan baik pada sistem tertutup (DOC 30 dan 60) maupun sistem terbuka (DOC 90 dan 120). Penurunan tersebut diduga karena adanya pengendapan. Persentase TVSS lebih rendah pada sistem tertutup daripada sistem terbuka. Kemudian konsentrasi TSS dan persentase TVSS selama proses budidaya mengalami peningkatan karena adanya aktivitas budidaya di tambak dan relatif mengalami penurunan pada sub outlet dan main outlet pada sistem tertutup maupun sistem terbuka. Pada sistem tertutup persentase TVSS lebih rendah daripada sistem terbuka. Hal ini diduga karena banyaknya limbah tambak seiring meningkatnya umur budidaya. Berdasarkan uji t, perubahan TSS antara sistem tertutup dan terbuka relatif tidak berbeda nyata dimana t hitung lebih kecil dari t tabel dengan p lebih dari 0,05. Hal ini dapat berbeda tetapi tidak terlihat secara signifikan perbedaannya menurut statistik.

Salah satu penyusun bahan organik TSS dalam perairan yaitu fitoplankton dimana beberapa kandungan yang dimiliki oleh fitoplankton diantaranya yaitu klorofil-a dan phaeophytin-a. Kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a pada sistem tertutup dan sistem terbuka dari main inlet (MI) sampai supply canal (SC) tersedimentasi seiring proses pengendapan yang terjadi. Pada tambak budidaya saat DOC 30 dan 60 (pada sistem tertutup) dan saat DOC 90 dan 120 (pada sistem terbuka) kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a relatif mengalami peningkatan. Hal ini diduga karena adanya pemberian pakan dan pemupukan di tambak. Pada sistem tertutup di main outlet kandungan klorofil-a menurun dan phaeophytin-a meningkat sedangkan pada sistem terbuka di main outlet kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a menurun.

(4)

PERUBAHAN

Total Suspended Solid

(TSS) PADA UMUR

BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN

TAMBAK UDANG INTENSIF

Oleh :

INNA FEBRIANTIE C24104082

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Perubahan Total Suspended Solid (TSS) Pada Umur Budidaya yang Berbeda dalam Sistem Perairan Tambak

Udang Intensif Nama Mahasiswa : Inna Febriantie

Nomor Pokok : C24104082

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan

Menyetujui, I. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Bambang Widigdo Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc

NIP 130 937 430 NIP 131 956 708

Mengetahui,

II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP 131 578 799

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Perubahan Total Suspended Solid (TSS) Pada Umur Budidaya yang Berbeda dalam Sistem Perairan Tambak Udang Intensif”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.

Bogor, Maret 2009

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Bambang Widigdo selaku dosen pembimbing I atas saran,

koreksi dan bimbingannya serta kesempatan yang telah diberikan untuk mengikuti proyek penelitian pada PT. Centralpertiwi Bahari dan Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan koreksi dan arahannya selama penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen pembimbing

akademik yang telah banyak membantu dalam memberikan arahan selama menjalani perkuliahan.

3. Bapak Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc atas masukan dan arahannya selama penyusunan proposal skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil selaku penguji tamu dan Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS. selaku perwakilan penguji dari departemen yang telah memberikan arahan dan masukan bagi perbaikan skripsi ini.

5. Ayahanda Moch. Subuh Ilyas dan Ibunda Miah Salmiah, serta adik-adikku (Hadi dan Ali) yang telah memberikan doa, nasehat dan kasih sayangnya kepada penulis. Keluarga Iyum Rumbiah dan saudara-saudara yang turut memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

6. Bapak Rubi Haliman dan seluruh staf pegawai PT. Centralpertiwi Bahari, terutama divisi IQA atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian ini. Mr. C.E. Boyd atas arahan dan masukan yang telah diberikan selama penelitian ini.

7. Teman-teman tim Lampung (Weni, Nurdin, Riyan, Feridian) dan seluruh MSP’41 atas kebersamaan baik suka maupun duka selama penelitian dan proses penyusunan skripsi ini. Teman-teman di wisma Az-Zukhruf dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Bogor, Maret 2009

(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah ... 2

1.3. Tujuan ... 4

1.4. Manfaat ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Ekosistem tambak ... 5

2.2. Total Suspended Solid (TSS) ... 6

2.3. Parameter kualitas air yang terkait dengan TSS ... 7

2.3.1. Kecerahan dan kekeruhan ... 7

2.3.2. Warna air ... 8

2.3.3. Oksigen terlarut ... 8

2.3.4. Parameter biologi (Klorofil-a) ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 11

3.1. Lokasi dan waktu penelitian ... 11

3.2. Alat dan bahan ... 11

3.3. Penentuan lokasi pengambilan sampel ... 12

3.4. Waktu pengamatan dan metode pengambilan sampel... 12

3.5. Analisa endapan organik dan anorganik... 14

3.6. Analisa klorofil-a dan phaeophytin-a ... 15

3.7. Analisa settleable solid ... 16

3.8. Analisa parameter lainnya (in situ) ... 16

3.9. Analisa data... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1. Ekosistem tambak penelitian ... 18

4.2. Perubahan konsentrasi Total Suspended Solid (TSS)... 19

4.2.1. Perubahan konsentrasi TSS dari MI sampai SC pada sistem tertutup dan terbuka ... 19

4.2.2. Perubahan konsentrasi TSS selama proses budidaya pada sistem tertutup dan terbuka ... 23

4.2.3. Perubahan konsentrasi TSS setelah proses budidaya pada sistem tertutup dan terbuka ... 28

4.3. Komponen Total Suspended Solid (TSS) ... 31

(9)

4.3.2. Komponen TSS selama proses budidaya pada sistem

tertutup dan terbuka ... 33

4.3.3. Komponen TSS setelah proses budidaya pada sistem tertutup dan terbuka ... 35

4.4. Kaitan TSS dengan settleable solid... 36

4.5. Pengelolaan limbah tambak ditinjau berdasarkan TSS ... 37

4.5.1. Pergantian air tambak ... 37

4.5.2. Penyiponan dasar tambak... 37

4.5.3. Pengaturan pembuangan air limbah tambak ... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 40

5.1. Kesimpulan ... 40

5.2. Saran ... 40

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Parameter TSS dengan parameter terkait lainnya dari MI

sampai SC... 20

2. Uji t perubahan TSS dari MI-SC pada sistem tertutup dan terbuka

pada selang kepercayaan 95 % ... 21

3. Uji t konsentrasi TSS dari MI-SC pada sistem tertutup dan terbuka

pada selang kepercayaan 95 % ... 21

4. Parameter TSS dengan parameter terkait lainnya selama

proses budidaya... 24

5. Uji t perubahan TSS selama proses budidaya pada sistem tertutup

dan terbuka pada selang kepercayaan 95 % ... 26

6. Uji t konsentrasi TSS selama proses budidaya pada sistem tertutup

dan terbuka pada selang kepercayaan 95 % ... 26

7. Parameter TSS dengan parameter terkait lainnya setelah

proses budidaya... 29

8. Uji t perubahan TSS setelah proses budidaya pada sistem

tertutup dan terbuka pada selang kepercayaan 95 % ... 30

9. Uji t konsentrasi TSS setelah proses budidaya pada sistem tertutup

dan terbuka pada selang kepercayaan 95 % ... 30

10. Konsentrasi settleable solid dan TSSpada sistem tertutup dan

(11)

PERUBAHAN

Total Suspended Solid

(TSS) PADA UMUR

BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN

TAMBAK UDANG INTENSIF

INNA FEBRIANTIE

Skripsi

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

” Perubahan Total Suspended Solid (TSS) Pada Umur Budidaya yang Berbeda dalam Sistem Perairan Tambak Udang Intensif ”

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

(13)

INNA FEBRIANTIE. Perubahan Total Suspended Solid (TSS) Pada Umur Budidaya yang Berbeda dalam Sistem Perairan Tambak Udang Intensif. Dibimbing oleh BAMBANG WIDIGDO dan YUSLI WARDIATNO.

RINGKASAN

Penelitian ini dilakukan di kawasan budidaya tambak intensif PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung pada bulan Agustus sampai September 2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar perubahan

Total Suspended Solid (TSS), kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a pada setiap tahapan perjalanan air mulai dari air baku (tepat dimulut inlet), di sepanjang saluran inlet, di dalam tambak selama budidaya dan pada saluran pembuang sebelum mencapai perairan umum. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu informasi dalam pengelolaan suatu tambak udang yang ditinjau berdasarkan TSS (Total Suspended Solid) yang berkaitan dengan lingkungan perairan tambak udang intensif.

Perubahan konsentrasi TSS mulai dari main inlet (MI) sampai dengan

supply canal (SC) relatif mengalami penurunan baik pada sistem tertutup (DOC 30 dan 60) maupun sistem terbuka (DOC 90 dan 120). Penurunan tersebut diduga karena adanya pengendapan. Persentase TVSS lebih rendah pada sistem tertutup daripada sistem terbuka. Kemudian konsentrasi TSS dan persentase TVSS selama proses budidaya mengalami peningkatan karena adanya aktivitas budidaya di tambak dan relatif mengalami penurunan pada sub outlet dan main outlet pada sistem tertutup maupun sistem terbuka. Pada sistem tertutup persentase TVSS lebih rendah daripada sistem terbuka. Hal ini diduga karena banyaknya limbah tambak seiring meningkatnya umur budidaya. Berdasarkan uji t, perubahan TSS antara sistem tertutup dan terbuka relatif tidak berbeda nyata dimana t hitung lebih kecil dari t tabel dengan p lebih dari 0,05. Hal ini dapat berbeda tetapi tidak terlihat secara signifikan perbedaannya menurut statistik.

Salah satu penyusun bahan organik TSS dalam perairan yaitu fitoplankton dimana beberapa kandungan yang dimiliki oleh fitoplankton diantaranya yaitu klorofil-a dan phaeophytin-a. Kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a pada sistem tertutup dan sistem terbuka dari main inlet (MI) sampai supply canal (SC) tersedimentasi seiring proses pengendapan yang terjadi. Pada tambak budidaya saat DOC 30 dan 60 (pada sistem tertutup) dan saat DOC 90 dan 120 (pada sistem terbuka) kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a relatif mengalami peningkatan. Hal ini diduga karena adanya pemberian pakan dan pemupukan di tambak. Pada sistem tertutup di main outlet kandungan klorofil-a menurun dan phaeophytin-a meningkat sedangkan pada sistem terbuka di main outlet kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a menurun.

(14)

PERUBAHAN

Total Suspended Solid

(TSS) PADA UMUR

BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN

TAMBAK UDANG INTENSIF

Oleh :

INNA FEBRIANTIE C24104082

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(15)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Perubahan Total Suspended Solid (TSS) Pada Umur Budidaya yang Berbeda dalam Sistem Perairan Tambak

Udang Intensif Nama Mahasiswa : Inna Febriantie

Nomor Pokok : C24104082

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan

Menyetujui, I. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Bambang Widigdo Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc

NIP 130 937 430 NIP 131 956 708

Mengetahui,

II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP 131 578 799

(16)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Perubahan Total Suspended Solid (TSS) Pada Umur Budidaya yang Berbeda dalam Sistem Perairan Tambak Udang Intensif”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.

Bogor, Maret 2009

(17)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Bambang Widigdo selaku dosen pembimbing I atas saran,

koreksi dan bimbingannya serta kesempatan yang telah diberikan untuk mengikuti proyek penelitian pada PT. Centralpertiwi Bahari dan Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan koreksi dan arahannya selama penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen pembimbing

akademik yang telah banyak membantu dalam memberikan arahan selama menjalani perkuliahan.

3. Bapak Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc atas masukan dan arahannya selama penyusunan proposal skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil selaku penguji tamu dan Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS. selaku perwakilan penguji dari departemen yang telah memberikan arahan dan masukan bagi perbaikan skripsi ini.

5. Ayahanda Moch. Subuh Ilyas dan Ibunda Miah Salmiah, serta adik-adikku (Hadi dan Ali) yang telah memberikan doa, nasehat dan kasih sayangnya kepada penulis. Keluarga Iyum Rumbiah dan saudara-saudara yang turut memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

6. Bapak Rubi Haliman dan seluruh staf pegawai PT. Centralpertiwi Bahari, terutama divisi IQA atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian ini. Mr. C.E. Boyd atas arahan dan masukan yang telah diberikan selama penelitian ini.

7. Teman-teman tim Lampung (Weni, Nurdin, Riyan, Feridian) dan seluruh MSP’41 atas kebersamaan baik suka maupun duka selama penelitian dan proses penyusunan skripsi ini. Teman-teman di wisma Az-Zukhruf dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Bogor, Maret 2009

(18)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah ... 2

1.3. Tujuan ... 4

1.4. Manfaat ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Ekosistem tambak ... 5

2.2. Total Suspended Solid (TSS) ... 6

2.3. Parameter kualitas air yang terkait dengan TSS ... 7

2.3.1. Kecerahan dan kekeruhan ... 7

2.3.2. Warna air ... 8

2.3.3. Oksigen terlarut ... 8

2.3.4. Parameter biologi (Klorofil-a) ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 11

3.1. Lokasi dan waktu penelitian ... 11

3.2. Alat dan bahan ... 11

3.3. Penentuan lokasi pengambilan sampel ... 12

3.4. Waktu pengamatan dan metode pengambilan sampel... 12

3.5. Analisa endapan organik dan anorganik... 14

3.6. Analisa klorofil-a dan phaeophytin-a ... 15

3.7. Analisa settleable solid ... 16

3.8. Analisa parameter lainnya (in situ) ... 16

3.9. Analisa data... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1. Ekosistem tambak penelitian ... 18

4.2. Perubahan konsentrasi Total Suspended Solid (TSS)... 19

4.2.1. Perubahan konsentrasi TSS dari MI sampai SC pada sistem tertutup dan terbuka ... 19

4.2.2. Perubahan konsentrasi TSS selama proses budidaya pada sistem tertutup dan terbuka ... 23

4.2.3. Perubahan konsentrasi TSS setelah proses budidaya pada sistem tertutup dan terbuka ... 28

4.3. Komponen Total Suspended Solid (TSS) ... 31

(19)

4.3.2. Komponen TSS selama proses budidaya pada sistem

tertutup dan terbuka ... 33

4.3.3. Komponen TSS setelah proses budidaya pada sistem tertutup dan terbuka ... 35

4.4. Kaitan TSS dengan settleable solid... 36

4.5. Pengelolaan limbah tambak ditinjau berdasarkan TSS ... 37

4.5.1. Pergantian air tambak ... 37

4.5.2. Penyiponan dasar tambak... 37

4.5.3. Pengaturan pembuangan air limbah tambak ... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 40

5.1. Kesimpulan ... 40

5.2. Saran ... 40

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Parameter TSS dengan parameter terkait lainnya dari MI

sampai SC... 20

2. Uji t perubahan TSS dari MI-SC pada sistem tertutup dan terbuka

pada selang kepercayaan 95 % ... 21

3. Uji t konsentrasi TSS dari MI-SC pada sistem tertutup dan terbuka

pada selang kepercayaan 95 % ... 21

4. Parameter TSS dengan parameter terkait lainnya selama

proses budidaya... 24

5. Uji t perubahan TSS selama proses budidaya pada sistem tertutup

dan terbuka pada selang kepercayaan 95 % ... 26

6. Uji t konsentrasi TSS selama proses budidaya pada sistem tertutup

dan terbuka pada selang kepercayaan 95 % ... 26

7. Parameter TSS dengan parameter terkait lainnya setelah

proses budidaya... 29

8. Uji t perubahan TSS setelah proses budidaya pada sistem

tertutup dan terbuka pada selang kepercayaan 95 % ... 30

9. Uji t konsentrasi TSS setelah proses budidaya pada sistem tertutup

dan terbuka pada selang kepercayaan 95 % ... 30

10. Konsentrasi settleable solid dan TSSpada sistem tertutup dan

(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema rumusan masalah penelitian ... 3

2. Lokasi penelitian di PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung

(www.krisosa.files.wordpress.com/2007/09/sumatera) ... 11

3. Lokasi pengambilan sampel ... 13

4. Perubahan konsentrasi TSS mulai dari MI sampai dengan SC... 19

5. Kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a dalam TSS dari MI sampai SC pada (a) sistem tertutup (close system), (b) sistem terbuka

(open system)... 22 6. Perubahan konsentrasi TSS selama proses budidaya... 24

7. Kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a dalam TSS selama proses

budidaya ... 27

8. Perubahan konsentrasi TSS setelah proses budidaya... 29

9. Kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a dalam TSS setelah proses budidaya pada (a) sistem tertutup (close system), (b) sistem

terbuka (open system)... 31 10. Komponen TSS dalam bentuk persentase TVSS dan TFSS dari MI

sampai dengan SC pada (a) sistem tertutup (close system),

(b) sistem terbuka (open system) ... 33 11. Komponen TSS dalam bentuk persentase TVSS dan TFSS

selama proses budidaya pada sistem tertutup (close system) dan

sistem terbuka (open system)... 34 12. Komponen TSS dalam bentuk persentase TVSS dan TFSS pada

(a) sistem tertutup (close system), (b) sistem terbuka

(open system)... 35

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Parameter in situ ... 44 2. Perubahan konsentrasi TSS mulai dari main inlet (MI) sampai

dengan main outlet (MO) pada sistem tertutup dan terbuka ... 48 3. Rata-rata klorofil-a dan phaeophytin-a dari main inlet (MI) sampai

dengan main outlet (MO) pada sistem tertutup dan terbuka ... 49 4. Rata-rata dan persentase TVSS dan TFSS dari main inlet (MI)

sampai dengan main outlet (MO) pada sistem tertutup dan terbuka . 50 5. Konsentrasi settleable solid dari main inlet (MI) sampai dengan

main outlet (MO) pada sistem tertutup dan terbuka ... 51 6. Uji statistik perubahan TSS dari main inlet (MI) sampai dengan

main outlet (MO) antara sistem tertutup dan terbuka pada selang

kepercayaan 95 % ... 52

7. Uji statistik konsentrasi TSS dari main inlet (MI) sampai dengan

main outlet (MO) antara sistem tertutup dan terbuka pada selang

kepercayaan 95 % ... 60

8. Gambar alat dan bahan yang digunakan selama penelitian... 66

(23)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kegiatan budidaya udang di Indonesia semakin berkembang pesat dari waktu ke waktu. Hal ini sebagai akibat dari meningkatnya permintaan pasar internasional terhadap komoditas udang. Tingginya permintaan pasar internasional terhadap komoditas ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk menambah devisa negara yang berasal dari sektor budidaya.

Perkembangan pasar internasional dalam menerima udang akhir-akhir ini menuntut tidak hanya untuk kualitas (quality) dan keamanan (safety) produk namun juga menuntut adanya jaminan bahwa cara memproduksinya tidak mengakibatkan rusaknya lingkungan (environmentaly friendly operation). Kualitas dan keamanan udang dapat dicapai dengan menerapkan cara budidaya yang baik dan benar atau Good Aquaculture Practices (GAP) (Boyd, 1999). Sementara itu, untuk mengetahui apakah suatu kegiatan budidaya itu berpotensi memperburuk lingkungan atau tidak, maka di dalam GAP ditetapkan persyaratan nilai baku untuk nilai parameter kualitas air buangannya. Bahan organik dari sisa kegiatan budidaya udang biasanya terbuang dalam bentuk padatan tersuspensi atau Total Suspended Solid (TSS). TSS ini merupakan salah satu parameter pencemaran yang harus dimonitor dalam kegiatan budidaya karena hampir 35% pakan yang diberikan ke tambak akan terbuang ke lingkungan dalam bentuk TSS (Widigdo, 2001). Peningkatan bahan-bahan organik dalam lingkungan perairan dapat mengganggu ekosistem melalui peningkatan unsur hara setelah bahan organik didekomposisi oleh mikroba perairan. Peningkatan unsur hara dapat mengakibatkan eutrofikasi perairan yang kemudian diikuti dengan blooming. Kondisi yang terakhir ini dapat membahayakan perairan baik secara langsung (melalui bahan toksik yang dihasilkan spesies tertentu) maupun secara tidak langsung melalui gas-gas beracun jika terjadi proses pembusukan dari massa algae yang mati secara massal.

(24)

akan jauh lebih buruk dari kualitas air bakunya. Salah satu parameter yang dijadikan tolok ukur baik-buruknya pengelolaan tambak adalah konsentrasi TSS pada air buangan. Menurut ketentuan Aquaculture Certification Council (ACC) yang merupakan lembaga sertifikasi budidaya yang bertaraf internasional, salah satu kriteria yang digunakan dalam memonitor kegiatan budidaya adalah kandungan TSS pada air baku dan air buangan. Penelitian ini ditujukan untuk memonitor perkembangan TSS mulai dari laut, saluran masuk (main inlet), petak unit budidaya (selama budidaya) dan pada saluran pembuangan (main outlet) pada tambak udang intensif yang berskala besar.

1.2. Perumusan masalah

(25)

Penurunan konsentrasi TSS akan dapat membantu pengurangan pesaing udang dalam hal konsumsi oksigen. Demikian juga jika limbah cair dari tambak tidak mengalami proses pengendapan yang cukup maka konsentrasi TSS yang dibuang ke perairan umum akan tinggi dan melampaui ambang batas yang diizinkan oleh peraturan lingkungan.

Konsentrasi TSS mulai dari saluran pemasok utama (main inlet), di dalam tambak dan akhirnya di saluran pembuang utama (main outlet) akan mengalami perubahan seiring proses sedimentasi ataupun peningkatan pada saat digunakan sebagai media budidaya dan kembali mengalami pengendapan padasaat dibuang melalui saluran pembuangan sebelum akhirnya masuk perairan umum. Permasalahan yang dikhawatirkan adalah jika air buangan masih mengandung limbah organik dalam bentuk TSS yang terlalu tinggi. Hal ini akan sangat berpotensi terjadinya eutrofikasi perairan penerima limbah.

Diagram di bawah ini mengilustrasikan perubahan TSS dan parameter terkait mulai dari air baku, perairan dalam tambak dan sebelum mencapai perairan umum penerima limbah (Gambar 1).

Gambar 1. Skema rumusan masalah penelitian Aktivitas budidaya

di tambak Air payau sebagai sumber air tambak

Pengapuran,pemu pukan,pemberian pakan dan penyiponan Air limbah

tambak (TSS)

Potensi pencemaran lingkungan

(26)

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui seberapa besar perubahan Total Suspended Solid (TSS) pada setiap tahapan perjalanan air mulai dari air baku (tepat dimulut inlet), di sepanjang saluran inlet, di dalam tambak selama budidaya dan pada saluran pembuang sebelum mencapai perairan umum.

2. Mengetahui kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a dalam TSS pada setiap tahap perjalanan air mulai dari air baku, di dalam tambak selama budidaya, sampai pada saluran pembuang sebelum mencapai perairan umum.

1.4. Manfaat

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem tambak

Tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang laut dan hewan air lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang. Selain air laut, tambak juga memerlukan air tawar untuk mengimbangi penguapan agar salinitasnya tidak terlalu tinggi. Kebutuhan air tawar dipenuhi dari sungai yang bermuara di laut (Sudarmo dan Ranoemihardjo, 1992). Berdasarkan sistem pengelolaannya, tambak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif. Tambak ekstensif memiliki ciri-ciri diantaranya yaitu padat tebar yang rendah (kurang dari 40.000 ekor/ha), pakan bergantung pada pakan alami, pergantian air tergantung pada pasang surut, kedalaman kurang dari satu meter dengan luas antara 1 - 3 ha, serta dilengkapi dengan saluran di sepanjang sisi dasar tambak. Tambak semi intensif memiliki ciri-ciri diantaranya yaitu padat tebar lebih dari 25 ekor/m2, kedalaman sekitar satu meter dengan luas antara 0,5 - 1,0 ha, pergantian air mencapai 10% per hari, saluran dasar tambak dibuat di bagian tengah secara diagonal dari arah inlet ke outlet, pakan buatan diberikan untuk melengkapi pakan alami yang ada. Tambak intensif memiliki ciri-ciri diantaranya yaitu luasnya 0,25 - 0,5 ha dengan padat tebar lebih dari 25 ekor/m2, dilengkapi dengan aerator yang mencapai delapan buah/ha, pergantian air sekitar 5 - 20% per hari, drainase di tengah, serta diterapkan pemberian pakan buatan yang sangat berkualitas (Ahmad, 1989 in Pratiwi, 1997).

(28)

2.2. Total Suspended Solid (TSS)

Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid atau TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada saringan milliopore

dengan diameter 0,45 µm. TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad -jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003). TSS memberikan gambaran mengenai bahan-bahan tersuspensi, baik organik maupun anorganik yang berupa partikel pada suatu perairan. Nilai TSS ini dapat dijadikan sebagai indikator kualitas suatu perairan, karena TSS berpengaruh terhadap kecerahan dan kekeruhan air, sehingga akan mempengaruhi aktivitas di perairan tersebut (Abel, 1989).

Saturasi data pengamatan, perubahan atau naik turunnya nilai TSS tidak selalu diikuti oleh naik turunnya nilai kekeruhan secara linier. Hal ini dapat dijelaskan karena bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan perairan dapat terdiri atas berbagai bahan yang sifat dan beratnya berbeda sehingga tidak terlalu tergambarkan dalam bobot residu TSS yang sebanding. Hal ini juga berhubungan dengan prinsip pengukuran yang berbeda antara kekeruhan dengan TSS. Bila kekeruhan didasarkan atas seberapa besar cahaya yang tersisa setelah diserap oleh bahan-bahan yang terkandung dalam air (baik yang tersuspensi maupun yang terlarut), sedangkan TSS didasarkan atas bobot residu (setelah air diuapkan) dari bahan-bahan yang terkandung dalam air sebagai suspensi. Walaupun demikian pada dasarnya masing-masing parameter ini dapat saling mewakili (Widigdo, 2001).

Bahan organik dari sisa kegiatan budidaya udang biasanya terbuang dalam bentuk padatan tersuspensi atau Total Suspended Solid (TSS). TSS merupakan salah satu parameter pencemaran yang harus dimonitor dalam kegiatan budidaya karena hampir 35% pakan yang diberikan ke tambak akan terbuang ke lingkungan dalam bentuk TSS(Widigdo, 2001).

(29)

TSS (Sawyer et al., 2003). Adapun yang termasuk bahan organik tersuspensi misalnya fitoplankton, zooplankton, jamur, bakteri dan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati, sedangkan bahan anorganik tersuspensi, berupa koloid lumpur dan partikel tanah (Effendi, 2003). Settleable solid adalah jumlah padatan tersuspensi yang biasanya diendapkan selama periode waktu tertentu dan disalurkan dengan alat yang berbentuk kerucut terbalik (imhoff cones). Hasilnya dinyatakan dalam ml/l (Sawyer et al., 2003). Besarnya konsentrasi TSS dan settleable solid dalam air tambak merupakan indikasi kekuatan pencemaran dari air limbah tambak (Boyd dan Tucker, 1992). Hasil akhir berupa kotoran dari ikan memiliki bentuk yang berbeda, dimana TSS merupakan komponen utamanya. Produksi suspended solid dalam sistem budidaya dapat dinilai karena adanya kotoran ikan atau udang, sisa pakan yang tidak termakan, dan biomassa bakteri (Timmons dan Losordo, 2000). Kriteria standar kualitas air (TSS) khususnya, yang berasal dari limbah tambak budidaya yaitu sebesar 100 mg/l (ACC/Aquaculture Certification Council, 2005).

2.3. Parameter kualitas air yang terkait dengan TSS 2.3.1. Kecerahan dan kekeruhan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003).

(30)

Kecerahan seringkali berperan penting sebagai faktor pembatas di suatu perairan. Adanya kekeruhan dan padatan tersuspensi dapat menghalangi penetrasi cahaya ke dalam badan air sehingga proses fotosintesis akan terganggu (Odum, 1971).

2.3.2. Warna air

Warna air tambak sebagai hasil dari zat-zat terlarut dan partikel yang tersuspensi. Hal ini dapat dijadikan sebagai informasi mengenai kandungan dan sumber perairannya. Perairan yang memiliki zat-zat terlarut atau tersuspensi sedikit megindikasikan bahwa produktivitasnya rendah dan warna air terlihat biru. Bahan organik terlarut yang ada berwarna kuning atau coklat. Beberapa algae dan dinoflagellata berwarna kemerahan atau kuning pekat dalam perairan. Perairan yang kaya fitoplankton berwarna hijau. Hasil dari masukan tanah bervariasi yaitu merah, coklat, kuning, dan abu-abu (Parker, 2002).

Warna air tambak biasanya menggambarkan jenis fitoplankton yang dominan. Perubahan warna air atau intensitasnya menggambarkan perubahan kepadatan dan jenis fitoplankton. Kecepatan pertumbuhan tiap jenis fitoplankton berbeda-beda (harian, mingguan) tergantung pada tingkat reproduksi dan kemampuan adaptasinya terhadap perubahan kondisi lingkungan, seperti perubahan suhu dan salinitas akibat perubahan cuaca harian. Warna air tambak yang ditimbulkan oleh komunitas fitoplankton, antara lain warna coklat keemasan untuk diatom, hijau untuk ganggang hijau, hijau kebiruan untuk ganggang biru dan kemerahan untuk dinoflagellata. Umumnya warna air yang disukai para petambak yaitu warna hijau kecoklatan atau antara fitoplankton jenis Chlorophyta dan diatom tumbuh seimbang (Poernomo, 1988 in Lestari, 2003).

2.3.3. Oksigen terlarut

(31)

dilakukan dengan peralatan khusus, misalnya kicir, blower, pompa udara (air pump) dan lain-lain (Afrianto dan Liviawaty, 1991).

Oksigen terlarut di dalam perairan sangat dibutuhkan untuk proses respirasi, baik oleh tumbuhan air, udang, maupun organisme lain yang hidup di dalam air. Aktivitas organisme yang paling banyak menggunakan oksigen yaitu proses pembusukan. Proses ini dapat berlangsung karena adanya aktivitas bakteri pembusuk yang menguraikan bahan-bahan organik seperti sisa makanan tambahan, kotoran udang, maupun bangkai udang yang mati dan bahan organik lainnya. (Afrianto dan Liviawaty, 1991).

Menurut Boyd dan Fast (1992), konsentrasi oksigen terlarut 0,0-1,5 mg/l dapat menyebabkan kematian tergantung waktu dan kondisi lainnya. Konsentasi oksigen terlarut yang baik untuk ketahanan hidup dan pertumbuhan yaitu antara 3,5 mg/l sampai konsentrasi jenuh (saturasi). Konsentasi oksigen terlarut yang kelewat jenuh (supersaturasi) dapat membahayakan. Bocek (1991) menyatakan bahwa sumber perolehan oksigen terlarut dalam air didapat dari proses pergantian air, fotosintesis dan aerasi. Untuk proses pengurangan oksigen terlarut melalui proses pergantian air dan respirasi. Kriteria standar kualitas air DO khususnya, yang berasal dari limbah tambak budidaya yaitu sebesar 4 mg/l atau lebih (ACC/Aquaculture Certification Council, 2005).

2.3.4. Parameter biologi (Klorofil-a)

Curtis (1978) menyatakan bahwa klorofil-a adalah suatu molekul berukuran besar dengan atom Mg sebagai pusatnya yang terkait dalam cincin

porphyrin. Pada cincin porphyrin tersebut menempel suatu rantai hidrokarbon yang panjang dan sulit larut yang berfungsi sebagai jangkar molekul tersebut ke membran dalam kloroplas.

(32)

fotosintesis, energi pada elektron yang tereksitasi di berbagai pigmen di transfer ke pigmen pengumpul energi, yakni pusat reaksi.

Jefrey in Nontji (1984) menyatakan bahwa penentuan biomassa fitoplankton dengan pendekatan klorofil merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan hingga kini dipandang sebagai metode rutin terbaik. Dengan diketahui kandungan klorofil pada fitoplankton, maka dapat diperkirakan pula nilai parameter biomassa lainnya dengan menggunakan faktor-faktor konversi meskipun perkiraan ini sangat kasar, Nontji (1984) mengemukakan perkiraannya sebagai berikut :

1 µg klorofil = 34,8 µg berat kering zat organik

= 13,6 – 17,3 µgC = 0,319 mm3 volume fitoplankton

Klorofil-a dapat menyerap dengan baik pada panjang gelombang antara 400 - 450 nm dan 650 - 700 nm (www.wikipedia.org). Kandungan klorofil-a fitoplankton di suatu perairan dapat digunakan sebagai ukuran biomassa fitoplankton dan dijadikan petunjuk dalam melihat kesuburan perairan. Kualitas perairan yang baik merupakan tempat hidup dan berkembang yang baik bagi fitoplankton, karena kandungan klorofil-a fitoplankton itu sendiri dapat dijadikan indikator tinggi rendahnya produktivitas suatu perairan (Ardiwijaya, 2002).

(33)

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan waktu penelitian

[image:33.612.190.449.240.479.2]

Penelitian ini dilakukan di kawasan budidaya tambak intensif PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung (Gambar 2). Seluruh rangkaian penelitian ini yaitu mulai dari pengambilan sampel air hingga analisa laboratoris dan analisa data dilaksanakan mulai tanggal 15 Agustus sampai 18 September 2008.

Gambar 2. Lokasi penelitian di PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung (www.krisosa.files.wordpress.com/2007/09/sumatera)

3.2. Alat dan bahan

(34)

penutup tabung reaksi berbahan plastik, allumunium foil cup sebagai wadah kertas saring, timbangan analitik Mettler Toledo AG 204 untuk menimbang kertas saring, oven untuk mengeringkan kertas saring, desikator untuk mendinginkan kertas saring, muffle furnace untuk membakar kertas saring pada suhu 550°C dan

imhoff cones untuk menentukan settleable solid (Lampiran 8).

Bahan-bahan yang digunakan antara lain terdiri dari bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama yaitu sampel air, bahan-bahan pendukung diantaranya untuk analisa TSS yaitu, aquades, kertas saring whatman 934-AH 47 mm dengan mesh size 0,45 µm; untuk analisa klorofil-a dan phaeophytin-a yaitu kertas saring whatman 934-AH 47 mm dengan mesh size 0,45 µm, aseton 90% dan HCL 0,1 N (Lampiran 8).

3.3. Penentuan lokasi pengambilan sampel

Lokasi pengambilan sampel air dilakukan pada 10 titik yaitu main inlet,

sub inlet, tambak pengolahan air baku (petak 81 dan 73), supply canal, tiga petak tambak budidaya yaitu pada saat umur budidaya 30 hari / DOC 30 (Blok 2 jalur 41 petak 1, 2 dan 3), pada DOC 60 (Blok 2 jalur 41 petak 1, 2 dan 3), pada DOC 90 (Blok 2 jalur 33 petak 1, 2 dan 3), pada DOC 120 (Blok 2 jalur 39 petak 1, 2 dan 3), sub outlet dan main outlet sebagai tempat pembuangan air dari petak tambak tersebut (Gambar 3 dan Lampiran 9). Pengambilan sampel air pada masing-masing titik tersebut diambil secara komposit dari permukaan sampai ke dekat dasar (satu kolom perairan).

3.4. Waktu pengamatan dan metodepengambilan sampel

Pengambilan sampel air di saluran main inlet, sub inlet, tambak pengolahan air baku (petak 81 dan 73), supply canal, sub outlet dan main outlet

(35)
[image:35.612.142.482.83.667.2]

Keterangan : (X) = Titik pengambilan sampel

Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel Tambak

pengolahan air baku

(X)

Tambak pengolahan air baku

(X)

81 82

71

72

73

Main Inlet (X)

(X) Supply

Canal

Tambak Tambak 1 (X)

Tambak 2 (X)

Tambak 3 (X) (X)

Sub Outlet

Sub Inlet(X)

(36)

Sampel air yang sudah diambil kemudian dimasukkan ke dalam box pendingin yang telah diberi es batu, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisa kandungan TSS, TVSS, TFSS, klorofil-a, phaeophytin-a dan settleable solid. Analisa parameter yang langsung dilakukan di lapangan (in situ) yaitu DO, warna air dan kecerahan.

3.5. Analisa endapan organik dan anorganik

Analisa TSS dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri yang dideskripsikan dalam (APHA, 1995) yaitu kertas saring whatman 934-AH dengan diameter 47 mm dan mesh size 0,45 µm dibilas terlebih dahulu dengan

aquades, ditaruh pada allumunium foil cup, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 103 – 105°C selama satu jam untuk mendapatkan berat kering tanpa air. Setelah itu, kertas saring bersama allumunium foil cup dinginkan dalam desikator dan timbang dengan timbangan analitik ketepatan 0.0000 g lalu catat hasilnya (b mg), dan disimpan kembali dalam desikator. Kertas saring yang telah diketahui beratnya disiapkan pada alat penyaring (vaccum pump). Sebanyak 100 ml air sampel dikocok kemudian dimasukkan ke dalam vaccum pump. Untuk meyakinkan semua endapan dari air contoh tersebut masuk ke dalam alat saring maka wadah air contoh dibilas dengan aquades dan air bilasannya dimasukkan ke dalam alat saring. Setelah endapan tersaring, kertas saring bersama endapan (TSS) disimpan pada allumunium foil cup yang sama untuk kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 103 – 105°C selama satu jam. Setelah itu, dinginkan dalam desikator selama sepuluh menit dan kemudiantimbang dengan timbangan analitik lalu catat hasilnya (a mg).

Berat kertas saring dan allumunium foil cup... = b mg Berat kertas saring, allumunium foil cup dan endapan ... = a mg Berat endapan kering (TSS) = a – b = c mg

(37)

mengabukan kertas saring dan endapan yang ditaruh pada allumunium foil cup

yang telah diketahui beratnya di atas (a mg) dan memasukkannya ke dalam muffle furnace pada suhu 550°C selama 15 sampai 20 menit. Abu bersama kertas saring dan alumunium foil cup kemudian disimpan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang dengan timbangan analitik lalu catat hasilnya (d mg). Penyusutan berat dari a mg ke d mg adalah merupakan bagian TSS yang menguap (TVSS). Selanjutnya TFSS dapat dihitung dengan mengurangkan TVSS terhadap TSS. Hasil penimbangan abu, kertas saring dan alumunium foil cup...= d mg

TVSS = (a – d) mg TFSS = (TSS – TVSS) mg

3.6. Analisa klorofil-a dan phaeophytin-a

Untuk mengetahui berapa banyak fitoplankton yang masih hidup dan yang mati sebagai penyusun TSS maka terhadap endapan TSS juga dianalisa klorofil-a dan phaeophytin-a dengan menggunakan metode spektrofotometri dan kemudian dihitung dengan menggunakan rumus yang dideskripsikan dalam

(APHA, 1995) sebagai berikut:

(38)

Berikut perhitungan untuk klorofil-a dan phaeophytin-a :

a. Klo-a (g/l)=

VtxL xVx a A a A b A b A x

x2,43 ( 664 750 ) ( 665 750 ) 1000

11   

b. Pheo-a (g/l)=

VtxL xVx a A a A b A a A x x

x2,43 1,7 ( 665 750 ) ( 664 750 ) 1000

11   

Keterangan :

11 = Koefisien absorbansi klorofil-a

2,43 = Faktor untuk menyeimbangkan reduksi dalam absorbansi konsentrasi klorofil-a

A664b = Absorbansi pada panjang gelombang 664 sebelum penambahan HCl 0,1 N

A750b = Absorbansi pada panjang gelombang 750 sebelum penambahan HCl 0,1 N

A665a = Absorbansi pada panjang gelombang 665 sesudah penambahan HCl 0,1 N

A750a = Absorbansi pada panjang gelombang 750 sesudah penambahan HCl 0,1 N

V = Volume aseton yang digunakan untuk ekstraksi (10 ml) Vt = Volume air contoh yang disaring (100 ml)

L = Lebar kuvet dalam cm (1 cm)

1,7 = Faktor koreksi klorofil-a untuk pheophytin-a

3.7. Analisa settleable solid

Untuk mengetahui jumlah padatan tersuspensi yang biasanya diendapkan selama periode waktu tertentu dan disalurkan dengan alat yang berbentuk kerucut terbalik (imhoff cones), hasilnya dinyatakan dalam ml/l (Sawyer et al., 2003) maka dianalisa settleable solid dengan menggunakan metode volumetri yang dideskripsikan dalam (APHA, 1995). Sebanyak 1000 ml air sampel dikocok kemudian masukkan ke dalam imhoff cones. Setelah itu, diamkan selama 45 menit sampai endapan menumpuk di dasar imhoff cones, lalu catat hasilnya dalam ml/l.

3.8. Analisa parameter lainnya (in situ)

Warna air, kecerahan dan oksigen terlarut (DO) dianalisa secara in situ

(39)

3.9. Analisa data

Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dengan menggunakan tabel dan grafik. Selain itu, analisa data juga dilakukan dengan menggunakan pengujian dua sampel berpasangan (Paired Sample T Test). Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata perubahan konsentrasi TSS dan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan konsentrasi TSS dari sebelum masuk ke tambak sampai setelah keluar dari tambak antara sistem tertutup dan sistem terbuka.

Pengujian dua sampel berpasangan (Paired Sample T Test) dilakukan dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS)

for windows versi 17.0. Adapun rumus perhitungan untuk uji ini sebagai berikut (Sugiyono, 1997 in Priyatno, 2008) :

t =

2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 1

2

n

S

n

S

r

n

S

n

S

X

X

Keterangan : t = Nilai t hitung dengan selang kepercayaan 95%

1

X = Rata-rata variabel (sistem tertutup) X2 = Rata-rata variabel (sistem terbuka) S1 = Simpangan baku variabel 1

S2 = Simpangan baku variabel 2

n1 = Jumlah data variabel 1

n2 = Jumlah data variabel 2

r = Koefisien korelasi

[image:39.612.132.461.284.495.2]

Pengambilan keputusan uji dua sampel berpasangan (Paired Sample T Test) berdasarkan perbandingan nilai t hitung pada selang kepercayaan 95 % dan t tabel dengan probabilitas (tingkat signifikan). Hipotesis yang digunakan :

H0 :  1 =  2

H1 :  1 ≠  2

Kesimpulan : Jika t hitung > t tabel maka tolak H0 (berbeda nyata/significant) Jika t hitung < t tabel maka tolak H0 (tidak berbeda nyata/non

significant) Keterangan :

 1 = Rata-rata parameter diuji pada sistem tertutup

(40)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ekosistem tambak penelitian

Budidaya udang vaname di tambak PT. Centralpertiwi Bahari menggunakan sistem intensif yang dicirikan dengan padat tebar tinggi, penggunaan pakan buatan, dan pola tanam yang terus-menerus. Untuk setiap petakan tambak memiliki luas ± 5000 m². Jumlah penebaran benur untuk setiap tambak sebanyak 525.000 – 700.000 PL sehingga padat penebaran untuk tiap tambak dapat mencapai antara 105 – 140 PL/m2. Waktu yang dibutuhkan untuk budidaya udang vaname dalam setiap satu siklus produksi adalah ± 4 bulan atau udang vaname tersebut telah mencapai umur budidaya (Day Of Culture / DOC) 105 - 120 hari.

Proses budidaya dibagi ke dalam dua tahapan yaitu menggunakan sistem tertutup (Close System) pada 70 hari pertama dan sistem terbuka (Open System) pada hari ke 71 sampai panen. Pada sistem tertutup air dari main inlet mengalami proses pengendapan dan sterilisasi selama tiga hari yang didalamnya diberikan

pond fos (organofosfat) yang berfungsi untuk membunuh carrier (pembawa virus) dan predator, resuspensi dan rekondisi di treatment pond. Sistem ini digunakan mulai awal budidaya/DOC 0 sampai kira-kira DOC 70. Sedangkan sistem terbuka air dari main inlet tidak mengalami proses pengendapan dan sterilisasi terlebih dahulu tetapi langsung mengalir menuju tambak melalui treatment pond dan sistem ini baru digunakan saat DOC 71, itu pun jika kualitas masukan air dari

main inlet dalam kondisi baik (tidak terserang virus).

Air yang digunakan untuk budidaya di tambak berasal dari percampuran air laut dan air tawar. Sumber air laut tersebut berasal dari perairan pantai timur Lampung yang masuk melalui pintu pemasukkan air laut, sedangkan untuk air tawar berasal dari perairan Sungai Way Seputih. Air kemudian dialirkan melalui

main inlet untuk didistribusikan ke quarantine pond dengan menggunakan pompa.

Treatment pond (TP) terdiri dari quarantine pond (petak 82), sedimentation pond

(petak 81) dan reconditioning pond (petak 71,72 dan 73). Proses masuknya air dari main inlet (MI) sebelum masuk ke dalam tambak terlebih dahulu masuk ke

(41)

dalam sedimentation pond dan selanjutnya masuk ke reconditioning pond. Sebelum masuk ke tambak air dari reconditioning pond disalurkan melalui supply canal (SC). Air buangan dari tambak dikeluarkan melalui pipa pembuangan ke saluran sub outlet (SO), kemudian air dari sub outlet dialirkan ke main outlet

dengan menggunakan pompa yang terdapat di ujung sub outlet. Main outlet (MO) berfungsi untuk menampung serta mengalirkan air buangan tambak dari semua modul dan kemudian dibuang ke perairan muara Sungai Way Seputih (PT. Centralpertiwi Bahari, 2008).

4.2. Perubahan Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS)

4.2.1. Perubahan konsentrasi TSS dari MI sampai SC pada sistem tertutup dan terbuka

Perubahan konsentrasi TSS mulai dari main inlet (MI) sampai dengan

supply canal (SC) mengalami penurunan sebesar 30,5 mg/l dapat dilihat pada tabel 1 dan gambar 4. Hal tersebut terjadi diduga karena pada DOC 0 – 70 menggunakan sistem tertutup (close system) dimana proses pengendapan dan sterilisasi dengan menggunakan pond fos (organofosfat) yang berfungsi untuk membunuh carrier (pembawa virus) dan predator yang berasal dari MI terjadi di

quarantine pond (petak 82) sebelum mencapai petak 81 selama tiga hari. Selanjutnya air mengalir dan mengalami pengkondisian sampai petak 73 dan pada akhirnya sampai SC sebelum air masuk ke dalam tambak budidaya.

Lokasi

MI SI 81 73 SC

[image:41.612.215.410.531.678.2]

P e ru b a h a n T S S ( m g /l ) 0 5 10 15 20 25 Close Open

(42)
[image:42.612.131.521.105.290.2]

Tabel 1. Parameter TSS dengan parameter terkait lainnya dari MI sampai SC

Lokasi TSS

(mg/l) ∆ TSS (mg/l)

TVSS (mg/l)

TFSS

(mg/l) %TVSS %TFSS

Klorofil-a (g/l)

Phaeophytin-a (g/l)

MI 62,50 0 19,50 43,00 31,20 68,80 38,76 19,25

SI 49,00 -13,5 17,50 31,50 35,71 64,29 24,06 19,91

81 44,50 -4,50 13,50 31,00 30,34 69,66 9,36 2,81

73 39,50 -5 9,50 30,00 24,05 75,95 4,01 2,54

C

lo

s

e

SC 32,50 -7 10,00 22,50 30,77 69,23 9,36 2,81

MI 89,50 0 63,00 26,50 70,39 29,61 37,42 12,30

SI 78,00 -11,5 59,50 18,50 76,28 23,72 13,37 19,25

81 55,00 -23,00 36,00 19,00 65,45 34,55 10,69 25,26

73 51,00 -4 37,50 13,50 73,53 26,47 2,67 7,75

O

p

e

n

SC 52,50 1,5 32,50 20,00 61,90 38,10 16,04 3,61

Pada sistem terbuka (open system) perubahan konsentrasi TSS main inlet

(MI) sampai dengan petak 73 mengalami penurunan sebesar 38,5 mg/l kemudian mengalami peningkatan di SC sebesar 1,5 mg/l (Tabel 1 dan Gambar 4). Konsentrasi TSS pada sistem tertutup lebih rendah daripada sistem terbuka. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh adanya proses pengendapan dan retention time

yang berbeda antara sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup memiliki

retention time yang lebih lama daripada sistem terbuka.

Perubahan TSS dari MI sampai SC jika dilihat dari persentase didapatkan seperti pada tabel 2. Berdasarkan persentase perubahan TSS dari MI sampai SC terjadi perubahan yang cukup berpengaruh tetapi berdasarkan uji statistik yang signifikan hanya perubahan TSS dari MI sampai 73. Persentase perubahan TSS meningkat sebesar 2,9 % di 73 sampai SC pada sistem terbuka. Berdasarkan uji t (Tabel 2 dan Lampiran 6), diperoleh hasil bahwa perubahan TSS dari MI sampai SC relatif tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% antara sistem tertutup dan terbuka karena memiliki t hitung lebih kecil dari t tabel dengan p lebih dari 0,05 kecuali perubahan dari MI sampai petak 73 karena memiliki t hitung lebih besar dari t tabel dengan p kurang dari 0,05. Hal ini dapat dikatakan berpengaruh tetapi tidak terlihat secara signifikan perbadaannya menurut statistik.

(43)

kepercayaan 95% antara sistem tertutup dan terbuka karena memiliki t hitung lebih kecil dari t tabel dengan p lebih dari 0,05 kecuali konsentrasi TSS pada SC karena memiliki t hitung lebih besar dari t tabel dengan p kurang dari 0,05. Hal ini diduga karena pada sistem tertutup di SC air sudah mengalami pengendapan dan perlakuan sebelum sampai di SC sebelum masuk ke dalam tambak budidaya.

Tabel 2. Uji t perubahan TSS dari MI-SC pada sistem tertutup dan terbuka pada selang kepercayaan 95 %

Sistem tertutup

dan terbuka % Perubahan TSS

No.

t

hitung t tabel p(probabilitas) Kesimpulan

Tertutup Terbuka

1 MI-SI -1 12,706 0,500 ns* 21,6 12,8

2 MI-81 6,6 12,706 0,096 ns* 28,8 38,5

3 MI-73 31 12,706 0,021 s* 36,8 43,02

4 MI-SC 0,636 12,706 0,639 ns* 48 41,3

5 SI-81 4,1 12,706 0,152 ns* 9,2 29,4

6 SI-73 7 12,706 0,090 ns* 24,05 34,6

7 SI-SC 0,692 12,706 0,614 ns* 33,7 32,6

8 81-73 -0,5 12,706 0,705 ns* 11,2 7,2

9 81-SC

-0,118 12,706 0,465 ns* 26,9 4,5

10 73-SC -0,81 12,706 0,567 ns* 17,7 -2,9

[image:43.612.131.500.502.585.2]

(ns=non significant; s=significant; *=pada taraf 0,05; = peningkatan TSS)

Tabel 3. Uji t konsentrasi TSS dari MI-SC pada sistem tertutup dan terbuka pada selang kepercayaan 95 %

No. Sistem tertutup dan terbuka t hitung t tabel p(probabilitas) Kesimpulan

1 MI -2,7 12,706 0,226 ns*

2 SI -2,417 12,706 0,25 ns*

3 81 -1,4 12,706 0,395 ns*

4 73 -1,2 12,706 0,44 ns*

5 SC -20 12,706 0,032 s*

(ns=non significant; s=significant; *=pada taraf 0,05)

(44)

menggambarkan fitoplankton yang mati (Boyd, 2008). Fitoplankton yang hidup akan membantu dalam proses fotosintesis yang menjadi sumber penghasil oksigen terbesar di tambak. Hal ini sesuai dengan Bocek (1999), sumbangan oksigen terlarut terbesar di dalam tambak berasal dari proses fotosintesis fitoplankton. Berbeda halnya dengan fitoplankton yang mati yaitu tidak akan menghasilkan oksigen tetapi akan mengurangi oksigen untuk proses dekomposisi. Hal ini sesuai dengan Ardiwijaya (2002), kandungan klorofil-a fitoplankton itu sendiri dapat dijadikan indikator tinggi rendahnya produktivitas suatu perairan.

(a)

Lokasi

MI SI 81 73 SC

K lo ro fi l-a d a n P h a e o p h y ti n -a ( g /l ) 0 50 100 150 200 250 300 350 P e ru b a h a n T S S ( m g /l ) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Klo-a Close Phaeo-a Close TSS Close (b) Lokasi

M I SI 81 7 3 SC

K lor of il -a da n P ha e ophy ti n-a ( g/ l) 0 5 0 10 0 15 0 20 0 25 0 30 0 35 0 P e ruba ha n TS S ( m g/ l) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Klo-a Open Phaeo-a Open TSS O pen

[image:44.612.139.433.283.636.2]
(45)

Berdasarkan gambar 5 (a) dapat dilihat bahwa pada sistem tertutup (close system) dari main inlet (MI) sampai supply canal (SC) kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a tersedimentasi seiring proses pengendapan yang terjadi. Adapun kandungan klorofil-a berkisar antara 4,01 g/l – 38,76 g/l sedangkan kandungan

phaeophytin-a berkisar antara 2,81 g/l – 19,91 g/l dengan konsentrasi TSS berkisar antara 32,5 mg/l – 62,5 mg/l.

Berdasarkan gambar 5 (b) dapat dilihat bahwa pada sistem terbuka (open system) kandungan klorofil-a dari main inlet (MI) sampai supply canal (SC) berkisar antara 2,67 g/l – 37,42 g/l sedangkan kandungan phaeophytin-a berkisar antara 3,61g/l – 25,26 g/l dengan konsentrasi TSS berkisar antara 51

mg/l – 89,5 mg/l. Tingginya konsentrasi TSS tidak selalu diikuti dengan tingginya kandungan klorofil-a. Kandungan klorofil-a yang tinggi diduga karena banyaknya masukan bahan organik berupa fitoplankton yang hidup.

4.2.2. Perubahan konsentrasi TSS selama proses budidaya pada sistem tertutup dan terbuka

Secara umum, TSS mengalami peningkatan selama proses budidaya dapat dilihat pada gambar 6 dan tabel 4. Pada tambak budidaya saat DOC 30 konsentrasi TSS mengalami peningkatan sebesar 38,1 mg/l menjadi 70,6 mg/l sedangkan pada saat DOC 60 sebesar 24,5 mg/l menjadi 57 mg/l. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya sisa pakan udang yang tidak termakan, kotoran udang, organisme mati, fitoplankton dan lumpur yang ada di tambak. Hal ini sesuai dengan Timmons dan Losordo (2000), produksi suspended solid dalam sistem budidaya dapat dinilai karena adanya kotoran ikan atau udang, sisa pakan yang tidak termakan, dan biomassa bakteri. Tingginya konsentrasi TSS saat DOC 30 dibandingkan DOC 60 karena pada DOC 60 sudah mulai adanya aktivitas sipon (kegiatan membuang limbah tambak secara mekanis) yang biasanya dilakukan mulai DOC 40 dan dilakukan minimal enam jam per minggu.

(46)

konsentrasi TSS semakin rendah nilai kecerahannya begitu juga sebaliknya. TSS ini dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung di perairan. Pengaruh langsungnya yaitu dengan tingginya keberadaan TSS di perairan maka akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam kolom perairan sehingga dapat menghambat proses fotosintesis dan pasokan oksigen terlarut. Tetapi, berdasarkan hasil pengukuran didapatkan DO yang masih memenuhi standar di tambak yaitu lebih dari 3,5 mg/l. Hal ini sesuai dengan Boyd dan Fast (1992), konsentrasi oksigen terlarut yang baik untuk ketahanan hidup dan pertumbuhan yaitu antara 3,5 mg/l sampai konsentrasi jenuh (saturasi). Sedangkan pengaruh tidak langsungnya yaitu akan meningkatkan kekeruhan perairan yang akan menghambat produktivitas perairan tersebut. Menurut Abel (1989), bahwa nilai TSS dapat dijadikan indikator kualitas suatu perairan karena TSS berpengaruh terhadap kecerahan dan kekeruhan air, sehingga akan mempengaruhi aktivitas di perairan tersebut.

Lokasi

T30 T60 T90 T120

[image:46.612.216.421.392.537.2]

P e ru b a h a n T S S ( m g /l ) 0 10 20 30 40 50 60 TSS T30,T60 :Close T90,T120 :Open

Gambar 6. Perubahan konsentrasi TSS selama proses budidaya (T30=Tambak DOC 30; T60=Tambak DOC 60; T90=Tambak DOC 90; T120=Tambak DOC 120)

Tabel 4. Parameter TSS dengan parameter terkait lainnya selama proses budidaya

Lokasi TSS

(mg/l) ∆ TSS (mg/l) TVSS (mg/l)

TFSS

(mg/l) %TVSS %TFSS

Klorofil-a (g/l)

Phaeophytin-a (g/l)

T30 70,60 38,1 37,60 33,00 53,30 46,70 65,04 219,99

C

lo

s

e

T60 57,00 24,5 26,67 30,33 46,78 53,22 89,10 169,74

T90 105,00 52,5 74,33 30,67 70,79 29,21 82,86 169,74

O

p

e

n

[image:46.612.131.522.612.691.2]
(47)

Pada tambak budidaya saat DOC 90 konsentrasi TSS mengalami peningkatan sebesar 52,5 mg/l menjadi 105 mg/l sedangkan pada saat DOC 120 sebesar 35,17 menjadi 87,6 mg/l. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya sisa pakan udang yang tidak termakan, kotoran udang, organisme mati, fitoplankton dan lumpur yang ada di tambak. Hal ini sesuai dengan Timmons dan Losordo (2000), produksi suspended solid dalam sistem budidaya dapat dinilai karena adanya kotoran ikan atau udang, sisa pakan yang tidak termakan dan biomassa bakteri. Tingginya konsentrasi TSS saat DOC 90 dibandingkan DOC 120 karena pada DOC 90 pakan yang diberikan semakin tinggi seiring bertambahnya umur budidaya udang. Selain itu, pada DOC 120 sudah mulai adanya aktivitas sipon (kegiatan membuang limbah tambak baik organik maupun anorganik secara mekanis) yang biasanya dilakukan selama tiga hari sampai sebelum panen.

Tingginya TSS di tambak dapat mempengaruhi tingkat kecerahan perairan dan DO. Dapat dilihat pada lampiran 1, bahwa kecerahan di tambak saat DOC 90 dan DOC 120 berkisar antara 14,7 – 32,6 % dengan DO antara 2,8 – 7,1 mg/l. Konsentrasi TSS berbanding terbalik dengan kecerahan, dimana semakin tinggi konsentrasi TSS semakin rendah nilai kecerahannya begitu juga sebaliknya. TSS ini dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung di perairan. Pengaruh langsungnya yaitu dengan tingginya keberadaan TSS di perairan maka akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam kolom perairan sehingga dapat menghambat proses fotosintesis dan pasokan oksigen terlarut. Tetapi, berdasarkan hasil pengukuran didapatkan DO yang kurang memenuhi standar di tambak yaitu lebih dari 3,5 mg/l. Hal ini diduga karena banyaknya pakan yang diberikan seiring bertambahnya umur budidaya sehingga banyak pula sisa pakan yang tidak termakan dan kotoran udang. Pada kondisi tersebut oksigen banyak dibutuhkan bakteri dalam proses penguraian bahan organik tersebut.

(48)

produktivitas perairan tersebut. Hal ini sesuai dengan Odum (1971), adanya kekeruhan dan padatan tersuspensi dapat menghalangi penetrasi cahaya ke dalam badan air sehingga proses fotosintesis akan terganggu.

Perubahan TSS selama proses budidaya jika dilihat dari persentase didapatkan seperti pada tabel 5. Berdasarkan persentase perubahan TSS selama proses budidaya terjadi peningkatan yang cukup berpengaruh tetapi berdasarkan uji statistik tidak signifikan. Persentase perubahan TSS meningkat dari SC ke tambak pada sistem tertutup dan terbuka berturut-turut sebesar 96,3 % dan 83,4 %. Berdasarkan uji t (Tabel 5 dan Lampiran 6), didapatkan hasil bahwa perubahan konsentrasi TSS selama proses budidaya dari SC sampai tambak tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % antara sistem tertutup dan terbuka karena t hitung lebih kecil dari t tabel dengan p lebih dari 0,05. Hal ini diduga karena perlakuan di tambak sama (terkontrol) maka perubahannya tidak terlalu signifikan.

Berdasarkan uji t (Tabel 6 dan Lampiran 7), didapatkan hasil bahwa konsentrasi TSS selama proses budidaya di tambak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% antara sistem tertutup dan terbuka karena memiliki t hitung lebih besar dari t tabel dengan p kurangdari 0,05. Hal ini diduga karena adanya perlakuan tambak seperti pemberian pakan yang berbeda seiring bertambahnya umur budidaya sehingga dapat terjadi peningkatan konsentrasi TSS.

Tabel 5. Uji t perubahan TSS selama proses budidaya pada sistem tertutup dan terbuka pada selang kepercayaan 95 %

Sistem tertutup

dan terbuka % Perubahan TSS

No.

t

hitung t tabel p(probabilitas) Kesimpulan

Tertutup Terbuka

1 SC-T -4,31 12,706 0,145 ns* -96,3 -83,4

(ns=non significant; s=significant; *=pada taraf 0,05; = peningkatan TSS)

Tabel 6. Uji t konsentrasi TSS selama proses budidaya pada sistem tertutup dan terbuka pada selang kepercayaan 95 %

No. Sistem tertutup dan terbuka t hitung t tabel p Kesimpulan

1 Tambak -17,105 12,706 0,037 s*

[image:48.612.130.506.538.599.2]
(49)

Pada tambak budidaya saat DOC 30 dan 60 (pada sistem tertutup) kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a relatif mengalami peningkatan (Gambar 7) yaitu menjadi 65,04 g/l dan 89,10 g/l sedangkan kandungan phaeophytin-a menjadi 219,99 g/l dan 169,74 g/l dengan konsentrasi TSS yaitu 70,6 mg/l dan

57 mg/l. Kandungan klorofil-a di tambak lebih besar daripada di MI. Hal ini diduga karena di tambak terdapat aktivitas budidaya seperti pemberian pakan dan pemupukan yang akan menyebabkan rendahnya kecerahan perairan dan mengindikasikan bahwa fitoplankton yang melimpah dimana didalamnya terkandung klorofil-a sedangkan di MI tidak ada masukan bahan organik sehingga menyebabkan rendahnya kandungan klorofil-a dengan ditandai oleh kecerahan perairan yang tinggi. Peningkatan kandungan klorofil-a dan phaeophytin-a diduga karena adanya pemupukan untuk menumbuhkan fitoplankton sebagai pakan alami udang dan sumber oksigen di tambak. Tingginya kandungan klorofil-a menggambarkan banyaknya fitoplankton yang hidup dapat terbukti dengan ditandai oleh warna air tambak yang berwarna hijau kecoklatan. Hal ini sesuai dengan Parker (2002), bahwa perairan yang kaya fitoplankton berwarna hijau dan menurut Poernomo (1998) in Lestari (2003) bahwa warna air yang disukai oleh petambak yaitu warna hijau kecoklatan.

Lokasi

T30 T60 T90 T120

Kl o ro fi l-a d a n P h a e o p h y ti n -a ( g

Gambar

Gambar 1. Skema rumusan masalah penelitian
Gambar 2. Lokasi penelitian di PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung             (www.krisosa.files.wordpress.com/2007/09/sumatera)
Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel
tabel dengan probabilitas (tingkat signifikan). Hipotesis yang digunakan :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai penjaga narasi keislaman Indonesia, kaum muda Muhammadiyah perlu memikirkan formula yang tepat untuk tetap mengukuhkan dakwah digital Islam Washatiyah yang

Dalam penelitian ini instrument penelitiannya adalah peneliti sebagai instrumen (Sugiyono, 2013). Peneliti mengembangkan tes struktur aljabar ring materi ideal serta

Piagam ini berlaku efektif terhitung sejak 29 Maret 2016 (“Tanggal Efektif”). Dengan menandatangani lembar persetujuan, seluruh anggota Direksi dianggap telah menerima dan

Mustopadidjaya dalam farid ali (2011:163) mengatakan bahwa Good Governance merupakan isu yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Masyarakat

Kompetensi dasar pendidikan multikeaksaraan pada dimensi keterampilan meliputi (1) mengolah informasi dari teks penjelasan tentang pekerjaan, profesi, atau kemahiran yang

 Guru membimbing siswa untuk mengevaluasi menilai kegiatan memecahkan masalah tentang materi kegiatan ekonomi masyarakat di dataran.. Kegiatan Deskripsi kegiatan

Rata-rata kandungan mineral mikro pada tujuh galur dari 26 galur harapan padi sawah yang diuji pada penelitian ini memiliki kandungan mineral mikro yang nyata lebih besar dari

leading sector. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan informasi kepada penderita HIV dan AIDS serta ajakan terhadap perubahan perilaku yang lebih baik