• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas dan mutu paprika dalam sistem hidroponik di dataran rendah pulau Batam pada berbagai tingkat naungan dan pemupukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produktivitas dan mutu paprika dalam sistem hidroponik di dataran rendah pulau Batam pada berbagai tingkat naungan dan pemupukan"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS DAN MUTU PAPRIKA

(

Capsicum annuum

L.) DALAM SISTEM HIDROPONIK

DI DATARAN RENDAH PULAU BATAM PADA BERBAGAI

TINGKAT NAUNGAN DAN PEMUPUKAN

ZULFRIADY NOOR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ZULFRIADY NOOR. Produktivitas dan Mutu Paprika ( Capsicum annuum L.) dalam Sistem Hidroponik di Dataran Rendah Pulau Batam pada Berbagai Tingkat Naungan dan Pemupukan. Dibimbing oleh H.M.H Bintoro Djoefrie, Yonny Koesmaryono, Herry Suhardiyanto, dan Slamet Susanto.

Penelitian dilaksanakan dengan sistem hidroponik dalam tiga tahap. Percobaan tahap I untuk mengetahui pengaruh naungan terhadap pertumbuhan, produktivitas dan mutu hasil panen beberapa varietas paprika yaitu Bangkok, Goldflame, New Zealand, Spartacus, dan Tropica dengan tiga taraf naungan yaitu tanpa naungan, naungan 27.5% dan naungan 55%. Percobaan tahap II untu k mengetahui pengaruh pemupukan P (P1=24 ppm, P2= 46 ppm, P3=68 ppm, dan P4=90 ppm) dan K (K1=152 ppm, K2=183 ppm, K3=214 ppm, dan K4=245 ppm) terhadap produktivit as dan mutu hasil panen. Percobaan tahap III untuk mengetahui pengaruh frekuensi fertigasi (F1 = 3 kali, F2 = 4 kali, F3 = 5 kali dan F4 = 6 kali per hari masing-masing 250 ml) terhadap produktivitas dan mutu panen.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan naungan 27.5% menurunkan intensitas radiasi matahari (IRM) hingga 155 W/m2 (49%) sehingga memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan, produktivitas, dan mutu hasil paprika berdasarkan peubah tinggi tanaman, NAR, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, bobot per buah, ketebalan daging buah, dan volume buah. Spartacus dan Goldflame merupakan varietas yang mampu beradaptasi dengan lingkungan mikroklimat dataran rendah.

Hasil percobaan tahap II menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi pemupukan P dan K tidak berpengaruh nyata terhadap peubah utama yaitu RGR, NAR, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, dan volume buah. Oleh karena itu kombinasi P 24 ppm dan K 152 ppm merupakan kombinasi pemupukan yang efisien untuk Spartacus dan Goldflame.

Hasil percobaan tahap III menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi fertigasi 4 kali per hari pada Spartacus dan 5 kali per hari pada Goldflame memberikan pengaruh beda nyat a dan hasil terbaik terhadap tanaman uji pada peubah bobot per buah dan ketebalan daging buah, namun tidak memberikan pengaruh beda nyata pada peubah utama yaitu jumlah buah per tanaman dan bobot per buah. Sehingga frekuensi fertigasi 3 kali per hari merupakan frekuensi yang efisien.

Dari hasil percobaan tahap I, II, dan III dapat disimpulkan bahwa pemberian naungan 27.5% (IRM 155 W/m2), konsentrasi pupuk P 24 ppm, dan K 152 ppm serta frekuensi fertigasi 3 kali merupakan kondisi yang sesuai dan konsentrasi yang efisien untuk budidaya hidroponik paprika di dataran rendah Pulau Batam.

(3)

ABSTRACT

ZULFRIADY NOOR. The Productivity and Quality of Sweet Pepper (Capsicum annum L.) in Hydroponic System in Lowland Area of Batam Island on Various Shade and Fertilization Level. Supervised by H.M.H. Bintoro Djoefrie, Yonny Koesmaryono, Herry Suhardiyanto, Slamet Susanto.

The research was conducted in hydroponics system with 3 experimental steps. The purpose of the first step is to find out the effect of shading treatment on the productivity and quality of Bangkok, Goldflame, New Zealand, Spartacus, and Tropica variety of sweet pepper under 3 shading level (N1 = without shading, N2 = 27.5% shading level and N3= 55% shading level). The purpose of the second step is to find out the effect of phosphor (P1=24 ppm, P2 = 46 ppm, P3 = 68 ppm, and P4= 90 ppm) and potassium (K1=152 ppm, K2= 183 ppm, K3 = 214 ppm, K4 = 245 ppm) fertilizer treatment on productivity and quality of sweet pepper. The purpose of the third step is to find out the effect of fertigation frequency (F1 = 3 times , F2 = 4 times, F3 = 5 times, and F4 = 6 times ).

The result of the first experiment showed that 27.5% of shading treatment decreased sun irradiance intensity (IRM) until 155 W/m2. It gave the suitable environment condition for growth, productivity and quality of sweet pepper based on plant high, NAR, sum of fruits per plant, weight of fruits per plant, weight per fruits, fruits flesh thichness, and fruits volume parameters. Spart acus dan Goldflamme are the adaptive variety of sweet pepper that can adapt microclimate environment in lowland area.

The result of the second experiment showed that the combination of phosphos and potassium fertilization treatment gave no significant difference for main parameters such as RGR, NAR, sum of fruits per plant, weight of fruits per plant, and fruits volume. Therefore, the combination of phosphor 24 ppm and potassium 152 ppm is the most efficient fertilization combination for Spartacus and Goldflame.

The result of the third step experiment showed that 4 times per day of fertigation frequency treatment for Spartacus and 5 times for Goldflame gave significant difference and best result for sweet pepper on weight per fruits and fruits flesh thickness parameters, but showed no significant difference on sum of fruits per plant and weight per fruit as main parameters. That would mean 3 times per day of fertigation frequency treatment is efficient.

Base on the result of the first, second, and third experiment, it can be concluded that the suitable condition for hydroponics system of sweet pepper in lowland area of Batam Island can be achieved by 27.5% shading treatment (IRM 155 W/m2) with the concentration of phosphor 24 ppm and potassium 152 ppm and 3 times per day of fertigation frequency treatment .

(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah Nya penulisan dan penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini berjudul “Produktivitas dan Mutu Paprika (Capsicum annuum L.) dalam Sistem Hidroponik di Dataran Rendah Pulau Batam pada Berbagai Tingkat Naungan dan Pemupukan”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie M. Agr. sebagai Ketua Komisi

Pembimbing atas bimbingan, dorongan dan perhatiannya sejak perencanaan, pelaksanaan penelitian di lapangan, penulisan hingga penyempurnaan disertasi.

2. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono M.S, Dr. Ir. Herry Suhardiyanto M.Sc. dan Dr. Ir. Slamet Susanto M.Agr. masing-masing sebagai anggota Komisi Pembimbing atas segala masukan, saran dan bimbingannya. 3. Prof. Dr. Ir. Sugeng Sudiatso M.S (Alm) yang pernah menjadi Ketua

Komisi Pembimbing atas bimbingan, saran dan masukan nya dalam perencanaan penelitian .

4. Ketua dan para Deputi Badan Otorita Batam, yang telah memberikan bantuan dan dorongan moril, serta kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

5. Pimpinan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan jajarannya yang telah memberikan dorongan moril.

6. Dr. Ir. Suwarto M.Si Ir. Endang Pujiastuti M.Si, Nurfinayati SP, dan staf Balai Pengelolaan Agribisnis Badan Otorita Batam yang memberikan dorongan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian dan disertasi.

7. Istriku Rohayati Rahman, dan anak-anakku ( Mitha, Yoga dan Agam ) tercinta yang telah memberikan pengertian, perhatian dan kesabaran . 8. Ibunda tercinta Hj. Nismar yang turut mendoakan serta para keluarga

(5)

9. Pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah turut memberikan bantuan dan dorongan semangat sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Semoga penelitian yang telah dilaksanakan dan tulisan dalam disertasi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.

Bogor, 14 Maret 2006

(6)

PRODUKTIVITAS DAN MUTU PAPRIKA

(

Capsicum annuum

L.)

DALAM SISTEM HIDROPONIK

DI DATARAN RENDAH PULAU BATAM PADA BERBAGAI

TINGKAT NAUNGAN DAN PEMUPUKAN

ZULFRIADY NOOR

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Departemen Budidaya Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa seluruh tulisan di dalam disertasi saya berjudul “Produktivitas dan Mutu Paprika (Capsicum annuum L.) dalam Sistem Hidroponik di Dataran Rendah Pulau Batam pada Berbagai Tingkat Naungan dan Pemupukan” adalah :

1. Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan arahan dan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

2.

Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di seluruh perguruan tinggi lain, dan

3.

Seluruh data dan informasi yang telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2006 Yang Menyatakan,

(8)

Judul Disertasi : Produktivitas dan Mutu Paprika (Capsicum annuum L.) dalam Sistem Hidroponik di Dataran Rendah Pulau Batam pada Berbagai Tingkat Naungan dan Pemupukan Nama : Zulfriady Noor

NIM : 995046 / AGR

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Ir.H.M.H.Bintoro Djoefrie, M.Agr. Dr.Ir.Yonny Koesmaryono , M.S. Ketua Anggota

Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Agr. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro , M.S.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1960 di Jambi sebagai putra ketiga dari pasangan M. Noor Asty (Alm) dan Hj. Nismar Adam. Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada yang diselesaikan pada tahun 1985. Tahun 1991 penulis diterima di Program Studi Ag ronomi pada Program Pascasarjan, Institut Pertanian Bogor dan memperoleh gelar Magister Sains pada tahun 1994. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Agronomi pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 1999 dengan biaya penelitian secara swadaya.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN UMUM... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 3

Manfaat... 5

Hipotesis ... 5

TINJAUAN PUSTAKA... 6

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Paprika... 6

Radiasi Matahari dan Pengaruh Naungan terhadap Tanaman ... 11

Sistem Budidaya Hidroponik ... 16

Zona Perakaran ... 25

METODE UMUM... 27

Ruang Lingkup Penelitian ... 27

Waktu dan Tempat... 27

Benih Tanaman Paprika ... 27

Sistem Greenhouse... 27

Sarana Tanam dan Peralatan Hdroponik... 28

Pelaksanaan... 28

PENGARUH TINGKAT NAUNGAN TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU HASIL BEBERAPA VARIETAS PAPRIKA Abstrak ... 30

Abstract... 31

Pendahuluan... 32

Bahan dan Metode... 33

Hasil ... 39

Pembahasan... 52

Simpulan... 69

PENGARUH NAUNGAN DAN TINGKAT PEMUPUKAN P DAN K TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU HASIL PANEN PAPRIKA Abstrak ... 70

Abstract... 71

Pendahuluan... 72

(11)

Hasil ... 78

Pembahasan... 89

Simpulan... 99

PENGARUH FREKUENSI FERTIGASITERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU HASIL PANEN PAPRIKA Abstrak ...100

Abstract...101

Pendahuluan...102

Bahan dan Metode... 103

Hasil ... 106

Pembahasan...110

Simpulan...117

PEMBAHASAN UMUM...118

SIMPULAN DAN SARAN...127

DAFTAR PUSTAKA... 128

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data Pemasukan Komoditas Paprika ke Batam ... 1

2 Formula Bahan Kimia Sumber Unsur Hara Bagi Sayuran Buah ... 22

3 Rata-rata IRM dan Persentase Radiasi yang Diteruskan pada Percobaan Tahap I... 39

4 Rata-rata Intersepsi Tajuk Setiap Kombinasi Perlakuan pada Percobaan Tahap I... 40

5 Rata-rata Koefisien Pemadaman Percobaan Tahap I... 41

6 Rekapitulasi Data Rata-rata Mikroklimat Percoban Tahap I Periode November 2001 hingga Desember 2002... 44

7 Pengaruh Interaksi Per lakuan Naungan dan Varietas terhadap Tinggi Tanaman pada 9 - 11 MST... 45

8 Pengaruh Perlakuan Naungan terhadap Total Kandungan Klorofil dan Rasio Klorofil a/b... 46

9 Rata-rata Indeks Luas Daun Tanaman Paprika pada Percobaan Tahap I... 47

10 Pengaruh Naungan terhadap Relative Growth Rate (RGR) pada 90 HST... 48

11 Pengaruh Interaksi Perlakuan Naungan dan Varietas terhadap Net Assimilation Ratio (NAR) ... 49 12 Pengaruh Naungan dan Varietas terhadap Jumlah Buah per

Tanaman ... 49

13 Pengaruh Interaksi Naungan dan Varietas terhadap Bobot Buah Per Tanaman ... 50

14 Pengaruh Perlakuan Varietas terhadap Bobot per Buah ... 51

15 Pengaruh Naungan dan Varietas terhadap Ketebalan Daging Buah... 51

16 Pengaruh Interaksi Naungan dan Varietas terhadap Volume Buah .. 52

(13)

18 Rata-rata Suhu Udara dan Media pada Percobaan Tahap II ... 79

19 Rata-rata Intensitas Radiasi Matahari Percobaan Tahap II... 80

20 Pengaruh Perlakuan Konsentrasi P dan K terhadap RGR dan NAR pada Varietas Spartacus dan Goldflame ... 81

21 Pengaruh Varietas dan Konsentrasi P dan K terhadap Jumlah Buah per Tanaman... 83

22 Pengaruh Varietas dan Konsentrasi P dan K terhadap Bobot Buah per Tanaman... 84

23 Pengaruh Varietas dan Konsentrasi P dan K terhadap Bobot per Buah... 85

24 Persamaan Regresi Pemupukan K pada Berbagai Konsentrasi P terhadap Ketebalan Daging Buah Varietas Spartacus dan Goldflame... 87

25 Pengaruh Perlakuan P dan K terhadap Volume Buah ... 88

26 Pengaruh Perlakuan K terhadap Tanaman Paprika Ceceides ... 96

27 Jadwal Fertigasi Percobaan Tahap III... 104

28 Pengamatan Mikroklimat Percobaan Tahap III ... 106

29 Rata-rata Suhu Udara dan Suhu Media Selama Periode Pertumbuhan Tanaman... 107

30 Pengaruh Frekuensi Fertigasi dan Varietas terhadap Jumlah Buah per Tanaman dan Bobot Buah per Tanaman... 109

31 Pengaruh Frekuensi Fertigasi terhadap Bobot per Buah... 110

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram Alir Penelitian Budidaya Paprika di Dataran Rendah

Pulau Batam ... 4

2. Konstruksi Rumah Plastik... 28

3. Peralatan Percobaan ... 28

4. Suhu Media dan Suhu Udara di Dalam Rumah Plastik pada Perlakuan Tanpa Naungan... 42

5. Suhu Media dan Suhu Udara di Dalam Rumah Plastik pada Perlakuan Naungan 27.5% ... 43

6. Suhu Media dan Suhu Udara di Dalam Rumah Plastik pada Perlakuan Naungan 55% ... 43

7. Hubungan antara IRM dan Kandungan Klorofil... 58

8. Total Kandungan Klorofil 5 Varietas Paprika pada 3 Taraf Intensitas Radiasi Matahari ... 59

9. Hubungan antara Kandungan Klorofil dengan RGR ... 62

10. Hubungan antara Kandungan Klorofil dengan NAR ... 63

11. Hubungan antara Koefisien Pemadaman dengan NAR ... 63

12. Hubungan antara Intersepsi Tajuk dengan Jumlah Buah per Tanam an... 64

13. Hubungan antara Intersepsi Tajuk dengan Bobot Buah per Tanaman... 66

14. Suhu Media dan Suhu Udara Selama 24 jam ... 79

15. Sebaran Kandungan Fosfor (mg/g) pada Daun, Batang, dan Akar Spartacus ... 82

16. Sebaran Kandungan Fosfor (mg/g) pada Daun, Batang, dan Akar Goldflame ... 82

(15)

18. Sebaran Kandungan Kalium (mg/g) pada Daun, Batang, dan Akar Goldflame ... 83

19. Pengaruh Pemupukan K pada Beberapa Konsentrasi P terhadap Ketebalan Daging Buah pada Varietas Spartacus ... 85

20. Pengaruh Pemupukan K pada Beberapa Konsentrasi P terhadap Ketebalan Dagi ng Buah pada Varietas Goldflame ... 86

21. Penggolongan Hasil Panen Varietas Spartacus ... 88

22. Penggolongan Hasil Panen Varietas Goldflame... 89

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Denah Percobaan Tahap I... 138

2 Denah Percobaan Tahap II ... 140

3 Denah Percobaan Tahap III... 141

4 Beberapa Formula Nutrisi untuk Budidaya Paprika Secara Hidroponik... 142

5 Komposisi Pupuk Perlakuan Percobaan Tahap II ... 143

6 Analisis Ragam Percobaan Tahap I... 144

7 Analisis Ragam Percobaan Tahap II ... 146

8 Analisis Ragam Percobaan Tahap III... 148

9 Hasil Uji Kandungan Fosfor dan Kalium pada Varietas Spartacus 149 10 Hasil Uji Kandungan Fosfor dan Kalium pada Varietas Goldflame 150 11 Hasil Analisis Klorofil pada Sampel Daun Paprika Percobaan Tahap I... 151

12 Analisis Mutu Gizi Kandungan Sampel Paprika Hasil Percobaan Tahap I ... 152

13 Analisis Gizi dan Vitamin Sampel Paprika Hasil Percobaan Tahap II ... 152

14 Data Pengamatan pH dan EC Larutan Nutrisi Perlakuan... 153

15 Data Analisis Mutu Air Baku Batam... 154

16 Data Klimatologi Percobaan Tahap II ... 155

17 Penggolongan Berdas arkan Standar Bobot Buah ... 156

18 Penggolongan Perlakuan Frekuensi Fertigasi... 157

19 Tabulasi Hubungan Perlakuan Naungan dengan Beberapa Peubah pada Percobaan Tahap I ... 158

(17)

21 Tabulasi Hubungan Perlakuan Pemupukan dengan Beberapa Peubah pada Percobaan Tahap II... 160

22 Tabulasi Hubungan Frekuensi Fertigasi dengan Beberapa Peubah pada Percobaan Tahap III... 161

(18)

PENDAHULUAN UMUM

Latar Belakang

Paprika (Capsicum annuum L.) atau cabai manis merupakan tanaman hortikultura yang akhir-akhir ini semakin berkembang dan prospektif dalam perdagangan lokal maupun internasional. Kebutuhan dunia terhadap komoditas paprika diperkirakan akan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya populasi penduduk dunia.

Singapura sebagai salah satu negara pusat perdagangan dunia yang dekat dengan wilayah Indonesia membutuhkan komoditas paprika mencapai sekitar 1300 ton/tahun. Kebutuhan tersebut sebagian besar dipasok oleh Indonesia. Sebagai salah satu negara produsen, Indonesia hingga kini hanya mampu memproduksi sekitar 2.259 ton atau hanya 62% dari total kebutuhan dalam negeri dan ekspor (Koperasi Paprika Kabupaten Bandung 2004).

Besarnya prospek pemasaran komoditas paprika di dalam negeri maupun untuk ekspor ternyata belum didukung oleh upaya-upaya pengembangan produksi sehingga menyebabkan masih rendahnya tingkat produksi paprika di Indonesia. Hal tersebut terkait dengan terbatasnya daerah pengembangan yang berupa dataran tinggi.

Tanaman paprika yang berasal dari Afrika tersebut sudah dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia. Beberapa daerah tersebut diantaranya Lembang, Cipanas, Sukabumi, Brastagi, dan Karang Anyar di Jawa Tengah (Wahyudi 2000). Hingga kini belum ada yang mencoba pengembangkan paprika secara hidroponik di dataran rendah (<50 m dpl).

(19)

2

pemasukan komoditas paprika ke Batam dari tahun 2001 sampai 2004 rata-rata sebesar 10.67% (Tabel 1). Kondisi ini menyebabkan wilayah Pulau Batam sangat potensial bagi pemasaran produk-produk pertanian.

Tabel 1. Data Pemasukan Komoditas Paprika ke Batam

Tahun Jumlah (kg) Kenaikan (%)

2001 13.716 -

2002 14.960 9.1

2003 17.204 15.0

2004 18.563 7.9

Sumber : Balai Agribisnis Otorita Batam (2005)

Permintaan produk-produk pertanian seperti sayuran dan buah-buahan di Pulau Batam belum mampu disediakan oleh petani lokal. Kebutuhan tersebut dipenuhi dengan cara mendatangkannya dari luar Pulau Batam termasuk impor dari Singapura dan Malaysia sebanyak 75-80% dari total kebutuhan yang mencapai 120-150 ton/hari. Beberapa jenis komoditas pertanian yang didatangkan dari luar Batam antara lain kentang, kubis, cabai merah, tomat, bawang merah, wortel, dan paprika.

Sebagai kawasan yang berkembang dengan industri, perdagangan, pariwisata, dan alih kapal (transportasi), Pulau Batam memiliki nilai jual produk pertanian yang relatif lebiih tinggi jika dibandingkan di Jawa Barat yang nilainya dapat mencapai 2-3 kali lipat lebih mahal. Harga paprika

Spartacus di Jawa Barat berkisar antara Rp. 8.000 - Rp 10.000 per kg, sedangkan di Batam dengan kualitas produk yang sama dapat mencapai Rp 20.000-Rp 24.000 per kg (Balai Agribisnis Otorita Batam 2005).

(20)

Hal-3

hal ters ebut merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi tingkat produktivitas dan mutu hasil panen tanaman paprika.

Hasil percobaan pendahuluan yang telah dilakukan terhadap paprika dengan sistem budidaya hidroponik di Sei Temiang, Batam dengan ketinggian ± 20 m dpl menunjukkan bahwa pertumbuhan dan produktivitas tanaman uji belum maksimal. Percobaan tersebut menghasilkan bobot per buah mencapai 50-75 g dan bobot buah per tanaman hanya mencapai 400-500 g. Tanaman uji sudah tidak mampu tumbuh setelah mencapai umur sekitar 90 hari setelah tanam dengan tinggi rata-rata kurang dari 1 m (Noor dan Wahyudi 2000). Hal tersebut berbeda dengan hasil percobaan yang dilakukan oleh Subekti (2002) di Cianjur, Jawa Barat dengan ketinggian 1100 m dpl yang menghasilkan jum lah buah per tanaman sebanyak 11 buah dengan rata-rata bobot per buah sebesar 170 g.

Uraian di atas menunjukkan bahwa perlu dilakukan upaya-upaya inovatif dalam rangka pengembangan dan peningkatan produkti vitas mutu paprika di dataran rendah. Dengan demikian diharapkan komoditas tersebut akan lebih meningkat jumlah produksi dan mutunya sehingga memiliki daya saing yang lebih tinggi dalam kegiatan perdagangan baik lokal maupun internasional.

Pengembangan teknik produksi tanaman paprika pada dataran rendah seperti di Pulau Batam merupakan hal yang penting dan sangat prospektif. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang budidaya beberapa varietas tanaman paprika secara non konvensional dengan sistem hidroponik pada dataran rendah di Pulau Batam.

(21)

4

Varietas yang adaptif, konsentrasi pupuk dan frekuensi fertigasi yang optimum

Seleksi Varietas Adaptif dan Persentase Naungan Optimum :

• Pengamatan Mikroklimat • Pengamatan Peubah

pertumbuhan dan Produksi

Varietas Terpilih dan

Naungan Op timum

Mulai

Varietas dengan Daya

Kecambah Baik

Evaluasi Tingkat P dan K dalam Larutan Nutrisi :

• Pengamatan Mikroklimat • Pengamatan Peubah Produktivitas • Pengamatan Peubah Kualitas

Evaluasi Frekuensi Fertigasi: • Pengamatan Mikroklimat • Pengamatan Peubah Produktivitas • Pengamatan Peubah Kualitas

Tingkat P & K Optimum

Frekuensi Fertigasi Optimum

Uji Viabilitas Varietas Paprika yang Tersedia di Pasaran

(22)

5

Tujuan

1. Menganalisis pengaruh suhu, kelembaban, dan intensitas radiasi matahari yang berbeda terhadap produktivitas dan mutu beberapa varietas paprika (Capsicum annuum L.)di dataran rendah.

2. Menganalisis pengaruh tingkat pemberian pupuk P dan K terhadap produktivitas dan mutu hasil panen.

3. Menganalisis pengaruh frekuensi fertigasi terhadap produktivitas dan mutu hasil panen paprika.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui varietas paprika yang mampu tumbuh di dataran rendah dan penggunaan pupuk P dan K yang optimum dan frekuensi fertigasi yang efisien sehingga diperoleh teknik budidaya hidroponik yang dapat diterapkan di dataran rendah.

Hipotesis

1. Perlakuan naungan berpengaruh terhadap produktivitas dan mutu hasil panen paprika di dataran rendah.

2. Terdapat pengaruh interaksi naungan dan varietas terhadap produktivitas dan mutu hasil panen paprika di dataran rendah.

3. Terdapat konsentrasi pupuk P dan K yang optimum bagi produktivitas dan mutu hasil panen paprika di dataran rendah.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Paprika

A. Botani Umum

Secara ilmiah tanaman paprika mempunyai nama Capsicum annuum L.. Cabai ini termasuk satu keluarga dengan tanaman tomat dan terung yaitu famili Solanaceae karena mempunyai bentuk bunga seperti terompet (Somos 1984). Adapun klasifikasi tanaman paprika sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Solanes Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Species : Capsicum annuum

Wilayah penyebaran paprika diantaranya meliputi Asia Tropik (India, Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Filipina), Afrika Tropik (Afrika Utara, Senegal, Nigeria, Sierra Leonne, Ghana, Sudan, dan Kenya), Amerika Selatan (Meksiko), Karibia, dan sebagian wilayah tropik lainnya (Tindall 1983). Selain wilayah tropik, penyebaran paprika juga mencapai wilayah subtropik seperti Italia, Spanyol, dan Yogoslavia (Somos 1984).

(24)

7

Di Indonesia banyak dijumpai varietas paprika yang semuanya diimpor dari Eropa, Jepang, Taiwan bahkan Cina. Beberapa varietas tersebut diantaranya sebagai berikut :

1. Spartacus

Varietas ini diproduksi oleh Holland Seed. Tinggi tanaman dapat mencapai sekitar 180 cm.Buah berukuran besar rata-rata bobotnya dapat mencapai 200 – 250 g/buah. Buah yang muda berwarna hijau tua, berdaging tebal dan buah yang matang berwarna merah. Produktivitasnya sekitar 2.5-3.5 kg per tanaman.

2. Goldflame

Seperti halnya Spartacus, varietas ini juga diproduksi oleh Holland Seed. Tinggi tanaman 150-160 cm. Buah berukuran besar dengan bobot 200 – 250 g/buah. Bentuk buah bulat, buah muda berwarna hijau tetapi jika matang berwarna kuning dengan produktivitas dapat mencapai sekitar 2.8 kg per tanaman.

3. Beauty Bell

Tanaman paprika varietas ini tergolong kecil dan rendah, namun tahan terhadap serangan TMV (Tobacco Mozaic Virus). Bentuk buah seperti bel dan berukuran besar. Bobot rata-rata per buah 200 g. Daging buahnya tebal. Buah nya berwarna hijau tua ketika masih muda dan berubah menjadi merah bila telah matang. Varietas ini diproduksi oleh Known You Seed ( Taiwan).

4. New Zealand

Varietas ini diproduksi oleh Selandia Baru. Tinggi tanaman mencapai 160-180 cm. Buahnya berukuran sedang dengan bobot rata-rata per buah mencapai 150-200 g. Buah muda berwarna hijau, jika matang berwarna merah.

5. Bangkok

(25)

8

per buah 220-250 g. Buah muda berwarna hijau tua, jika matang berwarna merah dengan produktivitas sekitar 2 kg per tanaman. 6. Tropica

Varietas ini berasal dari Perancis. Tingginya relatif sedang. Buah berukuran sedang. Bobot rata-rata per buah mencapai ± 150 g. Bentuk buah seperti lonceng. Buah muda berwarna hijau, buah matang berwarna merah.

B. Syarat Tumbuh

Seperti halnya tanaman yang lain, jenis tanaman paprika juga membutuhkan persyaratan tumbuh yang sesuai. Adapun persyaratan tumbuh tanaman paprika sebagai berikut :

a. Suhu

Menurut Somos (1984) suhu optimum untuk per tumbuhan paprika pada kisaran 16-25°C. Pembentukan bunga yang optimum terjadi pada suhu 20. 5°C pada siang hari dan 15. 5°C pada malam hari. Pada suhu 38°C pada siang hari dan 32°C pada malam hari akan menyebabkan semua bunga dan calon buah rontok. Perkecambahan membutuhkan suhu 30°C.

b. Cahaya

Tanaman paprika menghendaki cahaya yang cukup sepanjang hari, namun tanaman ini tidak tahan pada sinar matahari yang terik dan berlebihan. Untuk itu dalam budidaya paprika digunakan naungan sebagai alat pengurang cahaya. Naungan dapat mereduksi intensitas radiasi matahari, suhu tanah dan defisit air, serta meningkatkan kelembaban tanah di sekitar pertanaman paprika (Sumiati dan Hilman 1994).

(26)

9

c. Kelembaban

Kelembaban udara penting untuk proses pembungaan. Bila pada saat berbunga kelembaban udara rendah s edangkan suhu dan intensitas cahaya tinggi, maka keseimbangan air yang masuk dan transpirasi lewat daun terganggu. Kondisi tersebut akan mengakibatkan bunga dan buah akan gugur serta tanaman menjadi layu. Tanah (media tanam) harus selalu dalam keadaan lembab sebab apabila tanah atau media terlalu kering akan menyebabkan tanaman menjadi layu dan bunga paprika menjadi gugur yang berarti panen terancam gagal.

Untuk mengurangi kelembaban yang berlebihan, rumah kacaatau sungkup plastik harus dibuka atau tepinya terbuat dari kawat kasa yang memungkinkan udara bebas bergerak. Pemasang blower (kipas angin yang berukuran besar ) juga dapat digunakan untuk mengatasi kelembaban yang tinggi (Somos 1984).

d. Air

Tanaman paprika sangat responsif terhadap pemberian air. Kondisi kelebihan air dapat mengakibatkan busuk akar sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman bahkan menyebabkan kematian tanaman. Kondisi kekurangan air akan menyebabkan tanaman menjadi layu dan proses penyerapan nutrisi dan mineral terganggu.

Konsumsi air tanam an paprika akan meningkat pada siang dan menjelang sore hari saat suhu udara dan radiasi matahari mencapai titik tertinggi dan kelembaban nisbi mencapai titik terendah (Somos 1984). Kebutuhan tanaman paprika dewasa terhadap air dalam satu hari rata-rata 0.5 liter. Meskipun demikian kebutuhan tersebut tergantung pada suhu, kelembaban dan sirkulasi udara di sekitar tanaman.

e. Ketinggian Tempat

(27)

10

1100 m dpl menghasilkan bobot per tanaman yaitu 1.77 kg, sedangkan percobaan Wahyudi (2000) di Parung, Jawa Barat dengan ketinggian 100 m dpl menghasilkan rata-rata 0.75 kg per tanaman. Hasil penelitian lain yang dilakukan Rita (2002) di Cibubur, Jakarta Timur yang merupakan daerah dataran rendah menghasilkan bobot per tanaman yaitu 0. 77 kg.

f. Unsur Hara

Tanaman paprika membutuhkan unsur hara makro maupun mikro. Somos (1984) menyatakan bahwa unsur P dibutuhkan lebih sedikit dari pada unsur N (10%). Tanaman paprika yang mengalami kekurangan unsur P akan mengalami pertumbuhan yang kerdil, berdaun sempit, warna daun kusam keabu-abuan, batang mudah patah, pertumbuhan bunga sedikit, serta buah tidak berkembang dengan baik karena mudah mengalami keguguran. Kondisi tersebut menyebabkan kualitas dan kuantitas hasil panen juga rendah. Kekurangan P menyebabkan ukuran buah menjadi lebih kecil, bentuknya tidak beraturan, serta warna menjadi tidak menarik.

Kekurangan unsur K pada tanaman paprika akan menyebabkan pertumbuhan melambat, daun kerdil , berwarna kecoklatan dan mudah mengalami kerontokan, serta ukuran dan jumlah buah berkurang. Kelebihan K akan menyebabkan timbulnya penyakit blossom -end rot serta fenomena antagonis me K-Ca. Besarnya jumlah K dalam tanaman akan menghalangi penyerapan kalsium oleh tanaman. Pengelolaan unsur hara yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman akan meningkatkan perkembangan organ-organ reproduktif tanaman sehingga diperoleh hasil panen dengan kualitas dan kuantitas yang baik.

Kebutuhan N, P, dan K tanaman paprika terbesar terjadi sekitar 10 hari setelah pembungaan hingga sebelum buah mengalami pematangan. Sejumlah kecil N dan sedikit P dan K pada buah ditranslokasikan dari bagian vegetatif tanaman. Dibandingkan unsur N dan K, unsur P diserap paling banyak pada malam hari (Hedge 1994).

(28)

11

Radiasi Matahari dan Pengaruh Naungan Terhadap Tanaman

A. Interaksi Radiasi Matahari dan Tanaman

Keberhasilan dari usaha pertanian sangat ditentukan oleh faktor- faktor lingkungan seperti unsur-unsur cuaca selain sifat genetik dan fisiologi tanaman itu sendiri. Menurut Handoko (1994) pada proses perkembangan tanaman unsur cuaca yang paling berpengaruh adalah suhu dan panjang hari, sedangkan pada proses pertumbuhan hampir semua unsur cuaca sangat mempengaruhinya. Menurut Prawiranata et al. (1995) faktor lingkungan utama yang dominan peranannya yaitu radiasi matahari (cahaya). Radiasi matahari merupakan salah satu unsur iklim yang memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama kegiatan fisiologis seperti fotosintesis, pembungaan, serta pembukaan dan penutupan stomata. Radiasi matahari mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui dua cara yaitu: a. proses fotosintesis dan b. proses stimulus misalnya fotoperiodisme. Selain itu secara tidak langsung radiasi matahari dalam rumah kaca akan mempengaruhi kondisi suhu dan kelembaban.

Radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi tidak secara keseluruhan mencapai tanah melainkan sebagian akan tertahan pada ketinggian tertentu. Daun akan menerima radiasi dan radiasi yang datang akan mengalami proses-proses seperti absorbsi, transmisi, refleksi, dan pemencaran (Levitt 1980).

Menurut Monteith (1972) interaksi antara radiasi matahari dengan tanaman dibagi atas tiga kategori yaitu :

1. Efek panas . Lebih dari 70% radiasi yang diabsorbsi oleh tanaman diubah menjadi panas dan digunakan sebagai energi untuk transpirasi dan mengadakan pertukaran energi dengan lingkungannya.

2. Efek fotosintesis. Sebesar 28% dari komponen energi digunakan untuk fotosintesis dan disimpan dalam bentuk energi kimia.

(29)

12

Tidak semua panjang gelombang radiasi menguntungkan tanaman. Spektrum radiasi yang dimanfaatkan tanaman masih terbagi-bagi menurut kegunaannya dalam proses fisiologi. Beberapa interval panjang gelombang radiasi yang bermanfaat bagi tanaman yaitu : (1) ultraviolet (0.29 -0.38 µm ) bermanfaat dalam proses fotom orfogenetik, (2) inframerah dekat (0.71-4.0 µm ) mempunyai pengaruh kalor dan fotomorfogeneti k, (3)

radiasi fotosintesis aktif (PAR) (0.38-0.71 µm) mempunyai pengaruh kalor, fotosintesis dan fotomorgenetik, sedangkan (4) di atas 4.0 µm mempunyai pengaruh termal (Jones 1992).

Proses fotosintesis dikemukakan dalam rumus sebagai berikut CO2 + 2H2O cahaya (CH2O)n + H2O + O2...(1) Secara umum proses fotosintesis terdiri atas beberapa bagian sebagai berikut (Jones 1992) :

1. Difusi karbondioksida dari atmosfir ke pusat reaks i dalam daun dan bagian hijau lainnya.

2. Konversi energi cahaya menjadi energi kimia (transfer elektron dan pembentukan ATP) dan reduksi karbondioksida melalui fotolisis air. 3. Pembentukan molekul organik (proses biokimia) yang digunakan

dalam proses pertumbuhan dan yang ditranslokasikan.

Laju fotosintesis meningkat dengan penambahan kandungan klorofil pada daun. Klorofil berpengaruh terhadap efisiensi penangkapan energi radiasi dan efisiensi pengubahan energi radiasi menjadi energi kimia. Jumlah klorofil yang tinggi akan meningkatkan efisiensi penggunaan cahaya pada fotosintesis (Amrullah 2000). Adanya radiasi matahari yang mengenai klorofil memungkinkan klorofil tersebut tereksitasi dalam proses fotosintesis dan akan membentuk bagian dari tanaman serta hasil (yield). Absorbsi radiasi matahari oleh berbagai pigmen lain juga akan berperan dalam proses fotosintesis.

(30)

13

mengenainya. Absorbsi yang sangat kuat di dalam spektrum PAR terjadi pada gelombang warna merah dan biru, sedangkan pada warna hijau absorbsinya rendah (Bjorkman 1981).

Fitokrom merupakan pigmen penerima cahaya dalam proses fotomorfogenetik. Fitokrom yang tersedia dalam sitoplasma semua tanaman hijau bertanggung jawab mengatur berbagai proses seperti perkecambahan biji, perkembangan akar, pertumbuhan tunas (tajuk), tunggul, pembentukan umbi, dormansi, pembungaan, dan pewarnaan buah. Demikian juga pertumbuhan vegetatif sebagian besar dikontrol oleh durasi cahaya. Fotoperiode dan suhu mengatur waktu pembentukan daun, kuncup bunga, awal dan akhir pertumbuhan tunas, serta awal periode dorman. Pertumbuhan vegetatif tersebut meliputi perpanjangan batang dan perkembangan daun.

B. Intersepsi Radiasi oleh Tanaman

Menurut Irawati (2000) yang dimaksud dengan radiasi yang diintersepsi adalah selisih antar radiasi datang dengan radiasi yang diteruskan oleh tanaman atau besarnya radiasi datang yang tertahan oleh tajuk tanaman dan tidak sampai ke permukaan tanah atau ke ketinggian tertentu dalam tajuk tanaman. Fraksi radiasi yang diinterseps i dapat dipantulkan kembali, diabsorbsi, atau dipencarkan oleh bagian-bagian tanaman dalam tajuk komunitas tersebut.

(31)

14

Energi radiasi matahari yang mencapai puncak tajuk tanaman akan mengalami pengurangan dalam perjalanannya menuju ke atas permukaan tanah. Besarnya pengurangan tersebut tergantung pada struktur tanaman di dalam tegakan komunitas, struktur daun, batang, cabang, dan warna dari individu tanaman tersebut. Dengan demikian besarnya pengurangan tersebut tergantung pada spesies, umur, dan kerapatan tanaman. Pengurangan terjadi secara eksponensial. Jones (1992) mengemukakan rumus sebagai berikut :

I = Io e –k LAI...(2) sehingga pengurangannya adalah :

Io ( l – e – k LAI )...(3) Keterangan :

I = Intensitas radiasi yang diterima di dalam tajuk tanaman atau suatu ketinggian tertentu

Io = Intensitas radiasi yang diterima pada puncak tajuk komunitas tanaman tersebut.

e = Bilangan eksponensial

k = Koefisien penyirnaan / pemadaman LAI = Indeks luas daun

Pengaruh cuaca pada produksi bahan kering tanaman dan hasil, meliputi tiga hal yaitu : (a) intersepsi radiasi ol eh tajuk tanaman, (b) efisiensi konversi radiasi oleh tajuk tanaman untuk kemudian diubah menjadi bahan kering, dan (c) pembagian bahan antara hasil ekonomis dan sisa tanaman lainnya.

Indeks luas daun (ILD) mempunyai peranan penting terhadap intersepsi radiasi matahari. Persentase intersepsi radiasi cenderung meningkat dengan meningkatnya ILD pada berbagai tanaman. Bila tidak terdapat kekurangan air dan hara maka efisiensi radiasi matahari oleh tajuk tanaman ditentukan oleh intersepsi cahaya dan pola penyebaran cahaya dalam tajuk tanaman.

(32)

15

terjadinya peningkatan luas daun pada tanaman cabai paprika (Subhan 1990), jinten (Urnemi et al. 2002), aster (Callan dan Kennedy 1995), dan padi gogo (Moelyohadi et al. 1999; Lautt 2003) . Menurut Levitt (1980) tanaman yang dinaungi sampai batas waktu tertentu akan bertambah luas daunnya.

Cahaya langsung maupun difuse yang diintersepsi tanaman tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut : (a)indeks luas daun, (b) sudut daun, dan (c) kerapatan luas daun. Orientasi daun dapat mempengaruhi jumlah cahaya yang diintersepsi oleh tajuk tanaman, selain itu tajuk yang mempunyai daun-daun vertikal akan lebih efisien dalam hubungannya dengan hasil per unit luas daun dibandingkan dengan tajuk yang daunnya horizontal.

C. Pengaruh Naungan terhadap Tanaman

Pemberian naungan pada tanaman tertentu akan menyebabkan tanaman tersebut memperoleh intensitas cahaya matahari dan suhu udara yang lebih sesuai untuk pertumbuhannya. Dengan demikian pengaruh yang merugikan dari intensitas cahaya matahari yang berlebihan dan suhu udara yang tinggi dapat dikurangi atau dihilangkan.

Naungan secara langsung berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang sampai di permukaan tajuk tanaman. Pemberian naungan pada tanaman selain mengurangi intensitas cahaya juga spektrum cahaya yang diterima daun di bawah naungan akan berbeda dengan spektrum cahaya langsung (Edmond et al. 1983). Bagian energi matahari yang paling bermanfaat untuk fotosintesis adalah spektral cahaya tampak (0.4- 0.7 ì m ). Pada daerah tropik spektral cahaya nampak dapat mencapai 50% dari total radiasi (Jones 1992).

(33)

16

naungan dapat menghalangi radiasi matahari yang langsung sampai di permukaan bumi sehingga energi radiasi yang terkandung dalam tanah menjadi lebih kecil. Dengan demikian suhu udara dan suhu tanah di bawah naungan menjadi lebih rendah daripada di luar naungan (Permana 1984).

Pemberian naungan akan menyebabkan iklim mikro di sekitarnya berubah. Pada siang hari sinar matahari yang masuk terhalang oleh naungan, hal tersebut menyebabkan berkurangnya akumulasi radiasi matahari yang sampai ke permukaan tanah. Pada malam hari naungan dapat menahan radiasi gelombang panjang yang dilepaskan permukaan tanah sehingga energi dari pelepasan radiasi akan terakumulasi yang menyebabkan meningkatnya suhu udara di bawah naungan. Keadaan masing-masing unsur iklim mikro ini akan mempengaruhi proses tumbuh dan pertumbuhan tanaman (Hulaesuddin 2001) .

Pemberian naungan berpengaruh terhadap produksi tanaman. Hasil penelitian terhadap tanaman lada menunjukkan secara umum tanaman di bawah naungan 50% (tingkat radiasi 50%) memperlihatkan hasil produksi tertinggi dibandingkan dengan tingkat radiasi 75% dan tanpa naungan (Faisal 1984). Sumiati dan Hilman (1994) mengemukakan bahwa hasil bobot buah cabai paprika varietas Blue Star tertinggi dihasilkan dari tanaman yang dibudidayakan secara konvensional di bawah naungan plastik transparan dengan kerangka naungan berbentuk kubus setengah lingkaran dengan arah memanjang menghadap ke timur - barat di Lembang, Jawa Barat.

Sistem Budidaya Hidroponik

A. Arti dan Prinsip Hidroponik

(34)

17

Menurut Hendry dan Pranis (1998) budidaya hidroponik adalah menumbuhkan tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam. Tanaman memperoleh hara dari larutan garam mineral yang diberikan langsung ke akar tanaman, sehingga tanaman lebih memfokuskan ener ginya untuk pertumbuhan dibandingkan mencari dan berkompetisi memperebutkan hara. Turon dan Perez (1999) menambahkan bahwa hidroponik pada dasarnya adalah mengatur komposisi larutan nutrisi hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Prinsip dasar budidaya hidroponik adalah suatu upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan sehingga tidak terjadi ketergantungan tanaman terhadap alam. Dalam teknik hidroponik rekayasa faktor lingkungan seperti kelembaban, suhu udara, intensitas radiasi matahari, dan curah hujan dapat diatur melalui sistem rumah kaca, sedangkan rekayasa faktor air dan pH nya sebagai bahan pelarut nutrisi tanaman dapat diatur melalui sistem irigasi (Wahyudi 1999).

Menurut Resh (1999) budidaya hidroponik mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan budidaya di tanah, yaitu :

1. Hara tanaman lebih homogen dan dapat dikendalikan

2. Tidak dibatasi oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah, sehingga memungkinkan penambahan populasi per unit area.

3. Tidak memerlukan pengolahan tanah dan tidak menghadapi masalah gulma.

4. Penggunaan pupuk lebih efisien karena diberikan seragam pada semua tanaman.

5. Media tanam lebih permanen karena dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama dan hama penyakit cenderung berkurang.

(35)

18

B. Metode Hidroponik

Menurut Harjadi (1989) terdapat empat metode hidroponik yaitu hidroponik kultur pasir, sistem terbuka agregat, teknik selaput hara, dan sistem hidroponik terapung. Pada hidroponik kultur pasir, pasir bertindak sebagai media tumbuh permanen. Pada sistem terbuka agregat, bibit dipindahkan ke wadah yang diisi dengan substrat inert (seperti rockwool

dan peat) dan disiram dengan larutan hara. Untuk hidroponik dengan sistem selaput hara, hara disirkulasi kembali dalam sistem tertutup. Hidroponik sistem terapung banyak digunakan untuk sayuran. Pada sistem ini tanaman sayuran ditanam pada panel plastik yang mengapung pada kolam hara.

Pada metode kultur pasir dan arang sekam, sistem yang banyak dipakai adalah sistem irigasi tetes (drip irrigation). Dalam sistem tersebut tanaman memperoleh unsur hara secara individu dari tetesan larutan hara melalui saluran-saluran yang terpasang dekat daerah perakaran. Sistem sub irigasi (sub - irrigation system) sering digunakan dalam metode kultur agregat. Dalam sistem ini air dan larutan hara dipompakan ke dalam tempat media kemudian larutan tersebut mengalir kembali ke tempat penampungan untuk selanjutnya dipompa lagi dan seterusnya sampai pada batas tertentu larutan harus diganti.

C. Persyaratan Budidaya Hidroponik

Budidaya hidroponik membutuhkan syarat tumbuh yang sesuai. Adapun persyaratan tumbuh dalam budidaya hidroponik sebagai berikut :

a. Media Tanam

(36)

19

menyebar melalui media. Umumnya pertumbuhan tanam an dengan budidaya hidroponik akan baik bila menghindari penggunaan media dari bahan organik. Hal tersebut karena salah satu tujuan hidroponik adalah menghilangkan patogen tanah dan hal tersebut paling baik dilakukan dengan bahan-bahan anorganik (Schwarz 1995).

b. Aerasi

Tanaman membutuhkan oksigen untuk respirasi akar. Kejenuhan air pada perakaran dapat mengakibatkan konsentrasi O2 sekitar perakaran akan berkurang karena O2 dari atmosfer terhambat masuk ke dalam tanah oleh air. Keadaan tersebut mengganggu metabolisme tanaman karena akar sebagai penyerap hara tidak berfungsi dengan baik akibat kekurangan O2 untuk respirasinya (Alam 1999). Untuk itu diperlukan rongga lubang atau ventilasi udara pada tempat penanaman, sehingga oksigen yang diperlukan akar un tuk respirasi dapat tercukupi.

c. Air

Air yang diberikan untuk budidaya hidroponik diusahakan bebas hama dan penyakit karena beberapa patogen yang menimbulkan penyakit pada tanaman hidroponik biasanya terbawa oleh air. Me nurut Jones (1992) dan Resh (1999) kualitas air juga perlu diperhatikan. Kadar NaCl yang tinggi dalam air akan menyebabkan tanaman keracunan garam sehingga dapat mengakibatkan kematian tanaman.

d. Unsur Hara

Dalam budidaya hidroponik semua unsur esensial diberikan pada tanaman dengan cara mencampur unsur-unsur hara dalam air sehingga menjadi suatu larutan hara. Pemilihan garam -garam mineral sebagai larutan hara tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah kelarutan garam dalam air dan harga bahan -bahan tersebut.

(37)

20

pertumbuhan, musim, serta keadaan iklim seperti suhu, kelembaban, dan cahaya ( Resh 1999).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro menyediakan unsur yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar, seperti unsur N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro diperlukan sedikit misalnya Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, Si, dan Mo. Unsur N, P, dan K merupakan unsur yang paling sering diberikan pada tumbuhan karena unsur tersebut sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Menurut Marshner (1986) unsur N merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif seperti daun, batang dan akar, tetapi apabila berlebihan akan dapat menghambat pembungaan dan pembuahan. Semakin banyak N diserap tanaman akan menyebabkan semakin banyak pula sintesis karbohidrat menjadi protein dan protoplasma.

Unsur P terdapat dalam bentuk phitin, nuklein, dan fosfatide, merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti sel sangat penting dalam pembelahan sel dan perkembangan jaringan meristem. Secara umum fungsi unsur P dalam tanaman antara lain mempercepat pertumbuhan akar, memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, dan meningkatkan produksi buah. Salisbury dan Ross (1992) menambahkan bahwa peranan P dalam metabolisme tanaman berkaitan langsung dengan proses yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya yakni fotosintesis.

(38)

21

difusi. Peningkatan suhu akan meningkatkan pertukaran P dan juga meningkatkan larutan hingga 1-2% pada setiap peningkatan 1 deraj at suhu (Barber 1980).

Seperti halnya N dan P, kebutuhan tanaman terhadap K berubah dari rendah menjadi tinggi seiring dengan pertambahan umur tanaman. Tisdale dan Nelson (1975) menyatakan bahwa kekurangan K terutama pada awal pertumbuhan mengakibatkan perubahan terhadap hasil karbohidrat dan secara cepat diikuti oleh berkurangnya konsentrasi K+ pada tanaman. Daun akan menjadi kuning dan terbakar pada sisi-sis inya serta memperlihatkan klorosis yang tidak merata sehingga fotosintesis terganggu.

Menurut Jones (1982) K memegang peranan penting dalam berbagai proses metabolisme tanaman. Peranan K sebagai pengatur tekanan osmotik, pH sel, aktivitas enzim, keseimbangan kation-anion sel, pengatur transpirasi dan transpor asimilat. Selain itu juga K berperan mempe rkuat dinding sel dan terlibat dalam proses lignifikasi jaringan

sclerenchym.

Grimme (1985) menyatakan bahwa suplai K untuk tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama yang berkaitan dengan proses difusi. Faktor-faktor tersebut antara lain konsentrasi K, kandungan air tanah, akar tanaman, dan daya serap unsur K. Peranan unsur K sangat penting sehingga apabila kekurangan K akan menyebabkan penurunan produksi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Amisnaipa (2005) yang menyatakan bahwa pengurangan K menurunkan produksi tomat, sebaliknya peningkatan jumlah hara K yang diberikan akan meningkatkan jumlah, diamater, dan bobot buah. Us herwood (1985) menambahkan bahwa K berpengaruh kuat terhadap metabolisme asam pada buah yaitu

(39)

22

[image:39.612.123.514.185.445.2]

Dalam budidaya hidroponik unsur-unsur esensial diberikan dalam bentuk larutan nutrisi. Resh (1999) mengajukan formula larutan nutrisi hidroponik sayuran buah lebih detail berdasarkan tahapan fase pertumbuhan tanaman seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Formula Bahan Kimia Sumber Unsur Hara Bagi Sayuran Buah

Kebutuhan Nutrisi (ppm)

Garam Pupuk

Pembibitan Fase Pematangan 10 hari Sebelum Pematangan Fase

Ca2 + Mg2+ Na+ K+

N sebagai NH4+ N sebagai NO3- P sebagai PO4 -S sebagai -SO4 2-Cl -Fe Mn Cu Zn B Mo 100 20 - 175 3 128 27 26 - 2 0.8 0.07 0.1 0.3 0.03 220 40 - 350 7 267 55 53 - 3 0.8 0.07 0.1 0.3 0.03 200 45 - 400 7 255 55 82 - 2 0.8 0.1 0.33 0.4 0.05

Sumber : Resh (1999)

D. Fertigasi

Fertigasi adalah sistem irigasi atau pengairan yang dilakukan bersama-sama dengan aplikasi pupuk. Teknik fertigasi sangat cocok diterapkan dalam budidaya tanaman di daerah dengan jumlah air yang terbatas, karena jumlah air yang digunakan dalam teknik fertigasi dapat diatur.

(40)

23

meningkatkan jumlah dan mutu hasil panen. Penelitian yang dilakukan oleh Gumelar (2005) terhadap tanaman cabai merah menunjukkan bahwa perlakuan fertigasi mampu meningkatkan tinggi tanaman pada umur 6 hingga 10 MST, meningkatkan bobot kering tanaman, mempercepat waktu anthesis 50%, mempercepat pematangan buah 50%, meningkatkan bobot buah per tanaman dan bobot buah per hektar jika dibandingkan dengan perlakuan irigasi air yang terpisah dengan pemupukan.

Biernbaum dan Versluys (1998) menyatakan terdapat beberapa metode irigasi yang digunakan dalam fertigasi yaitu metode konvensional (hand watering), irigasi tetes (drip irrigation), sistem pengkabutan (fog system), irigasi berputar (springk ler irrigation), dan sub irigasi. Metode sub irigasi adalah metode yang dilakukan dengan mendistribusikan air ke bawah permukaan tanah dengan tujuan untuk memberikan kelembaban pada daearah di sekitar perakaran (Harjadi 1989). Keuntungan dari penggunaan sistem sub irigasi antara lain pertumbuhan tanaman lebih seragam, mengurangi pengunaan air dan pupuk, dan mengurangi pencucian hara (Elliot 1990). Sub irigasi substrat lebih mudah dalam penggunaannya karena proses kapilaritas dan memelihara tekstur lebih baik dengan banyaknya pori mikro pada media (Biernbaum 1993).

E. Rumah Kaca

(41)

24

Bahan dalam pembuatan suatu rumah kaca beraneka ragam. Pemilihannya sangat ditentukan oleh banyak faktor, demikian pula mengenai bentuk, konstruksi, dan sistem pengontrol lainnya disesuaikan dengan kondisi iklim suatu daerah, tujuan penggunaan, jenis tanaman, dan biaya (Wahyudi 1999). Secara umum bangunan rumah kaca terdiri atas bagian kerangka sebagai penopang kekuatan yang dapat terbuat dari besi, kayu, atau bambu tergantung dari ketersediaan bahan baku setempat. Masing-masing bahan baku tersebut mencerminkan ketahanan dan kekuatan bangunan serta umur ekonomisnya.

Atap rumah kaca terbuat dari bahan tembus pandang seperti kaca, plastik film, fiberglass, panel akrilik dan panel polykarbonat (Nelson 1985). Konstruksi atap dari bahan plastik sesuai untuk Indonesia yang beriklim tropis sehingga dapat mengurangi pengaruh negatif dari intensitas radiasi matahari yang berlebih. Jenis plastik terdiri atas plastik berproteksi UV dan plastik biasa.

Hasil percobaan Syakur et al. (2003) menunjukkan bahwa penggunaan plastik UV tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tomat, namun keunggulan dari plastik ini yaitu memiliki waktu pemakaian yang lebih lama dan ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan plastik biasa. Menurut Subhan (1990) keuntungan penggunaan plastik sebagai naungan bagi tanaman terutama dari segi biaya. Plastik lebih murah daripada kaca, cukup tahan lama, ringan, dan relatif lebih mudah diperoleh di pasaran.

(42)

25

Zona Perakaran

Suhu di zona perakaran merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam budidaya pertanian karena dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Hal tersebut karena suhu di zona perakaran dapat berpengaruh terhadap kemampuan akar menarik air (Kafkafi 2001) dan nutrisi (Daskalaki dan Burrage 1998). . Pengaturan suhu optimum pada zona perakaran berbeda untuk setiap tanaman dan merupakan hal penting pada budidaya tanaman tanpa tanah (Kafkafi 2001).

Rata-rata serapan air oleh akar pada tanaman tomat meningkat hingga 250% saat suhu akar berubah dari 12°C menjadi 20°C pada kondisi radiasi matahari, kelembaban, dan suhu daun yang tetap. Apabila suhu diturunkan dari 20°C menjadi 12°C maka serapan air menjadi menurun (Kafkafi 2001). Hal yang sama terjadi pada tanaman ketimun bahwa penyerapan nutrisi meningkat secara tajam saat suhu meningkat dari 12°C menjadi 20°C (Daskalaki dan Burrage 1998).

Patappa (2001) menambahkan bahwa suhu z ona perakaran yang baik pada kisaran antara 20-30°C dan pertumbuhan berkurang bila di atas kisaran tersebut. Pada suhu 45°C akan terjadi kematian tanaman secara permanen. Saat suhu zona perakaran 28°C maka pengambilan air, luas daun dan pertumbuhan total tanaman mencapai maksimum. Saat suhu diantara 20°C dan 36°C, pengambilan unsur P dan Ca meningkat sedangkan terhadap unsur N, K, dan Mg kecil pengaruhnya (Daskalaki dan Burrage 1998). Pengambilan N, P, dan K sangat berkurang saat suhu zona perakaran ekstrim rendah (Kafkafi 2001).

(43)

26

memproduksi asam amino terlarut dan mencegah keracunan ammonia pada sel sitoplasma akar (Kafkafi 2001).

(44)

METODE UMUM

Ruang Lingkup Penelitian

Kajian pada penelitian ini dibatasi pada aspek budidaya pertanian secara hidroponik di dataran rendah pada tanaman paprika yang dirinci ke dalam tiga topik bahasan sebagai berikut : (1) pengaruh tingkat naungan terha dap produktivitas dan mutu hasil beberapa vaietas paprika, (2) pengaruh tingkat pemupukan P dan K terhadap produktivitas dan mutu hasil panen paprika, (3) pengaruh frekuensi fertigasi terhadap produktivitas dan mutu hasil panen paprika. Masing-masing topik tersebut dipaparkan dalam bab tersendiri.

Tempat dan Waktu

Percobaan dilaksanakan di Kawasan Pertanian Terpadu Sei Temiang Batam dengan ketinggian ± 20 m dpl pada posisi 1o7’LU dan 104o7’BT. Percobaan dilaksanakan pada November 2001 hingga Mei 2002 dan November 2004 hingga Mei 2005.

Benih Tanaman Paprika

Benih tanaman paprika yang digunakan dalam percobaan diperoleh dari beberapa perusahaan penyedia benih yang banyak tersedia di pasaran. Varietas Spartacus dan Goldflame diproduksi oleh PT. Joro Indonesia, Bangkok oleh PT. Chia Thai Seeds, dan New Zealand serta Tropica oleh PT. East West Seeds Indonesia.

Sistem Greenhouse

Percobaan menggunakan greenhouse atau rumah plastik untuk melindungi tanaman dari sinar matahari secara langsung, terpaan angin kencang, dan air hujan yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman serta sebagai pencegahan terhadap serangan hama. Rumah plastik yang digunakan pada penelitian ini merupakan multi-span greenhouse, model

(45)

28

berlantai tanah yang dipadatkan. Luas lantai setiap span adalah 100 m2, dengan ukuran 10 m x 10 m. Tinggi tepi dinding adalah 2.5 m dan tiang tengah adalah 5 m.

Gambar 2. Konstruksi Rumah Gambar 3. Peralatan Percobaan Plastik

Sarana Tanam dan Peralatan Hidroponik

Sejumlah bahan yang digunakan dalam sistem hidroponik substrat ini antara lain benih cabai paprika (Capsicum annuum L. var. Grossum), media tanam arang sekam, polybag untuk bibit semai ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm dan untuk pembesaran tanaman ukuran 30 cm x 30 cm x 35 cm, benang nilon untuk penegak atau penyangga tanaman, larutan nutrisi dan obat -obatan untuk penanggulangan ham a dan penyakit.

Pelaksanaan

Dalam percobaan ini digunakan arang sekam sebagai media tanam. Arang sekam merupakan media tanam yang cukup ideal untuk budidaya hidroponik sistem irigasi tetes karena bersifat porous, daya serap air tinggi, dan cukup steril. Arang sekam yang sudah siap digunakan ditempatkan dalam polybag (hitam) ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm untuk pembibitan dan 30 cm x 30 cm x 35 cm untuk penanaman di rumah plastik.

(46)

29

diletakkan di tempat gelap dengan kelembab an 70 – 80% dan pada suhu 25-30ºC. Bibit dipindahkan ke tempat penanaman setelah 10 hari penyemaian.

Pembibitan dilakukan dengan memindahkan bibit paprika dari tempat persemaian ke polybag kecil yang berukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm yang berisi media arang sekam. Selama pembibitan dilakukan pemeliharaan berupa penyiraman dan pemupukan (fertigasi) setiap hari pada pagi dan sore hari atau tergantung kondisi cuaca. Fertigasi menggunakan pupuk hidroponik fase vegetatif dengan EC 0.8-1.0 dan pH ±6.0. Setelah bibit cukup umur (18-20 hari setelah tanam = HST) maka tanaman dapat dipindahkan ke polybag yang berukuran 30 cm x 30 cm x 35 cm untuk penanaman di rumah plastik. Perlakuan naungan diberikan sejak penempatan tanaman di dalam rumah plastik sesuai dengan petak percobaan yang telah ditetapkan ( Lampiran 1-3)

Pemeliharaan tanaman dilakukan selama pertumbuhan di dalam rumah plastik meliputi penyiraman dan pemupukan (fertigasi), pembentukan dan pemeliharaan batang produksi, pengajiran dan pelilitan, serta pengendalian hama dan penyakit. Pestisida yang digunakan berbahan aktif antara lain arnitraz 200 g/l, imidakropid 200 g/l, dan dikofol 191 g/l.

Selama fase pertumbuhan vegetatif, fertigasi dilakukan dengan menggunakan pupuk hidroponik fase vegetatif dengan EC 1.8- 2.00 dan pH ± 6.0. Memasuki fase generatif nutrisi yang diberikan disesuai dengan kebutuhan tanaman dengan memberikan nutrisi khusus fase generatif dengan EC 2.3-2.5 dan pH ± 6.0.

(47)

PENGARUH TINGKAT NAUNGAN TERHADAP

PRODUKTIVITAS DAN MUTU HASIL PANEN BEBERAPA

VARIETAS PAPRIKA

(The effect of shading level on productivity and quality

of several varieties of sweet pepper)

Abstrak

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa tingkat naungan terhadap produktivitas beberapa varietas dan mutu hasil panen paprika di dataran rendah. Percobaan ini menggunakan sistem hidroponik substrat di dalam rumah plastik. Varietas paprika yang digunakan yaitu Bangkok, Goldflame, New Zealand, Spartacus dan Tropica yang ditanam dengan perlakuan tanpa naungan, di bawah naungan paranet 27.5% dan 55%.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan naungan 27.5% menurunkan intensitas radiasi matahari hingga 155 W/m2 (49%) sehingga memberikan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan, produktivitas, dan mutu hasil paprika berdasarkan peubah tinggi tanaman, NAR, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, bobot per buah, ketebalan daging buah, dan volume buah. Spartacus serta Goldflame merupakan varietas paprika yang mampu beradaptasi dengan lingkungan mikroklimat di dataran rendah.

(48)

31

Abstract

The objective of this experiment is to find out the effect of shading level on pr oductivity and quality of several varieties of sweet pepper in lowland area. This experiment used substrate hydroponics system inside plastic house. The varieties of sweet pepper (Bangkok, Goldflame, New Zealand, Spartacus, and Tropica) were planted under 3 levels of shading ( without shading, 27.5% and 55%).

The result of experiment showed that 27.5% shading treatment decreased sun irradiance intensity (IRM) until 155 W/m2. It gave the suitable environment condition for growth, productivity and quality of sweet pepper based on plant high, NAR, sum of fruits per plant, weight of fruits per plant, weight per fruits, fruits flesh thichness, and fruits volume. Spartacus dan Goldflame are the adaptive variety of sweet pepper able to adapt microclimate in lowland area.

(49)

PENGARUH TINGKAT NAUNGAN TERHADAP

PRODUKTIVITAS DAN MUTU HASIL PANEN BEBERAPA

VARIETAS PAPRIKA

(The effect of shading level on productivity and quality

of several varieties of sweet pepper)

Abstrak

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa tingkat naungan terhadap produktivitas beberapa varietas dan mutu hasil panen paprika di dataran rendah. Percobaan ini menggunakan sistem hidroponik substrat di dalam rumah plastik. Varietas paprika yang digunakan yaitu Bangkok, Goldflame, New Zealand, Spartacus dan Tropica yang ditanam dengan perlakuan tanpa naungan, di bawah naungan paranet 27.5% dan 55%.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan naungan 27.5% menurunkan intensitas radiasi matahari hingga 155 W/m2 (49%) sehingga memberikan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan, produktivitas, dan mutu hasil paprika berdasarkan peubah tinggi tanaman, NAR, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, bobot per buah, ketebalan daging buah, dan volume buah. Spartacus serta Goldflame merupakan varietas paprika yang mampu beradaptasi dengan lingkungan mikroklimat di dataran rendah.

(50)

31

Abstract

The objective of this experiment is to find out the effect of shading level on pr oductivity and quality of several varieties of sweet pepper in lowland area. This experiment used substrate hydroponics system inside plastic house. The varieties of sweet pepper (Bangkok, Goldflame, New Zealand, Spartacus, and Tropica) were planted under 3 levels of shading ( without shading, 27.5% and 55%).

The result of experiment showed that 27.5% shading treatment decreased sun irradiance intensity (IRM) until 155 W/m2. It gave the suitable environment condition for growth, productivity and quality of sweet pepper based on plant high, NAR, sum of fruits per plant, weight of fruits per plant, weight per fruits, fruits flesh thichness, and fruits volume. Spartacus dan Goldflame are the adaptive variety of sweet pepper able to adapt microclimate in lowland area.

(51)

PENDAHULUAN

Kendala yang dihadapi dalam budidaya paprika di dataran rendah adalah tingginya intensitas radiasi matahari dan suhu udara yang menyebabkan rendahnya produktivitas dan mutu hasil panen paprika. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalah tersebut yaitu dengan pemberian naungan.

Tanaman paprika sangat peka terhadap intensitas cahaya yang tinggi selama pertumbuhannya, sehingga untuk memperoleh hasil yang lebih baik perlu pemberian naungan selama pertumbuhannya. Naungan secara nyata mereduksi intensitas radiasi matahari ke permukaan tanaman, menurunkan suhu udara dan tanah, meningkatkan kelembaban udara dan tanah yang tinggi, mempertahankan struktur tanah, mengurangi laju transpirasi tanaman, serta menekan pertumbuhan gulma (Munandar dan Kristianti 1989). Naungan juga dapat mempengaruhi proses metabolisme pada tanaman seperti fotosintesis, respirasi, transpirasi, reduksi nitrat, sintesis protein, produksi hormon, translokasi, dan penuaan tanaman (Struik dan Deinum 1982).

Mulyawati (1992) menyatakan bahwa tanggap pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai terhadap naungan berbeda menurut jenis organ tanaman, tingkat perkembangan tanaman, dan umur tanaman. Hasil penelitian Sigh et al. (2004) menunjukkan bahwa paprika yang ditanam di dataran rendah dengan naungan dapat meningkatkan hasil buah yang dapat dipasarkan yaitu 1.118 kg per tanaman dan total bobot buah per tanaman yaitu 1.170 kg. Selain itu pemberian naungan menyebabkan peningkatan mutu yaitu buah menjadi lebih seragam, ukuran buah meningkat, dan kematangan lebih cepat satu bulan dibandingkan penanaman secara konvensional.

(52)

33

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan dilaksanakan di Kawasan Pertanian Terpadu Sei Temiang Batam dengan ketinggian ± 20 m dpl pada posisi 1o7’LU dan 104o7’BT. Percobaan dilaksanakan pada November 2001 hingga Mei 2002.

Bahan Tanaman

Bahan utama yang digunakan adalah benih lima varietas paprika hasil seleksi dari percobaan pendahuluan yaitu Bangkok, Goldflame, New Zealand, Spartacus, dan Tropica. Benih didapat dari perusahaan penyedia benih. Bahan utama lainnya adalah naungan paranet hitam 27.5% dan 55%.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design). Sebagai petak utama (Main plot) yaitu naungan dengan 3 taraf yaitu tanpa naungan (N0), naungan 27.5% (N1), dan naungan 55% (N2), sedangkan varietas paprika sebagai anak petak yaitu Bangkok (V1), Goldflame (V2), New Zealand (V3), Spartacus (V4), dan Tropica (V5).

Percobaan ini menggunakan model linear aditif, yang berlaku juga untuk semua pengamatan termasuk peubah untuk uji atau analisis di laboratorium sebagai berikut :

Yijk = µ + Ni + Gik + Vj + NVij + Eijk ……….(6) Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada kelompok ke-i, naungan ke-j dan varietas ke-k.

µ = Pengaruh nilai tengah umum Ni = Pengaruh naungan ke-i (i = 1,2,3) Gik = Pengaruh galat petak utama

(53)

34

NVij = Pengaruh interaksi antara tingkat naungan ke-i dan varietas ke-j (i = 1,2,3 ; j = 1,2,…,5)

Eijk = Pengaruh galat anak petak

Pada perlakuan yang berbeda nyata dilakukan analisis ragam (Anova) dengan asumsi data menyebar normal, saling bebas , dan galat muncul secara acak. Jika terdapat beda nyata pada uji F maka dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5% dan 10% .

Pada percobaan ini digunakan 15 kombinasi perlakuan dengan tiga taraf perlakuan naungan dan lima taraf varietas paprika. Terdapat lima ulangan masing-masing terdiri atas 10 tanaman contoh, sehingga jumlah seluruh tanaman sebanyak 15 x 5 x 10 = 750 tanaman.

Perlaksanaan Perlakuan Naungan

Perlakuan naungan diberikan sejak penempatan tanaman di dalam rumah plastik pada umur 3 minggu setelah pembibitan sesuai dengan petak percobaan yang telah ditetapkan (Lampiran 1).

Selama fase pertumbuhan vegetatif, fertigasi dilakukan dengan menggunakan pupuk hidroponik fase vegetatif dengan EC 1.8-2.0 mmhos dan pH 5.5 - 6.0. Memasuki fase gener atif nutrisi yang diberikan disesuai dengan kebutuhan tanaman dengan memberikan nutrisi khusus fase generatif dengan EC 2.3-2.5 mmhos dan pH 5.5- 6.0.

Pengamatan

Dalam percobaan dilakukan pengamatan mikroklimat dan tanggap pertumbuhan dan mutu hasil produksi. Beberapa peubah yang diamati yaitu :

A. Pengamatan Peubah Mikroklimat

Untuk mengetahui keadaan mikroklimat di sekitar lingkungan tanaman diamati beberapa unsur iklim yaitu :

1. Intensitas Radiasi Matahari (W/m2)

Pengukuran intensitas radiasi matahari (IRM) dilakukan menggunakan

(54)

35

plastik. Pengukuran dilakukan setiap hari sejak pukul 07.00 hingga 17.00 dimulai sejak penanaman hingga panen.

2. Intersepsi Tajuk (%)

Pengukuran intersepsi tajuk pada tanaman dilakukan menggunakan

tube solarimeter yang diletakkan di atas dan di bawah tajuk tanaman setiap hari dari pukul 07.00 sampai dengan 17.00 dimulai sejak penanaman hingga panen (± 6 bulan).

3. Koefisien Pemadaman

Hasil perhitungan intersepsi tajuk digunakan untuk menghitung nilai koefisien pemadaman dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

I = Io e – KLAI………. (9) Keterangan :

I = Intensitas radiasi yang diterima di dalam tajuk tanaman atau suatu ketinggian tertentu

Io = Intensitas radiasi yang diterima pada puncak tajuk komunitas tanaman tersebut.

e = Bilangan eksponensial

k = Koefisien pemadaman/ penyirnaan

LAI = Indeks luas daun

4. Suhu Udara dan Kelembaban Nisbi

Pengukuran suhu udara rata-rata harian dilakukan menggunakan termometer yang dipasang pada masing-masing unit rumah plastik. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu hari yaitu pada pukul 07.00 (pagi), 12.30 (siang), dan 17.00 (sore). Pengukuran dimulai sejak penanaman hingga panen. Suhu udara rata-rata harian dihitung dengan rumus :

T rata-rata harian = (2 x T pagi) + T siang + T sore …… (7) 4

(55)

36

penanaman hingga panen. Kelembaban nisbi rata-rata harian dihitung dengan menggunakan rumus :

RH rata-rata harian = (2 x RH pagi) + RH siang + RH sore …(8) 4

5. Suhu Media

Pengukuran suhu media menggunakan termometer stik yang dimasukkan ke dalam media sedalam ±10 cm. Pengukuran suhu media dilakukan setiap Senin dan Kamis (seminggu 2 kali) yaitu pada pukul 07.00 (pagi), 12.30 (siang), dan 17.00 (sore) yang dimulai sejak penanaman hingga panen. Selain itu dilakukan pengukuran setiap jam dalam waktu 24 jam sebanyak 5 kali selama periode tanam bersamaan dengan pengukuran suhu udara.

B. Pengamatan Peubah Agronomi

1. Tinggi Tanaman

Pengukuran tanaman dari permukaan media sampai percabangan terakhir sejak 9 MST hingga 11 MST.

2. Klorofil Daun

Klorofil daun yang diukur meliputi kandungan total klorofil daun dan rasio klorofil a/b. Pengamatan jumlah klorofil dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer.

Prosedurnya sebagai berikut :

1) Timbang 0.1 gram daun segar yang telah diiris halus, kemudian dihaluskan dalam mortar. Tambahkan sedikit nitrogen cai

Gambar

Tabel 2.  Formula Bahan Kimia Sumber Unsur Hara  Bagi Sayuran Buah
Tabel   4.    Rata-rata  Intersepsi Tajuk  Setiap  Kombinasi Perlakuan pada Percobaan Tahap I
Tabel 5 . Rata-rata Koefisien Pemadaman Percobaan Tahap I
Gambar 4. Suhu  Media  dan Suhu Udara di Dalam Rumah Plastik pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah nazir wakaf berbasis wirausaha sosial, harus memiliki tiga kompetensi, yaitu pengetahuan , keterampilan dan sikap, dan nazir wakaf Bisnis

Keluhan MSDs merupakan keluhan yang berkaitan erat dengan umur, dimana tulang mencapai kematangan optimum (puncak massa tulang) pada umur antara 25 – 30 tahun, tetapi

Pencatatan dalam jurnal pengeluaran kas harus didasarkan bukti kas keluar yang mendapat otorisasi dari pejabat yang berwenang disertai dokumen yang lengkap.. Setiap bukti kas

selanjutnya akan dilihat dari aspek tujuan dan manfaat pelaksanaan kegiatan. Berikut ini gambaran yang jelas tentang kegiatan yang telah dilaksanakan. Secara umurn

Kami sampaikan dengan hormat bahwa Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (Ditlitabmas) Ditjen Pendidikan Tinggi memberi kesempatan kepada dosen tetap Perguruan Tinggi

Fokus pada manusia pada organisasi pembelajar dalam pelaksanaan tugas akhir ini, ditujukan untuk memahami aspek manusia terkait dengan bagaimana proses belajar manusia dan juga

Dari pendapat tokoh Muhammadiyah bahwa sepanjang bisa saling menguntungkan antara mitra dengan pihak Paytren maka bisnis tersebut boleh, karena pada dasarnyajual beli itu

Bu Via memaparkan bahwa Indocement melakukan partisipasi dan langsung turun ke desa yang dikoordinir oleh tiap koordinator desa dalam implementasi CSR, oleh