• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Keberadaan Jentik, Pengetahuan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Keberadaan Jentik, Pengetahuan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar Tahun 2014"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR

KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2014

TESIS

OLEH

IQBAL OCTARI PURBA 117032166/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR

KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2014

TESIS

OLEH

IQBAL OCTARI PURBA 117032166/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(3)

PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR

KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

IQBAL OCTARI PURBA 117032166/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR

KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengethuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

(5)
(6)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 23 Januari 2014

____________________________________________________________________

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D

(7)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keberadaan nyamuk mempunyai risiko yang cukup tinggi untuk terjadi penularan penyakit DBD. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan salah satu upaya penanggulangan vektor penyakit DBD dengan menghilangkan jentik sebagai sasaran utama.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan studi kasus kontrol yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik pemberantasan sarang nyamuk terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur. Sampel terdiri dari 98 kasus dan 98 kontrol. Metode analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan menggunakan uji Chi Square dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh keberadaan jentik terhadap kejadian DBD (p = 0,045), terdapat pengaruh pengetahuan terhadap kejadian DBD (p = 0,004), terdapat pengaruh praktik PSN terhadap kejadian DBD (p = 0,002). Hasil uji statistik regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah praktik pemberantasan sarang nyamuk (Exp (B) = 2,061). Risiko terkena DBD pada praktik PSN yang buruk adalah 2x lebih besar dibandingkan dengan praktik PSN yang baik, sedangkan risiko terkena DBD pada pengetahuan yang buruk adalah 2x lebih besar dibandingkan dengan pengetahuan yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan masyarakat lebih meningkatkan upaya pemberantasan sarang nyamuk untuk mencegah terjadinya kasus DBD sedangkan Dinas Kesehatan Pematang Siantar diharapkan melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pencegahan dan penanggulangan DBD secara dini.

(8)

ABSTRACT

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus and transmitted through the bite of Aedes aegypti mosquito. The existence of larva had high risk for DHF transmission. Eradication of mosquito nests was one of the efforts to control the vector of DHF by eliminating the larva as the main target.

This was an observational analytic research with case control design aimed to determine theinfluence of the existence of larva, knowledge and the practice of eradicating mosquito nests on the incidence of DHF. The samples consisted of 98 cases and 98 controls. Data analysis methods included univariate analysis, bivariate analysis using Chi Square test, and multivariate analysis using Logistic Regression.

The result showed that there was the influence of the existence of larva on the incidence of DHF(p = 0.045), there was the influence of knowledge on the incidence of DHF (p = 0.004), there was the influence of practice of eradicating mosquito nests on the incidence of DHF (p = 0.002). The result of multivariate analysis showed that the variable which had the most dominant influence on incidence of DHF was the practice of eradicating mosquito nests (Exp (B) = 2.061)

Based on the results of the study it was expected to increase efforts to eradicate mosquito breeding sites to prevent DHF cases. Pematang Siantar Health Department was also expected to conduct periodic larva monitoring and health education to the community about the prevention of DHF.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh Keberadaan Jentik, Pengetahuan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar Tahun 2014 “.

Selama proses penyusunan tesis ini, begitu banyak nasehat, bantuan dan bimbingan yang penulis terima demi kelancaran proses penyelesaian pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan segala kerendahan hati, penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.S selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

3. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

(10)

5. Prof. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S selaku dosen pembanding yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini.

6. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku dosen pembanding sekaligus Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini.

7. Keluarga tercinta atas doa dan dukungan kepada penulis selama menjalani studi dan pengerjaan tesis ini.

8. Teman-teman seangkatan di peminatan Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri yang memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini baik dari segi isi maupun penyajiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, April 2014 Penulis

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : IQBAL OCTARI PURBA

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 1 Oktober 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 4 bersaudara Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat : Jl. Karya Wisata Komplek Johor Indah Permai I Blok XI No. 22 Medan

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1994-2000 : SD Taman Asuhan P.Siantar 2. Tahun 2000-2003 : SLTP Taman Asuhan P.Siantar 3. Tahun 2003-2006 : SMA Negeri 2 P.Siantar

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Demam Berdarah Dengue ... 10

2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue ... 10

2.1.2 Etiologi ... 10

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi ... 11

2.1.4 Gambaran Klinis ... 12

2.1.5 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue ... 13

2.1.6 Siklus Penularan Demam Berdarah Dengue ... 13

2.2 Virus Dengue ... 15

2.3 Vektor Penular Demam Berdarah Dengue ... 16

2.3.1 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti ... 17

2.3.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti ... 18

2.3.3 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti ... 19

2.3.4 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti ... 23

2.4 Survei Jentik ... 27

2.5 Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue ... 30

2.6 Pemberantasan Sarang Nyamuk ... 34

2.7 Pengetahuan ... 36

2.8 Landasan Teori ... 38

(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3 Populasi dan Sampel ... 43

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 45

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 46

3.6 Metode Pengukuran ... 47

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 49

3.8 Analisis Data ... 51

BAB 4. HASIL ... 53

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 53

4.2 Analisis Univariat ... 54

4.2.1 Karakteristik Responden ... 54

4.2.2 Keberadaan Jentik ... 56

4.2.3 Pengetahuan Responden ... 59

4.2.4 Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk ... 65

4.3 Analisis Bivariat ... 68

4.3.1 Hubungan antara Keberadaan Jentik dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 68

4.3.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 69

4.3.3 Hubungan antara Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 70

4.4 Analisis Multivariat ... 70

BAB 5. PEMBAHASAN ... 73

5.1 Analisis Univariat ... 73

5.1.1 Karakteristik Responden ... 73

5.1.2 Keberadaan Jentik ... 74

5.1.3 Pengetahuan Responden ... 76

5.1.4 Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk ... 77

5.2 Analisis Bivariat ... 78

5.2.1 Hubungan Keberadaan Jentik dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 78

5.2.2 Hubungan Pengetahuan Terhadap dengan Demam Berdarah Dengue ... 81

5.2.3 Hubungan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 82

(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 88

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 3.1 Variabel, Defenisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur,

Skala Ukur dan Kategori ... 48 3.2 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan

dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk ... 50 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik ... 55 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan

Jentik... 56 4.3 Distribusi Tempat Penampungan Air yang Ditemukan

Jentik... 57 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue ... 59 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan ... 65 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Praktik PSN ... 65 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Praktik

Pemberantasan Sarang Nyamuk ... 68 4.8 Hubungan antara Keberadaan Jentik dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 68 4.9 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 69 4.10 Hubungan antara Praktik Pemberantasan Sarang

Nyamuk dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 70 4.11 Pengaruh Keberadaan Jentik, Pengetahuan dan

Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk terhadap

(16)

4.12 Pengaruh Pengetahuan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk terhadap Kejadian Demam

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 1.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti ... 22 1.2 Landasan Teori ... 41 1.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 42 1.4 Peta Penyebaran Kasus Demam Berdarah Dengue di

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 94 2. Master Data Penelitian ... 100 3. Hasil Analisis Data ... 121 4. Surat Izin Survei Awal dari Dinas Kesehatan

Pematang Siantar ... 145 5. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 146 6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari

(19)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keberadaan nyamuk mempunyai risiko yang cukup tinggi untuk terjadi penularan penyakit DBD. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan salah satu upaya penanggulangan vektor penyakit DBD dengan menghilangkan jentik sebagai sasaran utama.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan studi kasus kontrol yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik pemberantasan sarang nyamuk terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur. Sampel terdiri dari 98 kasus dan 98 kontrol. Metode analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan menggunakan uji Chi Square dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh keberadaan jentik terhadap kejadian DBD (p = 0,045), terdapat pengaruh pengetahuan terhadap kejadian DBD (p = 0,004), terdapat pengaruh praktik PSN terhadap kejadian DBD (p = 0,002). Hasil uji statistik regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah praktik pemberantasan sarang nyamuk (Exp (B) = 2,061). Risiko terkena DBD pada praktik PSN yang buruk adalah 2x lebih besar dibandingkan dengan praktik PSN yang baik, sedangkan risiko terkena DBD pada pengetahuan yang buruk adalah 2x lebih besar dibandingkan dengan pengetahuan yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan masyarakat lebih meningkatkan upaya pemberantasan sarang nyamuk untuk mencegah terjadinya kasus DBD sedangkan Dinas Kesehatan Pematang Siantar diharapkan melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pencegahan dan penanggulangan DBD secara dini.

(20)

ABSTRACT

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus and transmitted through the bite of Aedes aegypti mosquito. The existence of larva had high risk for DHF transmission. Eradication of mosquito nests was one of the efforts to control the vector of DHF by eliminating the larva as the main target.

This was an observational analytic research with case control design aimed to determine theinfluence of the existence of larva, knowledge and the practice of eradicating mosquito nests on the incidence of DHF. The samples consisted of 98 cases and 98 controls. Data analysis methods included univariate analysis, bivariate analysis using Chi Square test, and multivariate analysis using Logistic Regression.

The result showed that there was the influence of the existence of larva on the incidence of DHF(p = 0.045), there was the influence of knowledge on the incidence of DHF (p = 0.004), there was the influence of practice of eradicating mosquito nests on the incidence of DHF (p = 0.002). The result of multivariate analysis showed that the variable which had the most dominant influence on incidence of DHF was the practice of eradicating mosquito nests (Exp (B) = 2.061)

Based on the results of the study it was expected to increase efforts to eradicate mosquito breeding sites to prevent DHF cases. Pematang Siantar Health Department was also expected to conduct periodic larva monitoring and health education to the community about the prevention of DHF.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian. Penyakit DBD atau DHF merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia (Salawati, 2010).

(22)

Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Demam berdarah dengue masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat , dimana penyakit ini merupakan penyakit endemis di sebagian wilayah di Indonesia. Dari tahun ketahun angka kejadian dan daerah terjangkit terus meningkat serta sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 h ingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Depkes RI, 2008).

(23)

Terjadinya peningkatan kasus DBD setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Kondisi ini diperburuk dengan pemahaman masyarakat yang kurang tentang DBD dan juga partisipasi masyarakat yang sangat rendah, terlihat dari kondisi lingkungan yang buruk dan mempermudah pertumbuhan nyamuk DBD (Hermansyah, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DBD antara lain faktor host (kerentanan dan respon imun), lingkungan (kondisi geografi seperti ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, dan kondisi demografi seperti perilaku, kepadatan, mobilitas, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk), serta faktor agentnya sendiri (virus dengue). Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit DBD adalah perilaku masyarakat dalam melaksanakan dan menjaga kebersihan lingkungan. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang DBD serta kurangnya praktek atau peran serta masyarakatdalam menjaga kebersihan lingkungannya (Dinah, 2008).

(24)

adalah Container Index (CI), House Index (HI) dan Breteau Index (BI) (Kesetyaningsih, 2006).

Keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator terdapatnya populasi nyamuk Aedes aegypti di daerah tersebut. Penanggulangan penyakit DBD mengalami masalah yang cukup kompleks, karena penyakit ini belum ditemukan obatnya. Tetapi cara paling baik untuk mencegah penyakit ini adalah dengan pemberantasan jentik nyamuk penularnya atau dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN - DBD) (Yudhastuti, 2005).

Demam berdarah dengue terjadi selain karena virus denguenya ada, juga karena vektornya (nyamuk Aedes Aegypti) banyak. Banyaknya vektor terjadi karena tempat-tempat perkembangbiakannya (breeding places) juga banyak. Dengan demikian maka cara paling efektif adalah memutus daur hidup nyamuk dengan memberantas sarangnya, melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Oleh karenanya perilaku memberantas sarang nyamuk perlu terus ditumbuhkan, apalagi di banyak negara PSN terbukti dapat mengurangi kasus DBD (Depkes RI, 2008).

(25)

pemberantasan sarang nyamuk, pemerintah memerlukan bantuan partisipasi masyarakat.Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu ditingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD (Tanjung, 2012).

Hasil penelitian Supriyanto (2011) menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, praktik keluarga tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan kejadian demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2002) yang menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sehingga dalam konteks pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dalam melakukan tindakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang pada akhirnya akan mencegah terjadinya penyakit demam berdarah dengue (DBD).

(26)

pemahaman dan latar belakangnya sehingga belum mampu mandiri dalam pelaksanaannya (Sukowati, 2010).

Kasus DBD selalu terjadi di Propinsi Sumatera Utara setiap tahunnya. Tahun 2008-2010 menunjukkan adanya variasi yang berbeda yaitu 2.131 penderita dan 34 meninggal pada tahun 2008, menjadi 4103 penderita dan 34 meninggal pada tahun 2009, dan Tahun 2010 didapati 4578 penderita dan 50 orang meninggal. Beberapa kabupaten/kota yang dinyatakan daerah endemis DBD dengan jumlah kasus yaitu Kota Medan 1837 kasus, Kota Pematang Siantar 510 kasus, Kota Tanjung Balai 448 kasus dan Kabupaten Simalungun dengan jumlah kasus yaitu 397 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2011). Menurut Depkes RI (2012), jumlah kasus DBD di Sumatera Utara yang terjadi selama tahun 2011 adalah sebanyak 5.987 kasus dan terdapat 78 orang meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) 1,30% dan Incidence Rate (IR) 45,64/100.000 penduduk).

(27)

dilakukan fogging, dan meningkatkan surveilans epidemiologi (Community Based Surveilance dan Hospital Based Surveilance) (Profil Kesehatan Kota Pematang Siantar, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Pematang Siantar, selama tahun 2012 terjadi 616 kasus DBD dan 1 orang meninggal dengan Incidence Rate (IR) 165,6 per 100.000 penduduk, Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,82% dan angka House Index 65,7%. Berdasarkan data tersebut perkembangan penyakit DBD terlihat masih tinggi dibandingkan dengan target nasional IR (20/100.000 penduduk), CFR (< 1%) dan House Index (< 5%). Kecamatan Siantar Timur merupakan kecamatan dengan jumlah kasus DBD paling tinggi di Kota Pematang Siantar selama Januari sampai Desember tahun 2012 yaitu dengan jumlah 98 kasus.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar tahun 2013.

1.2 Perumusan Masalah

(28)

penyakit DBD. Dengan demikian upaya mencegah terjadinya DBD yaitu dengan memberantas keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. Cara memberantas nyamuk Aedes aegypti yang tepat guna ialah dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pemberantasan sarang nyamuk merupakan salah satu upaya penanggulangan vektor penyakit DBD dengan menghilangkan jentik sebagai sasaran utama.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh keberadaan jentik terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.

(29)

3. Untuk mengetahui pengaruh praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.

4. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.

1.4 Hipotesis

1. Ada pengaruh keberadaan jentik terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar

2. Ada pengaruh pengetahuan terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar

3. Ada pengaruh praktik pemberantasan sarang nyamuk terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi masyarakat untuk melaksanakan pemeriksaan jentik secara berkala serta meningkatkan upaya pemberantasan sarang nyamuk untuk mencegah dan mengurangi kejadian demam berdarah dengue.

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Menurut WHO (2005), definisi Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi seperti sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia, trombositopenia (100.000 sel per mm3

Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui nyamuk. Nyamuk yang dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue adalah nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Virus demam berdarah dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Penyakit ini merupakan penyakit yang timbul di negara-negara tropis, termasuk di Indonesia (Depkes RI, 2010).

atau kurang).

2.1.2 Etiologi

(31)

genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. (Depkes RI, 2010).

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi

Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia (makhluk vertebrata) yang pada saat itu sedang mengandung virus dengue didalam darahnya (viraemia). Virus yang sampai ke dalam lambung nyamuk akan mengalami replikasi (memecah diri), kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai di kelenjar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam kulit manusia melalui gigitan nyamuk (Anies, 2006).

(32)

Menurut WHO (2004), patofisiologi Demam Berdarah Dengue ada dua perubahan yang terjadi yaitu :

a. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemia dan syok. Demam Berdarah Dengue memiliki ciri yang unik karena kebocoran plasma khusus ke arah rongga pleura dan peritoneum selain itu periode kebocoran cukup singkat (24-48 jam).

b. Hemostasis abnormal terjadi akibat vaskulopati, trombositopenia sehingga terjadi berbagai jenis manifestasi perdarahan.

2.1.4 Gambaran Klinis

Menurut Sudjana (2010), gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.

a. Pada fase febris, biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

(33)

c. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik stabil dan dieresis membaik.

2.1.5 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

Menurut WHO (2004), derajat penyakit DBD dapat dikelompokkan dalam empat derajat:

a. Derajat I : Demam yang disertai dengan gejala klinis tidak khas, satu-satunya gejala perdarahan adalah hasil uji tourniquet posititf.

b. Derajat II : Gejala yang timbul pada DBD derajat I ditambah terjadinya perdarahan spontan juga terjadi biasanya dalam bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.

c. Derajat III : Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, ditandai kulit dingin dan lembab serta pasien gelisah.

d. Derajat IV : Syok yang sangat berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terdeteksi.

2.1.6 Siklus Penularan Demam Berdarah Dengue

(34)

menginjeksikan air liur ke luka gigitan pada orang lain.setelah masa inkubasi pada tubuh manusia selama 3-14 hari (rata-rata 4-6 hari) sering kali terjadi rangkaian mendadak penyakit ini, yang ditandai dengan demam, sakit kepala, mialgia, hilang nafsu makan, dan berbagai tanda serta gejala nonspesifik lain termasuk mual, muntah dan ruam kulit.

Viraemia biasanya ada pada saat atau tepat sebelum gejala awal penyakit dan akan berlangsung selama rata-rata lima hari setelah timbulnya penyakit. Ini merupakan masa yang sangat kritis karena pasien berada pada tahap yang paling infektif untuk nyamuk vektor dan akan berkontribusi dalam mempertahankan siklus penularan jika pasien tidak dilindungi dari gigitan nyamuk (WHO, 2004).

Penularan DBD antara lain dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya, tempat yang potensial untuk penularan penyakit DBD antara lain (Sitio, 2008):

a. Wilayah yang banyak kasus DBD atau rawan endemis DBD.

b. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang, orang dating dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar seperti sekolah, pasar, hotel, puskesmas, rumah sakit dan sebagainya.

(35)

2.2 Virus Dengue

Virus dengue merupakan genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae. Virus yang berukuran kecil (50 nm) ini mengandung RNA berantai tunggal. Virionnya mengandung nukleokapsid berbentuk kubus yang terbungkus selubung lipoprotein. Genome virus dengue berukuran panjang sekitar 11.000 pasangan basa dan terdiri dari tiga gen protein structural yang mengodekan nukleokapsid atau protein inti (core, C), satu protein terikat membran (membrane, M), satu protein penyelubung (envelope, E), dan tujuh gen protein nonstruktural (nonstructural, NS). Selubung glikoprotein berhubungan dengan hemaglutinasi virus dan aktivasi netralisasi.

Virus dengue membentuk kompleks yang khas dalam genus Flavivirus berdasarkan karakteristik antigenic dan biologisnya. Ada empat serotype virus yang kemudian dinyatakan sebagai DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi yang terjadi dengan serotype manapun akan memicu imunitas seumur hidup terhadap serotype tersebut. Walaupun secara antigenik serupa, keempat serotype tersebut cukup berbeda di dalam menghasilkan perlindungan silang selama beberapa bulan setelah terinfeksi salah satunya.

(36)

2.3 Vektor Penular Demam Berdarah Dengue

Virus dengue ditularkan dari satu orang ke orang lain oleh nyamuk Aedes aegypti dari subgenus Stegomyia. Aedes aegypti merupakan vector epidemik yang paling penting, sementara spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota kelompok Ae. Scutellaris dan Ae. niveus juga diputuskan sebagai vektor sekunder. Semua spesies tersebut kecuali Aedes aegypti memiliki wilayah penyebarannya sendiri, walaupun mereka merupakan vektor yang sangat baik untuk virus dengue, epidemik yang ditimbulkannya tidak separah yang diakibatkan oleh Aedes aegypti (WHO, 2004).

(37)

bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali (Depkes RI, 2010).

Menurut Anies (2006), orang awam mudah mengenali nyamuk tersebut dengan ciri-ciri umum sebagai berikut:

a. badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih b. hidup di dalam dan di sekitar rumah

c. menggigit/mengisap darah pada siang hari

d. senang hinggap pada pakaian yang bergelantungan dalam kamar

e. bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah: bak mandi, tempayan, vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut 2.3.1 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti

(38)

tradisional di Indonesia, Myanmar dan Thailand, kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran kota daripada di daerah perkotaan (WHO, 2004).

Aedes aegypti tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum di Indonesia. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2008).

Ketinggian merupakam faktor yang penting untuk membatasi penyebaran nyamuk Aedes aegypti. Di India, Aedes aegypti dapat ditemukan pada ketinggian yang berkisar dari nol meter sampai 1000 meter di atas permukaan laut. Ketinggian yang rendah (kurang dari 500 meter) memiliki tingkat kepadatan populasi nyamuk sedang sampai berat. Sementara daerah pegunungan (dia atas 500 meter) memiliki populasi nyamuk yang rendah. Di negara-negara Asia Tenggara, ketinggian 1000 sampai 1500 meter di atas permukaan laut tampaknya merupakan batas bagi penyebaran Aedes segypti. Di bagian lain dunia, nyamuk spesies ini dapat ditemukan di wilayah yang jauh lebih tinggi, misalnya di Kolombia sampai mencapai 2200 meter (WHO, 2004).

2.3.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

(39)

sebagai betina atau jantan dan tahap nyamuk dewasa muncul dari pecahan di belakang kulit kepompong. Nyamuk dewasa makan, kawin dan nyamuk betina memproduksi telur untuk melengkapi siklus dan memulai generasi baru. Beberapa spesies nyamuk hanya satu generasi per tahun yang lainnya bisa mempunyai beberapa generasi selama musim dengan kondisi iklim yang menguntungkan. Mereka sangat bergantung pada iklim dari kondisi lingkungan lokal terutama suhu dan curah hujan.

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik - kepompong - nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. (Depkes RI, 2008).

2.3.3 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti a. Telur

(40)

Telur diletakkan satu per satu pada permukaan yang basah tepat di atas permukaan air. Sebagian besar nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu proses embrionasi selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama (lebih dari satu tahun). Telur akan menetas pada saat penampung air penuh, tidak semua telur akan menetas pada waktu yang sama. Kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan membantu mempertahankan kelangsungan spesies ini selama kondisi iklim buruk (WHO, 2004).

b. Jentik (Larva)

Menurut Depkes RI (2008), ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:

1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm 2) Instar II : 2,5-3,8 mm

3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II 4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm

(41)

Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan makanan, kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama tujuh hari termasuk dua hari untuk masa menjadi kepompong. Akan tetapi pada suhu rendah mungkin akan membutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.

c. Kepompong

Kepompong berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding jentiknya. Kepompong berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata kepompong nyamuk lain (Depkes RI, 2008).

Kepompong merupakan tahapan yang tidak memerlukan makan namun tidak seperti sebagian besar insekta, kepompong nyamuk berenang sangat aktif dapat berenang dengan mudah saat terganggu. Tahap kepompong pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-3 hari. Saat nyamuk akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang kepompong, kepompong akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa (Achmadi, 2011).

d. Nyamuk Dewasa

(42)

tidak mengisap darah, tetapi cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk betina menggigit dan mengisap darah manusia (Anies, 2006).

[image:42.612.170.471.470.646.2]

Menurut Achmadi (2011), nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1. Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan pertama nyamuk betina makan sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah manusia. Umur nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini:

(43)

2.3.4 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti 1. Perilaku Makan

Aedes aegypti sangat antropofilik walaupun ia juga bisa makan dari hewan berdarah panas lainnya. Nyamuk betina memiliki dua periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari beberapa jam setelah matahari terbit dan sore hari hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit yang sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim. jika masa makannya terganggu, Aedes aegytpi dapat menggigit lebih dari satu orang. Perilaku ini semakin memperbesar efisiensi penyebaran epidemik. Dengan demikian bukan hal yang luar biasa jika beberapa anggota keluarga yang sama mengalami rangkaian penyakit yang terjadi dalam 24 jam, memperlihatkan bahwa mereka terinfeksi nyamuk infektif yang sama. Aedes aegypti biasanya tidak menggigit di malam hari tetapi akan menggigit saat malam di kamar yang terang (WHO, 2004).

(44)

Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit (Depkes, 2008).

2. Perilaku Istirahat

Aedes aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab dan tersembunyi didalam rumah atau bangunan termasuk di kamar tidur , kamar mandi, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tumbuhan atau di tempat terlindung lainnya. Permukaan yang nyamuk suka di dalam ruangan adalah di bawah furniture, benda yang tergantung seperti baju, gorden serta di dinding (WHO, 2004).

Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Depkes RI, 2008).

3. Tempat Perkembangbiakan

(45)

tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).

(46)

4. Jarak Terbang

Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan (WHO, 2004).

Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang nyamuk menjadi terbatas.

(47)

2.4 Survei Jentik

Menurut Depkes RI (2008), untuk mengetahui keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan survei jentik sebagai berikut:

a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti: bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira ½ -1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.

c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti: vas bunga/pot tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.

d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh, biasanya digunakan senter.

(48)

Metode survei jentik dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2008):

a. Single larva: Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut. b. Visual : Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di

setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti:

a. House Index (HI).

����������= jumlah rumah ditemukan jentik

jumlah rumah yang diperiksa x 100%

b. Container Index (CI)

��������������= jumlah kontainer ditemukan jentik

jumlah kontainer yang diperiksa x 100%

c. Breteau Index (BI) adalah jumlah kontainer positif perseratus rumah yang diperiksa.

������������ =jumlah rumah ditemukan jentik

100 rumah x 100%

d. Angka Bebas Jentik (ABJ)

Angka Bebas Jentik =jumlah rumah ditemukan jentik

(49)

Menurut Sari (2012) yang mengutip dari WHO, kepadatan nyamuk dikatakan tinggi dan berisiko tinggi untuk penularan DBD jika HI dan CI ≥ 5% serta nilai BI ≥ 20%. Sedangkan ABJ menurut standar nasional adalah ≥ 95% Tingginya kepadatan populasi nyamuk akan mempengaruhi distribusi penyebaran penyakit DBD.

House index pada umumnya digunakan untuk mengukur penyebaran populasi nyamuk di masyarakat. Ini merupakan indeks yang paling mudah dan cepat untuk mengamati keberadaan jentik. House index juga dapat digunakan untuk menghasilkan indikasi cepat dari penyebaran Aedes aegypti di suatu daerah. Container index menghasilkan indikasi yang lebih detail dari jumlah populasi nyamuk yang terdapat dalam tempat penampungan air. Sedangkan Breteau index memuat hubungan antara rumah dan penampung positif dan dianggap sebagai indeks yang paling informatif, tetapi sekali lagi, produktivitas penampung tidak termuat. Breteau index digunakan untuk mengukur kepadatan nyamuk.

(50)

2.5 Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue

Menurut Sukowati (2010), beberapa metode pengendalian vektor telah banyak diketahui dan digunakan oleh program pengendalian DBD di tingkat pusat dan di daerah yaitu:

1. Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya akan berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat melalui program kemitraan. Sejarah keberhasilan manajemen lingkungan telah ditunjukkan oleh Kuba dan Panama serta Kota Purwokerto dalam pengendalian sumber nyamuk.

2. Pengendalian Biologis

Pengendalian secara Biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).

a. Predator

(51)

mudah didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik. Di Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan bisa digunakan adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan jentik yang terbukti efektif dan telah digunakan di kota Palembang untuk pengendalian larva DBD adalah ikan cupang.

Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu mengendalikan larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops, Jenis ini sebenarnya jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Namun jenis ini mampu makan larva vektor DBD. Beberapa spesies sudah diuji coba dan efektif, antara lain Mesocyclops aspericornis diuji coba di Vietnam, Tahiti dan juga di Balai Besar Penelitian Vektor dan Reservoir, Salatiga.

b. Bakteri

(52)

dalam spora bakteri, bilamana spora telah berkecambah maka agent tersebut tidak efektif lagi.

3. Pengendalian Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam pengendalian vektor DBD bagaikan pisau bermata dua, artinya bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Insektisida kalau digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu dan cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran. Penggunaan insektisida dalam jangka tertentu secara akan menimbulkan resistensi vektor.

4. Partisipasi Masyarakat

(53)

Mengingat kenyataan tersebut, maka penyuluhan tentang vektor dan metode pengendaliannya masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat secara berkesinambungan. Karena vektor DBD berbasis lingkungan, maka penggerakan masyarakat tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa peran dari Pemerintah daerah dan lintas sektor terkait seperti pendidikan, agama, LSM, dll.

5. Perlindungan Individu

Untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dapat dilakukan secara individu dengan menggunakan repellent, menggunakan pakaian yang mengurangi gigitan nyamuk. Baju lengan panjang dan celana panjang bisa mengurangi kontak dengan nyamuk meskipun sementara. Untuk mengurangi kontak dengan nyamuk di dalam keluarga bisa memasang kelambu pada waktu tidur dan kasa anti nyamuk. Insektisida rumah tangga seperti semprotan aerosol dan repellent: obat nyamuk bakar, vaporize mats (VP), dan repellent oles anti nyamuk bisa digunakan oleh individu. Pada 10 tahun terakhir dikembangkan kelambu berinsektisida atau dikenal sebagai insecticide treated nets (ITNs) dan tirai berinsektisida yang mampu melindungi gigitan nyamuk. 6. Peraturan Perundangan

(54)

sektor kesehatan. Seluruh negara mempunyai undang-undang tentang pengawasan penyakit yang berpotensi wabah seperti DBD dengan memberikan kewenangan kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan atau kebijakan untuk mengendalikannya. Dengan adanya peraturan perundangan baik undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan daerah, maka pemerintah, dunia usaha dan masyarakat wajib memelihara dan patuh.

2.6 Pemberantasan Sarang Nyamuk

Menurut Hatang (2010), Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) adalah kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengendalikan populasi nyamuk Ae. aegypty sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Tempat-tempat yang menjadi sasaran PSN DBD adalah semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD seperti tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, dan tempat penampungan air alamiah. PSN DBD dilakukan dengan cara 3M, yaitu:

a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC dan drum seminggu sekali

(55)

c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan.

Selain itu, juga dilakukan langkah-langkah seperti (3M Plus):

a. mengganti air vas bunga, tempat minum burung, atau tempat lain yang sejenis seminggu sekali

b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar

c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dengan tanah atau bahan lainnya

d. Menaburkan bubuk larvasida di tempat-tempat yang sulit untuk dikuras atau di daerah yang sulit air.

e. Memelihara ikan pemakan jentik di tempat penampungan air f. Memasang kawat kasa

g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan memadai i. Menggunakan kelambu

j. Menggunakan obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, untuk aktivitas di dalam dan di luar rumah

(56)

2.7 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2002), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting utnuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu sebuah stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah baik.

4. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai apa yang dikehendaki oleh stimkulus.

(57)

Sedangkan tingkat pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

1. Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suat materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui, dan dapat meninterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi

Aplikasi yaitu sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hokum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.

4. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih berkaitan satu sama lainnya, misalnya penggunaan kata kerja.

5. Sintesis

(58)

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dsb, terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi

Evaluasi yaitu kemampuan untuk justifikasi atau penilaian terhadap materi atau objek. penialaian-penilaian ini berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya. Pengetahuan tentang penyakit misalnya dapat bermanfaat bagi seseorang untuk untuk menjaga agar dirinya tidak tertular oleh penyakit tersebut. Pengetahuan pada hakekatnya adalah segenap apa yang diketahui manusia tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnya tentang ilmu. Pengetahuan dapat diperoleh melalui melihat atau mendengar kenyataan, selain itu juga dapat diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan, baik yang bersifat formal maupun informal.

2.8 Landasan Teori

(59)

1. Simpul 1: Sumber Penyakit

Sumber penyakit adalah titik yang menyimpan atau menggandakan agen penyakit serta mengeluarkan agen penyakit. Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui media perantara.

Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue yang termasuk kelompok B anthropoda borne virus (Arboviruses). dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai empat jenis serotype, yaitu: DEN-1, DEN–2, DEN–3 dan DEN–4. Keempat serotype virus Dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.

2. Simpul 2: Media Transmisi Penyakit

Ada 5 komponen lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit yang kita kenal sebagai media transmisi penyakit yaitu udara ambient, air, tanah/pangan, binatang/serangga/vektor, dan manusia melalui kontak langsung. Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit jika di dalamnya tidak mengandung agent penyakit.

(60)

3. Simpul 3: Perilaku Pemajanan/Biomarker

Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan. Apabila kesulitan mengukur besaran agent penyakit, maka diukur dengan cara tidak langsung yang disebut sebagai biomarker.

Kasus demam berdarah dengue ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali dan sering kali ditandai dengan hemokonsentrasi. Pemeriksaan darah pasien sangat membantu untuk menegakkan diagnosa yang akurat terhadap pasien DBD. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan hematokrit dan nilai hematokrit yang tinggi (sekitar 50 % atau lebih) menunjukkan adanya kebocoran plasma, selain itu hitung trombosit cenderung memberikan hasil yang rendah.

4. Simpul 4: Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memliliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Manifestasi dampak akibat hubungan antara penduduk dengan lingkungan menghasilkan penyakit pada penduduk.

(61)

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

[image:61.612.115.527.281.564.2]

Berdasarkan uraian diatas maka sumber penyakit, media transmisi, proses interaksi dengan penduduk, serta outcome penyakit dapat digambarkan sebagai model kejadian penyakit atau paradigma kesehatan lingkungan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Landasan Teori Modifikasi Achmadi (2011) Virus

Dengue

Nyamuk Aedes

Pemeriksaan Darah

− Sehat − Sakit

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4

Variabel lain yang berpengaruh :

Keberadaan Jentik, Pengetahuan, Praktik Pemberantasan Sarang

N k

Sumber Penyakit

Media Transmisi

Perilaku Pemajanan/

(62)

2.9 Kerangka Konsep

[image:62.612.131.513.205.408.2]

Berdasarkan landasan teori di atas, maka penelitian ini menggunakan kerangka teori sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan

Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk

(63)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan desain studi case control untuk mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik pemberantasan nyamuk dengan cara membandingkan sekelompok keluarga orang yang menderita DBD (kasus) dan sekelompok keluarga orang tidak menderita DBD (kontrol).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar. Alasan pemilihan Kecamatan Siantar Timur sebagai lokasi penelitian adalah karena Kecamatan Siantar Timur merupakan kecamatan dengan jumlah kasus demam berdarah dengue tertinggi selama tahun 2012 di Kota Pematang Siantar. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2013 sampai Januari 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

(64)

dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:1. Pencocokan (matching) dengan kasus dilakukan dalam hal karakteristik kelompok umur dan jenis kelamin yang sama.

Sampel kasus adalah penderita DBD di Kecamatan Siantar Timur yang dinyatakan dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium dan tercatat di Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar pada tahun 2012.

Sampel kontrol adalah bukan penderita DBD yang merupakan tetangga terdekat dalam satu lingkungan dengan pencocokan (matching) sama dengan kasus dalam hal umur, jenis kelamin dan lingkungan tempat tinggal.

Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling yang dilakukan pada rumah tangga yang anggota keluarganya pernah menderita demam berdarah dengue selama Januari sampai Desember 2012 berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar.

Kriteria inklusi sampel kasus adalah:

a. Pernah menderita demam berdarah dengue dan dinyatakan dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan pemeriksaan laboratorium dan tercatat di Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar selama Januari sampai Desember 2012.

b. Bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Siantar Timur

(65)

Kriteria inklusi sampel kontrol adalah:

a. Tidak menderita demam berdarah dengue pada tahun 2012

b. Mempunyai kelompok usia dan jenis kelamin yang sama dengan kelompok kasus dan bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Siantar Timur minimal 5 tahun

Kriteria eksklusi sampel adalah:

a. Apabila responden tidak berada di rumah atau telah pindah selama pengumpulan data maka diganti dengan responden yang lain.

b. Tidak bersedia menjadi responden.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh melalui observasi terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti (house index dan container index) serta wawancara langsung dengan responden yang terdiri dari penderita DBD sebagai kasus dan bukan penderita DBD sebagai kontrol dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan praktik pemberantasan sarang nyamuk. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar serta dari buku-buku dan hasil penelitian sebelumnya.

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

(66)

1. Kasus DBD adalah penderita DBD di Kecamatan Siantar Timur yang dinyatakan dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium dan tercatat di Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar selama Januari-Desember 2012.

2. Kontrol DBD adalah bukan penderita DBD yang merupakan tetangga terdekat dari penderita DBD dengan pencocokan (matching) dalam hal umur, jenis kelamin dan lingkungan tempat tinggal.

3. Keberadaan jentik adalah ada atau tidaknya jentik di setiap tempat penampungan air yang ada di dalam dan di luar rumah

4. House Index (HI) adalah presentase rumah yang ditemukan jentik terhadap seluruh rumah yang diperiksa.

5. Container Index (CI) adalah presentase kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa.

6. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah presentase container yang tidak ditemukan jentik terhadap seluruh rumah yang diperiksa.

7. Pengetahuan adalah tingkat pemahaman responden terhadap penyakit demam berdarah dengue.

(67)

3.6 Metode Pengukuran 1. Keberadaan Jentik

Keberadaan jentik diukur dengan melakukan pemeriksaan ada tidaknya jentik pada tempat penampungan air yang terdapat di dalam maupun di luar rumah. Keberadaan jentik diukur dengan House index, Container index, dan Angka Bebas Jentik. House index dan Container index dikatakan tinggi jika ≥ 5% dan rendah jika < 5% sedangkan Angka Bebas Jentik dikatakan tinggi jika ≥ 95% dan rendah jika < 95%.

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan jumlah skor tertinggi 30. Jawaban (a) bernilai 2, jawaban (b) bernilai 1 dan jawaban (c) bernilai 0. Untuk pertanyaan nomor 7,8, 9 dan 13 jawaban yang diberikan lebih dari 1. Jika responden dapat menyebutkan 3-4 pilihan mendapat nilai 2 dan jika responden hanya dapat menyebutkan 1-2 pilihan mendapat nilai 1.

Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh tingkat pengetahuan kemudian dibagi menjadi kategori baik apabila nilai yang diperoleh ≥ median dan kategori buruk apabila nilai yang diperoleh < median.

3. Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk

(68)
[image:68.612.108.527.208.701.2]

praktik PSN dibagi menjadi kategori baik apabila nilai yang diperoleh ≥ median dan kategori buruk apabila nilai yang diperoleh < median.

Tabel 3.1 Variabel, Defenisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur dan Kategori

Variabel Defenisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur

Kategori Kasus DBD Penderita DBD

yang dinyatakan dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan pemeriksaan laboratorium dan tercatat di Dinkes Pematang Siantar Studi dokumentasi data sekunder pada Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar pada bulan Januari-Desember 2012

Kuesioner Ordinal 1. Sakit (kasus) 2. Tidak sakit (kontrol) Keberadaan jentik Ada atau tidaknya jentikdi tempat penampungan air yang ada di dalam dan di luar rumah

Observasi Checklist Ordinal 1. Tidak ada 2. Ada

House index Presentase

rumah yang ditemukan

jentik terhadap seluruh rumah yang diperiksa

Observasi Checklist Ordinal 3. Rendah (< 5% ) 4. Tinggi

(≥ 5%)

Container index Presentase kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa

(69)

Tabel 3.1 (Lanjutan) Angka Bebas Jentik Presentase rumah yang tidak ditemukan jentik terhadap seluruh rumah yang diperiksa

Observasi Checklist Ordinal 3. Rendah (< 95%) 4. Tinggi

(≥ 95%)

Pengetahuan Tingkat pemahaman responden terhadap penyakit demam berdarah dengue

Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik (skor < median) 2. Buruk

(skor ≥ median) Praktik pemberantas an sarang nyamuk Kegiatan untuk memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk Aedes Aegypti penular penyakit Demam Berdarah Dengue ditempat-tempat perkembangbia kannya

Observasi Checklist Ordinal 1. Baik (skor < median) 2. Buruk

(skor ≥ median)

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

[image:69.612.110.530.139.576.2]
(70)

ditunjukkan dengan skor item correct correlation pada analisis reliability statistics. jika skor r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan jika skor r hitung < r tabel maka dinyatakan tidak valid. Uji validitas dilakukan pada responden yaitu masyarakat yang bermukim di Kecamatan Medan Helvetia yang merupakan kecamatan dengan jumlah kasus DBD tertinggi di kota Medan yaitu sebesar 30 sampel.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha. Skala pengukuran yang reliabel sebaiknya memiliki nilai Cronbach’s Alpha minimal 0,70. Pertanyaan dinyatakan reliabel jika jawaban responden terhadap pertanyaan kuesioner adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.

Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian dapat dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk

Nomor Pertanyaan

Rhitung R Cronbach

Alpha

tabel Keterangan

Pengetahuan 0,9198 Reliabel

1 0,3790 0,361 Valid

2 0,4526 0,361 Valid

3 0,7193 0,361 Valid

4 0,6791 0,361 Valid

5 0,8247 0,361 Valid

[image:70.612.105.533.570.700.2]
(71)

Tabel 3.2 (Lanjutan)

7 0,5472 0,361 Valid

8 0,5873 0,361 Valid

9 0,8749 0,361 Valid

10 0,7422 0,361 Valid

11 0,6753 0,361 Valid

12 0,7661 0,361 Valid

13 0,5734 0,361 Valid

14 0,5116 0,361 Valid

15 0,4321 0,361 Valid

PSN 0,7884 Reliabel

1 0,6191 0,361 Valid

2 0,6603 0,361 Valid

3 0,6191 0,361 Valid

4 0,4651 0,361 Valid

5 0,3970 0,361 Valid

6 0,4606 0,361 Valid

7 0,5004 0,361 Valid

8 0,4476 0,361 Valid

Berdasarkan tabel 3.2 dapat dilihat bahwa seluruh butir pertanyaan yang terdapat pada kuesioner pengetahuan dan praktik pemberantasan sarang nyamuk sebanyak 20 pertanyaan mempunyai r hitung > r tabel dengan nilai Cronbach Alpha . Maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan valid dan reliabel.

3.8 Analisis Data

3.8.1 Analisis Univariat

[image:71.612.108.531.135.396.2]
(72)

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik pemberantasan sarang nyamuk) terhadap variabel dependen (kejadian DBD) dengan menggunakan uji Chi square.

3.8.3 Analisis Multivariat

(73)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Kecamatan Siantar Timur terletak di wilayah timur Kota Pematang Siantar dengan batas-batas sebagai berikut:

− Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Siantar Utara dan Kecamatan Siantar Martoba

− Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Siantar Marihat − Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Siantar Barat − Sebalah timur berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

(74)
[image:74.612.144.504.117.364.2]

Gambar 4.1 Peta Penyebaran Kasus DBD di Kota Pematang Siantar

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden

(75)
[image:75.612.107.536.142.542.2]

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

No. Karakteristik Responden Kasus Kontrol

n % n %

1. Umur

a. 18 - 20 Tahun 6 6,1 6 6,1

b. 21 - 23 Tahun 9 9,2 9 9,2

c. 24 - 26 Tahun 8 8,2 8 8,2

d. 27 - 29 Tahun 15 15,3 15 15,3

e. 30 - 32 Tahun 11 11,2 11 11,2

f. 33 - 35 Tahun 21 21,4 21 21,4

g. 36 - 38 Tahun 12 12,2 12 12,2

h. 39 - 41 Tahun 15 15,3 15 15,3

i. > 41 Tahun 1 1,0 1 1,0

Jumlah 98 100 98 100.0

2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki 48 49,0 48 49,0

b. Perempuan 50 51,0 50 51,0

Jumlah 98 100 98 100

3. Tingkat Pendidikan

a. SD 22 22,4 28 28,6

b. SMP 24 24,5 21 21,4

c. SMA 47 48,0 44 44,9

d. Perguruan Tinggi 5 5,1 5 5,1

Jumlah 98 100 98 100

4. Pernah Mendapat Penyuluhan DBD

a. Ya 18 18,4 9 9,2

b. Tidak 80 81,6 89 90,8

Jumlah 98 100 98 100

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar responden berada dalam kelompok umur 33-35 tahun yaitu sebanyak 21 orang (21,4%) dan mayoritas responden adalah perempuan yaitu sebanyak 50 orang (51%).

(76)

(48%) sedangkan sebagian besar kelompok kontrol juga memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu 44 orang (44,9%).

Sebagian besar responden kelompok kasus tidak pernah mendapat penyuluhan tentang demam berdarah dengue yaitu sebanyak 80 orang (81,6%) dan sebagian besar responden kelompok kontrol juga tidak pernah mendapat penyuluhan DBD yaitu sebanyak 89 orang (90,8%).

4.2.2 Keberadaan Jentik

Pemeriksaan jentik nyamuk Aedes aegypti dilakukan pada tempat-tempat penampungan air baik di dalam

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Gambar 2.2 Landasan Teori Modifikasi Achmadi (2011)
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Variabel, Defenisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur dan Kategori
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang selalu penulis panjatkan atas nikmat, taufik dan hidayah Nya sehingga penulis dapat

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, juga berkah hidayah-Nya dan suri tauladan dari junjunganku

Kondisi kondisi dengan jentik di daerah tersebut sebagian besar dalam kondisi tertutup tidak rapat (83%) dan kontainer yang paling banyak ditemukan jentik adalah di

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes sp. Puskesmas Oebobo dengan jumlah

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir yang berjudul “Aplikasi Persebaran Penyakit

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya Skripsi dengan judul ” HUBUNGAN SANITASI

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan