• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Kondisi Pengempaan Lemak Kakao (cocoa butter) Secara Mekanik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Kondisi Pengempaan Lemak Kakao (cocoa butter) Secara Mekanik"

Copied!
227
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN

LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK

Oleh :

AGUNG SETIAWAN F14102082

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

AGUNG SETIAWAN. F14102082. Penentuan Kondisi Pengempaan Lemak Kakao (cocoa butter) Secara Mekanik. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi K Purwadaria, MSc.

RINGKASAN

Biji kakao merupakan biji dari buah tanaman kakao (Theobroma cacao

LINN) yang telah di fermentasi, dibersihkan, dan dikeringkan. Biji kakao digolongkan dalam jenis mulia dan lindak. Produksi kakao Indonesia saat ini mencapai 435 ribu ton dan diperkirakan akan terus meningkat secara nyata karena program peremajaan tanaman yang teratur dan perluasan kebun baru (ED dan F Man, 2004). Lebih dari 76% kakao yang diproduksi di Indonesia diekspor dalam bentuk biji kakao, terutama ke negara pengolah biji kakao seperti Malaysia, Singapura, dan Belanda (Indranada, 2003). Selain digunakan sebagai minuman penyegar, kakao juga digunakan untuk bahan baku industri makanan, farmasi dan kosmetik. Fungsi kakao sebagai minuman penyegar disebabkan kakao memilki kandungan senyawa alkaloid yang terdiri dari Theobromin dan Kaffein. Bahkan karena aroma dan cita rasanya yang khas, kakao banyak digemari dan digunakan sebagai “flavoring agent”. Biji kakao mengandung banyak nilai kalori yang tinggi serta nilai kandungan lemak yang prima. Kakao sering juga diberi nama

Theobroma cacao, yang artinya santapan atau minuman para dewa (theos = dewa atau tuhan ; broma = minuman atau santapan).

Pada saat sekarang ini pemanfaatan kakao hanya terbatas pada buahnya saja, itu pun terbatas bijinya saja. Biji kakao tersebut dimanfaatkan untuk dihasilkan bubuk kakao (cocoa powder) dan lemak kakao (cocoa butter). Dari bubuk kakao dapat digunakan sebagai bahan pembuatan minuman cokelat instan, sebagai bahan pencampur susu bubuk dan juga bahan pembuatan kue. Sedangkan dari lemak kakao digunakan untuk bahan pembuat permen coklat dan bahan pembuatan perlengkapan kencantikan seperti sabun serta berbagai alat kosmetik.

Faktor-faktor pendukung produk olahan kakao yang mempengaruhi kualitas antara lain adalah cita rasa, sifat fisik dan sifat kimiawinya. Komponen penyusun cita rasa cokelat dibentuk melalui perubahan kimiawi yang terjadi selama pengolahan kakao. Untuk mendapatkan lemak kakao yang memiliki kualitas terbaik maka perlu adanya proses pengolahan sekunder kakao yang baik pula. Dalam mendapatkan lemak kakao tersebut proses utamanya dalam pengolahan sekunder kakao adalah proses pengempaan. Oleh karena itu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) telah merancang mesin pengempa lemak kakao tipe mekanik untuk sarana penyediaan lemak kakao pada pengembangan industri skala kecil dan menengah.

(3)

Mesin pengempa lemak kakao secara garis besar terdiri dari unit rangka, unit pengempaan, unit saringan silinder cetakan, unit motor listrik sebagai tenaga penggerak pompa hidrolik, dan unit pompa hidrolik yang disertai dengan tangki oli beserta selang-selang sirkulasi oli dan pressure valve otomatis. Setelah motor listrik dihidupkan dengan menekan tombol on-off, maka pompa berputar menghisap dan mengedarkan oli dari tangki ke selang-selang sirkulasi, menuju silinder-piston pengempa, dan kembali lagi ke tangki oli. Tuas handel yang dapat digerakkan ke atas atau ke bawah secara perlahan atau cepat berhubungan dengan pressure valve otomatis. Bila tuas digerakkan ke atas piston pengempa bergerak turun melakukan pengempaan, sedangkan bila tuas digerakkan ke bawah maka piston pengempa bergerak ke atas tidak melakukan pengempaan. Sistem penerusan daya mesin pengempa lemak kakao tipe hidrolik ini menggunakan oli. Oli tersebut diedarkan dengan menggunakan selang sirkulasi. Oli-oli tersebut terus bersikulasi dengan adanya pompa hidrolik yang digerakkan oleh motor listrik.

Penelitian mengenai optimasi ini dilakukan dalam tiga tahap penelitian utama. Tahap pertama mencari kondisi terbaik dari proses pengempaan dengan variasi jenis bahan masukan, nib, pasta kasar, dan pasta halus merupakan variasinya. Tahap kedua yaitu menentukan kondisi paling memungkinkan pada proses pengempaan dengan variasi berat input yang dimasukkan ke dalam kantung. Tahap tiga merupakan tahap terakhir untuk mengetahui kondisi terbaik dalam mengempa yaitu untuk mengetahui pada suhu penyimpanan berapakah bahan masukan paling baik disimpan.

Dari percobaan tiga pengempaan dengan jenis masukan yang berbeda, yaitu pengempaan dengan jenis masukan nib, pasta kasar, dan pasta halus maka didapat perolehan lemak terbanyak didapat oleh pengempaan dengan jenis masukan pasta halus yaitu sebesar 37.25 % dari berat masukan. Namun energi yang dibutuhkan untuk melakukan pengempaan dengan bahan masukan pasta halus sangat besar yaitu sebesar 2.227 kWh untuk sekali pengempaan. Dengan demikian dipilih pengempaan dengan bahan masukan berupa pasta kasar sebagai pilihan terbaik untuk dilanjutkan ke tahap penelitian selanjutnya. Hal ini dilihat dari persentase lemak yang dihasilkan memiliki nilai terbaik kedua setelah pengempaan dengan bahan pasta halus yaitu sebesar 33.22 %, memiliki nilai kapasitas pengempaan terbaik yaitu 38.46 g/menit, namun pengempaan pasta kasar memiliki kebutuhan energi yang terkecil nilainya yaitu hanya dibutuhkan 1. 038 kWh untuk sekali pengempaan. Dengan demikian pengempaan dengan bahan baku pasta kasar memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan juga memiliki performa pengempaan yang baik pula.

(4)

g/menit. Selain itu faktor ketebalan akhir dari pengempaan menjadi faktor utama pula, untuk jenis pengempaan yang memiliki nilai ketebalan bahan akhir yang besar yaitu diatas 0.5 cm maka bisa dikatakan pengempaan tersebut kurang baik atau maksimal sehinngga dapat menghasilkan bungkil kakao dengan nilai lemak yang masih tinggi.

Sehingga dengan demikian pengempaan dengan bobot 200 gram dipilih menjadi variasi bobot masukan terbaik, karena memenuhi nilai performa pengempaan yang baik walaupun bukan yang terbaik, tetapi memiliki nilai keunggulan dalam hal ekonomi dan faktor hasil ketebalan akhir yang didapat karena hal tersebut juga sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak pelaku industri.

Pembanding hasil pengempaan variasi suhu penyimpanan bahwa jenis pengempaan dengan suhu penyimpanan 45ºC memperoleh hasil yang terbaik. Untuk nilai persentase lemak yang dihasilkan, pengempaan pada suhu penyimpanan 45ºC memiliki nilai yang terbaik yaitu 32.05%, demikian pula dengan nilai kapasitas pengempaannya memiliki nilai terbaik yaitu sebesar 28.57 g/menit. Dilihat dari konsumsi energinya memiliki konsumsi energi terkecil, sehingga dapat disimpulkan pengempaan suhu penyimpanan 45ºC merupakan proses pengempaan yang terbaik, baik di segi performa pengempaan maupun dari sisi nilai ekonomisnya.

Pengempaan biji kakao non fermentasi memiliki keunggulan pada persentase lemak yang didapat yaitu sebesar 36.30 % berbeda selisih sekitar 4.25 % dari pengempaan biji kakao fermentasi. Tetapi apabila melihat dari kapasitas pengempaan maka pengempaan biji kakao fermentasi lebih baik yaitu dengan nilai kapasitas pengempaan 28.57 g/menit memiliki selisih sebesar 6.35 g/menit dengan pengempaan biji kakao non fermentasi. Selain itu konsumsi energi yang digunakan pada pengempaan biji kakao fermentasi lebih rendah sekitar 0.087 kWh untuk sekali pengempaan dibandingkan pengempaan biji kakao non fermentasi. Dari pertimbangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengempaan dengan biji kakao fermentasi lebih baik sekaligus lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengempaan dengan menggunakan biji non fermentasi.

(5)

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN

LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AGUNG SETIAWAN F14102082

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO

(

Cocoa

Butter) SECARA MEKANIK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AGUNG SETIAWAN F14102082

Dilahirkan pada tanggal 9 September 1984 Di Jakarta

Tanggal Lulus : Januari 2007

Menyetujui:

Jember, Februari 2007 Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Sri Mulato, MS. Prof. Dr. Ir. Hadi Karia Purwadaria, MSc.

Pembimbing 2 Dosen Pembimbing 1

Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS.

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir 22 tahun silam pada tanggal 9 September di kota

Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, lahir dari

pasangan Alm. H. Yanni Rinaldy dan Ratna Ningrum. Penulis menempuh

tingkat sekolah dasar di SDN Semplak 1 Bogor dan SDN Ciujung Bandung.

Sekolah lanjutan tingkat pertama di tempuh penulis pada salah satu SLTP

swasta di Bogor yaitu SLTP Bina Insani demikian pula dengan tingkat

sekolah menengah atas di tempuh di SMU Bina Insani Bogor. Selama

menempuh pendidikan di SMU penulis aktif diberbagai organisasi sekolah

mulai dari Paskibra hingga OSIS, pada organisasi OSIS penulis memegang

jabatan sebagai ketua OSIS saat berada di kelas dua. Pada bidang olahraga

penulis pun aktif di bidang olahraga basket dan juga sepak bola.

Penulis lulus dari sekolah menengah atas pada tahun 2002 dan

langsung melanjutkan sekolah pada perguruan tinggi di Institut Pertanian

Bogor, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis

masuk IPB melalui jalur undangan (PMDK), dengan undangan tersebut

penulis sangat merasa beruntung dan merasa telah ditakdirkan untuk

melanjutkan pendidikan di IPB dengan Jurusan Teknik Pertanian.

Di tingkat perguruan tinggi penulis masih bisa menyalurkan

minatnya dalam bidang organisasi dan olahraga, dalam bidang orgaisasi

pada tingkat pertama penulis terpilih sebagai ketua organisasi kelas, setelah

itu pada tingkat dua terpilih menjadi salah satu anggota Badan Eksekutif

Mahasiswa tingkat fakultas sebagai anggota dari departemen sosial. Pada

bidang olahraga penulis aktif dalam bidang olahraga basket maupun sepak

bola namun rutinitas olahraga pada perguruan tinggi berkurang

dibandingkan dengan tingkat sekolah menengah. Pada tingkat perguruan

tinggi ini penulis banyak belajar mengenai berbagai hal mengenai

kehidupan, mulai dari mengempa diri kita untuk lebih dewasa, lebih pandai

dalam membagi waktu, pandai dalam berhubungan sosial antara sesama,

belajar menghadapi bebagai tekanan dari berbagai sisi dan banyak hal lain

yang dapat diperoleh penulis selama menempuh pandidikan di IPB.

(8)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Produksi kakao Indonesia saat ini mencapai 435 ribu ton dan

diperkirakan akan terus meningkat secara nyata karena prog peremajaan tanaman

yang teratur dan perluasan kebun baru. Lebih dari 76% kakao yang diproduksi di

Indonesia diekspor dalam bentuk biji kakao, terutama ke negara pengolah biji

kakao seperti Malaysia, Singapura, dan Belanda (Indranada, 2003). Namun

sekarang ini sudah terdapat beberapa produsen coklat di Indonesia yang mulai

mengembangkan usaha ekspor coklat dalam bentuk hasil olahan kakao, terutama

untuk diekspor ke Negara seperti Filipina, Amerika Serikat, Brazil, Belanda,

Spanyol dan negara-negara lainnya (Direktorat Jendral Perkebunan,2001).

Selain digunakan sebagai minuman penyegar, kakao juga digunakan

untuk bahan baku industri makanan, farmasi dan kosmetik. Fungsi kakao sebagai

minuman penyegar disebabkan kakao memilki kandungan senyawa alkaloid yang

terdiri dari theobromin dan kaffein. Bahkan karena aroma dan citarasanya yang

khas, kakao banyak digemari dan digunakan sebagai “flavoring agent”. Biji kakao

mengandung banyak nilai kalori yang tinggi serta nilai kandungan lemak yang

prima. Kakao sering juga diberi nama Theobroma cacao, yang artinya santapan

atau minuman para dewa (theos = dewa atau tuhan ; broma = minuman atau

santapan).

Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu biji kakao rakyat

sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis. Dengan pola ini, petani

tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan produksi yang terbatas.

Konsep agribisnis bertumpu pada pemberdayaan petani agar mampu berusaha tani

secara kelompok, membentuk badan usaha yang berorientasi pada profit serta

mengadopsi teknologi produksi yang bercirikan efisiensi tinggi dan produk yang

kompetitif.

Pada saat sekarang ini pemanfaatan kakao hanya terbatas pada buahnya

saja, itu pun terbatas bijinya saja. Biji kakao tersebut dimanfaatkan untuk

dihasilkan bubuk kakao (cocoa powder) dan lemak kakao (cocoa butter). Dari

(9)

sebagai bahan pencampur susu bubuk dan juga bahan pembuatan kue. Sedangkan

dari lemak kakao digunakan untuk bahan pembuat permen coklat dan bahan

pembuatan perlengkapan kencantikan seperti sabun serta berbagai alat kosmetik.

Faktor-faktor pendukung produk olahan kakao yang sangat

mempengaruhi kualitas antara lain adalah cita rasa, sifat fisik dan sifat

kimiawinya. Komponen penyusun cita rasa cokelat dibentuk melalui perubahan

kimiawi yang terjadi selama pengolahan kakao. Untuk mendapatkan lemak kakao

yang memiliki kualitas terbaik maka perlu adanya proses pengolahan sekunder

kakao yang baik pula. Dalam mendapatkan lemak kakao tersebut proses utamanya

dalam pengolahan sekunder kakao adalah proses pengempaan. Oleh karena itu

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) telah merancang mesin

pengempa lemak kakao tipe mekanik untuk sarana penyediaan lemak kakao pada

pengembangan industri skala kecil dan menengah.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah menentukan kondisi proses

pengempaan pasta kakao kasar, pasta kakao halus dan biji kakao (nib) menjadi

lemak kakao dengan menggunakan mesin pengempa mekanik. Tujuan yang lebih

khusus adalah sebagai berikut.

1. Mengamati pengaruh tingkat kekasaran bahan umpan dalam bentuk

pasta kakao kasar, pasta kakao halus, dan biji kakao terhadap persentase

hasil lemak kakao serta kinerja mesin pengempa mekanik.

2. Menentukan pengaruh keragaman berat bahan umpan, terhadap

persentase hasil lemak kakao serta kinerja mesin pengempa mekanik.

3. Mempelajari pengaruh suhu penyimpanan bahan umpan terhadap

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO

Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau

cabang. Daerah yang menjadi daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan

tropis di Amerika Tengah, tepatnya wilayah 18° Lintang Utara sampai 15°

Lintang Selatan (Siregar et al., 2003). Tanaman ini mulai berbuah setelah berumur

4-5 tahun dan mencapai produksi buah tertinggi pada usia 12 tahun. Tanaman ini

dapat berbuah terus menerus sampai berusia 50 tahun, dan dalam setahun dapat

dilakukan pemanenan sebanyak dua kali (Nasution, 1985).

Tanaman kakao akan tumbuh mencapai ketingian 20-30 kaki dan

membutuhkan tanaman pelindung yang lebih besar. Tanaman ini membutuhkan

curah hujan rata-rata/tahun antara 1150 – 2500 mm, dan temperatur pertumbuhan

maksimum antara 30-32 ºC serta temperatur minimum antara 18-20 ºC.

Pertumbuhan dan hasil yang baik juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya

matahari yang diterima dalam jumlah cukup, kondisi tanah yang subur dan jarak

tanam yang baik. Tanaman kakao termasuk tanaman biseksual, tidak mempunyai

madu, dan serbuk sarinya melekat dengan erat sehingga sulit untuk diserbukkan

oleh angin. Namun pada akhirnya diketahui bahwa penyerbukan bunga

disebabkan oleh bantuan seranga.

Tanaman kakao di golongkan kedalam kelompok tanaman caolifloris,

termasuk dalam Genus Theobroma. Famili Sterculiaceae, dan spesies theobroma

cacao LINN. Criollo dan trinitario adalah nama fine cacao atau kakao mulia,

sedangkan jenis forastero dikenal dengan nama bulk cacao atau kakao lindak

(Susanto,1994). Perbedaan yang nyata antara kedua grup di atas terutama adalah

warna buah, warna biji dan bau kakao masing-masing. Kakao dengan biji yang

tidak berwarna termasuk grup Criollo, sedangkan kakao dengan warna biji

berwarna ungu yang khas termasuk grup Forastero. Grup Criollo juga

menghasilkan buah yang berwarna merah atau kuning dengan bau dan rasa yang

lebih baik daripada bau dan rasa kakao lainnya. Forastero menghasilkan kakao

yang berwarna kuning dengan bau yang agak rendah dan rasa yang lebih pahit. Di

(11)

Trinitario. Mutu coklat ini hampir sama atau sedikit di bawah grup Criollo dengan

aroma yang segar dan rasa yang tidak terlalu pahit dan warna biji yang agak muda

(Nasution., 1985).

Tanaman kakao dikonsumsi oleh manusia hanya bagian bijinya saja. Biji

kakao (Gambar 1) terletak di dalam buah atau pod yang tumbuh pada batang dan

dahan-dahannya. Bentuk dan ukuran buah berbeda-beda tergantung jenis kakao

yang ditanam. Pada umumnya sub grup Criollo mempunyai mempunyai kulit

buah yang bertonjolan dengan lekuk-lekuk, sedangkan sub grup Forastero hampir

rata dan licin, serta ukuran biji yang lebih besar dibandingkan dengan Criollo.

Buah kakao yang masak mempunyai kulit yang tebal dan berisi 30 sampai

40 biji yang dikelilingi oleh pulp yang berlendir. Biji terdiri dari dua bagian utama

dan sangat berperan selama proses fermentasi yaitu kulit biji (testa) dan keping

biji. Kedua bahan inilah yang selama proses fermentasi mengalami perubahan dan

menimbulkan aroma pada coklat.

(12)

B. PENGOLAHAN KAKAO

1.Pengolahan Primer Kakao

Setelah pemanenan, buah kakao tidak dapat dimanfaatkan secara

langsung, harus melalui beberapa proses olahan awal yaitu proses pengupasan

buah, fermentasi, pencucian dan perendaman, pengeringan serta penentuan mutu.

Setelah melewati semua tahapan ini barulah biji kakao siap untuk diolah menjadi

produk setengah jadi dan selanjutnya menjadi produk siap konsumsi. Adapun

tahapan pengolahan primer kakao dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahapan pengolahan primer buah kakao.

1.Sortasi Buah

Proses sortasi sangat berperan penting dalam menghasilkan biji kakao

dengan kualitas yang baik. Digunakan untuk memisahkan buah kakao yang sehat

dari buah kakao yang rusak karena penyakit, busuk maupun cacat. Hal ini perlu

dilakukan agar buah yang sehat tidak ikut tercemar karena ditimbun di satu

tempat.

PANEN BUIAH

SORTASI BUAH

PENGUPASAN BUAH

FERMENTASI

PENCUCIAN dan PERENDAMAN

PENGERINGAN

PENENTUAN MUTU

PENYIMPANAN

(13)

2. Pengupasan Buah

Setelah pemanenan, buah segera dikupas atau dipecahkan baik dengan

pisau, arit maupun pemukul kayu. Dalam menghasilkan biji kakao kering dengan

mutu yang baik, aspek pemecahan buah dan sortasi biji merupakan faktor yang

menentukan. Pemecahan buah harus dilakukan secara hati-hati supaya tidak

melukai biji yang kemudian didikuti dengan pemisahan biji dari buah yang

sekaligus sortasi bijji agar diperoleh ukuran biji yang seragam (Mulato dan

Widyotomo, 2003a).

3. Fermentasi

Tujuan dari proses fermentasi adalah untuk mematikan biji kakao

tersebut, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di dalam biji yang dapat

mengakibatkan adanya proses pertumbuhan dapat dihindarkan, sedangkan

perubahan yang meningkatkan kualitas kakap ditingkatkan. Perubahan yang harus

ditingkatkan adalah perubahan warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa

serta melunaknya keping biji kakao. Tujuan lainnya adalah untuk melepaskan

pulp dari keping biji, dan mempermudah lepasnya kulit biji dari keping biji pada

proses pengeringan/penyangraian biji kakao (Siregar et al., 2003).

Proses fermentasi merupakan salah satu tahap penting yang berpengaruh

terhadap kualitas biji. Dari beberapa penelitian, diketahui bahwa biji kakao yang

tidak di fermentasi atau setengah fermentasi akan memiliki rasa, aroma, maupun

penampilan yang kurang. Kita ketahui bahwa biji kakao kebanyakan digunakan

untuk bahan baku pangan, sehingga masakah rasa, aroma dan penampilannya

merupakan hal yang sangat diperhatikan (Atmana, 2002).

Perubahan kimia dan biologi yang terjadi selama proses fermentasi

mengakibatkan pulp hancur dan mencair, biji mati dan enzim-enzim tertentu

terbentuk dan memecah tanin serta beberapa zat perangsang lainnya sehingga

mengurangi rasa pahit pada kakao. Bentuk biji kakao selama proses fermentasi

berubah menjadi menggembung bila proses fermentasi berjalan dengan sempurna,

sedangkan bila proses fermentasi tidak berjalan sempurna biji kakao akan tetap

berbentuk pipih. Keping biji yang berwarna putih maupun ungu akan berubah

(14)

menunjukkan proses fermentasi belum sempurna selesai. Proses fermentasi dapat

berlangsung dengan berbagai macam cara misalnya dengan ditumpuk diatas alas

tertentu, dimasukkan kedalam keranjang, dimasukkan kedalam peti atau bak kayu

yang diletakkan diatas rak-rak.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi berpengaruh

terhadap suhu fermentasi, bobot biji hasil fermentasi, bobot biji hasil pengeringan

(rendemen), kenampakan fisik, warna keping biji, indeks fermentasi, kadar kulit,

pH dan kadar air relatif. Lama fermentasi untuk menghasilkan biji kakao bermutu

baik adalah 3-5 hari. Selisih rendemen antara biji yang tidak difermentasi dengan

yang difermentasi adalah 1.37-3.83 % atau setara dengan penurunan bobot kering

3.10-9.44 % (Yusianto et al., 1995).

4. Perendaman dan Pencucian

Proses pencucian biji kakao setelah proses fermentasi hanya dilakukan

oleh beberapa negara saja salah satunya adalah Indonesia. Selain itu kebijakan

dari masing-mahsing perusahaan perkebunan menjadi salah satu alasan

diadakannya atau tidaknya proses perendaman dan pencucian (Nasution, 1985).

Tujuan utama dari proses pencucian ini antara lain untuk menghilangkan

atau melepaskan pulp dari biji dan juga digunakan untuk menghambat atau

menghentiksn proses fermentasi biji kakao yang sedang berlangsung. Proses

perendaman serta pencucian biasanya dilakukan pada pagi hari. Proses pertama

dilakukan perendaman biji kakao yang telah difermentasi di dalam wadah atau

ember plastik dengan air yang terus mengalir selama 2 jam. Setelah itu

dilanjutkan dengan proses pencucian dengan cara mengaduk-aduk biji kakao yang

direndam dengan tangan. Namun ada pula proses perendaman dan pencucian

dengan cara modern yaitu dengan menggunakan mesin pencuci yang dilengkapi

alat pengaduk yang berputar dengan cepat.

Manfaat dari proses pencucian serta perendaman pada biji kakao ini agar

biji-biji yang dihasilkan akan lebih tahan terhadap hama dan serangan serangga

perusak pada proses penyimpanan. Dengan melihat dari fungsi tersebut maka

industri kecil jarang melakukan proses perendaman serta pencucian ini hal ini

(15)

dengan jumlah yang terbatas atau kecil sehingga tidak perlu dilakukan proses

penyimpanan dengan waktu yang lama (± dalam 2-3 hari bahan baku biji kakao

telah habis digunakan) .

5. Pengeringan

Kadar air yang tinggi pada akhir proses fermentasi (± k.a 60 %), harus

diturunkan menjadi sekitar 8 % sebelum biji kakao tersebut diolah lebih lanjut.

Hal ini dilakukan agar pada biji kakao tidak mudah tumbuh kapang maupun jamur

sehingga dapat mengurangi kualitas dari biji kakao itu. Namun apabila

pengeringan berlangsung sampai pada kadar air dibawah 8 % maka biji kakao

akan mudah hancur, kalitas rasa dan aroma juga akan menurun. Ada berbagai cara

pengeringan yang dapat dilakukan, yaitu pengeringan secara alami

(penjemuran/sun drying) dan pengeringan secara buatan (menggunakan

alat/artificial drying) (Mulato dan Widyotomo, 2003a).

Pengeringan alami dilakukan bila pada daerah yang memiliki curah hujan

tidak terlalu tinggi intensitasnya dan lama penyinaran matahari cukup panjang

dengan intensitas penyinarannya yang tinggi. Proses pengeringan dilakukan di

atas tikar pandan yang dihamparkan di atas lantai semen. Pengeringan dengan

cara penjemuran ini memberikan hasil yang baik,karena biji coklat yang

dikeringkan tidak langsung kontak dengan suhu yang tinggi. Maksimum suhu

selama pengeringan adalah antara 45 – 60 º C. Apabila pada proses awal

pengeringan digunakan suhu yang tinggi (± > 60º C) maka persentasi biji yang

mengerut dan yang permukaanya mengeras akan meningkat.

Waktu penjemuran biji coklat sangat tergantung pada keadaan cuaca

selama penjenuran tersebut. Bila tidak diselingi dengan hari hujan, maka waktu

penjemuran berkisar antara 6 sampai 9 hari. Pengeringan biji kakao diawali

dengan penjemuran dengan mengunakan panas matahari kemudian dilanjutkan

dengan pengeringan tahap kedua yaitu meletakkan biji pada ruangan pengering

dengan suhu diusahakan tidak lebih dari 45º C. Ruangan tersebut merupakan

suatu lantai yang tinggi yang berlubang-lubang, dimana udara dalam ruangan

tersebut dipanasi dengan menggunakan pipa pemanas yang mengalirkan udara

(16)

Pengeringan buatan banyak dilakukan pada negara yang memiliki tingkat

curah hujan yang tinggi. Keuntungan utama dari pengeringan buatan ini adalah

mengurangi waktu dan luas tempat dilakukannya pengeringan, selain itu dengan

dilakukannya pengeringan buatan maka proses pengeringan tidak tergantung

terhadap cuaca tempat pengeringann tersebut berada. Pengeringan buatan yang

dianjurkan adalah dengan menggunakan gabungan alat pengering, dengan suhu

yang berbeda. Mula-mula biji basah dikeringkan dengan menggunakan convorted

gordon dryer pada suhu sekitar 90º C selama 3 – 4 jam, yaitu sampai gejala

melekatnya biji dengan biji hilang. Kadar air biji setelah melalui proses

pengeringan pendahuluan ini adalah sekitar 40 %. Penmgeringan lanjutan

dilakukan dengan meneberkan biji di atas tray dan dimasukkan ke dalam tunnel

dryer dengan type counter current. Ruangan tunnel itu dipanasi dan

dipertahankan suhunya kurang dari 70º C dengan jalan menyalakan burner selama

40 menit setiap jam (Mulato dan Widyotomo, 2003a).

6. Pemisahan dan Penentuan Mutu

Penentuan mutu biji kakao sekarang ini didefinisikan sebagai alokasi

contoh coklat berdasarkan atas penentuan kerusakan biji. Pemisahan biji yang

telah dikeringkan dilaksanakan atas dasar berat biji, kemurnian, warna dan bahan

ikutan, serta jamur. Dalam menetapkan kualitas biji, faktor-faktor seperti kulit ari,

kadar lemak, kadar air turut diperhatikan. Standar minimum persentase

kandungan biji coklat ini berbeda-beda pada setiap negara penghasil coklat.

Misalkan saja biji kakao Ghana yang mempunyai standar kadar kulit ari 11.5-12

%, kadar lemak 57-58 %, dan kelembaban biji 6-7 % digolongkan bermutu baik

(Siregar et al., 2003).

Pemisahan yang dilakukan untuk memisahkan bahan ikutan dan

mengklasifikasikan biji adalah proses pemindahan bahan-bahan asing dan biji

kakao yang berada diluar kategori kelas. Pada perkebunan besar biasanya proses

dilakukan dengan bantuan peralatan khusus yang berupa piring-piring silinder

yang dibagi atas empat bagian, dan setiap bagian terdiri dari ukuran dan bentuk

yang berbeda. Mula-mula biji kering dilewatkan pada bagian yang pertama,

(17)

Pemisah kedua bertujuan untuk memisahkan biji tipis atau gepeng. Bagian ketiga

menghasilkan biji kakao kelas dua, dan sisanya adalah biji kakao kelas pertama.

Pada umumnya penentuan mutu masih dilakukan secara subyektif dengan

berdasarkan penampakan fisik biji tersebut, yaitu bulat, keriput, gepeng, biji pecah

dan warna kulit biji. Menurut Nasution (1985) di Indonesia penetuan mutu biji

dibedakan atas mutu A, B, C, G, dan Z.

Mutu A adalah biji-biji kakao yang berwarna rata dengan bentuk

bulat penuh.

Mutu B adalah biji-biji yang berwarna kurang rata, pada kulitnya

terdapat bercak-bercak, bentuk tidak bulat penuh dan ada

bagian biji yang rusak.

Mutu C adalah biji-biji yang berwarna tidak rata, berbentuk gepeng

dan keriput.

Mutu G adalah campuran biji-biji yang terpecah atau belah.

Mutu Z adalah biji-biji yang berwrna hitam.

7. Penyimpanan

Proses penyimpanan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah

disortasi dalam kondisi yang aman dan terkontrol dengan baik sebelum diolah

lebih lanjut atau diperdagangkan. Penyimpanan biji kakao dilakukan didalam

karung goni yang memiliki kapasitas makasimal 60 kg dan diberi label sesuai

dengan mutu yang telah ditetapkan dan juga menunjukkan identitas produsen dari

biji kakao tersebut. Kemudian karung biji kakao itu ditumpuk dengan jumlah

tumpukan maksimal enam tumpukan. Sebelumnya tumpukan karung diberi

penyangga yang terbuat dari papan kayu setinggi 10 cm dari lantai gudang

penyimpanan, dan diberi jarak 20 sampai 15 cm dari dinding gudang. Selain itu

aerasi di gudang penyimpanan harus diperhatikan secara serius agar biji kakao

tidak menjadi lembab (Siregar et al., 2003).

Dalam proses penyimpanan, dilakukan juga proses fumigasi yang

bertujuan untuk mengatasi infestasi dan kontaminasi hama gudang pada

(18)

diekspor ke negara lain seperti Amerika Serikat, yaitu memenuhi persyaratan

yang berhubungan dengan jamur, serangga dan kotoran, bebas dari pencemaran

bahan kimia dan residu pestisida (Yusianto dan Teguh, 2001).

2. Pengolahan Sekunder Kakao

Setelah melewati proses pengolahan primer maka kakao yang dihasilkan

diolah lebih lanjut dalam pengolahan sekunder kakao (Gambar 3). Pengolahan

sekunder kakao merupakan pengolahan biji kakao menjadi bahan setengah jadi

yang dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk jadi baik itu bubuk

kakao, lemak kakao, minuman instan, permen dan produk-produk lainnya.

Gambar 3. Tahapan pengolahan sekunder buah kakao

1.Penyangraian

Proses penyangraian merupakan salah satu proses yang menentukan

kualitas dari kakao yang dihasilkan untuk diolah menjadi produk jadi. Proses BIJI KAKAO

PENYANGRAIAN

PEMISAHAN KULIT

DAGING BIJI

PEMASTAAN KASAR

PASTA KAKAO KASAR

PENGEMPAAN

LEMAK KAKAO BUBUK KAKAO

(19)

penyangraian memiliki beberapa tujuan yaitu proses penyangraian yang baik

harus dapat mengembangkan rasa, aroma, warna, memudahkan pelepasan kulit

dari biji, mengurangi kadar air, dan mengendorkan kulit sehingga dengan mudah

dapat dipisahkan kulitnya pada proses pemisahan biji kulit.

Rasa dan aroma yang didapat dari proses penyangraian bergantung atau

ditentukan oleh beberapa factor yaitu suhu dan lama penyangraian, panas spesifik

biji, bentuk biji, asal biji, jenis varietas biji, cara pengolahan serta cara dan lama

proses penyimpanan biji coklat.

Biji yang berbentuk relatif bulat, pada suhu dan lama penyangraian yang

sama akan lebih cepat mengalami perubahan daripada yang berbentuk

hemiellipsoida. Biji berukuran lebih kecil juga akan lebih cepat berubah warna

daripada yang berukuran lebih besar. Jika penyangraian biji-biji yang relative

lebih kecil dicampur dengan yang berukuran lebih besar, maka biji yang

berukuran lebih kecil akan tersangrai lebih gelap warnanya (Mulato dan

Widyotomo, 2000).

Perubahan pertama yang terjadi pada proses penyangraian diantaranya

adalah penurunan kadar air dan pengeringan biji kakao. Perubahan kedua adalah

terjadinya penghilangan rasa asam dengan menguapnya komponen asam organic

volatile, seperti asam aetat yang sangat dominan terbentuk pada proses fermentasi

biji. Selain itu komponen utama seperti tanin yang menyebabakan rasa pahit sepat

dapat teroksidasi selama proses penyangraian. Sedangkan untuk pengembangan

komponen rasa dapat diketahui dari aroma yang terbentuk (Lee, et al. 2001)

Pada prinsipnya terdapat dua tipe mesin penyangraian, yaitu tipe

kontinyu dan tipe batch (Gambar 4). Penyangrai tipe batch biasnya berbentuk

drum berputar dengan pemanas dari luar memakai burner minyak tanah, kayu,

arang, atau LPG (Liquid Petroleum Gas). Penyangraian tipe kontinyu biasanya

menggunakan udara panas yang dialirkan berlawanan arah dengan aliran biji

kakao. Di divisi pasca panen di PUSLIT Jember ini digunakan mesin penyangrai

(20)

Gambar 4. Mesin sangrai biji kakao tipe Batch

2. Pemisahan Kulit

Proses pemishan kulit dilakukan karena hanya biji kakao (nib) saja yang

digunakan untuk proses pengoalahan selanjutnya. Kulit biji kakao tidak cocok

untuk dikonsumsi oleh manusia karena memiliki kandungan selulosa yang cukup

tinggi yang dapat mengakibatkan rasa pedih. Kulit biji juga dapat menyebbakan

kapasitas penghancuran biji secara mekanis sangat rendah (Beckett, 2000).

Proses pemisahan nib dari biji dilakukan setelah biji disangrai dan

mengalami proses tempering. Biji coklat ini dimasukkan ke dalam mesin pemecah

kulit yang memiliki kapasiat sekitar 27 kg/jam (Gambar 5). Mesin ini digunakan

untuk proses pemisahan kulit biji kakao menjadi nib sekaligus memperkecil

ukuran dari kakao tersebut, proses pemisahannya menggunakan silinder berulir

yang berputar dengan kecepatan tertentu, input mesin tersebut berupa biji kakao

yang telah disangrai yang dimasukkan ke dalam lubang input berupa corong yang

terdapat di bagian atas mesin. Output dari mesin ini yaitu nib yang keluar dari

lubang bagian bawah dari mesin yang ditampung dengan menggunakan wadah,

kemudian output yang lain berupa kulit biji kakao yang keluar dari lubang di

(21)

Gambar 5. Mesin pemisah kulit biji kakao

3. Pemastaan

Proses pemastaan merupakan proses penghancuran nib (daging buah

kakao) menjadi ukuran tertentu (<20 mμ). Dengan ukuran seperti itu maka nib

yang dihancurkan akan menjadi pasta cair kental. Hasil jadi penghancuran kakao

tersebut terjadi dikarenakan kandungan yang terdapat pada biji kakao yang terdiri

dari 50 % lemak kakao. Penghancuran tersebut bertujuan juga untuk memperbesar

luas permukaan kakao, sehingga pada saat perlakuan pengempaan dengan bantuan

pemanasan massa kakao akan memberikan pengaruh semakin banyaknya kakao

yang dapat diekstrak. Kadar kulit dan kadar air biji kakao akan mempengaruhi

tingkat kesulitan dalam penghancuran nib menjadi pasta kakao (Beckett, 2000).

Mesin pemasta kasar (Gambar 6) merupakan mesin pembuat pasta kakao

kasar yang bahan inputnya adalah nib. Sistemnya menghancurkan nib menjadi

pasta kental dengan memasukan nib dari lubang input yang kemudian digiling

atau dihancurkan oleh silinder yang berputar di dalam mesin dengan kecepatan

yang cukup tinggi (± 800 RPM) sehingga menghancurkan nib. Pasta kasar yang

dihasilkan akan dilanjutkan dengan proses pengempaan, tetapi sebelumnya

dimasukkan ke dalam kantong kain setelah itu disimpan di ruang pemanas agar

lemak yang terdapat pada pasta mengendap dan pasta tersebut tidak beku

(22)

Gambar 6. Mesin pemasta kasar biji kakao.

4. Pengempaan

Pengempaan bertujuan untuk memisahkan lemak kakao dari pasta kasar

yang telah dihasilkan. Banyaknya lemak yang dapat dipisahkan tergantung pada

lamanya pengempaan yang dilakukan, tekanan yang digunakan, dan ukuran

partikel pasta yang diekstrak. Menurut Mulato dan Widyotomo, (2003), rendemen

lemak yang diperoleh dari pengepresan dipengaruhi oleh bebrapa faktor antara

lain suhu pasta, kadar air pasta, ukuran partikel pasta, kadar protein pasta, tekanan

kempa, dan waktu pengepresan.

Alat pengempa/pengepres pasta coklat terdiri dari 2 macam jenis yaitu alat

pengempa tipe mekanis dan alat pengempa tipe hidrolik. Alat pengempa tipe

mekanis merupakan alat pengempa yang menggunakan tenaga manusia dalam

melakukan pengepresan, sistem kerja menggunakan sistem kerja dari dongkrak

hanya bedanya pada alat pengempa ini bagian atas dongkarak dibuat “mati” /

tidak bergerak sehingga timbul tekanan ke bawah, terdapat komponen alat berupa

per yang berfungsi mengembalikan ujung bagian pengempa ke posisi semula atau

atas, silinder / lempengan ujung pengempa yang kontak langsung dengan pasta

dapat lepas untuk mempermudah pemasukan pasta ke dalam ruang pengempa

selain itu berguna untuk mempermudah pembersihannya, bagian penampung

lemak coklat berada di bawah alat pengempa, input adalah pasta kakao yang

(23)

Alat pengempa tipe hidrolik (Gambar 7) merupakan alat pengempa lemak

kakao yang menggunakan tenaga mesin dalam proses pengempaan pasta dalam

hal ini menggunakan prinsip dasar tekanan bahan cair (oli) yang didorong oleh

pompa / motor melalui selang atau pipa bertekanan tinggi, tekanan pengepresan

bisa dilakukan secara optimum yaitu sebesar 200 kg/cm3 agar menghasilkan lemak secara maksimal, satu kali pengepresan butuh waktu ± 7 – 15 menit.

(24)

C. LEMAK KAKAO

Lemak kakao merupakan lemak alami yang diperoleh dari biji kakao.

Beberapa Negara membatasi pengertian lemak kakao sebagai lemak alami yang

diperoleh dari nib kakao dengan pengepresan hidrolik atau ekspeler. FDA

mendefinisikan lemak kakao sebagai lemak kakao yang dapat dimakan yang

diperoleh dari biji theobroma cacao atau spesies yang sangat dekat, baik sebelum

maupun sesudah penyangraian.

1. Sifat Lemak Kakao

Lemak kakao memiliki sifat yang khas dibandingkan dengan lemak

nabati lainnya, diantara sifat lemak kakao tersebut bersifat plastis, memiliki

kandungan senyawa lemak padat yang relatif tinggi, warnanya putih kekuningan

dan memiliki bau khas dari coklat. Selain itu lemak kakao mengalami proses

penyusutan volume (kontraksi) pada saat dilakukan pendinginan sehingga padatan

lemak yang dihasilkan sangat kompak dan memiliki penampilan fisik yang

menarik. Sifat-sifat inilah yang menjadi unggulan dibandingkan jenis lemak yang

lainnya (Mulato dan Widyotomo, 2003).

2. Manfaat Lemak Kakao

Melihat dari sifat lemak kakao diatas maka lemak kakao dapat

dimanfaatkan dalam berbagai bidang, baik bidang mengenai olahan makanan

maupun bidang mengenai kacantikan dan farmasi (Mulato dan Widyotomo,

2003). Untuk bidang olahan makanan lemak kakao digunakan sebagai bahan

campuran dalam pembuatan permen cokelat yang sebelumnya dicampur dengan

pasta kakao, susu, dan gula. Selain itu lemak kakao bisa juga digunakkan sebagai

minyak untuk menggoreng makanan namun dengan harga kakao yang mahal dan

juga membutuhkan proses lanjutan yang juga membutuhkan biaya tambahan

maka lemak kakao sebagai minyak goreng terasa kurang efisien. Sedangkan

mengenai manfaat lemak kakao di bidang kecantikan digunakan sebagai bahan

pencampur untuk produk pelembab serta pewarna bibir hal ini bisa dilakukan

karena lemak kakao yang bersifat lembut untuk kulit dan mudah mencair pada

(25)

3. Cara Mendapatkan Lemak Kakao

Lemak kakao didapatkan dari kakao yang dipress dengan menggunakan

alat pengempa lemak tipe mekanis maupun hidrolik. Pengempaan bertujuan untuk

memisahkan lemak atau minyak dari pasta kasar, pasat halus, maupun biji kakao

(nib). Bahan baku yang masih panas yang berasal dari ruang pemanas dimasukkan

ke dalam alat pengempa. Dinding silinder diberi lubang-lubang sebagai alat

penyaring. Cairan lemak tersebut akan melewati lubang-lubang tersebut dan

bungkil kakao tertahan di dalam silinder. Proses sekali pengempaan lemak kakao

biasanya berlangsung selama 7-15 menit.

4. Kriteria Mutu Lemak Kakao

Lemak kakao yang dihasilkan dari proses pengempaan memiliki nilai

mutu yang tidak sama. Untuk menentukan apakah lemak kakao yang dihasilkan

memiliki nilai mutu yang baik atau tidak maka harus dilihat berdasarkan

kriteria-kriteria mutu lemak kakao yang ada. Kriteria atau dasar dari penilaian mutu lemak

kakao adalah berupa nilai dari tingkat kekerasan, proses kristalisasi pada lemak

kakao, dan juga tingkat titik cair dari lemak kakao tersebut.

Lemak kakao yang baik memiliki tingkat kekerasan serta titik cair yang

cukup tinggi agar lemak kakao tersebut tidak mudah mencair apabila disimpan

pada suhu tertentu dengan waktu yang cukup lama. Lemak kakao berbentuk padat

pada suhu kamar, menurut SNI (Anonim, 1995) lemak kakao yang baik memiliki

rentang titik cair 31-35°C. Sedangkan lemak kakao yang baik harus memiliki

tingkat kristalisasi yang rendah hal ini agar menekan proses blooming atau proses

terdifusinya gula ke permukaan yang menimbulkan bintik-bintik putih pada

permukaan adonan cokelat apabila lemak digunakan untuk campuran pembuatan

(26)

III. BAHAN DAN METODE

A. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian mengenai penegempaan kakao ini dilaksanakan pada bulan

Agustus sampai dengan bulan Oktober 2006. Sedangkan tempat penelitiannya

berlokasi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember yang tepatnya di

Laboratorium Rekayasa Alat dan Mesin Pengolahan. Laboratorium ini merupakan

tempat dibuatnya rekayasa alat dan mesin pengolahan kopi kakao mulai dari

proses pasca panen hingga pengolahan produk jadi. Selain itu dilingkungan

laboratorium ini terdapat pabrik pupuk organic dan pabrik olahan makanan yang

berasal dari bahan baku kakao serta kopi. pada pabrik olahan makanan tersebut

penelitian banyak dilakukan.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan kakao jenis Bulk

atau lindak. Diambil dari dua kebun yang berbeda, untuk kakao yang telah

difermentasi menggunakan kakao dari perkebunan kakao di Glemor, Banyuwangi,

sedangkan untuk kakao yang tidak difermentasi (sebagai kontrol pembanding)

berasal dari perkebunan percobaan PUSLIT Kaliwining, Jember. Biji kakao ini

kemudian diolah (Gambar 8) menjadi daging biji kakao (nib), pasta kakao kasar,

dan pasta kakao halus sebagai variasi i bahan baku proses pengempaan (Gambar

9).

Sedangkan peralatan yang akan digunakan selama penelitian ini

dilakukan adalah mesin penyangrai biji kakao, mesin pemisah nib, mesin pemasta

kasar, mesin penghalus cokelat (refiner), mesin pengempa hidrolik, kako tester

oven penyimpan bahan cokelat, timbangan digital, oven kadar air, cawan, gelas

ukur, wadah tampung lemak, kantung pasta, stopwatch, kabel termokopel,

komputer, data logger 20 saluran, amperemeter, tachometer, plastik penampung

(27)

Gambar 8. Proses mendapatkan bahan baku untuk pengempaan.

Proses

Penyangraian

Biji Kakao Setelah Penyangraian

Proses Pemisahan

nib

nib

Proses Pemastaan

Kasar

Pasta Kakao

Kasar

Proses Penghalusan

Pasta

Pasta Kakao

Halus

Bahan Baku 1

Bahan Baku 2

(28)

Gambar 9. Daging biji (nib), pasta kasar, dan pasta halus.

C. PERLAKUAN

Perlakuan yang diberikan pada mesin pengempa hidrolik untuk penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. kombinasi tingkat kekasaran bahan baku (biji kakao, pasta halus, dan pasta

kasar);

2. kombinasi berat umpan (100, 200, 300, 400, 500, 750, dan 1000 g);

3. kombinasi suhu penyimpanan di oven selama 24 jam sebelum proses

pengempaan dilakukan (suhu lingkungan, suhu 40°C dan suhu 45°C).

D.PENGAMATAN

Pengamatan yang dilakukan selama penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kapasitas pengempaan

Dimana : KP = Kapasitas Pengempaan (g/menit)

BKM = Berat Kakao Masuk (g/menit)

t = Waktu Pengempaan (menit)

2. Gaya hidrolik maksimal yang diciptakan

KP = BM / t

(29)

Dimana : Fm = Gaya Mesin Pengempa (Newton)

Pm = Tekanan Mesin Pengempa (Pascal)

As = Luas Permukaan Bidang Sentuh Tekan (m2)

3. Konsumsi energi

a) Motor listrik satu fase

Dimana : KE = Konsumsi Energi (KWh)

V = Tegangan (volt)

I = Arus (ampere)

t = Waktu (jam)

b) Motor listrik tiga fase

Dimana : KE = Konsumsi Energi (KWh)

V = Tegangan (volt)

I = Arus (ampere)

t = Waktu (jam)

4. Rendemen lemak hasil pengempaan

Dimana : Rl = Rendemen Lemak Yang Dihasilkan (%)

Bl = Berat Lemak Yang Dihasilkan (g)

Bin = Berat Input Kakao (g)

5. Suhu rata-rata ruang penyangraian

Pengamatan suhu ruang penyangraian di butuhkan untuk dapat menjaga

kestabilan suhu yang diciptakan oleh mesin penyangrai agar kakao yang

dihasilkan memiliki kualitas yang sama. Suhu ruang penyangraian diamati dengan

mengunakan termokopel yang dihubungkan dengan sistem pencatat data fluke

pada komputer. Titik pengukuran suhunya hanya pada ruang penyangraian saja. KE = V x I x t

(30)

E. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

dekskriptif dengan analisa grafis. Metode ini menampilkan data dalam bentuk

grafik kemudian menganalisanya. Penelitian ini terbagi dalam 2 tahap yaitu tahap

penelitian pendahuluan dan tahap kedua merupakan penelitian utama.

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui kareteristik bahan

baku yaitu kakao lindak (Theobroma Cacao L) serta mengolah biji kakao menjadi

bahan siap kempa. Penelitian pendahuluan terdiri dari mengukur kadar air, kadar

kulit, kadar lemak, mutu biji kakao sebagai bahan baku olahan. Setelah itu

penelitian pendahuluan dilanjutkan dengan proses penyangraian, proses pisah

kulit, proses pemastaan kasar, dan proses pemastaan halus biji kakao.

Penelitian urtama merupakan penelitian yang berfungsi untuk mencari

kondisi optimum dari proses pengempaan kakao yang dilakukan menggunakan

mesin pengempa hidrolik. Penelitian utama ini dibagi menjadi tiga tahap

penelitian yaitu:

Tahap I, penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum dari

perbedaan jenis input yang hendak dikempa. Jenis input yang digunakan adalah

nib kakao, pasta kasar, dan pasta halus. Kondisi terbaik yang diperoleh menjadi

dasar tahap-tahap berikutnya.

Tahap II, penelitian yang mencari kondisi optimum dari perbedaan berat input

yang hendak dikempa (100, 200, 300, 400, 500, 750, 1000 g), dengan

menggunakan jenis input sama yaitu hasil paling optimum dari penelitian utama

tahap I. Kondisi optimum dari penelitian tahap II ini akan digunakan pada

penelitian utama tahap III.

Tahap III, penelitian utama tahap akhir yang berfungsi untuk mengetahui kondisi

paling optimum dari perbedaan suhu penyimpanan input, suhu yang digunakan

untuk menyimpan input yaitu suhu 40°, 45°, dan suhu lingkungan. Hasil dari

tahap ini merupakan kondisi optimum akhir dari proses pengempaan yang

dilakukan yang terdiri dari perbedaan jenis input, berat input, dan suhu

(31)

1. Penelitian Pendahuluan

a) Mengukur kadar air biji kakao

Prinsip : pengurangan bobot selama 16 jam pengeringan dalam oven yang

terkontrol pada suhu (103 ± 2)°C.

Prosedur pengukuran :

i. keringkan cawan dan tutupnya pada 103 ± 1º C selama 1 jam.

Setelah itu cawan dan tutupnya didinginkan;

ii. timbang cawan dan tutupnya yang telah didinginkan catat sebagai

nilai m0;

iii. ambil sampel kakao sebanyak 12 g, kemudian tumbuk selama kurang

dari 1 menit sehingga ukurannya kurang dari 5 mm;

iv. ambil sampel kakao yang telah ditumbuk tadi sebanyak 10 g,

masukan ke dalam cawan lalu ditutup kemudian ditimbang catat

sebagai nilai m1;

v. masukkan cawan yang telah berisi sampel ke dalam oven yang telah

dipanaskan pada suhu 103 ± 1ºC. setelah dimasukkan buka tutup

cawan kemudian letakkan di dekat cawan. Dibiarkan selama 16±1

jam. Sebelum dikeluarkan cawan ditutup kembali, setelah itu

didinginkan dan ditimbang catat sebagai nilai m2;

vi. pengujian kadar air dengan sampel yang sama dilakukan dua kali

pengulangan;

vii. kadar air sebagai susut bobot dihitung sebagai berikut

Dimana : m0 = berat cawan + tutup

(g)

m1 = berat cawan + tutup

dan sampel sebelum

pengeringan (g)

m2 = berat cawan + tutup

dan sampel setelah

pengeringan (m1-m2)

(32)

b) Mengukur kerapatan curah biji kakao sebelum dan sesudah sangrai Kerapatan curah diukur dengan rumus sebagai berikut:

Dimana : ρ = massa jenis atau kerapatan (kg/m3, g/ml); m = massa (kg, g)

V = volume (m3, ml)

c) Mengukur kadar kulit biji kakao

Prinsip : pemisahan secara visual dan penimbangan.

Prosedur pengukuran :

i. timbang contoh uji dari biji kakao yang masih utuh kulitnya,

sebanyak ± 100 g;

ii. kemudian pisahkan kulit dari keping bijinya dan pindahkan kulit dan

keping tersebut ke dalam kaca arloji/cawan yang berlainan yang

telah diketahui bobotnya;

iii. timbang masing-masing kaca arloji/cawan yang berisi kulit dan

keping biji;

iv. cara menyatakan hasil yaitu kadar kulit dan kadar keping biji

masing-masing dinyatakan dalam persentase bobot per bobot,

dengan menggunakan perhitungan

M0 adalah bobot contoh uji, g;

M1 adalah bobot cawan kosong, g;

M2 adalah bobot cawan dan

kulit/keping biji,g.

d) Mengukur kadar lemak biji kakao

Prinsip : ekstraksi lemak biji kakao dengan menggunakan pelarut organik

non polar (petroleum benzen 40°C sampai dengan 60 °C).

Prosedur pengukuran :

i. siapkan bahan yang hendak diuji, dengan cara disaring dengan

saringan bubuk agar memiliki ukuran partikel yang sama; ρ = m / V

(M2 – M1)

(33)

ii. siapkan kertas saring untuk membungkus bahan uji dengan dipotong

berbentuk lingkaran yang diameternya ± 10 cm. apabila kertas saring

merupakan kertas saring halus maka dilapisi 2 lapis kertas saring;

iii. masukan kertas saring kedalam cawan kemudian dimasukkan

kedalam oven selama 1 jam dengan suhu 100ºC;

iv. timbang cawan dan kertas saring yang telah dioven, yang

sebelumnya didinginkan selama 1 jam;

v. masukan sample ke dalam kertas saring lalu dilipat,masukan

kedalam cawan lalu dioven pada suhu 100ºC selama ± 16 jam;

vi. timbang sample dan cawan yang telah dioven,;

vii. persiapkan soxhlet yang hendak digunakan, isi labu didih dengan ±

250 ml petroleum benzene;

viii. masukan sample kedalam soxhlet kemudian nyalakan mesin

pemanasnya, pastikan air pendingin tetap mengalir pada saat soxhlet

difungsikan;

ix. tunggu proses ekstraksi lemak tersebut selama 16 kali sirkulasi

petroleum atau ± selama 8 jam;

x. setelah 8 jam ambil sample kemudian langsung dimasukkan kedalam

oven dengan suhu 100ºC selama ± 4 jam;

xi. setelah 4 jam diginkan sample selama ± 1 jam, kemudian ditimbang

maka akan didapat nilai kadar lemaknya.

Rumus Perhitungan :

dimana : A adalah berat plate, g;

B adalah berat plate + contoh, g;

C adalah berat setelah di oven, g;

D adalah berat contoh basah, g; D = B – A

( F – E )

% Kadar Lemak = X 100 % C

E = C – A

(34)

E adalah berat contoh kering, g;

F adalah berat setelah ekstraksi setelah 8 jam, g;

G adalah berat lemak, g.

e) Perhitungan jumlah biji kakao per 100 g untuk menentukan mutu biji Prinsip : penimbangan dan penghitungan

Prosedur pengukuran :

i. timbang contoh uji ± 100 g;

ii. hitung jumlah biji yang terdapat dalam 100 g tersebut (x).

iii. hasil uji dinyatakan sesuai dengan jumlah biji yang dihitung dalam 100 g

contoh uji, kriteria mutu biji kakao sebagai berikut :

a) jumlah biji (x) sampai dengan 85 biji, dinyatakan AA;

b) jumlah biji (x) dari 86 biji sampai dengan 100 biji, dinyatakan A;

c) jumlah biji (x) dari 101 biji sampai dengan 110 biji, dinyatakan B;

d) jumlah biji (x) dari 111 biji sampai dengan 120 biji, dinyatakan C;

e) jumlah biji (x) melebihi dari 120 biji, dinyatakan S.

f) Melakukan proses penyangraian biji kakao

Proses sangrai dilakukan pada mesin sangrai tipe silinder dengan bahan

bakar minyak tanah. Kapasitas antara 10 sampai 40 kg per batch. Sumber

panas diperoleh dari pembakaran minyak tanah (kerosene) dengan alat

pembakar (burner). Suhu ruang sangrai dapat diatur antara 190-225ºC, namun

suhu sangrai yang umum untuk biji kakao adalah antara 105-120 ºC. waktu

sangrai berkisar 15 sampai 50 menit tergantung pada jumlah biji kakao yang

disangrai dan kadar airnya. Mesin sangrai dilengkapi dengan pendingin tipe

bak dengan sistem hisapan udara menggunakan kipas sentrifugal. Waktu

pendinginan optimum berkisar antara 8-10 menit dan sudah ckup untuk

mencegah biji kakao menjadi gosong (over roasted) (Sri Mulato, et al., 2005).

Untuk menidentifikasi suhu selama proses penyangraian maka di pasang

(35)

g) Melakukan proses pemisahan nib

Proses pemisahan nib dari kulitnya dilakukan secara mekanis dengan

menggunakan mesin pemisah kulit dan nib kakao. Mesin ini akan

menghasilkan fraksi nib dan fraksi kulit dengan ukuran dan sifat fisik yang

berbeda secara bersamaan. Saat membentur silinder pemecah yang berputar,

nib akan pecah dengan ukuran yang relatif besar dan seragam. Kulit biji

dipisahkan dengan cara hisapan (pneumatic). Meskipun demikian tidak

seluruh butiran nib akan dipisahkan dari partikel kulit secara sempurna. Oleh

karena itu pada penelitian pendahuluan ini akan dihitung persentase kulit

terikut nib maupun persentase nib terikut kulit, dengan metode perbandingan

bobot.

h) Melakukan proses pemastaan

Sebelum masuk prose pengempaan pada umumnya nib harus berbentuk

pasta atau cairan kental. Hal ini dilakukan agar lemak pada nib dapat keluar

hingga mudah untuk dipisahkan pada proses pengempaan. Pada penelitian

pendahuluan ini dilakukan dua jenis pemastaan, yaitu pemastaan kasar dan

pemastaan halus. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kombinasi tingkat

kekasaran pada proses pengempaan. Proses awal yang dilakukan adalah

membuat pasta kasar dengan menggunakan mesin pemasta kasar tipe silinder.

Hasilnya akan tercipta pasta kasar dengan kehalusan butiran > 40 mư. Setelah

itu sebagian pasta ada yang langsung dikempa tapi sebagian lagi masuk ke

dalam penghalus bahan cokelat (refiner) untuk mendapatkan pasta yang lebih

halus dengan ukuran partikel < 20

m

ư

. Setelah itu pasta halus masuk ke dalam proses pengempaan.

2. Prosedur Pengempaan Mekanik

Tujuan pengempaan adalah untuk mengetahui jumlah lemak yang dapat

keluar dari berbagai kondisi pengempaan yang dilakukan (berat kantung, tingkat

(36)

Langkah-langkah penelitian pengempaan adalah sebagai berikut :

i. masukkan input (nib, pasta kasar, dan pasta halus) ke dalam

kantung kain, kemudian timbang dengan berat tertentu (100,

200, 300, 400, 500, 750, dan 1000 g) ;

ii. masukan input yang telah dimasukkan di dalam kain ke dalam

oven dengan set suhu tertentu (45ºC, 40ºC, dan suhu

lingkungan) selama ± 24 jam;

iii. menghitung luas permukaan sentuh tekan pada komponen

mesin pengempa, untuk meghitung gaya hidrolik maksimal

yang akan didapat dari proses pengempaan yang akan

dilakukan;

iv. mempersiapkan mesin pengempa hidrolik untuk diaktifkan

menyiapkan wadah plastik ukur untuk menampung lemak;

v. mengaktifkan mesin pengempa sehingga siap dioperasikan;

vi. memasukkan kombinasi bahan sebagai input;

vii. mulai melakukan proses pengempaan dengan di mulai dari

tingkatan tekanan minimal hingga maksimal dengan waktu

tertentu hingga input pada saat di kempa tidak mengeluarkan

lemak lagi;

viii. mengukur arus listrik dengan mengunakan amperemeter pada

saat setiap kenaikan tingkatan tekanan;

ix. mengukur putaran motor mesin pengempa menggunakan

tachometer, setiap kenaikan tingkatan tekanan;

x. mengukur waktu lamanya proses pengempaan yang

berlangsung serta menimbang berat lemak dan bungkil yang

dihasilkan;

xi. satu situasi kondisi input pemgempaan dilakukan pengulangan

(37)

F. KONTRUKSI DAN MEKANISME KERJA ALAT 1. Kontruksi Alat

Mesin pengempa lemak kakao secara garis besar terdiri dari unit rangka,

unit pengempaan, unit saringan silinder cetakan, unit motor listrik sebagai tenaga

penggerak pompa hidrolik, dan unit pompa hidrolik yang disertai dengan tangki

oli beserta selang-selang sirkulasi oli dan pressure valve otomatis (Gambar 10).

Unit rangka terbuat dari besi profil U dengan tebal 8 mm, untuk rangka

dudukan terbuat pegas hidrolis yang terdiri dari tiga buah pipa dengan diameter 57

mm. Berfungsi sebagai rangka dasar adalah meja besi yang terdiri dari meja

dudukan tangki oli serta motor listrik, meja alas proses pengepresan lemak dengan

tebal meja 10 mm, dan meja dudukan silinder pengempa.

Unit pengempa terdiri dari silinder piston, piston pengempa, dan piringan

pengempa yang semuanya terbuat dari besi baja. Silinder piston berukuran tinggi

380 mm dengan diameter 56 mm. Piston pengempa memiliki tinggi 500 mm dan

diameter 45 mm, sedangkan piringan pengempa memiliki tinnggi 30 mm dengan

diameter 151 mm. Untuk menaik-turunkan piston pengempa dilengkapi tuas

handel.

Pada meja pengempa terdapat alas papan berukuran 545 x 570 x 30 mm

dengan bingkai papan berukuran 560 x 315 x 20 mm yang berfungsi untuk

mengarahkan lemak hasil pengempaan ke meja penampung lemak yang terbuat

dari plat besi dengan tebal 3 mm diameter meja 395 mm. Unit saringan cetakan

terdiri dari silinder saringan yang terbuat dari stainless steel berukuran tinggi 175

mm dengan diameter 159 mm. Selain itu terdapat pula cetakan sebagai dasar

silinder saringan yang juga terbuat dari stainless steel yang berukuran 19 mm

(38)

[image:38.612.142.495.77.420.2]

Gambar 10. Unit motor listrik, pompa hidrolis, dan saringan silinder pada mesin

pengempa kakao.

2. Mekanisme Kerja Alat

Setelah motor listrik dihidupkan dengan menekan tombol on-off, maka

pompa berputar menghisap dan mengedarkan oli dari tangki ke selang-selang

sirkulasi, menuju silinder-piston pengempa, dan kembali lagi ke tangki oli. Tuas

handel yang dapat digerakkan ke atas atau ke bawah secara perlahan atau cepat

berhubungan dengan pressure valve otomatis. Bila tuas digerakkan ke atas piston

pengempa bergerak turun melakukan pengempaan, sedangkan bila tuas

digerakkan ke bawah maka piston pengempa bergerak ke atas tidak melakukan

pengempaan.

Kemudian sejumlah berat input kakao yang dibungkus dengan kain dan

(39)

menggerakkan tuas handel ke arah atas secara perlahan, maka piston pengempa

bergerak turun untuk mengempa input. Pengempaan berlangsung selama 7-15

menit. Pengempaan terakhir dilakukan sampai skala jarum indikator pada alat

ukur pressure gage mencapai sekitar 200 kg/cm2. Lemak cair yang keluar hasil pengempaan ditampung di tabung ukur.

Sistem penerusan daya mesin pengempa lemak kakao tipe hidrolik ini

menggunakan oli. Oli tersebut diedarkan dengan menggunakan selang sirkulasi.

Oli-oli tersebut terus bersikulasi dengan adanya pompa hidrolik yang digerakkan

(40)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Pengukuran Bahan Baku

Biji kakao yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini merupakan

biji kakao jenis bulk,yang berasal dari perkebunan Glemor, Banyuwangi untuk

biji kakao fermentasi dan perkebunan percobaan PUSLIT Kaliwining, Jember

untuk biji kakao non fermentasi. Dikemas dalam karung yang bobot

masing-masing karung berbobot 50 kilog.

Pengukuran kriteria mutu mutu yang perlu dilakukan :

1. Pengukuran kadar air, %;

2. Pengukuran kerapatan curah, g/ml;

3. Pengukuran kadar kulit, %;

4. Pengukuran jumlah biji/100 g, biji;

5. Pengukuran kadar lemak, %.

Biji Kakao Fermentasi

a. Pengukuran kadar air

Pengukuran kadar air awal menggunakan alat KAKO TESTER dengan

nomor alat II – 068 dan persamaan kurvanya adalah Y = (0.4162 X + 4.6184) /

r, dimana nilai r =0.94 . Dari pengukuran yang dilakukan didapat bahwa kadar

air awal kakao fermentasi memiliki kadar air sebesar 7.3 % (di alat

menunjukkan nilai 6.4).

b. Pengukuran kerapatan curah

Dari data pengukuran diperoleh nilai kerapatan curah rata-rata dari biji

kakao fermentasi sebesar 0.453 gr/ ml. Pengukuran dilakukan dengan lima

(41)

Tabel 1. Data pengukuran kerapatan curah biji kakao fermentasi

Massa Biji (g) Volume Biji (ml) Kerapatan Biji (g/ml)

200 435 0.459

200 440 0.454

200 445 0.449

200 440 0.454

200 445 0.449

c. Pengukuran kadar kulit

Dari hasil pengukuran (Tabel 2) didapat nilai kadar kulit rata-rata dari biji

kakao yang digunakan sebagai bahan baku adalah 12.74%, nilai ini masih

dalam persyaratan mutu biji kakao sebagai bahan baku produk.

Tabel 2. Data pengukuran kadar kulit biji kakao fermentasi.

Berat Wadah (g)

Berat Sampel (g)

Berat Kulit (g)

Kadar Kulit (%)

34.20 100.5 47.40 13.13

34.60 100.5 47.00 12.34

34.10 100.5 46.90 12.74

d. Pengukuran jumlah biji/100 g

Dari hasil uji fermentasi sebelumnya yang didapat nilai sebagian besar

merupakan biji fermentasi sempurna, dan diperoleh dari pengukuran jumlah

rataan biji per 100 g sebanyak 87.6 biji/100 g (Tabel 3), jumlah biji masih

(42)
[image:42.612.229.425.119.262.2]

Tabel 3. Data pengukuran jumlah biji/100 g biji kakao fermentasi

Sampel Jumlah Biji (Biji)

1 84 2 89 3 91 4 83 5 91 Rataan 87.6

e. Pengukuran kadar lemak

Nilai rataan kadar lemak biji kakao fermentasi dari data perhitungan

(Tabel 4) sebesar 52.94%.

Tabel 4. Data pengukuran kadar lemak biji kakao fermentasi

Contoh Berat Plate A (g) Berat Plate + Contoh B (g) Berat Setelah di Oven C (g) Berat Contoh Basah D (g) Berat Contoh Kering E (g) Berat Setelah Ekstraksi 8 Jam F (g) Berat Lemak (g) % Kadar Lemak Biji Kakao Fermentasi 1

59.9154 64.9741 64.6220 5.0587 4.7066 62.1208 2.5012 53.14 %

Biji Kakao Fermentasi 2

62.1482 67.1710 66.8200 5.0228 4.6718 64.3560 2.4640 52.74 %

Biji Kakao Non Fermentasi

1. Pengukuran kadar air

Pengukuran kadar air awal biji kakao non fermentasi menggunakan alat

KAKO TESTER. Dari pengukuran yang dilakukan didapat bahwa kadar air

awal kakao fermentasi memiliki kadar air sebesar 7.0 % (di alat menunjukkan

(43)

2. Pengukuran kerapatan curah

Dari data pengukuran (Tabel 5) diperoleh nilai kerapatan curah rata-rata

dari biji kakao fermentasi sebesar 0.601 gr/ ml.

Tabel 5. Data pengukuran kerapatan curah biji kakao non fermentasi

Massa Biji (g)

Volume Biji (ml)

Kerapatan Biji (g/ml)

200 336 0.595

200 334 0.598

200 328 0.610

200 332 0.602

200 332 0.602

3. Pengukuran kadar kulit

Dari tabel pengukuran (Tabel 6) didapat persentase kadar kulit rata-rata

dari biji kakao non fermentasi adalah 19.37 %. Nilai yang cukup besar

tersebut disebabkan ukuran biji kakao non fermentasi yang relatif kecil.

Tabel 6. Data pengukuran kadar kulit biji kakao non fermentasi

Berat Wadah

(g)

Berat Sampel

(g)

Berat Kulit (g)

Kadar Kulit (%)

34.20 100.0 53.40 19.20

34.60 100.0 55.00 20.40

(44)

4. Pengukuran jumlah biji/100 g

Dari data pengukuran jumlah biji (Tabel 7) didapat bahwa rataan jumlah

biji per 100 g adalah sebesar 142 biji/100 g). Dilihat dari ketentuan mutu maka

mutu biji kakao non fermentasi ini memiliki tingkatan mutu buji S, jumlah biji

[image:44.612.229.422.216.361.2]

per 100 g lebih dari 120 biji.

Tabel 7. Data pengukuran jumlah biji/100 g dari biji kakao non fermentasi

Sampel Jumlah Biji (Biji)

1 144 2 146 3 140 4 142 5 140 Rataan 142

5. Pengukuran kadar lemak

Nilai rataan kadar lemak biji kakao non fermentasi dari data perhitungan

[image:44.612.106.557.470.704.2]

(Tabel 8) sebesar 48.93 %.

Tabel 8. Data pengukuran kadar lemak biji kakao non fermentasi

Contoh Berat Plate A (g) Berat Plate + Contoh B (g) Berat Setelah di Oven C (g) Berat Contoh Basah D (g) Berat Contoh Kering E (g) Berat Setelah Ekstraksi 8 Jam F (g) Berat Lemak (g) % Kadar Lemak Biji Kakao Non Fermentasi 1

59.1519 64.1601 63.7993 5.0082 4.6480 61.5496 2.2497 48.40 %

Biji Kakao Non Fermentasi

2

(45)

2. Proses Penyangraian Biji Kakao Biji Kakao Fermentasi

1. Persentase berat hasil penyangraian

a. Berat sebelum sangrai = 8.00 kg

b. Berat / persentase setelah sangrai = 7.66 kg / 95.75 %

c. Berat / persentase yamg hilang = 0.34 kg / 4.25 %

2. Keperluan Bahan bakar (bensin p = 804 kg/liter)

a. Berat tabung sebelum penyangraian (m ) = 11.520 kg

b. Berat tabung setelah penyangraian (m` ) = 11.157 kg

c. Berat terpakai (m-m`) = 0.363 kg

d. v = 0.363 kg / 804 kg/liter

= 0.00045 liter

= 0.45 ml Liter

3. RPM

Dalam pengukuran RPM mesin sangrai ini dilakukan di dua tempat yang

berbeda yaitu pada silinder dan belt mesin sangrai yang sedang beroperasi.

Proses pengukurannya sendiri dilakukan tiap sepuluh menit sekali,

pengukuran menggunakan Tachometer. Didapat nilai RPM terbesar pada

silinder adalah 46.28 dan nilai putaran terkecilnya 42.14 putaran per menit.

Sedangkan untuk nilai RPM pada belt mesin penyangrai nilai terbesarnya

adalah 469.30 dan 460.80 untuk nilai terkecilnya. Hasil pengukuran

(46)

Tabel 9. Data pengukuran RPM mesin sangrai pada proses penyangraian

biji kakao fermentasi

4. Waktu Penyangraian

Waktu yang dibutuhkan dalam proses penyangraian biji kakao fermentasi

ini adalah 47 menit.

5. Kebutuhan Energi (motor satu fase)

a. Kebutuhan Energi (KWh) = (V x I x t) / 60

b. V mesin sangrai = 220 volt

c. I rata-rata = 2.7 ampere

d. Waktu penyangraian = 47 menit

e. Kebutuhan energi = ( 220 v x 2.7 A x 47 menit) / 60 menit

= 0.465 kWh.

6. Pengukuran kadar air

Pengukuran kadar air setelah proses penyangraian dilakukan dengan

menggunakan metode oven, dimana persentase kadar air dinilai dari jumlah

air yang hilang selama proses penyangraian. Dari data pengukuaran (Tabel 10)

didapat nilai kadar air rata-rata setelah proses penyangraian adalah 4.33 %. Waktu (menit) RPM Silinder RPM Belt

0 44.82 469.30

1 42.14 460.80

10 42.37 461.50

20 44.18 465.20

30 45.92 464.73

40 45.97 465.80

(47)
[image:47.612.168.442.446.715.2]

Tabel 10. Data pengukuran kadar air biji kakao fermentasi setelah proses

penyangraian

Sampel

Berat Cawan,m0

(g)

Berat Cawan dan

Sampel Sebelum Penyangraian,m1

(g)

Berat Cawan dan

Sampel Setelah Penyangraian,m2

(g)

Kadar Air (%)

1 59.7 69.7 69.3 4.0

2 58.0 68.0 67.5 5.0

3 60.1 70.1 69.7 4.0

7. Pengukuran suhu pada ruang sangrai

Pengukuran suhu pada mesin penyangrai ini menggunakan alat termokopel

yang tersambung dengan fluks 20 chanel, pengukuaran dilakukan setiap 2

menit sekali. Di peroleh data pengukuran seperti pada tabel 11, dimana suhu

tertinggi ruang sangrai adalah 150 °C sedangkan suhu terendah adalah 125 °C.

Tabel 11. Data pengukuran suhu ruang sangrai pada proses penyangraian

biji kakao fermentasi

Waktu

(menit)

Suhu (°C) Waktu

(menit)

Suhu (°C)

0 140 22 140

2 130 24 135

4 130 26 140

6 140 28 130

8 135 30 150

10 140 32 140

12 140 34 145

14 135 36 140

16 140 38 135

18 125 40 140

(48)

Biji Kakao Non Fermentasi

1. Persentase berat hasil penyangraian

a. Berat sebelum sangrai = 8.00 kg

b. Berat / persentase setelah proses penyangraian = 7.70 kg / 96.25 %

c. Berat / persentase yang hi

Gambar

Gambar 10. Unit motor listrik, pompa hidrolis, dan saringan silinder pada mesin
Tabel 3. Data pengukuran jumlah biji/100 g biji kakao fermentasi
Tabel 8. Data pengukuran kadar lemak biji kakao non fermentasi
Tabel 10. Data pengukuran kadar air biji kakao fermentasi setelah proses
+7

Referensi

Dokumen terkait