ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi penerimaan pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah dan mengetahui perkembangan realisasi pajak reklame, Pendapatan Asli Daerah dan pengaruh Penerimaan Pajak Reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah. Tetapi penerimaan pajak reklame belum sesuai dengan potensinya.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk : (1) Mengetahui prosedur kontribusi penerimaan pajak reklame dalam meningkatkan pendapatan asli daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan. (2) Mengetahui kontribusi penerimaan pajak reklame dalam meningkatkan pendapatan asli daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar. Data yang digunakan adalah Realisasi Pajak Reklame dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bandung periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah penelitian lapangan dengan cara wawancara dan observasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh penerimaan pajak reklame terhadap pendapatan asli daerah. Dari tahun ketahun target penerimaan pajak reklame selalu di naikkan dan diiringi dengan tercapainya realisasi yang mampu melebihi target yang direncanakan. Naik dan turunnya kontribusi pajak reklame di pengaruhi oleh banyak atau sedikitnya kegiatan insidentil seperti pameran, konser maupun pertunjukan yang ada di Kabupaten Bandung karena kegiatan ini sangat mempengaruhi pendapatan reklame.
ABSTRACT
This research was conducted to determine how big the contribution of advertisement tax revenue to the region income and know the progress of realization of advertisement tax, and the influence of regional real income tax receipts Advertisement against local income. But tax revenues have not matched with a potential billboard.
As for intention of research that is: (1) Know the procedures for acceptance of advertisement tax contribution in increasing revenue at the Department of Revenue and Financial Management. (2) Determine the contribution of advertisement tax revenue to increase revenue at the Department of Revenue and Financial Management.
The research method is descriptive method qualitative approach is data in type of words, sentences, and graphic. Data used is the Actual Tax Revenues Original Advertisement and Bandung Regency period of the year 2005 until the year 2009. Technique data collecting taken is the Field Research with interview and observation.
Results from this study indicate that the effect of advertisement tax revenue to local income. From year to year tax revenue target of raising and publicity is always accompanied by the realization that could exceed the achievement of planned targets. Rise and fall of advertisement tax contribution is influenced by many or at least incidental activities such as exhibitions, concerts and performances in Bandung regency because these activities affect the billboard revenue.
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan secara terus
menerus, yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju ke arah yang ingin
dicapai. Dalam usaha pencapaian tujuan pembangunan tersebut diperlukan suatu
penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Tercapainya efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat dipengaruhi adanya
proses penyeimbangan empat asas yang berlaku didaerah yaitu asas sentralisasi,
asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Keempat asas
tersebut harus menjadi landasan pokok bagi para penyelenggara pemerintahan
dalam mengemban misi dan tanggung jawabnya sebagai koordinator pelaksana
pembangunan sekaligus memberikan pelayanan kepada masyarakat guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara menyeluruh. Menurut Henry
Maddick (2005) yang disebut dengan desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan
hukum untuk menangani bidang-bidang atau fungsi-fungsi tertentu kepada daerah
otonom. Daerah otonom adalah satuan pemerintahan didaerah yang penduduknya
berwenang mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri berdasarkan
aspirasinya. Disebut daerah otonom karena setelah dilakukan desentralisasi oleh
pemerintah pusat, daerah berhak mengurus dan mengatur urusannya sendiri
berdasarkan aspirasi dan kepentingan masyarakatnya.
diperlukan sumber-sumber penerimaan daerah yang dapat diandalkan untuk
membayar penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di daerah. Hal ini
berarti bahwa pemda harus mampu menggali sumber-sumber pendapatan asli
daerah (PAD) untuk dikembangkan. Otonomi daerah dilaksanakan dengan
berpedoman pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan didukung dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Jenis pungutan di Indonesia terdiri dari pajak negara (pajak pusat), pajak
daerah, retribusi daerah, bea dan cukai, dan penerimaan negara bukan pajak. Salah
satu pos penerimaan asli daerah (PAD) dalam anggaran pendapatan belanja
daerah (APBD) adalah pajak daerah. Pajak daerah adalah pungutan wajib atas
orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa
kontraprestasi secara langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Pemungutan pajak daerah oleh pemerintah daerah propinsi maupun
kabupaten/kota diatur oleh Undang-Undang nomor 34 tahun 2000. Dasar
pertimbangan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang
mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) ini adalah untuk
memperkuat upaya peningkatan penerimaan daerah yang nyata dan bertanggung
jawab dengan menitikberatkan pada kabupaten.Undang-Undang Nomor 34 Tahun
yang telah ada. Selain bertujuan untuk menyederhanakan terhadap pajak dan
retribusi daerah, Undang-Undang ini juga bertujuan untuk memperbaiki sistem
administrasi perpajakan daerah dan retribusi sejalan dengan sistem administrasi
perpajakan nasional.
Jenis-jenis pajak daerah, yaitu pajak daerah tingkat I (propinsi) yang terdiri
dari pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, bea milik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, pajak bahan bakar kendaraan
bermotor, dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan. Sedangkan pajak daerah tingkat II yang terdiri dari pajak hotel dan
restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak
pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parker (Siti Kurnia Rahayu dan
Ely Suhayati:2010).
Pajak reklame merupakan salah satu sumber pendapatan yang dipungut
oleh pemerintah daerah khususnya pemerintah daerah kabupaten bandung
(Ganda:2010). Dapat dilihat sebagai contohnya adalah pemasangan reklame baik
yang berbentuk billboard, poster, spanduk/umbul-umbul dijalan-jalan, toko-toko
maupun dikantor-kantor dan lain sebagainya, yang telah habis masa berlakunya
tetap masih dipasang, bahkan ada yang tidak memiliki izin pemasangan reklame
sama sekali. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya kewajiban membayar
pajak sehingga pendapatan daerah melalui pajak daerah kurang begitu optimal dan
alasan lain yaitu kurangnya sosialisasi aparat pemerintah daerah kepada
masyarakat tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk pemasangan reklame
Radar Bali (2010), citizenimages.kompas.com, menyebutkan bahwa :
“Sidang perdana kasus dugaan korupsi pajak reklame senilai Rp 1,2 miliar
dengan terdakwa I Wayan Renda,41, Rabu (13/1) kemarin mulai digelar.
Dihadapan majelis hakim pimpinan Emmy Herawati, terdakwa yang bekerja
sebagai pegawai negeri sipil (PNS) pada Dinas Pertamanan dan Kebersihan
(DKP) kota Denpasar didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut.
Uang itu dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa diantaranya membeli
sepeda motor Honda Supra warna hitam No.Pol P 2357 WB seharga Rp 10 juta,
membeli satu unit mobil Toyota Hard Top No.Pol DK 668 AH seharga Rp 40
juta, membayar pinjaman di koperasi kumbasari sebesar Rp 200 juta, dan
selebihnya untuk biaya pernikahan dengan seorang wanita dari Banyuwangi.”
(Sumber : Kamis 14 Januari 2010)
Permasalahan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Pemerintah daerah harus terus mengupayakan perbaikan dengan
mensosialisasikan peraturan pajak reklame,terutama kepada biro iklan dan juga
masyarakat. Hal tersebut bisa dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada
masyarakat mengenai pentingnya membayar pajak. Selain itu, pemerintah daerah
harus didukung dengan sumber daya manusia yang memadai yaitu aparat pajak
yang bersih dan bertanggungjawab. Dengan begitu akan tercapai penerimaan
Data yang diakses dari http://www.google.co.id/DewiSanti
paula/UpayaIintensifikasipajakreklamedikawasansimpanglimasemarang/jurnaltat
aloka pada tanggal 07 Desember 2009 yang mengungkapkan bahwa :
Menurut Dewi Santi Paula (2009), realisasi penerimaan pajak reklame ini
belum sesuai dengan potensinya. Hal ini dibuktikan dengan tingkat keefektifan
pungutan pajak yang hanya 64,84%. Beberapa kendala yang menghambat
penerimaan pajak reklame bersumber dari instansi pemerintah terkait, seperti
birokrasi, regulasi, dan koordinasi serta dari wajib pajak sendiri.
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan adalah instansi yang wajib
menyampaikan laporan salah satunya laporan realisasi penerimaan pajak reklame.
Laporan realisasi penerimaan pajak reklame adalah laporan penerimaan pajak
reklame yang dilakukan secara manual dengan menggunakan aplikasi Microsoft
Excel. Adapun tujuan Laporan realisasi penerimaan pajak reklame dilakukan
adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban pendapatan, sebagai kontributor
dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah, sebagai bahan kontrol penerimaan
pajak reklame pada tahun yang bersangkutan.
Di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan terdapat kendala yang
dihadapi pemerintah daerah untuk menertibkan masyarakat, yaitu dalam
membayar pajak reklame yang menjadi penghambat belum maksimalnya
penerimaan pajak reklame. Dipilihnya Pajak Reklame sebagai obyek penelitian
karena sebagai salah satu jenis pajak daerah yang dikembangkan Pemerintah
Daerah Kabupaten Bandung, Pajak Reklame sebagai kontributor dalam
dibandingkan dengan jenis pajak daerah lain seperti pajak kendaraan bermotor,
pajak penerangan jalan, pembangunan dan lain-lain.
Menurut staf bidang pendapatan pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan, realisasi penerimaan pajak reklame ini belum sesuai dengan
potensinya. Terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.1
Penerimaan Pajak Reklame Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2005 sampai dengan 2009
Tahun
2005 1.450.000.000,00 1.646.272.572,00 113,54
2006 1.900.000.000,00 1.948.182.431,25 102,54
2007 2.187.500.000,00 1.745.262.742,50 79,78
2008 1.600.000.000,00 1.818.712.879,50 113,67
2009 2.100.000.000,00 1.599.992.419,00 76,19
Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK), 2010
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa penerimaan pajak reklame
mengalami kenaikan pada tahun 2008, meskipun pada tahun 2007 dan 2009
mengalami penurunan karena pada tahun 2007 masih ada pemasangan reklame
yang baru, tetapi tidak melaporkannya pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan dan wajib pajak belum memahami tentang cara membayar pajak.
Misalnya masih ada pemasangan reklame baik yang berbentuk billboard, poster,
spanduk/umbul-umbul dijalan-jalan, toko-toko maupun dikantor-kantor dan lain
sebagainya, yang telah habis masa berlakunya tetap masih dipasang dan tidak
diperpanjang, bahkan ada yang tidak memiliki izin pemasangan reklame sama
pengusaha enggan untuk memasang reklame dan banyak reklame yang tidak
diperpanjang, hal ini mengakibatkan sedikitnya penerimaan pajak reklame dan
akan mempengaruhi pendapatan asli daerah pada Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten Bandung, sehingga realisasi
penerimaan pajak reklame ini belum sesuai dengan potensinya. Pada tahun 2008
mengalami kenaikan karena adanya peningkatan dari penerimaan pajak reklame
yang semakin meningkat. Pada tahun 2005, 2006 dan 2008 penerimaan pajak
reklame sudah mencapai target. Hal ini dikarenakan peningkatan jumlah dari
wajib pajak yang membayar pajak reklame tepat waktu.
Tabel 1.2
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2005 sampai dengan 2009
Tahun
2005 136.331.928.000,00 108.322.354.701,61 79,45
2006 136.408.772.000,00 137.532.499.196,23 100,82
2007 152.407.266.000,00 147.630.987.490,05 96,87
2008 139.548.784.293,00 144.660.409.277,08 103,66
2009 151.496.194.500,00 152.549.655.824,00 100,70
Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK), 2010
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa penerimaan pendapatan asli
daerah (PAD) dari tahun anggaran 2005 sampai dengan 2009 terus meningkat
meskipun pada tahun 2008 mengalami penurunan, ini dikarenakan penurunan
jumlah dari sumber pajak daerah lainnya selain pajak reklame. Pada tahun 2006,
2007, dan 2009 penerimaan pendapatan asli daerah sudah mencapai target. Hal ini
Dari kedua perkembangan tersebut, pajak reklame terhadap pendapatan
asli daerah (PAD) kita dapat mengetahui kontribusi. Kontribusi pajak reklame
terhadap PAD selama 5 tahun yaitu dari tahun anggaran 2005 sampai dengan
2009. Untuk lebih mengetahui sampai seberapa besar kontribusi pajak reklame
terhadap PAD, terlihat pada tabel 1.3
Tabel 1.3
Kontribusi Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bandung
Tahun Anggaran 2005 sampai dengan 2009 Tahun
Anggaran Penerimaan Pajak Reklame (Rp) Penerimaan PAD (Rp)
Kontribusi
%
2005 1.646.272.572,00 108.322.354.701,61 1,52
2006 1.948.182.431,25 137.532.499.196,23 1,42
2007 1.745.262.742,50 147.630.987.490,05 1,18
2008 1.818.712.879,50 144.660.409.277,08 1,26
2009 1.599.992.419,00 152.549.655.824,00 1,05
Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK), 2010
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa kontribusi pajak reklame
terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dari tahun anggaran 2005 sampai dengan
2009 terus menurun karena adanya para pemegang dan pemesan reklame yang
semakin menurun sehingga pada tahun 2006, 2007, dan 2009 mengalami
penurunan, ini dikarenakan masih ada pemasangan reklame yang baru, tetapi tidak
melaporkannya pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan wajib
pajak belum memahami tentang cara membayar dan penyetoran pajak dan banyak
tempat-tempat reklame yang didominasi untuk kampanye sehingga pengusaha
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten Bandung, sehingga
realisasi penerimaan pajak reklame ini belum sesuai dengan potensinya serta
disebabkan oleh penurunan penerimaan jenis pajak daerah lainnya. Pada tahun
2005 dan 2008 mengalami kenaikan karena adanya peningkatan penerimaan pajak
reklame yang semakin meningkat dan jumlah pemasangan reklame yang baru
semakin meningkat. Apabila pendapatan pajak reklame besar, kontribusi terhadap
Pendapatan Asli Daerah besar. Apabila pendapatan pajak reklame kecil,
kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah juga kecil.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pajak reklame belum
sesuai dengan potensinya, ini dikarenakan masih ada pemasangan reklame yang
baru, tetapi tidak melaporkannya pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan, dan wajib pajak belum memahami tentang cara membayar pajak dan
waktu penyetoran pajak. Misalnya masih ada pemasangan reklame baik yang
berbentuk billboard, poster, spanduk/umbul-umbul dijalan-jalan, toko-toko
maupun dikantor-kantor dan lain sebagainya, yang telah habis masa berlakunya
tetap masih dipasang dan tidak diperpanjang, bahkan ada yang tidak memiliki izin
pemasangan reklame sama sekali dan banyak tempat-tempat reklame yang
didominasi untuk kampanye sehingga pengusaha enggan untuk memasang
reklame, hal ini mengakibatkan sedikitnya penerimaan pajak reklame dan akan
mempengaruhi pendapatan asli daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan (DPPK) Kabupaten Bandung. Mengingat semakin meningkatnya
tuntutan kebutuhan pembiayaan pembangunan, maka perlu dilakukan upaya
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa perlu untuk meneliti
laporan realisasi penerimaan pajak reklame yang khususnya dilakukan Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung sebagai sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan judul :
“TINJAUAN ATAS PROSEDUR KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK REKLAME DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH PADA DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN KABUPATEN BANDUNG.”
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam pokok pembahasan penelitian ini dilakukan
berdasarkan beberapa aspek, yaitu :
1. Masih ada wajib pajak yang belum memahami tentang cara membayar pajak
dan waktu penyetoran pajak. Misalnya masih ada pemasangan reklame baik
yang berbentuk billboard, poster, spanduk/umbul-umbul dijalan-jalan,
toko-toko maupun dikantor-kantor dan lain sebagainya, yang telah habis masa
berlakunya tetap masih dipasang dan tidak diperpanjang, bahkan ada yang
tidak memiliki izin pemasangan reklame sama sekali. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kurangnya kewajiban membayar pajak dan kurangnya
sosialisasi tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk pemasangan
reklame tidak melaporkan kepada pihak atau aparat pemerintah bagian pajak
2. Banyak tempat-tempat reklame yang didominasi untuk kampanye sehingga
pengusaha enggan untuk memasang reklame dan banyak reklame yang tidak
diperpanjang, hal ini mengakibatkan sedikitnya penerimaan pajak reklame dan
akan mempengaruhi pendapatan asli daerah pada Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten Bandung, sehingga realisasi
penerimaan pajak reklame ini belum sesuai dengan potensinya.
1.2.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah untuk mengidentifikasi persoalan yang diteliti
secara jelas, biasanya berisi pertanyaan kritis, sistematis, dan representative untuk
mencari jawaban dari persoalan yang ingin dipecahkan. Arti penting dari
perumusan masalah adalah sebagai pedoman bagi tujuan dan manfaat penelitian
dalam rangka mencapai kualitas yang optimal. Berdasarkan hal tersebut maka
rumusan masalah yang akan diteliti adalah :
1. Bagaimanakah prosedur kontribusi penerimaan pajak reklame dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Kabupaten Bandung?
2. Bagaimanakah kontribusi penerimaan pajak reklame dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis
adalah sebagai berikut :
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur
kontribusi penerimaan pajak reklame dalam meningkatkan pendapatan asli daerah
pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, diantaranya yaitu:
1. Untuk mengetahui prosedur kontribusi penerimaan pajak reklame dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Kabupaten Bandung.
2. Untuk mengetahui kontribusi penerimaan pajak reklame dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
Kabupaten Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat riil bagi
pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari
1.4.1 Kegunaan Akademis
Adapun kegunaan akademis dari penelitian ini yaitu :
1. Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pada mata kuliah
perpajakan dan akuntansi sektor publik. Mahasiswa/i bisa mengetahui prosedur
kontribusi penerimaan pajak reklame dalam meningkatkan pendapatan asli
daerah yang saling berhubungan dengan perpajakan.
2. Penulis
Dengan melakukan penelitian ini, penulis dapat menghitung dan membuat
laporan realisasi penerimaan pajak reklame yang ada pada Dinas Pendapatan
dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung.
3. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi atau informasi
bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan mata kuliah perpajakan
khususnya mengenai pajak reklame.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Adapun kegunaan praktis dari penelitian ini yaitu :
1. Instansi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi Pemerintah Kabupaten
Bandung khususnya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten
Bandung mengenai keberadaan sektor pajak reklame yang sangat potensial
2. Bidang Pendapatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk perbaikan
dan perkembangan pajak reklame juga pendapatan asli daerah, dapat menjadi
bahan pertimbangan bagi bidang pendapatan untuk lebih memperhatikan dan
mengawasi para wajib pajak yang akan memasang reklame dan evaluasi dari
hasil pemasangan reklame dan seluruh kegiatan yang dilakukan juga dalam
menentukan kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan dimasa yang akan
datang khususnya mengenai pajak reklame dan pendapatan asli daerah.
Sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja menjadi lebih baik lagi, dan dapat
melaksanakan tugas sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian dengan lokasi dan waktu pelaksanaannya,
sebagai berikut :
1.5.1 Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian dibimbing oleh pembimbing lapangan untuk
mengetahui suatu pekerjaan yang diberikan pengarahan pada setiap orang. Lokasi
tempat penulis melakukan penelitian adalah di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan yang beralamat di Jalan Raya Soreang KM 17 Telp. (022)
5891191-5891192-5891143-5891144 Soreang Kabupaten Bandung 40911.
1.5.2 Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Tabel 1.4
Time Schedule Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan Bulan
Feb 2010
Mar 2010
Apr 2010
Mei 2010
Jun 2010
Jul 2010
I Tahap Persiapan
1. Mengajukan penelitian 2. Menentukan tempat penelitian
II Tahap Pelaksanaan
1. Mengajukan surat pengantar 2. Pengumpulan Data
3. Melakukan penelitian
III Tahap Pelaporan
1. Bimbingan laporan tugas akhir 2. Revisi laporan tugas akhir
IV Tahap Pengujian
1. Sidang
2. Revisi laporan tugas akhir
2.1 Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak,
jenis-jenis pajak, fungsi pajak, objek dan subjek dan seterusnya yang berkaitan
dengan judul yang diteliti. Kajian pustaka ini penulis ambil dari beberapa
referensi yang berkaitan dengan judul penelitian.
2.1.1 Perpajakan
2.1.1.1 Pengertian Perpajakan
Istilah pajak berasal dari bahasa jawa yaitu “ajeg” yang berarti pungutan
teratur pada waktu tertentu. Kemudian berangsur-angsur mengalami perubahan,
maka sebutan semula ajeg menjadi sebutan Pa-ajeg. Pa-ajeg memilki arti sebagai
pungutan yang dibebankan kepada rakyat secara teratur, terhadap hasil bumi.
Pungutan tersebut sebesar 40 persen dari yang dihasilkan petani untuk diserahkan
kepada raja dan pengurus desa. Penentuan besar kecilnya bagian yang diserahkan
tersebut hanyalah berdasarkan adat kebiasaan semata yang berkembang pada saat
itu.
Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh Pemerintah kepada rakyat yang
sifatnya dipaksakan, tanpa memandang kaya atau miskin. Iuran pajak yang dapat
dipungut oleh Pemerintah ini akan digunakan untuk membiayai
Adapun pengertian pajak yang dikemukakan para ahli dari sudut pandang
yang berbeda. Beberapa pendapat mengenai definisi pajak yang dikemukakan
para ahli sebagai berikut:
Pengetian pajak menurut S.I Djajadiningrat yang ditulis oleh Siti Resmi (2007:1), menyatakan bahwa :
“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadilan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum.” Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran
kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan
tidak mendapat jasa kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membayar pengeluaran umum negara.
Sedangkan menurut Soeparman Soemahamidjaja (2007:2) yang ditulis oleh Waluyo menyatakan bahwa :
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
Dari pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pajak adalah iuran
kepada negara yang wajib dibayar menurut peraturan-peraturan yang digunakan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan
Dari kedua definisi di atas penulis mengambil suatu kesimpulan mengenai
pengertian pajak, bahwa pajak adalah iuran kepada kas negara yang diwajibkan
kepada seseorang untuk memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh
Undang-Undang yang dapat dipaksakan tanpa mendapatkan imbalan yang secara langsung
dapat ditunjukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.
2.1.1.2 Jenis-jenis Pajak
Pajak dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu
pengelompokkan menurut golongannya, menurut sifatnya dan menurut lembaga
pemungutannya. Jenis-jenis pajak yang ditulis oleh Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati(2010:12), diantaranya :
“Menurut Golongan : 1. Pajak Langsung
Adalah pajak yang apabila beban pajak yang dipikul seseorang atau badan (tax burden) tidak dapat dilimpahkan (no tax shifting) kepada pihak lain.
Contoh : Pajak Penghasilan. 2. Pajak Tidak Langsung
Adalah beban pajak yang dipikul seseorang (tax burden) dapat dilimpahkan (tax shifting) baik seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan.”
Dari jenis pajak menurut golongan tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa pajak menurut golongan dibagi menjadi dua yaitu pajak langsung, yang
artinya beban pajak yang tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain yang dipikul
seseorang atau badan, sedangkan pajak tidak langsung yaitu beban pajak yang
Sedangkan jenis pengelompokan pajak menurut golongan yang ditulis
oleh Waluyo(2007:12), menyatakan bahwa : “Menurut Golongan :
1. Pajak Langsung
Adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.
2. Pajak Tidak Langsung
Adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.”
Dari jenis pajak menurut golongan tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa pajak menurut golongan dibagi menjadi dua yaitu beban pajak yang tidak
dapat dilimpahkan kepada pihak lain dan pajak tidak langsung yaitu beban pajak
yang dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
Dari kedua jenis pajak menurut golongan dapat ditarik kesimpulan bahwa
pajak menurut golongan dibagi menjadi dua yaitu beban pajak yang tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain dan dipikul oleh seseorang atau badan, sedangkan
pajak tidak langsung yaitu beban pajak yang dapat dilimpahkan kepada pihak lain
baik seluruhnya atau sebagian yang dipikul oleh seseorang atau badan.
Jenis pengelompokkan pajak menurut sifat yang ditulis oleh Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010:12), menyatakan bahwa :
“Menurut Sifat : 1. Pajak Subyektif
Adalah pajak yang erat hubungannya dengan subyek yang dikenakan pajak, dan besarannya sangat dipengaruhi keadaan subyek pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.
2. Pajak Obyektif
Adalah pajak yang erat hubungannya dengan obyek pajak, sehingga besarannya jumlah pajak hanya tergantung kepada keadaan obyek pajak itu, dan sama sekali tidak menghiraukan serta tidak dipengaruhi oleh keadaan subyek pajak.
Berdasarkan jenis penggolongan pajak menurut sifat tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa pajak subyektif adalah pajak yang erat hubungannya dengan
subyek yang dikenakan pajak, sehingga besarannya sangat dipengaruhi keadaan
subyek pajak, sedangkan pajak obyektif adalah pajak yang erat hubungannya
dengan obyek pajak, sehingga besarannya jumlah pajak hanya tergantung kepada
keadaan obyek pajak itu, dan tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajaknya.
Sedangkan jenis pengelompokkan pajak menurut sifat yang ditulis oleh
Waluyo (2007:12), menyatakan bahwa : “Menurut Sifat :
1. Pajak Subyektif
Adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan Wajib Pajaknya.
2. Pajak Obyektif
Adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada obyeknya tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajaknya.”
Berdasarkan jenis penggolongan pajak menurut sifat diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pajak subyektif adalah pajak yang berdasarkan pada
subyeknya, sehingga memperhatikan keadaan Wajib Pajaknya. Sedangkan pajak
obyektif adalah pajak yang berdasarkan obyeknya dan tanpa memperhatikan
keadaan Wajib Pajaknya.
Dari kedua jenis penggolongan pajak menurut sifat dapat ditarik
kesimpulan bahwa pajak subyektif adalah pajak yang erat hubungannya dengan
subyek yang dikenakan pajak, sehingga besarannya sangat dipengaruhi keadaan
subyek pajak yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam arti
memperhatikan keadaan Wajib Pajaknya. Sedangkan pajak obyektif adalah pajak
hanya tergantung kepada keadaan obyek pajak itu, dan tanpa memperhatikan
keadaan Wajib Pajaknya.
Pengelompokkan pajak yang terakhir yaitu menurut lembaga pemungut
yang ditulis oleh Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010:13), menyatakan bahwa :
“Menurut Lembaga Pemungut : 1. Pajak Pusat
Adalah pajak yang diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Pajak.
2. Pajak Daerah
Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah. Dibedakan dengan pajak Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah Tingkat II.”
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kedua jenis pengelompokkan pajak
menurut lembaga pemungut bahwa pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Keuangan yaitu Direktorat Jenderal
Pajak. Sedangkan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Daerah baik Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Daerah Tingkat II
(Kabupaten/Kota).
Sedangkan jenis pengelompokkan pajak menurut lembaga pemungut
yang ditulis oleh Waluyo (2007:12), menyatakan bahwa : “Menurut Lembaga Pemungut :
1. Pajak Pusat
Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
2. Pajak Daerah
Kesimpulan yang dapat ditarik dari jenis pengelompokkan pajak menurut
lembaga pemungut bahwa pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat dalam yang digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Sedangkan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
yang digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Dari kedua jenis pengelompokkan pajak menurut lembaga pemungut dapat
ditarik kesimpulan bahwa pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat yaitu Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan pajak daerah adalah
pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Pemerintah Propinsi maupun
Pemerintah Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota). Pajak pusat dan pajak daerah
dapat digunakan untuk membiayai rumah tangga.
2.1.1.3 Fungsi Pajak
Fungsi pajak adalah kegunaan pokok dan manfaat pokok pajak. Sebagai
alat untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan
manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum, suatu Negara tidak
akan mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat.
fungsi pajak yang ditulis oleh Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010:3), menyatakan bahwa :
Uraian kedua fungsi pajak tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Budgetair
Pajak berfungsi mengisi kas Negara atau anggaran pendapatan Negara, yang
digunakan untuk keperluan pembiayaan umum pemerintah baik rutin maupun
untuk pembangunan.
2. Fungsi Regulerend
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau alat untuk melaksanakan
kebijakan yang ditetapkan egara dalam bidang ekonomi sosial untuk mencapai
tujuan tertentu.
Sedangkan fungsi pajak menurut Waluyo (2007:6), menyatakan bahwa : 1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
2. Fungsi Regularend (Pengatur)
Uraian kedua fungsi pajak tersebut diatas adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Budgetair
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
2. Fungsi Regulerend
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
dibidang sosial dan ekonomi.
Berdasarkan kedua fungsi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi
budgetair merupakan sumber dana bagi Pemerintah untuk membiayai keperluan
atau pengeluaran-pengeluaran negara baik rutin maupun untuk pembangunan.
kebijakan Pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang sosial dan
ekonomi.
2.1.2 Prosedur
Prosedur merupakan rangkaian langkah yang dilaksanakan untuk
menyelesaikan kegiatan atau aktivitas, sehingga dapat tercapai tujuan yang
diharapkan serta dapat dengan mudah menyelesaikan suatu masalah yang
terperinci menurut waktu yang telah ditentukan.
2.1.2.1 Pengertian Prosedur
Beberapa pendapat yang menulis pengertian prosedur salah satunya
menurut Ardiyos (2004:73) menyatakan bahwa :
“Prosedur adalah suatu bagian sistem yang merupakan rangkaian tindakan yang menyangkut beberapa orang dalam satu atau beberapa bagian yang ditetapkan untuk menjamin agar suatu kegiatan usaha atau transaksi dapat terjadi berulang kali dan dilaksanakan secara seragam.”
Dari pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa prosedur adalah
rangkaian yang menyangkut beberapa orang dalam satu atau beberapa bagian
yang ditetapkan untuk menjamin suatu kegiatan usaha yang dapat terjadi berulang
kali dan dilaksanakan secara seragam.
Sedangkan pengertian prosedur menurut M. Nafarin (2004:9) adalah sebagai berikut :
Dari pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa prosedur adalah
suatu urutan-urutan tugas yang saling berhubungan untuk menjamin pelaksanaan
kerja yang seragam.
Dari kedua pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa prosedur
adalah tata cara atau urutan yang saling berhungan satu dengan lainnya yang
dilakukan secara berulang kali dengan cara yang sama untuk menjamin
pelaksanaan kerja yang seragam.
2.1.2.2 Karakteristik Prosedur
Karakteristik prosedur yang dikemukakan oleh Mulyadi (2001:6) menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik prosedur, diantaranya sebagai
berikut :
1. “Prosedur menunjang tercapainya tujuan organisasi
2. Prosedur mampu menciptakan adanya pengawasan pengawasan yang baik dan menggunakan biaya yang seminimal mungkin
3. Prosedur menunjukan urutan-urutan yang logis dan sederhana 4. Prosedur menunjukan adanya penetapan keputusan dan tanggung
jawab
5. Prosedur menunjukan tidak adanya keterlambatan dan hambatan.”
Jadi karekteristik prosedur dapat menunjang tercapainya tujuan,
menciptakan pengawasan, menunjukan urutan-urutan yang logis serta
2.1.2.3 Manfaat Prosedur
Selain karakteristik prosedur Mulyadi (2001:6) juga menjelaskan mengenai manfaat dari prosedur, diantaranya sebagai berikut:
1. “Lebih memudahkan dalam menentukan langkah-langkah kegiatan dimasa yang akan datang
2. Mengubah pekerjaan yang berulang-ulang menjadi rutin dan terbatas
3. Adanya suatu petunjuk atau program kerja yang jelas dan harus dipatuhi oleh seluruh pelaksana
4. Membantu dalam usaha meningkatkan produktifitas kerja yang efektif dan efisien
5. Mencegah terjadinya penyimpangan dan memudahkan dalam pegawasan.”
Jadi prosedur memiliki manfaat untuk mempermudah langkah-langkah
kegiatan, mengubah pekerjaan yang berulang-ulang menjadi rutin, menjadi
petunjuk yang harus dipatuhi, membantu meningkatkan produktifitas kerja serta
mencegah terjadinya penyimpangan.
2.1.3 Pajak Daerah
2.1.3.1 Pengertian Pajak Daerah
Pajak daerah adalah satu dari berbagai sumber penerimaan daerah yang
termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah juga termasuk dalam golongan pajak
menurut lembaga yang memungutnya. Pengertian pajak daerah Menurut Marihot P. Siahaan (2005:10), menyatakan bahwa :
Dari definisi tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa pajak daerah
adalah pajak yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah
daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah
dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang pajak daerah dan retribusi daerah (2009:4). Mendefinisikan bahwa pajak daerah adalah:
“kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dari definisi tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa pajak daerah
itu wajib bersifat memaksa yang berdasarkan Undang-Undang dengan tujuan
untuk memakmurkan rakyat demi keperluan daerah dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung.
2.1.3.2 Jenis-jenis Pajak Daerah
Menurut Nurlan Darise (2009:60), dalam pengelolaan pemungutan pajak daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Menurut
Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah,
menyebutkan jenis-jenis pajak daerah terdiri dari:
a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame
e. Pajak penerangan jalan
Adapun maksud pengertian dari masing-masing pajak tersebut menurut
penjelasan Undang-undang No. 34 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:
a. Pajak Hotel
Adalah pajak atas pelayanan Hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus
disediakan bagi orang-orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh
pelayanan, dan atau fasilitas lain dengan dipungut termasuk bangunan lainya
yang menyatu, dikelola dan dimiliki pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan
dan perkantoran.
b. Pajak Restoran
Adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap
makanan dan atau minimal yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak
termasuk jasa boga atau catering.
c. Pajak Hiburan
Adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis
pertunjukan, permainan, ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan
bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut
bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga.
d. Pajak Reklame
Adalah pajak atas penyenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat
perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan
komersial, dipergunaan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji
suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk mencari perhatian umum kepada
atau didengarkan dari suatu tempat umum kecuali yang perlukan oleh
pemerintah.
e. Pajak penerangan jalan
Adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa
diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar
oleh pemerintah daerah.
f. Pajak Pengambilan dan pengolahan bahan galian Golongan C
Adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian C sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan C terdiri
dari asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu
permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafi, granit/andesif,
hips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir
dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, pospat ph, palk, tanah serap, (fiuler earth),
tanah biometik, tanah liat, tawas (alum), teras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit.
g. Pajak Parkir
Tempat parkir adalah tempat parkir diluar badan jalan yang disediakan oleh
orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaran bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut
bayaran.
Selain memungut pajak, Pemerintah daerah juga bisa memungut retribusi.
Adapun yang dimaksud retribusi menurut Undang-undang No. 34 Tahun 2000
selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jas
atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.
Seperti dengan pajak, retribusi juga ditetapkan dengan peraturan daerah.
Retribusi dipungut dengan menggunakan surat keterangan retribusi daerah atau
dokumen lain yang dipersamakan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka
seharusnya masyarakat menyadari bahwa tujuan pemungutan pajak dan retribusi
adalah untuk pembangunan daerah dan untuk lebih menegakkan kemandirian
dalam pembiayaan pembangunan daerah, sebab kemungkinan pada dasarnya akan
lebih menjamin ketahanan daerah khususnya ketahanan dibidang ekonomi.
Kesadaran yang tinggi dalam melakukan pembayaran pajak akan
menjadikan pembangunan dapat lebih digiatkan lagi, sebaliknya apabila
masyarakat menyadari maka penerimaan atau pemasukan uang akan berkurang,
dengan sendirinya pembangunan kurang lancar. Demikian pula penerimaan
pendapatan yang dikelola oleh pemerintah terutama pajak daerah seluruhnya
untuk kepentingan daerah sendiri dan untuk melaksanakan pembangunan daerah.
2.1.3.3 Fungsi Pajak Daerah
Menurut Meutia Fatchanie (2007:28) bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu faktor dalam pendapatan daerah, berikut fungsi dari pajak daerah antara
lain:
1. “Sebagai tiang utama pelestarian otonomi terhadap penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Dari fungsi diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak merupakan tiang
utama pelestarian otonomi terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai
sumber dana yang sangat berarti untuk pembiayaan pembangunan daerah.
2.1.4 Pengertian Reklame
Dengan ditetapkannya Peraturan Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah telah
memberikan nuansa baru dimana sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan
otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan yang berasal dari pendapatan asli daerah
khususnya yang bersumber dari Pajak Reklame.
Menurut Agus Fatoni(2009:6) mengenai pengertian reklame, menyatakan bahwa :
“Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial, memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.”
Berdasarkan uraian diatas tidak semua reklame bisa dipergunakan untuk
memperkenalkan bahkan untuk menarik perhatian umum seperti yang dilakukan
oleh Pemerintah.
2.1.4.1 Pajak Reklame
Pajak reklame merupakan bagian atau unit dari pajak Kabupaten / Kota
A. Pengertian Pajak Reklame
Pajak reklame biasanya dipasang disetiap jalan adapula yang melalui
selebaran, stiker ataupun yang lainnya. Setiap pemasangan harus izin terlebih
dahulu kepada pihak yang bersangkutan.
Pengertian Pajak Reklame menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No 19 Tahun 2009 (2009:4) yaitu:
“Pajak Reklame, adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame.”
Berdasarkan uraian tersebut, pajak reklame merupakan pungutan daerah
atas penyelenggaraan reklame yang dipungut berdasarkan Undang-Undang
yang berlaku.
B. Dasar Hukum Pajak Reklame
Menurut Djamu Kertabudi (2007:23) mengenai dasar hukum pajak reklame, yaitu :
1. Peraturan daerah Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame
2. Keputusan Bupati KDH Tingkat II Bandung Nomor 36 Tahun 1998
tentang pelaksanaan peraturan daerah kabupaten DT.II Bandung Nomor 6
tahun 1998 tentang pajak reklame
3. Keputusan Bupati Bandung Nomor 11 Tahun 2004, tentang
Penyempurnaan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bandung
Nomor 36 Tahun 1998, tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah
4. Peraturan Bupati Bandung Nomor 10 Tahun 2005, tentang Penetapan Nilai
Jual Objek Pajak Reklame dan Nilai Strategis Pemasangan Reklame
sebagai dasar perhitungan pajak reklame.
2.1.4.2 Subjek, Objek, dan Wajib Pajak
Objek dan subjek pajak reklame merupakan salah satu hal yang penting
dalam penyelenggaraan reklame, menurut Marihot P. Siahaan menyatakan bahwa :
1. Objek Pajak Reklame
Menurut Marihot P. Siahaan (2005:325) mengenai Objek Pajak Reklame, menyatakan bahwa :
“Yang menjadi objek pajak reklame adalah semua penyelenggara reklame, penyelenggaraan reklame dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame atau perusahaan jasa periklanan yang terdaftar pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten / Kota.”
Yang menjadi objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan
reklame yang dilakukan oleh perusahaan jasa periklanan. Objek pajak reklame
terdiri dari 10 macam yang berbeda-beda.
Sebagaimana yang dimaksud diatas objek pajak reklame menurut Marihot P. Siahaan (2005:326), meliputi :
a. Reklame papan b. Reklame video c. Reklame kain
d. Reklame melekat (stiker) e. Reklame selebaran
f. Reklame berjalan termasuk pada kendaraan g. Reklame udara
Adapun maksud pengertian dari masing-masing objek pajak reklame
adalah sebagai berikut:
a. Reklame papan
Adalah reklame yang terbuat dari papan, kayu, termasuk seng atau bahan lain
yang sejenis, dipasang atau digantungkan pada bangunan, tembok, dinding dan
sebagainya baik bersinar maupun yang disinari.
b. Reklame video
Adalah reklame yang menggunakan layar monitor besar berupa program
reklame atau iklan bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna yang
dapat berubah-ubah, terprogram, dan difungsikan dengan tenaga listrik.
c. Reklame kain
Adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan kain,
termasuk kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis itu.
d. Reklame melekat (stiker)
Adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara
disebarkan, dipasang, digantungkan pada suatu benda dengan ketentuan
luasnya tidak lebih dari 200cm2 per lembar.
e. Reklame selebaran
Adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara
disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk
f. Reklame berjalan termasuk pada kendaraan
Adalah reklame yang ditempatkan atau ditempelkan pada kendaraan yang
diselenggarakan dengan menggunakan kendaraan atau dengan cara dibawa
oleh orang.
g. Reklame udara
Adalah reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan gas,
laser, pesawat, atau alat lain yang sejenis.
h. Reklame suara
Adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang
diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantaraan alat.
i. Reklame film / slade
Adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan klise berupa kaca
atau film, ataupun bahan-bahan yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan
dan atau dipancarkan pada layer atau benda lain yang ada di ruangan.
j. Reklame peragaan
Adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu
barang dengan atau tanpa disertai suara.
Ada beberapa objek pajak yang dikecualikan dalam pasal ini yaitu
penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan, dan reklame yang diadakan khusus untuk kegiatan
2. Subjek Pajak Reklame
Subjek pajak reklame menurut Nurlan Darise (2009:62), menyatakan bahwa :
“Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame.”
Jadi setiap orang pribadi atau badan yang akan menyelenggaraan atau
melakukan pemesanan reklame disebut subjek pajak reklame.
3. Wajib Pajak Reklame
Wajib pajak reklame menurut Marihot P. Siahaan (2003:10), menyatakan bahwa :
“Wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Jika reklame diselenggarakan langsung oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan reklame untuk kepentingan sendiri, wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut.”
Apabila penyelenggaraan reklame dilaksanakan melalui pihak ketiga,
misalnya perusahaan jasa periklanan, maka pihak ketiga tersebut menjadi Wajib
Pajak Reklame. Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak dapat
diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh Undang-Undang dan
peraturan daerah tentang pajak reklame. Wakil wajib pajak bertanggung jawab
secara pribadi dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang.
Selainitu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus
2.1.4.3 Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif
Menurut Nurlan Darise (2009:63) dasar pengenaan Pajak Reklame, menyatakan bahwa :
“Nilai sewa reklame diperhitungkan dengan memperhatikan lokasi penempatan, jangka waktu penyelenggaraan, dan ukuran media reklame.”
Hasil perhitungan nilai sewa reklame ditetapkan dengan keputusan Kepala
Daerah.
Tarif Pajak Reklame paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen)
sehingga besarnya pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat reklame
tersebut diselenggarakan.
2.1.5 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2.1.5.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Sebelum meninjau lebih jauh tentang pajak yang menjadi sumber
pendapatan asli daerah (PAD), pada sub bab ini penulis akan menjelaskan terlebih
dahulu mengenai pendapatan asli daerah (PAD). Pengertian tersebut telah diatur
dalam UU No 25 tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
yang dikutip oleh Abdul Halim(2004:64), yaitu :
Dari definisi tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa pendapatan
asli daerah adalah penerimaan yang berasal dari sumber-sumber ekonomi daerah.
Sedangkan pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Djamu Kertabudi(2007:2), menyatakan bahwa :
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Undang-undang.”
Dari definisi diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa pendapatan asli
daerah adalah penerimaan yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diperoleh daerah
dari wilayahnya sendiri.
2.1.5.2 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Menurut Nurlan Darise (2009:67) berdasarkan UU No 25 tahun 1999 diatas sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik itu Kabupaten/Kota
terdiri dari :
1. Hasil Pajak Daerah 2. Hasil Retribusi Daerah
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya.
Adapun maksud pengertian dari masing-masing sumber-sumber pendapatan
asli daerah tersebut menurut Nurlan Darise (2009:67) berdasarkan UU No 25 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1. Hasil Pajak daerah
Yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang tidak dapat dipaksakan dan digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang terdiri dari :
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak Parkir
2. Hasil Retribusi Daerah
Yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badn kepad daerah
dengan imbalan langsung dan tidak dapat dipaksakan dan digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah, yang terdiri dari:
a. Retribusi Jasa Umum
b. Retribusi Jasa Usaha
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan antara lain :
a. Bagian laba
b. Deviden
c. Penjualan saham milik daerah
4. Pendapatan Asli Daerah lainnya yang sah, seperti penjualan asset tetap daerah dan jasa giro.
Berdasarkan pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
Kabupaten Bandung terdapat jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
terdiri dari:
a. Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau
angsuran
b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan
c. Jasa giro
d. Pendapatan bunga
e. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi
f. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/ataua pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah
g. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing
h. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
j. Pendapatan hasil ekskusi atas jaminan
k. Pendapatan dari pengembalian
l. Fasilitas sosial dan fasilitas umum
m. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
n. Pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
2.1.6 Prosedur Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli daerah
Menurut staf bidang pendapatan Pajak Reklame di Kabupaten Bandung,
harus mendapatkan izin dari kepala Daerah setempat dan pengelolaanya
diserahkan pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten
Bandung. Pajak reklame merupakan salah satu sektor pendukung Pendapatan Asli
Daerah yang potensial, di mana pengelolaanya dilakukan oleh Dinas Pendapatan
dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung setempat.
Dalam penelitian ini penulis meneliti Prosedur Kontribusi Penerimaan
Pajak Reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bandung
Tahun 2005-2009. Pajak reklame adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan
reklame. Penyelenggara reklame adalah perorangan atau badan hukum yang
menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan
atas nama pihak lain yang menjadi tanggunganya. Potensi obyek pajak reklame
yang dimiliki Kabupaten Bandung sebagai sumber PAD sangat potensial, hal ini
bisa di lihat dari daftar perbandingan realisasi penerimaan PAD setiap tahun
anggarannya, yang nantinya bisa diketahui seberapa besar kontribusi suatu pajak
2.2 Kerangka Pemikiran
Dalam membiayai pembangunan salah satu upaya pemerintah daerah
adalah menyerap dari sektor pajak. Hal demikian dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Bandung melalui Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
dilakukan usaha-usaha peningkatan pajak reklame secara optimal untuk mengisi
kas daerah yang membiayai pembangunan.
Potensi reklame di Kabupaten Bandung dipandang potensial, mengingat
gairah usaha dan perdagangan yang semakin meningkat. Apabila pendapatan
pajak reklame besar, kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah besar. Apabila
pendapatan pajak reklame kecil, kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah juga
kecil.
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro(2010:1) yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati menyatakan bahwa :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”
Dari pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat
jasa kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum negara.
Pajak daerah adalah satu dari berbagai sumber penerimaan daerah yang
termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah juga termasuk dalam golongan pajak
Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang pajak daerah dan retribusi daerah (2009:4). Mendefinisikan bahwa pajak daerah adalah:
“Kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dari definisi tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa pajak daerah
itu wajib bersifat memaksa yang berdasarkan Undang-Undang dengan tujuan
untuk memakmurkan rakyat demi keperluan daerah dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung.
Sedangkan pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Djamu Kertabudi(2007:2), menyatakan bahwa :
“Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Undang-undang.”
Dari definisi diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa pendapatan asli
daerah adalah penerimaan yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diperoleh daerah
dari wilayahnya sendiri.
Sumber pajak daerah yaitu salah satunya adalah pajak reklame. Adapun
pengertian pajak reklame menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor
Pengertian Reklame menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No 19 Tahun 2009 (2009:4) yaitu :
“Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk, susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa, atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.” Berdasarkan uraian tersebut tidak semua reklame bisa dipergunakan untuk
memperkenalkan bahkan untuk menarik perhatian umum seperti yang dilakukan
oleh Pemerintah.
Pengertian Pajak Reklame menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No 19 Tahun 2009 (2009:4) yaitu:
“Pajak Reklame, adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame.”
Berdasarkan uraian tersebut, pajak reklame merupakan pungutan daerah
atas penyelenggaraan reklame yang dipungut berdasarkan Undang-Undang yang
berlaku.
Menurut Marihot P. Siahaan (2005:325) mengenai Objek Pajak Reklame, menyatakan bahwa :
“Yang menjadi objek pajak reklame adalah semua penyelenggara reklame, penyelenggaraan reklame dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame atau perusahaan jasa periklanan yang terdaftar pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten / Kota.”
Yang menjadi objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan
Subjek pajak reklame menurut Nurlan Darise (2009:62), menyatakan bahwa :
“Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame.”
Jadi setiap orang pribadi atau badan yang akan menyelenggaraan atau
melakukan pemesanan reklame disebut subjek pajak reklame.
Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa pajak itu adalah untuk membiayai
pemerintahan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang merupakan
suatu sistem perpajakan Indonesia yang pada dasarnya merupakan beban bagi
masyarakat, sehingga perlu dijaga agar beban tersebut adil. Kontribusi penerimaan
pajak reklame merupakan rangkaian kegiatan yang harus direncanakan,
dilaksanakan dan dikoordinasikan sedemikian rupa Karena besarnya realisasi
penerimaan pendapatan daerah Tingkat II Kabupaten Bandung khususnya pajak
reklame.
Dari kesimpulan diatas menunjukan bahwa pajak reklame ini menunjukan
kemampuan asli daerah untuk memudahkan bagi Pemerintah Daerah melakukan
pembangunan diberbagai sektor didalamnya. Dengan demikian dapat diambil
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas skema pemikiran dapat dilihat
pada gambar 2.1
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pemikiran
Pajak reklame menurut Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009
Prosedur Kontribusi Pajak Reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bandung
Perpajakan
Pajak Pusat Pajak Daerah
1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame
5. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
6. Pajak Penerangan Jalan 7. Pajak Parkir
• Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame.
• Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.
1. Pajak penghasilan (PPh)
2. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
3. Pajak bumi dan bangunan 4. Bea materai
5. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
3.1 Objek Penelitian
Dalam melakukan sebuah penelitian yang pertama kali diperhatikan adalah
objek penelitian yang akan diteliti. Dimana objek penelitian tersebut terkandung
masalah yang akan dijadikan bahan penelitian untuk dicari pemecahannya.
Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Sesuai
dengan pendapat Sugiyono (2009:38), mendefinisikan objek penelitian sebagai berikut:
“Suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”
Berdasarkan uraian diatas objek dalam penelitian ini adalah pajak reklame.
Objek penelitian yang diambil oleh penulis dalam penelitian ini karena
prosedur kontribusi penerimaan Pajak Reklame yang dilaksanakan di Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung. Penulis menjadikan
Pajak Reklame sebagai objek penelitian karena pajak reklame merupakan salah
satu pendapatan daerah, selain itu penulis sangat tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut lagi mengenai Prosedur Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame yang
merupakan salah satu pajak yang berperan dalam meningkatkan pendapatan asli
3.2 Metode Penelitian
Metode yang dilakukan penulis dalam penyusunan laporan ini adalah
menggunakan metode deskriptif yaitu suatu bentuk pengumpulan data yang
bertujuan menggambarkan dan memaparkan suatu masalah yang dihadapi
kemudian penulis menguraikan dan mengemukakan data selama masih actual.
Kemudian data tersebut penulis analisis berdasarkan pemikiran yang logis,
objektif dan sistematis.
Dalam melaksanakan penelitian ini, metode penelitian yang akan
digunakan peneliti adalah metode deskriptif dengan menggunakan metode analisis
kualitatif.
Menurut Sugiyono (2009:35), menyatakan bahwa:
“Metode deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri) tanpa membuat perbandingan dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel yang lain.”
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif karena metode penelitian
untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang ada, sehingga
metode ini harus diadakan akumulasi data. Sedangkan penelitian kualitatif
merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar.
3.2.1 Desain Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu dilakukan perencanaan
dan pelaksanaan penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan
Menurut Nur Indriantoro dan Bambang Supomo (2002:10), menyatakan bahwa:
“Desain Penelitian adalah prosedur-prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam pemilihan, pengumpulan, dan analisis data secara keseluruhan.”
Dari pemaparan diatas maka dikatakan bahwa desain penelitian merupakan
semua proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam melaksanakan
penelitian mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan penelitian yang
dilakukan dengan cara memilih, mengumpulkan dan menganalisis data yang
diteliti pada waktu tertentu.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menurut Nur Indriantoro dan Bambang Supomo adalah sebagai berikut :
1. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan merupakan tahap awal dalam penelitian ini, di mana dalam
tahap ini peneliti mencari referensi untuk menetapkan judul penelitian, yaitu
Tinjauan Atas Prosedur Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame Dalam
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Dengan membaca berbagai teori yang
berkaitan dengan tema yang akan dibahas, juga membandingkannya dengan
penelitian yang telah ada.
2. Perumusan Masalah dan Penentuan Tujuan Penelitian
Perumusan masalah merupakan upaya yang dilakukan untuk merumuskan
keadaan yang ada secara sistematis berdasarkan teori-teori yang sudah ada,